Bukupotensi Perikanan 2016
Bukupotensi Perikanan 2016
net/publication/337492693
CITATIONS READS
0 3,928
9 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Erfind Nurdin on 25 November 2019.
Penulis :
Ali Suman, Fayakun Satria, Khairul Amri, Asep Priatna, Mahiswara, Suwarso,
Ahmad Zamroni, Muhammad Taufik, Anthony Sisco Panggabean,
Erfind Nurdin, Tri Ernawati, Nurainun Muklis, Tirtadanu,
Umi Chodrijah dan Tri Wahyu Budiarti
Penyusun :
Ali Suman
Hari Eko Irianto
Fayakun Satria
Khairul Amri
Asep Priatna
Mahiswara
Penerbit
Penerbit ::
Ref
RefGraphika
Graphika
2016
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
i
Fayakun Satria
Khairul Amri
Asep Priatna
Mahiswara
ISBN : 978-602-51239-1-7
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN
DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI)
Diterbitkan No.Oleh
Jl. Menteng Wadas Timur 75
:
Manggarai Jakarta 12970
TAHUN 2016
Ref Graphika
Telp : 021-8308013, 8313914
Fax : 021-8313057
Jl Menteng Wadas Timur No. 75
Email : refg@indosat.net.id
ref_graphika@yahoo.com
Jakarta 12970
Penerbit :
Ref Graphika
2016
i
Penulis :
Ali Suman
Penulis :
Ali Suman, Fayakun Satria, Khairul Amri,Satria
Fayakun Asep Priatna, Mahiswara, Suwarso,
Ahmad Zamroni, Muhammad Taufik,
Khairul AmriAnthony Sisco Panggabean,
Erfind Nurdin, Tri Ernawati, Nurainun Muklis, Tirtadanu,
Budi Nugraha
Umi Chodrijah dan Tri Wahyu Budiarti
Asep Priatna
Mahiswara
Kontributor :
Suwarso
Ahmad Zamroni
M. Fauzi
Muhammad Taufik
Nurainun Mukhlis
Nurulludin
Suprapto
Anthony Sisco
Tri Ernawati
Tirtadanu
Umi Chodrijah
Enjah Rahmat
Elvi Setiaji
Septa Prihantara
Kerjasama
Ref Graphika
dengan
Dalam perspektif yang demikian, buku yang disusun oleh Tim Balai Riset Perikanan
Laut, menjadi sangat penting. Buku ini merupakan bukti ilmiah terkini tentang potensi
dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia (WPP NRI). Buku ini dapat digunakan sebagai pegangan dan dasar
dalam mewujudkan pembangunan perikanan dan kelautan yang bertumpu pada pilar
kedaulatan, keberlajutan dan kesejahteraan bangsa. Buku ini juga sekaligus merupakan
dasar dan penjelasan ilmiah dari kajian : “Potensi Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya
Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia tahun 2016”.
Penyusunan buku ini merupakan bentuk implementasi mandat Balai Riset Perikanan
Laut dalam menyediakan bahan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan dengan berbasis pada riset. Buku ini disusun oleh sebuah Tim yang terdiri
dari peneliti Balai Riset Perikanan Laut dan untuk itu diucapkan terima kasih atas jerih
payahnya bagi terwujudnya buku ini.
i
Semoga buku ini dapat dijadikan dasar kebijakan pengelolaan sumber daya ikan di WPP
NRI untuk mewujudkan pembangunan perikanan dan kelautan yang berkedaulatan dan
berkelanjutan bagi kesejahteraan bangsa.
ii
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xix
PENDAHULUAN 1
METODE 2
IV. WPP NRI 711: SELAT KARIMATA, LAUT NATUNA DAN LAUT
CINA SELATAN 41
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 41
1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan 41
1.2. Komposisi Jenis 42
1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 42
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 42
1.3.2. Cumi-Cumi 43
1.4. Indikator Stok 43
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 44
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 44
2.2. Komposisi Jenis 45
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 45
2.4. Indikator Stok 45
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 45
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 45
3.2. Komposisi Jenis 46
3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 47
3.3.1. Ikan Demersal 47
ix
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
3.3.2.
PERIKANAN NEGARA Ikan Karang
REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016 47
3.4. Indikator Stok 48
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 49
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 45
2.4. Indikator Stok 45
3.
3. Sumber Daya Ikan
Sumber Daya Ikan Demersal
Demersal dan
dan Ikan
Ikan Karang
Karang 45
33
3.1. Penyebaran dan dan Daerah
Daerah Penangkapan
Penangkapan 45
33
3.2. Komposisi Jenis 46
33
3.3. Potensi
PotensiLestari,
Lestari,JTB,
JTB,Upaya
Effort Optimal
Optimal dan
dan Tingkat
Tingkat Pemanfaatan
Pemanfaatan 47
34
3.3.1. Ikan Demersal 47
34
3.3.2. Ikan
IkanKarang
Karang 47
35
3.4. Indikator
IndikatorStok
Stok 48
35
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea
Krustasea Lainnya
Lainnya 49
36
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan
Penyebaran 49
36
4.2. Komposisi Jenis 49
36
4.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya
Effort Optimal
Optimal dan
dan Tingkat Pemanfaatan 50
37
4.3.1. Udang Penaeid 37
4.3.2. Lobster 37
4.3.3. Kepiting 38
4.3.4. Rajungan v
38
4.4. Indikator Stok 39
IV. WPP NRI 711: SELAT KARIMATA, LAUT NATUNA DAN LAUT
CINA SELATAN 41
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 41
1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan 41
1.2. Komposisi Jenis 42
1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 42
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 42
1.3.2. Cumi-Cumi 43
1.4. Indikator Stok 43
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 44
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 44
2.2. Komposisi Jenis 45
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 45
2.4. Indikator Stok 45
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 45
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 45
3.2. Komposisi Jenis 46
3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 47
3.3.1. Ikan Demersal 47
3.3.2. Ikan Karang 47
3.4. Indikator Stok 48
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 49
4.1. Penyebaran dan Daerah Penyebaran 49
4.2. Komposisi Jenis 49
4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 50
VI. WPP NRI 713: SELAT MAKASAR, TELUK BONE, LAUT FLORES
DAN LAUT BALI 68
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi 68
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 68
1.2. Komposisi Jenis 68
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 69
IX. WPP NRI 716: LAUT SULAWESI DAN SEBELAH UTARA PULAU
HALMAHERA 102
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 102
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 102
1.2. Komposisi Jenis 102
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 102
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 102
1.3.2. Cumi-Cumi 102
1.4. Indikator Stok 103
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 103
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 103
2.2. Komposisi Jenis 103
2.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 104
2.4. Indikator Stok 104
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 104
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 104
3.2. Komposisi Jenis 105
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 105
3.3.1. Ikan Demersal 105
3.3.2. Ikan Karang 106
3.4. Indikator Stok 107
4. Sumber daya Udang Penaeid dan Krustasea lainnya 107
4.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis 107
4.2. Potensi, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 108
4.2.1. Udang Penaeid 108
4.2.2. Lobster 108
4.2.3. Kepiting 109
4.2.4 Rajungan 110
4.3. Indikator Stok 110
ix
xiv POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 112
2.2. Komposisi Jenis 112
2.3. Potensi lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 112
2.4. Indikator Stok 113
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 113
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 113
3.2. Komposisi Jenis 114
3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 114
3.3.1. Ikan Demersal 114
3.3.2. Ikan Karang 115
3.4. Indikator Stok 116
4. Sumber Daya Udang Penaide dan Krustase Lainnya 116
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 116
4.2. Komposisi Jenis 117
4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 117
4.3.1. Udang Penaeid 117
4.3.2. Lobster 118
4.3.3. Kepiting 119
4.3.4. Rajungan 119
4.4. Indikator Stok 120
XI. WPP NRI 718: LAUT ARU, LAUT ARAFURU DAN LAUT TIMOR
BAGIAN TIMUR 121
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 121
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 121
1.2. Komposisi Jenis 122
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 122
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 122
1.3.2. Cumi-Cumi 122
1.1 Indikator Stok 122
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 122
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 122
2.2. Komposisi Jenis 123
2.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 123
2.4. Indikator Stok 124
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 124
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 124
3.2. Komposisi Jenis 125
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 125
3.3.1. Ikan demersal 125
3.3.2. Ikan Karang 126
3.1. Indikator Stok 126
Gambar I-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 571 6
Gambar I-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP NRI 571 7
Gambar I-3. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis
besar di WPP NRI 571 9
Gambar I-4. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan
demersal berdasarkan famili dan jenis ikan di perairan
WPP NRI 571 11
Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
ikan karang di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman 12
Gambar I-6. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang di
WPP NRI 571 14
Gambar I-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
udang di WPP NRI 571 15
Gambar I-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
lobster di WPP NRI 571 15
Gambar I-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
kepiting di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman 16
Gambar I-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman 17
Gambar II-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 572 18
Gambar II-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan pelagis
kecil di WPP NRI 572 19
Gambar II-3. Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 572 20
Gambar II-4. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan
demersal di bagian timur WPP NRI 572 22
Gambar II-5. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan
demersal di sebelah barat perairan WPP NRI 572 22
Gambar II-6 Komposisi hasil tangkapan jenis ikan karang di WPP NRI
572 23
Gambar II-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
ikan karang di WPP NRI 572 24
Gambar II-8. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang
Penaeid di WPP NRI 572 25
Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
udang penaeid di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah
barat Sumatera dan Selat Sunda 26
Gambar II-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
lobster di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera dan Selat Sunda 27
xv
Gambar VII-4. Prosentase jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI
714 84
Gambar VII-5. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
demersal di WPP NRI 714 85
Gambar VII-6. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
karang di WPP NRI 714 85
Gambar VII-7. Komposisi jenis udang penaeid di WPP NRI 714 87
Gambar VII-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang
di WPP NRI 714 88
Gambar VII-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP NRI 714 88
Gambar VII-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumberdaya kepiting
bakau di perairan WPP NRI 714 89
Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
rajungan di perairan WPP NRI 714 90
Gambar VIII-1. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar hasil tangkapan
pukat cincin di WPP NRI 715 94
Gambar VIII-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal dan ikan
karang di WPP NRI 715 95
Gambar VIII-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di WPP NRI 715 96
Gambar VIII-4. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
karang di WPP NRI 715 96
Gambar VIII-5. Daerah penangkapan sumber daya udang penaeid dan
krustasea lainnya di WPP NRI 715 97
Gambar VIII-6. Komposisi jenis (%) sumber daya lobster di WPP NRI 715 98
Gambar VIII-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang
penaeid di WPP NRI 715 99
Gambar VIII-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 715 99
Gambar VIII-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting
bakau di WPP NRI 715 100
Gambar VIII- Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
10. rajungan di WPP NRI 715 101
Gambar IX-1. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan pelagis besar di
WPP NRI 716 104
Gambar IX-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal di WPP
NRI 716 105
Gambar IX-3. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan karang hasil
tangkapan rawai dasar (kiri) dan bubu (kanan) di WPP NRI
716 105
Gambar IX-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di WPP NRI 716 106
xvii
Gambar XI-11. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang
penaeid di WPP NRI 718 128
Gambar XI-12. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster
di WPP NRI 718 129
Gambar XI-13. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting
di WPP NRI 718 130
Gambar XI-14. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI 718 130
xix
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
xvi POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas perairan laut terbesar di
antara negara-negara Asia serta memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Potensi
perikanan yang demikian besar belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga perlu
berbagai kebijakan untuk mendorong tercapainya pemanfaatan yang optimal tersebut.
Pembangunan perikanan dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas dan
efisiensi usaha, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan produksi
perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa dan
penyediaan bahan baku industri dalam negeri. Peningkatan produksi tersebut, sekaligus
diupayakan untuk meningkatkan pendapatan petani nelayan, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha serta mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan
pertumbuhan daerah. Semua hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan
kelestarian sumber daya dan lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan
pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pada tahun 2001 telah dilakukan kajian terhadap beberapa kelompok spesies
berdasarkan 9 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yang kemudian disusul dengan
kajian ulang berikutnya pada tahun 2005. Metoda pengkajian yang dipergunakan pada
tahun 1998 dan 2001 mencakup metoda akustik, Swept Area Method, Model Surplus
Produksi dan sensus visual.
Berbeda dengan kajian sebelumnya, pengkajian sumber daya ikan pada tahun 2005
hanya dilakukan terhadap 4 kelompok spesies ikan (pelagis besar, pelagis kecil,
demersal dan udang) secara kualitatif dengan lebih memperhatikan indikator perikanan,
biologi dan ekologi, sehingga pada kajian tersebut tidak diperoleh angka potensi dan
JTB. Walaupun demikian, melalui kajian indikator tersebut dapat ditetapkan tingkat
pengusahaan masing masing kelompok spesies pada setiap WPP.
Pada tahun 2011 dilakukan kajian ulang pertama kali setelah WPP berubah menjadi 11
WPP dan metoda yang dipergunakan sudah menggabungkan metode holistik dan
analitik. Hasil kajian ini telah dibuat menjadi dasar kebijakan pemanfaatan sumber
daya ikan di Indonesia dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan (KEPMEN KP. No. 45 Tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2015 dilakukan
kajian ulang dengan akurasi data yang lebih baik dan dijadikan dasar penetapan
KepMen KP No. 47 tahun 2016. Sepanjang sejarah kajian stok yang dilakukan, kajian
ulang tahun 2015 merupakan kajian yang akurasinya lebih baik, karena hampir 80 %
data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan metode akustik.
Dalam kaitan untuk lebih mengakurasi serta memperbarui data dan informasi KepMen
KP No. 47 Tahun 2016, maka pada tahun 2016 dilakukan kajian stok ulang potensi dan
tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP NRI. Buku ini membahas secara
menyeluruh mengenai hasil kajian tersebut dengan penekanan pada penetapan potensi
dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP NRI. Buku ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan acuan untuk Kepmen KP terbaru pasca KEPMEN KP No. 47
tahun 2016, dan diharapkan dapat digunakan sebagai dasar kebijakan pengelolaan
sumber daya ikan yang berkelanjutan di Indonesia.
METODE
Dalam kajian stok tahun 2016 kelompok spesies ikan yang dikaji meliputi pelagis kecil,
pelagis besar non tuna, demersal, ikan karang, udang, lobster, kepiting, rajungan dan
cumi-cumi. Kelompok ikan pelagis besar berupa tuna (madidihang, mata besar, albakor
dan cakalang) tidak dibahas dalam buku ini karena ‘assessment’ sumberdaya ikan tuna
yang mempunyai sifat migrasi jauh (highly migratory species) harus dilakukan dengan
mengikutsertakan data dari negara-negara yang terletak pada alur migrasi dari ikan
tersebut. Pengkajian stok sumberdaya tuna tersebut biasanya dilakukan oleh negara-
negara yang tergabung dalam organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO,
Sumber daya ikan pelagis (termasuk cumi-cumi) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian
besar dari siklus hidupnya berada di permukaan atau dekat permukaan perairan, dengan
karakteristik: membentuk gerombolan yang cukup besar, beruaya (migrasi) yang cukup
jauh dengan gerak/aktifitas yang cepat. Sumber daya ikan pelagis kecil yang paling
umum antara lain adalah: layang, kembung, selar, tembang, lemuru dan ikan teri. Ikan
pelagis besar antara lain adalah; tongkol, tenggiri, cucut, marlin dan layaran. Kelompok
ikan pelagis besar lebih bersifat oseanik sedangkan ikan pelagis kecil lebih bersifat
neritik.
Kelompok ikan demersal adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar dari masa
kehidupannya berada di dasar atau dekat dasar perairan. Perairan paparan benua
(continental shelf) dengan dasar yang relatif rata biasanya merupakan daerah
penangkapan ikan demersal. Ciri-ciri utama kelompok ikan tersebut antara lain adalah
membentuk gerombolan yang tidak besar, gerak ruaya yang tidak jauh dan aktifitas
gerak yang relatif rendah. Ikan demersal yang paling umum dikenal masyarakat antara
lain adalah kakap merah, bawal putih, manyung, kuniran, kurisi, gulamah, layur, beloso
dan peperek.
Kelompok ikan demersal (termasuk karang) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar
dari masa kehidupannya berada di dasar atau dekat dasar perairan. Perairan paparan
benua (continental shelf) dengan dasar yang relatif rata biasanya merupakan daerah
penangkapan ikan demersal. Ciri-ciri utama kelompok ikan tersebut antara lain adalah;
membentuk gerombolan yang tidak besar, gerak ruaya yang tidak jauh dan aktifitas
gerak yang relatif rendah. Ikan demersal yang paling umum dikenal masyarakat antara
lain adalah; kakap merah, bawal putih, manyung, kuniran, kurisi, gulamah, layur, beloso
dan peperek.
Secara ekologis kelompok sumber daya udang, lobster, kepiting dan rajungan
merupakan sumber daya demersal. Karena posisinya sebagai komoditas ekspor
perikanan yang sangat penting dan sifat-sifat biologi yang berbeda dari ikan pada
umumnya, upaya pengkajian stoknya dilakukan secara terpisah.
Kajian stok sumberdaya ikan untuk mengestimasi potensi sumberdaya ikan dilakukan
dengan beberapa model dan metoda kuantitatif disesuaikan dengan ketersediaan data
dan karakteristik perikanannya. Pada dasarnya metode ini digolongkan menjadi model
holistik dan analitik.
Metode kajian stok tahun 2016 mencakup analisis kuantitatif baku (holistik) yang
digunakan dalam perikanan berupa model surplus produksi, metode sapuan (swept
area method) serta metode akustik (Sparre dan Venema, 1992), Aplikasi metoda
tersebut disajikan dalam bentuk matriks menurut grup spesies pada setiap WPP (Tabel
1).
3
Tabel 1. Matrik aplikasi metoda pengkajian stok sumberdaya ikan tahun 2016
berdasarkan kelompok spesies pada setiap WPP NRI
Demersal/ikan Udang/lobster/ Pelagis Pelagis besar
Kode WPP-RI
karang kepiting/rajungan kecil/cumi-cumi
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
I
Andaman Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi
Analitik, Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik,Surplus Akustik,
WPP-RI 572 Samudera Hindia Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
II
sebelah Barat Sumatera dan Selat Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Sunda Analitik Analitik
WPP-RI 573 Samudera Hindia Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
III
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
dan Laut Timor bagian Barat Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 711 Selat Karimata, Laut Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
IV
Natuna, dan Laut China Selatan Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 712 Laut Jawa Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
V
Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik,Surplus Akustik,
WPP-RI 713 Selat Makassar, Teluk Produksi, Swepth Produksi, Swept Produksi, Surplus
VI
Bone, Laut Flores, dan Laut Bali Area, Analitik Area Analitik Analitik Produksi,
Analitik
Surplus Produksi, Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 714 Teluk Tolo dan Laut Swepth Area, Produksi, Produksi, Surplus
VII
Banda Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Surplus Surplus Akustik, Akustik,
WPP-RI 715 Teluk Tomini, Laut Produksi, Swepth Produksi, Surplus Surplus
VIII
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram Area, Analitik Swepth Area, Produksi, Produksi,
dan Teluk Berau Analitik Analitik Analitik
Surplus Produksi , Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 716 Laut Sulawesi dan Swepth Area, Produksi, Produksi, Surplus
IX
sebelah Utara Pulau Halmahera Analitik Swepth area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Surplus Produksi, Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 717 Teluk Cendrawasih dan Swepth Area, Produksi, Produksi, Surplus
X
Samudera Pasifik Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru, Produksi, Swepth Produksi, Produksi,Analitik Surplus
XI
dan Laut Timor bagian Timur Area, Analitik Swepth Area, Produksi ,
Analitik Analitik
Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di seluruh WPP NRI dihitung dengan
membandingkan upaya aktual (fakt) dengan upaya optimum (fopt.).
Apabila angka tingkat pemanfaatan (E) berkisar antara 0,0-0,50, maka statusnya masih
berada dalam tahapan berkembang (moderate) dengan indikator warna hijau dimana
upaya penangkapan masih dapat ditambah. Sementara apabila tingkat pemanfaatan (E)
berada pada kisaran 0,51- < 1,00, maka statusnya berada dalam keadaan jenuh atau
mendekati jenuh (fully exploited) dan indikator warnanya adalah kuning dimana upaya
penangkapan dipertahankan dengan dilakukan monitor secara ketat. Tingkat
pemanfaatan (E) yang nilainya sama dengan dan atau diatas 1,0 (≥ 1), statusnya adalah
4 4
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
lebih tangkap (over exploited) dan indikator warnanya adalah merah dimana upaya
penangkapan harus dikurangi.
5
I. WPP NRI 571: SELAT MALAKA DAN LAUT ANDAMAN
Kapal pukat cincin yang berbasis di Tanjungbalai dan Belawan sebagian besar
beroperasi di perairan Selat Malaka bagian utara terutama di wilayah perairan
Lhokseumawe sampai Langsa. Sementara daerah penangkapan kapal pukat cincin yang
berbasis di Lampulo (Banda Aceh) terutama di wilayah perairan antara Pidie dan
sebelah barat daya Pulau Beras (Pulau Weh) (Gambar I-1).
Gambar I-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 571
Hasil tangkapan untuk jenis ikan pelagis kecil didominasi oleh tiga spesies ikan layang
yaitu layang biasa (Decapterus russelli), layang deles (Decapterus macrosoma) dan
layang biru (Decapterus macarellus). Ketiga jenis ikan layang tersebut memberi
kontribusi sekitar 61% dari hasil tangkapan total. Jenis ikan pelagis kecil lain yang
didaratkan adalah ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) 10%, ikan selar bentong (Selar
crumenophthalmus) 7% dan ikan tembang (Sardinella gibbosa) 4% (Gambar I-2).
Dibandingkan dengan produksi tahun 1995-1997 terdapat peningkatan prosentase jenis
layang, banyar dan siro, tetapi terdapat kecenderungan penurunan persentase untuk jenis
selar bentong.
Cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumber daya perikanan laut yang memiliki nilai
ekonomis penting. Produksi cumi-cumi dari WPP NRI 571 sekitar 33,1% dari total
produksi kelompok jenis binatang lunak (moluska) yang berasal dari wilayah perairan
ini. Alat tangkap utama cumi-cumi adalah bagan, boukeami dan pancing cumi. Cumi-
cumi juga tertangkap dengan pukat cincin dan pukat ikan. Jenis cumi-cumi yang
tertangkap antara lain cumi-cumi jamak (Loligo duvauceli) dan cumi-cumi teropong
(Doryteuthis singhalensis).
6
Layang 61
Banyar 10
Jenis ikan
Selar 7
Tembang 4
Ikan lainnya 18
0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)
Gambar I-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis kecil di WPP
NRI 571
Metode akustik digunakan dalam penelitian tahun 2015 untuk menghitung potensi dan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) untuk sumber daya ikan pelagis kecil di
WPP NRI 571. Hasil analisis diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield = MSY) sebesar 99.865 ton per tahun, dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya, yaitu 79.892 ton per tahun
(Lampiran 1). Pendugaan upaya optimal (fopt.) menggunakan model surplus produksi
Schaefer (1957), dan diperoleh nilai sebesar 2.287 unit setara pukat cincin. Mengacu
kepada data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah alat tangkap pukat
cincin (fakt.) sebesar 1.889 unit, dengan nilai produksi perikanan pelagis kecil sebesar
171.849 ton. Berdasarkan nilai hasil perhitungan tersebut maka, tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 571 sebesar 0,83 (indikator warna kuning),
yang berarti tingkat pemanfaatan sudah berada pada tahapan fully-exploited (Lampiran
1,10,11 dan 12).
1.3.2 Cumi-Cumi
Analisis model Surplus Produksi dengan metode Schaefer (1957) dilakukan pada data
produksi (catch) dan uypaya (effort) cumi-cumi di WPP NRI 571 tahun 2001-2015.
Estimasi potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) didapatkan nilai sebesar 9.038
ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 198 unit setara bagan apung (Lampiran
9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
yaitu sebesar 7.230 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2015
diperoleh jumlah alat tangkap standar bagan perahu (effort standar) sebanyak 123 unit
dan produksi cumi-cumi 3.849 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi
sebesar 0,60 atau berada dalam kondisi fully-exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 10, 11 dan 12). Oleh karena itu diperlukan pengendalian dan monitor yang
ketat terhadap upaya pemanfaatannya.
7
1.3.3 Indikator Stok
1.3.3
1.3.3Indikator Stok
1.3.3 Indikator
Indikator Stok Stok
Rata-rata ukuran perta
Rata-rata
Rata-rata ukuran
ukuran pertama
Rata-rata ukuran kali
kali tertangkap
pertamapertama (Lc)
kali tertangkap
tertangkap (Lc) ikan (Lc)
ikan pelagis
ikan umumnya
pelagis pelagis
umumnya lebih
lebih rendah
umumnya dibanding rata-rata uku
lebih rendah
rendah
dibanding
dibanding rata-rata
dibanding ukuran
ukuranpertama
rata-ratarata-rata ukuran kali
pertamapertamakalimatang kali gonad
matang gonad(Lm),
matang gonadwalaupun
(Lm), (Lm), walaupun
walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Ko
perbedaannya
perbedaannya
tidak
tidakterlalu
tidak besar.
terlalu besar.Kondisi
terlalu yang
yangdemikian
besar. Kondisi
Kondisi yang demikian
demikian dalam
dalamjangka jangkapanjang
dalam jangka akan
panjangpanjangakanmengganggu
akan mengganggu
mengganggu kelestarian sumber day
kelestarian sumber
kelestarian
kelestarian daya,
sumbersumberdaya,oleh daya,
oleh karena
oleh tidak
karena tidakmemberi
karena kesempatan
tidak memberi
memberi kesempatan kepada
kepadainduk
kesempatan indukikan
kepada indukpelagis
ikan ikan untuk melakuka
pelagis
pelagisuntuk
untukmelakukan
pelagis pemijahan.
untuk melakukan
melakukan pemijahan. pemijahan.
Rata-rata panjang perta
Rata-rata
Rata-rata panjang
Rata-rata pertama
panjangpanjang kali
kalimatang
pertamapertama kali gonad
matang gonad(Lm)
matang gonad
(Lm) untuk
(Lm)
untuk beberapa spesies
spesiespelagis
untuk beberapa
beberapa spesies kecil juga
pelagiskecil
pelagis mengalami perub
kecil
juga
jugamengalami
juga mengalami
mengalami perubahan.
perubahan. Ikan
Ikanlayang
perubahan. Ikan biasa
layang biasa(Decapterus
layang biasa (Decapterus
(Decapterus russelli) nilai
nilaiLm=17
russelli)russelli) cmcm padacmperiode 1995-199
nilai Lm=17
Lm=17
pada
padaperiode
periode 1995-1997,
pada periode1995-1997, berubah
1995-1997, menjadi
berubahberubah Lm=16,5
menjadimenjadi Lm=16,5 cmcmpada
Lm=16,5 padacmperiode 2016.
2016.Banyar
pada periode
periode (Rastrelliger kanagurt
2016. Banyar
Banyar
(Rastrelliger kanagurta),
(Rastrelliger
(Rastrelliger Lm=18
kanagurta),
kanagurta), Lm=18Lm=18 cmcmpadapada cm periode 1995-1997,
pada periode
periode 1995-1997, berubah
1995-1997, menjadi
berubahberubah LmLm =16,6
menjadimenjadi Lm cm pada periode
=16,6
=16,6cm cm pada
=16,6pada cmperiode 2004-2005
pada periode
periode 2004-2005 dan
danpada
2004-2005 padadan tahunpada2016
tahun tahun
2016 menjadi 21,5
21,5cm.
2016 menjadi
menjadi cm. Pada
21,5 cm.
Pada Pada2009
tahun
tahun tahundiperoleh nilai Lm
2009
2009diperoleh nilai
2009 diperoleh
diperoleh nilaiLmLm bagi
nilai
bagi ikan
Lm layang
bagi
ikan ikandeles
layang deles(Decapterus
layang macrosoma)
deles (Decapterus
(Decapterus macrosoma) sebesar
sebesar18
macrosoma) 18cm
sebesarcm dan
18 cm pada tahun 2016 n
dan
danpada dan
pada tahun
pada2016
tahun tahun
2016 nilai
2016
nilai LmLm lebih
nilai
lebihLm kecil
lebih
kecil yaitukecil
yaitu 17,5 cm.
yaitu
17,5 cm. Nilai
17,5 cm.
Nilai laju pertumbuhan
Nilai
laju laju pertumbuhan
pertumbuhan (K) ikan
(K) (K)kembung peremp
ikan
ikankembung perempuan
ikan kembung
kembung perempuan (R.brachyosoma)
(R.
perempuan (R. brachyosoma)
brachyosoma) 1,2
1,2per pertahun,
1,2
tahun, L∞∞sebesar
perLtahun, L∞ 19,1
sebesar 19,1cm,
sebesar nilai
19,1
cm, cm,Lm
nilai sebesar 16,9 cm d
nilai
LmLmsebesarLm 16,9
sebesar 16,9cm
sebesar cm dan
16,9
dancmnilai laju
dan
nilai eksploitasi
nilai
laju (E)
laju eksploitasi
eksploitasi (E)sebesar (E) 0,79,
sebesar 0,79,sementara
sebesar untuk
0,79, sementara
sementara untukikan untuk
ikan ikan (R. kanagurta)
banyar
banyar
banyar(R. (R.kanagurta)
banyar diperoleh
(R. kanagurta)
kanagurta) diperoleh nilai
nilaiKKsebagai
diperoleh nilai
sebagai K 1,84 1,84per
sebagai tahun,
per1,84 perLL
tahun, ∞∞ sebesar
tahun, L∞ 24
sebesar 24cmcmdan
sebesar 24 cm
dan nilai E sebesar 0,62.
dan
nilai
nilaiEEsebesar
nilai
sebesarE 0,62.
sebesar
0,62. 0,62.
Musim pemijahan (spa
Musim
Musimpemijahan
Musim
pemijahan (spawning
pemijahan
(spawning season) ikan
ikanbanyar
season)season)
(spawning ikan (R.
banyar (R.kanagurta)
banyar berlangsung
(R. kanagurta)
kanagurta) antara bulan
antara
berlangsung
berlangsung antaraMei-Oktober den
bulan
bulanMei-Oktober
bulan Mei-Oktober
Mei-Oktober dengan puncaknya
dengandenganpuncaknya pada
padabulan
puncaknya padaJuli-Agustus.
bulan bulan Juli-Agustus.
Juli-Agustus. Musim
Musimpemijahan
Musim
pemijahan keke dua ke
pemijahan berlangsung antar
dua
duaberlangsung
dua berlangsung
berlangsung antara
antarabulan
bulanDesember
antara bulan Desember
Desember ––MaretMaret–dengan
Maret puncak
dengan puncakmusim
dengan musimpada
puncak padabulan
musim pada Januari-Februari.
bulan bulan Musi
Januari-Februari. Musim
Januari-Februari.
Januari-Februari. Musimpemijahan
Musim
pemijahan ikan
ikanlayang
pemijahan ikan biasa
layang biasa(D.
layang russelli)
biasa
(D. terjadi
terjadipada
(D. russelli)
russelli) padabulan
terjadi padaApril-Oktober
bulan bulan dengan
April-Oktober
April-Oktober dengan
April-Oktoberdenganpuncak
puncakmusim
dengan musimberlangsung
puncak musim
berlangsung pada
padabulan
berlangsung pada
bulan April
bulan
April dan Oktober.
April
dan Hasil analisis
Hasil
dan Oktober.
Oktober. Hasil laboratorium m
analisis
analisislaboratorium
analisis menunjukkan
laboratorium
laboratorium bahwa
menunjukkan
menunjukkan bahwafekunditas
bahwa
fekunditas telur
teluruntuk
fekunditas jenis
telur
untuk untuk
jenis ikan layang
jenis
ikan layang biasa yang
ikanbiasa
layang biasasudah matang ber
yang
yangsudahyang
sudah matang
sudah berkisar
matang matang antara
antara300-520
berkisarberkisar ribu
antara 300-520
300-520 ributelor. ribu telor.
telor.
Tongkol
Tongkolabu-abu
abu-abu 3737
Tongkol
Tongkolkomo
komo 1414
Tenggiri
Tenggiribatang
batang 99
Jenis ikan
Jenis ikan
Marlin
Marlin 77
Tongkol
Tongkollisong
lisong 33
Tenggiri
Tenggiripapan
papan 22
Ikan
Ikanlainnya
lainnya 2020
Gambar
GambarI-3.
I-3.Komposisi
Komposisijenis
jenishasil
hasiltangkapan
tangkapansumber
sumberdaya
daya ikan
ikanpelagis
pelagisbesar
besardidiWPP
WPP
NRI
NRI571
571
2.2.
2.2.Potensi
PotensiLestari,
Lestari,JTB,
JTB,Upaya
UpayaOptimal
Optimaldan
danTingkat
TingkatPemanfaatan
Pemanfaatan
Aplikasi
Aplikasimetode
metodeAkustik
Akustikdigunakan
digunakanuntuk untukmenghitung
menghitungpotensi
potensidandanjumlah
jumlahtangkapan
tangkapan
yang
yangdiperbolehkan
diperbolehkan(JTB) (JTB)untuk
untukikan
ikanpelagis
pelagisbesar
besardidiWPP
WPPNRINRI571.
571.Dari
Darihasil
hasilanalisis
analisis
diperoleh
diperolehnilai
nilaidugaan
dugaanpotensi potensilestari (MaximumSustainable
lestari(Maximum SustainableYield)
Yield)sebesar
sebesar64.444
64.444ton ton
per
pertahun
tahundandanjumlah
jumlahtangkapan
tangkapan yangyangdiperbolehkan
diperbolehkan(JTB)
(JTB)sebesar
sebesar80%80%dari
daripotensi
potensi
lestarinya
lestarinyayaitu
yaitusebesar
sebesar51.556 51.556ton tonper
pertahun
tahun(Lampiran
(Lampiran2).2).Oleh
Olehkarena
karenaanalisis
analisisdata
data
akustik
akustiktidak
tidakmenghasilkan
menghasilkanluaran luaranberuapa
beruapanilai
nilaiupaya
upayaoptimal,
optimal,maka
makauntuk
untukmenduga
menduga
upaya optimal(f(foptopt.).)digunakan
upayaoptimal digunakanmodel
modelsurplus
surplusproduksi
produksiSchaefer
Schaefer(1957),
(1957),yang
yangdiperoleh
diperoleh
hasil
hasilsebesar
sebesar8.160
8.160unit unitsetara
setarapukat
pukatcincin.
cincin.Mengacu
Mengacukepada
kepadadata
dataStatistik
StatistikPerikanan,
Perikanan,
pada
pada tahun
tahun 2015
2015 diketahui
diketahui jumlah
jumlah alat
alat tangkap
tangkap purse
purse seine
seine sebesar
sebesar 4.210
4.210 unit
unit dan
dan
produksi
produksiperikanan
perikananpelagis pelagisbesar
besarsekitar
sekitar41.760
41.760 ton.
ton.Dengan
Dengandemikian,
demikian, maka
makatingkat
tingkat
pemanfaatan
pemanfaatansumberdaya
sumberdayaikan ikanpelagis
pelagisbesar
besardidiWPP
WPPNRINRI571
571sebesar
sebesar0,52
0,52(indikator
(indikator
warna
warna kuning),
kuning), yang yang berarti
berarti tingkat
tingkat pemanfaatan
pemanfaatan sudah
sudah berada
berada pada tahapan fully-
pada tahapan fully-
exploited
exploited(Lampiran
(Lampiran2,2,10, 10,11
11dan
dan12).
12).
2.3.
2.3.Indikator
IndikatorStok
Stok
Rata-rata
Rata-rata panjang
panjang pertama
pertama kalikali matang
matang gonad
gonad (Lm)
(Lm) untuk
untuk tongkol
tongkol komo
komo (E.(E. affinis)
affinis)
adalah
adalah 39,8
39,8 cmcm dan
dan untuk
untuk tongkol
tongkol abu-abu (T. tonggol)
abu-abu (T. tonggol) adalah
adalah 40,8
40,8 cm.
cm. Rata-rata
Rata-rata
panjang
panjangpertama
pertamakali
kalitertangkap
tertangkap(Lc)(Lc)ikan
ikantongkol
tongkolkomo
komosebagai
sebagai37,6
37,6cm,
cm,tongkol
tongkolabu-
abu-
abu
abu sebagai
sebagai 39,3
39,3 cm
cm dandan tenggiri
tenggiri 53,8
53,8 cm,
cm, menggunakan
menggunakan alat alat tangkap
tangkap pukat
pukat cincin.
cincin.
Nilai
Nilailaju
lajupertumbuhan
pertumbuhan(K) (K)ikan
ikantongkol
tongkolkomo
komoadalah
adalah0,38
0,38per
pertahun,
tahun,LL∞∞==60,460,4cmcmdandan
nilai
nilailaju
lajueksploitasi
eksploitasi(E)(E)0,50
0,50perpertahun.
tahun.Untuk
Untukikan
ikantongkol
tongkolabu-abu
abu-abudiperoleh
diperolehnilai
nilaiKK
0,6
0,6per
pertahun,
tahun,LL∞∞== 66,766,7cmcmdandannilai
nilaiEEsebesar
sebesar0,56.
0,56.Analisis
Analisislebih
lebihlanjut
lanjutpada
padaikanikan
tenggiri
tenggirimendapatkan
mendapatkannilai nilaiKKadalah
adalah0,490,
0,490,nilai
nilaiLL∞∞==92,4
92,4cm
cmdan
dannilai
nilaiEEsebesar
sebesar0,52.
0,52.
Indikator
Indikatorstokstokini
inimenunjukkan
menunjukkanbahwa bahwapemanfaatan
pemanfaatansumber
sumberdaya
dayaikan
ikandidiWPP
WPPNRI NRI571 571
berada
beradadalam keadaanfully
dalamkeadaan fullyexploited.
exploited.
99
3.3.Sumber
SumberDaya
DayaIkan
IkanDemersal
Demersaldan
danIkan
IkanKarang
Karang
3.Penyearan
3.1.
3.1. Sumber Daya
Penyearan IkanPenangkapan
/ Daerah
/ Daerah Demersal dan Ikan Karang
Penangkapan
3.1. Penyearan
Penyebaran
Penyebaran sumber
sumber /daya
Daerah
dayaikan Penangkapan
ikan demersalseperti
demersal sepertiikan
ikanpetek,
petek,kuniran,
kuniran,bawal
bawalhitam,
hitam,bawal
bawal
putih,layur,
putih, layur,tigawaja,
tigawaja,beloso, beloso,kurisi,
kurisi,kurau
kuraudan danswanggi
swanggimencapai
mencapaiwilayah
wilayahperairan
perairan
Penyebaran
hingga
hingga 4 4milmildarisumber
daripantai,dayapada
pantai, ikan demersal
padakedalaman
kedalaman seperti
antara
antara ikan petek,
20-50
20-50 kuniran,
sepertididibawal
m,m,seperti hitam,
perairan
perairan bawal
sekitar
sekitar
Pulauputih,
Pulau layur,Pulau
Berhala,
Berhala, tigawaja,
Pulau Pandan,
Pandan, beloso, kurisi,dan
Panipahan
Panipahan kurau dan swanggi
danperairan
perairan AcehTimur.
Aceh mencapai
Timur. wilayah
Ikandemersal
Ikan perairan
demersalyangyang
hingga terdapat
habitatnya
habitatnya 4terdapat
mil dari pantai,
didiperairan pada
perairanrelatif
relatifkedalaman
dalam;jenis
dalam; antara
jenis 20-50 m,
gerot-gerot,
gerot-gerot, seperti
kakap
kakap di perairan
merah,
merah, sekitar
kerapudan
kerapu dan
Pulauterutama
lencam
lencam Berhala,
terutamaPulau terdapat
terdapat Pandan, Panipahan
didiperairan
perairan danMalaka
Selat
Selat perairan Aceh
Malakabagianbagian Timur.
utaraIkan
utara demersal
yang
yang langsung
langsung yang
habitatnya
berbatasan
berbatasan terdapat
dengan
dengan Laut
Laut diAndaman.
perairan
Andaman. relatif
Daerah
Daerah dalam; jenis gerot-gerot,
penangkapan
penangkapan ikankapal
ikan kakap
kapal merah,
pukat
pukat kerapu
ikan(PI)
ikan (PI) yang
yang dan
lencamdiditerutama
berbasis
berbasis Belawanterdapat
Belawan umumnya
umumnya di diperairan
diperairan
perairan Selat Malaka
Padang
Padang bagian
Cermin,
Cermin, utara yangAsahan,
Tanjungbalai
Tanjungbalai langsung
Asahan,
berbatasan
Panipahan,
Panipahan, dengan
sekitar
sekitar LautBerhala
Pulau
Pulau Andaman.
Berhala dan
dan Daerah penangkapan
PulauJemur.
Pulau Jemur.Daerah
Daerahikan kapal pukatikan
penangkapan
penangkapan (PI)
ikandengan
denganyang
pukatberbasis
pukat apungdi
apung Belawan
(longbag
(longbag setsetumumnya
net/LBSN)
net/LBSN) diyang
perairan
yang Padang
berbasis
berbasis Cermin, Tanjungbalai
didiTanjungbalai
Tanjungbalai Asahanadalah
Asahan Asahan,
adalah didi
Panipahan,
perairan
perairan Pulausekitar
Pulau Berhala, Pulau
Berhala, Berhala
P.P.Salamon,
Salamon, dan Pulau Jemur.
Panipahan,
Panipahan, Daerah
P.Jemur,
P.Jemur, penangkapan
Tanjung
Tanjung Apidan
Api danikan dengan
Tanjung
Tanjung
pukat Wilayah
Bagan.
Bagan. apung
Wilayah (longbag
perairan
perairan set ini
net/LBSN)
ini mempunyai yang berbasis
mempunyai kedalaman
kedalaman di Tanjungbalai
antara 30–50m.
antara AsahanDaerah
30–50m. adalah
Daerahdi
perairan Pulau
penangkapan
penangkapan Berhala,
ikandemersal
ikan P.dengan
demersaldengan Salamon, Panipahan,
alattangkap
alat tangkap P.Jemur,
lampara
lampara Tanjung
dasardan
dasar Apinet
trammel
dantrammel dan Tanjung
netdengan
dengan
Bagan.
ukuran
ukuran kapal
kapal Wilayah
antara10-20GT
antara perairanumumnya
10-20GT ini mempunyai
umumnya terdapatdidikedalaman
terdapat pantaitimur
pantai antara
Langsa,30–50m.
timurLangsa, Lhokseumawe
Lhokseumawe Daerah
dan
dan penangkapan
Pidie.
Pidie. ikan demersal dengan alat tangkap lampara dasar dan trammel net dengan
ukuran kapal antara 10-20GT umumnya terdapat di pantai timur Langsa, Lhokseumawe
Ikan dankarang
Ikan Pidie. ekonomis
karang ekonomis penting penting adalahadalah jenis
jenis ikan
ikan yangyang mempunyai
mempunyai habitat habitat atau
atau
berasosiasidengan
berasosiasi dengankarang karangatau atauterumbu
terumbukarang.
karang.Daerah
Daerahpenyebaran
penyebarankarangkarangdidiWPP WPP
NRI
NRI Ikan571karang
571 tidakbegitu
tidak ekonomis
begitu luas, penting
luas,mengingat
mengingat adalah jenis
sebagian
sebagian ikan
besar
besar yang
dari
dari mempunyai
pantainya
pantainya habitat
dipengaruhi
dipengaruhi atau
oleh
oleh
massaberasosiasi
massa airairtawar
tawardengan karangbesar
darisungai
dari sungai atau dan
besar terumbukecilkarang.
dankecil Daerah ke
yangbermuara
yang bermuara penyebaran
keSelat karang
SelatMalaka.
Malaka. di WPP
Daerah
Daerah
NRI 571terumbu
penyebaran
penyebaran tidak
terumbu begitu
karang luas,
karang mengingat
terutama
terutama sebagian
terdapat
terdapat besar dari
didiperairan
perairan pantainya
sekitar
sekitar dipengaruhi
PulauBerhala,
Pulau Berhala,Pulau oleh
Pulau
Jemurmassa
Jemur dan
dan air
Pulau tawar
Pulau Batu dari
Batu Mandisungai
Mandi besar
didiperairan dan
perairan kecil yang bermuara
Bagansiapi-api
Bagansiapi-api ke Selat
sertaperairan
serta perairan Lhok
Lhok Malaka.
Kareung
Kareung Daerah
didi
Aceh penyebaran
Aceh Besardan
Besar terumbu
dan Pulaukarang
Pulau WehWehyang terutama
yanglangsung terdapat
langsung di perairan
berbatasan
berbatasan sekitar
dengan
dengan Pulau
Laut
Laut Berhala,dan
Andaman
Andaman Pulau
dan
Jemur dan
Samudera
Samudera Pulau Batu Mandi di perairan Bagansiapi-api serta perairan Lhok Kareung di
Hindia.
Hindia.
Aceh Besar dan Pulau Weh yang langsung berbatasan dengan Laut Andaman dan
3.2Samudera
3.2 Komposisi
Komposisi Hindia.
Jenis
Jenis
Dari3.2
Dari Komposisi
3939 famili Jenisdaya
familisumber
sumber dayaikan ikandemersal
demersalyang yangteridentifikasi
teridentifikasipadapadasurvei
surveitrawl
trawl2015,2015,
terdapat1010famili
terdapat familidan
danspesies
spesiesyang yangdominan
dominantertangkap
tertangkapberdasarkan
berdasarkankomposisi
komposisibobot bobot
Dari
hasil
hasil 39 famili
tangkapan
tangkapan sumber
secara
secara daya ikanseperti
keseluruhan
keseluruhan demersal
sepertiyang yang
yang teridentifikasi
ditampilkan
ditampilkan pada
pada pada survei
Gambar
Gambar trawl
I-4.
I-4. 2015,
Famili
Famili
ikanterdapat
ikandemersal 10 yang
demersal famili dan
yangpaling spesies
paling yang
dominan
dominan dominanyaitu
diperoleh
diperoleh tertangkap
familiberdasarkan
yaitufamili komposisidan
Scianidae(gulamah)
Scianidae (gulamah) bobot
dan
hasil tangkapan
Ephippidae
Ephippidae yang secara keseluruhan
yangmasing-masing
masing-masing sebesar
sebesar seperti
23,20% yang
23,20% dan ditampilkan
dan 15,16%dari
15,16% pada
dari Gambar
total
total I-4. Famili
hasiltangkapan
hasil tangkapan
ikanikan
ikan demersal
demersal.
demersal. yang paling
Sementara
Sementara dominan
ituituspesies
spesiesikan diperoleh
ikan demersal
demersal yaitu famili
yang
yang Scianidae adalah
mendominasi
mendominasi (gulamah)
adalahjenis dan
jenis
Ephippidae
Johnius
Johnius yang masing-masing
amblycephalus,
amblycephalus, Drepanepunctata,
Drepane sebesardan
punctata, 23,20% dan 15,16%
Pennahia
danPennahia dari totalyang
macrocephalus,
macrocephalus, hasil tangkapan
yangmasing-
masing-
ikan sebanyak
masing
masing demersal. Sementara
sebanyak11,89%,
11,89%,9,67% itu spesies
9,67% ikan
dan8,37%.
dan 8,37%.demersal
Spesiesyang
Spesies Johnius mendominasi
Johnius amblycephalus
amblycephalus adalahdan jenis
dan
Johniusmacrocephalus
Pennahia
Pennahia amblycephalus,merupakan
macrocephalus Drepane punctata,
merupakan dan
anggotadari
anggota Pennahia
darifamili macrocephalus,
familiScianidae
Scianidae sedangkan
sedangkan yang masing-
Drepane
Drepane
masingmerupakan
punctata
punctata sebanyak anggota
merupakan 11,89%,
anggotadari 9,67%
darifamili danEphippidae.
famili 8,37%. Spesies
Ephippidae. JenisJohnius
Jenis amblycephalus
ikandemersal
ikan demersal lainyang
lain yangdan
Pennahia
tertangkap
tertangkap macrocephalus
memiliki
memiliki kontribusimerupakan
kontribusi terhadap
terhadap anggota dari
produksi
produksi familidari
kurang
kurang Scianidae sedangkan
dari6 6%%seperti
sepertijenis
jenisDrepane
ikan
ikan
punctata
beloso
beloso merupakan
(Saurida
(Saurida anggota dan
micropectoralis
micropectoralis dari famili
Saurida
danSaurida Ephippidae.
undosquamis)
undosquamis) Jenis ikan
dan
dan demersal nangka
kuniran/biji
kuniran/biji lain
nangkayang
tertangkap
(Upeneus
(Upeneus memiliki
luzonius
luzonius kontribusi
Upeneus
danUpeneus
dan terhadap produksi kurang dari 6 % seperti jenis ikan
sulphureus).
sulphureus).
beloso (Saurida micropectoralis dan Saurida undosquamis) dan kuniran/biji nangka
(Upeneus luzonius dan Upeneus sulphureus).
1010
Scianidae 23.2 Johnius amblycephalus 11.9
Ephippidae 15.2 Drepane punctata 9.7
Hapodonthidae 9.6 Pennahia macrocephalus 8.4
Mullidae 8.7 Saurida micropectoralis 5.7
Haemulidae 5.7 Ephippus orbis 5.2
Jenis ikan
Jenis ikan
Tetraodontidae 4.4 Upeneus luzonius 5.1
Leiognathidae 3.5 Saurida undosquamis 4.0
Teraponidae 2.9 Lagocephalus inermis 3.5
Cynoglossidae 2.5 Upeneus sulphureus 3.1
Trichiuridae 3 Trichiurus lepturus 3.0
Ikan lainnya 21.3 Ikan lainnya 40.6
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0
Prosentase (%) Prosentase (%)
Gambar I-4. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan demersal berdasarkan
famili dan jenis ikan di perairan WPP NRI 571
Jenis ikan karang ekonomis penting meliputi ikan ekor kuning/pisang-pisang, napoleon,
kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang
lingkis dan beronang kuning. Komposisi jenis ikan ikan karang ekonomis di WPP NRI
571 yang paling tinggi adalah ikan gerot-gerot (Pomadasys kaakan) sekitar lebih dari
25%, diikuti oleh ikan kurisi (Nemipterus spp) dan kakap (Lutjanus spp).
Aplikasi metode akustik digunakan untuk menghitung potensi dan jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) ikan demersal di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman. Dari hasil analisis diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 145.495 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 116.396 ton per
tahun (Lampiran 3). Pendugaan upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus produksi
Schaefer (1957) dan diperoleh hasil sebesar 11.286 unit setara jaring insang (klitik).
Mengacu kepada data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah alat
tangkap jaring klitik sebesar 3.726 unit dan produksi ikan demersal sebesar 112.489 ton.
Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sebesar 0,33
(indikator warna hijau), yang berarti tingkat pemanfaatan masih berada pada tahapan
moderate (Lampiran 3, 10, 11 dan 12). Dengan demikian masih terbuka peluang untuk
mengembangkan perikanan demersal di perairan ini.
2003 2001
20000
2002
Produksi (ton)
10000 2012
2010
2011 2007
5000 2004 2009
20082006
2005
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
Perkembangan kepadatan dan biomas ikan demersal berdasarkan survei trawl di Selat
Malaka menunjukkan kecenderungan yang menurun. Penelitian terhadap kepadatan stok
dan biomass ikan demersal di sub area antara Belawan sampai dengan Tanjung
Panipahan pada tahun 1997 diperoleh kepadatan stok sebesar 1393,6 kg/km2 dengan
biomas sebesar 76.648 ton. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian pada tahun 2008
dengan kepadatan stok 1178 kg/km2 dan biomas sebesar 64.812 ton, maka terjadi
penurunan kepadatan stok sebesar 15,44% dan penurunan biomas sebesar 15,43%,
sementara pada tahun 2015 menurun lagi lebih dari 40 % (Tabel I-1).
Tabel I-1. Kepadatan dan biomasa sumber daya ikan demersal di sub area Belawan-
Tanjung Panipahan, WPP NRI 571
Tahun
1997 2004 2008 2015
Kepadatan (kg/km2) 1.393 1.321 1.178 725.89
Biomas (ton) 76.648 72.688 64.182 39.941
Struktur ukuran beberapa jenis ikan demersal diantaranya ikan kurisi (Nemipterus
peronii) berkisar 10,1-27,5 cm, beloso (Saurida micropectoralis) berkisar 16,5-26,5 cm,
Biji nangka (Upeneus sulphureus) berkisar 8,8-15,1 cm. Parameter populasi jenis ikan
demersal yang dominan berupa ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) adalah: L∞ =
28,35 cm, K = 1,0 dan E = 0,64, sementara untuk ikan karang dominan berupa ikan
gerot-gerot (P. kaakan) sebesar: L∞ = 81,9 cm, K = 0,27 dan E = 0,12. Fenomena hasil
analitik ini menunjukkan hasil yang sama dengan model holistik.
Udang karang (lobster), famili Palinuridae, adalah salah satu jenis udang yang hampir
sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu karang di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di sekitar Pulau
Jemur, Pulau Berhala atau di sekitar Pulau Weh.
Komposisi jenis udang di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman pada tahun
2016 didominasi oleh udang krosok (Parapenaeopsis hardwickii, M. stridulans) sebesar
36,2 %, dan paling sedikit adalah udang krosok (Parapenaeopsis gracillima) (Gambar
I-6). Komposisi jenis ini terlihat berbeda dari wilayah barat (perairan Aceh dan
sekitarnya) dibandingkan dengan wilayah timur (perairan Sumatera Utara dan Riau). Di
wilayah barat WPP NRI 571, jenis udang ekonomis penting adalah udang windu
Jenis ikan
Jenis ikan
0 20 40 60 80 100 120 0 5 10 15 20 25
Prosentase (%) Prosentase (%)
Gambar I-6. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang di WPP NRI 571
Jenis lobster di perairan WPP NRI 571 terbagi dalam dua kelompok famili yaitu
Palinuridae dan Scyllaridae. Jenis lobster Palinuridae yang cukup banyak ditemukan
adalah Panulirus polyphagus, P. homarus, dan P. longipes, sementara jenis lobster dari
kelompok Scyllaridae yang cukup banyak tertangkap adalah udang kipas (Thennus
orientalis). Untuk jenis kepiting bakau yang tertangkap adalah jenis Scylla serrata.
Sementara itu jenis-jenis rajungan yang banyak ditemukan antara lain: rajungan batik
(Portunus pelagicus), rajungan totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis
feriatus) dan kepiting batu (C. afinis) dan yang mendominasi adalah rajungan batik (P.
pelagicus).
Aplikasi model surplus produksi Schaefer (1957) terhadap data catch dan effort udang
tahun 2000-2015 mendapatkan nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 59.455 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 5.786 unit setara trammel
net (Lampiran 5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya atau sebesar 47.564 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada
tahun 2015 diperoleh jumlah alat tangkap trammel net sebesar 9.194 unit dan produksi
udang sebesar 35.146 ton. Memperhatikan Gambar I-7, maka tingkat pemanfaatan
sumber daya udang penaeid di WPP NRI 571 pada tahun 2016 sebesar 1,59 (indikator
warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya (Lampiran 5, 10, 11 dan 12).
14
80000 WPP 571 Udang
70000
2005
60000 2006
2007
50000 2008
Produksi (ton)
2009 2010
2012
40000 2011 2013
2014
30000 2015
20000
10000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000
Upaya (Unit)
Gambar I-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang di WPP
NRI 571
4.3.2. Lobster
Analisis potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) dilakukan
dengan pendekatan model produksi surplus dari Schaeffer (1957) terhadap data catch
dan effort tahun 2001 sampai dengan 2015. Hasil analisis diperoleh nilai dugaan potensi
lestari sebesar 673 ton dengan upaya optimal sebanyak 8.205 unit setara alat penangkap
ikan jaring insang tetap (set bottom gill net) (Lampiran 6 dan Gambar 1-8). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) merupakan 80% dari potensi lestari dan
didapatkan sebesar 539 ton. Pada Statistik Perikanan tahun 2015 tercatat jumlah jaring
insang tetap (fakt.) sebesar 10.660 unit dan produksi lobster (Cakt.) sebesar 247 ton,
dengan demikian tingkat pemanfataan lobster diperoleh 1,3 (indikator warna merah)
atau berada dalam tahapan ovee exploited (Lampiran 6, 10, 11 dan 12).
700
600
2012
2005
Produksi (ton)
500 2006
2008 2009
400
300 2010
2015
200
2014
100
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)
Gambar I-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di WPP
NRI 571
Berdasarkan model produksi surplus Fox (1970), diperoleh dugaan potensi (MSY)
sumber daya kepiting sebesar 12.829 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi yaitu sebesar 10.263 ton dengan upaya Optimal (fopt.) sebesar
10.000 unit jaring insang (Gambar I-9). Upaya penangkapan kepiting pada tahun 2015
(fakt.), yang didasarkan pada data statistik, adalah 9.967 unit, sehingga tingkat
pemanfaatan kepiting pada tahun 2016 adalah sebesar 1,00 (indikator warna kuning)
(Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan kepiting di WPP NRI
571 sudah berada pada tahapan penuh (fully-exploited) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12).
12000
2012 2014
10000
2011 2013
8000
6000
4000
2000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
Gambar I-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan kepiting di
WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
4.3.4. Rajungan
Analisis potensi (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) rajungan
dilakukan dengan pendekatan model surplus produksi Fox (1970) untuk data catch dan
effort tahun 2001-2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi (MSY) sebesar
13.614 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebagai 22.120 unit setara bubu lipat (Gambar I-
10, Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari potensi
lestari dan didapatkan sebesar 10.891 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, tahun
2015 tercatat jumlah alat tangkap bubu (fakt.) sebesar 20.547 unit bubu lipat, sehingga
diperoleh tingkat pemanfataan rajungan adalah sebesar 0,93 (indikator warna kuning),
yang mengindikasikan status pemanfaatan telah berada pada tahapan mendekati jenuh
(fully exploited) dimana upaya penangkapan dipertahankan dengan dilakukan monitor
secara ketat (Lampiran 8, 10,11 dan 12).
16
WPP 571 Rajungan
18000
2015
16000
14000
2013
12000
Produksi (ton) 2014
10000 2011
2012
8000
2003
2005
6000 2004
2006
4000
2000
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)
Gambar I-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan rajungan di
WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman
Ukuran panjang komoditas udang Penaeid dan Panuliridae yang digunakan adalah
panjang karapas (Carapace Length = CL), seadangkan untuk komoditas rajungan dan
kepiting digunakan ukuran lebar karapas (Carapas Width = CW). Rata-rata ukuran
panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk udang jerbung (P. merguiensis) di WPP
NRI 571 adalah 35,6 mm, untuk udang dogol (M. ensis) adalah 20,20 mm serta untuk
udang kelong (P. indicus) sebagai 26,4 mm. Rata-rata ukuran panjang pertama kali
tertangkap (Lc) udang jerbung adalah 31,01 mm, udang dogol adalah 19,38 mm dan
kelong (P.
udang kelong indicus)
(P.indicus) = mm.
26,4 28,5 Rata-rata
mm. Nilaiukuran
laju pertumbuhan
panjang pertama(K) kali
udang jerbung
tertangkap
sebagai
(Lc) 1,2 jebung
udang per tahun, L∞ sebagai
adalah 31,01 mm,55,0udang
mm dan nilaiadalah
dogol laju eksploitasi
19,38 mm(E) dansebagai
udang 0,7 per
kelong
(P. indicus)
tahun, = 28,5 mm.
sementara untukNilai laju dogol
udang pertumbuhan (K)nilai
diperoleh udangK jebung
sebagai1,21,03
per per
tahun, Loo 55,0
tahun, L∞
mm dan33,75
sebesar nilai laju
mmeksploitasi
dan nilai E(E) 0,7 per0,69.
sebesar tahun, sementara
Untuk untuk udang
udang kelong dogol diperoleh
(P. indicus) diperoleh
nilai (K)sebagai
nilai K 1,03 per1,5tahun, Loo sebesar
per tahun, 33,75
L∞ sebesar mmmm
58,25 dandan
nilai E sebesar
nilai 0,69.
E sebesar 0,78Untuk udang
per tahun.
kelong (P. indicus) diperoleh nilai K 1,5 per tahun, Loo sebesar 58,25 mm dan nilai E
sebesar 0,78 per tahun.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) di
perairan WPP 571 sebesar 118,6 mm lebih besar dibandingkan ukuran rata-rata pertama
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) di perai-
kali WPP
ran matang 571gonad (Lm)
sebesar sebesar
118,6 mm112 mm,
lebih yang
besar mengindikasikan
dibandingkan penangkapan
ukuran kepting
rata-rata pertama
yang lestari. Laju pertumbuhan (K) sebesar 1,38 per tahun dan
kali matang gonad (Lm) sebesar 112 mm, yang mengindikasikan penangkapan kepitinglebar karapas
maksimum
yang lestari.(L ∞) sebagai
Laju 201 mm(K)
pertumbuhan dengan
sebesartingkat eksploitasi
1,38 per (E)lebar
tahun dan sebesar 0,63 maksimum
karapas per tahun.
(Loo) 201 mm dengan tingkat eksploitasi (E) sebesar 0,63 per tahun.
Pada rajungan (P. pelagicus) didapatkan rata-rata ukuran lebar karapas pertama kali
matang
Pada gonad (P.
rajungan (Lm) adalah didapatkan
pelagicus) 103,5 mmrata-rata
dan rata-rata
ukuranlebar
lebar karapas
karapas pertama
pertama kali
matang
tertangkap gonad
(L50(Lm) adalah
) sebagai 103,5
101,1 mm.mm danpertumbuhan
Laju rata-rata lebar
(K)karapas pertama
rajungan kali 1,38
diperoleh tertang-
per
kap
tahun(Ldan
50
) 101,1
lebarmm. Laju
karapas pertumbuhan
asimtotik (L∞ ) (K) rajungan
dicapai pada diperoleh
ukuran 1,38
189,30 per
mm, tahun dan
sementara lebar
laju
karapas
eksploitasiasimtotik (Loo) dicapai
(E) rajungan pada ukuran
diperoleh sebesar 189,30 mm, sementara
0,69. Nilai E tersebut laju eksploitasi
mengindikasikan
(E) rajungan diperoleh sebesar 0,69. Nilai E tersebut mengindikasikan
bahwa tingkat pemanfaatan telah melebihi batas Optimal. Dalam perspektif indikatorbahwa tingkat
pemanfaatan telah melebihi batas Optimal. Dalam perspektif indikator stok, terlihat
stok, terlihat tingkat pemanfaatan udang, lobster, kepiting dan rajungan sudah berada
tingkat pemanfaatan udang, lobster, kepiting dan rajungan sudah berada dalam tahapan
dalam tahapan yang ovee exploited.
yang over exploited.
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
17
17
II. WPP NRI 572: SAMUDERA HINDIA SEBELAH BARAT SUMATERA DAN
SELAT SUNDA
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di wilayah perairan sebelah Barat Aceh meliputi
perairan sekitar Kepulauan Banyak, Singkil sampai Pulau Simelue, sedangkan di
perairan pantai Tapanuli Tengah meliputi Sorkam, Barus, dan sekitarnya. Pada perairan
sebelah barat Sibolga meliputi Teluk Tapanuli, Pulau Mursala, dan sekitarnya. Perairan
Tapanuli Selatan; Natal, Sikara-kara, Pulau Ilik, dan sekitarnya. Perairan Tapanuli
Tengah yang berbatasan dengan wilayah Sumatera Barat; Pulau Pini, Kepulauan Batu,
Pulau Telo dan sekitarnya. Selain itu juga terdapat di perairan Bengkulu sampai Manna
(Gambar II-1)
Gambar II-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 572
Jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPP NRI 572 didominasi ikan layang
(Decapterus spp) sekitar 59,5 %, ikan kembung (Rastrelliger spp) sekitar 18,7 % dan
ikan selar (Selaroides spp.) sekitar 15,4 %, sementara ikan tembang (Dussumieria spp.)
dan lemuru (Sardinella spp.) didapatkan hanya di bawah 5% (Gambar II-2).
18
Layang 59.5
Kembung 18.7
Jen i s i ka n
Selar 15.4
0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase(%)
Gambar II-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP
NRI 572
Sumber daya ikan pelagis kecil di WPP ini dieksploitasi terutama oleh armada pukat
cincin (purse seine), disamping berbagai alat tangkap skala kecil lainnya yang memiliki
produktivitas jauh lebih rendah. Dengan Metode akustik, diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) ikan pelagis kecil sebesar 527.029 ton dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 4.012 unit setara pukat cincin. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 421.236 ton
(Lampiran 1). Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015, jumlah alat
tangkap setara pukat cincin adalah 2.016 unit dengan produksi ikan pelagis kecil sebesar
156.060 ton. Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP NRI 572 adalah 0,50 (indikator warna hijau), hal ini menunjukkan
kondisi moderate untuk ikan pelagis kecil dan masih terbuka peluang
pengembangannya (Lampiran 1, 10, 11 dan 12).
1.3.2. Cumi-Cumi
Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) terhadap data catch dan effort cumi-
cumi tahun 2000-2015 di WPP NRI 572, mendapatkan nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 14.579 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
8.483 unit setara pancing cumi (Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 11.663 ton (Lampiran 9).
Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah alat tangkap
setara pancing cumi sebanyak 3.308 unit dan produksi cumi-cumi 5.839 ton. Tingkat
pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 572 pada tahun 2016 sebesar 0,40
(indikator warna hijau) atau belum melebihi potensi lestarinya (Lampiran 9, 10, 11 dan
12).
Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk spesies pelagis kecil
yang dominan yaitu layang malalugis (D. macarellus) adalah sekitar 24,37 cm dan rata-
rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang 22,0 cm. Nilai laju pertumbuhan
Sumberdaya ikan pelagis besar menyebar di berbagai area terutama lepas pantai pada
kedalaman lebih dari 100 m. Penangkapan ikan pelagis besar dilakukan di lepas pantai
Aceh, Sibolga, Padang, Bengkulu, Manna sampai perairan barat Lampung (Gambar II-
3) Kelompok jenis ikan pelagis besar terdiri dari jenis-jenis ikan pelagis berukuran
relatif besar, dan dalam analisis ini tidak termasuk jenis ikan tuna dan cakalang.
Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 572 ditemukan lebih dari 10 jenis dan
yang mendominasi adalah jenis ikan tongkol (Auxis spp.) sekitar lebih dari 40%.
Gambar II-3. Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 572
Aplikasi metode akustik untuk kajian stok ikan pelagis besar di WPP NRI 572
mendapatkan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 276.755 ton dengan
upaya optimal (fopt.) 3.657 unit setara pukat cincin. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 221.404 ton
(Lampiran 2). Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 terdapat jumlah
alat tangkap setara pukat cincin sebanyak 3.492 unit dan produksi ikan pelagis besar
sebesar 91.774 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis
besar di WPP NRI 572 adalah 0,95 (indikator warna kuning) atau sudah berada pada
tahapan fully-exploited (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).
Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk tongkol komo (E.
affinis) adalah 31,6 cm, tongkol lisong (T. rochei) adalah 24,9 cm dan tongkol krai (A.
thazard) adalah 25,4 cm. Rata-rata panjang pertama kali tertangkap ikan tongkol komo
sebagai
26,4 cm,26,4 cm, lisong
tongkol tongkol lisong
22,1 sebagai
cm dan 22,1krai
tongkol cm31,0
dancm.
tongkol
Nilai krai sebagai 31,0 cm.
laju pertumbuhan (K)
Nilai tongkol
ikan laju pertumbuhan
komo 0,48(K) perikan tongkol
tahun, komo
Loo 64,1 cmsebagai 0,48laju
dan nilai tahun, L∞ sebagai
pereksploitasi (E) 0,4864,1
per
tahun,
cm dansementara
nilai laju untuk ikan (E)
eksploitasi tongkol lisong
sebagai diperoleh
0,48 nilai
per tahun, K 1,4 peruntuk
sementara tahun,ikan
Loo tongkol
sebesar
43,5 cmdiperoleh
lisong dan nilainilai
E sebesar 0,49. 1,4 per tahun, L∞ sebesar 43,5 cm dan nilai E sebesar
K sebagai
0,49.
Penyebaran ikan demersal diperkirakan tidak terlalu luas karena topografi dasar perairan
yang umumnya langsung terjal di Samudera Hindia, diikuti oleh luasan paparan dangkal
yang membujur ke arah tenggara semakin sempit. Operasi penangkapan ikan demersal
lebih banyak dilakukan di pantai barat Aceh sampai perairan Sibolga serta antara
Padang, Muko-Muko, Bengkulu dan Manna (Bengkulu Selatan).
Daerah penyebaran ikan karang ekonomis di WPP NRI 572 tidak begitu luas,
mengingat sebagian besar dari pantainya terjal dan dipengaruhi oleh massa air tawar
dari sungai besar dan kecil yang bermuara ke Samudera Hindia sebelah barat Sumatera.
Daerah penyebaran ikan karang ekonomis terutama terdapat di perairan sekitar Pulau
Weh, Kepulauan Simeuleu, sebelah barat Padang dan Bengkulu serta sekitar Pulau
Enggano.
Komposisi jenis ikan demersal wilayah timur WPP NRI 572 (perairan Sibolga dan
Bengkulu) didominasi oleh ikan-ikan dasar yang menyukai habitat berlumpur seperti
kuniran (Upeneus sulphureus), coklatan (Scolopsis taenipterus), swanggi (Priacanthus
spp), kapasan (Lactarius lactarius) dan petek (Leiognathus splendens) (Gambar II-4).
Hasil lainnya antara lain adalah Gerres sp, Hilsa sp, Johnius sp dan Polydactylus
sextarius.
Sementara itu komposisi jenis ikan demersal di wilayah perairan Aceh terlihat tidak
terlalu berbeda, didominasi oleh ikan-ikan dasar yang menyukai habitat berlumpur,
meliputi kuniran (Upeneus sulphureus), coklatan (Scolopsis taenipterus), swanggi
(Priacanthus spp), kapasan (Lactarius lactarius) dan petek (Leiognathus splendens)
(Gambar II-5). Jenis yang paling dominan adalah kuniran (Upeneus spp.).
21
Kuniran 25.2
Coklatan 22.3
Kurisi 9.1
Demang 6
Jenis ikan
Kapasan 5.7
Pari 2.7
Manyung 2.2
Gulamah 1.8
Ikan lainnya 25
0 5 10 15 20 25 30
Prosentase (%)
Gambar II-4. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan demersal di bagian
timur WPP NRI 572
Kuniran 25.2
Coklatan 22.6
Kurisi 9.1
Selar 6
Jenis ikan
Demang 5.5
Kapasan 5
Beloso 3.5
Pari 3
Cumi-cumi 2
0 5 10 15 20 25 30
Prosentase (%)
Gambar II-5. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan demersal di sebelah
barat perairan WPP NRI 572
Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang meliputi: ikan karang campur 25,2%, tuna
gigi anjing (Gymnosrda unicolor) 17,6%, kurisi hijau (Aprion virescens) 16,7 %, kerapu
karang (Epinephelus melanostigma) 10%, layaran 6,7%, kakap merah (Lutjanus
gibbus) 5,6%, Kuwe (Caranx ignobilis) 5,4%, pari (Dasyatis cf akajei) 3,9%, kerapu
nanas merah muda (Variola louti) 3,1%, lencam (Lethrinus rubrioperculartus) 2,6%,
kakap merah (Lutjanus malabaricus dan Lutjanus sebae), kurisi api (Etelis radiosus),
Jenaha (Lutjanus argentimaculatus) 2,6%, Kerapu merah tua/gosong (Variola
albimarginata) 1,3%, tenggiri 0,7%, kurisi api/bali (Etilis radiosus) 0,6%, kopral
(Gnathanodon speciosusu) 0,3% dan jenaha (Lutjanus argentimaculatus) 0,2% (Gambar
II-6).
22
Tuna gigi anjing 17.6
Kurisi hijua 16.7
Kerapu karang 10
Layaran 6.7
Kakap merah 5.6
Kuwe 5.4
Jenis ikan Pari 3.9
Nanas merah 3.1
Lencam 2.6
Nanas hitam 1.3
Tenggiri 0.7
Kurisi api 0.6
Jenaha 0.3
Kopral 0.3
Ikan lainnya 25.2
0 5 10 15 20 25 30
Prosentase (%)
Gambar II-6 Komposisi hasil tangkapan jenis ikan karang di WPP NRI 572
Dengan mengaplikasikan metode akustik tahun 2015 pada sumber daya ikan demersal
di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda diperoleh
nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 362.005 ton dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 19.573 unit setara jaring insang (klitik). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 289.604 ton
(Lampiran 3). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015 terdapat jumlah
alat tangkap setara alat tangkap ikan jaring insang (klitik) sebesar 11.091 unit dengan
produksi ikan demersal sebesar 258.993 ton. Dengan demikian, maka tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sebesar 0,57 (indikator warna kuning), atau
dalam tingkat pemanfaatan penuh (fully exploited) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12).
Menggunakan model surplus produksi Scheafer (1957) pada data catch dan effort ikan
karang ekonomis di WPP NRI 572 tahun 2000-2015, diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 40.570 ton dengan upaya optimal (fopt.)
sebesar 14.243 unit setara pancing ulur. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 32.456 ton per tahun (Gambar II-7,
Lampiran 4). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015 terdapat jumlah alat
tangkap ikan setara pancing ulur sebanyak 4.766 unit dengan produksi ikan karang
ekonomis penting sebesar 16.343 ton. Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan karang ekonomis sebesar 0,33 (indikator warna hijau), yang berarti
statusnya berada pada tingkat moderate (Lampiran 4, 10, 11 dan 12).
40000
35000
30000
Produksi (ton)
25000 2015 2011
20000 2010 20022003
2012 2007
15000 2014 2009
2013
2006
2008 2004 2005
10000
2001
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)
Gambar II-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 572
Laju pertumbuhan (K) ikan petek (Leiognathus equlus) sebesar 0,52 per tahun, L∞ 21,53
cm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,14 per tahun, sementara untuk ikan kurisi
(Nempterus peronii) diperoleh nilai K 0,88 per tahun, L∞ sebesar 25,73 cm dan nilai E
0,33 dan untuk ikan layur (Trichyurus auriga) diperoleh nilai K sebesar 0,6 per tahun,
nilai L∞ 84,0 cm serta nilai E 0,66 per tahun. Indikator stok ini menunjukkan bahwa
status stok kelompok demersal berada dalam keadaan jenuh (fully exploited).
Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan kakap merah (L.
gibbus) adalah 52,0 cm dan untuk kerapu merah (Variola louti) adalah 52,0 cm. Rata-
rata panjang pertama kali tertangkap (Lc) ikan kakap merah sebesar 42,0 cm dan untuk
ikan kerapu merah 34,0 cm. Nilai laju pertumbuhan (K) ikan kakap merah 0,29 per
tahun, L∞ 67,25 cm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,44 per tahun, sementara untuk ikan
kerapu merah diperoleh nilai K 0,29 per tahun, L∞ sebesar 42,2 cm dan nilai E sebesar
0,42, yang berarti masih terbuka peluang pengembangannya.
Sementara daerah penyebaran lobster terutama terdapat di Perairan sekitar Pulau Weh,
Kepulauan Nias, Kepulauan Simeuleu dan Enggano, serta pantai barat antara Padang -
Bengkulu. Udang karang (lobster) yang termasuk famili Palinuridae, merupakan jenis
Komposisi jenis udang di WPP NRI 572 didominasi oleh kelompok jenis krosok
(Parapenaeopsis spp.) sebesar 80%, udang jambu (Metapenaes dobsoni) 11 %, udang
kelong (Penaeus merguiensis) 7%, dan udang dogol (Metapenaeus ensis) 2 % (Gambar
II-8).
Krosok 80
Jambu 11
Jenis ikan
Kelong 7
Dogol 2
0 20 40 60 80 100
Prosentase (%)
Gambar II-8. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang Penaeid di WPP NRI
572
Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP NRI 572, antara lain lobster pasir (Panulirus
homarus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes),
lobster hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster
mutiara (Panulirus ornatus). Komposisi jenis lobster didominasi jenis lobster pasir dan
batu lebih dari 50 %, sementara untuk jenis-jenis kepiting didominasi jenis kepiting
bakau (Scylla serrata).
Rajungan di perairan WPP NRI 572 adalah dari kelompok famili Portunidae. Jenis-jenis
Portunidae yang ditemukan antara lain: rajungan batik (Portunus pelagicus), rajungan
totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus). Diantara jenis-jenis
tersebut rajungan totol (P. sanguinolentus) adalah yang paling dominan mencapai 57%.
Jenis rajungan lain adalah rajungan karang (C. feriatus) sebesar 18,3% dan rajungan
batik (P. pelagicus) sebesar 10,4%.
Dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957) pada data catch dan
effort udang penaeid tahun 2000-2015 di WPP NRI 572, diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 8.023 ton, dengan jumlah upaya optimal
(fopt.) sebesar 6.771 unit setara trammel net (Gambar II-9). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 6.418 ton per
6000
2013
5000
2014
4000
3000
2000
1000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Upaya (Unit)
Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang penaeid
di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat
Sunda
4.3.2. Lobster
Dengan mengaplikasikan model surplus produksi Schaefer (1957) pada data catch dan
effort lobster di WPP NRI 572 tahun 2000-2015, diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 1.483 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
1.186 unit setara jaring insang tetap (Gambar II-10). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 1.186 ton
(Lampiran 6). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015, jumlah upaya (fakt.)
sebanyak 8.837 unit setara jaring insang tetap dan produksi (Cakt.) lobster sebesar 1.221
ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya lobster (Gambar II-11) di WPP NRI 572 sebesar
0,93 (indikator warna kuning), yang berarti dalam tahapan fully exploited (Lampiran 6,
10, 11 dan 12).
26
1800 WPP 572 Lobster
1400 2007
2004
1200 2005 2015
Produksi (ton) 2003 2009
1000 2004
2002 2001
800
600
400
200
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar II-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di
WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
4.3.3. Kepiting
Analisis model surplus produksi Fox (1970) dilakukan pada data catch dan effort
kepiting di WPP NRI 572 tahun 2000-2015 dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 9.543 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
56.400 unit setara jaring insang (Gambar II-11). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 7.634 ton (Lampiran 7).
Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2015 jumlah setara jaring insang adalah
10.293 unit dan produksi kepiting sebesar 1.668 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya
kepiting (Gambar II-11) adalah 0,18 (indikator warna hijau), atau masih berada dalam
tahapan berkembang (moderate) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12).
2014
) 8000
n
o
t(
sik 6000
u
d
ro 2003
P
4000
2006 2007
2008
2010 2005
2000
2015
0
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
Upaya (Unit)
Gambar II-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan kepiting di
WPP NRI 572
27
4.3.4. Rajungan
Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) dilakukan pada data catch dan effort
rajungan di WPP NRI 572 tahun 2000-2015, dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 898 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
27.402 unit setara jaring insang tetap (Gambar II-12, Lampiran 8). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 791 ton.
Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah setara jaring insang
tetap sebesar 13.489 unit dan produksi rajungan sebesar 1.041 ton (Lampiran 8).
Memperhatikan Gambar II-12, maka tingkat pemanfaatan sumber daya rajungan sebesar
0,49 (indikator warna hijau), atau berada dalam tahapan berkembang (moderate)
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12).
2007
1000
2011
800
Produksi (ton)
2006 2014
600 2005 2015
2003
400 2010 2012 2013
2009
2008
200
2004
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)
Gambar II-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan rajungan di
WPP NRI 572
Ukuran panjang komoditas udang Penaeid dan Panuliridae yang digunakan adalah
panjang karapas (Carapace Length = CL), seadangkan untuk komoditas rajungan dan
kepiting digunakan ukuran lebar karapas (Carapas Width = CW). Rata-rata ukuran
panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk udang jerbung (P. merguiensis) adalah
51,37 mm, untuk udang dogol (M. ensis) adalah 43,5 mm dan untuk udang kelong (P.
indicus) 42,0
sebagai
mm. 42,0 mm. Rata-rata
Rata-rata ukuran panjang
ukuran panjang pertamapertama kali tertangkap
kali tertangkap (Lc)jebung
(Lc) udang udang
jerbung
38,26 mm sebagai 38,26
(panjang mm (panjang
karapas), karapas),
untuk udang untuk
dogol 33,5udang
mm dan dogol
untuksebagai
udang33,5 mm32,0
kelong dan
untuk udang kelong
mm (panjang karapas).sebagai 32,0pertumbuhan
Nilai laju mm (panjang (K)karapas).
udang Nilai
jebunglaju pertumbuhan
1,25 per tahun, (K)
Loo
udang
75,0 mmjerbung sebagai
dan nilai laju1,25 per tahun,
eksploitasi (E)L0,51
∞ sebagai 75,0 mm
per tahun, dan nilaiuntuk
sementara laju eksploitasi
udang dogol(E)
diperoleh
sebagai nilai
0,51 K tahun,
per 1,1 persementara
tahun, Loo sebesar 64,4 mm
untuk udang dogoldan nilai E sebesar
diperoleh nilai K0,50; serta1,1
sebagai untuk
per
udang kelong
tahun, didapatkan
L∞ sebesar 64,4 mm nilai dan
K adalah
nilai 1,16 per tahun,
E sebesar nilai
0,50; Loo untuk
serta 48,6 mm dan nilai
udang E
kelong
0,52 per tahun.
didapatkan nilai K adalah 1,16 per tahun, nilai L∞ sebagai 48,6 mm dan nilai E sebagai
0,52 per tahun.
Sementara untuk lobster pasir (P. homarus) didapatkan nilai Lm 119,5 mm (pan-
jang karapas),
Sementara untukuntuk
lobsterlobster batu
pasir (P. (P. penicillatus)
homarus) didapatkan sebesar
nilai Lm110 mm 119,5
sebagai (panjang
mm
(panjang karapas), untuk lobster batu (P. penicillatus) sebesar 110 mm (panjang
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) adalah
118,6 mm lebih besar dibandingkan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm)
sebesar 112 mm. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya kepiting di perairan
WPP NRI 572 berada dalam tahapan yang lestari karena memberi kesempatan untuk
induk kepiting melakukan pemijahan. Laju pertumbuhan (K) kepiting adalah 1,38 per
tahun dengan
tahun dengan lebar
lebar karapas
karapas asimptotik
asimptotik(L
(L∞oo) )sebagai
201 mm 201 mmlaju
serta serta laju eksploitasi
ekspoitasi (E)
(E) sebesar
sebesar
0,63 per0,63 per tahun.
tahun.
Nilai Lm
Lm rajungan
rajunganbatik
batik pelagicus)
(P.(P. pelagicus) adalah
adalah 102,0
102,0 mm mm danLc
dan nila nilai Lc 112,0
sebagai 112,0 mm.
Laju pertumbuhan(K)
Laju pertumbuhan (K)rajungan
rajungan adalah
adalah 0,850,85
per per tahun,
tahun, nilai nilai Loo 179,5
L∞ sebagai 179,5 mm
mm dan
dan
nilai E 0,81. Dari perspektif indikator stok ini menunjukkan bahwa secara umum
pemanfaatan sumber daya udang dan krustasea lainnya di WPP NRI 572 berada pada
kondisi fully exploited dimana upaya penangkapan dipertahankan dengan pengawasan
secara ketat.
29
III. WPP NRI 573: SAMUDERA HINDIA SEBELAH SELATAN JAWA
HINGGA SEBELAH SELATAN NUSA TENGGARA, LAUT SAWU, DAN
LAUT TIMOR BAGIAN BARAT
Sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 573 tersebar luas di seluruh bagian
perairan ini, mulai dari selatan Jawa Barat sampai selatan Bali-Nusa Tenggara. Daerah
penangkapannya, mulai dari arah barat berada di perairan sebelah Selatan Binuangeun,
Palabuhanratu, Pameungpeuk, Pacitan, Prigi, Sendangbiru, Selat Bali, Selat Lombok,
Ende dan sekitar Teluk Kupang. Sementara lokasi penangkapan ikan lemuru, terpusat di
sekitar Selat Bali (di sisi timur dan barat selat), lokasinya tidak jauh dari pantai. Ikan
pelagis kecil umumnya tertangkap di perairan dangkal (neritik). Nelayan melakukan
penangkapan di perairan teluk dan sekitar pantai ketika ombak besar (musim barat).
Sementara pada musim timur, daerah penangkapan cenderung menyebar jauh dari
pantai.
1.3.2. Cumi-cumi
Berdasarkan model surplus produksi Schaefer (1957) diperoleh dugaan potensi cumi-
cumi sebesar 8.195 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi sehingga diperoleh sebesar 6.556 ton dengan upaya Optimal menggunakan alat
tangkap pancing cumi sebesar 10.210 unit. Upaya penangkapan berdasarkan data
statistik (2015) mencapai 11.339 unit setara alat penangkap ikan pancing cumi, dan
produksi sebesar 9.623 ton (Lampiran 9). Tingkat pemanfaatan cumi-cumi berdasarkan
perbandingan upaya saat ini dengan upaya Optimal adalah sebesar 1,10 atau sudah over
exploited (indikator warna merah), yang berarti sudah kelebihan tangkap dan harus
dilakukan pengurangan upaya (Lampiran 9, 10, 11 dan 12).
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan layang deles (Decapterus
macrosoma) 14,5 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada
panjang 15 cm. Ini berarti bahwa nilai Lc < Lm, menandakan ikan tertangkap sebelum
matang gonad (belum sempat memijah). Nilai dugaan panjang infiniti (L∞) 20,8 cm,
sedangkan dugaan koefisien pertumbuhan (K)= 0,94 per tahun. Nilai koefisien kematian
total (Z) 4,29 per tahun. Nilai dugaan koefisien kematian alaminya (M) adalah 1,93 per
tahun. Nilai dugaan koefisien kematian karena penangkapan (F) sebesar 2,4/tahun.
Tingkat eksploitasi (E) sebesar 0,51 per tahun. Sementara ikan lemuru (Sardinella
lemuru), memiliki ukuran rata-rata tertangkap (Lc) pada panjang 13,5 cm, sedangkan
ukuran pertama kali matang gonad (Lm) adalah 18,5 cm (betina) dan 17,5 cm (jantan).
Berarti ikan belum sempat berpijah ketika ditangkap (Lc < Lm). Musim pemijahan
lemuru terjadi antara bulan Mei hingga September dan puncak musim diduga terjadi
pada bulan Juli.
Sumber daya ikan pelagis besar di perairan WPP NRI 573 terdiri dari jenis-jenis tuna,
cakalang dan kelompok tuna neritik (jenis-jenis tenggiri dan tongkol) serta lemadang,
ikan pedang dan jenis-jenis hiu. Sumber daya ikan pelagis besar tersebar di seluruh
perairan ini. Daerah penangkapan ikan pelagis besar terdapat di perairan sepanjang
sebelah Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dengan tempat pendaratan utama di
Binuangeun, Palabuhanratu, Pameungpeuk, Cilacap, Pacitan, Prigi, Sendangbiru,
Banyuwangi, Tanjung Luar (Lombok Timur) dan Kupang. Umumnya nelayan
menangkap ikan pelagis besar dengan alat tangkap tonda, rawai tuna (longline) dan
jaring insang dengan lokasi penangkapan di sekitar rumpon.
31
Nelayan di Palabuhanratu umumnya menangkap ikan di dalam perairan teluk hingga
bagian luar teluk Palabuhanratu. Sebagian lagi nelayan tonda dan rawai tuna melakukan
operasi penangkapan di luar teluk hingga ke perairan ZEE (perbatasan dengan
Australia). Pemilihan daerah penangkapan bergantung pada musim tangkapan. Pada
musim barat, daerah penangkapan di perairan Bengkulu, Padang, Pulau Nias, Pulau
Enggano. Pada musim timur, daerah penangkapan berpindah ke selatan Jawa, Ujung
Kulon, Ujung Genteng, Cilacap, Yogyakarta, Bali, serta Lombok.
Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 573 ditemukan lebih dari 8 jenis dan
didominasi oleh ikan tongkol sekitar 34% dan diikuti oleh tuna (22 %), layaran (12 %),
lemadang (10 %) dan lainnya masing-masing kurang dari 10% (Gambar III-1).
Tongkol 34
Tuna 22
Layaran 12
Jeni s i ka n
Lemadang 10
Marlin 8
Cucut 6
Cakalang 5
Tenggiri 3
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Prosentase (%)
Gambar III-1 . Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis besar di WPP
NRI 573.
Jenis ikan tongkol di WPP NRI 573 didominasi oleh tongkol krai (Auxis thazzard)
sebanyak 67,0%, diikuti oleh tongkol komo (kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak
31,2%, lisong (Auxis rochei) sebanyak 1,5% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak
0,3%.
Dari hasil analisis metode akustik tahun 2015 diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) ikan pelagis besar 586.128 ton per tahun dan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 468.902 ton
per tahun (Lampiran 2). Pendugaan upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus
produksi Schaefer (1957) dan diperoleh hasil sebesar 14.465 unit setara pukat cincin.
Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015), diketahui jumlah alat tangkap setara
pukat cincin sebesar 15.335 unit dan produksi perikanan pelagis besar sekitar 88.629
ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 573 sebesar 1,06
atau sudah over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).
Indikator stok menunjukkan bahwa rata-rata panjang pertama kali matang gonad (Lm)
untuk tongkol lisong (A. rochei) 33,9 cm dan ukuran rata-rata panjang pertama kali
Nilai laju pertumbuhan (K) ikan tongkol lisong adalah 0,69 per tahun, nilai L∞ sebesar
33,6 cm dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,51 per tahun. Untuk ikan tongkol krai,
diperoleh nilai K sebesar 0,50 per tahun, nilai L∞ sebesar 47,3 cm dan laju eksploitasi
(E) sebesar 0,64 per tahun. Untuk ikan tongkol komo diperoleh nilai K sebesar 0,30 per
tahun, nilai L∞ sebesar 62,0 cm dan nilai E sebesar 0,52. Ikan lemadang nilai K sebesar
0,88, nilai L∞ sebesar 131,3 cm dan laju eksploitasi (E) 0,68 per tahun.
Ikan demersal di WPP NRI 573 tersebar di perairan sepanjang pantai selatan Jawa-Bali
dan Nusatenggara. Perairan ini juga memiliki potensi ikan demersal laut dalam yang
khas dan bernilai ekonomi tinggi yang terdapat di perairan lepas pantai (perairan dalam).
Daerah penangkapan ikan demersal berada di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu,
Karang Daeu, Karang Hantu, Citireum, Ujung Genteng, Cibanteng, Bagedur, P. Tinjil,
P. Deli, Tanjung Panto, Panaitan, dan Ujung kulon dengan jarak 2-3 mil pantai. Untuk
jenis ikan layur, daerah penangkapannya di sekitar teluk Palabuhanratu, Karang Hantu,
Ujung Genteng, Pulau Manuk, Cikaret, Karang Bolong dan Pangandaran. Penangkapan
ikan demersal dengan rawai dasar dan pancing ulur di selatan Nusa Tenggara Timur,
berada di perairan selatan dan timur Pulau Rote pada kedalaman 80 – 120 m.
Daerah penangkapan untuk ikan karang dari jenis–jenis kakap (Lutjanus sp), kakap
merah (Lutjanus gibbus dan Lutjanus malabaricus) di sekitar Teluk Palabuhanratu,
Ujung Genteng, P. Manuk, Pangandaran dan Karang Bolong. Lutjanus gibbus juga
banyak tertangkap di sekitar Pulau Tinjil, Ujung Kulon, Citeluk, hingga Ujung Genteng.
Lutjanus malabaricus serta lencam (Letrinus lentjam) banyak tertangkap di Teluk
Kupang, perairan Pulau Rote dan perbatasan Timor Leste. Pada April-Oktober, daerah
penangkapan yang potensial berada di perairan Laut Timor sementara periode
November-Mei nelayan di selatan NTT berpindah ke sisi barat Laut Arafura.
Komposisi jenis hasil tangkapan di bagian barat WPP NRI 573 diperoleh 21 spesies
ikan demersal dan didominansi ikan buntut kerbau (Lactoria cornuta) 69,81 % dan
gulamah (Johnius coitor) 9,69 % (Gambar III-2).
Komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan pancing ulur didominasi ikan lencam
(Lethrinus sp) sekitar 36,73%, kakap (Lutjanus IIItta) 18,37%, ikan coklatan (Scolopsis
taeniopterus) 12,24% dan jenis Scolopsis monogramma 8,16%, kakatua (Scarus
ghobban) 6,12% dan ikan lainnya <5%. Sementara Komposisi jenis hasil tangkapan
Jenis ikan
Pomadasys argyreus
Jenis ikan
1.3
Leiognathidae 0.4
Stromatidae 0.3 Saurida micropectoralis 1.2
Mullidae 0.2
Balistidae 0.2 Cynoglosussus arel 1.1
Carangidae 0.2
Artrobucca nibe 1.1
Congridae 0.2
Harpadontidae 0.1 Therapon therabs 1.1
Apogonidae 0.1
Lactaridae 0.1 Arius crossocheilus 0.8
Tetraodontidae 0.1
Ikan lainnya 4
Muraenidae 0.09
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Prosentase (%) Prosentase (%)
Gambar III-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan demersal di WPP NRI
573
Gambar III-3. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI 573
Penentuan potensi lestari menggunakan metode akustik dan diperoleh nilai potensi
lestari ikan di demersal sebesar 7.902 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 6.322 ton. Jumlah armada penangkapan optimal sebesar 146.109 unit
setara jaring insang tetap. Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015), diketahui
jumlah alat tangkap (fakt.) alat penangkap ikan jaring insang sebesar 57.416 unit dengan
produksi aktual ikan demersal (Cakt.) sekitar 67.758 ton. Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan demersal di WPP NRI 573 sebesar 0,39 atau pada tahap moderate (indikator
warna hijau) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan
sumber daya ikan demersal masih dapat dikembangkan dan upaya pemanfaatannya
masih bisa ditingkatkan.
34
3.3.2. Ikan
3.3.2.
Karang
Ikan Karang
PenentuanPenentuan
potensi potensi
lestari sumber
lestari sumber
daya ikandayakarang
ikan karang
menggunakan
menggunakan
model surplus
model surplus
produksiproduksi
SchaeferSchaefer
(1957). Dari
(1957).analisis
Dari analisis
terhadapterhadap
data hasil data
tangkapan
hasil tangkapan
(catch) dan
(catch)
upayadan upaya
(effort) (effort)
tahun 2002-2015,
tahun 2002-2015,
diperoleh diperoleh
nilai dugaan
nilai dugaan
potensi potensi
lestari sebesar
lestari sebesar
22.045 22.045
ton ton
dengan dengan
jumlah jumlah
tangkapan tangkapan
yang diperbolehkan
yang diperbolehkan
(JTB) sebesar
(JTB) sebesar
17.636 17.636
(Gambar(Gambar
III-4, III-4,
Lampiran Lampiran
4). Jumlah 4). Jumlah
upaya penangkapan
upaya penangkapan (fopt.) sebesar
optimal optimal (fopt.) sebesar
33.200 33.200
unit setara
unit setara
pancing pancing
ulur. Mengacu
ulur. Mengacu
kepada data
kepadaStatistik
data Statistik
Perikanan Perikanan
(2015), (2015),
diketahui
diketahui
jumlah alat
jumlah alat
(fakt.) setara
tangkap tangkap (fakt.)pancing
setara pancing
ulur sebesar
ulur sebesar
36.272 unit
36.272danunit
produksi
dan produksi
actual (Cactual
akt.) ikan
(Cakt.) ikan
karang sekitar
karang 19.248
sekitar ton.
19.248Tingkat
ton. Tingkat
pemanfaatan
pemanfaatan
sumber sumber
daya ikan daya
karang
ikan di
karang
WPP di NRIWPP NRI
573 sebesar
573 sebesar
1,09 atau 1,09 atauover
sudah exploited
sudah over exploited
(indikator(indikator
warna merah)
warna (Lampiran
merah) (Lampiran
10, 11 10, 11
dan 12).dan
Ini 12).
berarti
Inidiperlukan
berarti diperlukan
pengurangan
pengurangan
upaya penangkapan
upaya penangkapanuntuk menekan
untuk menekan
tingkat tingkat
pemanfaatannya
pemanfaatannya
ke tahapan ke tahapan
yang lestari.
yang lestari.
25000 25000
Produksi (ton)
Produksi (ton)
GambarGambar
III-4. Kurva
III-4. hubungan
Kurva hubungan
produksiproduksi
dan upaya
danpenangkapan
upaya penangkapan
ikan karang
ikan karang
di WPP di NRI
WPP
573NRI 573
3.4. Indikator
3.4. Indikator
Stok Stok
Nilai koefisien
Nilai koefisien
pertumbuhan
pertumbuhan
(K) ikan(K)kuniran
ikan kuniran
(Upeneus sulphureus)
(Upeneus sulphureus)
adalah 1,1adalah
per 1,1 per
tahun dan
tahun
panjang
dan panjang
asimtotik (L∞) 19,95
asimtotik (L∞cm;
) 19,95
untuk
cm;ikan
untuk
layur
ikan(Trichiurus lepturus)lepturus)
layur (Trichiurus nilai nilai
K sebesar
K sebesar
0,71 per0,71
tahunperdan L∞ adalah
tahun dan L∞109,73
adalah cm;
109,73
untuk
cm;ikan
untuk
lidah
ikan
(Cynoglossus arel) arel)
lidah (Cynoglossus
nilai K sebesar
nilai K sebesar
1,2 per tahun
1,2 perdengan
tahun nilai
dengan sebesar
L∞ nilai L∞ sebesar
43,9 cm;43,9 dancm;
untukdanikan
untuk
swanggi
ikan swanggi
(Priachanthus tayenus)tayenus)
(Priachanthus nilai K sebesar
nilai K sebesar
1,1 per tahun
1,1 perdan L∞ sebesar
tahun dan L∞ sebesar
36,23 cm.36,23
Tingkat
cm. Tingkat
pemanfaatan
pemanfaatan
atau lajuatau
eksploitasi
laju eksploitasi
jenis ikan
jenis
kuniran
ikan kuniran
berada pada
berada nilai
pada
E 0,25
nilai per
E 0,25
tahun.
per tahun.
Sementara
Sementara
ikan layur
ikan(Trichiurus lepturus),
layur (Trichiurus lepturus),
ikan lidah
ikan
danlidah
swanggi,
dan swanggi,
laju eksploitasinya
laju eksploitasinya
berada pada
beradaangka
padaEangka
> 0,5 per
E > tahun.
0,5 per tahun.
IndikatorIndikator
stok ikanstok
karang
ikan jenis
karang
kakap
jenismerah
kakap (Lutjanus gibbus) gibbus)
merah (Lutjanus menunjukkan
menunjukkan
ukuran ukuran
rata-ratarata-rata
pertamapertama
kali tertangkap
kali tertangkap
(Lc) 25,02
(Lc) cm
25,02
dancmukuran
dan ukuran
rata-ratarata-rata
pertamapertama
kali kali
matang matang
gonad (Lm)
gonadpada
(Lm)panjang
pada panjang
21,91 cm.21,91
Berarti
cm. nilai
Berarti
Lcnilai
> Lm,Lc menandakan
> Lm, menandakan
ikan ikan
jenis inijenis
yanginitertangkap
yang tertangkap
sudah pernah
sudah pernah
melakukanmelakukan
pemijahan.
pemijahan.
SementaraSementara
nilai laju
nilai laju
pertumbuhannya
pertumbuhannya
(K) 0,2 (K)
per 0,2
tahun
perdan
tahun
panjang
dan panjang
asimtotik (L∞) sebesar
asimtotik (L∞) sebesar
47,13 cm 47,13
dan cm dan
laju eksploitasi
laju eksploitasi
(E) sebagai
(E) sebagai
0,48 per0,48
tahun.
per tahun.
Daerah penyebaran udang Penaeid di WPP NRI 573 relatif sempit, terutama pada
kedalaman kurang dari 40 m di sekitar muara sungai dan perairan yang dipengaruhi
vegetasi mangroves. Lokasinya meliputi pantai selatan Binuangeun, Pangandaran,
Cilacap sampai dengan selatan Yogyakarta dan Grajagan (Selatan Jawa). Ke arah timur
sumber daya ini tersebar di Teluk Cempi dan Teluk Waworada (Nusa Tenggara Barat)
dan Teluk Kupang, serta pantai selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan
Kabupaten Belu (Nusa Tenggara Timur).
Jenis-jenis udang penaeid yang tertangkap di perairan selatan Jawa sampai dengan NTT
umumnya memiliki nilai ekonomis penting, yaitu udang dogol (Metapenaeus ensis),
udang jerbung (Penaeus merguiensis, P. orientalis dan P. chinensis), udang windu
(Penaeus monodon dan P. semisulcatus), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis,
Parapenaeopsis stylifera, Metapenaeopsis elegans, M. lysianassa) dan kelompok udang
lain-lain (Metapenaeus choromandelica, Trachypenaeus asper, Solenocera spp, rebon
dan udang-udang berukuran kecil lainnya). Komposisi jenis udang didominasi
kelompok famili Penaeidae sekitar 76,59 %, sementara jenis yang mendominasi adalah
udang dogol (M. ensis) (Gambar III-5).
Penaeidae 76.6
Metapenaeus ensis 28.8
Solenoceridae 23.4
Solenocera australiana 23.4
Penaeidae 76.6 Penaeus indicus 18.2
Penaeus monodon 11.5
Je n i s i k a n
1.0
Parapenaopsis uncta 0.7
Metapenaopsos stridulans 0.5
Parapenaopsis uncta 0.5
0 20 40 60 80 100 Penaeus semi sulcatus 0.0
Prosentase(%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Prosentase (%)
Gambar III-5. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang penaeid di WPP
NRI 573
Komposisi jenis lobster didominasi oleh lobster pasir (P. homarus) sebesar 90%. Jenis
lobster lain adalah udang bambu (P. versicolor) 6%, udang batu (P. pennicilatus) 3%
dan udang mutiara (P. ornatus) 1%. Jenis kepiting yang tertangkap di perairan WPP
Aplikasi model surplus produksi Fox (1970) terhadap data catch dan effort udang
Penaeid di WPP NRI 573 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
sebesar 7.340 ton dengan upaya Optimal (fopt.) sebesar 3.333 unit setara trammel net.
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau
sebesar 5.872 ton (Gambar III-6 dan Lampiran 5). Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap (2015), jumlah alat tangkap setara trammel net adalah 5.652 unit dengan
produksi udang sebesar 6.893 ton. Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan sumber
daya udang penaeid di WPP NRI 573 sebesar 1,70 atau sudah over exploited (indikator
warna merah) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12).
7000 2015
6000 2013
Produksi (ton)
5000 2012
2014
2003
4000 2004
2005
3000 2010
2006
2009
2000 2008
2007
1000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar III-6. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid
di WPP NRI 573
4.3.2. Lobster
Analisis potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) dilakukan
dengan pendekatan model surplus produksi Schaefer (1957), dan diperoleh nilai dugaan
potensi lestari lobster sebesar 970 ton dengan upaya optimal sebanyak 31.152 unit
setara jaring insang tetap (set bottom gill net) (Gambar III-7 dan Lampiran 6). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebanyak 80% dari potensi lestari yaitu 776 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan (2015) tercatat jumlah setara jaring insang tetap
sebesar 18.898 unit dan produksi sebagai 951 951
ton.ton.
Tingkat
Tingkatpemanfaatan
pemanfataan lobster
berdasarkan rasio upaya aktual dan upaya optimal sebesar 0,61. Angka ini
mengindikasikan tingkat pemanfaatan berada pada tahapan fully exploited (indikator
warna kuning) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12).
1000
2015
2006 2005
800 2007 2003
Produksi (ton) 2004 2008
200
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)
4.3.3. Kepiting
Berdasarkan model surplus produksi Schaefer (1957) di perairan WPP NRI 573,
diperoleh dugaan potensi sumberdaya kepiting sebesar 526 ton (Gambar III-8 dan
Lampiran 7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
sehingga diperoleh jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 421 ton dengan upaya
Optimal setara alat tangkap bubu sebesar 36.250 unit. Upaya penangkapan kepiting
pada tahun 2015 berdasarkan data statistik Perikanan mencapai 10.245 unit setara bubu
dengan produksi sebesar 204 ton. Tingkat pemanfaatan kepiting saat ini, berdasarkan
perbandingan upaya aktual dan upaya Optimal, adalah sebesar 0,28 dan tingkat
pemanfaatannya berada pada taraf moderate (indikator warna hijau) (Lampiran 7, 10, 11
dan 12). Dengan demikian masih terbuka peluang pengembangan armada penangkapan
kepiting di WPP NRI 573.
2014
600
500
2013
Produksi (ton)
2001
400
2009
300 2007
2008
2005 2015
200
2010
100 2011
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Upaya (Unit)
Gambar III-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting bakau
di WPP NRI 573
Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dianalisis
dengan pendekatan model surplus produksi Schaefer (1957), dan diperoleh dugaan
potensi lestari rajungan sebesar 3.913 ton dengan upaya optimal sebanyak 21.982 unit
setara jaring insang tetap (Gambar III-9 dan Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebanyak 80% dari potensi lestari yaitu 3.130 ton. Berdasarkan
data Statistik Perikanan (2015) tercatat jumlah jaring insang tetap sebesar 20.436 unit
dengan produksi 4.460 ton. Tingkat pemanfaatan lobster ditentukan berdasarkan rasio
jumlah upaya aktual dan upaya optimal dan didapatkan sebesar 0,98, yang
mengindikasikan pemanfaatannya sudah fully exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12).
WPP 573 Rajungan
5000
4500 2015
4000
3500 2014
Produksi (ton)
3000
2500 2013
2000
1500
1000 2011
2012 2002 2003
500 2010 2006 2008
2005
2004 2009
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Upaya (Unit)
Panjang karapas rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) udang pasir (P. homarus)
berkisar antara 51,3 - 56,3 mm dan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
sebagai 59,9 mm. Sementara untuk udang batu (P. pennicilatus) masing-masing adalah
sebesar 60,6 mm dan 60,4 mm. Laju pertumbuhan (K) udang pasir diperoleh berkisar
antara 0,39-0,44 per tahun dan laju pertumbuhan (K) udang batu adalah 0,45 per tahun.
Panjang karapas asimtotik udang pasir berkisar antara 94,5-105 mm dan udang batu
sebesar 115,5 mm. Laju eksploitasi (E ) udang pasir berada pada angka 0,75 per tahun.
Musim pemijahan udang pasir (P. homarus) terjadi sepanjang tahun, dengan puncak
diperkirakan pada musim barat yaitu pada bulan November sampai dengan Februari.
40
IV. WPP NRI 711: SELAT KARIMATA, LAUT NATUNA DAN LAUT CINA
SELATAN
Sumber daya ikan pelagis kecil menyebar di seluruh wilayah perairan Laut Cina
Selatan. Dari hasil pemantauan terhadap kapal pukat cincin yang berbasis di Pemangkat
diperoleh informasi bahwa daerah penangkapan utama berada di area 02o – 04o LS dan
107o – 110o BT. Sebelumnya daerah penangkapan pukat cincin Pemangkat tidak jauh
dari basis pendaratan, yaitu di perairan sekitar Pulau Midai dan P. Timou. Seiring
dengan makin menurunnya hasil tangkapan ekspansi ke perairan lebih jauh terjadi
hingga sekitar kepulauan Natuna Besar, Pulau Selor dan Pulau Panjang. Pada musim
angin selatan armada pukat cincin Pemangkat umumnya beroperasi di sekitar Pulau
Subi dan Pulau Sugi yang berbatasan dengan Malaysia.
Daerah penangkapan kapal pukat cincin yang berbasis di Sungailiat (Pulau Bangka)
berada di perairan sekitar Pulang Bangka-Belitung, dan hanya sebagian kecil
menjangkau Selat Karimata. Khusus untuk komoditas ikan kembung, di wilayah
Kalimantan Barat daerah penangkapannya berada di sekitar Tanjung Satai dengan
lokasi penangkapan di sekitar Pulau Penebangan, Pulau Pelapis dan di sebelah barat
Pulau Maya.
Gambar IV-1. Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 711 pada saat musim barat
(A) dan timur (B).
Terdapat enam spesies ikan pelagis kecil yang dominan dalam hasil tangkapan pukat
cincin yang bebasis di Pemangkat dan Tanjungpinang, yaitu layang (Decapterus spp.),
banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung (Rastrelliger branchysoma). Hasil
tangkapan ikan layang dari pukat cincin mencapai 39%; jenis layang yang tertangkap
adalah D. russelli dan D. macrosoma. Selar bentong (Selar crumenophthalmus)
jumlahnya mencapai 24% hasil tangkapan, sedangkan tongkol komo berkontribusi
sekitar 9% dari total hasil tangkapan (Gambar IV-2). Untuk wilayah perairan Bangka-
Belitung dan sekitarnya jenis yang dominan tertangkap adalah selar kuning (Selaroides
leptolepis) dan selar bentong.
Berdasarkan data statistik pendaratan WPP NRI 711 mengindikasikan bahwa cumi-
cumi merupakan target penangkapan bouke ami dan jumlahnya mencapai 79% dari total
hasil tangkapan yang didaratkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
setidaknya terdapat 4 (empat) jenis cumi-cumi dijumpai di Laut Cina Selatan, yaitu
Loligo Chinensis, L. singha lensis, L. edulis dan L. duvaucelli.
Layang 39
Selar bentong 24
Tongkol abu-abu 9
Layur 8
Tongkol komo 7
Jenis ikan
Geronggong 4
Tembang 3
Bawal hitam 2
Cumi-cumi 2
Kembung 1
Ikan lainnya 1
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Prosentase (%)
Gambar IV-2. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap pukat cincin di WPP
NRI 711.
Hasil analisis data pemeruman dengan menggunakan metode akustik di perairan Laut
Cina Selatan menunjukkan bahwa ikan pelagis kecil terdeteksi di semua kolom air
mulai dari permukaan sampai kedalaman 75 m. Pada kolom perairan antara permukaan
sampai dengan kedalaman 25 m kisaran ukuran panjang ikan antara 14,0-16,0 cm lebih
dominan dibandingkan dengan di strata kedalaman di bawah 25 m hingga 75 m. Pada
strata di bawah 25 m hingga kedalaman 75 m ditemukan hampir semua kelas ukuran
ikan, mulai dari 14,0 cm hingga 32,0 cm. Untuk kelompok ukuran ini didominasi oleh
ikan yang memiliki pajang lebih kecil dari 20 cm.
Hasil analisis data akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sumber daya ikan pelagis kecil sebesar 330.284 ton/tahun. Karena keterbatasan
metode, maka upaya optimal (fopt.) dianalisis dengan model surplus produksi dan
1.3.2. Cumi-Cumi
Analisis dengan menggunakan Model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort
cumi-cumi di WPP NRI 711 tahun 2001-2015, diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 23.499 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.)
sebesar 4.264 unit alat tangkap standar bagan perahu. Untuk kurun waktu yang sama
diperoleh nilai upaya aktual sebesar 7.856 unit, dengan produksi (Cakt.) sebesar 8.312
ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 18.799 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 711
pada tahun 2015 sebesar 1,80 atau sudah pada taraf over exploited (indikator warna
merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12), sehingga diperlukan pengurangan upaya agar
tercapai sumber daya cumi-cumi yang berkelanjutan.
Kisaran ukuran panjang cagak (Fork Length=FL) ikan layang (Decapterus russelli)
antara 12,8-24,8 cm. Modus ukuran didapat pada kelas panjang 17,5-18 cm. Nilai
ukuran rata-rata tertangkap (Lc) 18,3 cm, nilai Lm 17,4 cm. Nilai dugaan panjang
infiniti (L∞) 22 cm, sedangkan dugaan koefisien pertumbuhan (K) = 0,82 per tahun.
Nilai koefisien kematian total (Z) 3,86 per tahun. Nilai dugaan koefisien kematian
alaminya (M) adalah 1,66 per tahun. Nilai dugaan koefisien kematian karena
penangkapan (F) dapat diduga dengan cara mengurangkan nilai koefisien kematian total
(Z) terhadap koefisien kematian alami (M), yakni sebesar 2,2/tahun.
Ikan bentong (Selar crumenophthalmus) memiliki kisaran ukuran panjang antara 13,8-
23,8 cm dengan modus 18,0-18,5 cm. Nilai panjang pertama kali matang gonad (Lm)
19,1 cm dan ukuran panjang pertama kali tertangkap (Lc) 18,6 cm. Dugaan panjang
infiniti (L∞) 25,3 cm. Dugaan koefisien pertumbuhan (K) 0,58/tahun. Pendugaan
mortalitas total (Z) diperoleh sebesar 3,86 per tahun, sedangkan nilai mortalitas alami
(M) 1,66 per tahun, sedangkan mortalitas penangkapan (F) sebesar 2,2 per tahun. Nilai
laju eksploitasi (E) sebesar 0,57 per tahun.
Ikan kembung (Rastrelliger brachysoma) yang tertangkap jaring insang dan pukat
cincin kisaran panjang tubuhnya 15,3-19,3 cm. Ukuran panjang pertama kali tertangkap
(Lc) 17 cm. Hasil analisa parameter populasi menunjukkan panjang infiniti (L∞) 20 cm
dengan laju pertumbuhan (K) 0,84 per tahun. Berdasarkan kurva konversi panjang
terhadap hasil tangkapan diperoleh bahwa laju kematian total (Z) 3,29 per tahun dan
laju kematian alamiah (M) 1,82/tahun serta laju kematian akibat penangkapan (F)
Sumber daya ikan pelagis besar dalam hal ini dibatasi untuk kelompok ikan non tuna.
Daerah penyebaran kelompok ikan pelagis besar utamanya di perairan Laut Cina
Selatan bagian utara (ZEEI), wilayah perairan tersebut cukup dalam dan bersifat
oseanik. Sebagian lagi tersebar di perairan bagian selatan yang memiliki perairan agak
dangkal dan bersifat neritik serta banyak terdapat pulau-pulau. Populasi pelagis besar di
perairan bagian selatan Laut Cina Selatan lebih sedikit. Perairan Laut Cina Selatan
merupakan daerah penangkapan armada perikanan pukat incin yang berasal dari
wilayah pantai utara Jawa. Disamping itu juga merupakan daerah penangkapan
potensial bagi nelayan lokal, usaha skala kecil-menengah yang tersebar di beberapa
wilayah seperti perairan Bangka-Belitung di bagian selatan, Kepulauan Riau di bagian
tengah dan nelayan barat Kalimantan (Pemangkat, Ketapang, P. Natuna, dll.).
Jenis ikan pelagis besar yang banyak dimanfaatkan nelayan di perairan Laut Cina
Selatan adalah kelompok ikan tuna neritik seperti jenis tongkol krai (Auxis thazard),
tongkol komo/kawa-kawa (Euthynus affinis) dan tongkol abu-abu (Thunnus tonggol).
Sementara untuk jenis tenggiri terdiri atas tenggiri batang (Scomberomorus commerson)
dan tenggiri papan (S. guttatus). Jenis ikan lain yang juga menjadi target penangkapan
adalah ikan cucut/hiu dan ikan lemadang. Secara keseluruhan, komposisi jenis ikan
pelagis besar di WPP NRI 711 terdiri dari lebih dari 9 jenis dan yang lebih dominan
sekitar 39,1% adalah ikan tenggiri (Scomberomorus spp.) (Gambar IV-3).
Tenggiri 39
Tongkol krai 39
Layaran 0.1
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0
Prosentase (%)
Gambar IV-3. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 711
44
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan
Pendugaan stok sumber daya ikan pelagis besar menggunakan metode akustik diperoleh
nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 185.855 ton per tahun dan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau
sebesar 148.684 ton per tahun (Lampiran 2). Mengingat tidak tersedianya keluaran data
upaya optimal dalam analisis akustik, maka untuk menduga upaya optimal (fopt.)
digunakan model surplus produksi Schaefer (1957) dan diperoleh hasil sebesar 17.504
unit setara jaring insang. Mengacu pada data Statistik Perikanan, pada tahun 2015
diketahui jumlah alat tangkap jaring insang (fakt.) sebesar 16.238 unit dan produksi
perikanan pelagis besar (Cakt.) sebesar 74.374 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis besar di WPP 711 mencapai nilai 0,93. Dengan status nilai tersebut,
menunjukkan bahwa upaya pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI
711 telah berada dalam tahapan fully-exploited (indikator warna kuning,) atau telah
berada pada tahapan jenuh (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).
Indikator stok yang diperoleh dari hasil penelitian tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-
rata panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk tenggiri papan adalah 48,5 cm,
untuk tenggiri batang sebesar 81,0 cm, untuk tongkol komo sebesar 39,4 cm dan untuk
ikan tongkol abu-abu sebesar 48,5 cm. Rata-rata ukuran panjang pertama kali
tertangkap (Lc) ikan tenggiri papan sebesar 42,5 cm, tenggiri batang sebesar 66,0 cm,
tongkol komo sebesar 46,1cm dan tongkol abu-abu sebesar 54,8 cm. Nilai laju
pertumbuhan (K) ikan tenggiri papan sebagai 0,56 per tahun, L∞ sebesar 77,7 cm dan
nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,73 per tahun, untuk ikan tenggiri batang diperoleh
nilai K sebagai 0,53 per tahun, L∞ sebesar 131,1 cm dan nilai E sebesar 0,62, untuk ikan
tongkol komo diperoleh nilai K sebesar 0,36 per tahun, L∞ sebesar 73,1 cm dan nilai E
sebesar 0,46, serta untuk ikan tongkol abu-abu diperoleh nilai E sebesar 0,63.
Musim pemijahan ikan tenggiri papan berlangsung dua kali, yang pertama pada bulan
Januari dan yang kedua pada bulan Agustus. Musim pemijahan ikan tenggiri batang
juga berlangsung pada bulan Januari dan yang kedua pada bulan Oktober.
Perairan Laut Cina Selatan merupakan daerah penangkapan potensial untuk sumber
daya ikan demersal dan ikan karang. Perairan ini merupakan bagian dari wilayah
Paparan Sunda (Sunda shelf) yang memiliki kedalaman relatif dangkal di bagian selatan
dan perairan laut dalam di bagian utara. Tipe dasar perairan terdiri dari lumpur, pasir
campur lumpur dan pasir. Di wilayah perairan bagian barat Kalimantan dan sebelah
utara Bangka-Belitung banyak dijumpai sponge yang mengindikasikan perairan
berkarang.
45
Daerah penyebaran ikan demersal terutama di perairan dengan kisaran kedalaman 10-50
m. Hal ini ditunjukkan rata-rata laju tangkap pada kedalaman perairan tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan kedalaman perairan lainnya. Kategori ikan large food-fish,
dengan berat >200 gram/ekor, maupun small food fish banyak terkonsentrasi di
kedalaman antara 20-30 m. Sementara penyebaran ikan demersal yang berukuran kecil
dan berasosiasi dengan massa air payau terutama terdapat di muara sungai besar dan
kecil di daerah Jambi dan Riau, serta di pantai barat Kalimantan mulai dari perairan
Pemangkat di sebelah utara sampai dengan Ketapang di sebelah selatan. Hasil
pengamatan di muara Sungai Kapuas (Sei Kakap, perairan Batu Ampar) dan muara
sungai Mempawah di barat Kalimantan serta di perairan Indragiri Hilir (Riau), terdapat
3 jenis alat tangkap yang bersifat pasif/menetap (tidal trap nets) yaitu gombang, jermal,
dan kelong. Ketiga jenis alat tersebut biasanya menangkap ikan demersal dan udang
yang berukuran kecil. Hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan yang masih berukuran
kecil (juvenile) dari jenis kuniran, tiga waja, peperek dan beloso.
Daerah penangkapan ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan berbasis ekosistem
dan bersifat mengelompok, oleh karenanya nelayan dari setiap basis penangkapan lebih
fokus pada daerah penangkapan terdekat. Kondisi unit penangkapan yang relatif kecil
menjadikan jangkauan daerah penangkapan yang rendah sehingga tekanan penangkapan
yang tinggi tetap terjadi di wilayah pesisir oleh perikanan yang bersifat konvensional
seperti bubu, pancing, jaring insang dll. Perairan di wilayah offshore praktis hanya
menjadi daerah penangkapan armada perikanan besar untuk alat tangkap pukat serta
jaring insang yang basisnya di daerah sekitar Laut Cina Selatan.
Jenis ikan demersal yang mendominasi hasil tangkapan di perairan Laut Cina Selatan
adalah kurisi pasir (Nemipterus spp.), ekor kuning (Caesio cuning), gulamah
(Sciaenidae), kaci-kaci/kaneke/seminyak (Diagramma punctatum/D. pictum), kuwe
(Caranx spp.; Carangodes spp.; Seriola rivoliana.), pari (Aetoplatea zonora; Dasyatis
kuhlii; Paeniuralymha sp), kakap merah (Lutjanus malabaricus), jenaha (L. johnii),
tanda-tanda (L. vitta), bawal hitam (Formio niger), nuri (Choerodon spp), kerapu/sunu
(Epinephelus sexfasciatus; Epinephelus areolatus; Plectropomus maculates), remang
(Muraenesox cinereus), manyung (Arius thalasinus), kapas-kapas (Gerres kapas),
kakatua (Scarus spp.), biji nangka/kuniran (Parupeneus chrysopleuron), ayam-ayam
(Abalistes stellatus), dan lencam (Lethrinus lentjan). Survei Kapal Riset Madidihang 2
yang mengoperasikan jaring trawl pada tahun 2016, diperoleh komposisi ikan demersal
seperti disajikan pada Gambar IV-4.
Jenis hasil tangkapan dominan adalah jenis ikan peperek dan ikan kakap. Berdasarkan
famili maka hasil tangkapan didominasi oleh peperek (Leiognathidae), kurisi
(Nemipteridae) dan bambangan (Lutjanidae).
Jenis-jenis ikan yang digolongkan ke dalam kelompok ikan karang antara lain: ekor
kuning, ikan napoleon, kerapu, karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur,
kerapu sunu, dan beronang. Didapatkan 3 jenis ikan karang konsumsi yang dominan di
wilayah WPP NRI 711 yakni ekor kuning, kerapu karang dan ikan baronang.
46
Leiognathidae 42.1
Nemiptheridae 8.3
Lutjanidae 6.4
Muli dae 5.8
Tetraodonthidae 5.5
Jenis ikan
Haemulidae 4.7
Serranidae 4.2
Harpodontidae 2.4
Paltychepalidae 2.3
Gerreidae 1.9
Ikan lainnya 16.6
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0
Prosentase (%)
Gambar IV-4. Komposisi jenis ikan demersal hasil sampling dengan jaring trawl di
WPP NRI 711
Hasil analisis data akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) ikan demersal sebesar 131.070 ton/tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 104.856 ton/tahun (Lampiran 3).
Mengingat tidak tersedianya keluaran data upaya optimal dalam analisis akustik, maka
untuk menduga upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus produksi Schaefer (1957)
dan diperoleh upaya optimal tahun 2015 sebesar 16.940 unit setara alat tangkap standar
jaring insang, dan jumlah alat tangkap yang beroperasi (F aktual) 10.269 unit setara
jaring insang dengan produksi (Cakt.) sebagai 184.992 ton. Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan demersal di WPP NRI 711 mencapai nilai 0.61 atau fully exploited (indikator
warna kuning) (Lampiran 3). Dengan nilai tingkat pemanfaatan tersebut, maka untuk
pengembangan upaya pemanfaatan dipertahankan melalui monitoring ketat.
Dari hasil analisis data catch dan effort tahun 2002-2015 untuk ikan karang di WPP NRI
711 diperoleh nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 20.625
ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 10.155 unit standar alat tangkap pancing
ulur dan upaya aktual 15.563 unit serta produksi sebesar 35.264 ton (Gambar IV-5 dan
Lampiran 4). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya yaitu sebesar 16.410 ton/tahun. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
karang di WPP 711 telah mencapai nilai 1,53 yang mengindikasikan bahwa upaya
pemanfaatan saat ini telah melebihi upaya optimal dan telah terjadi over exploited
(indikator warna merah). Dengan nilai tingkat pemanfaatan yang tinggi tersebut, maka
harus dilakukan pengurangan upaya pemanfaatan sumber daya ikan karang di WPP NRI
711.
10000
5000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar IV-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 711
Hasil analisis data panjang beberapa jenis ikan demersal diperoleh nilai kisaran panjang
ikan peperek (Leiognathus bindus) antara 5,5-8,0 cm; ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) berkisar 10,5-15,0 cm dan swanggi (Priachantus tayenus) 6,0-25,0 cm.
Untuk ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus) kisaran panjang antara 16,0-73,0
cm, dengan ukuran panjang rata-rata 38,79 cm. Nilai Lc = 43,7 cm.
Berdasarkan hasil analisis data ukuran panjang ikan kakap merah (Lutjanus
malabaricus) diperoleh nilai laju pertumbuhan (K) 0,3 per tahun, laju kematian total (Z)
1,55 per tahun dan laju kematian alamiah (M) 0,45/tahun serta nilai laju kematian
akibat penangkapan (F) sebesar 1,10/tahun. Dugaan laju eksploitasi (E) untuk sumber
daya ikan kakap merah sebesar 0,71.
Ikan kakap jenis Lutjanus vitta memiliki kisaran panjang antara 11,0-36,0 cm, dan
memiliki nilai panjang pertama kali tertangkap (Lc) = 23,65 cm. Hasil analisa parameter
populasi menunjukkan nilai laju pertumbuhan (K) 1,6 per tahun, laju kematian total (Z)
2,88 per tahun dan laju kematian alamiah (M) 2,29/tahun serta laju kematian akibat
penangkapan (F) sebesar 0,60/tahun. Nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,21.
Untuk ikan ekor kuning (Caesio cuning) hasil analisis terhadap data frekuensi panjang
memiliki nilai Lc pada kisaran 19,84-26,0 cm. Hasil analisa parameter populasi
menunjukkan nilai laju pertumbuhan (K) 0,68 per tahun, laju kematian total (Z) 1,97 per
tahun dan laju kematian alamiah (M) 1,23/tahun serta laju kematian akibat
penangkapan (F) sebesar 0,74/tahun. Nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,38.
Ikan kurisi (Nemipterus peronii) nilai Lc adalah 18,89 cm, dengan nilai koefisien
pertumbuhan (K) 0,85. Laju kematian total (Z) 3,43 per tahun dan laju kematian
alamiah (M) 1,73/tahun serta laju kematian akibat penangkapan (F) sebesar 1,73/tahun.
Nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,5.
Penyebaran sumber daya rajungan tersebar pada perairan dengan habitat lumpur
berpasir, pasir berlumpur dan lumpur liat sesuai dengan siklus hidupnya. Preferensi
habitat rajungan dewasa lebih menyukai substrat bertekstur lumpur berpasir atau pasir
pada perairan dangkal hingga kedalaman kurang dari 50 m. Rajungan muda lebih
menyukai perairan bersubstrat lumpur liat di sekitar perairan mangroves. Daerah
sebaran sumber daya rajungan di WPP NRI 711 adalah di sepanjang pantai Kalimatan
Barat, Jambi, Riau Kepulauan, Sumatera Selatan dan Bangka-Belitung.
Sumber daya lobster adalah jenis lobster yang hampir sepanjang hidupnya terdapat di
perairan batu karang dan terumbu karang di sepanjang pantai dan teluk-teluk.
Penyebaran lobster di WPP NRI 711 relatif cukup luas mengingat habitat di perairan ini
banyak terdapat perairan terumbu karang terutama di perairan Laut Cina Selatan bagian
utara. Daerah penyebaran lobster di WPP NRI 711 antara lain perairan pantai Barat
Daya Kalimantan Barat, Kepulauan Tambelan, Kepulauan Natuna dan Kepulauan
Anambas.
Komposisi jenis udang penaeid di perairan bagian barat Laut Cina Selatan (timur
Sumetara) dan timur (barat Kalimantan Barat) relatif tidak berbeda. Hasil tangkapan
terdiri dari jenis udang putih (Penaeus indicus; Metapenaeus tenuipes), udang dogol
(Metapenaeus ensis; M. affinis), udang windu (Penaeus monodon), udang flower
(Penaeus semisulcatus), udang peci (Penaeus merguiensis), udang sudu (Metapenaeus
brevicornis), udang merah (Metapenaeopsis sp.) dan jenis udang ket (Parapenaeopsis
scluptilis).
Udang putih 34
Udang merah 32
Udang sudu 18
Jenis ikan
Udang ket 10
Udang dogol 5
Udang peci 1
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Prosentase (%)
Gambar IV-6. Komposisi jenis udang penaeid yang tertangkap di WPP NRI 711
Jenis-jenis lobster Palinuridae yang terdapat di WPP NRI 711 antara lain udang bambu
(Panulirus versicolor), udang batu (P. penicillatus), udang pasir (P. homarus), udang
mutiara (P. ornatus), udang batik/udang bintik seribu (P. longipes) dan udang pakistan
(P. polyphagus). Selain famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari famili
Scyllaridae terutama jenis Thennus orientalis, Scyllarides squomosus dan Parribacus
spp. Diantara jenis-jenis tersebut jenis yang dominan adalah jenis P. polyphagus, P.
longipes dan T. orientalis.
Jenis kepiting yang tertangkap di perairan Laut Cina Selatan adalah jenis kepiting bakau
merah (Scylla olivacea) dan kepiting bakau hijau (Scylla serrata). Alat tangkap yang
paling dominan digunakan untuk menangkap kepiting di perairan Laut Cina Selatan
adalah bubu.
Jenis rajungan di perairan Laut Cina Selatan adalah dari kelompok famili Portunidae.
Jenis-jenis Portunidae yang banyak ditemukan antara lain: rajungan batik (Portunus
pelagicus), rajungan totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus) dan
kepiting batu (C. afinis). Diantara jenis-jenis tersebut rajungan batik (P. pelagicus)
adalah jenis paling dominan dan memiliki nilai ekonomis tinggi.
Dengan mengaplikasikan Model Surplus Produksi pada data catch dan effort periode
2001-2015 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
62.342 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 94.371 unit standar trammel net
(Gambar IV-7 dan Lampiran 5). Nilai upaya aktual (fakt.) sebesar 49.657 unit trammel
net dengan produksi (Cakt.) sebesar 29.999 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 49.873 ton/tahun (Lampiran 5).
2014 2011
50000
2008 2012
40000 2010
2005 2007
30000 2006
2015
20000
10000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar IV-7. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid di
WPP NRI 711
4.3.2. Lobster
Potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt. ) dilakukan dengan
pendekatan model produksi surplus dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort
tahun 2001 sampai dengan 2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi lestari
sebesar 1.421 ton dengan upaya optimal sebanyak 21.767 unit setara jaring insang tetap
(set bottom gill net). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh sebanyak
80% dari potensi lestari yaitu 1.137 ton (Gambar IV-8 dan Lampiran 6). Berdasarkan
data Statistik Perikanan, tahun 2015 tercatat jumlah jaring insang tetap sebesar 11.802
unit sehingga dapat diketahui tingkat pemanfataan lobster berdasarkan rasio upaya
aktual terhadap upaya optimal yaitu 0,54 (indikator warna kuning) (Lampiran 6, 10, 11
dan 12). Nilai ini menggambarkan bahwa pemanfaatan sumber daya lobster berada pada
posisi medekati penuh (fully-exploited), sehingga perlu kehati-hatian untuk
pengembangannya.
51
2500 WPP 711 Lobster
2014
2000
2015 2014
Produksi (ton)
1500
2012
1000
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)
Gambar IV-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster di WPP NRI
711
4.3.3. Kepiting
2500 2004
2000
Produksi (ton)
1500
1000
500 2014
2012 2007
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)
Gambar IV-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting bakau di
WPP NRI 711
Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dianalisis
dengan pendekatan model produksi surplus dari Schaeffer (1957) terhadap data catch
dan effort tahun 2001 sampai dengan 2015. Nilai dugaan potensi lestari rajungan
diperoleh sebesar 9.711 ton dengan upaya optimal sebanyak 14.080 unit setara jaring
insang tetap (Gambar IV-10 dan Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) diperoleh sebanyak 80% dari potensi lestari yaitu 7.769 ton. Berdasarkan data
Statistik Perikanan, tahun 2015 tercatat jumlah jarring insang tetap sebesar 16.618 unit
sehingga dapat diketahui tingkat pemanfataan rajungan yaitu 1,18 (indikator warna
merah). Hal ini mengindikasikan pemanfaatan sumber daya rajungan di perairan Laut
Cina Selatan telah berada dalam tahapan over exploited dan harus segera dilakukan
pengurangan upaya (Lampiran 8, 10, 11 dan 12).
12000
10000
Produksi (ton)
2010
8000
2013
2014
6000 2011 2012
Gambar IV-10. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan rajungan di WPP
NRI 711.
Pengamatan terhadap struktur ukuran beberapa jenis udang penaeid, diperoleh informasi
bahwa sumber daya udang di perairan barat Kalimantan Barat memiliki ukuran yang
lebih besar dibandingan perairan timur Sumatera. Faktor lingkungan dengan pengaruh
air tawar (sungai yang bermuara) di barat Kalimantan Barat diduga mempengaruhi
kondisi ini. Udang Peneaeus merguiensis yang tertangkap di perairan timur Sumatera
umumnya berukuran relatif lebih besar dibandingkan yang berada di barat Kalimantan
Barat, diduga disebabkan penggunaan alat tangkap (trammel net di timur Sumatera dan
lampara dasar di barat Kalimantan Barat).
Rata-rata ukuran karapas pertama kali tertangkap (Lc) udang jenis P. merguensis adalah
22,7 mm dan ukuran pertama kali matang gonad sebagai 33,6 mm. Untuk udang jenis P.
indicus nilai Lc nya 29,4 mm dan nilai Lm 32,4 mm. Udang jenis M. ensis ukuran
pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang 48,1 mm dan ukuran pertama kali matang
gonad (Lm) pada ukuran 64,9 mm. Udang jenis M. affinis ukuran Lc nya 21,9 mm dan
Nilai laju pertumbuhan (K) udang jerbung (P. merguiensis) sebagai 1,24 per tahun, L∞
sebagai 48,8 mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebagai 0,77 per tahun, sementara untuk
udang dogol (M. affinis) diperoleh nilai K sebagai 1,34 per tahun, L∞ sebesar 37,8 mm
dan nilai E sebesar 0,60 per tahun. Untuk udang sudu (M. brevicornis) diperoleh nilai K
sebagai 1,24 per tahun, L∞ sebesar 32,7 mm dan nilai E sebesar 0,74 per tahun.
Ukuran lebar karapas rata-rata matang gonad (Lm) diperoleh sebesar 122,5 mm dan
lebar karapas rata-rata tertangkap (Lc) rajungan diperoleh sebesar 112,7 mm. Hasil
pendugaan parameter pertumbuhan rajungan diperoleh lebar karapas asimtotik (CW∞ )
sebesar 182 mm dan laju pertumbuhan (K) sebesar 1,19 per tahun. Nilai laju eksploitasi
(E) rajungan adalah 0,58. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan rajungan
sudah melebihi tahapan yang lestari. Secara umum kondisi sumber daya udang penaeid
di perairan Laut Cina Selatan membutuhkan kebijakan pengelolaan dengan prinsip
kehati-hatian agar diperoleh manfaat yang optimal serta keberlanjutan sumber daya dan
usahanya.
54
V. WPP NRI 712: LAUT JAWA
Stok sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 712 tersebar tidak merata; secara
alamiah kawanan ikan (schooling) terutama berada di sekitar pulau-pulau yang
merupakan daerah penangkapan utama dari armada pukat cincin besar dan sedang, yaitu
dari perairan Kep. Karimunjawa di sebelah barat, P. Bawean, Kep. Masalembo dan P.
Matasiri di sebelah timur (Gambar V-1). Di zona tradisionil sepanjang pantai utara Jawa
juga merupakan daerah penangkapan dari armada usaha skala kecil, terutama pukat
cincin mini Jawa Timur (Gresik, Tuban, Lamongan) dan Rembang (Tasik Agung,
Karang Anyar, Pandangan dan Sarang). Selain di zona pantai (neritik) armada pukat
cincin mini Rembang juga beroperasi di perairan sekitar pulau-pulau yang sama dengan
daerah penangkapan utama pukat cincin besar-sedang. Ditengarai penurunan stok
sumber daya ikan pelagis telah mengakibatkan berkurangnya upaya penangkapan di
Laut Jawa dan berpindah ke luar Laut Jawa (Natuna dan Kota Baru).
Gambar V-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 712
Sumber daya cumi-cumi di perairan WPP NRI 712 telah dimanfaatkan sejak lama,
utamanya oleh usaha perikanan skala kecil. Penangkapan cumi-cumi dilakukan hampir
di seluruh area. Daerah penangkapan perikanan cumi usaha kecil, dengan trip
penangkapan pendek/harian umumnya di wilayah perairan yang tidak jauh dari
pangkalannya. Untuk armada perikanan cumi-cumi usaha skala besar (trip panjang)
daerah penangkapan meliputi perairan utara Cirebon – Indramayu, selatan Kalimantan,
perairan Pulau Bawean (03–04° LS dan 110–114° BT) dan perairan Kangean (Gambar
V-2).
55
Gambar V-2. Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 712
Sumber daya ikan pelagis kecil di Laut Jawa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
komunitas ikan pelagis kecil pantai (Sardinella spp., Rastrelliger brachysoma,
Dusumieria acuta, Selar spp.) dan ikan pelagis kecil neritik dan oseanik (D. russelli, D.
macrosoma, Selar crumenophthalmus, R. kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis
cordyla). Berdasarkan kondisi perikanan yang berkembang ikan layang (Decapterus
spp.) tetap merupakan hasil tangkapan utama dengan persentase (48%) (Gambar V-3).
Layang 48
Siro 11
Banyar 8
Bentong 7
Jenis ikan
Tongkol 5
Tembang 4
Bawal 1
Tenggiri 0.5
Ikan lainnya 15.5
0 10 20 30 40 50 60
Pros entas e (%)
Gambar V-3. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di WPP NRI 712
Berdasarkan survei menggunakan metode akustik diperoleh angka potensi lestari stok
sumber daya ikan pelagis kecil sebesar 364.663 ton, dengan nilai JTB (80% dari angka
potensi) sebesar 291.730 ton. Berdasarkan data statistik perikanan diperoleh nilai upaya
penangkapan aktual (fakt.) sebesar 4.275 setara pukat cincin. Analisis upaya
penangkapan periode 2001-2015 dilakukan dengan metode surplus produksi Schaefer
(1957), dan diperoleh nilai upaya Optimal (fopt.) untuk WPP NRI 712 dengan alat
standar pukat cincin sebesar 11.374 unit (Lampiran 1). Tingkat pemanfaatan sumber
1.3.2. Cumi-Cumi
Analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya cumi-cumi
di WPP NRI 712 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
sebesar 126.554 ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau sebesar 101.244 ton serta jumlah upaya optimal (fopt.)
sebesar 5.529 unit standar pancing cumi (Lampiran 9). Berdasarkan data statistik
perikanan tahun 2015 diperoleh nilai upaya penangkapan (f akt.) sebesar 11.192 setara
dengan unit pancing cumi dengan angka produksi (C akt.) sebesar 111.559 ton. Dengan
demikian, tingkat pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 712 sebesar 2.0
atau sudah mengalami over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 9,10, 11 dan
12), sehingga diperlukan segera pengurangan upaya pemanfaatannya.
Indikator stok yang diperoleh dari penelitian tahun 2016 terhadap sumber daya ikan
pelagis kecil menunjukkan bahwa untuk jenis ikan layang (D. russeli) berkisar antara
12,5–24,5 cmFL, banyar (R. kanagurta) 15,5–28,5 cm; bentong (S. crumenopthalmus)
berkisar antara 13,5 – 28,0 cmFL, ikan kembung perempuan (R. brachysoma) antara
12–20 cm. Estimasi ukuran rata-rata tertangkap (Lc) dan ukuran pertama kali matang
gonad (Lm) ikan pelagis kecil di Laut Jawa ditampilkan pada Tabel V-1.
Tabel V-1. Dugaan ukuran rata-rata tertangkap (Lc) dan ukuran pertama kali matang
kelamin (Lm) ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016.
Berdasarkan nilai parameter pertumbuhan yang diperoleh (L∞ dan K) maka persamaan
pertumbuhan von Bertalanffy digunakan untuk menduga panjang pada waktu tertentu.
Hasil analisa pertumbuhan ikan banyar ditampilkan pada Tabel V-2 sedang perkiraan
laju kematian (mortalitas) dan tingkat eksploitasi disajikan pada Tabel V-3. Dengan
nilai tingkat pemanfaatan (E) ikan pelagis kecil sudah dalam kondisi fully exploited (>
50%).
57
Tabel V-2. Parameter pertumbuhan ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016.
Parameter
No Jenis Ikan
L∞ (cm) K t0
1 R. kanagurta 29,3 0,92 -0,1467
2 S. crumenopthalmus 29,4 1.09 -0,1748
3 R. brachysoma 21,05 1,01 -0.1771
4 D. russelli 25,2 0,95 -0,1581
Tabel V-3. Laju kematian dan laju eksploitasi (E) ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016
Parameter
No Jenis Ikan
Z M F E
1 R. kanagurta 3,8 1,73 2,07 0,54
2 S. crumenopthalmus 4,42 1,93 2,49 0,56
3 R. brachysoma 5,48 2,02 3,46 0,63
4 D. russelli 4,77 1,84 2,93 0,61
Jenis ikan pelagis besar yang umumnya ditangkap nelayan di WPP NRI 712 adalah tuna
neritik (tenggiri dan tongkol) serta jenis hiu. Daerah penangkapan ikan pelagis besar
untuk armada jaring insang di perairan lepas pantai utara Jawa dan sekitar Pulau
Karimun Jawa, Bawean, Masalembo, Matasiri dan Kangean. Musim penangkapan ikan
tenggiri (Scomberomerus spp) berlangsung pada bulan Agustus dan November,
sementara tongkol komo (Euthynus affinis) puncak musim pada bulan Maret, Oktober,
November dan Desember. Musim penangkapan tongkol abu (Thunnus tonggol) bulan
April, Juli, Agustus dan Oktober.
Hasil tangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 712 terutama didaratkan dari alat
tangkap jaring insang, pukat cincin besar dan pukat cincin mini. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap tiga jenis alat tangkap tersebut, jenis tongkol paling dominan
dibandingkan jenis ikan pelagis besar lainnya. Dominasi ikan tongkol dalam hasil
tangkapan sekitar 62,9 % dan tenggiri 30,99 % (Gambar V-4).
Tongkol 62.9
Jen i s i ka n
Tenggiri 31
Manyung 6.1
0 10 20 30 40 50 60 70
Pros entas e (%)
Gambar V-4. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 712
Hasil analisis data akustik diperoleh nilai potensi lestari (MSY) sumber daya ikan
pelagis besar di WPP NRI 712 sebesar 72.812 ton dengan nilai JTB (80% MSY) sebesar
58.250 ton (Lampiran 2). Dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer
(1957) didapatkan jumlah upaya Optimal (fopt.) sebesar 10.139 unit setara pukat cincin.
Berdasarkan data statistik perikanan tahun 2015 diperoleh nilai upaya aktual (fakt.)
sekitar 6.362 unit pukat cincin, dengan produksi aktual (Cakt.) sebesar 118.643 ton.
Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar sudah mencapai 0,63 atau dalam
kondisi fully exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12). Dengan
demikian upaya penangkapan dipertahankan melalui monitoring yang ketat.
Indikator stok yang diperoleh dari hasil penelitian tahun 2016 terhadap sumber daya
ikan pelagis besar menunjukkan bahwa rata-rata panjang pertama kali matang gonad
(Lm) untuk tongkol komo (E. affinis) adalah 43,2 cm, untuk tongkol abu-abu (T.
tonggol) sebesar 42,3 cm dan untuk tenggiri batang (S. commerson) sebesar 71,4 cm.
Nilai laju eksploitasi (E) ikan tongkol komo (E. affinis) adalah 0,56 cm, untuk tongkol
abu-abu (T. tonggol) sebesar 40,53 cm dan untuk tenggiri batang (S. commerson)
sebesar 0,63 cm.
Musim pemijahan ikan tongkol komo berlangsung pada bulan April sampai Mei.
Sementara untuk ikan tongkol abu-abu berlangsung pada bulan Oktober dan Desember.
Musim pemijahan ikan tenggiri batang berlangsung dua kali yaitu bulan Mei dan
Oktober.
Daerah penangkapan ikan demersal di WPP 712 relatif merata di sepanjang perairan
pantai utara Jawa mulai dari Tangerang, Karawang, Indramayu, Pamanukan, Cirebon,
Tegal, Demak, Pati, Rembang hingga sebelah utara Madura. Sumber daya ikan
demersal di perairan sebelah selatan pulau Kalimantan terutama terdapat di perairan
Kotabaru (Pulau Laut) hingga daerah Takisung di Tanjung Selatan, Tanjung Satai dan
perairan Kotawaringin Timur di Kalimantan Tengah. Pada dasarnya wilayah perairan
Laut Jawa merupakan daerah penangkapan berbagai tipe perikanan dengan target
sumber daya ikan demersal. Hasil survei dengan kapal riset mengindikasikan bahwa
kelimpahan sumber daya ikan demersal paling padat berada pada strata kedalaman 21-
30 m, sebaliknya di kedalaman 10-20 dan >30 m relatif sedikit.
Sebaran dan daerah penangkapan sumber daya ikan karang hanya terbatas di perairan
sekitar Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu dan di sekitar Pulau Kangean dan
Madura.
59
3.2. Komposisi Jenis
Komposisi jenis hasil tangkapan ikan demersal di WPP NRI 712 didominasi oleh
kelompok famili Sciaenidae (gulama) mencapai 21,2%, disusul oleh Trichyuridae
(layur) 13,3%, famili Nemipteruidae (kurisi) 10,15%, famili Polynemidae (senangin)
7,6%, dan famili Priacanthidae (swanggi) 5% (Gambar V-5). Kurang dari 5%
merupakan famili Lactaridae, Sphyraenidae, Mullidae, Synodontidae, Carangidae,
Leiognathidae, Serranidae, Triacanthidae, Psettodidae dan Tetraodontidae. Berdasarkan
spesiesnya, yang dominan dari famili ikan gulama (Paranebia sp1), layur (Trichyurus
lepturus), senangin (Polydactylus microstoma), ikan lemak (Lactarius lactarius),
barakuda (Sphyraena forsteri), swanggi (Priacanthus macracanthus), coklatan
(Scolopsis taeniopterus).
Sciaenidae 21.2
Trichyuridae 13.3
Nemipteruidae 10.5
Polynemidae 7.6
Priacanthidae 5
Lactaridae 4.8
Sphyraenidae 3.9
Jenis ikan
Mullidae 3.8
Synodontidae 3.3
Carangidae 2.7
Leiognathi dae 2.4
Serrani dae 2
Triacanthidae 1.9
Psettodidae 1.7
Tetraodontidae 1.5
Ikan lainnya 14.4
0 5 10 15 20 25
Pros entas e (%)
Komposisi jenis ikan karang ekonomis yang umum tertangkap terdiri atas jenis ikan
ekor kuning/pisang-pisang, napoleon, kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong,
kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang lingkis dan beronang. Ikan ekor kuning (Caesio
cuning) merupakan yang dominan diikuti oleh ikan pisang-pisang (Pterocaesio
digramma) .
Hasil estimasi metode akustik, didapatkan nilai potensi lestari (MSY) ikan demersal
sebesar 657.525 ton per tahun dan angka sebesar JTB (80% MSY) sebesar 526.020
(Lampiran 3). Dari hasil perhitungan dengan model surplus produksi, didapatkan upaya
Optimal (fopt.) sebesar 124.800 unit alat tangkap setara dogol. Sementara berdasarkan
data statistik perikanan, diperoleh nilai upaya aktual (fakt.) sebanyak 102.324 unit alat
tangkap dogol. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal
adalah sekitar 0,83 (Lampiran 3, 10, 11 dan 12), artinya ikan demersal di WPP NRI 712
berada dalam tahapan fully exploited (indikator warna kuning). Dalam kondisi
60
demikian pemanfaatan sumber daya ikan demersal dipertahankan dan dipantau secara
ketat.
Penentuan potensi lestari menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957). Analisis
terhadap data hasil tangkapan (catch) dan upaya (effort) statistik perikanan tangkap nasional
tahun 2001–2015 pada sumber daya ikan karang di WPP 712 Laut Jawa, diperoleh nilai dugaan
potensi lestari sebesar 29.951 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
23.961 ton dan nilai upaya Optimal (fopt.) sebesar 12.238 unit alat tangkap standar pancing ulur
(Gambar V-6 dan Lampiran 4). Berdasarkan data statistik perikanan tahun 2015 diperoleh
jumlah upaya aktual (fakt.) sebesar 14.986 dengan jumlah produksi (Cakt.) sebesar 33.398 unit alat
tangkap pancing ulur (Lampiran 4, 10, 11 dan 12). Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
karang di WPP NRI 712 telah mencapai nilai 1,22 (over exploited) yang berarti bahwa upaya
pemanfataan yang dilakukan telah melampaui nilai potensi lestarinya (indikator warna merah).
Terhadap sumber daya ikan karang diperlukan penataan ulang dalam pengelolaannya, yaitu
dengan mengurangi upaya pemanfaataannya.
2015
50000
40000
Produksi (ton)
2014
2009
2012 2013
30000
2007 2005
2010
20000
2002 2008 2006
2004
10000 2003
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
Gambar V-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang
di WPP NRI 712
Puncak musim pemijahan ikan demang (P. tayenus) terjadi pada bulan Mei-September,
coklatan (S. taenipterus) Juli dan September, kurisi (N. japonicus) Mei dan Agustus,
kuniran (U. sulphureus) Juni-Agustus dan Oktober-Desember, kurisi (N. furcosus)
Oktober – November dan beloso (S. micropectoralis) Juli –Agustus.
Dinamika populasi beberapa spesies ikan demersal di WPP NRI 712 menunjukkan
bahwa tingkat pemanfaatan (E) sudah cukup tinggi (E > 0,5) sehingga diperlukan
kehati-hatian dalam pengelolaannya. Umumnya ikan demersal yang tertangkap
memiliki ukuran di bawah ukuran pertama kali matang gonad (Lm). Untuk alasan itu,
kegiatan penangkapan harus memperhatikan ukuran mata jaring yang digunakan dalam
mengusahakan ikan demersal. Nilai laju eksploitasi (E), rata-rata ukuran tertangkap
Tabel V-4. Nilai dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan
demersal di WPP NRI 712.
No. Jenis Lc Lm K L∞ E
1. Scolopsis taeniopterus 18,4 18,1 0,82 28,2 0,69
2. Nemipterus japonicus 16,9 16,3 1,03 27,5 0,65
3. Nemipterus hexodon 16,7 14,95 1,15 27,6 0,53
4. Upeneus sulphureus 12,1 12,1 1,29 17,4 0,57
5. Leiognathus splendens 11,1 10,7 1,28 19,2 0,53
6. Priacanthus tayenus 17,6 17,3 1 28,9 0,75
Indikator stok yang diperoleh dari hasil penelitian tahun 2016 terhadap beberapa jenis
ikan karang; ikan lencam (Lethrinus lentjan), kerapu karang (Cephalopholis
cyanostigma) dan Ekor kuning (Caesio cuning) disajikan dalam Tabel V-5.
Pemanfaatan udang penaeid di pantai utara Jawa dan selatan Kalimantan umumnya
menggunakan alat tangkap trammel net, arad dan lampara dasar yang beroperasi secara
harian. Penangkapan rajungan dan kepiting menggunakan jaring insang dasar dan bubu
lipat. Penyebaran dan daerah penangkapan udang relatif sama dengan penyebaran ikan
demersal. Udang windu jenis P. semisulcatus banyak tertangkap di utara Pekalongan
dan Rembang-Lasem; sedangkan udang windu jenis P. monodon dijumpai di
perairan antara Demak-Jepara dan Bangkalan, sementara udang jerbung dan dogol
menyebar hampir di sepanjang perairan pantai utara Jawa.
Sumber daya lobster adalah jenis lobster yang hampir sepanjang hidupnya terdapat di
perairan batu karang dan terumbu karang di sepanjang pantai dan teluk. Penyebaran
lobster di WPP NRI 712 relatif sempit mengingat habitat di perairan ini sedikit terdapat
perairan terumbu karang lebih didominasi oleh perairan berlumpur. Daerah penyebaran
lobster antara lain perairan Kepulauan Karimunjawa, Bawean, kepulauan Masalembu
dan kepulauan Laut Kecil.
Sumber daya kepiting menyebar di perairan dengan substrat berlumpur dan pada
kedalaman yang dangkal. Kepiting banyak ditemukan di perairan utara Jawa dan selatan
Kalimantan. Penyebaran sumber daya rajungan umumnya di perairan dengan habitat
Komposisi jenis udang penaeid di WPP NRI 712 Laut Jawa terdiri lebih dari 8 jenis
(Gambar I-9). Tiga kelompok jenis udang yang didaratkan didominasi oleh udang
krosok Metapenaeopsis palmensis 47%, udang dogol (M. ensis) 6.6%, udang putih
(Penaeus merguiensis) 1,7%, Harpiosquilla sp1 1,4%, Parapenaeus longipes 0,7%
dan Metapenaeus intermedius 0,6% (Gambar V-7).
Metapenaeopsis palmensis 47.8
Harpiosquil la s p1 1.4
0 10 20 30 40 50 60
Pros entas e (%)
Gambar V-7. Komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 712-Laut Jawa
Terdapat empat kelompok jenis krustasea lainnya yang dominan tertangkap nelayan di
perairan WPP 712 (Gambar V-8), yaitu Chrybdis affinis (35,3%), Portunis pelagicus
18,3%, Charybdis miles 14,8% dan Xanthidae sp1 6,7%, Charybdis natator 4,9%;
Goneplacidae sp1 4,7%; Majidae sp1 3,7%; Charybdis feriatus 2,7%; Grabsidae sp1
2,2% dan Calappa hepatica 1,9%.
Jenis lobster Palinuridae yang terdapat di WPP NRI 712 antara lain lobster bambu
(Panulirus versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P. homarus), lobster
mutiara (P. ornatus), lobster batik/udang bintik seribu (P. longipes) dan lobster pakistan
(P. polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae terdapat juga jenis dari famili
Scyllaridae yaitu Thennus orientalis. Jenis kepiting yang banyak diusahakan adalah
kepiting bakau (Scylla serrata), yang ditangkap menggunakan alat tangkap jaring
insang, trammel net dan bubu.
Jenis Portunidae yang banyak ditemukan antara lain: rajungan batik (Portunus
pelagicus), rajungan totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus, C.
natator, C. gladiator), rajungan angin (Podophthalmus vigil) dan kepiting batu (C.
afinis). Diantara jenis-jenis tersebut rajungan batik (P. pelagicus) paling dominan
Jenis ikan
Goneplacidae sp1 4.7
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Pros entas e (%)
Gambar V-8. Komposisi jenis krustasea lainnya yang tertangkap di WPP NRI 712
70000 2014
2015
2013
60000 2008
2012 2010 2007
50000 2009 2006
Produksi (ton)
2011
2003 2004
2005
40000
30000
20000
10000
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Upaya (Unit)
Gambar V-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid di WPP
NRI 712
Potensi lestari (maximum suistainable yield) sumber daya dan upaya optimal (fopt.)
dilakukan dengan pendekatan model surplus produksi Fox (1970) terhadap data catch
dan effort tahun 2001 sampai dengan 2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi
lestari sebesar 989 ton dengan upaya optimal sebanyak 23.654 unit setara trammel net
(Gambar V-10). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh sebanyak 80%
dari potensi lestari yaitu 791 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, tahun 2015
tercatat jumlah trammel net sebesar 31.264 unit sehingga dapat diketahui status tingkat
pemanfataan lobster berdasarkan rasio upaya aktual terhadap upaya optimal dan
diperoleh 1,36 (indikator warna merah) (Lampiran 10,11 dan 12). Tingkat pemanfaatan
sumber daya lobster sudah berada dalam tahapan over exploited dan sudah mendesak
untuk dilakukan pengurangan upaya.
WPP 712Lobster
2500
2000 2014
2015
Produksi (ton)
1500
2013
1000 2012
2004 2010
2008
500 2006
2003 2005
2004
0
0 20000 40000 60000 80000 100000
Upaya (Unit)
4.3.3. Kepiting
Berdasarkan model surplus produksi Schaefer (1957) di perairan WPP NRI 712,
diperoleh dugaan potensi sumber daya kepiting sebesar 7.664 ton. Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi sehingga diperoleh jumlah
tangkapan yang diperbolehkan sebesar 6.131 ton dengan upaya Optimal menggunakan
alat tangkap bubu sebesar 24.209 unit (Gambar V-11). Upaya penangkapan kepiting
pada tahun 2015 berdasarkan data statistik perikanan mencapai 17.061 unit dengan
produksi sebesar 6.792 ton. Tingkat pemanfaatan kepiting saat ini berdasarkan
perbandingan upaya aktual dan upaya Optimal, diperoleh sebesar 0,70 (indikator warna
kuning) (Lampiran 10, 11 dan 12). Dengan demikian tingkat pemanfaatannya sudah
berada pada tahapan fully-exploited dengan mempertahankan upaya penangkapan
dengan monitor secara ketat.
65
WPP 712 Kepiting
9000
8000
2010
7000
2015
2008 2011 2012
6000 2013
Produksi (ton)
2014
5000 2009 2007
4000
3000
2000
1000
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Upaya (Unit)
Gambar V-11. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting bakau di
WPP NRI 712
4.3.4. Rajungan
Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dianalisis
dengan pendekatan model surplus produksi dari Schaeffer (1957) terhadap data catch
dan effort tahun 2001-2015. Nilai dugaan potensi lestari rajungan diperoleh sebesar
23.508 ton dengan upaya optimal sebanyak 80.442 unit setara dengan bubu lipat
(Gambar V-12). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebanyak 80% dari
potensi lestari yaitu 18.806 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan 2015 tercatat
jumlah bubu lipat sebanyak 51.934 unit sehingga diketahui tingkat pemanfataan
rajungan 0,65 (indikator warna kuning) (Lampiran 8, 10, 11 dan 12). Hal ini
menunjukkan tingkat pemanfaatan rajungan sudah mendekati penuh (fully-exploited),
dimana upaya penangkapan dipertahankan dengan monitor secara ketat.
2010 2008
20000 2011
Produksi (ton)
2013 2014
15000 2009
2012 2007
2003 2006
2004
10000
2005
5000
0
0 50000 100000 150000 200000
Upaya (Unit)
Gambar V-12. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan rajungan di WPP NRI
712
Nilai ukuran pertama matang kelamin (Lm) untuk udang penaeid yang didapatkan
selalu lebih rendah dari nilai ukuran rata-rata tertangkap (Lc = L50%). Nilai Lm udang
jerbung (Penaeus merguensis) 43,39 mm; nilai L∞ adalah 55,0 mm; nilai K (laju
pertumbuhan) 1,05 per tahun; dengan tingkat eksploitasi (E) mencapai 0,64. Sementara
untuk udang dogol (M. ensis) diperoleh nilai K sebagai 1,36 per tahun, L∞ sebesar 44,7
mm dan nilai E sebesar 0,74 per tahun. Hal ini menunjukkan tingkat pemanfaatan
berada dalam tahapan over exploited, sehingga sudah mendesak dilakukan pengurangan
upaya dan pengaturan ukuran mata jaring.
Rata-rata ukuran panjang karapas pertama kali tertangkap (Lc) lobster bambu (P.
versicolor) di perairan Kepulauan Karimunjawa 38,2 mm. Rata-rata ukuran panjang
karapas pertama kali matang gonad (Lm) 62,0 mm. Laju pertumbuhan (K) dan panjang
asimtotik (L∞) 0,34 per tahun dan mencapai L∞ 131 mm. Laju eksploitasi (E) udang
bambu di perairan ini 0,43.
Panjang rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau di perairan WPP NRI 712
sebesar 101,2 mm, lebih kecil dibandingkan rata-rata pertama kali matang gonad (Lm)
sebesar 119,84 mm. Hal ini menunjukkan sebagian besar kepiting tertangkap sebelum
matang gonad. Parameter pertumbuhan berdasarkan model analitik diperoleh lebar
karapas asimptotik (CW∞) sebesar 152 mm dengan laju pertumbuhan (K) 1,07-1,21 per
tahun. Laju eksploitasi (E) berdasarkan model analitik sebesar 0,7 menunjukkan tingkat
eksploitasinya telah melebihi nilai Optimal (fully exploited).
Ukuran rata-rata lebar karapas rajungan pertama kali matang gonad (Lm) di perairan
Laut Jawa rata-rata 128,10 mm dan rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc)
sebesar 125,02mm. Laju pertumbuhan (K) rata-rata 1,10 per tahun dan lebar karapas
asimtotik (CW∞) 191,57 mm. Laju eksploitasi (E) telah mencapai 0,66 (fully exploited),
sehingga pemenfaatan dipertahankan dengan pengawasan yang ketat.
67
VI. WPP NRI 713: SELAT MAKASAR, TELUK BONE, LAUT FLORES DAN
LAUT BALI
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 713 berada Selat Makassar dan
Laut Flores serta Teluk Bone. Daerah penangkapan di Selat Makasar berada di sekitar
Pulau Masalima di bagian barat perairan Propinsi Sulawesi Selatan sampai dengan
Pulau Jampea dan Pulau Bonerate, serta bagian barat daya dan selatan perairan Provinsi
Sulawesi Selatan.
Puncak musim penangkapan pada bulan Mei-Agustus dan musim paceklik bulan
Januari-Maret. Daerah penangkapan pancing dan jaring insang berada di lokasi sekitar
rumpon yang tersebar di sub area barat Sulawesi (Sulawesi Tengah-Sulawesi Selatan).
Sementara sebaran rumpon di perairan timur Kalimantan terkonsentrasi di perairan
sekitar Bontang (Kalimantan Timur). Daerah penangkapan ikan terbang di berada
perairan Takalar (sekitar Pulau Tanakeke). Adapun daerah penangkapan nelayan
pancing di Laut Flores berada di sub area selatan Sulawesi, sekitar selatan Teluk Bone
dan utara Selayar
Perairan Selat Makassar juga merupakan salah satu daerah penangkapan cumi-cumi
yang potensial, terutama di perairan barat Barru. Armada perikanan cumi-cumi dari
utara Jawa menjangkau daerah penangkapan ini. Aktivitas penangkapan cumi-cumi
usaha skala kecil berada di perairan dekat pantai.
Jenis ikan layang (Decapterus sp) mendominasi hasil tangkapan, di Paotere 24%, Bone
91%, Sikka 59%, dan Mamuju 10%. Sementara itu ikan banyar (Rastrelliger kanagurta)
hasil tangkapannya 32% (Barru), 22% (Sikka) dan 21% (Paotere). Ikan selar bentong
(Selar crumenophthalmus) berkontribusi 43% di Barru, 2% (Mamuju), dan 22% di
Sikka (Gambar VI-1).
Terdapat enam jenis sumber daya ikan terbang yang didaratkan di Takalar. Komposisi
jenis hasil tangkapan Hirundichthys oxycephalus (67%), Cheilopogon katopron (20%),
Parexocoetus brachypterus (5%), Parexocoetus mento (4%), Cypselurus poecilopterus
(2%), Cheilopogon abei (1%) dan Cheilopogon suttoni (1%) (Gambar VI-2).
68
Layang 24 Selar kuning 43
Lemuru 23
Layang anggur 32
Banyaran 21
Kuwe 5 Tetengke 10
Jenis ikan
Jenis ikan
Ekor kuning 2
Selar hijau 7
Cumi-cumi 2
Terbang 1 Layang benggol 5
Bui-bui 1
Kembung 3
Ikan lainnya 21
0 5 10 15 20 25 30 0 10 20 30 40 50
Pros entas e (%) Pros entas e (%)
Layang 91
Layang 59
Je n i s i k a n
Tembang 4
Jenis ika n
Kembung 22
Teri 3
Selar 19
Kembung 2
0 10 20 30 40 50 60 70
0 20 40 60 80 100
Pros entas e (%) Pros entas e(%)
Hirundicthys oxycephalus 67
Tembang 88
Cheilopegon katopron 20
Je n i s i k a n
Parexocoetus brachypterus 5
Jenis ikan
Parexcetus mento 4
Layang 10
Cypselurus poecilopterus 2
Cheilopegon abei 1
Kembung 2
Cypselurus suttoni 1
0 20 40 60 80 100
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Pros entas e (%) Pros entas e(%)
Gambar VI-1. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di perairan WPP NRI 713
Hirundicthys oxycephalus 67
Cheilopegon katopron 20
Parexocoetus brachypterus 5
Jenis ikan
Parexcetus mento 4
Cypselurus poecilopterus 2
Cheilopegon abei 1
Cypselurus suttoni 1
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Pros entas e (%)
Gambar VI-2. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan terbang di WPP NRI 713
Estimasi potensi sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 713 yang dianalisis
berdasarkan data akustik adalah 208.414 ton/tahun dengan nilai JTB 166.731 ton/tahun.
Aplikasi model surplus produksi Schaefer (1957) digunakan untuk menduga upaya
1.3.2. Cumi-cumi
Berdasarkan model surplus produksi Schaeffer (1957) diperoleh dugaan potensi sumber
daya cumi-cumi 10.519 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi yaitu 8.415 ton dengan upaya optimal menggunakan alat tangkap pancing
cumi 10.972 unit. Upaya penangkapan berdasarkan data statistik (2015) mencapai
13.024 unit dan produksi 16.025 ton (Lampiran 9). Tingkat pemanfaatan cumi-cumi
berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan upaya optimal sebesar 1,20 atau sudah
over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12), berarti sudah
kelebihan tangkap dan harus dilakukan pengurangan upaya.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) selar bentong (Selar crumenophthalmus)
pada panjang cagak 20,88 cm sedangkan panjang pertama kali matang gonad (Lm) pada
panjang cagak 17,93 cm. Berarti nilai Lc>Lm, menunjukkan ikan tertangkap sudah
mengalami matang gonad. Panjang asimptotik (L∞) pada 29,9 cm dengan nilai laju
pertumbuhan (K) 1,01 per tahun. Laju kematian total (Z) 3,0 per tahun, dengan nilai laju
kematian alami (M) 1,83 per tahun dan laju kematian akibat penangkapan (F) 1,17 per
tahun. Adapun tingkat pemanfaatan (E) sebesar 0,39 per tahun (moderate).
Ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan banyar (Rastrelliger kanagurta)
pada panjang cagak 17,93 cm. Panjang asimptotik (L∞) pada panjang cagak 27,56 cm
dengan nilai laju pertumbuhan (K) 0,59 per tahun. Laju kematian total (Z) 3,66 per
tahun, dengan nilai laju kematian alami (M) 1,32 per tahun dan laju kematian akibat
penangkapan (F) 2,34 per tahun dengan tingkat pemanfaatan (E) sekitar 0,64 per tahun
(fully exploited).
Penyebaran sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 713 terutama terdapat wilayah
perairan laut-dalam (oseanik) di sebelah barat Sulawesi. Alat tangkap dominan adalah
pukat cincin, jaring insang, pancing ulur dan tonda. Jenis ikan pelagis besar target utama
penangkapan adalah tuna, cakalang dan tuna neritik (tongkol dan tenggiri). Daerah
penangkapan tuna neritik di pantai Sulawesi yang meliputi perairan Toli-toli, Donggala,
Palu sampai Makassar, pantai utara Nusa Tenggara Barat dan sebagian Nusa Tenggara
Timur. Nelayan di perairan Laut Bali banyak menangkap ikan tongkol dengan
menggunakan pancing tonda.
Tiga jenis ikan pelagis besar yang dominan tertangkap di WPP NRI 713 adalah
cakalang (Katsuwonus pelamis) 45%, tongkol komo (Euthynnus affinis) 20%, tuna
madidihang (T. albacares) 5% dan tenggiri 1% . Ikan neritik tuna didominasi tongkol
komo (Gambar VI-3).
Cakalang 31.6
Tongkol 16.1
Layang 10.2
Tuna 7.8
Sunu 6.3
Kakap 3.7
Jenis ikan
Kerapu 3.6
Tenggiri 3.3
Ekor kuning 3.1
Kuwe 2.9
Kembung 2.3
Gerot-gerot 0.6
Ikan lainnya 8.4
Gambar VI-3. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 713
Hasil analisis metode akustik, diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) ikan pelagis besar 645.058 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 80% dari potensi lestarinya atau sekitar 516.046 ton per tahun.
Untuk menduga upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus produksi Schaefer (1957)
Musim pemijahan ikan tongkol lisong di perairan ini diduga berlangsung pada Juni-Juli.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan tongkol lisong (Auxis rochei) 21,6
cm dan ukuran rata-rata panjang pertama kali matang gonad (Lm) 24,5 cm. Berarti nilai
Lc<Lm mengindikasikan ikan yang tertangkap belum pernah memijah. Hasil analisa
menunjukkan nilai K 0,69 per tahun, L∞ 36,2 cm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,66 per
tahun (fully exploited).
Informasi keberadaan ikan demersal di WPP NRI 713 tidak terlalu banyak karena
wilayah habitat yang biasa dieksploitasi berada pada perairan dangkal dengan luasan
terbatas. Sebarannya terpusat di beberapa lokasi mulai di perairan pantai Selat Makasar
yaitu di sub area timur Provinsi Kalimantan Timur (perairan Balikpapan, Tanah Grogot-
Kabupaten Paser sampai mendekati perairan Kotabaru); di selatan Kalimantan (perairan
pantai Pulau Selayar dan Pulau Sembilan-Kabupaten Sinjai); di Provinsi Kalimantan
Selatan terkonsentrasi di sekitar perairan Kotabaru, Pulau Pudi, Tanjung Seloka,
Muara Batuan, Tanjung Gunung, Tanjung Pemancingan, Tanjung Mangkok, Bari
Tellue, Bulango, Batu Tellue, Batu Duae, Ka’range, Lontar, Magarputih, Pulau Nangka,
Pagatan dan perairan sekitar Pulau Sebuku; dan di Propinsi Sulawesi Selatan berada di
kawasan Kabupaten Sinjai (perairan Pasi Loange, Mangampi, Malambire, Limpage,
Taninting, dan sekitar perairan Pulau Sembilan). Di perairan timur Kalimantan
terkonsentrasi di perairan utara Kotabaru (Kalimantan Selatan), sekitar Tanjung Aru dan
sekitar perairan Samarinda dengan kepadatan tertinggi pada kedalaman 10-20 m.
Daerah penangkapan ikan karang (alat tangkap pancing) lokasinya relatif sama dengan
ikan demersal yaitu di perairan Teluk Bone, sekitar P. Sembilan, sekitar Kep. Bala-
Balakan (barat Kota Mamuju); di Provinsi Kalimantan Timur tersebar di pantai timur
Kota Balikpapan, Tanah Grogot-Kabupaten Paser sampai perairan Kotabaru.
Jenis-jenis ikan demersal yang didaratkan di tempat pendaratan utama di WPP NRI 713
komposisinya bervariasi untuk setiap daerah tangkapan. Alat tangkap yang umum
digunakan adalah lampara dasar (jaring dogol/mini trawl), pancing ulur, pancing rawai,
dan bubu. Ikan kerapu dan kakap mendominasi di perairan Sinjai dan Selayar,
sedangkan dari perairan Selat Makasar sub area timur Kalimantan didominasi ikan
Scolopsis taeniopterus 7
Terapon theraps 3
0 10 20 30 40 50
Pros entas e (%)
Gambar VI-4. Komposisi jenis ikan demersal yang tertangkap di WPP NRI 713
Berdasarkan kelompok famili, famili yang dominan adalah Nemipteridae (ikan kurisi),
Haemulidae (ikan kaci), Leiognathidae (ikan petek), Mullidae (ikan biji nangka) dan
Balistidae (ikan pogot). Berdasarkan spesies, yang mendominasi berturut-turut adalah
ikan kurisi (Nemipterus furcosus) 10,5%, pasir-pasir (Scolopsis taeniopterus) 7%, gerot-
gerot (Pomadasys argyreus) 6,2%, pogot (Abalistes stellatus) 6%, petek (Leiognathus
splendens) 5,9% bijinangka (Upeneus luzonius) 5,6%, manyung (Arius thalassinus)
4,3% dan lain-lain sisanya sekitar 3% ikan karang jenis lainnya (Gambar VI-5).
Nemipteridae 23.4
Nemipterus furcosus 10.5
Haemulidae 12.1
Scolopsis taeniopterus 7
Leiognathidae 10.5
Pomadasys argyreus 6.2
Mullidae 7
Abalistes stellatus 6
Balistidae 6
Leiognathus splendens
Jenis ikan
5.9
Jenis ikan
Lutjanudiae 5.8
Upeneus luzonius 5.6
Ariidae 4.3
Arius thalassinus 4.3
Synodontidae 3.6 Diagramma 3.9
Diodontidae 3.5 Diodon hystrix 3.5
Teraponidae 3 Terapon theraps 3
Ikan lainnya 20.8 Ikan lainnya 44.1
0 5 10 15 20 25 0 10 20 30 40 50
Pros entas e (%) Pros entas e (%)
Gambar VI-5. Komposisi jenis ikan demersal berdasarkan famili (kiri) dan spesies
(kanan) di WPP NRI-713
73
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan
Penentuan potensi lestari sumber daya ikan demersal di WPP NRI 713 berdasarkan
analisa data akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari sebesar 252.869 ton dengan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 80 % dari potensi lestari yakni 202.295
ton. Hasil analisis model surplus produksi Schaefer (1957) memperoleh jumlah upaya
penangkapan optimal 29.059 unit setara rawai dasar. Mengacu kepada data Statistik
Perikanan (2015) diketahui jumlah alat tangkap rawai dasar yang beroperasi (fakt.)
sebanyak 28.020 unit dan produksi perikanan demersal sekitar 88.578 ton (Lampiran 3).
Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan ini sudah mencapai 0,96
atau sudah fully exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12).
Penentuan potensi lestari ikan karang menggunakan model surplus produksi Schaefer
(1957) diperoleh nilai dugaan potensi lestari 19.856 ton dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 15.854 ton. Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015)
diketahui jumlah alat tangkap pancing ulur yang beroperasi sebanyak 18.885 unit dan
produksi perikanan karang 17.137 ton (Gambar VI-6 dan Lampiran 4). Jumlah upaya
penangkapan optimal 14.839 unit setara pancing ulur. Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan karang 1,27 atau sudah mengalami over exploited (indikator warna merah)
(Lampiran 4, 10, 11 dan 12).
2014 2015
20000
2013
2009 2010 2011
Produksi (ton)
15000 2008
2012
2007
10000 2006
2001 2002 2004
2005
5000 2003
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)
Gambar VI-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan karang
di WPP NRI 713
Nilai dugaan laju pertumbuhan (K) ikan demersal jenis kapasan (Gerres abbreviatus)
1,27 per tahun dengan panjang asimptotik (L∞) 15,7 cm dan laju eksploitasi (E)
mencapai 0,63 per tahun (fully exploited).
74
Laju pertumbuhan (K) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) 0,31 per tahun dengan
panjang asimptotik (L∞) 80,5 cm dan laju eksploitasi (E) berada pada angka 0,33 per
tahun. Sementara untuk ikan kerapu sunu (Plectropomus areolatus) nilai laju
pertumbuhan (K) 0,2 per tahun dengan panjang asimptotik (L∞) 69,3 cm. Laju
eksploitasinya berada pada angka 0,44 per tahun (moderate).
Habitat sumber daya udang penaeid di WPP NRI 713 berada di perairan paparan benua
(continental shelf) yang relatif dangkal dengan salinitas rendah karena pengaruh aliran
sungai (freshwater discharge). Sebagian besar udang penaeid menyebar di perairan
sekitar Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Kota Baru (Kalimantan Selatan).
Penyebaran lobster di WPP NRI 713 relatif cukup luas, antara lain di perairan pantai
utara Bali-Flores, Teluk Bone dan perairan Sinjai serta pantai barat Sulawesi Selatan.
Daerah penyebaran kepiting bakau berada di sekitar mangroves dengan substrat yang
berlumpur, terutama di sekitar perairan Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
Sementara penyebaran rajungan di perairan dengan habitat lumpur berpasir, pasir
berlumpur dan lumpur liat. Sumber daya rajungan di WPP NRI 713 banyak ditangkap di
perairan Sinjai dan Bone.
Komposisi jenis udang penaeid di perairan WPP NRI-713 terdiri dari udang dogol
(Metapenaeus ensis) 40%, udang sudu (M. brevicornis) 37%, udang putih (Penaeus
merguensis) 17%; udang krosok (Parapenaeus sculptilis) 4% dan udang merah
(Solenocera sp) 2% (Gambar VI-7).
Metapenaeus ensis 40
Metapenaeus brevicornis 37
Jenis ikan
Penaeus merguensis 17
Parapenaeus sculptilis 4
Solenocera sp 2
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Pros entas e (%)
Gambar VI-7. Komposisi (%) hasil tangkapan udang penaeid di perairan WPP NRI 713
Jenis-jenis lobster dari famili Palinuridae yang tertangkap di WPP NRI 713 antara lain
lobster bambu (Panulirus versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P.
homarus), lobster mutiara (P. ornatus), lobster batik/bintik seribu (P.longipes) dan
lobster pakistan (P. polyphagus). Sementara dari famili Scyllaridae terutama jenis
Thennus oriental, Scyllarides squomosus, Scyllarus sp. dan Parribacus spp. Kelima
jenis lobster tersebut umumnya mendominasi di perairan ini. Adapun jenis kepiting
yang banyak tertangkap di perairan WPP NRI 713 adalah kepiting bakau hijau (Scylla
Aplikasi model surplus produksi terhadap data catch dan effort udang di WPP NRI 713
mendapatkan dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) 30.404 ton/tahun
dengan upaya optimal (fopt.) 9.748 unit standar trammel net. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yakni 24.324 ton/tahun
(Gambar VI-8 dan Lampiran 5). Berdasarkan Statistik Perikanan (2015) diperoleh
jumlah alat tangkap (fakt.) sebesar 5.031 unit standar trammel net dan produksi 15.070
ton. Tingkat pemanfaatan udang penaeid 0,52 per tahun (indikator warna kuning) atau
sudah fully-exploited dengan demikian upaya penangkapan tetap dipertahankan dengan
monitor secara ketat.
35000 2001
2011
30000 2014
2002 2003 2012
25000
Produksi (ton)
2013
20000 2010 2004
2009 2007
15000 2008
2015 2006
10000 2005
5000
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)
Gambar VI-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP NRI 713
4.3.2. Lobster
Hasil analisa dengan model surplus produksi Schaefer (1957), diperoleh nilai dugaan
potensi lestari (maximum suistainable yield) lobster 927 ton dengan upaya optimal
sebanyak 16.708 unit setara jaring insang tetap (Gambar VI-9 dan Lampiran 6). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) yaitu 80% dari potensi lestari 742 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan (2015) tercatat jumlah jaring insang tetap 20.099
unit dan produksi (Cakt.) 517 ton. Status tingkat pemanfataan lobster berdasarkan rasio
upaya aktual terhadap upaya optimal diperoleh 1,40 yang mengindikasikan telah over
fishing (indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12).
76
1200 WPP 713 Lobster
2001
1000 2003
2002
Produksi (ton) 800
2008
2014 2011
600
2006
2005
400
2009
200
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Upaya (Unit)
Gambar VI-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 713
4.3.3. Kepiting
2002 2008
2009
3000 2015
2007
2000
1000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar VI-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting bakau
di perairan WPP NRI 713
77
4.3.4. Rajungan
8000 2013
7000 2009 2014
6000 2015 2011 2010
2008
Produksi (ton)
5000 2012
2007
4000
2002 2003 2006
3000 2001
2000 2005
1000
2004
0
0 10000 20000 30000 40000
Upaya (Unit)
Gambar VI-11. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya rajungan
di perairan WPP NRI 713
Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) udang jerbung (P.
merguiensis) di WPP NRI 713 adalah 35,3 mm (panjang karapas) dan rata-rata ukuran
panjang pertama kali tertangkap (Lc) 27,7 mm. Berarti nilai Lc<Lm, menunjukkan
udang jerbung tertangkap sebelum matang gonad. Nilai laju pertumbuhan (K) 1,45 per
tahun, nilai L∞ 47,2 mm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,66 per tahun. Untuk udang
dogol (M. ensis), rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) adalah 28,5
mm dan rata-rata ukuran panjang tertangkap (Lc) 27,7 mm. Berarti nilai Lc<Lm,
menandakan udang dogol tertangkap sebelum matang gonad. Nilai K diperoleh 1,24 per
tahun dan nilai L∞ 38,75 mm dengan laju eksploitasi (E) 0,66 per tahun (fully exploited).
Untuk bago (P. semisulcatus), rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad
(Lm) 40,9 mm dan rata-rata ukuran panjang tertangkap (Lc) pada ukuran 31,5 mm.
Berarti nilai Lc<Lm, menandakan udang bago tertangkap sebelum matang gonad.
Besaran nilai K diperoleh 1,55 per tahun dan nilai L∞ 52,5 mm. Laju eksploitasinya (E)
0,64, per tahun (fully exploited). Sementara untuk udang windu (P. monodon), rata-rata
ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) 58,2 mm dan rata-rata ukuran panjang
tertangkap (Lc) pada ukuran 43,7 mm. Dari analisa didapatkan nilai K 1,33 per tahun
dan nilai L∞ 58,2 mm. Adapun laju eksploitasi (E) 0,52 per tahun (fully exploited).
Dalam perspektif indikator stok, menunjukkan bahwa sumber daya udang di WPP NRI-
78 78
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
713 pada kondisi fully exploited dengan demikian upaya penangkapan tetap
dipertahankan dengan monitoring secara ketat.
Rata-rata ukuran panjang karapas tertangkap (Lc) untuk lobster mutiara (P. ornatus)
adalah 90,7 mm. Laju pertumbuhan (K) 0,26 per tahun dan panjang asimtotik (L∞)
mencapai 201 mm, sementara laju eksploitasi (E) didapatkan 0,35 per tahun. Untuk
rajungan, diperoleh lebar karapas asimptotik (CW∞) 173,05 mm dan laju pertumbuhan
(K) sebesar 1,48 per tahun yang menunjukkan rajungan memiliki pertumbuhan yang
cepat, dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,63 per tahun (fully exploited).
79
VII. WPP NRI 714: TELUK TOLO DAN LAUT BANDA
Sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 714 tersebar di semua bagian perairan dan
yang banyak dieksploitasi adalah di wilayah barat perairan ini dengan fishing base di
Kendari. Teridentifikasi sekitar tujuh lokasi penangkapan ikan pelagis kecil di bagian
barat perairan WPP NRI 714, yaitu perairan sekitar P. Menui dan P. Wowoni, perairan
Sulawesi Tenggara, perairan selatan Taliabu, Seram, Laut Banda lepas pantai Kendari
dan Morowali. Semenjak tidak beroperasinya kapal-kapal pengangkut (ukuran >50 GT)
yang berakibat penurunan eksploitasi, lokasi penangkapan pukat cincin dengan target
ikan pelagis kecil di Kendari bergeser ke arah pantai (menjadi lebih dekat dengan lokasi
pendaratan). Lokasi penangkapan armada pukat cincin di Ambon umumnya di perairan
sekitar Teluk Ambon serta sebelah selatan dan utara P. Ambon.
Perairan Laut Banda juga merupakan daerah penangkapan cumi-cumi yang potensial,
namun belum diperoleh informasi spot daerah penangkapan, khususnya untuk perikanan
skala besar. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di wilayah ini lebih
didominasi oleh perikanan usaha skala kecil, di pulau pulau yang banyak tersebar di
wilayah perairan ini, dengan jangkauan daerah penangkapan yang tidak terlampau jauh
dari basis penangkapan.
Jenis ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap adalah layang biru/malalugis
(Decapterus macarellus) yang tersebar hampir di seluruh perairan. Produksi ikan
pelagis kecil di Provinsi Maluku mencapai 31% dari total produksi ikan di provinsi ini
dimana jenis layang dan banyar mendominasi yaitu 28,7%, banyar 22%, dan sisanya
ikan selar 10,1% (Gambar VII-1). Hasil tangkapan pukat cincin di perairan sekitar P.
Seram, didominasi ikan layang (Decapterus sp.) mencapai 40,5% dari total hasil
tangkapan dan ikan sardine (Sardinella sp.) 7,8%. Sementara di perairan Kendari
didominasi ikan kembung 54% dan layang 31%, sisanya 9% banyar, 4% selar.
Layang 28.7
Banyar 22
Pelagis besar 34
Selar 10.1
Julung-julung 9.3
Pelagis kecil 31
Jeni s i ka n
Tembang 8.9
Demersal 27 Teri 7.8
Jenis ikan
Japuh 4.6
Ikan lainnya 10
Ikan Terbang 3.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 Siro 1.6
Prosentase (%)
Layur 1.4
Tetengkek 1
Alu-alu 0.7
Bentong 0.3
0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)
Gambar VII-1. Komposisi jenis ikan hasil tangkapan ikan di WPP NRI 714
Hasil analisa metode akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) ikan pelagis kecil 165.944 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 132.755 ton (Lampiran 1).
Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) mendapatkan upaya Optimal (fopt.)
4.262 unit standar pukat cincin/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap
(2015), diperoleh jumlah alat yang beroperasi (fakt.) 1.858 unit setara pukat cincin
(purse seine) dengan produksi 61.092 ton (Lampiran 1). Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 714 mencapai 0,44 atau pada tingkat moderate
(indikator warna hijau) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12), mengindikasikan peluang
pengembangan penangkapan masih terbuka.
1.3.2. Cumi-cumi
Berdasarkan model produksi surplus Schaefer (1957) diperoleh dugaan potensi sumber
daya cumi-cumi di perairan WPP NRI 714 adalah 68.444 ton. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi sehingga diperoleh jumlah tangkapan
yang diperbolehkan 54.755 ton dengan upaya Optimal menggunakan alat tangkap
pancing cumi 1.515 unit. Upaya penangkapan berdasarkan data statistik (2015)
mencapai 1.515 unit dan produksi 2.277 ton (Lampiran 9). Tingkat pemanfaatan cumi-
cumi berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan upaya Optimal (E) 1,00 atau
sudah fully exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12),
menunjukkan tidak boleh lagi melakukan penambahan upaya dan dilakukan
pengawasan ketat.
Ukuran ikan rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan malalugis adalah pada panjang
cagak 22,5 cm dan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang cagak 25,8
cm. Berarti nilai Lc<Lm yang menandakan ikan yang tertangkap belum pernah
memijah. Panjang asimptotik (L∞) pada panjang cagak 26 cm, dengan nilai laju
pertumbuhan (K) 0,57 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) 1,87, dengan laju
kematian alami (M) 1,1 dan kematian akibat penangkapan 0,77. Laju eksploitasi (E)
ikan malalugis berada pada angka 0,41 per tahun (moderate).
Spesies ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) memiliki struktur ukuran pada kisaran
panjang cagak 9,5 – 29 cm. Sex ratio antara betina dan jantan menunjukkan bahwa ikan
berkelamin betina 47% dan yang berkelamin jantan 53%. Ukuran rata-rata pertama kali
tertangkap (Lc) pada panjang cagak 20,07 cm, sedangkan ukuran pertama kali matang
gonad (Lm) pada panjang cagak 20,4 cm untuk ikan betina dan 21,1 cm untuk ikan
jantang. Berarti nilai Lc<Lm menandakan ikan yang tertangkap belum pernah memijah.
Panjang asimptotik (L∞) diperoleh pada panjang cagak 30 cm, dengan laju pertumbuhan
(K) 1,01 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) 2,77, dengan laju kematian alami (M)
sebesar 1,83 dan kematian akibat penangkapan 0,94 serta laju eksploitasi (E) sebesar
0,34 per tahun (moderate).
Jenis-jenis ikan pelagis besar yang umumnya tertangkap di WPP NRI 714 Teluk Tolo
dan Laut Banda adalah jenis tuna dan tuna neritik (tongkol dan tenggiri). Lokasi fishing
ground ikan pelagis besar umumnya sama dengan pelagis kecil yaitu di perairan Menui
(timur Tel. Kendari); Umbele (Tel. Tolo) dan Taliabo (timur laut Kendari); serta sekitar
P. Buru. Nelayan Ambon dan Masohi menangkap ikan pelagis besar di perairan Ambon
dan L. Banda serta sekitar P. Buru. Nelayan Larantuka menangkap ikan di L. Flores dan
perairan Wakatobi. Musim penangkapan tidak selalu sama antar lokasi pendaratan,
lokasi penangkapan dan jenis alat tangkap. Musim penangkapan ikan nelayan Kendari
dan Ambon Januari-Mei serta September-Oktober dan musim paceklik bulan Juni-
Agustus dan November-Desember. Musim tangkap ikan tuna di Larantuka bulan
September sampai Desember.
Jenis ikan pelagis besar yang dominan di WPP NRI 714 adalah cakalang (Katsuwonus
pelamis). Jenis ikan pelagis besar yang didaratkan di Ambon terdiri dari ikan cakalang
mencapai 43%, tongkol komo (28%), tuna madidihang 8%, tuna mata besar (5,6%),
tongkol abu-abu, tongkol krai dan jenis ikan pelagis besar lainnya yang terdiri dari
cucut, tenggiri, sunglir dan lemadang dengan prosentase hasil tangkapannya <4%.
Dalam perspektif kajian ini, yang mendominasi komposisi jenis ikan pelagis besar
adalah tongkol komo (Gambar VII-2).
Cakalang 43
Tongkol komo 28
Ikan lainnya
Jenis ikan
10.6
Tuna madidihang 8
0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)
Gambar VII-2. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 714
Dari hasil analisis metode akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) 304.293 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya adalah 243.435 ton per tahun. Pendugaan
upaya optimal (fopt.) menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957) 4.315 unit
setara pukat cincin (Lampiran 2). Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015)
diketahui jumlah pukat cincin 3.368 unit dan produksi perikanan pelagis besar 29.284
ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil 0,78 (indikator warna kuning)
(Lampiran 2, 10, 11 dan 12), yang berarti berada pada tahapan jenuh (fully-exploited).
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan tongkol komo (Euthynnus affinis)
pada panjang cagak (FL) 46,4 cm. Panjang asimtotik (L∞) mencapai 74,5 cm dengan
nilai laju pertumbuhan (K) 1,06/tahun. Laju mortalitas total (Z) 3,51 per tahun;
mortalitas alami (M) adalah 1,8 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) 1,75 per
tahun. Sementara tingkat eksploitasi (E) 0.49 per tahun. Ikan tongkol komo memijah
pada bulan Juni.
Untuk ikan tongkol lisong (Auxis rocheii), parameter populasinya meliputi: ukuran rata-
rata pertama kali tertangkap (Lc) 24,4 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang
gonad (Lm) 22,9 cm serta panjang asimtotik (L∞) 31,5 cm serta laju pertumbuhan (K)
1,07/tahun. Dari indikator populasi (Lc>Lm) menunjukkan ikan tongkol lisong yang
tertangkap memiliki kesempatan untuk memijah, sehingga keberlangsungan
penambahan baru masih terjaga. Tingkat mortalitas total (Z) 4,07 per tahun; mortalitas
alami (M) 1,87 per tahun dan mortalitas penangkapan (F) 2,2 per tahun, sementara
tingkat eksploitasi (E) sebesar 0.54 per tahun (fully exploited).
Sumber daya ikan demersal di WPP NRI 714 pada umumnya didaratkan di sisi barat
perairan yaitu di Luwuk-Banggai, Bombana, Kendari dan Wakatobi. Sementara di sisi
timur pendaratan ikan demersal dilakukan di Ambon. Ikan demersal yang didaratkan di
Kep.Wakatobi, umumnya berasal dari daerah penangkapan sekitar perairan karang
Kapota dan Kaledupa, Tomia, Towu Towu dan Karang Kokoh. Selain itu, daerah
tangkapan demersal lainnya di perairan Kabupaten Bombana sampai ke perairan Muna
dan Selat Tiworo.
Jenis ikan demersal yang didaratkan sangat beragam dan ukurannya relatif kecil. Jenis
yang mendominasi kurisi (27%), alu-alu (14,6%), kuniran (13%) dan gerot-gerot (12%)
(Gambar VII-3). Ikan demersal yang didaratkan di Wakatobi, didominasi ikan lencam
(35%), kakap merah (33%) dan bijinangka (27%). Sementara ikan kuniran, sewanggi,
kerong-kerong, pinjalo, ikan gaji, serinding dan demersal lainnya menempati porsi
masing-masing <2% dari total tangkapan ikan demersal.
Untuk jenis ikan karang, komposisi jenis hasil tangkapan yang didaratkan didominasi
oleh ikan kerapu karang 31%, kakak tua 18%; ikan karang campuran 13%, kerapu sunu
dan baronang kuning masing-masing 12%. Selebihnya ikan baronang 9% dan ekor
kuning 4% (Gambar VII-4).
83
Alu-alu 14.6
Kurisi 27
Gerot-gerot 12
Kuniran 13
Udang 9.5
Jenis ika n
Petek 12
Kuniran 8.2
Pari 4.1
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Prosentase (%)
Gambar VII-3. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal di WPP NRI 714
Kerapu karang 31
Kakak tua 18
Beronang kuning 12
Kerapu sunu 12
Jenis ikan
Beronang 9
Ekor kuning 4
Beronang lingkis 1
Ikan lainnya 13
0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)
Gambar VII-4. Prosentase jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI 714
Penentuan potensi lestari digunakan model surplus produksi Schaefer (1957) pada data
hasil tangkapan (catch) dan upaya (effort) ikan demersal tahun 2001–2015 di WPP NRI
714, dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari 98.010 ton dengan jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) 78.408 ton (Gambar VII-5 dan Lampiran 3). Jumlah upaya
penangkapan optimal (fopt.) 9.900 unit setara rawai dasar. Jumlah upaya aktual saat ini
5.739 unit dan hasil tangkapan aktual saat ini 53.256 ton. Tingkat pemanfaatan ikan
demersal mencapai 0,58 atau pada kondisi fully exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 3, 10, 11 dan 12), yang menunjukkan tidak boleh lagi melakukan
penambahan upaya dan dilakukan pengawasan ketat.
84
120000 WPP 714 Demersal
100000
80000
Produksi (ton) 2005
2002
60000 2001 2012 2007
2006
5377 2009
2004 2014
2015
40000 2013 2008
20000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar VII-5. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan demersal
di WPP NRI 714
140000
120000
100000
Produksi (ton)
80000
Gambar VII-6. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan karang
di WPP NRI 714
85
3.4. Indikator Stok
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan kuniran (Upeneus sulphureus) pada
panjang 11,96 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang
10,08 cm. Ini berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan kuniran yang tertangkap sudah
matang gonad atau pernah memijah. Laju pertumbuhan (K) 1,51 per tahun dan panjang
asimtotik (L∞) 21,60 cm dengan tingkat eksploitasi (E) 0,63 per tahun.
Ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap (Lc) ikan kurisi (Nemipterus furcosus)
15,8 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) 10,08 cm. Berarti nilai
Lc>Lm menandakan ikan kurisi yang tertangkap sudah matang gonad atau pernah
memijah. Laju pertumbuhan (K) 1,51 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) 27,2 cm
dengan laju eksploitasi (E) 0,46 per tahun.
Ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap (Lc) ikan petek (Leiognathus
splendens) 12,02 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) 9,20 cm.
Berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan yang tertangkap sudah matang gonad atau pernah
memijah. Laju pertumbuhan (K) 0,91 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) adalah 20
cm dengan laju eksploitasi (E) 0,59 per tahun.
Untuk ikan kerapu sunu ekor gunting (Variola louti) didapatkan ukuran rata-rata
panjang pertama kali tertangkap (Lc) 26,31 cm dan ukuran rata-rata pertama kali
matang gonad (Lm) pada panjang 17 cm. Ini berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan
tersebut tertangkap setelah pernah memijah. Laju pertumbuhan (K) 0,6 per tahun dan
panjang asimtotik (L∞) 43,58 cm dengan laju eksploitasi (E) 0,45 per tahun. Untuk
ikan baronang (Siganus guttatus), ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap (Lc)
27,65 cm. Laju pertumbuhan (K) 0,7 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) 51,5 cm
dengan laju eksploitasi (E) 0,46 per tahun.
Adapun ikan lencam (Lethrinus lentjan), ukuran rata-rata panjang pertama kali
tertangkap (Lc) 27,62 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) 25 cm.
Hal ini berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan tersebut tertangkap setelah pernah
memijah. Laju pertumbuhan (K) 1,0 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) 45,5 cm
dengan laju eksploitasi (E) 0,34 per tahun (moderate).
Penyebaran udang penaeid di WPP NRI 714 relatif sempit, hanya terbatas di perairan
sekitar pulau-pulau kecil di wilayah Sulawesi Tenggara, Maluku dan Teluk Tolo. Udang
windu jenis Penaeus semisulcatus banyak tertangkap di Teluk Kayeli, P. Buru dan
Teluk Tolo cenderung mendominasi hasil tangkapan. Penyebaran sumber daya lobster
antara lain perairan Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Banggai, pantai selatan Seram dan
pantai Teluk Tolo. Penyebaran sumberdaya kepiting berada di sekitar perairan pasang
surut dan daerah mangroves, terutama sekitar perairan Teluk Kendari. Adapun
penyebaran sumber daya rajungan yang banyak diusahakan berada di perairan Teluk
Komposisi jenis udang di WPP NRI 714 didominasi udang Metapenaeus sp. 23%,
udang Metapenaeopsis sp 4%, udang pama (P. semisulcatus) 4%; udang windu (P.
monodon) 3,2%, udang mantis 0,4%; dan udang jerbung (P. merguiensis) 0,39%
(Gambar VII-7).
Metapenaeus sp 23
P. semis ulcatus 4
Metapenaeopsis sp 4
Jenis ikan
P. monodon 3.2
P. merguiensis 0.4
Odontodactylus
0.4
scyllarus
Udang lainnya 65
0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)
Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP NRI 714 antara lain lobster bambu (Panulirus
versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P. homarus), lobster mutiara (P.
ornatus), lobster batik/bintik seribu (P.longipes) dan lobster pakistan (P. polyphagus).
Selain dari jenis famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari family Scyllaridae
terutama jenis Thennus orientalis, Scyllarides squomosus, Scyllarus sp dan Parribacus
spp. Jenis yang dominan adalah lobster P.versicolor & P. longipes/femoristriga.
Jenis kepiting di perairan WPP NRI 714 adalah kepiting bakau hijau (Scylla serrata),
yang tertangkap dengan alat tangkap jaring insang dasar, bubu lipat dan begasi. Alat
tangkap yang paling dominan untuk menangkap kepiting adalah jaring insang dasar.
Adapun jenis rajungan yang banyak diusahakan berasal dari famili Portunidae yaitu
Portunus pelagicus.
Hasil perhitungan dengan menggunakan model surplus produksi didapatkan nilai MSY
udang 3.180 ton dan JTB 2.544 ton (Gambar VII-8 dan Lampiran 5). Alat tangkap
trammel net dijadikan sebagai alat tangkap standar dan diperoleh nilai upaya Optimal
(fopt.) sebesar 2.596 unit setara trammel net, sementara upaya actual (fakt.) 1.025 unit
trammel net dengan produksi sebesar 12.565 ton. Tingkat pemanfaatan udang sebesar
0,39 atau pada kondisi moderate (Lampiran 5, 10, 11 dan 12) atau berada pada tahapan
moderat (indikator warna hijau) dan masih sangat terbuka peluang pengembangannya.
87
4000 WPP 714 Udang
3500 2015
2007
3000
4.3.2. Lobster
Potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) dianalisis dengan
pendekatan model produksi surplus Schaefer (1957) pada data catch dan effort tahun
2001 sampai dengan 2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi lestari sebesar
724 ton dengan upaya optimal 5.384 unit setara bubu (Gambar VII-9 dan Lampiran 6).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh sebanyak 80% dari potensi
lestari yaitu 579 ton, sementara berdasarkan data Statistik Perikanan, tahun 2015
tercatat jumlah bubu sebesar 9.294 unit. Tingkat pemanfataan lobster sebesar 1,72
(indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan tingkat
pemanfaatan lobster berada dalam tahapan over exploited dan harus diambil tindakan
segera dengan melakukan pengurangan upaya penangkapan.
700
600
400 2015
300 2008
200
Gambar VII-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 714
88
4.3.3. Kepiting
Berdasarkan model surplus produksi Schaeffer (1957), diperoleh dugaan potensi sumber
daya kepiting di WPP NRI 714 sebesar 1.145 ton. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi sehingga diperoleh jumlah tangkapan
yang diperbolehkan 916 ton dengan upaya Optimal menggunakan alat tangkap jaring
insang 4.368 unit (Gambar VII-10 dan Lampiran 7). Berdasarkan statistik perikanan,
diperoleh upaya penangkapan kepiting di perairan WPP NRI 714 pada tahun 2015
mencapai 6.778 unit setara jaring insang. Tingkat pemanfaatan kepiting saat ini
mencapai 1,55 (indikator warna merah) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12). Hal ini
menunjukkan tingkat pemanfaatan kepiting sudah berada pada tahapan over exploited
dan harus dilakukan tindakan pengurangan upaya.
WPP 714 Kepiting
1400
2005
1200 2012
2014
1000
2015
Produksi (ton)
800 2004
600
400 2003
200
0
0 2000 4000 6 000 8000 10000
Upaya (Unit)
Gambar VII-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumberdaya kepiting bakau
di perairan WPP NRI 714
4.3.4. Rajungan
Potensi lestari rajungan di perairan WPP NRI 714 dianalisis berdasarkan model surplus
produksi Schaefer (1957) diperoleh dugaan sebesar 1.669 ton (Gambar VII-11 dan
Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 1.335 ton dan
merupakan 80% dari potensi lestari. Upaya Optimal (fopt.) sebesar 8.929 unit setara
bubu dan berdasaran data statistik pada tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual (fakt.)
sebesar 6.839 unit dengan produksi 1.648 ton. Berdasarkan perbandingan jumlah upaya
aktual dan jumlah upaya Optimal. Tingkat pemanfaatan rajungan 0,77 (indikator warna
kuning) (Lampiran 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan tingkat pemanfaatan rajungan
berada dalam tahapan fully-exploited dimana tidak dilakukan penambahan upaya dan
pengawasan secara ketat.
89
WPP 714 Rajungan
1800
2015
2005 2009
1600 2001 2002
2003 2008
1400
2011 2010
1200 2007 2014
2012
Produksi (ton) 1000 2006
800 2013
2004
600
400
200
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya rajungan
di perairan WPP NRI 714
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) udang jerbung dan pama/flower lebih
kecil yaitu masing-masing sebesar 42,03 mm dan 32 mm daripada ukuran rata-rata
matang gonad (Lm) masing-masing sebesar 48,6 mm dan 39,6 mm. Nilai laju
pertumbuhan (K) udang jebung (P. merguiensis) sebesar 1,06 per tahun, L∞ 66,1 mm
dan nilai laju eksploitasi (E) 0,69 per tahun. Sementara untuk udang windu (P.
semisulcatus) diperoleh nilai K 1,2 per tahun, L∞ 80,9 mm dan nilai E 0,71 (fully
exploited).
Panjang karapas rata-rata pertma kali matang gonad (Lm) dan ukuran rata-rata pertama
kali tertangkap (Lc) udang bambu (P. versicolor) masing-masing adalah 71,83 mm dan
61,38 mm. Panjang karapas rata-rata matang gonad (Lm) dan rata-rata tertangkap (Lc)
udang batik (P.longipes femoristriga) masing-masing adalah 75,9 mm dan 55,9 mm.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, rata-rata lobster yang tertangkap belum melakukan
pemijahan. Untuk udang batik (P.longipes femoristriga) diperoleh panjang karapas
asimtotik (L∞) 144 mm dan laju pertumbuhan (K) 0,46 per tahun. Parameter
pertumbuhan udang bambu (P.versicolor) diperoleh panjang karapas asimtotik (L∞)
123,5 mm dan laju pertumbuhan (K) 0,62 per tahun. Nilai laju eksploitasi (E) udang
batik 0,58 dan udang bambu 0,59.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) 115,29
mm (lebar karapas) tidak jauh berbeda dibandingkan ukuran rata-rata pertama kali
matang gonad (Lm) sebesar 119,7 mm. Lebar karapas asimptotik (CW∞) sebesar 206
mm dan laju pertumbuhan (K) 1,01 per tahun menunjukkan kepiting bakau memiliki
pertumbuhan yang cepat, sementara tingkat pemanfaatan (E) kepiting bakau adalah 0,63
per tahun (fully exploited).
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) rajungan dengan lebar karapas (CW)
116,65 mm, lebih kecil dibandingkan rata-rata pertama kali matang gonad rajungan
91
VIII. WPP NRI 715: TELUK TOMINI, LAUT MALUKU, LAUT HALMAHERA,
LAUT SERAM DAN TELUK BERAU
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 715 berada di sekitar perairan
Bitung di selatan Pulau Lembeh, perairan Kema, perairan Teluk Tomini, perairan Batu
Putih (Laut Maluku), Laut Maluku, Laut Sulawesi, Laut Seram, Laut Halmahera dan
Samudera Pasifik. Untuk cumi-cumi, kegiatan penangkapan di WPP NRI 715 umumnya
dilakukan pada usaha skala kecil. Daerah penangkapan cumi-cumi potensial di wilayah
perairan Kabupaten Parigi Moutong .
Sumber daya pelagis kecil di WPP NRI 715 bagian barat (Gorontalo, Bitung dan
Ternate) didominasi oleh ikan malalugis, sementara bagian timur (Sorong dan Kaimana)
didominasi ikan kembung. Produksi tertinggi berasal dari alat tangkap pukat cincin
(purse seine). Kompoisisi jenis ikan pelagis kecil di Gorontalo terdiri dari malalugis
(85%), kembung (13%) dan selar (2%), sedangkan di Bitung terdiri dari malalugis
(90%), selar (8%) dan kembung (2%).
Dari hasil analisis data akustik terhadap sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI
715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) sebesar 555.982 ton/tahun (Lampiran
1). Analisis dengan model surplus produksi Schaefer (1957) didapatkan upaya optimal
(fopt.) 3.653 unit setara pukat cincin. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 444.786 ton/tahun. Berdasarkan
Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh upaya aktual 3.219 unit pukat cincin dan
produksi 212.012 ton. Tingkat pemanfaatan mencapai 0,88 (indikator warna kuning)
atau berada pada tahapan jenuh (fully-exploited) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12), yang
menunjukkan tidak boleh lagi melakukan penambahan upaya dan dilakukan
pengawasan ketat.
92
1.3.2 Cumi-Cumi
Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) dilakukan pada data hasil tangkapan
(catch) dan upaya (effort) cumi-cumi dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY)
10.272 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) 1.790 unit setara bagan (Lampiran 9).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 8.217
ton/tahun. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh jumlah upaya aktual
3.325 unit setara bagan dan produksi 5.215 ton. Dengan demikian didapatkan tingkat
pemanfaatan sumber daya cumi-cumi 1,86 (indikator warna merah) atau status over
exploited dengan upaya penangkapan yang harus dikurangi (Lampiran 9, 10, 11 dan 12).
Ikan layang biru memiliki ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) 20,9 cm dan
ukuran pertama kali matang gonad (Lm) 21 cm. Panjang asimtotik (L∞) = 32 cm dan
laju pertumbuhan (K) = 1,06 per tahun. Sementara laju kematian total (Z) 3,67 per
tahun, laju kematian alami (M) 1,5 per tahun dan laju kematian karena penangkapan (F)
2,2 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,59 (fully exploited). Kondisi ini
mengindikasikan perlunya pengaturan pengelolaan sumber daya ikan layang dengan
uapaya penangkapan dipertahankan serta pengawasan yang ketat. Dugaan musim
pemijahan terjadi dua kali yakni bulan Juni dan November.
Jenis sumber daya pelagis besar yang tertangkap di perairan ini adalah tuna, cakalang
dan jenis-jenis tuna neritik terutama jenis tongkol serta banyak juga tertangkap
lemadang dan hiu. Jenis tongkol yang dominan adalah tongkol lisong (A. rochei).
Daerah penangkapan di perairan Teluk Tomini, Laut Maluku bagian barat dan timur,
93
Laut Seram hingga Raja Ampat. Secara umum puncak musim ikan pelagis besar pada
musim timur.
Komposisi jenis ikan pelagis besar didominasi oleh tongkol lisong sebesar 15%. Jenis
ikan pelagis besar lainnya terdiri dari cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol krai
(Auxiz thazard), lemadang (Coryphaena hippurus) dan ikan sunglir (Elagatis
bippinulatus) (Gambar VIII-1).
Tongkol lisong 15
Cakalang 5
0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)
Gambar VIII-1. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar hasil tangkapan pukat cincin
di WPP NRI 715
Berdasarkan hasil survei akustik diperoleh dugaan potensi lestari (MSY) ikan pelagis
besar 31.659 ton per tahun (Lampiran 2). Dengan analisis model surplus produksi
Schaefer (1957) diperoleh upaya optimal (fopt.) 5.228 unit setara pukat cincin. Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 25.327 ton per
tahun. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh upaya aktual 5.049 unit
setara pukat cincin dengan produksi 117.521 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis besar 0,97 (indikator warna kuning) atau berada pada tahapan jenuh (fully-
exploited) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12), yang menunjukkan tidak boleh lagi melakukan
penambahan upaya dan dilakukan pengawasan ketat.
Tongkol lisong (A. rocheii) memiliki ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) pada
panjang 26,2 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang
25,9 cm. Panjang asimtotik (L∞) = 37 cm dengan nilai laju pertumbuhan (K) = 0,51 per
tahun. Laju kematian total (Z) 1,54 per tahun, laju kematian alami (M) 1,12 per tahun
dan laju kematian karena penangkapan (F) 0,42 per tahun dengan laju eksploitasi (E)
0,27 per tahun (moderate). Musim pemijahan ikan tongkol lisong mencapai puncaknya
pada bulan Juli dan Oktober. Dari indikator stok ini menunjukkan bahwa ikan tongkol
lisong memiliki kesempatan untuk memijah sebelum tertangkap (Lc>Lm), sehingga
keberlangsungan hidupnya masih terjaga. Laju eskploitasi tongkol lisong di WPP NRI
715 masih tergolong rendah sehingga masih dapat ditingkatkan.
94
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang
Daerah penangkapan ikan demersal di WPP NRI 715 umumnya di habitat perairan
karang di sekitar perairan Kabupaten Banggai (Pulau Kubur, Pulau Tembang, Pulau
Giolan, Pulau Sidanggi, Pulau Satu dan Pulau Buaya). Daerah penangkapan lainnya
berada di sekitar Pulau Tanjung Kramat yang berada di sekitar Kepulauan Togean.
Puncak musim penangkapan ikan terjadi pada bulan September.
Jenis-jenis ikan demersal yang umumnya tertangkap antara lain ikan ekor kuning
(Caesio cuning), kuwe (Carans sexfasciatus), kakap (Lutjanus spp) dan kerapu
(Epinephelus spp). Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ekor kuning (C. cuning)
sebesar 48,75% (Gambar VIII-2).
Kuwe 30.4
Jenis ikan
Kerapu 11.8
Kakap 9.1
0 10 20 30 40 50 60
Prosentase (%)
Gambar VIII-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal dan ikan karang di
WPP NRI 715
Dengan menggunakan model surplus produksi pada data catch dan effort sumber daya
ikan demersal diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY) 325.080 ton/tahun dengan
upaya optimal (fopt.) 18.030 unit setara rawai dasar. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 260.064 ton/tahun (Gambar
VIII-3 dan Lampiran 3). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh
jumlah upaya aktual (fakt.) 3.893 unit setara rawai dasar dan produksi 94.060 ton.
300000
250000
Produksi (ton)
200000
150000
2013 2010 2004 2014
2003
100000 2015 2009 20072006
2012 2002
2011 2001 2008
50000
2005
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Upaya (Unit)
Gambar VIII-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP NRI 715
Hasil analisis model surplus produksi pada data catch dan effort sumber daya ikan
karang di WPP NRI 715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) ikan karang
310.866 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 39.425 unit setara pancing ulur.
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu
248.693 ton/tahun (Gambar VIII-4 dan Lampiran 4). Berdasarkan Statistik Perikanan
Tangkap tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual 13.353 unit setara pancing ulur dan
produksi sebesar 59.821 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatannya baru mencapai
0,34 (indikator warna hijau) atau status moderate dengan upaya penangkapan masih
dapat ditambah (Lampiran 4, 10, 11 dan 12).
300000
250000
Produksi (ton)
200000
150000
Gambar VIII-4. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan karang di WPP
NRI 715
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap ikan ekor kuning (Caesio cuning) mencapai
22,6 cm dan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad 25,7 cm. Panjang asimtotik
(L∞) 47 cm dan laju pertumbuhan (K) 0,27 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,70
per tahun. Ikan katamba (Lethrinus amboinensis) memiliki ukuran pertama kali
tertangkap 19,5 cm dan ukuran pertama kali matang gonad 21,1 cm. Panjang asimtotik
(L∞) 27,9 cmFL dan laju pertumbuhan (K) 0,7 per tahun dengan laju eksploitasi (E)
0,66. Sementara ikan bobara/kuwe (Caranx sexfasciatus) memiliki ukuran pertama kali
tertangkap 24,5 cm, panjang asimtotik (L∞) sebesar 57,5 cm dan laju pertumbuhan (K)
0,3 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,50 per tahun.
Daerah penangkapan udang penaeid dan krustasea lainnya di WPP NRI 715 berada di
sekitar perairan Kep. Raja Ampat, Sorong Selatan hingga Teluk Bintuni (Gambar VIII-
5). Musim penangkapan udang dan krustasea lainnya terjadi sepanjang tahun dengan
puncak musim pada bulan Juni-Juli dan bulan Oktober-November.
Gambar VIII-5. Daerah penangkapan sumber daya udang penaeid dan krustasea lainnya
di WPP NRI 715
Habitat lobster terdapat di perairan karang di sepanjang pantai dan teluk. Penyebaran
lobster relatif cukup luas mengingat habitat di perairan ini banyak terdapat terumbu
karang. Daerah penyebaran lobster antara lain perairan Kepulauan Raja Ampat, Pulau
Waigeo, Pulau Salawati dan Pulau Obi.
Daerah penyebaran kepiting bakau di perairan WPP NRI 715 berada di perairan yang
berlumpur, dangkal dan umunya berada di perairan sekitar mangroves. Kepiting bakau
yang banyak diusahakan di perairan WPP NRI 715 berada di daerah Sorong dan Sorong
Selatan. Penyebaran sumber daya rajungan tersebar pada perairan dengan habitat
Sentra produksi komoditas udang dan krustasea lainnya terdapat di perairan sekitar
Papua Barat yang meliputi Sorong, Sorong Selatan dan Bintuni. Untuk jenis udang
penaeid yang dominan adalah udang kelong (Penaeus indicus) dan lobster.
Jenis-jenis lobster Panuliridae yang terdapat di perairan kepulauan Raja Ampat antara
lain lobster bambu (Panulirus versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P.
homarus), lobster mutiara (P. ornatus), lobster batik/bintik seribu (P. longipes
femoristriga) dan lobster pakistan (P. polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae
juga terdapat jenis-jenis dari famili Scyllaridae terutama jenis Scyllarides squomosus,
Scyllarus sp dan Parribacus spp. Jenis lobster dominan adalah jenis, P. versicolor,
Perribacus spp, P. longipes femoristriga, P. ornatus, dan P. penicillatus (Gambar VIII-
6).
Lobster batik 9
0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)
Gambar VIII-6. Komposisi jenis (%) sumber daya lobster di WPP NRI 715
Jenis kepiting yang banyak ditangkap adalah kepiting bakau hijau (Scylla serrata) dan
kepiting bakau merah (Scylla olivacea). Komposisi hasil tangkapan terdiri dari kepiting
bakau merah 85,29% dan kepiting bakau hijau 14,7%. Jenis rajungan yang banyak
ditangkap berasal dari famili Portunidae yaitu Portunus pelagicus.
Analisis model surplus produksi terhadap data hasil tangkapan (catch) dan upaya
(effort) pada sumber daya udang penaeid di WPP NRI 715 diperoleh nilai dugaan
potensi lestari (MSY) sebesar 6.436 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) 5.161 unit
setara trammel net (Gambar VIII-7 dan Lampiran 5). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 5.149 ton/tahun,
sementara itu berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2015) diperoleh jumlah upaya
aktual (fakt.) 4.023 unit setara trammel net dengan produksi sebesar 7.753 ton. Tingkat
pemanfaatan sumber daya udang penaeid 0,78 berada pada status fully-exploited
8000 2015
2012
7000 2014
2011 2006
6000
Produksi (ton)
5000 2005
2010
4000
2009
2008
3000
2000
1000
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Upaya (Unit)
Gambar VIII-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang penaeid di
WPP NRI 715
4.3.2 Lobster
Dari hasil analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya
lobster di WPP NRI 715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY)
846 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) 3.570 unit setara trammel net (Gambar VIII-
8 dan Lampiran 6). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya yaitu 677 ton/tahun, sementara itu berdasarkan Statistik Perikanan
Tangkap (2015) diperoleh upaya aktual 4.702 unit setara trammel net dan produksi
sebesar 1.125 ton. Tingkat pemanfaatan mencapai 1,32 atau statusnya over exploited
(indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12). Dengan demikian maka harus
segera dilakukan tindakan pengelolaan dengan mengurangi upaya penangkapan sekitar
32 % dari upaya penangkapan saat ini.
2010
500
2009
400 2006
300
200
100
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)
Gambar VIII-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP NRI
715
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
99
99
4.3.3 Kepiting
Dari hasil analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya
kepiting di WPP NRI 715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) sebesar
891 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 5.448 unit setara jaring insang
(Gambar VIII-9 dan Lampiran 7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya yaitu 712 ton/tahun, sementara itu berdasarkan Statistik
Perikanan Tangkap (2015) diperoleh upaya aktual 6.501 unit setara jaring insang dan
produksi 1.033 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatannya sudah mencapai 1,19
(indikator warna merah) atau statusnya over exploited (Lampiran 7, 10, 11 dan 12) dan
harus dilakukan pengurangan upaya sekitar 19 % dari jumlah upaya saat ini.
2015
1000
2014 2010
2009
800 2013
Produksi (ton)
2011
600
2008
400 2007
200
2004
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar VIII-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting bakau di
WPP NRI 715
4.3.4 Rajungan
Dari hasil analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya
rajungan diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) 495 ton/tahun dengan upaya
optimal (fopt.) 7.180 unit setara jaring insang (Gambar VIII-10 dan Lampiran 8). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 396
ton/tahun, sementara itu berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2015) diperoleh
upaya aktual 7.025 unit setara jaring insang dan produksi sebesar 530 ton. Tingkat
pemanfaatan mencapai 0,98 atau statusnya fully-exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan armada
penangkapan dipertahankan dengan pengawasan ketat.
100
WPP 715 Rajungan
800
700
2014
600
2015
Produksi (ton) 500 2011 2013
2009
400 2010
300
200 2007
2006 2008
100 2003 2004
2005
2002
2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)
Gambar VIII-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya rajungan di WPP
NRI 715
Parameter pertumbuhan udang kelong (Penaeus indicus) yaitu panjang asimtotik (L∞)
45,05 mm dan koefisien pertumbuhan (K) 1,93 per tahun dengan tingkat pemanfaatan
(E) 0,60 per tahun. Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) udang kelong pada
panjang karapas 26,6 mm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) 28,2
mm. Dalam perspektif indikator stok, maka pengelolaan sumber daya udang di perairan
WPP NRI tidak dilakukan penambahan upaya dan pengawasan ketat.
Perhitungan indikator biologi dilakukan terhadap lobster mutiara dan lobster bambu di
perairan Kepulauan Raja Ampat. Rata-rata ukuran panjang karapas lobster mutiara (P.
ornatus) pertama kali tertangkap adalah 97,4 mm dengan laju pertumbuhan (K) 0,33 per
tahun dan panjang karapas asimtotik (L∞) 168 mm, sementara laju eksploitasi (E)
lobster mutiara adalah 0,65. Rata-rata panjang karapas lobster bambu (P. versicolor)
pertama kali tertangkap adalah 82,9 mm dengan laju pertumbuhan (K) 0,68 per tahun.
Panjang karapas asimtotik (L∞) 131,25 mm dan laju eksploitasi (E) 0,65 per tahun. Nilai
eksploitasi (E) kedua jenis lobster ini lebih dari 0,5 dan hal ini mengindikasikan tingkat
pemanfaatan lobster mutiara dan bambu pada kondisi fully exploited.
101
IX. WPP NRI 716: LAUT SULAWESI DAN SEBELAH UTARA PULAU
HALMAHERA
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 716 di Laut Sulawesi tersebar
mulai dari pantai Manado hingga perairan Kepulauan Talaud dan Sangihe; sebelah barat
Pulau Makalihi dan Pulau Naen, Pulau Amurang atau sering disebut nelayan setempat
“Laut Tengah”. Daerah penangkapan adalah perairan Pulau Raja dan Pulau Lampu.
Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 716 tersebar di perairan pulau-pulau yang
ada di utara Sulawesi. Kegiatan pemanfaatan sumber daya cumi-cumi didominasi oleh
perikanan usaha skala kecil, dengan jangkauan daerah penangkapan yang tidak jauh
dari basis penangkapan.
Hasil tangkapan ikan pelagis kecil didominasi oleh ikan layang biru (Decapterus
macarellus), selar (Selar crumenopthalmus). Jenis lain yang juga tertangkap ikan teri,
kembung, tetengkek, siro dan tembang.
Jenis cumi-cumi di Indonesia, termasuk di WPP NRI 716 terdiri dari Sepioteuthis
lessoniana, Loligo duvaucelli, Loligo chinensis, Loligo vulgaris, Loligo singhalensis
dan Loligo edulis. Menurut Chikuni (1983), cumi-cumi jenis Sepioteuthis lessoniana
merupakan jenis cumi-cumi yang tersebar di seluruh pesisir laut Indonesia dan memilki
potensi yang cukup besar.
Berdasarkan hasil analisis data akustik diperoleh nilai potensi lestari (MSY) ikan
pelagis kecil sebesar 332.635 ton/tahun dan jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB)
266.108 ton/tahun. Analisis data dengan menggunakan metode surplus produksi
diperoleh nilai upaya optimal (fopt.) 4.228 unit setara pukat cincin (purse seine).
Berdasarkan Statistik Perikanan 2015 jumlah alat tangkap purse seine aktual sebanyak
2.019 unit, dan produksi aktual 45.736 ton (Lampiran 1). Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan pelagis kecil 0,48 (indikator warna hijau) atau status moderate (Lampiran 1,
10, 11 dan 12), yang mengindikasikan bahwa peluang pengembangan penangkapan ikan
pelagis kecil masih terbuka.
1.3.2 Cumi-Cumi
Analisis menggunakan model surplus produksi diperoleh nilai potensi lestari sebesar
1.103 ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 883 ton/tahun dan
Struktur ukuran spesies ikan malalugis (Decapterus macarellus) yang tertangkap pada
kisaran panjang cagak (FL) 10-32,5 cm. Ukuran ikan rata-ratapertama kali tertangkap
(Lc) pada panjang cagak 26,9 cm, ukuran pertama kali matang gonad (Lm) pada
panjang cagak 20,7 cm. Panjang asimtotik (L∞) = 33,8 cm, dengan nilai laju
pertumbuhan (K) = 0,99 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) 3,73, laju kematian
alami (M) 1,74, laju kematian akibat penangkapan (F) 1,99 dan laju eksploitasi (E) 0,53
per tahun.
Struktur ukuran ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) yang tertangkap pada kisaran
panjang cagak 10-29 cm. Ukuran ikan rata-rata pertama kali tertangkap pada panjang
cagak 20,72 cm, ukuran pertama kali matang gonad pada panjang cagak 18,25 cm.
Panjang asimtotik (L∞) = 23,63 cm, dengan nilai laju pertumbuhan (K) = 0,73 per tahun.
Nilai laju kematian total (Z) 3,39, laju kematian alami (M) 1,58, laju kematian akibat
penangkapan (F) 1,81 dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,53 per tahun.
Ikan bentong (Selar crumenophthalmus) memiliki struktur ukuran pada kisaran panjang
cagak 14,5-26,5 cm. Ukuran ikan rata-rata pertama kali tertangkap pada panjang cagak
18,7 cm, sedangkan ukuran pertama kali matang gonad pada panjang cagak 17,7 cm.
Panjang asimtotik (L∞) = 25,95 cm dengan nilai laju pertumbuhan (K) 1,01 per tahun.
Nilai laju kematian total (Z) 4,28, laju kematian alami (M) 1,9 , laju kematian akibat
penangkapan (F) sebesar 2,38 dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,56 per tahun.
Daerah penangkapan ikan pelagis besar tersebar di perairan WPP NRI 716, terutama di
gugusan pulau-pulau di Teluk Kwandang seperti Pulau Otilade, Pulau Raja dan
Mohinggalo, perairan kepulauan Talaud dan Sangihe di sebelah barat pulau Makalihi
dan pulau Naen serta perairan Amurang. Unit penangkapan pukat cincin melakukan
penangkapan di Laut Sulawesi dan pada bulan tertentu di perairan Laut Maluku, sekitar
30-150 mil dari Pelabuhan Tumumpa. Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap yaitu
tongkol lisong (A. rochei), tongkol krai (A. thazard), dan tongkol komo (E. affinis).,
marlin dan lemadang.
Komposisi jenis sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 716 didominasi oleh
tongkol. Selain tongkol, jenis ikan pelagis lainnya yang tertangkap adalah cakalang (K.
pelamis), tuna madidihang (T. albacares) dan lemadang (C. hippurus) (Gambar IX-1).
Tongkol 36
Selar 11
Jeni s ika n
Kembung 5
Cakalang 4
Tuna madidihang 1
Lemadang 0.5
0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)
Gambar IX-1. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 716
2.3. Potensi Lestari, JTB dan Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan
Analisis dengan menggunakan metode akustik diperoleh nilai potensi lestari (MSY)
ikan pelagis besar 181.491 ton/tahun dan jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB)
145.193 ton/tahun (Lampiran 2). Analisis dengan model surplus produksi diperoleh
jumlah upaya optimal (fopt.) sebesar 3.488 unit setara pukat cincin (purse seine),
sementara upaya aktual saat ini adalah 2.209 unit setara pukat cincin dan produksi
39.650 ton. Tingkat pemanfaatan ikan pelagis besar adalah 0,63 (indikator warna
kuning) atau status telah jenuh (fully-exploited), jumlah upaya penangkapan masih dapat
dipertahankan dengan pengawasan yang ketat (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan tongkol krai (Auxis thazard) pada
panjang cagang 31,56 cm. Tingkat mortalitas total (Z) 2,94 per tahun, mortalitas alami
(M) adalah 0,92 per tahun dan mortalitas penangkapan (F) 2,02 per tahun dengan laju
eksploitasi (E) sebesar 0,69 per tahun.
Penyebaran dan daerah penangkapan sumber daya ikan demersal relatif sempit meliputi
wilayah pantai Tarakan, Belinyu dan Nunukan di daerah Kalimantan Timur serta Teluk
Likupang dan sekitar Kepulauan Sangihe dan Talaud di wilayah Sulawesi Utara. Ikan
demersal dan ikan karang banyak ditangkap oleh nelayan di sekitar pulau dengan alat
tangkap tradisional berupa tombak dan pancing ulur.
104
3.2. Komposisi Jenis
Jenis-jenis ikan demersal yang potensial di WPP NRI 716 adalah ikan nomei, bawal
hitam, bawal putih, kuro/senangin, kurau, tigawaja, kakap merah, remang, kerapu dan
kakap putih. Komposisi ikan hasil tangkapan didominasi ikan nomei (19,31%), bawal
hitam (14,19%), bawal putih (12,46%) dan senangin (9,36%) (Gambar IX-2).
Nomei 19.3
Senangin 9.4
Gambar IX-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal di WPP NRI 716
Komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan rawai dasar didominasi oleh ikan ose
(famili Muraenidae). Sementara komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan bubu
didominasi oleh jenis ikan merah (Lutjanus monostigma) (Gambar IX-3).
Serranidae 40
Bawal 9.5
Jeni s i kan
Jenis ikan
Lates calcarifer 6
Ikan lainnya 4
Ikan lainnya 1
0 20 40 60 80 100
Prosentase (%) 0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)
Gambar IX-3. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan karang hasil tangkapan rawai
dasar (kiri) dan bubu (kanan) di WPP NRI 716
Analisis model surplus produksi data catch dan effort sumber daya ikan demersal di
WPP NRI 716 diperoleh nilai potensi lestari sebesar 36.142 ton/tahun, jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 28.914 ton/tahun dan upaya optimal (fopt.)
sekitar 13.792 unit setara alat tangkap rawai dasar (Gambar IX-4 dan Lampiran 3).
Berdasarkan statistik perikanan tahun 2015 jumlah upaya aktual (fakt.) 6.170 unit rawai
dasar, dengan produksi sebesar 21.326 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
demersal adalah 0,45 (indikator warna hijau) atau status moderate, yang
105
mengindikasikan bahwa peluang pengembangan penangkapan ikan demersal masih
terbuka(Lampiran 3, 10, 11 dan 12).
35000
30000
Produksi (ton)
25000 2011
2010 2015 2012 2009
20000 2013 2007
2014 2004 2008
2001
15000 2003 2005 2006
2002
10000
5000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)
Gambar IX-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP
NRI 716
Analisis dengan metode surplus produksi terhadap catch dan effort ikan karang
diperoleh nilai potensi lestari sebesar 34.440 ton/tahun dan jumlah hasil tangkapan yang
diperbolehkan(JTB) 27.552 ton/tahun. Upaya optimal (fopt.) sebesar 13.123 unit setara
pancing ulur. Berdasarkan statistik perikanan tahun 2015, diperoleh upaya aktual 19.086
unit dan produksi sebesar 24.999 ton (Gambar IX-5 dan Lampiran 4). Tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan karang sudah mencapai 1,45 (indikator warna merah)
atau status over exploited, perlu dilakukan pengurangan upaya penangkapan yang ada
(Lampiran 4, 10, 11 dan 12)
30000 2014
2015
2013
25000
Produksi (ton)
20000 2012
15000
10000 2011
2009 2010
5000 2001 2007 2006
20022004
2003 20082005
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
Gambar IX-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
WPP NRI 716
106
3.4. Indikator Stok
Penyebaran udang penaeid di WPP NRI 716 berada di sekitar perairan Kalimantan
Utara, terpusat di area perairan Tarakan dan sekitarnya. Komposisi hasil tangkapan
udang penaeid yang didaratkan didominasi jenis udang windu (P. semisulcatus)
(30,7%), udang dogol (M. ensis) (25%), udang putih (P. merguiensis) (20,5%), udang
krosok (Parapenaeopsis spp) (16,5%) dan udang lainnya (Parapenaeopsis spp) (7,4%)
(Gambar IX-6).
Udang dogol 25
Jenis ikan
0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)
Gambar IX-6. Komposisi jenis (%) udang penaeid di perairan WPP NRI 716
Daerah penyebaran lobster di WPP NRI 716 di perairan Pulau Sebatik, Pulau Derawan,
Kepulauan Maratua dan perairan Pantai Utara Halmahera. Jenis-jenis lobster
Palinuridae antara lain lobster bambu (Panulirus versicolor), lobster batu (P.
penicillatus), lobster pasir (P.homarus), lobster mutiara (P.ornatus), lobster
batik/lobster bintik seribu (P.longipes femoristriga) dan lobster pakistan (P.
polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari famili
Scyllaridae terutama jenis Scyllarides squomosus, Scyllarus sp dan Parribacus spp.
Jenis hasil tangkapan yang dominan tertangkap adalah lobster pakistan (P. polyphagus),
lobaster bambu (P. versicolor) dan lobster mutiara (P. ornatus).
107
Penyebaran sumber daya kepiting di perairan WPP NRI 716 berada di perairan Tarakan.
Jenis kepiting yang tertangkap berasal dari famili Scyllaridae. Alat tangkap yang
dominan dioperasikan untuk menangkap kepiting adalah jaring insang. Penyebaran
sumber daya rajungan terdapat di perairan Sebatik. Jenis rajungan yang tertangkap dari
famili Portunidae, jenis Portunus pelagicus.
Hasil perhitungan estimasi potensi lestari (MSY) udang menggunakan model surplus
produksi dan diperoleh nilai MSY sebesar 7.945 ton dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 6.356 ton, nilai upaya optimal (Fopt.) 9.933 unit alat tangkap setara
trammel net (Gambar IX-7 dan Lampiran 5). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap
2015 diperoleh jumlah upaya aktual 4.945 unit trammel net dan produksi udang
penaeid 5.310 ton. Tingkat pemanfaatan udang mencapai 0,50 (indikator warna hijau)
atau status moderate (Lampiran 5, 10, 11 dan 12), tingkat pengusahaan sumber daya
udang terbuka pengembangannya.
10000 2010
2001
8000 2003
2014
Produksi (ton)
2007
2012 2013
6000 2006
2011 2005 2004
2015
4000 2009
2008
2000
0
0 1000 2000 3000 4000
Gambar IX-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang di WPP NRI
716
4.2.2 Lobster
Perhitungan MSY lobster dilakukan dengan model Schaefer dan diperoleh nilai MSY
894 ton dan JTB 715 ton (Gambar IX-8), nilai upaya optimal (fopt) 5.168 unit alat
tangkap setara trammel net (Lampiran 6). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap
tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual (fakt) 3.891 unit trammel net dan produksi
(Cakt) sebesar 962 ton. Tingkat pemanfaatan lobster saat ini sekitar 0,75 (indikator
warna kuning) atau statusnya berada dalam tahapan fully-exploited (Lampiran 6, 10, 11
dan 12).
108
1200 WPP 716 Lobster
2014
2013
1000 2015
600
2012
2005
400 2006 2008
2011
2010 2009
200
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar IX-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP NRI
716
4.2.3. Kepiting
Perhitungan MSY kepiting dilakukan dengan model Schaefer dan didapatkan sebesar
2.196 ton dan JTB 1.756 ton (Gambar IX-9), dan nilai upaya optimal 5.239 unit jaring
insang. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh jumlah upaya aktual
(fakt) sebesar 1.989 unit jaring insang dan produksi (Cakt) sebesar 1.575 ton (Lampiran
7). Tingkat pemanfaatan kepiting 0,38 (indikator warna hijau) atau status moderate
(Lampiran 7, 10, 11 dan 12), pengusahaan sumber daya kepiting masih terbuka peluang
pengembangannya.
2011 2014
2000 2012
2013
2015 2010
2008
Produksi (ton)
1500 2007
2009
2006 2005
1000
2003
500 2004
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar IX-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting di WPP NRI
716.
109
4.2.4. Rajungan
Perhitungan MSY rajungan dilakukan dengan model Schaefer dan diperoleh nilai MSY
sebesar 294 ton/tahun, nilai JTB sebesar 235 ton/tahun dan nilai upaya optimal
5.838 unit (Lampiran 8 ; Gambar IX-10. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015
diperoleh jumlah upaya aktual (fakt.) 2.932 unit jaring insang tetap dan produksi (Cakt.)
164 ton. Tingkat pemanfaatan rajungan 0,50 (indikator warna hijau) atau moderate
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12), yang mengindikasikan pengusahaan sumber daya
rajungan masih dapat dikembangkan.
350 2005
300 2006
2013
2014
250 2011
Produksi (ton)
2015 2007
2010
200
2009
150
2008
100
50
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar IX-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya rajungan di WPP
NRI 716
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap udang windu (Penaeus monodon) adalah
40,69 mmdan udang jerbung (Penaeus merguiensis) 36,0 mm. Rata-rata ukuran
pertama kali matang gonad diperoleh untuk udang windu sebesar 45,75 mm dan udang
jerbung 32,51 mm. Nilai laju pertumbuhan (K) udang jerbung jantan sebesar 1,55 per
tahun, L∞ sebesar 45,2 mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,76 per tahun,
sementara untuk udang jerbung betina diperoleh nilai K sebesar 1,33 per tahun, L∞
sebesar 57,6 mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,76 per tahun. Untuk udang
windu diperoleh nilai K sebesar 1,33 per tahun, L∞ sebesar 67,25 mm dan nilai E
sebesar 0,68. Dari perspektif indikator stok ini menunjukkan bahwa secara umum
pemanfaatan sumber daya udang dalam kondisi fully exploited, upaya penangkapan
harus dipertahankan dengan pengawasan yang ketat.
110
X. WPP NRI 717 : TELUK CENDRAWASIH DAN SAMUDERA PASIFIK
Daerah penangkapan ikan pelagis kecil terdapat di perairan sebelah utara Jayapura,
Paniai, Pulau Yapen dan Biak, sebelah utara Manokwari, sekitar Pulau Waigeo,
Kepulauan Raja Ampat, sebelah timur Halmahera, dan sampai perairan perbatasan
negara Papua Nugini. Khusus ikan terbang (Cypsilurus spp.) banyak tertangkap di
perairan utara Biak, utara Manokwari dan sebelah timur pulau Yapen. Sementara ikan
teri banyak tertangkap di perairan teluk sekitar pulau Waigeo, sebelah selatan Yapen
dan utara Nabire.
Alat tangkap utama perikanan pelagis kecil di WPP 717 adalah purseseine. Komposisi
jenis hasil tangkapan purseseine didominasi oleh ikan layang malalugis (Decapterus
macarellus) sekitar 66%, sedangkan hasil tangkapan lainnya terdiri dari ikan tongkol
komo 29%, dan ikan cakalang 5%.
Secara umum, potensi sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 717 paling tinggi
dibandingkan jenis sumber daya lainnya. Hasil survei kajian stok menggunakan metode
akustik, diperoleh nilai potensi lestari sebesar 829.188 ton per tahun dengan JTB
sebesar 663.350 ton per tahun (Lampiran 1). Analisis model surplus produksi Schaefer
(1957) digunakan untuk menghitung upaya optimal (fopt.) dan diperoleh sebanyak 677
unit setara alat tangkap pukat cincin. Berdasarkan Statistik Perikanan diperoleh upaya
aktual (fakt.) sebesar 474 unit, serta produksi tahun 2015 sebesar 80.899 ton. Tingkat
pemanfaatan berada pada tahapan fully exploited yaitu sebesar 0,70 (indikator warna
kuning) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12). Artinya pemanfaatan sumber daya ikan pelagis
kecil dipertahankan dengan pengawasan yang ketat.
1.3.2. Cumi-Cumi
Analisis model Surplus Produksi Schaefer (1957) pada data catch dan effort cumi-cumi
tahun 2001-2015 di WPP NRI 717 memperoleh potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 2.140 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 690 unit setara
bagan perahu (Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya atau sebesar 1.712 ton/tahun. Berdasarkan Statistik Perikanan
diperoleh jumlah alat tangkap dengan standar bagan perahu (fakt.) sebanyak 750 unit dan
produksi cumi-cumi tahun 2015 sebesar 2.168 ton. Dengan demikian, tingkat
pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 717 sebesar 1,10 (indikator warna
merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12) atau telah melebihi tingkat pemanfaatan yang
lestari (over exploited).
Struktur ukuran ikan malalugis yang tertangkap pada kisaran panjang cagak 11-30 cm.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang cagak 19,56 cm, sedangkan
ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang cagak 24,61 cm. Panjang
asimptotik (L∞) ikan malalugis terdapat pada panjang cagak 31,25 cm, dengan nilai laju
pertumbuhan (K) adalah 0,75 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) adalah 5,3 per
tahun, dengan laju kematian alami (M) sebesar 1,68 dan laju kematian akibat
penangkapan (F) adalah 3,62, sementara laju eksploitasi (E) ikan malalugis adalah 0,68
per tahun. Pola rekrutmen layang biru/malalugis tertinggi terjadi pada Juni – Juli.
Unit penangkapan sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 717 didominasi skala
kecil dengan armada < 10 GT. Alat tangkap utama yaitu pancing ulur (handline), tonda
(troll line) dan huhate (pole and line). Jenis-jenis yang umumnya tertangkap adalah tuna
madidihang (T. albacares), cakalang (K. pelamis), tongkol komo (E. affinis), marlin
hitam (Istiompax indica), sunglir (E. bipinnulata), dan lemadang (C. hippurus).
Komposisi jenis hasil tangkapan pancing di WPP 717 didominasi oleh tuna madidihang
(T. albacares), cakalang (K. pelamis), lemadang (C. hippurus) dan neritik tuna seperti
tongkol krai (A. thazard), tongkol komo (E. affinis) dan tongkol lisong (A. rochei).
Jenis-jenis ikan pelagis besar non tuna yang dominan di WPP 717 Samudera Pasifik
didominasi oleh ikan tenggiri papan (23%), tongkol komo (8%), dan jenis lainnya
berupa tongkol krai dan tenggiri.
Hasil survei akustik tahun 2015, diperoleh nilai potensi lestari ikan cakalang sebesar
65.935 ton/tahun, dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya yaitu 52.748 ton per tahun (Lampiran 2). Hasil analisis model surplus
Schaefer (1957) menunjukkan nilai upaya optimal (fopt.) sebesar 1.482 unit setara pukat
cincin. Berdasarkan Statistik Perikanan tahun 2015 nilai upaya aktual (fakt.) sebesar
1.485 unit setara pukat cincin dengan produksi sebesar 39.461 ton. Tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di WPP-NRI 717 sebesar 1,00 (indikator
warna merah) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12) atau sudah melebihi upaya lestarinya, maka
harus segera dilakukan pengurangan upaya pemanfaatan.
Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) hand line berkisar 59 – 86,3 kg/trip dengan
rata-rata 74,8 kg/trip, hasil tertinggi diperoleh pada bulan April dan terendah dibulan
Januari. CPUE pole and line berkisar 0,4 – 0,7 ton/trip dengan rata-rata 0,5 ton/trip,
hasil tertinggi diperoleh pada bulan Mei dan terendah dibulan Desember. Ukuran rata-
rata pertama kali tertangkap (Lc) lebih besar dari ukuran rata-rata pertama kali matang
gonad (Lm) yang mengindikasikan bahwa pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar
masih berada dalam tahapan lestari, karena ikan yang tertangkap diduga pernah
mengalami matang gonad, artinya memiliki kesempatan untuk melakukan pemijahan.
Nilai K ditemui lebih kecil dari 1, yang mengindikasikan pertumbuhan ikan pelagis
besar lambat sehingga harus hati-hati dalam pengelolaannya.
Daerah penangkapan ikan demersal terutama dilakukan pada perairan di sekitar terumbu
karang, ditujukan untuk menangkap ikan kakap, kerapu (geropa), lencam (sekuda) dan
kuwe pada kedalaman < 200 m. Daerah penangkapan ikan demersal di perairan Biak
dan Supiori terdapat di sekitar pulau-pulau kecil antara lain gugusan pulau Padaido
Atas dan Padaido Bawah di sebelah timur Biak, gugusan pulau Rani, Insumbabi dan
Ineki di sebelah selatan Supiori serta gugusan pulau Miosbefondi, Miospandi,
Mioswundi dan Miospuri di sebelah utara Supiori. Daerah penangkapan di perairan
Teluk Cenderawasih terdapat di perairan sekitar pulau Rumberporn, Mioswar, Yop,
Roon, Anggrameos, Iwari, Kuwon, Pulau Pepaya, Napan Yaur, Teluk Umar,
Anggrameos dan pesisir Kepulauan Yapen. Ikan karang konsumsi di perairan Biak
Timur tersebar di beberapa wilayah perairan Yenusi, Segara Indah, dan Ariom.
Daerah penangkapan ikan karang yang didaratkan di Nabire pada umumnya berasal dari
hasil tangkapan di sekitar perairan Pulau Napan Yaur, Teluk Umar, dan Anggrameos
yang berada di bagian barat Teluk Cenderawasih. Lokasi penangkapan ikan demersal
dan karang berada di perairan selatan Pulau Biak tepatnya di Kepulauan Padaido dan di
perairan sekitar Supiori (Gambar X-1).
Kelompok ikan demersal yang banyak tertangkap antara lain ikan kakap merah
(Lutjanus spp.), kerapu (Epinephelus spp.), baronang (Siganus spp.), lencam (Lethrinus
spp.), biji nangka (Parupeneus spp.), ikan manyung, beloso, bawal hitam, peperek dan
gulamah. Komposisi jenis ikan demersal didominasi oleh jenis ikan merah yang terdiri
dari dua jenis yaitu ikan kurisi bali (Pristipomoides multidens) dan ikan kakap (Lutjanus
malabaricus).
Komposisi jenis ikan karang merupakan bagian dari ikan demersal yang diusahakan
dengan alat tangkap pancing dasar. Komposisi jenis ikan yang di daratkan didominasi
oleh ikan kakap merah 14,48 %, disusul kemudian oleh ikan kakap air payau 11,68,
kerapu 10,17%, bubara (Carangidae) 10,15 %, kurisi bali (Pristipomoides multidens)
10,02%, Kurisi bali/lompa-lompa (Aphareus rutilans) 7,56%, Kakap laut-dalam (Etelis
radiosus) 5,55 % (Gambar X-2).
Ke rapu 10.17
Jeni s ikan
Bubara 10.15
0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)
Gambar X-2. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI 717
Hasil perhitungan menggunakan model surplus produksi diperoleh nilai dugaan potensi
lestari ikan demersal di Samudera Pasifik sebesar 131.675 ton per tahun, dengan JTB
105.340 ton per tahun (Gambar X-3). Upaya optimal diperkirakan 11.475 unit setara
rawai dasar. Perkembangan data statistik menunjukkan bahwa upaya aktual (fakt.)
sebesar 4.472 unit serta produksi tahun 2015 sebesar 59.532 ton (Lampiran 3). Tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan demersal sebesar 0,39 atau pada taraf moderate
(indikator warna hijau) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12), mengindikasikan bahwa peluang
pengembangan penangkapannya masih dimungkinkan.
114
140000
120000
100000
Produksi (ton)
2009 2012
80000 2010 2013
2006 2008
20072005
60000
2004 2015
2003
40000 2014
2011
20000
Gambar X-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP NRI 717
2013
14000
2015
12000
2012
10000 2014
Produksi (ton)
2009
8000
6000 2008
2010 2011
4000 2005 2004
2007 2006
2000 2003
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)
Gambar X-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan karang
di WPP NRI 717
115
3.4. Indikator Stok
Rata-rata ukuran tertangkap (Lc) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) pada ukuran
panjang cagak 37,60 cm, panjang maksimum (L∞) sebesar 98,70 cm dan laju
pertumbuhan (K) 0,43 per tahun. Sementara itu laju kematian akibat penangkapan (F)
didapatkan 0,61 per tahun, laju kematian alami (M) 0,50 per tahun, laju kematian total
(Z) 1,11 per tahun, dan laju ekplotasi (E) 0,45.
Rata-rata ukuran panjang cagak tertangkap (Lc) ikan kurisi cenderawasih (Etelis
radiosus) adalah 46,8 cm, panjang maksimum (L∞) 107 cm dan laju pertumbuhan (K)
sebagai 0,22 per tahun. Sementara itu laju kematian akibat penangkapan (F) adalah
0,71 per tahun, laju kematian alami (M) 0,63 per tahun, laju kematian total (Z) 1,34 per
tahun dan laju ekplotasi (E) sebagai 0,47 per tahun.
Rata-rata ukuran panjang cagak tertangkap (Lc) ikan kurisi bali (Pristipomoides
multidens) 45,3 cm, panjang maksimum (L∞) sebagai 81,90 cm dan laju pertumbuhan
(K) sebesar 0,56 per tahun. Sementara itu laju kematian akibat penangkapan (F)
didapatkan sebesar 0,60 per tahun, laju kematian alami (M) sebesar 0,32 per tahun, laju
kematian total (Z) sebagai 0,92 per tahun, dan laju ekplotasi (E) 0,35 per tahun.
Stok udang penaeid yang terdiri dari jenis windu, jerbung dan dogol di Samudera
Pasifik sangat jarang, mengingat daerah perairannya kurang sesuai bagi kehidupannya.
Perairan ini memiliki daerah paparan (continental shelf) relatif sempit dan merupakan
daerah laut-dalam (deep sea). Secara ekosistem, udang penaeid menyenangi habitat
lumpur campur pasir pada daerah yang masih dipengaruhi oleh massa air tawar (sungai)
dan kawasan mangrove. Di daerah ini sangat jarang diketemukan sungai besar dan
kecil, kecuali Sungai Mamberamo dan sungai-sungai kecil lainnya di perairan Paniai
dan Nabire.
Daerah penangkapan udang berada di pesisir timur Teluk Cenderawasih mulai dari
bagian utara di daerah Waropen sampai di selatan di daerah Nabire. Penangkapan udang
dilakukan secara terus menerus sepanjang tahun dengan puncak musim penangkapan
terjadi pada bulan Mei dan Desember.
Penyebaran lobster di WPP 717 relatif sempit mengingat habitat terumbu karang yang
terbatas dan merupakan perairan dalam (Samudera pasifik). Daerah penyebaran antara
lain terdapat di perairan Pantai Teluk Cendrawasih bagian Barat, Pulau Biak dan Pulau
Numfoor. Daerah penyebaran kepiting dan rajungan sangat terbatas di sekitar Nabire,
mengingat sebagian besar perairan WPP NRI 717 merupakan perairan laut dalam.
116
4.2. Komposisi Jenis
Komposisi jenis udang penaeid di perairan WPP NRI 717 didapatkan 10 jenis dan yang
mendominasi adalah udang dogol (Metapenaeus affinis) sekitar 52,7 % dan udang
jerbung (Panaeus merguiensis) sekitar 27,7%, sisanya adalah berupa udang krosok
(Gambar X-5). Komposisi hasil tangkapan dan struktur udang yang didaratkan di bagian
utara dan selatan pesisir timur Teluk Cenderawasih tidak berbeda nyata.
Squilla sp 1.6
0 10 20 30 40 50 60
Prosentase (%)
Jenis-jenis lobster Palinuridae yang terdapat di perairan WPP NRI 717 antara lain udang
bambu (Panulirus versicolor), udang batu (P. penicillatus), udang pasir (P. homarus),
udang mutiara (P. ornatus), udang batik/udang bintik seribu (P.longipes femoristriga)
dan udang pakistan (P. polyphagus). Diantara jenis-jenis tersebut, jenis yang dominan
adalah jenis, P. penicillatus 80% dan P. versicolor 10%.
Jenis kepiting yang tertangkap di perairan WPP NRI 717 berasal dari famili Scyllaridae.
Alat tangkap yang paling dominan digunakan untuk menangkap kepiting adalah
trammel net. Jenis rajungan yang ditemukan di perairan WPP 717 berasal dari famili
Portunidae yaitu Portunus pelagicus.
Hasil kajian menggunakan model surplus produksi diperoleh dugaan potensi lestari
udang sebesar 9.150 ton dengan JTB 7.320 ton dengan upaya optimal (f opt.) 10.000
unit setara trammel net (Gambar X-6 dan Lampiran 5). Berdasarkan statistik perikanan
tahun 2015 diperoleh upaya aktual (fakt.) sebanyak 4.620 unit setara trammel net dengan
produksi pada tahun 2015 sebesar 12.565 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya udang
di WPP NRI 717 (Samudera Pasifik) baru mencapai sekitar 0,46 atau pada taraf
moderate (indikator warna hijau) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12), dengan demikian masih
terbuka peluang pengembangannya.
117
14000 WPP 717 Udang
12000 2015
10000 2010
Produksi (ton)
2003
8000 2001
2014
2013 2007
6000 2012 2006 2005
2004
2011
4000 2009
2008
2000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)
Gambar X-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang di WPP NRI 717
4.3.2. Lobster
Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dilakukan
dengan pendekatan model surplus produksi Schaeffer (1957) pada data catch dan effort
tahun 2001 sampai dengan 2015. Nilai dugaan potensi lestari diperoleh sebesar 1.044
ton per tahun dengan upaya optimal sebanyak 2.213 unit setara alat tangkap bubu, serta
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh 835 ton (Gambar X-7 dan
Lampiran 6). Berdasarkan data Statistik Perikanan tahun 2015 tercatat jumlah bubu
2.302 unit dengan status tingkat pemanfataan lobster mencapai 1,04 atau pada taraf fully
exploited (indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12), yang menunjukkan
tingkat pemanfaatan sudah melebihi potensi lestarinya sehingga harus dilakukan
pengurangan upaya pemanfaatan.
1200
2011 2010
1000 2008
2015
Produksi (ton)
800 2012
2013
600
400
200 2009
0
0 1000 2000 3000 4000 5000
Upaya (Unit)
Gambar X-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di Samudera Pasifik (WPP 717)
118
4.3.3. Kepiting
Berdasarkan model surplus produksi model Schaeffer (1957), diperoleh potensi sumber
daya kepiting sebesar 489 ton per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 391 ton per tahun, dengan upaya optimal setara alat tangkap jaring insang
sebesar 7.372 unit (Gambar X-8 dan Lampiran 7). Berdasarkan Statistik Perikanan
diperoleh upaya penangkapan kepiting pada tahun 2015 mencapai 6.442 unit dan
produksinya sebesar 265 ton. Tingkat pemanfaatan sebesar 0,87 (indikator warna
kuning) atau fully-exploited (Lampiran 7, 10, 11 dan 12). Dengan demikian upaya
pemanfaatan kepiting di WPP NRI 717 dipertahankan dengan pengawasan ketat.
600 2014
2013
500 2012
2011 2010
Produksi (ton)
2009
400
2008
300 2007
2015
200
100
2004
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)
Gambar X-8 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya kepiting
di Samudera Pasifik (WPP 717)
4.3.4. Rajungan
Berdasarkan model surplus produksi model Schaeffer (1957), diperoleh potensi sumber
daya rajungan sebesar 58 ton per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi yaitu 46 ton per tahun, dengan upaya optimal setara alat
tangkap jaring insang sebesar 5.467 unit (Gambar X-9). Berdasarkan Statistik Perikanan
tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual sebanyak 6.642 unit dengan produksi sebesar
60 ton. Tingkat pemanfaatan rajungan berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan
upaya optimal sebesar 1,21 (indikator warna merah) (Lampiran 8, 10, 11 dan 12) atau
telah melebihi tingkat pemanfaatan yang lestari (over exploited). Untuk menjaga
kelestarian rajungan di perairan WPP NRI 717, maka harus segera dilakukan tindakan
pengurangan upaya sekitar 21 % dari jumlah upaya saat ini.
119
WPP 717 Rajungan
70
60 2015
Produksi (ton) 50
40
2014
30
2005 2012 2003 2013
20
2011 2006 2008 2010
2007
10
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar X-9 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya rajungan
di WPP NRI 717
Lobster batu (P. penicillatus) mempunyai ukuran rata-rata panjang pertama kali
tertangkap (Lc) sebesar 84,8 mm dengan laju pertumbuhan (K) sebesar 0,98 per tahun
serta panjang karapas asimtotik mencapai ukuran 162 mm. Laju eksploitasi (E) telah
mencapai 0,76 per tahun dan hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemanfaatan pada
kondisi fully exploited.
Komoditi utama perikanan pelagis kecil di WPP 718 berupa ikan lema/kembung (R.
kanagurta). Daerah penangkapan tersebar di perairan sekitar Kep. Kei Besar, Kep. Kei Kecil
dan Kep. Aru. Perikanan lema juga meluas ke utara sekitar pantai Kaimana (Yarona, Edor
dan Kambala), Fak-fak dan Teluk Bintuni. Musim ikan berlangsung sekitar Oktober hingga
April antara musim peralihan II hingga musim barat dan musim peralihan I, sedangkan pada
bulan Mei-September tidak musim ikan, sehingga sebagian nelayan berpindah menangkap ke
daerah lain seperti ke perairan Banda, Saparua, Seram dan Kaimana serta perairan Pantai
Barat Kaimana (Gambar XI-1).
Gambar XI-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 718
Hasil tangkapan pukat cincin di perairan sekitar Dobo hampir seluruhnya berupa ikan
lema/kembung (R. kanagurta). Presentase jenis ikan lema mencapai 76% di periran pantai
Kaimana. Sementara di sekitar Tual didaratkan ikan layang biru/malalugis (D. macarellus)
dan di Kaimana ikan lemuru. Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di Laut Arafura
didominasi layang biru (80%) (Gambar XI-2). Pada Juli-Agustus, saat produksi ikan momar
menurun, maka persentase hasl tangkapan tongkol komo meningkat tajam.
Palala 5.25
Banyar 0.68
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Prosentase (%)
Gambar XI-2. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil di WPP NRI 718
Berdasarkan hasil survei akustik 2016, diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield/MSY) ikan pelagis kecil 836.937 ton dengan upaya optimal (fopt.) 2.583
unit setara pukat cincin (Lampiran 1). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya adalah 669.579 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan 2015,
diperoleh upaya aktual 2.583 setara pukat cincin dengan produksi 137.033 ton (Lampiran 1).
Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil 0,51 (indikator warna kuning)
(Lampiran 1, 10, 11 dan 12) atau berada dalam tahapan fully exploited. Dimana upaya
penangkapan dipertahankan dan dilakukan pengawasan ketat.
1.3.2 Cumi-Cumi
Analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort cumi-cumi di WPP NRI 718,
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY) 9.212 ton dengan upaya optimal (fopt.) 1.058
unit setara bagan (Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya yaitu 7.370 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, diperoleh upaya
aktual 1.354 setara bagan serta produksi 11.807 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya cumi-
cumi 1,30 (indikator warna merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12) atau statusnya sudah berada
pada tahapan over exploited. Agar sumber daya cumi-cumi terjaga kelestariannya, maka
harus segera dilakukan pengurangan upaya penangkapan.
Parameter pertumbuhan ikan momar/malalugis (D. macarellus) yaitu panjang asimtotik (L∞)
32,1 cm dan koefisien pertumbuhan (K) 0,57 per tahun dengan tingkat pemanfaatan (E) 0,6.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) 23 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali
matang gonad (Lm) yaitu 25–27 cm. Sementara nilai-nilai parameter pertumbuhan ikan
lema/kembung (R. kanagurta) L∞=25,0 cm, K=0,98 dan E=0,26. Rata-rata ukuran pertama
kali tertangkap 21,01 cm, lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) yaitu
sekitar 20,7 cm.
Daerah penangkapan kapal-kapal yang beroperasi di WPP NRI 718 tersebar di seluruh
wilayah perairan L.Arafura. Lokasi-lokasi penangkapan biasanya berdekatan dengan lokasi
pendaratan, kecuali untuk kapal-kapal yang berasal dan berpangkalan di luar wilayah ini
seperti dari Probolinggo. Daerah penangkapan ikan pelagis besar umumnya di sekitar rumpon
di perairan timur Kep. Kei Besar dan sekitar selat antara Kep. Kei Besar dan Kei Kecil,
perairan Timika atau di sebelah tenggara Kep. Aru (Gambar XI-3).
122
122 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
Gambar XI-3. Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 718
Musim penangkapan ikan pelagis besar berlangsung dari April-November, dengan puncak
musim Oktober. Sedangkan musim paceklik berlangsung pada Desember- Maret. Nelayan
tradisional sangat dipengaruhi kondisi cuaca, sehingga ketika musim barat, nelayan tidak
melaut karena angin kencang dan ombak tinggi.
Usaha penangkapan ikan pelagis didominasi oleh perikanan skala kecil/tradisional dengan
kapal <10 GT. Jenis yang tertangkap terdiri dari tongkol lisong, tongkol krai, tongkol komo,
cakalang, madidihang, tenggiri batang, tenggiri papua, tenggiri papan, marlin dan cucut.
Komposisi jenis ikan pelagis besar didominasi oleh ikan tenggiri (S. commerson) 51%,
barakuda 27%, cucut 12% dan kakatua 10%. (Gambar XI-4).
Tenggiri 51
Barakuda 27
Jenis ikan
Cucut 12
Kakatua 10
0 10 20 30 40 50 60
Prosentase (%)
Gambar XI-4. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 718
Berdasarkan hasil survei akustik 2016, diperoleh dugaan potensi lestari (MSY) ikan pelagis
besar 818.870 ton dengan upaya optimal (fopt.) 5.028 unit setara pukat cincin (Lampiran 2).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 80% dari potensi lestarinya yaitu 655.096 ton.
Berdasarkan Statistik Perikanan diperoleh upaya aktual 4.963 unit setara pukat cincin dan
produksi 79.161 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar
mencapai 0,99 (indikator warna kuning) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12) atau berada dalam
tahapan fully exploited. Dimana upaya penangkapan dipertahankan dan dilakukan
pengawasan ketat.
Rata-rata ukuran panjang pertama kali tertangkap ikan tenggiri batang (Scomberomorus
commerson) Lc=79,2 cm, panjang asimtotik L∞=157,5 cm dan K=0,29 per tahun dengan laju
eksploitasi (E)=0,74 per tahun. Ikan tenggiri papan (Scomberomorus guttatus) didapatkan
L∞=215,25 cm, K=0,27 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,91 per tahun. Sementara
untuk ikan tenggiri papua (S. multiradiatus) ukuran panjang pertama kali tertangkap 30,8
cm, panjang asimtotik L∞=49,7 cm dan K=0,77 per tahun dengan laju eksploitasi (E)=0,82
per tahun. Dalam perspektif indikator stok, upaya penangkapan sumber daya ikan pelagis
besar di WPP NRI 718 dipertahankan dan dilakukan pengawasan ketat.
Perairan WPP NRI 718 merupakan salah satu daerah penangkapan ikan demersal yang sangat
potensial karena didukung oleh kondisi habitat dan lingkungan yang sangat ideal. Daerah
penangkapan utama biasanya berada di sebagian besar perairan Laut Arafura, Laut Aru dan
sebagian Laut Timor. Pusat pendaratan ikan banyak terkonsentrasi di Kabupaten Merauke,
Mimika, Kepulauan Aru dan sebagian lagi di luar wilayah WPP 718, seperti di Ambon,
Kupang dan Probolinggo.
Ikan demersal tertangkap pada semua area, tetapi konsentrasi paling padat ditemukan mulai
dari sisi sebelah timur Kep.Aru sampai dengan pertengahan Laut Arafura, sebaliknya pada
lokasi-lokasi sekitar pesisir pantai sebelah barat Pulau Papua relatif jarang (Gambar XI-5).
Gambar XI-5. Penyebaran ikan demersal secara horizontal di perairan WPP NRI 718
Densitas (kg/km2)
5000 4500
4000
3000 2500
2000
1000
0
10-20 21-30 31-40 41-50
Strata kedlaman (m)
Gambar XI-6. Penyebaran ikan demersal berdasarkan kedalaman di perairan WPP NRI 718
Komposisi jenis ikan demersal terdiri dari ikan kurisi (18,32%), ekor kuning (15,82%), ikan
beloso (8,61%), manyung (7,60%), bawal putih (6,40%), gulamah (5,83%), ikan rejung
5,79%, ikan pari kembang 5,25%, ikan kuwe 5,28%, kakap merah 3,80%, ikan layur 3,80%,
ikan lencam 3,10% dan ikan swanggi 3,04%, serta ikan lainnya kurang dari 3% (Gambar XI-
7).
Kurisi 18.3
Bloso 8.6
Manyung 7.6
Gulamah 5.8
Jenis ikan
Rejung 5.8
Kuwe 5.3
Layur 3.8
Lencam 3.1
Swanggi 3.0
Gambar XI-7. Komposisi jenis (%) ikan demersal di WPP NRI 718
Aplikasi metode akustik tahun 2016 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY) ikan
demersal 876.722 ton dengan upaya optimal (fopt.) 2.741 unit setara jaring insang tetap dan
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 701.378 ton (Lampiran 3). Berdasarkan
Statistik Perikanan, diperoleh upaya aktual (fakt.) tahun 2015 sebesar 1.828 unit setara jaring
Aplikasi model surplus produksi terhadap data catch dan effort diperoleh dugaan potensi
lestari (MSY) sumber daya ikan karang 29.485 ton dengan upaya optimal (fopt.) 5.430 unit
standar pancing ulur (Gambar XI-8, Lampiran 4). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) 24.444 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan 2015 diperoleh upaya aktual 5.822 unit
setara pancing ulur serta produksi 33.652 ton. Tingkat pemanfaatan ikan karang 1,07
(indikator warna merah) (Lampiran 4, 10, 11 dan 12), yang berarti status saat ini over
exploited. Dengan demikian harus dilakukan pengurangan upaya segera mungkin, agar
sumber daya ikan karang di WPP NRI 718 tetap terjaga kelestariannya.
25000
20000
15000 2011
2010
2007 2008
10000
2005 2006 2009
2004
5000 2003
2002
2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)
Gambar XI-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 718
Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan paha-paha (Leptobrama
pectoralis) 29,4 cm dan rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang 26,8 cm.
Nilai laju pertumbuhan (K) 0,8 per tahun, panjang asimtotik (L∞) 42,0 cm dan laju eksploitasi
(E) 0,73 per tahun. Parameter pertumbuhan ikan anggoli meliputi nilai panjang asimtotik
(L)=77,7 cm, koefisien pertumbuhan (K)=0,35 per tahun. Ukuran pertama kali tertangkap
(Lc) 39,69 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) yaitu sekitar 41,6 cm.
Tingkat pemanfaatannya (E)=0,39. Ikan kerapu memiliki ukuran pertama kali tertangkap (Lc)
sekitar 40,19 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) yaitu sekitar 43,6
cm. Nilai panjang asimtotik (L∞)=81,9 cm dan koefisien pertumbuhan (K)=0,41 dengan
tingkat pemanfaatan E=0,74. Sementara Kakap merah memiliki ukuran pertama kali
tertangkap (Lc) sekitar 41,10 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
yang mencapai 45,6 cm. Panjang asimtotik (L∞)=86,1 cm dan koefisien pertumbuhan
(K)=0,29 per tahun dengan tingkat pemanfaatan E= 0,50.
Daerah penangkapan udang penaeid di WPP NRI 718 berada di Kepulauan Aru di sekitar
perairan Pulau Wamar, Pulau Babi, Pulau Ujir dan Pulau Wasir, sedangkan di bagian timur
Laut Arafura terkonsentrasi di perairan utara Dolak dan pesisir Merauke (Gambar XI-9).
Puncak musim penangkapan pada Maret–April dan Oktober–November, sedangkan musim
paceklik terjadi pada bulan Mei–Agustus.
Fakfak
Kaimana
Timika
Kep. Kei
Kep. Aru
Laut Arafura
Sementara sumber daya rajungan di WPP NRI 718 tersebar pada perairan dengan habitat
lumpur berpasir, pasir berlumpur dan lumpur liat sesuai dengan siklus hidupnya. Preferensi
habitat rajungan dewasa lebih menyukai substrat bertekstur lumpur berpasir atau pasir pada
perairan dangkal hingga kedalaman kurang dari 50 m. Rajungan muda lebih menyukai
perairan bersubstrat lumpur liat di sekitar mangroves. Adapun penyebaran rajungan berada di
sekitar perairan pesisir pantai Barat Papua.
Komposisi jenis udang penaeid dan krustasea lainnya didominasi jenis udang kipas (Thenus
orientalis). Jenis-jenis udang penaeid ditemukan lebih dari 10 jenis dan yang mendominasi
adalah udang bago (P. semisulcatus) (Gambar XI-10).
Jenis-jenis lobster Palinuridae yang terdapat di perairan WPP NRI 718 antara lain lobster
bambu (Panulirus versicolor), lobster pasir (P. homarus), lobster mutiara (P. ornatus),
lobster batu (P. penicillatus), lobster batik/bintik seribu (P.longipes femoristriga) dan lobster
pakistan (P. polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari
family Scyllaridae terutama jenis Thennus orientalis, Scyllarides squomosus, Scyllarus sp
dan Parribacus spp. Diantara jenis-jenis tersebut, jenis yang dominan adalah P. versicolor, P.
ornatus, dan Thennus orientalis. Sementara itu jenis kepiting yang banyak adalah kepiting
bakau hijau (Scylla serrata) dan kepiting bakau merah (Scylla olivacea).
0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)
Gambar XI-10. Komposisi jenis (%) udang penaeid di WPP NRI 718
Komposisi jenis rajungan yang banyak tertangkap di perairan WPP NRI 718 adalah famili
Portunidae dengan jenis rajungan karang (Charybdis feriatus) dan rajungan batik (Portunus
pelagicus).
Dengan analisis surplus produksi Fox (1970), didapatkan dugaan nilai potensi lestari (MSY)
udang penaeid di WPP NRI 718 sebesar 62.842 ton dengan upaya optimal (fopt.) 178.571 unit
setara trammel net (Gambar XI-11, Lampiran 5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 50.274 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan
(2015), didapatakan upaya aktual 153.206 unit setara trammel net dan produksi 48.307 ton.
Dengan demikan tingkat pemanfaatan sumber daya udang penaeid mencapai 0,86 (indikator
warna kuning) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12) atau statusnya sudah fully exploited, dengan
demikian upaya penangkapan dipertahankan dan harus disertai pemantauan yang ketat.
70000 WPP 718 Udang
60000
2014
2007 2008 2012
50000 2010 2013
2005 2006 20112015
Produksi (ton)
2009
40000
30000
20000
10000
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Upaya (Unit)
Gambar XI-11. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid di WPP
NRI 718
128
128 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
4.3.2 Lobster
Dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957), diperoleh dugaan nilai
potensi lestari (MSY) lobster di WPP NRI 718 sebesar 1.187 ton dengan upaya optimal (fopt.)
9.860 unit setara tramell net (Gambar XI-12, Lampiran 6). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 950 ton. Berdasarkan Statistik
Perikanan (2015), diperoleh upaya aktual 9.860 unit setara jaring insang dan produksi tahun
2015 sebesar 1.033 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya lobster di WPP NRI 718
mencapai 0,97 (indikator warna kuning) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12), yang berarti statusnya
berada dalam keadaan fully exploited.
1600 2011
2010
1400 2009
1200 2008 2014 2012
Produksi (ton)
2004
1000 2015 2005 2006
2003
800 2013
600
400
200
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)
Gambar XI-12. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster di WPP NRI 718
4.3.3 Kepiting
Aplikasi model surpuls produksi Schaefer (1957) mendapatkan dugaan nilai potensi lestari
(MSY) kepiting di WPP NRI 718 sebesar 1.498 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
6.119 unit setara bubu (Gambar XI-13, Lampiran 7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 1.198 ton. Berdasarkan Statistik
Produksi, diperoleh upaya aktual tahun 2015 sebesar 5.226 unit setara bubu dan produksi
tahun 2015 adalah 1.294 ton. Dalam kaitan tersebut didapatkan tingkat pemanfaatan sumber
daya kepiting di WPP NRI 718 mencapai 0,85 (indikator warna kuning) (Lampiran 7, 10, 11
dan 12) atau status fully exploited. Dengan demikian upaya penangkapan dipertahankan
dengan pemantuan yang ketat.
Produksi (ton)
800
600
400
200
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Upaya (Unit)
Gambar XI-13. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting di WPP NRI 718
4.3.4 Rajungan
Dengan menggunakan metode analisa surplus produksi Schaefer (1957), didapatkan potensi
lestari (MSY) rajungan di WPP NRI 718 sebesar 775 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
11.904 unit setara jaring insang tetap (Gambar XI-14, Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 620 ton. Berdasarkan
Statistik Perikanan, didapatkan upaya aktual tahun 2015 sebesar 9.169 unit setara jaring
insang tetap dan produksi tahun 2015 sebesar 1.108 ton. Dengan demikian diperoleh tingkat
pemanfaatan sumber daya rajungan di WPP NRI 718 mencapai 0,77 (indikator warna kuning)
atau fully exploted (Lampiran 9, 10, 11 dan 12), yang berarti upaya penangkapan
dipertahankan dan dilakukan pengawasan ketat.
2010
600
400
2007
2006
200 2008
2005 2014
2003 2004
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)
Gambar XI-14. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan rajungan di WPP NRI 718
Laju pertumbuhan (K) udang windu (P. monodon) sebesar 1,45 per tahun, L∞ sebesar 62,5
mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,69 per tahun, sementara untuk udang dogol (M.
ensis) diperoleh nilai
ensis) nilaiKKsebagai
1,33 per
1,33tahun. Loo sebesar
per tahun, 52,052,0
L∞ sebesar mmmm dandannilai
nilaiEEsebesar
sebesar 0,61.
0,61.
udangjerbung
Untuk udang jebung didapatkan
didapatiaknnila
nilai K 1,05 1,05
K sebagai per per
tahun, nilai
tahun, LooLsebesar
nilai ∞ sebesar60,6
60,6mm
mmdandan
nilai E sebesar 0,73 per tahun. Indikator stok ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber
daya udang di WPP NRI 718 perlu dilakukan pengawasan ketat.
Rata-rata ukuran karapas pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau hijau (S. serrata) di
perairan WPP NRI 718 sebesar 148,4 mm dan kepiting bakau merah (S. olivacea) sebesar
124,4 mm, sementara rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm) kepiting bakau hijau
sebesar 156,1 mm dan kepiting bakau merah sebesar 115 mm. Nilai Lc kepiting bakau lebih
kecil dibandingkan nilai Lm. Nilai K kepiting bakau hijau sebesar 0,62 per tahun, nilai L∞
sebagai 220,5 cm dan laju eksploitasi (E) sebagai 0,48 per tahun. Untuk kepiting bakau
merah diperoleh nilai
nilai KK 0,53
sebagai 0,53 per
per tahun, tahun,
nilai nilai L∞cmsebagai
Loo 162,75 162,75Ecmsebesar
dan nilai dan nilai
0,62E
sebesar 0,62 per tahun.
per tahun.
Rata-rata ukuran karapas pertama kali tertangkap (Lc) rajungan (Portunus pelagicus) 133,4
mm lebih besar dibandingkan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) dan hal ini
menunjukkan sebagian rajungan sudah sempat memijah sebelum tertangkap. Puncak musim
pemijahan diduga terjadi pada Maret dan September. Laju pertumbuhan (K) 1,15 per tahun
dengan lebar karapas asimptotik (CW∞) 185 mm, yang menunjukkan rajungan memilki
pertumbuhan yang cepat. Laju eksploitasi (E) rajungan diperoleh sebesar 0,76 per tahun dan
hal ini menunjukkan tingkat pemanfaatan pada kondisi fully exploited.
Amri, K., T. Noegroho, K. Wagiyo & E. Febrianty (2015a). Status pemanfaatan sumber
daya ikan pelagis besar di perairan WPP 571 Selat Malaka dan Laut Andaman. In :
Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Malaka (WPP-NRI 571), hal :
12-29. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Amri, K et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan serta habitat sumber
daya dan potensi produksi sumber daya ikan di WPP 714 (Teluk Tolo dan Laut
Banda). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Anonymous. (2001). Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan
Tangkap (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP) dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Anonimus (2010). Potensi produksi sumber daya ikan di WPP 571, 711, 712 dan 718.
Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan : 36 hal.
Aoyama, T. (1973). The demersal fish stock and fisheries of the South China Sea.
IPCF/SCC/Dev/73/3, 80, Rome.
Badrudin, N. N. Wiadnyana & B. Wibowo. 2005. Deep water exploratory bottom long
lining in the waters of the Arafura. IFRJ Vol. 11:41-46.
Babu, C. and A. Anrose (2013). Status of neritic tuna fisheries in India. IOTC-2013
WPNT03-09. Bali-Indonesia.
Baihaqi & Hufiadi (2013). Komposisi hasil tangkapan dan hasil per unit upaya (CPUE)
cantrang di perairan utara Jawa. In : Suman, A., Wudianto , G. Bintoro & J.
Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan laut Jawa, hal :
167-177. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Baihaqi & Hufiadi (2015). Karakteristik dan efisiensi pukat ikan yang berbasis di PPS
Belawan. In : Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri
Chodrijah, U., T. Noegroho & E. Rahmat (2012). Perikanan pelagis besar yang berbasis
di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara. In : Suman, A.,
Wudianto & B. Sumiono (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di
perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda, hal : 227-242.
Penerbit IPB Press, Bogor.
Edrus, I.N. (2014). Komposisi dan CPUE ikan demersal yang tertangkap pukat ikan dan
pancing ulur di perairan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. In : Suman, A.,
Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan
di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan Samudera Pasifik (WPP 717), hal : 1-
21. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Ernawati, T., D.D. Kembaren & A. Suman (2015). Status pemanfaatan sumber daya
udang di perairan Laut Cina Selatan. In : Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D.
Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di
perairan Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711), hal : 18-30. Penerbit Ref Grafika,
Jakarta.
Fieux, M., C. Andrie, R. Molcard & A. G. Ilahude. 1995. The throughflow entering the
Indian Ocean. Proceeding International Workshop on The Throughflow in and
around Indonesia waters. BPPT. Jakarta. 213-238.
Kembaren, D.D., Suprapto & Wedjatmiko (2013a). Komposisi jenis dan sebaran laju
tangkap udang Penaeid di perairan Tarakan, Kalimantan Utara. In : Suman, A.,
Wudianto, G. Bintoro & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan
di perairan Laut Sulawesi, hal : 153-164. Penerbit IPB Press, Bogor.
Kembaren, D.D., Wedjatmiko dan Suprapto (2014). Komposisi jenis, laju tangkap dan
distribusi udang pada musim timur di perairan utara Papua. In : Suman, A.,
Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan
di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan Samudera Pasifik (WPP 717), hal :
351-364. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Kembaren, D. & T. Ernawati (2015). Status pemanfaatan sumber daya udang di perairan
Selat Malaka. In : Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K.
Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Malaka
(WPP-NRI 571), hal : 1-11. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Kembaren, D., Suprapto, M. Rijal, R. Setiawan, dan Koderi (2015b). Penelitian stok,
tingkat pemanfaatan dan kapasitas penangkapan sumber daya pelagis besar di laut
Arafura (WPP 718). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
134
Kuswoyo, A., M. Fauzi dan Suwarso (2014). Perikanan pelagis kecil di sekitar Tobelo,
Laut Halmahera. In : Suman, A., Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan
Samudera Pasifik (WPP 717), hal : 379-387. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Larkin, P.A. 1997. An epitaph for the concept of Maximum Sustainable Yield. Trans.
Amer.Fish. Stock. 10(1): 1-11.
Lestari, P. & A. Damora (2014). Kepadatan stok dan komposisi udang di perairan
Muko-Muko, Bengkulu. In : Suman, A., Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) :
Status pemanfaatan sumber daya ikan di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan
Samudera Pasifik (WPP 717), hal : 92-98. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Lestari, P. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber daya
dan potensi produksi sumber daya ikan di WPP 11 (Laut Cina Selatan dan Selat
Karimata). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Lohmeyer, U. 1996. Narrative and major results of the Indonesian-German modul (II)
of the JETINDOFISH Project, August 1979 to July 1981 In Pauly and P.
Martosubroto (Ed.): Baseline studies of biodiversities: The fish resources of
western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM : 77-90.
Mahiswara & Baihaqi (2015). Komposisi hasil tangkapan dan daerah penangkapan
pukat ikan yang berbasis di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. In : Suman, A., J.
Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan
sumber daya ikan di perairan Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711), hal : 207-218.
Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
McManus, J. 1996. Marine bottom communities from the Indian Ocean coast of Bali to
mid-Sumatera In D. Pauly and P. Martosubroto (Ed.): Baseline studies of
biodiversities: The fish resources of western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM : 91-
101.
Morgan, J.R. & M.J.Valencia, 1983. The Natural Environmental Setting in Morgan,
J.R. and M.J.Valencia (Eds.): Atlas for Marine Policy in Southeast Asian Seas.
University of California Press. Berkeley. Los Angeles.London: 4-17.
Naamin, N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di
perairan Arafura dan alternatif pengelolaannya. Disertasi Doktor pada Fakultas
Pasca Sarjana, IPB Bogor : 381 hal.
Naderi, R.A. (2013). The role importance of neritic tuna catches in Iran. IOTC-2013
WPNT03-09. Bali-Indonesia.
Ndegwa, S., P.N. Wekeda, C. Ndoro and T. Nishida (2013). Analyses of catch, effort
and nominal CPUE of frigale tuna (Auxis thazard) and kawa-kawa (Euthynnus
affinis) caught by recreational fishers in Kenya. IOTC-2013 WPNT03-09. Bali-
Indonesia.
135
Nurjaya, I. W. 2006. Kondisi fisik oseanografi Laut Arafura. In Monintja, D. R.,
Sularso, A., Sondita, M.F.A. & Purbayanto, A. (Eds.): Perspektif pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB: 11-30.
Prihatiningsih, Suprapto & Wedjatmiko (2012). Komposisi dan penyebaran ikan
demersal di perairan Selat Makassar. In : Suman, A., Wudianto & B. Sumiono
(Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Makassar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Banda, hal : 45-59. Penerbit IPB Press, Bogor.
Sparre, P. and S.C. Venema (1992). Introduction to tropical fish stock assesment. Part
I. Manual. FAO Fish. Tech. Pap. No. 306/1.
Sugiarto, A. & S. Birowo. 1975 (Eds). Atlas Oseanologi Indonesia. Lembaga
Oseanologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (In Indonesian). 79 p.
Suman, A., Wudianto, B. Sumiono, H.E. Irianto, Badrudin & K. Amri (2014). Potensi
lestari dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Penerbit Ref Grafika, Jakarta : 199 hal.
Suman, A. (2016). Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP-NRI
2015. Makalah disampaikan pada sidang tahunan Komnas Kajiskan. Balai
Penelitian Perikanan Laut, Puslitbangkan, Balitbang KP.
Suprapto, Nurulludin dan B. Sadhotomo, 2014. Komposisi jenis, daerah sebaran dan
kepadatan stok ikan demersal di perairan utara Papua. In : Suman, A., Wudianto ,
A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di Samudera
Suprapto et al. (2016). Penelitian Karakteristik Biologi Perikanan, Habitat Sumber daya
dan Potensi Produksi Sumber daya Perikanan di WPP 713 (Selat Makasar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut,
Jakarta.
Suwarso, A. Zamroni dan A. Kuswoyo (2012). Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di
Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda. In : Suman, A.,
Wudianto & B. Sumiono (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di
perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda, hal : 151-173.
Penerbit IPB Press, Bogor.
Suwarso, A. Kuswoyo & M. Fauzi (2013a). Eksploitasi ikan pelagis kecil di Laut
Sulawesi. In : Suman, A., Wudianto, G. Bintoro & J. Haluan (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Laut Sulawesi, hal : 95-108. Penerbit
IPB Press, Bogor.
Taufik, M. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber daya
dan potensi produksi sumber daya perikanan di WPP 717 (Perairan Teluk
Cenderawasih dan Samudera Pasifik). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan
Laut, Jakarta.
Tirtadanu, Suprapto & T. Ernawati (2016). Komposisi, sebaran dan kepadatan stok
udang di laut Jawa. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta (inpress).
Wagiyo, K. & T. Hidayat (2015). Aspek penangkapan dan pengusahaan ikan tongkol
abu-abu (Thunnus tonggol) di perairan Langsa. In : Suman, A., J. Haluan,
Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber
daya ikan di perairan Selat Malaka (WPP-NRI 571), hal : 107-120. Penerbit Ref
Grafika, Jakarta.
Zamroni, A., Suwarso & M. Fauzi (2013). Perkembangan perikanan mini purse seine di
perairan utara Jawa. In : Suman, A., Wudianto , G. Bintoro & J. Haluan (Eds) :
Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan laut Jawa, hal : 245-255.
Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Zamroni, A. (2014). Perikanan pukat cincin di Sibolga, Sumatera Utara. In : Suman, A.,
Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan
Zamroni, A., M. Fauzi & H. Ilhamdi (2015). Status pemanfaatan sumber daya ikan
pelagis kecil Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711). In : Suman, A., J. Haluan,
Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber
daya ikan di perairan Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711), hal : 49-67. Penerbit
Ref Grafika, Jakarta.
Zamroni, A., Suwarso, H. Widyastuti, Herlisman, A. Kuswoyo, H. Ilhamdi, M. F.
Yahya, L. Suciati, P. Ratnawati, H. N. Yusuf dan R. A. Irwanto (2015). Penelitian
karakteristik biologi perikanan, habitat sumber daya dan potensi produksi di
WPP-715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Halmahera dan Teluk
Berau). Laporan Akhir Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Zamroni, A. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber
daya dan potensi produksi di WPP-715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram,
Laut Halmahera dan Teluk Berau). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan
Laut, Jakarta.
139
GLOSSARY
140
140 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
menggunakan alat echosounder memanfaatkan
echo/gema suara (sound) di dalam air
Metoda Swept Area : Metoda swept area digunakan untuk menduga stok
ikan dasar (demersal). Metoda ini dilakukan dengan
prinsip menyapu area perikanan dengan
menggunakan alat tangkap trawl
Metoda Surplus Production : Metoda estimasi potensi SDI dengan menggunakan
data time series hasil tangkapan dan upaya
penangkapan (statistical catch & effort data). Model
ini menganggap bahwa data berasal dari perikanan
dengan kondisi ekuilibrium tanpa memperhitungkan
struktur populasi dan interaksi
Model "Schaefer" : Salah satu Model Produksi Surplus yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE
(hasil tangkapan per-satuan upaya)’ bersifat liniear
Model "Fox" : Salah satu Model Produksi Surplus, yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’
hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’ bersifat
eksponensial/logaritmik
CPUE Catch per Unit Effort, adalah hasil tangkapan per
satuan per-satuan upaya, yang merupakan salah satu
indeks kelimpahan stok (stock abundance index)
Effort : Upaya penangkapan
Effort standard : Upaya penangkapan yang dibakukan
Catch : Hasil tangkapan ikan
JTB (Total Allowable Catch) : Jumlah Tangkap yang Diperbolehkan
Tingkat Pemanfaatan : Rasio antara total upaya aktual (f current) dengan
upaya optimal ( f msy)
f-actual ( f current ) : Jumlah upaya baku saat ini
f-optimum ( f opt. ) : Jumlah upaya baku pada tingkat optimal
MSY : Maximum Sustainable Yield adalah hasil tangkapan
maksimum yang berlanjut (lestari).
Over fishing : Kegiatan penangkapan yang berlebih
RFMO : Regional Fisheries Management Organization
IOTC : Indian Ocean Tuna Commission
WCPFC : Western and Central Pacific Fisheries Commission
142
Pelagis Kecil 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 99.865 527.029 630.521 330.284 364.663 208.414 165.944 555.982 332.635 829.188 836.973
JTB (ton) 79.892 421.623 504.417 264.227 291.730 166.731 132.755 444.786 266.108 663.350 669.579
f optimum (unit) 2.287 4.012 6.812 4.279 11.374 8.327 4.262 3.653 4.228 677 2.583
Tingkat
0,83 0,50 1,50 1,41 0,38 1,23 0,44 0,88 0,48 0,70 0,51
pemanfaatan
F aktual (unit) 1.889 2.016 10.206 7.631 4.275 10.229 1.858 3.219 2.019 474 1.316
C aktual (ton) 171.849 156.060 174.583 153.464 563.333 258.943 61.092 212.012 45.736 80.899 137.033
Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat
Upaya Standar
cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin
Pelagis Besar 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 64.444 276.755 586.128 185.855 72.812 645.058 304.293 31.659 181.491 65.935 818.870
JTB (ton) 51.556 221.404 468.902 148.684 58.250 516.046 243.435 25.327 145.193 52.748 655.096
f optimum (unit) 8.160 3.657 14.465 17.504 10.139 11.877 4.315 5.228 3.488 1.482 5.028
Tingkat
0,52 0,95 1,06 0,93 0,63 1,13 0,78 0,97 0,63 1,00 0,99
pemanfaatan
C aktual (ton) 41.760 91.774 88.629 74.374 118.643 86.103 29.284 117.521 39.650 39.461 79.161
143
Lampiran 3. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Demersal di WPP NRI Tahun 2016
144
Demersal 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 145.495 362.005 7.902 131.070 657.525 252.869 98.010 325.080 36.142 131.675 876.722
JTB (ton) 116.396 289.604 6.322 104.856 526.020 202.295 78.408 260.064 28.914 105.340 701.378
f optimum (unit) 11.286 19.573 146.109 16.940 124.800 29.059 9.900 18.030 13.792 11.475 2.741
Tingkat
0,33 0,57 0,39 0,61 0,83 0,96 0,58 0,22 0,45 0,39 0,67
pemanfaatan
F aktual (unit) 3.726 11.091 57.416 10.269 103.324 28.020 5.739 3.893 6.170 4.472 1828
C aktual (ton) 112.489 258.993 67.758 184.992 277.408 88.578 53.256 94.060 21.326 59.532 289.071
Jaring
Jaring Jaring Gillnet Rawai Rawai Rawai Rawai Rawai Rawai Gillnet
Upaya Standar insang
klitik klitik tetap dasar dasar Dasar Dasar Dasar Dasar tetap
tetap
Ikan karang 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 20.030 40.570 22.045 20.625 29.951 19.856 145.530 310.866 34.440 15.016 29.485
JTB (ton) 16.024 32.456 17.636 16.410 23.961 15.854 161.424 248.693 27.552 12.012 23.588
f optimum (unit) 10.008 14.243 33.200 10.155 12.238 14.839 26.975 39.425 13.123 3.875 5.430
Tingkat
0,34 0,33 1,09 1,53 1,22 1,27 0,76 0,34 1,45 0,91 1,07
pemanfaatan
C aktual (ton) 13.548 16.345 19.248 35.264 33.398 17.137 53.596 59.821 24.999 15.332 33.652
145
Lampiran 5. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid di WPP NRI Tahun 2016
146
Udang Penaeid 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 59.455 8.023 7.340 62.342 57.965 30.404 3.180 6.436 7.945 9.150 62.842
JTB (ton) 47.564 6.418 5.872 49.873 46.372 24.324 2.544 5.149 6.356 7.320 50.274
f optimum (unit) 5.786 6.771 3.333 94.371 120.380 9.748 2.596 5.161 9.933 10.000 178.571
Tingkat
1,59 1,53 1,70 0,53 1,11 0,52 0,39 0,78 0,50 0,46 0,86
pemanfaatan
F aktual (unit) 9.194 10.377 5.652 49.657 134.140 5.031 1.025 4.023 4.945 4.620 153.206
C aktual (ton) 35.146 8.522 6.893 29.999 63.165 15.070 3.620 7.753 5.310 12.565 48.307
Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel
Upaya Standar
net net net net net net net net net net net
Lobster 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 673 1.483 970 1.421 989 927 724 846 894 1.044 1.187
JTB (ton) 539 1.186 776 1.137 791 742 579 677 715 835 950
f optimum (unit) 8.205 9.481 31.152 21.767 23.654 16.708 5.385 3.570 5.168 2.213 9.860
Tingkat
1,30 0,93 0,61 0,54 1,36 1,40 1,73 1,32 0,75 1,04 0,97
pemanfaatan
C aktual (ton) 247 1.221 951 1.423 1.292 517 444 1.125 962 991 1.033
147
Lampiran 7. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Kepiting di WPP NRI Tahun 2016
148
Kepiting 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 12.829 9.543 526 2.318 7.664 4.347 1.145 891 2.196 489 1.498
JTB (ton) 10.263 7.634 421 1.854 6.131 3.477 916 712 1.756 391 1.198
f optimum (unit) 10.000 56.400 36.250 10.765 24.209 9.324 4.368 5.448 5.239 7.372 6.119
Tingkat
1,00 0,18 0,28 1,09 0,70 0,83 1,55 1,19 0,38 0,87 0,85
pemanfaatan
F aktual (unit) 9.967 10.293 10.245 11.774 17.061 7.708 6.778 6.501 1.989 6.442 5.226
C aktual (ton) 17.387 1.668 204 2.857 6.792 3.177 938 1.033 1.575 265 1.294
Upaya Standar J. Insang J. Insang Bubu Bubu Bubu Bubu J. Insang J. Insang J. Insang J. Insang Bubu
Rajungan 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 13.614 989 3.913 9.711 23.508 5.463 1.669 495 294 58 775
JTB (ton) 10.891 791 3.130 7.769 18.806 4.370 1.335 396 235 46 620
f optimum (unit) 22.120 27.402 21.982 14.080 80.442 17.651 8.929 7.180 5.838 5.467 11.904
Tingkat
0,93 0,49 0,98 1,18 0,65 0,73 0,77 0,98 0,50 1,21 0,77
pemanfaatan
C aktual (ton) 16.865 1.041 4.460 14.834 27.857 5.517 1.648 530 164 60 1.108
149
Lampiran 9. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Cumi-Cumi di WPP NRI Tahun 2016
150
Cumi-cumi 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Potensi (ton) 9.038 14.579 8.195 23.499 126.554 10.519 68.444 10.272 1.103 2.140 9.212
JTB (ton) 7.230 11.663 6.556 18.799 101.244 8.415 54.755 8.217 883 1.712 7.370
f optimum (unit) 198 8.483 10.210 4.264 5.529 10.972 1.515 1.790 224 690 1.058
Tingkat
0,60 0,40 1,10 1,80 2,00 1,20 1,00 1,86 1,40 1,10 1,30
pemanfaatan
F aktual (unit) 123 3.308 11.339 7.856 11.192 13.024 1.515 3.325 319 750 1.354
C aktual (ton) 3.849 5.839 9.623 8.312 111.559 16.025 2.277 5.215 480 2.168 11.807
Bagan Pancing Pancing Bagan Pancing Pancing Bagan Bagan Bagan Bagan Bagan
Upaya Standar
perahu cumi cumi perahu cumi cumi perahu tancap tancap perahu perahu
Selat
Ti ngka t
Malaka
0.83 0.52 0.33 0.34 1.59 1.30 1.00 0.93 0.62
pe ma nfa a ta n
WPP 572 Pote ns i 527,029 276,755 362,005 40,570 8,023 1,483 9,543 989 14,579 1,240,975
JTB 421,623 221,404 289,604 32,456 6,418 1,186 7,634 791 11,663
Ti ngka t
0.50 0.95 0.57 0.33 1.53 0.93 0.18 0.49 0.39
pe ma nfa a ta n
WPP 573 Pote ns i 630,521 586,128 7,902 22,045 7,340 970 526 3,913 8,195 1,267,540
JTB 504,417 468,902 6,322 17,636 5,872 776 421 3,130 6,556
Samudera Hindia
Ti ngka t
1.50 1.06 0.39 1.09 1.70 0.61 0.28 0.98 1.11
pe ma nfa a ta n
WPP 711 Pote ns i 330,284 185,855 131,070 20,625 62,342 1,421 2,318 9,711 23,499 767,126
JTB 264,227 148,684 104,856 16,500 49,873 1,137 1,854 7,769 18,799
Ti ngka t
Selatan
Laut Cina
1.41 0.93 0.61 1.53 0.53 0.54 1.09 1.18 1.84
pe ma nfa a ta n
WPP 712 Pote ns i 364,663 72,812 657,525 29,951 57,965 989 7,664 23,508 126,554 1,341,632
JTB 291,730 58,250 526,020 23,961 46,372 791 6,131 18,806 101,244
Ti ngka t
0.38 0.63 0.83 1.22 1.11 1.36 0.70 0.65 2.02
Laut Jawa
pe ma nfa a ta n
WPP 713 Pote ns i 208,414 645,058 252,869 19,856 30,404 927 4,347 5,463 10,519 1,177,857
JTB 166,731 516,046 202,295 15,885 24,324 742 3,477 4,370 8,415
Laut
Selat
Flores
Ti ngka t
1.23 1.13 0.96 1.27 0.52 1.40 0.83 0.73 1.19
Makassar -
pe ma nfa a ta n
WPP 714 Pote ns i 165,944 304,293 98,010 145,530 3,180 724 1,145 1,669 68,444 788,939
JTB 132,755 243,435 78,408 116,424 2,544 579 916 1,335 54,755
Laut
Banda
Ti ngka t
0.44 0.78 0.58 0.76 0.39 1.73 1.55 0.77 1.00
pe ma nfa a ta n
Laut
Teluk
Seram
Ti ngka t
Tomini -
0.88 0.97 0.22 0.34 0.78 1.32 1.19 0.98 1.86
pe ma nfa a ta n
WPP 716 Pote ns i 332,635 181,491 36,142 34,440 7,945 894 2,196 294 1,103 597,139
JTB 266,108 145,193 28,914 27,552 6,356 715 1,756 235 883
Laut
Ti ngka t
Sulawesi
0.48 0.63 0.45 1.45 0.50 0.75 0.38 0.50 1.42
pe ma nfa a ta n
WPP 717 Pote ns i 829,188 65,935 131,675 15,016 9,150 1,044 489 58 2,140 1,054,695
JTB 663,350 52,748 105,340 12,013 7,320 835 391 46 1,712
Pasifik
0.70 1.00 0.39 0.91 0.46 1.04 0.87 1.21 1.09
Samudera
pe ma nfa a ta n
WPP 718 Pote ns i 836,973 818,870 876,722 29,485 62,842 1,187 1,498 775 9,212 2,637,565
JTB 669,579 655,096 701,378 23,588 50,274 950 1,198 620 7,370
Laut
Ti ngka t
Arafura -
0.51 0.99 0.67 1.07 0.86 0.97 0.85 0.77 1.28
Laut Timor
pe ma nfa a ta n
151
Juml a h 4,881,498 3,233,299 3,024,496 688,414 315,082 11,159 43,444 60,489 283,556 12,541,436
151
Lampiran 11. Tingkat Pemanfaatan sumberdaya Ikan di WPP NRI Tahun 2016
152
Jenis Ikan 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
Pelagis Kecil
Pelagis Besar
Demersal
Ikan Karang
Udang
Lobster
Kepiting
Rajungan
Cumi cumi