Anda di halaman 1dari 26

GAMBARAN KASUS PENYAKIT DIARE

DI UPT PUSKESMAS BIRU


TAHUN 2022

DI
S
U
S
U
N

OLEH :

NAMA : JUSNI , SKM., M.Kes


NIP : 1984012020 1004 2 001

UPT PUSKESMAS BIRU


KECAMATAN TANETE RIATTANG
KABUPATEN BONE
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas hidayah dan rahmat ilmu serta kekuatan dari Ilahi Rabbi

yang telah dicurahkan kepada penyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat

diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan kepada

Rasulullah beserta junjungannya karena keindahan budi pekerti yang menjadi suri

tauladan kita.

Penulis sangat berterima kasih kepada Kepala UPT Puskesmas Biru yang

sudah memperkenankan kami untuk dapat melihat data rekapan kunjungan

khususnya penyakit diare tahun 2022, sehingga makalah ini menjadi lebih baik

dan dapat terselesaikan. Kami menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak,

begitu pun dengan makalah ini, namun kami berharap makalah ini dapat menjadi

sumber pengetahuan baru bagi pembaca dan penulis sendiri.

Watampone, 10 Juni 2022

Jusni, SKM., M.Kes

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 3
C. Tujuan.......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Penyakit Diare............................................................... 4
B. Etiologi......................................................................................... 4
C. Jenis Diare.................................................................................... 6
D. Gejala-gejala................................................................................ 7
E. Epidemiologi................................................................................ 8
F. Upaya Preventif........................................................................... 9
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penentuan Status Endemik Diare................................................. 11
B. Konfirmasi Diagnosis.................................................................. 12
C. Pendefenisian Kasus dan Perhitungan Kasus.............................. 15
D. Orientasi data dalam hal waktu, tempat dan persen..................... 16
E. Penentuan mereka yang risiko jatuh sakit.................................... 19
F. Hal-hal yang membatasi (kendala) penelitian............................ 20
G. Pelaksanaanupayaintervensidanpencegahan................................ 20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 22
B. Saran ........................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit

yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar

di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar,

lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih

dan sehat, dan masih banyak faktor penyebab munculnya penyakit diare

tersebut.

Kebersihan lingkungan merupakan suatu yang sangat berpengaruh

terhadap kesehatan pada umumnya. Banyaknya penyakit-penyakit lingkungan

yang menyerang masyarakat karena kurang bersihnya lingkungan disekitar

ataupun kebiasaan yang buruk yang mencemari lingkungan tersebut. Hal ini

dapat menyebabkan penyakit yang dibawa oleh kotoran yang ada di

lingkungan bebas tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu

melalui perantara.

Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak

jaman Hippocrates. Sampai saat ini, diare masih merupakan salah satu

masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia. Diare merupakan penyakit

berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dan dapat menimbulkan

letusan kejadian luar biasa (KLB). Penyebab utama kematian pada diare

adalah dehidrasi yaitu sebagai akibat hilangnya cairan dan garam elektrolit

1
pada tinja diare.  Keadaan dehidrasi kalau tidak segera ditolong 50-60%

diantaranya dapat meninggal.

Di Indonesia, diperoleh angka kesakitan Diare untuk tahun 2000

sebesar 301 per 1.000 penduduk, angka ini meningkat bila dibandingkan

dengan hasil survei yang sama pada tahun 1996 sebesar 280 per 1.000

penduduk. Sedangkan berdasarkan laporan kabupaten/ kota pada tahun 2008

diperoleh angka kesakitan diare sebesar 27,97 per 1000 penduduk. Sedangkan

angka kesakitan diare pada tahun 2009 sebesar 27,25%. Jauh menurun jika

dibandingkan 12 tahun sebelumnya. 

Kabupaten/kota dengan angka kesakitan diare tertinggi (86,87-135,91

per 1000 penduduk) yaitu Kabupaten Takalar, Enrekang, Tanatoraja, Palopo,

Soppeng, Enrekang dan Luwu Timur. Sedangkan terendah (9,82-31,93 per

1000 penduduk) yaitu Kabupaten Selayar, Bulukumba, Jeneponto, Sinjai,

Maros, Bone, Sidrap, Parepare, Luwu dan Palopo. Jumlah kejadian luar biasa

diare periode Januari – Desember 2004 sebanyak 21 kejadian, dengan jumlah

penderita sebanyak 1.145 orang dan jumlah kematian sebanyak 25 penderita

(CFR=2,18%), tersebar pada 10 kabupaten, 15 kecamatan dan 24 desa. Untuk

tahun 2005, jumlah kejadian luar biasa diare periode Januari-Desember

sebanyak 8 kejadian, 8 Kabupaten/Kota dengan jumlah penderita sebanyak

443 orang, dengan kematian sebanyak 9 orang (CFR=2,03%). Sementara di

tahun 2006 tercatat jumlah KLB diare sebanyak 14 kejadian, dengan jumlah

penderita 465 orang dan CFR sebesar 2,15%.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang hendak

dipaparkan dalam makalah ini adalah bagaimana gambaran kasus penyakit

diare di UPT Puskesmas Biru pada tahun 2022.

C. Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui

bagaimana gambaran kasus penyakit diare di UPT Puskesmas Biru pada

tahun 2022

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi penyakit diare

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga

kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan

atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu

diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut

Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya

perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair

dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih

dalam sehari .

Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah

cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu

sangat relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung

tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai

dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan.

B. Etiologi

Diare terjadi akibat adanya rangsangan terhadap saraf otonom di

dinding usus sehingga menimbulkan reflex mempercepat peristaltic usus,

rangsangan ini dapat ditimbulkan oleh :

4
1.     Infeksi oleh bakteri pathogen, misalnya bakteri E.Colie

2.      Infeksi oleh kuman thypus (kadang-kadang) dan kolera

3.     Infeksi oleh virus, misalnya influenza perut dan ‘travellers diarre’

4.     Akibat dari penyakit cacing (cacing gelang, cacing pita)

5.     Keracunan makanan dan minuman

6.     Gangguan gizi

7.     Pengaruh enzim tertentu

8.     Pengaruh saraf (terkejut, takut, dan lain sebagainya)

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare

pada balita, yaitu (Depkes RI, 2007):

1. Tidak memberikan Asi secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan.

Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar dari

pada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi

berat lebih besar.

2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran

oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak

bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang

panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat

tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang

menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare.

3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan

berkembang biak.

5
4. Menggunakan air minum yang tercemar.

5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang

tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja

tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri

dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan

infeksi pada manusia.

C. Jenis diare

Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat

yaitu :

1. Diare Akut

Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan

dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

2. Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat

disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan

kemungkinan terjadinnya komplikasi pada mukosa.

3. Diare persisten

Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan

dan gangguan metabolisme.

6
4. Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten)

mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi

atau penyakit lainnya.

D. Gejala diare

Gejala-gejala diare adalah sebagai berikut :

1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun

meninggi,

2. Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah,

3. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu,

4. Lecet pada anus,

5. Gangguan gizi akibat intake (asupan) makanan yang kurang,

6. Muntah sebelum dan sesudah diare,

7. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah), dan

8. Dehidrasi (kekurangan cairan).

Dehidarsi dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi

sedang dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang

hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat.

Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung

bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah merendah, penderita lemah,

kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.

7
E. Epidemiologi penyakit diare

Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah

sebagai berikut :

1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral

antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan

ataukontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat

menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko

terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan

pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan

masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak

mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja

anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja

dengan benar.

2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare

Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa

penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak

memberikan ASI sampai umur 2 tahun,kurang gizi, campak,

imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara proposional diare lebih

banyak terjadi pada golongan balita.

3. Faktor lingkungan dan perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan

8
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku

manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman

diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu

melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

F. Upaya Preventif

Dalam pencegahan diare, beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu :

1. Penyiapan makanan yang higienis seperti menjaga kebersihan dari

makanan atau minuman yang kita makan, tutuplah makanan rapat rapat

agar terhindar dari lalat dan kebersihan perabotan makan ataupun alat

bermain si kecil.

2. Penyediaan air minum yang bersih yaitu dengan cara merebus air minum

hingga Mendidih.

3. Sanitas air yang bersih

4. Kebersihan perorangan

5. Cucilah tangan dengan sabun sebelum dan makan, mengolah makanan

juga setelah buang air besar. Karena penularan kontak langsung dari tinja

melalui tangan/ serangga, maka menjaga kebersihan dengan menjadikan

kebiasaan mencuci tangan untuk seluruh anggota keluarga. Cucilah tangan

sebelum makan dengan sabun atau menyediakan makanan untuk sikecil.

6. Biasakan buang air besar pada tempatnya (WC, toilet, jamban)

7. Tempat buang sampah yang memadai yaitu memisahkan sampah kering

dengan yang Basah.

9
8. Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan

9. Lingkungan hidup yang sehat yaitu dengan cara menjaga kebersihan

lingkungan sekitar.

10
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penentuan Status Endemik/ Penyakit

UPT PuskesmasBiru adalah salah satu Puskesmas yang terdapat di

wilayah kecamatan Tanete riattang Kabupaten Bone. Puskesmas yang berdiri

sejak tahun 1989 ini melayani 8 kelurahan yaitu : Kelurahan Biru, Masumpu,

Manurunge, Bukaka, Watampone, Ta’, Walannae, dan Pappolo. Puskesmas ini

terletak di Kelurahan Biru Kecamatan Tanete Riattang Kab. Bone Dengan

Luas wilayah 23,79 km, dengan letak geografis UPT Puskesmas Biru sebagai

berikut :

1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Kading Kec. Awangpone

2. SebelahTimur : Berbatasan dengan Kelurahan Tibojong Kec. Tanete

Riattang Timur

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Jeppe’e Kec. Tanete

Riattang Barat

4. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Corowali Kec. Barebbo

Jumlah penduduk dalam wilayah kerja UPT Puskesmas Biru adalah

51664 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 13561 KK.

Di UPT puskesmas Biru Bukan hanya penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD), malaria, TB paru, kusta, rabies, penyakit ISPA, tetapi juga

penyakit diare.

11
Dari data yang didapatkan, jumlah kasus diare tahun 2022 sebanyak

513 kasus. Dari 8 kelurahan yaitu Kelurahan Biru, Masumpu, Manurunge,

Bukaka, Watampone, Ta’, Walannae, dan Pappolo. Diantara ke 8 kelurahan

tersebut angka tertinggi kasus diare adalah kelurahan Biru yaitu 181 kasus

diare. Jika dilihat dari jumlah kasus diare dari ke 8 kelurahan tersebut dari

bulan Juli hingga Desember 2022 kasus tertinggi adalah pada bulan Januari

yaitu 83 kasus. Kelurahan Biru, Masumpu, Manurunge, Bukaka, Watampone,

Ta’, Walannae, dan Pappolo tergolong daerah endemik diare. Karena itu kita

tingkatkan pengawasan dan pendataan untuk penyakit tersebut.

B. Konfirmasi Diagnosis

Diare akut akibat infeksi dapat ditegakkan diagnosis etiologi bila

anamnesis, manifetasi klinis, dan pemeriksaan penunjang menyokongnya.

Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis di

antaranya :

1. Bentuk feses

2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dikonsumsi penderita;

3. Adakah orang disekitarnya yang menderita hal serupa

4. Dimana tempat tinggal penderita; serta

5. Siapa penderita tersebut.

Beberapa agen infeksi yang dapat menyebabkan diare inflamasi antara

lain dari golongan protozoa adalah Entamoeba hystolitica dan dari golongan

cacing adalah cacing cambuk.

12
1. Entamoeba hystolitica

Infeksi terjadi karena tertelannya kista dalam makanan dan

minuman yang terkontaminasi tinja. Kista yang tertelan mengeluarkan

trofozoit dalam usus besar dan memasuki submukosa.

Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa

bulan. Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala (asimptomatik). Gejala

bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut hingga diare. Gejala yang khas

adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan

yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai tenesmus.

Diagnosisamebiasis yang akurat membutuhkan pemeriksaan tinja

untuk mengidentifikasi bentuk trofozoit dan kista. Metode yang paling

disukai adalah teknik konsentrasi dan pembuatan sediaan permanen

dengan trichom stain. Untuk screening cukup menggunakan sediaan basah

dengan bahan saline dan diwarnai lugol agar terlihat lebih jelas. Selain

tinja, spesimen yang dapt diperiksa berasal dari enema, aspirat, dan biopsi.

Sering digunakan kombinasi obat untuk meningkatkan hasil

pengobatan. Walaupun tanpa keluhan dan gejala klinis, sebaiknya diobati,

karena amoeba yang hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,

sewaktu-waktu dapat menjadi patogen.

2. Trichuris trichiura

Disebut juga cacing cambuk dan menimbulkan penyakit trikuriasis.

Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon

dan rektum, kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus

13
akibat mengejannya penderita pada saat defekasi. Cacing ini memasukkan

kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang

menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat

perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu, ternyata cacing ini

menghisap darah, sehingga menyebabkan anemia.

Diagnosis dengan menemukan telur di dalam tinja.

Penatalaksanaannya dengan menggunakan mebendazol, albendazol dan

oksantel pamoat, infeksi cacing Trichuris dapat diobati dengan hasil yang

cukup baik.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Tinja.

Pemeriksaan penting dalam tinja ialah terhadap parasit dan telur

cacing. Sama pentingnya dalam keadaan tertentu adalah tes terhadap darah

samar. Secara makroskopik, warna tinja dapat dipengaruhi oleh jenis

makanan, kelainan dalam saluran usus dan oleh obat-obatan yang

diberikan. Adanya lendir berarti rangsangan atau radang dinding usus. Jika

lendir tersebut berada di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin

usus besar; jika bercampur baur dengan tinja mungkin sekali usus kecil.

Adanya darah dapat menjadi petunjuk lokasi perdarahan. Makin proksimal

terjadinya perdarahan, darah bercampur dengan tinja sehingga makin

hitam warnanya. Merah muda biasanya oleh perdarahan yang segar di

bagian distal. Pada pemeriksaan mikroskopik, usaha mencari protozoa dan

cacing merupakan maksud terpenting.

14
C. Pendefinisian Kasus dan Perhitungankasus

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada

tahun 1984 mendefenisikan diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam

sehari semalam (24 jam). Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat

berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali

atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000)

Perhitungan kasus

Tabel 1.1
Rekapan Kunjungan Diare Menurut Wilayah Di UPT Puskesmas Biru
Tahun 2022

Kelurahan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Total %

Biru 30 23 18 9 13 9 9 181 37,1

Masumpu 12 6 6 5 3 4 5 74 15,2

Manurungnge 3 2 1 3 0 2 1 17 3,5

Bukaka 6 6 4 4 5 1 3 46 9,4

Watampone 3 2 11 1 1 1 3 32 6,6

Ta’ 3 2 2 4 3 1 3 38 7,8

Walannae 2 3 1 2 1 0 1 17 3,5

Pappolo 20 2 4 5 5 9 9 83 17,0

Jumlah 79 46 47 33 31 27 34 488 100,0

15
Tabel 1.2
Rekapan Kunjungan Diare Menurut Golongan Umur Di UPT Puskesmas Biru
Tahun 2022

Bulan
Umur Jan Feb Mar Apr Mei Jun Total %

0 - < 6 Bl 0 0 0 4 7 0 11 10,57%

>6 Bl–<1 Th 1 3 3 10 31 0 48 46,15%

1 – 4 Th 6 5 0 2 3 0 16 15,38%

5 – 9 Th 2 0 2 0 1 0 5 4,80%

10 – 14 Th 0 0 1 1 3 0 5 4,80%

15 – 19 Th 1 1 3 2 5 0 12 11,53%

>20 Th 2 3 0 0 2 0 7 6,73%

Jumlah 12 11 8 19 52 0 104 100 %


12
Tabel 1.3
Rekapan Kunjungan Diare Menurut Jenis Kelamin Di UPT Puskesmas Biru
Tahun 2022

Jenis Ja Me
Feb Mar Apr Jun Total %
Kelamin n i
Laki-laki 6 8 1 10 24 0 49 44,95%
Perempuan 10 7 10 10 23 0 60 55,04%
Jumlah 16 15 11 20 47 0 109 100%

D. Orientasi Data Dalam Hal Waktu, Tempat Dan Orang

Dari data yang didapatkan di UPT Puskesmas Biru kasus penyakit

diare Tahun 2022 sebanyak 488 kasus dimana terdiri dari 8 kelurahan yaitu:

Kelurahan Biru, Masumpu, Manurunge, Bukaka, Watampone, Ta’, Walannae,

dan Pap

1. Biru sebanyak 181 kasus penyakit diare

16
2. Masumpu sebanyak 74 kasus penyakit diare

3. Manurunge sebanyak 17 kasus penyakit diare

4. Bukaka Sebanyak 46 kasus penyakit diare

5. Watampone 32 kasus penyakit diare

6. Ta’ 38 kasus penyakit diare

7. Walannae 17 kasus penyakit diare

8. Pappolo 83 kasus penyakit diare

Dilihat dari segi umur :

1. Umur 0 - < 6 Bl pada Tahun 2022 jumlah kasus sebanyak 11

2. Umur >6 Bl–<1 Th pada Tahun 2022 jumlah kasus sebanyak 48

3. Umur 1 – 4 Th pada Tahun 2022 jumlah kasus sebanyak 16

4. Umur 5 – 9 Th pada Tahun 2022 jumlah kasus sebanyak 5

5. Umur 10 – 14 Th pada Tahun 2022 jumlah kasus sebanyak 5

6. Umur 15 – 19 Th pada Tahun 2022 jumlah kasus sebanyak 12

7. >20 Th pada Tahun 2022 jumlah kasus sebanyak 7

Persentase Kasus Penyakit Diare Menurut Tempat/Lokasi


Di UPT Puskesmas Biru Tahun 2022
Biru
0.17; Masumpu
0.03; 0 0.37; Manurunge
0.08;0 0
0 Bukaka
Watampone
Ta'
Walannae
0.07; Pappolo
0 0.09;
0 0.03; 0 0.15; 0

Gambar 1.1. Persentase Kasus Penyakit Diare Menurut Tempat/Lokasi


di UPT Puskesmas Tahun 2022

17
Data yang didapatkan di UPT Puskesmas Biru jika di lihat dari segi

tempat dimana terdiri dari 8 kelurahan yaitu kelurahanKelurahan Biru,

Masumpu, Manurunge, Bukaka, Watampone, Ta’, Walannae, dan Pappolo.

Dari ke 8 kelurahan ini menunjukkan bahwa kelurahan yang paling tinggi

angka persentase kejadian penyakit diare adalah kelurahan Biru dengan

persentase sebesar 37 %. Kemudian yang paling rendah adalah Kelurahan

Manurungnge dan Walannae dengan persentase sebesar 3 %.

Persentase Kasus Penyakit Diare Menurut Golongan Umur


Di UPT Puskesmas Biru Tahun 2022

12% 7% 11%
0-<6 Bln
>6 Bln -<1 Thn
5%
1-4 Thn
5-9 Thn
5% 10-14 Thn
15-19 Thn
>20 Thn

46%
15%

Gambar 1.2. Persentase Kasus Diare Menurut Golongan Umur


di UPT Puskesmas Biru Tahun 2022

Data yang didapatkan di UPT Puskesmas Biru jika di lihat dari segi

golongan umur dimana terdiri dari umur 0 - < 6 bln, >6 bl - <1 Thn, 1- 4 Th, 5

-9 Th, 10 -14 Th, 15 – 19 Th, >20 Th. Untuk angka kasus penyakit diare yang

paling tinggi adalah pada golongan umur > 20 tahun dengan besar persentase

yaitu 36,7%. Dan yang paling rendah adalah golongan umur 15 -19 tahun

dengan persentase 3,5 %.

18
Persentase Kasus Diare Menurut Jenis Kelamin di UPT
Puskesmas Biru Tahun 2022

45%
Laki-Laki
Perempuan
55%

Gambar 1.3. Persentase kasus diare menurut jenis kelamin

Data yang di dapatkan di UPT Puskesmas Biru jika di lihat dari jenis

kelamin , jenis kelamin perempuan lebih besar yaitu 55% dan laki-laki 45%.

E. Penentuan Mereka Yang Risiko Jatuh Sakit

Penderita diare kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa faktor

seperti di bawah ini :

1. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI ekslusif

adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan). Hal ini akan

meningkatkan risiko kesakitan dan kematian karena diare, karena ASI

banyak mengandung zat-zat kekebalan terhadap infeksi.

2. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan

menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan

makanan yang merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan

mikroba.

19
3. Tidak mencuci tangan saat memasak, makan, atau sudah buang air besar

(BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung.

4. Dan faktor lain yang menyebabkan timbulnya penyakit diare.

F. Hal-hal Yang Membatasi (Kendala) Penelitian

Adapun yang membatasi kendala kami dalam penelitian adalah

banyaknya jenis penyakit yang terdata oleh UPT Puskesmas Biru dan

banyaknya kegiatan petugas surveilans di lapangan, sehingga dalam

pengambilan data membutuhkan waktu yang cukup lama.

G. Pelaksanaan Upaya Intervensi Dan Pencegahan

Upaya intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan cara :

1. Intervensi yang dilakukan dengan melakukan surveilans epidemilogi pada

penderita diare.

2. Melakukan penyuluhan dan upaya promotif untuk memberikan

pengetahuan dan pemahanan mengenai diare dan faktor penyebabnya baik

secara door to door maupun secara media radio.

3. Memasang spanduk dan poster-poster mengenai penyakit infeksi dan

slogan-slogan peduli kesehatan.

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain :

1. Menggunakan air bersih yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak

berasa.

20
2. Memasak air sampai mendidih sebelum diminum untuk mematikan

sebagian besar kuman penyakit.

3. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah

makan, dan sesudah buang air besar.

4. Memberikan ASI pada anak sampai berusia 2 tahun.

5. Melakukan pola hidup bersih dan sehat.

21
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wilayah kasus penyakit diare yakni di Kelurahan Biru, Masumpu,

Manurunge, Bukaka, Watampone, Ta’, Walannae, dan Pappolo merupakan

wilayah endemik diare, sejak tahun 2016 kunjungan penderita diare sebanyak

704 kasus, sedangkan tahun 2017 jumlah kunjungan penderita diare sebanyak

482 kasus dan pada tahun 2022 megalami peningkatan jumlah kunjungan

sebanyak 488 kasus. Oleh sebab itu perlu peningkatan upaya preventif dan

promotif serta intervensi untuk mengurangi angka kejadian kasus penyakit

diare khususnya di wilayah kerja UPT Puskesmas Biru.

B. Saran

Sebaiknya petugas surveilans lebih giat untuk mengurangi angka

kejadian kasus diare di wilayah kerja UPT PKM Biru, namun sebagai warga

sadar kesehatan sudah seharusnya kita menjaga kesehatan dan kebersihan baik

pribadi, keluarga maupun lingkungan sekitar.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dinar, Agatha. 2009. Diagnosis dan Patofisiologi Diare Akut Terkait dengan
Infeksi. http://agathariyadi.wordpress.com

Mahing, Ana. Dkk. 2011. Makalah Epidemiologi Praktikum Surveilans Diare.


Parepare : UMPAR

Najwa, Helwatin. 2012. Makalah Penyakit Diare.


http://helwatinnajwa93.blogspot.com/

Septiani, Desi. 2012. Makalah Diare.http://kesehatan94.blogspot.com

Misliana, Yusriani.Dkk.2012. Penelitian Epidemiologi Lapangan Kasus Penyakit


Diare di Puskesmas Cempae, http://www.google.com

23

Anda mungkin juga menyukai