Anda di halaman 1dari 10

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : Aqidah Akhlak


B. Kegiatan Belajar : KB 2 (Sumber Terbentuknya Akhlak dan Implementasinya)
C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

Peta Konsep (Beberapa


1 istilah dan definisi) di
modul bidang studi

1. Definisi Akhlak al-Karimah


Menurut bahasa kata akhlak dalam bahasa Arab merupakan
jama’ dari ‫خلق‬/khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku, sopan santun atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi persesuaian dengan perkataan ‫خلق‬/khalqun
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan
‫خالق‬/Khalik yang berarti pencipta, demikian pula
‫مخلوق‬/makhluqun yang berarti yang diciptakan.

Adapun secara istilah, berikut adalah definisi akhlak menurut


para ahli:
 Ibnu Miskawih

“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong tindakan-


tindakan tanpa perlu berpikir dan pertimbangan lagi”

 Al-Ghazali

“Akhlak ialah gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat


yang sudah mendarah daging yang mendorong
dilakukannya perbutan-perbuatan dengan mudah lagi
gampang tanpa berfikir panjang”

 Prof. Dr. Ahmad Amin


Akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, bukan perbuatan
yang tidak ada kehendaknya. Seperti bernafas, denyut
jantung, kedipan mata dan lain-lain.

Akhlak merupakan perbuatan yang mudah dilakukan karena


telah didik dengan membiasakannya dalam kehidupan
sehari-hari. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja dan melalui ikhtiar. Pelakunya
mengetahui baik atau buruk dari perbuatan yang
dilakukannya. Karena perbuatan akhlak juga termasuk
perbuatan yang kelak akan dipertanggung-jabawkan di
hadapan Allah Swt.

2. Kekuatan Jiwa dan Sumber Terbentuknya Akhlak al-Karimah


Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa di dalam jiwa seseorang
itu terdapat tiga kekuatan (al-quwwah) yang sangat penting
dalam membentuk akhlak manusia. Sementara Imam Al-
Ghazali menyebutkan sebagai Ummahat al-Akhlaq wa
Ushuluha dengan ditambahkan satu kekuatan (al-quwwah)
sehingga genap menjadi empat kekuatan (alquwwah), yaitu:

a) Quwwah al-Ilmi
Quwwah al-Ilmi adalah kekuatan yang berasal dari akal.
Dengan akal inilah manusia dapat dengan mudah
membedakan mana yang jujur dan mana yang bohong
dalam berbicara, mana yang benar dan mana yang salah
dalam mengambil keputusan, mana yang baik dan mana
yang buruk dalam bertindak.

Al-Maraghi menjelaskan bahwa yang dimaksud hikmah


adalah ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang dapat
mempengaruhi jiwa pemiliknya dan membimbing
kehendaknya untuk mendorong melakukan tindakan-
tindakan yang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan
dunia akhirat (Al-Maraghi Jilid III, h. 40)

Hikmah tersebut mencakup empat turunan, yakni:


 Husnu at-Tadbir, yaitu cerdas dan lurus jalan fikirannya
dalam mengistimbatkan (mengambil kesimpulan).
 Jaudat adz-Dzihn, yaitu memiliki kemampuan untuk
dapat berfikir memperoleh kebijaksanaan ketika
dihadapkan pada pendapat yang mirip-mirip dan
mengandung pertentanagan.
 Tsiqabah ar-Ra’yi, yaitu mempunyai kecepatan
kemampuan dalam menghubungkan data-data yang
dimilikinya dengan sebab akibat yang mengasilkan
kemaslahatan dalam kehidupan masyarakat.
 Shawab azh-Zhann, yaitu mendapatkan taufiq dari Allah
Swt. dengan kesesuaian antara dugaan yang terdapat
dalam alam fikirannya dengan kebenaran hakiki.

b) Quwwah Al-Ghadhab
Quwwah al-Ghadhab merupakan dorongan manusia untuk
menolak yang tidak disenangi dan mendapatkan
kenikmatan yang bersifat abstrak dan batin. Dorongan ini
bisa menjadi sumber akhlak yang mulia serta
menumbuhkan kebaikan-kebaikan yakni sifat syaja’ah, yang
menurut al-Ghazali dalam kitab Mizan al-Amal mencakup:
 Al-Karam (kebaikan budi), yaitu berani mengambil sikap
moderat untuk mengambil atau menerima keputusan
penting dalam berbagai masalah yang menyangkut
kemaslahatan yang besar dan urusan-urusan yang mulia.
 An-Najdah (membantu, menolong), yaitu berani dalam
membantu atau menolong siapapun, apalagi menolong
hal yang benar, baginya merupakan jihad.
 Kibr an-Nafs (berjiwa besar), bukan sombong juga bukan
rendah diri (minder).
 Al-Ihtimal (ketahanan dalam bekerja), berani
bertanggung jawab menahan diri dalam menjalankan
tugas, meski dirasa sangat berat.
 Al-Hilm (santun), ia dapat menahan emosi yang biasanya
meledak-ledak, tidak terpancing dalam keadaan apapun
dan marah.
 Al-Wiqar (tenang), menahan diri dari berbicara secara
berlebihan, kesia-siaan, banyak menunjuk dan bergerak
dalam perkara yang tidak membutuhkan gerakan.

c) Quwwah Asy-Syahwah
Al-Quwwah asy-Syahwah yaitu kekuatan yang ada dalam
diri manusia yang yang mendorong perbutan-perbuatan
untuk memperoleh kenikmatan-kenikmatan yang bersifat
zhahir, yang dinspirasi oleh panca indranya seperti: mencari
makanan dan minuman, mencintai lawan jenis dan lain-
lainnya. Dengan kekuatan ini manusia menjadi lebih
bergairah dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan.
Quwwah asy Syahwah yang baik disebut al-iffah.

'Iffah merupakan akhlaq yang sangat dicintai oleh Allah Swt.


Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak
masih kecil. Diantara sifat-sifat terpuji turunan dari sifat
'Iffah adalah sebagai berikut:
 ‫الحياء‬/haya’, adalah sifat malu untuk meninggalkan
perbuatan yang diperintahkan oleh Allah Swt. dan
sebaliknya malu melakukan perbutan yang dilarang oleh-
Nya.
 ‫القناعة‬/qana'ah, adalah sifat menerima atau merasa
cukup atas karunia Allah Saw., sekaligus menjauhkan diri
dari sifat tidak puas dan merasa kekurangan yang
berlebih-lebihan.
 ‫السخاء‬/sakha’, yaitu sifat dermawan senanga
memberikan harta dalam kondisi memang wajib
memberi, sesuai kepantasannya dengan tanpa
mengharap imbalan.
 ‫الورع‬/wara’, yaitu meninggalkan hal-hal yang syubhat
karena khawatir membahayakan nasibnya di akhirat
kurang baik.

d) Quwwah Al-‘Adl
Menurut Al-Ghazali, Quwaah Al ‘Adl adalah sebuah
kekuatan penyeimbang dari ketiga kekuatan jiwa
sebelumnya. Sementara Ibnu Miskawaih meskipun tidak
menyebutkan secara khusus adanya Al-Quwwah al-‘Adl,
tetapi dalam penjelasannya juga mengkaitkannya dengan
ketiga kekuatan jiwa tersebut.

3. Amal Shalih sebagai Implementasi Akhlak al-Karimah kepada


Allah Swt.

Manusia diciptakan oleh Allah Swt. tujuannya adalah supaya


beribadah hanya kepada-Nya. Amal yang hanya
dipersembahkan kepada Allah Swt. penilaiannya diserahkan
sepenuhnya hanya kepada-Nya. Adapun kisi- kisi penilaian
amal shalih sebenarnya sudah disampaikan dalam ajaran Islam
yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw., yakni amal yang
dibingkai dengan iman; diawali rencana yang matang dan
tawakkal, niat yang ikhlas, dikerjakan dengan sabar dan atau
syukur, serta akhirnya dapat menerima (ridha) hasilnya sebagai
bagian dari takdir Allah Swt.

a) Tawakkal
Menurut bahasa kata tawakkal diambil dari Bahasa Arab
‫ التوكل‬/tawakkul dari ‫ و َ َكل‬kata akar /wakala) yang berarti
lemah. Adapun ‫التوكل‬/tawakkul berarti menyerahkan atau
mewakilkan.

Al-Ghazali menyebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin pada


bab at-Tauhid wa at-Tawakkal, bahwa tawakkal itu adalah
hakikat tauhid yang merupakan dasar dari keimanan, dan
seluruh bagian dari keimanan tidak akan terbentuk
melainkan dengan ilmu, keadaan, dan perbuatan.

Sementara Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitabnya


Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa tawakkal merupakan
amalan dan penghambaan hati dengan menyandarkan
segala sesuatunya hanya kepada Allah Swt. semata, percaya
terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas
sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan
bahwa Allah akan memberikan segala ‘kecukupan’ bagi
dirinya, dengan tetap berikhtiar semaksimal mungkin untuk
dapat memperolehnya.

Tawakkal itu dilakukan sebelum melakukan aktivitas. Kita


harus menyadari sematang apapun rencana yang kita buat
adalah rencana yang dibuat oleh manusia yang serba lemah,
dan tidak dapat mengetahui secara universal tentang
hubungan sebab akibat dari semua unsur yang menentukan
dan mempengarui keberhasilannya. Manusia hanya bisa
berencana Allah yang menentukan segalanya.

b) Ikhlas
Menurut bahasa, ikhlas berarti jujur, tulus dan rela. Dalam
bahasa Arab, kata ‫إخالص‬/ikhlas merupakan bentuk mashdar
dari ‫إخالص‬/akhlasa yang berasal dari akar kata ‫خلص‬/khalasa.
Kata ini berarti shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat),
washala (sampai) dan i’tazala (memisahkan diri).

Makna ikhlas diungkapkan oleh para ulama antara lain:


 Muhammad Abduh mengatakan bahwa ikhlas adalah
ikhlas beragama untuk Allah SWT. dengan selalu
manghadap kepada-Nya, dan tidak mengakui kesamaan-
Nya dengan makhluk apapun dan bukan dengan tujuan
khusus seperti menghindarkan diri dari malapetaka atau
untuk mendapatkan keuntungan serta tidak mengangkat
selain dari-Nya sebagai pelindung (Muhammad Rasyid
Ridha,1973, hlm. 475).
 Muhammad al-Ghazali mengatakan ikhlas adalah
melakukan amal kebajikan semata-mata karena Allah
SWT (Muhammad al- Ghazali, 1993, hlm. 139)

Ikhlas itu adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan


masalah niat sebab niat merupakan titik penentu dalam
menentukan amal seseorang. Ikhlas merupakan bentuk
implementasi iman dalam beramal, karena itu nyata sama
dengan keimanan yang bisa bertambah dan berkurang.
Untuk itu umat Islam harus berhati-hati terhadap sifat- sifat
yang dapat merusak keikhlasannya:
 Ria, yakni melakukan amal perbuatan tidak untuk
mencari ridha Allah SWT., akan tetapi untuk dinilai oleh
manusia untuk memperoleh pujian atau kemashuran,
posisi, kedudukan di tengah masyarakat.
 Sum’ah, yakni menceritakan amal yang telah dilakukan
kepada orang lain supaya mendapat penilain dan
dihargai misalnya kedudukan di hatinya.
 Nifak, sifat menyembunyikan kekafiran dengan
menyatakan dan mengikrarkan keimanannya kepada
Allah Swt. Jadi jelas akan menghilangkan keikhlasan
karena tidak didasari dengan keimanan yang benar
kepada Allah Swt.

c) Sabar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sabar berarti tahan
menghadapi cobaan, tidak lekas marah, putus asa atau
patah hati. Kata sabar berasal dari bahasa arab, yaitu
shabara-yashbiru-shabran yang artinya menahan.

Sedangkan menurut istilah, sabar didefinisikan oleh para


ulama, antara lain:
 Shabar adalah sikap tegar dalam menghadapai ketentuan
dari Allah. Orang yang sabar menerima segala musibah
dari Allah dengan lapang dada.
 Sabar adalah keteguhan hati yang mendorong akal
pikiran dan agama dalam menghadapi dorongan-
dorongan nafsu syahwat.
 Shabar adalah tabah hati tanpa mengeluh dalam
menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka mencapai tujuan.
Sabar memiliki padananan nama yang berbeda-beda sesuai
dengan objeknya:
 Shabar adalah ketabahan menghadapi musibah,
sehingga kebalikannya gelisah dan keluh kesah berarti
tidak shabar.
 Shabar itu dhobith an nafs disebabkan mampu
menghadapi dan menahan diri dari godaan hidup yang
menyenangkan.
 Shabar dalam peperangan disebut pemberani,
kebalikannya disebut pengecut.
 Shabar dalam menahan marah disebut santun (hilm),
kebalikannya disebut pemarah (tazammur).
 Shabar dalam menghadapi bencana yang mencekam
disebut lapang dada (ridha).
 Shabar dalam mendengar gosip disebut mampu
menyembunyikan rahasia.
 Shabar terhadap kemewahan disebut zuhud
 Shabar dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati
(qana’ah), kebalikannya disebut tamak atau rakus.

Shabar merupakan kemampuan menahan atau mengatur


diri untuk dapat tetap taat terhadap aturan-aturan yang
benar berdasarkan syariat dalam menjalankan perintah
Allah Swt., menjauhi larangan-Nya dan menerima cobaan,
pada waktu tertentu mulai dari awal sampai selesai.

d) Syukur
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), syukur
diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2)
untunglah (menyatakan lega, senang dan sebagainya). Kata
syukur berasal dari bahasa Arab yakni dalam bentuk
mashdar dari kata kerja syakara–yasykuru–syukran–wa
syukuran–wa syukranan. Secara bahasa berarti pujian atas
kebaikan dan penuhnya sesuatu. Syukur juga berarti
menampakkan sesuatu kepermukaan.

Adapun menurut istilah syukur adalah pengakuan terhadap


nikmat yang dikaruniakan Allah yang disertai dengan
kedudukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat
tersebut sesuai dengan tuntunan dan kehendak-Nya.

Syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang


dikaruniakan Allah yang disertai dengan kedudukan kepada-
Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan
tuntunan dan kehendak-Nya. Dalam hal ini, hakikat syukur
adalah menampakkan nikmat, dan sebaliknya hakikat
kekufuran adalah menyembunyikannya.

M. Quraish Shihab menegaskan bahwa syukur mencakup


tiga sisi.
 Syukur dengan hati, yakni kepuasaan batin atas
anugerah.
 Syukur dengan lidah, yakni dengan mengakui anugerah
dan memuji pemberinya.
 Ssyukur dengan perbuatan, yakni dengan memanfaatkan
anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan
penganugerahannya.

Syukur itu menjadi landasan tauhid seseorang ketika


diberikan fasilitas yang enak dalam menjalankan tugasnya
sebagai seorang hamba di dunia ini.

e) Ridha
Menurut bahasa kata ‫الرضا‬/ridha berasal dari bahasa Arab
yang berarti senang, suka, rela. Ia merupakan lawan dari
kata ‫السخط‬/al-sukht yang berarti kemarahan, kemurkaan,
rasa tidak suka. Orang yang ‫الرضا‬/ridha berarti orang yang
sanggup melepaskan ketidak senangan dari dalam hati,
sehingga yang tinggal di dalam hatinya hanyalah
kesenangan.

Adapun secara istilah, definisi ridha:


 Menurut Dzunnun Al-Misri, ridha ialah kegembiraan hati
dalam menghadapi qadha tuhan.
 Menurut Ibnu Ujaibah, ridha adalah menerima
kehancuran dengan wajah tersenyum, atau bahagianya
hati ketika ketetapan terjadi, atau tidak memilih-milih
apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau
lapang dada dan tidak mengingkari apa-apa yang datang
dari Allah
 Menurut Al-Barkawi, ridha adalah jiwa yang bersih
terhadap apa-apa yang menimpanya dan apa-apa yang
hilang, tanpa perubahan.
 Menurut Ibnu Aṭaillah as-Sakandari, ridha adalah
pandangan hati terhadap pilihan Allah yang kekal untuk
hamba-Nya, yaitu, menjauhkan diri dari kemarahan

Ridha terhadap keputusan Allah Swt. merupakan syarat


diterimanya penghambaan seseorang. Siapa yang tidak
ridha dengan keputusan dan takdir-Nya dia tidak berhak
mengakui Allah sebagai Tuhannya.

1. Quwwah al-Ilmi
Daftar materi bidang 2. Quwwah al-Ghadhab
2 studi yang sulit
dipahami pada modul 3. Quwwah asy-Syahwah
4. Quwwah al-‘Adalah

Daftar materi yang


3 sering mengalami 1. Qanaah dan tawakkal
miskonsepsi dalam 2. Ikhlas dan ridha
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai