2023
Buku II
Peraturan-Peraturan GKST
i
Peraturan GKST 2023
©2023
ii
DAFTAR ISI
iii
Peraturan GKST No. 07/Sinode Istimewa/2023
tentang Kode Etik Pelayan Gereja ..115
iv
SAMBUTAN MAJELIS SINODE GKST
v
Majelis Sinode juga tak lupa mengucapkan terima kasih
kepada Komisi Tata Gereja GKST yang terdiri dari: Pdt.
(Em.) R. Damanik, M.Si., Pdt. Herry J. Kopalit, S.Th., Pdt.
Dr. I Gede Supradnyana, Pdt. Luther Mansyur A.B.
Meringgi, M.Th., Pdt. Dra. Lies Sigilipu-Saino, M.Si., Yan
Patris Binela, SH., MH., Pnt. Irsan B. Tondowala, S.Pd.
M.Hum. Komisi ini telah bekerja dengan begitu luar biasa
sehingga Tata Gereja dan Peraturan Gereja ini ada di
tangan kita.
Majelis Sinode
Gereja Kristen Sulawesi Tengah
vi
PENGANTAR TATA GEREJA DAN PERATURAN GKST
2023
Tata Gereja GKST 2023 ini terdiri dari dua bagian, yakni:
vii
a. Mukadimah
b. Tata Dasar
c. Tata Laksana
2. Bagian Kedua, yakni Buku II, yang memuat
Peraturan-Peraturan GKST, yaitu:
a. Peraturan GKST No. 01/Sinode Istimewa/2023
tentang Pakaian Jabatan, Stola, Kalender Gerejawi
dan Warna Liturgis
b. Peraturan GKST No. 02/Sinode Istimewa/2023
tentang Penatalayanan Keuangan GKST
c. Peraturan GKST No. 03/Sinode Istimewa/2023
tentang Kedudukan Keuangan Majelis Sinode, Alat
Kelengkapan Pelayanan, Majelis Klasis dan
Pendeta Jemaat
d. Peraturan GKST No. 04/Sinode Istimewa/2023
tentang Badan Pengawas Perbendaharaan
e. Peraturan GKST No. 05/Sinode Istimewa/2023
tentang Harta Milik Dan Pengelolaan Harta Milik
Gereja
f. Peraturan GKST No. 06/Sinode Istimewa/2023
tentang Kepegawaian
g. Peraturan GKST No. 07/Sinode Istimewa/2023
tentang Kode Etik Pelayan Gereja
h. Peraturan GKST No. 08/Sinode Istimewa/2023
tentang Penggembalaan Khusus dan Tahapan
Pelaksanaannya
i. Peraturan GKST No. 09/Sinode Istimewa/2023
tentang Pekabaran Injil Khusus
j. Peraturan GKST No. 10/Sinode Istimewa/2023
tentang Kostor
viii
Secara hierarki, sejauh tidak bertentangan, Tata Gereja dan
Peraturan GKST 2023 ini dapat diimpelementasikan ke
dalam peraturan-peraturan turunan, yakni:
1. Peraturan Majelis Sinode di aras Sinode;
2. Peraturan Majelis Klasis di aras Klasis;
3. Peraturan Majelis Jemaat di aras Jemaat.
ix
x
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR: 01/GKST/SSI/2023
TENTANG
PAKAIAN JABATAN, STOLA, KALENDER GEREJAWI
DAN WARNA LITURGIS
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN MAJELIS SINODE
NOMOR: 476/GKST/KSDM/XVLI/2017
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANA PEMAKAIAN STOLA
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Ibadah adalah persekutuan warga Jemaat untuk
menyembah dan mewujudkan persekutuan dengan
2
Allah yang dilaksanakan sebagai jawaban percaya
terhadap berkat dan karya penyelamatan Allah;
4. Pejabat Gereja ialah Pelayan Khusus Pendeta, Penatua
dan Diaken.
5. Pakaian jabatan pendeta ialah Toga, Jas dan stola.
6. Pakaian jabatan penatua dan diaken adalah jas, kemeja
polos, dasi, dan stola.
7. Toga adalah jubah warna hitam dan jubah warna putih,
lengannya lebar sebagai pakaian jabatan bagi pendeta
yang dipakai pada saat melayankan ibadah.
8. Jas adalah baju resmi berlengan panjang dan dipakai di
luar kemeja oleh pendeta, penatua dan diaken.
9. Kemeja polos adalah pakaian jabatan pendeta yang
melengkapi jas dengan kerah yang dapat dilekatkan
white collar atau dasi panjang.
10. Stola adalah selempang kain yang merupakan bagian
dari pakaian liturgis yang digunakan oleh pelayan
khusus.
BAB II
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 2
Pakaian Jabatan Pelayan Khusus
1. Pakaian Jabatan Pelayan Khusus Pendeta terdiri atas:
a. Toga warna Hitam dan Toga warna Putih dengan
white collar di depan leher.
b. Jas dengan kemeja hitam atau dengan kemeja
warna lain yang sesuai dengan warna liturgis
dengan white collar di depan leher.
3
2. Pakaian Jabatan Pelayan khusus Penatua dan Diaken
adalah Jas dan Dasi.
Pasal 3
Penggunaan Pakaian Jabatan Pendeta
1. Toga Hitam digunakan pada Ibadah Hari-hari Raya
Gerejawi:
a. Minggu-Minggu Adven I-IV (mulai Adven I
sampai sebelum Malam Natal)
b. Masa Natal (mulai Malam Natal sampai Sabtu
sebelum Minggu Epifani I), yakni:
1) Ibadah Malam Natal;
2) Ibadah Natal;
3) Ibadah Natal II;
4) Ibadah Minggu sesudah Natal;
5) Ibadah Malam Perpisahan Tahun;
6) Ibadah Tahun Baru.
c. Masa Sengsara (mulai Minggu Sengsara I sampai
Kamis Putih), yakni:
1) Ibadah Minggu Sengsara I-VII;
2) Ibadah Rabu Abu;
3) Ibadah Kamis Putih.
d. Kematian Tuhan Yesus, yakni:
1) Ibadah Jumat Agung;
2) Ibadah Sabtu Sunyi.
e. Masa Paskah (mulai Hari Paskah sampai Sabtu
sebelum Pentakosta), yakni:
1) Ibadah Hari Paskah;
2) Ibadah Paskah Hari Kedua (Senin
Paskah);
3) Ibadah Minggu Paskah 4ertical4 II-VII.
4
f. Kenaikan Tuhan Yesus
g. Ketuangan Roh Kudus
2. Toga Putih digunakan pada:
a. Minggu-Minggu Epifani (mulai Minggu terdekat 6
Januari sampai Sabtu sebelum Minggu Sengsara
I)
b. Minggu-Minggu Sesudah Pentakosta (mulai
Minggu Trinitas sampai Sabtu sebelum Minggu
Adven I).
c. Pengucapan Syukur Jemaat (Padungku)
3. Toga dan Stola untuk Ibadah Perayaan yang mengikuti
Tahun Gerejawi:
a. Hari Doa Alkitab (9 Februari);
b. Hari Doa Sedunia (1 Maret);
c. Hari Pendidikan GKST (2 Maret);
d. HUT PGI/Perjamuan Kudus Ekumene (25 Mei);
e. Hari Pendidikan Kristen (7 Juni);
f. Pembukaan dan Penutupan Pekan Keluarga dan
Pekan Penginjilan;
g. HUT Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus);
h. HUT STT GKST Tentena (1 September);
i. HUT UNKRIT (2 September);
j. HUT Sinode Am Gereja SULUTTENGGO (17
September);
k. HUT GKST (18 Oktober);
l. Hari Kesehatan GKST (24 Oktober);
m. Hari Reformasi Gereja (31 Oktober);
n. HUT Emeritus GKST (22 November);
o. Perayaan HUT Kategorial, yakni:
1) HUT Persekutuan Anak (20 September);
2) HUT Persekutuan Remaja (16 Oktober);
5
3) HUT Persekutuan Pemuda (20 Juli);
4) HUT Persekutuan Bapak (9 November);
5) HUT Persekutuan Perempuan (19 Oktober);
6) HUT Persekutuan Lansia (29 Mei);
4. Toga dan Stola pada Ibadah Baptisan, Peneguhan Sidi,
dan Peneguhan Perkawinan mengikuti tahun gerejawi.
5. Toga dan Stola pada Pengambilan Sumpah/Janji
Jabatan mengikuti tahun gerejawi dan atau petunjuk
instansi yang mengundang.
6. Toga Hitam digunakan pada pemakaman pendeta oleh
pemimpin ibadah dan pendeta yang hadir.
7. Jas dan white collar digunakan saat ibadah:
a. Ibadah Pemakaman dan Penghiburan
b. Ibadah Keluarga/Evangelisasi
c. Ibadah syukur keluarga
d. Ibadah hari raya nasional
e. Ibadah alam terbuka
f. Ibadah lainnya.
Pasal 4
Stola
Stola adalah selempang kain yang merupakan bagian dari
pakaian liturgis dan digunakan oleh Pendeta, Penatua dan
Diaken pada saat ibadah.
Pasal 5
Bentuk Stola
1. Sehelai selempang kain yang panjangnya sebatas lutut
dan ukurannya selebar 12 cm.
6
2. Stola yang digunakan oleh Penatua dan Diaken memakai
logo GKST di sebelah kiri dan simbol Alfa-Omega di
sebelah kanan.
3. Stola yang digunakan oleh Pendeta memakai logo GKST
di sebelah kiri dan simbol Khi-Ro dan Alfa-Omega di
sebelah kanan.
Pasal 6
Warna Liturgis Dan Arti
1. Terdapat 6 (enam) warna liturgis di GKST yaitu Hijau,
Ungu, Putih, Merah, Kuning dan Hitam.
2. Arti Warna Liturgis:
a. Hijau berarti kehidupan, pertumbuhan,
keteduhan dan ketenteraman.
b. Ungu berarti kemuliaan rajawi, pengharapan,
pertobatan, penderitaan dan keprihatinan.
c. Putih berarti keagungan, kemuliaan, kebersihan,
kesucian dan ketulusan.
d. Merah berarti sukacita, semangat, pengorbanan
dan keberanian.
e. Kuning berarti kegembiraan, kemakmuran dan
kesuburan.
f. Hitam berarti kedukaan manusia, sekaligus
kehormatan dan kekuatan.
Pasal 7
Penggunaan Stola
1. Stola warna Hijau digunakan:
a. mulai Minggu Epifani I sampai Sabtu sebelum
Minggu Sengsara I
7
b. mulai Minggu Trinitas sampai Sabtu sebelum
Minggu Adven I
2. Stola warna Ungu digunakan:
a. mulai Minggu Adven I sampai sebelum Malam
Natal.
b. mulai Minggu Sengsara I sampai Kamis Putih.
3. Stola warna Putih digunakan:
a. mulai Malam Natal Sampai Sabtu Sebelum
Minggu Epifania I
b. mulai Hari Paskah sampai Rabu sebelum
Kenaikan Tuhan Yesus Ke Sorga
c. mulai Hari minggu setelah Kenaikan Yesus ke
sorga sampai sabtu sebelum Pentakosta.
4. Stola warna Merah digunakan:
a. mulai Kenaikan Tuhan Yesus Ke Surga sampai
Sabtu sebelum Minggu Paskah VII.
b. mulai Pentakosta sampai Sabtu sebelum Minggu
Trinitatis.
5. Stola warna Hitam digunakan:
a. mulai Jumat Agung sampai Sabtu sebelum Hari
Paskah
b. saat Kedukaan (Pemakaman dan Penghiburan
sebelum dan sesudah jenazah dikebumikan)
6. Stola warna kuning digunakan saat pengucapan syukur
tahunan jem aat.
7. Stola yang mengikuti warna liturgis sesuai Tahun
Gerejawi digunakan saat:
1) Ibadah Perayaan Hari Doa Alkitab (9 Februari)
2) Ibadah Hari Doa Sedunia (1 Maret)
3) Ibadah Hari Pendidikan GKST (2 Maret)
8
4) Ibadah HUT PGI/Perjamuan Kudus Ekumene
(25 Mei)
5) Ibadah Hari Pendidikan Kristen (7 Juni)
6) Ibadah Pekan Keluarga dan Pekan Penginjilan
7) Ibadah HUT Proklamasi Kemerdekaan (17
Agustus)
8) Ibadah HUT STT GKST Tentena (1 September)
9) Ibadah HUT UNKRIT (2 September)
10) Ibadah HUT Sinode Am Gereja
SULUTTENGGO (17 September)
11) Ibadah Hari Perjamuan Kudus Sedunia (1
Oktober)
12) Ibadah HUT GKST (18 Oktober)
13) Ibadah Hari Kesehatan GKST (24 Oktober)
14) Ibadah Hari Reformasi Gereja (31 Oktober)
15) Ibadah HUT Emeritus GKST (22 November)
16) Ibadah Perayaan HUT Kategorial, yakni:
a) HUT Persekutuan Anak (20 September)
b) HUT Persekutuan Remaja (16 Oktober)
c) HUT Persekutuan Pemuda (20 Juli)
d) HUT Persekutuan Bapak (9 November)
e) HUT Persekutuan Perempuan (19
Oktober)
f) HUT Persekutuan Lansia (29 Mei)
17) Ibadah Pekan Keluarga
18) Ibadah Pekan Penginjilan
19) Ibadah Pekan Paskah
20) Ibadah Syukur Tahunan Jemaat (Padungku)
21) Ibadah Pemberkatan Perkawinan
22) Ibadah Baptisan Kudus
23) Ibadah Perjamuan Kudus Ekumene
9
24) Ibadah Hari Perjamuan Kudus Sedunia
25) Ibadah HUT GKST (Perjamuan Kudus)
26) Ibadah Peneguhan Sidi
27) Ibadah Pengurapan Pendeta/Penatua/Diaken
28) Ibadah Penetapan Badan Pelayanan
29) Ibadah Pentahbisan Rumah Ibadah dan
Pastori
30) Ibadah Peringatan Kematian
31) Ibadah Syukur Pribadi dan Keluarga
32) Ibadah Emeritasi
33) Ibadah Penghiburan
34) Ibadah Peringatan Kematian
35) Ibadah Lainnya yang disetujui oleh Majelis
Jemaat, Majelis Klasis dan Majelis Sinode.
Pasal 8
Kain Penutup Mimbar dan Taplak Meja Altar
1. Mimbar pelayanan Firman dan Meja Altar
menggunakan kain penutup sesuai warna kalender
gerejawi.
2. Kain penutup yang dimaksud pada ayat 1 pasal ini
wajib menggunakan Logo GKST.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan
diatur kemudian oleh Majelis Sinode
2. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
10
Ditetapkan di : Tentena
Pada tanggal : 15 September 2023
Pimpinan Sidang
Majelis Ketua, Sekretaris,
12
Minggu Sengsara 4 –
Hitam Ungu 4 lilin putih
Oculi
Minggu Sengsara 5 – Laetare Hitam Ungu 5 lilin putih
Minggu Sengsara 6 – Judica Hitam Ungu 6 lilin putih
Minggu Sengsara 7 –
Hitam Ungu 7 lilin putih
Palmarum/Palem
Pekan Suci Hitam Ungu 7 lilin putih
Kamis Putih Hitam Ungu 7 lilin putih
Jumat Agung
Hitam Hitam 7 lilin putih
(Perjamuan Kudus)
Sabtu Sunyi Hitam Hitam 7 lilin putih
Paskah
(Minggu Agung – Hitam Putih 1 lilin putih besar
Magna Dominica)
Senin Paskah –
Hitam Putih 1 lilin putih besar
Paskah Hari Kedua
Minggu Paskah II –
Hitam Putih 1 lilin putih besar
Quasimodo Geniti
Minggu Paskah III –
Masa Hitam Putih 1 lilin putih besar
Misericordias Domini
Paskah Minggu Paskah IV – Jubilate Hitam Putih 1 lilin putih besar
Minggu Paskah V – Cantate Hitam Putih 1 lilin putih besar
Minggu Paskah VI –
Hitam Putih 1 lilin putih besar
Rogate
Kenaikan Tuhan Yesus ke
Hitam Merah 1 lilin putih besar
Sorga
Minggu Paskah VII – Exaudi Hitam Putih 1 lilin putih besar
Pentakosta Hitam Merah 1 lilin putih besar
Minggu Trinitatis Putih Hijau
Masa Biasa
Minggu II Sesudah
– Minggu- Putih Hijau
Pentakosta
Minggu
Minggu III dan seterusnya
Sesudah Putih Hijau
Sesudah Pentakosta
Pentakosta
Minggu Kristus Raja Putih Hijau
13
Hari-Hari Perayaan GKST
1. Hari Doa Alkitab (9 Februari)
2. Hari Doa Sedunia (1 Maret)
2. Hari Pendidikan GKST (2 Maret)
3. HUT PGI/Perjamuan Kudus Ekumene (25 Mei)
4. Hari Pendidikan Kristen (7 Juni)
5. Pekan Keluarga dan Pekan Penginjilan
6. HUT Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus)
7. HUT STT GKST Tentena (1 September)
8. HUT UNKRIT (2 September)
9. HUT Sinode Am Gereja SULUTTENGGO (17
September)
10. Hari Perjamuan Kudus Sedunia (1 Oktober)
11. HUT GKST (18 Oktober)
12. Hari Kesehatan GKST (24 Oktober)
13. Hari Reformasi Gereja (31 Oktober)
14. HUT Emeritus GKST (22 November)
15. Perayaan HUT Kategorial, yakni:
a. HUT Persekutuan Anak (20 September)
b. HUT Persekutuan Remaja (16 Oktober)
c. HUT Persekutuan Pemuda (20 Juli)
d. HUT Persekutuan Bapak (9 November)
e. HUT Persekutuan Perempuan (19 Oktober)
f. HUT Persekutuan Lansia (29 Mei)
16. Pekan Keluarga pada Bulan Juni
17. Pekan Penginjilan pada Bulan Oktober
18. Pekan Paskah dimulai pada Hari Paskah sampai
Minggu Paskah II
19. Syukur Tahunan Jemaat (Padungku)
14
PANDUAN PENGGUNAAN
PAKAIAN JABATAN, STOLA DAN WARNA LITURGIS
Digunakan pada:
• Masa Epifania:
mulai Minggu Epifani I sampai
Sabtu sebelum Minggu
Sengsara I.
• Masa Sesudah Pentakosta:
mulai Minggu Trinitas sampai
Sabtu sebelum Minggu Adven
I.
16
Warna Liturgi : PUTIH
berarti keagungan, kemuliaan, kebersihan,
kesucian dan ketulusan.
Digunakan pada:
• Masa Natal:
mulai Malam Natal Sampai
Sabtu Sebelum Minggu
Epifania I ;
• Masa Paskah:
mulai Hari Paskah sampai
Rabu sebelum Kenaikan Tuhan
Yesus Ke Sorga dan mulai Hari
minggu setelah Kenaikan Yesus
ke sorga sampai Sabtu sebelum
Pentakosta.
17
Warna Liturgi : UNGU
berarti kemuliaan rajawi, pengharapan,
pertobatan, penderitaan dan keprihatinan.
Digunakan pada:
• Masa Adven:
mulai Minggu Adven I sampai
sebelum Malam Natal.
• Masa Sengsara:
mulai Minggu Sengsara I
sampai Rabu sebelum Kamis
Putih.
18
Warna Liturgi : MERAH
berarti sukacita, semangat, pengorbanan dan
keberanian.
Digunakan pada:
• Kenaikan Tuhan Yesus:
mulai Kenaikan Tuhan Yesus
Ke Surga sampai sabtu
sebelum Minggu Paskah VII.
• Pentakosta:
mulai Pentakosta sampai sabtu
sebelum Minggu Trinitatis.
19
Warna Liturgi : HITAM
berarti kedukaan manusia, sekaligus kehormatan
dan kekuatan.
Digunakan pada:
• Kematian Tuhan Yesus:
mulai Jumat Agung sampai
sabtu sebelum Hari Paskah.
• Kedukaan:
pemakaman dan penghiburan
sebelum dan sesudah jenazah
dikebumikan.
20
Warna Liturgi : KUNING
berarti kegembiraan, kemakmuran dan kesuburan.
Digunakan pada:
• Pengucapan Syukur Jemaat
(padungku).
21
***
22
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR: 02/GKST/SSI/2023
TENTANG
PENATALAYANAN KEUANGAN GEREJA
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN
PERSEMBAHAN
MEMUTUSKAN
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan,
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
24
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah Majelis Sinode Gereja Kristen
Sulawesi Tengah
4. BPP adalah Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja
Kristen Sulawesi Tengah.
5. Klasis adalah perhimpunan jemaat yang dipanggil
untuk mewujudkan misi Allah melalui persekutuan,
kesaksian dan pelayanan di suatu wilayah.
6. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam
pelaksanaan keputusan rapat klasis.
7. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil
untuk mewujudkan misi Allah melalui persekutuan,
kesaksian dan pelayanan dalam suatu wilayah.
8. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan rapat jemaat.
9. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus pendeta, penatua
dan diaken.
10. Panitia Anggaran adalah Panitia yang diberi tugas
menyusun anggaran pendapatan dan belanja.
11. Persembahan adalah pemberian seluruh warga gereja
yang merupakan jawaban iman sebagai ungkapan
syukur atas kasih setia dan keselamatan dari Tuhan.
12. Anggaran adalah perkiraan mengenai pendapatan dan
belanja untuk periode tertentu.
13. Penatalayanan keuangan adalah pengelolaan
persembahaan secara bersama-sama bagi kepentingan
pelayanan di aras jemaat, klasis dan sinode.
25
BAB II
LANDASAN TEOLOGI
Pasal 2
Landasan teologis bagi penatalayanan keuangan GKST
adalah pada ayat-ayat dalam Alkitab, yakni
1. 1 Tawarikh 16:29, “Berilah kepada TUHAN kemuliaan
nama-Nya, bawalah persembahan dan masuklah
menghadap Dia! Sujudlah menyembah kepada TUHAN
dengan berhiaskan kekudusan.”
2. 1 Tawarikh 29:14, “Sebab siapakah aku ini dan
siapakah bangsaku, sehingga kami mampu
memberikan persembahan sukarela seperti ini? Sebab
dari pada-Mulah segala-galanya dan dari tangan-Mu
sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-
Mu.”
3. 1 Tawarikh 29:17, “Aku tahu, ya Allahku, bahwa
Engkau adalah penguji hati dan berkenan kepada
keikhlasan, maka akupun mempersembahkan
semuanya itu dengan sukarela dan tulus ikhlas. Dan
sekarang, umat-Mu yang hadir di sini telah kulihat
memberikan persembahan sukarela kepada-Mu dengan
sukacita.”
4. Maleakhi 3:10, “Bawalah seluruh persembahan
persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan,
supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan
ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku
tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan
mencurahkan berkat kepadamu sampai
berkelimpahan.”
26
5. Lukas 21:3-4, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua
orang itu. Sebab mereka semua memberi
persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini
memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi
seluruh nafkahnya.”
6. 2 Korintus 8:13, “Sebab kamu dibebani bukanlah
supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi
supaya ada keseimbangan.”
7. 2 Korintus 9:6-7, “Hendaklah masing-masing
memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan
sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi
orang yang memberi dengan sukacita.”
BAB III
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN ANGGARAN
Pasal 3
Penyusunan Anggaran
1. Anggaran terdiri atas anggaran rutin, anggaran program
dan anggaran pembangunan.
2. Anggaran pendapatan disusun dan dirinci dalam ayat-
ayat menurut jenis penerimaan dan anggaran belanja
disusun dan dirinci dalam pasal-pasal menurut jenis
pengeluaran.
3. Panitia Anggaran yang menyusun Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja (RAPB) ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh majelis di masing-masing aras.
4. Personalia Panitia Anggaran di masing-masing aras
minimal tiga orang dan maksimal lima orang yang
27
terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris dan
anggota yang bekerja paruh waktu.
5. Panitia Anggaran bertugas menyusun RAPB dan, jika
diperlukan, menyusun Perubahan Anggaran untuk satu
tahun anggaran.
6. Pembiayaan Panitia Anggaran bersifat situasional
sesuai dengan objek pekerjaan.
Pasal 4
Penetapan Anggaran
Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja:
1. Di aras Jemaat ditetapkan pada Rapat Jemaat.
2. Di aras Klasis ditetapkan pada Rapat Klasis.
3. Di aras Sinode ditetapkan pada Rapat Kerja Majelis
Sinode Bersama Majelis Klasis dan Badan-Badan
Pelayanan GKST.
BAB IV
TAHUN ANGGARAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN
Pasal 5
Tahun Anggaran
28
Pasal 6
Perubahan Anggaran
1. Apabila dalam pelaksanaan Anggaran di masing-masing
aras pelayanan GKST terjadi pelampauan kredit dalam
pasal belanja, maka majelis di masing-masing aras
menugaskan panitia anggaran di masing-masing aras
untuk melakukan perubahan anggaran.
2. Perubahan anggaran yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini, dilaksanakan pada bulan April.
3. Perubahan anggaran yang telah dihitung oleh panitia
anggaran di masing-masing aras ditetapkan sebagai
keputusan oleh:
a. Majelis Jemaat di aras Jemaat pada rapat kerja.
b. Majelis Klasis di aras Klasis pada rapat kerja.
c. Majelis Sinode di aras Sinode pada rapat kerja.
BAB V
PENDAPATAN DAN BELANJA
Pasal 7
Pendapatan
1. Pendapatan bersumber dari:
a. Persembahan Jemaat dari Ibadah:
1) Ibadah Minggu-Minggu Adven I-IV (mulai
Adven I sampai sebelum Malam Natal)
2) Ibadah Masa Natal (mulai Malam Natal sampai
Sabtu sebelum Minggu Epifani I), yakni:
a) Ibadah Malam Natal
b) Ibadah Natal
c) Ibadah Natal II
d) Ibadah Minggu sesudah Natal
29
e) Ibadah Malam Perpisahan Tahun
f) Ibadah Tahun Baru
3) Ibadah Minggu-Minggu Epifani (mulai Minggu
terdekat 6 Januari sampai Sabtu sebelum
Minggu Sengsara I)
4) Ibadah Masa Sengsara (mulai Minggu Sengsara
I sampai Kamis Putih), yakni:
a) Ibadah Minggu Sengsara I-VII
b) Ibadah Rabu Abu
c) Ibadah Kamis Putih
5) Ibadah Kematian Tuhan Yesus
a) Ibadah Jumat Agung
b) Ibadah Sabtu Sunyi
6) Masa Paskah (mulai Hari Paskah sampai Sabtu
sebelum Pentakosta), yakni:
a) Ibadah Hari Paskah
b) Ibadah Paskah Hari Kedua (Senin
Paskah)
c) Ibadah Minggu Paskah Minggu ke II-VII
7) Ibadah Kenaikan Tuhan Yesus
8) Ibadah Pentakosta (Ketuangan Roh Kudus)
9) Ibadah Minggu-Minggu sesudah Pentakosta
(mulai Minggu Trinitas sampai Sabtu sebelum
Minggu Adven I).
b. Persembahan dari Ibadah Perayaan
1) Hari Doa Alkitab (9 Februari)
2) Hari Doa Sedunia (1 Maret)
3) Hari Pendidikan GKST (2 Maret)
4) HUT PGI/Perjamuan Kudus Ekumene (25 Mei)
5) Hari Pendidikan Kristen (7 Juni)
6) Pekan Keluarga dan Pekan Penginjilan
30
7) HUT Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus)
8) HUT STT GKST Tentena (1 September)
9) HUT UNKRIT (2 September)
10) HUT Sinode Am Gereja SULUTTENGGO (17
September)
11) Hari Perjamuan Kudus Sedunia (1 Oktober)
12) HUT GKST (18 Oktober)
13) Hari Kesehatan GKST (24 Oktober)
14) Hari Reformasi Gereja (31 Oktober)
15) HUT Emeritus GKST (22 November)
16) Perayaan HUT Kategorial, yakni:
a) HUT Persekutuan Anak (20 September)
b) HUT Persekutuan Remaja (16 Oktober)
c) HUT Persekutuan Pemuda (20 Juli)
d) HUT Persekutuan Bapak (9 November)
e) HUT Persekutuan Perempuan (19
Oktober)
f) HUT Persekutuan Lansia (29 Mei)
17) Persembahan Ibadah Pekan Keluarga
18) Persembahan Ibadah Pekan Penginjilan
19) Persembahan Ibadah Pekan Paskah
20) Persembahan Ibadah Syukur Tahunan Jemaat
(Padungku)
c. Persembahan Khusus
1) Persembahan Ibadah Syukur Pribadi dan
Keluarga
2) Persembahan Syukur Perorangan dan atau
Keluarga Jemaat
3) Persembahan Persepuluhan
4) Persembahan Syukur Tahunan Jemaat
(Padungku)
31
5) Persembahan Natura
6) Persembahan Diakonia
7) Persembahan Pekabaran Injil
8) Persembahan Pembangunan
9) Persembahan Ibadah Emeritasi
10) Persembahan Ibadah Penghiburan
11) Persembahan Ibadah Peringatan Kematian
12) Persembahan lainnya yang sah
d. Persembahan Tanggung Jawab:
1) Persembahan Tanggung Jawab berjemaat
2) Persembahan Tanggung Jawab Pembangunan.
e. Bantuan:
1) Pemerintah
2) Donatur
3) Swasta
f. Usaha-Usaha lain yang sah.
Pasal 8
Belanja
1. Pengeluaran adalah semua pembelanjaan sebagaimana
ditetapkan dalam pasal-pasal Anggaran Pendapatan
dan Belanja di masing-masing aras pelayanan.
2. Seluruh Belanja di semua aras pelayanan yang
dikeluarkan oleh pengguna anggaran, harus sesuai
dengan anggaran yang ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja di masing-masing aras.
32
BAB VI
SISTEM PENATALAYANAN KEUANGAN
Pasal 9
1. Sistem penatalayanan keuangan gereja adalah cara
mengelola persembahan jemaat dengan menentukan
besaran persembahan tanggung jawab Jemaat bagi
kepentingan pembiayaan pelayanan di aras Sinode.
2. Sistem pengelolaan persembahan yang dimaksud pada
ayat 1 (satu) pasal ini, adalah Sistem Persentase, yakni
30% persembahan bersinode dan 70% persembahan
yang dikelola jemaat sebagaimana dimaksud pasal 8
peraturan ini.
3. Sistem persentase yang dimaksud pada ayat (2) pasal
ini, adalah besaran jumlah realisasi persembahan yang
diberikan oleh Jemaat ke Sinode.
4. Sumber keuangan Klasis:
a. Tanggung jawab Jemaat diatur berdasarkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Klasis yang
diputuskan dalam rapat Klasis.
b. Tanggung jawab Sinode diatur berdasarkan
anggaran Pendapatan dan Belanja Sinode.
5. Persembahan yang diperuntukan bagi pelayanan di
aras Sinode sebagaimana diatur dalam ayat (2) pasal
ini, wajib diberikan ke Sinode paling lambat tanggal 5
setiap bulan berjalan.
6. Persembahan sebagaimana diatur dalam ayat (7) pasal
ini, wajib disetor ke Rekening Bank atas nama Sinode
GKST.
7. Penutupan Buku Kas wajib dilaksanakan setiap akhir
bulan pada tanggal 30 dan atau 31 bulan berjalan.
33
Pasal 10
Perhitungan Anggaran
1. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)
di semua aras pelayanan dilaksanakan pada akhir
tahun anggaran tahun anggaran.
2. Perhitungan RAPB sebagaimana disebut dalam ayat 1
(satu) pasal ini. khususnya untuk RAPB Sinode, harus
terlebih dahulu mencermati Anggaran Pendapatan dan
Belanja Jemaat (APBJ) dan Klasis (APBK) seluruh
GKST.
3. Perhitungan Rancangan Anggaran dimaksud pada ayat
1 (satu) pasal ini, dibuat menurut susunan dan
penjelasan menurut ayat dan pasal anggaran yang
meliputi:
a. Semua jumlah yang merupakan penerimaan atau
pengeluaran selama satu tahun anggaran.
b. Semua perhitungan yang merupakan penerimaan
atau pengeluaran selama tahun tersebut,
dilakukan menurut ayat dan pasal mata anggaran.
c. Selisih antara penetapan anggaran dengan
realisasi anggaran disertai penjelasan-penjelasan
tentang perbedaan yang terjadi.
4. Perhitungan anggaran, dilengkapi dengan nota
perhitungan anggaran dan perhitungan jumlah sisa
uang kas pada akhir tahun anggaran.
5. Pengguna Anggaran di masing-masing aras pelayanan
GKST menyampaikan perhitungan anggaran kepada
Badan Pengawas Perbendaharaan di masing-masing
aras pelayanan disertai keterangan-keterangan dan
penjelasan-penjelasannya.
34
Pasal 11
Pengelolaan Anggaran
Pasal 12
Pengadaan Barang
1. Pengadaan barang-barang milik GKST yang sumber
pembayarannya berasal dari GKST maupun pihak lain,
harus dilakukan dengan surat perjanjian kerja (SPK).
2. Pelaksanaan pengadaan barang di masing-masing aras
pelayanan diatur oleh Majelis Jemaat di aras Jemaat,
Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras
Sinode.
3. Penanggung jawab di setiap aras pelayanan atau Panitia
yang ditunjuk untuk Pengadaan Barang dalam skala
35
besar, diatur dalam surat perjanjian tersendiri sesuai
ketentuan yang berlaku umum.
4. Pengadaan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat 3
(tiga) pasal ini, dilakukan bersama dengan panitia
pengadaan barang dengan membuat syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh pelaksana pengadaan barang yang
dimaksud.
5. Penentuan pelaksana pengadaan barang sebagaimana
dimaksud dalam ayat 3 (tiga) pasal ini, dilakukan
dengan transparan dan diumumkan untuk memberikan
kesempatan kepada warga Gereja dan atau badan-
badan GKST sepanjang memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
Pasal 13
Pengawasan Internal Pengelolaan Anggaran
1. Pengawasan internal pengelolaan anggaran di semua
aras pelayanan GKST dilaksanakan oleh Badan
Pengawas Perbendaharaan.
2. Proses Pengawasan anggaran internal sebagaimana
diatur dalam ayat 1 (satu) pasal ini, meliputi
pemeriksaan:
a. Semua penerimaan sebagaimana diatur dalam
pasal 8 (delapan) peraturan ini.
b. Anggaran yang tersedia pada ayat-ayat penerimaan
dan pasal-pasal pengeluaran yang bersangkutan
sudah dirinci sebagaimana diatur dalam pasal 9
(sembilan) peraturan ini.
c. Pengeluaran untuk tujuan yang telah ditetapkan
pada anggaran dibebankan sesuai mata anggaran
yang benar dan tepat.
36
d. Bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran yang
dapat diterima dan dianggap sah.
Pasal 14
Pengawasan Eksternal Pengelolaan Keuangan
1. Pengawasan eksternal pengelolaan anggaran di aras
sinode dilaksanakan oleh akuntan publik profesional
yang diminta oleh Majelis Sinode di akhir periode
pelayanan.
2. Proses pengawasan anggaran eksternal sebagaimana
diatur dalam ayat 1 (satu) pasal ini diserahkan
sepenuhnya berdasarkan prosedur akuntansi publik.
Pasal 15
Pertanggungjawaban Dan Sanksi
1. Semua pejabat dan pegawai gereja yang melakukan
perbuatan yang melanggar peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan masalah keuangan di GKST atau
melalaikan kewajibannya dan merugikan keuangan
GKST baik langsung maupun tidak langsung,
diwajibkan mengganti kerugian itu.
2. Pemberian sanksi dilakukan Majelis Sinode kepada
Ketua Majelis Jemaat dan Ketua Majelis Klasis yang
tidak menyetor persembahan dalam 3 (tiga) bulan
berturut-turut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Penanggung jawab pelayanan di masing-masing aras
memberikan sanksi kepegawaian dan atau
Penggembalaan Khusus terhadap pejabat dan atau
pegawai gereja yang telah melakukan pelanggaran dan
penyimpangan keuangan GKST, berdasarkan berita
37
acara pemeriksaan oleh Badan Pengawas
Perbendaharaan atau pengawas eksternal.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 16
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan
diatur dengan keputusan Majelis Sinode.
2. Keputusan Majelis Sinode sebagaimana pada ayat 1
(satu) pasal ini tidak boleh bertentangan dengan
peraturan ini.
3. Dengan berlakunya peraturan ini maka Peraturan
dalam Pedoman Pelaksanaan Tata Gereja GKST Tahun
2014 dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan di : Tentena
Pada Tanggal : 15 September 2023
38
Pimpinan Sidang
39
Lampiran Peraturan Nomor 02/GKST/SSI/2023 tentang
Penatalayanan Keuangan Gereja
A. PENERIMAAN
I S a l d o Juni…
40
5.9 Ibadah Natal Kelompok
41
Sub Total A
1 Pekan Paskah
42
19 Ibadah Syukur Tahunan Jemaat
(Padungku)
20 Ibadah Syukur HUT Jemaat
Sub Total B
43
22 Penerimaan lain-lain yang sah
Sub Total C -
TOTAL PENERIMAAN -
B. PENGELUARAN
PASAL URAIAN DIANGGARKAN KETERANGAN
1 2 3 4
A ANGGARAN RUTIN
II KEBERSAMAAN KLASIS
44
2. Tunjangan Fungsional
4. Tunjangan Harian /
Akomodasi/Konsumsi/ Transportasi
Perjalanan Dinas
5. Tunjangan mengakhiri Jabatan
5 Honor Pianis
8 Honor Prokantor
14 Administrasi Kantor
c. Operasional Kendaraan
b. Rekening Telp.Pastori
45
18 Honor Staf Keuangan
IV PROGRAM PELAYANAN
1 Perjamuan Kudus
4 Natal Oikumene
5 Diakonia
8 Pekan Natal
b. Persekutuan Perempuan
c. Persekutuan Pemuda
d. Persekutuan Remaja
e. Persekutuan Anak
12 Biaya Tamu
46
Sub Total IV -
5 Pembinaan Pemuda
6 Pembinaan Remaja
VI PROGRAM KEBERSAMAAN
5 Dokumentasi
VII RAPAT/PERTEMUAN :
1 Rapat jemaat
4 Rapat Klasis
47
Sub Total VII -
IX Tak Tersangka
X DANA PEMBANGUNAN
1 Administrasi
XI Diakonia Bencana
TOTAL PENGELUARAN -
RUTIN
PEMBANGUNAN
TOTAL
- -
48
DITETAPKAN PADA RAPAT JEMAAT ...........................
OLEH
PANITIA ANGGARAN JEMAAT ........................
49
FORMAT PERSEMBAHAN BERSINODE
d
s
t
JUMLAH Rp - Rp -
…..............., …..........................2024
Disetor ke Rekening Sinode GKST : BRI 5200 - 01 -009436-53-0 An. Sinode GKST
50
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR: 03/GKST/SSI/2023
TENTANG
KEDUDUKAN KEUANGAN MAJELIS SINODE, ALAT
KELENGKAPAN PELAYANAN, MAJELIS KLASIS DAN
PENDETA JEMAAT
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KEDUDUKAN KEUANGAN
MAJELIS SINODE, BADAN-BADAN PELAYANAN,
MAJELIS KLASIS DAN PENDETA JEMAAT
MEMUTUSKAN
52
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
2. Sinode adalah wadah penatalayanan Persekutuan
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam
pelaksanaan keputusan-Keputusan sinode.
4. BPP adalah Badan Pengawas Perbendaharaan yang
memiliki tugas dan wewenang melakukan pemeriksaan
dan pengawasan dan penatalayanan keuangan dan
Pembangunan GKST.
5. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
Persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu
wilayah tertentu.
6. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan Klasis
7. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil
untuk mewujudkan misi Allah melalui Persekutuan,
kesaksian dan pelayanan dalam suatu wilayah tertentu.
53
8. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
9. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus Pendeta, Penatua
dan Diaken.
10. Alat Kelengkapan Pelayanan adalah badan pelayanan
dan perangkat pelayanan yang dibentuk atas dasar
kebutuhan untuk menunjang terlaksananya program
pelayanan di semua aras pelayanan.
Pasal 2
Kedudukan
1. Jabatan Majelis Sinode adalah jabatan khusus di mana
para anggotanya diberi kepercayaan sebagai pemimpin
dan penanggung jawab umum pelayanan GKST.
2. Majelis Sinode, karena tugas dan tanggung jawabnya
sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini, perlu
membentuk Alat Kelengkapan Pelayanan Aras Sinode,
menempatkan Ketua Majelis Klasis dan Pendeta
Jemaat.
3. Majelis Sinode dan Alat Kelengkapan Pelayanan Aras
Sinode, karena jabatan serta tugas dan tanggung
jawabnya sebagaimana diatur dalam ayat 1 (satu) dan 2
(dua) pasal ini, maka dipandang perlu untuk
menetapkan gaji dan tunjangan mereka secara khusus.
54
BAB II
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 3
Jaminan Hidup
1. Pelayan khusus yang diangkat/dipilih menjadi anggota
Majelis Sinode, gaji dan tunjangannya diatur secara
khusus.
2. Pegawai gereja yang menjadi anggota Majelis Sinode
sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini, tetap
mendapat hak kenaikan pangkat sesuai dengan
pedoman kepegawaian yang berlaku.
3. Pelayan Khusus dan atau Pegawai Gereja yang diangkat
dan ditunjuk dalam jabatan pada Alat Kelengkapan
Pelayanan Aras Sinode berhak atas gaji dan tunjangan
sesuai peraturan yang berlaku.
4. Ketua Majelis Klasis dan Pendeta Jemaat mendapatkan
gaji dan tunjangan sesuai peraturan yang berlaku.
Pasal 4
Gaji dan Tunjangan Majelis Sinode
1. Komponen Gaji Majelis Sinode diatur sebagai berikut:
1) Gaji Pokok
2) Tunjangan Suami/Istri
3) Tunjangan Anak maksimal 2.
4) Tunjangan Beras
5) Tunjangan Jabatan
6) Tunjangan Komunikasi
7) Tunjangan Kesejahteraan
8) Tunjangan Kemahalan
55
2. Besarnya Gaji dan Tunjangan Majelis Sinode:
a. Ketua Umum
1) Gaji Pokok sesuai golongan berdasarkan
Peraturan Kepegawaian.
2) Tunjangan Suami/Istri sebesar 10% dari
gaji pokok berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
3) Tunjangan Anak maksimal 2 sebesar
masing-masing 5% dari gaji pokok
berdasarkan Peraturan Kepegawaian.
4) Tunjangan Beras sebesar 10 kilogram per
orang per bulan.
5) Tunjangan Jabatan sebesar 300% dari gaji
pokoknya berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
6) Tunjangan Kesejahteraan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
7) Tunjangan Kemahalan sebesar gaji golongan
III/a Nol Dinas.
b. Ketua I
1) Gaji Pokok sesuai golongan berdasarkan
Peraturan Kepegawaian.
2) Tunjangan Suami/Istri sebesar 10% dari
gaji pokok berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
3) Tunjangan Anak maksimal 2 sebesar
masing-masing 5% dari gaji pokok
berdasarkan Peraturan Kepegawaian.
4) Tunjangan Beras sebesar 10 kilogram per
orang per bulan.
56
5) Tunjangan Jabatan sebesar 200% dari gaji
pokoknya berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
6) Tunjangan Kesejahteraan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
7) Tunjangan Kemahalan sebesar gaji golongan
III/a Nol Dinas.
c. Ketua II
1) Gaji Pokok sesuai golongan berdasarkan
Peraturan Kepegawaian.
2) Tunjangan Suami/Istri sebesar 10% dari
gaji pokok berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
3) Tunjangan Anak maksimal 2 sebesar
masing-masing 5% dari gaji pokok
berdasarkan Peraturan Kepegawaian.
4) Tunjangan Beras sebesar 10 kilogram per
orang per bulan.
5) Tunjangan Jabatan sebesar 200% dari gaji
pokoknya berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
6) Tunjangan Kesejahteraan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
7) Tunjangan Kemahalan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
d. Sekretaris Umum
1) Gaji Pokok sesuai golongan berdasarkan
Peraturan Kepegawaian.
2) Tunjangan Suami/Istri sebesar 10% dari
gaji pokok berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
57
3) Tunjangan Anak maksimal 2 sebesar
masing-masing 5% dari gaji pokok
berdasarkan Peraturan Kepegawaian.
4) Tunjangan Beras sebesar 10 kilogram per
orang per bulan.
5) Tunjangan Jabatan sebesar 250% dari gaji
pokoknya berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
6) Tunjangan Kesejahteraan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
7) Tunjangan Kemahalan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
e. Wakil Sekretaris Umum
1) Gaji Pokok sesuai golongan berdasarkan
Peraturan Kepegawaian.
2) Tunjangan Suami/Istri sebesar 10% dari
gaji pokok berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
3) Tunjangan Anak maksimal 2 sebesar
masing-masing 5% dari gaji pokok
berdasarkan Peraturan Kepegawaian.
4) Tunjangan Beras sebesar 10 kilogram per
orang per bulan.
5) Tunjangan Jabatan sebesar 200% dari gaji
pokoknya berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
6) Tunjangan Kesejahteraan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
7) Tunjangan Kemahalan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
58
f. Bendahara Umum
1) Gaji Pokok sesuai golongan berdasarkan
Peraturan Kepegawaian.
2) Tunjangan Suami/Istri sebesar 10% dari
gaji pokok berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
3) Tunjangan Anak maksimal 2 sebesar
masing-masing 5% dari gaji pokok
berdasarkan Peraturan Kepegawaian.
4) Tunjangan Beras sebesar 10 kilogram per
orang per bulan.
5) Tunjangan Jabatan sebesar 250% dari gaji
pokoknya berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
6) Tunjangan Kesejahteraan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
7) Tunjangan Kemahalan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
g. Wakil Bendahara Umum
2) Gaji Pokok sesuai golongan berdasarkan
Peraturan Kepegawaian.
3) Tunjangan Suami/Istri sebesar 10% dari
gaji pokok berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
4) Tunjangan Anak maksimal 2 sebesar
masing-masing 5% dari gaji pokok
berdasarkan Peraturan Kepegawaian.
5) Tunjangan Beras sebesar 10 kilogram per
orang per bulan.
59
6) Tunjangan Jabatan sebesar 200% dari gaji
pokoknya berdasarkan Peraturan
Kepegawaian.
7) Tunjangan Kesejahteraan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
8) Tunjangan Kemahalan sebesar gaji
golongan III/a Nol Dinas.
3. Majelis Sinode juga diberi tunjangan lain:
a. Tunjangan Rapat
b. Tunjangan
Harian/Akomodasi/konsumsi/transportasi
Perjalanan Dinas
c. Rekening Listrik, Telepon dan air.
d. Tunjangan Mengakhiri Jabatan sebesar 5 kali gaji
pokok yang bersangkutan.
e. Tunjangan Kematian sebesar 7 kali gaji pokok yang
bersangkutan.
4. Besarnya tunjangan sebagaimana dimaksud pada
ketentuan ayat 3 (tiga) poin a, b, c pasal ini, ditetapkan
oleh Majelis Sinode.
5. Fasilitas
a. Perumahan
b. Kendaraan dinas roda empat bagi Ketua Umum,
Sekretaris Umum dan Bendahara Umum;
c. Kendaraan dinas Roda dua bagi Ketua I dan Ketua
II, Wakil Sekretaris Umum dan Wakil Bendahara
Umum; apabila memungkinkan diberikan fasilitas
kendaraan dinas roda empat.
d. Kendaraan dinas sebagaimana diatur pada ayat 3
(tiga) pasal ini digunakan di lingkup pelayanan di
aras Sinode.
60
Pasal 5
Tunjangan Badan Pelayanan
1. Tunjangan Jabatan Badan Pelayanan
a. Ketua sebesar satu kali gaji pokok
Golongan/Ruang III/a Nol Dinas.
b. Sekretaris sebesar satu kali gaji pokok
Golongan/Ruang II/d Nol Dinas.
c. Bendahara sebesar satu kali gaji pokok
Golongan/Ruang II/d Nol Dinas.
2. Tunjangan Lainnya
a. Tunjangan Rapat Program/Kerja
b. Tunjangan
Harian/Akomodasi/konsumsi/transportasi
Perjalanan Dinas
c. Tunjangan Mengakhiri Jabatan sebesar 2 kali gaji
pokok yang bersangkutan.
d. Tunjangan Kematian sebesar 7 kali gaji pokok yang
bersangkutan.
3. Besarnya tunjangan sebagaimana dimaksud pada
ketentuan ayat 2 (dua) poin a dan b pasal ini,
ditetapkan oleh Majelis Sinode.
Pasal 6
Tunjangan Jabatan Kepala Bagian
1. Tunjangan jabatan kepala bagian sebesar 1 (satu) kali
gaji pokok Golongan/Ruang II/a Nol Dinas.
2. Tunjangan lainnya adalah Tunjangan Harian/
Akomodasi/Konsumsi/Transportasi perjalanan dinas.
3. Besarnya tunjangan sebagaimana dimaksud pada
ketentuan ayat 2 (dua) pasal ini, ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
61
Pasal 7
Tunjangan Majelis Klasis
1. Tunjangan jabatan Ketua Majelis Klasis adalah sebesar
1 (satu) kali gaji pokok Golongan/Ruang III/a Nol
Dinas.
2. Tunjangan jabatan Sekretaris Majelis Klasis adalah
sebesar 1 (satu) kali gaji pokok Golongan/Ruang II/d
Nol Dinas.
3. Tunjangan jabatan Bendahara Majelis Klasis adalah
sebesar 1 (satu) kali gaji pokok Golongan/Ruang II/d
Nol Dinas.
4. Tunjangan Lainnya
a. Tunjangan Rapat program/koordinasi.
b. Tunjangan
Harian/Akomodasi/konsumsi/transportasi
Perjalanan Dinas
c. Tunjangan Mengakhiri Jabatan sebesar 2 kali gaji
pokok Golongan/Ruang III/a Nol Dinas.
d. Tunjangan Kematian sebesar 7 kali gaji pokok yang
bersangkutan Golongan/Ruang III/a Nol Dinas.
5. Besarnya tunjangan sebagaimana dimaksud pada
ketentuan ayat 2 (dua) butir a dan b pasal ini
ditetapkan oleh Majelis Sinode.
Pasal 8
Tunjangan Badan Pelayanan Aras Klasis
Tunjangan jabatan Badan Pelayanan Klasis diatur oleh
Majelis Klasis.
62
Pasal 9
Tunjangan Alat Kelengkapan Klasis
Tunjangan jabatan alat kelengkapan aras klasis diatur
dalam rapat klasis.
Pasal 10
Tunjangan Pendeta Jemaat
1. Tunjangan jabatan pendeta sebagai Ketua atau Wakil
Ketua Majelis Jemaat diatur oleh Majelis Jemaat dan
dibayarkan dari kas jemaat.
2. Tunjangan Fungsional bagi semua Pendeta Jemaat
diatur oleh Majelis Jemaat dan dibayarkan dari kas
jemaat.
3. Tunjangan Rapat program/kerja diatur oleh Majelis
Jemaat dan dibayarkan dari kas jemaat.
4. Tunjangan Harian/Akomodasi/konsumsi/transportasi
Perjalanan Dinas diatur oleh Majelis Jemaat dan
dibayarkan dari kas jemaat.
5. Tunjangan Mengakhiri Jabatan diatur oleh Majelis
Jemaat dan dibayarkan dari kas jemaat.
6. Tunjangan Kematian sebesar 7 kali gaji pokok yang
bersangkutan Golongan/Ruang III/a Nol Dinas diatur
oleh Majelis Sinode dan dibayarkan dari kas sinode.
Pasal 11
Tunjangan Majelis Jemaat dan Tunjangan Alat
Kelengkapan Jemaat
Tunjangan jabatan Majelis Jemaat dan alat kelengkapan
aras jemaat diatur dalam rapat jemaat.
63
Pasal 12
Tunjangan Mengakhiri Masa Jabatan dan Tunjangan Lain
yang Sah
Tunjangan mengakhiri masa jabatan setiap periode dan
Tunjangan lain yang sah diatur dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja masing-masing aras.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan
diatur dengan keputusan Majelis Sinode.
2. Keputusan Majelis Sinode sebagaimana pada ayat 1
(satu) pasal ini tidak boleh bertentangan dengan
peraturan ini.
3. Dengan berlakunya peraturan ini maka Peraturan
dalam Pedoman Pelaksanaan Tata Gereja Tahun 2014
dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan.
Ditetapkan : di Tentena
Pada Tanggal : 15 September 2023
64
Pimpinan Sidang
65
***
66
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR: 04/GKST/SSI/2023
TENTANG
BADAN PENGAWAS PERBENDAHARAAN
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN BADAN PENGAWAS
PERBENDAHARAAN
MEMUTUSKAN
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan,
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah Majelis Sinode Gereja Kristen
Sulawesi Tengah
68
4. Badan Pengawas Perbendaharaan selanjutnya
disingkat BPP GKST adalah Badan Pengawas
Perbendaharaan Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
5. BPP Klasis adalah Badan Pengawas Perbendaharaan di
aras Klasis.
6. BPP Jemaat adalah Badan Pengawas Perbendaharaan
di aras Jemaat.
7. Keuangan GKST adalah segala kekayaan gereja baik di
aras Sinode, aras Klasis dan aras Jemaat dalam
bentuk apapun, termasuk kekayaan dan atau
dikuasakan atau harta benda pihak kedua yang
dipercayakan dan atau dikuasakan dan atau dikuasai
dan dikelola oleh GKST.
8. Pengelola keuangan, pembangunan dan harta milik
GKST adalah Pejabat gereja dan non pejabat gereja
yang diberi tugas untuk menatalayani keuangan,
pembangunan dan harta milik GKST.
9. Pengelola keuangan, pembangunan dan harta milik
GKST adalah Pejabat gereja dan non pejabat gereja
yaitu Ketua sebagai kuasa pengguna anggaran,
Sekretaris sebagai verifikator keuangan dan
Bendahara sebagai pemegang keuangan.
10. Pemeriksa adalah BPP GKST.
11. Terperiksa adalah pengelola keuangan, pembangunan
dan harta milik GKST yang diperiksa.
12. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan Register
Penutupan Kas adalah dokumen hasil pemeriksaan
dan klarifikasi yang ditandatangani oleh BPP.
13. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah dokumen
hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh BPP kepada
pihak yang berwenang.
69
BAB II
TUGAS DAN WEWENANG BPP
Pasal 2
Tugas Dan Wewenang BPP
1. BPP bertugas:
a. Mengawasi proses penyusunan Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja.
b. Memeriksa dan mengawasi pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja yang sudah
ditetapkan sesuai mekanisme yang berlaku.
c. Melakukan pengawasan keuangan,
pembangunan dan seluruh harta milik GKST.
d. Menyusun Laporan hasil pemeriksaan
penatalayanan keuangan, pembangunan dan
kekayaan GKST.
e. Memeriksa seluruh harta milik yang diterima
Sinode setiap bulan berjalan.
f. Melaksanakan tugas tanpa pengaruh dari
siapapun dan wajib memberikan petunjuk
kepada pejabat gereja mengenai penatalayanan
keuangan gereja berpedoman pada peraturan
keuangan GKST yang berlaku.
g. Melakukan pembinaan dan atau pelatihan
tentang penatalayanan keuangan,
pembangunan dan seluruh harta milik GKST.
h. Memberikan pertimbangan atau rekomendasi
kepada penanggung jawab pelayanan di
masing-masing aras tentang penatalayanan
keuangan, pembangunan dan seluruh harta
milik GKST, diminta atau tidak diminta.
70
i. Melakukan pemeriksaan terhadap pejabat
gereja dan atau bukan pejabat gereja yang
diberi tanggung jawab mengelola keuangan
pembangunan dan seluruh harta milik GKST.
2. Wewenang BPP di masing-masing aras pelayanan GKST
adalah:
a. Melakukan tuntutan ganti rugi kepada
pengelola keuangan, pembangunan dan
seluruh harta milik GKST, yang karena
perbuatannya melanggar peraturan,
menyebabkan kerugian GKST.
b. Melakukan pengawasan terhadap
penatalayanan keuangan, pembangunan dan
seluruh harta milik GKST.
c. BPP Jemaat melakukan pemeriksaan di aras
jemaat.
d. BPP Klasis dapat melakukan pemeriksaan di
aras Jemaat apabila terdapat permasalahan
keuangan, pembangunan dan seluruh harta
milik GKST.
e. BPP Sinode dapat melakukan pemeriksaan di
aras Klasis dan Jemaat apabila terdapat
permasalahan keuangan, pembangunan dan
seluruh harta milik GKST.
f. Mengawasi pelaksanaan semua ketentuan yang
terdapat dalam peraturan tentang
penatalayanan keuangan, pembangunan dan
seluruh harta milik GKST.
71
BAB III
MEKANISME PEMERIKSAAN DAN SANKSI
Pasal 3
Mekanisme Pemeriksaan Dan Sanksi
1. BPP di masing-masing aras pelayanan GKST melakukan
pemeriksaan dengan surat tugas.
2. BPP di masing-masing aras pelayanan GKST dalam
melakukan pemeriksaan terhadap pejabat gereja dan
atau bukan pejabat gereja terlebih dahulu
menyampaikan pemberitahuan kepada Majelis di
masing-masing aras untuk diteruskan kepada subyek
yang akan diperiksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sebelum waktu pemeriksaan.
3. Pengelola keuangan, pembangunan dan seluruh harta
milik GKST mempersiapkan kelengkapan dokumen dan
bukti penatalayanan keuangan, pembangunan dan
seluruh harta milik GKST untuk diperiksa paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu pemeriksaan.
4. BPP melakukan pemeriksaan di kantor terperiksa atau
di kantor BPP.
5. BPP dalam melakukan pemeriksaan diwajibkan
membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan Register
Penutupan Kas yang ditandatangani oleh Terperiksa
dan BPP.
6. Dalam hal BPP tidak menemukan adanya
penyalahgunaan wewenang, maka BPP menyatakan
proses pemeriksaan telah selesai.
7. Dalam hal BPP menemukan penyalahgunaan
wewenang, BPP membuat Laporan Hasil Pemeriksaan
72
(LHP) dan menyampaikan kepada terperiksa untuk
diklarifikasi maksimal 7 (tujuh) hari kerja.
8. Terperiksa menyampaikan klarifikasi terhadap temuan
BPP maksimal 3 (tiga) hari kerja.
9. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan terperiksa
dapat menunjukkan bukti klarifikasi maka BPP
membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan
pemeriksaan dinyatakan selesai.
10. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan terperiksa
tidak dapat menunjukkan bukti klarifikasi, maka BPP
membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan
menyerahkan kepada Majelis di masing-masing aras.
11. Berdasarkan ayat 11 pasal ini, Majelis di masing-
masing aras menyampaikan Surat Peringatan terhadap
terperiksa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
menerima LHP.
12. Surat Peringatan yang dimaksud pada ayat 12 pasal ini
berisi peringatan dan kewajiban mengembalikan
kerugian yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan
wewenang.
13. Surat Peringatan yang dimaksud pada ayat 13 pasal ini
dilakukan melalui mekanisme:
a. Surat Peringatan Pertama diberikan tenggang
waktu selama 30 hari kerja.
b. Apabila Surat Peringatan Pertama tidak
diindahkan, maka kepada terperiksa diberikan
Surat Peringatan Kedua dengan tenggang waktu
selama 15 hari kerja.
c. Apabila Surat Peringatan Kedua tidak
diindahkan, maka Majelis pada masing-masing
aras memberikan sanksi sesuai Peraturan GKST.
73
Pasal 4
Pemberian Sanksi
1. Apabila dalam pemeriksaan terdapat penyalahgunaan
wewenang, maka dikenakan sanksi sesuai Peraturan
GKST yang berlaku dan Tuntutan Ganti Rugi (TGR)
dengan membuat surat pernyataan di atas materai yang
menyebut batas waktu sesuai batas waktu yang
ditentukan oleh BPP.
2. Dalam proses penyelesaian sebagaimana diatur dalam
ayat 1 (satu) pasal ini, tidak ditaati, maka Majelis dan
BPP di masing-masing aras wajib memproses terperiksa
sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
3. Sanksi yang berkaitan dengan kepegawaian gereja
diproses oleh Majelis Sinode.
4. Sanksi yang berkaitan dengan jabatan pelayanan yang
bukan pegawai gereja diproses oleh Majelis Jemaat di
aras Jemaat dan Majelis Klasis di aras Klasis.
5. Anggota BPP yang menjalankan tugasnya tidak
mengikuti mekanisme pemeriksaan sesuai pasal 3 (tiga)
peraturan ini, hasil pemeriksaannya dinyatakan tidak
sah dan dikenakan sanksi sesuai Peraturan GKST dan
perundang-undangan yang berlaku.
6. Anggota BPP yang menjalankan tugasnya melampaui
batas kesopanan atau memberikan keterangan hasil
pemeriksaan dan menyebarluaskan hasil pemeriksaan
kepada yang tidak berwenang dapat dikenakan sanksi
dan atau dituntut menurut hukum yang berlaku.
74
BAB IV
HAK, KEWAJIBAN DAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 5
Hak dan Kewajiban
1. BPP di masing-masing aras pelayanan GKST
mempunyai hak untuk:
a. Memasuki dan memeriksa semua kantor dan
semua tempat penyimpanan Harta Milik GKST.
b. Memeriksa semua register, pembukuan,
perhitungan-perhitungan/ rekening koran dan
surat-surat bukti serta surat-surat berharga
yang berkaitan dengan keuangan, pembangunan
dan harta milik GKST.
c. Memeriksa dan melakukan pengawasan kas dan
rekening bank.
2. BPP berhak mendapatkan tunjangan dan dana
operasional yang besarnya:
a. Di aras Jemaat diatur dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Jemaat.
b. Di aras Klasis diatur dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Klasis.
c. Di aras Sinode diatur dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Sinode.
3. BPP di semua aras pelayanan GKST mempunyai
kewajiban:
a. Memberikan penjelasan kepada pejabat-pejabat
gereja dan atau anggota jemaat tentang keadaan
keuangan/kekayaan GKST diminta atau tidak
diminta.
75
b. Memberikan bimbingan penyempurnaan
administrasi keuangan gereja kepada pejabat
GKST.
c. Memberikan saran dan atau petunjuk kepada
Badan-Badan Pelayanan dan atau badan-badan
usaha tentang manajemen keuangan,
pembangunan dan harta milik GKST.
d. Memberikan saran-saran mengenai masalah
ekonomi, keuangan, pembangunan dan harta
milik GKST kepada penanggung jawab di
masing-masing aras pelayanan diminta atau
tidak diminta.
e. Mengevaluasi pertanggungjawaban penanggung
jawab pelayanan di masing-masing aras
terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja.
Pasal 6
Hubungan Kerja
1. BPP Sinode, BPP Klasis dan BPP Jemaat mempunyai
hubungan koordinatif dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi masing-masing.
2. Apabila BPP Jemaat tidak dapat menyelesaikan
pelanggaran dan atau penyelewengan yang merugikan
Jemaat maka BPP Jemaat wajib meminta kepada BPP
Klasis dan atau BPP Sinode untuk mendampingi dalam
proses penyelesaiannya.
3. Apabila BPP Klasis tidak dapat menyelesaikan
pelanggaran dan atau penyelewengan diaras Klasis
maka BPP Klasis wajib meminta kepada BPP Sinode
untuk mendampingi dalam proses penyelesaiannya.
76
BAB V
STRUKTUR DAN PERSONALIA BPP
Pasal 7
Struktur BPP
Pasal 8
Personalia BPP
Personalia BPP di semua aras bertugas paruh waktu.
BAB VI
SYARAT DAN PEMILIHAN ANGGOTA BPP
Pasal 9
Syarat Anggota BPP
1. Anggota BPP di semua aras adalah anggota sidi jemaat
dan tidak sedang dalam Penggembalaan Khusus.
2. Anggota BPP di semua aras adalah anggota sidi jemaat
yang cakap dan ahli untuk pekerjaan itu.
3. Anggota BPP di semua aras hanya dapat dipilih untuk
dua kali masa pelayanan.
4. Anggota BPP di semua aras tidak merangkap jabatan di
aras lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang
BPP.
Pasal 10
Pemilihan Anggota BPP
1. Anggota BPP dipilih pada:
77
a. Aras sinode pada Sidang Sinode
b. Aras Klasis Pada Rapat Klasis
c. Aras Jemaat Pada Rapat Jemaat.
2. Anggota BPP Sinode yang dipilih pada Sidang Sinode
diusulkan oleh Peserta Sidang Sinode.
3. Anggota BPP Klasis yang dipilih pada Rapat Klasis
diusulkan oleh peserta rapat Klasis.
4. Anggota BPP Jemaat yang dipilih pada Rapat Jemaat
diusulkan oleh peserta Rapat Jemaat.
BAB VII
PENETAPAN ANGGOTA BPP
Pasal 11
Penetapan Anggota BPP Terpilih
1. Anggota BPP terpilih di semua aras ditetapkan dalam
suatu Ibadah.
2. Anggota BPP Sinode terpilih ditetapkan bersamaan
dengan penetapan Majelis Sinode terpilih.
3. Anggota BPP Klasis terpilih ditetapkan oleh Majelis
Klasis.
4. Anggota BPP Jemaat terpilih ditetapkan oleh Majelis
Jemaat.
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 12
1. Dengan ditetapkannya Peraturan ini maka pedoman
Pelaksanaan tentang BPP dalam Tata Gereja 2014
dinyatakan tidak berlaku.
78
2. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini
sepanjang tidak bertentangan dengan Tata gereja dapat
diatur oleh BPP di masing-masing aras.
3. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Tentena
Pada tanggal : 15 September 2023
Pimpinan Sidang
79
Pdt. H. Tindatu, M.Teol.
80
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR 05/GKST/SSI/2023
TENTANG
HARTA MILIK DAN PENGELOLAAN HARTA MILIK
GEREJA
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
HARTA MILIK DAN PENGELOLAAN HARTA MILIK
GEREJA
MEMUTUSKAN
82
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah.
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan,
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah Majelis Sinode Gereja Kristen
Sulawesi Tengah
4. BPP adalah Badan Pengawas Perbendaharaan Gereja
Kristen Sulawesi Tengah.
5. Klasis adalah perhimpunan jemaat yang dipanggil
untuk mewujudkan misi Allah melalui persekutuan,
kesaksian dan pelayanan di suatu wilayah.
6. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam
pelaksanaan keputusan rapat klasis.
7. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian dan pelayanan dalam suatu
wilayah.
8. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan rapat jemaat.
9. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus pendeta,
penatua dan diaken.
10. Harta milik gereja yang selanjutnya disebut harta
milik adalah barang bergerak atau tidak bergerak
yang diperoleh melalui beban anggaran pendapatan
83
dan belanja diaras Sinode, Klasis dan Jemaat dan
atau diperoleh atas hibah,wasiat, penyerahan dan
sumbangan.
BAB II
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 2
Harta Milik Gereja
1. Harta Milik Gereja yang untuk selanjutnya disebut
harta milik meliputi barang dalam bentuk bergerak dan
yang tidak bergerak yang diperoleh atau dibeli atas
beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Sinode,
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Klasis dan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Jemaat.
2. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah,
meliputi:
a. Hibah, wasiat, penyerahan, sumbangan dan atau
sejenisnya yang sah secara hukum.
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
suatu perjanjian/kontrak.
c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan
perundang-undangan dan/atau barang yang
diperoleh berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Pasal 3
Pengelolaan Harta Milik Gereja
1. Pengelolaan Harta milik dilaksanakan berdasarkan asas
fungsional, kepastian hukum, transparansi dan
84
keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian
nilai.
2. Pengelolaan Harta milik GKST meliputi :
a. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
b. Pengadaan,
c. Penerimaan dan penyaluran,
d. Penggunaan,
e. Pemanfaatan,
f. Penatausahaan,
g. Persewaan,
h. Pemeliharaan dan pengamanan,
i. Penilaian,
j. Penghapusan,
k. Pemindahtanganan,
l. Pengawasan dan pengendalian,
m. Pembiayaan.
Pasal 4
Pengelola Harta Milik
1. Majelis Sinode sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan Harta milik, berwenang dan bertanggung
jawab atas pengelolaan harta milik.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu)
pasal ini dilaksanakan oleh:
a. Majelis Sinode diaras Sinode.
b. Majelis Klasis diaras Klasis.
c. Majelis Jemaat diaras Jemaat.
Pasal 5
Kewenangan Pengelola
1. Majelis Sinode mempunyai wewenang:
85
a. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, dan
pengamanan harta milik.
b. Memberi pertimbangan atas usul
pemindahtanganan dan penghapusan harta milik
di aras Klasis dan Jemaat.
c. Mengajukan usul pemindah tanganan harta milik
kepada Sidang Sinode.
d. Bersama Badan Pengawas Perbendaharaan GKST
mengawasi pengelolaan, pemeliharaan/ perawatan
harta milik GKST diaras Sinode.
2. Majelis Klasis berwenang:
a. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, dan
pengamanan harta milik gereja sesuai keputusan
rapat Klasis.
b. Mengajukan permohonan penetapan status untuk
penggunaan harta milik Sinode yang berada di
wilayah Klasis oleh Majelis Klasis yang
bersangkutan kepada Majelis Sinode.
c. Mengajukan usul penghapusan dan pemindah
tanganan harta milik gereja sesuai keputusan
rapat Klasis kepada Majelis Sinode untuk
dipertimbangkan.
d. Bersama Badan Pengawas Perbendaharaan Klasis
mengawasi pengelolaan, pemeliharaan/perawatan
harta milik di aras Klasis.
3. Majelis Jemaat berwenang:
a. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, dan
pengamanan harta milik gereja sesuai keputusan
rapat Jemaat.
b. Mengajukan permohonan penetapan status untuk
penggunaan harta milik Sinode yang berada di
86
wilayah Jemaat oleh Jemaat yang bersangkutan
kepada Majelis Sinode.
c. Mengajukan usul penghapusan dan pemindah
tanganan harta milik gereja sesuai keputusan
rapat Jemaat kepada Majelis Sinode untuk
dipertimbangkan.
d. Bersama Badan Pengawas Perbendaharaan Jemaat
mengawasi pengelolaan, pemeliharaan/perawatan
harta milik diaras Jemaat.
Pasal 6
Pengadaan Harta Milik
1. Pengadaan harta milik pada setiap aras, dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan mendasar dan pada prinsip-
prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka.
2. Pengadaan harta milik yang dimaksud pada ayat 1
(satu) pasal ini dilaksanakan oleh:
a. Majelis Jemaat di aras Jemaat sesuai keputusan
rapat Jemaat
b. Majelis Klasis di aras Klasis sesuai keputusan
rapat Klasis
c. Majelis Sinode di aras Sinode sesuai keputusan
Sidang Sinode dan atau rapat Majelis Sinode dan
atau usulan Badan-Badan Pelayan.
Pasal 7
Penyimpan Harta Milik
1. Penyimpan adalah Bendahara Jemaat di aras Jemaat,
Bendahara Klasis di aras Klasis dan Bendahara Sinode
di aras Sinode.
87
2. Hasil pengadaan harta milik diterima oleh yang
berwenang sebagai penyimpan pada masing-masing
aras dengan membuat berita acara.
3. Penyimpan harta milik sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 (satu) pasal ini, berkewajiban melaksanakan
tugas administrasi penerimaan harta milik GKST.
4. Penerimaan harta milik GKST sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 (satu) pasal ini, selanjutnya disimpan pada
tempat yang telah disiapkan.
Pasal 8
1. Sinode, Klasis, Jemaat menerima barang dari
pemenuhan kewajiban Pihak Ketiga berdasarkan
perjanjian dan atau pelaksanaan dari suatu
perjanjian/kontrak.
2. Sinode, Klasis, Jemaat dapat menerima barang dari
pihak ketiga yang merupakan sumbangan, hibah,
wasiat, dan penyerahan sukarela.
3. Penyerahan dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 (satu) dan ayat 2 (dua) pasal ini dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima dan disertai dengan
dokumen kepemilikan/penguasaan yang sah.
4. Hasil penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
(satu) dan ayat 2 (dua) pasal ini, dicatat dalam Daftar
Harta Milik Gereja.
Pasal 9
Penyaluran Harta Milik
1. Penyaluran harta milik GKST oleh penyimpan harta
milik dilaksanakan atas dasar Surat Perintah
88
Pengeluaran Barang (SPPB) yang disertai dengan berita
acara serah terima.
2. Wewenang menyalurkan harta milik gereja
dilaksanakan oleh:
a. Majelis Jemaat diaras Jemaat,
b. Majelis Klasis diaras Klasis,
c. Majelis Sinode di aras Sinode.
.
Pasal 10
Pemanfaatan
1. Pemanfaatan harta milik GKST berupa barang bergerak
dan tidal bergerak dilaksanakan oleh pengelola harta
milik gereja.
2. Pemanfaatan barang milik GKST dilaksanakan
berdasarkan pertimbangan kepentingan pelayanan.
Pasal 11
Bentuk Pemanfaatan
Bentuk - bentuk pemanfaatan harta milik berupa:
a. Digunakan secara langsung oleh gereja di masing-
masing aras pelayanan.
b. Sewa menyewa dan atau sewa pakai.
c. Kerjasama Pemanfaatan.
Pasal 12
Sewa Pakai Harta Milik
1. Harta milik Gereja baik barang bergerak maupun
barang tidak bergerak yang belum dimanfaatkan, dapat
dipersewakan kepada pihak ketiga sepanjang
bermanfaat bagi kepentingan pelayanan GKST.
89
2. Penyewaan harta milik GKST dilaksanakan dengan
bentuk:
a. Penyewaan harta milik atas tanah dan/atau
bangunan yang dalam penguasaan Majelis
Sinode, Majelis Klasis dan Majelis Jemaat menjadi
kewenangan masing-masing aras.
b. Penyewaan atas tanah dan atau bangunan yang
dalam penguasaan Majelis Klasis dan Majelis
Jemaat sebagaimana dimaksud dalam butir a
ayat ini wajib melaporkan kepada Majelis Sinode.
3. Penyewaan atas harta milik GKST sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 (dua) butir a dan b pasal ini,
dilaksanakan oleh pengurus harta milik dimasing-
masing aras setelah mendapat persetujuan Rapat
Jemaat di aras Jemaat, Rapat Klasis di aras Klasis dan
Rapat Majelis Sinode di aras Sinode.
4. Harta milik yang dipersewakan, tidak merubah status
kepemilikan GKST.
5. Penyewaan dilakukan berdasarkan surat perjanjian
sewa menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian
termasuk para saksi.
b. Jenis, luas dan jumlah harta milik, besaran sewa
dan jangka waktu.
c. Tanggung jawab penyewa atas biaya operasional
dan pemeliharaan selama jangka waktu
penyewaan;
d. Persyaratan lain yang dianggap perlu sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
6. Hasil sewa menyewa dan atau sewa pakai harta milik
Gereja disetor ke kas GKST dimasing-masing aras.
90
Pasal 13
Kerja Sama Pemanfaatan
1. Kerjasama pemanfaatan harta milik gereja dengan
pihak kedua dilaksanakan dalam rangka:
a. Mengoptimalkan daya guna dan hasil guna harta
milik.
b. Meningkatkan pendapatan GKST.
2. Kerjasama pemanfaatan harta milik dengan pihak
kedua dilaksanakan dalam bentuk:
a. Kerjasama pemanfaatan harta milik atas tanah
dan bangunan.
b. Kerjasama pemanfaatan harta milik atas tanah.
c. Kerjasama pemanfaatan barang milik atas
bangunan.
3. Kerjasama pemanfaatan atas harta milik GKST
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 (dua) butir a, b
dan c pasal ini dilaksanakan oleh pengguna setelah
mendapat persetujuan Rapat Jemaat di aras Jemaat,
rapat Klasis di aras Klasis dan Rapat Majelis Sinode
diaras Sinode.
4. Kerjasama pemanfaatan atas harta milik dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Mitra kerjasama pemanfaatan di tentukan melalui
penawaran dan kesepakatan harga dari obyek
kerja sama pemanfaatan dimaksud.
b. Besar pembayaran kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan hasil kerjasama
pemanfaatan ditetapkan oleh Majelis Jemaat,
Majelis Klasis dan Majelis Sinode dimasing-
masing aras.
91
c. Pembayaran kontribusi tetap dan pembagian
keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan disetor
ke kas GKST di masing-masing aras sesuai
kesepakatan selama jangka waktu kerja sama.
5. Selama jangka waktu kerja sama, mitra kerjasama
pemanfaatan dilarang meminjamkan atau
menggadaikan barang milik GKST yang menjadi objek
kerjasama pemanfaatan kepada pihak ketiga.
6. Jangka waktu kerjasama pemanfaatan berdasarkan
kesepakatan bersama dan berlaku sejak surat
perjanjian ditanda tangani.
7. Kerja sama pemanfaatan dilaksanakan berdasarkan
surat perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian
termasuk saksi.
b. Jangka waktu kerja sama pemanfaatan.
c. Hak dan kewajiban dari para pihak yang terikat
dalam perjanjian.
d. Persyaratan lain yang dianggap perlu sesuai
peraturan yang berlaku.
Pasal 14
Pemeliharaan Harta Milik
1. Pengelola harta milik gereja bertanggung jawab atas
pemeliharaan harta milik yang ada di bawah
penguasaannya
2. Biaya pemeliharaan harta milik dibebankan pada APB
di masing-masing aras.
3. Penyimpan harta milik gereja wajib menyusun Daftar
Harta Milik Gereja dan melaporkannya setiap tahun
92
kepada rapat di masing-masing aras sebagai bahan
evaluasi.
Pasal 15
Pengamanan
1. Penyimpan harta milik wajib melakukan pengamanan
harta milik yang berada dalam penguasaannya
2. Pengamanan harta milik sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 (satu) pasal ini, meliputi:
a. Pengamanan adminsitrasi yang meliputi kegiatan
pembukuan, inventarisasi, pelaporan dan
penyimpanan dokumen kepemilikan.
b. Pengamanan fisik, untuk mencegah terjadinya
penurunan fungsi barang, kwalitas barang,
jumlah barang dan hilangnya barang.
c. Pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan
dilakukan dengan cara pemagaran dan
pemasangan tanda batas dan selain tanah dan
bangunan, dilakukan dengan cara penyimpanan
dan pemeliharaan.
d. Pengamanan hukum, antara lain meliputi
kegiatan melengkapi bukti status kepemilikan.
3. Harta milik dapat diasuransikan sesuai kemampuan
keuangan GKST dan dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
Penjualan
1. Penjualan harta milik dilaksanakan dengan
pertimbangan:
93
a. Optimalisasi pemanfaatan harta milik Gereja yang
berlebihan.
b. Secara ekonomis lebih menguntungkan GKST
apabila di jual.
2. Penjualan harta milik dilakukan secara lelang terbuka.
3. Penjualan harta milik sebagaimana dimaksud pada ayat
1 (satu) dan 2 (dua) pasal ini, dilaksanakan setelah
mendapat persetujuan:
a. Rapat Jemaat di aras Jemaat,
b. Rapat Klasis di aras Klasis,
c. Sidang Sinode di aras Sinode.
4. Harta Milik Sinode yang berada dalam penguasaan
Jemaat dan Klasis tidak dapat di jual kecuali oleh
Majelis Sinode setelah mendapat persetujuan Sidang
Sinode.
5. Harta milik gereja yang telah dijual dihapus dari daftar
harta milik gereja.
6. Seluruh hasil penjualan harta milik tersebut disetor ke
kas GKST dimasing-masing aras.
Pasal 17
Tukar Menukar Harta Milik
1. Tukar menukar harta milik dilaksanakan dengan
pertimbangan:
a. Optimalisasi pemanfaatan harta milik Gereja yang
berlebihan.
b. Secara ekonomis lebih menguntungkan GKST
apabila ditukar.
2. Tukar Menukar harta milik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pasal ini, dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan :
94
a. Rapat Jemaat di aras Jemaat,
b. Rapat Klasis di aras Klasis,
c. Sidang Sinode di aras Sinode,
3. Harta Milik Sinode yang berada dalam penguasaan
Jemaat dan Klasis tidak dapat di pertukarkan kecuali
oleh Majelis Sinode setelah mendapat persetujuan
Sidang Sinode.
4. Harta Milik Gereja hasil tukar menukar dicatat dalam
Daftar Harta Milik Gereja.
5. Pelaksanaan tukar menukar harta milik gereja
dituangkan dalam Berita Acara.
Pasal 18
Sanksi
1. Setiap kerugian GKST yang diakibatkan atas suatu
tindakkan kelalaian, penyalahgunaan/ pelanggaran
hukum atas pengelolaan harta milik GKST diselesaikan
melalui tuntutan ganti rugi.
2. Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian GKST
sebagaimana diatur dalam ayat 1 (satu) pasal ini,
dikenakan sanksi administrasi, disiplin gereja dan atau
Pidana sesuai Peraturan Perundang – Undangan yang
berlaku
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan
diatur kemudian oleh Majelis Sinode.
95
2. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Tentena
Pada tanggal : 15 September 2023
Pimpinan Sidang
96
Pdt. H. Tindatu, M.Teol.
97
***
98
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR: 06/GKST/SSI/2023
TENTANG
KEPEGAWAIAN
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KEPEGAWAIAN
MEMUTUSKAN
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
100
3. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan Sinode.
4. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu
wilayah tertentu.
5. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan klasis.
6. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu
wilayah tertentu.
7. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
8. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus pendeta,
penatua, diaken.
9. Pegawai Gereja adalah mereka yang diangkat dan
ditetapkan oleh Majelis Sinode dengan Surat
Keputusan untuk melaksanakan Tugas pokok dan
fungsi pegawai gereja di lembaga pelayanan GKST.
BAB II
KEDUDUKAN DAN TUGAS PEGAWAI GEREJA
Pasal 2
Kedudukan
1. Pegawai Gereja GKST adalah aparatur gereja yang
mengemban tugas dan panggilan gereja melalui
pekerjaan yang dipercayakan padanya.
2. Pegawai gereja berkedudukan di kantor pusat
pelayanan gereja, lembaga pendidikan, lembaga
101
pelayanan kesehatan, dan badan-badan pelayanan
gereja lainnya.
Pasal 3
Tugas
1. Melaksanakan keputusan Sidang Sinode.
2. Melaksanakan keputusan Rapat Majelis Sinode,
keputusan pimpinan badan pelayanan GKST,
keputusan Rapat Klasis setempat, dan keputusan
Rapat Jemaat setempat.
3. Melaksanakan pelayanan sesuai Kode Etik Pelayan
Gereja.
BAB III
PROSEDUR DAN SYARAT PENERIMAAN PEGAWAI
GEREJA
Pasal 4
Prosedur
1. Majelis Sinode melakukan survey dan analisis
kebutuhan pegawai gereja baru.
2. Majelis Sinode mengumumkan lowongan kerja
pegawai gereja melalui warta jemaat.
3. Majelis Sinode melaksanakan tes, wawancara dan uji
kelayakan calon pegawai gereja.
4. Majelis Sinode mengumumkan hasil seleksi pegawai
gereja melalui warta jemaat.
102
Pasal 5
Syarat Pegawai Gereja Jalur Pendeta
1. Penerimaan pegawai gereja jalur pendeta melalui
tahapan vikaris.
2. Syarat penerimaan vikaris diatur dalam Tata Laksana
Bab V Bagian Kelima Pasal 70.
Pasal 6
Syarat Pegawai Gereja Non Pendeta
1. Berumur minimal 18 tahun dan maksimal 35 Tahun.
2. Berpendidikan minimal SMA atau sederajat.
3. Mengajukan surat permohonan yang ditandatangani
di atas meterai kepada Majelis Sinode dengan
melampirkan syarat-syarat:
a. Salinan ijazah terakhir yang telah dilegalisir;
b. Salinan surat baptis dan surat sidi;
c. Salinan akte kelahiran;
d. Salinan kartu tanda penduduk dan kartu
keluarga;
e. Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani
dari dokter Rumah Sakit Sinar Kasih GKST;
f. Surat keterangan berkelakuan baik dari pihak
yang berwajib;
g. Surat keterangan Majelis Jemaat bahwa yang
bersangkutan tidak sedang dalam
Penggembalaan Khusus;
h. Pas Foto diri ukuran 4x6 satu lembar;
i. Surat pernyataan bahwa tidak sedang bekerja
pada lembaga/ institusi lain;
j. Surat pernyataan bersedia ditempatkan di mana
saja di wilayah pelayanan GKST;
103
k. Surat Pernyataan bersedia menaati peraturan
dan ketentuan yang berlaku di GKST.
Pasal 7
Pengangkatan Pendeta Sebagai Pegawai Gereja
1. Vikaris yang telah menerima pengurapan sebagai
Pendeta harus mengajukan permohonan untuk
pengangkatan dan penempatan sebagai pegawai
gereja.
2. Vikaris yang belum mendapatkan surat keputusan
pengangkatan dan penempatan sebagai pendeta
GKST tetap melayani di jemaat tempat vikaris.
Pasal 8
Pengangkatan Pegawai Gereja Non Pendeta
1. Pengangkatan pegawai gereja non pendeta setelah
yang bersangkutan dinyatakan lulus seleksi.
2. Pengangkatan menjadi pegawai gereja diawali dengan
masa percobaan.
3. Masa percobaan yang dimaksud dalam ayat 2 (dua)
pasal ini, selama 6 (enam) bulan masa kerja awal
yang dihitung sejak tanggal hari kerjanya yang
pertama dalam status sebagai calon pegawai.
4. Selama menjalani masa percobaan, calon pegawai
berhak atas gaji sebesar 80% dari gaji pokok dan
tunjangan lainnya.
5. Calon pegawai yang telah memenuhi syarat menurut
peraturan yang berlaku selanjutnya diangkat menjadi
pegawai gereja oleh Majelis Sinode dengan surat
keputusan dan kepadanya diberi gaji pokok serta
tunjangan lainnya yang ditetapkan baginya.
104
6. Calon pegawai gereja yang telah ditetapkan
sebagaimana diatur dalam ayat 5 (lima) pasal ini
wajib menjadi peserta Dana Pensiun GKST.
7. Pengangkatan tenaga pegawai yang ditempatkan di
lembaga GKST adalah diprioritaskan warga GKST.
BAB IV
JENJANG KEPANGKATAN
Pasal 9
Golongan Dan Ruang
1. Golongan dan Ruang bagi pegawai GKST mengacu
pada aturan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil
(PNS)
2. Golongan dan Ruang yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini, diatur sebagai berikut:
a. STTB/Ijazah Sekolah Dasar diangkat dengan
Golongan dan Ruang I/a.
b. STTB/Ijazah Setingkat SLTP diangkat dengan
Golongan Dan Ruang I/b
c. STTB/Ijazah Setingkat SMA diangkat dengan
Golongan dan ruang II/a
d. STTB/Ijazah setingkat Diploma III diangkat
dengan Golongan dan Ruang II/c
e. STTB/Ijazah Strata 1/Diploma IV diangkat
dengan Golongan dan Ruang III/a
f. STTB/Ijazah Strata 2/Profesi diangkat dengan
Golongan dan Ruang III/b
g. STTB/Ijazah Strata 3 diangkat dengan
Golongan dan Ruang III/c.
105
3. Setiap Golongan terdiri atas 4 (empat)
Ruangan/Pangkat yaitu:
a. Golongan I/a sampai dengan I/d
b. Golongan II/a sampai dengan II/d
c. Golongan III/a sampai dengan III/d
d. Golongan IV/a sampai dengan IV/e
Pasal 10
Kenaikan Pangkat
1. Kenaikan Pangkat, Golongan dan Ruang adalah
kenaikan pangkat yang diberikan kepada pegawai
gereja yang memenuhi ketentuan-ketentuan yang
berlaku secara reguler.
2. Kenaikan Pangkat, Golongan dan Ruang secara
reguler ke dalam pangkat yang setingkat lebih tinggi
diberikan kepada pegawai gereja apabila:
a. Telah lulus verifikasi dan ujian dinas untuk
kenaikan Pangkat dan Golongan.
b. Telah 4 (empat) tahun dalam Ruang
Kepangkatan yang dimilikinya.
c. Tidak pernah mengalami penurunan dan atau
penundaan kenaikan pangkat.
3. Penurunan dan atau penundaan kenaikan Pangkat,
Golongan dan Ruang diberlakukan bagi pegawai
gereja yang dikenakan sanksi kepegawaian.
106
BAB V
PENGGAJIAN
Pasal 11
Sistem Penggajian
1. Sistem Penggajian pegawai gereja adalah sistem
sentralisasi dan berpedoman pada sistem penggajian
GKST.
2. Pengertian Komponen Gaji yang berlaku di GKST
adalah sebagai berikut:
a. Gaji Pokok adalah imbalan dasar yang
dibayarkan secara teratur kepada pegawai
gereja menurut tingkat golongan dan atau
besarnya ditetapkan berdasarkan tabel Gaji
yang berlaku di GKST.
b. Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran
teratur yang berkaitan dengan pekerjaan yang
diberikan secara tetap untuk pegawai, serta
dibayarkan dalam waktu bersamaan dengan
pembayaran gaji pokok; seperti, tunjangan
istri/suami, anak, tunjangan jabatan,
tunjangan fungsional dan tunjangan
beras/kesejahteraan, serta tunjangan
operasional penginjilan bagi Pendeta penginjil.
c. Tunjangan tidak tetap adalah suatu
pembayaran yang secara langsung atau tidak
langsung berkaitan dengan pekerjaan, seperti
tunjangan perjalanan, tunjangan makan,
tunjangan kesehatan, tunjangan duka dan
tunjangan lembur.
107
3. Kepada pegawai Gereja diberikan kenaikan gaji
berkala bila telah mencapai masa kerja golongan 2
(dua) tahun.
BAB VI
MUTASI
Pasal 12
Mutasi Pegawai Gereja
1. Mutasi adalah perpindahan tempat kerja pegawai
gereja dalam rangka kebutuhan pelayanan.
2. Mutasi pegawai gereja diatur sebagai berikut:
a. Di aras Jemaat wajib satu periode pelayanan;
b. Di aras Klasis wajib dilakukan dengan mengikuti
masa pelayanan Majelis Sinode;
c. Di aras Sinode dilakukan dengan pertimbangan
Majelis Sinode.
3. Mutasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Majelis Sinode melakukan analisis dan proyeksi
mutasi pegawai gereja minimal satu tahun
sebelum mutasi.
b. Majelis Sinode memberitahukan dan
mempersiapkan pegawai gereja yang
bersangkutan minimal 6 (enam) bulan sebelum
mutasi pegawai gereja.
Pasal 13
Tenaga Utusan Gereja
1. Tenaga Utusan Gereja adalah pegawai gereja yang
ditugaskan oleh Majelis Sinode untuk melayani di
lembaga pelayanan di luar GKST.
108
2. Masa penugasan Tenaga Utusan Gereja yang
dimaksud dalam ayat 1 (satu) pasal ini, dibatasi
sebanyak-banyaknya 2 (dua) periode pelayanan.
3. Gaji dan tunjangan tenaga utusan gereja dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja lembaga
penerima.
4. Tenaga Utusan Gereja yang tidak kembali setelah
periode penugasannya berakhir tidak dapat diterima
kembali sebagai pegawai gereja.
5. Tenaga Utusan Gereja yang melayani sebagai dosen di
lembaga pendidikan di luar GKST diatur berdasarkan
Nota Kesepahaman.
Pasal 14
Tugas Belajar
1. Tugas belajar adalah kesempatan yang diberikan
kepada pegawai gereja untuk mengikuti pendidikan ke
strata yang lebih tinggi.
2. Tugas Belajar dimaksudkan untuk peningkatan
sumber daya manusia dalam lingkup pegawai gereja
sesuai bidang ilmu yang dibutuhkan bagi kebutuhan
pelayanan GKST.
3. Tugas belajar terdiri dari:
a. Tugas belajar dengan beasiswa;
b. Tugas belajar non beasiswa.
4. Majelis Sinode melakukan survey dan analisis
kebutuhan peningkatan sumber daya manusia melalui
Tugas Belajar.
5. Kesempatan tugas belajar dengan beasiswa adalah
tugas belajar dalam bidang ilmu yang dibutuhkan dan
109
wajib disampaikan kepada pegawai gereja melalui
surat edaran yang diterbitkan oleh Majelis Sinode.
6. Syarat-syarat tugas belajar dengan Beasiswa:
a. Masa kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
b. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
perguruan tinggi yang dituju dan diakui oleh
GKST melalui pertimbangan Majelis Sinode
termasuk pilihan bidang keilmuan yang
dibutuhkan;
c. Tidak sedang menjalani Penggembalaan Khusus;
d. Berusia maksimal 35 tahun untuk strata 2 (dua)
dan 40 tahun untuk Strata 3 (tiga).
e. Mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis
Sinode dengan melampirkan surat pernyataan
yang ditandatangani di atas materai bahwa yang
bersangkutan akan kembali mengabdi di GKST
segera setelah menyelesaikan studi.
f. Menandatangani surat perjanjian yang isinya
wajib mengembalikan seluruh biaya studi yang
telah diusahakan oleh GKST apabila terjadi
pelanggaran terhadap pernyataan sebagaimana di
atur dalam ayat 6 (enam) butir e pasal ini.
g. Lulus seleksi awal yang dilaksanakan oleh Majelis
Sinode.
h. Beasiswa disiapkan oleh Majelis Sinode.
7. Tugas Belajar non beasiswa adalah tugas belajar
dengan keinginan dan biaya sendiri dengan syarat:
a. Masa kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
b. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
perguruan tinggi yang dituju dan diakui oleh
GKST melalui pertimbangan Majelis Sinode
110
termasuk pilihan bidang keilmuan yang
dibutuhkan.
c. Tidak sedang menjalani Penggembalaan Khusus.
d. Mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis
Sinode dengan melampirkan surat pernyataan
yang ditandatangani di atas materai bahwa
seluruh biaya dalam proses studi merupakan
tanggung jawab pribadi yang bersangkutan.
e. Mendapat persetujuan dengan surat keputusan
dari Majelis Sinode.
8. Masa studi dengan beasiswa bagi program Strata 2
(dua) selama 2 (dua) tahun dan program strata 3 (tiga)
selama 4 (empat) tahun.
9. Apabila pegawai gereja yang bersangkutan tidak
menyelesaikan masa studi sebagaimana disebut dalam
ayat 8 (delapan) pasal ini, maka beasiswa dihentikan.
10. Pegawai gereja yang mendapat kesempatan tugas
belajar dengan beasiswa dan non beasiswa berhak
mendapat gaji pokoknya dan tunjangan istri/suami
dan anak setiap bulan berjalan selama masa studi
sebagaimana diatur dalam ayat 8 (delapan) pasal ini.
11. Pegawai gereja yang tugas belajar tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur ayat 7 (tujuh) pasal ini
gelarnya tidak diakui oleh GKST.
111
BAB VII
CUTI PEGAWAI GEREJA
Pasal 15
Cuti
1. Hak cuti adalah hak untuk tidak bekerja dalam jangka
waktu tertentu.
2. Cuti tersebut dalam ayat (1) pasal ini, meliputi:
a. Cuti Bersama;
b. Cuti Tahunan;
c. Cuti Kerja Panjang;
d. Cuti Melahirkan;
e. Cuti Sakit;
f. Cuti di Luar Tanggungan;
g. Cuti Bekerja di Lembaga Lain.
Pasal 16
Cuti Bersama
1. Cuti bersama adalah cuti sehari dan atau beberapa
hari berturut-turut dalam jangka waktu pendek yang
ditetapkan oleh Negara dan atau Majelis Sinode
sehubungan dengan terjadinya kondisi tertentu.
2. Cuti bersama tidak mengurangi hak pegawai gereja
atas cuti tahunan biasa.
3. Selama berlangsungnya cuti bersama, pimpinan unit
pelayanan masing-masing dapat menugaskan pegawai
di unitnya secara bergilir untuk memelihara
berlangsungnya kegiatan yang bersifat mendesak.
112
Pasal 17
Cuti Tahunan
1. Setiap pegawai wajib atas cuti tahunan dengan gaji
penuh selama 12 hari kerja setelah bekerja sekurang-
kurangnya 12 (duabelas) bulan berturut-turut.
2. Cuti tahunan dapat diambil sekaligus atau beberapa
kali sesuai dengan kebutuhan pegawai yang
bersangkutan dan disetujui Majelis Sinode.
3. Cuti tahunan yang tidak dimanfaatkan dalam tahun
yang berjalan tidak dapat diambil pada tahun-tahun
berikutnya.
4. Cuti tahunan sebagaimana diatur dalam ayat (2) pasal
ini, diberikan atas permohonan pegawai yang
bersangkutan dan harus diajukan paling lambat 1
(satu) bulan sebelumnya kepada Majelis Sinode.
Pasal 18
Cuti Kerja Panjang
1. Setiap pegawai gereja yang telah bekerja selama 10
(sepuluh) tahun berturut-turut dan kelipatannya wajib
mengambil cuti kerja panjang selama-lamanya 1 (satu)
bulan.
2. Permohonan untuk pengambilan cuti kerja panjang
harus diajukan paling lambat 2 (dua) bulan
sebelumnya kepada Majelis Sinode.
3. Cuti kerja panjang yang tidak dimanfaatkan dalam 10
(sepuluh) tahun berjalan dinyatakan tidak berlaku
lagi.
4. Pegawai gereja yang sedang mengambil cuti kerja
panjang, tidak berhak atas cuti tahunan dalam tahun
tersebut.
113
Pasal 19
Cuti Melahirkan
1. Pegawai Perempuan yang sudah menikah secara sah
berhak atas cuti melahirkan dengan gaji penuh selama
4 (empat) bulan, yakni sebulan sebelum melahirkan
dan tiga bulan sesudah melahirkan.
2. Permohonan cuti melahirkan sebagaimana dimaksud
ayat (1) pasal ini, diajukan kepada Majelis Sinode
dengan melampirkan surat keterangan dokter dan
atau bidan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sebelum melahirkan.
Pasal 20
Cuti Sakit
1. Cuti sakit pegawai gereja selama 2 (dua) hari atau
lebih berdasarkan surat keterangan dokter.
2. Penghasilan pegawai gereja yang cuti sakit dengan
keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini, diatur sebagai berikut:
a. Sakit sampai 6 (enam) bulan sejak tanggal surat
keterangan dokter tetap dibayarkan 100% gaji
pokok bersama tunjangan-tunjangan lainnya.
b. Sakit lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 1
(satu) tahun, penghasilan dibayarkan 100% dari
gaji pokok.
c. Sakit lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 2
(dua) tahun, penghasilan dibayarkan 75% gaji
pokok.
d. Sakit lebih dari 2 (dua) tahun, pegawai yang
bersangkutan dipensiunkan.
114
3. Bagi Pendeta Jemaat berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Pembayaran gaji yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam ayat 2 (dua) butir a
pasal ini sesuai dengan peraturan-peraturan
tentang keuangan gereja.
b. Pembayaran gaji yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam ayat 2 (dua) butir b
dan c pasal ini ditanggungkan kepada keuangan
Sinode.
4. Bagi Pegawai gereja di aras Sinode dan atau Majelis
Klasis, pembayaran gaji yang bersangkutan
sebagaimana diatur dalam ayat 2 (dua) butir a, b, c
pasal ini, ditanggungkan pada keuangan Sinode.
Pasal 21
Cuti Di Luar Tanggungan
1. Cuti di luar tanggungan adalah cuti yang diberikan
kepada pegawai gereja atas permintaan sendiri karena
keadaan yang luar biasa.
2. Keadaan yang luar biasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pasal ini, adalah:
a. Mengikuti suami atau istri yang tugas belajar di
luar wilayah GKST;
b. Mendampingi istri dan atau suami dan atau
anak yang sakit;
c. Mengikuti suami atau istri yang bertugas di luar
wilayah pelayanan GKST.
3. Selama menjalani cuti di luar tanggungan, yang
bersangkutan tidak berhak mendapat gaji pokok dan
tunjangan.
115
4. Cuti di luar tanggungan tidak berlaku di luar
ketentuan ayat 2 (dua) butir a, b dan c pasal ini.
5. Cuti di luar tanggungan diberikan kepada pemohon
dengan jangka waktu maksimal 2 (dua) tahun.
6. Masa kerja yang bersangkutan selama cuti di luar
tanggungan tetap diperhitungkan.
7. Pegawai gereja yang akan mengakhiri cuti di luar
tanggungan wajib mengajukan permohonan tertulis
kepada Majelis Sinode untuk aktif kembali di
lingkungan GKST sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan
sebelum masa cutinya berakhir.
8. Pegawai gereja yang tidak memenuhi ketentuan dalam
ayat 7 (tujuh) pasal ini diberhentikan sebagai pegawai
gereja.
9. Penempatan kembali pegawai yang cuti di luar
tanggungan diatur oleh Majelis Sinode.
Pasal 22
Cuti bekerja di Lembaga Lain
1. Cuti bekerja di lembaga lain adalah cuti yang
diberikan kepada pegawai gereja atas permintaan
sendiri karena pencalonan dan atau keterpilihan di
lembaga lain.
2. Pegawai gereja yang mencalonkan diri sebagaimana
disebut dalam ayat 1 (satu) pasal ini harus
mengajukan surat permohonan untuk mendapat
rekomendasi dari Majelis Sinode.
3. Pegawai gereja yang mencalonkan diri sebagaimana
disebut dalam ayat 1 (satu) pasal ini berlaku cuti sejak
menjadi calon tetap.
116
4. Jika pegawai gereja sebagaimana disebut dalam ayat 3
(tiga) pasal ini tidak terpilih, maka yang bersangkutan
mengajukan permohonan bekerja kembali kepada
Majelis Sinode.
5. Jika pegawai gereja sebagaimana disebut dalam ayat 3
(tiga) pasal ini terpilih, maka masa cuti yang
bersangkutan diperpanjang sampai berakhirnya masa
jabatannya.
6. Selama menjalani cuti di lembaga lain, yang
bersangkutan tidak berhak mendapat gaji pokok dan
tunjangan.
7. Masa kerja yang bersangkutan selama cuti di luar
tanggungan tetap diperhitungkan.
8. Pegawai gereja yang akan mengakhiri cuti bekerja di
lembaga lain wajib mengajukan permohonan tertulis
kepada Majelis Sinode untuk aktif kembali di
lingkungan GKST sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan
sebelum masa cutinya berakhir.
9. Penempatan kembali pegawai gereja yang cuti bekerja
di lembaga lain diatur oleh Majelis Sinode.
10. Apabila pegawai yang bekerja di lembaga lain pensiun,
maka emeritasinya diatur oleh Majelis Sinode beserta
hak pensiunnya jika menjadi anggota dana pensiun
GKST.
117
BAB VIII
PENINGKATAN KAPASITAS PEGAWAI GEREJA
Pasal 23
1. Peningkatan kapasitas pegawai gereja adalah
keikutsertaan pegawai gereja dalam kegiatan
pendidikan dan pelatihan penatalayanan gereja.
2. Peningkatan kapasitas pegawai gereja wajib
dilaksanakan oleh Majelis Sinode setelah melakukan
analisis kebutuhan gereja.
3. Peningkatan kapasitas pegawai gereja wajib diikuti
oleh seluruh pegawai gereja.
BAB IX
PELANGGARAN DAN SANKSI
Pasal 24
Klasifikasi Pelanggaran
1. Pelanggaran Pegawai Gereja terdiri atas pelanggaran
ringan dan berat.
2. Klasifikasi pelanggaran ringan dalam peraturan
kepegawaian ini adalah:
a. Tidak masuk kerja 1 sampai 3 hari tanpa alasan
atau keterangan yang sah.
b. Terlambat datang ke tempat kerja dan atau
meninggalkan pekerjaan lebih awal sebelum
waktu yang ditentukan tanpa alasan yang sah.
c. Tidak dapat bekerja sama dengan pegawai lain.
d. Merusak harta milik gereja dan atau pihak lain.
e. Menyalahgunakan harta milik gereja tanpa
mengikuti prosedur tetap.
118
f. Melakukan perbuatan tidak menyenangkan
terhadap rekan sekerja dan atau orang lain.
g. Menolak untuk menaati perintah pimpinan dan
atau penugasan kerja.
h. Mengganggu ketertiban umum.
i. Meminta atau mengumpulkan sumbangan tanpa
rekomendasi penanggung jawab pelayanan di
masing-masing aras.
3. Klasifikasi pelanggaran berat adalah terbukti
melakukan tindakan:
a. Menganut dan mengajarkan ajaran yang tidak
sesuai dengan ajaran GKST.
b. Menolak menjalankan Surat Keputusan Majelis
Sinode.
c. Meninggalkan pekerjaan selama 1 (satu) bulan
atau lebih tanpa izin Majelis Sinode.
d. Melanggar surat perjanjian dengan Majelis
Sinode GKST.
e. Penyelewengan keuangan gereja
f. Penipuan, pencurian, perjudian dan atau
penggelapan harta milik gereja atau pihak lain.
g. Asusila dan perceraian.
h. Menggunakan dan atau mengedarkan Narkoba.
i. Menyerang, menganiaya, mengancam dan atau
mengintimidasi dan atau menipu atasan dan
rekan kerja.
j. Menyebarkan fitnah dan atau memberikan
keterangan palsu sehingga merugikan GKST
atau pihak lain.
k. Tidak dapat bekerja dalam tenggang waktu 6
(enam) bulan terus menerus karena tersangkut
119
perbuatan kriminal dan sedang menjalani proses
pidana.
l. Dipidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih dan
putusannya telah berkekuatan hukum tetap.
Pasal 25
Sanksi
1. Prosedur
a. Peringatan Lisan diberikan untuk pelanggaran
ringan.
b. Peringatan tertulis pertama diberikan untuk
pelanggaran ringan yang dilakukan untuk kedua
kalinya ketika peringatan lisan tidak
diindahkan.
c. Peringatan tertulis kedua diberikan apabila tidak
mengindahkan peringatan tertulis pertama dan
tetap melakukan pelanggaran ringan.
d. Peringatan tertulis ketiga diberikan untuk
pelanggaran ringan yang berulang dan tidak
mengindahkan peringatan tertulis kedua.
e. Apabila pegawai gereja telah mengalami tahapan
teguran sebagaimana dimaksud dalam butir a,
b, c, d dalam ayat ini maka Majelis Sinode wajib
memberikan sanksi berupa penurunan dan atau
penundaan kenaikan golongan dan atau
skorsing dan atau pemberhentian dari pegawai
gereja.
2. Skorsing
a. Skorsing adalah pemberhentian sementara dari
status pegawai gereja.
120
b. Putusan skorsing adalah kewenangan mutlak
dari Majelis Sinode yang dikeluarkan bagi
pegawai gereja yang telah terbukti melakukan
pelanggaran ringan dan pelanggaran berat.
c. Putusan skorsing sebagaimana dimaksud dalam
butir a ayat ini, ditetapkan dengan surat
keputusan setelah melalui tahapan prosedur
sebagaimana diatur dalam ayat (1) butir a, b, c,
d pasal ini.
d. Selama menjalani masa skorsing, hak-haknya
sebagai pegawai tidak diberikan.
e. Lamanya masa skorsing berdasarkan klasifikasi
pelanggaran:
1) Pelanggaran ringan dikenakan sanksi
skorsing selama 6 (enam) bulan.
2) Pelanggaran berat dikenakan sanksi skorsing
selama 2 (dua) tahun.
f. Setelah menjalani skorsing maka pegawai gereja
yang bersangkutan wajib mengajukan surat
permohonan bekerja kembali kepada Majelis
Sinode.
g. Penerimaan pegawai yang bersangkutan
dipertimbangkan kembali oleh Majelis Sinode
sesuai dengan lowongan yang tersedia.
3. Pemberhentian
a. Pemberhentian adalah pencabutan hak sebagai
pegawai gereja secara permanen.
b. Apabila seorang pegawai gereja yang telah
menjalani masa skorsing dan dipekerjakan
kembali, dan kemudian melakukan pelanggaran
maka Majelis Sinode wajib memberhentikan
121
yang bersangkutan dari statusnya sebagai
pegawai gereja tanpa melalui tahapan prosedur
sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal ini.
c. Seorang pegawai gereja yang dipidana penjara 2
(dua) tahun atau lebih dan putusannya telah
berkekuatan hukum tetap, maka Majelis Sinode
wajib memberhentikan yang bersangkutan dari
statusnya sebagai pegawai gereja tanpa melalui
tahapan prosedur sebagaimana diatur dalam
ayat (1) pasal ini.
d. Pemberhentian pegawai gereja sebagaimana
diatur dalam ayat 3 (tiga) butir a, b pasal ini,
ditetapkan dengan surat keputusan Majelis
Sinode.
Pasal 26
Pemberhentian Pegawai Gereja
Pegawai Gereja berhenti dari tugas dan tanggung jawabnya
apabila:
1. Meninggal dunia;
2. Atas permintaan sendiri;
3. Pensiun;
4. Cacat permanen;
5. Bekerja di lembaga lain di luar penugasan GKST;
6. Dikenakan sanksi pemberhentian.
122
BAB X
PENUTUP
Pasal 27
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan
diatur dengan keputusan Majelis Sinode.
2. Keputusan Majelis Sinode sebagaimana pada ayat 1
pasal ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan
ini.
3. Dengan berlakunya peraturan ini maka Peraturan
dalam Pedoman Pelaksanaan Tata Gereja Tahun 2014
dinyatakan tidak berlaku lagi.
4. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan di : Tentena
Pada Tanggal : 15 September 2023
Pimpinan Sidang
123
Pdt. S.B. Lasampa, S.Th.
124
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR 07/GKST/SSI/2023
TENTANG
KODE ETIK PELAYAN GEREJA
125
Memperhatikan : a. Keputusan Sidang Sinode ke-
47/2021
b. Keputusan Sidang Sinode
Istimewa ke-48/2023
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan Sinode.
4. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu
wilayah tertentu.
5. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan klasis.
6. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
126
persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu
wilayah tertentu.
7. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
8. Pelayan gereja adalah orang-orang yang terpanggil
dan diberi tanggung jawab pelayanan dalam tugas
masing-masing di GKST.
9. Kode etik adalah pedoman berpikir, berbicara dan
bertindak yang mencerminkan citra dan karakter
Pelayan Gereja GKST.
BAB II
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 2
Pengertian Kode Etik
Kode Etik Pelayan Gereja GKST adalah citra dan karakter
pelayan gereja GKST yang berisi nilai-nilai:
1. Kesetiaan dan konsistensi etis bagi integritas pelayan
gereja, serta kesatuan dalam gereja.
2. Integritas dan etika sebagai prinsip dasar pelayanan
gereja.
3. Kehidupan pribadi sebagai upaya mempertahankan
integritas dan memberikan kesaksian yang kuat bagi
gereja dan masyarakat.
4. Pertanggungjawaban dan tanggung jawab yang
diemban sebagai landasan kepercayaan gereja dan
masyarakat.
5. Hubungan interpersonal yang sehat dalam pelayanan
gereja sebagai kunci menciptakan lingkungan yang
inklusif, saling menghormati, dan mendukung.
127
6. Pematuhan hukum yang berlaku dalam masyarakat
sebagai upaya memperlihatkan komitmen terhadap
keadilan, integritas, dan keteladanan moral.
7. Pertumbuhan rohani yang berkelanjutan untuk
memberikan pelayanan yang lebih baik.
Pasal 3
Tujuan Kode Etik
Kode Etik Pelayan Gereja GKST bertujuan untuk:
1. Memastikan bahwa pelayan gereja menjalankan
tugas dengan dedikasi dan membangun kepercayaan
jemaat serta masyarakat sekitarnya.
2. Membangun kepercayaan dengan jemaat, menjaga
hubungan yang sehat, dan menjadi contoh teladan
yang baik bagi komunitas gereja dan masyarakat
luas.
3. Menjaga moralitas dan menjauhi perilaku yang
merusak demi memperkuat hubungan dengan jemaat
dan melayani dengan integritas.
4. Memperlakukan orang lain dengan penghormatan,
dan menghindari penyalahgunaan wewenang untuk
membangun hubungan yang kuat dengan jemaat dan
memberikan pelayanan yang bermakna.
5. Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan, dan
memberikan penghargaan terhadap semua orang,
serta membangun hubungan yang kuat dengan
jemaat dan melayani dengan integritas.
6. Menjaga reputasi gereja dan membangun
kepercayaan jemaat dan masyarakat.
7. Memperbarui pengetahuan teologis, dan terlibat
dalam pembinaan rohani agar dapat terus tumbuh
128
dalam iman dan memberikan inspirasi kepada jemaat
dalam upaya mencari hubungan yang lebih dalam
dengan Tuhan.
Pasal 4
Lingkup Kode Etik
Kode etik ini ditujukan kepada seluruh pelayan gereja yang
diangkat oleh Majelis Sinode, Majelis Klasis dan Majelis
Jemaat.
Pasal 5
Penerapan Kode Etik
Kode etik ini harus diterapkan dalam semua aspek
pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan oleh pelayan gereja.
Hal ini mencakup interaksi dengan jemaat, rekan kerja,
kolega profesional, dan masyarakat umum.
Pasal 6
Kesetiaan dan Konsistensi
1. Pelayan gereja wajib mempertahankan dan
mengajarkan ajaran gereja dengan setia,
menyampaikan pesan Injil secara akurat dan jujur,
serta menghindari pemalsuan atau manipulasi
pesan-pesan Kristiani.
2. Pelayan gereja wajib tunduk pada otoritas gereja dan
mematuhi tata gereja dan peraturan gereja yang telah
ditetapkan melalui penghormatan terhadap
peraturan gereja, kepemimpinan gereja, dan tata cara
pengambilan keputusan gerejawi yang berlaku.
3. Pelayan gereja wajib memelihara tradisi gereja
dengan setia, menghormati kebiasaan-kebiasaan dan
praktik-praktik yang telah ditetapkan oleh gereja,
129
serta memastikan agar terlibat dalam ibadah dan
acara gerejawi dengan sungguh-sungguh.
4. Pelayan gereja wajib menjaga keanggotaan gereja
yang konsisten dengan ajaran dan nilai-nilai gereja,
melibatkan jemaat dalam kegiatan gerejawi,
mengajak orang untuk menjadi anggota gereja, dan
menjaga keanggotaan gereja agar tetap berada dalam
kerangka ajaran gereja.
5. Pelayan gereja wajib hidup sesuai dengan ajaran
gereja, menjadi contoh teladan bagi jemaat dan
menjaga konsistensi antara kata dan perbuatan
sehari-hari.
6. Pelayan gereja wajib hidup sesuai dengan nilai-nilai
moral Kristiani, dengan tidak melakukan tindakan
yang buruk, seperti:
a. perselingkuhan,
b. percabulan,
c. kekerasan seksual,
d. kekerasan dalam rumah tangga,
e. kekerasan fisik,
f. korupsi,
g. pencurian,
h. kecurangan,
i. penipuan,
j. kemabukan,
k. perjudian,
l. ketergantungan Narkoba,
m. fitnah, dan
n. perbuatan amoral lainnya.
130
Pasal 7
Integritas dan Etika
1. Pelayan gereja wajib bersikap jujur dalam segala hal,
dengan cara menghindari kebohongan, manipulasi
informasi, atau penipuan dalam komunikasi mereka
dengan jemaat dan orang lain.
2. Pelayan gereja wajib menjaga rahasia jabatan dan
menghormati privasi individu, dengan cara menjaga
kerahasiaan informasi yang dipercayakan kepada
mereka oleh jemaat atau individu yang mereka
layani, termasuk masalah pribadi, keluarga, atau
situasi yang bersifat rahasia.
3. Pelayan gereja wajib berperilaku dengan penuh
integritas dalam menggunakan wewenang dan
otoritas, dengan cara tidak boleh menyalahgunakan
kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
memanipulasi orang lain, atau melakukan tindakan
yang melanggar batasan etis.
4. Pelayan gereja wajib melaksanakan administrasi
dengan transparansi dalam keuangan gereja dan
administrasi, termasuk mempertanggungjawabkan
penggunaan keuangan dan harta milik gereja dengan
jelas kepada jemaat dan melaporkan secara
akuntabel tentang tugas-tugas yang diemban.
5. Pelayan gereja wajib dan siap untuk diperiksa oleh
lembaga yang diberi kewenangan oleh gereja.
6. Pelayan gereja wajib bersikap adil dan menjunjung
tinggi kesetaraan dalam pelayanan, dengan cara
memperlakukan semua orang dengan hormat, tanpa
membedakan ras, gender, status sosial, atau latar
belakang lainnya.
131
7. Pelayan gereja wajib menjalankan tugas mereka
dengan standar etika profesional yang tinggi dan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan
oleh gereja, termasuk menjaga integritas dalam
hubungan kerja dengan rekan pelayan, staf gereja,
dan mitra kerja lainnya.
Pasal 8
Kehidupan Pribadi
1. Pelayan gereja yang menikah wajib menjaga
kesetiaan terhadap pasangan mereka dan
menghormati janji perkawinan.
2. Pelayan gereja wajib menggunakan waktu dan
sumber daya pribadi dengan bijak, menjaga
keseimbangan antara pekerjaan gereja dan
kehidupan pribadi, serta menggunakan sumber daya
gereja dengan bertanggung jawab.
3. Pelayan gereja wajib memiliki tanggung jawab dalam
pengelolaan keuangan pribadi, menjaga integritas
dalam pengeluaran, mengelola utang-piutang dengan
bijak, menghindari praktik keuangan yang
merugikan gereja, masyarakat dan negara, dan/atau
menjadi batu sandungan.
4. Pelayan gereja wajib menjadi contoh teladan dalam
kehidupan pribadi, mencerminkan nilai-nilai
Kristiani dalam hubungan dengan keluarga, teman,
dan masyarakat umum.
5. Pelayan gereja wajib menjaga reputasi gereja dengan
menjalani kehidupan pribadi yang konsisten dengan
ajaran gereja, menyadari bahwa tindakan dan
132
perilakunya mencerminkan reputasi gereja secara
keseluruhan.
Pasal 9
Pertanggungjawaban dan Tanggung Jawab
1. Pelayan gereja wajib menjalankan tugas dan
pekerjaan dengan penuh dedikasi, menghormati
tanggung jawab yang dipercayakan oleh gereja dan
jemaat, serta melaksanakan tugas dengan integritas,
kualitas, dan komitmen yang tinggi.
2. Pelayan gereja bertanggung jawab melayani dan
memenuhi kebutuhan jemaat, seperti memberikan
bimbingan rohani, dukungan, dan perhatian kepada
jemaat dalam situasi kehidupan yang beragam.
3. Pelayan gereja wajib memperlakukan orang lain
dengan penghormatan dan kasih, dengan cara
menghindari sikap diskriminatif, merendahkan, atau
memperlakukan orang lain secara tidak adil.
4. Pelayan gereja memiliki wewenang dan otoritas
tertentu dalam menjalankan tugas dengan
bertanggung jawab, menjaga transparansi, dan
menghindari penyalahgunaan kekuasaan.
5. Pelayan gereja bertanggung jawab untuk
berkomunikasi dengan jemaat dan anggota gereja
lainnya secara efektif, mendengarkan dengan empati,
menyampaikan pesan dengan jelas, dan menjaga
kerahasiaan jika diperlukan.
6. Pelayan gereja wajib mengembangkan diri secara
rohani dan profesional, melalui pelatihan,
pengajaran, dan bimbingan yang diperlukan untuk
133
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam
pelayanan gereja.
Pasal 10
Hubungan Interpersonal
1. Pelayan gereja wajib menjadi pendengar yang baik
dan berkomunikasi dengan keterbukaan, dengan
cara memberikan kesempatan kepada jemaat untuk
menyampaikan pandangan, kekhawatiran, atau
pertanyaan mereka, serta merespons dengan empati
dan pengertian.
2. Pelayan gereja wajib menjaga batasan etis dalam
hubungan pribadi dengan jemaat, dengan cara
menghindari penyalahgunaan kekuasaan atau situasi
yang dapat menyebabkan konflik kepentingan, serta
menjaga profesionalisme dalam interaksi dengan
anggota jemaat.
3. Pelayan gereja wajib mengetahui standar-standar etis
dalam penggunaan media sosial dan alat komunikasi
dengan cara menghindari praktik-praktik komunikasi
digital yang dapat disalahartikan dan melanggar
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4. Pelayan gereja bertanggung jawab untuk melindungi
anggota jemaat dari segala bentuk pelecehan,
penyalahgunaan, atau perlakuan yang tidak pantas,
termasuk menjaga lingkungan gereja yang aman dan
mendukung, serta melibatkan diri dalam penanganan
tindakan pencegahan dan penanggulangan
kejahatan.
5. Pelayan gereja wajib menjalankan peran mediator
dan membantu dalam penyelesaian konflik,
134
mendukung perdamaian, komunikasi yang
konstruktif, dan menjaga hubungan yang sehat
antara anggota jemaat.
Pasal 11
Kepatuhan Hukum
1. Pelayan gereja wajib mematuhi semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku di manapun
berada, dengan cara tidak melakukan tindakan yang
melanggar hukum, termasuk pelanggaran pidana dan
perdata, atau pelanggaran etika profesional.
2. Pelayan gereja wajib menghormati otoritas dan
institusi pemerintahan yang sah.
3. Pelayan gereja wajib mematuhi peraturan perpajakan
dan pelaporan yang berlaku.
4. Pelayan gereja wajib mendukung dan
mempromosikan hak asasi manusia dalam
pelayanan, dengan cara mematuhi prinsip-prinsip
kesetaraan, non-diskriminasi, dan penghormatan
terhadap martabat setiap individu.
5. Pelayan gereja wajib bekerja sama dengan pihak
berwenang dalam rangka penegakan hukum dan
perlindungan masyarakat, dan apabila terjadi situasi
yang melibatkan kejahatan atau pelanggaran hukum,
harus melaporkannya kepada pihak yang berwenang.
6. Pelayan gereja wajib mematuhi kewajiban
administratif, termasuk pendaftaran dan perizinan
yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku.
135
Pasal 12
Pertumbuhan Rohani
1. Pelayan gereja wajib menjaga dan memperdalam
hubungan pribadi dengan Tuhan dengan cara
mendedikasikan waktu untuk berdoa, membaca
Alkitab, dan merenungkan Firman Tuhan, serta
mempraktikkan kehidupan rohani dalam tindakan
sehari-hari.
2. Pelayan gereja wajib memperdalam pemahaman dan
iman mereka melalui pendidikan dan pengembangan
pribadi melalui keikutsertaan dalam pelatihan,
seminar, atau kursus untuk meningkatkan
pengetahuan teologis, keterampilan pelayanan, dan
pengembangan kepemimpinan.
3. Pelayan gereja wajib menjalani kehidupan rohani
yang aktif dengan mengambil bagian dalam praktik-
praktik Kristiani seperti ibadah, doa bersama,
komunitas kecil, dan praktik rohani lainnya,
termasuk memberikan teladan dalam beribadah dan
menginspirasi jemaat untuk terlibat dalam
kehidupan rohani yang aktif.
4. Pelayan gereja wajib menjalani pembinaan rohani
dengan pendeta atau mentor rohani yang lebih
berpengalaman agar membantu bertumbuh dalam
iman, mendapatkan arahan, serta menjaga
keseimbangan emosional dan spiritual dalam
pelayanan mereka.
5. Pelayan gereja wajib mengikuti pembelajaran seumur
hidup dengan cara memperbaharui pengetahuan
teologis, mengikuti tren dan perkembangan gerejawi,
136
serta terus menggali kebijakan dan praktik terbaru
dalam pelayanan gereja.
Pasal 13
Kewajiban Pernyataan Kode Etik
Setiap pelayan gereja wajib mengucapkan pernyataan kode
etik pelayan gereja pada saat menerima jabatan pelayan
gereja dan membaharui janji pelayanan gereja.
137
tugas-tugas gerejawi, dan tanggung jawab keluarga,
serta mematuhi ketentuan libur atau cuti pegawai.
5. Saya akan bersikap jujur dan bertanggung jawab
dalam masalah keuangan dengan melunasi utang
tepat waktu, tidak mengharapkan hak istimewa, dan
memberi sumbangan pada hal-hal yang layak.
6. Saya akan berkata benar, tidak memplagiat karya
orang lain, membesar-besarkan fakta,
menyalahgunakan pengalaman pribadi, atau
bergosip.
7. Saya akan berjuang menyerupai Kristus dalam sikap
dan tindakan kepada semua orang, tanpa
memandang suku, agama, ras, golongan, atau
kedudukan yang berpengaruh di gereja dan
masyarakat.
138
membebankan harapan yang tidak sesuai kepada
mereka.
139
8. Saya tidak akan meminta bayaran kepada warga
jemaat atas pelayanan saya, kecuali pemberian
sukarela.
9. Sebagai pelayan penuh-waktu, saya tidak akan
melakukan pelayanan lain yang juga digaji tanpa
persetujuan tertulis dari Majelis Sinode.
10. Pada saat mutasi tugas pelayanan gereja, saya
akan memperkuatnya dengan proses mengakhiri dan
memulai pelayanan dengan baik.
140
7. Saya akan memberikan pelayanan di jemaat lama
saya hanya jika diundang oleh pelayan setempat.
8. Pelayan terdahulu yang kembali ke jemaat saya
sekarang harus saya hormati dan hargai.
9. Saya akan bersikap bijaksana dan menghormati
semua pelayan yang telah pensiun, dan setelah
pensiun, saya akan menghormati pendeta saya.
10. Saya akan bersikap jujur dan baik dalam
merekomendasikan pelayan lain ke gereja atau
lembaga lain yang membutuhkan.
11. Jika mengetahui penyimpangan perilaku serius
seorang pelayan, saya akan memberitahu pejabat
gereja yang bertanggung jawab sesuai aras
pelayanan.
12. Saya tidak akan melakukan ujaran kebencian
kepada sesama rekan pelayan dan semua orang.
141
politik yang tidak etis, tidak alkitabiah, dan tidak
bijaksana.
6. Saya akan selalu bertanggung jawab terhadap
kelestarian lingkungan.
BAB III
SANKSI
Pasal 14
Sanksi Pelayan Gereja
Pelayan gereja yang melanggar kode etik dikenakan sanksi
berupa:
1. Peringatan lisan yang diberikan kepada pelayan
gereja yang melakukan pelanggaran yang segera
dapat diperbaiki dan pelayan yang bersangkutan
memahami dampak dari pelanggaran kode etik.
2. Jika pelanggaran terus berlanjut atau lebih serius,
pelayan gereja yang bersangkutan diberikan
peringatan tertulis, yang berisi catatan pelanggaran
yang dilakukan, konsekuensi yang mungkin terjadi
142
jika pelanggaran berlanjut, dan instruksi untuk
perbaikan perilaku.
3. Dalam konteks pelanggaran kode etik yang serius,
pelayan gereja yang bersangkutan mendapatkan
sanksi berupa pembatasan atau penangguhan hak
dan keistimewaan pelayanan gereja, termasuk
penghapusan atau penangguhan tugas, tanggung
jawab, atau kewenangan tertentu yang dimilikinya.
4. Jika pelanggaran kode etik sangat serius atau
berulang kali dilakukan, pelayan gereja yang
bersangkutan mendapatkan penundaan sementara
atau penghentian pelayanan setelah melalui proses
yang adil dan sesuai dengan Tata Gereja dan
Peraturan Gereja.
5. Dalam beberapa kasus, pelanggaran kode etik yang
sangat serius atau melanggar Tata Gereja dan
Peraturan Gereja, pelayan gereja yang bersangkutan
menjalani proses disiplin yang lebih formal, termasuk
pemecatan dari jabatan pelayanan, pencabutan
jabatan dan status kepegawaian, atau penangguhan
anggota gereja.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
1. Kode etik ini dapat ditinjau kembali untuk
memastikan keberlanjutan dan relevansinya dalam
menghadapi perubahan lingkungan, kebutuhan
gereja, dan perkembangan etika profesi.
143
2. Proses peninjauan akan melibatkan Majelis Sinode
dan Komisi Tata Gereja.
3. Selama proses peninjauan, pelayan gereja dan
anggota gereja akan diberikan kesempatan untuk
memberikan masukan, saran, atau rekomendasi
terkait dengan perubahan yang diusulkan dalam
kode etik.
4. Setelah peninjauan selesai, perubahan kode etik
akan diajukan untuk persetujuan Sidang Sinode
sebelum diterapkan secara resmi.
5. Perubahan kode etik akan mengikat semua pelayan
gereja segera setelah diberlakukan.
6. Peraturan tentang kode etik pelayan gereja ini mulai
berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Tentena
Pada tanggal : 15 September 2023
Pimpinan Sidang
145
146
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR 08/GKST/SSI/2023
TENTANG
PENGGEMBALAAN KHUSUS DAN TAHAPAN
PELAKSANAANNYA
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN MAJELIS SINODE
NOMOR: 475/GKST/KSDM/XLVI/2017
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENGGEMBALAAN KHUSUS
147
Mengingat : Tata Gereja 2023
a. Tata Dasar Bab VII, Bab IX,
Bab XII
b. Tata Laksana
1) Tata Laksana Bab III
Bagian Keempat
2) Tata Laksana Bab IV
3) Tata Laksana Bab V
4) Tata Laksana Bab VI
5) Tata Laksana Bab VII
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
148
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan Sinode.
4. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu
wilayah tertentu.
5. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan klasis.
6. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu
wilayah tertentu.
7. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
8. Pejabat Gereja adalah pelayan khusus pendeta,
penatua, diaken.
9. Perangkat pelayanan adalah Badan Pengawas
Perbendaharaan, Dewan Etik dan Pertimbangan,
Pengurus Yayasan, Pengurus Departemen, Komisioner,
Panitia, Pengurus Persekutuan Kategorial, Pengurus
Persekutuan kelompok pelayanan pada aras Jemaat,
Pegawai, Kostor, dan anggota jemaat yang diberi
tanggung jawab pelayanan.
10. Suami atau Istri adalah suami atau istri pejabat
gerejawi.
11. Anggota baptis adalah warga GKST yang telah
menerima Baptisan Kudus.
149
12. Anggota sidi adalah warga GKST yang telah
mengikuti katekisasi sidi dan telah diteguhkan
sebagai anggota sidi gereja.
BAB II
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 2
Pengertian Umum Penggembalaan
1. Penggembalaan adalah pelayanan yang dilakukan di
dalam kasih untuk mendukung, membimbing,
memulihkan dan mendamaikan, agar warga jemaat
baik secara individual maupun komunal, hidup dalam
damai sejahtera dan taat kepada Allah.
2. Penggembalaan dilakukan dalam hubungan interaktif
antar individu, antara individu dengan
kelompok/lembaga, dan antar kelompok/lembaga,
dalam lingkup Jemaat, Klasis dan Sinode.
3. Penggembalaan pada dasarnya merupakan tanggung
jawab setiap anggota jemaat baik individual maupun
komunal.
4. Penggembalaan khusus adalah tindakan pendisiplinan
dengan sanksi yang dikenakan kepada warga gereja
dan atau pejabat gereja dan atau perangkat pelayanan
GKST.
Pasal 3
Jenis Penggembalaan
GKST melaksanakan dua jenis penggembalaan, yaitu:
1. Penggembalaan Umum
150
Penggembalaan umum adalah penggembalaan yang
dilakukan terus menerus melalui ibadah,
perkunjungan dan percakapan pastoral, surat
penggembalaan, dan bentuk-bentuk penggembalaan
lainnya.
2. Penggembalaan Khusus
a. Penggembalaan khusus adalah tindakan
pendisiplinan dengan sanksi yang dikenakan
kepada warga gereja dan atau pejabat gereja dan
atau perangkat pelayanan GKST.
b. Penggembalaan Khusus dilakukan terhadap
anggota baptis, anggota sidi dan perangkat
pelayanan yang perilaku hidupnya dan atau
paham pengajarannya bertentangan dengan
ajaran GKST dan atau menjadi batu sandungan
bagi orang lain, agar ia menyesal dan mohon
pengampunan dari Tuhan serta bertobat.
c. Penggembalaan khusus terhadap pejabat gerejawi
dilaksanakan kepada pejabat gerejawi yang
menganut dan mengajarkan ajaran yang
bertentangan dengan ajaran GKST dan atau
menyalahgunakan jabatannya dan atau
menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam
jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi
orang lain.
Pasal 4
Penggembalaan Umum
1. Penggembalaan umum dilaksanakan dalam bentuk
ibadah, perkunjungan dan percakapan pastoral, surat
151
penggembalaan, dan bentuk-bentuk penggembalaan
lainnya.
2. Setiap anggota GKST dan keluarga berhak mendapat
pelayanan penggembalaan yang dilakukan secara
teratur oleh pelayan-pelayan khusus.
3. Penggembalaan umum kepada anggota jemaat
dilakukan oleh Majelis Jemaat.
4. Penggembalaan umum kepada pelayan khusus
dilakukan oleh Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis
dan atau Majelis Sinode.
Pasal 5
Penggembalaan Khusus
1. Penggembalaan khusus bertujuan agar anggota GKST
hidup dalam ketaatan dan kesetiaan pada pengakuan
dan panggilan gereja.
2. Tindakan Penggembalaan khusus dikenakan kepada
anggota GKST yang mengingkari pengakuan iman,
ajaran Gereja, isi Alkitab, Tata Gereja serta Keputusan
Sidang Sinode GKST.
3. Tindakan Penggembalaan Khusus dikenakan apabila
yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran
yang dituduhkan kepadanya.
4. Tindakan Penggembalaan Khusus dilaksanakan
setelah Penggembalaan Umum.
5. Penggembalaan Khusus kepada Badan Pengawas
Perbendaharaan, Dewan Etik dan Pertimbangan,
Pengurus Yayasan, Pengurus Departemen, Komisioner,
Panitia, Pengurus Persekutuan Kategorial, Pengurus
Persekutuan kelompok pelayanan pada aras Jemaat,
Pegawai, Kostor, dan anggota jemaat yang diberi
152
tanggung jawab pelayanan dilakukan oleh Majelis
Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau Majelis
Sinode.
6. Penggembalaan khusus kepada pelayan khusus dan
pegawai gereja GKST dilakukan oleh Majelis Sinode
dan atau Majelis Klasis dan atau Majelis Jemaat.
7. Penggembalaan khusus sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2 (dua) sampai 6 (enam) pasal ini ditetapkan
dengan surat keputusan Majelis di masing-masing
aras.
8. Surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 7
(tujuh) pasal ini, diberikan kepada yang bersangkutan
dan tidak dibacakan di hadapan jemaat.
Pasal 6
Penggembalaan Khusus Dan Sanksi Bagi Anggota Baptis
Penggembalaan khusus bagi anggota baptis dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Jika ada anggota baptis yang perilaku hidupnya dan
atau paham pengajarannya bertentangan dengan
ajaran GKST dan atau menjadi batu sandungan bagi
orang lain, anggota lain terpanggil untuk melakukan
peneguran dan memberikan nasehat kepadanya dalam
kasih agar anggota tersebut mengakui kesalahan,
menyesal dan bertobat serta memohon pengampunan
dari Tuhan.
2. Jika nasehat itu tidak berhasil, anggota yang
memberikan nasehat memberitahukan hal itu kepada
Majelis Jemaat.
3. Berdasarkan ayat 2 (dua) di atas, Majelis Jemaat
memberikan nasehat terhadap anggota tersebut
153
dengan mengikutsertakan orang tua/walinya dan jika
memungkinkan dengan melibatkan anggota yang
memberitahu.
4. Jika yang bersangkutan bertobat, Majelis Jemaat
menyatakan bahwa penggembalaan khusus
terhadapnya selesai dan hal itu diberitahukan kepada
anggota yang memberitahukan.
5. Jika Majelis Jemaat telah menasehati beberapa kali
dan tidak berhasil, anggota tersebut tidak
diperkenankan untuk menerima peneguhan sidi,
menerima pelayanan perkawinan gerejawi dan tidak
diberi tanggung jawab pelayanan.
6. Majelis Jemaat terus melakukan penggembalaan agar
anggota tersebut mengakui dosanya dan bertobat,
serta memohon pengampunan dari Tuhan.
7. Jika anggota tersebut pada akhirnya bertobat, Majelis
Jemaat akan mengadakan percakapan pastoral
dengannya. Penggembalaan khusus baginya
dinyatakan selesai, dan selanjutnya hak-haknya
sebagai anggota baptis dipulihkan.
Pasal 7
Penggembalaan Khusus Dan Sanksi Bagi Anggota Sidi
Penggembalaan khusus bagi anggota sidi dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Jika ada anggota sidi yang perilaku hidupnya dan atau
paham pengajarannya bertentangan dengan ajaran
GKST dan atau menjadi batu sandungan bagi orang
lain, anggota lain terpanggil untuk melakukan
peneguran dan memberikan nasehat kepadanya dalam
kasih agar anggota tersebut mengakui kesalahan,
154
menyesal dan bertobat serta memohon pengampunan
dari Tuhan.
2. Jika nasehat itu tidak berhasil, anggota yang
memberikan nasehat memberitahukan hal itu kepada
Majelis Jemaat.
3. Berdasarkan ayat 2 (dua) di atas, Majelis Jemaat
memberikan nasehat terhadap anggota tersebut
dengan mengikutsertakan orang tua/walinya dan jika
memungkinkan dengan melibatkan anggota yang
memberitahu.
4. Jika yang bersangkutan bertobat, Majelis Jemaat
menyatakan bahwa penggembalaan khusus
terhadapnya selesai dan hal itu diberitahukan kepada
anggota yang memberitahukan.
5. Jika Majelis Jemaat telah menasehati beberapa kali
dan tidak berhasil, anggota tersebut tidak
diperkenankan untuk membaptiskan anaknya,
mengikuti perjamuan kudus, menerima pelayanan
perkawinan gerejawi, memilih pejabat gerejawi, dipilih
sebagai pejabat gerejawi dan tidak diberi tanggung
jawab pelayanan.
6. Majelis Jemaat terus melakukan penggembalaan agar
anggota tersebut mengakui dosanya dan bertobat serta
memohon pengampunan dari Tuhan.
7. Jika anggota tersebut pada akhirnya bertobat, Majelis
Jemaat mengadakan percakapan pastoral dengannya.
Penggembalaan khusus baginya dinyatakan selesai,
dan selanjutnya hak-haknya sebagai anggota sidi
dipulihkan.
155
Pasal 8
Penggembalaan Khusus Dan Sanksi Bagi Pejabat Gereja
1. Penggembalaan khusus bagi Penatua atau Diaken
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Jika ada Penatua atau Diaken yang menganut dan
mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan
ajaran GKST dan atau menyalahgunakan
jabatannya dan atau menimbulkan kekacauan
atau perpecahan dalam jemaat dan atau menjadi
batu sandungan bagi orang lain, anggota Jemaat
yang mengetahui terpanggil untuk memberikan
nasihat dan memberitahukan hal itu kepada
Majelis Jemaat.
b. Berdasarkan poin a pada ayat 1 ini, Majelis Jemaat
membentuk tim penggembalaan yang berjumlah 3
orang, yang terdiri dari 2 orang unsur Majelis
Jemaat setempat dan 1 orang unsur Majelis Klasis
atau anggota Badan pelayanan aras klasis yang
ditunjuk oleh Majelis Klasis.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, penatua atau diaken yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
sebagai pejabat gereja maksimal 6 bulan melalui
surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan
kepada Jemaat dan disampaikan kepada Jemaat
berdasarkan format yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
d. Selama masa non aktif, penatua atau diaken yang
bersangkutan masih menerima hak-haknya.
e. Selama masa non aktif, penatua atau diaken yang
bersangkutan duduk bersama dengan jemaat.
156
f. Jika dalam proses percakapan pastoral penatua
atau diaken yang bersangkutan tidak terbukti
melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat
untuk memulihkan nama baik dan jabatan
pelayanan penatua atau diaken yang bersangkutan
melalui surat keputusan Majelis Jemaat dan
disampaikan kepada Jemaat melalui Warta
Jemaat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral penatua
atau diaken yang bersangkutan terbukti benar
melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Jemaat
untuk ditindaklanjuti.
h. Berdasarkan poin e ayat 1 pasal ini Majelis Jemaat
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada penatua atau diaken yang bersangkutan
sesuai dengan peraturan tentang kepegawaian dan
kode etik pelayan gereja.
2. Apabila ada suami atau istri penatua/diaken yang
menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan
dengan ajaran GKST dan atau menimbulkan
kekacauan atau perpecahan dalam jemaat dan atau
menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka:
a. Anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk
memberikan nasihat dan memberitahukan hal itu
kepada Majelis Jemaat.
b. Berdasarkan poin a pada ayat 2 ini, Majelis Jemaat
membentuk tim penggembalaan yang berjumlah 3
orang, yang terdiri dari 2 orang unsur Majelis
Jemaat setempat dan 1 orang unsur Majelis Klasis
157
atau anggota Badan pelayanan aras klasis yang
ditunjuk oleh Majelis Klasis.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, penatua atau diaken yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
sebagai pejabat gereja maksimal 6 bulan melalui
surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan
kepada Jemaat berdasarkan format yang
ditetapkan oleh Majelis Sinode.
d. Selama masa non aktif, penatua atau diaken yang
bersangkutan masih menerima hak-haknya.
e. Selama masa non aktif, penatua atau diaken yang
bersangkutan duduk bersama dengan jemaat.
f. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau
istri penatua atau diaken yang bersangkutan tidak
terbukti melakukan kesalahan, maka Tim
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat untuk memulihkan nama baik dan
jabatan pelayanan penatua atau diaken yang
bersangkutan melalui surat keputusan Majelis
Jemaat dan disampaikan kepada Jemaat melalui
Warta Jemaat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau
istri penatua atau diaken yang bersangkutan
terbukti benar melakukan kesalahan, maka tim
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat untuk ditindaklanjuti.
h. Berdasarkan poin e ayat 2 pasal ini Majelis Jemaat
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada penatua atau diaken yang bersangkutan
158
sesuai dengan peraturan tentang kepegawaian dan
kode etik pelayan gereja.
3. Apabila ada anak dari penatua/diaken, yang belum
menerima peneguhan sidi, menganut dan mengajarkan
ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST dan
atau menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam
jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang
lain, maka:
a. Anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk
memberikan nasihat dan memberitahukan hal itu
kepada Majelis Jemaat.
b. Berdasarkan poin a pada ayat 2 ini, Majelis Jemaat
membentuk tim penggembalaan yang berjumlah 3
orang, yang terdiri dari 2 orang unsur Majelis
Jemaat setempat dan 1 orang unsur Majelis Klasis
atau anggota Badan pelayanan aras klasis yang
ditunjuk oleh Majelis Klasis.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, penatua atau diaken yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
sebagai pejabat gereja maksimal 6 bulan melalui
surat keputusan Majelis Jemaat dan disampaikan
kepada Jemaat berdasarkan format yang
ditetapkan oleh Majelis Sinode.
d. Selama masa non aktif, penatua atau diaken yang
bersangkutan masih menerima hak-haknya.
e. Selama masa non aktif, penatua atau diaken yang
bersangkutan duduk bersama dengan jemaat.
f. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari
penatua atau diaken yang bersangkutan tidak
terbukti melakukan kesalahan, maka Tim
159
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat untuk memulihkan nama baik dan
jabatan pelayanan penatua atau diaken yang
bersangkutan melalui surat keputusan Majelis
Jemaat dan disampaikan kepada Jemaat melalui
Warta Jemaat.
i. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari
penatua atau diaken yang bersangkutan terbukti
benar melakukan kesalahan, maka tim
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat untuk ditindaklanjuti.
j. Berdasarkan poin e ayat 2 pasal ini Majelis Jemaat
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada penatua atau diaken yang bersangkutan
sesuai dengan peraturan tentang kepegawaian dan
kode etik pelayan gereja.
4. Penggembalaan khusus bagi Pendeta dilaksanakan
sebagai berikut:
a. Jika ada Pendeta yang menganut dan mengajarkan
ajaran yang bertentangan dengan ajaran GKST dan
atau menyalahgunakan jabatannya dan atau
menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam
jemaat dan atau perilaku hidupnya tidak sesuai
dengan etika kristen dan atau menjadi batu
sandungan bagi orang lain, anggota Jemaat yang
mengetahui terpanggil untuk memberikan nasihat
dan memberitahukan hal itu kepada Majelis
Jemaat.
b. Majelis Jemaat yang menerima laporan tersebut
menindaklanjuti dengan segera melaporkan
160
kepada Majelis Klasis untuk diteruskan kepada
Majelis Sinode.
c. Majelis Sinode membentuk tim penggembalaan
yang berjumlah 3 orang, yang terdiri dari 1 orang
unsur Majelis Klasis setempat dan 2 orang unsur
Majelis Sinode.
d. Tim penggembalaan bertugas untuk melakukan
perkunjungan dan percakapan pastoral kepada
pendeta yang bersangkutan dan para pihak yang
terkait.
e. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, pendeta yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
sebagai pejabat gereja maksimal 6 bulan melalui
surat keputusan Majelis Sinode dan disampaikan
kepada Jemaat melalui Majelis Jemaat
berdasarkan format yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
f. Selama masa non aktif, pendeta yang
bersangkutan masih menerima hak-haknya dan
tetap tinggal di jemaat setempat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral pendeta
yang bersangkutan tidak terbukti melakukan
kesalahan, maka Tim penggembalaan memberikan
rekomendasi kepada Majelis Sinode untuk
memulihkan nama baik dan jabatan pelayanan
pendeta yang bersangkutan melalui surat
keputusan dan disampaikan kepada Jemaat
melalui Majelis Jemaat.
h. Jika dalam proses percakapan pastoral pendeta
yang bersangkutan terbukti benar melakukan
161
kesalahan, maka tim penggembalaan memberikan
rekomendasi kepada Majelis Sinode untuk
ditindaklanjuti.
i. Berdasarkan poin g ayat 4 pasal ini Majelis Sinode
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada pendeta yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan tentang kepegawaian dan kode etik
pelayan gereja.
j. Selama masa penggembalaan khusus pendeta yang
bersangkutan tidak diperkenankan untuk
membaptiskan anaknya, mengikuti Perjamuan
Kudus, menerima pelayanan pernikahan gerejawi
dan tidak diperkenankan melakukan tugas
pelayanan di dalam dan di luar wilayah GKST.
5. Apabila ada suami atau istri pendeta yang menganut
dan mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan
ajaran GKST dan atau menimbulkan kekacauan atau
perpecahan dalam jemaat dan atau menjadi batu
sandungan bagi orang lain, maka:
a. anggota Jemaat yang mengetahui terpanggil untuk
memberikan nasihat dan memberitahukan hal itu
kepada Majelis Jemaat.
b. berdasarkan poin a pada ayat 5 ini, Majelis Jemaat
menindaklanjuti dengan melaporkannya kepada
Majelis Klasis setempat untuk diteruskan kepada
Majelis Sinode.
c. Majelis Sinode membentuk tim penggembalaan
yang berjumlah 3 orang, yang terdiri dari 1 orang
unsur Majelis Klasis setempat dan 2 orang unsur
Majelis Sinode.
162
d. Tim penggembalaan bertugas untuk melakukan
perkunjungan dan percakapan pastoral kepada
suami atau istri pendeta yang bersangkutan dan
para pihak yang terkait.
e. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, pendeta yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
sebagai pejabat gereja maksimal 6 bulan melalui
surat keputusan Majelis Sinode dan disampaikan
kepada Jemaat melalui Majelis Jemaat
berdasarkan format yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
f. Selama masa non aktif, pendeta yang
bersangkutan masih menerima hak-haknya dan
tetap tinggal di jemaat setempat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau
istri pendeta yang bersangkutan tidak terbukti
melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Sinode
untuk memulihkan nama baik suami atau istri
pendeta yang bersangkutan melalui surat
keputusan dan disampaikan kepada Jemaat
melalui Majelis Jemaat.
h. Jika dalam proses percakapan pastoral suami atau
istri pendeta yang bersangkutan terbukti benar
melakukan kesalahan, maka tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Sinode
untuk ditindaklanjuti.
i. Berdasarkan poin g ayat 5 pasal ini Majelis Sinode
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada pendeta yang bersangkutan sesuai dengan
163
peraturan tentang kepegawaian dan kode etik
pegawai gereja.
j. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan khusus
bagi suami atau istri pendeta yang bersangkutan
mengikuti ketentuan tentang penggembalaan
khusus bagi anggota sidi.
6. Apabila ada anak pendeta yang belum menerima
peneguhan sidi menganut dan mengajarkan ajaran
yang bertentangan dengan ajaran GKST dan atau
menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam
jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang
lain, maka:
a. anggota Jemaat memberitahukan hal itu kepada
Majelis Jemaat untuk dilaporkan kepada Majelis
Klasis dan diteruskan kepada Majelis Sinode.
b. Majelis Sinode membentuk tim penggembalaan
yang berjumlah 3 orang, yang ditunjuk oleh Majelis
Sinode.
c. Tim penggembalaan bertugas untuk melakukan
perkunjungan dan percakapan pastoral kepada
yang bersangkutan dan para pihak yang terkait.
d. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, pendeta yang bersangkutan
dinonaktifkan sementara dari tugas pelayanannya
sebagai pejabat gereja maksimal 6 bulan melalui
surat keputusan Majelis Sinode dan disampaikan
kepada Jemaat melalui Majelis Jemaat
berdasarkan format yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode.
164
e. Selama masa non aktif, pendeta yang
bersangkutan masih menerima hak-haknya dan
tetap tinggal di jemaat setempat.
f. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari
pendeta yang bersangkutan tidak terbukti
melakukan kesalahan, maka Tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Sinode
untuk memulihkan nama baik anak dari pendeta
yang bersangkutan melalui surat keputusan dan
disampaikan kepada Jemaat melalui Majelis
Jemaat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral anak dari
pendeta yang bersangkutan terbukti benar
melakukan kesalahan, maka kepadanya
diberlakukan proses penggembalaan khusus
kepada anggota baptis dan tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis Sinode
tentang pendeta yang bersangkutan untuk
ditindaklanjuti.
h. Berdasarkan poin f ayat 6 pasal ini Majelis Sinode
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada pendeta yang bersangkutan sesuai dengan
peraturan tentang kepegawaian dan kode etik
pegawai gereja.
i. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan khusus
bagi anak dari pendeta yang bersangkutan
mengikuti ketentuan tentang penggembalaan
khusus bagi anggota baptis.
165
Pasal 9
Penggembalaan Khusus Bagi Personalia Alat Kelengkapan
1. Jika ada personalia Alat Kelengkapan Pelayanan,
sebagaimana dimaksud pada Tata Laksana Bab VII,
menganut dan mengajarkan ajaran yang bertentangan
dengan ajaran GKST dan atau menyalahgunakan
jabatannya dan atau menimbulkan kekacauan atau
perpecahan dalam jemaat dan atau perilaku hidupnya
tidak sesuai dengan etika kristen dan atau menjadi
batu sandungan bagi orang lain, anggota Jemaat yang
mengetahui terpanggil untuk memberikan nasihat dan
memberitahukan hal itu kepada Majelis Jemaat di
aras jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis
Sinode di aras Sinode.
2. Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau
Majelis Sinode yang menerima laporan tersebut
berkoordinasi dan menindaklanjuti dengan
membentuk tim penggembalaan di masing-masing
aras.
3. Tim penggembalaan melakukan perkunjungan dan
percakapan pastoral terhadap yang bersangkutan dan
para pihak yang terkait.
4. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, personalia alat kelengkapan pelayanan yang
bersangkutan dinonaktifkan sementara dari tugas
pelayanannya maksimal 6 bulan melalui surat
keputusan Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis
Klasis di aras Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode.
5. Selama masa non aktif, personalia alat kelengkapan
yang bersangkutan masih menerima hak-haknya.
166
6. Selama masa non aktif, personalia alat kelengkapan
yang bersangkutan duduk bersama dengan jemaat.
7. Jika dalam proses percakapan pastoral, personalia alat
kelengkapan pelayanan yang bersangkutan tidak
terbukti melakukan kesalahan, maka Tim
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk
memulihkan nama baik personalia alat kelengkapan
pelayanan yang bersangkutan melalui surat
keputusan dan disampaikan kepada Jemaat melalui
Majelis Jemaat.
8. Jika dalam proses percakapan pastoral, personalia alat
kelengkapan pelayanan yang bersangkutan terbukti
benar melakukan kesalahan, maka tim
penggembalaan memberikan rekomendasi kepada
Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk
ditindaklanjuti.
9. Berdasarkan ayat 6 pasal ini Majelis Jemaat di aras
jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis Sinode
di aras Sinode melaksanakan tindakan penggembalaan
khusus kepada personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan sesuai dengan peraturan tentang
kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.
10. Apabila suami atau istri Personalia alat kelengkapan,
sebagaimana pada ayat (1) pasal ini, menganut dan
mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran
GKST dan atau menimbulkan kekacauan atau
perpecahan dalam jemaat dan atau menjadi batu
sandungan bagi orang lain, maka:
167
a. Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau
Majelis Sinode yang menerima laporan tersebut
berkoordinasi dan menindaklanjuti dengan
membentuk tim penggembalaan di masing-
masing aras.
b. Tim penggembalaan melakukan perkunjungan
dan percakapan pastoral terhadap yang
bersangkutan dan para pihak yang terkait.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan dinonaktifkan sementara
dari tugas pelayanannya maksimal 6 bulan
melalui surat keputusan Majelis Jemaat di aras
jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis
Sinode di aras Sinode.
d. Selama masa non aktif, personalia alat
kelengkapan yang bersangkutan masih
menerima hak-haknya.
e. Selama masa non aktif, personalia alat
kelengkapan yang bersangkutan duduk bersama
dengan jemaat.
f. Jika dalam proses percakapan pastoral, suami
atau istri personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan tidak terbukti melakukan
kesalahan, maka Tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis
Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk
memulihkan nama baik yang bersangkutan
melalui surat keputusan dan disampaikan
kepada Jemaat melalui Majelis Jemaat.
168
g. Jika dalam proses percakapan pastoral, suami
atau istri personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan terbukti benar melakukan
kesalahan, maka tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis
Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk
ditindaklanjuti.
h. Berdasarkan poin e ayat 9 (sembilan) pasal ini
Majelis Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di
aras Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada personalia alat kelengkapan yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan tentang
kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.
i. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan
khusus bagi suami atau istri personalia alat
kelengkapan yang bersangkutan mengikuti
ketentuan tentang penggembalaan khusus bagi
anggota sidi.
11. Apabila ada anak personalia alat kelengkapan yang
belum menerima peneguhan sidi, sebagaimana pada
ayat (1) pasal ini, menganut dan mengajarkan ajaran
yang bertentangan dengan ajaran GKST dan atau
menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam
jemaat dan atau menjadi batu sandungan bagi orang
lain, maka:
a. Majelis Jemaat dan atau Majelis Klasis dan atau
Majelis Sinode yang menerima laporan tersebut
berkoordinasi dan menindaklanjuti dengan
169
membentuk tim penggembalaan di masing-
masing aras.
b. Tim penggembalaan melakukan perkunjungan
dan percakapan pastoral terhadap yang
bersangkutan dan para pihak yang terkait.
c. Selama proses perkunjungan dan percakapan
pastoral, personalia alat kelengkapan pelayanan
yang bersangkutan dinonaktifkan sementara
dari tugas pelayanannya maksimal 6 bulan
melalui surat keputusan Majelis Jemaat di aras
jemaat, Majelis Klasis di aras Klasis dan Majelis
Sinode di aras Sinode.
d. Selama masa non aktif, personalia alat
kelengkapan yang bersangkutan masih
menerima hak-haknya.
e. Selama masa non aktif, personalia alat
kelengkapan yang bersangkutan duduk bersama
dengan jemaat.
f. Jika dalam proses percakapan pastoral, anak
personalia alat kelengkapan pelayanan yang
bersangkutan tidak terbukti melakukan
kesalahan, maka tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis
Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk
memulihkan nama baik yang bersangkutan
melalui surat keputusan dan disampaikan
kepada Jemaat melalui Majelis Jemaat.
g. Jika dalam proses percakapan pastoral, anak
personalia alat kelengkapan pelayanan yang
bersangkutan terbukti benar melakukan
170
kesalahan, maka tim penggembalaan
memberikan rekomendasi kepada Majelis
Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode untuk
ditindaklanjuti.
h. Berdasarkan poin e ayat 9 pasal ini Majelis
Jemaat di aras jemaat, Majelis Klasis di aras
Klasis dan Majelis Sinode di aras Sinode
melaksanakan tindakan penggembalaan khusus
kepada personalia alat kelengkapan yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan tentang
kepegawaian dan kode etik pelayan gereja.
i. Selanjutnya pelaksanaan penggembalaan
khusus bagi anak personalia alat kelengkapan
yang bersangkutan mengikuti ketentuan tentang
penggembalaan khusus bagi anggota baptis.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 10
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Tentena
Pada tanggal : 15 September 2023
171
Pimpinan Sidang
172
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR 09/GKST/SSI/2023
TENTANG
PEKABARAN INJIL KHUSUS GKST
MEMUTUSKAN
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
2. Sinode adalah wadah penatalayanan persekutuan
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan Sinode.
4. Klasis adalah perhimpunan jemaat-jemaat yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
persekutuan, kesaksian dan pelayanan di suatu
wilayah tertentu.
5. Majelis Klasis adalah pimpinan klasis dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan klasis.
6. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang
dipanggil untuk mewujudkan misi Allah melalui
174
persekutuan, kesaksian, dan pelayanan dalam suatu
wilayah tertentu.
7. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
8. Pekabaran Injil adalah Tugas Gereja untuk
memberitakan Kabar Baik yaitu anugerah
keselamatan yang dikerjakan Allah Bapa dalam Anak-
Nya Tuhan Yesus Kristus dan yang terus hadir sampai
saat ini melalui Roh Kudus, agar manusia dan alam
semesta ini diselamatkan.
9. Pekabaran Injil Khusus (PIK) adalah Tugas Pekabaran
Injil yang dilakukan GKST secara khusus di suatu
wilayah khusus.
10. Tenaga PIK adalah Pendeta PIK, Vikaris PIK, Kader
PIK, Tenaga Pendidik PIK dan Tenaga Kesehatan
11. Kelompok Ibadah PIK adalah warga PIK yang dilayani
dan dibina oleh Tenaga PIK.
BAB II
LANDASAN TEOLOGIS
Pasal 2
1. Pekabaran Injil secara umum dipahami sebagai tugas
panggilan gereja (Matius 28:19-20) untuk
memberitakan anugerah keselamatan dari Allah Bapa
yang oleh Anak-Nya Yesus Kristus telah menebus
dosa manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya
(Kisah para Rasul 13:47. Berita ini harus
disampaikan sampai ke ujung bumi dan kepada
segala makhluk (Markus 16:15).
175
2. Dalam kerangka tugas dan panggilan itu, GKST sejak
berdirinya dan sampai saat ini masih diperhadapkan
dengan kenyataan bahwa di wilayah pelayanannya
masih terdapat kelompok-kelompok masyarakat
terpencil dan belum mengenal Injil Kristus
sebagaimana masyarakat pada umumnya di negeri
ini. Karena itu GKST secara partikular memahami
Pekabaran Injil merupakan tugas dan panggilannya
di tengah-tengah masyarakat terpencil dan belum
mengenal agama tersebut; dan wilayah pemukiman
itu disebut Wilayah Pekabaran Injil Khusus (Wilayah
PIK).
BAB III
KATEGORI WILAYAH PEKABARAN INJIL KHUSUS
Pasal 3
Kategori wilayah pekabaran Injil Khusus adalah:
1. Wilayah yang penduduknya sama sekali terasing
dari kehidupan masyarakat Umum dan yang sama
sekali belum mengenal Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat, bahkan yang sama sekali belum
mengenal peradaban modern.
2. Wilayah yang terpencil karena sarana dan
prasarananya, khususnya transportasi dan
komunikasi, belum ada dan atau sangat tidak
memadai.
3. Beberapa warga atau Keluarga yang sudah mengenal
Kristus dan sudah menerima Baptisan Kudus serta
sudah dilayani sebagai Kelompok Ibadah tetapi pola
176
hidup dan domisilinya masih berkelompok-kelompok
di areal perkebunan tradisional.
BAB IV
PENANGGUNGJAWAB PIK
Pasal 4
1. Penanggung jawab PIK
a. Majelis Sinode
b. Departemen Kesaksian
c. Majelis Klasis
2. Tugas Majelis Sinode:
a. melakukan survey dan pemetaan serta analisis
kebutuhan wilayah PIK.
b. mengatur penempatan dan pengembangan
kapasitas Tenaga PIK.
c. merancang peta jalan keterpaduan antar badan
pelayanan (yayasan, departemen, lembaga
kesehatan, lembaga pendidikan dan perguruan
tinggi milik GKST)
d. mengatur kemitraan internal (wilayah PIK
dengan klasis/jemaat) dan eksternal (wilayah
PIK dengan pemerintah dan organisasi lain)
e. Menetapkan APB Wilayah PIK.
3. Tugas Departemen Kesaksian:
a. menyusun rencana strategis pengembangan
Wilayah PIK.
b. menyusun kurikulum pembinaan dan
pengembangan kapasitas Tenaga PIK.
c. melaksanakan rapat kerja dengan Tenaga PIK
secara periodik.
177
d. menyediakan wadah sharing untuk bertukar
pengalaman pelayanan dan pengembangan PIK.
e. mengusulkan RAPB Wilayah PIK
f. membuat laporan periodik perkembangan
Wilayah PIK.
4. Tugas Majelis Klasis:
a. berkoordinasi dengan Departemen Kesaksian
b. melaksanakan rapat kerja tentang PIK di
wilayahnya sendiri.
c. menggalang dukungan jemaat-jemaat untuk
pengembangan PIK.
d. menjalis kerjasama dengan lembaga lain di
wilayahnya untuk pengembangan PIK.
e. berk oordinasi antar klasis mitra
penanggungjawab wilayah PIK.
BAB IV
TENAGA PIK
Pasal 5
Jenis Tenaga PIK
Jenis Tenaga PIK:
1. Pendeta PIK adalah Pendeta GKST yang ditugaskan
oleh Majelis Sinode GKST di wilayah PIK.
2. Vikaris PIK adalah:
a. lulusan Program Studi Sarjana Pendidikan
Agama Kristen yang proses kepegawaiannya
mengikuti jalur pendeta dan menyepakati
perjanjian kerja yang ditetapkan oleh Majelis
Sinode GKST.
178
b. lulusan Program Studi Sarjana Teologi yang
menyepakati perjanjian kerja yang ditetapkan
oleh Majelis Sinode GKST.
3. Kader PIK yang adalah Warga Jemaat di Wilayah PIK
dan terpanggil untuk melayani sesama warga yang
ada dalam komunitasnya.
4. Tenaga Pendidik yang terpanggil dan ditempatkan
oleh Majelis Sinode GKST untuk menjadi guru di
wilayah PIK.
5. Tenaga Kesehatan yang terpanggil dan ditempatkan
oleh Majelis Sinode GKST untuk menjadi petugas di
wilayah PIK.
6. Tenaga PIK berdomisili di wilayah pelayanannya.
Pasal 6
Penempatan dan Pengembangan Kapasitas Tenaga PIK
1. Majelis Sinode bersama Depkes GKST melakukan
kajian dan pemetaan kebutuhan penempatan dan
pengembangan kapasitas Tenaga PIK.
2. Penempatan Tenaga PIK ditetapkan melalui Surat
Keputusan Majelis Sinode.
3. Periode pelayanan Tenaga PIK diatur oleh Majelis
Sinode GKST.
Pasal 7
Wewenang Dan Tanggung Jawab Pendeta PIK
1. Wewenang Pendeta PIK:
a. mengatur strategi Pelayanan di Wilayahnya
yang dituangkan dalam suatu Program
Terpadu.
179
b. mengundang para Kader PIK untuk melakukan
pertemuan dalam rangka mengevaluasi
Program atau Kegiatan Pelayanan di
wilayahnya secara periodik.
c. mengusahakan Dana Pekabaran Injil yang
harus diketahui dan disetujui oleh Majelis
Klasis di Wilayahnya, Departemen Kesaksian
Sinode GKST, dan oleh Majelis Sinode GKST.
d. mengatur Kader PI sesuai kebutuhan
Pelayanan di wilayahnya dengan tidak
bertentangan dengan prinsip pengorganisasian
dan pelayanan.
2. Tanggung Jawab Pendeta PIK:
a. membina warga/komunitas dalam hal
peradaban.
b. membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja
PIK (APB PIK)
c. mengelola keuangan di wilayah PIK.
d. membuat Laporan Pertanggungan Jawab yang
disampaikan pada Rapat Klasis dan
ditembuskan Kepada Majelis Sinode GKST cq.
Departemen Kesaksian Sinode GKST.
Pasal 8
Tugas Tenaga PIK
1. Tugas Pendeta PIK:
a. Wajib menyusun atau membuat Rencana
Strategis atau Program Pelayanan di Wilayah
PIK, baik program jangka pendek maupun
jangka Panjang, yang diajukan kepada
180
Departemen Kesaksian GKST untuk
didiskusikan dan mendapat persetujuan.
b. Program Jangka Pendek dan Jangka panjang
sebagaimana dimaksud ayat 1 butir a pasal ini,
maka yang dimaksud program jangka Pendek
adalah untuk satu (1) tahun pelayanan, dan
jangka panjang adalah untuk lima (5) tahun
atau satu periode pelayanan.
c. Pengajuan Program Pelayanan Jangka Pendek
kepada Depkes GKST, selambat-lambatnya
diajukan pada bulan Maret untuk Program
Pelayanan Tahun berikutnya.
d. Melakukan pendekatan secara holistik kepada
komunitas yang ada di wilayahnya.
e. mempertimbangkan pendekatan sosiologis dan
kultural dalam rangka memajukan peradaban
komunitas.
f. melakukan pembinaan spiritualitas dan iman
Kristen kepada komunitas yang telah
mengalami perubahan perilaku peradaban.
g. melakukan pembinaan/pengembangan
penginjilan secara holistik dalam berbagai
bidang, seperti ekonomi, pertanian, kesehatan,
dan kehidupan bermasyarakat pada umumnya.
h. membaptis warga yang menyatakan percaya
kepada Kristus dalam suatu ibadah.
i. memimpin ibadah secara teratur.
j. melakukan kunjungan dan atau pendampingan
pastoral secara teratur kepada Kader PIK dan
Warga di semua Kelompok Ibadah.
181
k. Melakukan Pelayanan Diakonia kepada Kader
PI dan Warga Kelompok Ibadah yang sangat
memerlukan, terutama kepada mereka yang
sakit.
2. Tugas dan Tanggung Jawab Kader PIK:
a. Membangun dan mempererat Komunikasi
antar warga dalam komunitas di wilayahnya
atau dalam Kelompok Ibadah PIK.
b. Membina dan melatih para anggota komunitas
atau atau Kelompok Ibadah PIK dengan
berbagai keterampilan komunikasi,
keterampilan bertani, ketrampilan menata
Rumah yang fungsional dan bersih serta rapi
dan sehat.
c. Mengajarkan pemahaman iman Kristen kepada
anggota Kelompok Ibadah PIK.
d. Memimpin Ibadah dalam komunitas atau
Kelompok Ibadah yang menjadi tanggung
jawabnya.
e. Melakukan kunjungan dan atau pendampingan
pastoral kepada warga Kelompok Ibadah PIK
secara teratur.
f. Melakukan Pelayanan Diakonia kepada Warga
Kelompok Ibadah PIK yang sangat memerlukan,
terutama kepada mereka yang sakit
g. bertanggungjawab kepada Pendeta PIK.
h. selalu berkoordinasi dengan Pendeta PIK dalam
pelayanan di Kelompok Ibadahnya.
3. Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Pendidik PIK:
a. mengajar membaca, menulis dan berhitung
komunitas PIK.
182
b. memberdayakan komunitas PIK untuk memiliki
kemampuan komunikasi.
4. Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan PIK:
a. membina komunitas PIK untuk menerapkan
pola hidup bersih dan sehat.
b. melakukan pengobatan bagi anggota komunitas
PIK yang sakit.
c. bekerjasama dengan pihak lain untuk
pengadaan obat-obat penunjang kesehatan.
Pasal 9
Pembiayaan PIK
1. Pembiayaan Program dan atau Kegiatan Pelayanan
PIK berasal dari APB Sinode GKST dan sumber
pembiayaan lain yang sah.
2. Pembiayaan Tenaga PIK:
a. Gaji Pendeta PIK sesuai peraturan kepegawaian
GKST ditambah dengan tunjangan jabatan
sebesar 300% dari Gaji Pokok Golongan dan
Ruang III/a Nol Dinas.
b. Gaji Vikaris PIK sesuai peraturan kepegawaian
ditambah dengan tunjangan fungsional sebesar
50% Gaji Pokok Golongan dan Ruang III/a Nol
Dinas.
c. Tunjangan Kader PIK sebesar 30% Gaji Pokok
Golongan dan Ruang III/a Nol Dinas.
d. Gaji Tenaga Pendidik PIK sesuai peraturan
kepegawaian GKST ditambah dengan
tunjangan sesuai dengan kemampuan
keuangan sinode
183
e. Gaji Tenaga Kesehatan PIK sesuai peraturan
kepegawaian GKST ditambah dengan
tunjangan sesuai dengan kemampuan
keuangan sinode.
Pasal 10
Kelompok Ibadah dan Zonasi PIK
1. Kelompok Ibadah PIK
a. Kelompok Ibadah PIK adalah sekelompok orang
yang menjadi subjek dan sasaran pelayanan
tenaga PIK.
b. Jumlah Keluarga setiap Kelompok Ibadah PIK
adalah antara 5 s/d 30 Keluarga.
c. Kelompok PIK yang Jumlah KK antara 15 s/d
30 KK dan ekonomi Warga Jemaat sudah
sangat kuat sudah dapat dijadikan Kelompok
Kebaktian sesuai dengan Tata Gereja GKST.
d. Pimpinan Kelompok-Kelompok Ibadah PIK
adalah Pendeta PIK yang mengatur pelayanan
PIK bersama Tenaga PIK lainnya dalam
koordinasi dengan Majelis Klasis setempat.
2. Zonasi PIK
a. Zonasi PIK adalah pembagian wilayah PIK.
b. Penetapan zonasi PIK diatur dalam keputusan
Majelis Sinode GKST dalam koordinasi dengan
Majelis Klasis setempat.
184
Pasal 11
Ketentuan Penutup
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, akan
diatur dengan keputusan Majelis Sinode.
2. Keputusan Majelis Sinode sebagaimana pada ayat 1
pasal ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan
ini.
3. Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Tentena
Pada Tanggal : 15 September 2023
Pimpinan Sidang
185
Pdt. A.S. Kolompo, S.Th.
186
GEREJA KRISTEN SULAWESI TENGAH
PERATURAN
NOMOR 10/GKST/SSI/2023
TENTANG
KOSTOR
PERUBAHAN ATAS
KEPUTUSAN SIDANG SINODE ISTIMEWA TAHUN 2014
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN KOSTOR
MEMUTUSKAN
BAB I
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. GKST adalah Gereja Kristen Sulawesi Tengah
2. Sinode adalah wadah penatalayanan Persekutuan
kesaksian dan pelayanan jemaat-jemaat dan klasis-
klasis secara timbal balik dan partisipatif dalam
kesetaraan dan persaudaraan.
3. Majelis Sinode adalah pimpinan sinode dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan sinode.
4. Jemaat adalah perhimpunan umat Allah yang dipanggil
untuk mewujudkan misi Allah melalui Persekutuan,
kesaksian dan pelayanan dalam suatu wilayah tertentu.
5. Majelis Jemaat adalah pimpinan jemaat dalam
pelaksanaan keputusan-keputusan jemaat.
6. Pejabat gereja adalah Pendeta, Penatua dan Diaken.
7. Kostor adalah adalah warga gereja yang terpanggil
untuk melaksanakan tugas khusus di aras jemaat.
188
BAB II
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
Pengangkatan Kostor
1. Kostor diangkat dan diberhentikan oleh Majelis Jemaat,
dengan surat keputusan Majelis Jemaat, dan
bertanggung jawab kepada Majelis Jemaat.
2. Yang dapat diangkat menjadi kostor yaitu:
a. Anggota sidi Jemaat laki-laki dan atau perempuan
yang dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas
kostor.
b. Berusia maksimal 60 tahun
c. Sehat rohani maupun jasmani
d. Tidak sedang dalam penggembalaan khusus.
Pasal 3
Tugas Kostor
Kostor bertugas:
1. Membunyikan lonceng tanda ibadah Jemaat,
2. Membunyikan lonceng tanda kedukaan Jemaat,
3. Memelihara kebersihan rumah ibadah, ruang ibadah
dan konsistori,
4. Tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh Majelis Jemaat.
Pasal 4
Gaji/Tunjangan Kostor
1. Gaji/tunjangan kostor ditetapkan oleh Majelis Jemaat.
189
2. Gaji/tunjangan kostor ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Jemaat.
3. Bagi kostor yang telah menyelesaikan pelayanannya
diberi tunjangan mengakhiri tugas.
Pasal 5
Pemberhentian Kostor
Kostor berhenti dari tugasnya apabila:
1. Meninggal dunia,
2. Atas permintaan sendiri,
3. Berhalangan tetap,
4. Melanggar Peraturan Gereja,
5. Tidak melaksanakan tugas-tugas kostor,
6. Telah mencapai usia 60 tahun.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 6
1. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, diatur
lebih lanjut oleh Majelis Jemaat sepanjang tidak
bertentangan dengan tata gereja.
2. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Tentena
Pada Tanggal : 15 September 2023
190
Pimpinan Sidang
191
***
192
Komisi Tata Gereja dan Peraturan GKST
193