Anda di halaman 1dari 16

EKLAMPSIA GRAVIDARUM

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior pada Departemen Ilmu Obgyn
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara

Oleh :

Hazma Wildani Hasibuan, S. Ked

NIM :

Preseptor :

dr.

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRY DAN GYNECOLOGY


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................1

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

BAB 1............................................................................................................................3

PENDAHULUAN.........................................................................................................3

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3

BAB 2............................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5

2.1 Eklampsia.............................................................................................................5

2.1.1 Definisi Eklampsia........................................................................................5

2.1.2 Jenis-Jenis Eklampsia....................................................................................5

2.1.3 Gejala Eklampsia...........................................................................................6

2.1.4 Etiologi Eklampsia........................................................................................7

2.1.5 Patofisiologi Eklampsia.................................................................................8

2.1.6 Diagnosis Eklampsia...................................................................................10

2.1.7 Tatalaksana Eklampsia................................................................................10

2.1.8 Komplikasi Eklampsia................................................................................11

2.1.9 Prognosis Eklampsia...................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat yang berjudul “Eklampsia Gravidarum” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Obstetry dan Gynecology
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis
selama mengikuti KKS di bagian/SMF Ilmu Obstetry dan Gynecology Rumah Sakit
Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang
membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi banyak pihak.

Lhokseumawe, Mei 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang
terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas.
Golongan penyakit ini ditandai dengan hypertensi dan kadang – kadang disertai
proteinuria, odema, convulsi coma atau gejala – gejala lainnya. Penyakit ini cukup
sering dijumpai dan masih merupakan salah satu sebab dari kematian ibu. Di USA
misalnya 1/3 dari kematian ibu disebabkan penyakit ini. Hypertensi dalam kehamilan
juga menjadi penyebab yang penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal.
Hypertensi biasa akan berakhir dengan Eklampsia (1).
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa
nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau
koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia. (Ong Tjandra &
John 2008 ). Eklampsia merupakan penyebab dengan peningkatan risiko morbiditas
dan mortalitas maternal dan perinatal.kejadian eklampsia di Negara berkembang
berkisar 1 dari 100 hingga 1 dari 700 kelahiran. Di Indonesia pre eklampsia dan
eklampsia berkisar 1,5 % sampai 25 %. Komplikasi signifikan yang mengancam jiwa
ibu akibat eklampsia adalah edema pulmonal, gagal hati dan ginjal, DIC, sindrom
HELLP dan perdarahan otak (1).
Menurut data analisis sekunder oleh World Health Organization (WHO),
dilaporkan bahwa angka prevalensi eklamsia secara global adalah sebesar 0.3%. Data
dari masing-masing negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ini bervariasi
dan berkaitan dengan status sosio-ekonomi masing-masing daerah. Di Eropa,
ditemukan sekitar 2–3 kasus eklamsia per 10.000 kehamilan, sedangkan di negara
berkembang ditemukan 16–69 kasus eklamsia per 10.000 kehamilan. Menurut sebuah
data di Inggris, dilaporkan ada sebanyak 2,7 kasus eklamsia per 10.000 kehamilan. Di
Australia, ditemukan sebanyak 8,6 kasus preeklamsia per 10.000 kehamilan atau
setara dengan 2,6% dari seluruh kasus preeklamsia. Indonesia sendiri masih menjadi
salah satu negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi dan menduduki
peringkat ketiga di ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Preeklamsia
dan eklamsia merupakan salah satu penyebab kematian utama pada ibu, selain
perdarahan dan infeksi. Di Jawa Timur, penyebab utama kematian pada ibu adalah
preeklamsia dan eklamsia dan prevalensinya meningkat di tahun 2010–2012 (2) .
Eklampsia disebut dengan antepartum, intrapartum, atau pascapartum.
Bergantung pada apakah kejang muncul sebelum, selama atau sesudah persalinan.
Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering
menjelang aterm. Masalah utama dalam mencegah dan mengobati eklampsia adalah
penyebab kondisi yang tidak diketahui. Terdapat hubungan yang kuat antara
hipertensi dan penyakit serebral yang mengidentifikasi persamaan klinis antara
eklampsia dan ensefalopati hipertensif. Namun demikian hasil signifikan yang
diperoleh menunjukkan bahwa hipertensi tidak selalu menjadi perkursor awitan
eklampsia tetapi hampir selalu terjadi setelah kejang (1).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eklampsia
2.1.1 Definisi Eklampsia
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil
dan dalam masa nifas disertai dengan hypertensi oedema dan proteinuria.
        Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelianan
neurologik) dan atau koma dimana sebeblumnya sudah menunjukkan gejala – gejala
pre eklampsia (3).
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeclampsia, yang disertai
dengan kejang menyeluruh dan koma. Eklampsia lebih sering terjadi pada
primagravidae dari pada multiparae. Eklampsia juga sering terjadi pada: kehamilan
kembar, hydramnion, mola hidatidosa. Eklampsia post partum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan (3).
2.1.2 Jenis-Jenis Eklampsia
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiontensin,
renin dan aldosteron sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme
dapat berlangsung. Pada eklampsia maka terjadi penurunan angiotensin, renin dan
aldosteron tetapi dapat dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria (4).
Menurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah :
1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan
2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan
3. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setalah persalinan
Berdasarkan waktu terjadinya eklampsia dapat di bagi (4) :
1. Eklampsia gravidarum
· Kejadian 50% sampai 60 %
· Serangan terjadi dalam keadaan hamil
2.      Eklampsia parturientum
· Kejadian sekitar 30 % sampai 50 %
· Saat sedang inpartu
· Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai
inpartu
3.      Eklampsia puerperium
· Kejadian jarang 10 %
· Terjadi serangan kejang atau koma seletah persalinan berakhir (4).
2.1.3 Gejala Eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh gejala – gejala preeklampsia yang berat
seperti (3) :
1. Sakit kepala yang keras
2. Penglihatan kabur
3. Nyeri diulu hati
4. Kegelisahan dan hyperrefleksi sering mendahuli serangan kejang
Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :
1. Tingkat awal atau aura
· Berlangsung 30 – 35 detik
· Tangan dan kelopak mata gemetar
· Mata terbuka dengan pandangan kosong
· Kepala di putar ke kanan atau ke kiri
2. Tingkat kejang tonik
· Berlangsung sekitar 30 detik
· Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti
sianosis, tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejang klonik
· Berlangsung 1 sampai 2 menit
· Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik
· Konsentrasi otot berlangsung cepat
· Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus
· Mata melotot
· Mulut berbuih
· Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis
· Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan
4. Tingkat koma
· Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas
· Diikuti,yang lamanya bervariasi
A. Gejala klinis :
1.    Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2.    Tanda – tanda pre eklampsia (hipertensi, edema dan proteinuria)
3.    Kejang dan atau koma
4.    Kadang – kadang disertai gangguan fungsi organ.
Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang digambarkan
diatas berulang lagi kadang –kadang 10 – 20 kali. Sebab kematian eklampsia adalah
odema paru –paru, apoplexy dan acidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari
karena pneumoni aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal. Kadang–kadang
terjadi eklampsia tanpa kejang ; gejala yang menonjol ialah coma. Eklampsia
semacam ini disebut eklampsia sine eklampsia dan terjadi pada kerusakan hati yang
berat. Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklampsia maka eklampsia
sine eklampsia sering dimasukkan preeklampsia yang berat. Pada eklampsia tekanan
darah biasanya tinggi sekitar 180/110 mmHg (5).
2.1.4 Etiologi Eklampsia
Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung atau
payah ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru – paru. Sedangkan
penyebab kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas (6).
a) Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :
1. Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak
dan protein dapat menimbulkan badan keton
2. Meransang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus
yang menyebabkan :
· Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan
menjadi bradikardi serta irama yang tidak teratur
· Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di
keluarkannya mekonium yang akan masuk ke dalam paru – paru pada saat
pertama kalinya neonatus aspirasi.
3. Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan
bertambah gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di luar
rahim .
Oleh sebab itu perlu memperhatikan  komplikasi dan tingginya angka
kematian ibu dan bayi. Maka usaha utama adalah mencegah pre eklampsia menjadi
eklampsia perlu diketahui tenaga kesehatan dan selanjutnya melakukan rujukan ke
rumah sakit (6).

2.1.5 Patofisiologi Eklampsia


Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar aldosteron
yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air
dan natrium. Serta pada eklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein
meningkat (7).
Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi  pertumbuhan janin
terganggu sehingga terjadi gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena
kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan
sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus (7).
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang
penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam
dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan
antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada
kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi
glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria atau anuria (7).
Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada
beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina disebabkan
oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan .
Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan.
Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan
terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina (7).
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia.
Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa
resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi
pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
eklampsia akan menurun (7).
Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia
sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang interstisial.
Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan
bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet darah
meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke
jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang  akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan
keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai
sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan (7).
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk
sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus,
sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada
kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek
dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia (7).
2.1.6 Diagnosis Eklampsia
Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya
tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti yang telah
diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan, walaupun demikian,
eklampsia harus dibedakan dari (6):
1. Epilepsi : dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau
pada hamil muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada
2. Kejangan karena otot anestesia : apabila otot anestesia lokal disuntikkan ke
dalam vena, dapat timbul kejangan.
3. Koma karena sebab lain seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis,
ensefolitis, dan lain-lain (8).

2.1.7 Tatalaksana Eklampsia


Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan (6):
· Beri obat anti konvulsan
· Perlengkapan untuk penanganan kejang
· Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
· aspirasi mulut dan tenggorokan
· baringkan pasien pada sisi kiri
· posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
· berikan oksigen 4 – 6 liter / menit.
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan meningkatkan
vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
· Sistem stroganof
· Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
· Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi
sensitivitas saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan
sirkulasi iskemia plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
· Diazepam atau valium
· Litik koktil
Pemilihan metode persalinan
Pilihan pervaginam diutamakan :
· Dapat didahului dengan induksi persalinan
· Bahaya persalinan ringan
· Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban,
mempercepat pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala
pengeluaran.
· Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
· Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika
Pertimbangan seksio sesarea :
· Gagal  induksi persalinan pervaginam
· Gagal pengobatan konservatif (6)

2.1.8 Komplikasi Eklampsia


Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan
eklampsia (9) :
1. Solusio plasenta
Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah
pecah, sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan
sebagian plasenta dapat terlepas.
2. Hipofibrinogenemia
Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah
100 mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.
3. Hemolisis
Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas
membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin.
Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu.
Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat
akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru – paru
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan
faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP
Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis,
peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi
endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan
trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Kopmlikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat
kejang -  kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
11. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin (2).
2.1.9 Prognosis Eklampsia
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi Diurese dapat dipegang untuk prognosa ; jika
diurese lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam makan prognosa agak
baik. Sebaliknya oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala – gejala lain memperberat prognosa dikemukakan oleh Eden ialah ;
koma yang lama, nadi di atas 120 x / menit, suhu di atas 39 ˚c, tekanan darah di atas
200 mmHg, proteinuria 10 gram sehari atau lebih, tidak adanya edema, edema paru –
paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian (10).
DAFTAR PUSTAKA
1. Wilkerson RG, Ogunbodede AC. Hypertensive Disorders of Pregnancy. Emerg
Med Clin North Am. 2019 May;37(2):301–16.

2. Amaral LM, Cunningham MWJ, Cornelius DC, LaMarca B. Preeclampsia:


long-term consequences for vascular health. Vasc Health Risk Manag.
2015;11:403–15.

3. Angreini W. Eklampsia Antepartum. -. 2018;9–38.

4. Magley M, Hinson MR. Eclampsia. In Treasure Island (FL); 2022.

5. TATIYA MG. Antepartum and intrapartum eclampsia. J Indian Med Assoc.


1958 Feb;30(4):126–7.

6. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi J-M. Pre-eclampsia:


pathophysiology, diagnosis, and management. Vasc Health Risk Manag.
2011;7:467–74.

7. Burton GJ, Redman CW, Roberts JM, Moffett A. Pre-eclampsia:


pathophysiology and clinical implications. BMJ. 2019 Jul;366:l2381.

8. Sutton ALM, Harper LM, Tita ATN. Hypertensive Disorders in Pregnancy.


Obstet Gynecol Clin North Am. 2018 Jun;45(2):333–47.

9. Bergman L, Torres-Vergara P, Penny J, Wikström J, Nelander M, Leon J, et al.


Investigating Maternal Brain Alterations in Preeclampsia: the Need for a
Multidisciplinary Effort. Curr Hypertens Rep. 2019 Aug;21(9):72.

10. Ueno S, Takeda J, Maruyama Y, Makino S, Miyamoto N, Itakura A.


Antepartum eclampsia with reversible cerebral vasoconstriction and posterior
reversible encephalopathy syndromes. J Obstet Gynaecol Res. 2020
Oct;46(10):2147–52.

Anda mungkin juga menyukai