Anda di halaman 1dari 15

Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius

Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul

EFEKTIFITAS LATIHAN KOREKSI POSTUR TERHADAP DISABILITAS


DAN NYERI LEHER KASUS SINDROMA MIOFASIAL OTOT UPPER
TRAPEZIUS MAHASISWA WANITA UNIVERSITAS ESA UNGGUL
Sugijanto1 dan Hifzillah Army1
1,2
Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul Jakarta
Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510
sugijanto@esaunggul.ac.id

Abstract
To determine differences in effect of adding postural correction exercises on a combination of
interventions microwave diathermy and myofascial release technique to disability and neck
pain case myofascial syndrome upper trapezius. This study is a quasi exsperimental to form two
groups of unpaired (unrelated), disability neck measured by Neck Disability Index dan pain
measured by Visual Analog Scale. Sample consited of 28 people that chosen from purposive
sampling.The results of hypothesis test in the control group with paired sample t-test p value =
0,001 for disability neck and p = 0.001 for neck pain which means giving microwave diathermy
and myofascial release technique effective in disability and neck pain case myofascial syndrome
musculus upper trapezius. Statistic with paired sample t-test p value = 0.001 for disability neck
and p = 0.001 for neck pain which means giving the postural correction exercise, microwave
diathermy and myofascial release technique is effective for disability and neck pain case
myofascial syndrome upper trapezius. The result of independent sample t-test show p value =
0,026 for disability neck and for neck pain p value = 0,046. There differences in effect of
adding postural correction exercises on a combination of interventions microwave diathermy
and myofascial release technique to disability and neck pain case myofascial syndrome upper
trapezius.

Keywords: Postural Correction Exercises, Microwave Diathermy, Myofascial Release Technique,


Myofascial Syndrome Upper Trapezius.

Abstrak
Penelitian ingin mengetahui perbedaan efek penambahan latihan koreksi postur pada kombinasi
intervensi MWD dan MRT terhadap disabilitas dan nyeri leher kasus sindroma miofasial otot
upper trapezius. Sampel terdiri dari 28 orang yang dipilih berdasarkan teknik purposive
sampling. Sampel dibagi kedalam 2 kelompok masing-masing 14 orang. Kelompok kontrol
dengan MWD dan MRT, kelompok perlakuan dengan latihan koreksi postur, MWD dan MRT.
Penelitian bersifat quasi exsperiment, dimana disabilitas leher diukur menggunakan NDI, dan
nyeri leher diukur menggunakan VAS. Untuk uji normalitas menggunakan Shapirowilk test, dan
uji homogenitas sampel dengan T-test Independent. Hasil uji hipotesis pada kelompok kontrol
dengan paried sample t-test didapatkan nilai p=0,001 untuk disabilitas leher dan p=0,001 untuk
nyeri leher yang berarti ada efek intervensi MWD dan MRT terhadap disabilitas dan nyeri leher
kasus sindroma miofasial otot upper trapezius. Pada kelompok perlakuan dengan paried sample
t-test didapatkan nilai p=0,001 untuk disabilitas leher dan p=0,001 untuk nyeri leher yang
berarti ada efek latihan koreksi postur, MWD dan MRT terhadap disabilitas dan nyeri leher
kasus sindroma miofasial otot upper trapezius. Hasil independent sample t-test menunjukkan
nilai 0,026 untuk disabilitas leher dan 0,046 untuk nyeri leher yang berarti ada perbedaan efek
penambahan latihan koreksi postur pada kombinasi intervensi MWD dan MRT terhadap
disabilitas dan nyeri leher kasus sindroma miofasial otot upper trapezius.

Kata Kunci : Latihan Koreksi Postur, Microwave Diathermy (MWD), Myofascial Release
Technique (MRT), Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 69


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul

Pendahuluan mengetik, meng-angkat, menggunakan alat-


Aktivitas merupakan kegiatan sehari- alat vibrasi atau sebagai pengemudi
hari yang dilakukan seseorang dalam professional, (Samara, 2007).
menjalankan kehidupannya. Aktivitas yang Di Indonesia sendiri hasil penelitian yang
dilakukan seseorang dalam menjalankan khusus tentang sindroma miofasial belum
kehidupannya sangat banyak seperti bekerja, selengkap seperti yang dijelaskan di atas. Hal
sekolah, bermain dan, berolahraga itu semua ini juga yang mendasari penulis untuk
dilakukan sese-orang setiap harinya. Saat meneliti lebih lanjut tentang sindroma
bekerja maupun sekolah seseorang sering miofasial khusus-nya daerah leher yaitu otot
meng-gunakan komputer atau laptop untuk upper trapezius.
memudahkan menyelesaikan pekerjaan. Otot upper trapezius merupakan jenis
Penggunaan laptop atau komputer otot tonik yang berfungsi untuk memper-
pada kegiatan sehari-hari dengan waktu yang tahankan postur kepala yang cenderung ke
lama sangat memiliki dampak yang sangat depan karena kekuatan gravitasi dan berat
kurang baik bagi kesehatan, seperti kepala itu sendiri. Kelainan tipe otot ini
terjadinya kelelahan mata bahkan seseorang cenderung tegang dan memendek. Itu
akan merasa nyeri dan rasa tidak nyaman sebabnya jika otot upper trapezius
pada daerah leher sampai bahu. Hal ini berkontraksi dalam jangka waktu yang lama
terjadi karena penggunaan postur yang jaringan ototnya menjadi tegang dan
buruk saat seseorang bekerja di depan akhirnya timbul nyeri. Kondisi ini disebut
sebuah komputer dimana posisi layar sindroma miofasial otot upper trapezius.
komputer lebih rendah dari keyboard yang Sindroma miofasial adalah istilah
mengharuskan posisi kepala terus menunduk. deskriptif yang digunakan untuk mende-
Selama penggunaan komputer 10% individu finisikan suatu kondisi nyeri muskulos-keletal
melakukan forward head position diban- jaringan lunak atau kronis. Hal ini ditandai
dingkan ketika mereka duduk santai, (G.P dengan sensorik, motorik, dan otonom
Szeto, 2002). Bagi orang-orang yang temuan terkait dengan memicu terjadinya
mengabiskan banyak waktu untuk meng- myofascial trigger point (MTrPs), (Simon L,
gunakan komputer terjadi gangguan musku- 1999). Sindroma miofasial ditandai dengan
loskeletal daerah leher, yang sering disebut adanya spasme, tenderness, stiffness,
nyeri leher yang terkait dengan pekerjaan, keterbatasan gerak, kelemahan otot maupun
(Kanwalpreet Kaur et al, 2013). disfungsi otono-mik.
Sifat nyeri yang dirasakan seseorang Menurut Whyte Ferguson (2012),
adalah nyeri tertusuk-tusuk, berdenyut, pegal myofascial pain dihasilkan oleh memicu titik
dan lain sebagiannya. Salah satu kondisi sensitif, terdapat tautband di otot dan fascia
yang sering menimbulkan rasa nyeri pada yang biasanya menyebabkan nyeri, nyeri
daerah leher dan bahu, yaitu sindroma tekan, gerak terbatas, dan seringkali bereaksi
miofasial. Pada pra penelitian dari 32 seketika ketika dilakukan palpasi.
mahasiswa Univeristas Esa Unggul ditemukan Nyeri sindroma miofasial otot upper
hasil 93% mengalami sindroma miofasial otot trapezius disebabkan karena aktifi-tas yang
upper trapezius. sangat ekstra dari otot upper trapezius
Nyeri sindroma miofasial sangat umum di sehingga akan menimbulkan strain pada otot.
populasi insiden pada wanita dapat setinggi Biasanya sindroma miofasial terjadi akibat
54% dan 45% pada pria. Penelitian yang kelemahan dari otot tersebut, postur yang
dilakukan oleh Palmer, et al di Inggris, buruk, bekerja dalam posisi yang janggal,
Skotlandia, dan Wales pada 12.907 aligment tubuh yang tidak simetris, kerja otot
responden berumur 16-24 tahun menun- yang terus-menerus, faktor stress,
jukkan bawah orang yang bekerja dengan pengulangan gerak yang berlebihan dan
lengan atas dan bahu lebih dari satu jam per terus-menerus (repetitive motion) dan
hari mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan pada sendi.
timbulnya nyeri leher {Prevalensi Rasio (PR) Diantara faktor tersebut yang paling
= 1,3-1,7 pada wanita dan 1,2-1,4 pada sering menyebabkan sindroma miofasial otot
pria}, misalnya profesi mereka yang upper trapezius adalah trauma atau karena

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 70


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
adanya pembebanan terus-menerus ketika disabilitas sehingga dapat meng-ganggu ADL
bekerja, seperti sering menggunakan (Activity of Daily Living).
komputer, membawa tas dengan beban yang Istilah sindroma miofasial sering
berat, dan bekerja pada meja yang terlalu disamakan dengan fibromialgia, walaupun
rendah. Saat kita duduk, posisi dari secara patologis hal tersebut berbeda, sering
punggung bawah berpengaruh kuat terhadap menunjukkan tanda dan gejala yang hampir
postur leher dan bahu. Duduk rileks di kursi sama, sehingga akan membuat kekeliruan
dengan punggung bawah membungkuk dalam penegakan diagnosa terlebih lagi
(rounded back) perlahan-lahan akan terjadi dalam hal pemberian terapi. Dalam hal ini
protrusi, karena otot penyanggah lelah serta penulis memandang perlu meneliti lebih
bahu menjadi protraksi dan kepala cenderung menda-lam tentang kondisi sindroma
kedepan yang membuat otot menjadi lelah miofasial, karena dalam praktek klinis sehari-
maka otot menjadi rileks untuk merubah hari adanya kesalahan diagnosa dan
postur menjadi jelek yang hasilnya adalah kesalahan dalam pemberian terapi. Harapan
forward head position, (Mc.Kenzie, 2000). penulis dengan adanya penelitian ini
Akibat postur yang buruk seperti kesalahan-kesalahan tersebut dapat dikura-
forward head position atau bekerja dalam ngi dan bahkan tidak terjadi lagi.
posisi yang janggal menyebabkan ketega- Fisioterapi sebagai pemberi jasa
ngan otot upper trapezius yang lebih lama kesehatan dalam bidang gerak dan fungsi
dari pada fase rileksasi. Keadaan ini, melebihi dapat berperan aktif dalam menangani kasus
critical load sehingga menimbulkan kelelahan sindroma miofasial. Sesuai dengan
otot. Kelelahan tersebut lama-kelamaan PERMENKES no.65 tahun 2015 dicantum-kan
mengakibatkan spasme lokal, bila berlang- bahwa: “Fisioterapi adalah bentuk pelayanan
sung secara terus-menerus menimbulkan kesehatan yang ditujukan kepada perorangan
tautband sehingga menstimulasi fibroblast dan atau kelompok untuk mengembangkan,
dalam fascia untuk menghasilkan lebih meme-lihara, dan memulihkan gerak dan
banyak kolagen kemu-dian membuat fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan
perlengketan yang tidak beraturan (abnormal dengan menggunakan penanganan secara
crosslink). manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik
Adanya gangguan mikro srikulasi yang elektroterapeutik dan mekanik), pelatihan
menyebabkan hipovaskuler sehingga fungsi dan komunikasi”.
menurunnya sirkulasi dan menyebabkan Oleh karena itu fisioterapi sebagai
kekurangan nutrisi dan oksigen membuat tenaga kesehatan harus mempunyai
metabolisme menurun sehingga terjadi kemampuan dan keterampilan untuk memak-
peningkatan zat-zat iritan. Tidak hanya itu simalkan potensi gerak yang berhubungan
saja gangguan saraf juga terjadi yang dengan mengembangkan mencegah, meng-
menyebabkan meningkatnya sensitifitas obati, dan mengem-balikan gerak dan fungsi
sensori membuat ambang rangsang tubuh seseorang.
nociceptor menurun yang menyebabkan Fisioterapi dapat berperan dalam hal
hiperalgesia sehingga timbul nyeri hal ini mengatasi nyeri dan disabilitas tersebut
menyebabkan sindroma miofasial. sehingga fungsi dan gerak dari leher, bahu
Akibat adanya nyeri, pegal dan rasa tidak sampai lengan dapat terpelihara. Teknik yang
nyaman pada leher dan bahu maka terjadi akan digunakan adalah intervensi microwave
gangguan gerak dan fungsinya yang akan diathermy (MWD) dan myofascial release
menurunkan kinerja yang menggunakan otot technique (MRT), kemudian ditambah
upper trapezius seperti membaca buku, dengan latihan koreksi postur.
menyetir ken-daraan, mengangkat barang, MWD adalah suatu pengobatan
dan meng-gunakan ransel itu semua terjadi menggunakan stressor fisis berupa energi
karena otot upper trapezius terkena sindroma radian elektromagnetik yang dihasilkan oleh
miofasial. Karena adanya sindroma mio-fasial arus bolak-balik frekuensi 2450 MHz.
maka seseorang enggan melakukan gerakan Gelombang tersebut dapat meningkatkan
kepala, bahu bahkan lengannya untuk panas pada jaringan tubuh yang dapat
menahan nyeri yang akhirnya akan terjadi meningkatkan aliran darah di sekitar jaringan
yang terpapar oleh gelom-bangnya.

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 71


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
Terjadinya perubahan panas yang sifatnya nyeri otot regional yang ditandai dengan
lokal jaringan yang meningkatkan metabo- adanya tender spot pada taut band pada otot
lisme jaringan lokal, meningkatkan vaso- yang nyerinya menjalar pada area yang
motion sehingga menimbulkan homeostatik menutupi atau ke area yang jauh dari taut
lokal yang akhirnya menimbulkan vasodilatasi band.”
dan melenturkan adhesion sehingga akan “Donatelly et al juga memberikan definisi
meningkatkan kelenturan jaringan ikat serta sindroma nyeri miofasial sebagai kumpulan
menurunkan spasme otot akibat dari gejala dari pola nyeri spesifik dan keluhan
penurunan nyeri yang ditumbulkan efek otonom yang disebabkan oleh lokal iritasi dari
sedatif. Perubahan panas secara general otot, fasia atau ligamen.”
yang menaikkan temperatur pada daerah Sindroma miofasial otot upper trapezius
lokal. adalah suatu gangguan lokal pada otot upper
MRT merupakan teknik manual untuk trapezius yang didapatkan adanya trigger
meregangkan fascia dan meregangkan ikatan point yang timbul dari taut band yang
fascia dan kulit, otot, tulang, meningkatkan membentuk seperti jalinan tali dan lunak
ROM. Fascia yang dimanipulasi memung- ketika disentuh atau dipalpasi, yang menim-
kinkan jaringan ikat menjadi lebih fleksibel bulkan refleks ketegangan pada otot tersebut
dan fungsional. Tujuan dari myofascial dan dirasakan nyeri yang menjalar (referred
release technique adalah untuk melepaskan pain) dengan pola yang spesifik. Nyeri
hambatan pada lapisan dalam fascia, miofasial otot trapezius menjalar di
menurunkan tubrica adhesion, dan sepanjang punggung atas dan leher,
menurunkan tautband. Hal ini dilakukan dibelakang telinga dan di pelipis, (Sugijanto
dengan meregangkan fascia bersamaan dan Bimantoro, 2008).
dengan crosslink, (Shah et al, 2012).
Latihan koreksi postur adalah latihan
mengkoreksi otot yang tidak stabil, sikap
yang jelek dan nyeri pada otot yang
disebabkan karena perubahan sikap tubuh
dengan mengajarkan ke postur yang baik
pada seseorang. Latihan koreksi postur
bertujuan untuk mengurangi kerja otot yang
berlebih karena postur yang salah sehingga
beban kerja pada otot seimbang membuat
kerja otot menjadi optimal.

Definisi Nyeri Sindroma Miofasial


Otot Upper Trapezius
Menurut Simon dan Travel (2005),
Sumber: Robert, 2010
sindroma nyeri miofasial didefinisikan dengan
Gambar 1 Reffered Pain Sindroma Miofasial
terdapatnya trigger point yang timbul dari
Upper Trapezius
taut band serabut otot yang membentuk
seperti jalinan tali dan lunak ketika disentuh
dan ketika dipalpasi, menimbulkan respon Penyebab Sindroma Miofasial Otot
kejang lokal juga dikenal sebagai jump sign Upper Trapezius
yang merupakan sebuah pemendekan pada Penyebab terjadinya sindroma
serabut otot yang mengalami fibrous”. miofasial otot upper trapezius disebabkan
Sedangkan Simon Strauss (1990) oleh beberapa faktor antara lain:
mendefinisikan sindroma nyeri miofasial 1. Trauma pada jaringan miofasial
sebagai suatu sindroma yang disebabkan Trauma dapat terbagi menjadi dua
oleh satu atau banyak trigger point dan yaitu trauma makro dan trauma mikro.
hubungan refleks mereka. Trauma makro yang dimaksud adalah
”Janet Travell (1990), seorang peneliti suatu cidera pada otot atau fasia. Ketika
pertama sindroma nyeri miofasial jaringan miofasial mengalami cidera
menerangkan sindroma ini sebagai gangguan maka akan terjadi proses inflamasi,

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 72


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
diikuti dengan adanya produksi dari dalam jangka waktu yang lama, (Gerwin,
serabut kolagen. Karena perbaikan dari 2010).
proses inflamasi, maka kolagen
memutuskan ikatan bersama, dan Tanda dan Gejala Sindroma
cenderung membuat ikatan yang tidak Miofasial Otot Upper Trapezius
beraturan. 1. Nyeri lokal pada otot dan dirujuk pada
Adanya ketegangan serabut kolagen daerah sekitar otot atau ketempat lain
akan menurunkan mobilitas dari jaringan dengan innervasi somatik atau vegetatif
miofasial sehingga mudah terjadi yang sama.
pemendekan serabut kolagen. Karena 2. Tightness otot dan spasme otot-otot
serabut kolagen memendek, tekanan sekitarnya sebagai akibat sekunder dari
dalam jaringan miofasial akan nyeri.
meningkat. 3. Ketika dipalpasi terdapat tautband pada
Peningkatan tekanan dalam jaringan otot dan fasia serta jaringan ikat longgar
miofasial ini akan menekan arteri, vena, (connective tissue). Tautband
dan pembuluh darah limfe yang akan merupakan cross brige beberapa motor
menyebabkan iskemik dan timbul unit miofibril atau sekelompok serabut
miofasial trigger point, sehingga jaringan otot yang menegang yang berbentuk
akan mudah mengalami kontraktur. serabut tali. Ketegangan otot ini akan
Sedangkan trauma mikro adalah suatu berkembang menjadi pemendekan
cidera yang berulang (repetitive injury) jaringan otot (sarko-plasmik) dan fasia.
akibat dari suatu kerja yang terus 4. Terdapat trigger point pada tautband
menerus dengan beban yang berlebih. tersebut. Trigger point merupakan area
Adanya beban tegangan yang yang hipersensitif akan nyeri dimana
berlebih yang diterima jaringan miofasial ketika diberi penekanan pada area
secara intermiten dan kronis akan trigger point akan menimbulkan reffered
menstimulasi fibroblast dalam fasia pain. Semakin sensitif trigger point maka
untuk menghasilkan lebih banyak akan menimbulkan reffered area yang
kolagen. Kemudian kolagen akan banyak semakin luas, nyeri ini akan diperparah
terkumpul dalam jaringan tersebut oleh aktivitas.
sehingga akan timbul jaringan fibrous.
Ketika dipalpasi jaringan fibrous ini akan Anatomi Otot Trapezius
dirasakan keras. Ikatan fibrous berjalan Otot trapezius merupakan otot yang
secara longitudinal sepan-jang otot menyusun sturktur punggung manusia.
upper trapezius. Hal ini akan Dinamakan trapezius, sebab bentuknya mirip
mencetuskan timbulnya mio-fasial dengan bangunan trapezium yaitu sudut-
trigger point yang mempunyai sudutnya berada di leher, dua berada di
ketegangan tinggi dan lama kelama-an kedua bahu, dan satu sudut lainnya melekat
dapat menimbulkan kontraktur. di tulang punggung Th12. Otot upper
2. Postur dan ergonomi yang buruk trapezius disarafi oleh n. accessories cabang
Postur yang jelek seperti forward plexus cervicalis 2-4.
head position yaitu dimana posisi kepala Origo dari otot trapezius adalah
terus menerus jatuh ke depan, kifosis serabut upper berasal dari protubernatia
dimana posisi bahu protraksi dan eksterna dan bagian atas ligamen nuchae
cenderung sedikit fleksi ini dapat dan linea nuchea (C6-Th3), serabut middle
mengakibatkan muscle imbalance pada berasal dari bagian bawah ligamen nuchae
otot upper trapezius sehingga akan dan serabut lower berasal dari processus
menimbulkan stress pada otot dan fasia spinosus Th4-Th12. Insersio serabut upper
otot upper trapezius. Demikian juga melekat pada 1/3 bagian luar clavicula,
dengan ergonomi yang buruk seperti serabut middle melekat pada scapula (spina
penggunaan tas dengan beban yang scapula) dan permukaan dalam acromion,
berlebih, serta bekerja dalam posisi yang serabut lower berjalan ke samping luar
lebih rendah akan mengakibatkan otot melekat pada bagian medial spina scapula,
berkontraksi secara terus menerus (Cael, 2010).

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 73


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
Adapun tipe dari otot upper trapezius Aligment merupakan dasar terjadinya
adalah otot tipe tonik I/tonik yang berfungsi gerakan yang optimal dan kesehatan
sebagai stabilisator atau mempertahankan mukculoskeletal memerlukan gerakan optimal
sikap tubuh dengan mekanisme kerja otot untuk mencegah atau meminimalisasi
dan respon yang lambat, masa laten yang sindroma nyeri gerak. Mayoritas sindroma
panjang sehingga dapat beradaptasi pada nyeri gerak muskuloskeletal baik akut
kontraksi yang panjang atau lama. Berwarna maupun kronik merupakan hasil kumulatif
lebih gelap dari otot lainnya, yang banyak dari mikro trauma dari stress yang
mengandung hemoglobin da mitokondria disebabkan oleh gerakan berulang dalam
(tahan lama terhadap tahanan), (Cantu et al, arah tertentu atau dari aligment tidak ideal
2001). yang telah berlangsung lama, (Sharmann,
Fungsi gerak otot upper trapezius yaitu 2011).
menarik bahu ke atas (elevasi), bagian Ketika jaringan miofasial meng-alami
middle berfungsi retraksi dan bagian lower cidera maka akan terjadi proses inflamasi.
menarik bahu ke bawah (depresi). Otot upper Substansi dasar pada miofasial akan
trapezius juga berfungsi mempertahankan mengeras dan kehilangan elastisitas sehingga
sikap atau otot postural, tetapi otot ini jika pada akhirnya miofasial akan mengalami
terjadi kelainan cenderung tegang dan ketegangan mempertahankan jarak antar
memendek. Sebagai contoh otot postural, serabut jaringan ikat sehingga terjadi
upper trapezius berfungsi sebagai penahan pembentukan perlengketan (micro-adhesion).
beban saat sedang menggu-nakan tas di Dalam waktu yang bersamaan akan terjadi
pundak, memikul barang, duduk lama di proses perbaikan jaringan miofasial yang
depan komputer dan masih banyak contoh mengalami kerusakan dengan cara
lainnya. menstimulasi fibroblast dalam jaringan
Beban pada otot upper trapezius miofasial untuk meng-hasilkan banyak
semakin besar bila beban yang dibawa lebih kolagen. Kolagen tersebut akan terbentuk
besar atau banyak, sehingga otot akan secara tidak beraturan (abnormal crosslink)
menegang dan mengalami kelelahan. Otot ini sehingga terbentuk jaringan fibrous yang
dalam fungsi geraknya sangat berperan tidak elastis.
penting dalam menjaga stabilisasi tubuh dan Ketika otot mengalami ketegangan
juga sebagai otot postural. atau kontraksi terus menerus maka akan
menimbulkan stress mekanik pada jaringan
miofasial dan dalam waktu yang lama akan
menstimulasi nosiseptor tersebut terstimulasi
maka akan semakin kuat aktivitas refleks
ketegangan otot tersebut. Hal ini akan
menyebabkan disabilitas sehingga
menimbulkan keadaan viscous cyrcle.
Keadaan viscous cyrcle yaitu spasme
menimbulkan iskemik, iskemik menimbulkan
Gambar 2 Otot Trapezius
ketegangan otot dan otot akan menimbulkan
Sumber: gustama, 2014
spasme. Spasme lokal pada ekstrafusal otot
yang menyebabkan terjadi penjepitan mikro-
Patofosiologi Sindroma Miofasial sirkulasi. Akibat dari penjepitan mikro-
Otot Upper Trapezius sirkulasi ini, otot akan mengalami hipo zat-zat
Otot trapezius adalah salah satu tipe gizi dan hipoksia (Shah et al, 2005 didalam
otot tonik yang berfungsi sebagai stabilisator Giamberardino et al, 2011).
atau mempertahankan sikap tubuh, dimana Keadaan ini akan merangsang ujung-
otot ini bekerja selama 24 jam non-stop ujung saraf tepi nosiseptif tipe C untuk
untuk mempertahankan sikap tubuh pada melepaskan suatu neuro peptida, yaitu P
region leher dan bahu. Kerja otot upper Substance. Dengan demikian, pelepasan
trapezius meningkat pada kondisi trauma, tersebut akan membebaskan prostaglandin
postur yang jelek dan ergonomi kerja yang dan diikuti juga dengan pembebasan
buruk, (Simons, 2002). bradikinin, potassium ion, serotonin yang

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 74


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
merupakan noxius atau chemical stimuli, dapat menyebabkan nyeri pada posisi diam.
sehingga dapat menimbulkan nyeri. Pada saat dipalpasi akan timbul reffered pain
Bersamaan dengan hal itu juga timbul yang dirasakan bukan pada tempat tersebut
sensibilitas neuron-neuron pada kornu tetapi pada empat yang jauh dari trigger
posterior (PHC) karena dilepaskannya P pointnya.
substance, sehingga akan meningkatkan Reffered pain ialah karakteristik yang
mikrosirkulasi lokal dan ekstravasasi plasma penting dari trigger point. Hal ini yang
dan memacu aktivitas sel mast dan histamin membedakan trigger point dengan tender
sehingga terjadi proses peradangan yang point. Sedangkan pada tender point nyeri
lebih dikenal dengan “neurogenic bersifat lokal dan simetris serta tidak
inflamation”, (Mense, 2009). terdapat reffered pain tetapi dapat
Berkurangnya O2 pada otot akan meningkatkan sensitifitas tubuh terhadap
menimbulkan reaksi pada tubuh berupa nyeri. Ketika tekanan yang diberika pada titik
inflamasi dimana terjadi vasodilatasi picu menimbulkan nyeri, terkadang pada
pembuluh darah dalam keadaan otot yang penekanan kuat dan pada posisi tekanan
menegang. Sementara pada serabut otot tegak lurus terhadap otot, respon kedut
yang tidak tegang terjadi vasokontriksi (local switch response) sering timbul,
sehingga meyebabkan kurang baiknya (Alvarez, et al, 2002).
penyerapan tropocolagen. McKenzie mengklafikasikan nyeri leher
Adanya beban tegang yang berlebihan tersebut ke dalam tiga sindroma mekanik,
diterima jaringan otot secara intermiten dan yaitu postural syndrome, dysfunction
kronis akan menimbulkan cross bridge dalam syndrome dan derangement syndrome.
posisi kontraksi pada beberapa motor unit Postural syndrome terjadi karena kesalahan
miofibril (taut band). Kondisi ini akan posture yang terjadi terus-menerus dalam
menstimulasi fibroblas dalam fasia untuk jangka waktu panjang. Nyeri diprovokasi oleh
menghasilkan lebih banyak kolagen yang postur itu sendiri. Dysfunction syndrome
kemudian membuat fasia dan miofibril terjadi karena kebiasaan seseorang bergeak
sehingga akan menyebabkan kontraktur, tidak pada ROM (Range of Motion) penuh,
tingkat fleksibi-litas otot menurun, dan apabila terjadi dalam jangka panjang
mengakibatkan kinerja otot fungsional gerak maka saat akan bergerak pada ROM penuh
terganggu, dimana apabila terdapat akan memprovokasi nyeri. Bisa juga terjadi
regangan akan menyebabkan penjempitan karena whiplash injury, akibat imobilisasi
saraf poly-modal. dengan menggunakan collar dalam waktu
Akibat ada penjepitan pada saraf beberapa bulan akan menimbulkan adhesion
polymodal, pada tubuh akan terjadi reaksi pada jaringan yang mengalami penyembuhan
berupa adanya inflamsi. Apabila keadaan ini sehingga gerakan ROM penuh akan
berlangsung terus menerus, ambang memprovokasi nyeri. Sedangkan
rangsang terhadap nyeri akan menurun derangement syndrome merupakan sindrom
menyebabkan hiperalgesia dan allodynia yang terjadi karena protusi diskus
yaitu nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus intervertebralis, (McKenzie, 2000).
non noxius terhadap kulit normal, hal
tersebut memberika dampak hipersensitif Microwave Diathermy (MWD)
jaringan terhadap nyeri apabila diberikan a. Pengertian MWD
rangsangan, pada jaringan otot terdapat titik Microwavediathermy (MWD)
nyeri yang disebut trigger point, (Gerber, merupakan salah satu bentuk aplikasi
2011). modalitas elektroterapi yang dipergu-
Trigger point memiliki cirri tersendiri, nakan oleh fisioterapi dengan meman-
hyperirytable spot berlebihan yang berlokasi faatkan stressos fisis berupa energi
pada tautband otot yang tegang. Titik elektromagnetik sebagai hasil arus bolak-
tersebut sakit pada saat ditekan dan dapat balik dengan frekuensi 2450Mhz dan
membuat nyeri yang menjalar (reffered panjang gelombang 12,25 cm untuk
pain). Trigger point diklasifikasikan sebagai meningkatkan panas pada jaringan
sesuatu yang aktif, laten tergantung pada tubuh. Gelombang elektromagnetik yang
karakteristik klinisnya. Trigger point aktif dipancarakan secara radiasi oleh MWD

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 75


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
memiliki sedikit sifat dielektrik terhadap 6. Peningkatan oksigen
jaringan, olah karena itu medan listrik Peningkatan oksigen terjadi
tidak terpusat pada benda metal/ karena adanya peningkatan tem-
dielektrik tinggi yang terdapat pada tubuh perature dan metabolisme
atau permukaan tidak rata meskipun 7. Peningkatan ekstensibilitas
panas akan cepat merata. Penerapan Untuk meningkatkan elastisitas
penggunaan MWD diberikan dengan satu jaringan ikat karena terjadi perbaikan
arah yang dipengaruhi sudut axis. sirkulasi pada jaringa tersebut,
Gelombang MWD yang masuk ke dalam dimana terjadi pening-katan kadar air
jaringan secara optimal akan masuk ke dan GAG pada matriks sehingga
dalam jaringan bila terpapar tegak lurus viskositas matriks jaringan menurun
pada permukaan sehingga akan mencapai dan mobilitas kolagen meningkat
penetrasi < 3 cm karena adanya yang akan meningkatkan daya regang
mekanisme refleksi dari gelombang. jaringan. Karena sifat panas yang
Energi panas yang diberikan MWD akan dihasilkan dapat meningkatkan
masuk ke tubuh terjadi absorbsi maka ekstensibilitas jaringan kolagen, maka
yang akan terjadi fibrasi ion, osilasi ion, hal ini dapat membantu sebelum
dan rotasi ion dari ketiganya akan melakukan latihan.
menghasilkan panas yang meningkatkan 8. Efek sedative
termperatur di jaringan pada suhu 41o- Pada neurotransmitter (motor
45oC. end plate) apabila memperoleh panas
b. Efek MWD akan menurun-kan ambang rangsang
Menurut GOH Ah-Cheng (2015) MWD sehingga akan mempebaiki kontraksi
memiliki beberapa efek yaitu: otot yang akhirnya akan
1. Peningkatan metabolisme meningkatkan kekuatan otot sehingga
Pada saat diberikan efek panas akan mengurangi nyeri. Pada sistem
terjadi absorbsi lalu meningkatkan saraf sensorik akan memberikan efek
temperature di sel maka sistem kerja sedatif.
sel akan meningkat dan metabolisme
akan meningkat Mekanisme Penurunan Disabilitas
2. Peningkatan keringat dan Nyeri Melalui MWD
Peningkatan keringat terjadi Pada kasus sindroma miofasial terjadi
karena ada peningkatan tempe-rature nyeri pada daerah leher sampai bahu yang
dan peningkatan metabo-lisme mengakibatkan disabilitas karena saat
3. Peningkatan tekanan pembuluh darah seseorang nyeri maka akan didiamkan dan
dan permeabilitas malas melakukan aktivitas. Pada saat nyeri
Pada saat diberikan panas maka terjadi cidera jaringan yang
sirkulasi di jaringan akan mening-kat, merangsang nociceptor. Pemberian MWD
lalu akan meningkatkan volume darah dapat mengurangi rasa nyeri karena panas
di kapiler lalu meningkatkan tekanan yang dihasilkan akan meningkatkan suhu
di kapiler. lokal pada jaringan, sehingga akan terjadi
4. Vasodilatasi vasodilatasi lokal pada pembuluh darah dan
5. Rileksasi otot melalui muscle spindle perbaikan metabolisme. Dengan demikian
dan golgi tendon organ (GTO) akan diperoleh perbaikan sirkulasi darah
Pada saat terjadi peningkatan maka kebutuhan oksigen dan zat-zat gizi
suhu pada otot akan terjadi pada darah akan terpenuhi dan terjadi
peningkatan aktivitas golgi tendon peningkatan penyerapan serta pengangkutan
organ (GTO) maka terjadi rileksasi kembali zat-zat algogen.
otot agonis. Sedangkan peningkatkan Hal ini dapat mengurangi spasme otot
aktivitas muscle spindle maka akan sehingga secara otomatis akan memutuskan
terjadi rilekasasi otot antagonis. rantai viscous cycle kemudian menurunkan
potensial aksi serabut saraf afferent Aδ dan
C. Pada level spinal, impuls nyeri dapat
dikurangi dengan mengaktifkan serabut saraf

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 76


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
Aβ dan Aγ sehingga akan memblok impuls mengalami gangguan serta mem-
nyeri yang dibawa oleh serabut saraf afferent berikan manipulasi pada otot. Pem-
Aδ dan C di kornu posterior medulla oleh berian manipulasi dapat memberikan
pemberian stimulus thermal ringan. Hal ini informasi ke sistem saraf pusat untuk
menyebabkan terjadinya penurunan nyeri meningkatkan sirkulasi pada daerah
atau efek sedatif. tersebut yang akan mengakibatkan
Pemberian MWD juga akan otot menjadi fleksibel dan elastik.
menyebabkan terjadinya peningkatan 2. Dapat memperbaiki sirkulasi darah
elastisitas jaringan ikat karena terjadi sehingga akan menambah jumlah
perbaikan sirkulasi pada jaringan ikat. MWD oksigen dan nutrisi ke dalam jaringan
dapat diterapkan pada sindroma miofasial otot. Peningkatan nutrisi dan oksigen
otot upper trapezius karena efek sedatif akan merileksasikan otot dan
dapat mengurangi nyeri melalui stimulasi membebaskan rasa nyeri.
sekunder pada saraf afferent. Selain itu efek 3. Dapat menghambat siklus dari rasa
sekunder dari serabut saraf afferent dapat nyeri yaitu dengan mengurangi
mempengaruhi ujung serabut saraf pada spasme otot, meningkatkan sirkulasi,
spindle otot dan golgi tendon, yang akan serta mempercepat pembuangan sisa-
mempengaruhi inhibisi terhadap motor sisa metabolisme
neuron sehingga akan melepaskan Dapat mempercepat pembuangan
perlegketan otot (abnormal crosslink) yang dari sisa-sisa metabolisme dan
akhirnya dapat menurunkan nyeri pada menambah nutrisi dengan mening-
trigger point. katkan sirkulasi, sehingga akan terjadi
pengurangan dari ketegangan otot
Myofascial Release Technique (MRT) dan nyeri.
a. Pengertian MRT 4. Dapat menjaga keadaan nutrisi,
Myofascial release technique mengacu fleksibilitas otot, serta memper-cepat
pada teknik massage berfungsi untuk masa pemulihan otot.
peregangan fasia dan melepaskan ikatan 5. Dapat mencegah perlengketan pada
antara fasia dan integumen, otot, tulang, fasia otot
dengan tujuan untuk menghilangkan
nyeri, meingkatkan ROM dan Mekanisme Penurunan Disabilitas
keseimbangan tubuh (Shah, 2012). dan Nyeri Melalui MRT
Tujuan dari myofasial release adalah Myofascia release technique dapat
untuk melepaskan perleng-ketan dalam memperbaiki keadaan otot dan tendon
lapisan dalam dari fasia. Hal ini dihasilkan menjadi normal, mengurangi dan meng-
dengan cara meregangkan (stretching) hilangkan jaringan fibrous pada serabut otot
komponen otot fasia yang terjadi atau tendon, dan mempercepat proses
abnormal crosslink, dan mengubah penyerapan cairan. Pemberian MRT pada
viskositas unsur fasia. jaringan otot, tendon dan jaringan lunak
Hasil yang diharapkan dari teknik ini lainnya dapat melepaskan perlengketan
secara langsung dapat menurunkan (abnormal crosslink) yang terbentuk pada
keluhan nyeri, meningkatkan kinerja, serabut otot atau tendon (Stanborough,
meningkatkan fleksibilitas, dan lingkup 2004). Kontraksi isotonic yang dilakukan saat
gerak sendi, memperbaiki postur tubuh myofasial release dari otot yang mengalami
yang salah. pemendekan akan menghasilkan otot me-
b. Efek MRT manjang secara maksimal tanpa perlawanan
Menurut Barnes (2008) myofasial sehingga meningkatkan elastisitas me-
release technique memiliki efek yaitu : ngurangi spasme otot.
1. Berhubungan dengan gangguan pada Pada saat otot melakukan stretch,
otot antara lain ketegangan otot, maka frekuensi aksi potensial serabut aferen
kekauan otot, dan spasme. Efek dari muscle spindle dan golgi tendon organ
massage akan berhasil dengan meningkat. Saat otot sedang meregang
memberikan penekanan secara terjadi penguluran panjang sarkomer penuh
langsung pada daerah yang menyebabkan pelepasan abnormal crosslink.

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 77


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
Pelepasan ini membuat mikrosirkuler menjadi pemberian terapi. Disabilitas dan nyeri leher
lancar. Sirkulasi yang menjadi lancar ini ini diukur dengan menggunakan NDI dan
memudahkan otot untuk berkontraksi. Pada VAS. Hasil pengukuran ini untuk dianalisa
saat berkontraksi area yang tumpang tindih antara kelompok kontrol dan kelompok
antara komponen miofilamen tebal perlakuan sebelum dan sesudah intervensi
miofilamen tipis (myofilament slide) akan diberikan.
meningkat. Sehingga saat di regang
tegangan ini menjadi berkurang dan Hasil dan Pembahasan
sarkomer dapat memanjang. Selama penelitian berlangsung,
Dengan ini otot menjadi rileks dan peneliti mendapatkan 28 sampel penderita
menjadi elastic sehingga ketegangan pda nyeri sindroma miofasial otot upper trapezius
otot berkurang. Pada saat melakukan yang terbagi ke dalam dua kelompok
myofascial release yang menggunakan teknik (masing-masing 14 orang sampel). Sampel
slowly, gently, dan frequently maka otot penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu
antagonis (grup otot pada sisi yang tidak di kelompok kontrol dan Kelompok perlakuan.
regang) keduanya rileks, menyebabkan nyeri Kelompok kontrol diberikan intervensi
regang pada otot menjadi berkurang, (Grant Microwave Diathermy dan Myofascial Release
et al, 2009). Technique, sedangkan kelompok perlakuan
diberikan intervensi Microwave Diathermy,
Metode Myofascial Release Technique dan Latihan
Penelitian ini dilakukan dengan Koreksi Postur.
menerapkan metode yang bersifat quasi Dari sampel penelitian yang diperoleh
eksperiment (eksperimen semu), dimana dapat dideskripsikan beberapa karakteristik
sampel penelitian tidak dapat dikendalikan sampel penelitian sebagai berikut :
secara penuh oleh peneliti sendiri. Desain
penelitian yang digunakan adalah “pre-test Tabel 1
and post-test control group design”. Karena Distribusi Sampel Menurut Deformitas
menggunakan desain tersebut maka peneliti
membagi sampel dalam dua kelompok
sampel kondisi sindroma miofasial upper
trapezius.
Kelompok kontrol yaitu kelompok
sampel kondis sindroma miofasial upper
trapezius yang diberikan intervensi
microwave diathermy dan myofascial relase Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat
technique dengan sampel sebanyak 14 orang bahwa pada distribusi data sampel
sesuai dengan perhitungan jumlah sampel. berdasarkan deformitas postur yang
Kelompok perlakuan yaitu kelompok sampel menyebabkan terjadinya sindroma miofasial
yang diberikan intervensi latihan koreksi otot upper trapezius. Pada kelompok kontrol
postur, microwave diathermy dan myofasial sampel dengan forward head position 50%
elease technique dengan jumlah sampel dengan jumlah 7 orang dari 14 sampel,
sebanyak 14 orang. Jumlah sampel secara sedangkan yang flat neck tidak ada 0%. Pada
keseluruhan sebanyak 28 orang pengambilan kelompok perlakuan sampel dengan forward
sampel dilakukan dengan menggunakan head position memiliki presentase yang tinggi
rumus Poccock. 57% dengan jumlah 8 orang dari 14 sampel
Penelitian ini dilakukan untuk melihat sedangkan yang flat neck 14% dengan
perbedaan penurunan disabilitas dan nyeri jumlah 2 orang dari 14 pada kelompok
leher pada penderita sindroma miofasial otot perlakuan.
upper trapezius pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 78


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
tabel 2. Berdasarkan tabel pada kelompok
25
perlakuan dengan jumlah sampel 14 orang
20 diperoleh nilai mean sebelum intervensi
Kelompok 23,79±4,37 dan nilai mean sesudah
15
Kontrol intervensi 4,43±2,10. Hal ini menunjukkan
10
Kelompok adanya penurunan nilai NDI pada
5 Perlakuan kelompok perlakuan setelah mendapatkan
intervensi sebanyak 6 kali.
0
Sebelum Sesudah Hasil Pengukuran Nyeri Leher
Pengukuran nyeri sindroma miofasial
Grafik 1 otot upper trapezius pada kelompok
Perbandingan Nilai Mean Kelompok Kontrol perlakuan menggunakan visual analog scale
dan Perlakuan dimana pengukuran menggunakan garis lurus
100 mm untuk menentukan tingkat nyeri dan
diukur sebelum dan sesudah intervensi
selama 2 minggu. Berikut ini adalah hasil
pengukuran nyeri sindroma miofasial:

Tabel 3
Nilai pengukuran nyeri pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan

Hasil Pengukuran Disabilitas Leher


Tabel 2
Nilai Pengukuran Disabilitas Pada Kelompok
Kontrol dan Kelompok Perlakuan

a. Nilai NDI pada kelompok kontrol


Nilai disabilitas leher pada kelompok
kontrol dengan menggunakan NDI pada
kelompok kontrol sebelum dan sesudah
intervensi selama 6 kali dapat dilihat pada
tabel 2. Berdasarkan tabel pada kelompok
kontrol dengan jumlah sampel 14 orang a. Nilai VAS pada kelompok kontrol
diperoleh nilai mean sebelum intervensi Nilai nyeri leher pada kelompok
21,29±4,17 dan nilai mean 6,43±2,37 kontrol dengan menggunakan VAS pada
sesudah intervensi. Hal ini menunjukkan kelompok kontrol sebelum dan sesudah
adanya penurunan nilai NDI pada intervensi selama 6 kali dapat dilihat pada
kelompok kontrol setelah mendapatkan tabel 3. Berdasarkan tabel pada kelompok
intervensi sebanyak 6 kali. kontrol dengan jumlah sampel 14 orang
b. Nilai NDI pada kelompok perlakuan diperoleh nilai mean sebelum intervensi
Nilai disabilitas leher pada kelompok 55,64±9,56 dan nilai mean setelah
perlakuan dengan menggunakan NDI pada intervensi 37,57±7,09. Hal ini
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah menunjukkan adanya penurunan nilai
intervensi selama 6 kali dapat dilihat pada VAS pada kelompok kontrol setelah
mendapatkan intervensi sebanyak 6 kali.

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 79


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
b. Nilai VAS pada kelompok perlakuan perlakuan dengan menggunakan uji
Nilai nyeri leher pada kelompok independent sample t-test. Setelah dilakukan
perlakuan dengan menggunakan VAS uji homogenitas pada kurva (Levene’s test) di
pada kelompok perlakuan sebelum dan dapatkan kesimpulan bahwa varian data
sesudah intervensi selama 6 kali dapat homogen, dimana nilai p pada kelompok
dilihat pada tabel 2. Berdasarkan tabel kontrol dan kelompok perlakuan nilai p=
pada kelompok perlakuan dengan jumlah 0,872 yang berarti data homogen.
sampel 14 orang diperoleh nilai mean
sebelum intervensi 56,79±9,21 dan nilai Tabel 5
mean sesudah intervensi 32,14±6,59. Hal Distribusi Nilai Disabilitas Dengan NDI
ini menunjukkan adanya penurunan nilai Sebelum Sesuda P
VAS pada kelompok perlakuan setelah h
mendapatkan intervensi sebanyak 6 kali. Kelompok 21,29±4 6,43±2, 0,000
Kontrol ,17 37
Grafik 2 Kelompok 23,79±4 4,43±2, 0,000
Perbandingan Nilai Mean Kelompok Perlakuan ,37 10
Kontrol & Perlakuan p 0,872 0,026
Sumber data: Data Pribadi

Uji Hipotesis
a. Uji Hipotesis I
Untuk menguji signifikasi dua sampel
yang saling berpasangan pada kelompok
kontrol, dengan data terdistribusi normal
maka di gunakan uji parametrik yaitu
paired sample t-Test. Dengan ketentuan
hasil pengujian hipotesis Ho diterima bila
nilai p > nilai α (0.05) dan Ho ditolak bila
Uji Normalitas nilai p < nilai α (0,05).
Untuk mengetahui apakah sampel Dari tabel 5 terlihat bahwa nilai mean
dari populasi yang telah diperoleh disabilitas leher pada kelompok kontrol
berdistribusi normal, maka digunakan uji sebelum latihan sebesar 21,29±4,17 dan
normalitas dengan menggunakan uji saphiro nilai mean sesudah latihan sebesar
wilk test dengan nilai sebelum dan sesudah 6,43±2,37. Berdasarkan hasil paired
intervensi. Dari uji tersebut didapatkan hasil sample t-Test dari data tersebut di
bahwa sampel berasal dari populasi yang dapatkan nilai p=0,001 dimana nilai p <
berdistribusi normal. nilai α (0,05). Hal ini berarti Ho ditolak,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
Tabel 4 ada efek kombinasi intervensi MWD dan
Hasil Uji Normalitas (Saphiro Wilk MRT terhadap disabilitas leher kasus
Test) sindroma miofasial otot upper trapezius.
b. Uji Hipotesis II
Untuk menguji signifikasi dua sampel
yang saling berpasangan pada kelompok
perlakuan, dengan data terdistribusi
normal maka di gunakan uji parametrik
yaitu paired sample t-Test. Dengan
ketentuan hasil pengujian hipotesis Ho
diterima bila nilai p > nilai α (0.05) dan
Ho ditolak bila nilai p < nilai α (0,05).
Dari tabel 5 terlihat bahwa nilai mean
Uji Homogenitas disabilitas leher pada kelompok perlakuan
Peneliti melakukan uji homogenitas sebelum latihan sebesar 23,79±4,37 dan
pada kelompok kontrol dan kelompok nilai mean sesudah latihan sebesar
Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 80
Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
4,43±2,10. Berdasarkan hasil paired nilai α (0,05). Hal ini berarti Ho ditolak,
sample t-Test dari data tersebut di sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
dapatkan nilai p=0,001 dimana nilai p < efek MWD dan MRT terhadap nyeri leher
nilai α (0,05). Hal ini berarti Ho ditolak, kasus sindroma miofasial otot upper
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada trapezius.
efek latihan koreksi postur, MWD dan e. Uji Hipotesis V
MRT terhadap disabilitas leher kasus Untuk menguji signifikasi dua sampel
sindroma miofasial otot upper trapezius. yang saling berpasangan pada kelompok
c. Uji Hipotesis III perlakuan, dengan data terdistribusi
Untuk menguji signifikasi dua sampel normal maka di gunakan uji parametrik
yang saling berpasangan pada kelompok yaitu paired sample t-Test. Dengan
kontrol dan kelompok perlakuan, dengan ketentuan hasil pengujian hipotesis Ho
data terdistribusi normal maka di diterima bila nilai p > nilai α (0.05) dan
gunakan uji parametrik yaitu Independent Ho ditolak bila nilai p < nilai α (0,05).
Sampel t-Test. Dengan ketentuan hasil Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai
pengujian hipotesis Ho diterima bila nilai mean nyeri pada kelompok perlakuan
p > nilai α (0.05) dan Ho ditolak bila nilai sebelum latihan sebesar 56,79±9,21 dan
p < nilai α (0,05). nilai mean sesudah latihan sebesar
Dari tabel 5 terlihat bahwa nilai mean 32,14±6,59. Berdasarkan hasil paired
sesudah pada kelompok kontrol sebesar sample t-Test dari data tersebut di
6,43±2,37 dan nilai mean sesudah pada dapatkan nilai p= 0,001 dimana nilai p <
kelompok perlakuan sebesar 4,43±2,10. nilai α (0,05). Hal ini berarti Ho ditolak,
Berdasarkan hasil independent sample t- sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
Test dari data tersebut di dapatkan nilai efek latihan koreksi postur, MWD dan
p=0,026 dimana nilai p < nilai α (0,05). MRT terhadap nyeri leher kasus sindroma
Hal ini berarti Ho ditolak, sehingga dapat miofasial otot upper trapezius.
disimpulkan bahwa ada perbedaan efek f. Uji Hipotesis VI
penambahan latihan koreksi postur pada Untuk menguji signifikasi dua sampel
kombinasi intervensi MWD dan MRT yang saling berpasangan pada kelompok
terhadap disabilitas leher kasus sindroma kontrol dan kelompok perlakuan, dengan
miofasial otot upper trapezius. data terdistribusi normal maka di
d. Uji Hipotesis IV gunakan uji parametrik yaitu independent
Tabel 6 sample t-Test. Dengan ketentuan hasil
Distribusi Nyeri Dengan VAS (dalam satuan mm) pengujian hipotesis Ho diterima bila nilai
Sebelum Sesudah p
Kelompok 55,64±9,56 37,57±7,09 0,000
p>nilai α (0.05) dan Ho ditolak bila nilai p
Kontrol < nilai α (0,05).
Kelompok 56,79±9,21 32,14±6,59 0,000 Dari tabel 6 terlihat bahwa nilai mean
Perlakuan sesudah pada kelompok kontrol sebesar
P 0,876 0,046 37,57±7,09 dan nilai mean sesudah pada
kelompok perlakuan sebesar 32,14±6,59.
Untuk menguji signifikasi dua sampel Berdasarkan hasil independent sample t-
yang saling berpasangan pada kelompok Test dari data tersebut didapatkan nilai
perlakuan, dengan data terdistribusi p= 0,046 dimana nilai p < nilai α (0,05).
normal maka di gunakan uji parametrik Hal ini berarti Ho ditolak, sehingga dapat
yaitu paired sample t-Test. Dengan disimpulkan bahwa ada perbedaan efek
ketentuan hasil pengujian hipotesa Ho penambahan latihan koreksi postur pada
diterima bila nilai p > nilai α (0.05) dan kombinasi intervensi MWD dan MRT
Ho ditolak bila nilai p < nilai α (0,05). dengan terhadap nyeri leher kasus
Dari tabel 6 terlihat bahwa nilai mean sindroma miofasial otot upper trapezius.
nyeri pada kelompok kontrol sebelum
latihan sebesar 55,64±9,56 dan nilai Kesimpulan
mean sesudah latihan sebesar Berdasarkan uraian dari hasil penelitian
37,57±7,09. Berdasarkan hasil paired dan pembahasan, maka dapat di simpulkan
sample t-Test dari data tersebut di bahwa :
dapatkan nilai p= 0,001 dimana nilai p <
Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 81
Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
1. Kombinasi intervensi MWD dan MRT
memberikan efek signifikan terhadap Evelyn C. Pearce. (2006). Anatomy and
disabilitas leher kasus sindroma miofasial Physiology for Nurses, Jakarta: PT
otot upper trapezius. Gramedia Pustaka Utama.
2. Latihan koreksi postur, MWD dan MRT
memberikan efek signifikan terhadap Fensham, Jessica Jane. (2007). Ischemic
disabilitas leher kasus sindroma miofasial Compression Versus Laser Therapy of
otot upper trapezius. An Active Upper Trapezius Myofascial
3. Ada perbedaan efek yang signifikan Trigger Point in The Management of
penambahan latihan koreksi potur pada Acute Mechanical Cevical Spine Pain.
kombinasi intervensi MWD dan MRT
terhadap disabilitas leher kasus sindroma G.P. Szeto, L. Straker, S. Raine. (2002) A
miofasial otot upper trapeizus. field comparison of neck and shoulder
4. Kombinasi intervensi MWD dan MRT postures in symptomatic and
memberikan efek signifikan terhadap asymptomatic office workers, Applied
nyeri leher kasus sindroma miofasial otot Ergonomics 33 (1)
upper trapezius
5. Latihan koreksi postur, MWD dan MRT Giamberardino Adele, Affaitati Giannapia,
memberikan efek signifikan terhadap Fabrizio Alessandra, Costantini
nyeri leher kasus sindroma miofasial otot Raffaele. (2011). Myofascial pain
upper trapezius. syndromes and their evaluation. Intaly
6. Ada perbedaan efek yang signifikan : Department of Medicine and Science
penambahan latihan koreksi potur pada of Aging, Chieti University
kombinasi intervensi MWD dan MRT
terhadap nyeri leher kasus sindroma Gerwin RD, Mense. S. (2010). Muscle Pain
miofasial otot upper trapeizus Diagnosis and Treatment. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg
Daftar Pustaka
Ah-Cheng. Goh. Thermotherapy:
(2015). Hawker Gillian A, Mian Samra, Kendzerska
Form Energy Source to Target Tissue. Tetyana, French Melissa. (2011).
Measure for Adult, America College of
Bennett, Robert, (2007). Myofascial Pain Rheumatology. USA: Pain Arthritis
Syndromes and Their Evaluation. Care & Research.
Best Practice & Research Clinical
Rheumatology, Portland : Oregon Hertling D, Kessler RM. 2006. Manajement of
Health and Science University. Musculoskeletal Disorders : Physichal
Therapy Principles and Methods
David J. Alvarez, Pamela G. Rockwell, (2002). Fourth Edition. USA : Churchill
Trigger Points: Diagnosis and Livingstone
Management, Michigan: Am Fam
Physician JF, Barnes. (2007). Myofascial release:
thesearch for excellence10th ed.
Dhadwal N. Hangan, Zeman R. Li J. (2013).
Tolerability and Efficacy of Long- Kaur K, Das P, Lenka PK, Anwer S. (2013).
Term Lidocaine Trigger Point Immediate Effect of Posture
Injections in Patients with Chronic Correction of Trapezius Activity in
Myofascial Pain. New York: Computer Users Having Neck Pain–An
Departement of Neuorology. Electromyographic Analysis. India :
The Internet Journal of Allied Health
Dommerholt J. Bron C. Fransen J, (2006). Sciences and Practice. Volume 11
Myofascial Trigger Point: An Evidence, Number 4
America : Maney Publishing ;The
Journal of Manual and Manipulative Kim Deokju, Cho Milim, Park Yunhee, Yang
Therapy. Yeongae. (2015). Effect of an exercise

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 82


Efektifitas Latihan Koreksi Postur Terhadap Disabilitas Dan Nyeri Leher Kasus Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius
Mahasiswa Wanita Universitas Esa Unggul
program for posture correction on Extremities, Cervical and Thoracic
musculoskeletal pain. Korea : Sorabol Spines: Elsevier Mosby; USA
College, Republic of Korea.
Sugijanto, Bimantoro Ardhi. (2008).
Kisner Carolyn, Colby Lynn A. (2007). Perbedaan Pengaruh Pemberian
Therapeutic Exercise Foundations and Ultrasound dan Manual Longitudinal
Techniques Fifth Edition. Philadelphia Muscle Stretching dengan Ultrasound
: F.A. Davis Company dan Auto Stretching Terhadap
Pengurangan Nyeri Pada Kondisi
Lucy Whyte Ferguson, DC, and Ben Daitz, Sindroma Miofasial Otot Upper
MD. (2012). Myofascial Pain: A Trapezius. Jakarta : Universitas
Manual Medicine Approach to Indonusa Esa Unggul.
Diagnosis and Treatment.
Simons DG, Travell JG, Simons LS. (1999).
McKenzie R, Kubey C. (2000). 7 Steps to a Myofascial Pain and Dysfunction: the
Pain-Free Life, How to Rapidly relieve Trigger Point Manual. 2nd ed. Vol 1.
back and Neck Pain using the Baltimore, MD: Williams and Wilkins
McKenzie Method; Dutton; New York.
Simons DG. (2002). Understanding Effective
MCPT, Mellbourne College Professional Treatments of Myofacial Trigger
Therapy. (2006). Myofascial Release Points. Journal of Bodywork and
Technique; Mellbourne, Australia. Movement Therapies. Elsevier science
Ltd.
Patel, Kesh. (2005). Corrective Exercise A
Practical Approach. London : Hodder Stanborough, Michael. (2004). The upper
Arnold. extremities. Direct release
myofascialtechnique: an illustrated
Peraturan Mentri Kesehatan Republik guide for practitioners. UK:
Indonesia Nomor.8 Tahun 2013. ChurchillLivingstone : 172-175.

Pocock. (2008). Clinical Trial. A Pratical Vazquez-Delgado E, Cascos-Romero J, Gay-


Approach. New York : A Willey Escoda C. (2009). Myofascial Pain
Medical Publication Syndrome Associated With Trigger
Points: A literature review. (I):
Priharti Eko. (2014). Pengaruh Pemberian Epidemiology, clinical treatment and
Myofascial Release Terhadap etiopathogeny. Med Oral Patol Oral
Penurunan Nyeri dan Disabilitas Pada Cirbucal.
Penderita Myofascial Trigger Point
Syndrome Otot Upper Trapezius. Werenski John. (2011). The Effectiveness of
Surakarta : Universitas Myofascial Release Techniques in the
Muhammadiyah Surakarta Treatment of Myofascial Pain: A
Literature Review.
Salvi Shah, Akta Bhalara. (2012). “Myofascial
Release”. International Journal of
Health Science and Research.

Sharman, M., Cresswell, A. AND Riek, S.,


(2006). Proprioceptive Neuromus-
cular Facilitation Stretching. Sports
Medicine, 36, 929-939

Sharmann S. (2011). Movement System


Impairment Syndrome of the

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 2, Oktober 2015 83

Anda mungkin juga menyukai