Anda di halaman 1dari 19

Mençabd

Negeri1
di

Pelangi
Mozaik potret kehidupan dunia pendidikan di pedesaan

terpencil dari Sabang sampai Merauke sebagaimana dicatat

para Pengajar Muda Indonesia Mengajar.

Penyunting:
Budi Suwarna
MENGABDI

oNegeri
Pelang9i
Fon
DI NEGERI PELANGI
MENGABDI
2013, Indonesia Mengajar
Copyrighto

dalam bahasa Indonesia


Pertama kali diterbitkan
Oktober 2013
oleh Penerbit Buku Kompas,

PT Kompas Media
JI. Palmerah

Jakarta
Selatan

10270
Nusantara
26-28
Daftar Isi
e-mail: buku@kompas.com
Selervane
Penyunting:
Budi Suwarna
Perancang sampul: Wiko
Edward Suhadi Productions
Foto sampul:
heran Saut Melideat
|avnepn

mereka di felo sole


V
Snpm
Pengantar
Meger
Hak cipta dilindungi olehundang-undang
atau memperbanyak sebagian Pelangi di Pulau Rupat 1
Lartno meraa
Dilarang mengutip
atau seluruh buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit
11
isi
Cita-cita di
Menggantung Langit
x+ 238 hlm.; 13.5 cm x 20 cm Sdaly bersyeur
ISBN: 978-979-709-766-0
Masa Depan Anak-anak Papaloang 35
KMN Dalaun keta be tuson
90405130083 Masih Ada "Republik" di Bibinoi 555
Sebutir Permen untuk Bangsa 75 - 1407 20l
Kisah Singkat di Bantan Air 95
si di luar tanggung jawab Percetakan PT Grafika Mardi Yuana, Bogor Merajut Masa Depan dari Seberang Sungai 121
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Arti Sebuah Peta 147
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2 Bersumpah di Pagi Hari 159
Hak hak eksklusifbagi Pencipta atau
1.
cipta merupakan
kan atau memperbanyak
Pemegang Hak
mengumum
Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan
Cipta untuk
Refleksi Pancasila 181
tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72: Keputusan Bersama 195
Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan Anak-anakdi Bumi Sawit 2099
1.
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
(1)
dengan pidana penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu)bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7
Miliar
(tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima
Profil Penulis 223
rupiah)
2 Barang siapa
dengan sengaja menyiarkan, memanmerkan,
umum suatu mengedarkan, atau menjual
Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak kepada
Cipta atau Hak Terkait
maksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana sebagaimana di
penjara paling lama 5 tahun
banyak Rp 500.000.000,00 dan/atau denda paling
(lima ratus juta rupian).

III

DAFTAR ISI
Pengantar
Tengah malam di Dusun Beroangin,
Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi
Barat, pertengahan Januari 2011.
Suasana nyaris gelap sempurna. Listrik
yang dialirkan dari genset milik dusun
hanya mampu menerangi sebagian kecil
Beroangin hingga menjelang isya. Setelah
itu, dusun itu hanya mengandalkan cahaya
bulan dan bintang. Itu pun kalau langit tak
tertutup awan.

Di rumah kayu Aliman (32) tempat Firman Budi


Kurniawan-salah seorang guru Indonesia Mengajar
yang ditempatkan di Beroangin-bercerita kepada
saya menjelang tidur. "Ada warga yang sakit parah
karena malaria, sekarang dia mengalami dehidrasi,"

tuturnya dengan nada prihatin.

Saya yang saat itu menginap di


dusun tersebut
dalam rangka meliput kegiatan Indonesia Mengajar

PENGANTAR
tidak dibawa ke
polos,
"Kenapa Di
dengan lokasi
menimpali terpencil seperti Beroangin itulah para
sakit?"
atau rumah sarjana berprestasi dari berbagai universitas terbaik
puskesmas
Besok subuh yang menjadi relawan
guru Indonesia Mengajar,
ini enggak mungkin.
"Malam
akan memikulnya," jawab Firman ditempatkan selama satu tahun penuh. Selama
rencananya warga mengabdi sebagai relawan guru,mereka menyaksikan
cukup
sadar bahwa Berongin letaknya setumpuk persoalan yang dialami warga di daerah
Saya baru
Jalan setapak berupa
di tengah hutan. terpencil mulai kemiskinan, minimnya kesadaran
terpencil
dari kota kecamatan-saat akan pendidikan, minimnya fasilitas pendidikan,
tanah menuju Beroangin
ke kiri
itu-amat buruk. Jalan itu turun-naik, miring parahnya infrastruktur,dan trauma pascakonflik.
kanan hingga 30 derajat. Batu-batu besar dan
atau
Potret kehidupan masyarakat di desa terpencil
akar pohon melintang. Siap menggelincirkan ban
itu direkam para relawan guru Indonesia Mengajar
sepeda motor yang
biasa digunakan warga menuju
selama mereka bertugas. Sebagian relawan guru itu
desa. Saya ingat, pagi tadi, Firman susah payah
kemudian menuliskan cuplikan pengalaman mereka
mengendarai sepeda motor yang saya tumpangi agar di dalam buku kompilasi ini.
yang kaya
tidak terperosok ke jurang. Saya juga ingat cerita

Firman siang tadi bahwa warga biasa membawa orang Sebagian problema yang membelit masyarakat
yang sakit mereka memikul desa terpencil bisa kita baca dalam artikel yang
dengan dipikul seperti

biji cokelat hasil kebun mereka. Maklum, jalan yang ditulis Mochammad
Rangga Setyahadi, Rahman
terjal tidak
Adi Pradana, Yunita Fransisca, dan Ayu Kartika
memungkinkan orang yang sakit ditandu.
Dewi. Dengan gayanya masing-masing ketiganya
Malam kami mengobrol
itu,
hingga larut malam menggugat'kondisi kehidupan masyarakat di
dengan topik seputar kehidupan sederhana warga desa terpencil-terutama menyangkut anak-anak
Beroangin. Sekitar
pukul 03.0o, kami serba terbatas. Di Desa Sungai Cingam,
mendenga SD-yang
langkah-langkah kaki di luar ruman. Pulau Rupat, untuk ke sekolah anak-anak SD dan
tergesa-gesa
Sejurus kemudian
terdengar teriakan bersahut- guru harus berjibaku di jalan berlumpur yang bisa
sahutan, "Arman mate...
Arman mate menenggelamkan ban sepeda 10-20 cm, untuk sampai
(meninggal)
di sekolah.
Begitulah,Arman,
warga desa yang sakit
parah nu
akhirnya meninggal
tanpa sempat tersentuh tangau
tenaga medis sama sekali.

VII
VI
PENGANTAR
MENGABDI DI
NEGERI PELANGI
Selatan, listrik dan
lan
Halmahera keagamaan. Tulisan mereka menegaskan bahwa
Di Desa Indong,
kini hanya sebatas impian perbedaan justru menjadi mozaik-mozaik yang
ialan hingga
jalan beraspal
beraspal itu, di Paser,
Sementara membentuk persaudaraan.
daripada kenyataan.
industri sawit yang menghasilkan
KalimantanTimur, Tulisan-tulisan para guru Indonesia Mengajar itu
bagi
tidak memberi banyak keuntungan mereka
banyak uang hanyalah secuplikdari setumpuk pengetahuan
banyak anak
SD di sana. Sebaliknya,
pendidikan selama bersentuhan dengan masyarakat terpencil.
belia itu terpaksa bolos
anak-anak SD yang masih Maklum mereka tidak mungkin menceritakan
saja,
sekolah karena harus
membantu orangtua bekerja di
semua hal dalam artikel-artikel yang teramat singkat
kita
kebun sawit. Di Pulau Bacan, Halmahera Selatan, di dalam buku ini.
bisa menjumpai anak-anai Papaloang yang lucu dan
namun menyimpan trauma konflik. Di luar itu, ada beberapa kekurangan dalam
polos,
tulisan-tulisan mereka mulai terkait aspek teknis
Namun, hidup di desa terpencil tidak semata berisi
serta ketiadaan
penulisan, minimnya data penunjang,
masalah. Kita bisa menjumpai hal-hal yang membuat
jarak antara penulis dan masalah yang ditulis. Meski
kita tersenyum terekam dalam tulisan
begitu, kisah-kisah yang mereka tuliskan tetap punya
seperti
Diah Setiawaty, Nanda Yunika Wulandari, Wildan arti tersendiri.
Mahendra Ramadhani, Mutia
Hapsari, dan Atika
Qanitat. Mereka mencatat Setidaknya, tulisan-tulisan para guru Indonesia
kepolosan dan keluguan
khas anak-anak Mengajar dalam buku ini menggiring kita untuk
di desa terpencil. Anak-anak di

Bengkalis yang seumur hidup tidak melongok kehidupan di desa-desa terpencil yang
pernah keluar karena
dari
kampungnya, misalnya, seringkaliluput dari jangkauan kesadaran kita
mengira Bengkalis lebin
luas dari kita silau oleh kemegahan dan keagungan kota besar.
Indonesia.

Ada pula Budi Suwarna


beberapa tulisan membuat kita
yang
bersikap lebih
optimistis terhadap masa depan
masyarakat di desa
terpencil. Agus Rachmanto dan
Bayu Adi Persada,
misalnya,menceritakan
tolerannyamasyarakat bagaimana
yang berbeda
Rupat, agama di Pulau
Kabupaten Riau dan
Utara. Mereka acan, Maluku
Pulau Bacan, Maluku
salingbantu ara
menggelar beragam ac IX
VIII
PENGANTAR
MENGABDI DI
NEGERI
PELANGI
bersama ati
menikmat
aneka kue-dan
yang mudalh
untuk menyebut berkarbonasi
atau air tiha
"air letup" desa setiap Imlek
di seluruh
penjuru
ditemukan rdengar bunvi
bunyi
dibuka akan terdengar
sumbat botolnya
Kalau Kadang bunyinya
keluar. Kadang bunyinya
mendesak
letupan
gas yang itu disebut juga

hanya
air
cis sehingga

cis.
air berkarbonasi

Mengoantung
tiba, giliran orang-

orang
Saat Hari Raya
Idul Fitri

mengirim aneka makanan


Akit dan Tionghoa
Cita-cita di
saudara atau tetangga yang
dan minuman untuk
dibalas dengan

kiriman
Kiriman itu biasanya
merayakannya.
makanan khas Lebaran seperti opor ayamn Langit
dan ketupat.
Indah bukan? Oleh Atika Asterina Saraswati
biasa
Jadi, setidaknya ada dua pesta hari raya yang

warga di seluruhTiti Akar yakni Hari Raya


dirayakan Anak-anak menggantung kertas
dibuat di
Idul Fitri dan Imlek. Dan, saat tulisan ini
bertuliskan cita-cita di langit-langit yang
Titi Akar ada satu perayaan lagi yakni perayaan MTQ tidak terjangkau.Ya, cita-cita mereka
Inilah di Titi Akar
gambaran toleransi antarwarga terlalu sulit untuk digapai tangan-tangan
yang sudah berbilang generasi.Mereka hidup damai
di
mungil mereka bukan karena mereka
tengah perbedaan.
kurangpintar, melainkan karena keadaan.

Tahun 2010 adalah tahun di mana saya mulai


mencatat kehidupan bersama suku Mandar. Suku

yang bermukim di Majene, Sulawesi Barat. Dusun


tempat saya tinggal adalah dusun terdekat dengan
jalan rata di Poros (sebutan untuk jalan utama yang

11

10
MENGGANTUNG CITA CTA DI LANGIT

MENGABDI DI NEGERI PELANCI


Naso

Harap diperhatikan.
O Pak Hamzah

di mana saja.
Atika Saraswati
Belajar bisa

yang tidak ramah. Di ruang guru, teman-teman sibuk


menghubungi beberapa kota). Masuk ke dalam lagi

bukit. Di bercakap-cakap.
empat dusun, sejalur menuju puncak
antara dusun-dusun hanya ada satu sekolah.
itu Guru SMP marah-marah barusan, tembok
Sekolah satu
atap SD-SMP, yang terletak di dusun perpustakaannya roboh," kata salah seorang rekan
tempat saya tinggal. Di sekolah itulah saya membantu guru saya. Karena rasa penasaran beberapa dari kami
anak-anak belajar. melongok ke jendela ingin tahu.
Saya tercatat sebagai guru
Dau
selama satu tahun di SD
50 Talongga. "Itu katanya roboh karena terkena tendangan bola

Pag-pagi sekolah dan didorong-dorong anak-anak. Dipakai main anak-


telah ramai. Saya berjala"
menuju ruang guru. anak." lanjutnya.
meletakkan buku.
Saat saya beberapa
datang, ruangan
telah rapi dan tera "Ada anak-anak yang terluka pak?" Selidikku.
Bapak pengawas sekolah
akan
aKan datang hari ini setelah
kemarin tak
tak kuni
datang hari ini Sete
kunjung "Tidak ada."
datang karena kondisi jalana

13

12 MENGGANTUNG CITA-cITA DI LANGIT

MENGABDI DI NEGERU
"Syukurlah. Saya melangkah menuju Kelas V. Hari ini, kami
lega sekaligus miris.
nghela napas berbagi tentang mimpi, bercerita tentang cita-cita
Saya hanya Saya melangkah
dikambinghitamkan. lama. Saya bagikan kertas kepada anak-anak dan
Anak-anak menemui ak-anak. Di
kelas untuk meminta mereka untuk menuliskan cita-citanya di
keluar menuju
dengan guru olah raga yang sana. Lalu mereka membacakannya satu demi satu di
saya berpapasan
pintu do
tahan langkah, berbalik, dan muka kelas. Ada yang ingin menjadi pebalap, guru,
kesah. Saya
berkeluh
tentara, dokter, penyanyi, tentara, pilot, dan pembuat
sejenak.
mendengarkannya kami ikat
kapal. Kertas-kertas yang telah dibaca itu
tesolahraga
Itu adaanakSMP yang tidak mauik dan kami gantungkan di langit-langit kelas. Tinggi.
Terlampau tinggi hingga tangan-tangan kecil itu tak
anak Rattepadang, ujarnya.
sanggup menjangkaunya.
tahu.
"Mengapa Pak? Tanyaku ingin
"Bu guru, saya bisa jadi tentara?" tanya salah
"Aih, susah memang mereka itu. Kusuruh lari,
seorang murid saya ingin tahu.
dibilangnya begini, 'Sudah lari tadi pak dari rumah ke
sekolah, lebih
"Bisa....Asal kamu mau berusaha." Saya menjawab
jauh pak'."
dengan senyum sumringah.
Kami yang mendengar cerita Pak Hasriadi sontak
tertawa.
Bagaimanapun sebagai guru kami harus

berkompromi dengan keadaan anak-anak. Dusun Hujan dan sekolah


adalah Siang menjelang, pengawas sekolah tak kunjung
Rattepadang dusun yang terletak di puncak
bukit. Dari sekolah mendaki sembilan datang. Sampai jam belajar usai dia juga tak kunjung
sekitar
kilometer, lima la datang. Padahal, guru-guru di sekolah ini bersemangat
kilometer di antaranya dapat
sepedamotor. dan siap untuk 'dinilaï'. "Masih takut sama jalanan
rusak rupanya," celetuk salah seorang guru.
Jarak
yang
senarusnya
begitu jauh g
dan jalanan yang rusak
rusan
Jalanan menuju ke sekolah memang masih jalanan
memang sudah cukup alasan
kuat untuk menjadi asana. batu berpasir. Jika hujan mengguyur, jalan itu jadi
menyediakan ana belajar di
sarana becek dan licin. Hal itu menjadi alasan mengapa orang
Bukankah
setiap
warga negara mendapatkan
berhak me
gara berhak tidak mau datang ke semua hal
idikan.
sini, mengapa hampir
Tetapi, dan
warga negara di mana
pendidikan yang
sepertiapa?
Saya bertanya-tar ya.
Saya bertanya 15

14 MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

MENCAn
uman, und
mulai pengumuman, undang: Dia juga tekun belajar
terlambat sekolah. Tidak hanya itu.
datang dan kepala sekolah,
sekolah, hingo
hing
untuk guru bagus.
arahan sehingga nilai-nilainya
rapat
Seringkali
pengumuman ba baru
dari pusat.
bantuan Di rumah panggung sederhana
berlangsung. depan kayu
setelah kegiatan
datang saya menjumpaiperempuan kecil itu. la sedang
mengeluhkan akses
Teman-teman guru sering berbincang dengan kakak lelakinya yang baru saja
buruk. Sebagian besar letak
menuju sekolah yang pulang dari sekolah. Di sana sudah berdiri tenda
di Jalan Poros, sekitar 7-8 kilometer sederhana pertanda akan ada perhelatan. "Kenapa
rumah guru
Jika hari cerah, meski tinggal jauh, tidak berangkat sekolah?" tanyaku menyelidik.
dari sekolah.

rekan-rekan guru datang menunaikan tanggung


"Eee..kubantu mamakku Bu Guru, banyak
di musim hujan, mereka memilih
jawabnya.Namun,
pekerjaannya.," jawabnya malu-malu.
tidak datang ke sekolah lantaran jalan tidak bisa
sedikit yang Aku hanya tersenyum getir sambil menitipkan
dilaluisepeda motor. Murid-murid juga
bersekolah kala musim hujan. Hujan seolah menjadi pesan untuknya.
dewa maut yang berkuasa mencabut kesempatan
"Besok datang ke sekolah ya, ibu rindu."
belajar mereka di sekolah.
la mengangguk sambil mengiyakan dengan sopan.
Pukul lonceng dibunyikan.
12.05 Anak-anak
berhamburan keluar dari kelas. Saya dan 13 penghuni Ketika saya pulang, saya hanya menjumpai
kelas lainnya membiasakan untuk pulang berjalan
diri adik perempuan saya yang bersekolah di ibu kota
kaki bersama-sama. Di sebuah kabupaten. Karena jarak yang sangat jauh, ia tinggal
jembatan yang tak lagi
kokoh, anak-anak di tempat saudaranya dan pulang ke rumah sesekali.
membuyarkan lamunan saya. Di
Situ kami berpisah dan Ana namanya. Saat saya datang ia tengah membuat
biasanya
pergi menuju rumah
masing-masing. perapian dari sabut kelapa dan kayu-kayu untuk
memasak nasi.
1ba-tiba
saya teringat seorang perempuan kec
bernama Yuliana. Saya mengurungkan niat untuk naik ke atas
Biasanya dia selalu berada
d dan menemani Ana membuat perapian. Dari
tengah-tengahkami.
Namun, beberapa hari
terakhi dengannya saya tahu bahwa Ana tidak
dia
seperti hilang ditelan perbincangan
bumi. Saya
sebab sungguh hera akan melanjutkan kuliah.
Yuliana selama ini
paling rajin datang

17

16
MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

MENGABDI DI NEGERI PELANGI


MANDAR
MUSEUM RO TRLoROSR
MAJENE

Abdullah
Keluarga Talongga.

Ke museum. Papa Melani

"Berat untuk mamak "Nanti di mana? Di Majene?"


menanggung biaya kuliah. tinggal

Untuk hidup sehari-hari


saja sudah susah. Jika saya
"Saya bisa tinggal di tempat guru SMA Kak, yang
kuliah, Fian pasti juga ingin kuliah,"katanya.
punya usaha jahit kaos. Rencana saya akan bantu-
Fian bantu kerja juga. Di sana ada rumah, makan juga
adalah adik Ana yang berbeda usia satu
tahun,tetapi mereka sekolah saya bisa ikut dari sana. Selesai kuliah saya akan
bersama dengan
tingka
yang sama pula. menjahit."

Saya mencoba "Kamu yakin bisa tetap bertanggungjawab dengan

untuk
memancing sejauh apa tekad Ae kuliahmu meskipun sambil bekerja?"
belajar. Darinya
sava tahu bahwa
dia diberikan seandainya
kesempatan untuk masuk kuliah, dia "Bisa kuliah saja saya sudah senang Kak, tentu
berjanji akan
belajar
menghidupi dirinya sendir. saya akan berusaha bertanggung jawab."

19
18
MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

MENGABDI DI NEGERI
menceritakan kekhawatirannya pada saya tentang
ketidakmampuannya membiayai Ana dan Fian
sekolah sampai ke perguruan Mamak hanyalah
tinggi.

ibu rumah tangga yang sesekaliikut membantu bapak


mengurus kebun kakao milik keluarga. Penghasilan
sebagai petani kakao tidak menentu. Hal itu membuat

bapak harus bekerja serabutan mulai menjadi tukang


ojek, tukang bangunan, buruh kebun, dan apa saja
yang menghasilkan uang.

Setiap malam Mamak mengambil kemiri dari


tetangga untuk dipecah. Upah memecah kemiri

Origami kreasi kami. Atika Saraswati

Maket dari kami. Saraswati

Tapi sayajuga tidak memaksa untuk kuliah Kak,


apalagi saya lihat kondisi
mamak.Tidak tega rasanya.

Hening hadir bersama kami kini. Saya


SIDu
memandangi perapian dan Ana berganti-ganti. Aua
yang
menggenang pada mata gadis manis itu, seolah
ditahannyauntuk
keluar.Agar dia tetap terlihat T.
tega
Darn cerita
mamak, Ana adalah murid yang
berprestasi sejak di
sekolah dasar.
Mamak pernah
21

20 LANGIT
MENGGANTUNG CITA CITA DI

MENGABDI DINECEnL
Uang
Uar yang
per kilogram. didapat
Rp 2.000 m
untuk makan enam orangdi tangga termasuk merawat adik. Energi anak-anak
biasanya
hanya cukup baik
sehari-hari
hasil
kakao sedang tidak selam memang seolah tidak pernah habis, setelah seharian
itu.
Jika
rumah berm
rpaksa berutang di sekolah, mereka masih sanggup berteriak-teriak,
Manmak terpaksa untuk
musim penghujan, menebas pohon-pohon dengan parang, berjalan jauh
membeli beras sambil memanggul onggokan rumput, dan makanan
saya bahwa dia ingin
bertuturkepada kambing.
Ana pernah
Sosok yang menurutnya memberika
menjadi guru. untuk menimba ilm Saya sedikit-sedikit berhenti, mengatur napas dan
anak-ana
kesempatan kepada menenangkan tumit. Saya tertinggaljauh di belakang,
Saya duga buah pemikirannva
dengan cuma-cuma. anak-anak telah berlarian di depan. Mungkin dari
dan kisahnya sendiri
masak dari pengalaman depan hanya terlihat rumput-rumput yang berjalan
harus berjuang bahkan
menahan diri untuk karena tingginya hampir menutupi
yang wajah-wajah
mendapatkan pengetahuan.
Mengapa kesempatan mereka.
susah didapat oleh mereka yang telah lama
justru
"Bu guru, cepat! Larii Bu Guru," teriak Syaiful.
dalam hati.
berjuang? Saya bertanya-tanya
"Iya Bu Guru, terlambat nanti belajar tidak dapat
Di suatu sore saya mengikuti murid-murid
cinta-cinta," Sulman berteriak melanjutkan.
yang berkejar-kejaran membawa parang masuk ke
Tania (bukan)
kebun-kebun. Mereka menebas pohon-pohon untuk cinta-cinta, cita-cita!" seloroh

dikumpulkan dan diikat. Diberikan pada kambing Ilham, murid Kelas V

kambing yang dipelihara di rumah-rumah mereka. Ha ha ha ha ha... dan mereka pun tertawa bersama-
Sudah anak
menjadi adat, sepulang sekolah sama.
lelaki mencari makanan kebu
kambing atau ke kevu
"Bu Guru, saya bisa menjadi tentara?" Muhajir
membantu memetik pisang dan apa-apa untuk
berbalik mendekati dan tiba-tiba bertanya pada saya.
dmasak. Anak perempuan ada vang ikut ke kepu
dan sore
harinyamemasak untuk makan keluarga. Hening. Saya menghela napas panjang.

Sejak kecil
anak-anak di sini telah dididik "Ayo, kita kejar teman-temanmu.Sudah jauh kita
untuk ikut
memanggul ketinggalan."
nomi
beban ekonom keluarga.
Dipekerjakan untuk
membantu kebutuna" rumah
23
22 MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

MENCiDI
JANJISISWA

Siswa yang

dijanjikan.

Atika Saraswati

Pekarangan rumah hajir


suatu siang.
o Muchlis

Kami berlari. anak-anak di depan. lye bu guru mau ka menjadi tentara, pilot."
Mengejar
Pikiran
saya bergemuruh. Apakah mereka pantas "Mau bikin kapal."
merasakan hidup
yang susah?
"Iya,jadi guru karate yang pintar.
Seusai
maghrib anak anak berbondong-bondolng
"Mau bikin lagu Bu Guru."
mendatangi rumah tempat saya tinggal. ajah
Wajah-waja
itu saya kenali ah
sebagai anak-anak Kelas V ditamba
Mereka saling bersahut-sahutan, mengacungkan
beberapa anak Kelas IV dan tangan, berlompat-lompatan, berlomba untuk
KelasVI.
"Bu guruuu mau didengarkan.
ka'
belajar."

24
MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

MENCA
yang mereka tuliskan di kertas-kertas tadi
cita-cita

siang? Entahlah. Sudahlah. Saya hanya ingin ikut

merayakan semangat malam ini bersama mereka.

Malam menjadi semakin larut, anak-anak tak

kunjung pulang. Beberapa masih sibuk membolak-


balik buku bacaan di depan mereka sambil mengobrol
bersama teman
sebelahnya. Beberapa terlihat

mengerutkan kening dan sesekali menguap melihat


nomor-nomor soal di pangkuan mereka. Beberapa

lagi asyik bermain catur dan mengomentari teman


mereka.

Fiuh...saya hanya bisa menghela napas dalam-


dalam. Di dalam pikiran saya ada yang menjadi
senang melihat semangat mereka, berharap semoga
Soempah Pemoeda. Maryam mereka jadi kenyataan. Tetapi, saya
Ibu
Usai mimpi-mimpi
pun resah karena hari semakin malam, beberapa dari
mereka harus menempuh jarak lumayan jauh untuk
"Ikut ka' belajar Bu Guru biar saya bisa jadi dokter, pulang ke rumah.
tolong orang.
Pukul
21.00 saya sungguh-sungguh meminta
Ee...saya mau membalap Bu guru, nanti alo anak-anak untuk pulang. Saya antar mereka sampai
sudah pintar ke muka rumah. "Sampai jumpa esok ya," ucapku.
jadi juara dunia."

Bu guru saya mau jadi Boediono dia Lalu saat saya hendak masuk kembali ke dalam
(mungkin
menyebut nama wakil rumah, Muhajir--salah satu murid memanggilku, "Bu
presiden-ed), bu guru, >saya
mau pintar bu guruu.ada sentermu?"
guru,mau
belajar."
Malam yang "Adaa, mengapa?" kubalas teriakan itu.
gelap dan
tekad mereka dingin tak meluruhka"
untuk ini
belajar hari itu.
mereka terlihat begitu Mala
ini karena
bersemangat. Apa 27
26 MENGGANTUNG CITA CITA DI LANGIT
tangga, menghambur
menyusuri
dia berlari
Lalu Iya'."
ke arahku.
punyamu untuk Hening kembali. Ada rasa tak tega. Saya berpikir,
isa kupi.
bisa kupinjam
mati, lalu muncul keinginan untuk
"Senterku mengenal kehidupannya.

pulang? "Boleh Ibu main dan menginap di rumahmu?"


mata entar, berpikir. Rumah
Aku memejamkan Dari
Kattelemo. dusun "Boleh. Kapan bu guru?"
dusun sebelah,
di
Muhajir
ia harus
turun melewati kebun-kebun
sebelah pun, Saya bergegas masuk ke kamar, mengambil senter
yang ketika kemarau
kakao. Di bawah, ada sungai dan jaket. Lalu turun ke bawah berpamitan dengan
musim kali ini sedang susah
Tetapi, Mamak. Mamak kelihatan bingung, sibuk meminta
mengering.
turun tiba-tiba. Rumahnya
diduga,
bisa saja hujan Fian, adik angkat saya, mengantar saya. Tetapi, Fian
di seberang sungai.
Mendaki sedikit. sedang tidak di rumah. Hanya ada Mamak, Acok,
di pingsir jalan
dekat. dan Mubak yang sudah bersiap-siap tidur. Saya
Tak ada tetangga

meyakinkan Mamak, saya akan baik-baik saja.


Ini sudah hampir setengah sepuluh malam. Tak
ada penerangan di jalan-jalan. Hanya ada lampu- Saya segera menghampiri Muhajir yang terlihat

lampu redup dari beberapa rumah. kebingungan.

"Sudah menginap sini?" tawarku. "Ayo, kita berangkat," ajakku.


saja di

"Kemana Bu Guru?"
Jangan Bu Guru, sendiriannya Mama'ku dan

kandi'u (adik) di rumah." "Ke rumahmu."

"Kemana bapakmu? Dia hanya diam, mengikuti langkah-langkah di

"Ke Mamuju, belakang saya. Kadang menyamakan langkah saya


kerja."
atau mendahuluinya, menyingkirkan
rumput-
Hening hadir di antara rumput yang menghalangi jalan kanmi, menuntun
kami.
saya, menunjukkan arah. Senter tetap dibiarkannya
Tidak mengapa Bu
Guru, sudah biasa memaang di tangan saya. Malam itu mendung, bintang
pulang malam."
enggan muncul. Tetapi, alam berbaik hati untuk

"Sendirian?"
29
28 MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

MENGARnu
lihat jam tangan,
Kulihat su
hujan.
tidak
menurunkan di rumah Muhajir.
tiba di menjamu Ibu Guru. Disini profesi guru
saat kami
Kami memang
23.00 bun
kebun dan tidak enak
pukul anjing penjaga milik sangat dihormati. Saya menjadi malu
lolongan
disambut hati, mendengar percakapan mereka.
Muhajir.
keluarga
aik kerun Saya keluar dan menjumpai Mamak Muhajir yang
untuk naik rumahn
mengajak saya kali meminta maaf karena tidak menjamu
Muhajir berulang
pintu pelan-pelan, enggan
membuka
Dia saya dengan baik. Saya menjadi tidak enak hati, ini toh
seisi rumah yang tengah ibuai
membangunkan salah saya yang bertamu malam-malam, tidak tahu
melewati pintu, mematune
mimpi. Saya menunduk adat. Saya malah menyusahkan dan menimbulkan
damai memenuhi
melihat badan-badan yang terlelap kesungkanan. Anak-anak pamit keluar, bersiap-siapp
Ada empat orang di sana
mandi untuk ke sekolah. Saya pun ingin segera
ruangan
di depan saya.
sesak. Dengan
dan ruangan sudah keliatan diterangi berpamitan jika tak ditahan karena harus pulang dulu
cahaya lampu minyak tanah/pelita, saya menjadi mengganti baju.
cemas, apakah saya mengambil ruang Muhajir Hari masih gelap, matahari pun masih lelap. Tetapi,
untuk tidur. Lalu Muhajir menuntun saya memasuki
di rumah ini, orang-orang telah sibuk ke sana ke mari.

ruangan di atas itu rebah. Menatakan


kepala-kepala Mamak Muhajir menyorongkan secangkir minuman
bantal dan membuka kelambu untuk saya. Meminta
hangat sambil berkali kali meminta maaf dengan
saya untuk tidur, lalu undur menyusul keluarganya keadaan Dari
rumahnya yang seadanya. ceritanya
yang lain yang telah lelap. Saya bingung. Tak
ada kata-
saya tahu ada lima orang yang biasanya menghuni
kata yang sanggup keluar. Saya tak bisa memejamkan rumah ini sehari-hari yakni Mamak,Bapak, Muhajir,
mata. Pikiran besar
saya melayang-layang. Seberapa dan dua orang adiknya. Dua kakak Muhajir ikut
kompromi mereka harus di kampung tempat saya tinggal.
kompromi dengan keadaa dengan bibinya
Saya merenung. Lalu
pelita dimatikan. Gelap
Rumahnya adalah satu-satunya di kawasan
Entah
kapan saya terlelap, ketika perkebunan. Rumah panggung sederhana yang
saya bangun,
rumah disusun dari kayu-kayu lapuk. Rumah berukuran 4
perempuan
laki-laki.
telah
gaduh. Saya mendengar seorang
sedang mengomel, disahuti suara anak
ak X5 meter itu hanya memiliki dua sekat. Satu untuk
tempat menyimpan bantal atau barang apa saja,
Saya duga itu
adalah ercakapan ntara
Muhajir dan percakapa" satu lagi untuk ruang serba guna. Tidak ada perabot,
Mamaknya. Mamaknya emprotes me
kenapa semalam
dia tidak untuk
angunkan
dibangunkan 31

30 MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

MENGARDI DLATa
satu
satu untuk
untul
ada dua aln
lmari,
tempat
meja,
kursi. Hanya
menyimpan piring
piring
dpat
dan alat sekolah yang dibangun dan kebun.
dengan batu,
satu untuk
menyimpan
pakaian, da ember-
ada ember-ember yang Muhajir berlari-lari dengan tas yang robek dan
Di muka rumah
makan. seragam yang lusuh. Sesekali tertawa menggendong
di bawah mata air, biasanya dipak;
ditempatkan adiknya. Sesekali kesal menurunkan adiknya. Gadis-
dan mencuci. ikat rambut
untuk mandi gadis SMP yang berbedak tebal dengan
saya pun berpamitan di sana sini, membunyikan lagu dari telepon genggam
Selesaianak-anak berkemas,
meminta izin agar adikn sepanjang jalan. Orang-orang tua bersarung yang
untuk pulang. Muhajir kakao.
lima tahun bisa ikut ke sekolah sedang asyik mengobrol sambil menjemur
vang belum genap
harus mengambil pisang dan Motor-motor yang berseliweran. Orang-orang yang
karena Mamaknya
berlalu lalang tanpa alas kaki membawa parang.
kebun. Di sepanjang perjalanan,
membersihkan ke sekolah
Pegawai-pegawai negeri yang datang
sesekali bocah Kelas
Vitu harus menggendong adiknya
dengan sepatu dan seragam necis.
Tidak hanya Muhajir yang
yang kelelahan berjalan.

harus membawa adiknya ke sekolah, beberapa murid Pikiran saya berloncatan ke kota tempat saya

saya seringkali membawa


adik mereka ke sekolah. berasal di mana jalan-jalan layang bertebaran,

Tentu saja ini sangat mengganggu apalagi ketika adik gedung-gedung tinggi menjulang. Lalu kembali ke
saat kakak mereka desa di mana saya tinggal sekarang. Jalan hanya
merengek-rengek minta ini-itu

sibukbelajar. Tetapi, di sekolah ini kita harus ada satu, itupun rusak terbengkalai. Timpang. Ya,
tengah

menjadi saat musim ketimpangan yang terlampau jauh.


sering berkompromi apalagi
panen kakao. Pikiran saya lompat lagi ke pertanyaan Muhajir,
rumah Muhajir, kehidupannya yang menurut saya
Orangtuamereka sibuk mengurus kebun, menca
serba susah lalu kehidupan saya di kota yang serba
makan untuk
bertahan hidup. ak
diminta
Sebagian,anak-ai mudah. Takdir? Ah saya rasa ini bukan takdir.
untuk ikut ke kebun membantu. Sebagian
dibiarkan ke
sekolah,tetapi mengajak adiknya g Bu guru, hari ini kita upacara?" Tanya Muhajir
masih
kecil-kecil. membuyarkan lamunan saya.

Padaperjalananmenujusekolah, Saya tanya,"Tanggal berapa ini?"


jangal di dapemandanga
kiri-kanan tu.
jalan yang kami lewati "Dua Mei." Jawabnya.
Rumah nat
panggung kayu desa dan
Muhajir, masjid
33

32 MENGGANTUNG CITA-CITA DI LANGIT

DI
?"tan
tanyaku.
kita harus upacara?"
Kenapa
BuGuru."
Pendidikan
"Hari

ersenyum dan
berjalan
Saya mengangguk. sekolah. Saat
Saat 1
menuju upacara
bersisian dengannya
kami menyanyikan
bersama-sama lagu
bendera,

Indonesia Raya:

merdeka merdeka, tanahku


Masa Depan
Raya
Indonesia

negriku yang
kucinta Anak-anak
Indonesia raya merdeka merdeka, hiduplah

Indonesia Raya

Pandangan saya berganti-gantian


dari bendera
Papaloang
anak-anak berseragam
Oleh Ayu Kartika Dewi
merah putih di sana,lalu putih

merah di sini. Suara anak-anak yang menyanyikan


Indonesia Raya berdenging di telinga dengan Salah satu tembok penghalang yang
potongan syair yang berbeda. Indonesia Raya (belum menghambat kita untuk maju adalah
lagi) merdeka(Ibu). Ya, belum sepenuhnya merdeka ketika kita berhenti bermimpi. Lebih

parah lagijika kita tidak tahu apa


selama sarana sarana
pendidikan yang menjadi
merekamenggapai cita-cita tidak
tersedia. yang kita impikan. Itulah yang terjadi
pada anak-anak di SD Papaloang,
Halmahera Selatan. Sejak bersentuhan
dengan mereka, saya terobsesi untuk
menanamkan mimpi besar pada mereka.

Dua tahun yang lalu saya tiba di Papaloang sebagai


Pengajar Muda dari program Indonesia Mengajar.

35

34 MASA DEPAN ANAK-ANAK PAPALOANG

MENGARD

Anda mungkin juga menyukai