Referat Struma.
Referat Struma.
Oleh:
Oleh :
Melenia Rhoma Dona YS, S.Ked
Pembimbing:
dr. Fahriza Utama, Sp. B., FINACS., FICS.,
MARS
REFERAT
Judul :
Struma Nodusa Non Toksik
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang periode
8 Mei 2023 – 16 Juli 2023
i
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan Referat yang berjudul “Struma
Nodusa Non Toksik”. Penulisan Referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi
syarat dalammengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang pada Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan klinik sampai pada
penyusunan referat ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Referat ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Fahriza Utama, Sp. B, selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan
Referat ini.
2. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral.
3. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan Referat ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Referat ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH......................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................1
1.2. Tujuan...............................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................16
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus antara lain:
1. Memahami dan mampu mendiagnosis struma nodusa non toksik
secara tepat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya di bagian ilmu bedah.
3. Memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struma
2.1.1. Definisi
Struma atau goiter merupakan pembesaran dari kelenjar tiroid yang
dihasilkan dari hipertrofi dan kompensasi dan hiperplasia epitel folikuler
sekunder akibat penurunan hormon tiroid, yang dapat berbentuk difusa atau
nodusa. Jika pembesaran kelenjar tiroid cukup membuat kelenjar tersebut
terlihat pada leher, tumor ini dinamakan goiter atau gondok. Biasanya yang
dianggap membesar apabila kelenjar tiroid lebih dari dua kali ukuran
normal. Penyebab paling sering dari defisiensi hormon tiroid ialah konsumsi
yodium yang tidak cukup. Struma dibagi sesuai dengan perubahan aktivitas
fungsional dari kelenjar tiroid, yaitu struma toksik dan non toksik.1
2.1.2. Epidemiologi
2.1.3. Klasifikasi
Struma difussa non toksik adalah struma yang disebabkan oleh defisiensi
yodium, tiroiditis autoimun (hashimoto atau post partum), kelebihan
yodium, stimulator reseptor TSH, inborn error metabolism, terpapar
radiasi, penyakit deposisi, resistensi hormon tiroid, tiroiditis sub-akut (de
quarvain thyroidism dan agen-agen infeksi lain). Secara umum, struma
ini memberikan gambaran gejala klinis yang tidak jauh berbeda dengan
struma nodusa non toksik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
pembesaran kelenjar tiroid secara keseluruhan (diffuse) dengan batas
yang tidak jelas, konsistensi kenyal lebih mirip ke arah lembek.
4
Penyebab yang paling umum dari struma difusa toksik yaitu grave‟s
disease. Penyakit grave terjadi karena antibodi reseptor TSH yang
merangsang aktivitas tiroid itu sendiri. Gejala yang timbul dari struma
diffusa toksik adalah gejala-gejala hipetiroidism. Perjalanan penyakitnya
tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama berbulan-bulan.
Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid
hiperaktif.
Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan
isthmus yang terletak dibagian tengah. Kadang-kadang bagian keempat
yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dan garis
tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embrional tiroid yang masih
tertinggal. Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25-30 gram dan terletak
antara tiroidea dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus
oleh suatu lapisan yang disebut true capsule.5
2.2.3. Definisi
6
2.2.4. Epidemiologi
2.2.5. Etiologi
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umunya terjadi pada penyakit tiroid
autoimun.
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya struma nodusa non toksik
antara lain:7
1. Genetik.
2. Karsinogen, berupa hormonal dan radiasi.
7
3. Lingkungngan, seperti tempat tinggal di daerah endemis.
8
4. Penyakit komorbid
2.2.7. Patofisiologi
9
Keluhan lain yaitu rasa berat dileher karena
1
saat menelan trakea naik dan menutup laring dan epiglotis sehingga terasa
berat karena terfiksasi trakea.3
1. Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala
hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya
benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran
terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan,
gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan
ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid.
Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya
untuk mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik.
Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-gejala
hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah
hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang
paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran
simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak,
ikut bergerak saat menelan atau tidak. Pada palpasi sangat penting
untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar adalah kelenjar tiroid
atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien
diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan
akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak
1
maka harus
1
dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher.
Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan:
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis
1
membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya
1
jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat
dengan scanning tiroid.
2.2.11. Tatalaksana
1. Pengobatan
Pasien dengan satu atau lebih nodul tiroid yang mengalami hipertiroid
diberikan obat anti tiroid.7
3. Pembedahan3
d) Kosmetik
1
sulit dilakukan eksisi yang baik. Pertama-tama dilakukan pemeriksaan
klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna
atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna, maka
dibedakan apakah kasus tersebut operable atau inoperable. Bila kasus
yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi insisi
untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan
tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila
nodul tiroid suspek maligna yang operable atau suspek benigna dapat
dilakukan tindakan isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah hasil
PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi
jika ganas maka harus ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma yang
terjadi.
b) Dispneu
2.2.12. Komplikasi
1
serak
1
atau parau. Bila pembesaran ke arah luar, maka akan memberi bentuk leher
yang besar dapat semetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan
disfagia. Hal ini lebih berdampak pada estetika atau kecantikan. Perubahan
bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri pasien.4
2.2.13. Prognosis
2
BAB IV
KESIMPULAN
2
DAFTAR PUSTAKA