Anda di halaman 1dari 14

Nama : MUHAMMAD FATULOH

Kelas : VI A

Asal Usul Danau Toba Dan Pulau Samosir

Selain bekerja di ladang, ia pun suka pergi ke sungai yang tak jauh dari rumahnya untuk
memancing. Dengan mudahnya ia dapat memancing ikan, karena selain ikannya banyak,
sungai itupun airnya jernih.

Pada suatu ketika, ia pergi kesungai untuk memancing. Namun setelah cukup lama, tidak
satupun ikan yang ia dapatkan. Ia merasa heran, karena baru kali ini ia sulit mendapatkan
ikan. Lama kelamaan ia pun kesal dan memutuskan untuk berhenti memancing. Namun,
ketika ia hendak menarik pancingannya tanpa di duga ada ikan yang menyambar
pancingannya tersebut. Toba yang tadinya kesal merasa senang, karena ikan yang
menyambar pancingnya adalah ikan yang begitu besar. Setelah beberapa lama, akhirnya ia
berhasil juga mengangkat ikan tersebut ke daratan. Ketika ia melepaskan ikan itu dari kail,
ikan tersebut memandang Toba dengan seksama dan penuh arti.

Setelah ikannya diletakkan disuatu tempat, iapun mandi disungai. Toba sangat gembira
karena mendapatkan ikan yang begitu besar, dengan sesekali tersenyum karena
membayangkan, betapa lezatnya ikan itu jika dibakar nanti.

Setelah sampai rumah, iapun mempersiapkan kayu bakar untuk memanggang ikan. Namun,
betapa terkejutnya ia, kalau ternyata ikan itu sudah tidak ada di tempatnya. Ia merasa
heran, ketika mengingat ia menemukan beberapa keping emas dekat tempat ikan itu
disimpan sewaktu di sungai. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk kedalam kamar.
Namun, setelah ia masuk kedalam kamar, iapun terkejut untuk kedua kalinya karena
didalam kamar sudah ada seorang wanita yang sedang menghadap cermin sambil menyisir
rambutnya. Tak lama kemudian, wanita itu membalikan tubuhnya dan memandang Toba
yang sedang kebingungan. Toba sangat terpesona dengan kecantikan wanita tersebut.

Wanita itu menceritakan bahwa dirinya itu merupakan jelmaan dari ikan besar yang Toba
tangkap di sungai dan beberapa keping emas yang Toba temukan, itu merupakan sisik dari
tubuhnya.
Hari-haripun mereka lalui. Setelah beberapa minggu, Toba pun ingin melamar wanita itu.
Wanita itu menerima lamaran Toba tapi dengan syarat, Toba harus bersumpah kalau dia
tidak akan mengungkit asal usul istrinya yang merupakan jelmaan dari seekor ikan.
Akhirnya Toba pun bersumpah.

Singkat cerita, setelah menikah mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama
Samosir. Karena Samosir terlalu dimanjakan oleh ibunya, ia menjadi seorang anak pemalas
dan kurang baik tingkah lakunya.

Setelah ia cukup besar, ibunya selalu menyuruh Samosir mengantarkan nasi untuk ayahnya
yang sedang bekerja diladang. Namun setiap kali ibunya minta, ia pun selalu menolak
permintaan ibunya.

Hingga suatu hari, ibunya menyuruh lagi Samosir mengantarkan nasi untuk ayahnya di
ladang. Awalnya Samosir menolak namun ibunya terus memaksanya, akhirnya Samosir
pun pergi dengan kesal. Di tengah perjalanan, Samosir pun merasa lapar, akhirnya ia
memakan sebagian nasi dan lauk pauknya. Setelah tiba di ladang, Samosir memberikan
nasi dan lauk pauk kepada ayahnya.

Karena Samosir datangnya terlambat, Toba pun kelaparan dan langsung membuka tempat
nasinya. Toba pun terkejut dan marah melihat sisa-sisa makanan yang diberikan padanya.
Amarahnya memuncak ketika Samosir mengaku dialah yang memakannya. Toba marah
dan memukul Samosir sambil mengucapkan :"Dasar anak tak tahu diuntung ! kurang ajar !
Benar-benar kau keturunan perempuan jelmaan ikan....!" Mendengar perkataan ayahnya,
Samosir pun pulang ke rumah sambil menangis. Dan ia mengadu pada ibunya, bahwa
ayahnya memukulinya sambil menceritakan semua yang dikatakan oleh ayahnya.
Mendengar cerita anaknya, si ibupun sangat sedih, terlebih lagi suaminya sudah melanggar
sumpahnya dulu dengan mengatakan melalui cercaan pada anaknya.

Ibunyapun langsung menyuruh Samosir pergi ke bukit dan memanjat pohon paling tinggi
yang ada disana. Tidak lama kemudian, si ibu pergi ke sungai. Setelah sampai sungai,
kilatpun menyambar diikuti suara gemuruh yang menggelegar, lalu ia pun loncat ke sungai
dan berubah jadi ikan lagi. Hujanpun langsung turun dengan sangat lebat, dan terjadilah
banjir yang begitu besar. Toba pun tergenang oleh air dan tak bisa menyelamatkan diri.

Semakin lama air itupun semakin meluas, sehingga membentuk sebuah danau yang begitu
besar yang sekarang kita kenal dengan nama "DANAU TOBA", sedangkan pulau yang ada
ditengah-tengah danau itu adalah 'PULAU SAMOSIR".
Kancil yang Cerdik

Pada suatu hari, Kancil merasa sangat lapar. Dia berjalan kesana-kemari, tetapi tidak
mendapatkan makanan. Ketika hari sudah sore, Kancil melihat Kera sedang asyik makan
pisang di atas pohon. Nikmat betul kelihatannya.

Kancil ingin sekali menikmati pisang itu. Akan tetapi, bagaimana caranya mengambil
pisang itu? Memanjat pohon, ia tidak bisa. “Meminta pada Kera, pasti ia tidak memberi.
Kera itu kan pelit.” Kancil mencari akal. Kancil pun menemukan akal.

Ia melempari Kera dengan batu-batu kecil. Mula-mula Kera tidak peduli. Kancil tidak
berputus asa. Kancil terus melempari Kera. Ia berusaha agar Kera marah. Lama-kelamaan
Kera menjadi kesal dan marah. Ia balik melempari Kancil. Mula-mula Kera melempar
dengan kulit pisang. Setelah kulit pisang habis, Kera melempari Kancil dengan buah
pisang.

ancil pura-pura kesakitan. Kera semakin bersemangat melempar hingga semua pisang
dilempari ke arah Kancil. Kera merasa puas kemudian meninggalkan pohon itu.
Akal Kancil berhasil. Setelah Kera pergi, Kancil mulai mengumpulkan pisang yang
berserakan. Dimakannya pisang-pisang itu dengan santai.

“Hmmm… enak sekali”


Nama : RADIT WINADI
Kelas : VI A

SANGKURIANG (Legenda Gunung Tangkuban Perahu)

Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang
Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut
sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor
anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa,
dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya
memang sengaja merahasiakannya.

Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah
sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung
yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung
menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk
mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah
Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir
Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.

Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu


mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan
dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka
Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya. 

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari,
dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan
dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa
kecantikan abadi dan usia muda selamanya.

Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk


pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena
kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah
ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang
tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut,
maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh
Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang
meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang
Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang
Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka.
Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada
Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena
ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.

Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya
sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada
Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan
Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah
terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia
mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi
kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal
maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya
sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat
sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai
sebelum fajar menyingsing.

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan
menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya,
Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu
menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari
Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua
syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.

Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera
berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota,
Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung
menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan
oleh Dayang Sumbi.

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah
dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota
terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan
itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama
Tangkuban Perahu.
Nama : MOHAMMAD BAYU SAPUTRA
Kelas : VI A

Malin Kundang
Pada zaman dahulu di sebuah perkampungan nelayan Pantai Air Manis di daerah Padang,
Sumatera Barat hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah bersama seorang anak
laki-lakinya yang bernama Malin Kundang. Mande Rubayah amat menyayangi dan
memanjakan Malin Kundang. Malin adalah seorang anak yang rajin dan penurut.

Mande Rubayah sudah tua, ia hanya mampu bekerja sebagai penjual kue untuk mencupi
kebutuhan ia dan anak tunggalnya. Suatu hari, Malin jatuh-sakit. Sakit yang amat keras,
nyawanya hampir melayang namun akhirnya ia dapat diseiamatkan-berkat usaha keras
ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya ia semakin disayang. Mereka adalah ibu dan anak
yang saling menyayangi. Kini, Malin sudah dewasa ia meminta izin kepada ibunya untuk
pergi merantau ke kota, karena saat itu sedang ada kapal besar merapat di Pantai Air
Manis.

"Jangan Malin, ibu takut terjadi sesuatu denganmu di tanah rantau sana. Menetaplah saja di
sini, temani ibu," ucap ibunya sedih setelah mendengar keinginan Malin yang ingin
merantau.

"Ibu tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa denganku," kata Malin sambil menggenggam
tangan ibunya. "Ini kesempatan Bu, kerena belum tentu setahun sekali ada kapal besar
merapat di pantai ini. Aku ingin mengubah nasib kita Bu, izinkanlah" pinta Malin
memohon.

"Baiklah, ibu izinkan. Cepatlah kembali, ibu akan selalu menunggumu Nak," kata ibunya
sambil menangis. Meski dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah mengizinkan anaknya
pergi. Kemudian Malin dibekali dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh
bungkus, "Untuk bekalmu di perjalanan," katanya sambil menyerahkannya pada Malin.
Setelah itu berangkatiah Malin Kundang ke tanah rantau meninggalkan ibunya sendirian.

Hari-hari terus berlalu, hari yang terasa lambat bagi Mande Rubayah. Setiap pagi dan sore
Mande Rubayah memandang ke laut, "Sudah sampai manakah kamu berlayar Nak?"
tanyanya dalam hati sambil terus memandang laut. la selalu mendo'akan anaknya agar
selalu selamat dan cepat kembali.

Beberapa waktu kemudian jika ada kapal yang datang merapat ia selalu menanyakan kabar
tentang anaknya. "Apakah kalian melihat anakku, Malin? Apakah dia baik-baik saja?
Kapan ia pulang?" tanyanya. Namun setiap ia bertanya pada awak kapal atau nahkoda
tidak pernah mendapatkan jawaban. Malin tidak pernah menitipkan barang atau pesan
apapun kepada ibunya.

Bertahun-tahun Mande Rubayah terus bertanya namun tak pernah ada jawaban hingga
tubuhnya semakin tua, kini ia jalannya mulai terbungkuk-bungkuk. Pada suatu hari Mande
Rubayah mendapat kabar dari nakhoda dulu membawa Malin, nahkoda itu memberi kabar
bahagia pada Mande Rubayah.
"Mande, tahukah kau, anakmu kini telah menikah dengan gadis cantik, putri seorang
bangsawan yang sangat kaya raya," ucapnya saat itu.

Cerita Dongeng Malin Kundang

Mande Rubayah amat gembira mendengar hal itu, ia selalu berdoa agar anaknya selamat
dan segera kembali menjenguknya, sinar keceriaan mulai mengampirinya kembali. Namun
hingga berbulan-bulan semenjak ia menerima kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tak
kunjung kembali untuk menengoknya.

"Malin cepatlah pulang kemari Nak, ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang...," rintihnya
pilu setiap malam. Ia yakin anaknya pasti datang. Benar saja tak berapa lama kemudian di
suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah kapal yang megah nan indah berlayar
menuju pantai. Orang kampung berkumpul, mereka mengira kapal itu milik seorang sultan
atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.

Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di anjungan. Pakaian
mereka berkiiauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum karena
bahagia disambut dengan meriah. Mande Rubayah juga ikut berdesakan mendekati kapal.
Jantungnya berdebar keras saat melihat lelaki muda yang berada di kapal itu, ia sangat
yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anaknya, Malin Kundang. Belum sempat para
sesepuh kampung menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. la langsung
memeluknya erat, ia takut kehilangan anaknya lagi.

"Malin, anakku. Kau benar anakku kan?" katanya menahan isak tangis karena gembira,
"Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?"

Malin terkejut karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang—camping itu. Ia
tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Sebelum dia sempat berpikir berbicara,
istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, "Wanita jelek inikah ibumu? Mengapa
dahulu kau bohong padaku!" ucapnya sinis, "Bukankah dulu kau katakan bahwa ibumu
adalah seorang bangsawan yang sederajat

Mendengar kata-kata pedas istrinya, Malin Kundang langsung mendorong ibunya hingga
terguling ke pasir, "Wanita gila! Aku bukan anakmu!" ucapnya kasar.
Mande Rubayah tidak percaya akan perilaku anaknya, ia jatuh terduduk sambil berkata,
"Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, Nak! Mengapa kau jadi seperti ini Nak?!" Malin
Kundang tidak memperdulikan perkataan ibunya. Dia tidak akan mengakui ibunya. la malu
kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin
menendangnya sambil berkata, "Hai, wanita gila! lbuku tidak seperti engkau! Melarat dan
kotor!" Wanita tua itu terkapar di pasir, menangis, dan sakit hati.

cerita dongeng legenda malin


kundang

Orang-orang yang meilhatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing.
Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah
sepi. Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Ia tak menyangka Malin yang dulu
disayangi tega berbuat demikian. Hatinya perih dan sakit, lalu tangannya ditengadahkannya
ke langit. Ia kemudian berdoa dengan hatinya yang pilu, "Ya, Tuhan, kalau memang dia
bukan anakku, aku maafhan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku yang
bernama Malin Kundang, aku mohon keadilanmu, Ya Tuhan!" ucapnya pilu sambil
menangis. Tak lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah
menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Tiba-tiba datanglah badai
besar, menghantam kapal Malin Kundang. Laiu sambaran petir yang menggelegar. Saat itu
juga kapal hancur berkeping- keping. Kemudian terbawa ombak hingga ke pantai.

Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di kaki bukit terlihat
kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang! Tampak sebongkah
batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang
kena kutuk ibunya menjadi batu karena telah durhaka. Disela-sela batu itu berenang-renang
ikan teri, ikan belanak, dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang
istri yang terus mencari Malin Kundang.

Sampai sekarang jika ada ombak besar menghantam batu-batu yang mirip kapal dan
manusia itu, terdengar bunyi seperti lolongan jeritan manusia, terkadang bunyinya seperti
orang meratap menyesali diri, "Ampun, Bu...! Ampuun!" konon itulah suara si Malin
Kundang, anak yang durhaka pada ibunya.
Kancil dan Siput yang Bijaksana

Nah, hari ini blog dongeng terbaru baru saja mengganti template blog. Dengan tujuan agar
tampilan lebih freesh dan lebih enak di akses, baik dalam versi desktop ataupun via mobile.
Tentunya agar sobat dongeng terbaru tetap bisa mengikuti update blog ini kapanpun dan
dimanapun dengan lebih mudah. Hehe..

Nah, untuk posting perdana pada templat baru blog dongeng ini, kali ini blog dongeng
terbaru akan mempersembahkan lanjutan cerita petualangan si kancil. Lalu, kisah macam
apa yang akan di lalui si kancil binatang yang cerdik dan lincah ini? Mari kita simak
bersama-sama..

Di ceritakan setelah si kancil mengalahkan si kuda kundalini pada lomba lari, namanya
semakin melegenda. Tiap binatang mulai membicarakan tentang kehebatan si kancil.
Ternyata, binatang kecil ini memiliki keberanian dan kemampuan yang tak bisa di anggap
remeh.

Seperti sebuah pribahasa.. Semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang angin
yang akan menerpanya. Ibarat hidup, semakin sukses seseorang, maka ujian yang di hadapi
juga akan semakin berat. Terkadang ujian yang datang bukan berasal dari orang lain,
melainkan dari diri sendiri. Begitupun si kancil..

Ternyata, ketenaran dan nama besar yang di sandangnya, menumbuhkan rasa sombong
yang tak di sadarinya. Karena telah menang lomba lari mengalahkan kuda kundalini, si
kancil merasa menjadi hewan tercepat di seluruh dunia. Dia mengumumkan dan
menceritakan kehebatanya waktu mengalahkan si kuda ke semua hewan, tentu saja dengan
lagak sedikit menyombongkan diri.

Ternyata hal tersebut di ketahui oleh sahabat lamanya, yaitu si siput. Si siput merasa
memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan si kancil agar tak lupa diri. Hal tersebut
sebagai wujud balas budi karena dulu si kancil pernah menolongnya dari elang yang mau
memangsanya.

Ahirnya, pergilah si siput menemui sahabat lamanya. Yaitu si kancil.


"Hai kancil sahabat ku, ku tahu kini nama mu mulai terkenal di seluruh hutan. Bukan
hanya di kawasan Alas purwa, tapi juga di luar wilayah Alas purwa ini". Kata siput
membuka pembicaraan.
"Oh tentu saja siput teman ku, itu semua karena mereka mengakui kehebatan ku. Hahaha..
". Kata kancil dengan sombongnya.

Si siput menghela nafas panjang mendengar jawaban itu. Ternyata kancil yang sekarang
telah jauh berbeda dengan kancil yang pernah menolongnya dahulu. Dulu si kancil sangat
baik, rendah hati, dan tak pernah memiliki sifat sombong. Tapi ternyata ketenaran akan
namanya telah merubahnya hingga sejauh ini. Siput merasa perihatin melihatnya.

"Tapi kancil sahabat ku, janganlah semua ketenaran itu membuat mu lupa diri. Karena
kehebatan bukanlah segalanya, itu hanya ujian agar kau mampu mengendalikan hawa
nafsumu". Kata siput dengan bijak.
"Apa maksud mu? Apakah menurut mu aku sombong? Aku hanya berkata sesuai fakta.
Pada kenyataanya aku memang sehebat yang mereka katakan". Jawab kancil dengan nada
ketus.
"Apakah benar begitu? Ingat kawan, di atas langit masih ada langit. Dan sehebat apapun
diri mu, pasti masih ada yang lebih hebat dari mu. Bahkan mungkin juga aku bisa saja
mengalahkan mu". Kata siput.

"Hahaha.. Binatang kecil seperti mu mau mengalahkan ku? Bahkan jika dulu aku tak
menolong mu, kau sudah di mangsa oleh elang". Kata kancil mengejek.

Si siput hanya menerima ejekan kancil dengan sabar. Karena dia berniat menyadarkan si
kancil dari ke khilafanya.
"Tapi mungkin saja kau memang bisa ku kalahkan. Tak ada yang tahu kan kalau belum di
coba?". Ungkap siput.
"Jadi kau berniat menantang aku?". Tanya si kancil sedikit terpancing emosi.

"Jika cara menyadarkan mu hanya dengan jalan mengalahkan mu, maka aku katakan.. iya,
aku menantang mu". Kata siput dengan lantang.

"Wah.. Wah.. Wah.. Ternyata ada pecundang yang mencoba berlagak pahlawan. Baik
kalau itu kemauan mu. Lalu, lomba macam apa yang kau inginkan?". Tanya si kancil
dengan penuh percaya diri.
"Kita akan lomba lari sebagaimana ketika kau lomba lari dengan kuda kundalini. Tapi
karena aku sulit berjalan di darat, aku akan lewat jalur sungai. Dan "siapa yang ada di
muara" terlebih dulu, dialah pemenangnya". Kata siput.
"Hahaha.. Binatang lamban seperti mu menantang ku lomba lari? Baiklah jika itu kemauan
mu, akan ku turuti". Jawab kancil.

Ahirnya, kancil dan siput lomba lari. Si kancil melalui jalan darat, sedangkan siput yang
bijak itu melewati sungai. Dengan percaya diri si kancil berlari dengan sekuat tenaga,
hingga di merasa lelah dan berheti di bawah pohon di tepi sungai.

"Siput yang lamban dan bodoh itu pasti tertinggal jauh. Tak ada ruginya aku istirahat
sebentar di sini. Lagi pula, siput itu tak mungkin mampu mengejar ku. Pasti dia sudah
menyerah karena kelelahan. Hahaha..". Kata si kancil dengan angkuhnya.

Tapi ketika si kancil baru saja mau beristirahat, tiba-tiba si siput memanggilnya dan
berteriak dari kejauhan. Ternyata si siput telah berada jauh di depan kancil.
"Hai kancil, sedang apa kau di situ? Ayo cepat kejar aku". Teriak siput.

Si kancilpun terkejut dan kembali berlari sekuat tenaga untuk mengejar siput yang sudah
ada di depanya. Dia takut siput akan mengalahkanya, pasti itu akan menjadi hal yang
memalukan. Hingga si kancil kelelahan dan ingin beristirahat, hal tersebut terus berulang.
Siput selalu saja sudah berada jauh di depanya.

Dan ahirnya, dengan tubuh lemah karena kelelahan si kancil tiba di muara. Tapi si siput
ternyata sudah ada di sana. Dan ahirnya si kancil mengaku kalah, dan berjanji akan
memperbaiki semua sikapnya. Kini dia mulai sadar, bahwa sikap sombongnya selama ini
adalah salah. Dan si kancil pergi meninggalkan si siput dengan banyak pertanyaan yang tak
mampu dia jawab. Rasa malunya telah menahan dirinya untuk bertanya lebih jauh.

Lalu, bagaimana siput yang lamban itu mampu mengalahkan si kancil? Ternya, si siput
menggunakan trik husus. Dia menyuruh teman-temanya berjajar di sepanjang sungai. Dan
ketika ada si kancil, maka siput yang terdekat denganya akan menampakan diri pada si
kancil. Karena bentuk mereka sama, maka si kancil tak sadar akan hal itu. Sehingga si
kancil mengiri siput yang di lihatnya adalah siput yang sama di awal lomba. Padahal itu
adalah siput lain yang memiliki bentuk yang sama persis.
Jadi, apakah siput berbohong? ( baca selengkapnya : dongengterbaru.blogspot.com).
Jawabanya TIDAK. Karena jika di baca dengan teliti, siput berkata "siapa yang ada di
muara lebih dulu". Dan bukan berkata "siapa yang sampai muara lebih dulu". Dan
penggunaan ke dua kata ini tentu memiliki arti yang berbeda. Dan ternyata yang "ADA" di
muara lebih dulu adalah siput. Tapi karena kesombongan dan emosinya, si kancil tak
memperhatikan hal ini.

Nah sobat dongeng terbaru semua, hikmah yang dapat kita petik adalah.. Jangan bersikap
sombong dan mudah emosi, karena itu akan membuat mu tidak berfikir jernih. Dan dari
kisah ini kita juga dapat melihat bahwa, kekuatan itu bisa kalah oleh akal.

Sekian dulu kisah petualangan si kancil yang mampu dongeng terbaru persembahkan kali
ini. Semoga kita dapat mengambil teladan positif dari kisah ini. Jangan lupa buat
berkunjung lagi ya, dan nantikan dongeng-dongeng menarik lainya. Sampai jumpa.. ^_^
TAMAT
Cerita Rakyat: "Timun Emas"

Cerita Rakyat: "Timun Emas"

Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia
menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak.
Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.
Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan
mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar sekali. “Hei, mau kemana kamu?”,
tanya si Raksasa. “Aku hanya mau mengumpulkan kayu bakar, jadi ijinkanlah aku lewat”,
jawab mbok Sarni. “Hahahaha.... kamu boleh lewat setelah kamu memberiku seorang anak
manusia untuk aku santap”, kata si Raksasa. Lalu mbok Sarni menjawab, “Tetapi aku tidak
mempunyai anak”.
Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak,
maka si Raksasa memberinya biji mentimun. Raksasa itu berkata, “Wahai wanita tua, ini
aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini di halaman rumahmu, dan setelah dua
minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan anak itu padaku
setelah usianya enam tahun”.
Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu
mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah
ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi
nama timun emas.
Semakin hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira sekali
karena rumahnya tidak sepi lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai dengan cepat karena
bantuan timun emas.
Akhirnya pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat
ketakutan, dan tidak mau kehilangan timun emas. Kemudian mbok Sarni berkata, “Wahai
raksasa, datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin dewasa anak ini, maka semakin enak
untuk di santap”. Si Raksasa pun setuju dan meninggalkan rumah mbok Sarni.
Waktu dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni mencari akal
bagaimana caranya supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa. Hati mbok Sarni sangat
cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu,
ia diberitahu agar timun emas menemui petapa di Gunung.
Pagi harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu. Setelah
bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang maksud kedatangannya.
Sang petapa kemudian memberinya empat buah bungkusan kecil yang isinya biji
mentimun, jarum, garam, dan terasi. “Lemparkan satu per satu bungkusan ini, kalau kamu
dikejar oleh raksasa itu”, perintah petapa. Kemudian timun meas pulang ke rumah, dan
langsung menyimpan bungkusan dari sang petapa.
Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. “Wahai wanita tua, mana anak itu? Aku
sudah tidak tahan untuk menyantapnya”, teriak si Raksasa. Kemudian mbok Sarni
menjawab, “Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa, karena aku sangat sayang
padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap”. Raksasa tidak mau menerima tawaran
dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah besar. “Mana anak itu? Mana timun emas?”,
teriak si raksasa.
Karena tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar dari tempat
sembunyinya. “Aku di sini raksasa, tangkaplah aku jika kau bisa!!!”, teriak timun emas.
Raksasapun mengejarnya, dan timun emas mulai melemparkan kantong yang berisi
mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya.
Raksasapun menjadi terhambat, karena batang timun tersebut terus melilit tubuhnya. Tetapi
akhirnya si raksasa berhasil bebas juga, dan mulai mngejar timun emas lagi. Lalu timun
emas menaburkan kantong kedua yang berisi jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-
pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah karena
tertancap bambu tersebut si raksasa terus mengejar.
Kemudian timun emas membuka bingkisan ketiga yang berisi garam. Seketika itu
hutanpun menjadi lautan luas. Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si raksasa. Yang
terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika itu terbentuklah lautan lumpur
yang mendidih, dan si raksasa tercebur di dalamnya. Akhirnya raksasapun mati.
Timun Emas mengucap syukur kepada Tuhan YME, karena sudah diselamatkan dari
raksasa yang kejam. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan damai.

Anda mungkin juga menyukai