Makalah Pak Imam
Makalah Pak Imam
Dosen Pengampu :
Dhikrul Hakim, Dr. M.Pd.I
Disusun oleh :
Safira Qotrun Nada (1120106)
1
A. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Islam adalah agama yang diridhoi oleh Allah SWT dan sebagai
rahmat bagi seluruh alam semesta melalui nabi Muhammad SAW. Semasa
hidup, beliau selalu berbuat baik dengan amalan sholeh seperti zakat,
pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Zakat adalah sebuah
kewajiban yang harus dilaksanakan karena bagian dari rukun Islam,
demikian pula shodaqoh karena islam menganjurkan untuk bershodaqoh
dengan tujuan menolong saudara muslim yang sedang kesusahan dan
untuk mendapat ridho Allah SWT. Shodaqoh bisa berupa uang, makanan,
pakaian dan benda-benda lain yang bermanfaat. Dalam pengertian luas,
shodaqoh bisa berbentuk sumbangan pemikiran, pengorbanan tenaga dan
jasa lainnya bahkan senyuman sekalipun.
Beberapa hal diatas adalah bagian dari tolong menolong dalam
kebaikan yang diperintahkan agama Islam seperti pemberian hadiah, hibah
dan shodaqoh. Maka pada makalah yang singkat ini penulis akan sedikit
menguraikan hal tersebut dalam bab selanjutnya.
b. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sedekah, hibah dan hadiah?
2. Apa landasan hukum, rukun dan syarat dari sedekah, hibah dan
hadiah?
c. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sedekah, hibah dan hadiah.
2. Untuk mengetahui hukum, rukun dan syaratnya sedekah, hibah dan
hadiah.
2
B. PEMBAHASAN
a. Pengertian Sedekah
Sedekah berasal dari kata shadaqah yang artinya benar. Maksudnya ialah
orang yang bershadaqah merupakan wujud dari bentuk kebenaran dan
kejujurannya akan imannya kepada Allah. Hanya saja sedekah mempunyai arti
yang lebih luas, yakni tidak hanya materi saja objek yang bisa disedekahkan, bisa
juga dengan hal-hal yang bersifat non-materi. Shodaqoh juga dapat diartikan
dengan pemberian yang disunahkan (sedekah sunah).
Sedangkan secara terminologi shadaqah adalah memberikan sesuatu tanpa
ada tukarannya karena mengharapkan pahala dari Allah Swt. Shodaqoh lebih
utama apabila diberikan pada hari-hari mulia, seperti pada hari raya idul adha atau
idul fitri. Juga yang paling utama apabila diberikan pada-pada tempat-tempat yang
mulia, seperti di Mekkah dan Madinah. Shadaqah atau sedekah merupakan
pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun
pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Badri
berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang muslim itu apabila
memberikan nafkah kepada keluarganya dan dia mengharapkan pahala darinya,
maka nafkahnya itu sebagai sedekah”. Pada kesimpulannya shodaqoh atau
sedekah adalah suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada
orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah
tertentu. Juga berarti suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai
kebajikan yang mengharap ridho Allah SWT dan pahala semata.
b. Pengertian Hibah
Secara bahasa hibah adalah pemberian (athiyah), sedangkan menurut
istilah hibah yaitu:
ٍ ق فِى َع ْي ٍن َحاﻠَ ْال َحيَا ِةبِاَل ِع َو
ض َولَوْ ِمنَ ااْل َ ْعلَى ْ ك ُم ْن ِج ٌز ُم
ٌ َ طل ٌ تَ ْملِ ْي
Artinya:
“Pemilikan yang munjiz (selesai) dan muthlak pada sesuatu benda ketika
hidup tanpa penggantian meskipun dari yang lebih tinggi.”
3
Di dalam syara’ sendiri menyebutkan hibah mempunyai arti akad yang
pokok persoalannya pemberian harta milik seseorang kepada orang lain diwaktu
dia hidup, tanpa adanya imbalan. Apabila seseorang memberikan hartanya kepada
orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak kepemilikan
maka harta tersebut disebut i’aarah (pinjaman)1.
Ada pula yang menyebutkan, secara etimologi, kata hibah merupakan
bentuk mashdar dari kata (wahaba-yahabu-hibatan) yang berarti pemberian 2. Di
dalam ensiklopedia Islam menjelaskan, hibah menurut bahasa adalah memberi
kelebihan kepada orang lain, baik berupa barang maupun bukan barang. Menurut
istilah agama Islam hibah merupakan akad atau perjanjian yang menyatakan
pemindahan milik seorang kepada orang lain diwaktu ia masih hidup tanpa
mengharapkan sedikitpun3. Para ulama fiqih memaknai hibah sebagai pemberian
harta kepada seseorang secara langsung tanpa mengharapkan imbalan apapun,
kecuali mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan secara pengertian syara’
hibah adalah suatu akad pemberian berupa harta milik seseorang kepada orang
lain tanpa adanya imbalan apapun ketika seseorang tersebut masih dalam keadaan
hidup. Dapat disimpulkan bahwa hibah adalah pemindahan hak milik suatu
barang dari kekayaan yang ada dari seseorang kepada orang lain di masa hidup
dengan sukarela /;tanpa adanya paksaan dari pihak manapun semata-mata untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT..
c. Pengertian Hadiah
Hadiah berasal dari kata Hadi ( )ھادىterambil dari akar kata yang terdiri
dari huruf-huruf ha’, dal, dan ya. Maknanya berkisar pada dua hal. Pertama,
tampil ke depan memberi petunjuk. Dari sini lahir kata Hadi yang bermakna
penunjuk jalan, karena dia tampil di depan. Kedua, menyampaikan dengan lemah
1
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Edisi I, Cet. V, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 210
2
Abu Rizal Fadli dan Mochamad Samsukadi, “Hibah Perspektif Hadis Dan Interpretasi Hakim
Pengadilan Agama Tentang Hibah yang Dapat Ditarik Kembali”, Jurnal AL-YASINI Volume 04.
No.02. Hal.124
3
Moh. Yasir Fauzi, “Pembagian Harta Dengan Wasiat
Wajibah Dan Hibah Dalam Hukum Islam”, Jurnal Moraref Vol 9, No 1 (2017)
: Asas Hal.106.
4
lembut. Dari sini lahir kata hidayah ( )ھدایةyang merupakan penyampaian sesuatu
dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati. Hadiah sering juga disebut
hibah, Menurut Muhammad Qal‘aji, beliau menegaskan bahwa dalam hadiah
tidak murni memberikan tanpa imbalan, namun ada tujuan tertentu yakni ada
kalanya untuk menyambung tali silaturrahim, mendekatkan hubungan, dan
memuliakan. Dapat diambil kesimpulan bahwa hadiah dapat diartikan sebagai
pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian yang
dimaksudkan untuk memuliakan serta menyambung silaturrohim.
Namun pada kondisi tertentu sedekah bisa menjadi wajib. Sebagai contoh
ada seorang miskin dalam kondisi kelaparan datang kepada kita untuk meminta
5
makanan. Keadaan orang tersebut memprihatinkan, jika tidak diberi makan dia
akan sakit parah atau bahkan nyawanya bisa terancam. Sementara pada waktu itu
kita memiliki makanan yang dibutuhkan orang tersebut. Pada kondisi demikian
memberikan sedekah berupa makanan kepada orang tersebut hukumnya wajib,
jika tidak kita lakukan berdosalah kita.
ۤ هّٰللا
َ ْدn َ َرا َم َواَل ْالهnٰيٓا َ ُّيهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تُ ِحلُّوْ ا َش َع ۤا ِٕى َر ِ َواَل ال َّش ْه َر ْال َح
َوْ نnn َرا َم يَ ْبتَ ُغnي َواَل ْالقَاَل ۤ ِٕى َد َوآَل ٰا ِّم ْينَ ْالبَيْتَ ْال َح
َر ِام اَ ْنn ِج ِد ْال َحn ُّدوْ ُك ْم ع َِن ْال َم ْسnص َ وْ ٍم اَ ْنnَن َٰانُ قnفَضْ اًل ِّم ْن َّربِّ ِه ْم َو ِرضْ َوانًا ۗ َواِ َذا َحلَ ْلتُ ْم فَاصْ طَا ُدوْ ا ۗ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َش
هّٰللا هّٰللا
ِ تَ ْعتَ ُد ۘوْ ا َوتَ َعا َونُوْ ا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن َۖواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا
ب
6
... َب َواَقَا َم الص َّٰلوة ۤ
ِ َو ٰاتَى ْال َما َل ع َٰلى ُحب ِّٖه َذ ِوى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِك ْينَ َوا ْبنَ ال َّسبِ ْي ۙ ِل َوالسَّا ِٕىلِ ْينَ َو
ِ ۚ فى ال ِّرقَا
ٰۤ ُ ْ ْأ ۤ َّ صبر ْينَ فِى ْالبَْأ َس ۤا ِء َوال ٰ
َك الَّ ِذ ْين
َ ول ِٕى ِ ۗ َضرَّا ِء َو ِح ْينَ الب
سا ِ ِ ّ ٰ َواتَى ال َّز ٰكوةَ ۚ َو ْال ُموْ فُوْ نَ بِ َع ْه ِد ِه ْم اِ َذا عَاهَ ُدوْ ا ۚ َوال
ٰۤ ُ
١٧٧ – َك هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن َ ول ِٕى ص َدقُوْ ا ۗ َوا
َ
Artinya : “ … dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak
yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir),
peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan
salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji,
dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-
orang yang bertakwa”.
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak
untuk
mentasharrufkan (membelanjakan) harta.
b. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak sah
memberi kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada
binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.
c. Akad (ijab dan qabul). Ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang
memberi,
7
sedangkan qabul adalah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima
pemberian.
d. Barang yang diberikan
8
f) Menyendiri menurut ulama Hanafiyah, hibah tidak dibolehkan terhadap barang-
barang bercampur dengan milik orang lain, sedangkan menurut ulama Malikiyah,
Hambaliyah, dan Syafi'iyah hal tersebut dibolehkan.
g) Penerima pemegang hibah atas seizin wahib.
4
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 14, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), Cet. XX Hlmn. 174
9
Menurut Abd al-Rahman al-Jaziri, bahwa rukun hibah ada tiga macam:
1) ‘Aqidain (orang yang memberikan dan orang yang yang diberi) atau wahib
dan mauhub lah.
2) Mauhub (barang yang diberikan) yaitu harta
3) Shighat atau ijab dan qabul.
Sedangkan hadiah sebagai sebuah akad, memiliki tiga rukun beserta syarat
yang harus dipenuhi yaitu:
1) Pertama, adanya al-‘âqidân, yaitu pihak pemberi hadiah (Al- Muhdî) dan
pihak yang diberi hadiah (al-muhdâ ilaih). Al-Muhdi haruslah orang yang
layak melakukan tasharruf, pemilik harta yang dihadiahkan dan tidak
dipaksa.
2) Adanya ijab dan qabul. Hanya saja, dalam hal ini tidak harus dalam bentuk
redaksi (shighat) lafzhiyah.
3) Harta yang dihadiahkan (al-muhdâ). Al-Muhdâ (barang yang dihadiahkan)
disyaratkan harus jelas (ma‘lûm), harus milik al-Muhdi (pemberi hadiah),
halal diperjualbelikan dan berada di tangan al- muhdî atau bisa ia serah
terimakan saat akad. Menurut Imam Syafi’i dan banyak ulama Syafi’iyah,
barang itu haruslah barang bergerak, yaitu harus bisa dipindahkan dari satu
tempat ke tempat yang lain.
10
h. PENUTUP
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Abu Rizal Fadli dan Mochamad Samsukadi. 2019. “Hibah Perspektif Hadis Dan
Interpretasi Hakim Pengadilan Agama Tentang Hibah Yang Dapat Ditarik
Kembali”. Jurnal AL-YASINI Volume 04. No.02 P ISSN:2527-3175 E-
ISSN:2527-6603. Hal.124
Suhendi, Hendi. 2010. “Fiqih Muamalah”. Edisi I, Cet. V, Jakarta: Rajawali Pers.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah 14, terj: Mudzakir, Cet. XX, Bandung: PT. Al-
Ma’arif, 1987
Al-Bugha, Musthafa Dib. 2010. “Buku Pintar Transaksi Syariah terj. Fiqh Al-
Mu’awadhah”,Cet. I, Bandung: Mizan Media Utama.
Sayyid Sabiq. 2012. Fiqih Sunnah. jilid 2, Bandung: Madina Adipustaka
Hafidhuddin, Didin. 1998. Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq Dan Shadaqah.
Jakarta: Gema Insani.
13