Anda di halaman 1dari 181

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337492693

Buku potensi Perikanan 2016

Book · November 2019

CITATIONS READS

0 3,928

9 authors, including:

Ali Suman Khairul Amri


Research Institute for Marine Fisheries Cibinong, Indonesia Agency for Marine and Fisheries Research, Ministry of Marine Affairs and Fisheries,…
72 PUBLICATIONS   315 CITATIONS    48 PUBLICATIONS   433 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Asep Priatna Mahiswara Mahiswara


Viện Nghiên cứu Hải sản Badan Riset dan Inovasi Nasional
40 PUBLICATIONS   121 CITATIONS    36 PUBLICATIONS   95 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

BOBLME_FAO project View project

Survey Bio Ekologi Sumber Daya Sungai Kapuas View project

All content following this page was uploaded by Erfind Nurdin on 25 November 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN
Potensi danDI WILAYAH
tingkat PENGELOLAAN
Pemanfaatan Sumberdaya PERIKANAN
ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI)

NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI)


POTENSI DAN TINGKAT TAHUN 2016PEMANFAATAN

SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH


PENGELOLAAN PERIKANAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI)
TAHUN 2015

Penulis :
Ali Suman, Fayakun Satria, Khairul Amri, Asep Priatna, Mahiswara, Suwarso,
Ahmad Zamroni, Muhammad Taufik, Anthony Sisco Panggabean,
Erfind Nurdin, Tri Ernawati, Nurainun Muklis, Tirtadanu,
Umi Chodrijah dan Tri Wahyu Budiarti

Penyusun :
Ali Suman
Hari Eko Irianto
Fayakun Satria
Khairul Amri
Asep Priatna
Mahiswara

BALAI RISET PERIKANAN LAUT


PUSAT RISET PERIKANAN
BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
2017

Jl. Menteng Wadas Timur No. 75


Manggarai Jakarta 12970
Telp : 021-8308013, 8313914
Fax : 021-8313057
Email : refg@indosat.net.id
ref_graphika@yahoo.com

Penerbit
Penerbit ::
Ref
RefGraphika
Graphika

2016
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

i
Fayakun Satria
Khairul Amri
Asep Priatna
Mahiswara

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN


DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

ISBN : 978-602-51239-1-7
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN
DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI)
Diterbitkan No.Oleh
Jl. Menteng Wadas Timur 75
:
Manggarai Jakarta 12970
TAHUN 2016
Ref Graphika
Telp : 021-8308013, 8313914
Fax : 021-8313057
Jl Menteng Wadas Timur No. 75
Email : refg@indosat.net.id
ref_graphika@yahoo.com
Jakarta 12970
Penerbit :
Ref Graphika
2016

i
Penulis :
Ali Suman
Penulis :
Ali Suman, Fayakun Satria, Khairul Amri,Satria
Fayakun Asep Priatna, Mahiswara, Suwarso,
Ahmad Zamroni, Muhammad Taufik,
Khairul AmriAnthony Sisco Panggabean,
Erfind Nurdin, Tri Ernawati, Nurainun Muklis, Tirtadanu,
Budi Nugraha
Umi Chodrijah dan Tri Wahyu Budiarti
Asep Priatna
Mahiswara

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


BALAI RISET
Dilarang Memperbanyak PERIKANAN
Buku LAUT
Ini Sebagian Atau Seluruhnya
PUSAT
Dalam Bentuk RISETTanpa
Apapun PERIKANAN
Izin Dari Penerbit.
BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
2017

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN
DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

Kontributor :
Suwarso
Ahmad Zamroni
M. Fauzi
Muhammad Taufik
Nurainun Mukhlis
Nurulludin
Suprapto
Anthony Sisco
Tri Ernawati
Tirtadanu
Umi Chodrijah
Enjah Rahmat
Elvi Setiaji
Septa Prihantara

Kerjasama

Ref Graphika

dengan

BALAI RISET PERIKANAN LAUT


PUSAT RISET PERIKANAN
BADAN RISET DAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
2017POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI
WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
iv POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Sebagaimana tersurat pada Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia adalah sebuah


Negara Kepulauan yang berciri Nusantara yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan Undang-undang. Potensi sumberdaya ikan laut dan perairan umum daratan
Indonesia sangat besar. Potensi sumberdaya ikan tersebut berperan sebagai penyedia
lapangan kerja, sumber ekonomi, sumber protein bagi ketahanan pangan dan
penyumbang devisa. Oleh karena itu, sumberdaya ikan harus dikelola secara benar agar
memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan kejayaan bangsa sepanjang masa.
Pengelolaan dan pembangunan perikanan itu sendiri harus didasarkan pada data dan
informasi ilmiah yang memadai yang dihasilkan dari kegiatan penelitian.

Pembangunan perikanan dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas dan


efisiensi usaha, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan produksi
perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa dan
penyediaan bahan baku industri dalam negeri. Peningkatan produksi tersebut, sekaligus
diupayakan untuk meningkatkan pendapatan petani nelayan, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha serta mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan
pertumbuhan daerah. Semua hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan
kelestarian sumber daya dan lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan
pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Perkembangan pembangunan perikanan yang berlangsung demikian cepat, sangat


membutuhkan informasi mengenai status stok sumberdaya ikan yang senantiasa
terbarukan. Dengan kata lain upaya-upaya pengelolaan dan pembangunan perikanan
memerlukan bukti-bukti ilmiah yang bersifat kekinian. Dengan acuan informasi ilmiah
yang pasti dan terbaru, diharapkan dapat disusun pola pengelolaan dan pembangunan
sumber daya perikanan yang mampu menjamin keberlanjutan usaha perikanan dalam
jangka panjang.

Dalam perspektif yang demikian, buku yang disusun oleh Tim Balai Riset Perikanan
Laut, menjadi sangat penting. Buku ini merupakan bukti ilmiah terkini tentang potensi
dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia (WPP NRI). Buku ini dapat digunakan sebagai pegangan dan dasar
dalam mewujudkan pembangunan perikanan dan kelautan yang bertumpu pada pilar
kedaulatan, keberlajutan dan kesejahteraan bangsa. Buku ini juga sekaligus merupakan
dasar dan penjelasan ilmiah dari kajian : “Potensi Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya
Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia tahun 2016”.

Penyusunan buku ini merupakan bentuk implementasi mandat Balai Riset Perikanan
Laut dalam menyediakan bahan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang
berkelanjutan dengan berbasis pada riset. Buku ini disusun oleh sebuah Tim yang terdiri
dari peneliti Balai Riset Perikanan Laut dan untuk itu diucapkan terima kasih atas jerih
payahnya bagi terwujudnya buku ini.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN v


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

i
Semoga buku ini dapat dijadikan dasar kebijakan pengelolaan sumber daya ikan di WPP
NRI untuk mewujudkan pembangunan perikanan dan kelautan yang berkedaulatan dan
berkelanjutan bagi kesejahteraan bangsa.

Jakarta, Juni 2017

Dr. Toni Ruchimat


Kepala Pusat Riset Perikanan

vi POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

ii
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xix
PENDAHULUAN 1
METODE 2

I. WPP NRI 571: SELAT MALAKA DAN LAUT ANDAMAN 6


1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 6
1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan 6
1.2. Komposisi Jenis 6
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 7
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 7
1.3.2 Cumi-Cumi 7
1.3.3 Indikator Stok 8
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 8
2.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis 8
2.2. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 9
2.3. Indikator Stok 9
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 10
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 10
3.2 Komposisi Jenis 10
3.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 11
3.3.1. Ikan Demersal 11
3.3.2. Ikan Karang 11
3.4. Indikator Stok 12
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 13
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 13
4.2. Komposisi Jenis 13
4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 14
4.3.1. Udang Penaeid 14
4.3.2. Lobster 15
4.3.3. Kepiting 16
4.3.4. Rajungan 16
4.4. Indikator Stok 17

II. WPP NRI 572: SAMUDERA HINDIA SEBELAH BARAT


SUMATERA DAN SELAT SUNDA vii
18
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
1. Sumber
PERIKANAN NEGARADaya IkanINDONESIA
REPUBLIK Pelagis Kecil
(WPPdan
NRI)Cumi-Cumi
TAHUN 2016 18
4.3.1. Udang Penaeid 14
4.3.2. Lobster 15
4.3.3. Kepiting 16
4.3.4. Rajungan 16
4.4. Indikator Stok 17

II. WPP NRI 572: SAMUDERA HINDIA SEBELAH BARAT


SUMATERA DAN SELAT SUNDA 18
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 18
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 18
1.2. Komposisi Jenis 18
1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 19
iii
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 19
1.3.2. Cumi-Cumi 19
1.4. Indikator Stok 19
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 20
2.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis 20
2.2. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 20
2.3. Indikator Stok 21
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 21
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 21
3.2. Komposisi Jenis 21
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 23
3.3.1. Ikan Demersal 23
3.3.2. Ikan Karang 23
3.4. Indikator Stok 24
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 24
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 24
4.2. Komposisi Jenis 25
4.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 25
4.3.1. Udang Penaeid 25
4.3.2. Lobster 26
4.3.3. Kepiting 27
4.3.4. Rajungan 28
4.4. Indikator Stok 28

III. WPP NRI 573: SAMUDERA HINDIA SEBELAH SELATAN JAWA


HINGGA SEBELAH SELATAN NUSA TENGGARA, LAUT SAWU,
DAN LAUT TIMOR BAGIAN BARAT
30
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi 30
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 30
1.2. Komposisi Jenis 30
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 30
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 30
1.3.2. Cumi-cumi 31
1.4. Indikator Stok 31
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 31
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 31
2.2. Komposisi Jenis 32
viii 2.3. Potensi
POTENSI Lestari,
DAN TINGKAT JTB, Effort Optimal
PEMANFAATAN dan Tingkat
SUMBERDAYA Pemanfaatan
IKAN DI WILAYAH 32
PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
2.4. Indikator Stok 32
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 30
1.2. Komposisi Jenis 30
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 30
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 30
1.3.2. Cumi-cumi 31
1.4. Indikator Stok 31
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 31
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 31
2.2. Komposisi Jenis 32
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 32
2.4. Indikator Stok 32
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 33
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 33
3.2. Komposisi Jenis 33
iv
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 34
3.3.1. Ikan Demersal 34
3.3.2. Ikan Karang 35
3.4. Indikator Stok 35
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 36
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 36
4.2. Komposisi Jenis 36
4.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 37
4.3.1. Udang Penaeid 37
4.3.2. Lobster 37
4.3.3. Kepiting 38
4.3.4. Rajungan 38
4.4. Indikator Stok 39

IV. WPP NRI 711: SELAT KARIMATA, LAUT NATUNA DAN LAUT
CINA SELATAN 41
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 41
1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan 41
1.2. Komposisi Jenis 42
1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 42
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 42
1.3.2. Cumi-Cumi 43
1.4. Indikator Stok 43
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 44
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 44
2.2. Komposisi Jenis 45
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 45
2.4. Indikator Stok 45
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 45
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 45
3.2. Komposisi Jenis 46
3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 47
3.3.1. Ikan Demersal 47
ix
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
3.3.2.
PERIKANAN NEGARA Ikan Karang
REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016 47
3.4. Indikator Stok 48
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 49
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 45
2.4. Indikator Stok 45
3.
3. Sumber Daya Ikan
Sumber Daya Ikan Demersal
Demersal dan
dan Ikan
Ikan Karang
Karang 45
33
3.1. Penyebaran dan dan Daerah
Daerah Penangkapan
Penangkapan 45
33
3.2. Komposisi Jenis 46
33
3.3. Potensi
PotensiLestari,
Lestari,JTB,
JTB,Upaya
Effort Optimal
Optimal dan
dan Tingkat
Tingkat Pemanfaatan
Pemanfaatan 47
34
3.3.1. Ikan Demersal 47
34
3.3.2. Ikan
IkanKarang
Karang 47
35
3.4. Indikator
IndikatorStok
Stok 48
35
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea
Krustasea Lainnya
Lainnya 49
36
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan
Penyebaran 49
36
4.2. Komposisi Jenis 49
36
4.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya
Effort Optimal
Optimal dan
dan Tingkat Pemanfaatan 50
37
4.3.1. Udang Penaeid 37
4.3.2. Lobster 37
4.3.3. Kepiting 38
4.3.4. Rajungan v
38
4.4. Indikator Stok 39

IV. WPP NRI 711: SELAT KARIMATA, LAUT NATUNA DAN LAUT
CINA SELATAN 41
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 41
1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan 41
1.2. Komposisi Jenis 42
1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 42
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 42
1.3.2. Cumi-Cumi 43
1.4. Indikator Stok 43
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 44
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 44
2.2. Komposisi Jenis 45
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 45
2.4. Indikator Stok 45
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 45
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 45
3.2. Komposisi Jenis 46
3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 47
3.3.1. Ikan Demersal 47
3.3.2. Ikan Karang 47
3.4. Indikator Stok 48
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 49
4.1. Penyebaran dan Daerah Penyebaran 49
4.2. Komposisi Jenis 49
4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 50

x POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
v
4.3.1. Udang Penaeid 50
4.3.2. Lobster 51
4.3.3. Kepiting 52
4.3.4. Rajungan 53
4.4. Indikator Stok 53

V. WPP NRI 712: LAUT JAWA 55


1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi 55
1.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan 55
1.2. Komposisi Jenis 56
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 56
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 56
1.3.2. Cumi-Cumi 57
1.4. Indikator Stok 57
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 58
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 58
2.2. Komposisi Jenis 58
2.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 59
2.4. Indikator Stok 59
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 59
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 59
3.2. Komposisi Jenis 60
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 60
3.3.1. Ikan Demersal 60
3.3.2. Ikan Karang 61
3.4. Indikator Stok 61
4. Sumber Daya Udang dan Krustasea Lainnya 62
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 62
4.2. Komposisi Jenis 63
4.3. Potensi, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 64
4.3.1. Udang Penaeid 64
4.3.2. Lobster 65
4.3.3. Kepiting 65
4.3.4. Rajungan 66
4.4. Indikator Stok 67

VI. WPP NRI 713: SELAT MAKASAR, TELUK BONE, LAUT FLORES
DAN LAUT BALI 68
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi 68
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 68
1.2. Komposisi Jenis 68
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 69

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN xi


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
vi
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 69
1.3.2. Cumi-cumi 70
1.4. Indikator Stok 70
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 71
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 71
2.2. Komposisi Jenis 71
2.3. Potensi lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 71
2.4. Indikator Stok 72
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 72
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 72
3.2 Komposisi Jenis 72
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 74
3.3.1. Ikan Demersal 74
3.3.2. Ikan Karang 74
3.4. Indikator Stok 74
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 75
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 75
4.2. Komposisi Jenis 75
4.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 76
4.3.1. Udang Penaeid 76
4.3.2. Lobster 76
4.3.3. Kepiting 77
4.3.4. Rajungan 78
4.4. Indikator Stok 78

VII. WPP NRI 714: TELUK TOLO DAN LAUT BANDA 80


1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi 80
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 80
1.2. Komposisi Jenis 80
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 81
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 81
1.3.2. Cumi-cumi 81
1.4. Indikator Stok 81
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 82
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 82
2.2. Komposisi Jenis 82
2.3. Potensi lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 82
2.4. Indikator Stok 83
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 83
3.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan 83
3.2. Komposisi Jenis 83
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 84

xii POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
vii
3.3.1. Ikan Demersal 84
3.3.2. Ikan Karang 8
3.4. Indikator Stok 86
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 86
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 86
4.2. Komposisi Jenis 87
4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 87
4.3.1. Udang Penaeid 87
4.3.2. Lobster 88
4.3.3. Kepiting 89
4.3.4. Rajungan 89
4.4. Indikator Stok 90

VIII. WPP NRI 715: TELUK TOMINI, LAUT MALUKU, LAUT


HALMAHERA, LAUT SERAM DAN TELUK BERAU 92
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 92
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 92
1.2. Komposisi Jenis 92
1.3. Potensi, JTB, Effort Optimal, dan Tingkat Pemanfaatan 92
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 92
1.3.2. Cumi-Cumi 93
1.4. Indikator Stok 93
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 93
2.1 . Penyebaran dan Daerah Penangkapan 93
2.2. Komposisi Jenis 94
2.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 94
2.4. Indikator Stok 94
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 95
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 95
3.2. Komposisi Jenis 95
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 95
3.3.1. Ikan Demersal 95
3.3.2. Ikan Karang 96
3.4. Indikator Stok 97
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 97
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 97
4.2. Komposisi Jenis 98
4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 98
4.3.1 Udang Penaeid 98
4.3.2. Lobster 99
4.3.3. Kepiting 100
4.3.4. Rajungan 100

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN xiii


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
viii
4.4. Indikator Stok 101

IX. WPP NRI 716: LAUT SULAWESI DAN SEBELAH UTARA PULAU
HALMAHERA 102
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 102
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 102
1.2. Komposisi Jenis 102
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 102
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 102
1.3.2. Cumi-Cumi 102
1.4. Indikator Stok 103
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 103
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 103
2.2. Komposisi Jenis 103
2.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 104
2.4. Indikator Stok 104
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 104
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 104
3.2. Komposisi Jenis 105
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 105
3.3.1. Ikan Demersal 105
3.3.2. Ikan Karang 106
3.4. Indikator Stok 107
4. Sumber daya Udang Penaeid dan Krustasea lainnya 107
4.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis 107
4.2. Potensi, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 108
4.2.1. Udang Penaeid 108
4.2.2. Lobster 108
4.2.3. Kepiting 109
4.2.4 Rajungan 110
4.3. Indikator Stok 110

X. WPP NRI 717 : TELUK CENDRAWASIH DAN SAMUDERA


PASIFIK 111
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 111
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 111
1.2. Komposisi Jenis 111
1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 111
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 111
1.3.2. Cumi-Cumi 111
1.4. Indikator Stok 112
2. Sumber Daya Pelagis Besar 112

ix
xiv POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 112
2.2. Komposisi Jenis 112
2.3. Potensi lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 112
2.4. Indikator Stok 113
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 113
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 113
3.2. Komposisi Jenis 114
3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 114
3.3.1. Ikan Demersal 114
3.3.2. Ikan Karang 115
3.4. Indikator Stok 116
4. Sumber Daya Udang Penaide dan Krustase Lainnya 116
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 116
4.2. Komposisi Jenis 117
4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 117
4.3.1. Udang Penaeid 117
4.3.2. Lobster 118
4.3.3. Kepiting 119
4.3.4. Rajungan 119
4.4. Indikator Stok 120

XI. WPP NRI 718: LAUT ARU, LAUT ARAFURU DAN LAUT TIMOR
BAGIAN TIMUR 121
1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi 121
1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 121
1.2. Komposisi Jenis 122
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 122
1.3.1. Ikan Pelagis Kecil 122
1.3.2. Cumi-Cumi 122
1.1 Indikator Stok 122
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar 122
2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 122
2.2. Komposisi Jenis 123
2.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 123
2.4. Indikator Stok 124
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang 124
3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 124
3.2. Komposisi Jenis 125
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 125
3.3.1. Ikan demersal 125
3.3.2. Ikan Karang 126
3.1. Indikator Stok 126

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN xv


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
x
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya 127
4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan 127
4.2. Komposisi Jenis 128
4.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan 128
4.3.1. Udang Penaeid 128
4.3.2. Lobster 129
4.3.3. Kepiting 129
4.3.4. Rajungan 130
4.4. Indikator Stok 131

DAFTAR PUSTAKA 132


GLOSSARY 140
LAMPIRAN 142

xvi POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matrik aplikasi metoda pengkajian stok sumberdaya ikan tahun


2016 berdasarkan kelompok spesies pada setiap WPP NRI 4
Tabel I-1. Kepadatan dan biomasa sumber daya ikan demersal di sub area
Belawan-Tanjung Panipahan, WPP NRI 571 12
Tabel V-1. Dugaan ukuran rata-rata tertangkap (Lc) dan ukuran pertama kali
matang kelamin (Lm) ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016. 57
Tabel V-2. Parameter pertumbuhan ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016. 58
Tabel V-3. Laju kematian dan laju eksploitasi (E) ikan pelagis kecil di Laut
Jawa, 2016 58
Tabel V-4. Nilai dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan beberapa jenis
ikan demersal di WPP NRI 712. 62
Tabel V-5. Daftar indikator stok beberapa jenis ikan karang 62

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN xvii


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
DAFTAR GAMBAR

Gambar I-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 571 6
Gambar I-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP NRI 571 7
Gambar I-3. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis
besar di WPP NRI 571 9
Gambar I-4. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan
demersal berdasarkan famili dan jenis ikan di perairan
WPP NRI 571 11
Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
ikan karang di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman 12
Gambar I-6. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang di
WPP NRI 571 14
Gambar I-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
udang di WPP NRI 571 15
Gambar I-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
lobster di WPP NRI 571 15
Gambar I-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
kepiting di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman 16
Gambar I-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman 17
Gambar II-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 572 18
Gambar II-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan pelagis
kecil di WPP NRI 572 19
Gambar II-3. Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 572 20
Gambar II-4. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan
demersal di bagian timur WPP NRI 572 22
Gambar II-5. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan
demersal di sebelah barat perairan WPP NRI 572 22
Gambar II-6 Komposisi hasil tangkapan jenis ikan karang di WPP NRI
572 23
Gambar II-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
ikan karang di WPP NRI 572 24
Gambar II-8. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang
Penaeid di WPP NRI 572 25
Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
udang penaeid di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah
barat Sumatera dan Selat Sunda 26
Gambar II-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
lobster di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah Barat
Sumatera dan Selat Sunda 27

xviii POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
xiii
Gambar II-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
kepiting di WPP NRI 572 27
Gambar II-12 Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI 572 28
Gambar III-1 . Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis
besar di WPP NRI 573. 32
Gambar III-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan
demersal di WPP NRI 573 34
Gambar III-3. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI
573 34
Gambar III-4. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
karang di WPP NRI 573 35
Gambar III-5. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang
penaeid di WPP NRI 573 36
Gambar III-6. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang
penaeid di WPP NRI 573 37
Gambar III-7. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster
di WPP NRI 573 38
Gambar III-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting
bakau 38
Gambar III-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI-573 39
Gambar IV-1. Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 711 pada
saat musim barat (A) dan timur (B). 41
Gambar IV-2. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap pukat
cincin di WPP NRI 711. 42
Gambar IV-3. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 711 44
Gambar IV-4. Komposisi jenis ikan demersal hasil sampling dengan
jaring trawl di WPP NRI 711 47
Gambar IV-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
ikan karang di WPP NRI 711 48
Gambar IV-6. Komposisi jenis udang penaeid yang tertangkap di WPP
NRI 711 50
Gambar IV-7. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang
penaeid di WPP NRI 711 51
Gambar IV-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster
di WPP NRI 711 52
Gambar IV-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting
bakau di WPP NRI 711 52
Gambar IV-10. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI 711 53
Gambar V-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 712 55
Gambar V-2. Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 712 56

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN xix


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
xiv
Gambar V-3. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di WPP NRI 712 56
Gambar V-4. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 712 58
Gambar V-5. Komposisi famili ikan demersal di WPP NRI 712 60
Gambar V-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan
ikan karang di WPP NRI 712 61
Gambar V-7. Komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 712-Laut
Jawa 63
Gambar V-8. Komposisi jenis krustasea lainnya yang tertangkap di WPP
NRI 712 64
Gambar V-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang
penaeid di WPP NRI 712 64
Gambar V-10. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster
di WPP NRI 712. 65
Gambar V-11. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting
bakau di WPP NRI 712 66
Gambar V-12. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI 712 66
Gambar VI-1. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di perairan WPP NRI
713 69
Gambar VI-2. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan terbang di WPP NRI
713 69
Gambar VI-3. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan pelagis besar di WPP
NRI 713 71
Gambar VI-4. Komposisi jenis ikan demersal yang tertangkap di WPP
NRI 713 73
Gambar VI-5. Komposisi jenis ikan demersal berdasarkan famili (kiri)
dan spesies (kanan) di WPP NRI-713 73
Gambar VI-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
karang di WPP NRI 713 74
Gambar VI-7. Komposisi (%) hasil tangkapan udang penaeid di perairan
WPP NRI 713 75
Gambar VI-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang
penaeid di WPP NRI 713 76
Gambar VI-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 713 77
Gambar VI-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting
bakau di perairan WPP NRI 713 77
Gambar VI-11. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
rajungan di perairan WPP NRI 713 78
Gambar VII-1. Komposisi jenis ikan hasil tangkapan ikan di WPP NRI
714 80
Gambar VII-2. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 714 81
Gambar VII-3. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal di WPP NRI 714 84

xx POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

xv
Gambar VII-4. Prosentase jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI
714 84
Gambar VII-5. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
demersal di WPP NRI 714 85
Gambar VII-6. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
karang di WPP NRI 714 85
Gambar VII-7. Komposisi jenis udang penaeid di WPP NRI 714 87
Gambar VII-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang
di WPP NRI 714 88
Gambar VII-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
lobster di WPP NRI 714 88
Gambar VII-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumberdaya kepiting
bakau di perairan WPP NRI 714 89
Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya
rajungan di perairan WPP NRI 714 90
Gambar VIII-1. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar hasil tangkapan
pukat cincin di WPP NRI 715 94
Gambar VIII-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal dan ikan
karang di WPP NRI 715 95
Gambar VIII-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di WPP NRI 715 96
Gambar VIII-4. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
karang di WPP NRI 715 96
Gambar VIII-5. Daerah penangkapan sumber daya udang penaeid dan
krustasea lainnya di WPP NRI 715 97
Gambar VIII-6. Komposisi jenis (%) sumber daya lobster di WPP NRI 715 98
Gambar VIII-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang
penaeid di WPP NRI 715 99
Gambar VIII-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 715 99
Gambar VIII-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting
bakau di WPP NRI 715 100
Gambar VIII- Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
10. rajungan di WPP NRI 715 101
Gambar IX-1. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan pelagis besar di
WPP NRI 716 104
Gambar IX-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal di WPP
NRI 716 105
Gambar IX-3. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan karang hasil
tangkapan rawai dasar (kiri) dan bubu (kanan) di WPP NRI
716 105
Gambar IX-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di WPP NRI 716 106

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN xxi


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
xvi
Gambar IX-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
ikan karang di WPP NRI 716 106
Gambar IX-6. Komposisi jenis (%) udang penaeid di perairan WPP NRI
716 107
Gambar IX-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang di
WPP NRI 716 108
Gambar IX-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 716 109
Gambar IX-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting
di WPP NRI 716. 109
Gambar IX-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya
rajungan di WPP NRI 716 110
Gambar X-1. Daerah penangkapan ikan karang di perairan Teluk
Cenderawasih 113
Gambar X-2. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI
717 114
Gambar X-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
demersal di WPP NRI 717 115
Gambar X-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan
karang di WPP NRI 717 115
Gambar X-5. Komposisi jenis udang di WPP NRI 717 117
Gambar X-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang di
WPP NRI 717 118
Gambar X-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di Samudera Pasifik (WPP 717) 118
Gambar X-8 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
kepiting di Samudera Pasifik (WPP 717) 119
Gambar X-9 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya
rajungan di WPP NRI 717 120
Gambar XI-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 718 121
Gambar XI-2. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil di WPP NRI 718 121
Gambar XI-3. Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 718 123
Gambar XI-4. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 718 123
Gambar XI-5. Penyebaran ikan demersal secara horizontal di perairan
WPP NRI 718 124
Gambar XI-6. Penyebaran ikan demersal berdasarkan kedalaman di
perairan WPP NRI 718 125
Gambar XI-7. Komposisi jenis (%) ikan demersal di WPP NRI 718 125
Gambar XI-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan
karang di WPP NRI 718 126
Gambar XI-9. Daerah penangkapan udang penaeid di WPP NRI 718 127
Gambar XI-10. Komposisi jenis (%) udang penaeid di WPP NRI 718 128

xxii POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

xvii
Gambar XI-11. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang
penaeid di WPP NRI 718 128
Gambar XI-12. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster
di WPP NRI 718 129
Gambar XI-13. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting
di WPP NRI 718 130
Gambar XI-14. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan
rajungan di WPP NRI 718 130

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN xxiii


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis


Kecil di WPP NRI tahun 2016 142
Lampiran 2. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis
Besar di WPP NRI Tahun 2016 143
Lampiran 3. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Demersal
di WPP NRI Tahun 2016 144
Lampiran 4. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang di
WPP NRI Tahun 2016 145
Lampiran 5. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid
di WPP NRI Tahun 2016 146
Lampiran 6. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Lobster di WPP
NRI Tahun 2016 147
Lampiran 7. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Kepiting di
WPP NRI Tahun 2016 148
Lampiran 8. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan di
WPP NRI Tahun 2016 149
Lampiran 9. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Cumi-Cumi di
WPP NRI Tahun 2016 150
Lampiran 10. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP
NRI 2016 151
Lampiran 11. Tingkat Pemanfaatan sumberdaya Ikan di WPP NRI Tahun
2016 152
Lampiran 12. Status Tingkat Eksploitasi sumberdaya Ikan di WPP NRI
Tahun 2016 153

xxiv POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

xix
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
xvi POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas perairan laut terbesar di
antara negara-negara Asia serta memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Potensi
perikanan yang demikian besar belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga perlu
berbagai kebijakan untuk mendorong tercapainya pemanfaatan yang optimal tersebut.
Pembangunan perikanan dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas dan
efisiensi usaha, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan produksi
perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan konsumsi, penerimaan devisa dan
penyediaan bahan baku industri dalam negeri. Peningkatan produksi tersebut, sekaligus
diupayakan untuk meningkatkan pendapatan petani nelayan, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha serta mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan
pertumbuhan daerah. Semua hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan
kelestarian sumber daya dan lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan
pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Perkembangan pembangunan perikanan yang berlangsung demikian cepat, sangat


membutuhkan informasi mengenai status stok sumberdaya ikan yang senantiasa
terbarukan. Hal ini menjadi sangat penting mengingat upaya pengelolaan sumberdaya
perikanan memerlukan bukti-bukti ilmiah yang bersifat kekinian. Dengan acuan
informasi ilmiah yang pasti dan terbaru, diharapkan dapat disusun pola pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya perikanan yang mampu menjamin keberlanjutan usaha
perikanan dalam jangka panjang.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang


estimasi potensi, jumlah hasil tangkapan yng diperbolehkan (JTB) dan tingkat
pemanfaatan, merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI).
Kebijakan tersebut merupakan KEPMEN terbaru berdasarkan hasil kajian stok pada
tahun 2015. Kebijakan awal tentang potensi ikan laut dan Jumlah Tangkapan yang
Diperbolehkan (JTB) beberapa kelompok species ikan seperti, pelagis besar, pelagis
kecil, demersal, udang, cumi-cumi, ikan hias, moluska dan teripang, benih alam
komersial, ikan konsumsi perairan karang pertama kali ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Pertanian No. 995/Kpts/IK 210/9/99.

Pada tahun 2001 telah dilakukan kajian terhadap beberapa kelompok spesies
berdasarkan 9 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), yang kemudian disusul dengan
kajian ulang berikutnya pada tahun 2005. Metoda pengkajian yang dipergunakan pada
tahun 1998 dan 2001 mencakup metoda akustik, Swept Area Method, Model Surplus
Produksi dan sensus visual.

Berbeda dengan kajian sebelumnya, pengkajian sumber daya ikan pada tahun 2005
hanya dilakukan terhadap 4 kelompok spesies ikan (pelagis besar, pelagis kecil,
demersal dan udang) secara kualitatif dengan lebih memperhatikan indikator perikanan,
biologi dan ekologi, sehingga pada kajian tersebut tidak diperoleh angka potensi dan
JTB. Walaupun demikian, melalui kajian indikator tersebut dapat ditetapkan tingkat
pengusahaan masing masing kelompok spesies pada setiap WPP.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
1
1
Pada tahun 2008 dilakukan kembali kajian ulang secara kuantitatif terhadap empat
kelompok spesies pada masing masing WPP, dimana metoda yang dipergunakan adalah
Model Surplus Produksi yang hanya didasari oleh dua variabel input yaitu hasil
tangkapan (Catch) dan upaya penagkapan (Effort) yang diperoleh dari Buku Statistik
Nasional Perikanan Tangkap yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap – Departemen Kelautan dan Perikanan.

Dalam upaya mencapai pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan dalam


pengelolaan perikanan yang menjamin kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan di
seluruh Indonesia, Wilayah Pengelolaan Perikanan kemudian diubah dari 9 WPP
menjadi 11 WPP berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Per.01/Men/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Perubahan WPP ini akan memberikan implikasi terhadap hasil perhitungan potensi dan
Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB), sehingga perlu dilakukan koreksi
terhadap perhitungan yang telah dilakukan terdahulu.

Pada tahun 2011 dilakukan kajian ulang pertama kali setelah WPP berubah menjadi 11
WPP dan metoda yang dipergunakan sudah menggabungkan metode holistik dan
analitik. Hasil kajian ini telah dibuat menjadi dasar kebijakan pemanfaatan sumber
daya ikan di Indonesia dan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan (KEPMEN KP. No. 45 Tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2015 dilakukan
kajian ulang dengan akurasi data yang lebih baik dan dijadikan dasar penetapan
KepMen KP No. 47 tahun 2016. Sepanjang sejarah kajian stok yang dilakukan, kajian
ulang tahun 2015 merupakan kajian yang akurasinya lebih baik, karena hampir 80 %
data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan metode akustik.

Dalam kaitan untuk lebih mengakurasi serta memperbarui data dan informasi KepMen
KP No. 47 Tahun 2016, maka pada tahun 2016 dilakukan kajian stok ulang potensi dan
tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP NRI. Buku ini membahas secara
menyeluruh mengenai hasil kajian tersebut dengan penekanan pada penetapan potensi
dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP NRI. Buku ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan acuan untuk Kepmen KP terbaru pasca KEPMEN KP No. 47
tahun 2016, dan diharapkan dapat digunakan sebagai dasar kebijakan pengelolaan
sumber daya ikan yang berkelanjutan di Indonesia.

METODE

Dalam kajian stok tahun 2016 kelompok spesies ikan yang dikaji meliputi pelagis kecil,
pelagis besar non tuna, demersal, ikan karang, udang, lobster, kepiting, rajungan dan
cumi-cumi. Kelompok ikan pelagis besar berupa tuna (madidihang, mata besar, albakor
dan cakalang) tidak dibahas dalam buku ini karena ‘assessment’ sumberdaya ikan tuna
yang mempunyai sifat migrasi jauh (highly migratory species) harus dilakukan dengan
mengikutsertakan data dari negara-negara yang terletak pada alur migrasi dari ikan
tersebut. Pengkajian stok sumberdaya tuna tersebut biasanya dilakukan oleh negara-
negara yang tergabung dalam organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMO,

2 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
2
Regional Fisheries Management Organization), baik IOTC (Indian Ocean Tuna
Commission) ataupun WCPFC (Western and Central Pacific Fisheries Commission).

Sumber daya ikan pelagis (termasuk cumi-cumi) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian
besar dari siklus hidupnya berada di permukaan atau dekat permukaan perairan, dengan
karakteristik: membentuk gerombolan yang cukup besar, beruaya (migrasi) yang cukup
jauh dengan gerak/aktifitas yang cepat. Sumber daya ikan pelagis kecil yang paling
umum antara lain adalah: layang, kembung, selar, tembang, lemuru dan ikan teri. Ikan
pelagis besar antara lain adalah; tongkol, tenggiri, cucut, marlin dan layaran. Kelompok
ikan pelagis besar lebih bersifat oseanik sedangkan ikan pelagis kecil lebih bersifat
neritik.

Kelompok ikan demersal adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar dari masa
kehidupannya berada di dasar atau dekat dasar perairan. Perairan paparan benua
(continental shelf) dengan dasar yang relatif rata biasanya merupakan daerah
penangkapan ikan demersal. Ciri-ciri utama kelompok ikan tersebut antara lain adalah
membentuk gerombolan yang tidak besar, gerak ruaya yang tidak jauh dan aktifitas
gerak yang relatif rendah. Ikan demersal yang paling umum dikenal masyarakat antara
lain adalah kakap merah, bawal putih, manyung, kuniran, kurisi, gulamah, layur, beloso
dan peperek.

Kelompok ikan demersal (termasuk karang) adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar
dari masa kehidupannya berada di dasar atau dekat dasar perairan. Perairan paparan
benua (continental shelf) dengan dasar yang relatif rata biasanya merupakan daerah
penangkapan ikan demersal. Ciri-ciri utama kelompok ikan tersebut antara lain adalah;
membentuk gerombolan yang tidak besar, gerak ruaya yang tidak jauh dan aktifitas
gerak yang relatif rendah. Ikan demersal yang paling umum dikenal masyarakat antara
lain adalah; kakap merah, bawal putih, manyung, kuniran, kurisi, gulamah, layur, beloso
dan peperek.

Secara ekologis kelompok sumber daya udang, lobster, kepiting dan rajungan
merupakan sumber daya demersal. Karena posisinya sebagai komoditas ekspor
perikanan yang sangat penting dan sifat-sifat biologi yang berbeda dari ikan pada
umumnya, upaya pengkajian stoknya dilakukan secara terpisah.

Kajian stok sumberdaya ikan untuk mengestimasi potensi sumberdaya ikan dilakukan
dengan beberapa model dan metoda kuantitatif disesuaikan dengan ketersediaan data
dan karakteristik perikanannya. Pada dasarnya metode ini digolongkan menjadi model
holistik dan analitik.

Metode kajian stok tahun 2016 mencakup analisis kuantitatif baku (holistik) yang
digunakan dalam perikanan berupa model surplus produksi, metode sapuan (swept
area method) serta metode akustik (Sparre dan Venema, 1992), Aplikasi metoda
tersebut disajikan dalam bentuk matriks menurut grup spesies pada setiap WPP (Tabel
1).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
3

3
Tabel 1. Matrik aplikasi metoda pengkajian stok sumberdaya ikan tahun 2016
berdasarkan kelompok spesies pada setiap WPP NRI
Demersal/ikan Udang/lobster/ Pelagis Pelagis besar
Kode WPP-RI
karang kepiting/rajungan kecil/cumi-cumi
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 571 Selat Malaka dan Laut Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
I
Andaman Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi
Analitik, Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik,Surplus Akustik,
WPP-RI 572 Samudera Hindia Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
II
sebelah Barat Sumatera dan Selat Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Sunda Analitik Analitik
WPP-RI 573 Samudera Hindia Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
sebelah Selatan Jawa hingga sebelah Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
III
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
dan Laut Timor bagian Barat Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 711 Selat Karimata, Laut Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
IV
Natuna, dan Laut China Selatan Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 712 Laut Jawa Produksi, Swepth Produksi, Produksi, Surplus
V
Area, Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik,Surplus Akustik,
WPP-RI 713 Selat Makassar, Teluk Produksi, Swepth Produksi, Swept Produksi, Surplus
VI
Bone, Laut Flores, dan Laut Bali Area, Analitik Area Analitik Analitik Produksi,
Analitik
Surplus Produksi, Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 714 Teluk Tolo dan Laut Swepth Area, Produksi, Produksi, Surplus
VII
Banda Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Surplus Surplus Akustik, Akustik,
WPP-RI 715 Teluk Tomini, Laut Produksi, Swepth Produksi, Surplus Surplus
VIII
Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram Area, Analitik Swepth Area, Produksi, Produksi,
dan Teluk Berau Analitik Analitik Analitik
Surplus Produksi , Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 716 Laut Sulawesi dan Swepth Area, Produksi, Produksi, Surplus
IX
sebelah Utara Pulau Halmahera Analitik Swepth area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Surplus Produksi, Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 717 Teluk Cendrawasih dan Swepth Area, Produksi, Produksi, Surplus
X
Samudera Pasifik Analitik Swepth Area, Analitik Produksi,
Analitik Analitik
Akustik, Surplus Surplus Akustik, Surplus Akustik,
WPP-RI 718 Laut Aru, Laut Arafuru, Produksi, Swepth Produksi, Produksi,Analitik Surplus
XI
dan Laut Timor bagian Timur Area, Analitik Swepth Area, Produksi ,
Analitik Analitik

Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di seluruh WPP NRI dihitung dengan
membandingkan upaya aktual (fakt) dengan upaya optimum (fopt.).
Apabila angka tingkat pemanfaatan (E) berkisar antara 0,0-0,50, maka statusnya masih
berada dalam tahapan berkembang (moderate) dengan indikator warna hijau dimana
upaya penangkapan masih dapat ditambah. Sementara apabila tingkat pemanfaatan (E)
berada pada kisaran 0,51- < 1,00, maka statusnya berada dalam keadaan jenuh atau
mendekati jenuh (fully exploited) dan indikator warnanya adalah kuning dimana upaya
penangkapan dipertahankan dengan dilakukan monitor secara ketat. Tingkat
pemanfaatan (E) yang nilainya sama dengan dan atau diatas 1,0 (≥ 1), statusnya adalah

4 4
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
lebih tangkap (over exploited) dan indikator warnanya adalah merah dimana upaya
penangkapan harus dikurangi.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
5

5
I. WPP NRI 571: SELAT MALAKA DAN LAUT ANDAMAN

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi

1.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan

Kapal pukat cincin yang berbasis di Tanjungbalai dan Belawan sebagian besar
beroperasi di perairan Selat Malaka bagian utara terutama di wilayah perairan
Lhokseumawe sampai Langsa. Sementara daerah penangkapan kapal pukat cincin yang
berbasis di Lampulo (Banda Aceh) terutama di wilayah perairan antara Pidie dan
sebelah barat daya Pulau Beras (Pulau Weh) (Gambar I-1).

Gambar I-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 571

1.2. Komposisi Jenis

Hasil tangkapan untuk jenis ikan pelagis kecil didominasi oleh tiga spesies ikan layang
yaitu layang biasa (Decapterus russelli), layang deles (Decapterus macrosoma) dan
layang biru (Decapterus macarellus). Ketiga jenis ikan layang tersebut memberi
kontribusi sekitar 61% dari hasil tangkapan total. Jenis ikan pelagis kecil lain yang
didaratkan adalah ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) 10%, ikan selar bentong (Selar
crumenophthalmus) 7% dan ikan tembang (Sardinella gibbosa) 4% (Gambar I-2).
Dibandingkan dengan produksi tahun 1995-1997 terdapat peningkatan prosentase jenis
layang, banyar dan siro, tetapi terdapat kecenderungan penurunan persentase untuk jenis
selar bentong.

Cumi-cumi merupakan salah satu jenis sumber daya perikanan laut yang memiliki nilai
ekonomis penting. Produksi cumi-cumi dari WPP NRI 571 sekitar 33,1% dari total
produksi kelompok jenis binatang lunak (moluska) yang berasal dari wilayah perairan
ini. Alat tangkap utama cumi-cumi adalah bagan, boukeami dan pancing cumi. Cumi-
cumi juga tertangkap dengan pukat cincin dan pukat ikan. Jenis cumi-cumi yang
tertangkap antara lain cumi-cumi jamak (Loligo duvauceli) dan cumi-cumi teropong
(Doryteuthis singhalensis).

6 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

6
Layang 61

Banyar 10

Jenis ikan
Selar 7

Tembang 4

Ikan lainnya 18

0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)

Gambar I-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis kecil di WPP
NRI 571

1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Metode akustik digunakan dalam penelitian tahun 2015 untuk menghitung potensi dan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) untuk sumber daya ikan pelagis kecil di
WPP NRI 571. Hasil analisis diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield = MSY) sebesar 99.865 ton per tahun, dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya, yaitu 79.892 ton per tahun
(Lampiran 1). Pendugaan upaya optimal (fopt.) menggunakan model surplus produksi
Schaefer (1957), dan diperoleh nilai sebesar 2.287 unit setara pukat cincin. Mengacu
kepada data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah alat tangkap pukat
cincin (fakt.) sebesar 1.889 unit, dengan nilai produksi perikanan pelagis kecil sebesar
171.849 ton. Berdasarkan nilai hasil perhitungan tersebut maka, tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 571 sebesar 0,83 (indikator warna kuning),
yang berarti tingkat pemanfaatan sudah berada pada tahapan fully-exploited (Lampiran
1,10,11 dan 12).

1.3.2 Cumi-Cumi

Analisis model Surplus Produksi dengan metode Schaefer (1957) dilakukan pada data
produksi (catch) dan uypaya (effort) cumi-cumi di WPP NRI 571 tahun 2001-2015.
Estimasi potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) didapatkan nilai sebesar 9.038
ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 198 unit setara bagan apung (Lampiran
9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
yaitu sebesar 7.230 ton/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2015
diperoleh jumlah alat tangkap standar bagan perahu (effort standar) sebanyak 123 unit
dan produksi cumi-cumi 3.849 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi
sebesar 0,60 atau berada dalam kondisi fully-exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 10, 11 dan 12). Oleh karena itu diperlukan pengendalian dan monitor yang
ketat terhadap upaya pemanfaatannya.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
7

7
1.3.3 Indikator Stok
1.3.3
1.3.3Indikator Stok
1.3.3 Indikator
Indikator Stok Stok
Rata-rata ukuran perta
Rata-rata
Rata-rata ukuran
ukuran pertama
Rata-rata ukuran kali
kali tertangkap
pertamapertama (Lc)
kali tertangkap
tertangkap (Lc) ikan (Lc)
ikan pelagis
ikan umumnya
pelagis pelagis
umumnya lebih
lebih rendah
umumnya dibanding rata-rata uku
lebih rendah
rendah
dibanding
dibanding rata-rata
dibanding ukuran
ukuranpertama
rata-ratarata-rata ukuran kali
pertamapertamakalimatang kali gonad
matang gonad(Lm),
matang gonadwalaupun
(Lm), (Lm), walaupun
walaupun perbedaannya tidak terlalu besar. Ko
perbedaannya
perbedaannya
tidak
tidakterlalu
tidak besar.
terlalu besar.Kondisi
terlalu yang
yangdemikian
besar. Kondisi
Kondisi yang demikian
demikian dalam
dalamjangka jangkapanjang
dalam jangka akan
panjangpanjangakanmengganggu
akan mengganggu
mengganggu kelestarian sumber day
kelestarian sumber
kelestarian
kelestarian daya,
sumbersumberdaya,oleh daya,
oleh karena
oleh tidak
karena tidakmemberi
karena kesempatan
tidak memberi
memberi kesempatan kepada
kepadainduk
kesempatan indukikan
kepada indukpelagis
ikan ikan untuk melakuka
pelagis
pelagisuntuk
untukmelakukan
pelagis pemijahan.
untuk melakukan
melakukan pemijahan. pemijahan.
Rata-rata panjang perta
Rata-rata
Rata-rata panjang
Rata-rata pertama
panjangpanjang kali
kalimatang
pertamapertama kali gonad
matang gonad(Lm)
matang gonad
(Lm) untuk
(Lm)
untuk beberapa spesies
spesiespelagis
untuk beberapa
beberapa spesies kecil juga
pelagiskecil
pelagis mengalami perub
kecil
juga
jugamengalami
juga mengalami
mengalami perubahan.
perubahan. Ikan
Ikanlayang
perubahan. Ikan biasa
layang biasa(Decapterus
layang biasa (Decapterus
(Decapterus russelli) nilai
nilaiLm=17
russelli)russelli) cmcm padacmperiode 1995-199
nilai Lm=17
Lm=17
pada
padaperiode
periode 1995-1997,
pada periode1995-1997, berubah
1995-1997, menjadi
berubahberubah Lm=16,5
menjadimenjadi Lm=16,5 cmcmpada
Lm=16,5 padacmperiode 2016.
2016.Banyar
pada periode
periode (Rastrelliger kanagurt
2016. Banyar
Banyar
(Rastrelliger kanagurta),
(Rastrelliger
(Rastrelliger Lm=18
kanagurta),
kanagurta), Lm=18Lm=18 cmcmpadapada cm periode 1995-1997,
pada periode
periode 1995-1997, berubah
1995-1997, menjadi
berubahberubah LmLm =16,6
menjadimenjadi Lm cm pada periode
=16,6
=16,6cm cm pada
=16,6pada cmperiode 2004-2005
pada periode
periode 2004-2005 dan
danpada
2004-2005 padadan tahunpada2016
tahun tahun
2016 menjadi 21,5
21,5cm.
2016 menjadi
menjadi cm. Pada
21,5 cm.
Pada Pada2009
tahun
tahun tahundiperoleh nilai Lm
2009
2009diperoleh nilai
2009 diperoleh
diperoleh nilaiLmLm bagi
nilai
bagi ikan
Lm layang
bagi
ikan ikandeles
layang deles(Decapterus
layang macrosoma)
deles (Decapterus
(Decapterus macrosoma) sebesar
sebesar18
macrosoma) 18cm
sebesarcm dan
18 cm pada tahun 2016 n
dan
danpada dan
pada tahun
pada2016
tahun tahun
2016 nilai
2016
nilai LmLm lebih
nilai
lebihLm kecil
lebih
kecil yaitukecil
yaitu 17,5 cm.
yaitu
17,5 cm. Nilai
17,5 cm.
Nilai laju pertumbuhan
Nilai
laju laju pertumbuhan
pertumbuhan (K) ikan
(K) (K)kembung peremp
ikan
ikankembung perempuan
ikan kembung
kembung perempuan (R.brachyosoma)
(R.
perempuan (R. brachyosoma)
brachyosoma) 1,2
1,2per pertahun,
1,2
tahun, L∞∞sebesar
perLtahun, L∞ 19,1
sebesar 19,1cm,
sebesar nilai
19,1
cm, cm,Lm
nilai sebesar 16,9 cm d
nilai
LmLmsebesarLm 16,9
sebesar 16,9cm
sebesar cm dan
16,9
dancmnilai laju
dan
nilai eksploitasi
nilai
laju (E)
laju eksploitasi
eksploitasi (E)sebesar (E) 0,79,
sebesar 0,79,sementara
sebesar untuk
0,79, sementara
sementara untukikan untuk
ikan ikan (R. kanagurta)
banyar
banyar
banyar(R. (R.kanagurta)
banyar diperoleh
(R. kanagurta)
kanagurta) diperoleh nilai
nilaiKKsebagai
diperoleh nilai
sebagai K 1,84 1,84per
sebagai tahun,
per1,84 perLL
tahun, ∞∞ sebesar
tahun, L∞ 24
sebesar 24cmcmdan
sebesar 24 cm
dan nilai E sebesar 0,62.
dan
nilai
nilaiEEsebesar
nilai
sebesarE 0,62.
sebesar
0,62. 0,62.
Musim pemijahan (spa
Musim
Musimpemijahan
Musim
pemijahan (spawning
pemijahan
(spawning season) ikan
ikanbanyar
season)season)
(spawning ikan (R.
banyar (R.kanagurta)
banyar berlangsung
(R. kanagurta)
kanagurta) antara bulan
antara
berlangsung
berlangsung antaraMei-Oktober den
bulan
bulanMei-Oktober
bulan Mei-Oktober
Mei-Oktober dengan puncaknya
dengandenganpuncaknya pada
padabulan
puncaknya padaJuli-Agustus.
bulan bulan Juli-Agustus.
Juli-Agustus. Musim
Musimpemijahan
Musim
pemijahan keke dua ke
pemijahan berlangsung antar
dua
duaberlangsung
dua berlangsung
berlangsung antara
antarabulan
bulanDesember
antara bulan Desember
Desember ––MaretMaret–dengan
Maret puncak
dengan puncakmusim
dengan musimpada
puncak padabulan
musim pada Januari-Februari.
bulan bulan Musi
Januari-Februari. Musim
Januari-Februari.
Januari-Februari. Musimpemijahan
Musim
pemijahan ikan
ikanlayang
pemijahan ikan biasa
layang biasa(D.
layang russelli)
biasa
(D. terjadi
terjadipada
(D. russelli)
russelli) padabulan
terjadi padaApril-Oktober
bulan bulan dengan
April-Oktober
April-Oktober dengan
April-Oktoberdenganpuncak
puncakmusim
dengan musimberlangsung
puncak musim
berlangsung pada
padabulan
berlangsung pada
bulan April
bulan
April dan Oktober.
April
dan Hasil analisis
Hasil
dan Oktober.
Oktober. Hasil laboratorium m
analisis
analisislaboratorium
analisis menunjukkan
laboratorium
laboratorium bahwa
menunjukkan
menunjukkan bahwafekunditas
bahwa
fekunditas telur
teluruntuk
fekunditas jenis
telur
untuk untuk
jenis ikan layang
jenis
ikan layang biasa yang
ikanbiasa
layang biasasudah matang ber
yang
yangsudahyang
sudah matang
sudah berkisar
matang matang antara
antara300-520
berkisarberkisar ribu
antara 300-520
300-520 ributelor. ribu telor.
telor.

2. Sumber Daya Ikan


2.2.Sumber
Sumber Daya
DayaIkan
2. Sumber Pelagis
Daya
Ikan Ikan Besar
PelagisPelagis
Besar Besar
2.1. Penyebaran dan K
2.1.
2.1.Penyebaran dan
danKomposisi
2.1. Penyebaran
Penyebaran Jenis
dan Komposisi
Komposisi Jenis Jenis
Ciri utama dari jenis i
Ciri
Ciriutama
Ciridari
utama utama
dari jenis
jenis ikan
dari yang
jenis
ikan ikan
yang termasuk kelompok
yang termasuk
termasuk kelompok sumber
sumberdaya
kelompok dayaikan
sumber daya
ikan pelagis
pelagis adalah sifat
ikan adalah
pelagis adalah migrasi yang cuk
sifat
sifatmigrasi yang
yangcukup
sifat migrasi
migrasi yangjauh,
cukup cukup
jauh, bahkan
jauh, ikan
bahkan ikantuna
bahkan memiliki
ikan
tuna sifat
sifatmigrasi
tuna memiliki
memiliki oseanik
sifat migrasi
migrasi yang sangat
yang
oseanikoseanik yang jauh sampai me
sangat
sangatjauh
jauhsampai
sangat jauh melampaui
sampai sampai
melampaui batas-batas
melampaui jurisdiksi
batas-batas
batas-batas suatu
suatunegara.
jurisdiksi
jurisdiksi suatu Dengan
negara. negara.
DenganDengan demikian,
demikian, ‘stock assessment’ sum
demikian,
‘stockassessment’
‘stock ‘stock
assessment’ sumber
assessment’ daya
sumbersumberdayatuna daya
tuna sebenarnya harus
harusmengikut-sertakan
tuna sebenarnya
sebenarnya harus mengikut-sertakan
mengikut-sertakan data
datadari negara-negara
data
dari dari yang ber
negara-negara
negara-negara yang
yangberada
negara-negara yangpada
berada padaalur
berada migrasinya.
pada
alur Telah
Telahada
alur migrasinya.
migrasinya. kesepakatan
Telah
ada antar
antarpara
ada kesepakatan
kesepakatan ahli
antar
para tuna
para
ahli bahwa sampai de
ahli
tuna
tunabahwa
tuna sampai
bahwa sampaidengan
bahwa dengansaat
sampai saatini
dengan belum
inisaat
beluminidapat
dapatmemprediksi
belum potensi
dapat memprediksi
memprediksi potensikelompok
potensi
kelompok tuna secara
tuna
kelompok tuna ‘reasonable’. Da
secara
secara‘reasonable’. Dalam
secara ‘reasonable’.
‘reasonable’. Dalamperspektif
Dalam
perspektif yang
yangdemikian,
perspektif maka
makadalam
yang demikian,
demikian, makakajian
dalam dalamstok
kajian kajian
stok ini tidakinitermasuk
initidak
stok tidak jenis tuna dan
termasuk
termasuk jenis
jenistuna
termasuk dan
jenis
tuna dan cakalang.
tuna dan cakalang.
cakalang.
Daerah penangkapan s
Daerah
Daerahpenangkapan
Daerah
penangkapan sumber
penangkapan
sumbersumberdaya
dayaikan daya
ikan pelagis
ikan besar
pelagis besardidibesar
pelagis WPP
WPPdiNRI WPP
NRI 571 NRI
571 terdapat didi perairan
571 terdapat
terdapat di bagian utara d
perairan bagian
bagianutara
perairanperairan utaradan
bagian dan sebagian
utara Laut
LautAndaman.
dan sebagian
sebagian Khusus
Khususuntuk
Laut Andaman.
Andaman. untukikan
Khusus untuk
ikan tongkol, daerah
ikan tongkol,
tongkol, penyebarannya banyak
daerah daerah
penyebarannya
penyebarannya banyak
penyebarannya diketemukan
banyakbanyak didi daerah
diketemukan
diketemukan di pantai/neritik.
daerah daerah Komposisi
pantai/neritik.
pantai/neritik. Komposisi jenis
jenis ikan
Komposisi jenispelagis
ikan ikan besar yang d
pelagis
pelagisbesar
besar yang
pelagis yangdidaratkan
besar dari
dariWPP
yang didaratkan
didaratkan WPPdariNRI WPP
NRI 571 terdiri
NRI
571 571atas
terdiri atas lebih
terdiri atas dari
lebih lebih
dari 10 jenis,
10darijenis,10dengan
jenis, dominasi hasil
dengan
dengandominasi
dengan
dominasi hasil
hasiltangkapan
dominasi jenis
jenisikan
hasil tangkapan
tangkapan tongkol
jenis
ikan abu-abu
ikan tongkol
tongkol (Thunnus
abu-abuabu-abu
(Thunnus tonggol)
(Thunnus
tonggol) sebesar
tonggol) 37%, diikuti jenis
sebesarsebesar
37%,
37%, diikuti
37%, jenis
jenis ikan
diikuti diikuti jenis tongkol
ikan komo
ikan tongkol
tongkol komo (Euthynus
komo
(Euthynus affinis) dan
dan ikan
affinis)affinis)
(Euthynus dan tenggiri
ikan ikan tenggiri
tenggiri

8 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
88 8
(Scomberomorus
(Scomberomorus spp).
spp). Komposisi
Komposisi hasil
hasil tangkapan
tangkapan ikan
ikan pelagis
pelagis besar
besar disajikan
disajikan pada
pada
Gambar
GambarI-3.
I-3.

Tongkol
Tongkolabu-abu
abu-abu 3737

Tongkol
Tongkolkomo
komo 1414

Tenggiri
Tenggiribatang
batang 99
Jenis ikan
Jenis ikan
Marlin
Marlin 77

Tongkol
Tongkollisong
lisong 33

Tenggiri
Tenggiripapan
papan 22

Ikan
Ikanlainnya
lainnya 2020

00 55 1010 1515 2020 2525 3030 3535 4040


Prosentase
Prosentase(%)
(%)

Gambar
GambarI-3.
I-3.Komposisi
Komposisijenis
jenishasil
hasiltangkapan
tangkapansumber
sumberdaya
daya ikan
ikanpelagis
pelagisbesar
besardidiWPP
WPP
NRI
NRI571
571

2.2.
2.2.Potensi
PotensiLestari,
Lestari,JTB,
JTB,Upaya
UpayaOptimal
Optimaldan
danTingkat
TingkatPemanfaatan
Pemanfaatan

Aplikasi
Aplikasimetode
metodeAkustik
Akustikdigunakan
digunakanuntuk untukmenghitung
menghitungpotensi
potensidandanjumlah
jumlahtangkapan
tangkapan
yang
yangdiperbolehkan
diperbolehkan(JTB) (JTB)untuk
untukikan
ikanpelagis
pelagisbesar
besardidiWPP
WPPNRINRI571.
571.Dari
Darihasil
hasilanalisis
analisis
diperoleh
diperolehnilai
nilaidugaan
dugaanpotensi potensilestari (MaximumSustainable
lestari(Maximum SustainableYield)
Yield)sebesar
sebesar64.444
64.444ton ton
per
pertahun
tahundandanjumlah
jumlahtangkapan
tangkapan yangyangdiperbolehkan
diperbolehkan(JTB)
(JTB)sebesar
sebesar80%80%dari
daripotensi
potensi
lestarinya
lestarinyayaitu
yaitusebesar
sebesar51.556 51.556ton tonper
pertahun
tahun(Lampiran
(Lampiran2).2).Oleh
Olehkarena
karenaanalisis
analisisdata
data
akustik
akustiktidak
tidakmenghasilkan
menghasilkanluaran luaranberuapa
beruapanilai
nilaiupaya
upayaoptimal,
optimal,maka
makauntuk
untukmenduga
menduga
upaya optimal(f(foptopt.).)digunakan
upayaoptimal digunakanmodel
modelsurplus
surplusproduksi
produksiSchaefer
Schaefer(1957),
(1957),yang
yangdiperoleh
diperoleh
hasil
hasilsebesar
sebesar8.160
8.160unit unitsetara
setarapukat
pukatcincin.
cincin.Mengacu
Mengacukepada
kepadadata
dataStatistik
StatistikPerikanan,
Perikanan,
pada
pada tahun
tahun 2015
2015 diketahui
diketahui jumlah
jumlah alat
alat tangkap
tangkap purse
purse seine
seine sebesar
sebesar 4.210
4.210 unit
unit dan
dan
produksi
produksiperikanan
perikananpelagis pelagisbesar
besarsekitar
sekitar41.760
41.760 ton.
ton.Dengan
Dengandemikian,
demikian, maka
makatingkat
tingkat
pemanfaatan
pemanfaatansumberdaya
sumberdayaikan ikanpelagis
pelagisbesar
besardidiWPP
WPPNRINRI571
571sebesar
sebesar0,52
0,52(indikator
(indikator
warna
warna kuning),
kuning), yang yang berarti
berarti tingkat
tingkat pemanfaatan
pemanfaatan sudah
sudah berada
berada pada tahapan fully-
pada tahapan fully-
exploited
exploited(Lampiran
(Lampiran2,2,10, 10,11
11dan
dan12).
12).

2.3.
2.3.Indikator
IndikatorStok
Stok

Rata-rata
Rata-rata panjang
panjang pertama
pertama kalikali matang
matang gonad
gonad (Lm)
(Lm) untuk
untuk tongkol
tongkol komo
komo (E.(E. affinis)
affinis)
adalah
adalah 39,8
39,8 cmcm dan
dan untuk
untuk tongkol
tongkol abu-abu (T. tonggol)
abu-abu (T. tonggol) adalah
adalah 40,8
40,8 cm.
cm. Rata-rata
Rata-rata
panjang
panjangpertama
pertamakali
kalitertangkap
tertangkap(Lc)(Lc)ikan
ikantongkol
tongkolkomo
komosebagai
sebagai37,6
37,6cm,
cm,tongkol
tongkolabu-
abu-
abu
abu sebagai
sebagai 39,3
39,3 cm
cm dandan tenggiri
tenggiri 53,8
53,8 cm,
cm, menggunakan
menggunakan alat alat tangkap
tangkap pukat
pukat cincin.
cincin.
Nilai
Nilailaju
lajupertumbuhan
pertumbuhan(K) (K)ikan
ikantongkol
tongkolkomo
komoadalah
adalah0,38
0,38per
pertahun,
tahun,LL∞∞==60,460,4cmcmdandan
nilai
nilailaju
lajueksploitasi
eksploitasi(E)(E)0,50
0,50perpertahun.
tahun.Untuk
Untukikan
ikantongkol
tongkolabu-abu
abu-abudiperoleh
diperolehnilai
nilaiKK
0,6
0,6per
pertahun,
tahun,LL∞∞== 66,766,7cmcmdandannilai
nilaiEEsebesar
sebesar0,56.
0,56.Analisis
Analisislebih
lebihlanjut
lanjutpada
padaikanikan
tenggiri
tenggirimendapatkan
mendapatkannilai nilaiKKadalah
adalah0,490,
0,490,nilai
nilaiLL∞∞==92,4
92,4cm
cmdan
dannilai
nilaiEEsebesar
sebesar0,52.
0,52.
Indikator
Indikatorstokstokini
inimenunjukkan
menunjukkanbahwa bahwapemanfaatan
pemanfaatansumber
sumberdaya
dayaikan
ikandidiWPP
WPPNRI NRI571 571
berada
beradadalam keadaanfully
dalamkeadaan fullyexploited.
exploited.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
9

99
3.3.Sumber
SumberDaya
DayaIkan
IkanDemersal
Demersaldan
danIkan
IkanKarang
Karang

3.Penyearan
3.1.
3.1. Sumber Daya
Penyearan IkanPenangkapan
/ Daerah
/ Daerah Demersal dan Ikan Karang
Penangkapan

3.1. Penyearan
Penyebaran
Penyebaran sumber
sumber /daya
Daerah
dayaikan Penangkapan
ikan demersalseperti
demersal sepertiikan
ikanpetek,
petek,kuniran,
kuniran,bawal
bawalhitam,
hitam,bawal
bawal
putih,layur,
putih, layur,tigawaja,
tigawaja,beloso, beloso,kurisi,
kurisi,kurau
kuraudan danswanggi
swanggimencapai
mencapaiwilayah
wilayahperairan
perairan
Penyebaran
hingga
hingga 4 4milmildarisumber
daripantai,dayapada
pantai, ikan demersal
padakedalaman
kedalaman seperti
antara
antara ikan petek,
20-50
20-50 kuniran,
sepertididibawal
m,m,seperti hitam,
perairan
perairan bawal
sekitar
sekitar
Pulauputih,
Pulau layur,Pulau
Berhala,
Berhala, tigawaja,
Pulau Pandan,
Pandan, beloso, kurisi,dan
Panipahan
Panipahan kurau dan swanggi
danperairan
perairan AcehTimur.
Aceh mencapai
Timur. wilayah
Ikandemersal
Ikan perairan
demersalyangyang
hingga terdapat
habitatnya
habitatnya 4terdapat
mil dari pantai,
didiperairan pada
perairanrelatif
relatifkedalaman
dalam;jenis
dalam; antara
jenis 20-50 m,
gerot-gerot,
gerot-gerot, seperti
kakap
kakap di perairan
merah,
merah, sekitar
kerapudan
kerapu dan
Pulauterutama
lencam
lencam Berhala,
terutamaPulau terdapat
terdapat Pandan, Panipahan
didiperairan
perairan danMalaka
Selat
Selat perairan Aceh
Malakabagianbagian Timur.
utaraIkan
utara demersal
yang
yang langsung
langsung yang
habitatnya
berbatasan
berbatasan terdapat
dengan
dengan Laut
Laut diAndaman.
perairan
Andaman. relatif
Daerah
Daerah dalam; jenis gerot-gerot,
penangkapan
penangkapan ikankapal
ikan kakap
kapal merah,
pukat
pukat kerapu
ikan(PI)
ikan (PI) yang
yang dan
lencamdiditerutama
berbasis
berbasis Belawanterdapat
Belawan umumnya
umumnya di diperairan
diperairan
perairan Selat Malaka
Padang
Padang bagian
Cermin,
Cermin, utara yangAsahan,
Tanjungbalai
Tanjungbalai langsung
Asahan,
berbatasan
Panipahan,
Panipahan, dengan
sekitar
sekitar LautBerhala
Pulau
Pulau Andaman.
Berhala dan
dan Daerah penangkapan
PulauJemur.
Pulau Jemur.Daerah
Daerahikan kapal pukatikan
penangkapan
penangkapan (PI)
ikandengan
denganyang
pukatberbasis
pukat apungdi
apung Belawan
(longbag
(longbag setsetumumnya
net/LBSN)
net/LBSN) diyang
perairan
yang Padang
berbasis
berbasis Cermin, Tanjungbalai
didiTanjungbalai
Tanjungbalai Asahanadalah
Asahan Asahan,
adalah didi
Panipahan,
perairan
perairan Pulausekitar
Pulau Berhala, Pulau
Berhala, Berhala
P.P.Salamon,
Salamon, dan Pulau Jemur.
Panipahan,
Panipahan, Daerah
P.Jemur,
P.Jemur, penangkapan
Tanjung
Tanjung Apidan
Api danikan dengan
Tanjung
Tanjung
pukat Wilayah
Bagan.
Bagan. apung
Wilayah (longbag
perairan
perairan set ini
net/LBSN)
ini mempunyai yang berbasis
mempunyai kedalaman
kedalaman di Tanjungbalai
antara 30–50m.
antara AsahanDaerah
30–50m. adalah
Daerahdi
perairan Pulau
penangkapan
penangkapan Berhala,
ikandemersal
ikan P.dengan
demersaldengan Salamon, Panipahan,
alattangkap
alat tangkap P.Jemur,
lampara
lampara Tanjung
dasardan
dasar Apinet
trammel
dantrammel dan Tanjung
netdengan
dengan
Bagan.
ukuran
ukuran kapal
kapal Wilayah
antara10-20GT
antara perairanumumnya
10-20GT ini mempunyai
umumnya terdapatdidikedalaman
terdapat pantaitimur
pantai antara
Langsa,30–50m.
timurLangsa, Lhokseumawe
Lhokseumawe Daerah
dan
dan penangkapan
Pidie.
Pidie. ikan demersal dengan alat tangkap lampara dasar dan trammel net dengan
ukuran kapal antara 10-20GT umumnya terdapat di pantai timur Langsa, Lhokseumawe
Ikan dankarang
Ikan Pidie. ekonomis
karang ekonomis penting penting adalahadalah jenis
jenis ikan
ikan yangyang mempunyai
mempunyai habitat habitat atau
atau
berasosiasidengan
berasosiasi dengankarang karangatau atauterumbu
terumbukarang.
karang.Daerah
Daerahpenyebaran
penyebarankarangkarangdidiWPP WPP
NRI
NRI Ikan571karang
571 tidakbegitu
tidak ekonomis
begitu luas, penting
luas,mengingat
mengingat adalah jenis
sebagian
sebagian ikan
besar
besar yang
dari
dari mempunyai
pantainya
pantainya habitat
dipengaruhi
dipengaruhi atau
oleh
oleh
massaberasosiasi
massa airairtawar
tawardengan karangbesar
darisungai
dari sungai atau dan
besar terumbukecilkarang.
dankecil Daerah ke
yangbermuara
yang bermuara penyebaran
keSelat karang
SelatMalaka.
Malaka. di WPP
Daerah
Daerah
NRI 571terumbu
penyebaran
penyebaran tidak
terumbu begitu
karang luas,
karang mengingat
terutama
terutama sebagian
terdapat
terdapat besar dari
didiperairan
perairan pantainya
sekitar
sekitar dipengaruhi
PulauBerhala,
Pulau Berhala,Pulau oleh
Pulau
Jemurmassa
Jemur dan
dan air
Pulau tawar
Pulau Batu dari
Batu Mandisungai
Mandi besar
didiperairan dan
perairan kecil yang bermuara
Bagansiapi-api
Bagansiapi-api ke Selat
sertaperairan
serta perairan Lhok
Lhok Malaka.
Kareung
Kareung Daerah
didi
Aceh penyebaran
Aceh Besardan
Besar terumbu
dan Pulaukarang
Pulau WehWehyang terutama
yanglangsung terdapat
langsung di perairan
berbatasan
berbatasan sekitar
dengan
dengan Pulau
Laut
Laut Berhala,dan
Andaman
Andaman Pulau
dan
Jemur dan
Samudera
Samudera Pulau Batu Mandi di perairan Bagansiapi-api serta perairan Lhok Kareung di
Hindia.
Hindia.
Aceh Besar dan Pulau Weh yang langsung berbatasan dengan Laut Andaman dan
3.2Samudera
3.2 Komposisi
Komposisi Hindia.
Jenis
Jenis

Dari3.2
Dari Komposisi
3939 famili Jenisdaya
familisumber
sumber dayaikan ikandemersal
demersalyang yangteridentifikasi
teridentifikasipadapadasurvei
surveitrawl
trawl2015,2015,
terdapat1010famili
terdapat familidan
danspesies
spesiesyang yangdominan
dominantertangkap
tertangkapberdasarkan
berdasarkankomposisi
komposisibobot bobot
Dari
hasil
hasil 39 famili
tangkapan
tangkapan sumber
secara
secara daya ikanseperti
keseluruhan
keseluruhan demersal
sepertiyang yang
yang teridentifikasi
ditampilkan
ditampilkan pada
pada pada survei
Gambar
Gambar trawl
I-4.
I-4. 2015,
Famili
Famili
ikanterdapat
ikandemersal 10 yang
demersal famili dan
yangpaling spesies
paling yang
dominan
dominan dominanyaitu
diperoleh
diperoleh tertangkap
familiberdasarkan
yaitufamili komposisidan
Scianidae(gulamah)
Scianidae (gulamah) bobot
dan
hasil tangkapan
Ephippidae
Ephippidae yang secara keseluruhan
yangmasing-masing
masing-masing sebesar
sebesar seperti
23,20% yang
23,20% dan ditampilkan
dan 15,16%dari
15,16% pada
dari Gambar
total
total I-4. Famili
hasiltangkapan
hasil tangkapan
ikanikan
ikan demersal
demersal.
demersal. yang paling
Sementara
Sementara dominan
ituituspesies
spesiesikan diperoleh
ikan demersal
demersal yaitu famili
yang
yang Scianidae adalah
mendominasi
mendominasi (gulamah)
adalahjenis dan
jenis
Ephippidae
Johnius
Johnius yang masing-masing
amblycephalus,
amblycephalus, Drepanepunctata,
Drepane sebesardan
punctata, 23,20% dan 15,16%
Pennahia
danPennahia dari totalyang
macrocephalus,
macrocephalus, hasil tangkapan
yangmasing-
masing-
ikan sebanyak
masing
masing demersal. Sementara
sebanyak11,89%,
11,89%,9,67% itu spesies
9,67% ikan
dan8,37%.
dan 8,37%.demersal
Spesiesyang
Spesies Johnius mendominasi
Johnius amblycephalus
amblycephalus adalahdan jenis
dan
Johniusmacrocephalus
Pennahia
Pennahia amblycephalus,merupakan
macrocephalus Drepane punctata,
merupakan dan
anggotadari
anggota Pennahia
darifamili macrocephalus,
familiScianidae
Scianidae sedangkan
sedangkan yang masing-
Drepane
Drepane
masingmerupakan
punctata
punctata sebanyak anggota
merupakan 11,89%,
anggotadari 9,67%
darifamili danEphippidae.
famili 8,37%. Spesies
Ephippidae. JenisJohnius
Jenis amblycephalus
ikandemersal
ikan demersal lainyang
lain yangdan
Pennahia
tertangkap
tertangkap macrocephalus
memiliki
memiliki kontribusimerupakan
kontribusi terhadap
terhadap anggota dari
produksi
produksi familidari
kurang
kurang Scianidae sedangkan
dari6 6%%seperti
sepertijenis
jenisDrepane
ikan
ikan
punctata
beloso
beloso merupakan
(Saurida
(Saurida anggota dan
micropectoralis
micropectoralis dari famili
Saurida
danSaurida Ephippidae.
undosquamis)
undosquamis) Jenis ikan
dan
dan demersal nangka
kuniran/biji
kuniran/biji lain
nangkayang
tertangkap
(Upeneus
(Upeneus memiliki
luzonius
luzonius kontribusi
Upeneus
danUpeneus
dan terhadap produksi kurang dari 6 % seperti jenis ikan
sulphureus).
sulphureus).
beloso (Saurida micropectoralis dan Saurida undosquamis) dan kuniran/biji nangka
(Upeneus luzonius dan Upeneus sulphureus).

10 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

1010
Scianidae 23.2 Johnius amblycephalus 11.9
Ephippidae 15.2 Drepane punctata 9.7
Hapodonthidae 9.6 Pennahia macrocephalus 8.4
Mullidae 8.7 Saurida micropectoralis 5.7
Haemulidae 5.7 Ephippus orbis 5.2
Jenis ikan

Jenis ikan
Tetraodontidae 4.4 Upeneus luzonius 5.1
Leiognathidae 3.5 Saurida undosquamis 4.0
Teraponidae 2.9 Lagocephalus inermis 3.5
Cynoglossidae 2.5 Upeneus sulphureus 3.1
Trichiuridae 3 Trichiurus lepturus 3.0
Ikan lainnya 21.3 Ikan lainnya 40.6

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0
Prosentase (%) Prosentase (%)

Gambar I-4. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan demersal berdasarkan
famili dan jenis ikan di perairan WPP NRI 571

Jenis ikan karang ekonomis penting meliputi ikan ekor kuning/pisang-pisang, napoleon,
kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang
lingkis dan beronang kuning. Komposisi jenis ikan ikan karang ekonomis di WPP NRI
571 yang paling tinggi adalah ikan gerot-gerot (Pomadasys kaakan) sekitar lebih dari
25%, diikuti oleh ikan kurisi (Nemipterus spp) dan kakap (Lutjanus spp).

3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Aplikasi metode akustik digunakan untuk menghitung potensi dan jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) ikan demersal di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut
Andaman. Dari hasil analisis diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 145.495 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 116.396 ton per
tahun (Lampiran 3). Pendugaan upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus produksi
Schaefer (1957) dan diperoleh hasil sebesar 11.286 unit setara jaring insang (klitik).
Mengacu kepada data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah alat
tangkap jaring klitik sebesar 3.726 unit dan produksi ikan demersal sebesar 112.489 ton.
Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sebesar 0,33
(indikator warna hijau), yang berarti tingkat pemanfaatan masih berada pada tahapan
moderate (Lampiran 3, 10, 11 dan 12). Dengan demikian masih terbuka peluang untuk
mengembangkan perikanan demersal di perairan ini.

3.3.2. Ikan Karang

Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap jenis-jenis ikan yang digolongkan ke


dalam kelompok ikan karang antara lain: ekor kuning, ikan napoleon, kerapu, karang,
kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan beronang. Aplikasi
model surplus produksi Schaefer (1957) digunakan pada data catch dan effort ikan
karang tahun 2000-2015 dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) sebesar 20.030 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 10.008 unit
setara pancing ulur (Gambar I-5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 16.024 ton (Lampiran 4). Berdasarkan data

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
11
11
Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah pancing ulur sebesar 3.433 unit
dan produksi ikan karang ekonomis sebesar 13.548 ton. Dengan demikian, maka tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan karang ekonomis di WPP NRI 571 sebesar 0,34 atau
pada tingkat moderate (indikator warna hijau) (Lampiran 4, 10, 11 dan 12).

25000 WPP 571 Ikan Karang

2003 2001
20000
2002
Produksi (ton)

15000 2014 2013


2015

10000 2012
2010
2011 2007
5000 2004 2009
20082006
2005
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar I-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

3.4. Indikator Stok

Perkembangan kepadatan dan biomas ikan demersal berdasarkan survei trawl di Selat
Malaka menunjukkan kecenderungan yang menurun. Penelitian terhadap kepadatan stok
dan biomass ikan demersal di sub area antara Belawan sampai dengan Tanjung
Panipahan pada tahun 1997 diperoleh kepadatan stok sebesar 1393,6 kg/km2 dengan
biomas sebesar 76.648 ton. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian pada tahun 2008
dengan kepadatan stok 1178 kg/km2 dan biomas sebesar 64.812 ton, maka terjadi
penurunan kepadatan stok sebesar 15,44% dan penurunan biomas sebesar 15,43%,
sementara pada tahun 2015 menurun lagi lebih dari 40 % (Tabel I-1).

Tabel I-1. Kepadatan dan biomasa sumber daya ikan demersal di sub area Belawan-
Tanjung Panipahan, WPP NRI 571
Tahun
1997 2004 2008 2015
Kepadatan (kg/km2) 1.393 1.321 1.178 725.89
Biomas (ton) 76.648 72.688 64.182 39.941

Berdasarkan komposisi hasil tangkapan trawl, terlihat adanya perubahan komposisi


hasil tangkapan, dimana ikan - ikan ukuran relatif besar semakin berkurang dan
digantikan dengan ikan ukuran kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa tekanan
penangkapan sudah mulai memberikan pengaruh terhadap keseimbangan ekosistim dan
pada akhirnya kepada komposisi hasil tangkapan ikan demersal di Selat Malaka. Daerah
penangkapan yang masih berpeluang untuk pengembangan armadanya berada di Selat
Malaka bagian Utara yaitu ke arah Laut Andaman.

12 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
12
Jenis ikan dengan kecenderungan rata-rata laju tangkap meningkat terdapat pada famili
Nemipteridae, Dasyatidae, Tetraodontidae, Sillaginidae dan Monacanthidae. Sebaliknya
kecenderungan yang menurun terdapat pada famili Synodontidae, Mullidae, Sciaenidae
dan Carangidae. Beberapa famili bahkan tidak tertangkap pada penelitian sebelumnya
atau diperoleh dalam jumlah sedikit (kurang dari 1% dari total ikan demersal yang
tertangkap).

Struktur ukuran beberapa jenis ikan demersal diantaranya ikan kurisi (Nemipterus
peronii) berkisar 10,1-27,5 cm, beloso (Saurida micropectoralis) berkisar 16,5-26,5 cm,
Biji nangka (Upeneus sulphureus) berkisar 8,8-15,1 cm. Parameter populasi jenis ikan
demersal yang dominan berupa ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) adalah: L∞ =
28,35 cm, K = 1,0 dan E = 0,64, sementara untuk ikan karang dominan berupa ikan
gerot-gerot (P. kaakan) sebesar: L∞ = 81,9 cm, K = 0,27 dan E = 0,12. Fenomena hasil
analitik ini menunjukkan hasil yang sama dengan model holistik.

4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan

Sumber daya udang penaeid (family Penaeidae) menyebar di berbagai kedalaman


terutama sampai kedalaman sekitar 30 m, pada habitat dengan dasar perairan berupa
lumpur atau pasir campur lumpur dan umumnya masih dipengaruhi oleh massa air tawar
(freshwater discharge). Sementara penyebaran sumber daya rajungan tersebar pada
perairan dengan habitat lumpur berpasir, pasir berlumpur dan lumpur liat sesuai dengan
siklus hidupnya. Preferensi habitat rajungan dewasa lebih menyukai substrat lumpur
berpasir atau pasir pada perairan dangkal hingga kedalaman kurang dari 50 m. Rajungan
muda lebih menyukai di perairan bersubstrat lumpur liat di sekitar perairan dekat
mangroves. Untuk penyebaran sumber daya kepiting berada di sekitar perairan pasang
surut dan daerah mangroves. Daerah penyebaran udang, lobster dan kepiting yang
utama mulai dari perairan Pidie, Lhokseumawe, Kuala Langsa, Tanjung Jamboaye,
pantai Tanjungbalai Asahan, Panipahan, muara Sungai Rokan, Sinaboi, Dumai sampai
di sekitar Pulau Bengkalis.

Udang karang (lobster), famili Palinuridae, adalah salah satu jenis udang yang hampir
sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu karang di sepanjang
pantai dan teluk-teluk. Daerah penyebaran lobster terutama terdapat di sekitar Pulau
Jemur, Pulau Berhala atau di sekitar Pulau Weh.

4.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang di WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman pada tahun
2016 didominasi oleh udang krosok (Parapenaeopsis hardwickii, M. stridulans) sebesar
36,2 %, dan paling sedikit adalah udang krosok (Parapenaeopsis gracillima) (Gambar
I-6). Komposisi jenis ini terlihat berbeda dari wilayah barat (perairan Aceh dan
sekitarnya) dibandingkan dengan wilayah timur (perairan Sumatera Utara dan Riau). Di
wilayah barat WPP NRI 571, jenis udang ekonomis penting adalah udang windu

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
13
13
(Penaeus monodon), sementara di wilayah timur WPP NRI 571 adalah udang jerbung
(Penaeus merguiensis).
Parapenaeopsis hardwickii 19.4
Penaeidae 97.7 Metapenaeopsis stridulans 16.9
Parapenaeopsis maxillipedo 15.2
Parapenaeopsiss scluptilis 15.1
Solenoceridae 1.1 Trachypenaeus sp 7.5

Jenis ikan
Jenis ikan

Parapenaeopsis uncta 6.6


Penaeus merguiensis 3.7
Caridae 1.1
Metapenaeus endevouri 3.4
Metapenaeus ensis 3.4
Alpheidae 0.2 Parapenaeopsis gracillima 2.0
Ikan lainnya 6.9

0 20 40 60 80 100 120 0 5 10 15 20 25
Prosentase (%) Prosentase (%)

Gambar I-6. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang di WPP NRI 571

Jenis lobster di perairan WPP NRI 571 terbagi dalam dua kelompok famili yaitu
Palinuridae dan Scyllaridae. Jenis lobster Palinuridae yang cukup banyak ditemukan
adalah Panulirus polyphagus, P. homarus, dan P. longipes, sementara jenis lobster dari
kelompok Scyllaridae yang cukup banyak tertangkap adalah udang kipas (Thennus
orientalis). Untuk jenis kepiting bakau yang tertangkap adalah jenis Scylla serrata.
Sementara itu jenis-jenis rajungan yang banyak ditemukan antara lain: rajungan batik
(Portunus pelagicus), rajungan totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis
feriatus) dan kepiting batu (C. afinis) dan yang mendominasi adalah rajungan batik (P.
pelagicus).

4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Aplikasi model surplus produksi Schaefer (1957) terhadap data catch dan effort udang
tahun 2000-2015 mendapatkan nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 59.455 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 5.786 unit setara trammel
net (Lampiran 5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya atau sebesar 47.564 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada
tahun 2015 diperoleh jumlah alat tangkap trammel net sebesar 9.194 unit dan produksi
udang sebesar 35.146 ton. Memperhatikan Gambar I-7, maka tingkat pemanfaatan
sumber daya udang penaeid di WPP NRI 571 pada tahun 2016 sebesar 1,59 (indikator
warna merah), atau sudah melebihi potensi lestarinya (Lampiran 5, 10, 11 dan 12).

14 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

14
80000 WPP 571 Udang

70000
2005
60000 2006
2007
50000 2008
Produksi (ton)
2009 2010
2012
40000 2011 2013
2014
30000 2015

20000

10000

0
0 1000 2000 3000 4000 5000
Upaya (Unit)

Gambar I-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang di WPP
NRI 571

4.3.2. Lobster

Analisis potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) dilakukan
dengan pendekatan model produksi surplus dari Schaeffer (1957) terhadap data catch
dan effort tahun 2001 sampai dengan 2015. Hasil analisis diperoleh nilai dugaan potensi
lestari sebesar 673 ton dengan upaya optimal sebanyak 8.205 unit setara alat penangkap
ikan jaring insang tetap (set bottom gill net) (Lampiran 6 dan Gambar 1-8). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) merupakan 80% dari potensi lestari dan
didapatkan sebesar 539 ton. Pada Statistik Perikanan tahun 2015 tercatat jumlah jaring
insang tetap (fakt.) sebesar 10.660 unit dan produksi lobster (Cakt.) sebesar 247 ton,
dengan demikian tingkat pemanfataan lobster diperoleh 1,3 (indikator warna merah)
atau berada dalam tahapan ovee exploited (Lampiran 6, 10, 11 dan 12).

800 WPP 571 Lobster

700

600
2012
2005
Produksi (ton)

500 2006
2008 2009
400

300 2010
2015
200
2014
100

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)

Gambar I-8. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di WPP
NRI 571

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
15
15
4.3.3. Kepiting

Berdasarkan model produksi surplus Fox (1970), diperoleh dugaan potensi (MSY)
sumber daya kepiting sebesar 12.829 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi yaitu sebesar 10.263 ton dengan upaya Optimal (fopt.) sebesar
10.000 unit jaring insang (Gambar I-9). Upaya penangkapan kepiting pada tahun 2015
(fakt.), yang didasarkan pada data statistik, adalah 9.967 unit, sehingga tingkat
pemanfaatan kepiting pada tahun 2016 adalah sebesar 1,00 (indikator warna kuning)
(Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan kepiting di WPP NRI
571 sudah berada pada tahapan penuh (fully-exploited) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12).

WPP 571 Kepiting


20000
18000
2015
16000
14000
Produksi (ton)

12000
2012 2014
10000
2011 2013
8000
6000
4000
2000
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

Gambar I-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan kepiting di
WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

4.3.4. Rajungan

Analisis potensi (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) rajungan
dilakukan dengan pendekatan model surplus produksi Fox (1970) untuk data catch dan
effort tahun 2001-2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi (MSY) sebesar
13.614 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebagai 22.120 unit setara bubu lipat (Gambar I-
10, Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah 80% dari potensi
lestari dan didapatkan sebesar 10.891 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, tahun
2015 tercatat jumlah alat tangkap bubu (fakt.) sebesar 20.547 unit bubu lipat, sehingga
diperoleh tingkat pemanfataan rajungan adalah sebesar 0,93 (indikator warna kuning),
yang mengindikasikan status pemanfaatan telah berada pada tahapan mendekati jenuh
(fully exploited) dimana upaya penangkapan dipertahankan dengan dilakukan monitor
secara ketat (Lampiran 8, 10,11 dan 12).

16 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

16
WPP 571 Rajungan
18000
2015
16000

14000
2013
12000
Produksi (ton) 2014
10000 2011
2012
8000
2003
2005
6000 2004
2006
4000

2000

0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)

Gambar I-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan rajungan di
WPP NRI 571 Selat Malaka dan Laut Andaman

4.4. Indikator Stok

Ukuran panjang komoditas udang Penaeid dan Panuliridae yang digunakan adalah
panjang karapas (Carapace Length = CL), seadangkan untuk komoditas rajungan dan
kepiting digunakan ukuran lebar karapas (Carapas Width = CW). Rata-rata ukuran
panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk udang jerbung (P. merguiensis) di WPP
NRI 571 adalah 35,6 mm, untuk udang dogol (M. ensis) adalah 20,20 mm serta untuk
udang kelong (P. indicus) sebagai 26,4 mm. Rata-rata ukuran panjang pertama kali
tertangkap (Lc) udang jerbung adalah 31,01 mm, udang dogol adalah 19,38 mm dan
kelong (P.
udang kelong indicus)
(P.indicus) = mm.
26,4 28,5 Rata-rata
mm. Nilaiukuran
laju pertumbuhan
panjang pertama(K) kali
udang jerbung
tertangkap
sebagai
(Lc) 1,2 jebung
udang per tahun, L∞ sebagai
adalah 31,01 mm,55,0udang
mm dan nilaiadalah
dogol laju eksploitasi
19,38 mm(E) dansebagai
udang 0,7 per
kelong
(P. indicus)
tahun, = 28,5 mm.
sementara untukNilai laju dogol
udang pertumbuhan (K)nilai
diperoleh udangK jebung
sebagai1,21,03
per per
tahun, Loo 55,0
tahun, L∞
mm dan33,75
sebesar nilai laju
mmeksploitasi
dan nilai E(E) 0,7 per0,69.
sebesar tahun, sementara
Untuk untuk udang
udang kelong dogol diperoleh
(P. indicus) diperoleh
nilai (K)sebagai
nilai K 1,03 per1,5tahun, Loo sebesar
per tahun, 33,75
L∞ sebesar mmmm
58,25 dandan
nilai E sebesar
nilai 0,69.
E sebesar 0,78Untuk udang
per tahun.
kelong (P. indicus) diperoleh nilai K 1,5 per tahun, Loo sebesar 58,25 mm dan nilai E
sebesar 0,78 per tahun.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) di
perairan WPP 571 sebesar 118,6 mm lebih besar dibandingkan ukuran rata-rata pertama
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) di perai-
kali WPP
ran matang 571gonad (Lm)
sebesar sebesar
118,6 mm112 mm,
lebih yang
besar mengindikasikan
dibandingkan penangkapan
ukuran kepting
rata-rata pertama
yang lestari. Laju pertumbuhan (K) sebesar 1,38 per tahun dan
kali matang gonad (Lm) sebesar 112 mm, yang mengindikasikan penangkapan kepitinglebar karapas
maksimum
yang lestari.(L ∞) sebagai
Laju 201 mm(K)
pertumbuhan dengan
sebesartingkat eksploitasi
1,38 per (E)lebar
tahun dan sebesar 0,63 maksimum
karapas per tahun.
(Loo) 201 mm dengan tingkat eksploitasi (E) sebesar 0,63 per tahun.
Pada rajungan (P. pelagicus) didapatkan rata-rata ukuran lebar karapas pertama kali
matang
Pada gonad (P.
rajungan (Lm) adalah didapatkan
pelagicus) 103,5 mmrata-rata
dan rata-rata
ukuranlebar
lebar karapas
karapas pertama
pertama kali
matang
tertangkap gonad
(L50(Lm) adalah
) sebagai 103,5
101,1 mm.mm danpertumbuhan
Laju rata-rata lebar
(K)karapas pertama
rajungan kali 1,38
diperoleh tertang-
per
kap
tahun(Ldan
50
) 101,1
lebarmm. Laju
karapas pertumbuhan
asimtotik (L∞ ) (K) rajungan
dicapai pada diperoleh
ukuran 1,38
189,30 per
mm, tahun dan
sementara lebar
laju
karapas
eksploitasiasimtotik (Loo) dicapai
(E) rajungan pada ukuran
diperoleh sebesar 189,30 mm, sementara
0,69. Nilai E tersebut laju eksploitasi
mengindikasikan
(E) rajungan diperoleh sebesar 0,69. Nilai E tersebut mengindikasikan
bahwa tingkat pemanfaatan telah melebihi batas Optimal. Dalam perspektif indikatorbahwa tingkat
pemanfaatan telah melebihi batas Optimal. Dalam perspektif indikator stok, terlihat
stok, terlihat tingkat pemanfaatan udang, lobster, kepiting dan rajungan sudah berada
tingkat pemanfaatan udang, lobster, kepiting dan rajungan sudah berada dalam tahapan
dalam tahapan yang ovee exploited.
yang over exploited.
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
17
17
II. WPP NRI 572: SAMUDERA HINDIA SEBELAH BARAT SUMATERA DAN
SELAT SUNDA

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi

1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di wilayah perairan sebelah Barat Aceh meliputi
perairan sekitar Kepulauan Banyak, Singkil sampai Pulau Simelue, sedangkan di
perairan pantai Tapanuli Tengah meliputi Sorkam, Barus, dan sekitarnya. Pada perairan
sebelah barat Sibolga meliputi Teluk Tapanuli, Pulau Mursala, dan sekitarnya. Perairan
Tapanuli Selatan; Natal, Sikara-kara, Pulau Ilik, dan sekitarnya. Perairan Tapanuli
Tengah yang berbatasan dengan wilayah Sumatera Barat; Pulau Pini, Kepulauan Batu,
Pulau Telo dan sekitarnya. Selain itu juga terdapat di perairan Bengkulu sampai Manna
(Gambar II-1)

Gambar II-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 572

1.2. Komposisi Jenis

Jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPP NRI 572 didominasi ikan layang
(Decapterus spp) sekitar 59,5 %, ikan kembung (Rastrelliger spp) sekitar 18,7 % dan
ikan selar (Selaroides spp.) sekitar 15,4 %, sementara ikan tembang (Dussumieria spp.)
dan lemuru (Sardinella spp.) didapatkan hanya di bawah 5% (Gambar II-2).

18 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

18
Layang 59.5

Kembung 18.7

Jen i s i ka n
Selar 15.4

Ikan lainnya 6.4

0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase(%)

Gambar II-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP
NRI 572

1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Sumber daya ikan pelagis kecil di WPP ini dieksploitasi terutama oleh armada pukat
cincin (purse seine), disamping berbagai alat tangkap skala kecil lainnya yang memiliki
produktivitas jauh lebih rendah. Dengan Metode akustik, diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) ikan pelagis kecil sebesar 527.029 ton dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 4.012 unit setara pukat cincin. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 421.236 ton
(Lampiran 1). Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015, jumlah alat
tangkap setara pukat cincin adalah 2.016 unit dengan produksi ikan pelagis kecil sebesar
156.060 ton. Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis
kecil di WPP NRI 572 adalah 0,50 (indikator warna hijau), hal ini menunjukkan
kondisi moderate untuk ikan pelagis kecil dan masih terbuka peluang
pengembangannya (Lampiran 1, 10, 11 dan 12).

1.3.2. Cumi-Cumi
Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) terhadap data catch dan effort cumi-
cumi tahun 2000-2015 di WPP NRI 572, mendapatkan nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 14.579 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
8.483 unit setara pancing cumi (Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 11.663 ton (Lampiran 9).
Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah alat tangkap
setara pancing cumi sebanyak 3.308 unit dan produksi cumi-cumi 5.839 ton. Tingkat
pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 572 pada tahun 2016 sebesar 0,40
(indikator warna hijau) atau belum melebihi potensi lestarinya (Lampiran 9, 10, 11 dan
12).

1.4. Indikator Stok

Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk spesies pelagis kecil
yang dominan yaitu layang malalugis (D. macarellus) adalah sekitar 24,37 cm dan rata-
rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang 22,0 cm. Nilai laju pertumbuhan

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
19
19
(K) ikan layang malalugis sebagai 0,51 per tahun, L∞ sebagai 34,6 cm dan nilai laju
eksploitasi (E) sebagai 0,48, sementara untuk ikan layang (D. macrosoma) diperoleh
sebagai
nilai K 0,6 0,6 perLtahun,
per tahun, oo
sebesar sebesar
L∞ 28,5 cm 28,5
dan cm
nilaidan nilai E 0,66.
E sebesar sebesar 0,66. Indikator
Indikator stok ini
stok ini menunjukkan
menunjukkan bahwa bahwa pemanfaatan
pemanfaatan sumbersumber daya pelagis
daya ikan ikan pelagis
kecil kecil
di WPPdi WPP
NRI NRI
572
harus dikelola
572 harus secara
dikelola rasional.
secara rasional.

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Komposisi Jenis

Sumberdaya ikan pelagis besar menyebar di berbagai area terutama lepas pantai pada
kedalaman lebih dari 100 m. Penangkapan ikan pelagis besar dilakukan di lepas pantai
Aceh, Sibolga, Padang, Bengkulu, Manna sampai perairan barat Lampung (Gambar II-
3) Kelompok jenis ikan pelagis besar terdiri dari jenis-jenis ikan pelagis berukuran
relatif besar, dan dalam analisis ini tidak termasuk jenis ikan tuna dan cakalang.
Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 572 ditemukan lebih dari 10 jenis dan
yang mendominasi adalah jenis ikan tongkol (Auxis spp.) sekitar lebih dari 40%.

Gambar II-3. Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 572

2.2. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Aplikasi metode akustik untuk kajian stok ikan pelagis besar di WPP NRI 572
mendapatkan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 276.755 ton dengan
upaya optimal (fopt.) 3.657 unit setara pukat cincin. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 221.404 ton
(Lampiran 2). Berdasarkan data Statistik Perikanan, pada tahun 2015 terdapat jumlah
alat tangkap setara pukat cincin sebanyak 3.492 unit dan produksi ikan pelagis besar
sebesar 91.774 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis
besar di WPP NRI 572 adalah 0,95 (indikator warna kuning) atau sudah berada pada
tahapan fully-exploited (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).

20 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
20
2.3. Indikator Stok

Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk tongkol komo (E.
affinis) adalah 31,6 cm, tongkol lisong (T. rochei) adalah 24,9 cm dan tongkol krai (A.
thazard) adalah 25,4 cm. Rata-rata panjang pertama kali tertangkap ikan tongkol komo
sebagai
26,4 cm,26,4 cm, lisong
tongkol tongkol lisong
22,1 sebagai
cm dan 22,1krai
tongkol cm31,0
dancm.
tongkol
Nilai krai sebagai 31,0 cm.
laju pertumbuhan (K)
Nilai tongkol
ikan laju pertumbuhan
komo 0,48(K) perikan tongkol
tahun, komo
Loo 64,1 cmsebagai 0,48laju
dan nilai tahun, L∞ sebagai
pereksploitasi (E) 0,4864,1
per
tahun,
cm dansementara
nilai laju untuk ikan (E)
eksploitasi tongkol lisong
sebagai diperoleh
0,48 nilai
per tahun, K 1,4 peruntuk
sementara tahun,ikan
Loo tongkol
sebesar
43,5 cmdiperoleh
lisong dan nilainilai
E sebesar 0,49. 1,4 per tahun, L∞ sebesar 43,5 cm dan nilai E sebesar
K sebagai
0,49.

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan

Penyebaran ikan demersal diperkirakan tidak terlalu luas karena topografi dasar perairan
yang umumnya langsung terjal di Samudera Hindia, diikuti oleh luasan paparan dangkal
yang membujur ke arah tenggara semakin sempit. Operasi penangkapan ikan demersal
lebih banyak dilakukan di pantai barat Aceh sampai perairan Sibolga serta antara
Padang, Muko-Muko, Bengkulu dan Manna (Bengkulu Selatan).

Daerah penyebaran ikan karang ekonomis di WPP NRI 572 tidak begitu luas,
mengingat sebagian besar dari pantainya terjal dan dipengaruhi oleh massa air tawar
dari sungai besar dan kecil yang bermuara ke Samudera Hindia sebelah barat Sumatera.
Daerah penyebaran ikan karang ekonomis terutama terdapat di perairan sekitar Pulau
Weh, Kepulauan Simeuleu, sebelah barat Padang dan Bengkulu serta sekitar Pulau
Enggano.

3.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis ikan demersal wilayah timur WPP NRI 572 (perairan Sibolga dan
Bengkulu) didominasi oleh ikan-ikan dasar yang menyukai habitat berlumpur seperti
kuniran (Upeneus sulphureus), coklatan (Scolopsis taenipterus), swanggi (Priacanthus
spp), kapasan (Lactarius lactarius) dan petek (Leiognathus splendens) (Gambar II-4).
Hasil lainnya antara lain adalah Gerres sp, Hilsa sp, Johnius sp dan Polydactylus
sextarius.

Sementara itu komposisi jenis ikan demersal di wilayah perairan Aceh terlihat tidak
terlalu berbeda, didominasi oleh ikan-ikan dasar yang menyukai habitat berlumpur,
meliputi kuniran (Upeneus sulphureus), coklatan (Scolopsis taenipterus), swanggi
(Priacanthus spp), kapasan (Lactarius lactarius) dan petek (Leiognathus splendens)
(Gambar II-5). Jenis yang paling dominan adalah kuniran (Upeneus spp.).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
21

21
Kuniran 25.2
Coklatan 22.3
Kurisi 9.1
Demang 6

Jenis ikan
Kapasan 5.7
Pari 2.7
Manyung 2.2
Gulamah 1.8
Ikan lainnya 25

0 5 10 15 20 25 30
Prosentase (%)

Gambar II-4. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan demersal di bagian
timur WPP NRI 572

Kuniran 25.2

Coklatan 22.6

Kurisi 9.1

Selar 6
Jenis ikan

Demang 5.5

Kapasan 5

Beloso 3.5

Pari 3

Cumi-cumi 2

Ikan lainnya 18.1

0 5 10 15 20 25 30
Prosentase (%)

Gambar II-5. Komposisi hasil tangkapan jenis sumber daya ikan demersal di sebelah
barat perairan WPP NRI 572

Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang meliputi: ikan karang campur 25,2%, tuna
gigi anjing (Gymnosrda unicolor) 17,6%, kurisi hijau (Aprion virescens) 16,7 %, kerapu
karang (Epinephelus melanostigma) 10%, layaran 6,7%, kakap merah (Lutjanus
gibbus) 5,6%, Kuwe (Caranx ignobilis) 5,4%, pari (Dasyatis cf akajei) 3,9%, kerapu
nanas merah muda (Variola louti) 3,1%, lencam (Lethrinus rubrioperculartus) 2,6%,
kakap merah (Lutjanus malabaricus dan Lutjanus sebae), kurisi api (Etelis radiosus),
Jenaha (Lutjanus argentimaculatus) 2,6%, Kerapu merah tua/gosong (Variola
albimarginata) 1,3%, tenggiri 0,7%, kurisi api/bali (Etilis radiosus) 0,6%, kopral
(Gnathanodon speciosusu) 0,3% dan jenaha (Lutjanus argentimaculatus) 0,2% (Gambar
II-6).

22 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

22
Tuna gigi anjing 17.6
Kurisi hijua 16.7
Kerapu karang 10
Layaran 6.7
Kakap merah 5.6
Kuwe 5.4
Jenis ikan Pari 3.9
Nanas merah 3.1
Lencam 2.6
Nanas hitam 1.3
Tenggiri 0.7
Kurisi api 0.6
Jenaha 0.3
Kopral 0.3
Ikan lainnya 25.2

0 5 10 15 20 25 30
Prosentase (%)

Gambar II-6 Komposisi hasil tangkapan jenis ikan karang di WPP NRI 572

3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Dengan mengaplikasikan metode akustik tahun 2015 pada sumber daya ikan demersal
di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda diperoleh
nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 362.005 ton dengan
upaya optimal (fopt.) sebesar 19.573 unit setara jaring insang (klitik). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 289.604 ton
(Lampiran 3). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015 terdapat jumlah
alat tangkap setara alat tangkap ikan jaring insang (klitik) sebesar 11.091 unit dengan
produksi ikan demersal sebesar 258.993 ton. Dengan demikian, maka tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan demersal sebesar 0,57 (indikator warna kuning), atau
dalam tingkat pemanfaatan penuh (fully exploited) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12).

3.3.2. Ikan Karang

Menggunakan model surplus produksi Scheafer (1957) pada data catch dan effort ikan
karang ekonomis di WPP NRI 572 tahun 2000-2015, diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 40.570 ton dengan upaya optimal (fopt.)
sebesar 14.243 unit setara pancing ulur. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 32.456 ton per tahun (Gambar II-7,
Lampiran 4). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015 terdapat jumlah alat
tangkap ikan setara pancing ulur sebanyak 4.766 unit dengan produksi ikan karang
ekonomis penting sebesar 16.343 ton. Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan karang ekonomis sebesar 0,33 (indikator warna hijau), yang berarti
statusnya berada pada tingkat moderate (Lampiran 4, 10, 11 dan 12).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
23
23
45000 WPP 572 Ikan Karang

40000

35000

30000
Produksi (ton)
25000 2015 2011
20000 2010 20022003
2012 2007
15000 2014 2009
2013
2006
2008 2004 2005
10000
2001
5000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)

Gambar II-7. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 572

3.4. Indikator Stok

Laju pertumbuhan (K) ikan petek (Leiognathus equlus) sebesar 0,52 per tahun, L∞ 21,53
cm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,14 per tahun, sementara untuk ikan kurisi
(Nempterus peronii) diperoleh nilai K 0,88 per tahun, L∞ sebesar 25,73 cm dan nilai E
0,33 dan untuk ikan layur (Trichyurus auriga) diperoleh nilai K sebesar 0,6 per tahun,
nilai L∞ 84,0 cm serta nilai E 0,66 per tahun. Indikator stok ini menunjukkan bahwa
status stok kelompok demersal berada dalam keadaan jenuh (fully exploited).

Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan kakap merah (L.
gibbus) adalah 52,0 cm dan untuk kerapu merah (Variola louti) adalah 52,0 cm. Rata-
rata panjang pertama kali tertangkap (Lc) ikan kakap merah sebesar 42,0 cm dan untuk
ikan kerapu merah 34,0 cm. Nilai laju pertumbuhan (K) ikan kakap merah 0,29 per
tahun, L∞ 67,25 cm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,44 per tahun, sementara untuk ikan
kerapu merah diperoleh nilai K 0,29 per tahun, L∞ sebesar 42,2 cm dan nilai E sebesar
0,42, yang berarti masih terbuka peluang pengembangannya.

4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan

Penyebaran dan daerah penangkapan udang Penaeid di perairan Samudera Hindia


sebelah Barat Sumatera terdapat di sepanjang pantai barat provinsi Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat dan Bengkulu, dengan daerah pemusatan penangkapan udang
terdapat di perairan Meulaboh, Sibolga dan Air Bangis, masing-masing seluas 900 km2
serta perairan Mukomuko sampai Manna dengan luas 1.500 km2.

Sementara daerah penyebaran lobster terutama terdapat di Perairan sekitar Pulau Weh,
Kepulauan Nias, Kepulauan Simeuleu dan Enggano, serta pantai barat antara Padang -
Bengkulu. Udang karang (lobster) yang termasuk famili Palinuridae, merupakan jenis

24 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
24
udang yang hampir sepanjang hidupnya terdapat di daerah batu karang atau terumbu
karang di sepanjang pantai dan teluk.

4.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang di WPP NRI 572 didominasi oleh kelompok jenis krosok
(Parapenaeopsis spp.) sebesar 80%, udang jambu (Metapenaes dobsoni) 11 %, udang
kelong (Penaeus merguiensis) 7%, dan udang dogol (Metapenaeus ensis) 2 % (Gambar
II-8).

Krosok 80

Jambu 11
Jenis ikan

Kelong 7

Dogol 2

0 20 40 60 80 100
Prosentase (%)

Gambar II-8. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang Penaeid di WPP NRI
572

Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP NRI 572, antara lain lobster pasir (Panulirus
homarus), lobster batu (Panulirus penicillatus), lobster batik (Panulirus longipes),
lobster hijau (Panulirus versicolor), lobster bambu (Panulirus polyphagus), lobster
mutiara (Panulirus ornatus). Komposisi jenis lobster didominasi jenis lobster pasir dan
batu lebih dari 50 %, sementara untuk jenis-jenis kepiting didominasi jenis kepiting
bakau (Scylla serrata).

Rajungan di perairan WPP NRI 572 adalah dari kelompok famili Portunidae. Jenis-jenis
Portunidae yang ditemukan antara lain: rajungan batik (Portunus pelagicus), rajungan
totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus). Diantara jenis-jenis
tersebut rajungan totol (P. sanguinolentus) adalah yang paling dominan mencapai 57%.
Jenis rajungan lain adalah rajungan karang (C. feriatus) sebesar 18,3% dan rajungan
batik (P. pelagicus) sebesar 10,4%.

4.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957) pada data catch dan
effort udang penaeid tahun 2000-2015 di WPP NRI 572, diperoleh nilai dugaan potensi
lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 8.023 ton, dengan jumlah upaya optimal
(fopt.) sebesar 6.771 unit setara trammel net (Gambar II-9). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 6.418 ton per

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
25
25
tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015, jumlah alat tangkap
setara trammel net sebesar 10.337 unit dengan produksi udang sebesar 8.522 ton
(Lampiran 5). Memperhatikan Gambar II-9, maka tingkat pemanfaatan sumber daya
udang penaeid di WPP NRI 572 adalah 1,53 (indikator warna merah), atau sudah
melebihi potensi lestarinya (Lampiran 5, 10, 11 dan 12).

10000 WPP 572 Udang


2009
9000 2008 2015
2007 2006
8000 2011 2012
2010 2005
7000 2004
2003
Produksi (ton)

6000
2013
5000
2014
4000
3000
2000
1000
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Upaya (Unit)

Gambar II-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan udang penaeid
di WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat
Sunda

4.3.2. Lobster

Dengan mengaplikasikan model surplus produksi Schaefer (1957) pada data catch dan
effort lobster di WPP NRI 572 tahun 2000-2015, diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 1.483 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
1.186 unit setara jaring insang tetap (Gambar II-10). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 1.186 ton
(Lampiran 6). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap tahun 2015, jumlah upaya (fakt.)
sebanyak 8.837 unit setara jaring insang tetap dan produksi (Cakt.) lobster sebesar 1.221
ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya lobster (Gambar II-11) di WPP NRI 572 sebesar
0,93 (indikator warna kuning), yang berarti dalam tahapan fully exploited (Lampiran 6,
10, 11 dan 12).

26 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

26
1800 WPP 572 Lobster

1600 2008 2012 2014

1400 2007
2004
1200 2005 2015
Produksi (ton) 2003 2009
1000 2004
2002 2001
800

600

400

200

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar II-10. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan lobster di
WPP NRI 572 Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda

4.3.3. Kepiting

Analisis model surplus produksi Fox (1970) dilakukan pada data catch dan effort
kepiting di WPP NRI 572 tahun 2000-2015 dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 9.543 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
56.400 unit setara jaring insang (Gambar II-11). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 7.634 ton (Lampiran 7).
Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2015 jumlah setara jaring insang adalah
10.293 unit dan produksi kepiting sebesar 1.668 ton. Tingkat pemanfaatan sumberdaya
kepiting (Gambar II-11) adalah 0,18 (indikator warna hijau), atau masih berada dalam
tahapan berkembang (moderate) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12).

WPP 572 Kepiting


12000

10000 2012 2013

2014
) 8000
n
o
t(
sik 6000
u
d
ro 2003
P
4000
2006 2007
2008
2010 2005
2000
2015
0
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000
Upaya (Unit)

Gambar II-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan kepiting di
WPP NRI 572

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
27

27
4.3.4. Rajungan

Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) dilakukan pada data catch dan effort
rajungan di WPP NRI 572 tahun 2000-2015, dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 898 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
27.402 unit setara jaring insang tetap (Gambar II-12, Lampiran 8). Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 791 ton.
Berdasarkan Statistik Perikanan, pada tahun 2015 diperoleh jumlah setara jaring insang
tetap sebesar 13.489 unit dan produksi rajungan sebesar 1.041 ton (Lampiran 8).
Memperhatikan Gambar II-12, maka tingkat pemanfaatan sumber daya rajungan sebesar
0,49 (indikator warna hijau), atau berada dalam tahapan berkembang (moderate)
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12).

WPP 572 Rajungan


1200

2007
1000
2011

800
Produksi (ton)

2006 2014
600 2005 2015
2003
400 2010 2012 2013
2009
2008
200
2004
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)

Gambar II-12. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan rajungan di
WPP NRI 572

4.4. Indikator Stok

Ukuran panjang komoditas udang Penaeid dan Panuliridae yang digunakan adalah
panjang karapas (Carapace Length = CL), seadangkan untuk komoditas rajungan dan
kepiting digunakan ukuran lebar karapas (Carapas Width = CW). Rata-rata ukuran
panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk udang jerbung (P. merguiensis) adalah
51,37 mm, untuk udang dogol (M. ensis) adalah 43,5 mm dan untuk udang kelong (P.
indicus) 42,0
sebagai
mm. 42,0 mm. Rata-rata
Rata-rata ukuran panjang
ukuran panjang pertamapertama kali tertangkap
kali tertangkap (Lc)jebung
(Lc) udang udang
jerbung
38,26 mm sebagai 38,26
(panjang mm (panjang
karapas), karapas),
untuk udang untuk
dogol 33,5udang
mm dan dogol
untuksebagai
udang33,5 mm32,0
kelong dan
untuk udang kelong
mm (panjang karapas).sebagai 32,0pertumbuhan
Nilai laju mm (panjang (K)karapas).
udang Nilai
jebunglaju pertumbuhan
1,25 per tahun, (K)
Loo
udang
75,0 mmjerbung sebagai
dan nilai laju1,25 per tahun,
eksploitasi (E)L0,51
∞ sebagai 75,0 mm
per tahun, dan nilaiuntuk
sementara laju eksploitasi
udang dogol(E)
diperoleh
sebagai nilai
0,51 K tahun,
per 1,1 persementara
tahun, Loo sebesar 64,4 mm
untuk udang dogoldan nilai E sebesar
diperoleh nilai K0,50; serta1,1
sebagai untuk
per
udang kelong
tahun, didapatkan
L∞ sebesar 64,4 mm nilai dan
K adalah
nilai 1,16 per tahun,
E sebesar nilai
0,50; Loo untuk
serta 48,6 mm dan nilai
udang E
kelong
0,52 per tahun.
didapatkan nilai K adalah 1,16 per tahun, nilai L∞ sebagai 48,6 mm dan nilai E sebagai
0,52 per tahun.
Sementara untuk lobster pasir (P. homarus) didapatkan nilai Lm 119,5 mm (pan-
jang karapas),
Sementara untukuntuk
lobsterlobster batu
pasir (P. (P. penicillatus)
homarus) didapatkan sebesar
nilai Lm110 mm 119,5
sebagai (panjang
mm
(panjang karapas), untuk lobster batu (P. penicillatus) sebesar 110 mm (panjang

28 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


28
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
karapas) serta udang bambu (P. versicolor) adalah 116 mm. Untuk nilai Lc didapatkan
sebesar 109 mm untuk udang bambu dan udang batu. Nilai K lobster pasir sebesar 0,39
per tahun, nilai L∞ sebagai 119,5 mm dan nilai E 0,54 per tahun serta untuk lobster batu
didapatkan nilai K 0,48 per tahun, nilai L∞ 136,5 mm dan nilai E 0,38. Laju
pertumbuhan (K) udang bambu sebesar 0,72 per tahun, panjang asimtotik (L∞) adalah
141,75 mm dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,48 per tahun.

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) adalah
118,6 mm lebih besar dibandingkan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm)
sebesar 112 mm. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya kepiting di perairan
WPP NRI 572 berada dalam tahapan yang lestari karena memberi kesempatan untuk
induk kepiting melakukan pemijahan. Laju pertumbuhan (K) kepiting adalah 1,38 per
tahun dengan
tahun dengan lebar
lebar karapas
karapas asimptotik
asimptotik(L
(L∞oo) )sebagai
201 mm 201 mmlaju
serta serta laju eksploitasi
ekspoitasi (E)
(E) sebesar
sebesar
0,63 per0,63 per tahun.
tahun.

Nilai Lm
Lm rajungan
rajunganbatik
batik pelagicus)
(P.(P. pelagicus) adalah
adalah 102,0
102,0 mm mm danLc
dan nila nilai Lc 112,0
sebagai 112,0 mm.
Laju pertumbuhan(K)
Laju pertumbuhan (K)rajungan
rajungan adalah
adalah 0,850,85
per per tahun,
tahun, nilai nilai Loo 179,5
L∞ sebagai 179,5 mm
mm dan
dan
nilai E 0,81. Dari perspektif indikator stok ini menunjukkan bahwa secara umum
pemanfaatan sumber daya udang dan krustasea lainnya di WPP NRI 572 berada pada
kondisi fully exploited dimana upaya penangkapan dipertahankan dengan pengawasan
secara ketat.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
29

29
III. WPP NRI 573: SAMUDERA HINDIA SEBELAH SELATAN JAWA
HINGGA SEBELAH SELATAN NUSA TENGGARA, LAUT SAWU, DAN
LAUT TIMOR BAGIAN BARAT

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi

1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 573 tersebar luas di seluruh bagian
perairan ini, mulai dari selatan Jawa Barat sampai selatan Bali-Nusa Tenggara. Daerah
penangkapannya, mulai dari arah barat berada di perairan sebelah Selatan Binuangeun,
Palabuhanratu, Pameungpeuk, Pacitan, Prigi, Sendangbiru, Selat Bali, Selat Lombok,
Ende dan sekitar Teluk Kupang. Sementara lokasi penangkapan ikan lemuru, terpusat di
sekitar Selat Bali (di sisi timur dan barat selat), lokasinya tidak jauh dari pantai. Ikan
pelagis kecil umumnya tertangkap di perairan dangkal (neritik). Nelayan melakukan
penangkapan di perairan teluk dan sekitar pantai ketika ombak besar (musim barat).
Sementara pada musim timur, daerah penangkapan cenderung menyebar jauh dari
pantai.

Daerah penangkapan potensial cumi-cumi di wilayah perairan selatan Jawa–Nusa


Tenggara adalah perairan Selat Alas, Selat Lombok, Selatan Selat Bali dan Grajagan
(Banyuwangi). Di wilayah perairan selatan Palabuhanratu, pada musim tertentu juga
merupakan daerah penangkapan bagi perikanan cumi-cumi. Daerah penangkapan
perikanan cumi-cumi berada dekat pantai dan dimanfaatkan oleh usaha skala kecil.

1.2. Komposisi Jenis


Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 573 didominasi oleh ikan
layang deles (Decapterus macrosoma) dan lemuru (Sardinella lemuru). Jenis ikan
pelagis kecil lainnya yang tertangkap adalah teri (Stolephorus spp.), tembang
(Sardinella sp.), selar (Selar sp.), layang anggur (Decapterus kuroides), layang biru
(Decapterus macarellus), cumi-cumi (Loligo sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan
bentong (Selar crumenopthalmus). Komposisi jenis hasil tangkapan nelayan di Selat
Bali didominasi ikan lemuru (68%), layang dan tongkol masing-masing sebesar 16%
dan 5%, kembung (1.4%) serta ikan lainya sekitar 9%.

1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Dengan menggunakan metode akustik diperoleh nilai potensi lestari (Maximum


Sustainable Yield) ikan pelagis kecil di WPP NRI 573 sebesar 630.521 ton dengan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dengan potensi lestari
504.417 ton (Lampiran 1). Dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer
(1957) didapatkan upaya Optimal (fopt.) sebesar 6.812 unit setara pukat cincin.
Berdasarkan data Statistik Perikanan (2015), jumlah alat tangkap setara pukat cincin
yang beroperasional di perairan WPP NRI 573 sebanyak 10.206 unit dan produksi ikan

30 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
30
pelagis kecil sebesar 174.583 ton (Lampiran 1). Dengan demikian tingkat pemanfaatan
sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI adalah 1,50 atau berada pada tahapan over
exploited (indikator warna merah) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12).

1.3.2. Cumi-cumi

Berdasarkan model surplus produksi Schaefer (1957) diperoleh dugaan potensi cumi-
cumi sebesar 8.195 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi sehingga diperoleh sebesar 6.556 ton dengan upaya Optimal menggunakan alat
tangkap pancing cumi sebesar 10.210 unit. Upaya penangkapan berdasarkan data
statistik (2015) mencapai 11.339 unit setara alat penangkap ikan pancing cumi, dan
produksi sebesar 9.623 ton (Lampiran 9). Tingkat pemanfaatan cumi-cumi berdasarkan
perbandingan upaya saat ini dengan upaya Optimal adalah sebesar 1,10 atau sudah over
exploited (indikator warna merah), yang berarti sudah kelebihan tangkap dan harus
dilakukan pengurangan upaya (Lampiran 9, 10, 11 dan 12).

1.4. Indikator Stok

Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan layang deles (Decapterus
macrosoma) 14,5 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada
panjang 15 cm. Ini berarti bahwa nilai Lc < Lm, menandakan ikan tertangkap sebelum
matang gonad (belum sempat memijah). Nilai dugaan panjang infiniti (L∞) 20,8 cm,
sedangkan dugaan koefisien pertumbuhan (K)= 0,94 per tahun. Nilai koefisien kematian
total (Z) 4,29 per tahun. Nilai dugaan koefisien kematian alaminya (M) adalah 1,93 per
tahun. Nilai dugaan koefisien kematian karena penangkapan (F) sebesar 2,4/tahun.
Tingkat eksploitasi (E) sebesar 0,51 per tahun. Sementara ikan lemuru (Sardinella
lemuru), memiliki ukuran rata-rata tertangkap (Lc) pada panjang 13,5 cm, sedangkan
ukuran pertama kali matang gonad (Lm) adalah 18,5 cm (betina) dan 17,5 cm (jantan).
Berarti ikan belum sempat berpijah ketika ditangkap (Lc < Lm). Musim pemijahan
lemuru terjadi antara bulan Mei hingga September dan puncak musim diduga terjadi
pada bulan Juli.

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Sumber daya ikan pelagis besar di perairan WPP NRI 573 terdiri dari jenis-jenis tuna,
cakalang dan kelompok tuna neritik (jenis-jenis tenggiri dan tongkol) serta lemadang,
ikan pedang dan jenis-jenis hiu. Sumber daya ikan pelagis besar tersebar di seluruh
perairan ini. Daerah penangkapan ikan pelagis besar terdapat di perairan sepanjang
sebelah Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dengan tempat pendaratan utama di
Binuangeun, Palabuhanratu, Pameungpeuk, Cilacap, Pacitan, Prigi, Sendangbiru,
Banyuwangi, Tanjung Luar (Lombok Timur) dan Kupang. Umumnya nelayan
menangkap ikan pelagis besar dengan alat tangkap tonda, rawai tuna (longline) dan
jaring insang dengan lokasi penangkapan di sekitar rumpon.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
31

31
Nelayan di Palabuhanratu umumnya menangkap ikan di dalam perairan teluk hingga
bagian luar teluk Palabuhanratu. Sebagian lagi nelayan tonda dan rawai tuna melakukan
operasi penangkapan di luar teluk hingga ke perairan ZEE (perbatasan dengan
Australia). Pemilihan daerah penangkapan bergantung pada musim tangkapan. Pada
musim barat, daerah penangkapan di perairan Bengkulu, Padang, Pulau Nias, Pulau
Enggano. Pada musim timur, daerah penangkapan berpindah ke selatan Jawa, Ujung
Kulon, Ujung Genteng, Cilacap, Yogyakarta, Bali, serta Lombok.

2.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 573 ditemukan lebih dari 8 jenis dan
didominasi oleh ikan tongkol sekitar 34% dan diikuti oleh tuna (22 %), layaran (12 %),
lemadang (10 %) dan lainnya masing-masing kurang dari 10% (Gambar III-1).

Tongkol 34
Tuna 22
Layaran 12
Jeni s i ka n

Lemadang 10
Marlin 8
Cucut 6
Cakalang 5
Tenggiri 3
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Prosentase (%)

Gambar III-1 . Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan pelagis besar di WPP
NRI 573.

Jenis ikan tongkol di WPP NRI 573 didominasi oleh tongkol krai (Auxis thazzard)
sebanyak 67,0%, diikuti oleh tongkol komo (kawakawa, Euthynnus affinis) sebanyak
31,2%, lisong (Auxis rochei) sebanyak 1,5% dan kenyar (Sarda orientalis) sebanyak
0,3%.

2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Dari hasil analisis metode akustik tahun 2015 diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) ikan pelagis besar 586.128 ton per tahun dan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 468.902 ton
per tahun (Lampiran 2). Pendugaan upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus
produksi Schaefer (1957) dan diperoleh hasil sebesar 14.465 unit setara pukat cincin.
Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015), diketahui jumlah alat tangkap setara
pukat cincin sebesar 15.335 unit dan produksi perikanan pelagis besar sekitar 88.629
ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 573 sebesar 1,06
atau sudah over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).

2.4. Indikator Stok

Indikator stok menunjukkan bahwa rata-rata panjang pertama kali matang gonad (Lm)
untuk tongkol lisong (A. rochei) 33,9 cm dan ukuran rata-rata panjang pertama kali

32 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


32
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
tertangkap (Lc) 21,8 cm (Lc < Lm). Nilai Lc < Lm tersebut menunjukkan bahwa ikan
tongkol lisong yang tertangkap belum sempat memijah dan ini mengancam kelestarian
sumber daya. Untuk ikan tongkol krai (A. thazard) ukuran rata-rata panjang pertama
kali tertangkap (Lc) sebesar 27,6 cm; tongkol komo (E. affinis) 39,8 cm; dan lemadang
(C. hippurus) 75,6 cm.

Nilai laju pertumbuhan (K) ikan tongkol lisong adalah 0,69 per tahun, nilai L∞ sebesar
33,6 cm dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,51 per tahun. Untuk ikan tongkol krai,
diperoleh nilai K sebesar 0,50 per tahun, nilai L∞ sebesar 47,3 cm dan laju eksploitasi
(E) sebesar 0,64 per tahun. Untuk ikan tongkol komo diperoleh nilai K sebesar 0,30 per
tahun, nilai L∞ sebesar 62,0 cm dan nilai E sebesar 0,52. Ikan lemadang nilai K sebesar
0,88, nilai L∞ sebesar 131,3 cm dan laju eksploitasi (E) 0,68 per tahun.

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Ikan demersal di WPP NRI 573 tersebar di perairan sepanjang pantai selatan Jawa-Bali
dan Nusatenggara. Perairan ini juga memiliki potensi ikan demersal laut dalam yang
khas dan bernilai ekonomi tinggi yang terdapat di perairan lepas pantai (perairan dalam).
Daerah penangkapan ikan demersal berada di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu,
Karang Daeu, Karang Hantu, Citireum, Ujung Genteng, Cibanteng, Bagedur, P. Tinjil,
P. Deli, Tanjung Panto, Panaitan, dan Ujung kulon dengan jarak 2-3 mil pantai. Untuk
jenis ikan layur, daerah penangkapannya di sekitar teluk Palabuhanratu, Karang Hantu,
Ujung Genteng, Pulau Manuk, Cikaret, Karang Bolong dan Pangandaran. Penangkapan
ikan demersal dengan rawai dasar dan pancing ulur di selatan Nusa Tenggara Timur,
berada di perairan selatan dan timur Pulau Rote pada kedalaman 80 – 120 m.

Daerah penangkapan untuk ikan karang dari jenis–jenis kakap (Lutjanus sp), kakap
merah (Lutjanus gibbus dan Lutjanus malabaricus) di sekitar Teluk Palabuhanratu,
Ujung Genteng, P. Manuk, Pangandaran dan Karang Bolong. Lutjanus gibbus juga
banyak tertangkap di sekitar Pulau Tinjil, Ujung Kulon, Citeluk, hingga Ujung Genteng.
Lutjanus malabaricus serta lencam (Letrinus lentjam) banyak tertangkap di Teluk
Kupang, perairan Pulau Rote dan perbatasan Timor Leste. Pada April-Oktober, daerah
penangkapan yang potensial berada di perairan Laut Timor sementara periode
November-Mei nelayan di selatan NTT berpindah ke sisi barat Laut Arafura.

3.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis hasil tangkapan di bagian barat WPP NRI 573 diperoleh 21 spesies
ikan demersal dan didominansi ikan buntut kerbau (Lactoria cornuta) 69,81 % dan
gulamah (Johnius coitor) 9,69 % (Gambar III-2).

Komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan pancing ulur didominasi ikan lencam
(Lethrinus sp) sekitar 36,73%, kakap (Lutjanus IIItta) 18,37%, ikan coklatan (Scolopsis
taeniopterus) 12,24% dan jenis Scolopsis monogramma 8,16%, kakatua (Scarus
ghobban) 6,12% dan ikan lainnya <5%. Sementara Komposisi jenis hasil tangkapan

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
33
33
pancing rawai didominasi ikan kuwe
kwee (Caranx sp) 29,46%, lencam (Lethrinidae) 7,14%,
kerapu (Variola louti) 6,25%, kakap kuning (Lutjanus IIItta) 5,36% sedangkan ikan
lainnya 23% (Gambar III-3).
Ostracidae 69.8 Loctoria cornuta 69.8
Scianidae 19.7
Trichiuridae 2.4 Johnius coitor 9.7
Cynoglosidae 1.2
Argyrosomus sp. 4.0
Harpadontidae 1.1
Teraponidae 1.1 Pennahia macrophthalmus 3.6
Ariidae 0.9
Haemulidae 0.6 Trichiurus lepturus' 2.4
Polynemidae 0.54

Jenis ikan
Pomadasys argyreus
Jenis ikan

1.3
Leiognathidae 0.4
Stromatidae 0.3 Saurida micropectoralis 1.2
Mullidae 0.2
Balistidae 0.2 Cynoglosussus arel 1.1
Carangidae 0.2
Artrobucca nibe 1.1
Congridae 0.2
Harpadontidae 0.1 Therapon therabs 1.1
Apogonidae 0.1
Lactaridae 0.1 Arius crossocheilus 0.8
Tetraodontidae 0.1
Ikan lainnya 4
Muraenidae 0.09
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Prosentase (%) Prosentase (%)

Gambar III-2. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya ikan demersal di WPP NRI
573

Lencam 36.7 Kuwe 29.5

Coklatan 20.4 Lencam 7.1


Jen i s i k a n
Jen i s i k a n

Kakap 18.4 Kerapu 6.3

Kakatua 6.1 Kakap kuning 5.4

Ikan lainnya 18.4 Ikan lainnya 51.8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0


Prosentase(%) Prosentase(%)

Gambar III-3. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI 573

3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Penentuan potensi lestari menggunakan metode akustik dan diperoleh nilai potensi
lestari ikan di demersal sebesar 7.902 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 6.322 ton. Jumlah armada penangkapan optimal sebesar 146.109 unit
setara jaring insang tetap. Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015), diketahui
jumlah alat tangkap (fakt.) alat penangkap ikan jaring insang sebesar 57.416 unit dengan
produksi aktual ikan demersal (Cakt.) sekitar 67.758 ton. Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan demersal di WPP NRI 573 sebesar 0,39 atau pada tahap moderate (indikator
warna hijau) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan
sumber daya ikan demersal masih dapat dikembangkan dan upaya pemanfaatannya
masih bisa ditingkatkan.

34 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

34
3.3.2. Ikan
3.3.2.
Karang
Ikan Karang

PenentuanPenentuan
potensi potensi
lestari sumber
lestari sumber
daya ikandayakarang
ikan karang
menggunakan
menggunakan
model surplus
model surplus
produksiproduksi
SchaeferSchaefer
(1957). Dari
(1957).analisis
Dari analisis
terhadapterhadap
data hasil data
tangkapan
hasil tangkapan
(catch) dan
(catch)
upayadan upaya
(effort) (effort)
tahun 2002-2015,
tahun 2002-2015,
diperoleh diperoleh
nilai dugaan
nilai dugaan
potensi potensi
lestari sebesar
lestari sebesar
22.045 22.045
ton ton
dengan dengan
jumlah jumlah
tangkapan tangkapan
yang diperbolehkan
yang diperbolehkan
(JTB) sebesar
(JTB) sebesar
17.636 17.636
(Gambar(Gambar
III-4, III-4,
Lampiran Lampiran
4). Jumlah 4). Jumlah
upaya penangkapan
upaya penangkapan (fopt.) sebesar
optimal optimal (fopt.) sebesar
33.200 33.200
unit setara
unit setara
pancing pancing
ulur. Mengacu
ulur. Mengacu
kepada data
kepadaStatistik
data Statistik
Perikanan Perikanan
(2015), (2015),
diketahui
diketahui
jumlah alat
jumlah alat
(fakt.) setara
tangkap tangkap (fakt.)pancing
setara pancing
ulur sebesar
ulur sebesar
36.272 unit
36.272danunit
produksi
dan produksi
actual (Cactual
akt.) ikan
(Cakt.) ikan
karang sekitar
karang 19.248
sekitar ton.
19.248Tingkat
ton. Tingkat
pemanfaatan
pemanfaatan
sumber sumber
daya ikan daya
karang
ikan di
karang
WPP di NRIWPP NRI
573 sebesar
573 sebesar
1,09 atau 1,09 atauover
sudah exploited
sudah over exploited
(indikator(indikator
warna merah)
warna (Lampiran
merah) (Lampiran
10, 11 10, 11
dan 12).dan
Ini 12).
berarti
Inidiperlukan
berarti diperlukan
pengurangan
pengurangan
upaya penangkapan
upaya penangkapanuntuk menekan
untuk menekan
tingkat tingkat
pemanfaatannya
pemanfaatannya
ke tahapan ke tahapan
yang lestari.
yang lestari.

35000 35000 WPP 573 Ikan


WPPKarang
573 Ikan Karang
2015 2015
30000 30000

25000 25000
Produksi (ton)

Produksi (ton)

20000 20000 2014 2014 2013 2013

15000 15000 2012 2012


2009 2009
2011 2011
10000 2010
10000 2010
2005 2005
2004 2004
2002 2002
5000 5000
2003 2003
0 0
0 10000
0 20000
10000 30000
20000 40000
30000 50000
40000 60000
50000 70000
60000 70000
Upaya (Unit)Upaya (Unit)

GambarGambar
III-4. Kurva
III-4. hubungan
Kurva hubungan
produksiproduksi
dan upaya
danpenangkapan
upaya penangkapan
ikan karang
ikan karang
di WPP di NRI
WPP
573NRI 573

3.4. Indikator
3.4. Indikator
Stok Stok

Nilai koefisien
Nilai koefisien
pertumbuhan
pertumbuhan
(K) ikan(K)kuniran
ikan kuniran
(Upeneus sulphureus)
(Upeneus sulphureus)
adalah 1,1adalah
per 1,1 per
tahun dan
tahun
panjang
dan panjang
asimtotik (L∞) 19,95
asimtotik (L∞cm;
) 19,95
untuk
cm;ikan
untuk
layur
ikan(Trichiurus lepturus)lepturus)
layur (Trichiurus nilai nilai
K sebesar
K sebesar
0,71 per0,71
tahunperdan L∞ adalah
tahun dan L∞109,73
adalah cm;
109,73
untuk
cm;ikan
untuk
lidah
ikan
(Cynoglossus arel) arel)
lidah (Cynoglossus
nilai K sebesar
nilai K sebesar
1,2 per tahun
1,2 perdengan
tahun nilai
dengan sebesar
L∞ nilai L∞ sebesar
43,9 cm;43,9 dancm;
untukdanikan
untuk
swanggi
ikan swanggi
(Priachanthus tayenus)tayenus)
(Priachanthus nilai K sebesar
nilai K sebesar
1,1 per tahun
1,1 perdan L∞ sebesar
tahun dan L∞ sebesar
36,23 cm.36,23
Tingkat
cm. Tingkat
pemanfaatan
pemanfaatan
atau lajuatau
eksploitasi
laju eksploitasi
jenis ikan
jenis
kuniran
ikan kuniran
berada pada
berada nilai
pada
E 0,25
nilai per
E 0,25
tahun.
per tahun.
Sementara
Sementara
ikan layur
ikan(Trichiurus lepturus),
layur (Trichiurus lepturus),
ikan lidah
ikan
danlidah
swanggi,
dan swanggi,
laju eksploitasinya
laju eksploitasinya
berada pada
beradaangka
padaEangka
> 0,5 per
E > tahun.
0,5 per tahun.

IndikatorIndikator
stok ikanstok
karang
ikan jenis
karang
kakap
jenismerah
kakap (Lutjanus gibbus) gibbus)
merah (Lutjanus menunjukkan
menunjukkan
ukuran ukuran
rata-ratarata-rata
pertamapertama
kali tertangkap
kali tertangkap
(Lc) 25,02
(Lc) cm
25,02
dancmukuran
dan ukuran
rata-ratarata-rata
pertamapertama
kali kali
matang matang
gonad (Lm)
gonadpada
(Lm)panjang
pada panjang
21,91 cm.21,91
Berarti
cm. nilai
Berarti
Lcnilai
> Lm,Lc menandakan
> Lm, menandakan
ikan ikan
jenis inijenis
yanginitertangkap
yang tertangkap
sudah pernah
sudah pernah
melakukanmelakukan
pemijahan.
pemijahan.
SementaraSementara
nilai laju
nilai laju
pertumbuhannya
pertumbuhannya
(K) 0,2 (K)
per 0,2
tahun
perdan
tahun
panjang
dan panjang
asimtotik (L∞) sebesar
asimtotik (L∞) sebesar
47,13 cm 47,13
dan cm dan
laju eksploitasi
laju eksploitasi
(E) sebagai
(E) sebagai
0,48 per0,48
tahun.
per tahun.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
35
35 35
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penyebaran udang Penaeid di WPP NRI 573 relatif sempit, terutama pada
kedalaman kurang dari 40 m di sekitar muara sungai dan perairan yang dipengaruhi
vegetasi mangroves. Lokasinya meliputi pantai selatan Binuangeun, Pangandaran,
Cilacap sampai dengan selatan Yogyakarta dan Grajagan (Selatan Jawa). Ke arah timur
sumber daya ini tersebar di Teluk Cempi dan Teluk Waworada (Nusa Tenggara Barat)
dan Teluk Kupang, serta pantai selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dan
Kabupaten Belu (Nusa Tenggara Timur).

Sumber daya lobster terutama terdapat di pantai selatan Binuangeun, Pangandaran,


Cilacap, Kebumen, Yogyakarta dan Pacitan, serta pantai selatan Bali dan Lombok.
Penyebaran kepiting berada di sekitar perairan dangkal dengan substrat berlumpur dan
di area mangroves terutama di perairan selatan Jawa Timur. Sementara penyebaran
rajungan umumnya pada perairan dengan habitat lumpur berpasir, pasir berlumpur dan
lumpur liat, banyak ditemukan di perairan pantai Pungumbahan sampai dengan Cilacap.

4.2. Komposisi Jenis

Jenis-jenis udang penaeid yang tertangkap di perairan selatan Jawa sampai dengan NTT
umumnya memiliki nilai ekonomis penting, yaitu udang dogol (Metapenaeus ensis),
udang jerbung (Penaeus merguiensis, P. orientalis dan P. chinensis), udang windu
(Penaeus monodon dan P. semisulcatus), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis,
Parapenaeopsis stylifera, Metapenaeopsis elegans, M. lysianassa) dan kelompok udang
lain-lain (Metapenaeus choromandelica, Trachypenaeus asper, Solenocera spp, rebon
dan udang-udang berukuran kecil lainnya). Komposisi jenis udang didominasi
kelompok famili Penaeidae sekitar 76,59 %, sementara jenis yang mendominasi adalah
udang dogol (M. ensis) (Gambar III-5).
Penaeidae 76.6
Metapenaeus ensis 28.8
Solenoceridae 23.4
Solenocera australiana 23.4
Penaeidae 76.6 Penaeus indicus 18.2
Penaeus monodon 11.5
Je n i s i k a n

Metepenaeus effinis 7.0


Jenis ikan

Metapenaeus stridulans 3.3


Metapenaeus eboracensis 2.8
Parapenaopsis uncta
Soleno 23.4 Metapenaopsos stridulans
2.3

1.0
Parapenaopsis uncta 0.7
Metapenaopsos stridulans 0.5
Parapenaopsis uncta 0.5
0 20 40 60 80 100 Penaeus semi sulcatus 0.0

Prosentase(%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Prosentase (%)

Gambar III-5. Komposisi jenis hasil tangkapan sumber daya udang penaeid di WPP
NRI 573

Komposisi jenis lobster didominasi oleh lobster pasir (P. homarus) sebesar 90%. Jenis
lobster lain adalah udang bambu (P. versicolor) 6%, udang batu (P. pennicilatus) 3%
dan udang mutiara (P. ornatus) 1%. Jenis kepiting yang tertangkap di perairan WPP

36 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


36
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
NRI 573 berasal dari famili Scyllaridae. Sementara jenis rajungan dari kelompok famili
Portunidae. Jenis-jenis Portunidae yang banyak ditemukan antara lain: rajungan batik
(Portunus pelagicus), rajungan totol (P. sanguinolentus) dan rajungan karang
(Charybdis feriatus).

4.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Aplikasi model surplus produksi Fox (1970) terhadap data catch dan effort udang
Penaeid di WPP NRI 573 diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
sebesar 7.340 ton dengan upaya Optimal (fopt.) sebesar 3.333 unit setara trammel net.
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau
sebesar 5.872 ton (Gambar III-6 dan Lampiran 5). Berdasarkan data Statistik Perikanan
Tangkap (2015), jumlah alat tangkap setara trammel net adalah 5.652 unit dengan
produksi udang sebesar 6.893 ton. Dengan demikian, maka tingkat pemanfaatan sumber
daya udang penaeid di WPP NRI 573 sebesar 1,70 atau sudah over exploited (indikator
warna merah) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12).

8000 WPP 573 Udang

7000 2015

6000 2013
Produksi (ton)

5000 2012
2014
2003
4000 2004
2005
3000 2010
2006
2009
2000 2008
2007
1000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar III-6. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid
di WPP NRI 573

4.3.2. Lobster

Analisis potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) dilakukan
dengan pendekatan model surplus produksi Schaefer (1957), dan diperoleh nilai dugaan
potensi lestari lobster sebesar 970 ton dengan upaya optimal sebanyak 31.152 unit
setara jaring insang tetap (set bottom gill net) (Gambar III-7 dan Lampiran 6). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebanyak 80% dari potensi lestari yaitu 776 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan (2015) tercatat jumlah setara jaring insang tetap
sebesar 18.898 unit dan produksi sebagai 951 951
ton.ton.
Tingkat
Tingkatpemanfaatan
pemanfataan lobster
berdasarkan rasio upaya aktual dan upaya optimal sebesar 0,61. Angka ini
mengindikasikan tingkat pemanfaatan berada pada tahapan fully exploited (indikator
warna kuning) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
37
37
1200 WPP 573 Lobster

1000
2015
2006 2005
800 2007 2003
Produksi (ton) 2004 2008

600 2010 2009


2011
2011 2013
400
2014

200

0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)

Gambar III-7. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster


di WPP NRI 573

4.3.3. Kepiting

Berdasarkan model surplus produksi Schaefer (1957) di perairan WPP NRI 573,
diperoleh dugaan potensi sumberdaya kepiting sebesar 526 ton (Gambar III-8 dan
Lampiran 7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
sehingga diperoleh jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 421 ton dengan upaya
Optimal setara alat tangkap bubu sebesar 36.250 unit. Upaya penangkapan kepiting
pada tahun 2015 berdasarkan data statistik Perikanan mencapai 10.245 unit setara bubu
dengan produksi sebesar 204 ton. Tingkat pemanfaatan kepiting saat ini, berdasarkan
perbandingan upaya aktual dan upaya Optimal, adalah sebesar 0,28 dan tingkat
pemanfaatannya berada pada taraf moderate (indikator warna hijau) (Lampiran 7, 10, 11
dan 12). Dengan demikian masih terbuka peluang pengembangan armada penangkapan
kepiting di WPP NRI 573.

WPP 573 Kepiting


700

2014
600

500
2013
Produksi (ton)

2001
400
2009
300 2007
2008
2005 2015
200
2010
100 2011

0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Upaya (Unit)

Gambar III-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting bakau
di WPP NRI 573

38 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


38
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
4.3.4. Rajungan

Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dianalisis
dengan pendekatan model surplus produksi Schaefer (1957), dan diperoleh dugaan
potensi lestari rajungan sebesar 3.913 ton dengan upaya optimal sebanyak 21.982 unit
setara jaring insang tetap (Gambar III-9 dan Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebanyak 80% dari potensi lestari yaitu 3.130 ton. Berdasarkan
data Statistik Perikanan (2015) tercatat jumlah jaring insang tetap sebesar 20.436 unit
dengan produksi 4.460 ton. Tingkat pemanfaatan lobster ditentukan berdasarkan rasio
jumlah upaya aktual dan upaya optimal dan didapatkan sebesar 0,98, yang
mengindikasikan pemanfaatannya sudah fully exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12).
WPP 573 Rajungan
5000
4500 2015

4000
3500 2014
Produksi (ton)

3000
2500 2013
2000
1500
1000 2011
2012 2002 2003
500 2010 2006 2008
2005
2004 2009
0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Upaya (Unit)

Gambar III-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan rajungan


di WPP NRI-573

4.4. Indikator Stok


Laju pertumbuhan (K) udang jerbung (P. merguiensis) di WPP NRI 573 sebesar 1,0 per
0,58 0,58
tahun dan nilai L∞ 66,8 mm dengan laju eksploitasi (E) sebagai per per
tahun
tahun (melebih
(melebih
Optimal, indikator warna kuning). Udang dogol (M. ensis) diperoleh nilai K sebesar
1,35 per tahun, L∞ sebesar 51,9 mm dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,58 per tahun.
Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lm) udang dogol adalah 28,88 mm dan rata-
rata ukuran pertama kali matang gonad sebesar 37,66, dengan demikian udang yang
dominan tertangkap adalah udang muda.

Panjang karapas rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) udang pasir (P. homarus)
berkisar antara 51,3 - 56,3 mm dan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
sebagai 59,9 mm. Sementara untuk udang batu (P. pennicilatus) masing-masing adalah
sebesar 60,6 mm dan 60,4 mm. Laju pertumbuhan (K) udang pasir diperoleh berkisar
antara 0,39-0,44 per tahun dan laju pertumbuhan (K) udang batu adalah 0,45 per tahun.
Panjang karapas asimtotik udang pasir berkisar antara 94,5-105 mm dan udang batu
sebesar 115,5 mm. Laju eksploitasi (E ) udang pasir berada pada angka 0,75 per tahun.
Musim pemijahan udang pasir (P. homarus) terjadi sepanjang tahun, dengan puncak
diperkirakan pada musim barat yaitu pada bulan November sampai dengan Februari.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
39
39
Musim pemijahan udang batu (P. penicillatus) juga terjadi sepanjang tahun dengan
puncak musim bulan Juli, Agustus, Januari dan April.

40 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

40
IV. WPP NRI 711: SELAT KARIMATA, LAUT NATUNA DAN LAUT CINA
SELATAN

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi

1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Sumber daya ikan pelagis kecil menyebar di seluruh wilayah perairan Laut Cina
Selatan. Dari hasil pemantauan terhadap kapal pukat cincin yang berbasis di Pemangkat
diperoleh informasi bahwa daerah penangkapan utama berada di area 02o – 04o LS dan
107o – 110o BT. Sebelumnya daerah penangkapan pukat cincin Pemangkat tidak jauh
dari basis pendaratan, yaitu di perairan sekitar Pulau Midai dan P. Timou. Seiring
dengan makin menurunnya hasil tangkapan ekspansi ke perairan lebih jauh terjadi
hingga sekitar kepulauan Natuna Besar, Pulau Selor dan Pulau Panjang. Pada musim
angin selatan armada pukat cincin Pemangkat umumnya beroperasi di sekitar Pulau
Subi dan Pulau Sugi yang berbatasan dengan Malaysia.

Daerah penangkapan kapal pukat cincin yang berbasis di Sungailiat (Pulau Bangka)
berada di perairan sekitar Pulang Bangka-Belitung, dan hanya sebagian kecil
menjangkau Selat Karimata. Khusus untuk komoditas ikan kembung, di wilayah
Kalimantan Barat daerah penangkapannya berada di sekitar Tanjung Satai dengan
lokasi penangkapan di sekitar Pulau Penebangan, Pulau Pelapis dan di sebelah barat
Pulau Maya.

Cumi-cumi merupakan komoditas potensial di Laut Cina Selatan. Daerah penangkapan


tersebar hampir di semua wilayah perairan Laut Cina Selatan. Perikanan cumi-cumi
usaha skala kecil umumnya melakukan penangkapan di wilayah yang tidak jauh dari
pulau-pulau seperti Pulau Bangka, Belitung, Kepulauan Riau dan juga wilayah pantai
Kalimantan Barat (Sei Jawi, Sei Rengas). Kapal penangkap cumi-cumi (bouke ami,
squid jigger) umumnya melakukan trip panjang dalam operasinya; daerah penangkapan
terkonsentrasi di area 109o – 115o BT dan 01o – 04o LS (Gambar IV-1).

Gambar IV-1. Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 711 pada saat musim barat
(A) dan timur (B).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
41
41
1.2. Komposisi Jenis

Terdapat enam spesies ikan pelagis kecil yang dominan dalam hasil tangkapan pukat
cincin yang bebasis di Pemangkat dan Tanjungpinang, yaitu layang (Decapterus spp.),
banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung (Rastrelliger branchysoma). Hasil
tangkapan ikan layang dari pukat cincin mencapai 39%; jenis layang yang tertangkap
adalah D. russelli dan D. macrosoma. Selar bentong (Selar crumenophthalmus)
jumlahnya mencapai 24% hasil tangkapan, sedangkan tongkol komo berkontribusi
sekitar 9% dari total hasil tangkapan (Gambar IV-2). Untuk wilayah perairan Bangka-
Belitung dan sekitarnya jenis yang dominan tertangkap adalah selar kuning (Selaroides
leptolepis) dan selar bentong.

Berdasarkan data statistik pendaratan WPP NRI 711 mengindikasikan bahwa cumi-
cumi merupakan target penangkapan bouke ami dan jumlahnya mencapai 79% dari total
hasil tangkapan yang didaratkan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
setidaknya terdapat 4 (empat) jenis cumi-cumi dijumpai di Laut Cina Selatan, yaitu
Loligo Chinensis, L. singha lensis, L. edulis dan L. duvaucelli.

Layang 39
Selar bentong 24
Tongkol abu-abu 9
Layur 8
Tongkol komo 7
Jenis ikan

Geronggong 4
Tembang 3
Bawal hitam 2
Cumi-cumi 2
Kembung 1
Ikan lainnya 1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Prosentase (%)

Gambar IV-2. Komposisi jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap pukat cincin di WPP
NRI 711.

1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Hasil analisis data pemeruman dengan menggunakan metode akustik di perairan Laut
Cina Selatan menunjukkan bahwa ikan pelagis kecil terdeteksi di semua kolom air
mulai dari permukaan sampai kedalaman 75 m. Pada kolom perairan antara permukaan
sampai dengan kedalaman 25 m kisaran ukuran panjang ikan antara 14,0-16,0 cm lebih
dominan dibandingkan dengan di strata kedalaman di bawah 25 m hingga 75 m. Pada
strata di bawah 25 m hingga kedalaman 75 m ditemukan hampir semua kelas ukuran
ikan, mulai dari 14,0 cm hingga 32,0 cm. Untuk kelompok ukuran ini didominasi oleh
ikan yang memiliki pajang lebih kecil dari 20 cm.

Hasil analisis data akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sumber daya ikan pelagis kecil sebesar 330.284 ton/tahun. Karena keterbatasan
metode, maka upaya optimal (fopt.) dianalisis dengan model surplus produksi dan

42 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
42
diperoleh nilai sebesar 4.279 unit alat tangkap standar pukat cincin. Nilai upaya (f)
aktual sebesar 7.631 unit dengan produksi (Cakt.) sebesar 153.464 ton. Dengan demikian
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestari atau
sebesar 264.227 ton/tahun. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di WPP
Laut Cina Selatan mencapai 1,41 (Lampiran 1, 10, 11 dan 12). Nilai ini
mengindikasikan bahwa telah terjadi pemanfaatan yang berlebih (over exploited)
(indikator warna merah) pada sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 711.
Diperlukan penataan upaya dalam pengelolaan sumber daya ikan pelagis kecil,
disarankan dengan mengurangi jumlah upaya yang ada saat ini.

1.3.2. Cumi-Cumi

Analisis dengan menggunakan Model Surplus Produksi terhadap data catch dan effort
cumi-cumi di WPP NRI 711 tahun 2001-2015, diperoleh nilai dugaan potensi lestari
(Maximum Sustainable Yield) sebesar 23.499 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.)
sebesar 4.264 unit alat tangkap standar bagan perahu. Untuk kurun waktu yang sama
diperoleh nilai upaya aktual sebesar 7.856 unit, dengan produksi (Cakt.) sebesar 8.312
ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya
atau sebesar 18.799 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 711
pada tahun 2015 sebesar 1,80 atau sudah pada taraf over exploited (indikator warna
merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12), sehingga diperlukan pengurangan upaya agar
tercapai sumber daya cumi-cumi yang berkelanjutan.

1.4. Indikator Stok

Kisaran ukuran panjang cagak (Fork Length=FL) ikan layang (Decapterus russelli)
antara 12,8-24,8 cm. Modus ukuran didapat pada kelas panjang 17,5-18 cm. Nilai
ukuran rata-rata tertangkap (Lc) 18,3 cm, nilai Lm 17,4 cm. Nilai dugaan panjang
infiniti (L∞) 22 cm, sedangkan dugaan koefisien pertumbuhan (K) = 0,82 per tahun.
Nilai koefisien kematian total (Z) 3,86 per tahun. Nilai dugaan koefisien kematian
alaminya (M) adalah 1,66 per tahun. Nilai dugaan koefisien kematian karena
penangkapan (F) dapat diduga dengan cara mengurangkan nilai koefisien kematian total
(Z) terhadap koefisien kematian alami (M), yakni sebesar 2,2/tahun.

Ikan bentong (Selar crumenophthalmus) memiliki kisaran ukuran panjang antara 13,8-
23,8 cm dengan modus 18,0-18,5 cm. Nilai panjang pertama kali matang gonad (Lm)
19,1 cm dan ukuran panjang pertama kali tertangkap (Lc) 18,6 cm. Dugaan panjang
infiniti (L∞) 25,3 cm. Dugaan koefisien pertumbuhan (K) 0,58/tahun. Pendugaan
mortalitas total (Z) diperoleh sebesar 3,86 per tahun, sedangkan nilai mortalitas alami
(M) 1,66 per tahun, sedangkan mortalitas penangkapan (F) sebesar 2,2 per tahun. Nilai
laju eksploitasi (E) sebesar 0,57 per tahun.

Ikan kembung (Rastrelliger brachysoma) yang tertangkap jaring insang dan pukat
cincin kisaran panjang tubuhnya 15,3-19,3 cm. Ukuran panjang pertama kali tertangkap
(Lc) 17 cm. Hasil analisa parameter populasi menunjukkan panjang infiniti (L∞) 20 cm
dengan laju pertumbuhan (K) 0,84 per tahun. Berdasarkan kurva konversi panjang
terhadap hasil tangkapan diperoleh bahwa laju kematian total (Z) 3,29 per tahun dan
laju kematian alamiah (M) 1,82/tahun serta laju kematian akibat penangkapan (F)

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
43
43
sebesar 1,48/tahun, sementara nilai laju eksploitasi (E) sebagai 0,45 per tahun.
Perspektif indikator stok senada dengan holistik, yang menunjukkan bahwa
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 711 sudah berada dalam
tahapan over exploited dan perlu dilakukan pengurangan upaya penangkapan.

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Sumber daya ikan pelagis besar dalam hal ini dibatasi untuk kelompok ikan non tuna.
Daerah penyebaran kelompok ikan pelagis besar utamanya di perairan Laut Cina
Selatan bagian utara (ZEEI), wilayah perairan tersebut cukup dalam dan bersifat
oseanik. Sebagian lagi tersebar di perairan bagian selatan yang memiliki perairan agak
dangkal dan bersifat neritik serta banyak terdapat pulau-pulau. Populasi pelagis besar di
perairan bagian selatan Laut Cina Selatan lebih sedikit. Perairan Laut Cina Selatan
merupakan daerah penangkapan armada perikanan pukat incin yang berasal dari
wilayah pantai utara Jawa. Disamping itu juga merupakan daerah penangkapan
potensial bagi nelayan lokal, usaha skala kecil-menengah yang tersebar di beberapa
wilayah seperti perairan Bangka-Belitung di bagian selatan, Kepulauan Riau di bagian
tengah dan nelayan barat Kalimantan (Pemangkat, Ketapang, P. Natuna, dll.).

2.2. Komposisi Jenis

Jenis ikan pelagis besar yang banyak dimanfaatkan nelayan di perairan Laut Cina
Selatan adalah kelompok ikan tuna neritik seperti jenis tongkol krai (Auxis thazard),
tongkol komo/kawa-kawa (Euthynus affinis) dan tongkol abu-abu (Thunnus tonggol).
Sementara untuk jenis tenggiri terdiri atas tenggiri batang (Scomberomorus commerson)
dan tenggiri papan (S. guttatus). Jenis ikan lain yang juga menjadi target penangkapan
adalah ikan cucut/hiu dan ikan lemadang. Secara keseluruhan, komposisi jenis ikan
pelagis besar di WPP NRI 711 terdiri dari lebih dari 9 jenis dan yang lebih dominan
sekitar 39,1% adalah ikan tenggiri (Scomberomorus spp.) (Gambar IV-3).
Tenggiri 39

Tongkol krai 39

Tongkol komo 12.2


Tongkol abu-abu 3.8
Jenis ikan

Cucut lanyam 2.8

Cucut tikus 1.5


Cucut botol 1.5

Cucut martil 0.2

Layaran 0.1

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0
Prosentase (%)

Gambar IV-3. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 711

44 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

44
2.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Pendugaan stok sumber daya ikan pelagis besar menggunakan metode akustik diperoleh
nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 185.855 ton per tahun dan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau
sebesar 148.684 ton per tahun (Lampiran 2). Mengingat tidak tersedianya keluaran data
upaya optimal dalam analisis akustik, maka untuk menduga upaya optimal (fopt.)
digunakan model surplus produksi Schaefer (1957) dan diperoleh hasil sebesar 17.504
unit setara jaring insang. Mengacu pada data Statistik Perikanan, pada tahun 2015
diketahui jumlah alat tangkap jaring insang (fakt.) sebesar 16.238 unit dan produksi
perikanan pelagis besar (Cakt.) sebesar 74.374 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis besar di WPP 711 mencapai nilai 0,93. Dengan status nilai tersebut,
menunjukkan bahwa upaya pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI
711 telah berada dalam tahapan fully-exploited (indikator warna kuning,) atau telah
berada pada tahapan jenuh (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).

2.4. Indikator Stok

Indikator stok yang diperoleh dari hasil penelitian tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-
rata panjang pertama kali matang gonad (Lm) untuk tenggiri papan adalah 48,5 cm,
untuk tenggiri batang sebesar 81,0 cm, untuk tongkol komo sebesar 39,4 cm dan untuk
ikan tongkol abu-abu sebesar 48,5 cm. Rata-rata ukuran panjang pertama kali
tertangkap (Lc) ikan tenggiri papan sebesar 42,5 cm, tenggiri batang sebesar 66,0 cm,
tongkol komo sebesar 46,1cm dan tongkol abu-abu sebesar 54,8 cm. Nilai laju
pertumbuhan (K) ikan tenggiri papan sebagai 0,56 per tahun, L∞ sebesar 77,7 cm dan
nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,73 per tahun, untuk ikan tenggiri batang diperoleh
nilai K sebagai 0,53 per tahun, L∞ sebesar 131,1 cm dan nilai E sebesar 0,62, untuk ikan
tongkol komo diperoleh nilai K sebesar 0,36 per tahun, L∞ sebesar 73,1 cm dan nilai E
sebesar 0,46, serta untuk ikan tongkol abu-abu diperoleh nilai E sebesar 0,63.

Musim pemijahan ikan tenggiri papan berlangsung dua kali, yang pertama pada bulan
Januari dan yang kedua pada bulan Agustus. Musim pemijahan ikan tenggiri batang
juga berlangsung pada bulan Januari dan yang kedua pada bulan Oktober.

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Perairan Laut Cina Selatan merupakan daerah penangkapan potensial untuk sumber
daya ikan demersal dan ikan karang. Perairan ini merupakan bagian dari wilayah
Paparan Sunda (Sunda shelf) yang memiliki kedalaman relatif dangkal di bagian selatan
dan perairan laut dalam di bagian utara. Tipe dasar perairan terdiri dari lumpur, pasir
campur lumpur dan pasir. Di wilayah perairan bagian barat Kalimantan dan sebelah
utara Bangka-Belitung banyak dijumpai sponge yang mengindikasikan perairan
berkarang.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
45

45
Daerah penyebaran ikan demersal terutama di perairan dengan kisaran kedalaman 10-50
m. Hal ini ditunjukkan rata-rata laju tangkap pada kedalaman perairan tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan kedalaman perairan lainnya. Kategori ikan large food-fish,
dengan berat >200 gram/ekor, maupun small food fish banyak terkonsentrasi di
kedalaman antara 20-30 m. Sementara penyebaran ikan demersal yang berukuran kecil
dan berasosiasi dengan massa air payau terutama terdapat di muara sungai besar dan
kecil di daerah Jambi dan Riau, serta di pantai barat Kalimantan mulai dari perairan
Pemangkat di sebelah utara sampai dengan Ketapang di sebelah selatan. Hasil
pengamatan di muara Sungai Kapuas (Sei Kakap, perairan Batu Ampar) dan muara
sungai Mempawah di barat Kalimantan serta di perairan Indragiri Hilir (Riau), terdapat
3 jenis alat tangkap yang bersifat pasif/menetap (tidal trap nets) yaitu gombang, jermal,
dan kelong. Ketiga jenis alat tersebut biasanya menangkap ikan demersal dan udang
yang berukuran kecil. Hasil tangkapan didominasi oleh ikan-ikan yang masih berukuran
kecil (juvenile) dari jenis kuniran, tiga waja, peperek dan beloso.

Daerah penangkapan ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan berbasis ekosistem
dan bersifat mengelompok, oleh karenanya nelayan dari setiap basis penangkapan lebih
fokus pada daerah penangkapan terdekat. Kondisi unit penangkapan yang relatif kecil
menjadikan jangkauan daerah penangkapan yang rendah sehingga tekanan penangkapan
yang tinggi tetap terjadi di wilayah pesisir oleh perikanan yang bersifat konvensional
seperti bubu, pancing, jaring insang dll. Perairan di wilayah offshore praktis hanya
menjadi daerah penangkapan armada perikanan besar untuk alat tangkap pukat serta
jaring insang yang basisnya di daerah sekitar Laut Cina Selatan.

3.2. Komposisi Jenis

Jenis ikan demersal yang mendominasi hasil tangkapan di perairan Laut Cina Selatan
adalah kurisi pasir (Nemipterus spp.), ekor kuning (Caesio cuning), gulamah
(Sciaenidae), kaci-kaci/kaneke/seminyak (Diagramma punctatum/D. pictum), kuwe
(Caranx spp.; Carangodes spp.; Seriola rivoliana.), pari (Aetoplatea zonora; Dasyatis
kuhlii; Paeniuralymha sp), kakap merah (Lutjanus malabaricus), jenaha (L. johnii),
tanda-tanda (L. vitta), bawal hitam (Formio niger), nuri (Choerodon spp), kerapu/sunu
(Epinephelus sexfasciatus; Epinephelus areolatus; Plectropomus maculates), remang
(Muraenesox cinereus), manyung (Arius thalasinus), kapas-kapas (Gerres kapas),
kakatua (Scarus spp.), biji nangka/kuniran (Parupeneus chrysopleuron), ayam-ayam
(Abalistes stellatus), dan lencam (Lethrinus lentjan). Survei Kapal Riset Madidihang 2
yang mengoperasikan jaring trawl pada tahun 2016, diperoleh komposisi ikan demersal
seperti disajikan pada Gambar IV-4.

Jenis hasil tangkapan dominan adalah jenis ikan peperek dan ikan kakap. Berdasarkan
famili maka hasil tangkapan didominasi oleh peperek (Leiognathidae), kurisi
(Nemipteridae) dan bambangan (Lutjanidae).

Jenis-jenis ikan yang digolongkan ke dalam kelompok ikan karang antara lain: ekor
kuning, ikan napoleon, kerapu, karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur,
kerapu sunu, dan beronang. Didapatkan 3 jenis ikan karang konsumsi yang dominan di
wilayah WPP NRI 711 yakni ekor kuning, kerapu karang dan ikan baronang.

46 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

46
Leiognathidae 42.1
Nemiptheridae 8.3
Lutjanidae 6.4
Muli dae 5.8
Tetraodonthidae 5.5

Jenis ikan
Haemulidae 4.7
Serranidae 4.2
Harpodontidae 2.4
Paltychepalidae 2.3
Gerreidae 1.9
Ikan lainnya 16.6

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0
Prosentase (%)

Gambar IV-4. Komposisi jenis ikan demersal hasil sampling dengan jaring trawl di
WPP NRI 711

3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Hasil analisis data akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) ikan demersal sebesar 131.070 ton/tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 104.856 ton/tahun (Lampiran 3).
Mengingat tidak tersedianya keluaran data upaya optimal dalam analisis akustik, maka
untuk menduga upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus produksi Schaefer (1957)
dan diperoleh upaya optimal tahun 2015 sebesar 16.940 unit setara alat tangkap standar
jaring insang, dan jumlah alat tangkap yang beroperasi (F aktual) 10.269 unit setara
jaring insang dengan produksi (Cakt.) sebagai 184.992 ton. Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan demersal di WPP NRI 711 mencapai nilai 0.61 atau fully exploited (indikator
warna kuning) (Lampiran 3). Dengan nilai tingkat pemanfaatan tersebut, maka untuk
pengembangan upaya pemanfaatan dipertahankan melalui monitoring ketat.

3.3.2. Ikan Karang

Dari hasil analisis data catch dan effort tahun 2002-2015 untuk ikan karang di WPP NRI
711 diperoleh nilai potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar 20.625
ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 10.155 unit standar alat tangkap pancing
ulur dan upaya aktual 15.563 unit serta produksi sebesar 35.264 ton (Gambar IV-5 dan
Lampiran 4). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi
lestarinya yaitu sebesar 16.410 ton/tahun. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
karang di WPP 711 telah mencapai nilai 1,53 yang mengindikasikan bahwa upaya
pemanfaatan saat ini telah melebihi upaya optimal dan telah terjadi over exploited
(indikator warna merah). Dengan nilai tingkat pemanfaatan yang tinggi tersebut, maka
harus dilakukan pengurangan upaya pemanfaatan sumber daya ikan karang di WPP NRI
711.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
47
47
WPP 711 Ikan Karang
30000
2014 2013 2015
2006
2008
25000
2011
2001 2009
Produksi (ton) 20000
2003 2010
2002 2007
15000

10000

5000

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar IV-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 711

3.4. Indikator Stok

Hasil analisis data panjang beberapa jenis ikan demersal diperoleh nilai kisaran panjang
ikan peperek (Leiognathus bindus) antara 5,5-8,0 cm; ikan kuniran (Upeneus
sulphureus) berkisar 10,5-15,0 cm dan swanggi (Priachantus tayenus) 6,0-25,0 cm.
Untuk ikan kerapu sunu (Plectropomus maculatus) kisaran panjang antara 16,0-73,0
cm, dengan ukuran panjang rata-rata 38,79 cm. Nilai Lc = 43,7 cm.

Berdasarkan hasil analisis data ukuran panjang ikan kakap merah (Lutjanus
malabaricus) diperoleh nilai laju pertumbuhan (K) 0,3 per tahun, laju kematian total (Z)
1,55 per tahun dan laju kematian alamiah (M) 0,45/tahun serta nilai laju kematian
akibat penangkapan (F) sebesar 1,10/tahun. Dugaan laju eksploitasi (E) untuk sumber
daya ikan kakap merah sebesar 0,71.

Ikan kakap jenis Lutjanus vitta memiliki kisaran panjang antara 11,0-36,0 cm, dan
memiliki nilai panjang pertama kali tertangkap (Lc) = 23,65 cm. Hasil analisa parameter
populasi menunjukkan nilai laju pertumbuhan (K) 1,6 per tahun, laju kematian total (Z)
2,88 per tahun dan laju kematian alamiah (M) 2,29/tahun serta laju kematian akibat
penangkapan (F) sebesar 0,60/tahun. Nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,21.

Untuk ikan ekor kuning (Caesio cuning) hasil analisis terhadap data frekuensi panjang
memiliki nilai Lc pada kisaran 19,84-26,0 cm. Hasil analisa parameter populasi
menunjukkan nilai laju pertumbuhan (K) 0,68 per tahun, laju kematian total (Z) 1,97 per
tahun dan laju kematian alamiah (M) 1,23/tahun serta laju kematian akibat
penangkapan (F) sebesar 0,74/tahun. Nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,38.

Ikan kurisi (Nemipterus peronii) nilai Lc adalah 18,89 cm, dengan nilai koefisien
pertumbuhan (K) 0,85. Laju kematian total (Z) 3,43 per tahun dan laju kematian
alamiah (M) 1,73/tahun serta laju kematian akibat penangkapan (F) sebesar 1,73/tahun.
Nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,5.

48 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
48
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1. Penyebaran dan Daerah Penyebaran

Sumber daya udang penaeid menyebar di berbagai kedalaman terutama di kedalaman


kurang dari 30 m, pada habitat dengan dasar perairan berupa lumpur atau pasir campur
lumpur, dan umumnya masih dipengaruhi oleh massa air tawar (freshwater discharge).
Daerah penangkapannya menyebar di perairan pantai Pemangkat, Singkawang,
Mempawah, Ketapang, pantai timur Sumatera. Sedang di perairan Laut Cina Selatan
sebelah utara banyak dijumpai dasar perairan berpasir dan berkarang yang cocok untuk
habitat lobster. Penangkapan udang penaeid di perairan Laut Cina Selatan dilakukan
menggunakan trammel net (jaring tiga lapis), jaring insang, pukat tarik dan lampara
dasar. Trammel net dan jaring insang banyak dioperasikan di perairan Laut Cina Selatan
bagian barat (Bangka, Belitung, Sumatera Selatan), sementara pukat tarik/dogol dan
lampara dasar lebih umum dioperasikan oleh nelayan di wilayah Kalimantan Barat.

Penyebaran sumber daya rajungan tersebar pada perairan dengan habitat lumpur
berpasir, pasir berlumpur dan lumpur liat sesuai dengan siklus hidupnya. Preferensi
habitat rajungan dewasa lebih menyukai substrat bertekstur lumpur berpasir atau pasir
pada perairan dangkal hingga kedalaman kurang dari 50 m. Rajungan muda lebih
menyukai perairan bersubstrat lumpur liat di sekitar perairan mangroves. Daerah
sebaran sumber daya rajungan di WPP NRI 711 adalah di sepanjang pantai Kalimatan
Barat, Jambi, Riau Kepulauan, Sumatera Selatan dan Bangka-Belitung.

Sumber daya lobster adalah jenis lobster yang hampir sepanjang hidupnya terdapat di
perairan batu karang dan terumbu karang di sepanjang pantai dan teluk-teluk.
Penyebaran lobster di WPP NRI 711 relatif cukup luas mengingat habitat di perairan ini
banyak terdapat perairan terumbu karang terutama di perairan Laut Cina Selatan bagian
utara. Daerah penyebaran lobster di WPP NRI 711 antara lain perairan pantai Barat
Daya Kalimantan Barat, Kepulauan Tambelan, Kepulauan Natuna dan Kepulauan
Anambas.

Penyebaran sumber daya kepiting bakau umumnya berada di sekitar perairan


mangroves. Wilayah penyebaran sumber daya kepiting berada di sekitar perairan Paloh
dan Kuala Tungkal. Sumber daya kepiting (Scylla spp) di WPP NRI 711 umumnya
dimanfaatkan nelayan dengan mengoperasikan alat tangkap bubu dan jenis perangkap
lain.

4.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang penaeid di perairan bagian barat Laut Cina Selatan (timur
Sumetara) dan timur (barat Kalimantan Barat) relatif tidak berbeda. Hasil tangkapan
terdiri dari jenis udang putih (Penaeus indicus; Metapenaeus tenuipes), udang dogol
(Metapenaeus ensis; M. affinis), udang windu (Penaeus monodon), udang flower
(Penaeus semisulcatus), udang peci (Penaeus merguiensis), udang sudu (Metapenaeus
brevicornis), udang merah (Metapenaeopsis sp.) dan jenis udang ket (Parapenaeopsis
scluptilis).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
49
49
Jenis udang yang mendominasi hasil tangkapan adalah udang putih dan udang merah
(Gambar IV-6). Sementara udang yang bernilai ekonomis tinggi seperti udang
jerbung/wangkang (Penaeus merguiensis) dan dogol (Metapenaeus affinis) tertangkap
dalam jumlah relatif kecil. Jenis udang putih tercatat mencapai 71 % dari total produksi
udang yang didaratkan.

Udang putih 34

Udang merah 32

Udang sudu 18
Jenis ikan

Udang ket 10

Udang dogol 5

Udang peci 1

0 5 10 15 20 25 30 35 40
Prosentase (%)

Gambar IV-6. Komposisi jenis udang penaeid yang tertangkap di WPP NRI 711

Jenis-jenis lobster Palinuridae yang terdapat di WPP NRI 711 antara lain udang bambu
(Panulirus versicolor), udang batu (P. penicillatus), udang pasir (P. homarus), udang
mutiara (P. ornatus), udang batik/udang bintik seribu (P. longipes) dan udang pakistan
(P. polyphagus). Selain famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari famili
Scyllaridae terutama jenis Thennus orientalis, Scyllarides squomosus dan Parribacus
spp. Diantara jenis-jenis tersebut jenis yang dominan adalah jenis P. polyphagus, P.
longipes dan T. orientalis.

Jenis kepiting yang tertangkap di perairan Laut Cina Selatan adalah jenis kepiting bakau
merah (Scylla olivacea) dan kepiting bakau hijau (Scylla serrata). Alat tangkap yang
paling dominan digunakan untuk menangkap kepiting di perairan Laut Cina Selatan
adalah bubu.

Jenis rajungan di perairan Laut Cina Selatan adalah dari kelompok famili Portunidae.
Jenis-jenis Portunidae yang banyak ditemukan antara lain: rajungan batik (Portunus
pelagicus), rajungan totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus) dan
kepiting batu (C. afinis). Diantara jenis-jenis tersebut rajungan batik (P. pelagicus)
adalah jenis paling dominan dan memiliki nilai ekonomis tinggi.

4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Dengan mengaplikasikan Model Surplus Produksi pada data catch dan effort periode
2001-2015 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) sebesar
62.342 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 94.371 unit standar trammel net
(Gambar IV-7 dan Lampiran 5). Nilai upaya aktual (fakt.) sebesar 49.657 unit trammel
net dengan produksi (Cakt.) sebesar 29.999 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya atau sebesar 49.873 ton/tahun (Lampiran 5).

50 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


50
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
Dengan kondisi demikian maka upaya aktual tahun 2016 tercatat belum melebihi upaya
Optimal lestari. Tingkat pemanfaatan sumber daya udang penaeid sebesar 0,53 atau
masih berada dalam tahapan pemanfaatan yang mendekati penuh (fully-exploited)
(indikator warna kuning) yang berarti upaya penangkapan dipertahankan dengan
monitor ketat.

90000 WPP 711 Udang


80000
70000
2003
60000 2004
Produksi (ton)

2014 2011
50000
2008 2012
40000 2010
2005 2007
30000 2006
2015
20000
10000
0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar IV-7. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid di
WPP NRI 711

4.3.2. Lobster

Potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt. ) dilakukan dengan
pendekatan model produksi surplus dari Schaeffer (1957) terhadap data catch dan effort
tahun 2001 sampai dengan 2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi lestari
sebesar 1.421 ton dengan upaya optimal sebanyak 21.767 unit setara jaring insang tetap
(set bottom gill net). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh sebanyak
80% dari potensi lestari yaitu 1.137 ton (Gambar IV-8 dan Lampiran 6). Berdasarkan
data Statistik Perikanan, tahun 2015 tercatat jumlah jaring insang tetap sebesar 11.802
unit sehingga dapat diketahui tingkat pemanfataan lobster berdasarkan rasio upaya
aktual terhadap upaya optimal yaitu 0,54 (indikator warna kuning) (Lampiran 6, 10, 11
dan 12). Nilai ini menggambarkan bahwa pemanfaatan sumber daya lobster berada pada
posisi medekati penuh (fully-exploited), sehingga perlu kehati-hatian untuk
pengembangannya.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
51

51
2500 WPP 711 Lobster
2014

2000

2015 2014

Produksi (ton)
1500
2012
1000

500 2006 2007


2005

0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)

Gambar IV-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster di WPP NRI
711

4.3.3. Kepiting

Berdasarkan analisis dengan menggunakan model produksi surplus, model Schaeffer


(1957) di perairan WPP NRI 711, diperoleh dugaan potensi sumber daya kepiting
sebesar 2.318 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi sehingga diperoleh jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 1.854 ton
dengan upaya Optimal menggunakan alat tangkap bubu sebesar 10.765 unit (Gambar
IV-9 dan Lampiran 7). Upaya penangkapan (fakt.) kepiting pada tahun 2015 berdasarkan
data statistik mencapai 11.774 unit dan produksi sebesar 2.857 ton (Lampiran 7).
Tingkat pemanfaatan kepiting berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan upaya
Optimal, diperoleh sebesar 1,09 (indikator warna merah) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12).
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan kepiting bakau di perairan WPP NRI
711 telah over exploited, sehingga perlu dilakukan pengurangan upaya.

WPP 711 Kepiting


3000
2015

2500 2004

2000
Produksi (ton)

1500

1000

500 2014
2012 2007
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)

Gambar IV-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting bakau di
WPP NRI 711

52 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


52
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
4.3.4. Rajungan

Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dianalisis
dengan pendekatan model produksi surplus dari Schaeffer (1957) terhadap data catch
dan effort tahun 2001 sampai dengan 2015. Nilai dugaan potensi lestari rajungan
diperoleh sebesar 9.711 ton dengan upaya optimal sebanyak 14.080 unit setara jaring
insang tetap (Gambar IV-10 dan Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) diperoleh sebanyak 80% dari potensi lestari yaitu 7.769 ton. Berdasarkan data
Statistik Perikanan, tahun 2015 tercatat jumlah jarring insang tetap sebesar 16.618 unit
sehingga dapat diketahui tingkat pemanfataan rajungan yaitu 1,18 (indikator warna
merah). Hal ini mengindikasikan pemanfaatan sumber daya rajungan di perairan Laut
Cina Selatan telah berada dalam tahapan over exploited dan harus segera dilakukan
pengurangan upaya (Lampiran 8, 10, 11 dan 12).

WPP 711 Rajungan


16000
2015
14000

12000

10000
Produksi (ton)

2010
8000
2013
2014
6000 2011 2012

4000 2009 2008


2003
2000 2006 2007
2005
2004
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)

Gambar IV-10. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan rajungan di WPP
NRI 711.

4.4. Indikator Stok

Pengamatan terhadap struktur ukuran beberapa jenis udang penaeid, diperoleh informasi
bahwa sumber daya udang di perairan barat Kalimantan Barat memiliki ukuran yang
lebih besar dibandingan perairan timur Sumatera. Faktor lingkungan dengan pengaruh
air tawar (sungai yang bermuara) di barat Kalimantan Barat diduga mempengaruhi
kondisi ini. Udang Peneaeus merguiensis yang tertangkap di perairan timur Sumatera
umumnya berukuran relatif lebih besar dibandingkan yang berada di barat Kalimantan
Barat, diduga disebabkan penggunaan alat tangkap (trammel net di timur Sumatera dan
lampara dasar di barat Kalimantan Barat).

Rata-rata ukuran karapas pertama kali tertangkap (Lc) udang jenis P. merguensis adalah
22,7 mm dan ukuran pertama kali matang gonad sebagai 33,6 mm. Untuk udang jenis P.
indicus nilai Lc nya 29,4 mm dan nilai Lm 32,4 mm. Udang jenis M. ensis ukuran
pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang 48,1 mm dan ukuran pertama kali matang
gonad (Lm) pada ukuran 64,9 mm. Udang jenis M. affinis ukuran Lc nya 21,9 mm dan

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
53
53
nilai Lm 27,6 mm. Udang M. breviconis nilai Lc adalah 16,2 mm sementara nilai Lm
nya 23,2 mm. Ini berarti bahwa ukuran rata rata panjang karapas udang penaeid yang
tertangkap di perairan Laut Cina Selatan mengindikasikan belum pernah melakukan
pemijahan. Tingginya hasil tangkapan udang dengan nilai ukuran rata rata panjang
karapas < Lm, dapat menyebabkan penurunan stok sumber daya akibat terhambatnya
proses penambahan baru.

Nilai laju pertumbuhan (K) udang jerbung (P. merguiensis) sebagai 1,24 per tahun, L∞
sebagai 48,8 mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebagai 0,77 per tahun, sementara untuk
udang dogol (M. affinis) diperoleh nilai K sebagai 1,34 per tahun, L∞ sebesar 37,8 mm
dan nilai E sebesar 0,60 per tahun. Untuk udang sudu (M. brevicornis) diperoleh nilai K
sebagai 1,24 per tahun, L∞ sebesar 32,7 mm dan nilai E sebesar 0,74 per tahun.

Ukuran lebar karapas rata-rata matang gonad (Lm) diperoleh sebesar 122,5 mm dan
lebar karapas rata-rata tertangkap (Lc) rajungan diperoleh sebesar 112,7 mm. Hasil
pendugaan parameter pertumbuhan rajungan diperoleh lebar karapas asimtotik (CW∞ )
sebesar 182 mm dan laju pertumbuhan (K) sebesar 1,19 per tahun. Nilai laju eksploitasi
(E) rajungan adalah 0,58. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan rajungan
sudah melebihi tahapan yang lestari. Secara umum kondisi sumber daya udang penaeid
di perairan Laut Cina Selatan membutuhkan kebijakan pengelolaan dengan prinsip
kehati-hatian agar diperoleh manfaat yang optimal serta keberlanjutan sumber daya dan
usahanya.

54 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

54
V. WPP NRI 712: LAUT JAWA

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi

1.1. Penyebaran/Daerah Penangkapan

Stok sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 712 tersebar tidak merata; secara
alamiah kawanan ikan (schooling) terutama berada di sekitar pulau-pulau yang
merupakan daerah penangkapan utama dari armada pukat cincin besar dan sedang, yaitu
dari perairan Kep. Karimunjawa di sebelah barat, P. Bawean, Kep. Masalembo dan P.
Matasiri di sebelah timur (Gambar V-1). Di zona tradisionil sepanjang pantai utara Jawa
juga merupakan daerah penangkapan dari armada usaha skala kecil, terutama pukat
cincin mini Jawa Timur (Gresik, Tuban, Lamongan) dan Rembang (Tasik Agung,
Karang Anyar, Pandangan dan Sarang). Selain di zona pantai (neritik) armada pukat
cincin mini Rembang juga beroperasi di perairan sekitar pulau-pulau yang sama dengan
daerah penangkapan utama pukat cincin besar-sedang. Ditengarai penurunan stok
sumber daya ikan pelagis telah mengakibatkan berkurangnya upaya penangkapan di
Laut Jawa dan berpindah ke luar Laut Jawa (Natuna dan Kota Baru).

Gambar V-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 712

Sumber daya cumi-cumi di perairan WPP NRI 712 telah dimanfaatkan sejak lama,
utamanya oleh usaha perikanan skala kecil. Penangkapan cumi-cumi dilakukan hampir
di seluruh area. Daerah penangkapan perikanan cumi usaha kecil, dengan trip
penangkapan pendek/harian umumnya di wilayah perairan yang tidak jauh dari
pangkalannya. Untuk armada perikanan cumi-cumi usaha skala besar (trip panjang)
daerah penangkapan meliputi perairan utara Cirebon – Indramayu, selatan Kalimantan,
perairan Pulau Bawean (03–04° LS dan 110–114° BT) dan perairan Kangean (Gambar
V-2).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
55

55
Gambar V-2. Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 712

1.2. Komposisi Jenis

Sumber daya ikan pelagis kecil di Laut Jawa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
komunitas ikan pelagis kecil pantai (Sardinella spp., Rastrelliger brachysoma,
Dusumieria acuta, Selar spp.) dan ikan pelagis kecil neritik dan oseanik (D. russelli, D.
macrosoma, Selar crumenophthalmus, R. kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis
cordyla). Berdasarkan kondisi perikanan yang berkembang ikan layang (Decapterus
spp.) tetap merupakan hasil tangkapan utama dengan persentase (48%) (Gambar V-3).

Layang 48
Siro 11
Banyar 8
Bentong 7
Jenis ikan

Tongkol 5
Tembang 4
Bawal 1
Tenggiri 0.5
Ikan lainnya 15.5

0 10 20 30 40 50 60
Pros entas e (%)

Gambar V-3. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di WPP NRI 712

1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Berdasarkan survei menggunakan metode akustik diperoleh angka potensi lestari stok
sumber daya ikan pelagis kecil sebesar 364.663 ton, dengan nilai JTB (80% dari angka
potensi) sebesar 291.730 ton. Berdasarkan data statistik perikanan diperoleh nilai upaya
penangkapan aktual (fakt.) sebesar 4.275 setara pukat cincin. Analisis upaya
penangkapan periode 2001-2015 dilakukan dengan metode surplus produksi Schaefer
(1957), dan diperoleh nilai upaya Optimal (fopt.) untuk WPP NRI 712 dengan alat
standar pukat cincin sebesar 11.374 unit (Lampiran 1). Tingkat pemanfaatan sumber

56 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


56
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
daya ikan pelagis kecil sebesar 0,38 (indikator warna hijau) (Lampiran 1, 10, 11 dan
12). Berdasarkan dugaan tingkat pemanfaatan tersebut maka statusnya tergolong
moderate dan masih terbuka peluang pengembangan upaya penangkapan ikan pelagis
kecil di WPP NRI 712.

1.3.2. Cumi-Cumi

Analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya cumi-cumi
di WPP NRI 712 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield)
sebesar 126.554 ton/tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya atau sebesar 101.244 ton serta jumlah upaya optimal (fopt.)
sebesar 5.529 unit standar pancing cumi (Lampiran 9). Berdasarkan data statistik
perikanan tahun 2015 diperoleh nilai upaya penangkapan (f akt.) sebesar 11.192 setara
dengan unit pancing cumi dengan angka produksi (C akt.) sebesar 111.559 ton. Dengan
demikian, tingkat pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 712 sebesar 2.0
atau sudah mengalami over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 9,10, 11 dan
12), sehingga diperlukan segera pengurangan upaya pemanfaatannya.

1.4. Indikator Stok

Indikator stok yang diperoleh dari penelitian tahun 2016 terhadap sumber daya ikan
pelagis kecil menunjukkan bahwa untuk jenis ikan layang (D. russeli) berkisar antara
12,5–24,5 cmFL, banyar (R. kanagurta) 15,5–28,5 cm; bentong (S. crumenopthalmus)
berkisar antara 13,5 – 28,0 cmFL, ikan kembung perempuan (R. brachysoma) antara
12–20 cm. Estimasi ukuran rata-rata tertangkap (Lc) dan ukuran pertama kali matang
gonad (Lm) ikan pelagis kecil di Laut Jawa ditampilkan pada Tabel V-1.

Tabel V-1. Dugaan ukuran rata-rata tertangkap (Lc) dan ukuran pertama kali matang
kelamin (Lm) ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016.

No SPECIES L m (cm) L50 (cm) Status


1 D. russeli 18,4 18,1 L50 < Lm
2 R. kanagurta 18,4 22,7 L50 > Lm
3 S. crumenopthalmus 17,3 20,3 L50 > Lm
4 R. brachysoma 15,2 15,4 L50 > Lm

Berdasarkan nilai parameter pertumbuhan yang diperoleh (L∞ dan K) maka persamaan
pertumbuhan von Bertalanffy digunakan untuk menduga panjang pada waktu tertentu.
Hasil analisa pertumbuhan ikan banyar ditampilkan pada Tabel V-2 sedang perkiraan
laju kematian (mortalitas) dan tingkat eksploitasi disajikan pada Tabel V-3. Dengan
nilai tingkat pemanfaatan (E) ikan pelagis kecil sudah dalam kondisi fully exploited (>
50%).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
57

57
Tabel V-2. Parameter pertumbuhan ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016.
Parameter
No Jenis Ikan
L∞ (cm) K t0
1 R. kanagurta 29,3 0,92 -0,1467
2 S. crumenopthalmus 29,4 1.09 -0,1748
3 R. brachysoma 21,05 1,01 -0.1771
4 D. russelli 25,2 0,95 -0,1581

Tabel V-3. Laju kematian dan laju eksploitasi (E) ikan pelagis kecil di Laut Jawa, 2016
Parameter
No Jenis Ikan
Z M F E
1 R. kanagurta 3,8 1,73 2,07 0,54
2 S. crumenopthalmus 4,42 1,93 2,49 0,56
3 R. brachysoma 5,48 2,02 3,46 0,63
4 D. russelli 4,77 1,84 2,93 0,61

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Jenis ikan pelagis besar yang umumnya ditangkap nelayan di WPP NRI 712 adalah tuna
neritik (tenggiri dan tongkol) serta jenis hiu. Daerah penangkapan ikan pelagis besar
untuk armada jaring insang di perairan lepas pantai utara Jawa dan sekitar Pulau
Karimun Jawa, Bawean, Masalembo, Matasiri dan Kangean. Musim penangkapan ikan
tenggiri (Scomberomerus spp) berlangsung pada bulan Agustus dan November,
sementara tongkol komo (Euthynus affinis) puncak musim pada bulan Maret, Oktober,
November dan Desember. Musim penangkapan tongkol abu (Thunnus tonggol) bulan
April, Juli, Agustus dan Oktober.

2.2. Komposisi Jenis

Hasil tangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 712 terutama didaratkan dari alat
tangkap jaring insang, pukat cincin besar dan pukat cincin mini. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap tiga jenis alat tangkap tersebut, jenis tongkol paling dominan
dibandingkan jenis ikan pelagis besar lainnya. Dominasi ikan tongkol dalam hasil
tangkapan sekitar 62,9 % dan tenggiri 30,99 % (Gambar V-4).

Tongkol 62.9
Jen i s i ka n

Tenggiri 31

Manyung 6.1

0 10 20 30 40 50 60 70
Pros entas e (%)

Gambar V-4. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 712

58 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


58
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
2.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Hasil analisis data akustik diperoleh nilai potensi lestari (MSY) sumber daya ikan
pelagis besar di WPP NRI 712 sebesar 72.812 ton dengan nilai JTB (80% MSY) sebesar
58.250 ton (Lampiran 2). Dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer
(1957) didapatkan jumlah upaya Optimal (fopt.) sebesar 10.139 unit setara pukat cincin.
Berdasarkan data statistik perikanan tahun 2015 diperoleh nilai upaya aktual (fakt.)
sekitar 6.362 unit pukat cincin, dengan produksi aktual (Cakt.) sebesar 118.643 ton.
Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar sudah mencapai 0,63 atau dalam
kondisi fully exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12). Dengan
demikian upaya penangkapan dipertahankan melalui monitoring yang ketat.

2.4. Indikator Stok

Indikator stok yang diperoleh dari hasil penelitian tahun 2016 terhadap sumber daya
ikan pelagis besar menunjukkan bahwa rata-rata panjang pertama kali matang gonad
(Lm) untuk tongkol komo (E. affinis) adalah 43,2 cm, untuk tongkol abu-abu (T.
tonggol) sebesar 42,3 cm dan untuk tenggiri batang (S. commerson) sebesar 71,4 cm.
Nilai laju eksploitasi (E) ikan tongkol komo (E. affinis) adalah 0,56 cm, untuk tongkol
abu-abu (T. tonggol) sebesar 40,53 cm dan untuk tenggiri batang (S. commerson)
sebesar 0,63 cm.

Musim pemijahan ikan tongkol komo berlangsung pada bulan April sampai Mei.
Sementara untuk ikan tongkol abu-abu berlangsung pada bulan Oktober dan Desember.
Musim pemijahan ikan tenggiri batang berlangsung dua kali yaitu bulan Mei dan
Oktober.

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan demersal di WPP 712 relatif merata di sepanjang perairan
pantai utara Jawa mulai dari Tangerang, Karawang, Indramayu, Pamanukan, Cirebon,
Tegal, Demak, Pati, Rembang hingga sebelah utara Madura. Sumber daya ikan
demersal di perairan sebelah selatan pulau Kalimantan terutama terdapat di perairan
Kotabaru (Pulau Laut) hingga daerah Takisung di Tanjung Selatan, Tanjung Satai dan
perairan Kotawaringin Timur di Kalimantan Tengah. Pada dasarnya wilayah perairan
Laut Jawa merupakan daerah penangkapan berbagai tipe perikanan dengan target
sumber daya ikan demersal. Hasil survei dengan kapal riset mengindikasikan bahwa
kelimpahan sumber daya ikan demersal paling padat berada pada strata kedalaman 21-
30 m, sebaliknya di kedalaman 10-20 dan >30 m relatif sedikit.

Sebaran dan daerah penangkapan sumber daya ikan karang hanya terbatas di perairan
sekitar Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu dan di sekitar Pulau Kangean dan
Madura.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
59

59
3.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis hasil tangkapan ikan demersal di WPP NRI 712 didominasi oleh
kelompok famili Sciaenidae (gulama) mencapai 21,2%, disusul oleh Trichyuridae
(layur) 13,3%, famili Nemipteruidae (kurisi) 10,15%, famili Polynemidae (senangin)
7,6%, dan famili Priacanthidae (swanggi) 5% (Gambar V-5). Kurang dari 5%
merupakan famili Lactaridae, Sphyraenidae, Mullidae, Synodontidae, Carangidae,
Leiognathidae, Serranidae, Triacanthidae, Psettodidae dan Tetraodontidae. Berdasarkan
spesiesnya, yang dominan dari famili ikan gulama (Paranebia sp1), layur (Trichyurus
lepturus), senangin (Polydactylus microstoma), ikan lemak (Lactarius lactarius),
barakuda (Sphyraena forsteri), swanggi (Priacanthus macracanthus), coklatan
(Scolopsis taeniopterus).

Sciaenidae 21.2
Trichyuridae 13.3
Nemipteruidae 10.5
Polynemidae 7.6
Priacanthidae 5
Lactaridae 4.8
Sphyraenidae 3.9
Jenis ikan

Mullidae 3.8
Synodontidae 3.3
Carangidae 2.7
Leiognathi dae 2.4
Serrani dae 2
Triacanthidae 1.9
Psettodidae 1.7
Tetraodontidae 1.5
Ikan lainnya 14.4

0 5 10 15 20 25
Pros entas e (%)

Gambar V-5. Komposisi famili ikan demersal di WPP NRI 712

Komposisi jenis ikan karang ekonomis yang umum tertangkap terdiri atas jenis ikan
ekor kuning/pisang-pisang, napoleon, kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong,
kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang lingkis dan beronang. Ikan ekor kuning (Caesio
cuning) merupakan yang dominan diikuti oleh ikan pisang-pisang (Pterocaesio
digramma) .

3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Hasil estimasi metode akustik, didapatkan nilai potensi lestari (MSY) ikan demersal
sebesar 657.525 ton per tahun dan angka sebesar JTB (80% MSY) sebesar 526.020
(Lampiran 3). Dari hasil perhitungan dengan model surplus produksi, didapatkan upaya
Optimal (fopt.) sebesar 124.800 unit alat tangkap setara dogol. Sementara berdasarkan
data statistik perikanan, diperoleh nilai upaya aktual (fakt.) sebanyak 102.324 unit alat
tangkap dogol. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal
adalah sekitar 0,83 (Lampiran 3, 10, 11 dan 12), artinya ikan demersal di WPP NRI 712
berada dalam tahapan fully exploited (indikator warna kuning). Dalam kondisi

60 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

60
demikian pemanfaatan sumber daya ikan demersal dipertahankan dan dipantau secara
ketat.

3.3.2. Ikan Karang

Penentuan potensi lestari menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957). Analisis
terhadap data hasil tangkapan (catch) dan upaya (effort) statistik perikanan tangkap nasional
tahun 2001–2015 pada sumber daya ikan karang di WPP 712 Laut Jawa, diperoleh nilai dugaan
potensi lestari sebesar 29.951 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
23.961 ton dan nilai upaya Optimal (fopt.) sebesar 12.238 unit alat tangkap standar pancing ulur
(Gambar V-6 dan Lampiran 4). Berdasarkan data statistik perikanan tahun 2015 diperoleh
jumlah upaya aktual (fakt.) sebesar 14.986 dengan jumlah produksi (Cakt.) sebesar 33.398 unit alat
tangkap pancing ulur (Lampiran 4, 10, 11 dan 12). Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
karang di WPP NRI 712 telah mencapai nilai 1,22 (over exploited) yang berarti bahwa upaya
pemanfataan yang dilakukan telah melampaui nilai potensi lestarinya (indikator warna merah).
Terhadap sumber daya ikan karang diperlukan penataan ulang dalam pengelolaannya, yaitu
dengan mengurangi upaya pemanfaataannya.

60000 WPP 712 Ikan Karang

2015
50000

40000
Produksi (ton)

2014
2009
2012 2013
30000

2007 2005
2010
20000
2002 2008 2006
2004
10000 2003

0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

Gambar V-6. Kurva hubungan antara produksi dan upaya penangkapan ikan karang
di WPP NRI 712

3.4. Indikator Stok

Puncak musim pemijahan ikan demang (P. tayenus) terjadi pada bulan Mei-September,
coklatan (S. taenipterus) Juli dan September, kurisi (N. japonicus) Mei dan Agustus,
kuniran (U. sulphureus) Juni-Agustus dan Oktober-Desember, kurisi (N. furcosus)
Oktober – November dan beloso (S. micropectoralis) Juli –Agustus.

Dinamika populasi beberapa spesies ikan demersal di WPP NRI 712 menunjukkan
bahwa tingkat pemanfaatan (E) sudah cukup tinggi (E > 0,5) sehingga diperlukan
kehati-hatian dalam pengelolaannya. Umumnya ikan demersal yang tertangkap
memiliki ukuran di bawah ukuran pertama kali matang gonad (Lm). Untuk alasan itu,
kegiatan penangkapan harus memperhatikan ukuran mata jaring yang digunakan dalam
mengusahakan ikan demersal. Nilai laju eksploitasi (E), rata-rata ukuran tertangkap

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
61
61
(Lc) dan indikator populasi beberapa jenis ikan demersal di WPP 712 disajikan dalam
Tabel V-4.

Tabel V-4. Nilai dinamika populasi dan tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan
demersal di WPP NRI 712.
No. Jenis Lc Lm K L∞ E
1. Scolopsis taeniopterus 18,4 18,1 0,82 28,2 0,69
2. Nemipterus japonicus 16,9 16,3 1,03 27,5 0,65
3. Nemipterus hexodon 16,7 14,95 1,15 27,6 0,53
4. Upeneus sulphureus 12,1 12,1 1,29 17,4 0,57
5. Leiognathus splendens 11,1 10,7 1,28 19,2 0,53
6. Priacanthus tayenus 17,6 17,3 1 28,9 0,75

Indikator stok yang diperoleh dari hasil penelitian tahun 2016 terhadap beberapa jenis
ikan karang; ikan lencam (Lethrinus lentjan), kerapu karang (Cephalopholis
cyanostigma) dan Ekor kuning (Caesio cuning) disajikan dalam Tabel V-5.

Tabel V-5. Daftar indikator stok beberapa jenis ikan karang


Jenis Ikan Lc Lm K L∞(cm) E
(cm) (cm) (pertahun)
Lethrinus lentjan 27,2 29,7 0,61 45,15 0,41
Cephalopholis cyanostigma 25,7 31,2 0,57 34,65 0,31
Caesio cuning 23 23,2 0,67 38,85 0,55

4. Sumber Daya Udang dan Krustasea Lainnya

4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Pemanfaatan udang penaeid di pantai utara Jawa dan selatan Kalimantan umumnya
menggunakan alat tangkap trammel net, arad dan lampara dasar yang beroperasi secara
harian. Penangkapan rajungan dan kepiting menggunakan jaring insang dasar dan bubu
lipat. Penyebaran dan daerah penangkapan udang relatif sama dengan penyebaran ikan
demersal. Udang windu jenis P. semisulcatus banyak tertangkap di utara Pekalongan
dan Rembang-Lasem; sedangkan udang windu jenis P. monodon dijumpai di
perairan antara Demak-Jepara dan Bangkalan, sementara udang jerbung dan dogol
menyebar hampir di sepanjang perairan pantai utara Jawa.

Sumber daya lobster adalah jenis lobster yang hampir sepanjang hidupnya terdapat di
perairan batu karang dan terumbu karang di sepanjang pantai dan teluk. Penyebaran
lobster di WPP NRI 712 relatif sempit mengingat habitat di perairan ini sedikit terdapat
perairan terumbu karang lebih didominasi oleh perairan berlumpur. Daerah penyebaran
lobster antara lain perairan Kepulauan Karimunjawa, Bawean, kepulauan Masalembu
dan kepulauan Laut Kecil.

Sumber daya kepiting menyebar di perairan dengan substrat berlumpur dan pada
kedalaman yang dangkal. Kepiting banyak ditemukan di perairan utara Jawa dan selatan
Kalimantan. Penyebaran sumber daya rajungan umumnya di perairan dengan habitat

62 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


62
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
lumpur berpasir, pasir berlumpur dan lumpur liat sesuai dengan siklus hidupnya.
Preferensi habitat rajungan dewasa lebih menyukai substrat bertekstur lumpur berpasir
atau pasir pada perairan dangkal hingga kedalaman kurang dari 50 m. Rajungan muda
lebih menyukai di perairan bersubstrat lumpur liat di sekitar perairan dekat mangroves.
Daerah sebaran sumber daya rajungan di WPP NRI 712 sangat luas yaitu di Perairan
Timur Lampung, Pantai Utara Jawa-Madura dan Perairan Selatan Kalimantan.

4.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang penaeid di WPP NRI 712 Laut Jawa terdiri lebih dari 8 jenis
(Gambar I-9). Tiga kelompok jenis udang yang didaratkan didominasi oleh udang
krosok Metapenaeopsis palmensis 47%, udang dogol (M. ensis) 6.6%, udang putih
(Penaeus merguiensis) 1,7%, Harpiosquilla sp1 1,4%, Parapenaeus longipes 0,7%
dan Metapenaeus intermedius 0,6% (Gambar V-7).
Metapenaeopsis palmensis 47.8

Metapenaeus intermedius 6.6

Trachypenaeus malaiana 5.6

Penaeus merguiensis 2.7


Jenis ikan

Penaeus semisulcatus 1.7

Harpiosquil la s p1 1.4

Parapenaeus longipes 0.7

Metapenaeus intermedius 0.6

Ikan lainnya 32.9

0 10 20 30 40 50 60
Pros entas e (%)

Gambar V-7. Komposisi jenis udang yang tertangkap di WPP 712-Laut Jawa

Terdapat empat kelompok jenis krustasea lainnya yang dominan tertangkap nelayan di
perairan WPP 712 (Gambar V-8), yaitu Chrybdis affinis (35,3%), Portunis pelagicus
18,3%, Charybdis miles 14,8% dan Xanthidae sp1 6,7%, Charybdis natator 4,9%;
Goneplacidae sp1 4,7%; Majidae sp1 3,7%; Charybdis feriatus 2,7%; Grabsidae sp1
2,2% dan Calappa hepatica 1,9%.

Jenis lobster Palinuridae yang terdapat di WPP NRI 712 antara lain lobster bambu
(Panulirus versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P. homarus), lobster
mutiara (P. ornatus), lobster batik/udang bintik seribu (P. longipes) dan lobster pakistan
(P. polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae terdapat juga jenis dari famili
Scyllaridae yaitu Thennus orientalis. Jenis kepiting yang banyak diusahakan adalah
kepiting bakau (Scylla serrata), yang ditangkap menggunakan alat tangkap jaring
insang, trammel net dan bubu.

Jenis Portunidae yang banyak ditemukan antara lain: rajungan batik (Portunus
pelagicus), rajungan totol (P. sanguinolentus), rajungan karang (Charybdis feriatus, C.
natator, C. gladiator), rajungan angin (Podophthalmus vigil) dan kepiting batu (C.
afinis). Diantara jenis-jenis tersebut rajungan batik (P. pelagicus) paling dominan

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
63
63
mencapai 85% dan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Jenis rajungan lain yang cukup
banyak adalah rajungan karang 9% dan rajungan totol 2%.
Chrybdis affinis 35.5

Portunis pelagicus 18.3

Charybdis miles 14.8

Xanthidae sp1 6.7

Charybdis natator 4.9

Jenis ikan
Goneplacidae sp1 4.7

Maji dae sp1 3.7

Charybdis feriatus 2.7

Grabsidae sp1 2.2

Calappa hepatica 1.9

Ikan lainnya 4.6

0 5 10 15 20 25 30 35 40
Pros entas e (%)

Gambar V-8. Komposisi jenis krustasea lainnya yang tertangkap di WPP NRI 712

4.3. Potensi, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Dengan menggunakan model surplus produksi, didapatkan hasil perhitungan MSY


untuk udang penaeid sebesar 57.965 ton dan JTB sebesar 46.372 ton (Lampiran 5).
Sebagai alat tangkap standar untuk penangkapan udang adalah alat tangkap trammel net
dan diperoleh nilai upaya Optimal sebesar 120.380 setara trammel net, sementara upaya
aktual saat ini berdasarkan Statistik Perikanan tahun 2015 adalah 134.140 alat tangkap
setara trammel net (Gambar V-9). Tingkat pemanfaatan udang sebesar 1,11 yang
berarti stok udang di Laut Jawa telah berada dalam tahapan over exploited (indikator
warna merah) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12). Perlu dilakukan segera pengurangan upaya
penangkapan.

80000 WPP 712 Udang

70000 2014
2015
2013
60000 2008
2012 2010 2007
50000 2009 2006
Produksi (ton)

2011
2003 2004
2005
40000

30000

20000

10000

0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Upaya (Unit)

Gambar V-9. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid di WPP
NRI 712

64 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
64
4.3.2. Lobster

Potensi lestari (maximum suistainable yield) sumber daya dan upaya optimal (fopt.)
dilakukan dengan pendekatan model surplus produksi Fox (1970) terhadap data catch
dan effort tahun 2001 sampai dengan 2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi
lestari sebesar 989 ton dengan upaya optimal sebanyak 23.654 unit setara trammel net
(Gambar V-10). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh sebanyak 80%
dari potensi lestari yaitu 791 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan, tahun 2015
tercatat jumlah trammel net sebesar 31.264 unit sehingga dapat diketahui status tingkat
pemanfataan lobster berdasarkan rasio upaya aktual terhadap upaya optimal dan
diperoleh 1,36 (indikator warna merah) (Lampiran 10,11 dan 12). Tingkat pemanfaatan
sumber daya lobster sudah berada dalam tahapan over exploited dan sudah mendesak
untuk dilakukan pengurangan upaya.

WPP 712Lobster
2500

2000 2014
2015
Produksi (ton)

1500
2013

1000 2012
2004 2010
2008
500 2006
2003 2005
2004
0
0 20000 40000 60000 80000 100000
Upaya (Unit)

Gambar V-10. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster


di WPP NRI 712.

4.3.3. Kepiting

Berdasarkan model surplus produksi Schaefer (1957) di perairan WPP NRI 712,
diperoleh dugaan potensi sumber daya kepiting sebesar 7.664 ton. Jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi sehingga diperoleh jumlah
tangkapan yang diperbolehkan sebesar 6.131 ton dengan upaya Optimal menggunakan
alat tangkap bubu sebesar 24.209 unit (Gambar V-11). Upaya penangkapan kepiting
pada tahun 2015 berdasarkan data statistik perikanan mencapai 17.061 unit dengan
produksi sebesar 6.792 ton. Tingkat pemanfaatan kepiting saat ini berdasarkan
perbandingan upaya aktual dan upaya Optimal, diperoleh sebesar 0,70 (indikator warna
kuning) (Lampiran 10, 11 dan 12). Dengan demikian tingkat pemanfaatannya sudah
berada pada tahapan fully-exploited dengan mempertahankan upaya penangkapan
dengan monitor secara ketat.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
65

65
WPP 712 Kepiting
9000

8000
2010
7000
2015
2008 2011 2012
6000 2013
Produksi (ton)
2014
5000 2009 2007

4000

3000

2000

1000

0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Upaya (Unit)

Gambar V-11. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting bakau di
WPP NRI 712

4.3.4. Rajungan

Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dianalisis
dengan pendekatan model surplus produksi dari Schaeffer (1957) terhadap data catch
dan effort tahun 2001-2015. Nilai dugaan potensi lestari rajungan diperoleh sebesar
23.508 ton dengan upaya optimal sebanyak 80.442 unit setara dengan bubu lipat
(Gambar V-12). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebanyak 80% dari
potensi lestari yaitu 18.806 ton. Berdasarkan data Statistik Perikanan 2015 tercatat
jumlah bubu lipat sebanyak 51.934 unit sehingga diketahui tingkat pemanfataan
rajungan 0,65 (indikator warna kuning) (Lampiran 8, 10, 11 dan 12). Hal ini
menunjukkan tingkat pemanfaatan rajungan sudah mendekati penuh (fully-exploited),
dimana upaya penangkapan dipertahankan dengan monitor secara ketat.

WPP 712 Rajungan


30000
2015
25000

2010 2008
20000 2011
Produksi (ton)

2013 2014
15000 2009
2012 2007
2003 2006
2004
10000
2005
5000

0
0 50000 100000 150000 200000
Upaya (Unit)

Gambar V-12. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan rajungan di WPP NRI
712

66 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
66
4.4. Indikator Stok

Nilai ukuran pertama matang kelamin (Lm) untuk udang penaeid yang didapatkan
selalu lebih rendah dari nilai ukuran rata-rata tertangkap (Lc = L50%). Nilai Lm udang
jerbung (Penaeus merguensis) 43,39 mm; nilai L∞ adalah 55,0 mm; nilai K (laju
pertumbuhan) 1,05 per tahun; dengan tingkat eksploitasi (E) mencapai 0,64. Sementara
untuk udang dogol (M. ensis) diperoleh nilai K sebagai 1,36 per tahun, L∞ sebesar 44,7
mm dan nilai E sebesar 0,74 per tahun. Hal ini menunjukkan tingkat pemanfaatan
berada dalam tahapan over exploited, sehingga sudah mendesak dilakukan pengurangan
upaya dan pengaturan ukuran mata jaring.

Rata-rata ukuran panjang karapas pertama kali tertangkap (Lc) lobster bambu (P.
versicolor) di perairan Kepulauan Karimunjawa 38,2 mm. Rata-rata ukuran panjang
karapas pertama kali matang gonad (Lm) 62,0 mm. Laju pertumbuhan (K) dan panjang
asimtotik (L∞) 0,34 per tahun dan mencapai L∞ 131 mm. Laju eksploitasi (E) udang
bambu di perairan ini 0,43.

Panjang rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau di perairan WPP NRI 712
sebesar 101,2 mm, lebih kecil dibandingkan rata-rata pertama kali matang gonad (Lm)
sebesar 119,84 mm. Hal ini menunjukkan sebagian besar kepiting tertangkap sebelum
matang gonad. Parameter pertumbuhan berdasarkan model analitik diperoleh lebar
karapas asimptotik (CW∞) sebesar 152 mm dengan laju pertumbuhan (K) 1,07-1,21 per
tahun. Laju eksploitasi (E) berdasarkan model analitik sebesar 0,7 menunjukkan tingkat
eksploitasinya telah melebihi nilai Optimal (fully exploited).

Ukuran rata-rata lebar karapas rajungan pertama kali matang gonad (Lm) di perairan
Laut Jawa rata-rata 128,10 mm dan rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc)
sebesar 125,02mm. Laju pertumbuhan (K) rata-rata 1,10 per tahun dan lebar karapas
asimtotik (CW∞) 191,57 mm. Laju eksploitasi (E) telah mencapai 0,66 (fully exploited),
sehingga pemenfaatan dipertahankan dengan pengawasan yang ketat.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
67

67
VI. WPP NRI 713: SELAT MAKASAR, TELUK BONE, LAUT FLORES DAN
LAUT BALI

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi

1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 713 berada Selat Makassar dan
Laut Flores serta Teluk Bone. Daerah penangkapan di Selat Makasar berada di sekitar
Pulau Masalima di bagian barat perairan Propinsi Sulawesi Selatan sampai dengan
Pulau Jampea dan Pulau Bonerate, serta bagian barat daya dan selatan perairan Provinsi
Sulawesi Selatan.

Puncak musim penangkapan pada bulan Mei-Agustus dan musim paceklik bulan
Januari-Maret. Daerah penangkapan pancing dan jaring insang berada di lokasi sekitar
rumpon yang tersebar di sub area barat Sulawesi (Sulawesi Tengah-Sulawesi Selatan).
Sementara sebaran rumpon di perairan timur Kalimantan terkonsentrasi di perairan
sekitar Bontang (Kalimantan Timur). Daerah penangkapan ikan terbang di berada
perairan Takalar (sekitar Pulau Tanakeke). Adapun daerah penangkapan nelayan
pancing di Laut Flores berada di sub area selatan Sulawesi, sekitar selatan Teluk Bone
dan utara Selayar

Perairan Selat Makassar juga merupakan salah satu daerah penangkapan cumi-cumi
yang potensial, terutama di perairan barat Barru. Armada perikanan cumi-cumi dari
utara Jawa menjangkau daerah penangkapan ini. Aktivitas penangkapan cumi-cumi
usaha skala kecil berada di perairan dekat pantai.

1.2. Komposisi Jenis

Jenis ikan layang (Decapterus sp) mendominasi hasil tangkapan, di Paotere 24%, Bone
91%, Sikka 59%, dan Mamuju 10%. Sementara itu ikan banyar (Rastrelliger kanagurta)
hasil tangkapannya 32% (Barru), 22% (Sikka) dan 21% (Paotere). Ikan selar bentong
(Selar crumenophthalmus) berkontribusi 43% di Barru, 2% (Mamuju), dan 22% di
Sikka (Gambar VI-1).

Terdapat enam jenis sumber daya ikan terbang yang didaratkan di Takalar. Komposisi
jenis hasil tangkapan Hirundichthys oxycephalus (67%), Cheilopogon katopron (20%),
Parexocoetus brachypterus (5%), Parexocoetus mento (4%), Cypselurus poecilopterus
(2%), Cheilopogon abei (1%) dan Cheilopogon suttoni (1%) (Gambar VI-2).

68 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

68
Layang 24 Selar kuning 43
Lemuru 23
Layang anggur 32
Banyaran 21
Kuwe 5 Tetengke 10

Jenis ikan
Jenis ikan

Ekor kuning 2
Selar hijau 7
Cumi-cumi 2
Terbang 1 Layang benggol 5
Bui-bui 1
Kembung 3
Ikan lainnya 21

0 5 10 15 20 25 30 0 10 20 30 40 50
Pros entas e (%) Pros entas e (%)

Layang 91
Layang 59

Je n i s i k a n
Tembang 4
Jenis ika n

Kembung 22
Teri 3
Selar 19
Kembung 2
0 10 20 30 40 50 60 70
0 20 40 60 80 100
Pros entas e (%) Pros entas e(%)
Hirundicthys oxycephalus 67
Tembang 88
Cheilopegon katopron 20
Je n i s i k a n
Parexocoetus brachypterus 5
Jenis ikan

Parexcetus mento 4
Layang 10
Cypselurus poecilopterus 2

Cheilopegon abei 1
Kembung 2
Cypselurus suttoni 1
0 20 40 60 80 100
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Pros entas e (%) Pros entas e(%)

Gambar VI-1. Komposisi jenis ikan pelagis kecil di perairan WPP NRI 713

Hirundicthys oxycephalus 67

Cheilopegon katopron 20

Parexocoetus brachypterus 5
Jenis ikan

Parexcetus mento 4

Cypselurus poecilopterus 2

Cheilopegon abei 1

Cypselurus suttoni 1

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Pros entas e (%)

Gambar VI-2. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan terbang di WPP NRI 713

1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Estimasi potensi sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 713 yang dianalisis
berdasarkan data akustik adalah 208.414 ton/tahun dengan nilai JTB 166.731 ton/tahun.
Aplikasi model surplus produksi Schaefer (1957) digunakan untuk menduga upaya

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
69
69
optimal (fopt.) dan diperoleh sebesar 8.327 unit setara pukat cincin. Berdasarkan Statistik
Perikanan 2015 diperoleh upaya aktual sebesar 10.229 unit setara pukat cincin serta
produksi sebesar 258.943 ton/tahun (Lampiran 1). Dengan demikian tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagi kecil dapat dihitung sebesar 1,23 yang
menandakan sudah over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12),
sehingga upaya penangkapan harus dikurangi.

1.3.2. Cumi-cumi

Berdasarkan model surplus produksi Schaeffer (1957) diperoleh dugaan potensi sumber
daya cumi-cumi 10.519 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi yaitu 8.415 ton dengan upaya optimal menggunakan alat tangkap pancing
cumi 10.972 unit. Upaya penangkapan berdasarkan data statistik (2015) mencapai
13.024 unit dan produksi 16.025 ton (Lampiran 9). Tingkat pemanfaatan cumi-cumi
berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan upaya optimal sebesar 1,20 atau sudah
over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12), berarti sudah
kelebihan tangkap dan harus dilakukan pengurangan upaya.

1.4. Indikator Stok

Ukuran rata-rata tertangkap (Lc) ikan layang biru/malalugis (Decapterus macarellus)


pada panjang cagak 20,85 cm sedangkan panjang pertama kali matang gonad (Lm) pada
panjang cagak 20,38 cm. Ini berarti nilai Lc>Lm, menandakan ikan tertangkap sudah
mengalami matang gonad. Panjang asimptotik (L∞) pada panjang cagak 26,5 cm dan
nilai laju pertumbuhan (K) 0,96 per tahun. Laju kematian total (Z) 3,43 per tahun,
dengan nilai laju kematian alami (M) 1,47 per tahun dan laju kematian akibat
penangkapan (F) 1,96 per tahun. Laju eksploitasi (E) berada pada angka 0,57 per tahun
(fully exploited). Fekunditas ikan malalugis di perairan sekitar Mamuju berkisar 5.669 –
137.618 butir telur, sedangkan di perairan Paotere berkisar 211.820 – 232.330 butir
telur.

Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) selar bentong (Selar crumenophthalmus)
pada panjang cagak 20,88 cm sedangkan panjang pertama kali matang gonad (Lm) pada
panjang cagak 17,93 cm. Berarti nilai Lc>Lm, menunjukkan ikan tertangkap sudah
mengalami matang gonad. Panjang asimptotik (L∞) pada 29,9 cm dengan nilai laju
pertumbuhan (K) 1,01 per tahun. Laju kematian total (Z) 3,0 per tahun, dengan nilai laju
kematian alami (M) 1,83 per tahun dan laju kematian akibat penangkapan (F) 1,17 per
tahun. Adapun tingkat pemanfaatan (E) sebesar 0,39 per tahun (moderate).

Ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan banyar (Rastrelliger kanagurta)
pada panjang cagak 17,93 cm. Panjang asimptotik (L∞) pada panjang cagak 27,56 cm
dengan nilai laju pertumbuhan (K) 0,59 per tahun. Laju kematian total (Z) 3,66 per
tahun, dengan nilai laju kematian alami (M) 1,32 per tahun dan laju kematian akibat
penangkapan (F) 2,34 per tahun dengan tingkat pemanfaatan (E) sekitar 0,64 per tahun
(fully exploited).

Ikan terbang jenis Hirundichthys oxycephalus mempunyai sebaran ukuran panjang


cagak 13 – 20 cm dengan rasio kelamin antara ikan jantan dan betina 1 : 1,39. Panjang

70 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


70
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
asimptotik (L∞) pada panjang cagak 18,63 cm dengan nilai koefisien pertumbuhan (K)
1,24 per tahun. Laju kematian total (Z) 3,36 per tahun, dengan nilai kematian alama (M)
2,39 per tahun dan kematian akibat penangkapan (F) sebesar 0,97 per tahun dengan
tingkat pemanfaatan (E) 0,29 per tahun (moderate).

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Penyebaran sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 713 terutama terdapat wilayah
perairan laut-dalam (oseanik) di sebelah barat Sulawesi. Alat tangkap dominan adalah
pukat cincin, jaring insang, pancing ulur dan tonda. Jenis ikan pelagis besar target utama
penangkapan adalah tuna, cakalang dan tuna neritik (tongkol dan tenggiri). Daerah
penangkapan tuna neritik di pantai Sulawesi yang meliputi perairan Toli-toli, Donggala,
Palu sampai Makassar, pantai utara Nusa Tenggara Barat dan sebagian Nusa Tenggara
Timur. Nelayan di perairan Laut Bali banyak menangkap ikan tongkol dengan
menggunakan pancing tonda.

2.2. Komposisi Jenis

Tiga jenis ikan pelagis besar yang dominan tertangkap di WPP NRI 713 adalah
cakalang (Katsuwonus pelamis) 45%, tongkol komo (Euthynnus affinis) 20%, tuna
madidihang (T. albacares) 5% dan tenggiri 1% . Ikan neritik tuna didominasi tongkol
komo (Gambar VI-3).

Cakalang 31.6
Tongkol 16.1
Layang 10.2
Tuna 7.8
Sunu 6.3
Kakap 3.7
Jenis ikan

Kerapu 3.6
Tenggiri 3.3
Ekor kuning 3.1
Kuwe 2.9
Kembung 2.3
Gerot-gerot 0.6
Ikan lainnya 8.4

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0


Pros entas e (%)

Gambar VI-3. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 713

2.3. Potensi lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Hasil analisis metode akustik, diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) ikan pelagis besar 645.058 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 80% dari potensi lestarinya atau sekitar 516.046 ton per tahun.
Untuk menduga upaya optimal (fopt.) digunakan model surplus produksi Schaefer (1957)

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
71
71
diperoleh hasil 11.877 unit setara pukat cincin (Lampiran 2). Mengacu kepada data
Statistik Perikanan (2015) diketahui jumlah alat tangkap setara pukat cincin yang
beroperasi sebanyak 13.443 unit dan produksi perikanan pelagis besar sekitar 86.103
ton. Dengan demikian, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di perairan
ini 1,13 berarti telah over exploited (indikator warna merah) (Lampiran 2, 10, 11 dan
12).

2.4. Indikator Stok

Musim pemijahan ikan tongkol lisong di perairan ini diduga berlangsung pada Juni-Juli.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan tongkol lisong (Auxis rochei) 21,6
cm dan ukuran rata-rata panjang pertama kali matang gonad (Lm) 24,5 cm. Berarti nilai
Lc<Lm mengindikasikan ikan yang tertangkap belum pernah memijah. Hasil analisa
menunjukkan nilai K 0,69 per tahun, L∞ 36,2 cm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,66 per
tahun (fully exploited).

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Informasi keberadaan ikan demersal di WPP NRI 713 tidak terlalu banyak karena
wilayah habitat yang biasa dieksploitasi berada pada perairan dangkal dengan luasan
terbatas. Sebarannya terpusat di beberapa lokasi mulai di perairan pantai Selat Makasar
yaitu di sub area timur Provinsi Kalimantan Timur (perairan Balikpapan, Tanah Grogot-
Kabupaten Paser sampai mendekati perairan Kotabaru); di selatan Kalimantan (perairan
pantai Pulau Selayar dan Pulau Sembilan-Kabupaten Sinjai); di Provinsi Kalimantan
Selatan terkonsentrasi di sekitar perairan Kotabaru, Pulau Pudi, Tanjung Seloka,
Muara Batuan, Tanjung Gunung, Tanjung Pemancingan, Tanjung Mangkok, Bari
Tellue, Bulango, Batu Tellue, Batu Duae, Ka’range, Lontar, Magarputih, Pulau Nangka,
Pagatan dan perairan sekitar Pulau Sebuku; dan di Propinsi Sulawesi Selatan berada di
kawasan Kabupaten Sinjai (perairan Pasi Loange, Mangampi, Malambire, Limpage,
Taninting, dan sekitar perairan Pulau Sembilan). Di perairan timur Kalimantan
terkonsentrasi di perairan utara Kotabaru (Kalimantan Selatan), sekitar Tanjung Aru dan
sekitar perairan Samarinda dengan kepadatan tertinggi pada kedalaman 10-20 m.

Daerah penangkapan ikan karang (alat tangkap pancing) lokasinya relatif sama dengan
ikan demersal yaitu di perairan Teluk Bone, sekitar P. Sembilan, sekitar Kep. Bala-
Balakan (barat Kota Mamuju); di Provinsi Kalimantan Timur tersebar di pantai timur
Kota Balikpapan, Tanah Grogot-Kabupaten Paser sampai perairan Kotabaru.

3.2 Komposisi Jenis

Jenis-jenis ikan demersal yang didaratkan di tempat pendaratan utama di WPP NRI 713
komposisinya bervariasi untuk setiap daerah tangkapan. Alat tangkap yang umum
digunakan adalah lampara dasar (jaring dogol/mini trawl), pancing ulur, pancing rawai,
dan bubu. Ikan kerapu dan kakap mendominasi di perairan Sinjai dan Selayar,
sedangkan dari perairan Selat Makasar sub area timur Kalimantan didominasi ikan

72 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
72
petek (Leiognathus sp), kurisi (Nemipterus spp) dan gulama (Paranibea spp). Hasil
tangkapan ikan demersal menggunakan trawl dengan cruise KR. Baruna Jaya VIII di
perairan timur Kalimantan, menunjukkan ikan demersal tertangkap sekitar 168 spesies
yang tergolong dalam 57 famili. Sepuluh jenis utama yang mendominasi adalah ikan
kurisi (Nemipterus furcosus), ikan pasir-pasir (Scolopsis taeniopterus), ikan gerot-gerot
(Pomadasys argyreus), ikan pogot (Abalistes stellatus), ikan petek (Leiognathus
splendens), ikan bijinangka (Upeneus luzonius) dan lain-lain (Gambar VI-4).

Nemipterus furcoses 10.5

Scolopsis taeniopterus 7

Pomadasys argyreus 6.2

Abali stes stellatus 6

Leiognathus splendens 5.9


Jenis ikan

Upeneus luzonius 5.6

Arius thalassinus 4.3

Diagramma punctatum 3.9

Diodon hystrix 3.5

Terapon theraps 3

Ikan lainnya 44.1

0 10 20 30 40 50
Pros entas e (%)

Gambar VI-4. Komposisi jenis ikan demersal yang tertangkap di WPP NRI 713

Berdasarkan kelompok famili, famili yang dominan adalah Nemipteridae (ikan kurisi),
Haemulidae (ikan kaci), Leiognathidae (ikan petek), Mullidae (ikan biji nangka) dan
Balistidae (ikan pogot). Berdasarkan spesies, yang mendominasi berturut-turut adalah
ikan kurisi (Nemipterus furcosus) 10,5%, pasir-pasir (Scolopsis taeniopterus) 7%, gerot-
gerot (Pomadasys argyreus) 6,2%, pogot (Abalistes stellatus) 6%, petek (Leiognathus
splendens) 5,9% bijinangka (Upeneus luzonius) 5,6%, manyung (Arius thalassinus)
4,3% dan lain-lain sisanya sekitar 3% ikan karang jenis lainnya (Gambar VI-5).

Nemipteridae 23.4
Nemipterus furcosus 10.5
Haemulidae 12.1
Scolopsis taeniopterus 7
Leiognathidae 10.5
Pomadasys argyreus 6.2
Mullidae 7
Abalistes stellatus 6
Balistidae 6
Leiognathus splendens
Jenis ikan

5.9
Jenis ikan

Lutjanudiae 5.8
Upeneus luzonius 5.6
Ariidae 4.3
Arius thalassinus 4.3
Synodontidae 3.6 Diagramma 3.9
Diodontidae 3.5 Diodon hystrix 3.5
Teraponidae 3 Terapon theraps 3
Ikan lainnya 20.8 Ikan lainnya 44.1

0 5 10 15 20 25 0 10 20 30 40 50
Pros entas e (%) Pros entas e (%)

Gambar VI-5. Komposisi jenis ikan demersal berdasarkan famili (kiri) dan spesies
(kanan) di WPP NRI-713

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
73

73
3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Penentuan potensi lestari sumber daya ikan demersal di WPP NRI 713 berdasarkan
analisa data akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari sebesar 252.869 ton dengan
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 80 % dari potensi lestari yakni 202.295
ton. Hasil analisis model surplus produksi Schaefer (1957) memperoleh jumlah upaya
penangkapan optimal 29.059 unit setara rawai dasar. Mengacu kepada data Statistik
Perikanan (2015) diketahui jumlah alat tangkap rawai dasar yang beroperasi (fakt.)
sebanyak 28.020 unit dan produksi perikanan demersal sekitar 88.578 ton (Lampiran 3).
Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di perairan ini sudah mencapai 0,96
atau sudah fully exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12).

3.3.2. Ikan Karang

Penentuan potensi lestari ikan karang menggunakan model surplus produksi Schaefer
(1957) diperoleh nilai dugaan potensi lestari 19.856 ton dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 15.854 ton. Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015)
diketahui jumlah alat tangkap pancing ulur yang beroperasi sebanyak 18.885 unit dan
produksi perikanan karang 17.137 ton (Gambar VI-6 dan Lampiran 4). Jumlah upaya
penangkapan optimal 14.839 unit setara pancing ulur. Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan karang 1,27 atau sudah mengalami over exploited (indikator warna merah)
(Lampiran 4, 10, 11 dan 12).

25000 WPP 713 Ikan Karang

2014 2015
20000
2013
2009 2010 2011
Produksi (ton)

15000 2008
2012
2007

10000 2006
2001 2002 2004
2005
5000 2003

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)

Gambar VI-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan karang
di WPP NRI 713

3.4. Indikator Stok

Nilai dugaan laju pertumbuhan (K) ikan demersal jenis kapasan (Gerres abbreviatus)
1,27 per tahun dengan panjang asimptotik (L∞) 15,7 cm dan laju eksploitasi (E)
mencapai 0,63 per tahun (fully exploited).

74 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

74
Laju pertumbuhan (K) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) 0,31 per tahun dengan
panjang asimptotik (L∞) 80,5 cm dan laju eksploitasi (E) berada pada angka 0,33 per
tahun. Sementara untuk ikan kerapu sunu (Plectropomus areolatus) nilai laju
pertumbuhan (K) 0,2 per tahun dengan panjang asimptotik (L∞) 69,3 cm. Laju
eksploitasinya berada pada angka 0,44 per tahun (moderate).

4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Habitat sumber daya udang penaeid di WPP NRI 713 berada di perairan paparan benua
(continental shelf) yang relatif dangkal dengan salinitas rendah karena pengaruh aliran
sungai (freshwater discharge). Sebagian besar udang penaeid menyebar di perairan
sekitar Balikpapan (Kalimantan Timur) dan Kota Baru (Kalimantan Selatan).
Penyebaran lobster di WPP NRI 713 relatif cukup luas, antara lain di perairan pantai
utara Bali-Flores, Teluk Bone dan perairan Sinjai serta pantai barat Sulawesi Selatan.
Daerah penyebaran kepiting bakau berada di sekitar mangroves dengan substrat yang
berlumpur, terutama di sekitar perairan Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
Sementara penyebaran rajungan di perairan dengan habitat lumpur berpasir, pasir
berlumpur dan lumpur liat. Sumber daya rajungan di WPP NRI 713 banyak ditangkap di
perairan Sinjai dan Bone.

4.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang penaeid di perairan WPP NRI-713 terdiri dari udang dogol
(Metapenaeus ensis) 40%, udang sudu (M. brevicornis) 37%, udang putih (Penaeus
merguensis) 17%; udang krosok (Parapenaeus sculptilis) 4% dan udang merah
(Solenocera sp) 2% (Gambar VI-7).

Metapenaeus ensis 40

Metapenaeus brevicornis 37
Jenis ikan

Penaeus merguensis 17

Parapenaeus sculptilis 4

Solenocera sp 2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Pros entas e (%)

Gambar VI-7. Komposisi (%) hasil tangkapan udang penaeid di perairan WPP NRI 713

Jenis-jenis lobster dari famili Palinuridae yang tertangkap di WPP NRI 713 antara lain
lobster bambu (Panulirus versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P.
homarus), lobster mutiara (P. ornatus), lobster batik/bintik seribu (P.longipes) dan
lobster pakistan (P. polyphagus). Sementara dari famili Scyllaridae terutama jenis
Thennus oriental, Scyllarides squomosus, Scyllarus sp. dan Parribacus spp. Kelima
jenis lobster tersebut umumnya mendominasi di perairan ini. Adapun jenis kepiting
yang banyak tertangkap di perairan WPP NRI 713 adalah kepiting bakau hijau (Scylla

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
75
75
serrata), yang tertangkap oleh jaring insang, trammel net, bubu dan alat khusus
penangkap kepiting. Sementara jenis rajungan yang banyak diusahakan berasal dari
famili Portunidae yaitu Portunus pelagicus.

4.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Aplikasi model surplus produksi terhadap data catch dan effort udang di WPP NRI 713
mendapatkan dugaan potensi lestari (Maximum Sustainable Yield) 30.404 ton/tahun
dengan upaya optimal (fopt.) 9.748 unit standar trammel net. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yakni 24.324 ton/tahun
(Gambar VI-8 dan Lampiran 5). Berdasarkan Statistik Perikanan (2015) diperoleh
jumlah alat tangkap (fakt.) sebesar 5.031 unit standar trammel net dan produksi 15.070
ton. Tingkat pemanfaatan udang penaeid 0,52 per tahun (indikator warna kuning) atau
sudah fully-exploited dengan demikian upaya penangkapan tetap dipertahankan dengan
monitor secara ketat.

40000 WPP 713 Udang

35000 2001
2011
30000 2014
2002 2003 2012
25000
Produksi (ton)

2013
20000 2010 2004

2009 2007
15000 2008
2015 2006
10000 2005
5000

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)

Gambar VI-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang penaeid
di WPP NRI 713

4.3.2. Lobster

Hasil analisa dengan model surplus produksi Schaefer (1957), diperoleh nilai dugaan
potensi lestari (maximum suistainable yield) lobster 927 ton dengan upaya optimal
sebanyak 16.708 unit setara jaring insang tetap (Gambar VI-9 dan Lampiran 6). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) yaitu 80% dari potensi lestari 742 ton.
Berdasarkan data Statistik Perikanan (2015) tercatat jumlah jaring insang tetap 20.099
unit dan produksi (Cakt.) 517 ton. Status tingkat pemanfataan lobster berdasarkan rasio
upaya aktual terhadap upaya optimal diperoleh 1,40 yang mengindikasikan telah over
fishing (indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12).

76 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

76
1200 WPP 713 Lobster

2001
1000 2003
2002
Produksi (ton) 800
2008
2014 2011
600
2006
2005
400
2009

200

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Upaya (Unit)

Gambar VI-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 713

4.3.3. Kepiting

Berdasarkan model surplus produksi Schaeffer (1957) diperoleh dugaan potensi


kepiting di WPP NRI 713 sebesar 4.347 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi adalah 3.477 ton dan upaya optimal menggunakan alat
tangkap bubu 9.324 unit (Gambar VI-10 dan Lampiran 7). Upaya penangkapan kepiting
berdasarkan data statistik 2015 mencapai 7.708 unit dan produksi 3.177 ton. Tingkat
pemanfaatan kepiting berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan upaya optimal
adalah 0,83 sehingga tingkat pemanfaatannya sudah fully exploited (indikator warna
kuning) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12).

WPP 713 Kepiting


6000
2011
5000
2010 2013 2014
2012
4000 2003
Produks i (ton)

2002 2008
2009
3000 2015
2007

2000

1000

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar VI-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting bakau
di perairan WPP NRI 713

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
77

77
4.3.4. Rajungan

Berdasarkan model surplus produksi Schaeffer (1957) diperoleh dugaan potensi


rajungan 5.463 ton. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi adalah 4.370 ton dan upaya optimal menggunakan alat tangkap bubu 17.651 unit
(Gambar VI-11 dan Lampiran 8). Upaya penangkapan berdasarkan data statistik (2015)
mencapai 12.816 unit dan produksi 5.517 ton. Tingkat pemanfaatan berdasarkan
perbandingan upaya saat ini dengan upaya optimal adalah 0,73 atau sudah fully
exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 8, 10, 11 dan 12). Dengan demikian
upaya penangkapan tetap dipertahankan dengan monitoring secara ketat.

WPP 713 Rajungan


9000

8000 2013
7000 2009 2014
6000 2015 2011 2010
2008
Produksi (ton)

5000 2012
2007
4000
2002 2003 2006
3000 2001

2000 2005
1000
2004
0
0 10000 20000 30000 40000
Upaya (Unit)

Gambar VI-11. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya rajungan
di perairan WPP NRI 713

4.4. Indikator Stok

Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) udang jerbung (P.
merguiensis) di WPP NRI 713 adalah 35,3 mm (panjang karapas) dan rata-rata ukuran
panjang pertama kali tertangkap (Lc) 27,7 mm. Berarti nilai Lc<Lm, menunjukkan
udang jerbung tertangkap sebelum matang gonad. Nilai laju pertumbuhan (K) 1,45 per
tahun, nilai L∞ 47,2 mm dan nilai laju eksploitasi (E) 0,66 per tahun. Untuk udang
dogol (M. ensis), rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) adalah 28,5
mm dan rata-rata ukuran panjang tertangkap (Lc) 27,7 mm. Berarti nilai Lc<Lm,
menandakan udang dogol tertangkap sebelum matang gonad. Nilai K diperoleh 1,24 per
tahun dan nilai L∞ 38,75 mm dengan laju eksploitasi (E) 0,66 per tahun (fully exploited).
Untuk bago (P. semisulcatus), rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad
(Lm) 40,9 mm dan rata-rata ukuran panjang tertangkap (Lc) pada ukuran 31,5 mm.
Berarti nilai Lc<Lm, menandakan udang bago tertangkap sebelum matang gonad.
Besaran nilai K diperoleh 1,55 per tahun dan nilai L∞ 52,5 mm. Laju eksploitasinya (E)
0,64, per tahun (fully exploited). Sementara untuk udang windu (P. monodon), rata-rata
ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) 58,2 mm dan rata-rata ukuran panjang
tertangkap (Lc) pada ukuran 43,7 mm. Dari analisa didapatkan nilai K 1,33 per tahun
dan nilai L∞ 58,2 mm. Adapun laju eksploitasi (E) 0,52 per tahun (fully exploited).
Dalam perspektif indikator stok, menunjukkan bahwa sumber daya udang di WPP NRI-

78 78
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
713 pada kondisi fully exploited dengan demikian upaya penangkapan tetap
dipertahankan dengan monitoring secara ketat.

Rata-rata ukuran panjang karapas tertangkap (Lc) untuk lobster mutiara (P. ornatus)
adalah 90,7 mm. Laju pertumbuhan (K) 0,26 per tahun dan panjang asimtotik (L∞)
mencapai 201 mm, sementara laju eksploitasi (E) didapatkan 0,35 per tahun. Untuk
rajungan, diperoleh lebar karapas asimptotik (CW∞) 173,05 mm dan laju pertumbuhan
(K) sebesar 1,48 per tahun yang menunjukkan rajungan memiliki pertumbuhan yang
cepat, dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,63 per tahun (fully exploited).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
79

79
VII. WPP NRI 714: TELUK TOLO DAN LAUT BANDA

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-cumi

1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 714 tersebar di semua bagian perairan dan
yang banyak dieksploitasi adalah di wilayah barat perairan ini dengan fishing base di
Kendari. Teridentifikasi sekitar tujuh lokasi penangkapan ikan pelagis kecil di bagian
barat perairan WPP NRI 714, yaitu perairan sekitar P. Menui dan P. Wowoni, perairan
Sulawesi Tenggara, perairan selatan Taliabu, Seram, Laut Banda lepas pantai Kendari
dan Morowali. Semenjak tidak beroperasinya kapal-kapal pengangkut (ukuran >50 GT)
yang berakibat penurunan eksploitasi, lokasi penangkapan pukat cincin dengan target
ikan pelagis kecil di Kendari bergeser ke arah pantai (menjadi lebih dekat dengan lokasi
pendaratan). Lokasi penangkapan armada pukat cincin di Ambon umumnya di perairan
sekitar Teluk Ambon serta sebelah selatan dan utara P. Ambon.

Perairan Laut Banda juga merupakan daerah penangkapan cumi-cumi yang potensial,
namun belum diperoleh informasi spot daerah penangkapan, khususnya untuk perikanan
skala besar. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di wilayah ini lebih
didominasi oleh perikanan usaha skala kecil, di pulau pulau yang banyak tersebar di
wilayah perairan ini, dengan jangkauan daerah penangkapan yang tidak terlampau jauh
dari basis penangkapan.

1.2. Komposisi Jenis

Jenis ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap adalah layang biru/malalugis
(Decapterus macarellus) yang tersebar hampir di seluruh perairan. Produksi ikan
pelagis kecil di Provinsi Maluku mencapai 31% dari total produksi ikan di provinsi ini
dimana jenis layang dan banyar mendominasi yaitu 28,7%, banyar 22%, dan sisanya
ikan selar 10,1% (Gambar VII-1). Hasil tangkapan pukat cincin di perairan sekitar P.
Seram, didominasi ikan layang (Decapterus sp.) mencapai 40,5% dari total hasil
tangkapan dan ikan sardine (Sardinella sp.) 7,8%. Sementara di perairan Kendari
didominasi ikan kembung 54% dan layang 31%, sisanya 9% banyar, 4% selar.
Layang 28.7

Banyar 22
Pelagis besar 34
Selar 10.1

Julung-julung 9.3
Pelagis kecil 31
Jeni s i ka n

Tembang 8.9
Demersal 27 Teri 7.8
Jenis ikan

Japuh 4.6
Ikan lainnya 10
Ikan Terbang 3.5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 Siro 1.6
Prosentase (%)
Layur 1.4

Tetengkek 1

Alu-alu 0.7

Bentong 0.3

Daun bambu 0.1

0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)

Gambar VII-1. Komposisi jenis ikan hasil tangkapan ikan di WPP NRI 714

80 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
80
1.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Hasil analisa metode akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) ikan pelagis kecil 165.944 ton/tahun dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 132.755 ton (Lampiran 1).
Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) mendapatkan upaya Optimal (fopt.)
4.262 unit standar pukat cincin/tahun. Berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap
(2015), diperoleh jumlah alat yang beroperasi (fakt.) 1.858 unit setara pukat cincin
(purse seine) dengan produksi 61.092 ton (Lampiran 1). Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 714 mencapai 0,44 atau pada tingkat moderate
(indikator warna hijau) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12), mengindikasikan peluang
pengembangan penangkapan masih terbuka.

1.3.2. Cumi-cumi

Berdasarkan model produksi surplus Schaefer (1957) diperoleh dugaan potensi sumber
daya cumi-cumi di perairan WPP NRI 714 adalah 68.444 ton. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi sehingga diperoleh jumlah tangkapan
yang diperbolehkan 54.755 ton dengan upaya Optimal menggunakan alat tangkap
pancing cumi 1.515 unit. Upaya penangkapan berdasarkan data statistik (2015)
mencapai 1.515 unit dan produksi 2.277 ton (Lampiran 9). Tingkat pemanfaatan cumi-
cumi berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan upaya Optimal (E) 1,00 atau
sudah fully exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12),
menunjukkan tidak boleh lagi melakukan penambahan upaya dan dilakukan
pengawasan ketat.

1.4. Indikator Stok

Ukuran ikan rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan malalugis adalah pada panjang
cagak 22,5 cm dan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang cagak 25,8
cm. Berarti nilai Lc<Lm yang menandakan ikan yang tertangkap belum pernah
memijah. Panjang asimptotik (L∞) pada panjang cagak 26 cm, dengan nilai laju
pertumbuhan (K) 0,57 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) 1,87, dengan laju
kematian alami (M) 1,1 dan kematian akibat penangkapan 0,77. Laju eksploitasi (E)
ikan malalugis berada pada angka 0,41 per tahun (moderate).

Spesies ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) memiliki struktur ukuran pada kisaran
panjang cagak 9,5 – 29 cm. Sex ratio antara betina dan jantan menunjukkan bahwa ikan
berkelamin betina 47% dan yang berkelamin jantan 53%. Ukuran rata-rata pertama kali
tertangkap (Lc) pada panjang cagak 20,07 cm, sedangkan ukuran pertama kali matang
gonad (Lm) pada panjang cagak 20,4 cm untuk ikan betina dan 21,1 cm untuk ikan
jantang. Berarti nilai Lc<Lm menandakan ikan yang tertangkap belum pernah memijah.
Panjang asimptotik (L∞) diperoleh pada panjang cagak 30 cm, dengan laju pertumbuhan
(K) 1,01 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) 2,77, dengan laju kematian alami (M)
sebesar 1,83 dan kematian akibat penangkapan 0,94 serta laju eksploitasi (E) sebesar
0,34 per tahun (moderate).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
81
81
2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Jenis-jenis ikan pelagis besar yang umumnya tertangkap di WPP NRI 714 Teluk Tolo
dan Laut Banda adalah jenis tuna dan tuna neritik (tongkol dan tenggiri). Lokasi fishing
ground ikan pelagis besar umumnya sama dengan pelagis kecil yaitu di perairan Menui
(timur Tel. Kendari); Umbele (Tel. Tolo) dan Taliabo (timur laut Kendari); serta sekitar
P. Buru. Nelayan Ambon dan Masohi menangkap ikan pelagis besar di perairan Ambon
dan L. Banda serta sekitar P. Buru. Nelayan Larantuka menangkap ikan di L. Flores dan
perairan Wakatobi. Musim penangkapan tidak selalu sama antar lokasi pendaratan,
lokasi penangkapan dan jenis alat tangkap. Musim penangkapan ikan nelayan Kendari
dan Ambon Januari-Mei serta September-Oktober dan musim paceklik bulan Juni-
Agustus dan November-Desember. Musim tangkap ikan tuna di Larantuka bulan
September sampai Desember.

2.2. Komposisi Jenis

Jenis ikan pelagis besar yang dominan di WPP NRI 714 adalah cakalang (Katsuwonus
pelamis). Jenis ikan pelagis besar yang didaratkan di Ambon terdiri dari ikan cakalang
mencapai 43%, tongkol komo (28%), tuna madidihang 8%, tuna mata besar (5,6%),
tongkol abu-abu, tongkol krai dan jenis ikan pelagis besar lainnya yang terdiri dari
cucut, tenggiri, sunglir dan lemadang dengan prosentase hasil tangkapannya <4%.
Dalam perspektif kajian ini, yang mendominasi komposisi jenis ikan pelagis besar
adalah tongkol komo (Gambar VII-2).

Cakalang 43

Tongkol komo 28

Ikan lainnya
Jenis ikan

10.6

Tuna madidihang 8

Tuna matabesar 5.6

Tongkol abu-abu 4.8

0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)

Gambar VII-2. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 714

2.3. Potensi lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Dari hasil analisis metode akustik diperoleh nilai dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield) 304.293 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya adalah 243.435 ton per tahun. Pendugaan
upaya optimal (fopt.) menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957) 4.315 unit
setara pukat cincin (Lampiran 2). Mengacu kepada data Statistik Perikanan (2015)
diketahui jumlah pukat cincin 3.368 unit dan produksi perikanan pelagis besar 29.284
ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil 0,78 (indikator warna kuning)
(Lampiran 2, 10, 11 dan 12), yang berarti berada pada tahapan jenuh (fully-exploited).

82 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
82
2.4. Indikator Stok

Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan tongkol komo (Euthynnus affinis)
pada panjang cagak (FL) 46,4 cm. Panjang asimtotik (L∞) mencapai 74,5 cm dengan
nilai laju pertumbuhan (K) 1,06/tahun. Laju mortalitas total (Z) 3,51 per tahun;
mortalitas alami (M) adalah 1,8 pertahun dan mortalitas penangkapan (F) 1,75 per
tahun. Sementara tingkat eksploitasi (E) 0.49 per tahun. Ikan tongkol komo memijah
pada bulan Juni.

Untuk ikan tongkol lisong (Auxis rocheii), parameter populasinya meliputi: ukuran rata-
rata pertama kali tertangkap (Lc) 24,4 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang
gonad (Lm) 22,9 cm serta panjang asimtotik (L∞) 31,5 cm serta laju pertumbuhan (K)
1,07/tahun. Dari indikator populasi (Lc>Lm) menunjukkan ikan tongkol lisong yang
tertangkap memiliki kesempatan untuk memijah, sehingga keberlangsungan
penambahan baru masih terjaga. Tingkat mortalitas total (Z) 4,07 per tahun; mortalitas
alami (M) 1,87 per tahun dan mortalitas penangkapan (F) 2,2 per tahun, sementara
tingkat eksploitasi (E) sebesar 0.54 per tahun (fully exploited).

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Sumber daya ikan demersal di WPP NRI 714 pada umumnya didaratkan di sisi barat
perairan yaitu di Luwuk-Banggai, Bombana, Kendari dan Wakatobi. Sementara di sisi
timur pendaratan ikan demersal dilakukan di Ambon. Ikan demersal yang didaratkan di
Kep.Wakatobi, umumnya berasal dari daerah penangkapan sekitar perairan karang
Kapota dan Kaledupa, Tomia, Towu Towu dan Karang Kokoh. Selain itu, daerah
tangkapan demersal lainnya di perairan Kabupaten Bombana sampai ke perairan Muna
dan Selat Tiworo.

3.2. Komposisi Jenis

Jenis ikan demersal yang didaratkan sangat beragam dan ukurannya relatif kecil. Jenis
yang mendominasi kurisi (27%), alu-alu (14,6%), kuniran (13%) dan gerot-gerot (12%)
(Gambar VII-3). Ikan demersal yang didaratkan di Wakatobi, didominasi ikan lencam
(35%), kakap merah (33%) dan bijinangka (27%). Sementara ikan kuniran, sewanggi,
kerong-kerong, pinjalo, ikan gaji, serinding dan demersal lainnya menempati porsi
masing-masing <2% dari total tangkapan ikan demersal.

Untuk jenis ikan karang, komposisi jenis hasil tangkapan yang didaratkan didominasi
oleh ikan kerapu karang 31%, kakak tua 18%; ikan karang campuran 13%, kerapu sunu
dan baronang kuning masing-masing 12%. Selebihnya ikan baronang 9% dan ekor
kuning 4% (Gambar VII-4).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
83

83
Alu-alu 14.6
Kurisi 27
Gerot-gerot 12
Kuniran 13
Udang 9.5

Jenis ika n
Petek 12
Kuniran 8.2

Kurisi 8 Alu-alu 11.5


Jenis ikan

Biji nangka 7.7 Udang 6


Kerang simping 7.5
Ikan lainnya 30.5
Petek 5.6
0 5 10 15 20 25 30 35
Cumi-cumi 4.4
Prosentase (%)
Kuning-kuning 4.2

Pari 4.1

Ikan lainnya 14.2

0 2 4 6 8 10 12 14 16
Prosentase (%)

Gambar VII-3. Komposisi hasil tangkapan ikan demersal di WPP NRI 714

Kerapu karang 31

Kakak tua 18

Beronang kuning 12

Kerapu sunu 12
Jenis ikan

Beronang 9

Ekor kuning 4

Beronang lingkis 1

Ikan lainnya 13

0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)

Gambar VII-4. Prosentase jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI 714

3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Penentuan potensi lestari digunakan model surplus produksi Schaefer (1957) pada data
hasil tangkapan (catch) dan upaya (effort) ikan demersal tahun 2001–2015 di WPP NRI
714, dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari 98.010 ton dengan jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB) 78.408 ton (Gambar VII-5 dan Lampiran 3). Jumlah upaya
penangkapan optimal (fopt.) 9.900 unit setara rawai dasar. Jumlah upaya aktual saat ini
5.739 unit dan hasil tangkapan aktual saat ini 53.256 ton. Tingkat pemanfaatan ikan
demersal mencapai 0,58 atau pada kondisi fully exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 3, 10, 11 dan 12), yang menunjukkan tidak boleh lagi melakukan
penambahan upaya dan dilakukan pengawasan ketat.

84 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

84
120000 WPP 714 Demersal

100000

80000
Produksi (ton) 2005
2002
60000 2001 2012 2007
2006
5377 2009
2004 2014
2015
40000 2013 2008

20000

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar VII-5. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan demersal
di WPP NRI 714

3.3.2. Ikan Karang

Penentuan potensi lestari menggunakan surplus produksi Schaefer (1957). Analisis


dilakukan terhadap data hasil tangkapan (catch) dan upaya (effort) ikan karang tahun
2001–2015 di WPP NRI 714, dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari 145.530 ton
dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 161.424 ton (Gambar VII-6 dan
Lampiran 4). Jumlah armada penangkapan optimal 26.975 unit setara pancing ulur,
sementara jumlah upaya aktual (fakt.) 20.495 unit dengan produksi 53.596 ton. Tingkat
pemanfaatan ikan karang 0,76 atau sudah berada pada tahapan fully-exploited dengan
indikator warna kuning (Lampiran 4, 10, 11, dan 12), yang menunjukkan tidak boleh
lagi melakukan penambahan upaya dan dilakukan pengawasan ketat.

160000 WPP 714 Ikan Karang

140000

120000

100000
Produksi (ton)

80000

60000 2014 2015


2013
2012
40000

20000 2011 2010 2005


2006 2004
2002 2003
2007
0 2001
2009 2008
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
Upaya (Unit)

Gambar VII-6. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan karang
di WPP NRI 714

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
85

85
3.4. Indikator Stok

Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan kuniran (Upeneus sulphureus) pada
panjang 11,96 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang
10,08 cm. Ini berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan kuniran yang tertangkap sudah
matang gonad atau pernah memijah. Laju pertumbuhan (K) 1,51 per tahun dan panjang
asimtotik (L∞) 21,60 cm dengan tingkat eksploitasi (E) 0,63 per tahun.

Ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap (Lc) ikan kurisi (Nemipterus furcosus)
15,8 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) 10,08 cm. Berarti nilai
Lc>Lm menandakan ikan kurisi yang tertangkap sudah matang gonad atau pernah
memijah. Laju pertumbuhan (K) 1,51 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) 27,2 cm
dengan laju eksploitasi (E) 0,46 per tahun.

Ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap (Lc) ikan petek (Leiognathus
splendens) 12,02 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) 9,20 cm.
Berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan yang tertangkap sudah matang gonad atau pernah
memijah. Laju pertumbuhan (K) 0,91 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) adalah 20
cm dengan laju eksploitasi (E) 0,59 per tahun.

Untuk ikan kerapu sunu ekor gunting (Variola louti) didapatkan ukuran rata-rata
panjang pertama kali tertangkap (Lc) 26,31 cm dan ukuran rata-rata pertama kali
matang gonad (Lm) pada panjang 17 cm. Ini berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan
tersebut tertangkap setelah pernah memijah. Laju pertumbuhan (K) 0,6 per tahun dan
panjang asimtotik (L∞) 43,58 cm dengan laju eksploitasi (E) 0,45 per tahun. Untuk
ikan baronang (Siganus guttatus), ukuran rata-rata panjang pertama kali tertangkap (Lc)
27,65 cm. Laju pertumbuhan (K) 0,7 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) 51,5 cm
dengan laju eksploitasi (E) 0,46 per tahun.

Adapun ikan lencam (Lethrinus lentjan), ukuran rata-rata panjang pertama kali
tertangkap (Lc) 27,62 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) 25 cm.
Hal ini berarti nilai Lc>Lm menandakan ikan tersebut tertangkap setelah pernah
memijah. Laju pertumbuhan (K) 1,0 per tahun dan panjang asimtotik (L∞) 45,5 cm
dengan laju eksploitasi (E) 0,34 per tahun (moderate).

4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Penyebaran udang penaeid di WPP NRI 714 relatif sempit, hanya terbatas di perairan
sekitar pulau-pulau kecil di wilayah Sulawesi Tenggara, Maluku dan Teluk Tolo. Udang
windu jenis Penaeus semisulcatus banyak tertangkap di Teluk Kayeli, P. Buru dan
Teluk Tolo cenderung mendominasi hasil tangkapan. Penyebaran sumber daya lobster
antara lain perairan Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Banggai, pantai selatan Seram dan
pantai Teluk Tolo. Penyebaran sumberdaya kepiting berada di sekitar perairan pasang
surut dan daerah mangroves, terutama sekitar perairan Teluk Kendari. Adapun
penyebaran sumber daya rajungan yang banyak diusahakan berada di perairan Teluk

86 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
86
Kendari disebabkan substrat perairan yang berlumpur dan terdapat ekosistem
mangroves sehingga merupakan habitat yang cocok bagi pertumbuhan rajungan.

4.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang di WPP NRI 714 didominasi udang Metapenaeus sp. 23%,
udang Metapenaeopsis sp 4%, udang pama (P. semisulcatus) 4%; udang windu (P.
monodon) 3,2%, udang mantis 0,4%; dan udang jerbung (P. merguiensis) 0,39%
(Gambar VII-7).

Metapenaeus sp 23

P. semis ulcatus 4

Metapenaeopsis sp 4
Jenis ikan

P. monodon 3.2

P. merguiensis 0.4

Odontodactylus
0.4
scyllarus

Udang lainnya 65

0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)

Gambar VII-7. Komposisi jenis udang penaeid di WPP NRI 714

Jenis-jenis lobster yang terdapat di WPP NRI 714 antara lain lobster bambu (Panulirus
versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P. homarus), lobster mutiara (P.
ornatus), lobster batik/bintik seribu (P.longipes) dan lobster pakistan (P. polyphagus).
Selain dari jenis famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari family Scyllaridae
terutama jenis Thennus orientalis, Scyllarides squomosus, Scyllarus sp dan Parribacus
spp. Jenis yang dominan adalah lobster P.versicolor & P. longipes/femoristriga.

Jenis kepiting di perairan WPP NRI 714 adalah kepiting bakau hijau (Scylla serrata),
yang tertangkap dengan alat tangkap jaring insang dasar, bubu lipat dan begasi. Alat
tangkap yang paling dominan untuk menangkap kepiting adalah jaring insang dasar.
Adapun jenis rajungan yang banyak diusahakan berasal dari famili Portunidae yaitu
Portunus pelagicus.

4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Hasil perhitungan dengan menggunakan model surplus produksi didapatkan nilai MSY
udang 3.180 ton dan JTB 2.544 ton (Gambar VII-8 dan Lampiran 5). Alat tangkap
trammel net dijadikan sebagai alat tangkap standar dan diperoleh nilai upaya Optimal
(fopt.) sebesar 2.596 unit setara trammel net, sementara upaya actual (fakt.) 1.025 unit
trammel net dengan produksi sebesar 12.565 ton. Tingkat pemanfaatan udang sebesar
0,39 atau pada kondisi moderate (Lampiran 5, 10, 11 dan 12) atau berada pada tahapan
moderat (indikator warna hijau) dan masih sangat terbuka peluang pengembangannya.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
87

87
4000 WPP 714 Udang

3500 2015
2007
3000

Produksi (ton) 2500 2014 2003


2002
2000
2005
1500
2013 2012 2010 2006
1000 2008
500
2011
0
0 500 1000 1500 2000
Upaya (Unit)

Gambar VII-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang


di WPP NRI 714

4.3.2. Lobster

Potensi lestari (maximum suistainable yield) dan upaya optimal (fopt.) dianalisis dengan
pendekatan model produksi surplus Schaefer (1957) pada data catch dan effort tahun
2001 sampai dengan 2015. Hasil analisa diperoleh nilai dugaan potensi lestari sebesar
724 ton dengan upaya optimal 5.384 unit setara bubu (Gambar VII-9 dan Lampiran 6).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh sebanyak 80% dari potensi
lestari yaitu 579 ton, sementara berdasarkan data Statistik Perikanan, tahun 2015
tercatat jumlah bubu sebesar 9.294 unit. Tingkat pemanfataan lobster sebesar 1,72
(indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan tingkat
pemanfaatan lobster berada dalam tahapan over exploited dan harus diambil tindakan
segera dengan melakukan pengurangan upaya penangkapan.

800 WPP 714 Lobster

700

600

500 2004 2005


Produksi (ton)

400 2015

300 2008

200

100 2012 2008 2006


2013 2011 2007
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar VII-9. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya lobster
di WPP NRI 714

88 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

88
4.3.3. Kepiting

Berdasarkan model surplus produksi Schaeffer (1957), diperoleh dugaan potensi sumber
daya kepiting di WPP NRI 714 sebesar 1.145 ton. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi sehingga diperoleh jumlah tangkapan
yang diperbolehkan 916 ton dengan upaya Optimal menggunakan alat tangkap jaring
insang 4.368 unit (Gambar VII-10 dan Lampiran 7). Berdasarkan statistik perikanan,
diperoleh upaya penangkapan kepiting di perairan WPP NRI 714 pada tahun 2015
mencapai 6.778 unit setara jaring insang. Tingkat pemanfaatan kepiting saat ini
mencapai 1,55 (indikator warna merah) (Lampiran 7, 10, 11 dan 12). Hal ini
menunjukkan tingkat pemanfaatan kepiting sudah berada pada tahapan over exploited
dan harus dilakukan tindakan pengurangan upaya.
WPP 714 Kepiting
1400
2005
1200 2012
2014

1000
2015
Produksi (ton)

800 2004

600

400 2003

200

0
0 2000 4000 6 000 8000 10000
Upaya (Unit)

Gambar VII-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumberdaya kepiting bakau
di perairan WPP NRI 714

4.3.4. Rajungan

Potensi lestari rajungan di perairan WPP NRI 714 dianalisis berdasarkan model surplus
produksi Schaefer (1957) diperoleh dugaan sebesar 1.669 ton (Gambar VII-11 dan
Lampiran 8). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 1.335 ton dan
merupakan 80% dari potensi lestari. Upaya Optimal (fopt.) sebesar 8.929 unit setara
bubu dan berdasaran data statistik pada tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual (fakt.)
sebesar 6.839 unit dengan produksi 1.648 ton. Berdasarkan perbandingan jumlah upaya
aktual dan jumlah upaya Optimal. Tingkat pemanfaatan rajungan 0,77 (indikator warna
kuning) (Lampiran 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan tingkat pemanfaatan rajungan
berada dalam tahapan fully-exploited dimana tidak dilakukan penambahan upaya dan
pengawasan secara ketat.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
89

89
WPP 714 Rajungan
1800
2015
2005 2009
1600 2001 2002
2003 2008
1400
2011 2010
1200 2007 2014
2012
Produksi (ton) 1000 2006

800 2013
2004
600

400

200

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar VII-11. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumberdaya rajungan
di perairan WPP NRI 714

4.4. Indikator Stok

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) udang jerbung dan pama/flower lebih
kecil yaitu masing-masing sebesar 42,03 mm dan 32 mm daripada ukuran rata-rata
matang gonad (Lm) masing-masing sebesar 48,6 mm dan 39,6 mm. Nilai laju
pertumbuhan (K) udang jebung (P. merguiensis) sebesar 1,06 per tahun, L∞ 66,1 mm
dan nilai laju eksploitasi (E) 0,69 per tahun. Sementara untuk udang windu (P.
semisulcatus) diperoleh nilai K 1,2 per tahun, L∞ 80,9 mm dan nilai E 0,71 (fully
exploited).

Panjang karapas rata-rata pertma kali matang gonad (Lm) dan ukuran rata-rata pertama
kali tertangkap (Lc) udang bambu (P. versicolor) masing-masing adalah 71,83 mm dan
61,38 mm. Panjang karapas rata-rata matang gonad (Lm) dan rata-rata tertangkap (Lc)
udang batik (P.longipes femoristriga) masing-masing adalah 75,9 mm dan 55,9 mm.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, rata-rata lobster yang tertangkap belum melakukan
pemijahan. Untuk udang batik (P.longipes femoristriga) diperoleh panjang karapas
asimtotik (L∞) 144 mm dan laju pertumbuhan (K) 0,46 per tahun. Parameter
pertumbuhan udang bambu (P.versicolor) diperoleh panjang karapas asimtotik (L∞)
123,5 mm dan laju pertumbuhan (K) 0,62 per tahun. Nilai laju eksploitasi (E) udang
batik 0,58 dan udang bambu 0,59.

Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau (Scylla serrata) 115,29
mm (lebar karapas) tidak jauh berbeda dibandingkan ukuran rata-rata pertama kali
matang gonad (Lm) sebesar 119,7 mm. Lebar karapas asimptotik (CW∞) sebesar 206
mm dan laju pertumbuhan (K) 1,01 per tahun menunjukkan kepiting bakau memiliki
pertumbuhan yang cepat, sementara tingkat pemanfaatan (E) kepiting bakau adalah 0,63
per tahun (fully exploited).

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) rajungan dengan lebar karapas (CW)
116,65 mm, lebih kecil dibandingkan rata-rata pertama kali matang gonad rajungan

90 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
90
sebesar 119,7 mm dan hal ini menunjukkan sebagian besar rajungan yang tertangkap
belum melakukan pemijahan. Lebar karapas asimptotik (CW∞) diperoleh sebesar 182
mm, laju pertumbuhan (K) 0,91, laju eksploitasi (E) 0,73 per tahun. Sementara itu
puncak musim pemijahan rajungan diduga terjadi pada bulan November.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
91

91
VIII. WPP NRI 715: TELUK TOMINI, LAUT MALUKU, LAUT HALMAHERA,
LAUT SERAM DAN TELUK BERAU

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi

1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 715 berada di sekitar perairan
Bitung di selatan Pulau Lembeh, perairan Kema, perairan Teluk Tomini, perairan Batu
Putih (Laut Maluku), Laut Maluku, Laut Sulawesi, Laut Seram, Laut Halmahera dan
Samudera Pasifik. Untuk cumi-cumi, kegiatan penangkapan di WPP NRI 715 umumnya
dilakukan pada usaha skala kecil. Daerah penangkapan cumi-cumi potensial di wilayah
perairan Kabupaten Parigi Moutong .

1.2 Komposisi Jenis

Sumber daya pelagis kecil di WPP NRI 715 bagian barat (Gorontalo, Bitung dan
Ternate) didominasi oleh ikan malalugis, sementara bagian timur (Sorong dan Kaimana)
didominasi ikan kembung. Produksi tertinggi berasal dari alat tangkap pukat cincin
(purse seine). Kompoisisi jenis ikan pelagis kecil di Gorontalo terdiri dari malalugis
(85%), kembung (13%) dan selar (2%), sedangkan di Bitung terdiri dari malalugis
(90%), selar (8%) dan kembung (2%).

Jenis-jenis cumi-cumi di Indonesia terdiri dari Sepioteuthis lessoniana, Loligo


duvaucelli, Loligo chinensis, Loligo vulgaris, Loligo singhalensis dan Loligo edulis.
Jenis Sepioteuthis lessoniana merupakan jenis cumi-cumi yang tersebar di seluruh
pesisir laut Indonesia dan memilki potensi yang cukup besar.

1.3 Potensi, JTB, Effort Optimal, dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1 Ikan Pelagis Kecil

Dari hasil analisis data akustik terhadap sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI
715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) sebesar 555.982 ton/tahun (Lampiran
1). Analisis dengan model surplus produksi Schaefer (1957) didapatkan upaya optimal
(fopt.) 3.653 unit setara pukat cincin. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 444.786 ton/tahun. Berdasarkan
Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh upaya aktual 3.219 unit pukat cincin dan
produksi 212.012 ton. Tingkat pemanfaatan mencapai 0,88 (indikator warna kuning)
atau berada pada tahapan jenuh (fully-exploited) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12), yang
menunjukkan tidak boleh lagi melakukan penambahan upaya dan dilakukan
pengawasan ketat.

92 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

92
1.3.2 Cumi-Cumi

Analisis model surplus produksi Schaefer (1957) dilakukan pada data hasil tangkapan
(catch) dan upaya (effort) cumi-cumi dan diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY)
10.272 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) 1.790 unit setara bagan (Lampiran 9).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 8.217
ton/tahun. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh jumlah upaya aktual
3.325 unit setara bagan dan produksi 5.215 ton. Dengan demikian didapatkan tingkat
pemanfaatan sumber daya cumi-cumi 1,86 (indikator warna merah) atau status over
exploited dengan upaya penangkapan yang harus dikurangi (Lampiran 9, 10, 11 dan 12).

1.4 Indikator Stok

Ikan layang biru memiliki ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) 20,9 cm dan
ukuran pertama kali matang gonad (Lm) 21 cm. Panjang asimtotik (L∞) = 32 cm dan
laju pertumbuhan (K) = 1,06 per tahun. Sementara laju kematian total (Z) 3,67 per
tahun, laju kematian alami (M) 1,5 per tahun dan laju kematian karena penangkapan (F)
2,2 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,59 (fully exploited). Kondisi ini
mengindikasikan perlunya pengaturan pengelolaan sumber daya ikan layang dengan
uapaya penangkapan dipertahankan serta pengawasan yang ketat. Dugaan musim
pemijahan terjadi dua kali yakni bulan Juni dan November.

Ikan bentong (Selar crumnophthalmus) memiliki ukuran panjang pertama kali


tertangkap 19 cm dan panjang pertama kali matang gonad 19,3 cm. Panjang asimtotik
(L∞) = 29,9 cm dan laju pertumbuhan (K) = 1,7 per tahun. Sementara laju kematian total
(Z) 5,58 per tahun, laju kematian alaminya (M) 1,63 per tahun dan laju kematian karena
penangkapan (F) 2,86 per tahun. Laju eksploitasi (E) 0,64 per tahun menandakan sudah
fully exploited. Diduga musim pemijahan ikan S. crumenophthalmus terjadi pada bulan
Juli.

Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) memiliki ukuran panjang pertama kali


tertangkap 22,6 cm. Hasil analisa parameter populasi menunjukkan panjang asimtotik
(L∞) 29 cm dengan laju pertumbuhan (K) 0,75 per tahun. Laju kematian total (Z) 2,84
per tahun dan laju kematian alamiah (M) 1,54 per tahun serta laju kematian akibat
penangkapan (F) 1,3 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,46 (moderate). Hal ini
menunjukan bahwa ikan kembung masih memungkinkan untuk dikembangkan. Diduga
musim pemijahan ikan R. kanagurta terjadi pada bulan Mei dan Oktober.

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Jenis sumber daya pelagis besar yang tertangkap di perairan ini adalah tuna, cakalang
dan jenis-jenis tuna neritik terutama jenis tongkol serta banyak juga tertangkap
lemadang dan hiu. Jenis tongkol yang dominan adalah tongkol lisong (A. rochei).
Daerah penangkapan di perairan Teluk Tomini, Laut Maluku bagian barat dan timur,

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
93

93
Laut Seram hingga Raja Ampat. Secara umum puncak musim ikan pelagis besar pada
musim timur.

2.2 Komposisi Jenis

Komposisi jenis ikan pelagis besar didominasi oleh tongkol lisong sebesar 15%. Jenis
ikan pelagis besar lainnya terdiri dari cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol krai
(Auxiz thazard), lemadang (Coryphaena hippurus) dan ikan sunglir (Elagatis
bippinulatus) (Gambar VIII-1).

Layang biru 60.2

Ekor kuning 19.8


Jenis ikan

Tongkol lisong 15

Cakalang 5

0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)

Gambar VIII-1. Komposisi jenis (%) ikan pelagis besar hasil tangkapan pukat cincin
di WPP NRI 715

2.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Berdasarkan hasil survei akustik diperoleh dugaan potensi lestari (MSY) ikan pelagis
besar 31.659 ton per tahun (Lampiran 2). Dengan analisis model surplus produksi
Schaefer (1957) diperoleh upaya optimal (fopt.) 5.228 unit setara pukat cincin. Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 25.327 ton per
tahun. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh upaya aktual 5.049 unit
setara pukat cincin dengan produksi 117.521 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis besar 0,97 (indikator warna kuning) atau berada pada tahapan jenuh (fully-
exploited) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12), yang menunjukkan tidak boleh lagi melakukan
penambahan upaya dan dilakukan pengawasan ketat.

2.4 Indikator Stok

Tongkol lisong (A. rocheii) memiliki ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) pada
panjang 26,2 cm dan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang
25,9 cm. Panjang asimtotik (L∞) = 37 cm dengan nilai laju pertumbuhan (K) = 0,51 per
tahun. Laju kematian total (Z) 1,54 per tahun, laju kematian alami (M) 1,12 per tahun
dan laju kematian karena penangkapan (F) 0,42 per tahun dengan laju eksploitasi (E)
0,27 per tahun (moderate). Musim pemijahan ikan tongkol lisong mencapai puncaknya
pada bulan Juli dan Oktober. Dari indikator stok ini menunjukkan bahwa ikan tongkol
lisong memiliki kesempatan untuk memijah sebelum tertangkap (Lc>Lm), sehingga
keberlangsungan hidupnya masih terjaga. Laju eskploitasi tongkol lisong di WPP NRI
715 masih tergolong rendah sehingga masih dapat ditingkatkan.

94 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

94
3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan demersal di WPP NRI 715 umumnya di habitat perairan
karang di sekitar perairan Kabupaten Banggai (Pulau Kubur, Pulau Tembang, Pulau
Giolan, Pulau Sidanggi, Pulau Satu dan Pulau Buaya). Daerah penangkapan lainnya
berada di sekitar Pulau Tanjung Kramat yang berada di sekitar Kepulauan Togean.
Puncak musim penangkapan ikan terjadi pada bulan September.

Daerah penangkapan ikan karang menggunakan pancing di sekitar perairan Kabupaten


Banggai, perairan Gorontalo (Teluk Tomini), Laut Sulawesi hingga Laut Maluku.
Sedangkan untuk daerah penangkapan di perairan Ternate berada di Pulau Bacan,
Batang Dua, Bitung, Buli, Gafi, Gane, Gane Barat, Halmahera Timur, Jailolo, Kayoa,
Loloda, Maba, Makian, Manado, Morotai, Moti, Obi, Patani, Saketa, Sanana, Saria,
Sidangoli, Sofifi, Subaim, Sula, Ternate, Tidore, Tobelo, dan Weda.

3.2 Komposisi Jenis

Jenis-jenis ikan demersal yang umumnya tertangkap antara lain ikan ekor kuning
(Caesio cuning), kuwe (Carans sexfasciatus), kakap (Lutjanus spp) dan kerapu
(Epinephelus spp). Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ekor kuning (C. cuning)
sebesar 48,75% (Gambar VIII-2).

Ekor kuning 48.8

Kuwe 30.4
Jenis ikan

Kerapu 11.8

Kakap 9.1

0 10 20 30 40 50 60
Prosentase (%)

Gambar VIII-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal dan ikan karang di
WPP NRI 715

3.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1 Ikan Demersal

Dengan menggunakan model surplus produksi pada data catch dan effort sumber daya
ikan demersal diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY) 325.080 ton/tahun dengan
upaya optimal (fopt.) 18.030 unit setara rawai dasar. Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya 260.064 ton/tahun (Gambar
VIII-3 dan Lampiran 3). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh
jumlah upaya aktual (fakt.) 3.893 unit setara rawai dasar dan produksi 94.060 ton.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
95
95
Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan demersal 0,22 atau berada pada tingkat
moderate (indikator warna hijau), sehingga upaya penangkapan masih bisa
dikembangkan (Lampiran 3, 10, 11 dan 12).

WPP 715 Demersal


350000

300000

250000
Produksi (ton)

200000

150000
2013 2010 2004 2014
2003
100000 2015 2009 20072006
2012 2002
2011 2001 2008
50000
2005
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000
Upaya (Unit)

Gambar VIII-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP NRI 715

3.3.2 Ikan Karang

Hasil analisis model surplus produksi pada data catch dan effort sumber daya ikan
karang di WPP NRI 715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) ikan karang
310.866 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 39.425 unit setara pancing ulur.
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu
248.693 ton/tahun (Gambar VIII-4 dan Lampiran 4). Berdasarkan Statistik Perikanan
Tangkap tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual 13.353 unit setara pancing ulur dan
produksi sebesar 59.821 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatannya baru mencapai
0,34 (indikator warna hijau) atau status moderate dengan upaya penangkapan masih
dapat ditambah (Lampiran 4, 10, 11 dan 12).

350000 WPP 715 Ikan Karang

300000

250000
Produksi (ton)

200000

150000

100000 2014 2015


2012 2013
50000
200320092006 2010
2011 2007
20022005
0 200820012004
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000
Upaya (Unit)

Gambar VIII-4. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan karang di WPP
NRI 715

96 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
96
3.4 Indikator Stok

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap ikan ekor kuning (Caesio cuning) mencapai
22,6 cm dan rata-rata ukuran pertama kali matang gonad 25,7 cm. Panjang asimtotik
(L∞) 47 cm dan laju pertumbuhan (K) 0,27 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,70
per tahun. Ikan katamba (Lethrinus amboinensis) memiliki ukuran pertama kali
tertangkap 19,5 cm dan ukuran pertama kali matang gonad 21,1 cm. Panjang asimtotik
(L∞) 27,9 cmFL dan laju pertumbuhan (K) 0,7 per tahun dengan laju eksploitasi (E)
0,66. Sementara ikan bobara/kuwe (Caranx sexfasciatus) memiliki ukuran pertama kali
tertangkap 24,5 cm, panjang asimtotik (L∞) sebesar 57,5 cm dan laju pertumbuhan (K)
0,3 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,50 per tahun.

4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan udang penaeid dan krustasea lainnya di WPP NRI 715 berada di
sekitar perairan Kep. Raja Ampat, Sorong Selatan hingga Teluk Bintuni (Gambar VIII-
5). Musim penangkapan udang dan krustasea lainnya terjadi sepanjang tahun dengan
puncak musim pada bulan Juni-Juli dan bulan Oktober-November.

Gambar VIII-5. Daerah penangkapan sumber daya udang penaeid dan krustasea lainnya
di WPP NRI 715

Habitat lobster terdapat di perairan karang di sepanjang pantai dan teluk. Penyebaran
lobster relatif cukup luas mengingat habitat di perairan ini banyak terdapat terumbu
karang. Daerah penyebaran lobster antara lain perairan Kepulauan Raja Ampat, Pulau
Waigeo, Pulau Salawati dan Pulau Obi.

Daerah penyebaran kepiting bakau di perairan WPP NRI 715 berada di perairan yang
berlumpur, dangkal dan umunya berada di perairan sekitar mangroves. Kepiting bakau
yang banyak diusahakan di perairan WPP NRI 715 berada di daerah Sorong dan Sorong
Selatan. Penyebaran sumber daya rajungan tersebar pada perairan dengan habitat

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
97
97
lumpur berpasir, pasir berlumpur dan lumpur liat sesuai dengan siklus hidupnya.
Penyebaran sumber daya rajungan ditemukan di sekitar perairan Sorong Selatan.

4.2 Komposisi Jenis

Sentra produksi komoditas udang dan krustasea lainnya terdapat di perairan sekitar
Papua Barat yang meliputi Sorong, Sorong Selatan dan Bintuni. Untuk jenis udang
penaeid yang dominan adalah udang kelong (Penaeus indicus) dan lobster.

Jenis-jenis lobster Panuliridae yang terdapat di perairan kepulauan Raja Ampat antara
lain lobster bambu (Panulirus versicolor), lobster batu (P. penicillatus), lobster pasir (P.
homarus), lobster mutiara (P. ornatus), lobster batik/bintik seribu (P. longipes
femoristriga) dan lobster pakistan (P. polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae
juga terdapat jenis-jenis dari famili Scyllaridae terutama jenis Scyllarides squomosus,
Scyllarus sp dan Parribacus spp. Jenis lobster dominan adalah jenis, P. versicolor,
Perribacus spp, P. longipes femoristriga, P. ornatus, dan P. penicillatus (Gambar VIII-
6).

Lobster bambu 60.5

Lobster kipas 21.5


Jenis ikan

Lobster batik 9

Lobster batu 4.5

Lobster mutiara 4.5

0 10 20 30 40 50 60 70
Prosentase (%)

Gambar VIII-6. Komposisi jenis (%) sumber daya lobster di WPP NRI 715

Jenis kepiting yang banyak ditangkap adalah kepiting bakau hijau (Scylla serrata) dan
kepiting bakau merah (Scylla olivacea). Komposisi hasil tangkapan terdiri dari kepiting
bakau merah 85,29% dan kepiting bakau hijau 14,7%. Jenis rajungan yang banyak
ditangkap berasal dari famili Portunidae yaitu Portunus pelagicus.

4.3 Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Analisis model surplus produksi terhadap data hasil tangkapan (catch) dan upaya
(effort) pada sumber daya udang penaeid di WPP NRI 715 diperoleh nilai dugaan
potensi lestari (MSY) sebesar 6.436 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) 5.161 unit
setara trammel net (Gambar VIII-7 dan Lampiran 5). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 5.149 ton/tahun,
sementara itu berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2015) diperoleh jumlah upaya
aktual (fakt.) 4.023 unit setara trammel net dengan produksi sebesar 7.753 ton. Tingkat
pemanfaatan sumber daya udang penaeid 0,78 berada pada status fully-exploited

98 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


98
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
(indikator warna kuning) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12), dimana upaya pengembangan
armada penangkapan udang dipertahankan dan dilakukan pengawasan secara ketat.
9000 WPP 715 Udang

8000 2015
2012
7000 2014
2011 2006
6000
Produksi (ton)

5000 2005
2010
4000
2009
2008
3000

2000

1000
0
0 200 400 600 800 1000 1200
Upaya (Unit)

Gambar VIII-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang penaeid di
WPP NRI 715

4.3.2 Lobster

Dari hasil analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya
lobster di WPP NRI 715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY)
846 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) 3.570 unit setara trammel net (Gambar VIII-
8 dan Lampiran 6). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya yaitu 677 ton/tahun, sementara itu berdasarkan Statistik Perikanan
Tangkap (2015) diperoleh upaya aktual 4.702 unit setara trammel net dan produksi
sebesar 1.125 ton. Tingkat pemanfaatan mencapai 1,32 atau statusnya over exploited
(indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12). Dengan demikian maka harus
segera dilakukan tindakan pengelolaan dengan mengurangi upaya penangkapan sekitar
32 % dari upaya penangkapan saat ini.

900 WPP 715 Lobster


2014
800
2013
700
2012
600
2011
Produksi (ton)

2010
500
2009
400 2006

300

200

100

0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)

Gambar VIII-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP NRI
715
POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
99
99
4.3.3 Kepiting

Dari hasil analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya
kepiting di WPP NRI 715 diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) sebesar
891 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 5.448 unit setara jaring insang
(Gambar VIII-9 dan Lampiran 7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya yaitu 712 ton/tahun, sementara itu berdasarkan Statistik
Perikanan Tangkap (2015) diperoleh upaya aktual 6.501 unit setara jaring insang dan
produksi 1.033 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatannya sudah mencapai 1,19
(indikator warna merah) atau statusnya over exploited (Lampiran 7, 10, 11 dan 12) dan
harus dilakukan pengurangan upaya sekitar 19 % dari jumlah upaya saat ini.

WPP 715 Kepiting


1200

2015
1000
2014 2010
2009
800 2013
Produksi (ton)

2011
600
2008
400 2007

200
2004
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar VIII-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting bakau di
WPP NRI 715

4.3.4 Rajungan

Dari hasil analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort sumber daya
rajungan diperoleh besaran nilai potensi lestari (MSY) 495 ton/tahun dengan upaya
optimal (fopt.) 7.180 unit setara jaring insang (Gambar VIII-10 dan Lampiran 8). Jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 396
ton/tahun, sementara itu berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap (2015) diperoleh
upaya aktual 7.025 unit setara jaring insang dan produksi sebesar 530 ton. Tingkat
pemanfaatan mencapai 0,98 atau statusnya fully-exploited (indikator warna kuning)
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12). Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan armada
penangkapan dipertahankan dengan pengawasan ketat.

100 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

100
WPP 715 Rajungan
800

700
2014
600
2015
Produksi (ton) 500 2011 2013
2009
400 2010

300

200 2007
2006 2008
100 2003 2004
2005
2002
2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)

Gambar VIII-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya rajungan di WPP
NRI 715

4.4 Indikator Stok

Parameter pertumbuhan udang kelong (Penaeus indicus) yaitu panjang asimtotik (L∞)
45,05 mm dan koefisien pertumbuhan (K) 1,93 per tahun dengan tingkat pemanfaatan
(E) 0,60 per tahun. Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) udang kelong pada
panjang karapas 26,6 mm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) 28,2
mm. Dalam perspektif indikator stok, maka pengelolaan sumber daya udang di perairan
WPP NRI tidak dilakukan penambahan upaya dan pengawasan ketat.

Perhitungan indikator biologi dilakukan terhadap lobster mutiara dan lobster bambu di
perairan Kepulauan Raja Ampat. Rata-rata ukuran panjang karapas lobster mutiara (P.
ornatus) pertama kali tertangkap adalah 97,4 mm dengan laju pertumbuhan (K) 0,33 per
tahun dan panjang karapas asimtotik (L∞) 168 mm, sementara laju eksploitasi (E)
lobster mutiara adalah 0,65. Rata-rata panjang karapas lobster bambu (P. versicolor)
pertama kali tertangkap adalah 82,9 mm dengan laju pertumbuhan (K) 0,68 per tahun.
Panjang karapas asimtotik (L∞) 131,25 mm dan laju eksploitasi (E) 0,65 per tahun. Nilai
eksploitasi (E) kedua jenis lobster ini lebih dari 0,5 dan hal ini mengindikasikan tingkat
pemanfaatan lobster mutiara dan bambu pada kondisi fully exploited.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
101

101
IX. WPP NRI 716: LAUT SULAWESI DAN SEBELAH UTARA PULAU
HALMAHERA

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi

1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 716 di Laut Sulawesi tersebar
mulai dari pantai Manado hingga perairan Kepulauan Talaud dan Sangihe; sebelah barat
Pulau Makalihi dan Pulau Naen, Pulau Amurang atau sering disebut nelayan setempat
“Laut Tengah”. Daerah penangkapan adalah perairan Pulau Raja dan Pulau Lampu.

Daerah penangkapan cumi-cumi di WPP NRI 716 tersebar di perairan pulau-pulau yang
ada di utara Sulawesi. Kegiatan pemanfaatan sumber daya cumi-cumi didominasi oleh
perikanan usaha skala kecil, dengan jangkauan daerah penangkapan yang tidak jauh
dari basis penangkapan.

1.2 Komposisi Jenis

Hasil tangkapan ikan pelagis kecil didominasi oleh ikan layang biru (Decapterus
macarellus), selar (Selar crumenopthalmus). Jenis lain yang juga tertangkap ikan teri,
kembung, tetengkek, siro dan tembang.

Jenis cumi-cumi di Indonesia, termasuk di WPP NRI 716 terdiri dari Sepioteuthis
lessoniana, Loligo duvaucelli, Loligo chinensis, Loligo vulgaris, Loligo singhalensis
dan Loligo edulis. Menurut Chikuni (1983), cumi-cumi jenis Sepioteuthis lessoniana
merupakan jenis cumi-cumi yang tersebar di seluruh pesisir laut Indonesia dan memilki
potensi yang cukup besar.

1.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1 Ikan Pelagis Kecil

Berdasarkan hasil analisis data akustik diperoleh nilai potensi lestari (MSY) ikan
pelagis kecil sebesar 332.635 ton/tahun dan jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB)
266.108 ton/tahun. Analisis data dengan menggunakan metode surplus produksi
diperoleh nilai upaya optimal (fopt.) 4.228 unit setara pukat cincin (purse seine).
Berdasarkan Statistik Perikanan 2015 jumlah alat tangkap purse seine aktual sebanyak
2.019 unit, dan produksi aktual 45.736 ton (Lampiran 1). Tingkat pemanfaatan sumber
daya ikan pelagis kecil 0,48 (indikator warna hijau) atau status moderate (Lampiran 1,
10, 11 dan 12), yang mengindikasikan bahwa peluang pengembangan penangkapan ikan
pelagis kecil masih terbuka.

1.3.2 Cumi-Cumi

Analisis menggunakan model surplus produksi diperoleh nilai potensi lestari sebesar
1.103 ton/tahun, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 883 ton/tahun dan

102 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
102
jumlah upaya optimal (fopt.) 224 unit setara alat tangkap bagan (Lampiran 9). Produksi
cumi-cumi tahun 2015 sebesar 480 ton dengan jumlah alat tangkap (fakt.) 319 unit setara
bagan. Tingkat pemanfaatan cumi-cumi di perairan ini (E) 1,40 (over exploited),
mengindikasikan bahwa tingkat pemanfaatan telah melebihi nilai potensi lestari
(Lampiran 9, 10, 11 dan 12).

1.4. Indikator Stok

Struktur ukuran spesies ikan malalugis (Decapterus macarellus) yang tertangkap pada
kisaran panjang cagak (FL) 10-32,5 cm. Ukuran ikan rata-ratapertama kali tertangkap
(Lc) pada panjang cagak 26,9 cm, ukuran pertama kali matang gonad (Lm) pada
panjang cagak 20,7 cm. Panjang asimtotik (L∞) = 33,8 cm, dengan nilai laju
pertumbuhan (K) = 0,99 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) 3,73, laju kematian
alami (M) 1,74, laju kematian akibat penangkapan (F) 1,99 dan laju eksploitasi (E) 0,53
per tahun.

Struktur ukuran ikan banyar (Rastrelliger kanagurta) yang tertangkap pada kisaran
panjang cagak 10-29 cm. Ukuran ikan rata-rata pertama kali tertangkap pada panjang
cagak 20,72 cm, ukuran pertama kali matang gonad pada panjang cagak 18,25 cm.
Panjang asimtotik (L∞) = 23,63 cm, dengan nilai laju pertumbuhan (K) = 0,73 per tahun.
Nilai laju kematian total (Z) 3,39, laju kematian alami (M) 1,58, laju kematian akibat
penangkapan (F) 1,81 dan laju eksploitasi (E) sebesar 0,53 per tahun.

Ikan bentong (Selar crumenophthalmus) memiliki struktur ukuran pada kisaran panjang
cagak 14,5-26,5 cm. Ukuran ikan rata-rata pertama kali tertangkap pada panjang cagak
18,7 cm, sedangkan ukuran pertama kali matang gonad pada panjang cagak 17,7 cm.
Panjang asimtotik (L∞) = 25,95 cm dengan nilai laju pertumbuhan (K) 1,01 per tahun.
Nilai laju kematian total (Z) 4,28, laju kematian alami (M) 1,9 , laju kematian akibat
penangkapan (F) sebesar 2,38 dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,56 per tahun.

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan pelagis besar tersebar di perairan WPP NRI 716, terutama di
gugusan pulau-pulau di Teluk Kwandang seperti Pulau Otilade, Pulau Raja dan
Mohinggalo, perairan kepulauan Talaud dan Sangihe di sebelah barat pulau Makalihi
dan pulau Naen serta perairan Amurang. Unit penangkapan pukat cincin melakukan
penangkapan di Laut Sulawesi dan pada bulan tertentu di perairan Laut Maluku, sekitar
30-150 mil dari Pelabuhan Tumumpa. Jenis ikan pelagis besar yang tertangkap yaitu
tongkol lisong (A. rochei), tongkol krai (A. thazard), dan tongkol komo (E. affinis).,
marlin dan lemadang.

2.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 716 didominasi oleh
tongkol. Selain tongkol, jenis ikan pelagis lainnya yang tertangkap adalah cakalang (K.
pelamis), tuna madidihang (T. albacares) dan lemadang (C. hippurus) (Gambar IX-1).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
103
103
Layang 42.5

Tongkol 36

Selar 11

Jeni s ika n
Kembung 5

Cakalang 4

Tuna madidihang 1

Lemadang 0.5

0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)

Gambar IX-1. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 716

2.3. Potensi Lestari, JTB dan Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Analisis dengan menggunakan metode akustik diperoleh nilai potensi lestari (MSY)
ikan pelagis besar 181.491 ton/tahun dan jumlah tangkapan yang dibolehkan (JTB)
145.193 ton/tahun (Lampiran 2). Analisis dengan model surplus produksi diperoleh
jumlah upaya optimal (fopt.) sebesar 3.488 unit setara pukat cincin (purse seine),
sementara upaya aktual saat ini adalah 2.209 unit setara pukat cincin dan produksi
39.650 ton. Tingkat pemanfaatan ikan pelagis besar adalah 0,63 (indikator warna
kuning) atau status telah jenuh (fully-exploited), jumlah upaya penangkapan masih dapat
dipertahankan dengan pengawasan yang ketat (Lampiran 2, 10, 11 dan 12).

2.4. Indikator Stok

Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) ikan tongkol krai (Auxis thazard) pada
panjang cagang 31,56 cm. Tingkat mortalitas total (Z) 2,94 per tahun, mortalitas alami
(M) adalah 0,92 per tahun dan mortalitas penangkapan (F) 2,02 per tahun dengan laju
eksploitasi (E) sebesar 0,69 per tahun.

Nilai Lc tenggiri batang (Scomberomorus commerson) 80,62 cm, panjang asimtotik


(L∞) 123,90 cm dan nilai (K) 0,51 per tahun. Nilai mortalitas total (Z) sebesar 3,67 per
tahun, mortalitas alami (M) 0,71 per tahun dan mortalitas penangkapan (F) 2,96 per
tahun dengan tingkat laju eksploitasi (E) sebesar 0,81 per tahun, yang menunjukkan
tingkat pemanfaatan yang sudah tinggi.

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Penyebaran dan daerah penangkapan sumber daya ikan demersal relatif sempit meliputi
wilayah pantai Tarakan, Belinyu dan Nunukan di daerah Kalimantan Timur serta Teluk
Likupang dan sekitar Kepulauan Sangihe dan Talaud di wilayah Sulawesi Utara. Ikan
demersal dan ikan karang banyak ditangkap oleh nelayan di sekitar pulau dengan alat
tangkap tradisional berupa tombak dan pancing ulur.

104 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

104
3.2. Komposisi Jenis

Jenis-jenis ikan demersal yang potensial di WPP NRI 716 adalah ikan nomei, bawal
hitam, bawal putih, kuro/senangin, kurau, tigawaja, kakap merah, remang, kerapu dan
kakap putih. Komposisi ikan hasil tangkapan didominasi ikan nomei (19,31%), bawal
hitam (14,19%), bawal putih (12,46%) dan senangin (9,36%) (Gambar IX-2).

Nomei 19.3

Bawal hitam 14.2


Jenis ikan

Bawal putih 12.5

Senangin 9.4

Ikan lainnya 44.7

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0


Prosentase (%)

Gambar IX-2. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan demersal di WPP NRI 716

Komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan rawai dasar didominasi oleh ikan ose
(famili Muraenidae). Sementara komposisi jenis ikan karang hasil tangkapan bubu
didominasi oleh jenis ikan merah (Lutjanus monostigma) (Gambar IX-3).

Ose 84 Lutjanus monostigma 43.5

Serranidae 40
Bawal 9.5
Jeni s i kan

Jenis ikan

Lutjanus malabaricus 9.5


Arut 2.5

Lates calcarifer 6
Ikan lainnya 4
Ikan lainnya 1
0 20 40 60 80 100
Prosentase (%) 0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)

Gambar IX-3. Komposisi jenis (%) sumber daya ikan karang hasil tangkapan rawai
dasar (kiri) dan bubu (kanan) di WPP NRI 716

3.3. Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Analisis model surplus produksi data catch dan effort sumber daya ikan demersal di
WPP NRI 716 diperoleh nilai potensi lestari sebesar 36.142 ton/tahun, jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 28.914 ton/tahun dan upaya optimal (fopt.)
sekitar 13.792 unit setara alat tangkap rawai dasar (Gambar IX-4 dan Lampiran 3).
Berdasarkan statistik perikanan tahun 2015 jumlah upaya aktual (fakt.) 6.170 unit rawai
dasar, dengan produksi sebesar 21.326 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
demersal adalah 0,45 (indikator warna hijau) atau status moderate, yang

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
105

105
mengindikasikan bahwa peluang pengembangan penangkapan ikan demersal masih
terbuka(Lampiran 3, 10, 11 dan 12).

40000 WPP 716 Demersal

35000

30000
Produksi (ton)

25000 2011
2010 2015 2012 2009
20000 2013 2007
2014 2004 2008
2001
15000 2003 2005 2006
2002
10000

5000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)

Gambar IX-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan demersal di WPP
NRI 716

3.3.2. Ikan Karang

Analisis dengan metode surplus produksi terhadap catch dan effort ikan karang
diperoleh nilai potensi lestari sebesar 34.440 ton/tahun dan jumlah hasil tangkapan yang
diperbolehkan(JTB) 27.552 ton/tahun. Upaya optimal (fopt.) sebesar 13.123 unit setara
pancing ulur. Berdasarkan statistik perikanan tahun 2015, diperoleh upaya aktual 19.086
unit dan produksi sebesar 24.999 ton (Gambar IX-5 dan Lampiran 4). Tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan karang sudah mencapai 1,45 (indikator warna merah)
atau status over exploited, perlu dilakukan pengurangan upaya penangkapan yang ada
(Lampiran 4, 10, 11 dan 12)

WPP 716 Ikan Karang


35000

30000 2014
2015
2013
25000
Produksi (ton)

20000 2012

15000

10000 2011
2009 2010
5000 2001 2007 2006
20022004
2003 20082005
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

Gambar IX-5. Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya ikan karang di
WPP NRI 716

106 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

106
3.4. Indikator Stok

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan senangin (Eleutheronema


tetradactylum) adalah 38,82 cm dan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) 37,84 cm
dengan panjang asimtotik (L∞) 78,6 cm. Nilai laju pertumbuhan (K) 0,51 per tahun dan
laju eksploitasi (E) 0,52 per tahun. Untuk ikan bawal (Pampus argenteus), ukuran
pertama kali tertangkap mencapai 16,91 cm dan ukuran pertama kali matang gonad 20
cm dengan panjang asimtotik (L∞) 36,6 cm. Nilai K sebesar 0,51 per tahun dengan laju
eksploitasi (E) 0,61 per tahun. Analisis terhadap ikan nomei (Harpodon nehereus)
diperoleh hasil ukuran pertama kali tertangkap 26,8 cm dan ukuran pertama kali
matang gonad 29,21 cm dengan panjang asimtotik (L∞) 33,95 cm. Nilai K sebesar 0,31
per tahun dengan tingkat pemanfaatan (E) 0,25 per tahun.

4. Sumber daya Udang Penaeid dan Krustasea lainnya

4.1 Penyebaran dan Komposisi Jenis

Penyebaran udang penaeid di WPP NRI 716 berada di sekitar perairan Kalimantan
Utara, terpusat di area perairan Tarakan dan sekitarnya. Komposisi hasil tangkapan
udang penaeid yang didaratkan didominasi jenis udang windu (P. semisulcatus)
(30,7%), udang dogol (M. ensis) (25%), udang putih (P. merguiensis) (20,5%), udang
krosok (Parapenaeopsis spp) (16,5%) dan udang lainnya (Parapenaeopsis spp) (7,4%)
(Gambar IX-6).

Udang windu 30.7

Udang dogol 25
Jenis ikan

Udang putih 20.5

Udang krosok 16.5

Udang lainnya 7.3

0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)

Gambar IX-6. Komposisi jenis (%) udang penaeid di perairan WPP NRI 716

Daerah penyebaran lobster di WPP NRI 716 di perairan Pulau Sebatik, Pulau Derawan,
Kepulauan Maratua dan perairan Pantai Utara Halmahera. Jenis-jenis lobster
Palinuridae antara lain lobster bambu (Panulirus versicolor), lobster batu (P.
penicillatus), lobster pasir (P.homarus), lobster mutiara (P.ornatus), lobster
batik/lobster bintik seribu (P.longipes femoristriga) dan lobster pakistan (P.
polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari famili
Scyllaridae terutama jenis Scyllarides squomosus, Scyllarus sp dan Parribacus spp.
Jenis hasil tangkapan yang dominan tertangkap adalah lobster pakistan (P. polyphagus),
lobaster bambu (P. versicolor) dan lobster mutiara (P. ornatus).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
107

107
Penyebaran sumber daya kepiting di perairan WPP NRI 716 berada di perairan Tarakan.
Jenis kepiting yang tertangkap berasal dari famili Scyllaridae. Alat tangkap yang
dominan dioperasikan untuk menangkap kepiting adalah jaring insang. Penyebaran
sumber daya rajungan terdapat di perairan Sebatik. Jenis rajungan yang tertangkap dari
famili Portunidae, jenis Portunus pelagicus.

4.2. Potensi, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.2.1. Udang Penaeid

Hasil perhitungan estimasi potensi lestari (MSY) udang menggunakan model surplus
produksi dan diperoleh nilai MSY sebesar 7.945 ton dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) 6.356 ton, nilai upaya optimal (Fopt.) 9.933 unit alat tangkap setara
trammel net (Gambar IX-7 dan Lampiran 5). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap
2015 diperoleh jumlah upaya aktual 4.945 unit trammel net dan produksi udang
penaeid 5.310 ton. Tingkat pemanfaatan udang mencapai 0,50 (indikator warna hijau)
atau status moderate (Lampiran 5, 10, 11 dan 12), tingkat pengusahaan sumber daya
udang terbuka pengembangannya.

12000 WPP 716 Udang

10000 2010
2001
8000 2003
2014
Produksi (ton)

2007
2012 2013
6000 2006
2011 2005 2004
2015
4000 2009
2008

2000

0
0 1000 2000 3000 4000
Gambar IX-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang di WPP NRI
716

4.2.2 Lobster

Perhitungan MSY lobster dilakukan dengan model Schaefer dan diperoleh nilai MSY
894 ton dan JTB 715 ton (Gambar IX-8), nilai upaya optimal (fopt) 5.168 unit alat
tangkap setara trammel net (Lampiran 6). Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap
tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual (fakt) 3.891 unit trammel net dan produksi
(Cakt) sebesar 962 ton. Tingkat pemanfaatan lobster saat ini sekitar 0,75 (indikator
warna kuning) atau statusnya berada dalam tahapan fully-exploited (Lampiran 6, 10, 11
dan 12).

108 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

108
1200 WPP 716 Lobster

2014
2013
1000 2015

Produksi (ton) 800

600
2012
2005
400 2006 2008
2011
2010 2009
200

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar IX-8. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster di WPP NRI
716

4.2.3. Kepiting

Perhitungan MSY kepiting dilakukan dengan model Schaefer dan didapatkan sebesar
2.196 ton dan JTB 1.756 ton (Gambar IX-9), dan nilai upaya optimal 5.239 unit jaring
insang. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015 diperoleh jumlah upaya aktual
(fakt) sebesar 1.989 unit jaring insang dan produksi (Cakt) sebesar 1.575 ton (Lampiran
7). Tingkat pemanfaatan kepiting 0,38 (indikator warna hijau) atau status moderate
(Lampiran 7, 10, 11 dan 12), pengusahaan sumber daya kepiting masih terbuka peluang
pengembangannya.

WPP 716 Kepiting


2500

2011 2014
2000 2012
2013
2015 2010
2008
Produksi (ton)

1500 2007
2009
2006 2005
1000
2003

500 2004

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar IX-9. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya kepiting di WPP NRI
716.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
109

109
4.2.4. Rajungan

Perhitungan MSY rajungan dilakukan dengan model Schaefer dan diperoleh nilai MSY
sebesar 294 ton/tahun, nilai JTB sebesar 235 ton/tahun dan nilai upaya optimal
5.838 unit (Lampiran 8 ; Gambar IX-10. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap 2015
diperoleh jumlah upaya aktual (fakt.) 2.932 unit jaring insang tetap dan produksi (Cakt.)
164 ton. Tingkat pemanfaatan rajungan 0,50 (indikator warna hijau) atau moderate
(Lampiran 8, 10, 11 dan 12), yang mengindikasikan pengusahaan sumber daya
rajungan masih dapat dikembangkan.

WPP 716 Rajungan


400

350 2005

300 2006
2013
2014
250 2011
Produksi (ton)

2015 2007
2010
200
2009
150
2008
100

50

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar IX-10. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya rajungan di WPP
NRI 716

4.3. Indikator Stok

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap udang windu (Penaeus monodon) adalah
40,69 mmdan udang jerbung (Penaeus merguiensis) 36,0 mm. Rata-rata ukuran
pertama kali matang gonad diperoleh untuk udang windu sebesar 45,75 mm dan udang
jerbung 32,51 mm. Nilai laju pertumbuhan (K) udang jerbung jantan sebesar 1,55 per
tahun, L∞ sebesar 45,2 mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,76 per tahun,
sementara untuk udang jerbung betina diperoleh nilai K sebesar 1,33 per tahun, L∞
sebesar 57,6 mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,76 per tahun. Untuk udang
windu diperoleh nilai K sebesar 1,33 per tahun, L∞ sebesar 67,25 mm dan nilai E
sebesar 0,68. Dari perspektif indikator stok ini menunjukkan bahwa secara umum
pemanfaatan sumber daya udang dalam kondisi fully exploited, upaya penangkapan
harus dipertahankan dengan pengawasan yang ketat.

110 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

110
X. WPP NRI 717 : TELUK CENDRAWASIH DAN SAMUDERA PASIFIK

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi

1.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil terdapat di perairan sebelah utara Jayapura,
Paniai, Pulau Yapen dan Biak, sebelah utara Manokwari, sekitar Pulau Waigeo,
Kepulauan Raja Ampat, sebelah timur Halmahera, dan sampai perairan perbatasan
negara Papua Nugini. Khusus ikan terbang (Cypsilurus spp.) banyak tertangkap di
perairan utara Biak, utara Manokwari dan sebelah timur pulau Yapen. Sementara ikan
teri banyak tertangkap di perairan teluk sekitar pulau Waigeo, sebelah selatan Yapen
dan utara Nabire.

1.2. Komposisi Jenis

Alat tangkap utama perikanan pelagis kecil di WPP 717 adalah purseseine. Komposisi
jenis hasil tangkapan purseseine didominasi oleh ikan layang malalugis (Decapterus
macarellus) sekitar 66%, sedangkan hasil tangkapan lainnya terdiri dari ikan tongkol
komo 29%, dan ikan cakalang 5%.

1.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1. Ikan Pelagis Kecil

Secara umum, potensi sumber daya ikan pelagis kecil di WPP NRI 717 paling tinggi
dibandingkan jenis sumber daya lainnya. Hasil survei kajian stok menggunakan metode
akustik, diperoleh nilai potensi lestari sebesar 829.188 ton per tahun dengan JTB
sebesar 663.350 ton per tahun (Lampiran 1). Analisis model surplus produksi Schaefer
(1957) digunakan untuk menghitung upaya optimal (fopt.) dan diperoleh sebanyak 677
unit setara alat tangkap pukat cincin. Berdasarkan Statistik Perikanan diperoleh upaya
aktual (fakt.) sebesar 474 unit, serta produksi tahun 2015 sebesar 80.899 ton. Tingkat
pemanfaatan berada pada tahapan fully exploited yaitu sebesar 0,70 (indikator warna
kuning) (Lampiran 1, 10, 11 dan 12). Artinya pemanfaatan sumber daya ikan pelagis
kecil dipertahankan dengan pengawasan yang ketat.

1.3.2. Cumi-Cumi

Analisis model Surplus Produksi Schaefer (1957) pada data catch dan effort cumi-cumi
tahun 2001-2015 di WPP NRI 717 memperoleh potensi lestari (Maximum Sustainable
Yield) sebesar 2.140 ton/tahun dengan upaya optimal (fopt.) sebesar 690 unit setara
bagan perahu (Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya atau sebesar 1.712 ton/tahun. Berdasarkan Statistik Perikanan
diperoleh jumlah alat tangkap dengan standar bagan perahu (fakt.) sebanyak 750 unit dan
produksi cumi-cumi tahun 2015 sebesar 2.168 ton. Dengan demikian, tingkat
pemanfaatan sumber daya cumi-cumi di WPP NRI 717 sebesar 1,10 (indikator warna
merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12) atau telah melebihi tingkat pemanfaatan yang
lestari (over exploited).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
111
111
1.4. Indikator Stok

Struktur ukuran ikan malalugis yang tertangkap pada kisaran panjang cagak 11-30 cm.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang cagak 19,56 cm, sedangkan
ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) pada panjang cagak 24,61 cm. Panjang
asimptotik (L∞) ikan malalugis terdapat pada panjang cagak 31,25 cm, dengan nilai laju
pertumbuhan (K) adalah 0,75 per tahun. Nilai laju kematian total (Z) adalah 5,3 per
tahun, dengan laju kematian alami (M) sebesar 1,68 dan laju kematian akibat
penangkapan (F) adalah 3,62, sementara laju eksploitasi (E) ikan malalugis adalah 0,68
per tahun. Pola rekrutmen layang biru/malalugis tertinggi terjadi pada Juni – Juli.

2. Sumber Daya Pelagis Besar

2.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Unit penangkapan sumber daya ikan pelagis besar di WPP NRI 717 didominasi skala
kecil dengan armada < 10 GT. Alat tangkap utama yaitu pancing ulur (handline), tonda
(troll line) dan huhate (pole and line). Jenis-jenis yang umumnya tertangkap adalah tuna
madidihang (T. albacares), cakalang (K. pelamis), tongkol komo (E. affinis), marlin
hitam (Istiompax indica), sunglir (E. bipinnulata), dan lemadang (C. hippurus).

Daerah penangkapan ikan pelagis besar di sekitar pulau-pulau kecil di perairan


Halmahera, perairan selatan dan utara Biak, sebelah utara Pulau Waigeo, Teluk
Cenderawasih serta perairan utara Jayapura. Penangkapan dilakukan di rumpon dan
sebagian dengan melakukan memburu gerombolan ikan dan atau mengikuti pergerakan
lumba-lumba.

2.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis hasil tangkapan pancing di WPP 717 didominasi oleh tuna madidihang
(T. albacares), cakalang (K. pelamis), lemadang (C. hippurus) dan neritik tuna seperti
tongkol krai (A. thazard), tongkol komo (E. affinis) dan tongkol lisong (A. rochei).
Jenis-jenis ikan pelagis besar non tuna yang dominan di WPP 717 Samudera Pasifik
didominasi oleh ikan tenggiri papan (23%), tongkol komo (8%), dan jenis lainnya
berupa tongkol krai dan tenggiri.

2.3. Potensi lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Hasil survei akustik tahun 2015, diperoleh nilai potensi lestari ikan cakalang sebesar
65.935 ton/tahun, dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari
potensi lestarinya yaitu 52.748 ton per tahun (Lampiran 2). Hasil analisis model surplus
Schaefer (1957) menunjukkan nilai upaya optimal (fopt.) sebesar 1.482 unit setara pukat
cincin. Berdasarkan Statistik Perikanan tahun 2015 nilai upaya aktual (fakt.) sebesar
1.485 unit setara pukat cincin dengan produksi sebesar 39.461 ton. Tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar di WPP-NRI 717 sebesar 1,00 (indikator
warna merah) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12) atau sudah melebihi upaya lestarinya, maka
harus segera dilakukan pengurangan upaya pemanfaatan.

112 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
112
2.4. Indikator Stok

Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) hand line berkisar 59 – 86,3 kg/trip dengan
rata-rata 74,8 kg/trip, hasil tertinggi diperoleh pada bulan April dan terendah dibulan
Januari. CPUE pole and line berkisar 0,4 – 0,7 ton/trip dengan rata-rata 0,5 ton/trip,
hasil tertinggi diperoleh pada bulan Mei dan terendah dibulan Desember. Ukuran rata-
rata pertama kali tertangkap (Lc) lebih besar dari ukuran rata-rata pertama kali matang
gonad (Lm) yang mengindikasikan bahwa pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar
masih berada dalam tahapan lestari, karena ikan yang tertangkap diduga pernah
mengalami matang gonad, artinya memiliki kesempatan untuk melakukan pemijahan.
Nilai K ditemui lebih kecil dari 1, yang mengindikasikan pertumbuhan ikan pelagis
besar lambat sehingga harus hati-hati dalam pengelolaannya.

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan ikan demersal terutama dilakukan pada perairan di sekitar terumbu
karang, ditujukan untuk menangkap ikan kakap, kerapu (geropa), lencam (sekuda) dan
kuwe pada kedalaman < 200 m. Daerah penangkapan ikan demersal di perairan Biak
dan Supiori terdapat di sekitar pulau-pulau kecil antara lain gugusan pulau Padaido
Atas dan Padaido Bawah di sebelah timur Biak, gugusan pulau Rani, Insumbabi dan
Ineki di sebelah selatan Supiori serta gugusan pulau Miosbefondi, Miospandi,
Mioswundi dan Miospuri di sebelah utara Supiori. Daerah penangkapan di perairan
Teluk Cenderawasih terdapat di perairan sekitar pulau Rumberporn, Mioswar, Yop,
Roon, Anggrameos, Iwari, Kuwon, Pulau Pepaya, Napan Yaur, Teluk Umar,
Anggrameos dan pesisir Kepulauan Yapen. Ikan karang konsumsi di perairan Biak
Timur tersebar di beberapa wilayah perairan Yenusi, Segara Indah, dan Ariom.

Daerah penangkapan ikan karang yang didaratkan di Nabire pada umumnya berasal dari
hasil tangkapan di sekitar perairan Pulau Napan Yaur, Teluk Umar, dan Anggrameos
yang berada di bagian barat Teluk Cenderawasih. Lokasi penangkapan ikan demersal
dan karang berada di perairan selatan Pulau Biak tepatnya di Kepulauan Padaido dan di
perairan sekitar Supiori (Gambar X-1).

Gambar X-1. Daerah penangkapan ikan karang di perairan Teluk Cenderawasih

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
113
113
3.2. Komposisi Jenis

Kelompok ikan demersal yang banyak tertangkap antara lain ikan kakap merah
(Lutjanus spp.), kerapu (Epinephelus spp.), baronang (Siganus spp.), lencam (Lethrinus
spp.), biji nangka (Parupeneus spp.), ikan manyung, beloso, bawal hitam, peperek dan
gulamah. Komposisi jenis ikan demersal didominasi oleh jenis ikan merah yang terdiri
dari dua jenis yaitu ikan kurisi bali (Pristipomoides multidens) dan ikan kakap (Lutjanus
malabaricus).

Komposisi jenis ikan karang merupakan bagian dari ikan demersal yang diusahakan
dengan alat tangkap pancing dasar. Komposisi jenis ikan yang di daratkan didominasi
oleh ikan kakap merah 14,48 %, disusul kemudian oleh ikan kakap air payau 11,68,
kerapu 10,17%, bubara (Carangidae) 10,15 %, kurisi bali (Pristipomoides multidens)
10,02%, Kurisi bali/lompa-lompa (Aphareus rutilans) 7,56%, Kakap laut-dalam (Etelis
radiosus) 5,55 % (Gambar X-2).

Kakap me rah 14.48

Kakap air payau 11.68

Ke rapu 10.17
Jeni s ikan

Bubara 10.15

Kurisi bali 10.02

Kurisi bali-lompa-lompa 7.56

Kakap laut-dalam 5.55

Ikan lainnya 30.39

0 5 10 15 20 25 30 35
Prosentase (%)

Gambar X-2. Komposisi jenis hasil tangkapan ikan karang di WPP NRI 717

3.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1. Ikan Demersal

Hasil perhitungan menggunakan model surplus produksi diperoleh nilai dugaan potensi
lestari ikan demersal di Samudera Pasifik sebesar 131.675 ton per tahun, dengan JTB
105.340 ton per tahun (Gambar X-3). Upaya optimal diperkirakan 11.475 unit setara
rawai dasar. Perkembangan data statistik menunjukkan bahwa upaya aktual (fakt.)
sebesar 4.472 unit serta produksi tahun 2015 sebesar 59.532 ton (Lampiran 3). Tingkat
pemanfaatan sumber daya ikan demersal sebesar 0,39 atau pada taraf moderate
(indikator warna hijau) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12), mengindikasikan bahwa peluang
pengembangan penangkapannya masih dimungkinkan.

114 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

114
140000

120000

100000
Produksi (ton)

2009 2012
80000 2010 2013
2006 2008
20072005
60000
2004 2015
2003
40000 2014
2011
20000
Gambar X-3. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan demersal
di WPP NRI 717

3.3.2. Ikan Karang

Penentuan potensi lestari menggunakan surplus produksi melalui model Schaefer


(1957). Analisis terhadap data hasil tangkapan (catch) dan upaya (effort) ikan karang
tahun 2001–2015 di WPP 717 Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, mendapatkan
nilai dugaan potensi lestari sebesar 15.016 ton dengan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 12.012 ton. Jumlah upaya penangkapan optimal (fopt.)
sebesar 3.875 unit setara pancing ulur. (Gambar X-4 dan Lampiran 4). Berdasarkan
statistik perikanan, diperoleh upaya aktual (fakt.) sebesar 3.526 unit, serta produksi
tahun 2015 sebesar 15.332 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan karang sudah
mencapai 0,91 atau sudah fully-exploited (indikator warna kuning) (Lampiran 4, 10, 11
dan 12). Dimana pengembangan upaya penangkapan dipertahankan dengan
pengawasan yang ketat.

16000 WPP 717 Ikan Karang

2013
14000
2015
12000
2012
10000 2014
Produksi (ton)

2009
8000

6000 2008
2010 2011
4000 2005 2004
2007 2006
2000 2003
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Upaya (Unit)

Gambar X-4. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya ikan karang
di WPP NRI 717

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
115

115
3.4. Indikator Stok

Rata-rata ukuran tertangkap (Lc) ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) pada ukuran
panjang cagak 37,60 cm, panjang maksimum (L∞) sebesar 98,70 cm dan laju
pertumbuhan (K) 0,43 per tahun. Sementara itu laju kematian akibat penangkapan (F)
didapatkan 0,61 per tahun, laju kematian alami (M) 0,50 per tahun, laju kematian total
(Z) 1,11 per tahun, dan laju ekplotasi (E) 0,45.

Rata-rata ukuran panjang cagak tertangkap (Lc) ikan kurisi cenderawasih (Etelis
radiosus) adalah 46,8 cm, panjang maksimum (L∞) 107 cm dan laju pertumbuhan (K)
sebagai 0,22 per tahun. Sementara itu laju kematian akibat penangkapan (F) adalah
0,71 per tahun, laju kematian alami (M) 0,63 per tahun, laju kematian total (Z) 1,34 per
tahun dan laju ekplotasi (E) sebagai 0,47 per tahun.

Rata-rata ukuran panjang cagak tertangkap (Lc) ikan kurisi bali (Pristipomoides
multidens) 45,3 cm, panjang maksimum (L∞) sebagai 81,90 cm dan laju pertumbuhan
(K) sebesar 0,56 per tahun. Sementara itu laju kematian akibat penangkapan (F)
didapatkan sebesar 0,60 per tahun, laju kematian alami (M) sebesar 0,32 per tahun, laju
kematian total (Z) sebagai 0,92 per tahun, dan laju ekplotasi (E) 0,35 per tahun.

4. Sumber Daya Udang Penaide dan Krustase Lainnya

4.1. Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Stok udang penaeid yang terdiri dari jenis windu, jerbung dan dogol di Samudera
Pasifik sangat jarang, mengingat daerah perairannya kurang sesuai bagi kehidupannya.
Perairan ini memiliki daerah paparan (continental shelf) relatif sempit dan merupakan
daerah laut-dalam (deep sea). Secara ekosistem, udang penaeid menyenangi habitat
lumpur campur pasir pada daerah yang masih dipengaruhi oleh massa air tawar (sungai)
dan kawasan mangrove. Di daerah ini sangat jarang diketemukan sungai besar dan
kecil, kecuali Sungai Mamberamo dan sungai-sungai kecil lainnya di perairan Paniai
dan Nabire.

Daerah penangkapan udang berada di pesisir timur Teluk Cenderawasih mulai dari
bagian utara di daerah Waropen sampai di selatan di daerah Nabire. Penangkapan udang
dilakukan secara terus menerus sepanjang tahun dengan puncak musim penangkapan
terjadi pada bulan Mei dan Desember.

Penyebaran lobster di WPP 717 relatif sempit mengingat habitat terumbu karang yang
terbatas dan merupakan perairan dalam (Samudera pasifik). Daerah penyebaran antara
lain terdapat di perairan Pantai Teluk Cendrawasih bagian Barat, Pulau Biak dan Pulau
Numfoor. Daerah penyebaran kepiting dan rajungan sangat terbatas di sekitar Nabire,
mengingat sebagian besar perairan WPP NRI 717 merupakan perairan laut dalam.

116 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

116
4.2. Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang penaeid di perairan WPP NRI 717 didapatkan 10 jenis dan yang
mendominasi adalah udang dogol (Metapenaeus affinis) sekitar 52,7 % dan udang
jerbung (Panaeus merguiensis) sekitar 27,7%, sisanya adalah berupa udang krosok
(Gambar X-5). Komposisi hasil tangkapan dan struktur udang yang didaratkan di bagian
utara dan selatan pesisir timur Teluk Cenderawasih tidak berbeda nyata.

Metapenaeus affinis 52.7

Penaeus marguiensis 27.7

Metapenaeus dobsoni 5.2


Jenis ikan

Penaeus monodon 3.8

Parapenaeopsis scluptilis 3.4

Metapenaeus eboracensis 3.2

Udang lainnya 2.4

Squilla sp 1.6

0 10 20 30 40 50 60
Prosentase (%)

Gambar X-5. Komposisi jenis udang di WPP NRI 717

Jenis-jenis lobster Palinuridae yang terdapat di perairan WPP NRI 717 antara lain udang
bambu (Panulirus versicolor), udang batu (P. penicillatus), udang pasir (P. homarus),
udang mutiara (P. ornatus), udang batik/udang bintik seribu (P.longipes femoristriga)
dan udang pakistan (P. polyphagus). Diantara jenis-jenis tersebut, jenis yang dominan
adalah jenis, P. penicillatus 80% dan P. versicolor 10%.

Jenis kepiting yang tertangkap di perairan WPP NRI 717 berasal dari famili Scyllaridae.
Alat tangkap yang paling dominan digunakan untuk menangkap kepiting adalah
trammel net. Jenis rajungan yang ditemukan di perairan WPP 717 berasal dari famili
Portunidae yaitu Portunus pelagicus.

4.3. Potensi Lestari, JTB, Effort Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1. Udang Penaeid

Hasil kajian menggunakan model surplus produksi diperoleh dugaan potensi lestari
udang sebesar 9.150 ton dengan JTB 7.320 ton dengan upaya optimal (f opt.) 10.000
unit setara trammel net (Gambar X-6 dan Lampiran 5). Berdasarkan statistik perikanan
tahun 2015 diperoleh upaya aktual (fakt.) sebanyak 4.620 unit setara trammel net dengan
produksi pada tahun 2015 sebesar 12.565 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya udang
di WPP NRI 717 (Samudera Pasifik) baru mencapai sekitar 0,46 atau pada taraf
moderate (indikator warna hijau) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12), dengan demikian masih
terbuka peluang pengembangannya.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
117

117
14000 WPP 717 Udang

12000 2015

10000 2010
Produksi (ton)
2003
8000 2001
2014
2013 2007
6000 2012 2006 2005
2004
2011
4000 2009
2008

2000

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Upaya (Unit)

Gambar X-6. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya udang di WPP NRI 717

4.3.2. Lobster

Penentuan potensi lestari (maximum suistainable yield) dan effort optimal dilakukan
dengan pendekatan model surplus produksi Schaeffer (1957) pada data catch dan effort
tahun 2001 sampai dengan 2015. Nilai dugaan potensi lestari diperoleh sebesar 1.044
ton per tahun dengan upaya optimal sebanyak 2.213 unit setara alat tangkap bubu, serta
jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) diperoleh 835 ton (Gambar X-7 dan
Lampiran 6). Berdasarkan data Statistik Perikanan tahun 2015 tercatat jumlah bubu
2.302 unit dengan status tingkat pemanfataan lobster mencapai 1,04 atau pada taraf fully
exploited (indikator warna merah) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12), yang menunjukkan
tingkat pemanfaatan sudah melebihi potensi lestarinya sehingga harus dilakukan
pengurangan upaya pemanfaatan.

1400 WPP 717 Lobster

1200
2011 2010
1000 2008
2015
Produksi (ton)

800 2012
2013
600

400

200 2009

0
0 1000 2000 3000 4000 5000
Upaya (Unit)

Gambar X-7. Kurva hubungan produksi dan upaya sumber daya lobster
di Samudera Pasifik (WPP 717)

118 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

118
4.3.3. Kepiting

Berdasarkan model surplus produksi model Schaeffer (1957), diperoleh potensi sumber
daya kepiting sebesar 489 ton per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 391 ton per tahun, dengan upaya optimal setara alat tangkap jaring insang
sebesar 7.372 unit (Gambar X-8 dan Lampiran 7). Berdasarkan Statistik Perikanan
diperoleh upaya penangkapan kepiting pada tahun 2015 mencapai 6.442 unit dan
produksinya sebesar 265 ton. Tingkat pemanfaatan sebesar 0,87 (indikator warna
kuning) atau fully-exploited (Lampiran 7, 10, 11 dan 12). Dengan demikian upaya
pemanfaatan kepiting di WPP NRI 717 dipertahankan dengan pengawasan ketat.

WPP 717 Kepiting


700

600 2014
2013
500 2012
2011 2010
Produksi (ton)

2009
400
2008

300 2007
2015

200

100

2004
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Upaya (Unit)

Gambar X-8 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya kepiting
di Samudera Pasifik (WPP 717)

4.3.4. Rajungan

Berdasarkan model surplus produksi model Schaeffer (1957), diperoleh potensi sumber
daya rajungan sebesar 58 ton per tahun. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
sebesar 80% dari potensi yaitu 46 ton per tahun, dengan upaya optimal setara alat
tangkap jaring insang sebesar 5.467 unit (Gambar X-9). Berdasarkan Statistik Perikanan
tahun 2015 diperoleh jumlah upaya aktual sebanyak 6.642 unit dengan produksi sebesar
60 ton. Tingkat pemanfaatan rajungan berdasarkan perbandingan upaya saat ini dengan
upaya optimal sebesar 1,21 (indikator warna merah) (Lampiran 8, 10, 11 dan 12) atau
telah melebihi tingkat pemanfaatan yang lestari (over exploited). Untuk menjaga
kelestarian rajungan di perairan WPP NRI 717, maka harus segera dilakukan tindakan
pengurangan upaya sekitar 21 % dari jumlah upaya saat ini.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
119

119
WPP 717 Rajungan
70

60 2015

Produksi (ton) 50

40
2014
30
2005 2012 2003 2013
20
2011 2006 2008 2010
2007
10

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar X-9 Kurva hubungan antara produksi dan upaya sumber daya rajungan
di WPP NRI 717

4.4. Indikator Stok

Rata-rata panjang karapas udang jerbung (Penaeus merguiensis) pertama kali


tertangkap (Lc) adalah 28,3 mm dan rata-rata panjang karapas pertama kali matang
gonad (Lm) sebesar 31,90 mm. Sementara udang windu (Penaeus monodon)
didapatkan rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) adalah 47,6 mm dan Lm
sebesar 50,2 mm. Udang jerbung dan udang windu tertangkap sebelum mencapai
ukuran matang gonad (Lc < Lm). Laju pertumbuhan (K) udang jerbung sebesar 1,26
per tahun dengan panjang infinity (L∞) sebesar 59,80 mm dan nilai laju eksploitasi (E)
sebagai 0,52 per tahun. Laju pertumbuhan (K) udang windu didapatkan sebesar 1,13
per tahun, dengan panjang infinitive (L∞) sebesar 50,2 mm serta laju eksploitasi (E)
sebesar 0,42 per tahun.

Lobster batu (P. penicillatus) mempunyai ukuran rata-rata panjang pertama kali
tertangkap (Lc) sebesar 84,8 mm dengan laju pertumbuhan (K) sebesar 0,98 per tahun
serta panjang karapas asimtotik mencapai ukuran 162 mm. Laju eksploitasi (E) telah
mencapai 0,76 per tahun dan hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemanfaatan pada
kondisi fully exploited.

120 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
XI. WPP NRI 718: LAUT ARU, LAUT ARAFURU DAN LAUT TIMOR BAGIAN
TIMUR

1. Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Cumi-Cumi

1.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Komoditi utama perikanan pelagis kecil di WPP 718 berupa ikan lema/kembung (R.
kanagurta). Daerah penangkapan tersebar di perairan sekitar Kep. Kei Besar, Kep. Kei Kecil
dan Kep. Aru. Perikanan lema juga meluas ke utara sekitar pantai Kaimana (Yarona, Edor
dan Kambala), Fak-fak dan Teluk Bintuni. Musim ikan berlangsung sekitar Oktober hingga
April antara musim peralihan II hingga musim barat dan musim peralihan I, sedangkan pada
bulan Mei-September tidak musim ikan, sehingga sebagian nelayan berpindah menangkap ke
daerah lain seperti ke perairan Banda, Saparua, Seram dan Kaimana serta perairan Pantai
Barat Kaimana (Gambar XI-1).

Gambar XI-1. Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di WPP NRI 718

1.2 Komposisi Jenis

Hasil tangkapan pukat cincin di perairan sekitar Dobo hampir seluruhnya berupa ikan
lema/kembung (R. kanagurta). Presentase jenis ikan lema mencapai 76% di periran pantai
Kaimana. Sementara di sekitar Tual didaratkan ikan layang biru/malalugis (D. macarellus)
dan di Kaimana ikan lemuru. Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap di Laut Arafura
didominasi layang biru (80%) (Gambar XI-2). Pada Juli-Agustus, saat produksi ikan momar
menurun, maka persentase hasl tangkapan tongkol komo meningkat tajam.

Layang biru 68.56

Tongkol komo 25.5


Jenis ikan

Palala 5.25

Banyar 0.68

0 10 20 30 40 50 60 70 80
Prosentase (%)

Gambar XI-2. Komposisi jenis (%) ikan pelagis kecil di WPP NRI 718

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN 121


121
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
1.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

1.3.1 Ikan Pelagis Kecil

Berdasarkan hasil survei akustik 2016, diperoleh dugaan potensi lestari (Maximum
Sustainable Yield/MSY) ikan pelagis kecil 836.937 ton dengan upaya optimal (fopt.) 2.583
unit setara pukat cincin (Lampiran 1). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar
80% dari potensi lestarinya adalah 669.579 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan 2015,
diperoleh upaya aktual 2.583 setara pukat cincin dengan produksi 137.033 ton (Lampiran 1).
Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil 0,51 (indikator warna kuning)
(Lampiran 1, 10, 11 dan 12) atau berada dalam tahapan fully exploited. Dimana upaya
penangkapan dipertahankan dan dilakukan pengawasan ketat.

1.3.2 Cumi-Cumi

Analisis model surplus produksi terhadap data catch dan effort cumi-cumi di WPP NRI 718,
diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY) 9.212 ton dengan upaya optimal (fopt.) 1.058
unit setara bagan (Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 80%
dari potensi lestarinya yaitu 7.370 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan, diperoleh upaya
aktual 1.354 setara bagan serta produksi 11.807 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya cumi-
cumi 1,30 (indikator warna merah) (Lampiran 9, 10, 11 dan 12) atau statusnya sudah berada
pada tahapan over exploited. Agar sumber daya cumi-cumi terjaga kelestariannya, maka
harus segera dilakukan pengurangan upaya penangkapan.

1.4 Indikator Stok

Parameter pertumbuhan ikan momar/malalugis (D. macarellus) yaitu panjang asimtotik (L∞)
32,1 cm dan koefisien pertumbuhan (K) 0,57 per tahun dengan tingkat pemanfaatan (E) 0,6.
Ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc) 23 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali
matang gonad (Lm) yaitu 25–27 cm. Sementara nilai-nilai parameter pertumbuhan ikan
lema/kembung (R. kanagurta) L∞=25,0 cm, K=0,98 dan E=0,26. Rata-rata ukuran pertama
kali tertangkap 21,01 cm, lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) yaitu
sekitar 20,7 cm.

2. Sumber Daya Ikan Pelagis Besar

2.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan kapal-kapal yang beroperasi di WPP NRI 718 tersebar di seluruh
wilayah perairan L.Arafura. Lokasi-lokasi penangkapan biasanya berdekatan dengan lokasi
pendaratan, kecuali untuk kapal-kapal yang berasal dan berpangkalan di luar wilayah ini
seperti dari Probolinggo. Daerah penangkapan ikan pelagis besar umumnya di sekitar rumpon
di perairan timur Kep. Kei Besar dan sekitar selat antara Kep. Kei Besar dan Kei Kecil,
perairan Timika atau di sebelah tenggara Kep. Aru (Gambar XI-3).

122
122 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
Gambar XI-3. Daerah penangkapan ikan pelagis besar di WPP NRI 718

Musim penangkapan ikan pelagis besar berlangsung dari April-November, dengan puncak
musim Oktober. Sedangkan musim paceklik berlangsung pada Desember- Maret. Nelayan
tradisional sangat dipengaruhi kondisi cuaca, sehingga ketika musim barat, nelayan tidak
melaut karena angin kencang dan ombak tinggi.

2.2 Komposisi Jenis

Usaha penangkapan ikan pelagis didominasi oleh perikanan skala kecil/tradisional dengan
kapal <10 GT. Jenis yang tertangkap terdiri dari tongkol lisong, tongkol krai, tongkol komo,
cakalang, madidihang, tenggiri batang, tenggiri papua, tenggiri papan, marlin dan cucut.
Komposisi jenis ikan pelagis besar didominasi oleh ikan tenggiri (S. commerson) 51%,
barakuda 27%, cucut 12% dan kakatua 10%. (Gambar XI-4).

Tenggiri 51

Barakuda 27
Jenis ikan

Cucut 12

Kakatua 10

0 10 20 30 40 50 60
Prosentase (%)

Gambar XI-4. Komposisi jenis ikan pelagis besar di WPP NRI 718

2.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

Berdasarkan hasil survei akustik 2016, diperoleh dugaan potensi lestari (MSY) ikan pelagis
besar 818.870 ton dengan upaya optimal (fopt.) 5.028 unit setara pukat cincin (Lampiran 2).
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) 80% dari potensi lestarinya yaitu 655.096 ton.
Berdasarkan Statistik Perikanan diperoleh upaya aktual 4.963 unit setara pukat cincin dan
produksi 79.161 ton. Dengan demikian tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis besar
mencapai 0,99 (indikator warna kuning) (Lampiran 2, 10, 11 dan 12) atau berada dalam
tahapan fully exploited. Dimana upaya penangkapan dipertahankan dan dilakukan
pengawasan ketat.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
123
123
2.4 Indikator Stok

Rata-rata ukuran panjang pertama kali tertangkap ikan tenggiri batang (Scomberomorus
commerson) Lc=79,2 cm, panjang asimtotik L∞=157,5 cm dan K=0,29 per tahun dengan laju
eksploitasi (E)=0,74 per tahun. Ikan tenggiri papan (Scomberomorus guttatus) didapatkan
L∞=215,25 cm, K=0,27 per tahun dengan laju eksploitasi (E) 0,91 per tahun. Sementara
untuk ikan tenggiri papua (S. multiradiatus) ukuran panjang pertama kali tertangkap 30,8
cm, panjang asimtotik L∞=49,7 cm dan K=0,77 per tahun dengan laju eksploitasi (E)=0,82
per tahun. Dalam perspektif indikator stok, upaya penangkapan sumber daya ikan pelagis
besar di WPP NRI 718 dipertahankan dan dilakukan pengawasan ketat.

3. Sumber Daya Ikan Demersal dan Ikan Karang

3.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Perairan WPP NRI 718 merupakan salah satu daerah penangkapan ikan demersal yang sangat
potensial karena didukung oleh kondisi habitat dan lingkungan yang sangat ideal. Daerah
penangkapan utama biasanya berada di sebagian besar perairan Laut Arafura, Laut Aru dan
sebagian Laut Timor. Pusat pendaratan ikan banyak terkonsentrasi di Kabupaten Merauke,
Mimika, Kepulauan Aru dan sebagian lagi di luar wilayah WPP 718, seperti di Ambon,
Kupang dan Probolinggo.

Ikan demersal tertangkap pada semua area, tetapi konsentrasi paling padat ditemukan mulai
dari sisi sebelah timur Kep.Aru sampai dengan pertengahan Laut Arafura, sebaliknya pada
lokasi-lokasi sekitar pesisir pantai sebelah barat Pulau Papua relatif jarang (Gambar XI-5).

Gambar XI-5. Penyebaran ikan demersal secara horizontal di perairan WPP NRI 718

Sebaran kelimpahan ikan demersal berdasarkan strata kedalaman perairan, menunjukkan


bahwa ikan demersal tertangkap pada hampir semua strata kedalaman, namun kepadatannya
berfluktuatif. Kepadatan tertinggi ditemukan pada kedalaman relatif dangkal (10-20 m)
selanjutnya cenderung semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman perairan
dan mencapai kepadatan paling rendah pada kedalaman 41-50 m. (Gambar XI-6).

124 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
124
8000 7500
7000
5800
6000

Densitas (kg/km2)
5000 4500
4000
3000 2500
2000
1000
0
10-20 21-30 31-40 41-50
Strata kedlaman (m)
Gambar XI-6. Penyebaran ikan demersal berdasarkan kedalaman di perairan WPP NRI 718

3.2 Komposisi Jenis

Komposisi jenis ikan demersal terdiri dari ikan kurisi (18,32%), ekor kuning (15,82%), ikan
beloso (8,61%), manyung (7,60%), bawal putih (6,40%), gulamah (5,83%), ikan rejung
5,79%, ikan pari kembang 5,25%, ikan kuwe 5,28%, kakap merah 3,80%, ikan layur 3,80%,
ikan lencam 3,10% dan ikan swanggi 3,04%, serta ikan lainnya kurang dari 3% (Gambar XI-
7).

Kurisi 18.3

Ekor kuning 15.8

Bloso 8.6

Manyung 7.6

Bawal putih 6.4

Gulamah 5.8
Jenis ikan

Rejung 5.8

Kuwe 5.3

Pari kembang 5.3

Layur 3.8

Kakap merah 3.8

Lencam 3.1

Swanggi 3.0

Ikan lainnya 7.4

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0


Prosentase (%)

Gambar XI-7. Komposisi jenis (%) ikan demersal di WPP NRI 718

3.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

3.3.1 Ikan demersal

Aplikasi metode akustik tahun 2016 diperoleh nilai dugaan potensi lestari (MSY) ikan
demersal 876.722 ton dengan upaya optimal (fopt.) 2.741 unit setara jaring insang tetap dan
Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 701.378 ton (Lampiran 3). Berdasarkan
Statistik Perikanan, diperoleh upaya aktual (fakt.) tahun 2015 sebesar 1.828 unit setara jaring

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
125
125
insang tetap dan produksi pada tahun 2015 sebesar 289.071 ton. Dengan demikian tingkat
pemanfaatan 0,67 (indikator warna kuning) (Lampiran 3, 10, 11 dan 12), yang berarti status
pemanfaatan berada dalam tahapan fully exploited. Dimana upaya penangkapan
dipertahankan dan dilakukan pengawasan ketat.

3.3.2 Ikan Karang

Aplikasi model surplus produksi terhadap data catch dan effort diperoleh dugaan potensi
lestari (MSY) sumber daya ikan karang 29.485 ton dengan upaya optimal (fopt.) 5.430 unit
standar pancing ulur (Gambar XI-8, Lampiran 4). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) 24.444 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan 2015 diperoleh upaya aktual 5.822 unit
setara pancing ulur serta produksi 33.652 ton. Tingkat pemanfaatan ikan karang 1,07
(indikator warna merah) (Lampiran 4, 10, 11 dan 12), yang berarti status saat ini over
exploited. Dengan demikian harus dilakukan pengurangan upaya segera mungkin, agar
sumber daya ikan karang di WPP NRI 718 tetap terjaga kelestariannya.

40000 WPP 718 Ikan Karang


2015
2014
35000
2013
2012
30000
Produksi (ton)

25000

20000

15000 2011
2010
2007 2008
10000
2005 2006 2009
2004
5000 2003
2002
2001
0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Upaya (Unit)

Gambar XI-8. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan ikan karang di
WPP NRI 718

3.4 Indikator Stok

Rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad (Lm) ikan paha-paha (Leptobrama
pectoralis) 29,4 cm dan rata-rata ukuran pertama kali tertangkap (Lc) pada panjang 26,8 cm.
Nilai laju pertumbuhan (K) 0,8 per tahun, panjang asimtotik (L∞) 42,0 cm dan laju eksploitasi
(E) 0,73 per tahun. Parameter pertumbuhan ikan anggoli meliputi nilai panjang asimtotik
(L)=77,7 cm, koefisien pertumbuhan (K)=0,35 per tahun. Ukuran pertama kali tertangkap
(Lc) 39,69 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) yaitu sekitar 41,6 cm.
Tingkat pemanfaatannya (E)=0,39. Ikan kerapu memiliki ukuran pertama kali tertangkap (Lc)
sekitar 40,19 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm) yaitu sekitar 43,6
cm. Nilai panjang asimtotik (L∞)=81,9 cm dan koefisien pertumbuhan (K)=0,41 dengan
tingkat pemanfaatan E=0,74. Sementara Kakap merah memiliki ukuran pertama kali
tertangkap (Lc) sekitar 41,10 cm, lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad (Lm)
yang mencapai 45,6 cm. Panjang asimtotik (L∞)=86,1 cm dan koefisien pertumbuhan
(K)=0,29 per tahun dengan tingkat pemanfaatan E= 0,50.

126 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
126
4. Sumber Daya Udang Penaeid dan Krustasea Lainnya

4.1 Penyebaran dan Daerah Penangkapan

Daerah penangkapan udang penaeid di WPP NRI 718 berada di Kepulauan Aru di sekitar
perairan Pulau Wamar, Pulau Babi, Pulau Ujir dan Pulau Wasir, sedangkan di bagian timur
Laut Arafura terkonsentrasi di perairan utara Dolak dan pesisir Merauke (Gambar XI-9).
Puncak musim penangkapan pada Maret–April dan Oktober–November, sedangkan musim
paceklik terjadi pada bulan Mei–Agustus.

Fakfak

Kaimana

Timika

Kep. Kei

Kep. Aru

Laut Arafura

Gambar XI-9. Daerah penangkapan udang penaeid di WPP NRI 718

Sementara sumber daya rajungan di WPP NRI 718 tersebar pada perairan dengan habitat
lumpur berpasir, pasir berlumpur dan lumpur liat sesuai dengan siklus hidupnya. Preferensi
habitat rajungan dewasa lebih menyukai substrat bertekstur lumpur berpasir atau pasir pada
perairan dangkal hingga kedalaman kurang dari 50 m. Rajungan muda lebih menyukai
perairan bersubstrat lumpur liat di sekitar mangroves. Adapun penyebaran rajungan berada di
sekitar perairan pesisir pantai Barat Papua.

4.2 Komposisi Jenis

Komposisi jenis udang penaeid dan krustasea lainnya didominasi jenis udang kipas (Thenus
orientalis). Jenis-jenis udang penaeid ditemukan lebih dari 10 jenis dan yang mendominasi
adalah udang bago (P. semisulcatus) (Gambar XI-10).

Jenis-jenis lobster Palinuridae yang terdapat di perairan WPP NRI 718 antara lain lobster
bambu (Panulirus versicolor), lobster pasir (P. homarus), lobster mutiara (P. ornatus),
lobster batu (P. penicillatus), lobster batik/bintik seribu (P.longipes femoristriga) dan lobster
pakistan (P. polyphagus). Selain dari jenis famili Palinuridae juga terdapat jenis-jenis dari
family Scyllaridae terutama jenis Thennus orientalis, Scyllarides squomosus, Scyllarus sp
dan Parribacus spp. Diantara jenis-jenis tersebut, jenis yang dominan adalah P. versicolor, P.
ornatus, dan Thennus orientalis. Sementara itu jenis kepiting yang banyak adalah kepiting
bakau hijau (Scylla serrata) dan kepiting bakau merah (Scylla olivacea).

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
127
127
Thennus orientalis 44.21

Harpiosquilla raphidae 20.27

Penaeus semisulcatus 10.65

Metapenaeus endeavouri 4.79

Jenis ikan Metapenaeus ensis 3.91

Trachypenaeus gonospinisfer 3.54

Oratosquill a aratoria 2.86

Trachypenaeus malaiana 2.57

Trachypenaeus granulosus 2.04

Parapenaeopsis maxillipeda 1.12

Udang lainnya 4.04

0 10 20 30 40 50
Prosentase (%)

Gambar XI-10. Komposisi jenis (%) udang penaeid di WPP NRI 718

Komposisi jenis rajungan yang banyak tertangkap di perairan WPP NRI 718 adalah famili
Portunidae dengan jenis rajungan karang (Charybdis feriatus) dan rajungan batik (Portunus
pelagicus).

4.3 Potensi Lestari, JTB, Upaya Optimal dan Tingkat Pemanfaatan

4.3.1 Udang Penaeid

Dengan analisis surplus produksi Fox (1970), didapatkan dugaan nilai potensi lestari (MSY)
udang penaeid di WPP NRI 718 sebesar 62.842 ton dengan upaya optimal (fopt.) 178.571 unit
setara trammel net (Gambar XI-11, Lampiran 5). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 50.274 ton. Berdasarkan Statistik Perikanan
(2015), didapatakan upaya aktual 153.206 unit setara trammel net dan produksi 48.307 ton.
Dengan demikan tingkat pemanfaatan sumber daya udang penaeid mencapai 0,86 (indikator
warna kuning) (Lampiran 5, 10, 11 dan 12) atau statusnya sudah fully exploited, dengan
demikian upaya penangkapan dipertahankan dan harus disertai pemantauan yang ketat.
70000 WPP 718 Udang

60000
2014
2007 2008 2012
50000 2010 2013
2005 2006 20112015
Produksi (ton)

2009
40000

30000

20000

10000

0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Upaya (Unit)

Gambar XI-11. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan udang penaeid di WPP
NRI 718

128
128 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
4.3.2 Lobster

Dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer (1957), diperoleh dugaan nilai
potensi lestari (MSY) lobster di WPP NRI 718 sebesar 1.187 ton dengan upaya optimal (fopt.)
9.860 unit setara tramell net (Gambar XI-12, Lampiran 6). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu 950 ton. Berdasarkan Statistik
Perikanan (2015), diperoleh upaya aktual 9.860 unit setara jaring insang dan produksi tahun
2015 sebesar 1.033 ton. Tingkat pemanfaatan sumber daya lobster di WPP NRI 718
mencapai 0,97 (indikator warna kuning) (Lampiran 6, 10, 11 dan 12), yang berarti statusnya
berada dalam keadaan fully exploited.

1800 WPP 718 Lobster

1600 2011
2010
1400 2009
1200 2008 2014 2012
Produksi (ton)

2004
1000 2015 2005 2006
2003
800 2013

600

400

200

0
0 5000 10000 15000 20000
Upaya (Unit)

Gambar XI-12. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan lobster di WPP NRI 718

4.3.3 Kepiting

Aplikasi model surpuls produksi Schaefer (1957) mendapatkan dugaan nilai potensi lestari
(MSY) kepiting di WPP NRI 718 sebesar 1.498 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
6.119 unit setara bubu (Gambar XI-13, Lampiran 7). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan
(JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 1.198 ton. Berdasarkan Statistik
Produksi, diperoleh upaya aktual tahun 2015 sebesar 5.226 unit setara bubu dan produksi
tahun 2015 adalah 1.294 ton. Dalam kaitan tersebut didapatkan tingkat pemanfaatan sumber
daya kepiting di WPP NRI 718 mencapai 0,85 (indikator warna kuning) (Lampiran 7, 10, 11
dan 12) atau status fully exploited. Dengan demikian upaya penangkapan dipertahankan
dengan pemantuan yang ketat.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
129
129
WPP 718 Kepiting
1600
2014
1400 2013
2011 2015 2012
1200 2009
2010
1000

Produksi (ton)
800

600

400

200

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000
Upaya (Unit)

Gambar XI-13. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan kepiting di WPP NRI 718

4.3.4 Rajungan

Dengan menggunakan metode analisa surplus produksi Schaefer (1957), didapatkan potensi
lestari (MSY) rajungan di WPP NRI 718 sebesar 775 ton dengan upaya optimal (fopt.) sebesar
11.904 unit setara jaring insang tetap (Gambar XI-14, Lampiran 9). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) sebesar 80% dari potensi lestarinya yaitu sebesar 620 ton. Berdasarkan
Statistik Perikanan, didapatkan upaya aktual tahun 2015 sebesar 9.169 unit setara jaring
insang tetap dan produksi tahun 2015 sebesar 1.108 ton. Dengan demikian diperoleh tingkat
pemanfaatan sumber daya rajungan di WPP NRI 718 mencapai 0,77 (indikator warna kuning)
atau fully exploted (Lampiran 9, 10, 11 dan 12), yang berarti upaya penangkapan
dipertahankan dan dilakukan pengawasan ketat.

WPP 718 Rajungan


1200
2015
1000 2013 2012
2009 2011
800
Produksi (ton)

2010
600

400
2007
2006
200 2008
2005 2014
2003 2004
0
0 5000 10000 15000 20000 25000
Upaya (Unit)

Gambar XI-14. Kurva hubungan produksi dan upaya penangkapan rajungan di WPP NRI 718

130 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


130
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
4.4 Indikator Stok

Parameter pertumbuhan udang flower (Penaeus semisulcatus) berdasarkan pengukuran


panjang karapas diketahui nilai L∞=58,2 mm dan K sebesar 1,05 per tahun dengan laju
eksploitasi (E) 0,59 per tahun. Sementara untuk udang jerbung (Penaeus merguiensis)
didapatkan nilai laju pertumbuhan (K) sebesar 1,05 per tahun, L∞ sebesar 60,60 mm. Rata-
rata ukuran panjang karapas pertama kali tertangkap (Lc) udang flower adalah 37,8 mm,
lebih kecil dari rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm) yaitu sekitar 44,2 mm. Hal
yang berbeda didapatkan pada udang jerbung, dimana nilai Lc sebesar 37,5 mm lebih besar
dari nila Lm 35,7 mm.

Laju pertumbuhan (K) udang windu (P. monodon) sebesar 1,45 per tahun, L∞ sebesar 62,5
mm dan nilai laju eksploitasi (E) sebesar 0,69 per tahun, sementara untuk udang dogol (M.
ensis) diperoleh nilai
ensis) nilaiKKsebagai
1,33 per
1,33tahun. Loo sebesar
per tahun, 52,052,0
L∞ sebesar mmmm dandannilai
nilaiEEsebesar
sebesar 0,61.
0,61.
udangjerbung
Untuk udang jebung didapatkan
didapatiaknnila
nilai K 1,05 1,05
K sebagai per per
tahun, nilai
tahun, LooLsebesar
nilai ∞ sebesar60,6
60,6mm
mmdandan
nilai E sebesar 0,73 per tahun. Indikator stok ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber
daya udang di WPP NRI 718 perlu dilakukan pengawasan ketat.

Rata-rata ukuran karapas pertama kali tertangkap (Lc) kepiting bakau hijau (S. serrata) di
perairan WPP NRI 718 sebesar 148,4 mm dan kepiting bakau merah (S. olivacea) sebesar
124,4 mm, sementara rata-rata ukuran pertama kali matang gonad (Lm) kepiting bakau hijau
sebesar 156,1 mm dan kepiting bakau merah sebesar 115 mm. Nilai Lc kepiting bakau lebih
kecil dibandingkan nilai Lm. Nilai K kepiting bakau hijau sebesar 0,62 per tahun, nilai L∞
sebagai 220,5 cm dan laju eksploitasi (E) sebagai 0,48 per tahun. Untuk kepiting bakau
merah diperoleh nilai
nilai KK 0,53
sebagai 0,53 per
per tahun, tahun,
nilai nilai L∞cmsebagai
Loo 162,75 162,75Ecmsebesar
dan nilai dan nilai
0,62E
sebesar 0,62 per tahun.
per tahun.

Rata-rata ukuran karapas pertama kali tertangkap (Lc) rajungan (Portunus pelagicus) 133,4
mm lebih besar dibandingkan ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (Lm) dan hal ini
menunjukkan sebagian rajungan sudah sempat memijah sebelum tertangkap. Puncak musim
pemijahan diduga terjadi pada Maret dan September. Laju pertumbuhan (K) 1,15 per tahun
dengan lebar karapas asimptotik (CW∞) 185 mm, yang menunjukkan rajungan memilki
pertumbuhan yang cepat. Laju eksploitasi (E) rajungan diperoleh sebesar 0,76 per tahun dan
hal ini menunjukkan tingkat pemanfaatan pada kondisi fully exploited.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
131
131
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K, U. Chodrijah, T. Noegroho, T. Hidayat, K. Wagiyo, Y. H. Restiangsih, E.


Rahmat, R. Lashniroha, E. Febrianty, A. Patadjangi dan G. S. Merta, (2013).
Penelitian aspek biologi, tingkat pemanfaatan dan optimasi pemanfaatan ikan
pelagis besar di WPP 572, WPP 573 dan WPP 717 untuk mendukung
industrialisasi perikanan. Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Amri, K., T. Noegroho, K. Wagiyo & E. Febrianty (2015a). Status pemanfaatan sumber
daya ikan pelagis besar di perairan WPP 571 Selat Malaka dan Laut Andaman. In :
Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Malaka (WPP-NRI 571), hal :
12-29. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Amri, K., U. Chodrijah, K. Wagiyo, T. Noegroho, T. Hidayat, E. Rahmat, Y.H.


Restiangsih, , E. Febrianty, A. Patadjangi dan M.A.A. Ayubi (2015b). Penelitian
stok, tingkat pemanfaatan dan fishing capacity sumber daya ikan pelagis besar di
laut Arafura (WPP 718). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Amri, K et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan serta habitat sumber
daya dan potensi produksi sumber daya ikan di WPP 714 (Teluk Tolo dan Laut
Banda). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Anonymous. (2001). Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan
Tangkap (Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP) dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta.
Anonimus (2010). Potensi produksi sumber daya ikan di WPP 571, 711, 712 dan 718.
Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan : 36 hal.

Aoyama, T. (1973). The demersal fish stock and fisheries of the South China Sea.
IPCF/SCC/Dev/73/3, 80, Rome.
Badrudin, N. N. Wiadnyana & B. Wibowo. 2005. Deep water exploratory bottom long
lining in the waters of the Arafura. IFRJ Vol. 11:41-46.
Babu, C. and A. Anrose (2013). Status of neritic tuna fisheries in India. IOTC-2013
WPNT03-09. Bali-Indonesia.
Baihaqi & Hufiadi (2013). Komposisi hasil tangkapan dan hasil per unit upaya (CPUE)
cantrang di perairan utara Jawa. In : Suman, A., Wudianto , G. Bintoro & J.
Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan laut Jawa, hal :
167-177. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Baihaqi & Hufiadi (2015). Karakteristik dan efisiensi pukat ikan yang berbasis di PPS
Belawan. In : Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri

132 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
132
(Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Malaka (WPP-NRI
571), hal : 174-190. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Chodrijah, U., T. Noegroho & E. Rahmat (2012). Perikanan pelagis besar yang berbasis
di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Sulawesi Tenggara. In : Suman, A.,
Wudianto & B. Sumiono (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di
perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda, hal : 227-242.
Penerbit IPB Press, Bogor.

Chodrijah, U. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber


daya dan potensi produksi sumber daya ikan di WPP 716 (Laut Sulawesi dan
Sebelah Utara Pulau Halmahera). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut,
Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), 2000-2015. Statistik Perikanan


Indonesia 2000-2014. Diterbitkan setiap tahun.

Edrus, I.N. (2014). Komposisi dan CPUE ikan demersal yang tertangkap pukat ikan dan
pancing ulur di perairan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. In : Suman, A.,
Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan
di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan Samudera Pasifik (WPP 717), hal : 1-
21. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Ernawati, T., D.D. Kembaren & A. Suman (2015). Status pemanfaatan sumber daya
udang di perairan Laut Cina Selatan. In : Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D.
Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di
perairan Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711), hal : 18-30. Penerbit Ref Grafika,
Jakarta.

Ernawati, T. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber


daya dan potensi produksi sumber daya ikan di WPP 573 (Laut Jawa). Laporan
Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Fieux, M., C. Andrie, R. Molcard & A. G. Ilahude. 1995. The throughflow entering the
Indian Ocean. Proceeding International Workshop on The Throughflow in and
around Indonesia waters. BPPT. Jakarta. 213-238.

Gulland, J.A. (1972). Some introductory guidelines to management of shrimp fisheries.


FAO, IOFC/DEV/72/74 : 12 p
Gulland, J. A. 1983. Fish stock assessment: A manual of Basic Methods. Wiley, New
York. 223p.
Hidayat, T. & T. Noegroho (2013). Perikanan jaring insang hanyut di laut Jawa. In :
Suman, A., Wudianto , G. Bintoro & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber
daya ikan di perairan laut Jawa, hal : 235-243. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.
Hidayat, T., T. Noegroho & U. Chodrijah (2015). Musim penangkapan, laju tangkap
dan komposisi hasil tangkapan jaring insang hanyut di Laut Cina Selatan. In :

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
133
133
Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711),
hal : 219-229. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Hidayat, T., H. N. Yusuf, M. Taufik, P. Lestari, A. Batubara, Nurulludin, M. A. Al-


Ayyubi, A. Priatna, A. Novalina, B. Witdiarso, Siswoyo & Subchan, (2016).
Penelitian karakteristik biologi perikanan serta habitat sumber daya dan potensi
produksi sumber daya ikan di WPP 572 Samudera Hindia barat Sumatera.
Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Kembaren, D.D., Suprapto & Wedjatmiko (2013a). Komposisi jenis dan sebaran laju
tangkap udang Penaeid di perairan Tarakan, Kalimantan Utara. In : Suman, A.,
Wudianto, G. Bintoro & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan
di perairan Laut Sulawesi, hal : 153-164. Penerbit IPB Press, Bogor.

Kembaren, D., E. Nurdin, Wedjatmiko, T. Ernawati, P. Lestari, A. Damora, R.


Ramadhani, M. Rijal, R. Setiawan, L. Megasari, dan E. Johardi (2013b).
Penelitian status dan optimasi pemanfaatan sumber daya udang Penaeid dan
krustasea lain dalam mendukung industrialisasi perikanan di Samudera Hindia
barat Sumatera (WPP 572), Samudera Hindia Selatan Jawa (WPP 573) serta Teluk
Cenderawasih dan Samudera Pasifik (WPP 717). Laporan Akhir, Balai Penelitian
Perikanan Laut, Jakarta.

Kembaren, D.D., Wedjatmiko dan Suprapto (2014). Komposisi jenis, laju tangkap dan
distribusi udang pada musim timur di perairan utara Papua. In : Suman, A.,
Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan
di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan Samudera Pasifik (WPP 717), hal :
351-364. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Kembaren, D. & T. Ernawati (2015). Status pemanfaatan sumber daya udang di perairan
Selat Malaka. In : Suman, A., J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K.
Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Malaka
(WPP-NRI 571), hal : 1-11. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Kembaren, D., T. Ernawati, M. Rijal, A. R. Pane, R. Setiawan, dan H.N. Yusuf,


(2015a). Penelitian stok, tingkat pemanfaatan dan kapasitas penangkapan sumber
daya udang dan krustasea lainnya di WPP 714- Teluk Tolo dan Laut Banda.
Laporan Akhir Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta.

Kembaren, D., Suprapto, M. Rijal, R. Setiawan, dan Koderi (2015b). Penelitian stok,
tingkat pemanfaatan dan kapasitas penangkapan sumber daya pelagis besar di laut
Arafura (WPP 718). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Kembaren, D.D. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat


sumberdaya dan potensi sumberdaya ikan di WPP 718 – Laut Aru dan Laut
Arafura. Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

134 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

134
Kuswoyo, A., M. Fauzi dan Suwarso (2014). Perikanan pelagis kecil di sekitar Tobelo,
Laut Halmahera. In : Suman, A., Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan
Samudera Pasifik (WPP 717), hal : 379-387. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Larkin, P.A. 1997. An epitaph for the concept of Maximum Sustainable Yield. Trans.
Amer.Fish. Stock. 10(1): 1-11.
Lestari, P. & A. Damora (2014). Kepadatan stok dan komposisi udang di perairan
Muko-Muko, Bengkulu. In : Suman, A., Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) :
Status pemanfaatan sumber daya ikan di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan
Samudera Pasifik (WPP 717), hal : 92-98. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Lestari, P. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber daya
dan potensi produksi sumber daya ikan di WPP 11 (Laut Cina Selatan dan Selat
Karimata). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Lohmeyer, U. 1996. Narrative and major results of the Indonesian-German modul (II)
of the JETINDOFISH Project, August 1979 to July 1981 In Pauly and P.
Martosubroto (Ed.): Baseline studies of biodiversities: The fish resources of
western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM : 77-90.
Mahiswara & Baihaqi (2015). Komposisi hasil tangkapan dan daerah penangkapan
pukat ikan yang berbasis di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. In : Suman, A., J.
Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan
sumber daya ikan di perairan Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711), hal : 207-218.
Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

McManus, J. 1996. Marine bottom communities from the Indian Ocean coast of Bali to
mid-Sumatera In D. Pauly and P. Martosubroto (Ed.): Baseline studies of
biodiversities: The fish resources of western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM : 91-
101.
Morgan, J.R. & M.J.Valencia, 1983. The Natural Environmental Setting in Morgan,
J.R. and M.J.Valencia (Eds.): Atlas for Marine Policy in Southeast Asian Seas.
University of California Press. Berkeley. Los Angeles.London: 4-17.
Naamin, N. 1984. Dinamika populasi udang jerbung (Penaeus merguiensis de Man) di
perairan Arafura dan alternatif pengelolaannya. Disertasi Doktor pada Fakultas
Pasca Sarjana, IPB Bogor : 381 hal.
Naderi, R.A. (2013). The role importance of neritic tuna catches in Iran. IOTC-2013
WPNT03-09. Bali-Indonesia.
Ndegwa, S., P.N. Wekeda, C. Ndoro and T. Nishida (2013). Analyses of catch, effort
and nominal CPUE of frigale tuna (Auxis thazard) and kawa-kawa (Euthynnus
affinis) caught by recreational fishers in Kenya. IOTC-2013 WPNT03-09. Bali-
Indonesia.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
135

135
Nurjaya, I. W. 2006. Kondisi fisik oseanografi Laut Arafura. In Monintja, D. R.,
Sularso, A., Sondita, M.F.A. & Purbayanto, A. (Eds.): Perspektif pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB: 11-30.
Prihatiningsih, Suprapto & Wedjatmiko (2012). Komposisi dan penyebaran ikan
demersal di perairan Selat Makassar. In : Suman, A., Wudianto & B. Sumiono
(Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Makassar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Banda, hal : 45-59. Penerbit IPB Press, Bogor.

Schaefer, M.B. 1957. Some considerations of population dynamics and economics in


relation to the management of marine fisheries. Journal of the Fisheries Research
Board of Canada, 14, pp. 669–81.
Sharp, G.D. 1996. Oceanography of the Indonesian Archipelago and adjacent areas. In
D. Pauly and P. Martosubroto (Eds.): Baseline studies of biodiversities: The fish
resources of western Indonesia. DGF-GTZ-ICLARM: 7-14.
Sisco, A. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber daya
dan potensi produksi sumber daya ikan di WPP 573 (Samudera Hindia selatan
Jawa) . Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Sparre, P. and S.C. Venema (1992). Introduction to tropical fish stock assesment. Part
I. Manual. FAO Fish. Tech. Pap. No. 306/1.
Sugiarto, A. & S. Birowo. 1975 (Eds). Atlas Oseanologi Indonesia. Lembaga
Oseanologi Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (In Indonesian). 79 p.
Suman, A., Wudianto, B. Sumiono, H.E. Irianto, Badrudin & K. Amri (2014). Potensi
lestari dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Penerbit Ref Grafika, Jakarta : 199 hal.

Suman, A. (2016). Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPP-NRI
2015. Makalah disampaikan pada sidang tahunan Komnas Kajiskan. Balai
Penelitian Perikanan Laut, Puslitbangkan, Balitbang KP.

Suprapto, P. Lestari dan Nurulludin (2012). Keanekaragaman jenis udang di perairan


Selat Makassar. In : Suman, A., Wudianto & B. Sumiono (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut
Flores dan Laut Banda, hal : 29-43. Penerbit IPB Press, Bogor.

Suprapto, M. Taufik & Prihatiningsih (2013). Indeks keanekaragaman jenis ikan


demersal di perairan Tarakan. In : Suman, A., Wudianto, G. Bintoro & J. Haluan
(Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Laut Sulawesi, hal :
109-120. Penerbit IPB Press, Bogor.

Suprapto, Nurulludin dan B. Sadhotomo, 2014. Komposisi jenis, daerah sebaran dan
kepadatan stok ikan demersal di perairan utara Papua. In : Suman, A., Wudianto ,
A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di Samudera

136 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
136
Hindia (WPP 572, 573) dan Samudera Pasifik (WPP 717), hal : 323-338.
Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Suprapto et al. (2016). Penelitian Karakteristik Biologi Perikanan, Habitat Sumber daya
dan Potensi Produksi Sumber daya Perikanan di WPP 713 (Selat Makasar, Teluk
Bone, Laut Flores dan Laut Bali). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan Laut,
Jakarta.

Suwarso, A. Zamroni dan A. Kuswoyo (2012). Hasil tangkapan ikan pelagis kecil di
Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda. In : Suman, A.,
Wudianto & B. Sumiono (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan di
perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Banda, hal : 151-173.
Penerbit IPB Press, Bogor.

Suwarso, A. Kuswoyo & M. Fauzi (2013a). Eksploitasi ikan pelagis kecil di Laut
Sulawesi. In : Suman, A., Wudianto, G. Bintoro & J. Haluan (Eds) : Status
pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Laut Sulawesi, hal : 95-108. Penerbit
IPB Press, Bogor.

Suwarso, T. Hariati, A. Zamroni, M. Fauzi, Herlisman, M. Natsir, A. Kuswoyo, M. F.


Yahya, H. Ilhamdi, A. Batubara, A. Wujdi, A. Priatna, dan R. Lasniroha (2013b).
Penelitian stok, distribusi dan parameter biologi ikan pelagis untuk mendukung
industrialisasi perikanan di WPP 572, WPP 573 dan WPP 717. Laporan Akhir,
Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Suwarso, M. Fauzi, A. Zamroni, A. Kuswoyo & F. Yahya (2015). Status pemanfaatan


sumber daya ikan pelagis kecil di perairan WPP 571 Selat Malaka. In : Suman, A.,
J. Haluan, Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan
sumber daya ikan di perairan Selat Malaka (WPP-NRI 571), hal : 30-59. Penerbit
Ref Grafika, Jakarta.

Suwarso, A. Zamroni, M. Fauzi, A. Kuswoyo, H. Ilhamdi, M. F. Yahya, A. Batubara,


(2015). Penelitian stok, tingkat pemanfaatan dan fishing capacity sumber daya
ikan pelagis kecil di laut Arafura (WPP 718). Laporan Akhir, Balai Penelitian
Perikanan Laut, Jakarta
Suwarso, Hufiadi, M. Taufik, A.R.P. Pane, A. Makmun, E. Febryanti, H. Ilhamdi &
Reza Alnanda (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber
daya, potensi produksi dan kapasitas penangkapan di WPP 571. Laporan Akhir,
Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Taufik, M. Suprapto, B. Sadhotomo, Prihatiningsih, I.N. Idrus, Nurulludin, A. S.


Panggabean, N. A. Mukhlis, Wahyuningsih, P. Ratnawati, A. Surahman,
Nurwiyanto dan Koderi, (2013). Penelitian stok, life history dan dinamika
populasi ikan demersal di WPP 572, WPP 573 dan WPP 717. Laporan Akhir,
Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Taufik, M. Suprapto, I. N. Edrus, Prihatiningsih, N. A. Mukhlis, Nurulludin dan


Wahyuningsih, (2015a). Penelitian stok, tingkat pemanfaatan dan kapasitas

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
137
137
penangkapan sumber daya ikan demersal di WPP 714 - Teluk Tolo dan Laut
Banda. Laporan Akhir Balai Penelitian Perikanan Laut Jakarta.

Taufik, M., B. Sadhotomo, Suprapto, I. N. Edrus, A. S. Panggabean, Prihatiningsih,


Nurulludin, N. A. Mukhlis, Wahyuningsih, Koderi dan A. Surahman (2015b).
Penelitian stok, tingkat pemanfaatan dan kapasitas penangkapan sumber daya ikan
demersal di laut WPP 718 laut Arafura. Laporan Akhir, Balai Penelitian
Perikanan Laut, Jakarta.

Taufik, M. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber daya
dan potensi produksi sumber daya perikanan di WPP 717 (Perairan Teluk
Cenderawasih dan Samudera Pasifik). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan
Laut, Jakarta.

Tirtadanu, Suprapto & T. Ernawati (2016). Komposisi, sebaran dan kepadatan stok
udang di laut Jawa. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta (inpress).

Wagiyo, K. & T. Hidayat (2015). Aspek penangkapan dan pengusahaan ikan tongkol
abu-abu (Thunnus tonggol) di perairan Langsa. In : Suman, A., J. Haluan,
Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber
daya ikan di perairan Selat Malaka (WPP-NRI 571), hal : 107-120. Penerbit Ref
Grafika, Jakarta.

Wiadnyana, N. N. 1995. Comparison of plankton productivity during and after


upwelling periods in the Banda Sea, Mollucas, Eastern Indonesia. Proceeding
International Seminar on Marine Fisheries Environment, 9-10 March 1995,
Rayong Thailand, (EMDEC & JICA), 157-170.
Wijopriono, 2007. Distribusi dan kepadatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut
Arafura berdasarkan observasi akustik. Dalam: Trend Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan di Laut Arafura. Balai Riset Perikanan Laut, Jakarta.
Wudianto (2014). Kajian ilmiah untuk mendukung RPP Tuna Cakalang Tongkol di
Indonesia. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya
Ikan (P4KSI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
Yusuf, H.N. & Baihaqi (2015). Komposisi dan CPUE hasil tangkapan pukat ikan dan
pukat cincin di perairan sekitar Belawan, Selat Malaka. In : Suman, A., J. Haluan,
Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber
daya ikan di perairan Selat Malaka (WPP-NRI 571), hal : 107-120. Penerbit Ref
Grafika, Jakarta.

Zamroni, A., Suwarso & M. Fauzi (2013). Perkembangan perikanan mini purse seine di
perairan utara Jawa. In : Suman, A., Wudianto , G. Bintoro & J. Haluan (Eds) :
Status pemanfaatan sumber daya ikan di perairan laut Jawa, hal : 245-255.
Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Zamroni, A. (2014). Perikanan pukat cincin di Sibolga, Sumatera Utara. In : Suman, A.,
Wudianto , A. Ghofar & J. Haluan (Eds) : Status pemanfaatan sumber daya ikan

138 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
138
di Samudera Hindia (WPP 572, 573) dan Samudera Pasifik (WPP 717), hal :
207-216. Penerbit Ref Grafika, Jakarta.

Zamroni, A., M. Fauzi & H. Ilhamdi (2015). Status pemanfaatan sumber daya ikan
pelagis kecil Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711). In : Suman, A., J. Haluan,
Yunaspi, D. Efizon, G. Bintoro & K. Amri (Eds) : Status pemanfaatan sumber
daya ikan di perairan Laut Cina Selatan (WPP-NRI 711), hal : 49-67. Penerbit
Ref Grafika, Jakarta.
Zamroni, A., Suwarso, H. Widyastuti, Herlisman, A. Kuswoyo, H. Ilhamdi, M. F.
Yahya, L. Suciati, P. Ratnawati, H. N. Yusuf dan R. A. Irwanto (2015). Penelitian
karakteristik biologi perikanan, habitat sumber daya dan potensi produksi di
WPP-715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Halmahera dan Teluk
Berau). Laporan Akhir Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.
Zamroni, A. et al. (2016). Penelitian karakteristik biologi perikanan, habitat sumber
daya dan potensi produksi di WPP-715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram,
Laut Halmahera dan Teluk Berau). Laporan Akhir, Balai Penelitian Perikanan
Laut, Jakarta.

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
139

139
GLOSSARY

WPP : Wilayah Pengelolaan Perikanan, merupakan sistem


pewilayahan pengelolaan perikanan yang
dilegallisasi dengan diterbitkannya Permen KP No.
PER 01/MEN/2009. Wilayah perairan Indonesia
dibagi ke dalam 11 WPP
Ikan : Menurut Pasal 1 Undang-Undang 45 tahun 2009,
ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam
lingkungan perairan
Ikan pelagis : Jenis-jenis ikan yang sebagian besar siklus hidupnya
berada/menghuni perairan lapisan permukaan atau
secara oseanografi disebut lapisan tercampur (mixed
layer)
Ikan pelagis kecil : Jenis-jenis ikan pelagis berukuran kecil seperti
kembung, layang, lemuru, siro, dll.
Ikan pelagis besar : Jenis-jenis ikan pelagis yang berukuran besar seperti
tongkol, tenggiri, cakalang, lemadang dan tuna
Ikan demersal : Jenis-jenis ikan yang sebagian besar siklus hidupnya
berada/menghuni bagian dasar perairan dengan ciri-
ciri pergerakannya lamban dan migrasi yang tidak
jauh, seperti ikan kakap, kerapu, kuwe, dll.
Ikan neritik : Jenis-jenis atau kelompok jenis ikan yang hidup atau
menghuni perairan pantai yang mendapat pengaruh
massa air dengan salinitas rendah
Ikan oseanik : Jenis-jenis atau kelompok jenis ikan yang hidup atau
menghuni perairan samudera atau lautan terbuka
dengan salinitas tinggi
Highly migratory species : Jenis atau kelompok ikan yang bermigrasi jauh
bahkan melintasi samudera atau melintasi yuridiksi
suatu negara contohnya kelompok ikan tuna
Angka Stok : Stok ikan merupakan angka yang menggambarkan
suatu nilai dugaan besarnya biomas ikan berdasarkan
kelompok jenis ikan dalam kurun waktu tertentu
Fish Stock Assessment : Kegiatan pengkajian stok ikan yang antara lain
meliputi kajian ‘life history’ & dinamika populasi
dan identifikasi tingkat pemanfaatan stok ikan baik
secara kualitatif dan/atau kuantitatif sabagai
landasan kebijakan pengelolaan perikanan
Metoda Akustik : Metoda ini digunakan untuk menduga atau
menghitung stok ikan (biasanya ikan pelagis)

140
140 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
menggunakan alat echosounder memanfaatkan
echo/gema suara (sound) di dalam air
Metoda Swept Area : Metoda swept area digunakan untuk menduga stok
ikan dasar (demersal). Metoda ini dilakukan dengan
prinsip menyapu area perikanan dengan
menggunakan alat tangkap trawl
Metoda Surplus Production : Metoda estimasi potensi SDI dengan menggunakan
data time series hasil tangkapan dan upaya
penangkapan (statistical catch & effort data). Model
ini menganggap bahwa data berasal dari perikanan
dengan kondisi ekuilibrium tanpa memperhitungkan
struktur populasi dan interaksi
Model "Schaefer" : Salah satu Model Produksi Surplus yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE
(hasil tangkapan per-satuan upaya)’ bersifat liniear
Model "Fox" : Salah satu Model Produksi Surplus, yang
menganggap hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’
hubungan antara ‘effort’ dan ‘CPUE’ bersifat
eksponensial/logaritmik
CPUE Catch per Unit Effort, adalah hasil tangkapan per
satuan per-satuan upaya, yang merupakan salah satu
indeks kelimpahan stok (stock abundance index)
Effort : Upaya penangkapan
Effort standard : Upaya penangkapan yang dibakukan
Catch : Hasil tangkapan ikan
JTB (Total Allowable Catch) : Jumlah Tangkap yang Diperbolehkan
Tingkat Pemanfaatan : Rasio antara total upaya aktual (f current) dengan
upaya optimal ( f msy)
f-actual ( f current ) : Jumlah upaya baku saat ini
f-optimum ( f opt. ) : Jumlah upaya baku pada tingkat optimal
MSY : Maximum Sustainable Yield adalah hasil tangkapan
maksimum yang berlanjut (lestari).
Over fishing : Kegiatan penangkapan yang berlebih
RFMO : Regional Fisheries Management Organization
IOTC : Indian Ocean Tuna Commission
WCPFC : Western and Central Pacific Fisheries Commission

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
141
141
Lampiran 1. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di WPP NRI tahun 2016

142
Pelagis Kecil 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 99.865 527.029 630.521 330.284 364.663 208.414 165.944 555.982 332.635 829.188 836.973

JTB (ton) 79.892 421.623 504.417 264.227 291.730 166.731 132.755 444.786 266.108 663.350 669.579

f optimum (unit) 2.287 4.012 6.812 4.279 11.374 8.327 4.262 3.653 4.228 677 2.583

Tingkat
0,83 0,50 1,50 1,41 0,38 1,23 0,44 0,88 0,48 0,70 0,51
pemanfaatan

F aktual (unit) 1.889 2.016 10.206 7.631 4.275 10.229 1.858 3.219 2.019 474 1.316

C aktual (ton) 171.849 156.060 174.583 153.464 563.333 258.943 61.092 212.012 45.736 80.899 137.033

Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat
Upaya Standar
cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
Lampiran 2. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Pelagis Besar di WPP NRI Tahun 2016

Pelagis Besar 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 64.444 276.755 586.128 185.855 72.812 645.058 304.293 31.659 181.491 65.935 818.870

JTB (ton) 51.556 221.404 468.902 148.684 58.250 516.046 243.435 25.327 145.193 52.748 655.096

f optimum (unit) 8.160 3.657 14.465 17.504 10.139 11.877 4.315 5.228 3.488 1.482 5.028

Tingkat
0,52 0,95 1,06 0,93 0,63 1,13 0,78 0,97 0,63 1,00 0,99
pemanfaatan

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


F aktual (unit) 4.210 3.492 15.335 16238 6.362 13.443 3.368 5.049 2.209 1.485 4.963

C aktual (ton) 41.760 91.774 88.629 74.374 118.643 86.103 29.284 117.521 39.650 39.461 79.161

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


Pukat Pukat Pukat Jaring Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat Pukat
Upaya Standar
cincin cincin cincin insang cincin cincin cincin cincin cincin cincin cincin

143
Lampiran 3. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Demersal di WPP NRI Tahun 2016

144
Demersal 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 145.495 362.005 7.902 131.070 657.525 252.869 98.010 325.080 36.142 131.675 876.722

JTB (ton) 116.396 289.604 6.322 104.856 526.020 202.295 78.408 260.064 28.914 105.340 701.378

f optimum (unit) 11.286 19.573 146.109 16.940 124.800 29.059 9.900 18.030 13.792 11.475 2.741

Tingkat
0,33 0,57 0,39 0,61 0,83 0,96 0,58 0,22 0,45 0,39 0,67
pemanfaatan

F aktual (unit) 3.726 11.091 57.416 10.269 103.324 28.020 5.739 3.893 6.170 4.472 1828

C aktual (ton) 112.489 258.993 67.758 184.992 277.408 88.578 53.256 94.060 21.326 59.532 289.071

Jaring
Jaring Jaring Gillnet Rawai Rawai Rawai Rawai Rawai Rawai Gillnet
Upaya Standar insang
klitik klitik tetap dasar dasar Dasar Dasar Dasar Dasar tetap
tetap

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
Lampiran 4. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Karang di WPP NRI Tahun 2016

Ikan karang 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 20.030 40.570 22.045 20.625 29.951 19.856 145.530 310.866 34.440 15.016 29.485

JTB (ton) 16.024 32.456 17.636 16.410 23.961 15.854 161.424 248.693 27.552 12.012 23.588

f optimum (unit) 10.008 14.243 33.200 10.155 12.238 14.839 26.975 39.425 13.123 3.875 5.430

Tingkat
0,34 0,33 1,09 1,53 1,22 1,27 0,76 0,34 1,45 0,91 1,07
pemanfaatan

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


F aktual (unit) 3.433 4.766 36.272 15.563 14.968 18.885 20.495 13.353 19.086 3.526 5.822

C aktual (ton) 13.548 16.345 19.248 35.264 33.398 17.137 53.596 59.821 24.999 15.332 33.652

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing Pancing
Upaya Standar
Ulur Ulur Ulur Ulur Ulur Ulur Ulur Ulur Ulur Ulur Ulur

145
Lampiran 5. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid di WPP NRI Tahun 2016

146
Udang Penaeid 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 59.455 8.023 7.340 62.342 57.965 30.404 3.180 6.436 7.945 9.150 62.842

JTB (ton) 47.564 6.418 5.872 49.873 46.372 24.324 2.544 5.149 6.356 7.320 50.274

f optimum (unit) 5.786 6.771 3.333 94.371 120.380 9.748 2.596 5.161 9.933 10.000 178.571

Tingkat
1,59 1,53 1,70 0,53 1,11 0,52 0,39 0,78 0,50 0,46 0,86
pemanfaatan

F aktual (unit) 9.194 10.377 5.652 49.657 134.140 5.031 1.025 4.023 4.945 4.620 153.206

C aktual (ton) 35.146 8.522 6.893 29.999 63.165 15.070 3.620 7.753 5.310 12.565 48.307

Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel Trammel
Upaya Standar
net net net net net net net net net net net

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
Lampiran 6. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Lobster di WPP NRI Tahun 2016

Lobster 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 673 1.483 970 1.421 989 927 724 846 894 1.044 1.187

JTB (ton) 539 1.186 776 1.137 791 742 579 677 715 835 950

f optimum (unit) 8.205 9.481 31.152 21.767 23.654 16.708 5.385 3.570 5.168 2.213 9.860

Tingkat
1,30 0,93 0,61 0,54 1,36 1,40 1,73 1,32 0,75 1,04 0,97
pemanfaatan

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


F aktual (unit) 10.660 8.837 18.898 11.802 31.264 20.099 9.294 4.702 3.891 2.302 9.313

C aktual (ton) 247 1.221 951 1.423 1.292 517 444 1.125 962 991 1.033

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


J. insang J. insang J. insang J. insang Trammel J. insang Trammel Trammel
Upaya Standar Bubu Bubu J. insang
Tetap Tetap Tetap Tetap net Tetap net net

147
Lampiran 7. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Kepiting di WPP NRI Tahun 2016

148
Kepiting 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 12.829 9.543 526 2.318 7.664 4.347 1.145 891 2.196 489 1.498

JTB (ton) 10.263 7.634 421 1.854 6.131 3.477 916 712 1.756 391 1.198

f optimum (unit) 10.000 56.400 36.250 10.765 24.209 9.324 4.368 5.448 5.239 7.372 6.119

Tingkat
1,00 0,18 0,28 1,09 0,70 0,83 1,55 1,19 0,38 0,87 0,85
pemanfaatan

F aktual (unit) 9.967 10.293 10.245 11.774 17.061 7.708 6.778 6.501 1.989 6.442 5.226

C aktual (ton) 17.387 1.668 204 2.857 6.792 3.177 938 1.033 1.575 265 1.294

Upaya Standar J. Insang J. Insang Bubu Bubu Bubu Bubu J. Insang J. Insang J. Insang J. Insang Bubu

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
148
Lampiran 8. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan di WPP NRI Tahun 2016

Rajungan 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 13.614 989 3.913 9.711 23.508 5.463 1.669 495 294 58 775

JTB (ton) 10.891 791 3.130 7.769 18.806 4.370 1.335 396 235 46 620

f optimum (unit) 22.120 27.402 21.982 14.080 80.442 17.651 8.929 7.180 5.838 5.467 11.904

Tingkat
0,93 0,49 0,98 1,18 0,65 0,73 0,77 0,98 0,50 1,21 0,77
pemanfaatan

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


F aktual (unit) 20.547 13.489 21.436 16.618 51.934 12.816 6.839 7.025 2.932 6.642 9.169

C aktual (ton) 16.865 1.041 4.460 14.834 27.857 5.517 1.648 530 164 60 1.108

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


Jr. Insang Jr. Insang Jr. Insang Jr. Insang Jr. Insang Jr. Insang Jr. Insang
Upaya Standar Bubu Bubu Bubu Bubu
tetap tetap tetap tetap tetap tetap tetap

149
Lampiran 9. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Cumi-Cumi di WPP NRI Tahun 2016

150
Cumi-cumi 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Potensi (ton) 9.038 14.579 8.195 23.499 126.554 10.519 68.444 10.272 1.103 2.140 9.212

JTB (ton) 7.230 11.663 6.556 18.799 101.244 8.415 54.755 8.217 883 1.712 7.370

f optimum (unit) 198 8.483 10.210 4.264 5.529 10.972 1.515 1.790 224 690 1.058

Tingkat
0,60 0,40 1,10 1,80 2,00 1,20 1,00 1,86 1,40 1,10 1,30
pemanfaatan

F aktual (unit) 123 3.308 11.339 7.856 11.192 13.024 1.515 3.325 319 750 1.354

C aktual (ton) 3.849 5.839 9.623 8.312 111.559 16.025 2.277 5.215 480 2.168 11.807

Bagan Pancing Pancing Bagan Pancing Pancing Bagan Bagan Bagan Bagan Bagan
Upaya Standar
perahu cumi cumi perahu cumi cumi perahu tancap tancap perahu perahu

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
Lampiran 10. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di WPP NRI 2016
I ka n Pe l a gi s I ka n Pe l a gi s I ka n I ka n Uda ng
Wi l a ya h Pe nge l ol a a n Pe ri ka na n Lob s te r Ke pi ti ng Ra junga n Cumi -cumi Juml a h
Ke ci l Be s a r De me rs a l Ka ra ng Pe na e i d
WPP 571 Pote ns i 99,865 64,444 145,495 20,030 59,455 673 12,829 13,614 9,038 425,444
JTB 79,892 51,556 116,396 16,024 47,564 539 10,263 10,891 7,230

Selat
Ti ngka t

Malaka
0.83 0.52 0.33 0.34 1.59 1.30 1.00 0.93 0.62
pe ma nfa a ta n
WPP 572 Pote ns i 527,029 276,755 362,005 40,570 8,023 1,483 9,543 989 14,579 1,240,975
JTB 421,623 221,404 289,604 32,456 6,418 1,186 7,634 791 11,663
Ti ngka t
0.50 0.95 0.57 0.33 1.53 0.93 0.18 0.49 0.39
pe ma nfa a ta n
WPP 573 Pote ns i 630,521 586,128 7,902 22,045 7,340 970 526 3,913 8,195 1,267,540
JTB 504,417 468,902 6,322 17,636 5,872 776 421 3,130 6,556

Samudera Hindia
Ti ngka t
1.50 1.06 0.39 1.09 1.70 0.61 0.28 0.98 1.11
pe ma nfa a ta n
WPP 711 Pote ns i 330,284 185,855 131,070 20,625 62,342 1,421 2,318 9,711 23,499 767,126
JTB 264,227 148,684 104,856 16,500 49,873 1,137 1,854 7,769 18,799
Ti ngka t

Selatan
Laut Cina
1.41 0.93 0.61 1.53 0.53 0.54 1.09 1.18 1.84
pe ma nfa a ta n
WPP 712 Pote ns i 364,663 72,812 657,525 29,951 57,965 989 7,664 23,508 126,554 1,341,632
JTB 291,730 58,250 526,020 23,961 46,372 791 6,131 18,806 101,244
Ti ngka t
0.38 0.63 0.83 1.22 1.11 1.36 0.70 0.65 2.02

Laut Jawa
pe ma nfa a ta n
WPP 713 Pote ns i 208,414 645,058 252,869 19,856 30,404 927 4,347 5,463 10,519 1,177,857
JTB 166,731 516,046 202,295 15,885 24,324 742 3,477 4,370 8,415

Laut

Selat
Flores
Ti ngka t
1.23 1.13 0.96 1.27 0.52 1.40 0.83 0.73 1.19

Makassar -
pe ma nfa a ta n
WPP 714 Pote ns i 165,944 304,293 98,010 145,530 3,180 724 1,145 1,669 68,444 788,939
JTB 132,755 243,435 78,408 116,424 2,544 579 916 1,335 54,755

Laut
Banda
Ti ngka t
0.44 0.78 0.58 0.76 0.39 1.73 1.55 0.77 1.00
pe ma nfa a ta n

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


WPP 715 Pote ns i 555,982 31,659 325,080 310,866 6,436 846 891 495 10,272 1,242,526
JTB 444,786 25,327 260,064 248,693 5,149 677 712 396 8,217

Laut

Teluk
Seram
Ti ngka t

Tomini -
0.88 0.97 0.22 0.34 0.78 1.32 1.19 0.98 1.86
pe ma nfa a ta n
WPP 716 Pote ns i 332,635 181,491 36,142 34,440 7,945 894 2,196 294 1,103 597,139
JTB 266,108 145,193 28,914 27,552 6,356 715 1,756 235 883

Laut
Ti ngka t

Sulawesi
0.48 0.63 0.45 1.45 0.50 0.75 0.38 0.50 1.42
pe ma nfa a ta n
WPP 717 Pote ns i 829,188 65,935 131,675 15,016 9,150 1,044 489 58 2,140 1,054,695
JTB 663,350 52,748 105,340 12,013 7,320 835 391 46 1,712

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


Ti ngka t

Pasifik
0.70 1.00 0.39 0.91 0.46 1.04 0.87 1.21 1.09

Samudera
pe ma nfa a ta n
WPP 718 Pote ns i 836,973 818,870 876,722 29,485 62,842 1,187 1,498 775 9,212 2,637,565
JTB 669,579 655,096 701,378 23,588 50,274 950 1,198 620 7,370

Laut
Ti ngka t

Arafura -
0.51 0.99 0.67 1.07 0.86 0.97 0.85 0.77 1.28

Laut Timor
pe ma nfa a ta n

151
Juml a h 4,881,498 3,233,299 3,024,496 688,414 315,082 11,159 43,444 60,489 283,556 12,541,436

151
Lampiran 11. Tingkat Pemanfaatan sumberdaya Ikan di WPP NRI Tahun 2016

152
Jenis Ikan 571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718

Pelagis Kecil

Pelagis Besar

Demersal

Ikan Karang

Udang

Lobster

Kepiting

Rajungan

Cumi cumi

PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016


POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
153
Lampiran 12. Status Tingkat Eksploitasi sumberdaya Ikan di WPP NRI Tahun 2016

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN


PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016
153
154 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPP NRI) TAHUN 2016

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai