Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah atas selesainya makalah yang berjudul
"HARGA DIRI". Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih

Kami menyadari bahwa makalah ini belum maksimal dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharap masukan, kritikan dan saran para
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya, semoga amal baik semua pihak diterima oleh Allah dan mendapatkan
balasan darinya dengan pahala yang setimpal dan semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami dan juga bagi pembaca sekalian.Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Gorontalo, 13 Januari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………...

BAB I……………………………………………………………....
PENDAHULUAN………………………………………………...
1.1 Latar Belakang………………………………………………….
1.2 Rumusan masalah……………………………………………
1.3 Tujuan……………………………………………………………
BAB II……………………………………………………………..
PEMBAHASAN…………………………………………………..
2.1 Pengertian Harga Diri……………………………………….
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ……………………….
2.3 Faktor Harga diri menurut para ahli………………………….
2.4 Harga diri dapat diperoleh melalui SAPTONOKO………….
2.5 Contoh Harga Diri dalam Kehidupan……………………
BAB III……………………………………………………………...
Kesimpulan………………………………………………….....
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Kecenderungan meningkatnya angka gangguan mental psikiatri di kalangan
masyarakat saat ini terus menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan
khusunya komunitas profesi kesehatan.
Di dunia, menurut WHO, masalah gangguan jiwa telah menjadi masalah yang serius.
Masalah gangguan jiwa ini ternyata hamper diseluruh Negara di dunia, Tahun 2001 lalu
ditemukan ada 450 juta orang menderita gangguan jiwa.
Sebagai gambaran menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per !
000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk yang
merupakan anggota keluarga, data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO. Ini sesuatu yang sangat
serius dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini gangguan jiwa
menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 %.
Di Indonesia, menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, didalam setiap
rumah tangga paling tidak ada satu orang yang mengalami gangguan jiwa dan
membutuhkan pelayanan kesehatan jiwa. Hal ini didasarkan pada hasil Survei
kesehatan. Mental Rumah Tngga (SKMRT) yang dilakukan pada penduduk di 11
kotamadya oleh jaringan Epidomologi Psikiatri Indonesia tahun 1995 di mana di
temukan 185 per 1000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala
gangguan kesehatan jiwa.
Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat diperkirakan lebih dari 30% dari jumlah
penduduk dewasa. Jumlah tersebut bakal semakin bertambah dengan kesulitan
ekonomi yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bahkan di
Cirebon, kenaikan penderita gangguan kejiwaan setelah kenaikan harga BBM,
mencapai 250 hingga 350 persen.Menurut Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bandung,
dr. Machmud, Sp.K.J. dampak nyata dari kenaikan harga BBM terhadap penambahan
jumlah warga yang mengalami gangguan jiwa, baru akan bisa dilihat pada tiga bulan
atau enam bulan ke depan."Sejauh ini, belum ada peningkatan signifikan antara
kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga BBM dengan jumlah pasien Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) Bandung, baik yang rawat jalan maupun rawat inap," ujarnya. Angka
prediksi tersebut, didasarkan beberapa kali survei yang dilakukan RSJ Bandung yang
bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Jabar.
Menurut Machmud, sampai dengan bulan September 2005, jumlah pasien gangguan
jiwa yang dirawat di RSJ Bandung sudah lebih dari 12.000 orang, tahun 2004 lalu
sebanyak 13.000. Di antara pasien yang rawat inap di RSJ Bandung bahkan ada yang
masih anak-anak yakni berusia 13 tahun. Metode terapi yang dilakukan dari mulai
pemberian obat-obatan yang diminum atau disuntikkan sampai ke electro convulsan
therapy (ECT) atau electro shock therapy (EST) dan psikoterapi serta rehabilitasi.
"Idealnya, Rumah Sakit Jiwa Bandung ini memiliki 14 psikiater karena kami memiliki 14
satuan kerja fungsional," katanya. Naik drastic Di Cirebon, berdasarkan catatan di RS
Gunung Djati (RSGD) Kota Cirebon, sejak terjadi kenaikan harga BBM yang berdampak
pada kenaikan harga lainnya, jumlah pasien yang berobat ke psikiater meningkat lebih
dari 250 sampai 350 persen. Sebelum terjadi kenaikan harga BBM, jumlah pasien di
poliklinik psikiatri per hari rata-rata 5 - 10 orang. Setelah kenaikan harga BBM, dalam
sepekan terakhir jumlah pasien menjadi 25 sampai 35 orang/hari. Jumlah ini,
kemungkinan akan terus meningkat seiring dengan terus merosotnya kualitas hidup
rata-rata masyarakat.
Kepala Rumah Sakit Jiwa ( RSJ) Daerah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Nurlaila
Atika, mengungkapkan, “ Setahun ini jumlah penderita gangguan jiwa yang di tangani di
RSJ mengalami peningkatan 10-15 % di bandingkan dengan tahun sebelumnya,
kecenderungan, kasus – kasus psikotik tetap tinggi, disusul neurosis yang cenderung
meningkat”.
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Rumah Sakit Dr. H. M. Ansari Saleh
Banjarmasin, jumlah klien rawat inap adalah 1562 jiwa dan rawat jalan 6573,
sedangkan penderita harga diri rendah tahun 2006 berjumlah 116 orang, data tersebut
didapat dari masing – masing ruangan yang ada di Rumah Sakit Dr. H. M. Ansari Saleh
Banjarmasin.
1.2 Rumusan masalah
1.Apa yang dimaksud Harga Diri ?
2.Apa Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ?
3.Apa Faktor Harga diri menurut para ahli?
4.Bagaimana Harga diri dapat diperoleh melalui SAPTONOKO?
5.Apa Contoh Harga Diri dalam Kehidupan?

1.3 Tujuan
1.    Agar pembaca dapat mengetahui pengertian harga diri.
2.    Agar pembaca dapat mengetahui factor yang mempengaruhi harga diri.
3.    Agar pembaca dapat mengetahuifaktor harga diri menurut para ahli.
4.    Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana cara memperoleh harga diri menurut
Saptonoko.
5.    Agar pembaca dapat mengetahui contoh harga diri dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Harga Diri


Pengertian harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang
merupakan sikap penerimaan atau penolakan serta menunjukan seberapa besar
individu percaya pada dirinya, merasa mampu, berarti, berhasil dan berharga
(Coopersmith, 1967) dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal
dirinya (Stuart dan Sundeen, 1991). Dimana evaluasi ini diartikan sebagai penilaian
yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan konsep diri seseorang. Harga diri
merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara positif dan juga
sebaliknya dapat menghargai secara negatif. Jika seseorang dapat melihat secara
positif terhadap dirinya, maka orang tersebut dikatakan memiliki harga diri yang tinggi,
begitupun sebaliknya (Menurut Lerner dan Spanier, dalam Ghufron, 2010). Seseorang
akan menyadari dan menghargai dirinya jika ia mampu menerima diri pribadinya.
2.2 Faktor yang mempengaruhi harga diri
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan
harga diri adalah : Perasaan takut , yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear).

Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di tengah-tengah realita.


Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan dengan penuh kebenaran, akan tetapi ada
juga yang menghadapinya dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan
negatif terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang negatif bagi
dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu hidup dalam ketakutan yang akan
mempengaruhi seluruh alam perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam
keseimbangan kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam
keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan pikirannya palsu, dan segala
sesuatu yang diluar diri yang dipersepsikan secara salah.
Dengan demikian tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan
untuk kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi,
yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan, sehingga jelaslah bahwa keadaan ini
akan berpengaruh pada perkembangan harga dirinya.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Diri (Self Esteem) Menurut Para Ahli

Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga diri, yaitu:

1. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan. Harga diri


seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan
individu yang bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan contoh dari
orang-orang yang signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi
yang pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang.
2.  Kelas Sosial dan Kesuksesan. Menurut Coopersmith (1967), kedudukan kelas
sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Individu yang
memiliki pekarjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan
tinggal dalam lokasi rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih
sukses dimata masyarakat dan menerima keuntungan material dan budaya. Hal
ini akan menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi meyakini bahwa
diri mereka lebih berharga dari orang lain.
3. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi
Pengalaman.Kesuksesan yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi harga
diri secara langsung melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai
yang dipegang oleh individu.
4. Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi. Individu dapat meminimalisasi
ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat
menolak hak dari orang lain yang memberikan penilaian negatif terhadap diri
mereka.
2.4 Harga diri dapat diperoleh melalui SAPTONOKO :
  Keturunan
  Kekayaan
  Kekuasaan
  Keagamaan
  Kependidikan
  Kecerdasan
  Kejujuran
2.5 Contoh Harga Diri dalam Kehidupan
Manusia sering salah dalam menilai harga dirinya, kadangkala terlampau tinggi,
kadangkala terlalu rendah. Sangat jarang seseorang dapat dengan tepat menilai harga
dirinya. Sebagai sebuah contoh perenungan mari kita lihat kesalahan orang dalam
menilai harga dirinya, yaitu dalam keluarga
Seorang suami cenderung merasa bahwa dia lebih bernilai dari istrinya, sebab suami
merasa dia adalah orang yang mencari uang. Jadi karena suami merasa semua
kebutuhan keluarga baru bisa dipenuhi karena uang yang diperolehnya maka dia
berpikir dirinya lebih berharga daripada istrinya. Perasaan lebih berharga ini kemudian
diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang menempatkan istrinya lebih rendah
dari suami. Ketika makan harus dilayani istri, jika tidak dilakukan suami marah. Ketika
istri minta uang, dengan gaya interogasi menanyakan untuk keperluan apa uang yang
diminta tersebut. Bahkan tidak jarang ada suami yang tidak mengijinkan istrinya
mengambil putusan apapun dalam keluarga, semua harus suami yang memutuskan
apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Hal ini dianggap wajar dalam sebuah
hubungan suami istri, padahal ini adalah wujud dari penilaian suami yang terlampau
tinggi pada dirinya. Suami merasa wajar kalau harga dirinya lebih utama dari istrinya.
Situasi ini dalam kasus tertentu bisa berganti posisi yaitu istri yang merasa dirinya lebih
bernilai dibandingkan suaminya. Coba kita pikirkan secara mendalam, benarkah jika
orang yang bekerja lalu menghasilkan uang, dia lebih berharga dibandingkan orang
yang tidak bekerja? Jika perbandingan ini dilakukan diantara orang bekerja dan
pengangguran, maka jawabannya, ya. Namun apabila perbandingan ini dilakukan
dalam hubungan suami istri, maka telah terjadi kesalahan yang fatal. Suami dan istri
dalam sebuah keluarga tidak ada yang lebih utama, mereka sejajar. Jika hubungan ini
tidak sejajar maka keluarga ini tidak beres. Suami yang bekerja dan mendapatkan uang
tidak berhak mengklaim dia lebih berharga dibanding si istri. Suami bekerja dan punya
uang itu sudah menjadi kewajibannya. Apa yang merupakan kewajiban tidak bisa kita
tuntut sebagai sebuah keunggulan.
Sebagai ilustrasi: tukang becak kita bayar lalu dia antar kita ke tujuan, sesampai di
tujuan apakah boleh tukang becak tersebut berkata saya berjasa sudah mengantar
penumpang. Tukang becak tidak dapat mengatakan dia sudah berjasa, karena dia
wajib mengantar penumpang yang sudah membayarnya. Sebuah pelaksanaan
kewajiban tidak bisa dikatakan perbuatan yang hebat. Orang tua wajib mengurus
anaknya, maka ketika orang tua mengurus anak dengan baik itu bukanlah hal-hal yang
harus mendapat penghargaan, hal itu sudah seharusnya dan biasa saja. Jadi boleh
saja suami minta dilayani istrinya, namun dalam sudut pandang bahwa suami merasa
perlu adanya orang yang menolong dia. Sebaliknya istri mau melayani suami karena
mau menjadi penolong suami.
Kegagalan dalam menilai harga diri secara tepat ini menjadi sumber dari kehancuran
dalam banyak rumah tangga. Ketika seseorang merasa harga dirinya lebih tinggi dari
orang lain maka cenderung orang tersebut akan mendominasi orang lainnya. Setelah
kita melihat fakta bahwa di dalam hubungan suami-istri persoalan harga diri seringkali
salah tempat, tapi untuk selanjutnya pembahasan tidak akan mengenai persoalan
harga diri dalam keluarga. Namun kami ingin mencari akar dari salahnya persepsi
manusia akan harga diri dan bagaimana Tuhan memperbaiki kesalahan manusia ini.
Sejarah penyimpangan manusia sehingga gagal untuk bisa menilai harga dirinya
dengan tepat adalah saat manusia ingin seperti Allah (waktu kamu memakannya.kamu
akan menjadi seperti Allah Kejadian 3:5). Pada saat Allah menciptakan manusia, maka
terjadi suatu hubungan yang istimewa antara pencipta dan ciptaan. Namun hubungan
istimewa ini tidaklah berarti bahwa terjadi kesetaraan antara pencipta dan ciptaan.
Pencipta adalah otonom, Dia tidak tergantung kepada ciptaan. Keberadaannya mandiri,
bebas dari intervensi siapapun karena Dia yang berdaulat.
Pencipta tidak bisa diatur karena Dia adalah aturan itu sendiri. Sedangkan ciptaan
adalah makhluk yang bergantung kepada pencipta. Ciptaan tidak mandiri namun tunduk
pada pencipta dan diatur oleh pencipta. Keberadaan manusia dalam taman eden
adalah wujud daripada kesempurnaan Allah dalam menempatkan ciptaan. Namun
kesempurnaan rancangan Allah di hancurkan oleh ambisi manusia. Ciptaan yang
sempurna menjadi gagal dihadapan Allah yaitu ketika menerima tawaran iblis supaya
harga dirinya meningkat menjadi sama dengan pencipta.
Manusia yang dijadikan dari tidak ada menjadi ada ingin supaya menjadi setara dengan
Allah yang maha ada. Ketika pikiran ingin menjadi seperti Allah ini diwujudkan maka
bukan keberhasilan yang diperolehnya namun sebuah kegagalan yang didapatkan.
Ketika manusia gagal dan dinyatakan sudah berdosa, maka ukuran harga dirinyapun
menjadi kacau. Ambisi manusia untuk menjadi seperti Allah terus tertanam menjadi sifat
egois, mau menang sendiri, merasa dirinya lebih utama dari yang lain dan ini terus
diturunkan dari generasi ke generasi. Oleh karena persoalan harga diri, bangsa dengan
bangsa berperang. Karena harga diri Hitler menjadi pembantai 6 juta orang Yahudi.
Demi harga diri terjadi pembantaian suku suku dan etnis diberbagai belahan dunia.
Oleh karena harga diri banyak orang rela membunuh orang lain demi membela iman
kepercayaannya. Harga diri manusia harus dikembalikan pada posisi yang tepat, untuk
hal ini Allah sangat mengerti. Harga diri manusia oleh Allah mau dikembalikan pada
posisi yang sebenarnya yaitu sebagai ciptaan yang berharga di mata Allah. Apa
tindakan Allah yang maha mulia dan kudus, untuk mengembalikan posisi manusia? Dia
datang pada malam natal menjadi manusia. Ini bukan peristiwa biasa, tetapi ini adalah
tindakan Allah yang mau menurunkan harga dirinya sehingga sama dengan manusia.
Ketika Allah menurunkan harga dirinya ini, Dia sangat mengerti konsekuensinya yaitu
ciptaannya itu bahkan akan menghinanya dan menyalibkannya.
BAB III
KESIMPULAN
Harga diri adalah hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang merupakan sikap
penerimaan atau penolakan serta menunjukan seberapa besar individu percaya pada
dirinya, merasa mampu, berarti, berhasil dan berharga. Harga diri diperoleh dengan
keturunan,kekayaan,kekuasaan,keagamaan,kependidikan,kecerdasan,dan
kejujuran.Faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu Penghargaan dan Penerimaan
dari Orang-orang yang Signifikan. Harga diri seseorang dipengaruhi oleh orang yang
dianggap penting dalam kehidupan individu yang bersangkutan. orangtua dan keluarga
merupakan contoh dari orang-orang yang signifikan. Keluarga merupakan lingkungan
tempat interaksi yang pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang.

 Kelas Sosial dan Kesuksesan. Menurut Coopersmith (1967), kedudukan kelas sosial
dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Individu yang memiliki
pekarjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan tinggal dalam lokasi
rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih sukses dimata masyarakat
dan menerima keuntungan material dan budaya. Hal ini akan menyebabkan individu
dengan kelas sosial yang tinggi meyakini bahwa diri mereka lebih berharga dari orang
lain.Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman.Kesuksesan
yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi harga diri secara langsung melainkan
disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh individu.Cara
Individu dalam Menghadapi Devaluasi. Individu dapat meminimalisasi ancaman
berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat menolak hak dari
orang lain yang memberikan penilaian negatif terhadap diri mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot-
Raven Publisher: Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott-
Raven Publisher: philadelphia.
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan
Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai