Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

ULKUS KORNEA IMPENDING PERFORASI

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh/RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:

Siti Sapura
2106111064

Pembimbing:
dr. Enny Nilawati, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul “Ulkus Kornea Impending
Perforasi”. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa perubahan besar diseluruh aspek kehidupan manusia khususnya di bidang
ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSUD dr.
Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghormatan penulis sampaikan kepada dr. Enny
Nilawati, Sp.M yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis
dalam penulisan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang
kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan
ilmu. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua, Amin.

Banda Aceh, Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2


BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 6
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea ............................................................................ 6
2.2 Definisi Ulkus Kornea ......................................................................................... 7
2.3 Etiologi ................................................................................................................ 8
2.4 Patofisiologi......................................................................................................... 9
2.5 Macam-Macam Ulkus Kornea .......................................................................... 10
2.6 Manifestasi Klinis.............................................................................................. 12
2.7 Diagnosis Ulkus Kornea .................................................................................... 13
2.8 Tatalaksana ........................................................................................................ 14
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................................... 18
3.1 Identitas Pasien .................................................................................................. 19
3.2 Anamnesis ......................................................................................................... 19
3.3 Pemeriksaan Fisik.............................................................................................. 20
3.4 Pemeriksaan Fisik Ophtalmologi ...................................................................... 20
3.5 Klinis Pasien ...................................................................................................... 23
3.6 Diagnosa ............................................................................................................ 23
3.6 Tatalaksana ........................................................................................................ 23
3.7 Planing ............................................................................................................... 23
3.8 Resume .............................................................................................................. 24
BAB IV ANALISA MASALAH............................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 29
BAB 1
PENDAHULUAN
Kornea merupakan bagian mata berupa lapisan bening tembus cahaya yang
terletak di depan iris dan pupil. Apabila lapisan tersebut mengalami gangguan maka
akan timbul beberapa penyakit, salah satunya yaitu ulkus kornea. Kornea merupakan
jaringan transparan, yang memiliki ukuran tebal rata-rata 550 mikrometer di pusatnya
pada orang dewasa, dengan diameter horizontal sekitar 11,75 mm dan vertikal 10,6
mm. Jika terdapat infiltrate supuratif disertai defek, diskontinuitas jaringan pada
kornea dari epitel hingga stroma dapat dikatakan sebagai ulkus kornea. Ulkus Kornea
dapat disebabkan karena berbagai hal, seperti trauma, infeksi, penyakit autoimun, dan
hilangnya persarafan kornea 1.
Ulkus kornea adalah kondisi patologis pada kornea yang dikarakteristikan
dengan adanya infiltrat supuratif, kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea
yang dimulai dari lapisan epitel hingga mengenai stroma. Ulkus kornea menjadi salah
satu penyebab gangguan penglihatan tertinggi di dunia dan mejadi perhatian khusus
sebagai penyebab kebutaan di beberapa negara berkembang. World Health
Organization (WHO) tahun 2019 menyatakan bahwa kekeruhan kornea, termasuk
ulkus kornea, berada di posisi keempat sebagai penyebab gangguan penglihatan dan
kebutaan dengan total 4,2 juta kasus. Di beberapa negara berkembang, ulkus kornea
merupakan penyebab kedua kebutaan setelah katarak 2,3.
Ulkus yang disebabkan oleh trauma dapat menyebabkan kesulitan penglihatan
hingga morbiditas okuler yang signifikan. Defek yang terjadi pada kornea yang
disebebkan oleh trauma menyebabkan hampir semua organisme dapat menyerang
stroma kornea. Hal ini diperparah dengan mekanisme pertahanan kornea yang normal
serperti kelopak mata, lapisan air mata, dan epitel kornea terganggu. Beberapa
organisme dapat menembus epitel utuh diantaranya Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacteriium diphteriae Pseudomonas aeruginosa, dan Haemophilus influenza 4.
Pola epidemiologis, etiologi, dan faktor predisposisi bervariasi di berbagai
belahan dunia dan bahkan dari satu wilayah ke wilayah lain di negara yang sama.
Studi telah melaporkan kejadian keratitis mikroba yaitu 11/100.000 orang/tahun di
Amerika Serikat hingga 799/100.000 orang/tahun di beberapa negara berkembang.
Sekitar 26,7% kasus opasitas kornea disebabkan oleh keratitis mikroba di Ibadan,
Nigeria. Selain itu, meskipun cedera bola mata jarang terjadi, 6,8% hingga 14,7% dari
orang yang mengalami cedera traumatis okular mengalami laserasi dan perforasi
kornea. Laserasi kornea dapat mengenai seluruh ketebalan kornea atau hanya
sebagian. Sebagian besar pasien yang mengalami ulkus kornea karena trauma adalah
pekerja pertanian dan pekerja fisik. Sebagian besar penelitian kegawat daruratan
okuler melaporkan lebih dominan pada pria, dengan usia puncak antara 15 dan 30
tahun. Diagnosis dan manajemen cepat diperlukan untuk mencegah komplikasi 5.
Dalam laporan ini, ulkus kornea yang melibatkan luka pada epitel kornea
mengenai hampir sebagian besar ketebalan kornea sehingga terjadi impending
perforasi yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat terjadi perforasi kornea. Ulkus
kornea impending perforasi adalah suatu keadaan dimana bentuk kornea mengalami
gangguan sehingga infeksi yang pada awalnya hanya di kornea dapat tersebar hingga
keseluruhan bola mata, dan adanya robekan pada kornea dimana infeksi akan mudah
untuk masuk jika tidak segera dilakukan penutupan luka/robekan dengan jahitan 6.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, ±0,65 di tepi dan diameter sekitar 11,5 mm dari
anterior ke posterior. Kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan
epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbar), membran Bowman,
stroma, membran Descemet dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea
disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar +43 dioptri. Ketika kornea mengalami udem, maka kornea juga bertindak
sebagai prisma yang menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo 7,8.
Kornea berfungsi sebagai pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahaya pada kornea disebabkan oleh struktur yang
uniform, avaskular dan deturgesens. Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif
kornea ini dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan fungsi sawar
epitel dan endotel. Endotel memegang peran lebih penting dalam mekanisme
dehidrasi sehingga cedera fisik atau kimiawi pada endotel lebih berat. Sumber nutrisi
kornea adalah pembuluh darah limbus, aquous humour, dan air mata. Kornea
superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfer. Transparansi kornea
dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularits dan deturgensinya 9.
2.2 Definisi Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah keadaan patologik hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea. Ulkus kornea ditandai dengan infiltrat supuratif
yang disertai defek kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi pada epitel sampai stroma yang memiliki batas, dinding dan dasar. Perforasi
kornea adalah kedaruratan okular dengan berbagai penyebab, seperti trauma, infeksi,
penyakit autoimun, dan hilangnya persarafan kornea.
Terbentuknya ulkus pada kornea banyak ditemukan oleh adanya kolagenase
yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Terdapat 2 betuk ulkus pada
kornea, yaitu sentral dan marginal atau perifer. Ulkus perifer biasanya dapat
disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi oleh kuman
Staphylococcus aureous, Haemophilus influenzae, dan Moraxella lacunata. Ulkus
kornea merupakan salah satu keadaan yang berpotensi menyebabkan kebutaan
sehingga membutuhkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat 10.
Ulkus impending perforasi adalah suatu keadaan dimana bentuk kornea
mengalami gangguan sehingga infeksi yang pada awalnya hanya di kornea dapat
tersebar hingga keseluruhan bola mata, dan adanya robekan pada kornea dimana
infeksi akan mudah untuk masuk jika tidak segera dilakukan penutupan luka/robekan
dengan jahitan 6.
2.3 Etiologi
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma oleh benda asing, dan dengan
air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam
kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan
luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan
penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.

Faktor yang dapat menyebabkan ulkus kornea secara umum antara lain:
1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air
mata, sumbatan saluran lakrimal).
2. Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma ( salah
satunya trauma tumpul, mekanik, kimia, tajam) penggunaan lensa kontak, luka
bakar pada daerah muka.
3. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : edema kornea kronik,
exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma), keratitis karena
defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
4. Kelainan-kelainan sistemik, malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens Jhonson,
sindrom defisiensi imun.
5. Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun seperti kortikosteroid, IUD,
anestetik lokal dan golongan imunosupresif 11.
Berdasarkan etiologinya ulkus kornea disebabkan oleh :
1. Bakteri : Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
streptokokus pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea
melalui faktor-faktor pencetus diatas.
2. Virus : herpes simplek, zooster, variola
3. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
4. Reaksi hipersensifitas : TBC (keratokonjungtivitis flikten), Ulkus marginal
adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga
rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang
sehat dengan limbus Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi
terhadap makanan.
5. Autoimun : seperti ulkus cincin, merupakan ulkus kornea perifer yang dapat
mengenai seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu
mata. Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit
disentri basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat
rekuren. 11.
2.4 Patofisiologi
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan pada
waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang
mengandung banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada kornea,
maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma
kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di perikornea. Proses
selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin.
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus
kornea 12.
Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma.
Kalau terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin
dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui
membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke camera oculi anterior (COA).
Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan
COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril,
tidak mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler
dapat menonjol ke luar dan disebut keratektasi2. Bila peradangan terus mendalam,
tetapi tidak mengenai membrane Descemet dapat timbul tonjolan pada membrana
tersebut yang disebut Descemetocele atau mata lalat. Bila peradangan hanya di
permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh dengan tidak
meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan
terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti awan yang
hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak putih
yang tampak jelas di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen
yang tampak dari jarak jauh. Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan
terjadinya perforasi 6.
Adanya perforasi membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung
dari bagian dalam mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam
mata dan menyebabkan timbulnya endoftalmitis, panoftalmitis dan berakhir dengan
ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat mengalir ke luar dan iris
mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat pada luka kornea yang perforasi
dan disebut sinekia anterior atau iris dapat menonjol ke luar melalui lubang perforasi
tersebut dan disebut iris prolaps yang menyumbat fistel 11.
2.5 Macam-Macam Ulkus Kornea
Klasifikasi ulkus kornea berdasarkan lokasi dibagi atas 2 bentuk ulkus kornea
yaitu ulkus kornea sentral dan perifer. Ulkus kornea sentral terbagi atas ulkus kornea
bakterialis (streptokokus, stafilokokus, pesudomonas dan pneumokokus), ulkus
kornea fungi, ulkus kornea virus dan ulkus kornea acantamuba. Ulkus kornea perifer
terbagi atas 2 yaitu ulkus marginal dan ulkus mooren. Ulkus marginal merupakan
peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau segiempat, dapat satu
atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus mooren
adalah ulkus idiopatik dari epitel dan stroma kornea yang kronis, progresif dan sangat
nyeri 13.
Berdasarkan lokasinya ulkus kornea dapat dibedakan menjadi :
1. Ulkus Kornea Sentral
Lokasi ulkus berada pada bagian tengah kornea. Penyebab ulkus kornea
sentral adalah bakteri (pseudomonas, pneumokokus, moraxela
liquefaciens,Streptokokus Beta Hemolitik, Klebsiela Pneumoni, dan E. Coli Proteus),
virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur (Candida Albicans, Fusarium Solani,
Spesies Nokardia, Sefalosporium, dan Aspergilus) 14.
2. Ulkus Kornea Perifer
Ulkus kornea yang lokasi peradangannya berada pada kornea bagian perifer,
berbentuk khas biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
kelainannya. Diduga 50% dasar kelainannya ialah suatu reaksi hipersensitivitas
terhadap eksotoksin stafilokokus. Ulkus yang berada pada kornea bagian perifer
biasanya disebabkan akibat proses alergi, toksin, infeksi, dan penyakit kolagen
vascular 14.
Berdasarkan Purulensi, ulkus kornea dibagi menjadi:
1. Ulkus Kornea Purulen/Supuratif
Umumnya disebabkan oleh ulkus kornea bakteri dan fungal.
2. Ulkus Kornea Non-Purulen
Umumnya disebabkan oleh ulkus kornea virus dan ulkus kornea karena alergi.
Berdasarkan organisme penyebabnya, ulkus kornea infeksi dapat dibedakan menjadi :
1. Ulkus Kornea Bakterialis
Lebih dari 90% peradangan pada kornea disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang
umumnya dapat menyebabkan keratitis adalah Stafilokokus sureus, Stafilokokus
epidermidis, Streptokokus pneumonia, pseudomonas auruginosa, dan Moraxella.
Patogen lain yang dapat menyebabkan ulkus kornea diantaranya adalah Neisseria
Gonore, Corynebacterium difteri, dan Neisseria Meningitidis.
2. Ulkus Kornea Fungi
Dalam beberapa tahun terakhir, insiden ulkus kornea ulseratif yang
disebabkan oleh fungi meningkat akibat peningkatan penggunaan antibiotik dan
steroid yang tidak relevan. Jamur yang dapat menyebabkan infeksi pada kornea
(keratitis ulseratif) diantaranya adalah golongan filamentous fungi (Aspergillus,
Fusarium, Alternaria, Cephalosporium, Curvularia dan Penicillium) dan golongan
yeast (seperti: Candida and Cryptococcus). Jamur yang umumnya menyebabkan
ulkus kornea adalah Aspergillus (paling sering), Candida dan Fusarium.
3. Ulkus Kornea Virus
Infeksi virus umum yang dapat menyebabkan ulkus kornea adalah keratitis
herpes simpleks, herpes zoster optalmikus, dan keratitis adenovirus. Penyebab lain
yang jarang ditemukan meliputi infeksi cytomegalovirus, virus measles, atau virus
rubella.
4. Ulkus Kornea Protozoa
Keratitis protozoa paling sering disebabkan oleh infeksi acanthamoeba. Infeksi
acanthamoeba ini dapat disebabkan oleh penggunaan lensa kontak yang dicuci
dengan normal saline yang terkontaminasi, saat menyelam, atau infeksi oportunistik
pada pasien keratitis herpes, keratitis bakterialis, atau keratitis neuroleptik.
Berdasarkan Kedalamannya, ulkus kornea dibagi menjadi:
1. Ulkus Kornea Superfisial
2. Ulkus Kornea Dalam
3. Ulkus Kornea dengan Ancaman Perforasi (corneal ulcer with impending
perforation)
4. Ulkus Kornea Perforasi
Perforasi ulkus kornea dapat terjadi jika proses ulserasi semakin dalam dan
mencapai Membran Descemet, lalu membrane ini akan menonjol ke arah luar
(Desmatocele). Pada tahap ini, berbagai aktivitas yang menyebabkan peningkatan
tekanan oular seperti batuk, bersin, dan mengedan dapat menyebakan perforasi
kornea. Setelah terjadi perforasi, cairan aquous humor akan keluar dan menyebabkan
penurunan tekanan intraokular. Efek perforasi tergantung posisi dan ukuran perforasi.
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa 15:
1. Gejala subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
b. Sekret mukopurulen;
c. Merasa ada benda asing di mata;
d. Pandangan kabur;
e. Mata berair;
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
g. Silau
h. Nyeri
2. Gejala objektif
a. Injeksi silier;
b. Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
c. Hipopion.
2.7 Diagnosis Ulkus Kornea
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan oftalmologis dengan menggunakan lampu celah serta pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit
kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang
sering kambuh. Hendaknya ditanyakan pula riwayat pemakaian obat topikal oleh
pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, virus terutama keratitis herpes simplek16.
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan gejala berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai adanya jaringan
nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti ketajaman
penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan kornea dengan zat
fluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan gram,giemsa atau
KOH)11.
Karena gambaran klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
etiologik secara spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum diberikan
pengobatan empiric dengan antibiotika. Pengambilan spesimen harus dari tempat
ulkusnya, dengan membersihkan jaringan nekrotik terlebih dahulu; dilakukan secara
aseptik menggunakan spatula kimura, lidi kapas steril, kertas saring atau Kalsium
alginate swab. Pemakaian media penyubur BHI (Brain Heart Infusion Broth) akan
memberikan hasil positif yang lebih baik daripada penanaman langsung pada medium
isolasi. Medium yang digunakan adalah medium pelat agar darah, media coklat,
medium Sabaraud untuk jamur dan Thioglycolat. Selain itu dibuat preparat untuk
pengecatan gram. Hasil pewarnaan gram dapat memberikan informasi morfologik
tentang kuman penyebab yaitu termasuk kuman gram (+) atau Gram (-) dan dapat
digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika awal sebagai pengobatan empirik 15.
2.8 Tatalaksana
1. Penatalaksanaan non-medikamentosa15:
a. Jika memakai lensa kontak secepatnya untuk melepaskan nya;
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang
proses penyembuhan luka.
2. Penatalaksanaan medikamentosa15:
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi yang
tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme
penyebab. Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat diberikan berupa:
a. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Berikut ini contoh antibiotic yang dapat digunakan salah satunya:
Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit, Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3
mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3 mg, Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol
10 mg, Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit.
b. Terapi Jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi:
Jamur berfilamen: topical amphotericin B, Thiomerosal, Natamicin, Imidazol;
Ragi (yeast): Amphotericin B,Natamicin, Imidazol, Micafungin 0,1% tetes
mata;
c. Terapi Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid local
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotic spektrum luas untuk infeksi
sekunder, analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topika berupa salep
asiklovir 3% tiap 4 jam.
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:
1. Sulfas atropin sebagai salep atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas atropin
karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropin:
a. Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
b. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
c. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil,
terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang ada dapat terlepas dan dapat
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.
2. Skopolamin sebagai midriatika.
3. Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa pemberian nerve growth factor
(NGF) secara topikal menginisiasi aksi penyembuhan luka pada ulkus kornea yang
disebabkan oleh trauma kimia, fisik dan iatrogenik serta kelainan autoimun tanpa
efek samping 17.
3. Penatalaksanaan bedah
a. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi
keratoplasti: Dengan pengobatan tidak Sembuh. Terjadinya jaringan parut
yang menganggu penglihatan. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya
perforasi.
Ada dua jenis keratoplasti yaitu:
Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuhnya. Karena sel
endotel sangat cepat mati, mata hendaknya diambil segera setelah donor meninggal
dan segera dibekukan. Mata donor harus dimanfaatkan <48 jam. Tudung korneo
sklera yang disimpan dalam media nutrien boleh dipakai sampai 6 hari setelah donor
meninggal dan pengawetan dalam media biakan jaringan dapat tahan sampai 6
minggu18,19.
Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian dari kornea. Untuk
keratoplasti lamelar, kornea dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam
lemari es selama beberapa minggu. Selama dekade terakhir, tatalaksana bedah untuk
penyakit endotel telah berkembang dengan cepat ke arah keratoplasti endotel, atau
transplantasi jaringan selektif. Keratoplasti endotel menawarkan keuntungan yang
berbeda dalam hal hasil visual dan sayatan lebih kecil 18,19.
b. Transplantasi Membran Amnion
Transplantasi membran amnion merupakan metode efektif untuk
penatalaksanaan perforasi kornea nontraumatik dan descemetokel. Metode ini juga
bermanfaat sebagai terapi permanen atau sebagai tindakan sementara sampai
inflamasi berkurang dan prosedur rekonstruksi tetap dapat dilakukan. Disamping itu,
teknik ini juga bermanfaat pada negara-negara yang persediaan jaringan korneanya
terbatas 20.
Indikasi Transplantasi Membran Amnion pada kasus Kornea
a. Defek epitel persisten
b. Ulkus kornea
c. Defisiensi limball stem sel
d. Keratopati bulosa
e. Excimer laser
f. Stevens-Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis 20
1. 2.

3. 4.

5.
2. Plasenta dicuci dengan saline steril
3. Amnion dipisahkan dari chorion dengan diseksi tumpul.
4. Amnion ditarik dari korion dan dipisahkan
5. Selaput ketuban diratakan di atas kertas nitroselulosa dengan epitel dan membran
basal menghadap ke atas 21.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn.N
No. CM : 1-34-43-14
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 19 Tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Gampong Dayah Blang
Tanggal Pemeriksaan : 20-Juli-2023

3.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sakit pada mata kanan
B. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluhkan mata merah dan berai, pandangan mata kanan yang seperti
berkabut, dan ada rasa mengganjal.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada mata kanan, nyeri, berair dan mata
merah. Sebelumnya pasien mengatakan 3 minggu SMRS pasien pernah saat
berkendara sepeda motor mata pasien kemasukan binatang terbang, 2 minggu setelah
kejadian pasien mengatakan tiba-tiba saat duduk dimalam hari mata pasien tiba-tiba
buram seperti berkabut dan timbul warna putih di tengah mata pasen, pasien juga
mengeluhkan mata terasa seperti mengganjal, gatal, berair dan kemerahan pasien juga
mengatakan mata sebelah kanannya sering keluar sekret. Pasien juga mengeluhkan
kepala sebelah kanan sering pusing. Pasien juga mengatakan sempat membeli obat
tetes di apotik untuk keluhannya, namun pasien mengatakan mata nya semakin perih
dan semakin merah.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
F. Riwayat Pemakaian Obat
Sebelum berobat ke Poli Mata RSUDZA, pasien terlebih dahulu
menggunakan obat tetes mata yang dibeli di apotik namun pasien lupa nama merek
obat tersebut.
G. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sering pulang bekerja dengan sepeda motor tanpa helm atau pelindung
wajah dan mata pasien sering terkena debu jalanan.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/i, regular, isi cukup, kuat angkat
Pernafasan : 20x/i, regular
Suhu : 36,7oC
3.4 Pemeriksaan Fisik Ophtalmologi

Pemeriksaan Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Visus 1/300 6/6


Hirschberg Orthophoria Orthophoria
Supra cilia
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Palpebra superior
Edema + Tidak ada
Spasme + Tidak ada
Hiperemis + Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Palpebra inferior
Edema + Tidak ada
Hiperemis + Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemis + Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hiperemis + Tidak ada
Folikel + Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Injeksi Konjungtiva + Tidak ada
Injeksi Silier + Tidak ada
Perdarahan di bawah konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguecula Tidak ada Tidak ada
Sklera
Warna Kemerahan Normal
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak Ada Tidak Ada
Kornea
Edema Tidak ada Tidak ada
Infiltrat Luas Tidak ada
Ulkus + Tidak ada
Lesi satelit ada Tidak ada
Bilik Mata Depan
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Hipopion + Tidak ada
Iris/Pupil Samar
Refleks cahaya (-) (+)
Lensa
Kejernihan samar Jernih
Vitreus Anterior kesan keruh Dalam batas normal
6. Klinis Pasien

3.6 Diagnosa
 Ulkus Kornea Impending Perforasi
7. Tatalaksana
 Fluoroquinolon (Levofloxacyn 500 mg / drip iv 24 jam, Moxifloxacin ED 6 x
1 gtt OD)
 PPI (Omeorazole 1 amp/24 jam)
 NSAID (A. Mefenamat 500 mg 3 x 1 )
 Beta Blocker (Timolol 0,5% ED 2 x 1 gtt OD)
 Mydriatics (C. Tropin ED 2 x 1 gtt OD)
8. Planing
 Amnion Membran Transplantasi
9. Resume
Pasien datang dengan keluhan sakit pada mata kanan, nyeri, berair dan mata
merah. Sebelumnya pasien mengatakan 3 minggu SMRS pasien pernah saat
berkendara sepeda motor mata pasien kemasukan binatang terbang, 2 minggu setelah
kejadian pasien mengatakan tiba-tiba saat duduk dimalam hari mata pasien tiba-tiba
buram seperti berkabut dan timbul warna putih di tengah mata pasen, pasien juga
mengeluhkan mata terasa seperti mengganjal, gatal, berair dan kemerahan pasien juga
mengatakan mata sebelah kanannya sering keluar sekret. Sebelumnya pasien tidak
pernah mengeluhkan hal serupa. Riwayat penggunaan kacamata ataupun lesa kontak
disangkal, riwayat menggunakan obat baik lokal atau sistemik dalam jangka waktu
panjang disangkal. Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami hal
serupa. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat.
Pada pemeriksaan lokalis mata adalah sebagai berikut:
OD Pemeriksaan OS
1/300 Visus 6/6
Blefarospasme positif Palpebra Tenang
edema positif, hiperemis
positif
Inj. Conjungtiva dan siliar Konjungtiva Jernih
Keruh, infiltrate stroma Kornea Jernih

Dangkal Bilik Mata Depan Dalam

Bulat, Keruh, Sinekia Iris Bulat


Refleks cahaya negative, Pupil Refleks cahaya positif
Oklusio pupil

Keruh Lensa Jernih


- Tekanan Intraokuli -19
BAB IV
ANALISA MASALAH
Pasien datang dengan keluhan sakit pada mata kanan, nyeri, berair dan mata
merah. Sebelumnya pasien mengatakan 3 minggu SMRS pasien pernah saat
berkendara sepeda motor mata pasien kemasukan binatang terbang, 2 minggu setelah
kejadian pasien mengatakan tiba-tiba saat duduk dimalam hari mata pasien tiba-tiba
buram seperti berkabut dan timbul warna putih di tengah mata pasen, pasien juga
mengeluhkan mata terasa seperti mengganjal, gatal, berair dan kemerahan pasien juga
mengatakan mata sebelah kanannya sering keluar sekret. Pasien juga mengeluhkan
kepala sebelah kanan sering pusing. Pasien juga mengatakan sempat membeli obat
tetes di apotik untuk keluhannya, namun pasien mengatakan mata nya semakin perih
dan semakin merah.
Diagnosa pada pasien ini ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dari anamnesis didapatkan adanya keluhan nyeri pada mata kiri yang dialami
sejak 5 hari yang lalu, mata berair, terasa gatal, adanya fotofobia serta terasa seperti
ada yang mengganjal di mata kirinya adanya riwayat trauma akiat benda asing. Pada
pemeriksaan fisik, dijumpai status generalis dan tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pada pemeriksaan oftalmologis dijumpai visus OD 1/300 dan OS 6/6 dengan
kesan penurunan visus, Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan OCT. Pada
kornea didapatkan lesi di sentral berbatas tegas dengan impending perforasi, terdapat
infiltrat stromal, descemetokel (+) pada pasien juga terdapat bullous kornea. Bilik
mata depan dangkal, tidak ditemukan adanya hifema dan hipopion. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien kemudian
didiagnosis sebagai ulkus kornea.
Kornea adalah selaput mata bening, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea adalah
jaringan yang transparan tanpa pembuluh darah, berukuran 11-12 mm secara
horizontal dan 10-11 mm secara vertikal dengan indeks biasnya adalah 1.376. kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 mikrometer dipusatnya, diameter horizontal
sekitar 11.75 mm dan vertikalnya 10.6 mm 22.
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang
dapat terjadi dari epitel sampai stroma14.
Bullous keratopathy dapat terjadi ketika kornea mata mengalami kerusakan
yang parah. Kornea adalah lapisan terluar pada mata yang berfungsi untuk
melindungi mata dari infeksi dan cedera. Ketika kornea mengalami kerusakan, hal ini
dapat menyebabkan penumpukan cairan di bawahnya yang dapat memicu terjadinya
gelembung-gelembung pada lapisan kornea (bullous kornea) 23.
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma enteng yang
merusak epitel kornea. Pada kasus ini, pasien mengaku jika mata kiri pasien terasa
perih karena debu dan menggosok-gosok mata serta mencuci mata menggunakan air.
Pasien mengeluhkan mata buram seperti berkabut dan timbul warna putih di tengah
mata pasen, pasien juga mengeluhkan mata terasa seperti mengganjal, gatal, berair
dan kemerahan pasien juga mengatakan mata sebelah kanannya sering keluar sekret.
Sesuai teori bahwa ulkus kornea memberikan gejala mata merah ringan
hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan terdapatnya sekret pada mata.
Untuk gejala penyerta seperti penipisan kornea, lipatan descemet, reaksi jaringan
uvea, hipopion, hifema dan sinekia posterior. Ulkus kornea akan memberikan
kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi
pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau ditengahnya. Iris sukar dilihat karena
keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea 14.
Pasien juga mengatakan silau jika terkena cahaya. Silau terjadi karena
pembiasan cahaya yang tidak berfokus pada satu titik di retina. Hal ini biasa terjadi
pada kerusakan kornea atau lensa. Produksi air mata berlebih dan mata terasa
mengganjal juga terjadi pada pasien. Hal ini mungkin terjadi karena edema kornea 24.
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotika. Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan
sikloplegik, antibiotika yang sesuai topikal dan subkonjungtiva dan pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat
reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Pasien ini dirawat di rumah sakit dan di
berikan terapi yaitu pemberian antibiotik, analgetik, seperti levofloxacyn 500 mg /
drip iv 24 jam, Omeoprazole 1 amp/24 jam, A. Mefenamat 500 mg 3 x 1 ,
Moxifloxacin ED 6 x 1 gtt OD, Timolol 0,5% ED 2 x 1 gtt OD.
Antibiotic diberikan sebagai Pemberian antibiotik sistemik dianjurkan pada
kasus yang akut dan infeksi berat dimana infeksi sudah mencapai sklera atau sudah
ditemukan tanda- tanda impending perforasi. Pemberian steroid pada kasus keratitis
bakterial dianggap memberikan manfaat dalam hal menekan inflamasi yang nantinya
diharapkan mengurangi skar pada kornea yang terkait pada rehabilitasi visus.
Meskipun demikian pemberian steroid masih menimbulkan kontroversi karena
memiliki dampak imunosupresan local, inhibisi dari sintesis kolagen yang dapat
mempercepat peluruhan kornea (corneal melting) dan peningkatan tekanan
intraokular. Sehingga pada sebuah study disebutkan bahwa ulkus kornea yang
disebabkan oleh Pseudomonas dan Nocardia di kontraindikasikan untuk mendapat
terapi kortikosteroid dengan alasan memperberat virulensi bakteri 25.
Pemberian timolol 0,5% menginhibisi reseptor beta, timolol yang akan
menginhibisi reseptor beta dan menurunkan produksi aqueous humor dan sehingga
mengurangi tekanan intraokular.
Pada kasus ini ulkus kornea yang dialami pasien telah mengalami impending
perforasi, maka terapi pembedahan yang direncanakan adalah amnion membrane
transplantasi. Tatalaksana selanjutnya adalah pembedahan berupa amnion graft
(AMG) oculi dextra. Membran amnion merupakan lapisan dalam dari placenta dan
terdiri dari membrane basement yang tebal dan stromal matrix avaskular.
Transplantasi membran amnion dapat digunakan sebagai graft untuk mengganti
permukaan stroma yang rusak. Efek secara klinis yaitu memfasilitasi epitelisasi,
mempertahankan fenotipe epitel normal, menurunkan inflamasi, menurunkan
vaskularisasi, dan menurunkan scarring. Amnion graft dapat mempercepat
penyembuhan ulkus kornea, lebih baik daripada flap konjungtiva atau tarsoraphy
karena secara kosmetik lebih dapat diterima. Diharapkan dengan melakukan AMG
dan pemberian obat antibiotik maupun antifungal secara adekuat pada pasien ini
dapat menurunkan resiko endoftalmitis tanpa harus melakukan eviserasi 24.
Membran amnion mengandung komponen yang sesuai untuk tatalaksana
perforasi kornea, yaitu faktor pertumbuhan seperti hepatocyte growth factor,
keratocyte growth factor, dan epidermal growth factor. Faktor pertumbuhan tersebut
membantu penyembuhan lapisan epitel dengan menginisiasi migrasi dan diferensisasi
sel epitel yang berkontak dengan bagian membran amnion. Membran amnion juga
melepaskan protease inhibitory yang menginduksi apoptosis sel inflamasi lokal dan
menurunkan risiko melting kornea. Kombinasi lenticule patch graft dan membran
amnion diharapkan dapat mengembalikan integritas kornea serta mempercepat
induksi penyembuhan luka pada epitel, memberikan efek anti inflamasi,
meningkatkan efek anti scarring, dan anti angiogenik pada permukaan ocular 6.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta dan Sri Rahayu Y. Ilmu penyakit mata. Edisi ke‐5. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2015.
2. Hongyok, T., & Leelaprute, W. 2016. Corneal ulcer leading to evisceration or
enucleation in a tertiary eye care center in Thailand: Clinical and
microbiological characteristics. Journal of the Medical Association of
Thailand, 99(3), S116–S122.
3. Putri, A. M., Heryati, S., & Nasution, N. 2015. Characteristics and
Predisposing Factors of Bacterial Corneal Ulcer in the National Eye Center,
Cicendo Eye Hospital, Bandung from January to December 2011. Althea
Medical Journal, 2(3), 443–447.
4. Oladigbolu K, Rafindadi A, Samaila E, Abah E. Corneal ulcers in a tertiary
hospital in Northern Nigeria. Annals of African Medicine. 2013; 12(3):165.
5. Owens PL, Mutter R. Emergency department visits related to eye injuries.
Rockville: Statistical Brief #112, 2008 [internet]; 2011. [disitasi tanggal 5
Maret 2019]. Tersedia dari: https://www.ncbi.n lm.nih.gov/books /NBK56035.
6. Andianti, A. Lenticule Patch Graft. (2021).
7. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 2: Fundamentals and Principles of Ophthalmology. 2014-2015.
8. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 8: External Disease and Cornea. 2014-2015.
9. Biswell R. Ulserasi Kornea. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP, eds.
Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2011: 126-
138.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea. Dalam Ilmu
Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2.
Penerbit Sagung Seto. Jakarta. 2002.
11. Bellarinatasari, N. Ulkus Kornea. Research.Unissula.Ac.Id 2014 (2021).
12. Nishida T, Saika S, Morishige N. Bacterial keratitis. Dalam: Mannis MJ,
Holland EJ. Cornea. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2017. hlm. 875-901.
13. Dhamayanti, F. A., Himayani, R. & Ismunandar, H. Ulkus Kornea Perforasi
dan Prolaps Iris Oculi Sinistra Perforated Corneal Ulcer and Iris Oculi Sinistra
Prolapse. Ilmu Penyakit Mata Fak. Kedokt. Univ. Lampung 9, 605–608 (2020).
14. Ilyas Sidarta, Yulianti Rahayu.S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Badan
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.
15. Farida, Y. Corneal Ulcers Treatment. Corneal Ulcers Treat. J Major. | 4, 119
(2015).
16. Asyari, F., Winarto, Djohani, E. M. & Sjamsoe, S. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Ulkus Kornea Bakteri. Perdami 1–57 (2015).
17. Aloe, L., Tirassa, P., Lambiase, A. The topical application of nerve growth
factor as a pharmacological tool for human corneal and skin ulcers. Pharmacol
Res. 2008 Apr;57(4):253-8.
18. Patel, S.V. Graft survival and endothelial outcomes in the new era of
endothelial keratoplasty. J Exer. 2012 Feb;95(1):40-7.
19. Yum, H.R., Kim, M.S., Kim, E.C. Retrocorneal membrane after Descemet
endothelial keratoplasty. Cornea. 2013 Sep;32(9):1288- 90.
20. Corputty, E. S., Lumintang, N., Tandililing, S., Langi, F. L. F. G. & Adiani, S.
Peranan Membran Amnion Kering terhadap Jumlah Sel Fibroblas pada Proses
Penyembuhan Luka Trakea Kelinci. JBN (Jurnal Bedah Nasional) 4, 37
(2020).
21. Al-Yousuf N, Alsetri H, Farid E, G. S. A. M. T. an E. of a L. P. T. T. R. and R.
M. 2022;14:7-19 & Https://doi.org/10.2147/TRRM.S336917. No Title.
22. MY Fandri. Penatalaksanaan pada pasien ulkus kornea dengan prolaps iris
oculi sinistra. Fakultas kedokteran universitas Lampung. 2013 Sept; 1(1): 79-
87.
23. Siregar, S. R. & Djunaedi, L. A. Indikasi dan Jenis Transplantasi Kornea :
Penelitian Retrospektif di RS Mata JEC periode 2014-2018. Ophtalmol Ina 46,
34–39 (2020).
24. Himayani, R., Tantri, B. U. N. & Yusran, M. Cangkok Membran Amnion pada
Kasus Ulkus Kornea Impending Perforata. J. Fak. Kedokt. 8, 143–147 (2019).
25. Christine, R. N. Ulkus Kornea dengan Penyebab Bakteri; Sebuah Laporan
Kasus. Bunga Rampai Saintifika FK UKI 7, 63–69 (2018).

Anda mungkin juga menyukai