Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH TAK STIMULUS PERSEPSI SENSORY

TERHADAP PENGENDALIAN HALUSINASI


DENGAR PADA PASIEN SKIZOFRENIA
DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH MADANI

PROPOSAL

DIAJUKAN OLEH :

IIN NUR’UZANI
PK 115 016 076

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


INDONESIA JAYA
PALU, 2020
PENGARUH TAK STIMULUS PERSEPSI SENSORY
TERHADAP PENGENDALIAN HALUSINASI
DENGAR PADA PASIEN SKIZOFRENIA
DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH MADANI

PROPOSAL

OLEH :

IIN NUR’UZANI
PK 115 016 076

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Dosen Pembimbing I

Ns. Freny Ravika Mbaloto, M.Kep Tanggal,......................2020


NIDN. 09 04028602

Dosen Pembimbing II

Ns. Mutmainnah Hs, M.Kes Tanggal,......................2020


NUPN. 11 27048402

Ketua STIK Indonesia Jaya

Dr. Esron Sirait, SE., M.Kes Tanggal,…….….....…2020


NIDN. 09 27125301

ii
DAFTAR ISI

Isi Hal
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7


A. Tinjauan Umum Tentang Halusinasi Pendengaran............................ 7
B. Tinjauan Umum Tentang Skizofrenia................................................ 14
C. Tinjauan Umum Tentang Terapi Aktivitas Kelompok....................... 16
D. Landasan Teori................................................................................... 20
E. Kerangka Pikir.................................................................................... 21
F. Hipotesis............................................................................................. 21

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 22


A. Jenis Penelitian................................................................................... 22
B. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................. 23
C. Variabel dan Definisi Operasional..................................................... 23
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data..................................................... 24
E. Pengolahan Data................................................................................. 26
F. Analisa Data....................................................................................... 27
G. Penyajian Data.................................................................................... 28
H. Populasi dan Sampel........................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 32
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) tahun 2013 sehat adalah keadaan

yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari

penyakit, kelemahan atau cacat. Defenisi tersebut jelas bahwa sehat bukan

sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Individu tidak akan di katakan sehat

jika hanya fisik saja dan sebaliknya kesehatan jiwa adalah di mana kondisi

seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan social

sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri, dapat

mengatasi tekanan dan dapat bekerja secara produktif.

Orang yang jiwanya sehat adalah jika kondisi mental sejahtera dan

kehidupannya harmonis, produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas

hidup seseorang itu sendiri. Perkembangan dan pembangunan dunia akhir-

akhir ini yang di tandai dengan modernisasi, industrialisasi, akan banyak

membawa perubahan dalam kehidupan yang bisa menjadi stresor bagi

seseorang. Tingginya stresor itu di perkirakan gangguan jiwa akan semakin

meningkat (Waryaningsih, 2018).

Menurut WHO (2016) gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia

sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyebutkan terdapat

sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena dipolar, 21

juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia (Kemenkes RI,

2016). Hasil dari data Riset Kesehatan Dasar atau (Riskesdas) pada

1
tahun 2018, indonesia termasuk salah satu negara berkembang dimana

mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak di

perkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/skizofrenia di

indonesia pada tahun 2013 berjumlah 1.728 orang. Selain itu prevalensi

gangguan mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di

indonesia secara nasional yaitu 6.0% dari subjek yang telah dianalisis

berjumlah 37,728 orang. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental

emosional tertinggi pada tahun 2018 adalah Bali 11,1% sedangkan yang

terendah Kepulauan riau (2,8%) dan Sulawesi tengah berada di posisi ke

8 dengan 8,1% (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan data survey Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

tahun 2018 pasien yang mengalami gangguan jiwa di Sulawesi Tengah

berjumlah 3.425 Jiwa sedangkan untuk jumlah pasien yang mengalami

Skizofrenia mencapai 1,605 Jiwa (Dinkes Provinsi Sulteng, 2018).

Sementara berdasarkan data yang diperoleh dari catatan rekam medik

pasien pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Madani

Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2018 tercatat jumlah pasien jiwa

dengan jenis kelamin laki-laki 1090 orang dan wanita 515 orang,

sedangkan pada tahun 2019 tercatat jumlah pasien jiwa dari bulan

Januari Desember berjumlah 2050 orang. Pasien dengan diagnosa

keperawatan halusinasi pendengaran pada tahun 2018 diruanagn salak,

srikaya berjumlah 271 orang sedangkan pada tahun 2019 dari bulan

JanuariDesember berjumlah 251 orang , sedangkan pada tahun 2020 dari

2
bulan Januarijuni berjumlah 129 orang. (Rumah Sakit Umum Daerah

Madani Provinsi Sulawesi Tengah 2020).

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia. Skizofrenia

adalah suatu gangguan jiwa berat yang di tandai dengan penurunan atau

ketidak mampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau

waham), efek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak

mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktifitas

sehari-hari (Keliat, 2014).

Halusinasi merupakan bentuk gangguan persepsi dimana individu

mengalami kehilangan kemampuan dalam membedakan rangsangan internal

(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien dengan diagnosa

skizofrenia, 70% mengalami halusinasi dan 30% mengalami waham. Dari

klien yang mengalami waham ditemukan 35%-nya mengalami halusinasi.

Klien skizofrenia dan psikotik lain, 20% mengalami campuran halusinasi

pendengaran dan pengelihatan (Keliat, 2014).

Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi halusinasi antara lain

dengan terapi psikofarmaka, terapi somatik (Elektro Convulsi Therapy), terapi

lingkungan, terapi bermain, terapi okupasi dan terapi aktifitas kelompok yang

bertujuan untuk mengorientasikan klien pada realita. Orientasi pada realitas

akan mengurangi persepsi sensorik yang salah dan meningkatkan rasa makna

diri pasien (Susana & Hendarsih, 2012).

Berdasarkan penelitian Keliyat (2013) dengan judul ”Pengaruh Terapi

Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sensori Terhadap Kemampuan

3
Mengontrol Halusinasi pada Pasien Halusinasi di RSJ Dr. Amino

Gundohutomo Semarang”, dengan hasil penelitian TAK yang sesuai untuk

klien dengan masalah utama perubahan sensori persepsi halusinasi adalah

aktivitas berupa stimulasi persepsi. TAK stimulasi persepsi, pada kemampuan

persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada setiap sesi.

Dari hasil wawancara peneliti pada tanggal 08 Juni 2020 di ruangan

salak dan srikaya, perawat ruangan jiwa mengatakan bahwa ruang rawat

inap jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah

telah menerapkan pelaksanaan TAK, kegiatan dilaksanakan setiap hari

rabu dan sabtu, TAK yang paling sering dilakukan adalah TAK

stimulasi persepsi sensory dan TAK sosialisasi. TAK biasanya dilakukan

oleh perawat ruangan dan mahasiswa yang sedang melakukan praktek

klinik diruangan, Rumah Sakit juga tidak memiliki SOP TAK halusinasi

pendengaran, ruangan hanya mengikuti SOP dari mahasiswa yang sedang

praktek ataupun yang sedang melakukan penelitian, di Rumah Sakit Umum

Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah.

Hasil observasi dan wawancara peneliti dari 10 orang pasien halusinasi

dengar menunjukkan sikap pemurung, bercakap-cakap sendiri, dan

mengarahkan telinga pada sumber suara. Pasien mampu berkomunikasi

dengan baik dan ketika ditanya mampu menjawab pertanyaan dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi aktivitas

4
kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan stimulasi pada pasien

halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Umum Daerah Madani Profinsi

Sulawesi Tengah’’?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh terapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan stimulasi

pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Umum Daerah

Madani Provinsi Sulawesi Tengah.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah

Sebagai bahan masukan bagi institusi Rumah Sakit dan

pengembangan pelayanan kesehatan, khususnya meningkatkan

pelaksanaan TAK dalam memberikan pelayanan keperawatan terhadap

pasien halusinasi pendengaran .

2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya

Dijadikan sumber informasi untuk kegiatan penelitian dan

mengembangkan ilmu pengetahuan, khusnya dalam bidang

keperawatan serta penyediaan data dasar yang dapat di digunakan

untuk penelitian yang lebih lanjut, khusnya mengenai terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi

3. Bagi peneliti

Sebagai penambah pengetahuan, motovasi dan acuan proses

belajar dalam menerapkan ilmu yang di peroleh selamah perkuliahan

5
melalui pengumpulan data-data dan informasi-informasi ilmiah yang

kemudian dikaji dan dianalis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Halusinasi Pendengaran

1. Pengertian Halusinasi Pendengaran

Halusinasi adalah persepsi sensori dari suatu objek tanpa adanya

rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori meliputi seluruh

pancaindrahalusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang

pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi

palsu berupa suara, penglihatan, atau penciuman. Pasien merasakan

stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yosep H, I. 2014). Halusinasi

sering secara umum di temukan pada klien dengan gangguan sensori

persepsi halusinasi dapat memperlihatkan berbagai menifestasi klinis

yang bisa kita amati dalam perlakuan sehari-hari (Nanda I, 2012) .

2. Rentang respon

Menurut Muhth, (2015), rentang respon berhubungan dapat

berfluktuasi dari respon berhubungan adaptif sampai maladaptif .

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran terkadang Kelainan fikiran

menyimpan

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

7
Emosi konsisten Emosional berlebihan Tidak mampu

dengan pengalaman mengontrol emosi

kurang

Perilaku sosial Perilaku ganjil Ketidak teraturan

Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

Gambar 2.1 Rentang Respon

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam

meyelesaikan masalah yang di hadapinya.

1) Pikiran logis

Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2) Persepsi akurat

Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3) Emosi konsisten

Dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

4) Perilaku social

Adalah sikap dan tindakan yang masi dalam batas kewajaran.

5) Hubungan social

Hubungan sosial adalah proses interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

b. Respon Maladaptif

8
Respon maladaptif adalah respon yang di berikan individu

ketika dia tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi.

1) Kelainan pikiran

Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secarah kokoh di

pertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan social.

2) Halusinasi

Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau

persepsi yang eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

a) Kerusakan proses emosi perubahan sesuatu yang timbul dari

hati

b) Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak

teratur.

3. Etiologi

Berbagai faktor dapat menimbulkan respon maladaptif. Menurut

Stuart dan Sudden Dalam Damayanti & Iskandar (2012), belum ada

suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebap gangguan yang

mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mempengaruhi

antara lain :

a. Faktor predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebapkan halusinasi

pendengaran adalah

1) Faktor perkembangan

9
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan

sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai

dari usia bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat

mengembangkan hubungan sosial yang positif, diharapkan setiap

tahap perkembangan dilalui dengan sukses. Sistem keluarga

yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon

maladaptif.

2) Faktor sosiolkultural

Seseorang yang merasa tidak di terima lingkungannya

sejak bayi akan merasa di asingkan, kesepian, dan tidak percaya

pada lingkungannya.

3) Faktor biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan

jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang

anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia.

Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila

salah satu diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%

sedangkan bagi kembang dizigit presentasenya 8%. Kelainan

pada struktur otak seperti antropi, pembesaran antrikel,

penurunan dan berat volume otak serta perubahan struktur

limbic diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

b. Faktor presipitasi

10
Stresor presipitasi terjadinya halusinasi dapat ditimbulkan

oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi :

11
1) Stresor sosial budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dapat

memicu kesulitan dalam berhubungan terjadinya penurunan

stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang

yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian

ditinggal jauh, dirawat di Rumah sakit atau di penjara , semua

ini dapat menimbulkan halusinasi sosial.

2) Stresor Biokimia

a) Teori dopamine : Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan

mesolimbic serta traktus saraf dapat merupakan indikasi

terjadinya skizofrenia.

b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah

meningkatkan dopamine dalam otak. Karena salah satu

kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan

dopamine, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan

indikasi terjadinya skizofrenia.

c) Faktor endokrin : Jumlah FSH dan LH yang rendah

ditemukan pada klien skizofrenia, demikian pula prolactin

mengalami penurunan karena dihambat.

4. Tanda dan gejala

Menurut Yosep (2011) , tanda dan gejala halusinasi pendengaran

adalah :

a. Mendengar sesuatu menyuruh melakukan sesuatu yang bahaya

12
b. Mendengar suara atau bunyi

c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

d. Mendengar seseorang yang sudah meniggal

e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau

yang membahayakan

f. Mengarahkan telinga pada sumber suara

g. Berbicara atau tertawa sendiri

h. Marah marah tanpa sebap

i. Menutup telingah mulut komat kamit

j. Ada gerakan tangan

5. Akibat

Salah satu gangguan halusinasi diantaranya perilaku menarik

diri yang disebabkan oleh perasaan oleh perasaan tidak berharga

yang bisa di alami pasien dengan latar belakang yang penuh

permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan. Perasaan

tidak berharga menyebapkan pasien makin sulit dalam

mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien

menjadi regresi atau mundur, mengalami kemunduruan dalam

aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan

kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap

penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak

sesuai dengan kenyataan sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart

dan Sudden dalam Dalami dkk, 2009).

13
6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi

adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain.

a. Psikoformokologi

Psikoformokologi adalah obat yang lazim digunakan pada

gejala halusinasi pendengaran yang merupuk gejala psikosip pada

klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang

umum di gunakan adalah fenotiazin asetofenazin, klorpomazin,

flufanazine, triflupomazine 60-120 mg, tioksen 75-600 mg,

haloperidol 1-100 mg,

b. Electro Convulsive Therapy (ECT)

Electro Convlsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis

pengobatan di mana arus listrik digunakan pada otak dengan

menggunakan 2 elektrode yang di tempatkan di bagian temporal

kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan grand

mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapiutik.

Respon bangitan listriknya di otak menyebapkan terjadinya

perubahan faal dan biokimia dalam otak.

c. Terapi aktivitas kelompok

Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi

modalitas yang dilakuakn perawat kepada sekelompok pasien yang

mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan

14
sebagai terapi, dan kelompok sebagai target asuhan ( Keliat &

Akemat, 2014).

B. Tinjauan Umum Tentang Skizofrenia

1. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan mental berat dan perjalanan penyakit bersifat

kronis atau bertahan dalam jangka waktu yang lama. Gangguan ini biasa

muncul pada masa akhir remaja atau dewasa muda, skizofrenia dapat

terjadi karena adanya kelainan di dalam otak yang dapat berpengarug pada

proses persepsi, pikiran, gerakan, emosi, dan perilaku social

2. Tujuan

a. Tujuan umum

Pasien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol

halusinasi dalam kelompok secara bertahap.

b. Tujuan khusus

1) Pasien dapat mengenal halusinasi

2) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

3) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

4) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap

3. Proses sosialisasi

Perubahan perilaku di tenttukan oleh banyak hal, salah satunya

dengan perubahan lingkungan, perubahan tata interaksi, dan

perubahan tata nilai manusia beradaptasi melalui sosialisasi yang

melewati beberapa tahapan :

15
a. Tahapan persiapan

Tahapan ini dialami individu sejak ia dilahirkan, respon, dan

interaksinya, dengan orang-orang disekelilingnya membuatnya

memperoleh pemahaman tentang dirinya sendiri dan mulai

melakukan kegiatan meniru meskipun tidak sempurna.

b. Tahap meniru

Tahap ini di tandai dengan semakin sempurnanya seorang

anak meniru peran-peran yang dilakukan orang dewasa, serta

mulai terbentuknya kesadaran nama dan siapa dan siapa nama

orang tuanya dan sebagainya. Kesadaran sosial suda mulai

terbentuk melalui orang-orang disekitarnya karena pada saat ini

penyerapan akan normal dan nilai sangat kuat terjadi.

c. Tahap bertindak

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan

digantikan peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan

penuh kesadaran serta memungkinkan adanya kemampuan bermain

secara bersama-sama peraturan-peraturan yang lebih kompleks

dengan cakupan dan ruang lingkup yang lebih luas juga sudah

mulai dipahami.

16
d. Tahap penerimaan norma kolektif

Pada tahap ini individu telah dianggap dewasa dan menjadi

bagian dari masyarakat yang lebih kompleks, dimana ia harus

menyadari arti penting peraturan kemampuan bekerja sama dan

memahami orang lain baik yang dikenalnya maupun yang tidak di

kenalnya.

C. Tinjauan Umum Tentang Terapi Aktivitas Kelompok

1. Definisi

Terapi aktivitas kelompok adalah (TAK) stimulasi persepsi adalah

terapi yang menggunakan aktivitas mempersiapkan berbagai stimulasi

yang terkait dengan berbagai pengalaman dengan kehidupan untuk

didiskusikan dalam kelompok.

Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara

kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan

interpersonal (Yosep H,I. 2014).

2. Manfaat

Menurut Prabowo (2014), Terapi aktivitas kelompok mempunyai

manfaat :

a. Umum

1) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing)

melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau orang lain

17
2) Membentuk sosialisasi

3) Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran

tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan

perilaku devensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi

4) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi

psikologis seperti kognitif dan efektif.

b. Khusus

1) Meningkatkan identitas diri

2) Menyalurkan emosi secara kognitif

3) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk di terapkan

sehari-hari

4) Bersifat rehabilitif; meningkatkan kemampuan ekspresi diri,

keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan

meningkatkan kemampuan tentang masalah kehidupan dan

pemecahannya.

3. Tahapan dalam terapi aktivitas kelompok (TAK)

Menurut Stuart & Laraia dalam Prabowo (2014), kelompok sama

dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang,

kelompok akan berkembang melalui empat fase yaitu : fase

prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase

terminasi kelompok.

18
a. Fase prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menetukan leader, jumlah

anggota, kriteri anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang

di gunakan. Menurut Wartaseono dalam Prabowo (2014), jumlah

anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8

orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10, kriteria

anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah :

Sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak

agresif, waham tidak terlalu berat.

b. Fase awal kelompok

Fase ini di tandai dengan ansietas karena masuknya kelompok

baru dan peran baru. Menurut Yalom dalam Prabowo (2014),

membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan

kohesif.

1) Tahap orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial

masing-masing, leader menunjukan rencana terapi dan

menyepakati kontrak dengan anggota.

2) Tahap konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin

perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun

negatif dan membantu kelompok mengenai penyebab konflik.

19
3) Tahap kohesif

Anggota kelompok merasa bebas membuka diri terhadap

informasi dan lebi intim satu sama lain (Kaliat & Akemat,

2014).

c. Fase kerja kelompok

Pada fase ini, kelompok suda menjadi tim. Kelompok menjadi

stabil dan realistis pada fase ini, anggota kelompok menyadari

produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri

dari kemandirian (Keliat & Akemat, 2014).

4. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK )

Menurut (Prabowo, 2014) tujuan terapi aktivitas kelompok yaitu :

a. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi

Pasien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau

stimulus kognitif/persepsi adalah terapi yang bertujuan untuk

membantu pasien yang mengalami kemunduran orientasi,

menstimuli persepsi dalam upaya memotifasi proses berfikir dan

efektif serta mengurangi perilaku maladaptif.

b. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi

Aktivitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensai

pasien, kemudian diobservasi reaksi sensori pasien berupa

ekspresi emosi atau perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi

muka, ucapan.

20
D. Landasan Teori

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi

modalitas yang dilakukan perawat kepada sekolompok pasien yang

mempunyai masalah keperawatan yang sama. Pasien dilatih untuk

mempersiapkan stimulus yang disediakan atau stimulus yang perna

dialami untuk didiskusikan dalamkelompok. Kemampuan persepsi klien

dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi terapi, hasil diskusi kelompok

dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah

(Keliat & Akemat, 2010).

TAK adalah manual rekreasi dan tehnik kreatif untuk memfasislitasi

pengalaman seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga diri.

TAK pada sesi 1 pasien halusinasi pendengaran mampu mengenali

halusinasinya, mengenal waktu terjadinya, mengenal situasi, dan perasaan

saat terjadi halusinasi. Dengan pandangan ini pasien yang mampu

mengenal halusinasinya akan diberikan pujian oleh perawat dan teman

kelompoknya. Oleh karena itu pentingnya TAK stimulasi persepsi agar

dapat meningkatkan orientasi terhadap realita, meningkatkan kesadaran

diri sehingga kecemasan pasien berkurang sehingga respon terhadap

lingkungan menjadi baik.

21
E. Kerangka pikir

Berdasarkan landasan teori diatas, maka kerangka pikir dari

pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap

pengendalian halusinasi dengar pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit

Umum Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah, untuk lebih jelasnya

kerangka pikir akan dikembangkan dapat diliat dalam bentuk baganyang

digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Tak Stimulus Persepsi Pengendalian Halusinasi

Sensory Dengar Pada Pasien

Skizofrenia

Gambar 2.2 Kerangka Pikir

F. Hipotesis

Ada pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap

kemampuan stimulasi persepsi sensory pada pasien halusinasi di Rumah

Sakit Umum Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini pra-eksperimental dengan menggunakan desain one

group pre test and post test design adalah rancangan penelitian menggunakan

hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok. Kelompok

subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi

lagi setelah intervensi. Perbedaan dari kedua hasil pengukuran dianggap

sebagai efek perlakuan (Nursalam, 2016).

Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok sampel di beri tes

awal (pre test) lalu diberikan perlakuan sebanyak satu kali dan diberikan

tes akhir (post test).

O1 X O2

Keterangan:

O1 : Observasi dan pengukuran kemampuan stimulasi persepsi

sebelum dilakukan perlakuan terapi aktivitas kelompok

halusinasi.

O2 : Observasi dan si pengukuran kemampuan stimulasi persepsi

sesudah dilakukan perlakuan terapi aktivitas kelompok

halusinasi

X : Perlakuan ( terapi aktivitas kelompok )

23
B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Agustus 2020 di Ruangan

Salak dan Ruangan Srikaya Rumah Sakit Umum Daerah Madani.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas (independen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi

b. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan

pengendalian halusinasi dengar

2. Definisi operasional

a. Kemampuan klien dalam pengendalian halusinasi dengar

Definisi : Kemampuan klien dalam mengatasi halusinasi

sebelum dan setelah dilakukan Terapi Aktivitas

Kelompok (TAK)
Cara ukur : Observasi dan wawancara
Alat ukur : Ceklist
Skala : Rasio
Hasil ukur : Dinyatakan dalam bentuk angka

1. Verbal

1 = mampu berkomunikasi dengan baik jika

dapat menjawab pertanyaan 1-3

24
0 = kurang mampu berkomunikasi dengan baik

jika hanya dapat menjawab 1-2 pertanyaan

2. Non verbal

1 = Mampu jika dapat melakukan instruksi

0 = Mampu jika tidak dapat melakukan

instruksi

b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Sesi 1

Definisi : Terapi klompok yang dilakukan perawat pada

sekelompok pasien mengalami halusinasi

pendengaran sesuai standar halusinasi sesuai

kemampuan bersosialisasi sejumlah klien.


Cara kerja
: TAK sesi 1 dilakukan 1 kali. Peneliti menilai

kemampuan sebelum selama 10 menit setiap

pasien setelah itu pasien diberikan TAK oleh

perawat selama 45 menit kemudian di ukur

kembali 10 menit kemampuan mengenali

halusinasinya setelah diberikan intervensi.

D. Bahan
a. Spidol digunakan untuk mencatat nama
dan Alat
panggilan

b. Papan tulis/whaiteboard digunakan untuk

mencatat isi halusinasi yang dirasakn

25
klien sampai semua klien mendapatkan

sema gilirannya.

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

dengan wawancara dan juga melakukan pengamatan langsung

dilapangan dengan menggunakan ceklist mengukur kemampuan

mengenal halusinasi sebelum dan sesudah TAK.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data klien

halusinasi pendengaran yang diperoleh dari catatan rekam medik

pasien dan laporan perawat Rumah Sakit Umum Daerah Madani

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

lembar observasi (ceklist) dan wawancara. Lembar observasi verbal

diadopsi dari Keliat 2012 tentang teori terapi aktivitas kelompok dan

lembar observasi non verbal diadopsi dari Nursanti 2018 tentang pengaruh

tak isolasi terhadap pengendalian isolasi sosial pada pasien isolasi di

Rumah Sakit Umum Daerah Madani. Peneliti hanya melakukan TAK sesi

1, dan koesioner dimodifikasi oleh peneliti. Wawancara digunakan untuk

menilai kemampuan verbal klien dan lembar observasi (ceklist)

digunakan untuk menilai kemampuan non verbal pasien halusinasi

26
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan TAK. Penilaian pada sesi 1

TAK yaitu kemampuan pasien mengenali halusinasinya yaitu

kemampuan verbal dan non verbal terdiri dari 4 aspek penilaian.

Tiap aspek penilain jika nilai 1 dikatakan mampu dan bila nilai 0

maka pasien dikatakan belum mampu. Kemampuan dikategorikan,

mampu jika nilai (1) dan kurang mampu (0).

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh menggunakan program komputer, Hidayat (2011)

mengatakan bahwa proses pengolahan data tersebut melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksakan kembali kebenaran

data yang di peroleh atau dikumpulkan. Dalam penelitian ini

dilakukan kegiatan pengecekan kembali data dokumentasi pada

lembar observasi mengenai hasil pemeriksaan.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Mengubah data

dari yang berbentuk huruf menjadi data yang berbentuk angka untuk

memudahkan penginterprestasian hasil penelitian.

3. Tabulating

27
Yaitu pelaksanaan dan perhitungan data berdasarkan variabel yang

detile.

4. Entry Data

Entry data adalah kegiatan untuk memasukan data yang telah

dikumpulkan kedalam master tabel atau database computer.

5. Cleaning ( Pembersihan data )

Setelah sumber data atau responden telah dimasukan, perlu dicek

kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

kode, ketidaklengkapan dan sebagainya.

6. Describing

Yaitu menggambarkan data atau menerangkan data yang sudah

dikumpul.

G. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka komponen variabel

penelitian dapat dilakukan analisis. Berdasarkan Saryono (2011) analisis

data dilakukan dalam dua tahap yaitu :

1. Analisis Univariat

Analisis data univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui kemampuan halusinasi sebelum dan kemampuan

mengenal halusinasi sesudah terapi aktivitas kelompok halusinasi.

f
P= × 100 %
n

Keterangan :

28
P = Persentase

f = Frekuensi

n = Jumlah Responden

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel

terkait (Notoatmodjo, 2010). Analisi bivariat dalam penelitian ini

adalah dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengenal halusinasi dengan

melihat pra test dan post test. Analisis ini menggunakan uji wilcoxon

test yaitu pengujian untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai dari

satu sampel sebelum dan sesudah di lakukan perlakuan tertentu.

Walaupun dinamakan dua sampel namun sebenarnya menggunakan

sampel yang sama, hanya saja dilakukan pengambilan data dua kali

dalam waktu yang berbeda. Kriteria penerimaan atau penolakan

hipotesis dengan p value ≤ 0,05, maka H0 ditolak yang berarti ada

pengaruh yang disignifikan dan jika p value > 0,05, maka H0 diterima

yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan (Sugiyono 2010).

H. Penyajian Data

Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi, yang disertai dengan penjelasan sehingga memudahkan untuk

dianalisis.

29
I. Populasi dan Sampel

1) Populasi

Merupakan wilayah generalisis yang terdiri atas obyek atau

subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pasien halusinasi yang dirawat di ruang perawatan jiwa.

2) Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah

pasien halusinasi yang dirawat diruangan Salak dan Srikaya Rumah

Sakit Umum Daerah Madani. Peneliti menggunakan standar sampel

menurut Sugiyono (2009) yang menyatakan bahwa untuk penelitian

eksperimen sederhana jumlah anggota sampel 10 s/d 20.

30
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 4 orang pasien

dengan diagnose halusinasi, yang terdiri 3 pasienlaki-laki dan 1 pasien

perempuan. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis non probability sampling, yaitu purposive sampling

merupakan pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada

suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,

berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Sampel yang diambil adalah yang

memenuhi kriteria inklusi. Untuk menetapkan sampel maka

digunakan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi, kriteria inklusi adalah

karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi, suatu target

dan terjangkau akan diteliti (Nursalam, 2016).

a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran

2) Pasien mengalami halusinasi pendengaran yang telah mulai

mengenal halusinasinya

3) Pasien yang dapat diajak berkomunikasi

b. Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini :

1) Pasien tidak kooperatif

2) Pasien bisu.

31
DAFTAR PUSTAKA

Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI. 2016. Peran


keluarga Dukungan Kesehatan Jiwa Masyarakat. (Online)
www.depkes.go.id.diakses 10 Juni 2020.

Damayanti, M., Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Refika Aditama.


Bandung.

32
Dilami, Suliswati,, 2009 Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.
Trans Info Jakarta.

Dinas Kesehatan Profinsi Sulawesi Tengah. 2020. Data Kesehatan Jiwa. Palu.

Efendi, S., Rahayuningsih, A., Murhayati, W, 2012. Pengaruh Pemberian Terapi


Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Perubahan Perilaku Klien
Halusinasi, (Online), Vol. 8, No 2, http : // ners. fkep, unand. ac. id
diakses 10 Juni 2020.

Hidayat, A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.


Salemba Medika. Jakarta.

Keliat, BA., Akemat. 2012. Terapi Aktivitas Kelompok. EGC . Jakarta.

Keliat, 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC. Jakarta.

Keliat, 2010. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi, persepsi sensori


Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Halusinasi di
RSJ Dr. Amino Gundohutomo Semarang. (Online)
www.depkes.go.id.diakes 10 Juni 2020

Kementrian Kesehatan Repoblik Indonesia 2018.Riset Kesehatan Dasar


Kemenkes RI.

Nanda 1. 2012. Diagnosa Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2012-2014.


EGC. Jakarta.

Notoatmodjo Soekidjo. 2010 Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.


Jakarta.

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis


Edisi 4. Salemba Medika. Jakarta.

Nursanti, 2018. Pengaruh Tak Isolasi Terhadap Pengendalian Isolasi sosial Pada
Pasien isolasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Madani.STIK-IJ. Palu
Prabowo. 2014 konsep Dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Medika .
Yogyakarta.

Rumah Sakit Umum Daerah Madani Provinsi Sulawesi Tengah. 2020. Data
Pasien Jiwa 2018 & 2019, Profil Rumah Sakit Umum Daerah Madani
2020. Palu.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D; Penerbit. CV


Alfabeta, Bandung.

33
Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta,
Bandung.

Stuart, Gail W. 2010. Buku Saku Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.

Yosep H, I. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health
Nursing. Refika Aditama. Bandung.

LEMBAR OBSERVASI DAN WAWANCARA KEMAMPUAN SEBELUM


DAN SESUDAH DI BERIKAN TAK PADA PASIEN SKOZOFRENIA

Inisial klien : Umur :


No. RM : Jenis kelamin :
Ruang :

A. Kemampuan Verbal

Sesi Aspek yang dinilai Ya Tidak skor Keterangan

34
1) Menyebutkan isi halusinasi

1 2) Menyebut waktu isi

halusinasi

3) Menyebut situasi halusinasi

4) Menyebut perasaan saat

halusinasi

Jumla

Sumber : Keliat, BA., Akemat. 2012

B. Kemampuan Non Verbal

Sesi Aspek yang dinilai Ya Tidak skor Keterangan

1) Menyebutkan orang yang

biasa diajak bercakap-cakap

1 2) Memperagakan percakapan

3) Menyebutkan cara

mengenal halusinasi

Jumla

Sumber : Nursanti, 2018

Catatan

Cara mengisih evaluasi TAK dengan membubuhkan angka :

35
1 : Bila klien “ Ya “

0 : Bila klien “ Tidak mampu

36

Anda mungkin juga menyukai