PERATURAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/
WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
1
LATAR BELAKANG
1. Pada akhir thn 2004 awal thn 2005
muncul kembali pro kontra di
masyarakat ttg SKB 1/1969.
2. Sebagian pemuka agama mengusulkan
dicabut.
3. Sebagian pemuka agama lainnya
mengusulkan dipertahankan.
4. Presiden memerintahkan Menteri Agama
dan Mendagri utk meresponi.
2
Tinjauan Terhadap SKB 01/1969
4
1. Relevansi Pengaturan ttg Pendirian
Rumah Ibadat
a. SKB Menag & Mendagri 01/1969 lahir
dilatarbelakangi oleh beberapa peristiwa
perusakan rumah ibadat.
b. Masalah pendirian rumah ibadat sering
menjadi sebab terganggunya hubungan
antar umat beragama.
c. Ketiadaan pengaturan pendirian rumah
ibadat dpt mengarah kepada benturan-
benturan antar umat beragama &
suasana anarkhis atau bahkan chaos.
5
2. Adanya Kalimat-kalimat Yg Multi Tafsir
a. Tidak adanya kejelasan siapa yg disebut
pemerintah daerah.
b. Tidak adanya kejelasan siapa yg disebut
“pejabat pemerintahan dibawahnya yg
dikuasakan utk itu”.
c. Tidak adanya kejelasan siapa yg disebut
organisasi keagamaan dan ulama/
rohaniawan setempat.
d. Kata-kata “planologi “
e. Kata-kata “kondisi & keadaan setempat”.
6
3. Komunikasi antar umat beragama pada
tingkat grass-root sebagai penyebab
gangguan hubungan antar umat beragama
a. Pihak yg hendak mendirikan rumah
Ibadat sering kali tdk berkomunikasi
dgn penduduk setempat.
b. Penduduk setempat sering merasa
terkejut karena tiba-tiba melihat rumah
ibadat lain didirikan disekitarnya.
c. Rumah ibadat selain tempat ibadat juga
kenyataannya berfungsi sebagai simbol
keberadaan suatu kelompok agama.
7
4. SKB tdk menghalangi berdirinya
rumah-rumah ibadat baru
8
d. Perbandingan jumlah rumah ibadat pd thn 1977
& 2004 bagi semua kelompok agama
Data ini telah diverifikasi Dirjen Bimas Islam & Penyelenggaraan Haji,
Dirjen Bimas Kristen, Dirjen Bimas Katholik, Dirjen Bimas Hindu dan
Buddha (Tgl 1 dan 7 Maret 2005)
9
5. Secara Normatif SKB memberlakukan sama
semua kelompok agama
10
6. Sebab-sebab munculnya permasalahan
Pendirian Rumah Ibadat dilapangan
a. Tidak jelasnya persyaratan-persyaratan minimal
utk mendirikan rumah ibadat.
b. Tidak jelasnya batas waktu utk meresponi suatu
permohonan pendirian rumah ibadat.
c. Sering kali terjadi penyalahgunaan rumah
tinggal sebagai rumah ibadat.
d. Tidak transparannya rencana pembangunan
rumah ibadat pd penduduk sekitar lokasi.
e. Tidak adanya komunikasi antar pemuka agama
pada tingkat akar rumput.
f. Tidak jelasnya yg dimaksud dgn organisasi
keagamaan dan ulama/rohaniawan setempat.
g. Sulitnya diperoleh rekomendasi dari organisasi
keagamaan dan ulama/rohaniawan setempat.
11
7. Usaha Pengaturan Pendirian Rumah Ibadat di
sejumlah Daerah.
a. Belum semua Prov melakukan pengaturan lebih lanjut ttg
tatacara dan syarat-syarat pendirian rumah ibadat.
b. Beberapa Prov yg telah melakukan pengaturan lebih lanjut antara
lain; DKI Jakarta, Riau, Bengkulu dan Bali.
c. Di DKI Jakarta diatur dgn SK Gubernur No 648/1979, No
884/1991 dan terakhir No 137/2002 yg mengatur prosedur
persetujuan pembangunan tempat-tempat ibadat & Kep.Gub
No1971/2002 ttg penyempurnaan susunan keanggotaan badan
pertimbangan pembangunan tempat-tempat Ibadat.
d. Di Prov. Riau diatur dgn Surat Gub. yg ditujukan kpd Bup/
Walikota No 450.2/KS/9601 tanggal 14 Januari 1981.
e. Di Prov. Bengkulu diatur dgn Kep.Gub No.289/1993 ttg prosedur
dan persyaratan mendirikan rumah ibadat dan melaksanakan
penyiaran agama.
f. Di Prov. Bali diatur dgn Kep.Gub No 33Thn 2003 ttg Prosedur
dan Ketentuan-ketentuan pembangunan tempat-tempat ibadat di
wilayah Provinsi Bali.
12
Resume Materi SKB 01/1969
1. Pemberian kesempatan oleh Pemerintah bagi usaha
penyebaran agama dan pelaksanaan ibadat oleh pemeluknya.
(Pasal 1)
2. Prinsip-prinsip bimbingan dan pengawasan Pemerintah
terhadap usaha penyebaran agama dan pelaksanaan ibadat
oleh pemeluk-pemeluknya. (Pasal 2)
3. Peran Kepala Perwakilan Dep. Agama. (Pasal 3)
4. Syarat-syarat pendirian Rumah Ibadat (Pasal 4)
a. Pendapat Kepala Perwakilan Depag
b. Planologi
c. Kondisi dan Keadaan Setempat.
d. Pendapat Organisasi Keagamaan dan
Ulama/Rohaniawan
Setempat, bila dianggap perlu.
5. Peran pendapat Organisasi Keagamaan dan Ulama/
Rohaniawan setempat. (Pasal 4)
6. Penyelesaian Perselisihan oleh Pemerintah secara adil & tidak
memihak. (Pasal 5) 13
UNDANG-UNDANG
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
14
Pasal 237 UU 32/2004
15
Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah:
a. Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat;
b. Meningkatkan Pelayanan Umum;
c. Meningkatkan Daya Saing Daerah.
16
Pasal 22, Kewajiban Daerah:
21
MENIMBANG :
22
bahwa Pemerintah mempunyai tugas utk memberikan
bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dlm
melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung
dgn rukun, lancar, dan tertib;
bahwa arah kebijakan Pemerintah dalam pembangunan
nasional di bidang agama antara lain peningkatan
kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan
beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan
antar umat beragama;
bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian
penting dari kerukunan nasional;
bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam
rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya
mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat;
23
KETENTUAN UMUM
1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat
beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat
beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan
pemberdayaan umat beragama.
3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing
agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas
Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang
dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik
Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di
pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
24
5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik
yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin
ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh
masyarakat setempat sebagai panutan.
25
TUGAS KEPALA DAERAH
DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
26
Pasal 3
(1) Pemeliharaan kerukunan umat
beragama di provinsi menjadi tugas dan
kewajiban gubernur.
(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban
gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibantu oleh kepala kantor
wilayah departemen agama provinsi.
27
Pasal 4
(1) Pemeliharaan kerukunan umat
beragama di kabupaten/kota menjadi
tugas dan kewajiban bupati/walikota.
28
TUGAS DAN KEWAJIBAN GUBERNUR:
29
Pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada huruf b, huruf c, dan
huruf d dapat didelegasikan kepada
wakil gubernur.
30
TUGAS DAN KEWAJIBAN BUPATI / WALIKOTA:
a. memelihara ketenteraman & ketertiban masyarakat
termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama di kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kab/kota
dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling
pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di
antara umat beragama;
d. Membina & mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala
desa dlm penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupan beragama;
e. menerbitkan IMB rumah ibadat.
Pasal 6 ayat (1)
31
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat
didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota.
Pasal 6 Ayat (2)
32
TUGAS DAN KEWAJIBAN CAMAT:
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat
termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama di wilayah kecamatan;
33
Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa
meliputi:
b. menumbuhkembangkan keharmonisan,
saling pengertian, saling menghormati, dan
saling percaya di antara umat beragama.
34
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 8
35
FKUB Provinsi mempunyai tugas:
melakukan dialog dengan pemuka agama dan
tokoh masyarakat;
menampung aspirasi ormas keagamaan dan
aspirasi masyarakat;
menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan
masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai
bahan kebijakan gubernur; dan
melakukan sosialisasi peraturan perundang-
undangan dan kebijakan di bidang keagamaan
yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama
dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 10
38
DALAM MEMBERDAYAKAN FKUB,
DIBENTUK DEWAN PENASIHAT FKUB
DI PROVINSI & KAB/KOTA.
39
Tugas Dewan Penasehat FKUB:
40
Dewan Penasehat FKUB Provinsi
41
Dewan Penasehat FKUB Kab/Kota
42
Ketentuan lebih lanjut mengenai
FKUB dan Dewan Penasihat FKUB
provinsi dan kabupaten/kota diatur
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 12
43
PRINSIP-PRINSIP DALAM PENDIRIAN RUMAH IBADAT
(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pd keperluan nyata
dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah
penduduk bagi pelayanan umat beragama yg
bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
(2) Pendirian rumah ibadat dilakukan dgn tetap menjaga
kerukunan umat beragama, tdk mengganggu
ketenteraman & ketertiban umum, serta mematuhi
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat
beragama di wilayah kelurahan/desa tidak terpenuhi,
pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan
batas wilayah kecamatan atau kab/kota atau provinsi.
Pasal 13
44
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
45
Persyaratan Khusus Pendirian Rumah Ibadat
meliputi:
46
Dalam hal persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi
sedangkan persyaratan huruf b belum
terpenuhi, pemerintah daerah
berkewajiban memfasilitasi tersedianya
lokasi pembangunan rumah ibadat.
Pasal 14 ayat (3)
47
Rekomendasi FKUB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d
merupakan hasil musyawarah dan
mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan
dalam bentuk tertulis.
Pasal 15
48
Pasal 16
(1) Permohonan pendirian rumah ibadat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan
oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada
bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah
ibadat.
49
Pemerintah daerah memfasilitasi
penyediaan lokasi baru bagi bangunan
gedung rumah ibadat yg telah memiliki
IMB yg dipindahkan karena perubahan
rencana tata ruang wilayah.
Pasal 17
50
Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung
1. Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah
ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin
sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan:
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman
dan ketertiban masyarakat.
2. Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengacu pada peraturan per-uu-an ttg bangunan gedung.
3. Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta
ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
c. pelaporan tertulis kepada Kakan Depag kabupaten/kota
Pasal 18
51
Pasal 19
(1) Surat keterangan pemberian izin sementara
pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan
setelah mempertimbangkan pendapat tertulis
kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara
pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku paling lama 2 (dua) tahun.
52
Pasal 20
(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin
sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) dpt dilimpahkan kpd camat.
(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin
sementara sebagaimana dimaksud pd ayat (1)
dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat tertulis Kakan Depag kab/kota dan
FKUB kabupaten/kota.
53
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat
diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat
setempat.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan
dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor
departemen agama kabupaten/kota melalui
musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak
memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau
saran FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian
perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.
Pasal 21
54
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan
Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
56
BELANJA
Pasal 25
57
Pasal 26
58
KETENTUAN PERALIHAN
(1) FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi
dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat 1
(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini
ditetapkan.
Pasal 27
59
Pasal 28
(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum
berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan
tetap berlaku.
(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah
mempunyai IMB untuk rumah ibadat, diproses sesuai
dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi
pemindahan lokasi.
(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah
digunakan secara permanen dan/atau memiliki nilai
sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat
sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini,
bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan
IMB untuk rumah ibadat dimaksud.
60
Pasal 29
Peraturan perundang-undangan yang telah
ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib
disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini
paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun.
61
KETENTUAN PENUTUP
63