Anda di halaman 1dari 13

MODUL 12

SEGI KUALITAS PARA


PERIWAYAT (JARH WA TA’DIL)
N. EVA FAUZIAH
CPMK 12 DAN BAHAN KAJIAN
BAHAN KAJIAN
CPMK 12 • 1. Sahabat semuanya adil
MAHASISWA MAMPU • 2. Periwayat yang sangat terpuji
• 3. Periwayat yang terpuji
MENJELASKAN TENTANG
• 4. Periwayat yang cukup terpuji
HADIS YANG DITINJAU • 6. Periwayat yang terpuji dengan
DARI SEGI KUALITAS PARA catatan khusus
• 7. Periwayat yang hanya memiliki
PERIWAYAT (JARH WA sedikit riwayat hadis
TA’DIL) (C2, A2, P2) • 8. Periwayat yang dicacatkan karena
tidak terpuji
KUALITAS PERAWI
◦ Kualitas rawi ditentukan oleh dua hal utama yakni
1. Kesempurnaan kekuatan hapalan baik hapalan karena daya ingatnya kuat dan sempurna maupun karena
lengkapnya catatan yang dilakukan
2. Keadilan, yaitu terkait penjagaan muruah (keterjagaan kesopanan yang dimiliki pribadi rawi) serta tidak pernah
melakukan dosa besar serta tidak membiasakan dosa kecil. Keadilan dalam Ilmu hadis berbeda pengertiannya
dalam ilmu Hukum yang bermakna tawazun (seimbang). Adil dalam ilmu Hadis lebih menitikberatkan pada
penjagaan muruah dan menyampaikan apa yang diterima, didengar, dilihat dan disaksikan sesuai dengan
faktanya tanpa dilebih-lebihkan atau dikurangi. Jika terdapat perubahan redaksi masih diperkenankan sepanjang
sesuai maknanya. Apabila terjadi perubahan makna secara sengaja atau tidak sengaja, hadisnya dapat
dikategorikan sebagai hadis yang lemah atau dlaif. Rawi yang tidak adil tidak boleh berpihak atas dasare
ashabiyah, suku, kabilah. Dia harus netral. Niatnya hanya untuk menyampaikan apa yang telah disampaikan
oleh Nabi Muhammad Saw. baik secara lisan (qauli), perbuatan (fi’liy), persetujuan yang dilakukan shahabat
(taqriri) atau karena keinginan Nabi Saw.
◦ Berkaitan dengan kualitas rawi tersebut, para Ulama Hadis membuat istilah tertentu yang mendeskripsikan
kualitas seorang rawi dan membagi kepada tingkatan-tingkatan sesuai klasifikasi kualitas rawinya.
◦ Ilmu yang membahas tentang kualitas rawi ini disebut dengan Ilmu Jarh wa ta’dir.
JARH WA TA’DIL
◦ Al-Jarh merupakan bentuk Masdar dari akar kata jaraha-yajrihu yang berarti luka, yang menimbulkan cacat
pada kesempurnan fisik seseorang atau menolak (mis: kesaksian seseorang), sedangkan secara terminologi
al-jarh pencacatan rawi akibat terlihat karakter yang dapat menghilangkan sifat adil dan bisa melemahkan
kekuatan hafalan yang dimiliki serta berimplikasi pada kualitas hadits yang diriwayatkan.
◦ Dalam Kitab Lisan al-’Arab, juz III: 245, jarh diterangkan sebagai berikut: “Jarh adalah bentuk masdardari
jaraha, yaitu suatu ungkapan untuk badan yang terluka, sehingga mengalirkan darah. Umpamanya, seorang
Hakim telah men-jarh-kan saksi dan menunjukkan aibna, yaitu ketika saksi itu tercela sehingga gugurlah
(sifat) keadilannya baik karena dusta atau (motif) selainnya.
◦ Menurut Ilmu Hadis, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan para ulama, yaitu:

1. ‫ظهور وصف يف الراوي يفسد عدالته او خيل حبفظه وضبطه مما يرتتب عليه سقوط او ضعفها وردها‬
Tampak suatu sifat pada perawi yang merusakkan keadilan atau hapalannya,karena itu gugurlah
riwayatnya dan dipandang lemah (A’jaz al-Khatib, 1989: 260)
2. “Menunjukkan atau membayangksn kelemahan, celaan, atau cacat seorang rawi, atau yang
melemahkan dia, baik benar adanya sesuai fakta ataupun tidak” (Abdul Qadir Hasan, 445)
◦ Upaya mensifatkan seorang rawi mempunyai sifat jarh adalah tajrih. Tajrih ini memiliki pengertian

‫وصف الراوي بصفات تقتيض تضعيف روايته او عدم قبولها‬


◦ “Mensifati seorang perawi dengan sifat-sifat yang dapat menyebabkan lemahnya periwayatan
atau tidak diterimanya riwayat yang disampaikannya”.
◦ Ta’dil berasal dari kata ‘a da la yang mendapat imbuhan tasydid pada huruf kedua dan merupakan bentuk
masdar dari kata ‘addala yu’addilu ta’dilan (menjadi bentuk muta’ddi atau ditransitifkan (Abdurrahman,
55). Artinya meluruskan, membetulkan, membersihkan. Maksudnya menjadikan sesuatu atau seseorang
dipandang memiliki sifat lurus, bersih, dan adil.
◦ Pengertian adil dalam Kitab Manhaj Dzawin Nazhar hal 9 dalam Abdurrahman (56) adalah
“Orang yang memiliki ketetapan dalam takwa, yaitu denganmenjauhi semua perbuatan yang
buruk, baik berupa kemusyrikan, kefasikan maupun bid’ah. Juga dikatakan ‘adil jika mereka
mampu menjauhi dosa-dosa kecil, hina, dan bertetap diri pada penjagaan muruah”. Dengan
demikian, orang yang adil adalah mereka yang selalu menjaga muruah/kesopanan pribadinya,
tidak suka membiasakan melakukukan dosa kecil atau melakukan dosa besar.
◦ Ta’dil adalah upaya pensifatan seorang rawi dengan sifat-sifat yang mengharumkan namanya, sehingga
nampak sifat adilnya dan hadits yang ia riwayatkan dapat diterima.
◦ “Sesuatu yang menghujam dalam diri sebagai hal yang lurus yang menjadi lawan dari keburukan…atau
seseorang yang diterima persaksiannya..atau…mengadilkan seseorang yang berarti mentazkiyahkannya,
yaitu membersihkannya dari perbuatan-perbuatan keji” (ibn Manzhur, Juz XIII: 245)
◦ Menurut Ilmu Hadis: “Menunjukkan atau membayangkan kebaikan rawi atau kelurusan seorang rawi, baik
itu semua itu benar ada pada diri rawi atau tidak” (Abdul Qadir Hasan, 445)
◦ Berdasarkan pengertian tersebut, men-ta’dil-kan seorang rawi berarti menyatakan rawi tersebut memiliki
sifat adil dan dapat dipercaya. Dia tidak ada cacat dalam agama baik karena kafasikan, kemusyrikan,
kebid’ahan apalagi kekufuran sehingga dalam periwayatan suatu hadis tidak ditolak karena meriwayatkan
apa adanya sesuai dengan yang diterima dari gurunya. Dia memiliki kejujuran dan hapalan yang kuat.
◦ Adakalanya rawi yang dita’dilkan memiliki hapalan yang sempurna dalam mengingat hadis. Rawi sperti ini disebut
dengan Tsiqah (Rawi yang cerdas lagi terpercaya)
◦ Penilaian Jarh wa ta’dil hanya diperuntukkan bagi tabi’in dan generasi ke bawahnya. Sementara Shahabat semunya
dikatakan adil. Kulluhum ‘udul.
HUKUM MENTAJRIHKAN
DAN MENTA’DILKAN RAWI
◦ Mentajrihkan (mencacatkan/mencela) seseorang tidak diperkenankan apalagi jika dilakukan tanpa bukti karena akan jatuh kepada
perbuatan fitnah atau mencari-cari kesalahan orang lain (Qs. al-Hujurat:12). Larangan ini dipertegaskan dalam hadis yang salah
satunya diriwayatkan oleh Muslim, Juz II: 423, yaitu:
ِ ‫الظ ان َأ ْك َذ مب الْ َح ِديْ ِث َو َال َ ََت اس مسوا َو َال َ ََت اس مسوا َو َال َ ََت َاسدم وا َو َالتَدَ ابَ مروا َو َالتَ َباََضم وا َو مك ْوُموا ِِ َباد ا‬
“ ‫َاّل ا ْْ َواًا‬ ‫◦ ا اَّي م ُْك َو ا‬
‫الظ ان فَا ان ا‬
ِ ِ
◦ Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian
saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci.
Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”

◦ Apabila menjelekkanseseorang sesuai fakta, maka pengungkapan aib rawi dapat masuk kategori ghibah. Padahal ghibah pun sangat
dilarang oleh ajaran Islam. Ghibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudara. Ghibah adalah menceritakan fakta seseorang yang
orang tersebut tidak suka diceritakan kepada orang lain (hadis). Dalam riwayat lain, seorang muslim harus terjaga harta, darah dan
kehormatannya dari lisan dan kekuasaan seseorang yang bukan haknya.
◦ Tujuan menyebutkan cacat seorang rawi bukan untuk mengumbar aib seseorang akan tetapi memiliki tujuanyang lebih mulia yakni
menjaga kemurniaan ajaran Islam dari tindakan penyelewengan yang disengaja atau karena kealpaan dan kekhilafan. Selain itu
terdapat penjelasan bahwa boleh mengungkap aib seseorang pada dua perkara yaitu pada perkara peradilan dan periwayatan hadis
karena keduanya dimaksudkan untuk mencari keadilan dan kebenaran suatu informasi agar tidak salah dalam memutus perkara atau
menetapkan suatu hukum atas suatu Tindakan manusia baik dalam hukum maupun ajaran agama.
SIFAT DAN PENYEBAB RAWI DINILAI
JARH
A. TERKAIT DENGAN KEADILAN B. TERKAIT DENGAN HAPALAN
1. DUSTA: 1. TERLALU LENGAH: (GAFLAH)
2. TERTUDUH DUSTA: 2. BANYAK KELIRU/ SALAH: (
3. FASIK (MELANGGAR KETENTUAN 3. MENYALAHI RIWAYAT ORANG
SYARA’), ZINDIQ KEPERCAYAAN (
4. JAHALAH 4. BANYAK SANGKA/ PRADUGA (WAHM/
SYAK WASNGKA)
5. AHLI BID’AH
5. JELEK HAPALANNYA (SU-U AL-HIFZHI)
SYARAT PEN-JARH DAN PEN-TA’DIL
(JAARIH WA MU’ADDIL)
◦ Jaarih dan Mu’addil adalah orang yang menyatakan cacat cela dan keadilan seorang
rawi. Dalam melakukan jarh wa ta’dil, seorang Jaarih dan Mu’addil harus memiliki
syarat berikut:
1. Jaarih dan Mu’addil harus orang yang berilmu, bertakwa, wara, dan shiddiq
dengan keadaan ini. Dia berhak menjadi hakim dalam menetapkan jarh wa ta’dil.
2. Harus mengetahui sebab-sebab jarh wa ta’dil.
3. Harus mengetahui seluk beluk Bahasa Arab, karena lafal itu mengikuti pada
maknanya dan tidak ada Jarih dengan mengutif lafalnya saja.
4. Harus mengetahui metode menentukan keadilan dan kemajruhan seorang rawi.
PEMBAGIAN KUALITAS RAWI
A. PELABELAN CACAT (JARH) B. PELABELAN ADIL (TA’DIL)
1. Lafazh ta’dil yang menggunakan af ’al tafdhil dan shighat
1. Lafazh jarh yang menggunakan af ’al tafdhil dan shighat mubalaghah (lafazh yang menunjukkan keadilan dan
mubalaghah (lafazh yang menunjukkan kecacatan yang kesempurnaan hapalan Rawi dg sangat sempurna. Ditunjukkan
sangat keterlaluan seperti akdzabun Naasi, Kadzdzab dengan lafal isim tafdhil. Contoh lafalnya adalah awtsaqun naas
(orang paling sangat terpercaya lagi cerdas)
2. Lafazh jarh yang menunjukkan perawi pendusta spt
2. Lafazh ta’dil yang diulang dua kali untuk menunjukkan
lafazh Kadzdzab (pembohong) penekanan keadilan dan kesempurnaan hapalan rawi spt tsiqat-
3. Lafazh jarh yang menunjukkan perawi tertuduh dusta. tsiqat, hafizh-tsiqat, tsiqat-shaduq
Contoh lafal katanya Fulan tuhmatul bil-kidzib 3. Lafazh ta’dil yang diucapkan satu kali ketsiqatannya seperti
(seseorang tertuduh dusta) tsiqat, hafizh, dlabit, muttaqin, tsabit, imam, dll.
4. Lafazh ta’dil yang menunjukkan keadilan namun hapalannya
4. Lafazh jarh yang menunjukkan sangat rawi lemah. agak kurang bagus. Contoh lafalnya shaduuq, laa ba’tsa bih,
Contoh si fulan dlaif, hadisnya dibuang. ma’muun, khiyar khalq
5. Lafazh jarh yang menunjukkan lemahnya rawi dan 5. Lafazh ta’dil yang menunjukkan keadilan rawi namun
hapalan rawi jelek. Contoh Fulan laa yuhtaaju bih hapalannya rendah seperti lafal rawi shalih, jayyid, syaikh,
muqarabul Hadis dll.
6. Lafazh Jarh yang menunjukkan rawi lemah namun 6. Lafazh yang sifat jujur atau hapalan rawi baik namun disertai
terdapat sifat adil. Contoh Fulan maqal fiih (seseorang kata-kata harapan antara lain shaduq in sya-a allah, Shulaih
yang diperbincangkan kedlaifan/ketsiqatannya) maqbuul
TINGKAT PERAWI HADIS
YANG TERPUJI
1. Rawi yanag sangat memiliki sifat sangat adil lagi hapalannya sangat sempurna. Ditunjukkan dengan lafal
isim tafdhil. Contoh lafalnya adalah awtsaqun naas (orang paling sangat terpercaya lagi cerdas
2. Rawi yang memiliki sifat Tsiqat-tsiqat, hafizh-tsiqat
3. Rawi yang cukup tsiqat. Lamafal yang digunakan cukup satu tsiqat, hafizh, dlabit, muttaqin, tsabit, imam,
dll.
4. Rawi yang menunjukkan keadilan namun hapalannya agak kurang bagus. Contoh lafalnya shaduuq, laa
ba’tsa bih, ma’muun, khiyar khalq
5. Rawi yang memiliki sifat baik seperti Shalih hadis, jayyid, syaikh, muqarabul Hadis dll.
6. Rawi yang memiliki sifat jujur. Lafal yang digunakan antara lain shaduq in sya-a allah, Shulaih maqbuul
TINGKAT PERAWI HADIS
YANG TERCELA
1. Menunjukkan keterlaluan Rawi dalam cacatnya. Digambarkan dengan sighat tafsdhil seperti akdzabun
Naasi
2. Menunjukkan sangat dalam cacatnya. Lafalnya ditunjukkan dg shighat mubalaghat spt Kadzdzab
(pembohong)
3. Menunjukkan kpd tuduhan dusta. Contoh lafal katanya Fulan tuhmatul bil-kidzib (seseorang tertuduh
dusta)
4. Menunjukkan sangat kepada lemahnya. Contoh si fulan dlaif, hadisnya dibuang.
5. Menunjukkan pada lemahnya hapalan rawi. Contoh Fulan laa yuhtaaju bih
6. Menunjukkan kelemahan rawi yang mendekati sifat adil. Contoh Fulan maqal fiih (seseorang yang
diperbincangkan kedlaifan/ketsiqatannya)

Anda mungkin juga menyukai