Anda di halaman 1dari 83

Tentena, 8 September 2023

Nomor : 30/Komtager/GKST/IX/2023
Lampiran : Dokumen Draf Tata Gereja dan Peraturan GKST
Hal : Informasi Dokumen untuk SSI ke-48/2023

Kepada yang terhormat,


Peserta Sidang Sinode Istimewa GKST ke-48 Tahun 2023
Di tempat

Salam sejahtera dalam kasih Tuhan Yesus.

Terpujilah Tuhan Allah yang senantiasa menyertai dan memberkati kita dalam tugas
panggilan pelayanan di gereja-Nya.

Bersama dengan surat ini kami mengirimkan Dokumen Draf Tata Gereja dan Peraturan
Gereja sebagai bahan Sidang Sinode Istimewa GKST ke-48 Tahun 2023.

Panitia Pelaksana telah menggandakan dokumen ini dan akan membagikannya kepada
peserta sidang pada saat pendaftaran di Tentena. Kami mengirimkan naskah salinan digital
(soft file) ini terlebih dahulu agar menjadi bacaan dan diskusi di semua aras sebelum
sidang.

Kiranya Tuhan mengaruniakan hikmat kepada kita.

Teriring salam dan Doa


KOMISI TATA GEREJA DAN PERATURAN GKST
Ketua Sekretaris

Pdt. (Em) Rinaldi Damanik, MSi. Pdt. Herry J. Kopalit, STh.


Dokumen
Draf Tata Gereja dan Peraturan GKST

Bahan Sidang Sinode Istimewa GKST ke-48


Tentena, 12-15 September 2023

Komisi Tata Gereja dan Peraturan GKST

Ketua : Pdt. (Em.) Rinaldi Damanik, M.Si


Sekretaris : Pdt. Herry J. Kopalit, S.Th.
Wakil Sekretaris : Pdt. Dr. I Gede Supradnyana
Anggota : Pdt. L.M.A.B. Meringgi, M.Th.
Anggota : Pdt. Dra. Lies Sigilipu Saino, M.Si.
Anggota : Yan Patris Binela, SH., MH.
Anggota : Pnt. Irsan B. Tondowala, M.Hum.

Tentena, 8 September 2023

Ketua Sekretaris

Pdt. (Em) Rinaldi Damanik, MSi. Pdt. Herry J. Kopalit, STh.

i
Petunjuk Penggunaan

1. Dokumen ini adalah Naskah Final Draf Tata Gereja dan Peraturan GKST sebagai
bahan Sidang Sinode Istimewa GKST ke-48 yang akan dilaksanakan pada 12-15
September 2023 di Tentena.

2. Dokumen ini berisi Draf:

No. Nomenklatur Sifat

1 Mukadimah Amandemen
2 Tata Dasar Amandemen
3 Tata Laksana Amandemen
4 Peraturan Sinode tentang Pakaian Jabatan, Stola Dan Amandemen
Warna Liturgis
5 Peraturan Sinode tentang Penggembalaan Khusus dan Amandemen
Tahapan Pelaksanaannya
6 Peraturan Sinode tentang Kode Etik Pelayan Gereja Baru
7 Peraturan Sinode tentang Kepegawaian Amandemen
8 Peraturan Sinode tentang Badan Pengawas Amandemen
Perbendaharaan
9 Peraturan Sinode tentang Penatalayanan Keuangan Amandemen
Gereja

3. Mohon diperhatikan, bahwa semua NASKAH YANG DICETAK MIRING adalah


Dokumen yang mengalami perubahan/amandemen sesuai dengan berbagai usul
yang dijaring oleh Komisi Tata Gereja dan Peraturan, kecuali:
a. Peraturan tentang Pakaian Jabatan, Stola dan Warna Liturgis
b. Peraturan baru tentang Kode Etik Pelayan Gereja.
c. Peraturan tentang Penatalayanan Keuangan Gereja

ii
Daftar Isi

Petunjuk Penggunaan ……………………………………………………………………… ii


Draf MUKADIMAH ……………………………….…………………………………………… 1
Draf TATA DASAR ……………………………………………………………………………… 2
Draf TATA LAKSANA ………………………………………………………………………… 7
Draf Peraturan Sinode tentang PAKAIAN JABATAN,
STOLA DAN WARNA LITURGIS ……………………………………………………………. 46
Draf Peraturan Sinode tentang PENGGEMBALAAN KHUSUS
DAN TAHAPAN PELAKSANAANNYA …………………..……………………………………………. 49
Draf Peraturan Sinode KODE ETIK PELAYAN GEREJA …………………………………… 56
Draf Peraturan Sinode tentang KEPEGAWAIAN ……………………………………… 63
Draf Peraturan Sinode tentang BADAN PENGAWAS PERBENDAHARAAN …….. 71
Draf Peraturan Sinode tentang PENATALAYANAN KEUANGAN ……………….….. 75

iii
MUKADIMAH

Bahwa gereja adalah Tubuh Kristus yang merupakan wujud persekutuan


orang-orang percaya kepada Allah, Bapa Yang Maha Kuasa, Pencipta alam semesta
dengan segala isinya, yang datang ke dalam dunia di dalam diri dan karya Yesus
Kristus, untuk menebus dosa dunia, dan yang dalam Roh Kudus tetap setia
memelihara ciptaan serta umat tebusan-Nya itu. Karena itu, gereja adalah umat
Allah yang dibentuk dan dibangun oleh Dia di atas satu-satunya dasar, yakni Yesus
Kristus melalui pekerjaan Roh Kudus, sesuai dengan kesaksian Alkitab Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru.
Gereja bukan dari dunia, akan tetapi diutus ke dalam dunia oleh kuasa Roh
Kudus untuk memberitakan Injil yang menyelamatkan orang percaya. Injil
diberitakan di wilayah Sulawesi Tengah pertama kali oleh Albertus Christian Kruyt
dari Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), yang datang pada tahun 1892,
kemudian tahun 1895 disusul oleh Dr. Nicolaas Adriani dari Nederlandsch Bijbel
Genootschap (NBG). Sebagai buah dari pekerjaan Roh Kudus melalui para Penginjil
maka terbentuklah jemaat-jemaat, yang diawali dengan pembaptisan pertama oleh
Ph.C. Hoffman pada hari Natal tahun 1909 di Kasiguncu.
Sebagai persekutuan Umat Allah, gereja menyatakan kebersamaannya yang
merupakan wujud keesaannya dalam Yesus Kristus, Kepala Gereja. Berdasarkan
kesadaran tersebut, maka Jemaat-Jemaat yang telah terbentuk pada waktu itu di
wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, sepakat menyatakan kesatuan dan
kebersamaannya dalam satu Sinode. Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dan
diputuskan dalam Proto Sinode tanggal 15-17 Oktober 1947 dan diresmikan pada
tanggal 18 Oktober 1947 dengan nama Gereja Kristen di Celebes Tengah dan diakui
oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan pengesahan melalui Akte Nomor 23
pada tanggal 7 Oktober 1948. Selanjutnya, dalam perkembangannya berubah nama
menjadi Gereja Kristen Sulawesi Tengah (disingkat GKST).
Dalam menggumuli wujud dan maksud kehadirannya serta menyadari tugas
panggilannya di tengah-tengah dunia secara umum dan Indonesia secara khusus,
maka GKST berperan aktif menjalankan Misi Allah bagi dunia melalui tugas
panggilan gereja, yaitu bersekutu, bersaksi, dan melayani. Selanjutnya, demi
terlaksananya misi Allah, maka anggota GKST terpanggil menatalayani gereja dalam
hubungan fungsional yang partisipatif dan dinamis berdasarkan kasih dengan
menggunakan sistem Presbiterial-Sinodal mengikuti tradisi Calvinis.
Sebagai gereja di Indonesia, GKST mentaati seluruh Peraturan Perundang-
undangan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam
melaksanakan fungsinya, Gereja dan Negara saling menghormati, saling
mengingatkan, dan saling membantu.
Dengan semangat keesaan gereja-gereja di Indonesia serta kebersamaan
sebagai masyarakat dan bangsa, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, GKST
membuka diri berdialog dan bekerja sama dengan gereja-gereja lain, agama-agama
lain serta kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, untuk keadilan,
perdamaian, dan keutuhan ciptaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk menata wujud serta pelaksanaan tugas dan panggilannya di semua
aras maka GKST menyusun Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan yang menjadi
pedoman berorganisasi dalam menjaga kebenaran ajaran, ketertiban dan kekudusan
gereja, mendorong keteladanan para pelayan dan warga gereja, serta memberi arah
bagi efisiensi dan efektifitas pelayanannya.
GKST mengakui bahwa Tata Gereja bukanlah pengganti Roh Kudus, akan
tetapi dalam penyusunannya tetap di bawah bimbingan Roh Kudus. Berdasarkan
keyakinan itu, GKST menyusun Tata Gereja, Gereja Kristen Sulawesi Tengah.

1
TATA DASAR
BAB I
HAKIKAT DAN WUJUD

Pasal 1
Gereja Kristen Sulawesi Tengah, yang selanjutnya disingkat GKST, pada hakikatnya
adalah persekutuan orang-orang percaya kepada Allah Tritunggal yang dipanggil
melaksanakan misi Allah di dunia.

Pasal 2
(1) GKST mewujud dalam bentuk persekutuan Jemaat-Jemaat, Klasis-Klasis,
dan Sinode.
(2) a. Jemaat adalah persekutuan dari seluruh anggota GKST di tempat
tertentu.
b. Klasis adalah persekutuan dari seluruh Jemaat GKST di wilayah tertentu.
c. Sinode adalah persekutuan dari seluruh Klasis dan Jemaat GKST.

BAB II
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 3
(1) GKST dalam wujud Jemaat disebut: GKST Jemaat ... (diikuti nama Jemaat
dan nama tempat kedudukan).
(2) GKST dalam wujud Klasis disebut: GKST Klasis ... (diikuti nama tempat
kedudukan).
(3) GKST dalam wujud Sinode disebut: Sinode GKST.

Pasal 4
(1) Jemaat berkedudukan di kota dan/atau desa dan/atau Kelurahan.
(2) Klasis berkedudukan di wilayah.
(3) Sinode berkedudukan di Tentena.

BAB III
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 5
GKST berasaskan Iman Kristen sebagaimana kesaksian Alkitab Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru.

Pasal 6
GKST bertujuan mewujudkan tanda-tanda kehadiran Kerajaan Allah di tengah-
tengah dunia dengan menyelenggarakan tugas panggilan gereja, yaitu bersekutu,
bersaksi, dan melayani.

BAB IV
LAMBANG

Pasal 7
Lambang mencerminkan keberadaan, jati diri, visi, dan misi GKST.

Pasal 8
Lambang GKST dalam bentuk logo dengan simbol Alkitab terbuka, lilin menyala,
dan salib dalam lingkaran.

2
BAB V
HIMNE GKST

Pasal 9
Himne GKST adalah lagu yang mengungkapkan panggilan gereja untuk perwujudan
kerajaan Allah yang diciptakan oleh N. Simanungkalit pada tahun 1987, kemudian
digubah oleh Justinus Hokey pada tahun 2018.

BAB VI
PENGAKUAN DAN AJARAN

Pasal 10
(1) GKST mengakui satu Allah yang menyatakan diri sebagai Bapa, Anak, dan
Roh Kudus.
(2) GKST mengakui Sakramen Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
(3) Pengakuan GKST bersumber dari Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru.

Pasal 11
(1) Ajaran GKST berdasar pada pengakuan sebagaimana dimaksud pada pasal
9 (sembilan).
(2) Ajaran GKST diberitakan melalui Ibadah, Katekisasi, Penggembalaan,
Pekabaran Injil dan Pendidikan Agama.

BAB VII
TUGAS PANGGILAN GEREJA

Pasal 12
(1) Persekutuan GKST diwujudnyatakan selain melalui kelembagaan Kelompok
Kebaktian, Jemaat, Klasis, Sinode, hubungan ekumenis, juga
diwujudnyatakan dalam kegiatan-kegiatan ibadah.
(2) Kegiatan-kegiatan ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
diselenggarakan secara teratur, baik berkala maupun sewaktu-waktu.

Pasal 13
(1) Kesaksian GKST diwujudnyatakan dalam usaha dan kegiatan Pendidikan,
Kesehatan dan Pekabaran Injil yang meliputi Keadilan, Perdamaian dan
Keutuhan Ciptaan.
(2) Usaha dan kegiatan kesaksian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
diselenggarakan baik ke dalam maupun keluar.

Pasal 14
Pelayanan GKST diwujudnyatakan dalam usaha dan kegiatan Diakonia,
Penggembalaan, Katekisasi, Perkawinan dan Pemakaman.

BAB VIII
ALAT PERLENGKAPAN DAN KELENGKAPAN PELAYANAN

Pasal 15
(1) Untuk menyelenggarakan seluruh tugas panggilan gereja, dibentuk alat-alat
perlengkapan pelayanan.
(2) Alat-alat perlengkapan gereja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini,
terdiri dari:
a. Majelis Jemaat;
b. Majelis Klasis; dan,
c. Majelis Sinode.

Pasal 16
(1) Untuk menunjang penyelenggaraan tugas panggilan gereja, dapat dibentuk
alat-alat kelengkapan pelayanan.
(2) Alat-alat kelengkapan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini, terdiri dari:

3
a. Majelis Pertimbangan Sinode
b. Badan Pengawas Perbendaharaan;
c. Yayasan;
d. Departemen;
e. Komisi;
f. Panitia;
g. Persekutuan Kategorial;
h. Persekutuan kelompok pelayanan pada aras Jemaat;
i. Pegawai;
j. Kostor; dan
i. anggota jemaat yang diberi tanggung jawab pelayanan.

BAB IX
KEANGGOTAAN

Pasal 17
(1) Keanggotaan GKST berbasis pada Jemaat.
(2) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, terdiri dari anggota
belum dibaptis, anggota baptis, dan anggota sidi.

BAB X
KEPEMIMPINAN

Pasal 18
(1) Kepemimpinan pada aras Jemaat bersifat kolektif/kolegial, diselenggarakan
oleh Majelis Jemaat.
(2) Kepemimpinan pada aras Klasis bersifat kolektif/kolegial, diselenggarakan
oleh Majelis Klasis.
(3) Kepemimpinan pada aras Sinode bersifat kolektif/kolegial, diselenggarakan
oleh Majelis Sinode.

Pasal 19
(1) Majelis Jemaat terdiri dari Penatua, Diaken, dan Pendeta, Penatua dan
Diaken dipilih dari dan oleh anggota sidi Jemaat.
(2) Pendeta Jemaat ditetapkan dengan surat keputusan Majelis Sinode.
(3) Ketua Majelis Klasis ditetapkan dengan surat keputusan Majelis Sinode.

Pasal 20
(1) Majelis Sinode dipilih dan ditetapkan dalam Sidang Sinode.
(2) Majelis Sinode terdiri dari 7 (tujuh) orang dari Pendeta dan/atau Penatua
dan/atau Diaken.

BAB XI
JABATAN GEREJAWI

Pasal 21
Jabatan gerejawi terdiri dari:
a. Penatua,
b. Diaken,
c. Pendeta.

Pasal 22
Jabatan Gerejawi diterima melalui pengurapan.

BAB XII
SIDANG DAN RAPAT

Pasal 23
(1) Sidang terdiri dari:
a. Sidang Sinode;
b. Sidang Sinode Antara; dan
c. Sidang Sinode Istimewa.

4
(2) Rapat terdiri dari:
a. rapat di aras Jemaat;
b. rapat di aras Klasis; dan
c. rapat di aras Sinode.

BAB XIII
PERSEKUTUAN KATEGORIAL

Pasal 24
(1) Persekutuan Kategorial dibentuk berdasarkan kategori jenis kelamin dan
usia.
(2) Persekutuan Kategorial terdiri dari:
a. Persekutuan Perempuan GKST;
b. Persekutuan Bapak GKST;
c. Persekutuan Pemuda GKST;
d. Persekutuan Remaja GKST;
e. Persekutuan Anak GKST; dan
f. Persekutuan Lanjut Usia GKST.

Pasal 25
(1) Persekutuan Kategorial sebagaimana dimaksud pada pasal 24 ayat (2) pasal
ini, dipimpin oleh pengurus masing-masing di aras Jemaat, aras Klasis, dan
aras Sinode.
(2) Persekutuan Kategorial Lanjut Usia, pengurus hanya terdapat di aras
Jemaat.

BAB XIV
HARTA MILIK

Pasal 26
(1) GKST mempunyai harta milik yang terdiri dari uang, surat berharga, barang
bergerak dan tidak bergerak, serta kekayaan intelektual.
(2) Harta milik GKST wajib dikelola dengan tertib, berdaya guna, berhasil guna,
terbuka, dan bertanggung jawab.

Pasal 27
(1) Untuk menunjang penyelenggaraan seluruh urusan rumah tangganya,
Jemaat mempunyai harta milik atas nama GKST.
(2) Pengalihan hak atas harta milik Jemaat khususnya barang tidak bergerak,
hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Majelis Sinode.

BAB XV
PEMBINAAN WARGA GEREJA

Pasal 28
Pembinaan Warga Gereja diselenggarakan secara teratur, terpadu, menyeluruh, dan
berkelanjutan.

Pasal 29
Pembinaan warga gereja bertujuan:
a. Membangun warga gereja agar memahami dan melaksanakan ajaran gereja,
b. Melindungi warga gereja dari pengaruh ajaran-ajaran sesat,
c. Memberi pemahaman tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

BAB XVI
HUBUNGAN EKUMENIS

Pasal 30
Gereja Kristen Sulawesi Tengah mengupayakan, menyelenggarakan dan memelihara
hubungan ekumenis dengan gereja-gereja lain sebagai kesaksian akan keesaan
gereja Yesus Kristus.

5
Pasal 31
Hubungan oikumenis sebagaimana dimaksud pada pasal 37, meliputi gereja-gereja
di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional.

BAB XVII
HUBUNGAN GEREJA DAN NEGARA

Pasal 32
GKST menerima dan mengakui sepenuhnya Pancasila sebagai Dasar Negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pasal 33
GKST berperan aktif mendukung pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

BAB XVIII
KETENTUAN PERUBAHAN

Pasal 34
(1) Perubahan Tata Dasar dilakukan melalui Sidang Sinode dan atau Sidang
Sinode Istimewa.
(2) Untuk dapat mengubah Tata Dasar, Sidang Sinode dan atau Sidang Sinode
Istimewa harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu
dari jumlah peserta yang memiliki hak suara.

BAB XIX
PENUTUP

Pasal 35
(1) Pelaksanaan Tata Dasar GKST diatur lebih lanjut dalam Tata Laksana.
(2) Dengan berlakunya Tata Dasar ini, maka Tata Dasar GKST Tahun 2014
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Tata Dasar ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan :
Pada Tanggal :

6
TATA LAKSANA
BAB I
HAKIKAT DAN WUJUD

Bagian Pertama
JEMAAT

Pasal 1
Pengertian
Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu wilayah tertentu.

Pasal 2
Tahapan Pembentukan Jemaat
Pembentukan Jemaat melalui tahapan kelompok kebaktian

Pasal 3
Kelompok Kebaktian
(1) Kelompok Kebaktian adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil untuk
mewujudkan misi Allah melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan di
suatu wilayah tertentu yang diarahkan untuk menjadi Jemaat.
(2) Syarat-syarat kelompok kebaktian:
a. Terdapat kurang lebih 10 (sepuluh) Kepala Keluarga dan atau 20 (dua
puluh) anggota sidi dari Jemaat yang membentuknya.
b. Ada tempat kebaktian yang tetap
c. Telah menyelenggarakan kebaktian secara teratur sekurang-
kurangnya sekali seminggu.
d. Ada sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota sidi yang bersedia dan
memenuhi syarat menjadi pengurus Kelompok Kebaktian.
(3) Kelompok Kebaktian ditetapkan oleh Majelis Jemaat dari Jemaat yang
membentuknya dan diresmikan dalam suatu Ibadah Jemaat.
(4) Dalam rangka koordinasi pelayanan, Majelis Jemaat melaporkan keberadaan
Kelompok Kebaktian yang baru kepada Majelis Klasis dan Majelis Sinode.

Pasal 4
Pembentukan Jemaat
Syarat pembentukan Jemaat:
a. Terdapat sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) Kepala Keluarga dan
atau 60 (enam puluh) anggota sidi yang menghendaki pembentukan
Jemaat.
b. Mampu membiayai sebagian besar atau keseluruhan kebutuhan
pelayanan.
c. Terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang yang bersedia dan
memenuhi syarat menjadi Majelis Jemaat.
d. Sudah melaksanakan Ibadah Minggu dan Ibadah lainnya secara
teratur.
e. Pembentukan Jemaat telah mendapat persetujuan melalui Rapat Jemaat
dan diusulkan kepada Majelis Klasis.
f. Majelis Klasis melakukan studi kelayakan pembentukan jemaat dan
hasilnya diteruskan kepada Majelis Sinode.
g. Pembentukan Jemaat ditetapkan dengan Surat Keputusan Majelis
Sinode serta dilaporkan pada Sidang Sinode.
h. Syarat pembentukan Jemaat sebagaimana dimaksud dalam butir a dan
b tidak berlaku bagi daerah Pekabaran Injil Khusus.
i. Pembentukan jemaat di perusahaan dan atau lembaga lain diatur
dengan Nota Kesepahaman.

Pasal 5
Pemekaran Jemaat
(1) Jemaat dapat dimekarkan untuk kepentingan pelayanan.

7
(2) Syarat:
a. Terdapat kurang lebih 50 (lima puluh) Kepala Keluarga dan atau 100
(seratus) anggota sidi yang menghendaki pemekaran Jemaat.
b. Telah memiliki tempat ibadah yang tetap.
c. Mampu membiayai keseluruhan kebutuhan pelayanan.
d. Pemekaran Jemaat telah mendapat persetujuan melalui Rapat Jemaat
dan diusulkan kepada Majelis Klasis.
e. Majelis Klasis melakukan studi kelayakan pemekaran jemaat dan
hasilnya diteruskan kepada Majelis Sinode.
f. Studi kelayakan yang dimaksud ayat 2 butir e pasal ini diatur oleh
Peraturan Majelis Sinode.
g. Pemekaran Jemaat ditetapkan dengan Surat Keputusan Majelis Sinode
serta dilaporkan pada Sidang Sinode.

Pasal 6
Penggabungan Jemaat
(1) Jemaat dapat digabungkan untuk kepentingan pelayanan.
(2) Syarat:
a. Penggabungan Jemaat telah mendapat persetujuan melalui Rapat
Jemaat dan diusulkan kepada Majelis Klasis.
b. Majelis Klasis melakukan studi kelayakan penggabungan jemaat dan
hasilnya diteruskan kepada Majelis Sinode.
c. Studi kelayakan yang dimaksud ayat 2 butir b pasal ini diatur oleh
Peraturan Majelis Sinode.
d. Penggabungan Jemaat ditetapkan dengan Surat Keputusan Majelis
Sinode serta dilaporkan pada Sidang Sinode.

Bagian Kedua
KLASIS

Pasal 7
Pengertian Klasis
(1) Klasis adalah perhimpunan jemaat yang dipanggil untuk mewujudkan misi
Allah melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu wilayah tertentu.
(2) Klasis terdiri dari sekurang-kurangnya 6 (enam) Jemaat dan sebanyak-
banyaknya 15 (lima belas) Jemaat.

Pasal 8
Pembentukan dan atau Pemekaran Klasis
(1) Majelis Sinode melakukan studi kelayakan tentang pembentukan dan/atau
pemekaran Klasis.
(2) Studi kelayakan yang dimaksud ayat 1 pasal ini diatur oleh Peraturan Majelis
Sinode.
(3) Pembentukan dan atau pemekaran klasis disahkan dan ditetapkan dengan
Surat Keputusan Majelis Sinode dan dilaporkan pada Sidang Sinode.

Bagian Ketiga
SINODE

Pasal 9
(1) Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan kesaksian dan pelayanan
jemaat-jemaat dan klasis-klasis secara partisipatif dan dinamis dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
(2) Sinode dipimpin oleh Majelis Sinode.

Bagian Keempat
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 10
Jemaat
Nama dan tempat kedudukan Jemaat diputuskan oleh Rapat Jemaat dan
ditetapkan oleh Majelis Sinode dan dilaporkan pada Sidang Sinode

8
Pasal 11
Klasis
Nama dan tempat kedudukan Klasis diputuskan oleh Rapat Klasis dan
ditetapkan oleh Majelis Sinode dan dilaporkan pada Sidang Sinode.

Pasal 12
Sinode
Nama dan Tempat kedudukan Sinode:
a. Nama: Gereja Kristen Sulawesi Tengah, disingkat GKST.
b. Tempat kedudukan: di Tentena, Kecamatan Pamona Puselemba,
Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.

Bagian Kelima
LOGO GKST

Pasal 13
(1) Logo GKST adalah sebagai berikut:

(2) Arti dan makna:


a. Lingkaran melambangkan persekutuan warga gereja.
b. Alkitab terbuka melambangkan Pemberitaan Firman Allah dalam
tuntunan Roh Kudus.
c. Salib melambangkan karya penyelamatan oleh Yesus Kristus
d. Lilin yang menyala melambangkan pelayanan gereja.
e. Warna biru melambangkan pengharapan dan keteguhan Iman.
f. Warna putih melambangkan kekudusan dan kesucian
(3) Cap Gereja Kristen Sulawesi Tengah menggunakan Logo GKST:
a. Dalam lingkaran pertama bagian luar ditulis Gereja Kristen Sulawesi
Tengah (disingkat GKST)
b. Dalam lingkaran kedua bagian dalam tertulis nama lembaga pengguna
di lingkup GKST.

BAB II
PENGAKUAN DAN AJARAN

Bagian Pertama
Pengakuan Iman Dan Ajaran

Pasal 14
Pengakuan Iman
(1) GKST mengaku imannya bahwa Yesus Kristus adalah:
a. Tuhan dan Juruselamat dunia, sumber kebenaran dan hidup.
b. Kepala gereja yang mendirikan gereja dan yang memanggil gereja untuk
hidup dalam iman dan misinya.
(2) GKST mengakui imannya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
adalah Firman Allah yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi
kehidupan gereja.
(3) GKST dalam persekutuan dengan gereja Tuhan Yesus Kristus di segala abad
dan tempat menerima pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea-
Konstantinopel, dan Pengakuan Athanasius.
(4) GKST dalam ikatan tradisi reformasi menerima Katekismus Heidelberg.
(5) GKST dalam persekutuan dengan gereja-gereja di Indonesia, menerima
Pemahaman Bersama Iman Kristen dari Persekutuan Gereja-Gereja di
Indonesia.
9
(6) GKST dapat merumuskan Pengakuan Imannya sendiri yang disahkan oleh
Sidang Sinode.

Pasal 15
Ajaran
(1) Berpedoman pada Pengakuan Iman sebagaimana tercantum dalam Tata
Dasar Bab VI yang dijabarkan dalam Tata Laksana Bab II Pasal 12, GKST
merumuskan ajarannya sebagai berikut:
a. Allah yang diimani oleh GKST adalah Allah Yang Esa dalam
ketritunggalan Bapa, Anak dan Roh Kudus.
b. Allah Bapa adalah pencipta dan Pemelihara langit, bumi dan segala
isinya.
c. Yesus Kristus Anak Allah yang tunggal adalah Tuhan dan Juruselamat
dunia.
(2) Roh Kudus sebagai Penolong dan Penghibur.
(3) Isi pengajaran GKST yang disebut pada ayat (1) pasal ini, tercantum dalam:
(4) Buku-buku katekisasi yang diterima oleh GKST antara lain:
a. Katekismus Heidelberg, Berjalan Bersama dan Katekisasi Sidi GKST.
b. Buku-buku pedoman pengajaran Sekolah Minggu dan Remaja yang
diterbitkan oleh GKST.
c. Buku-buku lainnya yang direkomendasikan oleh Majelis Sinode.

Bagian Kedua
SAKRAMEN BAPTISAN KUDUS

Pasal 16
Sakramen dilaksanakan oleh pelayan khusus Pendeta.

Pasal 17
Baptisan Kudus Dewasa
(1) Baptisan Kudus dewasa adalah Baptisan Kudus yang diberikan kepada orang
yang telah mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamatnya.
(2) Syarat calon baptisan:
a. Telah menyelesaikan katekisasi.
b. Jika ada orang yang telah menyelesaikan katekisasi di gereja lain yang
mempunyai perbedaan ajaran dengan GKST, ia perlu diperlengkapi
dengan penjelasan tentang pokok-pokok ajaran yang berbeda itu dan
pengenalan akan GKST.
c. Ditetapkan layak oleh Majelis Jemaat setelah mengikuti percakapan
gerejawi yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat berkenaan dengan
pemahaman dan penghayatan imannya.

Pasal 18
Baptisan Kudus Anak
(1) Baptisan Kudus anak adalah Baptisan Kudus yang diberikan kepada anak
berdasarkan pengakuan percaya orang tua/walinya yang sah.
(2) Syarat.
a. Calon berusia dibawah 15 tahun
b. Kedua atau salah satu orang tua/walinya yang sah adalah anggota sidi
dari Jemaat yang bersangkutan dan tidak sedang dalam pelayanan
Penggembalaan Khusus
c. Jika salah satu orang tua/walinya belum menjadi anggota sidi, orang
tua/wali yang bersangkutan wajib membuat pernyataan persetujuan
secara tertulis yang ditandatangani diatas materai dan diserahkan
pada Majelis Jemaat.
d. Orang tua/walinya dinyatakan layak oleh Majelis Jemaat setelah
mengikuti percakapan gerejawi yang diselenggarakan oleh Majelis
Jemaat berkenaan dengan pemahaman dan penghayatan imannya.
e. Persyaratan dan pelayanan Baptisan Anak di wilayah Pekabaran Injil
diatur oleh pelayan khusus Pendeta di wilayah itu.

10
Pasal 19
Baptisan Kudus atas Permohonan Jemaat dan atau Gereja Lain
Majelis Jemaat dapat melaksanakan Baptisan Kudus atas permohonan Jemaat
atau gereja lain dengan prosedur sebagai berikut:
a. Majelis Jemaat menerima surat permohonan dari Majelis/Pimpinan
Jemaat/Gereja pemohon.
b. Majelis Jemaat melaksanakan Baptisan Kudus dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku.
c. Majelis Jemaat memberikan surat Baptisan Kudus.
d. Majelis Jemaat memberitahukan secara tertulis kepada
Majelis/Pimpinan Jemaat/Gereja pemohon tentang pelaksanaan
Baptisan Kudus tersebut.

Pasal 20
Pelaksanaan Baptisan Kudus bagi warga GKST hanya satu kali seumur hidup.

Bagian Ketiga
SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS

Pasal 21
Perjamuan Kudus
(1) Perjamuan Kudus yang dilaksanakan di GKST adalah:
a. Perjamuan Kudus Jumat Agung.
b. Perjamuan Kudus Oikumene/HUT PGI.
c. Perjamuan Kudus sedunia.
d. Perjamuan Kudus akhir tahun.
e. Perjamuan Kudus HUT GKST
f. Perjamuan Kudus yang dilakukan dalam persidangan gereja.
(2) Yang diperkenankan ikut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus adalah
anggota sidi gereja yang tidak sedang dalam pelayanan Penggembalaan
Khusus.
(3) Majelis Jemaat mewartakan waktu penyelenggaraan Perjamuan Kudus
kepada anggota Jemaat sebanyak satu sampai tiga kali pada ibadah hari
minggu sebelum pelaksanaannya.
(4) Mempersiapkan anggota Jemaat memahami dan menghayati arti Perjamuan
Kudus dalam hidup mereka.
(5) Perjamuan Kudus menggunakan roti dan air anggur.
(6) Perjamuan Kudus bagi mereka yang karena sakit dan atau karena
keterbatasan fisik dapat dilaksanakan ditempat yang bersangkutan pada hari
yang ditetapkan.
(7) Perjamuan Kudus dilayani oleh pelayan khusus Pendeta dengan dibantu oleh
pelayan khusus Penatua dan Diaken.

BAB III
TUGAS PANGGILAN GEREJA

Bagian Pertama
PERSEKUTUAN

Pasal 22
Ibadah
Ibadah adalah persekutuan warga Jemaat untuk menyembah dan mewujudkan
persekutuan dengan Allah yang dilaksanakan sebagai jawaban percaya terhadap
berkat dan karya penyelamatan Allah.

Pasal 23
Kegiatan Ibadah
(1) Ibadah Minggu.
Ibadah Minggu adalah Ibadah Jemaat yang diselenggarakan pada hari
Minggu yang terdiri dari:
a. Ibadah Umum;
b. Ibadah anak;

11
c. Ibadah Remaja.
(2) Ibadah Keluarga.
a. Ibadah Kelompok Pelayanan/Evanglisasi;
b. Ibadah Syukur Keluarga,
(3) Ibadah Hari Raya Gerejawi,
Ibadah Hari Raya Gerejawi didasarkan pada penetapan hari-hari raya
gerejawi, yaitu: Natal, Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus
Kristus, Pentakosta dan Tahun Baru.
(4) Ibadah-ibadah lainnya:
a. Ibadah Penghiburan dan atau Pemakaman;
b. Ibadah Pengucapan Syukur Jemaat dilaksanakan bersama dengan
perayaannya dan memperhatikan konteks jemaat setempat;
c. Ibadah Pentahbisan Rumah Ibadah;
d. Ibadah Pengurapan Pelayan Khusus;
e. Ibadah Peneguhan Sidi/Pernikahan;
f. Ibadah Penetapan Majelis Sinode dan Badan-Badan Pelayan;
g. Ibadah Emeritasi;
h. Ibadah Kategorial;
i. Ibadah Hari Raya Nasional;
j. Ibadah Pekan Keluarga;
k. Ibadah Pekan Penginjilan.
(5) Ibadah-ibadah lainnya yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat, Majelis Klasis
dan Majelis Sinode.

Pasal 24
Penanggungjawab Dan Penyelenggara
(1) Jemaat
a. Majelis Jemaat adalah penanggung jawab atas seluruh ibadah yang
diselenggarakan dalam Jemaatnya;
b. Majelis Jemaat berkewajiban untuk menyelenggarakan Ibadah
Minggu, Ibadah pada hari-hari raya gerejawi, ibadah Keluarga dan
ibadah lain sesuai dengan kebutuhan.
c. Majelis Jemaat dapat mengadakan pertukaran pelayan Ibadah dengan
gereja lain yang seasas dengan GKST.
d. Badan-Badan Pelayan Jemaat dapat menyelenggarakan ibadah yang
berhubungan dengan tugas pelayanannya.
(2) Klasis
a. Majelis Klasis dapat menyelenggarakan Ibadah dalam rangka
persidangan-persidangan gerejawinya di aras Klasis.
b. Badan Pelayanan di aras Klasis dapat menyelenggarakan ibadah yang
berhubungan dengan tugas pelayanannya.
(3) Sinode.
a. Majelis Sinode dapat menyelenggarakan ibadah dalam rangka
persidangan-persidangan gerejawinya di aras Sinode.
b. Badan Pelayanan di aras Sinode dapat menyelenggarakan ibadah yang
berhubungan dengan tugas pelayanannya.

Pasal 25
Perangkat Ibadah
(1) Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
(2) Buku Nyanyian dan Tata Ibadah yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.
(3) Alat-alat Sakramen untuk Ibadah Sakramen.

Bagian Kedua
KESAKSIAN

Pasal 26
Pekabaran Injil
(1) Pekabaran Injil secara umum dipahami sebagai tugas panggilan gereja untuk
memberitakan anugerah keselamatan dari Allah Bapa yang oleh Anak-Nya
Yesus Kristus telah menebus dosa manusia melalui sengsara dan

12
kematianNya di kayu salib. Berita ini harus disampaikan sampai ke ujung
bumi dan kepada segala mahluk.
(2) Dalam kerangka tugas dan panggilan itu, GKST sejak berdirinya dan sampai
saat ini masih diperhadapkan dengan kenyataan bahwa di wilayah
pelayanannya masih terdapat kelompok-kelompok masyarakat terpencil dan
belum mengenal Injil Kristus sebagaimana masyarakat pada umumnya di
negeri ini. Karena itu GKST secara partikular memahami Pekabaran Injil
merupakan tugas dan panggilannya di tengah-tengah masyarakat terpencil
dan belum mengenal agama tersebut; dan wilayah pemukiman itu disebut
Wilayah Pekabaran Injil Khusus (Wilayah PIK).
(3) Pelaksana:
a. Tugas Pekabaran Injil merupakan panggilan bagi semua warga gereja.
Karena itu seluruh Jemaat GKST bertanggung jawab penuh menopang
program Pekabaran Injil secara moral, spiritual dan material, melalui
Pekan Penginjilan dan Program-program PI lainnya.
b. Untuk tugas Pekabaran Injil (PI) di wilayah Pekabaran Injil Khusus
(PIK), GKST mengutus tenaga Penginjil yang berstatus Pendeta.
c. Dalam hal di tempat di mana persekutuan orang percaya mulai
terbentuk, ditempatkan seorang kader Pekabaran Injil, setelah
sebelumnya melalui proses pembinaan yang berstatus Penatua untuk
membina, memelihara bahkan mengembangkannya di bawah
bimbingan Pendeta yang menginjil di wilayah itu.
d. Kader Pekabaran Injil sebagaimana dimaksud pada butir c, diberi
insentif/tunjangan setiap bulan oleh Kas Sinode.
e. Dalam hal persekutuan itu berkembang dan ditetapkan sebagai
Jemaat, GKST mengutus dan menempatkan seorang tenaga pelayan
yang berstatus Pendeta sebagai Ketua Majelis Jemaat.
f. Apabila tenaga pelayan yang berstatus Pendeta belum tersedia, maka
seorang Penatua di Jemaat bersangkutan dapat dipilih dan ditetapkan
sebagai Ketua Majelis Jemaat dengan Surat Keputusan Majelis Sinode
GKST.
g. Di Jemaat-Jemaat yang berada di wilayah PIK dapat ditempatkan
tenaga pelayan yang berstatus Pendeta lebih dari satu orang untuk
bersama-sama dan berbagi tugas melaksanakan tugas Pekabaran Injil
di seputar wilayah itu.
h. Menyadari bahwa tugas Pekabaran Injil merupakan tugas bersama
gereja Tuhan di muka bumi dan dalam semangat keesaan Tubuh
Kristus, maka dalam pelaksanaan tugas dan panggilannya GKST perlu
menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga gerejawi lainnya.
i. Dalam hal peningkatan taraf hidup masyarakat di wilayah PIK, GKST
perlu menjalin kerja sama dengan pihak pemerintah dan lembaga
sosial lainnya.

Bagian Ketiga
PELAYANAN

Pasal 27
Katekisasi
(1) Katekisasi adalah pelayanan pendidikan iman dan pengajaran gerejawi
tentang pokok-pokok Iman Kristen untuk mempersiapkan katekisan menjadi
anggota sidi yang memahami dan melaksanakan tugas panggilannya dalam
kehidupannya secara utuh.
(2) Pelaksanaan Katekisasi
a. Katekisasi wajib dilaksanakan di aras Jemaat dalam tanggung jawab
Majelis Jemaat.
b. Katekisasi dilayani oleh Pendeta Jemaat dan atau pelayan khusus
lainnya yang ditunjuk oleh Majelis Jemaat.
c. Katekisasi berlangsung sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun yang
diselenggarakan minimal setiap Minggu sekali dengan menggunakan
buku katekisasi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.
d. Bagi kasus-kasus tertentu di mana calon tidak dapat mengikuti
katekisasi menurut waktu yang ditentukan, Majelis Jemaat dapat

13
menentukan lama penyelenggaraaan dan menyesuaikan bahan
katekisasinya.

Pasal 28
Peneguhan Sidi
(1) Peneguhan sidi adalah pengukuhan seseorang menjadi warga gereja dewasa
berdasarkan pengakuannya akan kepercayaannya kepada Allah Bapa, Yesus
Kristus dan Roh Kudus serta janji keikutsertaannya dalam pelaksanaan karya
keselamatan Allah.
(2) Pengakuan dan janji sidi baru diikrarkan di hadapan Allah dalam
persekutuan ibadah Jemaat.
(3) Syarat calon:
a. Telah menerima Baptisan Kudus anak kecuali yang akan menerima
Baptisan Kudus Dewasa.
b. Telah mengikuti dan menyelesaikan katekisasi.
c. Katekisan dapat diteguhkan sidi apabila telah berusia 17 tahun.
d. Jika ada orang yang katekisasinya diselesaikan di gereja lain yang
mempunyai perbedaan ajaran dengan GKST, ia perlu diperlengkapi
dengan penjelasan tentang pokok-pokok ajaran yang berbeda itu dan
pengenalan akan GKST.
e. Dinyatakan layak oleh Majelis Jemaat setelah mengikuti percakapan
gerejawi yang diselenggarakan oleh Majelis Jemaat berkenaan dengan
pemahaman dan penghayatan imannya.
(4) Permohonan peneguhan sidi dari anggota baptis GKST yang telah
menyelesaikan katekisasi di gereja lain yang seasas dapat dilayani apabila
telah menyerahkan surat keterangan telah menyelesaikan katekisasi dari
gereja lain yang dimaksud.
(5) Permohonan peneguhan sidi dari anggota gereja lain dapat dilayani apabila
telah menyerahkan surat keterangan telah menyelesaikan katekisasi dari
gereja atau jemaat asal.
(6) Peneguhan sidi bagi penyandang disabilitas diatur dalam Peraturan GKST.

Pasal 29
Perkawinan
(1) Perkawinan gerejawi adalah persekutuan seumur hidup seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang seiman untuk menjadi pasangan suami istri dalam
ikatan perjanjian, yang bersifat monogamis berdasarkan kasih dan kesetiaan
di hadapan Allah dan Jemaat.
(2) Pemberkatan dan Peneguhan Perkawinan Gerejawi dilaksanakan melalui
Ibadah yang dipimpin oleh pelayan khusus Pendeta dengan menggunakan
Tata Ibadah Perkawinan GKST dan dilaksanakan di gedung gereja dan/atau
tempat yang ditentukan oleh Majelis Jemaat setempat.
(3) Syarat:
a. Calon mempelai adalah anggota sidi yang tidak sedang dalam
Penggembalaan Khusus gereja;
b. Calon mempelai telah mengikuti katekisasi pra-nikah dan persiapan
perkawinan gerejawi yang dilaksanakan oleh Majelis Jemaat
berdasarkan panduan katekisasi pra-nikah yang diterbitkan oleh
Majelis Sinode GKST;
c. Calon mempelai telah mendapatkan surat keterangan atau bukti
pendaftaran dari kantor catatan sipil yang menyatakan bahwa
pasangan tersebut memenuhi syarat untuk dicatat pernikahannya.
d. Perkawinan gerejawi dilaksanakan dalam ibadah Jemaat oleh Pelayan
khusus Pendeta dengan mempergunakan tata ibadah khusus yang
ditetapkan oleh Majelis Sinode.
(4) Hal-hal lain tentang perkawinan diatur dalam Peraturan GKST.

Pasal 30
Pemakaman
(1) Sebagai penghormatan bagi orang yang meninggal dunia, GKST melakukan
pemakaman jenazah.

14
(2) Pemakaman jenazah anggota-anggota Gereja, dilakukan dalam suatu ibadah
yang dipimpin oleh pelayan khusus melalui pengaturan Majelis Jemaat
dengan menggunakan Tata Ibadah yang disahkan oleh Sinode.
(3) Bagi para pelayan khusus aktif, tidak aktif, gembala angkat dan pendeta
emeritus yang meninggal, jenazahnya dapat disemayamkan sejenak di gedung
gereja berdasarkan persetujuan keluarga dengan menggunakan tata ibadah
persemayaman.
(4) Ibadah pemakaman pendeta dan pendeta emeritus dapat dilaksanakan di
gedung gereja atas persetujuan keluarga dengan menggunakan tata ibadah
pemakaman khusus pendeta.

Bagian Keempat
PENGGEMBALAAN

Pasal 31
(1) Penggembalaan adalah pelayanan yang dilakukan di dalam kasih untuk
mendukung, membimbing, memulihkan dan mendamaikan, agar warga
Jemaat baik secara individual maupun komunal, hidup dalam damai
sejahtera dan taat kepada Allah.
(2) Penggembalaan dilakukan dalam hubungan interaktif antar individu, antara
individu dengan kelompok/lembaga, dan antar kelompok/lembaga, dalam
lingkup Jemaat, Klasis dan Sinode.
(3) Penggembalaan pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap anggota
Jemaat baik individual maupun komunal.
(4) GKST melaksanakan dua jenis penggembalaan yaitu:
4.1. Penggembalaan Umum
Penggembalaan umum adalah penggembalaan yang dilakukan terus
menerus melalui Ibadah, perkunjungan dan percakapan pastoral,
surat penggembalaan, kunjungan kerja dan bentuk-bentuk
penggembalaan lainnya.
4.2. Penggembalaan Khusus
a. Penggembalaan Khusus dilakukan terhadap anggota baptis,
anggota sidi dan pejabat gerejawi yang perilaku hidupnya dan atau
paham pengajarannya bertentangan dengan ajaran GKST dan
menjadi batu sandungan bagi orang lain, agar ia menyesal dan
mohon pengampunan dari Tuhan serta bertobat.
b. Penggembalaan Khusus terhadap pejabat gerejawi dilaksanakan
kepada pejabat gerejawi yang menganut dan mengajarkan ajaran
yang bertentangan dengan ajaran GKST, menyalahgunakan
jabatannya dan menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam
Jemaat.

Pasal 32
Jenis Penggembalaan Khusus Dan Sanksi
(1) Penggembalaan khusus bagi anggota baptis;
(2) Penggembalaan khusus bagi anggota sidi;
(3) Penggembalaan khusus bagi Penatua atau Diaken;
(4) Penggembalaan khusus bagi Pendeta;
(5) Penggembalaan khusus bagi personalia alat kelengkapan pelayanan.

Pasal 33
Pelaksanaan Penggembalaan Khusus
Hal-hal teknis penggembalaan khusus dan tahapan pelaksanaannya diatur dalam
Peraturan Sinode.

15
BAB IV
KEANGGOTAAN GEREJA

Bagian Pertama
Keanggotaan

Pasal 34
Anggota Baptis
(1) Anggota baptis adalah warga GKST yang telah menerima Baptisan Kudus.
(2) Tanggung jawab
Secara perorangan maupun bersama-sama melaksanakan misi gereja yaitu
mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan pelayanan.
(3) Hak
a. Mendapatkan penggembalaan;
b. Menerima pelayanan Peneguhan Sidi.

Pasal 35
Anggota Sidi
(1) Anggota sidi adalah warga GKST yang telah mengikuti katekisasi sidi dan telah
diteguhkan sebagai anggota sidi gereja.
(2) Tanggung jawab:
a. Secara perorangan maupun bersama-sama melaksanakan misi gereja
yaitu mewujudkan persekutuan serta melaksanakan kesaksian dan
pelayanan.
b. Secara perorangan maupun bersama-sama melaksanakan
pembangunan Jemaat, pembangunan Klasis, dan pembangunan
Sinode dengan berperan aktif dalam proses- proses pengambilan
keputusan, penyusunan, pelaksanaan evaluasi program kerja dan
anggaran Jemaat serta Klasis dan Sinode melalui keterwakilan;
(3) Hak:
a. Mendapatkan penggembalaan
b. Menerima pelayanan Sakramen
c. Menerima pelayanan peneguhan dan pemberkatan perkawinan
d. Memilih pejabat gerejawi dan dipilih menjadi pejabat gerejawi
e. Menjadi anggota pengurus Badan Pelayanan Jemaat, Klasis dan
Sinode.

Pasal 36
Anggota Yang Belum Dibaptis
(1) Anggota yang belum dibaptis adalah anggota keluarga warga GKST
(2) Hak:
a. Mendapatkan penggembalaan
b. Mendapatkan pelayanan Sakramen Baptisan Kudus.

Pasal 37
Perpindahan Anggota Antar Jemaat GKST
(1) Anggota Jemaat yang akan pindah ke Jemaat lain harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat setempat dengan berpedomankan
pada formulir permohonan yang telah ditetapkan oleh Majelis Sinode.
(2) Majelis Jemaat memberikan surat atestasi kepada yang bersangkutan
dengan tembusan kepada Jemaat yang menerima.
(3) Majelis Jemaat asal:
a. Mewartakan kepindahan anggota Jemaat tersebut dalam warta
Jemaat.
b. Mencatat kepindahan tersebut dalam buku induk anggota GKST.
(4) Majelis Jemaat penerima:
a. Mewartakan masuknya anggota baru dalam warta Jemaat.
b. Mencatat keanggotaannya dalam buku Induk Anggota GKST.
c. Memberitahukan tentang penerimaan anggota tersebut kepada
Majelis Jemaat asal.

16
Pasal 38
Perpindahan Anggota GKST Ke Gereja Lain
(1) Anggota yang akan pindah ke Gereja lain, harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Majelis Jemaat setempat.
(2) Majelis Jemaat yang menerima permohonan tersebut memberikan surat
atestasi kepada anggota Jemaat yang bermohon dengan tembusan surat
kepada Majelis Jemaat gereja penerima.
(3) Majelis Jemaat mewartakan kepindahan anggota tersebut pada warta Jemaat
dan mencatat kepindahannya dalam Buku Induk Anggota GKST.
(4) Anggota Jemaat yang akan pindah pada gereja lain yang tidak seasas dengan
GKST, hendaknya Majelis Jemaat melakukan percakapan Gerejawi, yang
garis besarnya meliputi:
a. Dasar dan Motivasi kepindahan keanggotan gereja.
b. Pokok-pokok pengajaran dari Gereja yang dituju.
c. Hal-hal yang dianggap perlu dipercakapkan.
(5) Jika anggota tersebut tetap menyatakan keinginan untuk pindah, Majelis
Jemaat memberikan surat keterangan pindah.

Pasal 39
Perpindahan Anggota dari Gereja Lain ke GKST
(1) Anggota yang berasal dari Gereja lain seajaran dengan GKST dapat diterima
menjadi anggota berdasarkan surat keterangan pindah (atestasi) dari gereja
asal.
(1) Majelis Jemaat GKST, melakukan percakapan dengan calon anggota yang
meliputi:
a. Dasar dan motivasi kepindahan keanggotaan Gereja.
b. Pokok-pokok pengajaran GKST dan Tata Gereja GKST.
c. Hak dan Kewajiban sebagai anggota GKST.
(2) Mewartakan masuknya anggota baru dalam warta Jemaat dan mencatat
kepindahannya dalam buku Induk Anggota GKST.
(3) Menyampaikan/memberitahukan tentang penerimaan anggota tersebut
kepada Majelis Jemaat Gereja asal.
(4) Jika calon anggota yang tidak memperoleh surat keterangan pindah dari
Jemaat/Gereja asalnya, ia harus mengajukan surat permohonan pindah
kepada Majelis Jemaat/Pimpinan Gerejanya sekali lagi dengan tembusan
kepada Majelis Jemaat yang dituju.
(5) Jika dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan ia belum memperoleh jawaban
dari Majelis Jemaat/Pimpinan gerejanya, ia harus mengajukan surat
permohonan menjadi anggota kepada Majelis Jemaat yang dituju dengan
melampirkan salinan permohonan pindah yang telah dikirim kepada Majelis
Jemaat/pimpinan gerejanya dan salinan Surat Baptisan dan Surat Sidi
dengan tembusan kepada Majelis Jemaat/Pimpinan gerejanya.
(6) Majelis Jemaat mengirimkan surat pemberitahuan kepada Majelis
Jemaat/Pimpinan Gereja pemohon tentang keinginan anggotanya untuk
pindah keanggotaan ke GKST, dengan melampirkan salinan surat
permohonan pindah keanggotaan dan surat permohonan pindah keanggotaan
kepada Majelis Jemaat/Pimpinan gerejanya.
(7) Jika dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan Majelis Jemaat belum
memperoleh jawaban dari Majelis Jemaat/Pimpinan Gereja tersebut,
penerimaan anggota baru tersebut dilakukan sebagaimana diatur dalam ayat
(2), (3), (4), (5), dan (6) pasal ini.
(8) Jika calon anggota telah menerima Baptisan/Sidi tetapi tidak dapat
menunjukkan surat Baptis atau Sidinya:
a. Majelis Jemaat membutuhkan saksi yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk menguatkan kebenaran tentang
Baptisan dan Sidi calon anggota tersebut.
b. Penerimaan anggota tersebut dilakukan sebagaimana diatur dalam
ayat (2), (3), (4) dan (5) pasal ini.
(9) Anggota yang berasal dari gereja lain atau aliran Kristen yang tidak
melaksanakan Baptisan dan tidak mempunyai pengakuan iman yang sama
dengan GKST, maka yang bersangkutan harus dibaptis.

17
Pasal 40
Kepindahan Anggota GKST Ke Agama Lain
(1) Jika ada anggota GKST yang pindah ke agama atau kepercayaan lain, maka
Majelis Jemaat melakukan percakapan penggembalaan.
(2) Jika percakapan penggembalaan itu:
2.1. Membawa hasil dan yang bersangkutan menyatakan ingin kembali
menjadi anggota GKST, Majelis Jemaat melaksanakan pembaharuan
pengakuan percayanya dalam suatu Ibadah Minggu, dengan
menggunakan liturgi yang ditetapkan oleh Majelis Sinode.
2.2 Tidak membawa hasil dan anggota tersebut sudah menyatakan ingin
menjadi pemeluk agama atau kepercayaan yang lain, Majelis Jemaat
mencatat dalam Buku Induk Anggota GKST bahwa yang bersangkutan
telah pindah agama.
2.3. Jikalau kemudian hari anggota yang pindah agama atau kepercayaan
tersebut menyatakan ingin kembali menjadi anggota GKST, ia harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Jemaat. Selanjutnya
Majelis Jemaat melakukan :
2.3.1. Percakapan gerejawi dengan yang bersangkutan meliputi :
a. Dasar dan Motivasi kembali menjadi anggota GKST.
b. Pokok-pokok pengajaran GKST dan Tata Gereja GKST.
c. Tanggung Jawab dan hak sebagai anggota GKST.
d. Hal-hal yang lain dalam kehidupan bergereja.
2.3.2. Melaksanakan pembaharuan pengakuan percaya yang
bersangkutan dalam kebaktian Minggu dengan
mempergunakan formulir liturgi yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
2.3.3. Mencatat dalam Buku Induk Anggota GKST bahwa yang
bersangkutan telah kembali menjadi anggota GKST dan
disampaikan penerimaannya kembali sebagai anggota GKST
dalam warta Jemaat.
(3) Jika ada anggota GKST yang pindah agama lain karena perkawinan, oleh
Majelis Jemaat tidak melaksanakan ibadah persiapan perkawinan dan ibadah
syukur bagi yang bersangkutan.

Pasal 41
Berakhirnya Keanggotaan
Keanggotaan GKST berakhir apabila:
a. Mendapat surat atestasi untuk menjadi anggota gereja di luar GKST
karena berpindah tempat atau alasan lain.
b. Yang bersangkutan menyatakan diri keluar dari GKST beralih ke
agama atau kepercayaan lain.
c. Yang bersangkutan dikeluarkan dari keanggotaan GKST karena tidak
mengakui lagi Pengajaran Iman GKST.
d. Meninggal dunia.

BAB V
JABATAN GEREJAWI

Bagian Pertama
Jabatan Gerejawi

Pasal 42
Lingkup Pelaksanaan Tugas
Penatua, Diaken dan Pendeta melaksanakan tugas mereka secara bersama (kolektif)
dan atau sendiri-sendiri (individu) :
a. Di aras Jemaat, dalam kerangka pelayanan dan kesaksian Jemaat.
b. Di aras Klasis, dalam kerangka pelayanan dan kesaksian Klasis.
c. Di aras Sinode, dalam kerangka pelayanan dan kesaksian Sinode.

Pasal 43
Kepemimpinan Pejabat Gerejawi
Untuk Pelaksanaan kepemimpinan oleh pejabat gerejawi:

18
a. Di aras Jemaat melalui Majelis Jemaat.
b. Di aras Klasis melalui Majelis Klasis.
c. Di aras Sinode melalui Majelis Sinode.

Pasal 44
Rahasia Jabatan
(1) Rahasia jabatan adalah sikap etis Pejabat Gerejawi berkenaan dengan
rahasia pribadi seseorang atau lembaga.
(2) Rahasia Jabatan berlaku seumur hidup.

Bagian Kedua
Penatua

Pasal 45
Penatua Dan Tugasnya
(1) Penatua adalah anggota sidi GKST yang oleh karena kebutuhan pelayanan
gereja di tengah-tengah persekutuan Jemaat setempat, dipanggil dan diutus
oleh Allah melalui gerejaNya (GKST) dengan pengurapan berdasarkan
keterpilihannya untuk masa jabatan tertentu, mengemban tugas membantu
pelayanan Pemberitaan Firman serta penggembalaan. Seorang Penatua tetap
menjalankan profesinya sehari-hari dan jabatan serta pelaksanaan tugas
tersebut hanya berlaku untuk jangka waktu yang telah ditetapkan.
(2) Tugas Penatua:
a. Menjadi teladan, pembimbing dan pendorong bagi anggota gereja dalam
pertumbuhan kedewasaan iman dan hidup yang mencerminkan
semangat untuk bersaksi, bersekutu dan melayani.
b. Bersama-sama dengan Pendeta bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan Pemberitaan Firman Tuhan di setiap ibadah Jemaat
setempat.
c. Bersama-sama dengan Pendeta bertanggung jawab menjaga
kewibawaan Firman Allah.
d. Bersama-sama dengan Pendeta bertanggung jawab memelihara
kehidupan beriman Jemaat.
e. Bersama-sama dengan Pendeta bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan Penggembalaan.
f. Bersama-sama dengan Pendeta bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan katekisasi dan pembinaan warga gereja.

Pasal 46
Syarat-Syarat Penatua
(1) Berusia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun ketika dicalonkan.
(2) Telah menjadi anggota Jemaat setempat sekurang-kurangnya satu tahun.
(3) Anggota sidi gereja yang bukan pelayan khusus pendeta.
(4) Bersedia melaksanakan tugas pelayanan sebagai Penatua.
(5) Bersedia dan sanggup memegang rahasia jabatan.
(6) Bersedia dan sanggup bekerja sama dengan orang lain dalam kegiatan
pelayanan dan kesaksian Jemaat setempat.
(7) Suami atau isterinya tidak sedang dalam Penggembalaan Khusus.
(8) Terpilih lalu diurapi dan ditetapkan dalam ibadah Jemaat.

Pasal 47
Pemilihan Dan Pengurapan Penatua
(1) Yang berhak memilih dan dipilih adalah warga sidi Jemaat setempat.
(2) Pelaksana pemilihan Penatua adalah Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Majelis Jemaat setempat.
(3) Cara pemilihan:
3.1. Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken menyampaikan rencana
kegiatan pemilihan Penatua melalui warta Jemaat dalam ibadah hari
Minggu 3 (tiga) kali hari Minggu berturut-turut bersamaan dengan itu
disampaikan syarat-syarat Penatua sebagaimana diatur dalam pasal
45 dan jumlah Penatua yang dibutuhkan.

19
3.2. Kegiatan pemilihan mulai dilakukan dengan menyediakan formulir
dan membagikannya kepada anggota-anggota Jemaat untuk diisi oleh
anggota Jemaat dengan nama-nama bakal calon Penatua yang
dikehendakinya, kemudian dikumpulkan oleh Panitia atau
dimasukkan ke dalam kotak pemilihan pada hari Minggu yang telah
ditetapkan.
3.3. Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken menulis nama bakal calon yang
terjaring pada formulir baru untuk dibagikan lagi kepada anggota-
anggota Jemaat. Anggota Jemaat memilih calonnya dari bakal calon
yang ada, sesudah itu mengembalikan formulir yang telah diisi kepada
Panitia pemilihan dan atau memasukkannya ke dalam kotak pemilihan
pada ibadah hari Minggu yang telah ditetapkan.
3.4. Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken mengumpulkan nama calon
Penatua dari formulir yang masuk untuk memilih calon tetap sesuai
urutan terbanyak dengan perhitungan 2 (dua) kali jumlah yang
diperlukan.
3.5. Nama-nama calon tetap Penatua disampaikan kepada anggota-anggota
Jemaat melalui formulir untuk dipilih sebanyak jumlah Penatua yang
dibutuhkan. Setelah itu formulir yang telah diisi dibawa dan
dimasukkan ke dalam kotak pemilihan yang tersedia dalam ibadah
Jemaat hari Minggu.
3.6. Penentuan Jumlah Penatua di setiap jemaat sudah harus
memperhitungkan Penatua Tugas Khusus yang dipilih oleh masing-
masing Persekutuan kategorial Bapak, Perempuan dan Pemuda.
3.7. Selesai Ibadah hari Minggu dimintakan kerelaan anggota Jemaat
menyaksikan perhitungan akhir pemilihan Penatua.
(4) Pengurapan Penatua
4.1. Sebelum Pengurapan Penatua dilaksanakan, Majelis Jemaat
mengadakan pembekalan kepada Penatua terpilih dengan memberikan
materi :
a. Pemahaman tentang gereja (Eklesiologi),
b. Pemahaman tentang arti jabatan dan tugas Penatua,
c. Pemahaman tentang Tata Gereja GKST
4.2. Pengurapan Penatua dilaksanakan dalam Ibadah Jemaat hari Minggu
dipimpin oleh Pendeta Jemaat setempat atau Pendeta lain yang
ditunjuk oleh Majelis Jemaat dengan menggunakan Tata Ibadah
Pengurapan Penatua yang disahkan dan ditetapkan oleh Sinode GKST.

Pasal 48
Masa Pelayanan Penatua
(1) Masa pelayanan Penatua 5 (lima) tahun.
(2) Bilamana masih sangat dibutuhkan seorang Penatua dapat dipilih dan
diurapi kembali untuk satu kali masa pelayanan. Sesudah itu ia tidak dapat
dipilih lagi sebagai penatua atau penatua dengan tugas khusus atau diaken
kecuali setelah jedah waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa
pelayanan.
(3) Bagi Jemaat di bawah 30 kepala keluarga dan sumber daya manusia terbatas
dapat melebihi dua periode pelayanan sebagaimana diatur pada ayat (2) pasal
ini.

Pasal 49
Penatua Dengan Tugas Khusus
(1) Penatua dengan tugas khusus adalah:
a. Penatua yang terpilih menjadi Majelis Sinode;
b. Penatua yang terpilih menjadi Majelis Klasis;
c. Ketua Pengurus Persekutuan Kategorial Bapak, Perempuan, dan
Pemuda.
(3) Seorang Penatua yang karena keterpilihannya menjadi Majelis Sinode atau
Majelis Klasis maka yang bersangkutan digantikan oleh penatua pengganti
antar waktu dengan memperhatikan daftar urut suara terbanyak dalam proses
pemilihan penatua.

20
(4) Penatua yang dimaksud dalam ayat (1.c) pasal ini, tidak dapat dipilih menjadi
anggota Pengurus Harian Majelis Jemaat.
(5) Bila terjadi hal yang sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini, yang
mengakibatkan terganggunya pelayanan di Jemaat, penggantiannya dapat
diatur oleh Majelis Jemaat setempat dengan memperhatikan hasil akhir
pemilihan Penatua untuk masa pelayanan yang sedang berjalan.

Pasal 50
Berhentinya Penatua
(1) Penatua dengan sendirinya akan berhenti dari jabatannya apabila:
a. Masa pelayanannya telah berakhir.
b. Pindah ke Jemaat lain.
c. Mengundurkan diri.
d. Berhalangan tetap
e. Meninggal dunia.
(2) Penatua diberhentikan dari jabatannya apabila:
a. Pengajarannya menyimpang dari pengakuan iman dan ajaran/dogma
yang dianut oleh GKST.
b. Dikenakan pelayanan Penggembalaan Khusus.
(3) Pemberhentian seorang Penatua sebagaimana tercantum dalam ayat (2) pasal
ini, diputuskan oleh Majelis Jemaat dan disampaikan melalui warta Jemaat
dalam ibadah hari Minggu.

Bagian Ketiga
Diaken

Pasal 51
Diaken Dan Tugasnya
(1) Diaken adalah warga sidi GKST yang oleh karena kebutuhan pelayanan gereja
di tengah-tengah persekutuan Jemaat setempat, dipanggil dan diutus oleh
Allah melalui gerejaNya (GKST) dengan pengurapan berdasarkan
keterpilihannya untuk masa jabatan tertentu, mengemban tugas
melaksanakan pelayanan kasih, menyatakan kepedulian kepada warga
Jemaat yang membutuhkan. Seorang Diaken tetap menjalankan profesinya
sehari-hari dan jabatan serta pelaksanaan tugas tersebut hanya berlaku
untuk jangka waktu yang telah ditetapkan.
(2) Tugas Diaken:
2.1. Memberi perhatian dan pelayanan kasih kepada warga Jemaat yang
mengalami pergumulan hidup yang disebabkan oleh berbagai macam
hal antara lain:
a. Sakit jasmani dan rohani.
b. Yatim-piatu, janda, duda dan lanjut usia yang tidak ada orang yang
mengurusnya, terpenjara dan Miskin.
2.2. Bersama-sama dengan Penatua, mengatur keperluan untuk pelayanan
Sakramen.
2.3. Bersama-sama dengan Pendeta, melaksanakan pendampingan
Pastoral bagi warga Jemaat yang dipandang membutuhkan.

Pasal 52
Syarat-Syarat Diaken
(1) Berusia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun ketika dicalonkan.
(2) Telah menjadi anggota Jemaat setempat sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun.
(3) Anggota sidi gereja yang bukan pelayan khusus pendeta.
(4) Bersedia melaksanakan tugas pelayanan sebagai Diaken
(5) Bersedia dan sanggup memegang rahasia jabatan.
(6) Bersedia dan sanggup bekerja sama dengan orang lain dalam kegiatan
pelayanan dan kesaksian Jemaat setempat.
(7) Suami atau isterinya tidak menjadi batu sandungan bagi Jemaat.
(8) Terpilih lalu diurapi dan ditetapkan dalam ibadah Jemaat.

21
Pasal 53
Pemilihan Dan Pengurapan Diaken
(1) Yang berhak memilih dan dipilih adalah warga sidi Jemaat setempat.
(2) Pelaksana pemilihan Diaken adalah Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Majelis Jemaat setempat.
(3) Cara pemilihan:
3.1. Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken menyampaikan rencana
kegiatan pemilihan Diaken melalui warta Jemaat dalam ibadah hari
Minggu 3 (tiga) kali hari Minggu berturut-turut) bersamaan dengan itu
disampaikan syarat-syarat Diaken sebagaimana diatur dalam pasal 51
dan jumlah Diaken yang dibutuhkan.
3.2. Kegiatan pemilihan mulai dilakukan dengan menyediakan formulir
dan membagikannya kepada anggota-anggota Jemaat untuk diisi oleh
anggota Jemaat dengan nama-nama bakal calon Diaken yang
dikehendakinya, kemudian dikumpulkan oleh Panitia atau
dimasukkan ke dalam kotak pemilihan pada hari Minggu yang telah
ditetapkan.
3.3. Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken menulis nama bakal calon yang
terjaring pada formulir baru untuk dibagikan lagi kepada anggota-
anggota Jemaat. Anggota Jemaat memilih calonnya dari bakal calon
yang ada, sesudah itu mengembalikan formulir yang telah diisi kepada
Panitia pemilihan dan atau memasukkannya ke dalam kotak pemilihan
pada ibadah hari Minggu yang telah ditetapkan.
3.4. Panitia Pemilihan Penatua dan Diaken mengumpulkan nama calon
Diaken dari formulir yang masuk untuk memilih calon tetap sesuai
urutan terbanyak dengan perhitungan 2 (dua) kali jumlah yang
diperlukan.
3.5. Nama-nama calon tetap Diaken disampaikan kepada anggota Jemaat
melalui formulir untuk dipilih sebanyak jumlah Diaken yang
dibutuhkan. Setelah itu formulir yang telah diisi dibawa dan
dimasukkan ke dalam kotak pemilihan yang tersedia dalam ibadah
Jemaat hari Minggu.
3.6. Selesai ibadah hari Minggu dimintakan kerelaan anggota Jemaat
menyaksikan perhitungan akhir pemilihan Diaken.
(4) Pengurapan Diaken.
4.1. Sebelum Pengurapan Diaken dilaksanakan, Majelis Jemaat
mengadakan pembekalan kepada Diaken terpilih dengan memberikan
materi :
a. Pemahaman tentang gereja (Eklesiologi),
b. Pemahaman tentang arti jabatan dan tugas Diaken,
c. Pemahaman tentang tata gereja GKST.
4.2. Pengurapan Diaken dilaksanakan dalam ibadah Jemaat hari Minggu
dipimpin oleh Pendeta Jemaat setempat atau Pendeta lain yang
ditunjuk oleh Majelis Jemaat dengan menggunakan Tata Ibadah
Pengurapan Penatua/Diaken yang disahkan dan ditetapkan oleh
Sinode GKST.

Pasal 54
Masa Pelayanan Diaken
(1) Masa pelayanan Diaken 5 (lima) tahun.
(2) Bilamana masih sangat dibutuhkan seorang Diaken dapat dipilih dan diurapi
kembali untuk satu kali masa pelayanan. Sesudah itu ia tidak dapat dipilih
lagi sebagai diaken atau penatua atau penatua dengan tugas khusus kecuali
setelah jeda waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa pelayanan.
(3) Bagi Jemaat di bawah 30 kepala keluarga dan sumber daya manusia terbatas
dapat melebihi dua periode pelayanan sebagaimana diatur pada ayat (2) pasal
ini.

Pasal 55
Diaken Dengan Tugas Khusus
(1) Diaken dengan tugas khusus adalah:
a. Diaken yang terpilih menjadi Majelis Sinode;

22
b. Diaken yang terpilih menjadi Majelis Klasis.
(2) Seorang Diaken yang karena keterpilihannya sebagaimana ayat (1) pasal ini
maka yang bersangkutan digantikan oleh diaken pengganti antar waktu
dengan memperhatikan daftar urut suara terbanyak dalam proses pemilihan
diaken.

Pasal 56
Berhentinya Diaken
(1) Diaken dengan sendirinya akan berhenti dari jabatannya apabila:
a. Masa pelayanannya telah berakhir.
b. Pindah ke Jemaat lain.
c. Mengundurkan diri.
d. Berhalangan tetap
e. Meninggal dunia.
(2) Diaken diberhentikan dari jabatannya apabila:
a. Pengajarannya menyimpang dari pengakuan iman dan ajaran/dogma
yang dianut oleh GKST.
b. Dikenakan pelayanan Penggembalaan Khusus.
(3) Pemberhentian seorang Diaken sebagaimana tercantum pada ayat (2) pasal
ini, diputuskan oleh Majelis Jemaat dan disampaikan melalui warta Jemaat
dalam ibadah hari minggu.

Bagian Keempat
Pendeta

Pasal 57
Pendeta dan Tugasnya
(1) Pendeta adalah anggota sidi GKST yang oleh karena kebutuhan pelayanan
gereja, dipanggil dan diutus oleh Allah melalui gerejaNya (GKST) dengan
pengurapan untuk mengemban tugas melayani Pemberitaan Firman dan
Sakramen serta penggembalaan di tengah-tengah persekutuan Jemaat secara
penuh waktu. Jabatan Pendeta disandang seumur hidup kecuali jabatan
Pendetanya ditanggalkan.
(2) Pendeta menyerahkan seluruh hidup dan pengabdiannya bagi pelaksanaan
tugas kepemimpinan dan kepelayanan gereja, karena itu ia diberi jaminan
hidup sepenuhnya oleh Jemaat melalui Majelis Jemaat.
(3) Dalam kerangka Pembinaan, Pertumbuhan Iman dan Pembangunan
Jemaat/gereja maka tugas Pendeta:
a. Melaksanakan Pemberitaan Firman Allah,
b. Melayankan Sakramen-Sakramen,
c. Melayani Ibadah-Ibadah dalam Jemaat
d. Menyampaikan berkat Tuhan dengan penumpangan tangan.
e. Mengurapi/meneguhkan Pendeta, Penatua dan Diaken dengan
penumpangan tangan.
f. Melaksanakan Peneguhan dan Pemberkatan Perkawinan dengan
penumpangan tangan.
g. Melaksanakan Penggembalaan terutama menangani masalah-masalah
khusus.
h. Melaksanakan Pendidikan dan Pembinaan terutama katekisasi.
i. Memperhatikan dan menjaga ajaran yang berkembang agar sesuai
Firman Tuhan dan ajaran GKST.
j. Bertanggung jawab terhadap pendampingan pastoral bagi warga
Jemaat yang dipandang membutuhkan.

Pasal 58
Syarat Menjadi Pendeta
(1) Telah menyelesaikan Pendidikan Teologi minimal Strata Satu (S1) pada
Sekolah Tinggi Teologi atau Perguruan Tinggi Teologi yang diasuh dan atau
diakui oleh GKST,
(2) Membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai tentang
kesediaan ditempatkan sesuai kebutuhan pelayanan GKST.
(3) Lulus ujian kelayakan yang dilaksanakan oleh Majelis Sinode,

23
(4) Menjalani masa vikariat dan dinyatakan lulus oleh Majelis Sinode,
(5) Sehat Jasmani dan Rohani,
(6) Bagi yang sudah menikah, suami atau istrinya tidak sedang dalam
Penggembalaan Khusus.
(7) Diurapi sebagai Pendeta.

Pasal 59
Pengurapan Pendeta
(1) Pengurapan Pendeta dapat dilaksanakan setelah yang bersangkutan
menjalani masa vikariat minimal 2 (dua) tahun, dan dinyatakan lulus oleh
Majelis Sinode berdasarkan hasil evaluasi vikaris dan dengan memperhatikan
rekomendasi Majelis Jemaat setempat.
(2) Pengurapan Pendeta:
a. Dilaksanakan dalam Ibadah Jemaat hari Minggu di Jemaat yang
ditunjuk oleh Majelis Sinode dan dipimpin oleh Majelis Sinode dengan
menggunakan Tata Ibadah Pengurapan Pendeta yang
disahkan/ditetapkan oleh Sinode GKST.
b. Dilaksanakan dengan cara penumpangan tangan oleh Pendeta yang
melayani bersama para Pendeta yang hadir dalam ibadah itu.
(3) Majelis Sinode menerbitkan dan menyerahkan Surat Kesaksian Pengurapan
Pendeta kepada Pendeta Baru.

Pasal 60
Penugasan Dan Penempatan Pendeta
(1) Pendeta GKST ditempatkan di Jemaat GKST dan atau di Jemaat gereja lain
sebagai tenaga utusan gerejawi.
(2) Pendeta GKST dapat juga ditugaskan di aras Klasis, Sinode, Yayasan,
Lembaga Pendidikan dan Perguruan Tinggi GKST dan atau di luar GKST, di
lembaga-lembaga oikumenis di tingkat regional, nasional, internasional
untuk menjalankan tugas khusus.
(3) Penugasan dan penempatan seorang Pendeta diputuskan dalam rapat
Majelis Sinode dengan mempertimbangkan usulan Majelis Klasis.
(4) Majelis Sinode GKST mengeluarkan Surat Keputusan Penugasan.
(5) Periode Penempatan Pendeta di Jemaat 5 (lima) tahun dan tidak dapat
diperpanjang.
(6) Penempatan Pendeta pada jemaat di satu klasis maksimal dua masa
pelayanan berturut-turut dan tidak dapat diperpanjang.
(7) Masa Penugasan Pendeta pada Badan-Badan Pelayanan tertentu aras sinode
maksimal 2 (dua) masa pelayanan kecuali yang ditugaskan di lembaga
pendidikan dan perguruan tinggi.
(8) Penugasan Pendeta pada badan-badan pelayanan aras sinode tidak dapat
dipilih dalam jabatan di aras klasis dan jemaat.
(9) Jaminan hidup Pendeta GKST ditanggung sepenuhnya oleh Jemaat dan/atau
Sinode sesuai dengan Tata Gereja.
(10) Jaminan hidup Tenaga Utusan Gereja di luar GKST sebagaimana
dimaksudkan ayat (1) pasal ini, ditanggung sepenuhnya oleh
Gereja/lembaga penerima.

Pasal 61
Mutasi Pendeta
(1) Mutasi Pendeta adalah perpindahan dari satu tempat pelayanan ke tempat
pelayanan lainnya yang diatur oleh Majelis Sinode.
(2) Mutasi Pendeta antar Jemaat sebelum waktu sebagaimana diatur dalam pasal
59 ayat (5) adalah kewenangan Majelis Sinode karena kebutuhan pelayanan.
(3) Bagi Pendeta yang sudah berusia 58 tahun, dapat diperpanjang masa
penugasannya di jemaat setempat sampai memasuki saat pensiun.

Pasal 62
Pemberhentian Tugas Pendeta Dari Jabatan Struktural
(1) Pemberhentian tugas Pendeta dari jabatan struktural adalah pemberhentian
secara permanen.

24
(2) Pendeta diberhentikan dari jabatan struktural sebagai pegawai gereja
karena:
a. Telah memasuki masa pensiun,
b. Atas permintaan sendiri,
c. Berhalangan tetap,
d. Bekerja di luar lembaga/institusi GKST tanpa persetujuan Majelis
Sinode,
e. Meninggal dunia
f. Melakukan penyimpangan terhadap ajaran GKST.
g. Melakukan zinah, percabulan dan kekerasan seksual.
h. Melakukan korupsi dan perjudian.
i. Penyalahgunaan Narkoba.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2. a, b, c, d, e) diputuskan
dalam rapat Majelis Sinode.
(4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2. f, g, h, i) diputuskan
dalam rapat Majelis Sinode setelah melalui proses penggembalaan khusus.

Pasal 63
Emeritasi Pendeta
(1) Emeritasi Pendeta adalah penghargaan yang diberikan oleh gereja pada
seorang Pendeta yang setia dalam jabatannya sampai memasuki masa
pensiun sehingga yang bersangkutan tetap dapat menjalankan fungsinya
sebagai Pendeta di luar jabatan struktural jika diperlukan.
(2) Usia Pensiun Pendeta adalah 60 tahun dan atau pensiun dini karena
permintaan sendiri dan atau berhalangan tetap dan atau meninggal dunia.
(3) Enam bulan sebelum seorang Pendeta mencapai umur 60 tahun, Majelis
Sinode mengingatkan dan mempersiapkan Pendeta tersebut memasuki masa
persiapan pensiun.
(4) Emeritasi Pendeta dilaksanakan dalam Ibadah Jemaat oleh Majelis Sinode.
(5) Pendeta yang pensiun diberi uang pelepasan sebanyak tujuh kali gaji pokok
terakhir dan gaji pensiun sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(6) Bagi Pendeta yang ditugaskan oleh GKST sebagai dosen di perguruan tinggi:
a. Tetap pensiun sebagai pegawai gereja pada usia 60 tahun.
b. Status sebagai dosen diatur oleh perguruan tinggi yang bersangkutan
sesuai dengan Undang-undang Perguruan Tinggi dan statuta yang
berlaku.

Pasal 64
Pakaian Jabatan Pendeta
(1) Pakaian Jabatan Pendeta adalah Pakaian Liturgis yang digunakan pada saat
menjalankan tugas dan fungsi sebagai Pendeta.
(2) Pakaian Jabatan Pendeta terdiri dari:
a. Toga berwarna hitam dan Toga berwarna putih dengan kerah putih
(white collar) di depan leher serta stola.
b. Jas dengan kemeja hitam dan atau kemeja warna lain yang sesuai
warna liturgis dengan kerah putih di depan leher.
(3) Penggunaan pakaian jabatan pendeta diatur dalam Peraturan Gereja.

Pasal 65
Stola
(1) Stola adalah selempang kain sebagai dan digunakan saat bertugas dalam
ibadah.
(2) Bentuk dan penggunaan Stola diatur dalam Peraturan Gereja.

Pasal 66
Penanggalan Jabatan Pendeta
(1) Penanggalan jabatan Pendeta adalah pencabutan hak sebagai Pendeta secara
permanen.
(2) Penanggalan jabatan Pendeta dilaksanakan jika seorang Pendeta melakukan
pelanggaran berat.
(3) Penanggalan jabatan Pendeta dilakukan oleh Majelis Sinode dengan surat
keputusan.

25
Pasal 67
Rahasia Jabatan
(1) Rahasia jabatan adalah sikap etis pejabat gerejawi berkenaan dengan
penyimpanan rahasia pribadi seseorang atau semua hal yang menyangkut
pribadi seseorang, atau rahasia lain yang disepakati dalam persidangan
gerejawi untuk tidak disebarluaskan.
(2) Rahasia jabatan berlaku seumur hidup.

Bagian Kelima
Vikaris

Pasal 68
Pengertian
(1) Vikaris adalah seorang yang telah menyelesaikan pendidikan di sekolah
teologi anggota Persetia dan diakui oleh GKST yang dipersiapkan untuk
menjadi Pendeta.
(2) Sekolah teologi anggota Persetia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini adalah sekolah teologi yang seazas dengan ajaran yang diakui GKST dan
direkomendasikan oleh Majelis Sinode GKST.

Pasal 69
Maksud Dan Tujuan
(1) Maksud dilaksanakannya masa vikariat adalah untuk mempersiapkan para
vikaris menjadi pelayan khusus Pendeta.
(2) Tujuan dilaksanakannya masa vikariat adalah kesempatan melatih diri
meningkatkan kemampuan dan pemahaman para vikaris terhadap tugas dan
tanggung jawab pelayanan seorang Pendeta.

Pasal 70
Syarat-Syarat Vikaris
(1) Minimal berpendidikan strata 1 (satu) program studi teologi dengan Indeks
Prestasi Kumulatif minimal 3,00.
(2) Bagi yang berpendidikan strata 2 (dua) dan strata 3 (tiga) dengan Indeks
Prestasi Kumulatif minimal 3,50 dan memiliki jenjang keilmuan yang linear
dengan ayat 1 pada pasal ini.
(3) Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Majelis Sinode GKST.
(4) Sehat jasmani dan rohani dengan surat keterangan dokter.
(5) Anggota sidi jemaat GKST,
(6) Berumur maksimal 35 tahun.
(7) Menyerahkan salinan ijazah terakhir, surat baptis, dan surat sidi,
(8) Tidak sedang dalam Penggembalaan Khusus.
(9) Dinyatakan lulus test yang dilaksanakan oleh Majelis Sinode.,
(10) Membuat dan menyerahkan surat pernyataan tertulis bahwa bersedia
ditempatkan di seluruh wilayah pelayanan GKST.

Pasal 71
Masa dan Tempat Vikariat
(1) Masa vikariat adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang apabila Vikaris
yang bersangkutan dalam penilaian mentor bersama Majelis Sinode belum
memenuhi syarat untuk diurapi menjadi Pendeta.
(2) Tempat pelaksanaan masa vikariat adalah di salah satu Jemaat yang Ketua
Majelis Jemaatnya berstatus Pendeta.
(3) Majelis Sinode dapat memutasikan seorang vikaris ke Jemaat lain yang Ketua
Majelis Jemaatnya belum berstatus Pendeta setelah menjalani 1 (satu) tahun
masa vikariat.

Pasal 72
Tugas Dan Kewajiban Vikaris
(1) Tugas vikaris adalah:
a. Melaksanakan tugas-tugas pelayanan sesuai dengan program kerja
yang diatur oleh Majelis Jemaat.

26
b. Melaksanakan penugasan dari Majelis Sinode.
c. Melaksanakan penelitian untuk membangun dan mengembangkan
kehidupan Jemaat.
d. Membuat laporan kegiatan pelayanan setiap 6 (enam) bulan sekali
sesuai format yang disiapkan oleh dan disampaikan kepada Majelis
Sinode.
e. Mengikuti evaluasi vikaris yang dilaksanakan oleh Majelis Sinode
(2) Kewajiban vikaris adalah:
a. Melaksanakan peraturan dan ketentuan sesuai dengan tata gereja
GKST.
b. Selama menjalani masa vikariat, seorang vikaris tidak diperkenankan
kawin.

Pasal 73
Mentor
(1) Mentor vikaris adalah Majelis Sinode, Majelis Klasis dan Majelis Jemaat
setempat.
(2) Majelis Sinode sebagai mentor bertugas mempersiapkan, menetapkan
pembimbing, mengevaluasi dan memutuskan tindak lanjut pelaksanaan
vikariat.
(3) Majelis Klasis dan Majelis Jemaat setempat sebagai mentor bertugas
membimbing vikaris dengan cara:
a. Menjelaskan semua Peraturan dan Ketentuan yang berlaku di GKST.
b. Memperkenalkan Jemaat, masyarakat, tugas-tugas kesaksian dan
Pelayanan serta berbagai permasalahannya kepada vikaris.
c. Membina vikaris melalui penugasan dan penggembalaan.
d. Membuat laporan tersendiri tentang kepribadian dan tanggung jawab
vikaris dalam pelaksanaan masa vikariat untuk dikirimkan kepada
Majelis Sinode.

Pasal 74
Pembekalan
(1) vikaris yang dinyatakan lulus seleksi, wajib mengikuti pembekalan yang
dilaksanakan oleh Majelis Sinode dan atau departemen yang membidanginya.
(2) Pembekalan vikaris meliputi:
a. Pemahaman tentang GKST.
b. Pemahaman tentang Ajaran yang diakui GKST.
c. Pemahaman tentang Tata Gereja dan Peraturan GKST.
d. Pemahaman tentang Kode Etik Pegawai Gereja.
e. Pemahaman tentang Kepemimpinan, Program dan Administrasi Gereja
f. Orientasi konteks Jemaat dan Klasis tempat pelaksanaan masa
vikariat.
g. Pemahaman tentang Wawasan konteks lokal dalam perspektif global.
h. Penjelasan tentang Penyusunan Laporan Vikaris.

Pasal 75
Evaluasi
(1) Evaluasi vikaris merupakan bahan pertimbangan bagi Majelis Sinode untuk
menentukan kelanjutan pelaksanaan tugas vikariat dan atau layak tidaknya
menerima urapan Pendeta.
(2) Evaluasi vikaris wajib dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali.
(3) Evaluasi vikaris pada enam bulan pertama, minimal membahas:
a. Laporan tentang konteks jemaat tempat pelaksanaan masa vikariat.
b. Analisis Masalah-Masalah Pelayanan.
c. Pradaya kepribadian vikaris.
d. Rencana Tindak Lanjut kevikariatan enam bulan kedua.
(4) Evaluasi vikaris pada enam bulan kedua, minimal membahas:
a. Evaluasi Rencana Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d pasal ini.
b. Laporan perkembangan konteks jemaat.
c. Analisis Masalah-masalah pelayanan.

27
d. Pradaya perkembangan kepribadian dan pelayanan vikaris dengan
melibatkan mentor.
e. Evaluasi wawasan konteks lokal dalam perspektif global.
f. Refleksi dan Rencana Tindak lanjut kevikariatan enam bulan ketiga.
(5) Evaluasi vikaris pada enam bulan ketiga dilaksanakan di jemaat tempat
vikaris, minimal membahas:
a. Evaluasi Rencana Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf e pasal ini.
b. Laporan perkembangan konteks jemaat.
c. Analisis Masalah-masalah pelayanan.
d. Pradaya perkembangan kepribadian dan pelayanan vikaris dengan
melibatkan Majelis Jemaat dan Majelis Klasis setempat.
e. Evaluasi perkembangan wawasan konteks lokal dalam perspektif
global.
f. Refleksi dan Rencana Tindak lanjut kevikariatan enam bulan keempat.
(6) Evaluasi vikaris pada enam bulan terakhir, minimal membahas:
a. Evaluasi Rencana Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf e pasal ini.
b. Evaluasi perkembangan kepribadian, pelayanan dan wawasan vikaris.
c. Laporan akhir menyeluruh tentang konteks jemaat dan analisis
masalah-masalah pelayanan.
d. Refleksi Teologis dan Kontemplasi Panggilan Pelayanan.
e. Pradaya akhir dan evaluasi kelayakan pengurapan.

Pasal 76
Pengurapan
(1) Vikaris yang telah melaksanakan masa vikariatnya menurut ketentuan yang
diatur dalam peraturan ini, dapat dipertimbangkan oleh Majelis Sinode
berdasarkan rekomendasi mentor untuk menerima urapan Pendeta.
(2) Pengurapan vikaris dalam jabatan Pendeta dilaksanakan oleh Majelis Sinode
dalam suatu ibadah Jemaat dengan menggunakan tata ibadah pengurapan
Pendeta.
(3) Penempatan vikaris yang telah menerima urapan Pendeta diatur oleh Majelis
Sinode.

Pasal 77
Pembatalan Vikariat
(1) Pembatalan masa vikariat terhadap seorang vikaris dapat terjadi apabila:
a. Melanggar tata gereja dan kode etik pelayan gereja.
b. Mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST,
c. Berhalangan tetap,
d. Meninggal dunia,
(2) Pembatalan masa vikariat sebagaimana diatur dalam ayat 1 (satu) pasal ini
bersifat tetap.

Pasal 78
Gaji Vikaris
(1) Gaji vikaris ditanggung oleh Jemaat di mana ia ditugaskan.
(2) Pemberian Gaji vikaris tidak termasuk tunjangan keluarga.

Pasal 79
Hal-hal lain tentang vikaris yang belum diatur dalam Tata Laksana ini akan diatur
lebih lanjut dengan keputusan Majelis Sinode.

28
BAB VI
ALAT PERLENGKAPAN PELAYANAN

Bagian Kesatu
PIMPINAN JEMAAT

Pasal 80
Jemaat
(1) Pimpinan Jemaat adalah Majelis Jemaat
(2) Keanggotaan Majelis Jemaat terdiri dari Pendeta, Penatua, dan Diaken
(3) Ketua Majelis Jemaat adalah seorang Pendeta yang ditunjuk oleh Majelis
Sinode
(4) Komposisi Majelis Jemaat sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua,
seorang Sekretaris dan seorang Bendahara dan bertanggung jawab pada rapat
Jemaat.
(5) Bagi Jemaat yang memungkinkan dapat membentuk Pengurus Harian Majelis
Jemaat yang komposisi Personalianya disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan
(6) Pengurus harian Majelis Jemaat dipilih oleh Majelis Jemaat kecuali Ketua
Majelis Jemaat yang adalah Pendeta dan bertanggung jawab pada rapat
lengkap Majelis Jemaat.
(7) Pengurus Harian Majelis Jemaat dapat ditinjau sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun kecuali Ketua.
(8) Periode pelayanan Majelis Jemaat mengikuti periode pelayanan pejabat
gerejawi.
(9) Bagi Jemaat yang belum memiliki Pendeta, Ketua Jemaatnya dipilih dari salah
seorang anggota Majelis Jemaat dan ditetapkan dengan surat keputusan
Majelis Sinode.

Pasal 81
Tugas Majelis Jemaat
(1) Mengatur penyelenggaraan ibadah, Pemberitaan Firman Allah, pelayanan
Sakramen, diakonia, penggembalaan serta sarana yang dibutuhkan.
(2) Mengatur penyelenggaraan Persekutuan Kategorial dan Pendidikan Agama
Kristen di dalam Jemaat melalui Pendidikan Anak, Remaja, Pemuda, Bapak,
Perempuan, Pengajaran Katekisasi dan Pembinaan Warga Gereja.
(3) Menetapkan pembagian kerja dan koordinasi di antara para anggota Majelis
Jemaat.
(4) Menyelenggarakan Rapat Jemaat, Rapat Majelis Jemaat dan Rapat Kerja.
(5) Melaksanakan keputusan Rapat Jemaat, keputusan Rapat Klasis dan
keputusan Sidang Sinode
(6) Menyampaikan usul-usul kepada Majelis Sinode melalui Majelis Klasis.
(7) Menyelenggarakan administrasi umum, administrasi keuangan dan harta
milik Jemaat.
(8) Membina Jemaat untuk berperan serta dalam gerakan oikumene, kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(9) Melaksanakan pengawasan terhadap kemurnian ajaran gereja.
(10) Mengawasi pelaksanaan Tata Gereja, Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
(11) Mewakili Jemaat dalam hubungan oikumenis, hubungan dengan
pemerintah dan masyarakat umum.
(12) Menetapkan utusan Jemaat ke Rapat Klasis, dan Sidang Sinode.
(13) Menetapkan wakil atau utusan Jemaat menghadiri kegiatan bersama di aras
Klasis, aras Sinode dan kegiatan oikumenis.
(14) Mengatur pelaksanaan pemilihan Penatua dan Diaken.
(15) Mengangkat dan memberhentikan pegawai Jemaat
(16) Mengangkat dan memberhentikan Badan Pelayanan di aras Jemaat.
(17) Mengangkat dan memberhentikan Kostor.
(18) Mengatur pemenuhan kebutuhan hidup Pendeta Jemaat menurut peraturan
yang berlaku.
(19) Menatalayani keuangan dan harta milik Jemaat sesuai dengan
peruntukannya.

29
Pasal 82
Uraian Tugas Majelis Jemaat
(1) Tugas Ketua Majelis Jemaat adalah:
a. Sebagai penanggung jawab umum pelayanan di aras Jemaat,
b. Sebagai pemimpin Rapat Majelis Jemaat dan Rapat Kerja di aras
Jemaat,
c. Sebagai Pengguna Anggaran di Jemaat,
e. Bersama-sama dengan Sekretaris Jemaat bertanggung jawab dan
menandatangani administrasi umum,
f. Bersama-sama dengan Bendahara Jemaat bertanggungjawab dan
menandatangani administrasi keuangan,
g. Memberikan disposisi terhadap surat-surat masuk,
h. Apabila Ketua Majelis Jemaat berhalangan untuk sementara waktu,
maka tugasnya digantikan oleh wakil Ketua dan/atau salah seorang
anggota Majelis Jemaat yang ditunjuk oleh Majelis Jemaat.
i. Apabila Ketua Majelis Jemaat yang telah mengakhiri masa jabatannya
belum ada pengganti, maka tugasnya digantikan oleh Wakil Ketua
dan/atau salah seorang anggota Majelis Jemaat yang dipilih dari antara
Majelis Jemaat setempat sampai Majelis Sinode menetapkan Ketua
Majelis Jemaat yang baru.
(2) Tugas Sekretaris Majelis Jemaat:
a. Menyelenggarakan dan mengkoordinasikan penatalayanan
administrasi umum di aras Jemaat.
b. Sebagai Sekretaris rapat Majelis Jemaat, rapat Kerja di aras Jemaat
dan rapat Jemaat.
c. Sebagai verifikator keuangan Jemaat.
d. Bersama-sama Ketua bertanggungjawab dan menandatangani
administrasi umum.
e. Apabila Sekretaris Majelis Jemaat berhalangan untuk sementara
waktu, maka tugasnya dilaksanakan oleh Wakil Sekretaris dan atau
salah seorang anggota Majelis Jemaat yang ditunjuk oleh Majelis
Jemaat.
(3) Tugas Bendahara Majelis Jemaat:
a. Menyelenggarakan dan mengkoordinasikan penatalayan administrasi
keuangan dan harta milik Jemaat.
b. Sebagai pemegang kas di Jemaat.
c. Bersama-sama Ketua bertanggungjawab dan menandatangani
administrasi keuangan dan harta milik Jemaat.
d. Apabila Bendahara Majelis Jemaat berhalangan untuk sementara
waktu, maka tugasnya dilaksanakan oleh wakil Bendahara dan atau
salah seorang anggota Majelis Jemaat yang ditunjuk oleh Majelis
Jemaat.

Pasal 83
Tugas Pengurus Harian Majelis Jemaat
(1) Melaksanakan keputusan-keputusan Majelis Jemaat Lengkap.
(2) Menyelesaikan masalah-masalah yang membutuhkan penanganan segera
dan mempertanggungjawabkannya kepada Majelis Jemaat Lengkap.
(3) Melaksanakan pengelolaan sehari-hari semua kegiatan pelayanan Jemaat,
termasuk kegiatan di bidang administrasi, keuangan dan harta milik Jemaat.
(4) Mempersiapkan rapat-rapat di aras Jemaat.

Pasal 84
Rapat Majelis Jemaat Dan Rapat Kerja
(1) Rapat Majelis Jemaat:
a. Rapat Majelis Jemaat adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri
oleh Majelis Jemaat.
b. Rapat Majelis Jemaat diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali
dalam tiga bulan.
c. Rapat Majelis Jemaat disampaikan melalui undangan dan atau secara
lisan.
d. Pimpinan rapat adalah Ketua Majelis Jemaat.

30
e. Rapat Majelis Jemaat dapat dilaksanakan apabila dihadiri sekurang-
kurangnya setengah ditambah satu anggota Majelis Jemaat.
f. Pengambilan keputusan sedapat-dapatnya ditempuh dengan jalan
musyawarah/ mufakat. Pemungutan suara dapat dilaksanakan atas
persetujuan peserta rapat.
(2) Rapat Kerja:
a. Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri oleh
Majelis Jemaat dan Badan-Badan Pelayanan di aras Jemaat.
b. Apabila dipandang perlu, Majelis Jemaat dapat menyelenggarakan
rapat Kerja yang diperluas dengan menghadirkan undangan lainnya
sesuai kepentingannya.
(3) Rapat Pengurus Harian Majelis Jemaat:
a. Rapat Pengurus Harian Majelis Jemaat adalah rapat yang
diselenggarakan dan dihadiri oleh Pengurus Harian Majelis Jemaat.
b. Rapat Pengurus Harian Majelis Jemaat diselenggarakan sesuai
kebutuhan.

Pasal 85
Rapat Jemaat
(1) Rapat Jemaat adalah forum pengambilan keputusan tertinggi di aras Jemaat.
(2) Rapat Jemaat adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri oleh Majelis
Jemaat, Badan Pengawas Perbendaharaan Jemaat, Badan-Badan Pelayan di
aras Jemaat, seluruh anggota sidi Jemaat dan atau perwakilan kelompok
pelayanan serta undangan lainnya.
(3) Rapat Jemaat diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setahun di
awal tahun pelayanan.
(4) Penanggungjawab Rapat Jemaat adalah Majelis Jemaat.
(5) Rapat Jemaat dipimpin oleh Majelis Ketua yang berjumlah sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang yang diusulkan oleh Majelis Jemaat.
(6) Tugas Rapat Jemaat :
a. Mengevaluasi pelaksanaan program pelayanan tahun sebelumnya.
b. Menyusun dan menetapkan program pelayanan untuk tahun berjalan.
c. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat.
d. Memilih Badan Pengawas Perbendaharaan Jemaat di setiap awal
periode pelayanan

Bagian Kedua
PIMPINAN KLASIS

Pasal 86
Klasis
(1) Klasis dipimpin oleh Majelis Klasis.
(2) Majelis Klasis terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
(3) Ketua Majelis Klasis adalah seorang Pendeta yang diangkat dan ditetapkan
oleh Majelis Sinode dengan surat keputusan.
(4) Ketua Majelis Klasis dapat diangkat dan ditetapkan untuk untuk 2 (dua) masa
pelayanan di satu klasis dan dapat diangkat serta ditetapkan menjadi Ketua
Majelis Klasis di klasis lain pada periode berikutnya.
(5) Sekretaris dan Bendahara Klasis adalah Pendeta dan atau Penatua dan atau
Diaken yang dipilih dalam rapat Klasis.
(6) Gaji dan Tunjangan Ketua Majelis Klasis dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sinode.
(7) Tunjangan Sekretaris dan Bendahara Klasis dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Klasis.
(8) Sekretaris dan Bendahara Klasis hanya dapat dipilih untuk 2 (dua) masa
pelayanan.
(9) Masa pelayanan Majelis Klasis adalah 5 (lima) tahun.

31
Pasal 87
Tugas Majelis Klasis
(1) Memimpin dan mengkoordinir kegiatan pelayanan dan pembangunan yang
perlu dilakukan secara bersama oleh Jemaat se Klasis yang dituangkan
dalam program tahunan Klasis.
(2) Melaksanakan pengawasan terhadap kemurnian ajaran gereja.
(3) Mengawasi pelaksanaan Tata Gereja, Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
(4) Bertanggung jawab terhadap pengelolaan harta milik GKST di Klasis.
(5) Membantu Majelis Sinode mengawasi penyelenggaraan administrasi umum
dan keuangan Jemaat di wilayahnya.
(6) Mendampingi dan membantu penyelesaian permasalahan yang terjadi di
Jemaat dalam Klasis yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Jemaat yang
bersangkutan.
(7) Membentuk Panitia-Panitia sesuai kebutuhan pelayanan.
(8) Membina Pengurus Kategorial di aras Klasis.
(9) Melaksanakan dan mengawasi serta memberi arahan terhadap pelaksanaan
keputusan Rapat Klasis, Keputusan Rapat Majelis Sinode dan Keputusan
Sidang Sinode.
(10) Membina dan memelihara hubungan kemitraan dengan pemerintah dan
lembaga-lembaga sosial masyarakat.
(11) Mempersiapkan rencana acara serta bahan-bahan untuk pelaksanaan Rapat
Klasis.

Pasal 88
Rapat Majelis Klasis dan Rapat Kerja
(1) Rapat Majelis Klasis:
a. Rapat Majelis Klasis adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri
oleh Majelis Klasis.
b. Rapat Majelis Klasis diselenggarakan sesuai kebutuhan.
(2) Rapat Kerja:
a. Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri oleh
Majelis Klasis, Ketua Majelis Jemaat, Badan Pengawas Perbendaharaan
Klasis dan Ketua Pengurus Persekutuan Kategorial dan Badan-Badan
Pelayan di aras Klasis.
b. Apabila dipandang perlu, Majelis Klasis dapat menyelenggarakan rapat
Kerja yang diperluas dengan menghadirkan undangan lainnya sesuai
kepentingannya.

Pasal 89
Rapat Klasis
(1) Rapat Klasis diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Rapat Klasis diselenggarakan atas undangan Majelis Klasis.
(3) Rapat Klasis dipimpin oleh Majelis Ketua sebanyak 3 (tiga) orang yang
personalianya diusulkan oleh Majelis Klasis dan disahkan oleh rapat Klasis.
(4) Peserta Rapat Klasis ialah:
a. Majelis Klasis.
b. Ketua, Sekretaris dan Bendahara Jemaat.
c. Badan Pengawas Perbendaharaan Klasis.
d. Ketua, Sekretaris dan Bendahara Persekutuan Kategorial di aras Klasis.
e. Panitia-panitia di aras Klasis.
f. Undangan
(5) Sekretaris Rapat Klasis adalah Sekretaris Majelis Klasis.
(6) Keputusan Rapat Klasis diambil secara musyawarah untuk mufakat. Bila
musyawarah untuk mufakat tidak dicapai, maka dilakukan pemungutan
suara.
(7) Tugas Rapat Klasis
a. Mengevaluasi pelaksanaan keputusan rapat Klasis sebelumnya.
b. Menyusun dan menetapkan program kerja pelayanan dan
pembangunan Klasis.
c. Menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Klasis.
d. Memilih Sekretaris dan Bendahara Majelis Klasis di awal masa
pelayanan

32
e. Memilih Badan Pengawas Perbendaharaan Klasis di awal masa
pelayanan

Bagian Ketiga
PIMPINAN SINODE

Pasal 90
Sinode
(1) Sinode dipimpin oleh Majelis Sinode.
(2) Keanggotaan Majelis Sinode terdiri dari Pendeta dan atau Penatua dan atau
Diaken.
(3) Majelis Sinode terdiri dari Ketua Umum, Ketua I, Ketua II, Sekretaris Umum,
Sekretaris I, Sekretaris II, dan Bendahara yang bertugas penuh waktu.
(4) Majelis Sinode dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Sidang Sinode.
(5) Masa jabatan Majelis Sinode untuk 1 (satu) periode adalah 5 (lima) tahun.
(6) Seorang pelayan khusus di Majelis Sinode hanya dapat dipilih maksimal
untuk 2 (dua) kali masa jabatan.
(7) Syarat–syarat Majelis Sinode:
a. Anggota Majelis Sinode sekurang-kurangnya berpendidikan S1
b. Ketua Umum dan Sekretaris Umum Majelis Sinode adalah Pelayan
Khusus Pendeta yang adalah pegawai gereja aktif dengan masa kerja
sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dan pernah bertugas
sebagai Pendeta Jemaat di GKST.
c. Penatua/Diaken yang menjadi Majelis Sinode tidak sedang terikat kerja
pada lembaga lain.
d. Tidak sedang dikenakan Penggembalaan Khusus.
e. Tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.
f. Tidak sedang dalam proses studi/tugas belajar.
g. Bagi yang sudah menikah, suami atau istri yang bersangkutan tidak
sedang dalam Penggembalaan Khusus.
h. Sehat jasmani dan rohani.
i. Belum berusia 60 (enam puluh) tahun saat pemilihan.
(8) Seorang anggota Majelis Sinode dinyatakan berhenti apabila:
a. Menyimpang dari ajaran GKST
b. Melanggar ketentuan pada ayat (7) butir d) dan (e)
c. Dikenakan Penggembalaan Khusus.
d. Berhalangan tetap
e. Meninggal dunia
f. Berakhirnya masa jabatan.
g. Mengundurkan diri

Pasal 91
Tugas Dan Wewenang Majelis Sinode
(1) Majelis Sinode mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Penanggung jawab umum pelayanan secara sinodal.
b. Melaksanakan keputusan Sidang Sinode.
c. Mengawasi pelaksanaan Tata Gereja dan kemurnian ajaran GKST.
d. Mengawasi dan mengarahkan pelaksanaan keputusan Sidang Sinode
di semua aras pelayanan.
e. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode melalui rapat
kerja aras Sinode.
f. Membangun dan memelihara hubungan oikumenis.
g. Membangun dan memelihara hubungan lintas Agama.
h. Membangun dan memelihara hubungan dengan pemerintah dan
lembaga sosial kemasyarakatan demi kesejahteraan masyarakat.
i. Mengelola harta milik GKST di aras Sinode.
j. Mempersiapkan dan menyelenggarakan Sidang Sinode.
k. Menyusun laporan pertanggungjawaban untuk disampaikan pada
Sidang Sinode.
l. Mengundang peserta Sidang Sinode.
m. Mewakili GKST dalam masalah-masalah hukum baik di dalam maupun
di luar Pengadilan.

33
(3) Majelis Sinode mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Mengatur persiapan, pengurapan dan penempatan tenaga Pendeta.
b. Menerima, mengangkat dan memberhentikan; menempatkan dan
memutasikan pegawai gereja.
c. Membentuk Badan-Badan Pelayan di aras Sinode sesuai kebutuhan
d. Mengadakan rapat kerja dengan Badan Pengawas Perbendaharaan
Sinode, Majelis Klasis dan Badan-Badan Pelayanan aras Sinode.
e. Membuat surat keputusan sesuai peruntukannnya yang ditanda-
tangani oleh oleh Ketua dan Sekretaris.
f. Membuat uraian tugas Majelis Sinode dan Badan-Badan Pelayan.
g. Mengatur hal-hal khusus, darurat dan mendesak yang membutuhkan
keputusan Majelis Sinode.

Pasal 92
Rapat Majelis Sinode dan Rapat Kerja
(1) Rapat Majelis Sinode:
a. Rapat Majelis Sinode adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri
oleh Majelis Sinode.
b. Rapat Majelis Sinode diselenggarakan sesuai kebutuhan.
(2) Rapat Kerja:
a. Rapat Kerja adalah rapat yang diselenggarakan dan dihadiri oleh
Majelis Sinode, Badan Pengawas Perbendaharaan Sinode, Majelis
Klasis, dan Badan-Badan Pelayanan Aras Sinode.
b. Apabila dipandang perlu, Majelis Sinode dapat menyelenggarakan rapat
Kerja yang diperluas dengan menghadirkan undangan lainnya sesuai
kepentingannya.
c. Tugas Rapat Kerja:
1) membahas dan menetapkan program pelayanan pada tahun
berjalan.
2) membahas dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja
sinode pada tahun berjalan.
3) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan realisasi anggaran.
(3) Rapat kerja wajib dilaksanakan minimal dua kali dalam setahun.

Pasal 93
Sidang Sinode
(1) Sidang Sinode adalah forum pengambilan keputusan tertinggi Gereja Kristen
Sulawesi Tengah.
(2) Sidang Sinode terdiri dari:
a. Sidang Sinode yang dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali pada Bulan
Juni.
b. Sidang Sinode Istimewa dilaksanakan sesuai kebutuhan.
c. Sidang Sinode Antara dilaksanakan pada tahun ketiga periode berjalan.
d. Sidang Sinode dilaksanakan atas undangan Majelis Sinode.
e. Sidang Sinode dipimpin oleh Majelis Ketua yang terdiri dari 5 (lima)
orang, diusulkan oleh Majelis Sinode dan disetujui oleh peserta Sidang
Sinode.
(3) Penanggungjawab persidangan adalah Majelis Sinode.
(4) Sekretaris persidangan ialah Sekretaris Umum Majelis Sinode.
(5) Peserta Sidang Sinode terdiri dari:
a. Majelis Sinode
b. Majelis Pertimbangan Sinode
c. Badan Pengawas Perbendaharaan Sinode
d. Majelis Klasis.
f. Utusan Majelis Jemaat 2 (dua) orang yaitu Ketua dan Sekretaris
dan/atau Bendahara.
g. Utusan Komisi Pelayanan kategorial aras Sinode masing-masing 2 (dua)
orang.
h. Utusan yayasan masing-masing 2 (dua) orang.
i. Utusan Lembaga Pendidikan Tinggi GKST masing-masing 2 (dua)
orang.
j. Pendeta Aktif dan Pendeta Emeritus

34
k. Utusan Badan-Badan Pelayan di aras Sinode masing-masing 2 (dua)
orang.
l. Undangan.
m. Peninjau atas nama Klasis sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
(6) Semua peserta Sidang Sinode membawa surat mandat dari masing-masing
aras pelayanan.
(7) Seluruh peserta mempunyai hak bicara.
(8) Hak suara hanya diberikan kepada:
a. Majelis Sinode
b. Majelis Klasis
c. Utusan Jemaat 2 (dua) orang.
d. Persekutuan Kategorial aras Sinode masing-masing 1 (satu).
(9) Sidang Sinode dapat dilaksanakan apabila dihadiri sekurang-kurangnya
setengah ditambah satu dari jumlah peserta yang memiliki hak suara.
(10) Dalam setiap Sidang Sinode harus ada pemeriksaan daftar hadir, penetapan
jadwal acara dan tata tertib persidangan.
(11) Tempat pelaksanaan Sidang Sinode ditetapkan dalam Sidang Sinode.

Pasal 94
Tugas Sidang Sinode
(1) Mengevaluasi pelaksanaan keputusan Sidang Sinode sebelumnya di semua
aras pelayanan.
(2) Membahas laporan pertanggungjawaban Majelis Sinode.
(3) Menetapkan Tata Gereja dan peraturan gereja GKST.
(4) Menetapkan Rencana Strategis GKST.
(5) Mengesahkan terbentuknya Jemaat dan Klasis yang baru dalam lingkungan
Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
(6) Menetapkan kebijakan penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan
Sinode.
(7) Mengambil keputusan terhadap pemindahan hak atas harta milik GKST
baik bergerak maupun tidak bergerak.
(8) Memilih dan menetapkan Personalia Majelis Pertimbangan Sinode GKST.
(9) Memilih dan menetapkan Personalia Majelis Sinode.
(10) Memilih dan menetapkan Personalia Badan Pengawas Perbendaharaan
GKST.

Pasal 95
Sidang Sinode Antara
(1) Sidang Sinode Antara dilaksanakan pada tahun ketiga periode berjalan.
(2) Peserta Sidang Sinode Antara terdiri dari:
a. Majelis Sinode
b. Majelis Pertimbangan Sinode
c. Badan Pengawas Perbendaharaan Sinode
d. Majelis Klasis.
e. Utusan Majelis Jemaat 2 (dua) orang yaitu Ketua dan Sekretaris
dan/atau Bendahara.
f. Pendeta Aktif dan Pendeta Emeritus
g. Utusan Persekutuan kategorial aras Sinode masing-masing 2 (dua)
orang.
h. Utusan yayasan masing-masing 2 (dua) orang
i. Utusan lembaga Pendidikan Tinggi GKST masing-masing 2 (dua) orang.
j. Utusan Badan-Badan Pelayan di aras Sinode masing-masing 2 (dua)
orang.
k. Undangan.

Pasal 96
Tugas Sidang Sinode Antara
(1) Mengevaluasi pelaksanaan keputusan Sidang Sinode sebelumnya dan
menetapkan program kerja berikutnya.
(2) Membahas laporan pertanggungjawaban Majelis Sinode selama dua tahun
berjalan.
(3) Mengesahkan terbentuknya Jemaat dan Klasis yang baru.

35
(4) Membahas dan menetapkan Peraturan Gereja yang diusulkan.
(5) Mengambil keputusan terhadap pemindahan hak atas harta milik GKST baik
bergerak maupun tidak bergerak.
(6) Memilih dan menetapkan Personalia Majelis Sinode apabila terjadi kekosongan.
(7) Memilih dan menetapkan Personalia Badan Pengawas Perbendaharaan GKST
apabila terjadi kekosongan.

Pasal 97
Sidang Sinode Istimewa
(1) Sidang Sinode Istimewa dapat dilaksanakan berdasarkan:
a. Keputusan Sidang Sinode.
b. Permintaan 2/3 (dua per tiga) dari jumlah Jemaat se-GKST.
(1) Peserta Sidang Sinode Istimewa terdiri dari:
a. Majelis Sinode
b. Majelis Pertimbangan Sinode
c. Badan Pengawas Perbendaharaan Sinode
d. Majelis Klasis.
e. Utusan Majelis Jemaat 2 (dua) orang yaitu Ketua dan Sekretaris
dan/atau Bendahara.
f. Utusan Persekutuan kategorial aras Sinode masing-masing 2 (dua)
orang.
g. Utusan yayasan masing-masing 2 (dua) orang
h. Pendeta Aktif dan Pendeta Emeritus
i. Utusan lembaga Pendidikan Tinggi GKST masing-masing 2 (dua) orang.
j. Utusan Badan-Badan Pelayan di aras Sinode masing-masing 2 (dua)
orang.
k. Undangan.

Pasal 98
Tugas Sidang Sinode Istimewa
Membahas hal-hal substansi yang diminta dari 2/3 Jemaat se-GKST.

Pasal 99
Mekanisme Penyampaian Bakal Calon dan Pemilihan Majelis Sinode
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan pemilihan Majelis Sinode, maka dibentuk
Panitia Pemilihan Aras Sinode paling lambat tiga bulan sebelum Sidang
Sinode dengan surat keputusan Majelis Sinode.
(2) Panitia Pemilihan Aras Sinode sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang dari
unsur pendeta, penatua, diaken dan pendeta emeritus dengan
memperhatikan keterwakilan Klasis, Jemaat dan persekutuan kategorial
aras sinode serta mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
(3) Panitia Pemilihan Aras Sinode tidak menjadi bakal calon Majelis Sinode.
(4) Majelis Jemaat mengusulkan dua nama Bakal Calon Majelis Sinode pada
setiap jabatan.
(5) Nama-nama Bakal Calon Majelis Sinode yang diusulkan Majelis Jemaat
disampaikan kepada Majelis Klasis saat Rapat Klasis.
(6) Majelis Klasis meneruskan nama-nama bakal calon Majelis Sinode kepada
Panitia Penjaringan Bakal Calon Majelis Sinode Aras Klasis.
(7) Panitia Penjaringan Bakal Calon Majelis Sinode Aras Klasis merekapitulasi
jumlah suara bakal calon pada jabatan masing-masing.
(8) Panitia Penjaringan Bakal Calon Majelis Sinode Aras Klasis menyampaikan
nama-nama hasil rekapitulasi bakal calon majelis Sinode kepada Majelis
Klasis untuk menjaring dua nama bakal calon Majelis Sinode pada setiap
jabatan yang berbeda.
(9) Dua suara terbanyak pada setiap jabatan diusulkan kepada Panitia Pemilihan
Aras Sinode melalui Majelis Sinode.
(10) Apabila terdapat nama yang sama pada jabatan yang berbeda dalam
penjaringan di aras klasis, Majelis Klasis tetap mengusulkan nama tersebut
kepada Panitia Pemilihan Aras Sinode melalui Majelis Sinode.
(11) Panitia Pemilihan Aras Sinode melakukan verifikasi dan mengundang bakal
calon Majelis Sinode untuk pernyataan kesediaan dicalonkan pada jabatan
tertentu.

36
(12) Panitia Pemilihan Aras Sinode mengumumkan bakal calon Majelis Sinode
pada Sidang Sinode.
(13) Sidang Sinode menetapkan calon tetap Majelis Sinode.
(14) Peserta Sidang melakukan pemilihan Majelis Sinode.
(15) Majelis Sinode dipilih secara langsung, bebas dan rahasia.
(16) Majelis Sinode terpilih dengan suara terbanyak.
(17) Tugas Panitia Pemilihan berakhir setelah pemilihan Majelis Sinode selesai
dan hasilnya diterima Sidang Sinode.

Pasal 100
Pengisian Kekosongan Jabatan Majelis Sinode.
(1) Apabila terjadi kekosongan Majelis Sinode maka Penggantinya dipilih dari
daftar urut berikutnya sesuai jabatan masing-masing.
(2) Majelis Sinode Pengganti ditetapkan dalam Sidang Sinode Antara dan atau
Sidang Sinode Istimewa.

BAB VII
ALAT KELENGKAPAN PELAYANAN

Pasal 101
Pengertian
(1) Yang dimaksud dengan alat kelengkapan pelayanan adalah badan pelayanan
dan perangkat pelayanan yang dibentuk atas dasar kebutuhan untuk
menunjang terlaksananya program pelayanan di semua aras pelayanan.
(2) Badan Pelayanan yang dimaksud sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini,
adalah:
a. Majelis Pertimbangan Sinode
b. Badan Pengawas Perbendaharaan.
c. Yayasan
d. Departemen
e. Komisi
f. Panitia
g. Persekutuan Kategorial,
h. Persekutuan kelompok pelayanan aras jemaat.
(3) Perangkat pelayanan yang dimaksud sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal
ini, adalah:
a. Pegawai
b. Kostor
c. Anggota jemaat yang diberi tanggung jawab pelayanan.
(4) Yayasan, Persekutuan Kategorial dan Panitia-Panitia dapat dibentuk di semua
aras pelayanan kecuali departemen-departemen yang hanya dapat dibentuk
di aras Sinode.

Bagian Pertama
Majelis Pertimbangan Sinode

Pasal 102
Pengertian
Majelis Pertimbangan Sinode adalah badan pelayanan di lingkup pelayanan Sinode
GKST sesuai Tata Dasar Bab VIII Pasal 16 ayat 2.b.

Pasal 103
Tugas Majelis Pertimbangan
(1) Memberikan pertimbangan dan sumbangan pikiran kepada Majelis Sinode dan
badan pelayanan lainnya di lingkup pelayanan GKST diminta atau tidak
diminta.
(2) memberikan pokok-pokok pikiran kepada rapat Majelis Sinode, SSI, Sidang
Sinode Antara dan Sidang Sinode.

Pasal 104
Syarat Majelis Pertimbangan
(1) Anggota Majelis Pertimbangan adalah Anggota Sidi GKST.

37
(2) Berusia minimal 60 tahun.
(3) Jumlah Majelis Pertimbangan adalah lima orang, yang terdiri dari unsur
mantan Majelis Sinode, pendeta senior, bukan pegawai gereja aktif, dan warga
gereja yang dianggap mampu memberi pertimbangan dan atau sumbangan
pikiran.
(4) Majelis Pertimbangan terdiri dari Ketua merangkap Anggota, Wakil Ketua
merangkap anggota, Sekretaris merangkap Anggota dan dua orang anggota
yang bertugas secara paruh waktu.

Pasal 105
Pemilihan Majelis Pertimbangan
(1) Calon Majelis Pertimbangan diusulkan oleh Majelis Sinode sebagaimana
diatur dalam pasal 101 dan ditetapkan dalam Sidang Sinode.
(2) Majelis Pertimbangan terpilih menentukan struktur sesuai pasal 103 ayat 3.

Pasal 106
Periode Pelayanan dan Pengisian Kekosongan Majelis Pertimbangan
(1) Masa pelayanan Majelis Pertimbangan adalah lima tahun dan dapat dipilih
kembali dalam masa pelayanan berikutnya kecuali bagi calon yang sudah dua
periode berturut-turut tidak dapat dipilih kembali.
(2) Jika terjadi kekosongan dalam jabatan Ketua atau Wakil Ketua atau Sekretaris
Majelis Pertimbangan, maka kekosongan itu diisi oleh salah seorang anggota
sampai pada Sidang Sinode berikutnya.
(3) jika terjadi kekosongan yang bukan pada jabatan tersebut, pada ayat 2 pasal
ini, kekosongan tersebut dapat diisi sampai Sidang Sinode berikutnya.

Bagian Kedua
Badan Pengawas Perbendaharaan

Pasal 107
(1) Badan Pengawas Perbendaharaan adalah alat kelengkapan pelayanan di
bidang pengawasan Harta Milik Gereja yang ada di semua aras pelayanan.
(2) Badan Pengawas Perbendaharaan bertugas:
a. Mengadakan pengawasan dan pemeriksaan dibidang keuangan dan
Perbendaharaan
b. Mengadakan pembinaan dan pelatihan administrasi keuangan dan
Perbendaharaan
(3) Badan Pengawas Perbendaharaan dipilih:
a. Di aras Sinode oleh dan bertanggung jawab pada Sidang Sinode
c. Di aras Klasis oleh dan bertanggung jawab pada rapat Klasis
d. Di aras Jemaat oleh dan bertanggung jawab pada rapat Jemaat.
(4) Struktur dan personalia Badan Pengawas Perbendaharaan di semua aras
pelayanan terdiri atas seorang Ketua, seorang Sekretaris dan satu orang
anggota.
(5) Anggota Badan Pengawas Perbendaharaan dipilih dari anggota sidi Jemaat
yang dipandang cakap melaksanakan tugas yang dipercayakan dan tidak
sedang dalam Penggembalaan Khusus.
(6) Anggota BPP di masing-masing aras pelayanan berusia maksimal 60 tahun
pada saat dipilih.
(7) Masa Pelayanan BPP di masing-masing aras pelayanan adalah 5 (lima) Tahun.
(8) Anggota BPP Sinode, BPP Klasis dan BPP Jemaat hanya dapat dipilih
maksimal 2 (dua) kali masa pelayanan.
(9) Anggota BPP Sinode, BPP Klasis dan BPP Jemaat tidak dapat merangkap
jabatan.
(10) Hal-hal lain menyangkut Badan Pengawas Perbendaharaan diatur dalam
Peraturan Gereja.

Bagian Ketiga
Yayasan

Pasal 108
(1) Majelis Sinode dapat mendirikan dan membubarkan yayasan.

38
(2) Pembentukan dan operasional Yayasan mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Pengurus Yayasan adalah anggota sidi GKST yang berkompeten di bidangnya
dan tidak sedang dalam Penggembalaan Khusus.
(4) Sekretaris Yayasan adalah pegawai gereja aktif dan bekerja penuh waktu.
(5) Majelis Sinode yang adalah pendiri Yayasan ex officio sebagai Badan Pembina
seluruh Yayasan milik GKST.
(6) Pengurus Yayasan mengikuti masa Pelayanan Majelis Sinode.
(7) Pengurus Yayasan hanya dapat ditunjuk untuk 2 (dua) kali periode.
(8) Klasis dan jemaat dapat juga membentuk Yayasan.

Bagian Keempat
Departemen

Pasal 109
(1) Majelis Sinode dapat membentuk departemen yang terdiri dari:
a. Departemen Persekutuan;
b. Departemen Kesaksian;
c. Departemen Pelayanan;
d. Departemen Penatalayanan Pensiun.
(2) Struktur departemen terdiri dari seorang Ketua dan seorang Sekretaris.
(3) Ketua departemen adalah salah seorang anggota Majelis Sinode di luar Ketua
Umum dan Sekretaris Umum Majelis Sinode.
(4) Ketua departemen diatur oleh Majelis Sinode.
(5) Sekretaris Departemen adalah pegawai gereja GKST yang diangkat dan
ditetapkan oleh Majelis Sinode dengan surat keputusan dan bertugas penuh
waktu.
(6) Masa pelayanan departemen mengikuti masa pelayanan Majelis Sinode.
(7) Anggaran operasional departemen dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Sinode.

Bagian Kelima
Komisi

Pasal 110
(1) Komisi adalah Badan Pelayanan yang diberi mandat oleh Majelis Sinode
untuk menangani tugas-tugas khusus.
(2) Tugas-tugas khusus yang dimaksud adalah:
a. Tata Gereja dan Peraturan
b. Penelitian dan Pengembangan
c. Hukum dan Hak Asasi Manusia
d. Beasiswa
(3) Sekretaris Komisi adalah pegawai gereja GKST yang diangkat dan ditetapkan
oleh Majelis Sinode dengan surat keputusan dan bertugas penuh waktu..
(4) Ketua dan Anggota Komisi adalah warga gereja yang kompeten di bidangnya.
(5) Anggaran operasional Komisi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sinode.

Bagian Keenam
Persekutuan Kelompok Pelayanan Pada Aras Jemaat

Pasal 111
Persekutuan Kelompok Pelayanan pada aras Jemaat
1. Persekutuan Kelompok Pelayanan pada aras Jemaat adalah kumpulan warga
jemaat yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
2. Hal-hal yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur dalam Peraturan
Sinode.

39
Bagian Ketujuh
Panitia

Pasal 112
(1) Panitia adalah Badan Pelayanan yang bersifat sementara.
(2) Panitia dapat dibentuk di semua aras pelayanan sesuai kepentingannya.
(3) Panitia dibentuk dan ditetapkan dengan surat keputusan oleh:
a. Di aras Sinode oleh Majelis Sinode,
b. Di aras Klasis oleh Majelis Klasis,
c. Di aras Jemaat oleh Majelis Jemaat.
(4) Yang dapat dipilih menjadi anggota panitia adalah anggota sidi Jemaat yang
dianggap cakap melaksanakan tugas yang dipercayakan dan tidak sedang
dalam Penggembalaan Khusus.
(5) Panitia bertanggung jawab kepada:
a. Di aras Sinode kepada Majelis Sinode
b. Di aras Klasis kepada Majelis Klasis
c. Di aras Jemaat kepada Majelis Jemaat.
Masa pelayanan panitia di semua aras pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan
sebagaimana tertuang dalam surat keputusan.

Bagian Kedelapan
Persekutuan Kategorial

Pasal 113
(1) Persekutuan kategorial adalah Badan Pelayanan yang menangani pelayanan
kelompok kategorial menurut jenis kelamin dan usia.
(2) Persekutuan Kategorial yang dimaksud alam ayat (1) pasal ini, adalah:
a. Persekutuan Bapak
b. Persekutuan Perempuan
c. Persekutuan Pemuda
d. Persekutuan Remaja
e. Persekutuan Anak
f. Persekutuan Lanjut Usia
(3) Persekutuan Kategorial sebagaimana diatur pada ayat (2) pasal ini, butir a, b,
c, d, e ada di semua aras pelayanan.
(4) Persekutuan Kategorial sebagaimana diatur pada ayat (2) pasal ini, butir f,
hanya berada di aras pelayanan Jemaat.

Pasal 114
Pengurus Persekutuan Kategorial
(1) Pengurus Persekutuan Kategorial di semua aras minimal terdiri dari Ketua,
Sekretaris, Bendahara dan dua orang anggota.
(2) Ketua Pengurus Persekutuan Kategorial Bapak, Perempuan, dan Pemuda di
aras Jemaat diurapi dalam jabatan Penatua dengan tugas khusus.
(3) Pengurus Persekutuan Kategorial yang dapat dipilih dan diangkat di semua
aras adalah anggota sidi yang memiliki pengetahuan, kemampuan, minat dan
dedikasi untuk bidang pelayanan yang hendak dipercayakan padanya serta
tidak sedang dikenakan Penggembalaan Khusus.
(4) Pelayanan yang hendak dipercayakan padanya serta tidak sedang dikenakan
Penggembalaan Khusus.
(5) Pengurus Persekutuan Kategorial Anak dan Remaja aras jemaat ditunjuk oleh
Majelis Jemaat.
(6) Pengurus Persekutuan Kategorial di masing-masing aras hanya dapat dipilih
maksimal 2 (dua) kali masa pelayanan.
(7) Sekretaris Pengurus Persekutuan Kategorial diaras Sinode adalah pegawai
gereja, Pendeta dan atau bukan Pendeta yang bertugas penuh waktu.
(8) Pengurus Persekutuan Kategorial di aras Sinode dikoordinir oleh Sekretaris 2
Majelis Sinode.

40
Pasal 115
Musyawarah Kerja dan Pertemuan Jaringan Kerja Pengurus Persekutuan
Kategorial
(1) Musayawarah kerja adalah forum pengambilan keputusan tertinggi Pengurus
Persekutuan Kategorial di semua aras pelayanan.
(2) Musyawarah Kerja dilaksanakan 5 (lima) Tahun sekali.
(3) Tugas Musyawarah Kerja:
a. Menyusun dan menetapkan pokok-pokok program pelayanan 5 (lima)
tahunan.
b. Penyusunan program kerja Pengurus Persekutuan Kategorial di
masing-masing aras berpedoman pada Keputusan Sinode di aras
Sinode, Keputusan Rapat Klasis di aras Klasis dan Keputusan Rapat
Jemaat di aras Jemaat.
c. Mengevaluasi pelaksanaan program pelayanan.
d. Membahas laporan pertanggungjawaban Pengurus Persekutuan
Kategorial.
e. Memilih personalia Pengurus Persekutuan Kategorial.
(4) Pertemuan jaringan kerja adalah forum pengambilan keputusan Pengurus
Persekutuan Kategorial di semua aras pelayanan yang dilaksanakan setahun
sekali.
(5) Tugas Pertemuan Jaringan Kerja:
a. Menyusun program pelayanan tahun berjalan sesuai dengan pokok-
pokok program dalam Musyawarah kerja.
b. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Persekutuan Kategorial
di masing-masing aras.
c. Mengevaluasi pelaksanaan program pelayanan tahun sebelumnya.

Pasal 116
Anggaran Persekutuan Kategorial
(1) Anggaran program Persekutuan Kategorial diperoleh dari:
a. Di aras Jemaat melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Jemaat.
b. Di aras Klasis melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Klasis.
c. Di aras Sinode melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Sinode.
(2) Pengurus Persekutuan Kategorial di masing-masing aras dapat pula
mengusahakan tambahan dana melalui usaha-usaha yang sah.

Pasal 117
Ketentuan Lain Persekutuan Kategorial
(1) Persekutuan Kategorial wajib menindaklanjuti tata laksana ini dengan
pedoman pelaksanaan dan tidak bertentangan dengan Tata Gereja
(2) Pedoman pelaksanaan yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, diputuskan
dalam forum Musyawarah Kerja masing-masing dan disahkan oleh Majelis
Sinode.
(3) Khusus Persekutuan Pemuda diwajibkan menyusun Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja.
(4) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3), pasal ini diputuskan dalam forum Musyawarah Kerja dan disahkan
oleh Majelis Sinode.

Bagian Kesembilan
PEGAWAI GEREJA

Pasal 118
(1) Pegawai GKST adalah mereka yang diangkat dan ditetapkan dengan surat
keputusan Majelis Sinode untuk melaksanakan suatu tugas dalam pekerjaan
pelayanan gereja secara penuh waktu, dan kepada mereka diberikan gaji serta
tunjangan dari kas GKST.
(2) Pegawai GKST terdiri dari Pendeta dan non Pendeta.

Pasal 119
(1) Pada aras Jemaat dapat diangkat/ditetapkan pegawai Jemaat dengan surat
keputusan Majelis Jemaat/Pengurus Harian Majelis Jemaat.

41
(2) Gaji dan tunjangan pegawai Jemaat dibebankan pada kas Jemaat.

Pasal 120
(1) Pada aras Klasis dapat diangkat/ditetapkan pegawai Klasis dengan surat
keputusan Majelis Klasis.
(2) Gaji dan tunjangan pegawai Klasis dibebankan pada kas Klasis.

Pasal 121
Pengangkatan Pegawai Gereja
(1) Pegawai Gereja diangkat dan ditetapkan berdasarkan Tata Gereja.
(2) Pengangkatan Pegawai gereja sepenuhnya hak dan wewenang Majelis Sinode
di aras Sinode, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis Jemaat di aras
Jemaat.
(3) Pengangkatan Pegawai Gereja memperhatikan kebutuhan pelayanan.

Pasal 122
Hak Dan Kewajiban
(1) Setiap Pegawai Gereja berhak memperoleh:
a. Gaji Pokok,
b. Tunjangan tetap dan tidak tetap,
c. Kenaikan Gaji Berkala
d. Kenaikan Pangkat/Golongan,
e. Cuti
f. Tugas Belajar
g. Pensiun
(2) Setiap Pegawai Gereja wajib:
a. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab
b. Mematuhi dan melaksanakan Tata Gereja.
c. Mematuhi dan melaksanakan keputusan Sidang Sinode, rapat Klasis
dan rapat Jemaat
d. Mematuhi dan melaksanakan keputusan Majelis Sinode.

Pasal 123
Pemberhentian Pegawai Gereja
(1) Pegawai Gereja diberhentikan apabila:
a. Telah memasuki masa pensiun,
b. Atas permintaan sendiri,
c. Berhalangan tetap,
d. Bekerja di luar GKST tanpa persetujuan Majelis Sinode,
e. Meninggal dunia
f. Melakukan penyimpangan terhadap ajaran GKST.
g. Melakukan zinah, percabulan dan kekerasan seksual.
h. Melakukan korupsi dan perjudian.
i. Penyalahgunaan Narkoba.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2. a, b, c, d, e) diputuskan
dalam rapat Majelis Sinode.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2. f, g, h, i) diputuskan
dalam rapat Majelis Sinode setelah melalui proses penggembalaan khusus.

Pasal 124
Hal-hal lain yang lebih rinci tentang kepegawaian akan diatur dalam Peraturan
Gereja.

Bagian Kesepuluh
KOSTOR

Pasal 125
(1) Kostor adalah petugas khusus di aras Jemaat yang diangkat dan
diberhentikan oleh Majelis Jemaat.
(2) Hal-hal lain tentang Kostor diatur dalam peraturan sinode.

42
Bagian Kesebelas
Anggota Jemaat Yang Diberi Tanggung Jawab Pelayanan
Pasal 126
1. Anggota jemaat yang diberi tanggung jawab pelayanan adalah warga gereja
yang memiliki keahlian khusus dan diberi tanggung jawab oleh Majelis
Jemaat untuk terlibat dalam pelayanan gereja bagi hal-hal khusus.
2. Keahlian yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pemain musik,
operator multimedia, prokantor/kantoria, pekarya, tata usaha, satuan
pengamanan dan tugas-tugas lain yang menunjang pelayanan jemaat.
3. Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini, diatur dalam peraturan
jemaat.

BAB VIII
KERUMAHTANGGAAN

Bagian Kesatu
HARTA MILIK GEREJA

Pasal 127
Pengertian Tentang Harta Milik Gereja
(1) Harta milik adalah harta yang diperoleh dari berkat-berkat Tuhan.
(2) Harta milik gereja berupa:
a. Uang tunai, tabungan, deposito dan surat-surat berharga.
b. Barang-barang bergerak antara lain kendaraan roda empat, roda dua,
mesin-mesin, inventaris kantor, alat-alat musik, alat-alat kesehatan
dan peralatan lainnya.
c. Barang-barang tidak bergerak antara lain tanah, gedung gereja,
pastori, gedung serba guna, balai pertemuan, gedung perkantoran,
gedung tempat pendidikan, bangunan toko, bangunan rumah sakit,
rumah dinas dan bagunan-bangunan lainnya.
d. Hak atas kekayaan intelektual antara lain hak paten, hak cipta, hak
merek.

Pasal 128
Perolehan
Harta milik gereja diperoleh dari:
a. Persembahan warga Jemaat.
b. Sumbangan-sumbangan, Pembelian, Penyerahan, Hibah, Wasiat dan
atau Warisan.
c. Usaha-usaha lain yang sah.

Pasal 129
Kepemilikan
(1) Semua harta milik gereja yang berada di aras Jemaat, Klasis dan Sinode
adalah milik Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
(2) Seluruh harta milik gereja yang berada dalam tanggung jawab yayasan-
yayasan GKST adalah milik Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
(3) Warga GKST yang menyatakan diri keluar dari keanggotaan GKST dan
membentuk jemaat di luar GKST tidak berhak atas harta milik gereja asal.

Pasal 130
Pengelolaan
(1) GKST bertanggung jawab atas pengelolaan seluruh harta milik gereja.
(2) Pengelolaan harta milik GKST dilaksanakan oleh:
a. Majelis Jemaat di aras Jemaat dan wajib dikoordinasikan kepada
Majelis Sinode.
b. Majelis Klasis di aras Klasis dan wajib dikoordinasikan kepada Majelis
Sinode.
c. Majelis Sinode untuk harta milik GKST yang ada di aras Sinode.
(3) Seluruh harta milik GKST baik yang bergerak, maupun yang tidak bergerak
mulai dari aras Jemaat, aras Klasis, aras Sinode, dilarang/tidak

43
diperbolehkan untuk digadaikan, dijadikan jaminan hutang kepada siapapun,
dan oleh siapapun serta dengan dalil atau alasan apapun

Pasal 131
Pertanggungjawaban
(1) Majelis Jemaat, Majelis Klasis, Majelis Sinode, Pengurus Yayasan serta
Persekutuan Kategorial wajib membuat laporan secara tertulis tentang
pengelolaan harta milik GKST yang menjadi tanggung jawabnya masing-
masing.
(2) Laporan pertanggungjawaban tersebut dibuat sekurang-kurangnya satu kali
dalam satu tahun.
(3) Laporan pertanggungjawaban tersebut meliputi rencana dan realisasi
anggaran pendapatan dan belanja, serta daftar inventaris.
(4) Laporan pertanggungjawaban yang dimaksud tersebut disampaikan pada
Badan Pengawas Perbendaharaan di masing-masing aras.

Pasal 132
Hal-hal lain yang lebih rinci tentang harta milik gereja akan diatur dalam Peraturan
Gereja.

Bagian Kedua
PEMBINAAN WARGA GEREJA

Pasal 133
Pembinaan Warga Gereja adalah upaya gereja untuk memperlengkapi warga dan
pelayan gereja bagi pekerjaan pelayanan dan pembangunan Tubuh Kristus menuju
kedewasaan penuh dan pertumbuhan iman dalam Kristus sehingga tidak diombang-
ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran yang menyesatkan.

Pasal 134
(1) Pembinaan warga gereja wajib dirancang oleh Majelis Sinode setelah
melakukan analisis kebutuhan pelayanan gereja.
(2) Pembinaan gereja wajib diikuti oleh seluruh warga dan pelayan gereja.
(3) Pembinaan warga gereja wajib dilaksanakan secara terpadu, sistematis,
holistik, berjenjang dan berkelanjutan oleh Majelis Sinode, Majelis Klasis dan
Majelis Jemaat.

Bagian Ketiga
HUBUNGAN OIKUMENIS

Pasal 135
(1) Dalam rangka mewujudkan persekutuan GKST pada semua arasnya
berperan serta dalam gerakan oikumenis gereja Tuhan Yesus Kristus dalam
lingkup Lokal, Nasional, Regional dan Internasional.
(2) Di aras Jemaat:
a. Jemaat berperan serta dalam gerakan ekumenis di wilayahnya
dengan gereja-gereja lain serta lembaga-lembaga oikumenis di
wilayahnya.
b. Jemaat juga berperan serta dalam gerakan ekumenis dengan
gereja dan atau lembaga oikumenis dari wilayah yang lebih luas
dari wilayah Jemaatnya sendiri.
(2) Di aras Klasis:
a. Klasis berperan serta dalam gerakan ekumenis di wilayahnya
dengan gereja-gereja lain serta lembaga-lembaga oikumenis di
wilayahnya.
b. Klasis juga berperan serta dalam gerakan ekumenis dengan gereja
dan atau lembaga oikumenis dari wilayah yang lebih luas dari
wilayah Klasisnya sendiri.
(3) Di aras Sinode, Sinode berperan serta dalam gerakan ekumenis di lingkup
Lokal, Nasional, Regional, dan Internasional.

44
(4) Dalam hal kegiatan yang bersifat interdenominasi gereja yang melibatkan
jemaat-jemaat GKST, Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis wajib
berkoordinasi dengan Majelis Sinode untuk mendapatkan rekomendasi.

Bagian Keempat
HUBUNGAN GEREJA DAN NEGARA

Pasal 136
(5) Dalam hubungan gereja dan negara maka GKST menaati seluruh Peraturan
Perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945 dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(6) Dalam melaksanakan fungsinya, Gereja dan Negara saling menghormati,
saling mengingatkan, dan saling membantu untuk mengupayakan keadilan,
perdamaian dan keutuhan ciptaan.

BAB IX
PENUTUP

Pasal 137
(1) Tata Laksana GKST ini akan dilengkapi dengan Peraturan Gereja.
(2) Dengan ditetapkannya Tata laksana ini, maka Tata Laksana Tahun 2014
dinyatakan tidak berlaku.

Ditetapkan di :
Pada Tanggal :

45
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN SINODE
NOMOR: …
TENTANG

PAKAIAN JABATAN, STOLA DAN WARNA LITURGIS

PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN MAJELIS SINODE
NOMOR: 476/GKST/KSDM/XVLI/2017
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANA PEMAKAIAN STOLA

Menimbang : a. Bahwa untuk tugas pelayanan ibadah dan Pemberitaan Firman


maka Pelayan Khusus memakai pakaian jabatan, kalender
gerejawi, stola dan warna liturgis tahun gerejawi.
b. Bahwa untuk maksud tersebut pada huruf (a) perlu ditetapkan
dalam suatu Peraturan Gereja GKST.

Mengingat : Tata Gereja…


a. Tata Dasar …
b. Tata Laksana
1) Tata Laksana …
2) Tata Laksana …
3) Tata Laksana …
4) Tata Laksana …
5) Tata Laksana …
6) Tata Laksana …

Memperhatikan : a. Keputusan Sidang Sinode Tahun 2021


b. Keputusan Sidang Sinode 2023

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN GEREJA TENTANG PAKAIAN JABATAN, KALENDER


GEREJAWI, STOLA DAN WARNA LITURGIS

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan:
a. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
b. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat
dan klasis-klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam kesetaraan dan persaudaraan.
c. Ibadah adalah persekutuan warga Jemaat untuk menyembah dan mewujudkan
persekutuan dengan Allah yang dilaksanakan sebagai jawaban percaya terhadap berkat dan
karya penyelamatan Allah;
d. Pejabat Gereja ialah Pelayan Khusus Pendeta, Penatua dan Diaken.
e. Pakaian jabatan pendeta ialah Toga, Jas dan stola.
f. Pakaian jabatan penatua dan diaken adalah jas, kemeja polos, dasi, dan stola.
g. Toga adalah jubah warna hitam dan jubah warna putih, lengannya lebar sebagai pakaian
jabatan bagi pendeta yang dipakai pada saat melayankan ibadah.
h. Jas adalah baju resmi berlengan panjang dan dipakai di luar kemeja oleh pendeta, penatua
dan diaken.
i. Kemeja polos adalah pakaian jabatan pendeta yang melengkapi jas dengan kerah yang dapat
dilekatkan white collar atau dasi panjang.
j. Stola adalah selempang kain yang merupakan bagian dari pakaian liturgis yang digunakan
oleh pelayan khusus.

BAB II
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 2
Pakaian Jabatan Pelayan Khusus
(1) Pakaian Jabatan Pelayan Khusus Pendeta terdiri atas:
a. Toga warna Hitam dan Toga warna Putih dengan white collar di depan leher.

46
b. Jas dengan kemeja hitam atau dengan kemeja warna lain yang sesuai dengan
warna liturgis dengan white collar di depan leher dan atau dasi Panjang.
(2) Pakaian Jabatan Pelayan khusus Penatua dan Diaken adalah Jas dan Dasi.

Pasal 3
Penggunaan Pakaian Jabatan Pendeta
(1) Toga warna Hitam digunakan pada ibadah hari-hari raya Gerejawi :
a. Ibadah Minggu-Minggu Adven I-IV
b. Ibadah Malam Natal
c. Ibadah Natal
d. Ibadah Natal II
e. Ibadah Minggu sesudah Natal
f. Ibadah Malam Perpisahan Tahun
g. Ibadah Tahun Baru
h. Ibadah Minggu Sengsara I-VII
i. Ibadah Rabu Abu
j. Ibadah Kamis Putih
k. Ibadah Sabtu Sunyi
l. Ibadah Jumat Agung
m. Ibadah Minggu Paskah
n. Ibadah Paskah Hari Kedua (Senin)
o. Ibadah Paskah Minggu ke II-VII
p. Ibadah Kenaikan Tuhan Yesus
q. Ibadah Ketuangan Roh Kudus
r. Ibadah Perayaan Persekutuan Kategorial
(2) Toga warna Putih digunakan pada:
a. Ibadah Minggu-Minggu Epifania
b. Ibadah Minggu-Minggu sesudah Pentakosta.
(3) Toga dan stola pada pemberkatan perkawinan mengikuti tahun gerejawi.
(4) Toga dan stola pada pengambilan sumpah/janji jabatan mengikuti tahun gerejawi dan
atau petunjuk instansi yang mengundang.
(5) Toga hitam digunakan pada pemakaman pendeta oleh pemimpin ibadah dan pendeta yang
hadir.
(6) Jas dan white collar digunakan saat ibadah:
a. Ibadah Pemakaman dan Penghiburan
b. Ibadah Keluarga/evangelisasi
c. Ibadah syukur keluarga
d. Ibadah hari raya nasional
e. Ibadah alam terbuka
f. Ibadah lainnya.

Pasal 4
Stola
Stola adalah selempang kain yang merupakan bagian dari pakaian liturgis dan digunakan oleh
Pendeta, Penatua dan Diaken pada saat ibadah.

Pasal 5
Bentuk Stola
(1) Sehelai selempang kain yang panjangnya sebatas lutut dan ukurannya selebar 12 cm.
(2) Stola yang digunakan oleh Penatua dan Diaken memakai logo GKST di sebelah kiri dan simbol
Alfa-Omega di sebelah kanan.
(3) Stola yang digunakan oleh Pendeta memakai logo GKST di sebelah kiri dan simbol Khi-Ro dan
Alfa-Omega di sebelah kanan.

Pasal 6
Warna Liturgis Dan Arti
(1) Ada 6 (enam) warna liturgis di GKST yaitu Hijau, Ungu, Putih, Merah, Kuning dan Hitam.
(2) Arti Warna Liturgis:
a. Hijau berarti kehidupan, pertumbuhan, keteduhan dan ketenteraman.
b. Ungu berarti kemuliaan rajawi, pengharapan, pertobatan, penderitaan dan keprihatinan.
c. Putih berarti keagungan, kemuliaan, kebersihan, kesucian dan ketulusan.
d. Merah berarti sukacita, semangat, kekuatan, pengorbanan dan keberanian.
e. Kuning berarti kegembiraan, kemakmuran, dan kesuburan.
f. Hitam berarti kedukaan, kegelapan dan kesepian.

47
Pasal 7
Penggunaan Stola

(1) Stola warna Hijau digunakan:


a. mulai Minggu Epifani I sampai Sabtu sebelum Minggu Sengsara I
b. mulai Minggu Trinitas sampai Sabtu sebelum Minggu Adven I
(2) Stola warna Ungu digunakan mulai Minggu Sengsara I sampai Rabu sebelum Kamis Putih.
(3) Stola warna Putih digunakan:
a. mulai Malam Natal Sampai Sabtu Sebelum Minggu Epifania I
b. mulai Hari Paskah sampai Rabu sebelum Kenaikan Tuhan Yesus Ke Sorga
c. mulai Hari minggu setelah Kenaikan Yesus ke sorga sampai sabtu sebelum Pentakosta.
(4) Stola warna Merah digunakan:
a. mulai Kenaikan Tuhan Yesus Ke Surga sampai sabtu sebelum Minggu Paskah VII.
b. mulai Pentakosta sampai sabtu sebelum Minggu Trinitatis.
(5) Stola warna Hitam digunakan:
a. mulai Jumat Agung sampai sabtu sebelum Hari Paskah
b. saat Kedukaan (Pemakaman dan Penghiburan sebelum dan sesudah jenazah
dikebumikan.)
(6) Stola warna kuning digunakan saat pengucapan syukur tahunan jemaat.
(7) Stola yang digunakan saat Ibadah Perkawinan, Baptisan Kudus, Perjamuan Kudus,
Peneguhan Sidi, Pengurapan Pendeta/ Penatua/Diaken, Pentahbisan Rumah Ibadah dan
Pastori mengikuti warna liturgis sesuai Tahun Gerejawi.
(8) Stola yang digunakan saat Ibadah Peringatan Kematian mengikuti warna liturgis sesuai
Tahun Gerejawi.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 8
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur kemudian oleh Majelis Sinode
(2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan :
Pada tanggal :

48
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN SINODE
NOMOR: …
TENTANG
PENGGEMBALAAN KHUSUS DAN TAHAPAN PELAKSANAANNYA

PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN MAJELIS SINODE
NOMOR: 475/GKST/KSDM/XLVI/2017
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS

Menimbang : a. Bahwa pelaksanaan Penggembalaan khusus pejabat gereja


dan warga gereja sebagaimana telah diatur dalam Tata Gereja
perlu ditindaklanjuti dengan peraturan gereja.
b. Bahwa untuk maksud tersebut perlu ditetapkan dalam
Peraturan Sinode

Mengingat : Tata Gereja…


a. Tata Dasar …
b. Tata Laksana
1) Tata Laksana …
2) Tata Laksana …
3) Tata Laksana …
4) Tata Laksana …
5) Tata Laksana …
6) Tata Laksana …

Memperhatikan : a. Keputusan Sidang Sinode Tahun 2021


b. Keputusan Sidang Sinode 2023

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN SINODE TENTANG PENGGEMBALAAN KHUSUS


DAN TAHAPAN PELAKSANAANNYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan:
a. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
b. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat
dan klasis-klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam kesetaraan dan persaudaraan.
c. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam pelaksanaan keputusan-keputusan Sinode.
d. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu wilayah tertentu.
e. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam pelaksanaan keputusan-keputusan klasis.
f. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu wilayah tertentu.
g. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
h. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus pendeta, penatua, diaken.
i. Perangkat pelayanan adalah Majelis Pertimbangan Sinode, Badan Pengawas
Perbendaharaan, Pengurus Yayasan, Pengurus Departemen, Komisioner, Panitia, Pengurus
Persekutuan Kategorial, Pengurus Persekutuan kelompok pelayanan pada aras Jemaat,
Pegawai, Kostor, dan anggota jemaat yang diberi tanggung jawab pelayanan.
j. Suami atau Istri adalah suami atau istri pejabat gerejawi.
k. Anggota baptis adalah warga GKST yang telah menerima Baptisan Kudus.
l. Anggota sidi adalah warga GKST yang telah mengikuti katekisasi sidi dan telah diteguhkan
sebagai anggota sidi gereja.

49
BAB II
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 2
Pengertian Umum Penggembalaan
(1) Penggembalaan adalah pelayanan yang dilakukan di dalam kasih untuk mendukung,
membimbing, memulihkan dan mendamaikan, agar warga jemaat baik secara individual
maupun komunal, hidup dalam damai sejahtera dan taat kepada Allah.
(2) Penggembalaan dilakukan dalam hubungan interaktif antar individu, antara individu
dengan kelompok/lembaga, dan antar kelompok/lembaga, dalam lingkup Jemaat, Klasis
dan Sinode.
(3) Penggembalaan pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap anggota jemaat baik
individual maupun komunal.
(4) Penggembalaan khusus adalah tindakan pendisiplinan dengan sanksi yang dikenakan
kepada warga gereja dan atau pejabat gereja dan atau perangkat pelayanan GKST.

Pasal 3
Jenis Penggembalaan
GKST melaksanakan dua jenis penggembalaan, yaitu:
1. Penggembalaan Umum
Penggembalaan umum adalah penggembalaan yang dilakukan terus menerus melalui ibadah,
perkunjungan dan percakapan pastoral, surat penggembalaan, dan bentuk-bentuk
penggembalaan lainnya.
2. Penggembalaan Khusus
a. Penggembalaan khusus adalah tindakan pendisiplinan dengan sanksi yang dikenakan
kepada warga gereja dan atau pejabat gereja dan atau perangkat pelayanan GKST.
b. Penggembalaan Khusus dilakukan terhadap anggota baptis, anggota sidi dan perangkat
pelayanan yang perilaku hidupnya dan atau paham pengajarannya bertentangan dengan
ajaran GKST dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, agar ia menyesal dan
mohon pengampunan dari Tuhan serta bertobat.
c. Penggembalaan khusus terhadap pejabat gerejawi dilaksanakan kepada pejabat gerejawi
yang menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST dan
atau menyalahgunakan jabatannya dan atau menimbulkan kekacauan atau perpecahan
dalam jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain.

Pasal 4
Penggembalaan Umum
1. Penggembalaan umum dilaksanakan dalam bentuk ibadah, perkunjungan dan percakapan
pastoral, surat penggembalaan, dan bentuk-bentuk penggembalaan lainnya.
2. Setiap anggota GKST dan keluarga berhak mendapat pelayanan penggembalaan yang
dilakukan secara teratur oleh pelayan-pelayan khusus.
3. Penggembalaan umum kepada anggota jemaat dilakukan oleh Majelis Jemaat.
4. Penggembalaan umum kepada pelayan khusus dilakukan oleh Majelis Jemaat dan atau
Majelis Klasis dan atau Majelis Sinode.

Pasal 5
Penggembalaan Khusus
1. Penggembalaan khusus bertujuan agar anggota GKST hidup dalam ketaatan dan kesetiaan
pada pengakuan dan panggilan gereja.
2. Tindakan Penggembalaan khusus dikenakan kepada anggota GKST yang mengingkari
pengakuan iman, ajaran Gereja, isi Alkitab, Tata Gereja serta Keputusan Sidang Sinode GKST.
3. Tindakan Penggembalaan Khusus dikenakan apabila yang bersangkutan terbukti melakukan
pelanggaran yang dituduhkan kepadanya.
4. Tindakan Penggembalaan Khusus dilaksanakan setelah Penggembalaan Umum.
5. Penggembalaan Khusus kepada Majelis Pertimbangan Sinode, Badan Pengawas
Perbendaharaan, Pengurus Yayasan, Pengurus Departemen, Komisioner, Panitia, Pengurus
Persekutuan Kategorial, Pengurus Persekutuan kelompok pelayanan pada aras Jemaat,
Pegawai, Kostor, dan anggota jemaat yang diberi tanggung jawab pelayanan dilakukan oleh
Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau Majelis Sinode.
6. Penggembalaan khusus kepada pelayan khusus dan pegawai gereja GKST dilakukan oleh
Majelis Sinode dan atau Majelis Klasis dan atau Majelis Jemaat.
7. Penggembalaan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 sampai 6 ditetapkan dengan
surat keputusan Majelis di masing-masing aras.
8. Surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 7 pasal ini, diberikan kepada yang
bersangkutan dan tidak dibacakan di hadapan jemaat.

50
Pasal 6
Penggembalaan Khusus Dan Sanksi Bagi Anggota Baptis
Penggembalaan khusus bagi anggota baptis dilaksanakan sebagai berikut:
a. Jika ada anggota baptis yang perilaku hidupnya dan atau paham pengajarannya bertentangan
dengan ajaran GKST dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, anggota lain terpanggil
untuk melakukan peneguran dan memberikan nasehat kepadanya dalam kasih agar anggota
tersebut mengakui kesalahan, menyesal dan bertobat serta memohon pengampunan dari
Tuhan.
b. Jika nasehat itu tidak berhasil, anggota yang memberikan nasehat memberitahukan hal itu
kepada Majelis Jemaat.
c. Berdasarkan poin b di atas, Majelis Jemaat memberikan nasehat terhadap anggota tersebut
dengan mengikutsertakan orang tua/walinya dan jika memungkinkan dengan melibatkan
anggota yang memberitahu.
d. Jika yang bersangkutan bertobat, Majelis Jemaat menyatakan bahwa penggembalaan khusus
terhadapnya selesai dan hal itu diberitahukan kepada anggota yang memberitahukan.
e. Jika Majelis Jemaat telah menasehati beberapa kali dan tidak berhasil, anggota tersebut tidak
diperkenankan untuk menerima peneguhan sidi, menerima pelayanan perkawinan gerejawi
dan tidak diberi tanggung jawab pelayanan.
f. Majelis Jemaat terus melakukan penggembalaan agar anggota tersebut mengakui dosanya
dan bertobat, serta memohon pengampunan dari Tuhan.
g. Jika anggota tersebut pada akhirnya bertobat, Majelis Jemaat akan mengadakan percakapan
pastoral dengannya. Penggembalaan khusus baginya dinyatakan selesai, dan selanjutnya
hak-haknya sebagai anggota baptis dipulihkan.

Pasal 7
Penggembalaan Khusus Dan Sanksi Bagi Anggota Sidi
Penggembalaan khusus bagi anggota sidi dilaksanakan sebagai berikut:
a. Jika ada anggota sidi yang perilaku hidupnya dan atau paham pengajarannya bertentangan
dengan ajaran GKST dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, anggota lain terpanggil
untuk melakukan peneguran dan memberikan nasehat kepadanya dalam kasih agar anggota
tersebut mengakui kesalahan, menyesal dan bertobat serta memohon pengampunan dari
Tuhan.
b. Jika nasehat itu tidak berhasil, anggota yang memberikan nasehat memberitahukan hal itu
kepada Majelis Jemaat.
c. Berdasarkan poin b di atas, Majelis Jemaat memberikan nasehat terhadap anggota tersebut
dengan mengikutsertakan orang tua/walinya dan jika memungkinkan dengan melibatkan
anggota yang memberitahu.
d. Jika yang bersangkutan bertobat, Majelis Jemaat menyatakan bahwa penggembalaan khusus
terhadapnya selesai dan hal itu diberitahukan kepada anggota yang memberitahukan.
e. Jika yang bersangkutan bertobat, Majelis Jemaat menyatakan bahwa penggembalaan khusus
terhadapnya selesai dan hal itu diberitahukan kepada anggota yang memberitahukan.
f. Jika Majelis Jemaat telah menasehati beberapa kali dan tidak berhasil, anggota tersebut tidak
diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, mengikuti perjamuan kudus, menerima
pelayanan perkawinan gerejawi, memilih pejabat gerejawi, dipilih sebagai pejabat gerejawi dan
tidak diberi tanggung jawab pelayanan.
g. Majelis Jemaat terus melakukan penggembalaan agar anggota tersebut mengakui dosanya
dan bertobat serta memohon pengampunan dari Tuhan.
h. Jika anggota tersebut pada akhirnya bertobat, Majelis Jemaat mengadakan percakapan
pastoral dengannya. Penggembalaan khusus baginya dinyatakan selesai, dan selanjutnya
hak-haknya sebagai anggota sidi dipulihkan.

Pasal 8
Penggembalaan Khusus Dan Sanksi Bagi Pejabat Gereja
(1) Penggembalaan khusus bagi Penatua atau Diaken dilaksanakan sebagai berikut:
a. Jika ada Penatua atau Diaken yang menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan
dengan ajaran GKST dan atau menyalahgunakan jabatannya dan atau menimbulkan
kekacauan atau perpecahan dalam jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang
lain, anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk memberikan nasihat dan
memberitahukan hal itu kepada Majelis Jemaat.
b. Berdasarkan poin a pada ayat 1 ini, Majelis Jemaat membentuk tim penggembalaan yang
berjumlah 3 orang, yang terdiri dari 2 orang unsur Majelis Jemaat setempat dan 1 orang unsur
Majelis Klasis atau anggota Badan pelayanan aras klasis yang ditunjuk oleh Majelis Klasis.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, penatua atau diaken yang
bersangkutan dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya sebagai pejabat gereja
maksimal 6 bulan melalui surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan kepada Jemaat.
d. Jika dalam proses percakapan pastoral penatua atau diaken yang bersangkutan tidak
terbukti melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat untuk memulihkan nama baik dan jabatan pelayanan penatua atau diaken

51
yang bersangkutan melalui surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan kepada Jemaat
melalui Warta Jemaat.
e. Jika dalam proses percakapan pastoral penatua atau diaken yang bersangkutan terbukti
benar melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat untuk ditindaklanjuti.
f. Berdasarkan poin e ayat 1 pasal ini Majelis Jemaat melaksanakan tindakan penggembalaan
khusus kepada penatua atau diaken yang bersangkutan sesuai dengan peraturan tentang
kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.
(2) Apabila ada suami atau istri penatua/diaken yang menganut dan mengajarkan ajaran yang
bertentangan dengan ajaran GKST dan atau menimbulkan kekacauan atau perpecahan
dalam jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka:
a. anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk memberikan nasihat dan
memberitahukan hal itu kepada Majelis Jemaat.
b. Berdasarkan poin a pada ayat 2 ini, Majelis Jemaat membentuk tim penggembalaan yang
berjumlah 3 orang, yang terdiri dari 2 orang unsur Majelis Jemaat setempat dan 1 orang
unsur Majelis Klasis atau anggota Badan pelayanan aras klasis yang ditunjuk oleh Majelis
Klasis.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, penatua atau diaken yang
bersangkutan dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya sebagai pejabat gereja
maksimal 6 bulan melalui surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan kepada
Jemaat melalui Warta Jemaat.
d. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau istri penatua atau diaken yang
bersangkutan tidak terbukti melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat untuk memulihkan nama baik dan
jabatan pelayanan penatua atau diaken yang bersangkutan melalui surat keputusan
Majelis Jemaat dan disampaikan kepada Jemaat melalui Warta Jemaat.
e. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau istri penatua atau diaken yang
bersangkutan terbukti benar melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat untuk ditindaklanjuti.
f. Berdasarkan poin e ayat 2 pasal ini Majelis Jemaat melaksanakan tindakan
penggembalaan khusus kepada penatua atau diaken yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan tentang kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.

(3) Apabila ada anak dari penatua/diaken, yang belum menerima peneguhan sidi, menganut dan
mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST dan atau menimbulkan
kekacauan atau perpecahan dalam jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain,
maka:
a. anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk memberikan nasihat dan
memberitahukan hal itu kepada Majelis Jemaat.
b. Berdasarkan poin a pada ayat 2 ini, Majelis Jemaat membentuk tim penggembalaan yang
berjumlah 3 orang, yang terdiri dari 2 orang unsur Majelis Jemaat setempat dan 1 orang
unsur Majelis Klasis atau anggota Badan pelayanan aras klasis yang ditunjuk oleh Majelis
Klasis.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, penatua atau diaken yang
bersangkutan dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya sebagai pejabat gereja
maksimal 6 bulan melalui surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan kepada
Jemaat melalui Warta Jemaat.
d. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari penatua atau diaken yang bersangkutan
tidak terbukti melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan memberikan rekomendasi
kepada Majelis Jemaat untuk memulihkan nama baik dan jabatan pelayanan penatua
atau diaken yang bersangkutan melalui surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan
kepada Jemaat melalui Warta Jemaat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari penatua atau diaken yang bersangkutan
terbukti benar melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan memberikan rekomendasi
kepada Majelis Jemaat untuk ditindaklanjuti.
h. Berdasarkan poin e ayat 2 pasal ini Majelis Jemaat melaksanakan tindakan
penggembalaan khusus kepada penatua atau diaken yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan tentang kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.

(4) Penggembalaan khusus bagi Pendeta dilaksanakan sebagai berikut:


a. Jika ada Pendeta yang menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan
ajaran GKST dan atau menyalahgunakan jabatannya dan atau menimbulkan kekacauan
atau perpecahan dalam jemaat dan atau perilaku hidupnya tidak sesuai dengan etika
kristen dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, anggota Jemaat yang
mengetahui terpanggil untuk memberikan nasihat dan memberitahukan hal itu kepada
Majelis Jemaat.
b. Majelis Jemaat yang menerima laporan tersebut menindaklanjuti dengan segera
melaporkan kepada Majelis Klasis untuk diteruskan kepada Majelis Sinode.

52
c. Majelis Sinode membentuk tim penggembalaan yang berjumlah 3 orang, yang terdiri dari
1 orang unsur Majelis Klasis setempat dan 2 orang unsur Majelis Sinode.
d. Tim penggembalaan bertugas untuk melakukan perkunjungan dan percakapan pastoral
kepada pendeta yang bersangkutan dan para pihak yang terkait.
e. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, pendeta yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya sebagai pejabat gereja maksimal 6
bulan melalui surat keputusan Majelis Sinode dan disampaikan kepada Majelis Jemaat.
f. Selama masa non aktif, pendeta yang bersangkutan masih menerima hak-haknya dan
tetap tinggal di jemaat setempat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral pendeta yang bersangkutan tidak terbukti
melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Sinode untuk memulihkan nama baik dan jabatan pelayanan pendeta yang
bersangkutan melalui surat keputusan dan disampaikan kepada Jemaat melalui Majelis
Jemaat.
h. Jika dalam proses percakapan pastoral pendeta yang bersangkutan terbukti benar
melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Sinode untuk ditindaklanjuti.
i. Berdasarkan poin g ayat 4 pasal ini Majelis Sinode melaksanakan tindakan
penggembalaan khusus kepada pendeta yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
tentang kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.
j. Selama masa penggembalaan khusus pendeta yang bersangkutan tidak diperkenankan
untuk membaptiskan anaknya, mengikuti Perjamuan Kudus, menerima pelayanan
pernikahan gerejawi dan tidak diperkenankan melakukan tugas pelayanan di dalam dan
di luar wilayah GKST.

(5) Apabila ada suami atau istri pendeta yang menganut dan mengajarkan ajaran yang
bertentangan dengan ajaran GKST dan atau menimbulkan kekacauan atau perpecahan
dalam jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka:
a. anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk memberikan nasihat dan
memberitahukan hal itu kepada Majelis Jemaat.
b. berdasarkan poin a pada ayat 5 ini, Majelis Jemaat menindaklanjuti dengan
melaporkannya kepada Majelis Klasis setempat untuk diteruskan kepada Majelis Sinode.
c. Majelis Sinode membentuk tim penggembalaan yang berjumlah 3 orang, yang terdiri dari
1 orang unsur Majelis Klasis setempat dan 2 orang unsur Majelis Sinode.
d. Tim penggembalaan bertugas untuk melakukan perkunjungan dan percakapan pastoral
kepada suami atau istri pendeta yang bersangkutan dan para pihak yang terkait.
e. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, pendeta yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya sebagai pejabat gereja maksimal 6
bulan melalui surat keputusan Majelis Sinode dan disampaikan kepada Majelis Jemaat.
f. Selama masa non aktif, pendeta yang bersangkutan masih menerima hak-haknya dan
tetap tinggal di jemaat setempat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau istri pendeta yang bersangkutan tidak
terbukti melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan memberikan rekomendasi
kepada Majelis Sinode untuk memulihkan nama baik suami atau istri pendeta yang
bersangkutan melalui surat keputusan dan disampaikan kepada Jemaat melalui Majelis
Jemaat.
h. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau istri pendeta yang bersangkutan
terbukti benar melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan memberikan rekomendasi
kepada Majelis Sinode untuk ditindaklanjuti.
i. Berdasarkan poin g ayat 5 pasal ini Majelis Sinode melaksanakan tindakan
penggembalaan khusus kepada pendeta yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
tentang kepegawaian dan kode etik pegawai gereja.
j. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan khusus bagi suami atau istri pendeta yang
bersangkutan mengikuti ketentuan tentang penggembalaan khusus bagi anggota sidi.

(6) Apabila ada anak pendeta yang belum menerima peneguhan sidi menganut dan mengajarkan
ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST dan atau menimbulkan kekacauan atau
perpecahan dalam jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka:
a. anggota Jemaat memberitahukan hal itu kepada Majelis Jemaat untuk dilaporkan kepada
Majelis Klasis dan diteruskan kepada Majelis Sinode.
b. Majelis Sinode membentuk tim penggembalaan yang berjumlah 3 orang, yang ditunjuk oleh
Majelis Sinode.
c. Tim penggembalaan bertugas untuk melakukan perkunjungan dan percakapan pastoral
kepada yang bersangkutan dan para pihak yang terkait.
d. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, pendeta yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya sebagai pejabat gereja maksimal 6
bulan melalui surat keputusan Majelis Sinode dan disampaikan kepada Majelis Jemaat.
e. Selama masa non aktif, pendeta yang bersangkutan masih menerima hak-haknya dan
tetap tinggal di jemaat setempat.

53
f. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari pendeta yang bersangkutan tidak
terbukti melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan memberikan rekomendasi
kepada Majelis Sinode untuk memulihkan nama baik anak dari pendeta yang
bersangkutan melalui surat keputusan dan disampaikan kepada Jemaat melalui Majelis
Jemaat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari pendeta yang bersangkutan terbukti
benar melakukan kesalahan, maka kepadanya diberlakukan proses penggembalaan
khusus kepada anggota baptis dan tim penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Sinode tentang pendeta yang bersangkutan untuk ditindaklanjuti.
h. Berdasarkan poin f ayat 6 pasal ini Majelis Sinode melaksanakan tindakan
penggembalaan khusus kepada pendeta yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
tentang kepegawaian dan kode etik pegawai gereja.
i. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan khusus bagi anak dari pendeta yang
bersangkutan mengikuti ketentuan tentang penggembalaan khusus bagi anggota baptis.

Pasal 9
Penggembalaan Khusus Bagi Personalia Alat Kelengkapan
1. Jika ada personalia alat kelengkapan pelayanan sebagaimana dimaksud pada Tata Laksana
bab VIII Pasal 16, menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST
dan atau menyalahgunakan jabatannya dan atau menimbulkan kekacauan atau perpecahan
dalam jemaat dan atau perilaku hidupnya tidak sesuai dengan etika kristen dan atau menjadi
batu sandungan bagi orang lain, anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk
memberikan nasihat dan memberitahukan hal itu kepada Majelis Jemaat di aras jemaat,
Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode.
2. Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau Majelis Sinode yang menerima laporan
tersebut menindaklanjuti dengan membentuk tim penggembalaan di masing-masing aras.
3. Tim penggembalaan melakukan perkunjungan dan percakapan pastoral terhadap yang
bersangkutan dan para pihak yang terkait.
4. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya maksimal 6 bulan
melalui surat keputusan Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan
Majelis Sinode di aras Sinode.
5. Jika dalam proses percakapan pastoral, personalia alat kelengkapan pelayanan yang
bersangkutan tidak terbukti melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan memberikan
rekomendasi kepada Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis
Sinode di aras Sinode untuk memulihkan nama baik personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan melalui surat keputusan dan disampaikan kepada Jemaat melalui Majelis
Jemaat.
6. Jika dalam proses percakapan pastoral, personalia alat kelengkapan pelayanan yang
bersangkutan terbukti benar melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan memberikan
rekomendasi kepada Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis
Sinode di aras Sinode untuk ditindaklanjuti.
7. Berdasarkan ayat 6 pasal ini Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan
Majelis Sinode di aras Sinode melaksanakan tindakan penggembalaan khusus kepada
personalia alat kelengkapan pelayanan yang bersangkutan sesuai dengan peraturan tentang
kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.

8. Apabila suami atau istri Personalia alat kelengkapan, sebagaimana pada ayat (1) pasal ini,
menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST dan atau
menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam jemaat dan atau menjadi batu sandungan
bagi orang lain, maka:
a. Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau Majelis Sinode yang menerima laporan
tersebut menindaklanjuti dengan membentuk tim penggembalaan di masing-masing
aras.
b. Tim penggembalaan melakukan perkunjungan dan percakapan pastoral terhadap yang
bersangkutan dan para pihak yang terkait.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, personalia alat kelengkapan
pelayanan yang bersangkutan dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
maksimal 6 bulan melalui surat keputusan Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis
di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode.
d. Jika dalam proses percakapan pastoral, suami atau istri personalia alat kelengkapan
pelayanan yang bersangkutan tidak terbukti melakukan kesalahan, maka Tim
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis
Klasis di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk memulihkan nama baik yang
bersangkutan melalui surat keputusan dan disampaikan kepada Jemaat melalui Majelis
Jemaat.
e. Jika dalam proses percakapan pastoral, suami atau istri personalia alat kelengkapan
pelayanan yang bersangkutan terbukti benar melakukan kesalahan, maka tim

54
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis
Klasis di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk ditindaklanjuti.
f. Berdasarkan poin e ayat 9 pasal ini Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada personalia alat kelengkapan yang bersangkutan sesuai dengan peraturan tentang
kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.
g. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan khusus bagi suami atau istri personalia alat
kelengkapan yang bersangkutan mengikuti ketentuan tentang penggembalaan khusus
bagi anggota sidi.

9. Apabila ada anak personalia alat kelengkapan yang belum menerima peneguhan sidi,
sebagaimana pada ayat (1) pasal ini, menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan
dengan ajaran GKST dan atau menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam jemaat dan
atau menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka:
a. Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau Majelis Sinode yang menerima laporan
tersebut menindaklanjuti dengan membentuk tim penggembalaan di masing-masing
aras.
b. Tim penggembalaan melakukan perkunjungan dan percakapan pastoral terhadap yang
bersangkutan dan para pihak yang terkait.
h. Selama proses perkunjungan dan percakapan pastoral, personalia alat kelengkapan
pelayanan yang bersangkutan dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
maksimal 6 bulan melalui surat keputusan Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis
di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode.
i. Jika dalam proses percakapan pastoral, anak personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan tidak terbukti melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk memulihkan nama baik yang bersangkutan
melalui surat keputusan dan disampaikan kepada Jemaat melalui Majelis Jemaat.
j. Jika dalam proses percakapan pastoral, anak personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan terbukti benar melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk ditindaklanjuti.
k. Berdasarkan poin e ayat 9 pasal ini Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada personalia alat kelengkapan yang bersangkutan sesuai dengan peraturan tentang
kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.
j. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan khusus bagi anak personalia alat kelengkapan
yang bersangkutan mengikuti ketentuan tentang penggembalaan khusus bagi anggota
baptis.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan :
Pada tanggal :

55
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN SINODE
NOMOR: …
TENTANG

KODE ETIK PELAYAN GEREJA

Menimbang : a. Bahwa untuk penjaminan prinsip-prinsip etis pelayan gereja di


Gereja Kristen Sulawesi Tengah diperlukan Kode Etik Pelayan
Gereja GKST.
b. Bahwa untuk maksud tersebut pada huruf (a) perlu ditetapkan
dalam suatu Peraturan Gereja GKST.

Mengingat : Tata Gereja…


a. Tata Dasar …
b. Tata Laksana
1) Tata Laksana …
2) Tata Laksana …
3) Tata Laksana …
4) Tata Laksana …
5) Tata Laksana …
6) Tata Laksana …

Memperhatikan : a. Keputusan Sidang Sinode Tahun 2021


b. Keputusan Sidang Sinode 2023

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KODE ETIK PELAYAN GEREJA

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan:
a. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
b. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan kesaksian dan pelayanan jemaat-
jemaat dan klasis-klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam kesetaraan dan
persaudaraan.
c. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam pelaksanaan keputusan-keputusan
Sinode.
d. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu wilayah tertentu.
e. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam pelaksanaan keputusan-keputusan klasis.
f. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu wilayah tertentu.
g. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam pelaksanaan keputusan-keputusan
jemaat.
h. Pelayan gereja adalah orang-orang yang terpanggil dan diberi tanggung jawab pelayanan
dalam tugas masing-masing di GKST.
i. Kode etik adalah pedoman berpikir, berbicara dan bertindak yang mencerminkan citra
dan karakter Pelayan Gereja GKST.

BAB II
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 2
Pengertian Kode Etik
Kode Etik Pelayan Gereja GKST adalah citra dan karakter pelayan gereja GKST yang berisi nilai-
nilai:
(1) Kesetiaan dan konsistensi etis bagi integritas pelayan gereja, serta kesatuan dalam
gereja.
(2) Integritas dan etika sebagai prinsip dasar pelayanan gereja.
(3) Kehidupan pribadi sebagai upaya mempertahankan integritas dan memberikan
kesaksian yang kuat bagi gereja dan masyarakat.

56
(4) Pertanggungjawaban dan tanggung jawab yang diemban sebagai landasan kepercayaan
gereja dan masyarakat.
(5) Hubungan interpersonal yang sehat dalam pelayanan gereja sebagai kunci menciptakan
lingkungan yang inklusif, saling menghormati, dan mendukung.
(6) Pematuhan hukum yang berlaku dalam masyarakat sebagai upaya memperlihatkan
komitmen terhadap keadilan, integritas, dan keteladanan moral.
(7) Pertumbuhan rohani yang berkelanjutan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik.

Pasal 3
Tujuan Kode Etik
Kode Etik Pelayan Gereja GKST bertujuan untuk:
(1) Memastikan bahwa pelayan gereja menjalankan tugas dengan dedikasi dan membangun
kepercayaan jemaat serta masyarakat sekitarnya.
(2) Membangun kepercayaan dengan jemaat, menjaga hubungan yang sehat, dan menjadi
contoh teladan yang baik bagi komunitas gereja dan masyarakat luas.
(3) Menjaga moralitas dan menjauhi perilaku yang merusak demi memperkuat hubungan
dengan jemaat dan melayani dengan integritas.
(4) Memperlakukan orang lain dengan penghormatan, dan menghindari penyalahgunaan
wewenang untuk membangun hubungan yang kuat dengan jemaat dan memberikan
pelayanan yang bermakna.
(5) Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan, dan memberikan penghargaan terhadap semua
orang, serta membangun hubungan yang kuat dengan jemaat dan melayani dengan
integritas.
(6) Menjaga reputasi gereja dan membangun kepercayaan jemaat dan masyarakat.
(7) Memperbarui pengetahuan teologis, dan terlibat dalam pembinaan rohani agar dapat
terus tumbuh dalam iman dan memberikan inspirasi kepada jemaat dalam upaya
mencari hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan.

Pasal 4
Lingkup Kode Etik
Kode etik ini ditujukan kepada seluruh pelayan gereja yang diangkat oleh Majelis Sinode, Majelis
Klasis dan Majelis Jemaat.

Pasal 5
Penerapan Kode Etik
Kode etik ini harus diterapkan dalam semua aspek pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan oleh
pelayan gereja. Hal ini mencakup interaksi dengan jemaat, rekan kerja, kolega profesional, dan
masyarakat umum.

Pasal 6
Kesetiaan dan Konsistensi
(1) Pelayan gereja wajib mempertahankan dan mengajarkan ajaran gereja dengan setia,
menyampaikan pesan Injil secara akurat dan jujur, serta menghindari pemalsuan atau
manipulasi pesan-pesan Kristiani.
(2) Pelayan gereja wajib tunduk pada otoritas gereja dan mematuhi tata gereja dan peraturan
gereja yang telah ditetapkan melalui penghormatan terhadap peraturan gereja,
kepemimpinan gereja, dan tata cara pengambilan keputusan gerejawi yang berlaku.
(3) Pelayan gereja wajib memelihara tradisi gereja dengan setia, menghormati kebiasaan-
kebiasaan dan praktik-praktik yang telah ditetapkan oleh gereja, serta memastikan agar
terlibat dalam ibadah dan acara gerejawi dengan sungguh-sungguh.
(4) Pelayan gereja wajib menjaga keanggotaan gereja yang konsisten dengan ajaran dan nilai-
nilai gereja, melibatkan jemaat dalam kegiatan gerejawi, mengajak orang untuk menjadi
anggota gereja, dan menjaga keanggotaan gereja agar tetap berada dalam kerangka
ajaran gereja.
(5) Pelayan gereja wajib hidup sesuai dengan ajaran gereja, menjadi contoh teladan bagi
jemaat dan menjaga konsistensi antara kata dan perbuatan sehari-hari.
(6) Pelayan gereja wajib hidup sesuai dengan nilai-nilai moral Kristiani, dengan tidak
melakukan tindakan yang buruk, seperti:
a. perselingkuhan,
b. percabulan,
c. kekerasan seksual,
d. kekerasan dalam rumah tangga,
e. kekerasan fisik,
f. korupsi,
g. pencurian,
h. kecurangan,
i. penipuan,
j. kemabukan,
k. perjudian,

57
l. ketergantungan Narkoba,
m. fitnah, dan
n. perbuatan amoral lainnya.

Pasal 7
Integritas dan Etika
(1) Pelayan gereja wajib bersikap jujur dalam segala hal, dengan cara menghindari
kebohongan, manipulasi informasi, atau penipuan dalam komunikasi mereka dengan
jemaat dan orang lain.
(2) Pelayan gereja wajib menjaga rahasia jabatan dan menghormati privasi individu, dengan
cara menjaga kerahasiaan informasi yang dipercayakan kepada mereka oleh jemaat atau
individu yang mereka layani, termasuk masalah pribadi, keluarga, atau situasi yang
bersifat rahasia.
(3) Pelayan gereja wajib berperilaku dengan penuh integritas dalam menggunakan
wewenang dan otoritas, dengan cara tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi, memanipulasi orang lain, atau melakukan tindakan
yang melanggar batasan etis.
(4) Pelayan gereja wajib melaksanakan administrasi dengan transparansi dalam keuangan
gereja dan administrasi, termasuk mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan
dan harta milik gereja dengan jelas kepada jemaat dan melaporkan secara akuntabel
tentang tugas-tugas yang diemban.
(5) Pelayan gereja wajib dan siap untuk diperiksa oleh lembaga yang diberi kewenangan oleh
gereja.
(6) Pelayan gereja wajib bersikap adil dan menjunjung tinggi kesetaraan dalam pelayanan,
dengan cara memperlakukan semua orang dengan hormat, tanpa membedakan ras,
gender, status sosial, atau latar belakang lainnya.
(7) Pelayan gereja wajib menjalankan tugas mereka dengan standar etika profesional yang
tinggi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh gereja, termasuk
menjaga integritas dalam hubungan kerja dengan rekan pelayan, staf gereja, dan mitra
kerja lainnya.

Pasal 8
Kehidupan Pribadi
(1) Pelayan gereja yang menikah wajib menjaga kesetiaan terhadap pasangan mereka dan
menghormati janji perkawinan.
(2) Pelayan gereja wajib menggunakan waktu dan sumber daya pribadi dengan bijak,
menjaga keseimbangan antara pekerjaan gereja dan kehidupan pribadi, serta
menggunakan sumber daya gereja dengan bertanggung jawab.
(3) Pelayan gereja wajib memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan keuangan pribadi,
menjaga integritas dalam pengeluaran, mengelola utang-piutang dengan bijak,
menghindari praktik keuangan yang merugikan gereja, masyarakat dan negara,
dan/atau menjadi batu sandungan.
(4) Pelayan gereja wajib menjadi contoh teladan dalam kehidupan pribadi, mencerminkan
nilai-nilai Kristiani dalam hubungan dengan keluarga, teman, dan masyarakat umum.
(5) Pelayan gereja wajib menjaga reputasi gereja dengan menjalani kehidupan pribadi yang
konsisten dengan ajaran gereja, menyadari bahwa tindakan dan perilakunya
mencerminkan reputasi gereja secara keseluruhan.

Pasal 9
Pertanggungjawaban dan Tanggung Jawab
(1) Pelayan gereja wajib menjalankan tugas dan pekerjaan dengan penuh dedikasi,
menghormati tanggung jawab yang dipercayakan oleh gereja dan jemaat, serta
melaksanakan tugas dengan integritas, kualitas, dan komitmen yang tinggi.
(2) Pelayan gereja bertanggung jawab melayani dan memenuhi kebutuhan jemaat, seperti
memberikan bimbingan rohani, dukungan, dan perhatian kepada jemaat dalam situasi
kehidupan yang beragam.
(3) Pelayan gereja wajib memperlakukan orang lain dengan penghormatan dan kasih,
dengan cara menghindari sikap diskriminatif, merendahkan, atau memperlakukan orang
lain secara tidak adil.
(4) Pelayan gereja memiliki wewenang dan otoritas tertentu dalam menjalankan tugas
dengan bertanggung jawab, menjaga transparansi, dan menghindari penyalahgunaan
kekuasaan.
(5) Pelayan gereja bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan jemaat dan anggota
gereja lainnya secara efektif, mendengarkan dengan empati, menyampaikan pesan
dengan jelas, dan menjaga kerahasiaan jika diperlukan.
(6) Pelayan gereja wajib mengembangkan diri secara rohani dan profesional, melalui
pelatihan, pengajaran, dan bimbingan yang diperlukan untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan dalam pelayanan gereja.

58
Pasal 10
Hubungan Interpersonal
(1) Pelayan gereja wajib menjadi pendengar yang baik dan berkomunikasi dengan
keterbukaan, dengan cara memberikan kesempatan kepada jemaat untuk
menyampaikan pandangan, kekhawatiran, atau pertanyaan mereka, serta merespons
dengan empati dan pengertian.
(2) Pelayan gereja wajib menjaga batasan etis dalam hubungan pribadi dengan jemaat,
dengan cara menghindari penyalahgunaan kekuasaan atau situasi yang dapat
menyebabkan konflik kepentingan, serta menjaga profesionalisme dalam interaksi
dengan anggota jemaat.
(3) Pelayan gereja wajib mengetahui standar-standar etis dalam penggunaan media sosial
dan alat komunikasi dengan cara menghindari praktik-praktik komunikasi digital yang
dapat disalahartikan dan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
(4) Pelayan gereja bertanggung jawab untuk melindungi anggota jemaat dari segala bentuk
pelecehan, penyalahgunaan, atau perlakuan yang tidak pantas, termasuk menjaga
lingkungan gereja yang aman dan mendukung, serta melibatkan diri dalam penanganan
tindakan pencegahan dan penanggulangan kejahatan.
(5) Pelayan gereja wajib menjalankan peran mediator dan membantu dalam penyelesaian
konflik, mendukung perdamaian, komunikasi yang konstruktif, dan menjaga hubungan
yang sehat antara anggota jemaat.

Pasal 11
Kepatuhan Hukum
(1) Pelayan gereja wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di
manapun berada, dengan cara tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum,
termasuk pelanggaran pidana dan perdata, atau pelanggaran etika profesional.
(2) Pelayan gereja wajib menghormati otoritas dan institusi pemerintahan yang sah.
(3) Pelayan gereja wajib mematuhi peraturan perpajakan dan pelaporan yang berlaku.
(4) Pelayan gereja wajib mendukung dan mempromosikan hak asasi manusia dalam
pelayanan, dengan cara mematuhi prinsip-prinsip kesetaraan, non-diskriminasi, dan
penghormatan terhadap martabat setiap individu.
(5) Pelayan gereja wajib bekerja sama dengan pihak berwenang dalam rangka penegakan
hukum dan perlindungan masyarakat, dan apabila terjadi situasi yang melibatkan
kejahatan atau pelanggaran hukum, harus melaporkannya kepada pihak yang
berwenang.
(6) Pelayan gereja wajib mematuhi kewajiban administratif, termasuk pendaftaran dan
perizinan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku.

Pasal 12
Pertumbuhan Rohani
(1) Pelayan gereja wajib menjaga dan memperdalam hubungan pribadi dengan Tuhan
dengan cara mendedikasikan waktu untuk berdoa, membaca Alkitab, dan merenungkan
Firman Tuhan, serta mempraktikkan kehidupan rohani dalam tindakan sehari-hari.
(2) Pelayan gereja wajib memperdalam pemahaman dan iman mereka melalui pendidikan
dan pengembangan pribadi melalui keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, atau kursus
untuk meningkatkan pengetahuan teologis, keterampilan pelayanan, dan pengembangan
kepemimpinan.
(3) Pelayan gereja wajib menjalani kehidupan rohani yang aktif dengan mengambil bagian
dalam praktik-praktik Kristiani seperti ibadah, doa bersama, komunitas kecil, dan
praktik rohani lainnya, termasuk memberikan teladan dalam beribadah dan
menginspirasi jemaat untuk terlibat dalam kehidupan rohani yang aktif.
(4) Pelayan gereja wajib menjalani pembinaan rohani dengan pendeta atau mentor rohani
yang lebih berpengalaman agar membantu bertumbuh dalam iman, mendapatkan
arahan, serta menjaga keseimbangan emosional dan spiritual dalam pelayanan mereka.
(5) Pelayan gereja wajib mengikuti pembelajaran seumur hidup dengan cara memperbaharui
pengetahuan teologis, mengikuti tren dan perkembangan gerejawi, serta terus menggali
kebijakan dan praktik terbaru dalam pelayanan gereja.

Pasal 13
Kewajiban Pernyataan Kode Etik
Setiap pelayan gereja wajib mengucapkan pernyataan kode etik pelayan gereja pada saat
menerima jabatan pelayan gereja dan membaharui janji pelayanan gereja.

Pernyataan Kode Etik


Sebagai pelayan Yesus Kristus, yang dipanggil oleh Allah untuk memberitakan Injil dan diberkati
Roh Kudus untuk melayani Tuhan melalui Gereja Kristen Sulawesi Tengah, saya membaktikan

59
diri untuk melakukan pelayanan sesuai dengan pedoman dan prinsip-prinsip etis yang tertulis
di dalam kode etik sehingga pelayanan saya berkenan kepada Allah, membawa manfaat bagi
gereja, dan hidup saya menjadi kesaksian bagi dunia.

Tanggung Jawab kepada Diri


1. Saya akan menjaga kesehatan fisik dan emosi saya dengan olahraga rutin, pola hidup
sehat, dan perawatan tubuh yang tepat.
2. Saya akan memelihara kehidupan ibadah saya melalui waktu doa berkala, membaca
Alkitab dan bersaat teduh.
3. Saya akan mengembangkan intelektualitas saya secara formal dan informal.
4. Saya akan mengatur waktu saya dengan menyeimbangkan secara tepat kewajiban
pribadi, tugas-tugas gerejawi, dan tanggung jawab keluarga, serta mematuhi ketentuan
libur atau cuti pegawai.
5. Saya akan bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam masalah keuangan dengan
melunasi utang tepat waktu, tidak mengharapkan hak istimewa, dan memberi
sumbangan pada hal-hal yang layak.
6. Saya akan berkata benar, tidak memplagiat karya orang lain, membesar-besarkan fakta,
menyalahgunakan pengalaman pribadi, atau bergosip.
7. Saya akan berjuang menyerupai Kristus dalam sikap dan tindakan kepada semua orang,
tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, atau kedudukan yang berpengaruh di
gereja dan masyarakat.

Tanggung Jawab kepada Keluarga


1. Saya akan berlaku adil kepada semua anggota keluarga saya, menyediakan waktu untuk
mereka, mengasihi, dan memberikan pertimbangan yang mereka butuhkan.
2. Saya akan memenuhi kebutuhan lahir batin pasangan hidup saya dengan bertanggung
jawab.
3. Saya akan memahami peran unik pasangan saya, mengakui bahwa tanggung jawabnya
adalah sebagai mitra perkawinan dan orangtua bagi anak-anak, yang membantu
pelayanan gereja.
4. Saya akan memandang anak-anak saya sebagai berkat Allah dan akan berusaha
memenuhi kebutuhan mereka masing-masing tanpa membebankan harapan yang tidak
sesuai kepada mereka.

Tanggung Jawab kepada Jemaat


1. Saya akan berusaha menjadi pelayan gereja dengan meneladani Kristus dalam iman,
kasih, hikmat, keberanian, dan integritas.
2. Saya akan dengan setia mencurahkan waktu dan energi sebagai pendeta, pengajar,
pengkhotbah, dan administrator dengan kebiasaan kerja yang tepat dan jadwal yang
wajar.
3. Dalam kewajiban administratif dan pastoral, saya akan merangkul dan adil kepada
semua warga jemaat.
4. Dalam tanggung jawab berkhotbah, saya akan menyediakan waktu yang cukup untuk
berdoa dan persiapan sehingga penyampaian khotbah dari Alkitab, benar secara teologis,
dan terkomunikasikan dengan tepat.
5. Dalam konseling pastoral, saya akan sangat menjaga kerahasiaan, kecuali dalam kasus-
kasus yang menuntut pengungkapan agar tidak ada orang yang dirugikan dan/atau
diwajibkan hukum.
6. Dalam tanggung jawab penginjilan, saya akan berupaya membawa orang kepada
keselamatan dan menjadi warga gereja tanpa memanipulasi orang yang bertobat, atau
merendahkan iman agama lain.
7. Dalam kunjungan dan praktik konseling, saya tidak akan berada hanya berdua dengan
lawan jenis, kecuali ada warga gereja yang lain yang menjadi saksi di sekitar tempat itu.
8. Saya tidak akan meminta bayaran kepada warga jemaat atas pelayanan saya, kecuali
pemberian sukarela.
9. Sebagai pelayan penuh-waktu, saya tidak akan melakukan pelayanan lain yang juga
digaji tanpa persetujuan tertulis dari Majelis Sinode.
10. Pada saat mutasi tugas pelayanan gereja, saya akan memperkuatnya dengan proses
mengakhiri dan memulai pelayanan dengan baik.

Tanggung Jawab kepada Rekan Pelayan


1. Saya akan berusaha menjalin relasi dengan semua pelayan, khususnya mereka yang
melayani di gereja, sebagai mitra pelayanan kepada Allah, dengan menghormati
pelayanan mereka dan bekerja sama dengan mereka
2. Saya akan berusaha melayani rekan-rekan sekerja pelayan dan keluarga mereka dengan
bimbingan, dukungan, dan bantuan pribadi.
3. Saya tidak akan memperlakukan pelayan lain sebagai pesaing dalam rangka
mendapatkan tempat melayani, penghormatan, atau meraih keberhasilan.

60
4. Saya tidak akan menjelek-jelekkan orang atau pekerjaan pelayan lain, khususnya
pelayan sebelum dan sesudah saya.
5. Saya akan mengembangkan pelayanan pelayan sebelum saya dengan tidak mengusik
jemaat yang saya layani sebelumnya.
6. Saya akan memberikan pelayanan di suatu jemaat setelah terkonfirmasi oleh pelayan
setempat.
7. Saya akan memberikan pelayanan di jemaat lama saya hanya jika diundang oleh pelayan
setempat.
8. Pelayan terdahulu yang kembali ke jemaat saya sekarang harus saya hormati dan hargai.
9. Saya akan bersikap bijaksana dan menghormati semua pelayan yang telah pensiun, dan
setelah pensiun, saya akan menghormati pendeta saya.
10. Saya akan bersikap jujur dan baik dalam merekomendasikan pelayan lain ke gereja atau
lembaga lain yang membutuhkan.
11. Jika mengetahui penyimpangan perilaku serius seorang pelayan, saya akan
memberitahu pejabat gereja yang bertanggung jawab sesuai aras pelayanan.
12. Saya tidak akan melakukan ujaran kebencian kepada sesama rekan pelayan dan semua
orang.

Tanggung Jawab kepada Masyarakat


1. Saya akan memandang tanggung jawab utama saya sebagai pendeta jemaat saya dan
tidak akan mengabaikan tugas pelayanan gereja untuk melayani masyarakat.
2. Saya akan menerima tanggung jawab yang wajar untuk pelayanan sosial, mengakui
bahwa di pundak pelayan ada pelayanan publik.
3. Saya akan mendukung moralitas publik di masyarakat melalui suara kenabian yang
bertanggung jawab dan aksi sosial.
4. Saya akan patuh kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
5. Saya akan menjadi warga negara tanpa melibatkan diri dalam politik partisan atau
aktivitas-aktivitas politik yang tidak etis, tidak alkitabiah, dan tidak bijaksana.
6. Saya akan selalu bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan.

Tanggung Jawab kepada GKST


1. Saya akan mengasihi dan mendukung GKST, serta bekerja sama dengan sesama pelayan
gereja serta jemaat-jemaat GKST.
2. Saya mengakui utang budi kepada GKST atas perannya terhadap hidup dan pelayanan
saya.
3. Saya akan berusaha meningkatkan upaya GKST untuk meluaskan dan mengembangkan
Kerajaan Allah melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanannya.

BAB V
SANKSI

Pasal 14
Sanksi Pelayan Gereja
Pelayan gereja yang melanggar kode etik dikenakan sanksi berupa:
(1) Peringatan lisan yang diberikan kepada pelayan gereja yang melakukan pelanggaran yang
segera dapat diperbaiki dan pelayan yang bersangkutan memahami dampak dari
pelanggaran kode etik.
(2) Jika pelanggaran terus berlanjut atau lebih serius, pelayan gereja yang bersangkutan
diberikan peringatan tertulis, yang berisi catatan pelanggaran yang dilakukan,
konsekuensi yang mungkin terjadi jika pelanggaran berlanjut, dan instruksi untuk
perbaikan perilaku.
(3) Dalam konteks pelanggaran kode etik yang serius, pelayan gereja yang bersangkutan
mendapatkan sanksi berupa pembatasan atau penangguhan hak dan keistimewaan
pelayanan gereja, termasuk penghapusan atau penangguhan tugas, tanggung jawab,
atau kewenangan tertentu yang dimilikinya.
(4) Jika pelanggaran kode etik sangat serius atau berulang kali dilakukan, pelayan gereja
yang bersangkutan mendapatkan penundaan sementara atau penghentian pelayanan
setelah melalui proses yang adil dan sesuai dengan Tata Gereja dan Peraturan Gereja.
(5) Dalam beberapa kasus, pelanggaran kode etik yang sangat serius atau melanggar Tata
Gereja dan Peraturan Gereja, pelayan gereja yang bersangkutan menjalani proses disiplin
yang lebih formal, termasuk pemecatan dari jabatan pelayanan, pencabutan jabatan dan
status kepegawaian, atau penangguhan anggota gereja.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

61
(1) Kode etik ini dapat ditinjau kembali untuk memastikan keberlanjutan dan relevansinya
dalam menghadapi perubahan lingkungan, kebutuhan gereja, dan perkembangan etika
profesi.
(2) Proses peninjauan akan melibatkan Majelis Sinode dan Komisi Tata Gereja.
(3) Selama proses peninjauan, pelayan gereja dan anggota gereja akan diberikan kesempatan
untuk memberikan masukan, saran, atau rekomendasi terkait dengan perubahan yang
diusulkan dalam kode etik.
(4) Setelah peninjauan selesai, perubahan kode etik akan diajukan untuk persetujuan
Sidang Sinode sebelum diterapkan secara resmi.
(5) Perubahan kode etik akan mengikat semua pelayan gereja segera setelah diberlakukan.
(6) Peraturan sinode tentang kode etik pelayan gereja ini mulai berlaku sejak tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di :

Pada tanggal :

62
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN SINODE
NOMOR: …
TENTANG
KEPEGAWAIAN

PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KEPEGAWAIAN

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pelaksanaan kegiatan organisasi


pelayanan Gereja Kristen Sulawesi Tengah maka perlu
mengangkat pegawai gereja.
b. Pegawai Gereja sebagaimana dimaksud pada huruf a
terdiri atas Pendeta dan Non Pendeta.
c. Bahwa berdasarkan maksud pada huruf a dan huruf b
maka perlu dibuat sebuah peraturan tentang Pegawai
Gereja.

Mengingat : Tata Gereja…


a. Tata Dasar …
b. Tata Laksana
1) Tata Laksana …
2) Tata Laksana …
3) Tata Laksana …
4) Tata Laksana …
5) Tata Laksana …
6) Tata Laksana …

Memperhatikan : a. Keputusan Sidang Sinode Tahun 2021


b. Keputusan Sidang Sinode 2023

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN SINODE TENTANG PEGAWAI GEREJA

BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Ketentuan Umum

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

a. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah


b. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat
dan klasis-klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam kesetaraan dan persaudaraan.
c. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam pelaksanaan keputusan-keputusan Sinode.
d. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu wilayah tertentu.
e. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam pelaksanaan keputusan-keputusan klasis.
f. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu wilayah tertentu.
g. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
h. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus pendeta, penatua, diaken.
i. Pegawai Gereja adalah mereka yang diangkat dan ditetapkan oleh Majelis Sinode dengan
Surat Keputusan untuk melaksanakan Tugas pokok dan fungsi pegawai gereja di lembaga
pelayanan GKST.

63
BAB II
KEDUDUKAN DAN TUGAS PEGAWAI GEREJA

Pasal 2
Kedudukan
(1) Pegawai Gereja GKST adalah aparatur gereja yang mengemban tugas dan panggilan
gereja melalui pekerjaan yang dipercayakan padanya.
(2) Pegawai gereja berkedudukan di kantor pusat pelayanan gereja, lembaga pendidikan,
lembaga pelayanan kesehatan, dan badan-badan pelayanan gereja lainnya.

Pasal 3
Tugas
(1) Melaksanakan keputusan Sidang Sinode.
(2) Melaksanakan keputusan Rapat Majelis Sinode, keputusan pimpinan badan pelayanan
GKST, keputusan Rapat Klasis setempat, dan keputusan Rapat Jemaat setempat.
(3) Melaksanakan pelayanan sesuai Kode Etik Pelayan Gereja.

BAB III
PROSEDUR DAN SYARAT PENERIMAAN PEGAWAI GEREJA

Pasal 4
Prosedur
(1) Majelis Sinode melakukan survey dan analisis kebutuhan pegawai gereja baru.
(2) Majelis Sinode mengumumkan lowongan kerja pegawai gereja melalui warta jemaat.
(3) Majelis Sinode melaksanakan tes, wawancara dan uji kelayakan calon pegawai gereja.
(4) Majelis Sinode mengumumkan hasil seleksi pegawai gereja melalui warta jemaat.

Pasal 5
Syarat Pegawai Gereja Jalur Pendeta
(1) Penerimaan pegawai gereja jalur pendeta melalui tahapan vikaris.
(2) Syarat penerimaan vikaris diatur dalam Tata Laksana Pasal….

Pasal 6
Syarat Pegawai Gereja Non Pendeta
(1) Berumur minimal 18 tahun dan maksimal 35 Tahun.
(2) Berpendidikan minimal SMA atau sederajat.
(3) Mengajukan surat permohonan yang ditandatangani di atas meterai kepada Majelis
Sinode dengan melampirkan syarat-syarat:
a. Salinan ijazah terakhir yang telah dilegalisir;
b. Salinan surat baptis dan surat sidi;
c. Salinan akte kelahiran;
d. Salinan kartu tanda penduduk dan kartu keluarga;
e. Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani dari dokter Rumah Sakit Sinar Kasih
GKST;
f. Surat keterangan berkelakuan baik dari pihak yang berwajib;
g. Surat keterangan Majelis Jemaat bahwa yang bersangkutan tidak sedang dalam
Penggembalaan Khusus;
h. Pas Foto diri ukuran 4x6 satu lembar;
i. Surat pernyataan bahwa tidak sedang bekerja pada lembaga/ institusi lain;
j. Surat pernyataan bersedia ditempatkan di mana saja di wilayah pelayanan GKST;
k. Surat Pernyataan bersedia menaati peraturan dan ketentuan yang berlaku di
GKST.

Pasal 7
Pengangkatan Pendeta Sebagai Pegawai Gereja
(1) Vikaris yang telah menerima pengurapan sebagai Pendeta harus mengajukan
permohonan untuk pengangkatan dan penempatan sebagai pegawai gereja.
(2) Vikaris yang belum mendapatkan surat keputusan pengangkatan dan penempatan
sebagai pendeta GKST tetap melayani di jemaat tempat vikaris.

Pasal 8
Pengangkatan Pegawai Gereja Non Pendeta
(1) Pengangkatan pegawai gereja non pendeta setelah yang bersangkutan dinyatakan lulus
seleksi.
(2) Pengangkatan menjadi pegawai gereja diawali dengan masa percobaan.
(3) Masa percobaan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, selama 6 (enam) bulan masa
kerja awal yang dihitung sejak tanggal hari kerjanya yang pertama dalam status sebagai
calon pegawai.

64
(4) Selama menjalani masa percobaan, calon pegawai berhak atas gaji sebesar 80% dari gaji
pokok dan tunjangan lainnya.
(5) Calon pegawai yang telah memenuhi syarat menurut peraturan yang berlaku selanjutnya
diangkat menjadi pegawai gereja oleh Majelis Sinode dengan surat keputusan dan
kepadanya diberi gaji pokok serta tunjangan lainnya yang ditetapkan baginya.
(6) Calon pegawai gereja yang telah ditetapkan sebagaimana diatur dalam ayat (5) pasal ini
wajib menjadi peserta Dana Pensiun GKST.

BAB IV
JENJANG KEPANGKATAN

Pasal 9
Golongan Dan Ruang
(1) Golongan dan Ruang bagi pegawai GKST mengacu pada aturan yang berlaku bagi Pegawai
Negeri Sipil (PNS)
(2) Golongan dan Ruang yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur sebagai berikut:
a. STTB/Ijazah Sekolah Dasar diangkat dengan Golongan dan Ruang I/a.
b. STTB/Ijazah Setingkat SLTP diangkat dengan Golongan Dan Ruang I/b
c. STTB/Ijazah Setingkat SMA diangkat dengan Golongan dan ruang II/a
d. STTB/Ijazah setingkat Diploma III diangkat dengan Golongan dan Ruang II/c
e. STTB/Ijazah Strata 1/Diploma IV diangkat dengan Golongan dan Ruang III/a
f. STTB/Ijazah Strata 2/Profesi diangkat dengan Golongan dan Ruang III/b
g. STTB/Ijazah Strata 3 diangkat dengan Golongan dan Ruang III/c.
(3) Setiap Golongan terdiri atas 4 (empat) Ruangan/Pangkat yaitu:
a. Golongan I/a sampai dengan I/d
b. Golongan II/a sampai dengan II/d
c. Golongan III/a sampai dengan III/d
d. Golongan IV/a sampai dengan IV/e

Pasal 10
Kenaikan Pangkat
(1) Kenaikan Pangkat, Golongan dan Ruang adalah kenaikan pangkat yang diberikan kepada
pegawai gereja yang memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku secara reguler.
(2) Kenaikan Pangkat, Golongan dan Ruang secara reguler ke dalam pangkat yang setingkat
lebih tinggi diberikan kepada pegawai gereja apabila:
a. Telah 4 (empat) tahun dalam pangkat yang dimilikinya.
b. Tidak pernah mengalami penundaan kenaikan pangkat.
(3) Penundaan kenaikan Pangkat, Golongan dan Ruang diberlakukan bagi pegawai gereja yang
dikenakan sanksi kepegawaian.

BAB V
PENGGAJIAN

Pasal 11
Sistem Penggajian
(1) Sistem Penggajian pegawai gereja berpedoman pada sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil.
(2) Pengertian Komponen Gaji yang berlaku di GKST adalah sebagai berikut:
a. Gaji Pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan secara teratur kepada pegawai gereja
menurut tingkat golongan dan atau besarnya ditetapkan berdasarkan tabel Gaji yang
berlaku di GKST.
b. Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran teratur yang berkaitan dengan pekerjaan
yang diberikan secara tetap untuk pegawai, serta dibayarkan dalam waktu bersamaan
dengan pembayaran gaji pokok; seperti, tunjangan istri/suami, anak, tunjangan jabatan,
tunjangan fungsional dan tunjangan beras/kesejahteraan, serta tunjangan operasional
penginjilan bagi Pendeta penginjil.
c. Tunjangan tidak tetap adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak
langsung berkaitan dengan pekerjaan, seperti tunjangan perjalanan, tunjangan makan,
tunjangan kesehatan, tunjangan duka dan tunjangan lembur.
(3) Kepada pegawai Gereja diberikan kenaikan gaji berkala bila telah mencapai masa kerja
golongan 2 (dua) tahun.

BAB VI
MUTASI

Pasal 12
Mutasi Pegawai Gereja
(1) Mutasi adalah perpindahan tempat kerja pegawai gereja dalam rangka kebutuhan
pelayanan.
(2) Mutasi pegawai gereja diatur sebagai berikut:
65
a. Di aras Jemaat wajib satu periode pelayanan;
b. Di aras Klasis wajib dilakukan dengan mengikuti masa pelayanan Majelis Sinode;
c. Di aras Sinode dilakukan dengan pertimbangan Majelis Sinode.
(3) Mutasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Majelis Sinode melakukan analisis dan proyeksi mutasi pegawai gereja minimal satu tahun
sebelum mutasi.
b. Majelis Sinode memberitahukan dan mempersiapkan pegawai gereja yang bersangkutan
minimal 6 (enam) bulan sebelum mutasi pegawai gereja.

Pasal 13
Tenaga Utusan Gereja
(1) Tenaga Utusan Gereja adalah pegawai gereja yang ditugaskan oleh Majelis Sinode untuk
melayani di lembaga pelayanan di luar GKST.
(2) Masa penugasan Tenaga Utusan Gereja yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dibatasi
sebanyak-banyaknya 2 (dua) periode pelayanan.
(3) Gaji dan tunjangan tenaga utusan gereja dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja lembaga penerima.
(4) Tenaga Utusan Gereja yang tidak kembali setelah periode penugasannya berakhir tidak dapat
diterima kembali sebagai pegawai gereja.
(5) Tenaga Utusan Gereja yang melayani sebagai dosen di lembaga pendidikan di luar GKST
diatur berdasarkan Nota Kesepahaman.

Pasal 14
Tugas Belajar
(1) Tugas belajar adalah kesempatan yang diberikan kepada pegawai gereja untuk mengikuti
pendidikan ke strata yang lebih tinggi.
(2) Tugas Belajar dimaksudkan untuk peningkatan sumber daya manusia dalam lingkup
pegawai gereja sesuai bidang ilmu yang dibutuhkan bagi kebutuhan pelayanan GKST.
(3) Tugas belajar terdiri dari:
a. Tugas belajar dengan beasiswa;
b. Tugas belajar non beasiswa.
(4) Majelis Sinode melakukan survey dan analisis kebutuhan peningkatan sumber daya
manusia melalui Tugas Belajar.
(5) Kesempatan tugas belajar dengan beasiswa adalah tugas belajar dalam bidang ilmu yang
dibutuhkan dan wajib disampaikan kepada pegawai gereja melalui surat edaran yang
diterbitkan oleh Majelis Sinode.
(6) Syarat-syarat tugas belajar dengan Beasiswa:
a. Masa kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
b. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang dituju dan diakui
oleh GKST melalui pertimbangan Majelis Sinode termasuk pilihan bidang keilmuan yang
dibutuhkan;
c. Tidak sedang menjalani Penggembalaan Khusus;
d. Berusia maksimal 35 tahun untuk strata 2 (dua) dan 40 tahun untuk Strata 3 (tiga).
e. Mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Sinode dengan melampirkan surat
pernyataan yang ditandatangani di atas materai bahwa yang bersangkutan akan kembali
mengabdi di GKST segera setelah menyelesaikan studi.
f. Menandatangani surat perjanjian yang isinya wajib mengembalikan seluruh biaya studi
yang telah diusahakan oleh GKST apabila terjadi pelanggaran terhadap pernyataan
sebagaimana di atur dalam ayat (6) huruf e pasal ini.
g. Lulus seleksi awal yang dilaksanakan oleh Majelis Sinode.
h. Beasiswa disiapkan oleh Majelis Sinode.
(7) Tugas Belajar non beasiswa adalah tugas belajar dengan keinginan dan biaya sendiri dengan
syarat:
a. Masa kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
b. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang dituju dan diakui
oleh GKST melalui pertimbangan Majelis Sinode termasuk pilihan bidang keilmuan yang
dibutuhkan.
c. Tidak sedang menjalani Penggembalaan Khusus.
d. Mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Sinode dengan melampirkan surat
pernyataan yang ditandatangani di atas materai bahwa seluruh biaya dalam proses studi
merupakan tanggung jawab pribadi yang bersangkutan.
e. Mendapat persetujuan dengan surat keputusan dari Majelis Sinode.
(8) Masa studi dengan beasiswa bagi program Strata 2 (dua) selama 2 (dua) tahun dan program
strata 3 (tiga) selama 4 (empat) tahun.
(9) Apabila pegawai gereja yang bersangkutan tidak menyelesaikan masa studi sebagaimana
disebut dalam ayat (8) pasal ini, maka beasiswa dihentikan.
(10) Pegawai gereja yang mendapat kesempatan tugas belajar dengan beasiswa dan non beasiswa
berhak mendapat gaji pokoknya dan tunjangan istri/suami dan anak setiap bulan berjalan
selama masa studi sebagaimana diatur dalam ayat (8) pasal ini.
66
(11) Pegawai gereja yang tugas belajar tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur ayat (7)
pasal ini gelarnya tidak diakui oleh GKST.

BAB VI
CUTI PEGAWAI GEREJA

Pasal 15
Cuti
(1) Hak cuti adalah hak untuk tidak bekerja dalam jangka waktu tertentu.
(2) Cuti tersebut dalam ayat (1) pasal ini, meliputi:
a. Cuti bersama;
b. Cuti tahunan;
c. Cuti Kerja Panjang;
d. Cuti Melahirkan;
e. Cuti Sakit;
f. Cuti di luar tanggungan;
g. Cuti bekerja di lembaga lain.

Pasal 16
Cuti Bersama
(1) Cuti bersama adalah cuti sehari dan atau beberapa hari berturut-turut dalam jangka waktu
pendek yang ditetapkan oleh Negara dan atau Majelis Sinode sehubungan dengan terjadinya
kondisi tertentu.
(2) Cuti bersama tidak mengurangi hak pegawai gereja atas cuti tahunan biasa.
(3) Selama berlangsungnya cuti bersama, pimpinan unit pelayanan masing-masing dapat
menugaskan pegawai di unitnya secara bergilir untuk memelihara berlangsungnya kegiatan
yang bersifat mendesak.

Pasal 17
Cuti Tahunan
(1) Setiap pegawai wajib atas cuti tahunan dengan gaji penuh selama 12 hari kerja setelah
bekerja sekurang-kurangnya 12 (duabelas) bulan berturut-turut.
(2) Cuti tahunan dapat diambil sekaligus atau beberapa kali sesuai dengan kebutuhan pegawai
yang bersangkutan dan disetujui Majelis Sinode.
(3) Cuti tahunan yang tidak dimanfaatkan dalam tahun yang berjalan tidak dapat diambil pada
tahun-tahun berikutnya.
(4) Cuti tahunan sebagaimana diatur dalam ayat (2) pasal ini, diberikan atas permohonan
pegawai yang bersangkutan dan harus diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelumnya
kepada Majelis Sinode.

Pasal 18
Cuti Kerja Panjang
(1) Setiap pegawai gereja yang telah bekerja selama 10 (sepuluh) tahun berturut-turut dan
kelipatannya wajib mengambil cuti kerja panjang selama-lamanya 1 (satu) bulan.
(2) Permohonan untuk pengambilan cuti kerja panjang harus diajukan paling lambat 2 (dua)
bulan sebelumnya kepada Majelis Sinode.
(3) Cuti kerja panjang yang tidak dimanfaatkan dalam 10 (sepuluh) tahun berjalan dinyatakan
tidak berlaku lagi.
(4) Pegawai gereja yang sedang mengambil cuti kerja panjang, tidak berhak atas cuti tahunan
dalam tahun tersebut.

Pasal 19
Cuti Melahirkan
(1) Pegawai Perempuan yang sudah menikah secara sah berhak atas cuti melahirkan dengan
gaji penuh selama 4 (empat) bulan, yakni sebulan sebelum melahirkan dan tiga bulan sesudah
melahirkan.
(2) Permohonan cuti melahirkan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, diajukan kepada
Majelis Sinode dengan melampirkan surat keterangan dokter dan atau bidan selambat-
lambatnya 1 (satu) bulan sebelum melahirkan.

Pasal 20
Cuti Sakit
(1) Cuti sakit pegawai gereja selama 2 (dua) hari atau lebih berdasarkan surat keterangan
dokter.
(2) Penghasilan pegawai gereja yang cuti sakit dengan keterangan dokter sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur sebagai berikut :
a. Sakit sampai 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keterangan dokter tetap dibayarkan
100% gaji pokok bersama tunjangan-tunjangan lainnya.

67
b. Sakit lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun, penghasilan dibayarkan
100% dari gaji pokok.
c. Sakit lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 2 (dua) tahun, penghasilan dibayarkan
75% gaji pokok.
d. Sakit lebih dari 2 (dua) tahun, pegawai yang bersangkutan dipensiunkan.
(3) Bagi Pendeta Jemaat berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Pembayaran gaji yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ayat (2) butir a pasal ini,
ditanggungkan kepada ……………………. (menunggu sistem keuangan)
b. Pembayaran gaji yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ayat (2) butir b dan c
pasal ini ditanggungkan kepada keuangan Majelis Sinode.
(4) Bagi Pegawai gereja di aras Sinode dan atau Majelis Klasis, pembayaran gaji yang
bersangkutan sebagaimana diatur dalam ayat (2) butir a, b, c pasal ini, ditanggungkan pada
keuangan Majelis Sinode.

Pasal 21
Cuti Di Luar Tanggungan
(1) Cuti di luar tanggungan adalah cuti yang diberikan kepada pegawai gereja atas permintaan
sendiri karena keadaan yang luar biasa.
(2) Keadaan yang luar biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, adalah:
a. Mengikuti suami atau istri yang tugas belajar di luar wilayah GKST;
b. Mendampingi istri dan atau suami dan atau anak yang sakit;
c. Mengikuti suami atau istri yang bertugas di luar wilayah pelayanan GKST.
(3) Selama menjalani cuti di luar tanggungan, yang bersangkutan tidak berhak mendapat gaji
pokok dan tunjangan.
(4) Cuti di luar tanggungan tidak berlaku di luar ketentuan ayat (2) huruf a, b dan c pasal ini.
(5) Cuti di luar tanggungan diberikan kepada pemohon dengan jangka waktu maksimal 2 (dua)
tahun.
(6) Masa kerja yang bersangkutan selama cuti di luar tanggungan tetap diperhitungkan.
(7) Pegawai gereja yang akan mengakhiri cuti di luar tanggungan wajib mengajukan
permohonan tertulis kepada Majelis Sinode untuk aktif kembali di lingkungan GKST
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum masa cutinya berakhir.
(8) Penempatan kembali pegawai yang cuti di luar tanggungan diatur oleh Majelis Sinode.

Pasal 22
Cuti bekerja di Lembaga Lain
(1) Cuti bekerja di lembaga lain adalah cuti yang diberikan kepada pegawai gereja atas
permintaan sendiri karena pencalonan dan atau keterpilihan di lembaga lain.
(2) Pegawai gereja yang mencalonkan diri sebagaimana disebut dalam ayat (2) pasal ini harus
mengajukan surat permohonan untuk mendapat rekomendasi dari Majelis Sinode.
(3) Pegawai gereja yang mencalonkan diri sebagaimana disebut dalam ayat (2) pasal ini berlaku
cuti sejak menjadi calon tetap.
(4) Jika pegawai gereja sebagaimana disebut dalam ayat (4) pasal ini tidak terpilih, maka yang
bersangkutan mengajukan permohonan bekerja kembali kepada Majelis Sinode.
(5) Jika pegawai gereja sebagaimana disebut dalam ayat (4) pasal ini terpilih, maka masa cuti
yang bersangkutan diperpanjang sampai berakhirnya masa jabatannya.
(6) Selama menjalani cuti di lembaga lain, yang bersangkutan tidak berhak mendapat gaji
pokok dan tunjangan.
(7) Masa kerja yang bersangkutan selama cuti di luar tanggungan tetap diperhitungkan.
(8) Pegawai gereja yang akan mengakhiri cuti bekerja di lembaga lain wajib mengajukan
permohonan tertulis kepada Majelis Sinode untuk aktif kembali di lingkungan GKST
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelum masa cutinya berakhir.
(9) Penempatan kembali pegawai gereja yang cuti bekerja di lembaga lain diatur oleh Majelis
Sinode.
(10) Apabila pegawai yang bekerja di lembaga lain pensiun, maka emeritasinya diatur oleh
Majelis Sinode beserta hak pensiunnya jika menjadi anggota dana pensiun GKST.

BAB VII
PENINGKATAN KAPASITAS PEGAWAI GEREJA

Pasal 23
(1) Peningkatan kapasitas pegawai gereja adalah keikutsertaan pegawai gereja dalam kegiatan
pendidikan dan pelatihan penatalayanan gereja.
(2) Peningkatan kapasitas pegawai gereja wajib dilaksanakan oleh Majelis Sinode setelah
melakukan analisis kebutuhan gereja.
(3) Peningkatan kapasitas pegawai gereja wajib diikuti oleh seluruh pegawai gereja.

68
BAB VIII
PELANGGARAN DAN SANKSI

Pasal 24
Klasifikasi Pelanggaran
(1) Pelanggaran Pegawai Gereja terdiri atas pelanggaran ringan dan berat.
(2) Klasifikasi pelanggaran ringan dalam peraturan kepegawaian ini adalah:
a. Tidak masuk kerja 1 sampai 3 hari tanpa alasan atau keterangan yang sah.
b. Terlambat datang ke tempat kerja dan atau meninggalkan pekerjaan lebih awal sebelum
waktu yang ditentukan tanpa alasan yang sah.
c. Tidak dapat bekerja sama dengan pegawai lain.
d. Merusak harta milik gereja dan atau pihak lain.
e. Menyalahgunakan harta milik gereja tanpa mengikuti prosedur tetap.
f. Melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap rekan sekerja dan atau orang lain.
g. Menolak untuk menaati perintah pimpinan dan atau penugasan kerja.
h. Mengganggu ketertiban umum.
i. Meminta atau mengumpulkan sumbangan tanpa rekomendasi penanggung jawab
pelayanan di masing-masing aras.
(3) Klasifikasi pelanggaran berat adalah terbukti melakukan tindakan:
a. Menganut dan mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran GKST.
b. Menolak menjalankan Surat Keputusan Majelis Sinode.
c. Meninggalkan pekerjaan selama 1 (satu) bulan atau lebih tanpa izin Majelis Sinode.
d. Penyelewengan keuangan gereja
e. Penipuan, pencurian, perjudian dan atau penggelapan harta milik gereja atau pihak lain.
f. Asusila dan perceraian.
g. Menggunakan dan atau mengedarkan Narkoba.
h. Menyerang, menganiaya, mengancam dan atau mengintimidasi dan atau menipu atasan
dan rekan kerja.
i. Menyebarkan fitnah dan atau memberikan keterangan palsu sehingga merugikan GKST
atau pihak lain.
j. Tidak dapat bekerja dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan terus menerus karena
tersangkut perbuatan kriminal dan sedang menjalani proses pidana.
k. Dipidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap.

Pasal 25
Sanksi
(1) Prosedur
a. Peringatan Lisan diberikan untuk pelanggaran ringan.
b. Peringatan tertulis pertama diberikan untuk pelanggaran ringan yang dilakukan untuk
kedua kalinya ketika peringatan lisan tidak diindahkan.
c. Peringatan tertulis kedua diberikan apabila tidak mengindahkan peringatan tertulis
pertama dan tetap melakukan pelanggaran ringan.
d. Peringatan tertulis ketiga diberikan untuk pelanggaran ringan yang berulang dan tidak
mengindahkan peringatan tertulis kedua.
e. Apabila pegawai gereja telah mengalami tahapan teguran sebagaimana dimaksud dalam
butir a, b, c, d dalam ayat ini maka Majelis Sinode wajib memberikan sanksi skorsing
dan atau pemberhentian dari pegawai gereja.
(2) Skorsing
a. Skorsing adalah pemberhentian sementara dari status pegawai gereja.
b. Putusan skorsing adalah kewenangan mutlak dari Majelis Sinode yang dikeluarkan bagi
pegawai gereja yang telah terbukti melakukan pelanggaran ringan dan pelanggaran
berat.
c. Putusan skorsing sebagaimana dimaksud dalam butir a ayat ini, ditetapkan dengan
surat keputusan setelah melalui tahapan prosedur sebagaimana diatur dalam ayat (1)
huruf a, b, c, d pasal ini.
d. Selama menjalani masa skorsing, hak-haknya sebagai pegawai tidak diberikan.
e. Lamanya masa skorsing berdasarkan klasifikasi pelanggaran:
a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi skorsing selama 6 (enam) bulan.
b. Pelanggaran berat dikenakan sanksi skorsing selama 2 (dua) tahun.
f. Setelah menjalani skorsing maka pegawai gereja yang bersangkutan wajib mengajukan
surat permohonan bekerja kembali kepada Majelis Sinode.
g. Penerimaan pegawai yang bersangkutan dipertimbangkan kembali oleh Majelis Sinode
sesuai dengan lowongan yang tersedia.
(3) Pemberhentian
a. Pemberhentian adalah pencabutan hak sebagai pegawai gereja secara permanen.
b. Apabila seorang pegawai gereja yang telah menjalani masa skorsing dan dipekerjakan
kembali, dan kemudian melakukan pelanggaran maka Majelis Sinode wajib
memberhentikan yang bersangkutan dari statusnya sebagai pegawai gereja tanpa melalui
tahapan prosedur sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini.

69
c. Seorang pegawai gereja yang dipidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih dan putusannya
telah berkekuatan hukum tetap, maka Majelis Sinode wajib memberhentikan yang
bersangkutan dari statusnya sebagai pegawai gereja tanpa melalui tahapan prosedur
sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini.
d. Pemberhentian pegawai gereja sebagaimana diatur dalam ayat (3) huruf a, b pasal ini,
ditetapkan dengan surat keputusan Majelis Sinode.

Pasal 26
Pemberhentian Pegawai Gereja
Pegawai Gereja berhenti dari tugas dan tanggung jawabnya apabila:
a. Meninggal dunia;
b. Atas permintaan sendiri;
c. Pensiun;
d. Cacat permanen;
e. Bekerja di lembaga lain di luar penugasan GKST;
f. Dikenakan sanksi pemberhentian.

BAB IX
PENUTUP

Pasal 19
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan diatur dengan keputusan Majelis
Sinode.
(2) Keputusan Majelis Sinode sebagaimana pada ayat 1 pasal ini tidak boleh bertentangan
dengan peraturan ini.
(3) Dengan berlakunya peraturan ini maka Peraturan dalam Pedoman Pelaksanaan Tata
Gereja Tahun 2014 dinyatakan tidak berlaku lagi.
(4) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di :
Pada Tanggal :

70
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN SINODE
NOMOR: …
TENTANG
BADAN PENGAWAS PERBENDAHARAAN

PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN BADAN PENGAWAS PERBENDAHARAAN

Menimbang : a. Bahwa peraturan tentang Badan Pengawas


Perbendaharaan dalam pedoman pelaksanaan Tata
Gereja 2014 penting disempurnakan sehingga dipandang
perlu untuk diamandemen.
b. Bahwa berdasarkan maksud pada huruf a maka perlu
dibuat sebuah peraturan sinode.

Mengingat : Tata Gereja…


a. Tata Dasar …
b. Tata Laksana
1) Tata Laksana …
2) Tata Laksana …
3) Tata Laksana …
4) Tata Laksana …
5) Tata Laksana …
6) Tata Laksana …

Memperhatikan : a. Keputusan Sidang Sinode Tahun 2021


b. Keputusan Sidang Sinode 2023

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN SINODE TENTANG BADAN PENGAWAS


PERBENDAHARAAN

BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
b. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan, kesaksian dan pelayanan jemaat-
jemaat dan klasis-klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam kesetaraan dan
persaudaraan.
c. Majelis Sinode adalah Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah
d. Badan Pengawas Perbendaharaan selanjutnya disingkat BPP adalah Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
e. BPP Klasis adalah Badan Pengawas Perbendaharaan di aras Klasis.
f. BPP Jemaat adalah Badan Pengawas Perbendaharaan di aras Jemaat.
g. Keuangan GKST adalah segala kekayaan gereja baik di aras Sinode, aras Klasis dan aras
Jemaat dalam bentuk apapun, termasuk kekayaan dan atau dikuasakan atau harta
benda pihak kedua yang dipercayakan dan atau dikuasakan dan atau dikuasai dan
diurus oleh GKST.
h. Pengelola keuangan, pembangunan dan harta milik GKST adalah Pejabat gereja dan non
pejabat gereja yang diberi tugas untuk menatalayani keuangan, pembangunan dan harta
milik GKST.
i. Pengelola keuangan, pembangunan dan harta milik GKST adalah Pejabat gereja dan non
pejabat gereja yaitu Ketua sebagai kuasa pengguna anggaran, Sekretaris sebagai
verifikator keuangan dan Bendahara sebagai pemegang keuangan.
j. Pemeriksa adalah Tim yang dibentuk oleh BPP untuk melakukan pemeriksaan.
k. Terperiksa adalah pengelola keuangan, pembangunan dan harta milik GKST yang
diperiksa.
l. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah dokumen hasil pemeriksaan dan klarifikasi yang
ditandatangani oleh Tim Pemeriksa dan Terperiksa yang diserahkan kepada BPP.
m. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah dokumen hasil pemeriksaan yang disampaikan
oleh BPP kepada pihak yang berwenang.

71
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG BPP

Pasal 2
Tugas Dan Wewenang BPP
(1) Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja selanjutnya bertugas:
a. Mengawasi proses penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja.
b. Memeriksa dan mengawasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja yang
sudah ditetapkan sesuai mekanisme yang berlaku.
c. Melakukan pengawasan keuangan, pembangunan dan seluruh harta milik GKST.
d. Menyusun Laporan hasil pemeriksaan penatalayanan keuangan, pembangunan dan
kekayaan GKST.
e. Memeriksa seluruh harta milik yang diterima Sinode setiap bulan berjalan.
f. Melaksanakan tugas tanpa pengaruh dari siapapun dan wajib memberikan petunjuk
kepada pejabat gereja mengenai penatalayanan keuangan gereja berpedoman pada
peraturan keuangan GKST yang berlaku.
g. Melakukan pembinaan dan atau pelatihan tentang penatalayanan keuangan,
pembangunan dan seluruh harta milik GKST.
h. Memberikan pertimbangan atau rekomendasi kepada penanggung jawab pelayanan
di masing-masing aras tentang penatalayanan keuangan, pembangunan dan seluruh
harta milik GKST, diminta atau tidak diminta.
i. Melakukan pemeriksaan terhadap pejabat gereja dan atau bukan pejabat gereja yang
diberi tanggung jawab mengelola keuangan pembangunan dan seluruh harta milik
GKST.
(2) Wewenang BPP di masing-masing aras pelayanan GKST adalah:
a. Melakukan tuntutan ganti rugi kepada pengelola keuangan, pembangunan dan
seluruh harta milik GKST, yang karena perbuatannya melanggar peraturan,
menyebabkan kerugian GKST.
b. Melakukan pengawasan terhadap penatalayanan keuangan, pembangunan dan
seluruh harta milik GKST.
c. BPP Klasis dapat melakukan pemeriksaan di aras Jemaat apabila terdapat
permasalahan keuangan, pembangunan dan seluruh harta milik GKST.
d. BPP Sinode dapat melakukan pemeriksaan di aras Klasis dan Jemaat apabila
terdapat permasalahan keuangan, pembangunan dan seluruh harta milik GKST.
e. Mengawasi pelaksanaan semua ketentuan yang terdapat dalam peraturan tentang
penatalayanan keuangan, pembangunan dan seluruh harta milik GKST.

BAB II
MEKANISME PEMERIKSAAN DAN SANKSI

Pasal 3
Mekanisme Pemeriksaan Dan Sanksi
(1) BPP di masing-masing aras pelayanan GKST menetapkan Tim Pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan dengan surat tugas.
(2) Tim Pemeriksa dari BPP di masing-masing aras pelayanan GKST dalam melakukan
pemeriksaan terhadap pejabat gereja dan atau bukan pejabat gereja terlebih dahulu
menyampaikan pemberitahuan kepada Majelis di masing-masing aras untuk diteruskan
kepada subyek yang akan diperiksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu
pemeriksaan.
(3) Pengelola keuangan, pembangunan dan seluruh harta milik GKST mempersiapkan
kelengkapan dokumen dan bukti penatalayanan keuangan, pembangunan dan seluruh
harta milik GKST untuk diperiksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu
pemeriksaan.
(4) Tim Pemeriksa melakukan pemeriksaan di kantor terperiksa atau di kantor BPP.
(5) Tim Pemeriksa dari BPP dalam melakukan pemeriksaan diwajibkan membuat Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani oleh Terperiksa dan Tim Pemeriksa.
(6) Dalam hal Tim Pemeriksa dari BPP selesai melakukan pemeriksaan, maka BPP melakukan
rapat dengan Tim Pemeriksa untuk tindak lanjut hasil pemeriksaan.
(7) Dalam hal BPP dan Tim Pemeriksa tidak menemukan adanya penyalahgunaan wewenang,
maka BPP menyatakan proses pemeriksaan telah selesai.

(8) Dalam hal BPP dan Tim Pemeriksa menemukan penyalahgunaan wewenang, BPP membuat
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan menyampaikan kepada terperiksa untuk diklarifikasi
maksimal 7 (tujuh) hari kerja.
(9) Terperiksa menyampaikan klarifikasi terhadap temuan Tim Pemeriksa maksimal 3 (tiga) hari
kerja.
(10) Apabila sampai batas waktu yang ditentukan terperiksa dapat menunjukkan bukti klarifikasi
maka BPP membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan pemeriksaan dinyatakan selesai.

72
(11) Apabila sampai batas waktu yang ditentukan terperiksa tidak dapat menunjukkan bukti
klarifikasi, maka BPP dan Tim Pemeriksa membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan
menyerahkan kepada Majelis di masing-masing aras.
(12) Berdasarkan ayat 11 pasal ini, Majelis di masing-masing aras menyampaikan Surat
Peringatan terhadap terperiksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima LHP.
(13) Surat Peringatan yang dimaksud pada ayat 12 pasal ini berisi peringatan dan kewajiban
mengembalikan kerugian yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan wewenang.
(14) Surat Peringatan yang dimaksud pada ayat 13 pasal ini dilakukan melalui mekanisme:
a. Surat Peringatan Pertama diberikan tenggang waktu selama 30 (tiga puluh) hari kerja.
b. Apabila Surat Peringatan Pertama tidak diindahkan, maka kepada terperiksa diberikan
Surat Peringatan Kedua dengan tenggang waktu selama 15 hari kerja.
c. Apabila Surat Peringatan Kedua tidak diindahkan, maka Majelis pada masing-masing
memberikan sanksi sesuai peraturan sinode.

Pasal 4
Pemberian Sanksi
(1) Apabila dalam pemeriksaan terdapat penyalahgunaan wewenang, maka dikenakan sanksi
sesuai Peraturan sinode yang berlaku dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dengan membuat
surat pernyataan di atas materai yang menyebut batas waktu kesediaannya menggantikan
kerugian tersebut.
(2) Dalam proses penyelesaian sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini, tidak ditaati, maka
Majelis dan BPP di masing-masing aras wajib memproses terperiksa sesuai ketentuan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
(3) Sanksi yang berkaitan dengan kepegawaian gereja diproses oleh Majelis Sinode.
(4) Sanksi yang berkaitan dengan jabatan pelayanan yang bukan pegawai gereja diproses oleh
Majelis Jemaat di aras Jemaat dan Majelis Klasis di aras Klasis.
(5) Anggota BPP yang menjalankan tugasnya melampaui batas kesopanan atau memberikan
keterangan hasil pemeriksaan dan menyebarluaskan hasil pemeriksaan kepada yang tidak
berwenang dapat dikenakan sanksi dan atau dituntut menurut hukum yang berlaku.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN DAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 5
Hak dan Kewajiban
(1) BPP di Masing-masing aras pelayanan GKST mempunyai hak untuk:
a. Memasuki dan memeriksa semua kantor dan semua tempat penyimpanan Harta Milik
GKST.
b. Memeriksa semua register, pembukuan, perhitungan-perhitungan/ rekening koran dan
surat-surat bukti serta surat-surat berharga yang berkaitan dengan keuangan,
pembangunan dan harta milik GKST.
c. Memeriksa dan melakukan pengawasan kas dan rekening bank.
(2) BPP berhak mendapatkan tunjangan dan dana operasional yang besarnya:
a. Di aras Jemaat diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat.
b. Di aras Klasis diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Klasis.
c. Di aras Sinode diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode.
(3) BPP di semua aras pelayanan GKST mempunyai kewajiban:
a. Memberikan penjelasan kepada pejabat-pejabat gereja dan atau anggota jemaat tentang
keadaan keuangan/kekayaan GKST diminta atau tidak diminta.
b. Memberikan bimbingan penyempurnaan administrasi keuangan gereja kepada pejabat
GKST.
c. Memberikan saran dan atau petunjuk kepada Badan-Badan Pelayanan dan atau badan-
badan usaha tentang manajemen keuangan, pembangunan dan harta milik GKST.
d. Memberikan saran-saran mengenai masalah ekonomi, keuangan, pembangunan dan
harta milik GKST kepada penanggung jawab di masing-masing aras pelayanan diminta
atau tidak diminta.
e. Mengevaluasi pertanggungjawaban penanggung jawab pelayanan di masing-masing aras
terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja.

Pasal 6
Hubungan Kerja
(1) BPP Sinode, BPP Klasis dan BPP Jemaat mempunyai hubungan koordinatif dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Apabila BPP Jemaat tidak dapat menyelesaikan pelanggaran dan atau penyelewengan yang
merugikan Jemaat maka BPP Jemaat wajib meminta kepada BPP Klasis dan atau BPP
Sinode untuk mendampingi dalam proses penyelesaiannya.
(3) Apabila BPP Klasis tidak dapat menyelesaikan pelanggaran dan atau penyelewengan diaras
Klasis maka BPP KlasiSyar wajib meminta kepada BPP Sinode untuk mendampingi dalam
proses penyelesaiannya.

73
BAB IV
STRUKTUR DAN PERSONALIA BPP

PASAL 7
Struktur BPP
Struktur BPP di semua aras GKST terdiri atas satu orang Ketua, satu orang Sekretaris dan
satu orang Anggota.
Pasal 8
Personalia BPP
Personalia BPP di semua aras bertugas paruh waktu.

BAB V
SYARAT DAN PEMILIHAN ANGGOTA BPP

Pasal 8
Syarat Anggota BPP
(1) Anggota BPP di semua aras adalah anggota sidi jemaat dan tidak sedang menjadi Pejabat
Gereja dan tidak dalam Penggembalaan Khusus.
(2) Anggota BPP di semua aras adalah anggota sidi jemaat yang cakap dan ahli untuk pekerjaan
itu.
(3) Anggota BPP di semua aras saat dipilih minimal berumur 35 tahun dan maksimal 60 tahun.
(4) Anggota BPP di semua aras hanya dapat dipilih untuk dua kali masa pelayanan.
(5) Anggota BPP di semua aras tidak merangkap jabatan di aras lain.

Pasal 9
Pemilihan Anggota BPP
(1) Anggota BPP dipilih pada:
a. Aras sinode pada Sidang Sinode
b. Aras Klasis Pada Rapat Klasis
c. Aras Jemaat Pada Rapat Jemaat.
(2) Anggota BPP Sinode yang dipilih pada Sidang Sinode diusulkan oleh Peserta Sidang Sinode.
(3) Anggota BPP Klasis yang dipilih pada Rapat Klasis diusulkan oleh jemaat peserta rapat
Klasis.
(4) Anggota BPP Jemaat yang dipilih pada Rapat Jemaat diusulkan oleh peserta Rapat Jemaat.

BAB VI
PENETAPAN ANGGOTA BPP

Pasal 10
Penetapan Anggota BPP Terpilih
(1) Anggota BPP terpilih di semua aras ditetapkan dalam suatu Ibadah.
(2) Anggota BPP Sinode ditetapkan bersamaan dengan penetapan Majelis Sinode terpilih.
(3) Anggota BPP Klasis ditetapkan oleh Majelis Klasis.
(4) Anggota BPP Jemaat terpilih ditetapkan oleh Majelis Jemaat.

BAB VII
PENUTUP

Pasal 11
(1) Dengan ditetapkannya Peraturan Sinode ini maka pedoman Pelaksanaan tentang BPP dalam
Tata Gereja 2014 dinyatakan tidak berlaku.
(2) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini sepanjang tidak bertentangan dengan Tata
gereja dapat diatur oleh BPP di masing-masing aras.
(3) Peraturan Sinode ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan :
Pada tanggal :

74
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN SINODE
NOMOR: …
TENTANG
PENATALAYANAN KEUANGAN GEREJA

PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN PERSEMBAHAN

Menimbang : a. Bahwa Gereja Kristen Sulawesi Tengah mengumpulkan


persembahan dalam ibadah dan persekutuannya.
b. Bahwa persembahan yang dikumpul harus dikelola
dengan sebaik-baiknya menurut peruntukannya.
c. Bahwa berdasarkan maksud pada huruf a dan b di atas
maka dipandang perlu sebuah peraturan tentang
penatalayanan keuangan Gereja.

Mengingat : Tata Gereja…


a. Tata Dasar …
b. Tata Laksana
1) Tata Laksana …
2) Tata Laksana …
3) Tata Laksana …
4) Tata Laksana …
5) Tata Laksana …
6) Tata Laksana …

Memperhatikan : a. Keputusan Sidang Sinode Tahun 2021


b. Keputusan Sidang Sinode 2023

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN SINODE TENTANG PENATALAYANAN


KEUANGAN GEREJA

BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
b. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan, kesaksian dan pelayanan jemaat-
jemaat dan klasis-klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam kesetaraan dan
persaudaraan.
c. Majelis Sinode adalah Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah
d. BPP adalah Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
e. Klasis adalah perhimpunan jemaat yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu wilayah.
f. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam pelaksanaan keputusan rapat klasis.
g. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil untuk mewujudkan misi Allah
melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan dalam suatu wilayah.
h. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam pelaksanaan keputusan rapat jemaat.
i. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus pendeta, penatua dan diaken.
j. Persembahan adalah pemberian seluruh warga gereja yang merupakan jawaban iman
sebagai ungkapan syukur atas kasih setia dan keselamatan dari Tuhan.
k. Anggaran adalah perkiraan mengenai pendapatan dan belanja untuk periode tertentu.
l. Penatalayanan keuangan adalah pengelolaan persembahaan secara bersama-sama bagi
kepentingan pelayanan di aras jemaat, klasis dan sinode.

75
BAB II
LANDASAN TEOLOGI

Pasal 2
Landasan teologis bagi penatalayanan keuangan GKST adalah pada ayat-ayat dalam Alkitab,
yakni
a. 1 Tawarikh 16:29, “Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya, bawalah persembahan
dan masuklah menghadap Dia! Sujudlah menyembah kepada TUHAN dengan berhiaskan
kekudusan.”
b. 1 Tawarikh 29:17, “Aku tahu, ya Allahku, bahwa Engkau adalah penguji hati dan
berkenan kepada keikhlasan, maka akupun mempersembahkan semuanya itu dengan
sukarela dan tulus ikhlas. Dan sekarang, umat-Mu yang hadir di sini telah kulihat
memberikan persembahan sukarela kepada-Mu dengan sukacita.”
c. Maleakhi 3:10, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah
perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman
TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit
dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”
d. Lukas 21:3-4, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih
banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari
kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi
seluruh nafkahnya.”
e. 2 Korintus 8:13, “Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat
keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan.”
f. 2 Korintus 9:7, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya,
jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita.”

BAB III
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN ANGGARAN

Pasal 4
Penyusunan Anggaran
1. Anggaran terdiri atas anggaran rutin, anggaran program dan anggaran pembangunan.
2. Anggaran pendapatan disusun dan dirinci dalam ayat-ayat menurut jenis penerimaan
dan anggaran belanja disusun dan dirinci dalam pasal-pasal menurut jenis pengeluaran.
3. Panitia Anggaran yang menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)
ditunjuk dan atau ditetapkan oleh majelis di masing-masing aras.
4. Personalia Panitia Anggaran di masing-masing aras minimal tiga orang dan maksimal
lima orang yang terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan anggota yang bekerja
paruh waktu.
5. Pembiayaan Panitia Anggaran bersifat situasional sesuai dengan objek pekerjaan.

Pasal 5
Penetapan Anggaran
Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja:
a. Di aras Jemaat ditetapkan pada Rapat Jemaat.
b. Di aras Klasis ditetapkan pada Rapat Klasis.
c. Di aras Sinode ditetapkan pada Rapat Kerja Majelis Sinode Bersama Majelis Klasis dan
Badan-Badan Pelayanan GKST setelah.

BAB V
TAHUN ANGGARAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN

Pasal 6
Tahun Anggaran

(1) Tahun Anggaran berlaku dari tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni.
(2) Yang dimaksud dengan anggaran dalam satu tahun adalah semua jumlah perhitungan yang
merupakan pendapatan atau belanja selama satu tahun anggaran.

Pasal 7
Perubahan Anggaran
(1) Apabila dalam pelaksanaan Anggaran di masing-masing aras pelayanan GKST terjadi
pelampauan kredit dalam pasal belanja, maka majelis di masing-masing aras menugaskan
panitia anggaran di masing-masing aras untuk melakukan perubahan anggaran.
(2) Perubahan anggaran yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, dilaksanakan pada bulan
Januari.
(3) Perubahan anggaran yang telah dihitung oleh panitia anggaran di masing-masing aras
ditetapkan sebagai keputusan oleh:
76
a. Majelis Jemaat di aras Jemaat pada rapat kerja.
b. Majelis Klasis di aras Klasis pada rapat kerja.
c. Majelis Sinode di aras Sinode pada rapat kerja.

BAB VI
PENDAPATAN DAN BELANJA

Pasal 8
Pendapatan
(1) Pendapatan bersumber dari:
1.1. Persembahan Jemaat:
a. Persembahan Ibadah-Ibadah dalam Jemaat.
b. Persembahan syukur perorangan dan atau keluarga Jemaat
c. Persembahan Persepuluhan
d. Persembahan Syukur Tahunan Jemaat (Padungku)
e. Persembahan Diakonia
f. Persembahan Pekabaran Injil
g. Persembahan Ibadah Hari Pendidikan GKST
h. Persembahan Ibadah Hari Kesehatan GKST
i. Persembahan Ibadah Hari Emeritus
j. Persembahan Ibadah HUT STT
k. Persembahan Ibadah HUT UNKRIT
l. Persembahan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia
m. Persembahan Ibadah Pekan Keluarga
n. Persembahan Ibadah Pekan Penginjilan
o. Persembahan Pembangunan
p. Persembahan khusus Ibadah Perjamuan Kudus sedunia
q. Persembahan khusus Ibadah Perjamuan kudus Oikumene
r. Persembahan khusus Hari Doa Sedunia
s. Persembahan khusus Hari Doa Alkitab (LAI).
t. Persembahan khusus Ibadah hari PGIW Sulselbara dan atau Sinode Am
Suluttenggo.
u. Persembahan Ibadah Emeritasi.
v. Persembahan lainnya yang sah.
1.2. Persembahan Tanggung Jawab:
a. Persembahan Tanggung Jawab berjemaat
b. Persembahan Tanggung Jawab bersinode
c. Persembahan Tanggung Jawab Pembangunan.
1.3. Bantuan:
a. Pemerintah
b. Donatur
1.4. Usaha-Usaha lain yang sah.

Pasal 9
Belanja
(1) Pengeluaran adalah semua pembelanjaan sebagaimana ditetapkan dalam pasal-pasal
Anggaran Pendapatan dan Belanja di masing-masing aras pelayanan.
(2) Seluruh Belanja di semua aras pelayanan yang dikeluarkan oleh pengguna anggaran, harus
sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja di
masing-masing aras.

BAB VII
SISTEM PENATALAYANAN KEUANGAN

Pasal 10
(1) Sistem penatalayanan keuangan gereja adalah cara mengelola persembahan jemaat dengan
menentukan besaran persembahan tanggung jawab Jemaat bagi kepentingan pembiayaan
pelayanan di aras Sinode.
(2) Sistem pengelolaan persembahan yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah sistem
Persentase.
(3) Sistem persentase yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini, adalah besaran jumlah
persembahan yang diberikan oleh Jemaat ke Sinode.
(4) Sumber keuangan Klasis:
4.1. Tanggung jawab Jemaat diatur berdasarkan Anggaran pendapatan dan belanja Klasis
yang diputuskan dalam rapat Klasis.
4.2. Tanggung jawab Sinode diatur berdasarkan anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode.

77
(5) Persembahan yang diperuntukan bagi pelayanan di aras Sinode sebagaimana diatur dalam
ayat (...) dan (...) pasal ini, diberikan ke Sinode paling lambat tanggal 10 setiap bulan
berjalan.
(6) Persembahan sebagaimana diatur dalam ayat (7) pasal ini, wajib disetor ke Rekening Bank
Majelis Sinode.

Pasal 11
Perhitungan Anggaran
(1) Perhitungan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) di semua aras pelayanan
dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
(2) Perhitungan RAPB sebagaimana disebut dalam ayat (1) pasal ini. khususnya untuk RAPB
Sinode, harus terlebih dahulu mencermati Anggaran Pendapatan dan Belanja Jemaat (APBJ)
dan Klasis (APBK) seluruh GKST.
(3) Perhitungan Rancangan Anggaran dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dibuat menurut
susunan dan penjelasan menurut ayat dan pasal anggaran yang meliputi:
a. Semua jumlah yang merupakan penerimaan atau pengeluaran selama satu tahun
anggaran.
b. Semua perhitungan yang merupakan penerimaan atau pengeluaran selama tahun
tersebut, dilakukan menurut ayat dan pasal mata anggaran.
c. Selisih antara penetapan anggaran dengan realisasi anggaran disertai penjelasan-
penjelasan tentang perbedaan yang terjadi.
(4) Perhitungan anggaran, dilengkapi dengan nota perhitungan anggaran dan perhitungan
jumlah sisa uang kas pada akhir tahun anggaran.
(5) Pengguna Anggaran di masing-masing aras pelayanan GKST menyampaikan perhitungan
anggaran kepada Badan Pengawas Perbendaharaan di masing-masing aras pelayanan
disertai keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasannya.

Pasal 12
Pengelolaan Anggaran
(1) Pembukuan pengelolaan anggaran GKST di setiap aras dilaksanakan sesuai format
terlampir yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari peraturan ini.
(2) Pengelolaan anggaran di setiap aras pelayanan GKST diatur sebagai berikut:
a. Ketua sebagai kuasa pengguna anggaran.
b. Sekretaris sebagai verifikator.
c. Bendahara sebagai pemegang kas.
(3) Dalam Pembukuan Keuangan gereja di semua aras pelayanan, yang dapat dicatat pada pos
pendapatan adalah bukti-bukti penerimaan yang sah dan pada pos belanja berdasarkan
Surat Perintah Membayar.
Pasal 13
Pengadaan Barang
(1) Pengadaan barang-barang untuk GKST yang sumber pembayarannya berasal dari dana
GKST maupun pihak lain, harus dilakukan dengan surat perjanjian.
(2) Pelaksanaan sesuatu pekerjaan pengadaan Barang di masing-masing aras pelayanan diatur
oleh Majelis Jemaat di aras Jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras
Sinode.
(3) Penanggung jawab di setiap aras pelayanan atau Panitia yang ditunjuk untuk Pengadaan
Barang dalam skala besar, diatur dalam surat perjanjian tersendiri sesuai ketentuan yang
berlaku umum.
(4) Dalam hal pengadaan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, dilakukan
bersama Badan Pengawas Perbendaharaan dengan membuat syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh pelaksana pengadaan barang yang dimaksud.
(5) Dalam hal penentuan pelaksana pengadaan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat 3
pasal ini, dilakukan dengan transparan dan diumumkan untuk memberikan kesempatan
kepada warga Gereja dan atau badan-badan GKST sepanjang memenuhi persyaratan yang
ditentukan.

Pasal 14
Pengawasan Internal Pengelolaan Anggaran
(1) Pengawasan internal pengelolaan anggaran di semua aras pelayanan GKST dilaksanakan
oleh Badan Pengawas Perbendaharaan.
(2) Proses Pengawasan anggaran internal sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini, meliputi
pemeriksaan:
a. Semua penerimaan sebagaimana diatur dalam pasal (4) peraturan ini.
b. Anggaran yang tersedia pada ayat-ayat dan pasal-pasal anggaran yang bersangkutan
sudah dirinci sebagaimana diatur dalam pasal (5) peraturan ini.
c. Pengeluaran untuk tujuan yang telah ditetapkan pada anggaran dibebankan sesuai mata
anggaran yang benar dan tepat.
d. Bukti-bukti pengeluaran yang dapat diterima dan dianggap sah.

78
Pasal 15
Pengawasan Eksternal Pengelolaan Keuangan
(1) Pengawasan eksternal pengelolaan anggaran di aras sinode dilaksanakan oleh akuntan
publik profesional yang diminta oleh Majelis Sinode di akhir periode pelayanan.
(2) Proses pengawasan anggaran eksternal sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini
diserahkan sepenuhnya berdasarkan prosedur akuntansi publik.

Pasal 16
Pertanggungjawaban Dan Sanksi
(1) Semua pejabat dan pegawai gereja yang melakukan perbuatan yang melanggar peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan masalah keuangan di GKST atau melalaikan
kewajibannya dan merugikan GKST baik langsung maupun tidak langsung, diwajibkan
mengganti kerugian itu.
(2) Pemberian sanksi dilakukan Majelis Sinode kepada Ketua Majelis Jemaat dan Ketua Majelis
Klasis yang tidak menyetor persembahan dalam 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penanggung jawab pelayanan di masing-masing aras memberikan sanksi kepegawaian dan
atau Penggembalaan Khusus terhadap pejabat dan atau pegawai gereja yang telah
melakukan pelanggaran dan penyimpangan keuangan GKST, berdasarkan berita acara
pemeriksaan oleh Badan Pengawas Perbendaharaan atau pengawas eksternal.

BAB IV
PENUTUP

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan diatur dengan keputusan Majelis
Sinode.
(2) Keputusan Majelis Sinode sebagaimana pada ayat 1 pasal ini tidak boleh bertentangan
dengan peraturan ini.
(3) Dengan berlakunya peraturan ini maka Peraturan dalam Pedoman Pelaksanaan Tata Gereja
Tahun 2014 dinyatakan tidak berlaku lagi.
(4) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan :
Pada Tanggal :

79

Anda mungkin juga menyukai