Anda di halaman 1dari 399

Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.

OG(K)

i|Page
ii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Teruntuk Pendidikan Kedokteran Indonesia

Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, Sp.OG(K)


Profesor Obstetri & Ginekologi
Ketua Dewan Pertimbangan IDI (2022-2025)
Ketua Purna PB.IDI (2018-2022)
Ketua Umum PB.IDI (2015-2018)
Konselor Konsil Kedokteran Indonesia (2014-2018)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Petunjuk Penggunaan Barcode Buku

1. Buku ini tersedia barcode untuk membuka file video


2. Scan barcode dengan menggunakan kamera smartphone
dan klik link yang diarahkan
3. Tonton video melalui smartphone/tablet/laptop/pc

iii | P a g e
iv Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Susunan Dewan Pertimbangan IDI 2022-2025

(Pasca revisi 15 Juni 2022: SK PB.IDI No 297/PB/A.4/06/2022)

1. Ketua: Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, Sp.OG(K)


2. Wakil Ketua:
- Prof. DR. Dr. Idrus. A. Paturusi, Sp.B, Sp.OT(K)
- Mayor Jenderal TNI (Purn) Dr. Budiman, Sp. BP-RE (K), MARS

3. Anggota:
- Mayor Jenderal TNI (Purn) DR. Dr. Heridadi, MSc
- Mayor Jenderal TNI (Purn) Dr. Ben Yura Rimba
- Mayor Jenderal TNI (Purn) DR. Dr. Tugas Ratmono, Sp.S, MARS, MH
- Prof. DR. Dr. Errol U Hutagalung, Sp. B, Sp. OT (K)
- Prof. DR. Dr. Farid Anfasa Moeloek, Sp. OG (K)
- Prof. DR. Dr. Abdul Razak Thaha, M.Sc, Sp. GK
- Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM
- Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH
- Prof. DR. Dr. David Perdanakusumah, Sp.BP-RE (K)
- Prof. DR. Dr. M. Ahmad Djojosugito, M.H, Sp.B, Sp.OT
- Prof. DR. Dr. Idris Idham, Sp.JP (K)
- Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, Sp. PD-KAI
- Prof. Dr. Menaldi Rasmin, Sp.P (K)
- Prof. DR. Dr. Agus Purwadianto, DFM, S.H, M.Si, Sp.F (K)
- Prof. DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes
- Prof. DR. Dr. Ari Fachrial Syam, Sp.PD-KGEH, MMB
- Prof. DR. Dr. Bambang Supriyatno, Sp.A (K)
- DR. Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K)
- Prof. DR. Dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A (K)
- Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D
- Prof. Dr. Ali Ghanie, Sp.PD-KKV
- Dr. Merdias Almatsier, Sp.S (K)
- Dr. Zaenal Abidin, S.H, M.H
- DR. Dr. Poedjo Hartono, Sp.OG (K)
- Dr. Pranawa, Sp.PD-KGH
- Dr. H. M. Subuh, MPPM
- Dr. Ario Djatmiko, Sp.B-K.Onk
- DR. Dr. Muhammad Rizal Chaidir, SpOT (K), MMRS, MH.Kes, FICS, M.Kes

Dalam perjananan waktu ada beberapa masalah yang dihadapi IDI, antara lain perubahan
suasana politik di pemerintahan,DPR dan situasi adanya stagnasi poltik pendidikan
kedokteran di Indonesia dilihat adanya perubahan Prolegnas DPR 2022-2023 akibat tekanan
pihak pemerintah (Kemenkes, Kemen Ristek Dikti, dan KemenKumHam, dan Presiden (?)
untk Mengajukan RUU Kesehatan OB , RUU Sisdiknas, yang saat ini dalam pembahasan di
Baleg DPR yang kemungkinan dipaksakan masuk pada Prolegnas DPR 2023. Bahkan
dipersiapkan PERPU KesNas bilamana RUU Kes OB gagal.
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Yang menjadi pertanyaan apa yang akan dilakukan IDI kedepan. Dengan beberapa. Pilihan
Alternatif. Pilihan alternatif (Diputuskan dalam Rapat Koordinasi IDI, Wantim IDI,Tim Kuhusus
Dikdok IDI – pada tanggal 16 Januari 2022
1. DISKURSUS ISU-ISU PENDIDIKAN KEDOKTERAN DALAM RUU KESEHATAN
(OMNIBUS)

v|Page
vi Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

vii | P a g e
viii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

ix | P a g e
x Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

2. PERNYATAAN SIKAP: RUU KESEHATAN OMNIBUS LAW AKAN MERUGIKAN


RAKYAT

xi | P a g e
xii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xiii | P a g e
xiv Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

3.POIN-POIN PENTING DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN


(OMNIBUS) BERDASARKAN DRAFT PER TANGGAL 25 JANUARI 2023

xv | P a g e
xvi Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xvii | P a g e
xviii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

4. POLEMIK RUU KESEHATAN (OMNIBUS LAW)

xix | P a g e
xx Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xxi | P a g e
xxii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xxiii | P a g e
xxiv Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xxv | P a g e
xxvi Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xxvii | P a g e
xxviii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xxix | P a g e
xxx Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xxxi | P a g e
xxxii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xxxiii | P a g e
xxxiv Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Resume Rapat hari Selesa sore 28 Maret 2023 dari DR.Fika 1. IDI HARUS BERANI
BERTINDAK bukan hanya debat dan diskusi terus (terlampir video) 2. RUU Dikdok hrs
diperjuangkan DIM nya, RUU kesehatan tidak diperlukan 3. Pengaturan penambahan dan
distribusi dokter dan dokter spesialis dpt dilakukan tanpa menjadi ruu kesehatan (video
terlampir). Lampiran:
a. Video Prof. Dr. Menaldi
Prof. Dr. Menaldi (1).mp4 - Google Drive
b. Video Prof. Dr. Menaldi
Prof. Dr. Menaldi (2).mp4 - Google Drive
c. Video Prof. Dr. Menaldi
Prof. dr. Menaldi (3).mp4 - Google Drive
d. Video Prof. Dr. Menaldi
Prof. Dr. Menaldi (4).mp4 - Google Drive
e. Video Prof. Dr. Menaldi
Prof. Dr. Menaldi (5).mp4 - Google Drive
f. Video Bapak Willy
Bapak Willy.mp4 - Google Drive
g. Video Bapak Willy
Bapak Willy (2).mp4 - Google Drive
h. Video Prof. Ilham Oetama Marsis
Prof. Ilham Oetama Marsis.mp4 - Google Drive
i. Perizinan dan Praktitik Dokterdan Tenaga Medis
1.jpeg - Google Drive
j. Resume Perizinan
2.jpeg - Google Drive

xxxv | P a g e
xxxvi Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Dibaca dinilai Kembali tentang Lampiran 1 (tentang pendidikan kedokteran yang


dibahas dalam Kang Hadi Consince 9 Januari 2023 Narasumber 1 dan 2 berbicara
terlalu superficial tentang pendidikan university dan hospital base berdasarkan
pendapat pengamatan dan pendapat pribadi, sedangkan kupasan DR.Titi dan saya
(lihat slide presentasi saya dgn latar belekang dan pengalaman, Observasi
WHO,WFME dari berbagai negara tentang pelaksanaan hospital base, university base
dan kominasi keduanya, dari berbagai negara dengan tujuan tercapai target capaian
standar pendidikan yang yang tinggi dan standar pelayanan yang berkualitas bagi
masyarakatnya.

• Diharapkan dihasilkan kesimpulan dan resume oleh TimWantim IDI+Tim Khusus -


Penangkal PerubahanUU DikDok 2004 utk Ketum PB,IDI yang akan disampaikan
kepada RI 1 -Bpk Jokowi sebagai solusi Kebuntuan Polotik Pendidikan antara DPR
dan Pemerintah.

• Akibat berbagai reaksi penolakan terhadap RUU Kes (OB Law- versi awal)dari
berbagai pihak, pihak pemerintah pernah mempunyai pemikiran utk lolosnya RUU Kes
dgn menggunakan mekanisme PERPU, yang tidak jadi utk diterapkan, tetapi melalui
jalan merubah RUU Kes dgn Versi Perubahan (lihat lampiran).

• Ternyata RUU Kes versi baru (VB), juga banyak kekurangan dan kesalahan-
kesalahannya (dibahas dalam Forum Komunikasi (Forkom- Webinar IDI pada tanggal
12 Februari 2023 y.l.Sebagai contoh dalam kebutuhan tenaga dokter yang disusun
PPSDMK pada tahun 2014, yang tidak sesuai dgn target sasaran (lihat lampiran 1),
karena tidak mempunyai pengertian yang sama tentang telehealth dan telemedicine,
dimana pada telehealth kita harus mempunyai big data (lihat lampiran 1 program
artificial intelegensia (AI)) .Ini merupakan PRnya Kemenkominfo.

• Perubahan berjalan cepat, giant investor tancap gas. Private Hospital berkembang
luar biasa. Banyak pertanyaan yang harus dijawab:
- Siapa yang akan kerja disana dan siapa yang menjaga BPJS?
- Peran dokter semakin jelas, pekerja medis di RS yang dijalankan oleh
corporation
- Global Brand need Global Doctor
- Dokter lokal kerja dimana?
- IDI, Trade Union?
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya sehingga buku ini dapat terwujud dan hadir di tengah-tengah pembaca yang budiman.
Buku ini merupakan upaya penulis untuk menggambarkan perjalanan waktu yang tak terelakkan dan
tantangan yang dihadapi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sebagai organisasi profesi medis terkemuka di
Indonesia, IDI telah menjalani berbagai masa perubahan, baik dalam suasana politik pemerintahan,
DPR, maupun dalam bidang pendidikan kedokteran di tanah air.

Dalam perjalanannya, penulis dihadapkan pada beragam masalah yang kompleks dan
menantang. Perubahan politik di tingkat pemerintahan dan DPR telah berdampak signifikan terhadap
kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan dunia kesehatan, termasuk pendidikan kedokteran.
Stagnasi politik di sektor pendidikan kedokteran, ditambah perubahan Prolegnas DPR Prioritas 2022-
2023 akibat tekanan dari pihak pemerintah, menjadi tantangan tersendiri bagi IDI dalam
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan profesi medis.
Peran serta aktif IDI dalam berbagai diskusi dan pembahasan RUU Kesehatan OB serta RUU
Sisdiknas yang tengah berlangsung di Baleg DPR menandai komitmen IDI dalam memastikan bahwa
kebijakan dan peraturan yang akan dihasilkan mendukung peningkatan kualitas layanan kesehatan dan
pendidikan kedokteran di Indonesia. Meskipun tantangan yang dihadapi begitu kompleks, penulis
berupaya untuk tetap berperan aktif dalam membentuk perubahan positif demi kemajuan sistem
kesehatan dan pendidikan kedokteran Indonesia.
Pada periode kepengurusan PB.IDI 2018-2020, penulis ditujunjuk sebagai Ketua Tim RUU
DIKDOK Nas utk mempersiapkan UU.Dikdok Nasonal untuk persiapan Pelaksanaan Sistim Pelayanan
Kesehatan Indonesia untuk abad 21 yang diperjuangkan melalui Prolegnas Prioritas DPR 2017-2018.
Pada tanggal 29 September 2021 pada rapat Baleg DPR melahirkan pengaturan baru dunia pendidikan
kedokteran untuk menyelesaikan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan Indonesia untuk abad
21.

PENDAHULUAN

• 30 SEPTEMBER 2021 RAPAT


PARIPURNA DPR RI MENETAPKAN
RUU DIKDOK BARU MENJADI RUU
DIKDOK BARU MENJADI RUU
INISIATIF DPR RI

Pada Rapat Paripurna DPR RI pada 30 September 2021 menetapkan menjadi RUU Dikdok
Baru menjadi RUU Inisiatif DPR RI. Dengan keputusan tersebut lahir Surpres Bapak Jokowi yang
memerintahkan Menteri Dikbud dan Diknas menyiapkan DIM terhadap RUU Diknas (Baru) yang akan
dibahas pada Pembahasan RUU Dikbud dan RistekDikti Baru antara Pemerintah dan DPR. Sangat
disayangkan Menteri Dikbud dan RistekDik tidak mengindahkan perintah tersebut bahkan mengajukan
RUU Kesehatan Omni Buslaw, sebagai tandingan (yang akan meniadakan RUU Diknas Baru,yang
diharapkan akan menjadi cluster pendidikan di RUU Kesehatan Omni Buslaw).

xxxvii | P a g e
xxxviii Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Menghadapi kemungkinan akan terjadi stagnasi politik poltik pendidikan kedokteran di


Indonesia, akibat tekanan pemerintah ke Baleg DPR untuk memasukkan RUU Kes OBlaw masuk dalam
Prolegnas Prioritas DPR. 2022-2023, diupayakan suatu pertemuan IDI dengan Presiden Jokowi,
dengan hasil kegagalan pertemuan.Pada tanggal 8 Agustus 2023 RUU Obl ditetapkan sebagai UU Obl.
Dalam kepengurusan baru IDI (2020-2024) penulis dipercaya sebagi Ketua Dewan Pertimbangan
PB.IDI, dengan tugas-tugas khusus, sesuai dengan Tupoksi (Ortala)
1. Tupoksi
Ortala IDI 2019
a) Dewan Pertimbangan
1) Mempunyai garis konsultatif dengan Ketua Umum PB IDI;
2) Melakukan pembinaan dan pengawasan internal organisasi termasuk memberikan rekomendasi
sanksi organisasi;
3) Memberikan pertimbangan terkait kebijakan strategis organisasi; dan
4) Membantu PB IDI Dalam mengembangkan dan memformulasikan kebijakan strategis.

Kumpulan pemikiran Wantim dan Small Goup Wantim IDI coba disusun dalam bentuk E-book
yang memberikan asupan pemikiran kepada PB.IDI dalam bentuk tahapan2 perjuangan melawan upaya
penerapan RUU Kesehatan Omni Buslaw dengan lampiran,referensi-referensi kepustakaannya
(terlampir) hanya sayangnya.PB.IDI terlalu lambat bereaksi dan hanya melakukan upaya yang kurang
efektif.
Pada tanggal 8 Agustus 2023 Upaya kelompok Oligarki berhasil menggoalkan RUU Kesehatan
Omni Buslaw dalam Rapat Pembahasan RUU Kes Omnis Bus Law antara Pemerintah dan DPR
diputuskan menerima RUU Kes Omni Buslaw menjadi UU No 17 tahun 2023 (versi final, walaupun
belum ditandatangani oleh Presiden Jokowi)
Reaksi IDI dan OP lainya adalah akan melakukan perlawanan hukum dalam bentuk Judicia Review.
Banyak issue dalam UU Kesehatab yang dapat jadi topik uji formil (Formale toetsing) dan uji materi
(materile toetsing) dalam JR. Setiap Issue berpotensi menghasilkan keputusan tak terduga.
Buku ini berisi refleksi dan analisis mendalam untuk upaya JR.Setiam gerak perjalanan IDI di
tengah-tengah perubahan politik dan pendidikan kedokteran. Penulis berharap buku ini dapat menjadi
bahan pembelajaran dan referensi bagi para pembaca, khususnya para tenaga medis, akademisi, dan
pemangku kepentingan lainnya, untuk lebih memahami dinamika yang sedang terjadi dan ikut
berkontribusi dalam merumuskan solusi yang baik bagi Indonesia kedepan dan menghasilkan
pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan Indonesia di masa depan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan,
kontribusi, dan inspirasi dalam penulisan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan pemahaman
yang mendalam dan mencerahkan mengenai peran serta IDI dalam menghadapi perubahan politik dan
pendidikan kedokteran di Indonesia dan memperhitungkan pendidikan kedokteran yang bersifat
universal (WFME).

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat dan menjadi sumbangan kecil bagi upaya peningkatan kualitas
pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan di negeri ini.
Jakarta, Juli 2023

Ilham Oetama Marsis


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Daftar Isi

Teruntuk Pendidikan Kedokteran Indonesia ...........................................................................ii


Petunjuk Penggunaan Barcode Buku.................................................................................... iii
Susunan Dewan Pertimbangan IDI 2022-2025 .....................................................................iv
(Pasca revisi 15 Juni 2022: SK PB.IDI No 297/PB/A.4/06/2022) ...........................................iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. x
Daftar Isi ......................................................................................................................... xxxix
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 2
LAMPIRAN 1 ........................................................................................................................ 6
Transformasi Sistem Pendidikan Kedokteran Kedepan dalam Mendukung Sistem
Pelayanan Kesehatan di Era Digital .................................................................................. 6
Paparan IDI dalam Dengar Pendapat dengan Komisi IX - Tentang Defisit Keuangan
BPJS-K............................................................................................................................ 34
Konsep IDI Menjawab Tantangan Global ........................................................................ 42
Concept of Indonesian Doctor Responding to Global Challenges 4.0 .............................. 65
Transformasi dan Regulasi Baru Pendidikan Kedokteran di Indonesia Untuk Menghadapi
Sistem Pelayanan Kesehatan Global Di Era Digital 4.0, P.21, dan Era Normal Baru ....... 92
Diperlukan Regulasi Baru untuk Sinergitas O.P dan Pemerintah untuk Menghadapi Sistem
Pelayanan Kesehatan Global di Era Digital 4.0, P.21, dan Era Normal Baru ................. 118
Tinjauan Penyelenggaraan JKN untuk Hindari Pelayanan JKN yang Substandar ......... 132
Diperlukan Regulasi Baru Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dokter Spesialis - Subspesialis
di Indonesia Pada Era Digital 4.0,P21, dan Era Normal Baru ........................................ 149
Diperlukan Transformasi Pendidikan Kedokteran Indonesia pada masa depan yang
universal untuk menghadapi pelayanan kedokteran pada Era Digital 4,0, P 21, dan Era
Normal Baru .................................................................................................................. 164
KONSEP IDI MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL 4.0 ................................................. 171
Dengan UU Dikdok Baru Indonesia menyiapkan Pendidikan Kedokteran Masa Depan dan
pelayanan kesehatan pada Era Global 4.0 Oktober 2021 .............................................. 195
Posisi strategis sistem pendidikan kedokteran dan sistem pembiayaan dalam mendukung
kesehatan kedepan (2025) ............................................................................................ 217
Forum Diskusi Kemendikbud Ristek Dikti & Tim Inti DikDok Ikatan Dokter Indonesia .... 236
The Role Of Artificial Intelligence In Obsetric and Gynecology ...................................... 240
The Role Of Robotic Surgery In Gynecology ................................................................. 252
Fetal Surgery In Esophageal Atresia ................................................................................. 260
Fetal Intervention Therapy in Congenital Heart Failure ..................................................... 268

xxxix | P a g e
xl Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Pengembangan Pendidikan Kedokteran Masa Depan................................................... 276


LAMPIRAN 2 .................................................................................................................... 287
DISKUSI PANEL PRAMUKTAMAR IDI XXXI SERI 4 .................................................... 288
Rekomendasi Komisi F Muktamar IDI............................................................................ 296
Menjawab Tudingan Supresmasi Organisasi Profesi Dokter ......................................... 308
Omnibus Law Kesehatan: Pro-Kontra Bakal Jumbonya Wewenang Menkes ................ 309
LAMPIRAN 3 .................................................................................................................... 316
Transformasi Organisasi IDI – dr. Ario Djatmiko ............................................................ 317
LAMPIRAN 4 .................................................................................................................... 326
Organisasi Profesi Untuk Siapa ..................................................................................... 327
DOKTER MINUS ETIKA ................................................................................................ 328
Hanya Satu IDI Untuk Rakyat Indonesia........................................................................ 331
Empat Keliru Terhadap IDI ............................................................................................ 333
Revisi UU Praktik Kedokteran antara Esensi dan Urgensi ............................................. 336
KESIMPULAN RAPAT DEWAN PERTIMBANGAN ........................................................... 337
Judical Review Undang-Undang Kesehatan.................................................................. 340
OBRAL SEKOLAH DOKTER ......................................................................................... 344
BAB III. #TulisanProfIOM .................................................................................................. 350
Diskusi bisik-bisik dengan RI 1 di Samarinda 2018 ....................................................... 350
Ketemuan tidak disengaja dengan Bapak Jokowi ............................................................. 351
BAB V. Penutup ................................................................................................................ 355
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

xli | P a g e
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

BAB 1
Pendahuluan

1|Page
2 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

BAB I. PENDAHULUAN

Dewan Pertimbangan IDI memiliki peran strategis dalam organisasi, yang mencakup:

1) Mempunyai garis konsultatif dengan Ketua Umum PB IDI;


2) Melakukan pembinaan dan pengawasan internal organisasi, termasuk memberikan
rekomendasi sanksi organisasi;
3) Memberikan pertimbangan terkait kebijakan strategis organisasi; dan
4) Membantu PB IDI dalam mengembangkan dan memformulasikan kebijakan strategis.
5) Melakukan pertemuan rutin minimal 6 (enam) bulan sekali atau sewaktu-waktu jika
diperlukan.

Dalam rapat Dewan Pertimbangan, ditetapkan untuk penugasan pengawasan internal


organisasi dibentuk Unit Khusus Pengawasan Internal dengan tugas khusus Pengawasan
Makro termasuk audit internal keuangan dan aset. Unit Khusus ini diketuai oleh Dr. Ben Yura
Rimba. Pengajuan pembentukan Dewan Pengawas Internal IDI akan dibicarakan pada
Muktamar IDI ke XXXII y.a.d.

No Issue/Topik Sub-Issue/Subtopik Penugasan Tim/Bidang

1 Profesi Dokter dan Standar pendidikan Tim Adhoc RUU *Bidang Legislasi
Ikatan Dokter Dikdok Baru dan Advokasi *MKKI
Indonesia Standar Kompetensi (Prioritas *Bidang Pendidikan
Menuju Masa Depan Utama). Tim & Pengembangan
→ Partisipasi Kemajuan Adhoc ini Praktik Kedokteran
Terkait dengan IPTEK dibentuk dan *Komite
Undang-Undang ditetapkan oleh Transformasi SKN
Dikdok Baru PB.IDI.
(2022) yang dalam
proses
pembahasan
antara DPR dan
Pemerintah

2 SKN (Diperlukan Penggunaan Tim Adhoc RUU *idem-


Transformasi SKN utk Teknologi dalam Dikdok Baru
Pelayanan Kesehatan Pelayanan (Prioritas *Plus Bidang
Global 4.0, P21, Era Kesehatan yang Utama). Tim Pelayanan
New Normal→ Draft Belum Memadai di Adhoc ini Kesehatan
RUU SKN Baru) untuk Indonesia: dibentuk dan
menuju Indonesia ditetapkan oleh
Emas 2045 Evaluasi SJSN dan PB.IDI.
BPJS (Menghadapi
AFAS 2016)

Partisipasi Kemajuan
IPTEK dalam
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Pelayanan
Kesehatan Global,
P21, Era New
Normal.

3 IDI REBORN Definisi Memberikan Sebagai acuan


Pengertian asupan tentang dalam pelaksanaan
Desain pengertian IDI misi dan visi untuk
Reborn dan IDI Perlu penajaman
Desain IDI istilah IDI Reborn
Reborn (simpulan dari
lampiran 3 dari
berbagai pendapat)

4 Organisasi IDI Kelengkapan *Untuk Kelengkapan :


Organisasi IDI mencapai *Public
sasaran dan Relation(Hubungan
tujuan program- Masyarakat)
program PB.IDI *Liaison Officer
yang akan (Petugas
dilaksanakan Penghubung)dgn
oleh bidang - berbagai istitusi
bidang *Organisator Perang
organisasi IDI Bintang (Star War) -
*Dalam waktu subordinat BADIN
yang cepat dgn terapan
mengembalikan intelejen medik
brand dan citra
IDI yang
terpuruk akibat
pihak eksternal
dan internal

5 Antisipasi terhadap Diharapkan PB Telah terbentuk Tim


upaya Revisi RUU IDI membentuk dengan Ketua
Pradok 2004 oleh Tim Penangkal Prof.DR.Dr.Sukman
berbagai pihak terhadap upaya Tulus (terlampir SK
tersebut Ketum PB.IDI)

3|Page
4 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

BAB 2
Profesi Dokter dan Ikatan Dokter Indonesia Menuju Masa Depan:
Terkait dengan Undang-Undang Dikdok Baru (2022) yang dalam proses
pembahasan antara DPR dan Pemerintah
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 1 ........................................................................................................................ 6
Transformasi Sistem Pendidikan Kedokteran Kedepan dalam Mendukung Sistem
Pelayanan Kesehatan di Era Digital .................................................................................. 6
Paparan IDI dalam Dengar Pendapat dengan Komisi IX - Tentang Defisit Keuangan
BPJS-K............................................................................................................................ 34
Konsep IDI Menjawab Tantangan Global ........................................................................ 42
Concept of Indonesian Doctor Responding to Global Challenges 4.0 .............................. 65
Transformasi dan Regulasi Baru Pendidikan Kedokteran di Indonesia Untuk Menghadapi
Sistem Pelayanan Kesehatan Global Di Era Digital 4.0, P.21, dan Era Normal Baru ....... 92
Diperlukan Regulasi Baru untuk Sinergitas O.P dan Pemerintah untuk Menghadapi Sistem
Pelayanan Kesehatan Global di Era Digital 4.0, P.21, dan Era Normal Baru ................. 118
Tinjauan Penyelenggaraan JKN untuk Hindari Pelayanan JKN yang Substandar ......... 132
Diperlukan Regulasi Baru Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dokter Spesialis - Subspesialis
di Indonesia Pada Era Digital 4.0,P21, dan Era Normal Baru ........................................ 149
Diperlukan Transformasi Pendidikan Kedokteran Indonesia pada masa depan yang
universal untuk menghadapi pelayanan kedokteran pada Era Digital 4,0, P 21, dan Era
Normal Baru .................................................................................................................. 164
KONSEP IDI MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL 4.0 ................................................. 171
Dengan UU Dikdok Baru Indonesia menyiapkan Pendidikan Kedokteran Masa Depan dan
pelayanan kesehatan pada Era Global 4.0 Oktober 2021 .............................................. 195
Posisi strategis sistem pendidikan kedokteran dan sistem pembiayaan dalam mendukung
kesehatan kedepan (2025) ............................................................................................ 217
Forum Diskusi Kemendikbud Ristek Dikti & Tim Inti DikDok Ikatan Dokter Indonesia .... 236
The Role Of Artificial Intelligence In Obsetric and Gynecology ...................................... 240
The Role Of Robotic Surgery In Gynecology ................................................................. 252
Fetal Surgery In Esophageal Atresia .............................................................................. 260
Fetal Intervention Therapy in Congenital Heart Failure .................................................. 268
Pengembangan Pendidikan Kedokteran Masa Depan 276

5|Page
6 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 1

Transformasi Sistem Pendidikan Kedokteran Kedepan dalam


Mendukung Sistem Pelayanan Kesehatan di Era Digital
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

7|Page
8 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

9|Page
10 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

11 | P a g e
12 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

13 | P a g e
14 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

15 | P a g e
16 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

17 | P a g e
18 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

19 | P a g e
20 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

21 | P a g e
22 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

23 | P a g e
24 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

25 | P a g e
26 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

27 | P a g e
28 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

29 | P a g e
30 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

31 | P a g e
32 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

33 | P a g e
34 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Paparan IDI dalam Dengar Pendapat dengan Komisi IX - Tentang


Defisit Keuangan BPJS-K
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

35 | P a g e
36 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

37 | P a g e
38 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

39 | P a g e
40 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

41 | P a g e
42 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Konsep IDI Menjawab Tantangan Global


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

43 | P a g e
44 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

45 | P a g e
46 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

47 | P a g e
48 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

49 | P a g e
50 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Pandangan IDI Terhadap Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan


Kesehatan di Era JKN

51 | P a g e
52 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

53 | P a g e
54 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

55 | P a g e
56 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

57 | P a g e
58 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

59 | P a g e
60 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

61 | P a g e
62 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

63 | P a g e
64 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Concept of Indonesian Doctor Responding to Global Challenges 4.0

65 | P a g e
66 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

67 | P a g e
68 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

69 | P a g e
70 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

71 | P a g e
72 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

73 | P a g e
74 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

75 | P a g e
76 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

77 | P a g e
78 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini

79 | P a g e
80 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

81 | P a g e
82 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

83 | P a g e
84 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

85 | P a g e
86 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

87 | P a g e
88 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

89 | P a g e
90 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

91 | P a g e
92 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Transformasi dan Regulasi Baru Pendidikan Kedokteran di


Indonesia Untuk Menghadapi Sistem Pelayanan Kesehatan Global
Di Era Digital 4.0, P.21, dan Era Normal Baru
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

93 | P a g e
94 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

95 | P a g e
96 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

97 | P a g e
98 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

99 | P a g e
100 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

101 | P a g e
102 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

103 | P a g e
104 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

105 | P a g e
106 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

107 | P a g e
108 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

109 | P a g e
110 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

111 | P a g e
112 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

113 | P a g e
114 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

115 | P a g e
116 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

117 | P a g e
118 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Diperlukan Regulasi Baru untuk Sinergitas O.P dan Pemerintah


untuk Menghadapi Sistem Pelayanan Kesehatan Global di Era
Digital 4.0, P.21, dan Era Normal Baru
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

119 | P a g e
120 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

121 | P a g e
122 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

123 | P a g e
124 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

125 | P a g e
126 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

127 | P a g e
128 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

129 | P a g e
130 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

131 | P a g e
132 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Tinjauan Penyelenggaraan JKN untuk Hindari Pelayanan JKN yang


Substandar
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

133 | P a g e
134 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

135 | P a g e
136 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

137 | P a g e
138 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

139 | P a g e
140 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

141 | P a g e
142 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

143 | P a g e
144 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

145 | P a g e
146 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

147 | P a g e
148 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Diperlukan Regulasi Baru Untuk Pemenuhan Kebutuhan Dokter


Spesialis - Subspesialis di Indonesia Pada Era Digital 4.0,P21, dan
Era Normal Baru

149 | P a g e
150 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

151 | P a g e
152 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

153 | P a g e
154 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

155 | P a g e
156 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

157 | P a g e
158 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

159 | P a g e
160 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

161 | P a g e
162 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

163 | P a g e
164 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Diperlukan Transformasi Pendidikan Kedokteran Indonesia pada


masa depan yang universal untuk menghadapi pelayanan
kedokteran pada Era Digital 4,0, P 21, dan Era Normal Baru
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

165 | P a g e
166 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

167 | P a g e
168 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

169 | P a g e
170 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

KONSEP IDI MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL 4.0

171 | P a g e
172 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

173 | P a g e
174 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

175 | P a g e
176 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

177 | P a g e
178 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

179 | P a g e
180 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

181 | P a g e
182 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

183 | P a g e
184 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

185 | P a g e
186 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Permasalahan dan Solusi untuk mencapai Indonesia Emas


2045. Presentasi pada Forum Diskusi Fraksi Golkar DPR RI
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

187 | P a g e
188 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

189 | P a g e
190 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

191 | P a g e
192 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini

193 | P a g e
194 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Dengan UU Dikdok Baru Indonesia menyiapkan Pendidikan


Kedokteran Masa Depan dan pelayanan kesehatan pada Era Global
4.0 Oktober 2021

195 | P a g e
196 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

197 | P a g e
198 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

199 | P a g e
200 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

201 | P a g e
202 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

203 | P a g e
204 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

205 | P a g e
206 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

207 | P a g e
208 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

209 | P a g e
210 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

211 | P a g e
212 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

213 | P a g e
214 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

215 | P a g e
216 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Posisi strategis sistem pendidikan kedokteran dan sistem


pembiayaan dalam mendukung kesehatan kedepan (2025)

217 | P a g e
218 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

219 | P a g e
220 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

221 | P a g e
222 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

223 | P a g e
224 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

225 | P a g e
226 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

227 | P a g e
228 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

229 | P a g e
230 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

231 | P a g e
232 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

233 | P a g e
234 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

235 | P a g e
236 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Forum Diskusi Kemendikbud Ristek Dikti & Tim Inti DikDok Ikatan
Dokter Indonesia
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

237 | P a g e
238 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

239 | P a g e
240 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

The Role Of Artificial Intelligence In Obsetric and Gynecology


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

241 | P a g e
242 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

243 | P a g e
244 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini

245 | P a g e
246 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

247 | P a g e
248 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

249 | P a g e
250 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

251 | P a g e
252 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

The Role Of Robotic Surgery In Gynecology


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

253 | P a g e
254 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

255 | P a g e
256 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini

257 | P a g e
258 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

259 | P a g e
260 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Fetal Surgery In Esophageal Atresia


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

261 | P a g e
262 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

263 | P a g e
264 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

265 | P a g e
266 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

267 | P a g e
268 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Fetal Intervention Therapy in Congenital Heart Failure


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini

269 | P a g e
270 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

271 | P a g e
272 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Cara Mengakses Video:


Scan QR Code dibawah ini

273 | P a g e
274 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

275 | P a g e
276 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Pengembangan Pendidikan Kedokteran Masa Depan


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

277 | P a g e
278 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

279 | P a g e
280 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

281 | P a g e
282 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

283 | P a g e
284 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

285 | P a g e
286 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 2

LAMPIRAN 2 .................................................................................................................... 287


DISKUSI PANEL PRAMUKTAMAR IDI XXXI SERI 4 .................................................... 288
Rekomendasi Komisi F Muktamar IDI............................................................................ 296
Menjawab Tudingan Supresmasi Organisasi Profesi Dokter ......................................... 308
Omnibus Law Kesehatan: Pro-Kontra Bakal Jumbonya Wewenang Menkes ................ 309

287 | P a g e
288 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 2

DISKUSI PANEL PRAMUKTAMAR IDI XXXI SERI 4


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

289 | P a g e
290 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

291 | P a g e
292 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

293 | P a g e
294 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

295 | P a g e
296 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Rekomendasi Komisi F Muktamar IDI


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

297 | P a g e
298 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

299 | P a g e
300 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

301 | P a g e
302 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

303 | P a g e
304 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

305 | P a g e
306 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

307 | P a g e
308 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Menjawab Tudingan Supresmasi Organisasi Profesi Dokter


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Omnibus Law Kesehatan: Pro-Kontra Bakal Jumbonya Wewenang


Menkes

Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan


masih menjadi pro dan kontra. Akhir 2022, sejumlah organisasi
profesi kesehatan melakukan unjuk rasa agar RUU tersebut tidak
masuk dalam prioritas legislasi. Unsur yang ikut dalam
demonstrasi itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia
(PDGI).

Adapun tiga hal yang menjadi poin keberatan pada saat itu
dimuat dalam rilis pers. Pertama, menolak RUU Kesehatan
Omnibus Law dan memintanya mengeluarkan dari prioritas
legislasi. Kedua, menolak liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan.
Ketiga, menolak pelemahan profesi kesehatan dan penghilangan
peran-peran penting organisasi profesi.

Dihubungi lewat sambungan telepon, Sekretaris Satgas


Penyelamatan RUU Keperawatan yang juga anggota Departemen
Hukum dan Perundang-undangan Perhimpunan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) Ahmad Efendi Kasim menjelaskan
keberatan PPNI soal Omnibus Law RUU Kesehatan ini.

Menurut dia tidak diakomodirnya norma-norma keperawatan


dalam Omnibus Law Kesehatan akan menjadi masalah karena
dalam pelayanan kesehatan, tugas perawat sangat krusial. Belum
lagi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berjanji
menyetarakan dalam arti memberikan akses kesempatan yang

309 | P a g e
310 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

sama terhadap dokter maupun perawat. Namun hal itu tidak


tergambar dalam draf omnibus law.

"Khusus perawat bahwa di dalam RUU Kesehatan dengan


omnibus law norma-norma keperawatan tidak ada. Dari 447
pasal dalam RUU Kesehatan tak ada terkait norma klausul atau
aturan tentang keperawatan. Ini yang kita perjuangkan," kata
Ahmad Efendi Kasim kepada Bloomberg Technoz.

Selain itu kata dia terkait kesetaraan, dalam draf UU ini juga
tidak dibahas. Dalam hal ini adalah soal spesialisasi perawat yang
seharusnya mulai diatur apabila pemerintah ingin memberikan
ruang karier dan keahlian yang lebih baik. Dia mengatakan akses
itu bisa berupa pendidikan spesialisasi perawat hingga kepastian
aturan klinik pratama memiliki perawat spesialisasi.

"Pelayanan kesehatan itu core ada dua itu kedokteran dan


keperawatan, ingin argumentasi bagus namun tak diwujudkan
dalam 1 norma pun dalam RUU Kesehatan," lanjutnya.

Sementara sebelumnya Wakil Ketua Pengurus Besar (PB) Ikatan


Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto mengatakan PB IDI
menolak RUU Kesehatan Omnibus Law sebagai prioritas
legislasi. Kata dia, tidak ada urgensi untuk membahasnya dan
yang dibutuhkan saat ini adalah UU Sistem Kesehatan Nasional.

“IDI akan membantu negara untuk menyusun sistem kesehatan


nasional yang kompleks, yang komprehensif. Tapi bukan dalam
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

bentuk omnibus law dengan mencabut UU Praktik Kedokteran,”


katanya sebagaimana dikutip dari laman dpr.go.id.

Selain itu kata dia terkait kesetaraan, dalam draf UU ini juga
tidak dibahas. Dalam hal ini adalah soal spesialisasi perawat yang
seharusnya mulai diatur apabila pemerintah ingin memberikan
ruang karier dan keahlian yang lebih baik. Dia mengatakan akses
itu bisa berupa pendidikan spesialisasi perawat hingga kepastian
aturan klinik pratama memiliki perawat spesialisasi.

"Pelayanan kesehatan itu core ada dua itu kedokteran dan


keperawatan, ingin argumentasi bagus namun tak diwujudkan
dalam 1 norma pun dalam RUU Kesehatan," lanjutnya.

Sementara sebelumnya Wakil Ketua Pengurus Besar (PB) Ikatan


Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto mengatakan PB IDI
menolak RUU Kesehatan Omnibus Law sebagai prioritas
legislasi. Kata dia, tidak ada urgensi untuk membahasnya dan
yang dibutuhkan saat ini adalah UU Sistem Kesehatan Nasional.

“IDI akan membantu negara untuk menyusun sistem kesehatan


nasional yang kompleks, yang komprehensif. Tapi bukan dalam
bentuk omnibus law dengan mencabut UU Praktik Kedokteran,”
katanya sebagaimana dikutip dari laman dpr.go.id.

Oleh karena itu menurut dia, pemerintah bukan mau mengambil


alih kewenangan apa pun dalam hal mengatur soal kesehatan
dan kedokteran di dalam negeri, apakah soal pemenuhan dokter,
pendidikan hingga izin praktik.

311 | P a g e
312 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Dihubungi lewat sambungan telepon, pengamat kesehatan yang


juga mantan Ketua Umum IDI Prijo Sidipratomo menilai bahwa
RUU dengan metode omnibus law seharusnya dibahas dengan
transparan mengingat ada regulasi yang akan dihapuskan.
Apalagi implikasinya akan sangat luas.

"Hendaknya jangan terburu-buru karena ada begitu banyak pasal


yang harus disinkronkan supaya tak redundant dan alurnya jelas.
RUU ini kesannya ada pasal-pasal yang bertentangan dan tak
sesuai dengan realitas yang ada. Jadi bicarakan secara terbuka
dengan seluruh stakeholder yang ada dan akan terlibat," kata
Prijo pada Jumat pagi (24/2/2023).

Dia menjelaskan sejumlah poin krusial yang menjadi titik


keberatan oleh paramedis tersebut.

Pertama, poin yang berkaitan terhadap perlindungan


masyarakat yang berhubungan dengan universal social insurance
coverage yakni jaringan pengaman kesehatan. Pada UU yang
lama ada di bawah presiden pada RUU Omnibus Law Kesehatan
ini harus melalui menkes.

"Ini berbahaya karena persoalan keuangan untuk itu bisa


didalam kekuasaan menkes. Itu sangat riskan karena dana publik
kok didalam kekuasaan menkes," kata dia.

Poin kedua, soal garansi keselamatan pasien dari dokter yang tak
baik. Menurut dia, hilangnya rekomendasi organisasi profesi
untuk bisa praktik seorang dokter akan berbahaya. Umumnya
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

organisasi profesi yang paling tahu siapa anggotanya yang


melanggar etik kedokteran.

Poin ketiga, hilangnya peran masyarakat guna menjaga good


governance praktik kedokteran. Selama ini ada Konsil
Kedokteran Indonesia yang bertanggung jawab kepada presiden
namun akan diubah menjadi bertanggung jawab dan ditentukan
oleh menkes.

Dia mengatakan masih ada poin lainnya namun yang perlu


diketahui adalah jangan sampai bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 1945. Disebutkan bahwa persoalan kesehatan harus
menjadi tanggung jawab negara berdasarkan sila ke-5 yakni
keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia. Prijo kemudian
mengutip pasal dalam UUD.

Sementara itu dalam pasal di UUD 45 juga tertuang sebagai


berikut:

Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan

Pasal 34 ayat 3
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak

313 | P a g e
314 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

"Itu alasan mengapa sektor kesehatan tak boleh dikomersilkan


atau diliberalisasikan," katanya lagi.

Selain itu dia juga menyinggung perihal esensi organisasi profesi


dokter yang seharusnya satu.

Pemerhati kesehatan dr Jusuf Kristianto memandang bahwa ada


baiknya menampung sudut pandang berbagai pihak dan dari
berbagai disiplin ilmu. Diketahui bahwa RUU Kesehatan memuat
6 tranformasi sistem kesehatan yakni transformasi layanan
primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem
ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan
kesehatan, transformasi sumber daya manusia kesehatan dan
transformasi teknologi kesehatan.

Dia mengatakan setuju apabila ada peran organisasi profesi


dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan
surat tanda registrasi (STR) terkait profesi. Namun kata dia
jangan sampai mempersulit pembuatan STR. Jusuf juga
menyinggung perlunya peluang yang sama bagi dokter umum
dan dokter spesialis tanpa melihat latar belakang keluarga serta
kondisi ekonomi keluarga.

"Positifnya, RUU Kesehatan ini juga menjanjikan adanya


perubahan sistem pendidikan yang lebih baik. Seperti
pendidikan dokter spesialis yang tidak lagi berbasis universitas
melainkan berbasis rumah sakit," kata Jusuf Kristianto pada
Jumat pagi (24/2/2023).
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Pada dasarnya kata dia pembahasan harus transparan dan ruang


dibuka seluas-luasnya sebelum Omnibus Law Kesehatan
diundangkan.

"Perlu penjelasan khusus agar lebih jelas dan tidak ada persepsi
yang salah berupa upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan
melalui RUU Kesehatan Omnibus Law," kata pakar kesehatan
yang juga dosen FKM UI ini.

Sementara Ahmad Effendi Kasim juga tak menampik implikasi


Omnibus Law RUU Kesehatan yang akan memberikan
wewenang lebih besar kepada menkes. Termasuk soal kolegium
di UU Keperawatan dan UU Kedokteran yang tadinya dibentuk
organisasi profesi namun kemudian akan menjadi badan khusus
yang akan bertanggung jawab kepada menteri. Namun menurut
dia, untuk berupaya memperbaiki sesuatu memang perlu
kewenangan. Oleh karena itu perlu komunikasi dan ruang
seluas-luasnya untuk menampung aspirasi dari para pemangku
kepentingan.

"Kalau secara umum apakah superbody ya mengarah ke situ?


Tapi memang kalau ingin memperbaiki tak diberi kewenangan ya
bagaimana," kata dia.

315 | P a g e
316 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 3

LAMPIRAN 3 .................................................................................................................... 316


Transformasi Organisasi IDI – dr. Ario Djatmiko ............................................................ 317
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 3

Transformasi Organisasi IDI – dr. Ario Djatmiko

317 | P a g e
318 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

319 | P a g e
320 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

321 | P a g e
322 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

323 | P a g e
324 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

325 | P a g e
326 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 4

LAMPIRAN 4 .................................................................................................................... 326


Organisasi Profesi Untuk Siapa ..................................................................................... 327
DOKTER MINUS ETIKA ................................................................................................ 328
Hanya Satu IDI Untuk Rakyat Indonesia........................................................................ 331
Empat Keliru Terhadap IDI ............................................................................................ 333
Revisi UU Praktik Kedokteran antara Esensi dan Urgensi ............................................. 336
KESIMPULAN RAPAT DEWAN PERTIMBANGAN ........................................................... 337
Judical Review Undang-Undang Kesehatan.................................................................. 340
OBRAL SEKOLAH DOKTER ......................................................................................... 344
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

LAMPIRAN 4

Organisasi Profesi Untuk Siapa


Sukman Tulus Putra

Koran Kompas, 7 Juni 2022

327 | P a g e
328 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

DOKTER MINUS ETIKA


Oleh: Zaenal Abidin

(Penulis adalah Ketua Umum PB IDI periode 2012-2015 dan Sekjen PB IDI periode
2006 - 2009)

Dokter itu profesi luhur (noble profession), sebab dalam pengabdiannya lebih
mengutamakan kepentingan masyarakat (altruistic). Dan profesi luhur itu sepantasnya
hanya dipercayakan kepada orang yang memiliki etika luhur pula.

Profesi dokter pernah mengalami sejarah masa kelam pada lampau. Setelah
Hippokrates meninggal banyak muridnya yang tidak patuh pada ajaran, misalnya,
“dokter tidak seharusnya bekerja untuk keuntungan pribadi, melainkan karena cinta
pada manusia.”

Mereka menyalahgunkan ajaran Hippokrates dengan melakukan perbuatan tercela.


Lebih memilih euthanasia dengan memberikan racun ketimbang berupaya
menyembuhkan pasien. Menipu dan membocorkan rahasia, mencobakan metode
pengobatan atau obat yang belum terbukti khasiatnya, dan sebagainya.

Kejadian di atas mendorong Pythagoras dan pengikutnya berupaya merebut kembali


kepercayaan masayarakat dengan mengucapkan sumpah. Karena itu, tidaklah salah
apabila disebut “Manifesto Pythagorean.” Tidak salah pula apabila sumpah ini
dinamakan “Sumpah Hippokrates” guna menghormatinnya sebagai Bapak Ilmu
Kedokteran Modern. Pada masa Ibnu Sina di Gurganj pun demikian. Banyak dokter
tidak kompeten, diagnosanya sering keliru, menyalahgunakan pekerjaannya,
sehingga merugikan masyarakat. Menurut Ibnu Sina, syarat utama bekerja di bidang
kedokteran ialah penguasaan ilmu dan latihan di bidang tersebut. Orang yang bergelut
dengan nyawa manusia seharusnya orang-orang pilihan yang mulia akhlaknya,
rendah hati, dan tidak tamak.

Dalam perkembangan, tampaknya Sumpah Hippokrates belum cukup untuk


mencegah perilaku tercela para dokter. Serentetan peristiwa kelam masih terjadi.
Seperti yang sangat fenomenal ketika para dokter melakukan tindakan kriminal,
kekejaman medis dengan dalih penelitian ilmiah kepada tawanan Perang Dunia ke-2.
Mereka melakukan riset tidak etis, tidak manusiawi, tanpa penjelasan dan persetujuan
manusia yang dijadikan obyek. Akibatnya, banyak yang meningal. Kejadian ini
terungkap dalam Tribunal Nuremberg, yang kemudian dirumuskan dalam Kode
Nuremberg 1947. Tidak berhenti sampai di situ, masih ada kejadian berikutnya,
sehingga lahirlah Pedoman Internasional Pengaturan Penelitian Medis pada Manusia.
World Medical Association pun kemudian memperbaharui dan sempurnakan bunyi
sumpah dokter, 1947 dan merumuskan Kode Etik Kedokteran Internasional, 1949.
Mengapa Perlu Etika dan Kode Etik?
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Setidaknya ada tiga alasan yang bisa saya kemukakan untuk menjawab pertanyaan
ini. Pertama, karena profesi kedokteran melayani masyarakat. Boleh dikata semua
orang membutuhkan pelayanan dokter. Dalam pelayanan kedokteran terjadi
hubungan kepercayaan antara dua insan, dokter dan pasien (fiduciary relationship).
Begitu pula hubungan antara dokter peneliti dan orang coba. Hubungan kepercayaan
yang amat tinggi inilah yang memunculkan tanggung jawab dokter sebagai profesi.
Kedua, untuk mencegah dokter berbuat tercela kepada pasien yang awam. Ketiga,
menjaga martabat dan keluhuran profesi kedokteran. Seorang dokter harus
bertanggung jawab menjaga martabat dan keluhuran profesinya. Dalam dimensi
tanggung jawab ini pula yang menempatkan pofesi dokter sebagai warisan
kemanusiaan tertua, yang tetap abadi selamanya.

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam etika kedokteran, yakni: etika jabatan
kedokteran (medical ethics) dan etik asuhan kedokteran (ethics of the medical care).
Etika jabatan menyangkut masalah yang berhubungan dengan sikap para dokter
terhadap sejawat, para pembantunya, serta terhadap masyarakat dan pemerintah.
Sedang etika asuhan adalah etika kedokteran dalam kehidupan sehari-hari, peraturan
tentang sikap dan tindakan seorang dokter terhadap pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.

Etika kedokteran mengatur bagaimana seharusnya dokter berperilaku dan


melaksanakan pengamalan profesinya. Etika ini hanya berlaku di lingkungan sendiri
(tidak mengatur kelompok masyarakat lain), mengandung larangan dan kewajiban,
menggugah sikap manusiawi dalam melayani, serta disusun dan diterapkan oleh
organisai profesi bersangkutan. Jadi tidak benar bila ada organisasi profesi yang tidak
memiliki dan mengurus etika anggotanya. Karena itu tidak mencermintan suatu
organisasi profesi.

Dikenal empat prinsip etika kedokteran. Pertama, tidak merugikan (non maleficence).
Perbuatan baik tidak boleh dicapai dengan perantaraan buruk. Kedua, berbuat baik
(beneficence), merupakan segi positif dari prinsip tidak merugikan. Ketiga, otonomi,
berarti adanya kebebasan untuk bertindak dan mengambil keputusan. Keempat,
keadilan, berarti adanya perlakuan yang sama untuk orang yang sama pada situasi
yang sama.
Kewajiban dan larangan dalam etika kedokteran ada empat macam, sebagaimana
yang termuat di dalam Kode Etik Kedokeran Indonesia (Kodeki). Pertama, kewajiban
umum. Kedua, kewajiban dokter terhadap masyarakat/pasien. Ketiga, Kewajiban
terhadap teman sejawat. Keempat, Kewajiban terhadap diri sendiri.

Kode etik kedokteran adalah aturan-aturan atau pedoman tentang sikap dan perilaku
yang harus dimiliki dan dipatuhi oleh seorang dokter. Memuat hal yang boleh
dilakukan dan yang harus dihindari. Dengan berpedoman pada kode etik seorang
dokter diharapkan dapat mengamalkan profesinya dengan baik.

329 | P a g e
330 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Dalam penerapannya, tidak semua perilaku spesifik dokter dapat dirumuskan dalam
kode etik. Hal ini mengingat kode etik hanyalah merupakan daftar ketentuan tertulis
dari moral rules. Sedang, moral rules sendiri baru dapat dirumuskan apabila perilaku
spesifik tersebut hampir selalu benar atau hampir selalu salah. Dalam kenyataannya,
banyak hal-hal yang tidak dapat dipastikan moral rules-nya secara hitam-putih.
Karena itu, moral standards dan moral principles perlu dijadikan acuan manakala kode
etik tidak mampu menjawab isu-isu etika.

Siapa yang Untung? Sebetulnya tidak ada yang diuntungkan oleh dokter minus etika
ini. Bahkan hanya kerugian. Pihak pertama yang paling dirugikan tentu masyarakat
sebagai pengguna layanan. Pihak kedua, dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan
tempatnya bekerja, sebab seputasinya akan rusak dan tidak dipercaya. Pihak ketiga
ialah profesi kedokteran yang tercoreng martabat dan keluhurannya. Jadi, sebetulnya
dokter minus etika itu merugikan manusia dan ke-manusiaan.

Untuk mencegah terjadinya dokter minus etika tentu harus dimulai dari dokter itu
sendiri. Dokter tersebut harus sadar bahwa ia sedang menerima amanah dan
tanggung jawab atas kepercayaan pasien. Ia harus menjunjung tinggi kepercayaan
yang diterimanya dengan memberikan pelayanan dan perawatan sebaik-baiknya.
Terus, bagaimana dengan organisasi profesi? Organisasi profesi harus mengambil
tanggung jawab untuk mencegah terjadinya minus etika. Menghimbau dan melarang
perilaku tercela anggotanya demi menjaga kehormatan masyarakat dan keluhuran
profesinya.

Membina anggotanya agar mematuhi sumpah dokter dan kode etik kedokteran dalam
kesehariannya. Apabila telah diingatkan namun tetap minus etika, maka organisasi
profesi dituntut untuk memberi sanksi etik. Sanksi dapat berupa teguran, pengasingan
atau pengucilan, skorsing sampai dikeluarkan dari keanggotaan organisasi profesi.
Jadi, pengucilan, skorsing, dikeluarkan dari organisasi, hal biasa bagi suatu profesi.

Bila sanksi diterima, dijalani dengan tulus maka organisasi profesi akan merehabilitasi
namanya agar dapat kembali diterima oleh para sejawatnya. Namun, jika tidak setuju
atau berkeberatan dengan sanksi tersebut maka ia berhak mengajukan pembelaan
diri. Begitulah sejatinya profesi dokter manjaga harkat dan keluhuran profesinya.
Wallahu a'lam bishawab.
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Koran Sindo, 09 Juni 2022

Hanya Satu IDI Untuk Rakyat Indonesia

Oleh: Zaenal Abidin

(Penulis adalah Ketua Umum PB IDI periode 2012-2015 dan Sekjen PB IDI periode
2006 - 2009)

Yudi Latif menulis dalam buku “Pendidikan yang Berkebudayaan” bahwa karena
pemerintah membutuhkan tenaga-tenaga medis terampil maka sejak tahun 1822
dimulailah pelatihan juru medis melalui kursus-kursus vaksinator. Kursus-kursus ini
kemudian dikembangkan menjadi Sekolah Dokter Djawa tahun 1851.

Awalnya sekolah kejuruan ini diperuntukkan untuk anak priyai, namun anak priyai
lebih suka bersekolah di Sekolah Radja. Nah, untuk menarik minat pendaftar
pemerintah memberi sejumlah insentif berupa beasiswa dan janji menjadi pegawai
pemerintah.

Khusus untuk Sekolah Dokter Djawa sejak 1891 dibuatkan pengaturan khusus yang
memungkinkan para siswa yang berminat masuk sekolah ini bisa masuk ke
Europeesch Lagere School (ELS). Dan pada akhirnya banyak dari keluarga priyai
rendahan yang berminat. Bahkan sering dari keluarga pedagang serta penduduk
desa. Tahun 1900-1902,

Sekolah Dokter Djawa diubah menjadi STOVIA (School tot Opleiding van Artsen).
Masa belajar pun diperpanjang menjadi enam tahun tahap geneeskundige (inti
persekolahan kedokteran), setelah sebelumnya mengikuti tiga tahun masa persiapan
dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

Menjelang Lahirnya IDI


Situasi politik awal kemerdekaan menyebabkan dokter-dokter pribumi masih kesulitan
mendirikan organisasi yang berskala nasional, walau sudah aktif berorganisasi.
Karena itu tidak dapat dipungkiri banyak dokter menjadi pejuang kemerdekaan NKRI.
Ketika itu dokter-dokter pribumi tersebar di daerah pendudukan dan daerah republik
federal. Belum lagi saat itu terdapat empat macam dokter berdasarkan kelulusannya.
Ada dokter Jawa lulusan Sekolah Dokter Jawa, ada Indische Arts lulusan sekolah
dokter pribumi STOVIA dan NIAS Surabaya, serta dokter lulusan Faculteit Medica
Batavia (1927), dan bahkan ada dokter Indonesia lulusan luar negeri.

Tahun 1948 barulah dokter-dokter Indonesia memiliki kesempatan mendirikan


organisasi profesi, namanya Perkumpulan Dokter Indonesia (PDI). Pendiriannya
dimotori oleh para dokter muda di bawah pimpinan dr. Darma Setiawan Notohadmojo.

331 | P a g e
332 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

PDI lahir pada awal revolusi kemerdekaan sehingga berfungsi pula sebagai badan
perjuangan di daerah-daerah pendudukan Belanda. Pada waktu yang hampir
besamaan, berkembang juga Persatuan Perthabiban Indonesia (Perthabin) Cabang
Yoyakarta. Organisasi ini dianggap sebagai kelanjutan dari Vereniging van
Indonesische Geneeskundige.

Dua tahun setelah berdirinya PDI dan Perthabin, para pimpinan kedua organisasi
profesi itu mengadakan pertemuan guna mendirikan sebuah organisasi kedokteran
Indonesia yang baru. Tanggal 30 Juli 1950 pimpinan PDI dan Perthabin mengadakan
rapat di rumah dr. Soeharto, Jalan Kramat 106 Jakarta (kini adalah Apotek Titimurni).
Perthabin diwakili oleh dr. Abdul Rasjid dan dari PDI hadir dr. Soeharto, dr. Bahder
Djohan, dr. Seno Sastroamidjojo dan lain-lain.

Peserta rapat berpendapat bahwa pada era sebelum kemerdekaan, dokter-dokter


pribumi belum sempat mendirikan organisasi profesi sendiri. Walau sebelumnya
pernah ada Vereniging van Indonesische Artsen sebagai tempat dokter pribumi
berkumpul namun tidak berlansung lam, dibubarkan oleh pendudukan Jepang.
Karena itu, peserta rapat menginginkan sebuah perkumpulan dokter baru yang
anggotanya hanya terdiri dari para dokter pribumi saja. Organisasi yang merupakan
representasi dunia dokter dan kedokteran Indonesia, baik di dalam maupun di luar
negeri. Mereka pun bersepakat membentuk Dokter Warga Negara Indonesia (WNI).

Dokter Bahder Djohan menuturkan kesannya pada rapat tanggal 30 Juli 1950 itu
dalam Majalah Kedokteran Indonesia 1962 berikut ini. “Kalau bukan karena moral
yang tinggi dan tanggung jawab yang penuh keinsyafan dan kesadaran yang tinggi
dari pemuka kedua pihak, maka kemungkinan akan terjadi suatu perpecahan. Tetapi
moral yang tinggi dari kedua mereka yang bertanggung jawab telah membawa
penyelesaian yang mulia...”

Pelajaran yang dapat dipetik dari para pendiri IDI di atas adalah bila ingin mendirikan
organisasi profesi dokter maka para pendirinya harus memiliki moral tinggi, tanggung
jawab yang penuh keinsyafan, disertai kesadaran yang tinggi bahwa mereka akan
mendirikan organisasi profesi yang luhur. Tanpa nilai luhur seperti yang dikatakan dr.
Bahder Djohan di atas maka organisasi IDI tidak terbentuk. Andai pun lahir, tidak akan
bertahan sampai sekarang. Sebab, pasti ditolak oleh para dokter serta tidak akan
diterima masyarakat. Ibarat bunga, “layu sebelum berkembang.”

Keinsyafan dan moral tinggi para pendiri IDI perlu diteladani oleh Indonesia
setelahnya. Moral etik profesi sudah melekat pada diri mereka masing-masing. Melalui
kebiasaan berdialog secara demokratis, moral etik individu berkembang menjadi
moral etik komunitas, yang menjadi modal dasar untuk mendirikan dan
mengembangkan organisasi profesi dokter
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Media Indonesia, 16 Januari 2022

Empat Keliru Terhadap IDI


Oleh: Zaenal Abidin

(Penulis adalah Ketua Umum PB IDI periode 2012-2015 dan Anggota Dewan
Pertimbangan PB IDI periode 2022-2025)

Belakangan ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendapat sorotan, dituding super body
dan terlampau berkuasa. Akibatnya, ada yang mengusulkan agar kewenangan IDI
dibatasi. Ada pula yang mau bubarkan.

Empat kekeliruan
Setidaknya ada empat kekeliruan dalam memandang IDI. Pertama, dituding
penyebab belum berpraktiknya 3.457 calon dokter berdasarkan data Panitia Nasional

Uji Kompetensi
Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter (UKMPPD) 2020. Kedua, menghambat praktik
dokter warga negara Indonesia (WNI) lulusan luar negeri. Ketiga, melarang
penggunaan metode pengobatan baru dan obat baru yang belum berbasis bukti.
Keempat, dianggap kuasa keluarkan surat izin praktik dokter (SIP). Belum
berpraktiknya retaker calon dokter bukan karena IDI, melainkan karena belum lulus,
belum memperoleh setifikat profesi (ijazah) dokter menurut Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dan belum mengangkat sumpah. Jadi
masih menjadi tanggung jawab Perguruan Tinggi tempat mereka belajar. Kondisinya
sangat berbeda dengan 2500 retaker sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Sebab retaker ini sudah berstatus
dokter. Hanya saja ketika ikut Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) ternyata belum
lulus. Karena jumlahnya cukup banyak maka Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi
IX DPR RI, meminta IDI untuk menyelesaikan. Tentu jelas alasanya, sebab mereka
telah berstatus dokter dan sudah menjadi anggota IDI.

Upaya penyelesaiannya tidak mudah. IDI harus mengeluarkan dana cukup besar dan
menuai kritik dari pihak tertentu sebab dianggap ingin meluluskan begitu saja. Dalam
prosenya,

IDI mengumpulkan para retaker yang masih berminat berpraktik di beberapa regional.
Membimbingnya dengan bahan ajar yang sama, yakni: “Panduan Praktik Klinik bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer” dan “Panduan Keterampilan Klinis
bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Primer.” Soal UKDI pun dibuat terstandar, mengacu
pada kedua bahan ajar tersebut. Semangat retaker dibangkitkan dengan
mendatangkan psikolog dan psikiater untuk memotivasinya. Dokter WNI lulusan luar
negeri. Perlu diketahui, tidak semua fakultas kedokteran di luar

333 | P a g e
334 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

negeri memiliki kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan pelayanan di Indonesia. Bila


kurikulum dan kompetensi lulusan sangat berbeda tentu perlu ada proses
penyetaraan melalui uji kompetensi dan adaptasi. Kompetensi dokter tidak hanya
menyangkut kemahiran teori tapi juga perlu mahir dan terampil menangani kasus.

Keterlibatan IDI dalam hal ini kolegium, hanya membantu memastikan bahwa dokter
tersebut telah kompeten menangani kasus penyakit di Indonesia. Mengapa kolegium?
Sebab kolegium yang merupakan satu kesatuan dengan perhimpunan adalah
pengampu pendidikan dan pelatihan. IDI juga dituding berkuasa menghambat
penemuan baru bidang kedokteran. Pasalnya, karena melarang penggunaan
metodologi pengobatan baru atau obat baru dalam pelayanan bila belum berbasis
bukti. Di lain sisi ada sebagian orang yang karena kepentingan atau ketidaktahuan,
mendesak IDI agar melonggarkannya. Sebagai organisasi profesi tentu IDI akan
memegang prinsipnya, bahwa seorang dokter wajib menjunjung tinggi kepercayaan
yang diterima dari pasien dengan memberikan pelayanan dan perawatan sebaik-
baiknya. Melayani dan merawat dengan penuh tanggung jawab, dibarengi perilaku
luhur.

Terkait dengan SIP dokter. Sejak lahirnya, IDI belum pernah diberi kewenangan
menerbitkan SIP. Kewenangan tersebut selalu dipegang oleh pemerintah daerah.
Bahkan setelah terbitnya Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, IDI Cabang setempat hanya diberi wewenang untuk memberi
rekomendasi ditujukan kepada dinas kesehatan.

Mengapa IDI cabang? Sebab IDI cabang-lah yang lebih mengetahui kompetensi dan
catatan perilaku anggotanya. Karena itu, IDI cabang diharap terlibat dalam mengawasi
dan membina anggotanya.

Standar profesi
Sebagai profesi mulia, pekerjaan dokter membutuhkan “body of knowledge” sebagai
dasar bagi perkembangan teori yang sistematis untuk, menghadapi berbagai
tantangan. Profesi dokter juga perlu standar profesi dan kode etik yang orientasi
utamanya adalah memberi pelayanan kepada pasien. Kenapa demikian? Sebab,
dokter selalu dituntut pertanggung jawaban dalam menjalankan pekerjaan profesinya.
Itu sebabnya Wilensky (1964) menyebutnya bukan sembarang pekerjaan.
Pekerjaannya dokter tidak dapat digantikan oleh yang bukan dokter.

Menurut WTO, standar profesi itu dibatasi oleh kisi-kisi yang merupakan kumpulan
ukuran-ukuran untuk digunakan sebagai pedoman atau norma-norma dalam profesi.
Pada pokoknya terdiri dari: 1) standar pendidikan, 2) etika profesi, 3) standar
kompetensi 4) standar
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

pelayanan. Adapun menurut Leenen standar profesi adalah perbuatan teliti, seksama,
yang dikaitkan dengan kelalaian (culpa). Bila bertindak tidak teliti, tidak berhati-hati,
maka ia memenuhi unsur kelalaian. Dan, bila sangat tidak berhati-hati, ia memenuhi
kelalaian berat (culpa lata).
Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan standar
kompetensi adalah pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik. Sementara Undang-undang No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, standar kompetensi adalah batasan kemampuan
(knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

Keempat tudingan keliru terhadap IDI di atas perlu mendapatkan klarifikasi secara
proporsional dan santun. Misalnya, dengan meningkatkan intensitas dialog dengan
lingkungan ekternal dan internal tanpa kecuali. IDI perlu banyak silaturrahim, dialog
publik, gagasan segar, dan inovasi baru terkait pelayanan kesehatan dan
pembangunan bangsa, sebagai bagian dari gagasan IDI Reborn. Wallahu a'lam
bishawab.

335 | P a g e
336 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Revisi UU Praktik Kedokteran antara Esensi dan Urgensi


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

KESIMPULAN RAPAT DEWAN PERTIMBANGAN

16 FEBRUARI 2023

Topik : Mengupas dan Ulasan terhadap RUU Kesehatan (Omnibus Law) sesuai
undangan Nomor : 2630/PB/A.5/2/2023.
Dihadiri :
-Prof.DR, Dr. I Oetama Marsis, Sp.OG
- Prof. DR. Dr. Sukman Tulus Putra, Sp.A(K) (Via Zoom)
-Dr. Zaenal Abidin, SH, MH
-Dr. Mayor Jenderal TNI (Purn) Dr. Ben Yura Rimba
-Mayor Jenderal TNI Dr. Budiman, Sp. BP-RE (K), MARS.
-Dr. Hadi Wijaya, MPH, MHKes.

Kesimpulan :
- RUU Kesehatan (Omnibus Law) sudah memasuki babak berikutnya, yang
mana sebagian besar masalah yang dianggap merugikan masyarakat sudah
dibicarakan dan direvisi oleh Baleg sebelum diserahkan ke Komisi 9 DPR untuk
dibahas.
- Namun begitupun masih ada kerawanan dgn dicabutnya 10 UU existing maka
kita akan menghadapi kekosongan hukum dalam pelayanan kesehatan kepada
masyarakat selama dalam masa pembahasan yang panjang dan melelahkan.
- Lahirnya UU Kesehatan (OBL) yang sapu jagad ini diharapkan akan
menyelesaikan masalah kesehatan ke depannya, sebab masalah kesehatan
itu bukan hanya masalah Jumlah Sumber Daya Manusia Kesehatan dan
Fasilitas Kesehatan saja, namun juga masalah pembiayaan kesehatan yang
perlu dipertajam dalam RUU Kesehatan ini misalnya Badan Publik BPJS
Kesehatan akan berada dibawah Menteri Kesehatan, ini tentu akan terjadi
jeterbatasan indepedensi suatu Lembaga Negara. Ada banyak hal lagi yang
menjadi konsern IDI namun sebagai organisasi Profesi IDI membatasi diri
hanya pada ruang lingkup Tupoksi IDI sesuai AD ART nya.
- Hal hal seperti isu membanjirnya Tenaga Kesehatan Asing yang disinyalir akan
memasuki NKRI, sudah ada tractat internasional yang mengaturnya di Asean
Chapter dan pastinya kepentingan nasional akan diutamakan. Simulasi
permasalahan antara masuknya Tenaga Medis Asing, dengan keluar nya
devisa Indonesia keluar negeri demi berobat, dibandingkan dengan tingginya
pajak Alkes dan tidak adanya subsidi pemerintah untuk alkes berteknologi
tinggi yang sangat mahal, serta program pendidikan dokter dokter yang paham
hospitality perlu di wargaming kan dengan sangat hati hati, sehingga
menghasilkan sebuah solusi yang holistik komprehensif.

337 | P a g e
338 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

- Jika Presiden berani mengambil keputusan strategis misalnya penyetopan


ekspor
bahan tambang strategis, maka diharapkan juga keberpihakan Bapak Presiden untuk
proteksi pada dunia kesehatan nasional sambil menyiapkan world class standart untuk
pelayanan medis di Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia dengan regulasinya
bertanggung jawab tentang hal ini.

Keprihatinan lainnya adalah sistem informasi medis, data intelijen medis para pejabat
tinggi negara scr berjenjang perlu penanganan aspek pendekatan securitive strategis,
sebab Health Security is apart of National Security. Ketika bicara tentang National
Security atau Keamanan Nasional maka tidak ada harga yang dapat dibantarkan
untuk itu.
-Masalah lain seperti pemenuhan Tenaga kesehatan dokter spesialis bisa kita
tingkatkan produksinya dengan membuka seluas luasnya Program Pendidikan
Spesialis di Fakultas Kedokteran yang memenuhi syarat serta pelaksanaan program
adaptasi dokter spesialias tamatan luar negeri .

Dan yang paling penting adalah dari sudut pandang Aspek Pertahanan Negara,
seperti yang sudah ditulis oleh Baleg dalam revisi terakhir RUU Kesehatan, organisasi
profesi bersifat tunggal. Dan dalam aturan penjelasannya yang dimaksud tunggal
adalah IDI untuk profesi dokter. Dan ini sangat penting sebab IDI Reborn yang
beranggotakan 210 ribu dokter sudah mendeklarasikan dirinya sebagai Dokter Anak
Bangsa, Agent of Defense. Dan ini sudah terbukti betapa solidnya IDI saat
penanggulangan Pandemi Covid 19.

Para anggota IDI di Puskesmas adalah bagian ujung tombak Biodefense, Biosecurity
dan Health Security bersama unsur unsur Polsek dan Koramil. IDI selama ini adalah
mitra strategis pemerintah. Bila sekali waktu menjadi mitra kritis
adalah wajar wajar saja. Sebagai organisasi independen IDI sudah menunjukkan
kerjasama yang luar biasa bersama TNI Polri. Keinginan memecah IDI menjadi
multiorganisasi adalah pikiran yang memecah unsur bela negara khusus nya dalam
menghadapi perang generasi kelima , biological warfare. Pembiaran pikiran bebas ini
akan melahirkan ikatan ikatan dokter berdasarkan Sara dan kewilayahan.

Adalah tugas negara membina komponen bela negara. Terima kasih


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

339 | P a g e
340 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Judical Review Undang-Undang Kesehatan

Oleh Iqbal Mochtar

Dua minggu lalu, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan undang-undang (UU) Kesehatan.
Ini terjadi ditengah maraknya pro dan kontra terkait UU ini. Pihak pendukung yakin bahwa
UU ini adalah terobosan krusial dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang selama ini
dianggap belum optimal. Pihak kontra berpandangan lain. Menurut mereka, UU ini cacat
prosedur dan tidak memenuhi azas pembentukan UU. Juga, gagal mengakomodir beragam
isu kesehatan penting. Bila diteruskan, UU ini dapat menimbulkan dampak negatif yang
serius terhadap sistem dan layanan kesehatan.

Saat ini, sejumlah organisasi masyarakat dan profesi kesehatan siap-siap mengajukan
judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK). JR memang merupakan mekanisme
hukum yang dapat ditempuh ketika timbul keberatan atau penolakan UU. Esensi JR adalah
menilai apakah UU yang disahkan tidak tabrakan dengan konstitusi negara atau hukum
yang berlaku. Di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, JR menjadi bagian
penting dari sistem hukum. Jadi bukan sesuatu yang tabu, apalagi dianggap pelanggaran
hukum.

Locus Minoris

Banyak issu dalam UU Kesehatan yang dapat menjadi topik uji formil (formele toetsing) dan
uji materi (materiile toetsing) dalam JR. Setiap issu berpotensi menghasilkan keputusan tak
terduga.

Pertama, uji formil terkait prosedur dan pemenuhan prinsip pembuatan UU. Bagi pihak
kontra, UU ini bermasalah secara formil karena tidak memenuhi prinsip-prinsip pembuatan
UU. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peratutan Perundang-
undangan mengharuskan pemenuhan tujuh prinsip, yaitu kejelasan tujuan, ketepatan
institusi atau pejabat yang terlibat dalam pembuatan, konsistensi antara jenis, hirarki, dan
materi muatan, keterlaksanaan, keberlanjutan, kejelasan rumusan dan keterbukaan.
Menurut pihak kontra, enam dari tujuh prinsip ini dilanggar. Salah satunya adalah tidak
adanya transparansi dan partisipasi publik yang cukup dalam pembuatannya. Draf awal
RUU Kesehatan muncul pada bulan Oktober 2022 tanpa ada penjelasan terkait
pembuatnya. Saat itu, DPR dan Kementerian Kesehatan sama-sama lepas tangan.
Penolakan lima organisasi profesi dan berbagai organisasi masyarakat memberi sinyal
minimnya keterlibatan pemangku kepentingan. Padahal, kelima organisasi profesi ini diakui
dalam UU sebagai representasi formal profesi dan sangat layak dilibatkan dalam
pembuatannya. Selain itu, salah satu prinsip penting yang sangat diperlukan dalam
pembuatan UU, yaitu meaningful participation (partisipasi bermakna), juga diabaikan. Pihak
kontra bernarasi bahwa proses pengesahan UU ini mengabaikan tiga elemen penting
partisipasi bermakna, yaitu hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya,
dan hak untuk mendapatkan jawaban atas pendapat yang diberikan.

Pihak DPR dan pemerintah tentu punya jawaban terhadap argumen diatas. Namun jawaban
mereka mereka mesti sangat rasional, adekuat dan berbasis bukti. Alasannya, uji formil
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

terkait prosedur dan pemenuhan azas ini sangat krusial. Jika terdapat bukti tentang adanya
cacat prosedur dan azas, maka keseluruhan UU ini bisa dibatalkan. Beberapa bulan lalu,
MK memutuskan status UU Cipta Kerja sebagai inkonstitusional karena dinilai cacat formil.

Kedua, ketiadaan pencantuman mandatory spending (pengeluaran wajib) dalam UU ini.


Mandatory spending adalah persentase anggaran yang harus dialokasikan untuk bidang
kesehatan; nilainya tidak dapat diubah tanpa proses legislatif. Isu ini sangat penting karena
terkait ketersediaan anggaran yang wajib disiapkan oleh pemerintah. Tidak adanya
mandatory spending menjadi alasan sejumlah fraksi DPR menolak UU ini. Bagi mereka,
ketiadaan mandatory spending mencerminkan pengabaian perintah Undang-Undang Dasar
yang mengamanahkan negara untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Ironisnya, mandatory spending ini disebutkan pada legislasi sebelumnya. UU Kesehatan
Nomor 36/2009 mengamanatkan pemerintah untuk mengalokasikan minimal 5% dari APBN
dan minimal 10% dari APBD untuk bidang kesehatan di luar gaji. Hilangnya mandatory
spending pada UU ini artinya tidak ada batasan wajib yang harus dipenuhi pemerintah untuk
alokasi dana kesehatan. Pemerintah bisa saja mengalokasikan hanya 1-2% dari dananya
untuk kesehatan, demi prioritas-prioritas lainnya. Situasi ini berisiko terhadap pembiayaan
kesehatan yang berujung pada terhambatnya ketersediaan akses pelayanan yang memadai
serta menurunnya kuantitas dan kualitas program-program kesehatan.

Menteri Kesehatan beragumen bahwa pencantuman mandatory spending dalam UU tidak


akan menghasilkan program dan hasil berkualitas dan efektif. Pencantuman ini bahkan akan
memaksa penggunaan dana untuk program-program yang tidak rasional dan relevan.
Karenanya, anggaran mestinya didasarkan pada rencana induk kesehatan berbasis kerja
dan bukan mandatory spending. Argumen Menteri Kesehatan ini tidak selaras dengan
pandangan institusi internasional dan best practice di berbagai negara. Laporan dari World
Health Organization pada tahun 2010 menyebutkan bahwa capaian cakupan universal
kesehatan sulit dilakukan dengan anggaran kesehatan kurang dari 4-5% dari Gross
Domestic Product (GDP). Selain itu, Chatham House, McIntyre, Meheus, dan Røttingen juga
menegaskan bahwa pemerintah perlu menargetkan minimal 5% dari GDP mereka untuk
anggaran kesehatan.

Faktanya, berbagai negara mencantumkan mandatory spending dalam undang-undang


mereka. Undang-undang di Korea Selatan, Jepang dan India masing-masing
mencantumkan anggaran kesehatan harus minimal 5%, 6%, dan 7% dari total anggaran
negara.

Ketiga, sentralisasi peran Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan kini menjadi


penentu segala program kesehatan, mulai dari hulu ke hilir. Mereka tidak lagi hanya
berfungsi sebagai regulator, tetapi juga bertindak sebagai eksekutor dan operator.
Kementerian ini menentukan standar pendidikan dokter, standar profesi, pelayanan
kedokteran dan kesehatan, administrasi kesehatan, dan bahkan menjadi pelaksana
berbagai program profesi, termasuk pendidikan profesi berkelanjutan. Peran organisasi
profesi diminimalkan; berbagai wewenang mereka yang tercantum dalam UU sebelumnya
dihapus, termasuk pemberian surat rekomendasi praktik. Kolegium yang sebelumnya
independen akan menjadi bagian Konsil dan konsil sendiri akan bertanggungjawab kepada
Presiden melalui Menteri. Padahal sebelumnya, konsil adalah lembaga independen yang

341 | P a g e
342 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

bertanggungjawab langsung ke Presiden. Dengan peran yang sangat dominan ini,


Kementerian Kesehatan menjadi institusi dengan kekuasaan sangat besar (super-body).

Sentralisasi peran Kementerian Kesehatan berpotensi menimbulkan konflik serius.


Pengabaian organisasi profesi yang selama ini berkontribusi signifikan pada sektor
kesehatan dapat memicu keengganan mematuhi kebijakan-kebijakan Kementerian
Kesehatan dan program-programnya. Pada situasi ekstrim, organisasi profesi bahkan bisa
memilih untuk tidak terlibat dalam program pemerintah. Kata kasarnya, mereka lepas
tangan. Padahal pentingnya dukungan dan partisipasi organisasi profesi tidak dapat
disangkal. Kementerian Kesehatan akan kesulitan mencapai target-targetnya tanpa
kolaborasi dan dukungan organisasi profesi. Kondisi ini bisa berdampak negatif pada
ketahanan kesehatan bangsa.

Sentralisasi peran juga membuat pengambilan keputusan menjadi sentralistik dan


tidak partisipatif. Hal ini membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, korupsi,
atau tindakan sewenang-wenang. Hal seperti ini pernah terjadi puluhan tahun lalu, saat
Departemen Kesehatan menjadi penentu utama berbagai program dan proyek, termasuk
penempatan tenaga profesional. Saat itu muncul praktik-praktik tidak etis dan bertentangan
dengan kepentingan publik, yang populer diistilahkan sebagai ‘Pojok Maut Depkes’. Ini
momen dimana oknum Departemen Kesehatan menyalahgunakan wewenangnya untuk
mendulang keuntungan pribadi. Sentralisasi peran ini juga membuat para investor lebih
tertarik mempengaruhi atau memanfaatkan posisi Menteri Kesehatan daripada meyakinkan
berbagai kelompok organisasi kesehatan yang bersifat plural, profesional, dan transparan.
Hal ini berpotensi merusak integritas kebijakan kesehatan karena kepentingan bisnis dapat
lebih mendominasi kepentingan masyarakat umum. Lebih jauh lagi, dominasi kekuasaan
Menteri Kesehatan bisa menjadi sasaran oligarki investor kesehatan yang ingin
mengendalikan kebijakan kesehatan untuk keuntungan mereka. Masa depan posisi Menteri
Kesehatan rawan menjadi subjek pertarungan politik dan pengaruh dari berbagai pihak.

Akomodasi Aturan Turunan

Dari pihak kontra, pengajuan JR sepertinya menjadi keniscayaan. JR merupakan


saluran konstitusional penting yang bisa menunda atau menggagalkan UU ini. Hasil
keputusan JR tidak mudah diprediksi. Peluang untuk diterima atau ditolaknya gugatan
terhadap UU ini, baik secara keseluruhan maupun sebagian, sama besarnya. UU Cipta
Kerja, yang sebelumnya mendapat dukungan kuat dari pemerintah, DPR dan pemangku
kepentingan, akhirnya dianggap inkonstitusional oleh MK. Hal yang tidak kalah pentingnya,
bahwa keputusan MK bukan hanya mengikat pihak yang bersengketa (inter-parties) tetapi
juga mengikat siapapun dan berlaku umum (erga omnes). Artinya, keputusan MK akan
menentukan jadi atau tidaknya UU ini. Ini adalah real battle antara pihak pro dan kontra.

Sekarang bola ada ditangan pemerintah; apakah mereka ingin membiarkan JR ini
menggelinding atau melakukan upaya pencegahan. Pasalnya, hingga saat ini JR belum
diajukan. Bila mereka membiarkan JR terjadi, mereka harus mempersiapkan argumen
rasional dan alat bukti adekuat untuk diuji dipersidangan. Bila mereka ingin mencegah
diajukannya JR, mereka perlu segera membuka ruang dialog dengan pihak kontra.
Mendengarkan masukan dan keprihatinan mereka serta berusaha mencari solusi bersama
dapat membantu mengurangi kemungkinan pengajuan JR dengan segala konsekuensinya.
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Jika masukan dan kritik dari pihak kontra beralasan, pemerintah perlu mempertimbangkan
dan mengakomodir usulan tersebut, termasuk diantaranya memutuskan penundaan masa
berlaku UU ini atau memasukkan berbagai usulan relevan dalam peraturan turunan yang
sementara digodok.

Pasca pengesahan UU ini, terlihat jelas Kementerian Kesehatan dan elemennya


melakukan kampanye formal dan informal untuk memuluskan perjalanan UU ini. Dalam
kampanye ini, pemerintah mesti menghindari narasi-narasi tidak kondusif, termasuk
membombastis issu-issu tidak strategis dan subyektif atau menjelek-jelekkan organisasi
profesi dan pihak lain yang tidak menyetujui UU ini. Kampanye negatif dan asimetris, apalagi
yang dilakukan secara berlebihan, hanya akan menimbulkan sikap antipati dari organisasi
profesi dan masyarakat, yang pada akhirnya bisa menciptakan atmosfer kesehatan yang
semakin turbulen.

343 | P a g e
344 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

OBRAL SEKOLAH DOKTER

Iqbal Mochtar

Di negeri ini, sekolah dokter lagi booming. Lagi on sale. Banyak institusi berlomba membuka
sekolah dokter (baca : fakultas Kedokteran atau FK).
Catatan terakhir, ada 12 institusi pendidikan yang membuka FK baru.

Menariknya, beberapa institusi tersebut selama ini terkenal solid dan loyal dengan bidang
sangat teknis, seperti ITB, ITS dan IPB. Sekarang kok mau cawe-cawe dengan kedokteran?
Apa yang terjadi?

Pertama, fenomena booming ini hulunya adalah kebijakan Kementerian Kesehatan


(Kemenkes) yang kontroversial.

Akhir-akhir ini, Kemenkes begitu gandrung mengangkat issu bahwa negeri ini kekurangan
dokter. Di Jawa Barat, katanya, negeri ini kekurangan 37 ribu dokter; di Jawa tengah butuh
tambahan 24 ribu.

Kemenkes selalu menggembar-gemborkan bahwa standar WHO mengharuskan adanya 1


dokter untuk 1.000 penduduk (rasio 1:1.000).

Ini mereka jadikan alasan dokter kurang. Padahal alasan ini sebenarnya delusi atau
mengada-ada.

WHO sama sekali tidak pernah mengeluarkan rasio standar 1:1.000. WHO jelas tahu bahwa
penetapan standar begini tidak relevan karena setiap negara punya kapabilitas dan
permasalahan pendidikan berbeda.

Tidak layak menerapkan standar universal pada negara-negara dengan beda kondisi.
Memang pada sejumlah referensi, narasi rasio 1:1.000 disebut. Namun penyebutannya
hanya dalam konteks metrik perbandingan dan bukan standar.

Sekali lagi, rasio standar WHO 1: 1000 itu tidak ada.

Yang menarik, beberapa tahun lalu Kemenkes justru menggunakan metrik rasio dokter 1:
2500 dan bukan 1: 1000.
Metrik ini sepertinya didasarkan pada pasal hak kesehatan yang disebutkan dalam
Permenkumham 34/2016 yang menyebutkan bahwa standar rasio dokter terhadap
penduduk mestinya 1: 2500.

Kalau rasio ini yang dipakai, tentu statemen kekurangan dokter menjadi sangat tidak tepat.
Makanya, beberapa tahun lalu pemerintah melakukan moratorium; membatasi produksi
dokter.

Entah mengapa, hanya dalam waktu beberapa tahun saja Kemenkes merubah paradigma
rasionya dari 1: 2500 menjadi 1: 100. Tidak ada penjelasan gamblang.
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Kedua, data Konsil Kedokteran Indonesia perhari ini menunjukkan terdapat 170 ribu dokter
umum dan 52 ribu dokter spesialis di negeri ini. Totalnya, 222 ribu dokter.

Bila jumlah penduduk Indonesia 270 juta, artinya rasio dokter terhadap penduduk saat ini
adalah 1: 1236. Ini tidak jauh dari rasio 1: 1000 yang menjadi dasar Kemenkes ingin
menambah jumlah dokter.

Katakanlah Kemenkes ngotot ingin mencapai rasio 1: 1000, maka jumlah tambahan dokter
yang diperlukan berkisar 50 ribu.

Walaupun tanpa pendirian FK baru, tambahan jumlah 50 ribu ini dapat dipenuhi dalam 4
tahun. Saat ini saja, FK di Indonesia memproduksi 12-13 ribu dokter pertahun.

Artinya, dalam 4 tahun, kebutuhan ini dapat terpenuhi tanpa perlu membuka FK baru
dengan segala konsekuensinya. Apalagi waktu 4 tahun tidak terlalu panjang.

Bukankah bila membuka FK baru juga butuh waktu 6-7 tahun sebelum bisa memproduksi
dokter? Jadi mending tunggu 4 tahun dan issu rasio 1: 1000 akan kelar.

Kalau mau pakai rasio 1: 2500, outcome-nya lain lagi. Dengan rasio 1: 2500 ini, jumlah
dokter Indonesia menjadi sangat berlebihan. Kelebihannya 112ribu dokter. Jumlah ini tidak
sedikit.

Bila sudah kondisi surplus demikian dan pemerintah masih mau membuka FK, maka
fenomena yang muncul beberapa tahun kedepan adalah ‘gelombang alih profesi’.

Akan banyak dokter berubah profesi menjadi bankir, petugas partai, pengusaha atau
bahkan menjadi pengangguran. Ini tentu sangat menyedihkan.

Sudah sekolah lama dan sulit, ujung-ujungnya beralih profesi atau menganggur.

Pemerintah mestinya membuka mata bahwa persoalan utama stok dokter di Indonesia
bukanlah produksi yang kurang tapi distribusi yang tidak merata.

Distribusi dokter di kota-desa dan antar-daerah sangat jomplang.

Di Jakarta, tersedia satu dokter setiap 680 penduduk, sementara di Sulawesi barat, satu
dokter tersedia buat 10.417 penduduk.

Densitas di Jakarta 15 kali lipat dibanding di Sulawesi Barat. Hal yang sama terjadi untuk
dokter spesialis.

Ini sebenarnya masalah yang harus dituntaskan Kemenkes. Mereka harus bekerja keras
membuat pemerataan distribusi. Bukan justru membuka FK-FK baru yang akan memicu
over-production.

Sudah beberapa dekade issu distribusi ini menjadi bisul kronis dunia kesehatan.

345 | P a g e
346 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Tidak usah bicara terlalu tinggi tentang proyek genom atau proyek internetisasi puskesmas
kalau issu distribusi ini belum tuntas.

Ini persoalan klasik namun sangat krusial. Ini wicked problem negeri ini.

#UUKesehatanPotensiBahaya

https://twitter.com/DrEvaChaniago/status/1690966392336773120?s=20
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai satu-
satunya organisasi profesi kedokteran yang sah di Indonesia. Keberadaan IDI
sebelumnya digugat oleh sejumlah dokter ke MK karena menganggap ada praktik
monopoli yang dilakukan IDI dalam mengeluarkan sertifikasi profesi dokter.

“Menurut mahkamah tidak terdapat persoalan inkonstitusionalitas dalam permohonan,”


ujar anggota hakim I Dewa Gede Palguna dalam sidang pengucapan putusan di gedung
MK, Jakarta, Kamis (26/4).

Para penggugat sebelumnya meminta agar frasa ‘organisasi profesi’ dalam Undang-
undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bukan hanya IDI, tapi dimaknai
dengan ‘meliputi juga Perhimpunan Dokter Spesialis’. Namun dalam pertimbangannya,
hakim menyatakan Perhimpunan Dokter Spesialis sebagai salah satu unsur yang
menyatu dan tidak terpisah dari IDI.

“Justru apabila logika permohonan para pemohon diikuti akan timbul ketidakpastian
hukum karena menjadi tidak jelas kapan organisasi profesi dimaknai IDI atau sebagai
Perhimpunan Dokter Spesialis,” kata Palguna.

Sementara terkait sertifikat kompetensi dari IDI yang dipermasalahkan pemohon, menurut
hakim, hal itu justru menjadi bukti bahwa seorang dokter bukan hanya teruji secara
akdemik tapi juga teruji dalam penerapan ilmu. Untuk memperoleh sertifikat kompetensi,
seorang dokter harus memiliki sertifikat profesi atau ijazah terlebih dulu.

“Sertifikat kompetensi menunjukkan pengakuan akan kemampuan dan kesiapan seorang


dokter untuk melakukan tindakan medis dalam praktik mandiri yang akan dijalani dan
hanya diberikan pada mereka yang telah menjalani berbagai tahapan untuk menjadi
dokter yang profesional,” ucapnya.

Namun hakim sepakat dengan permohonan yang menyatakan bahwa anggota IDI tak
boleh rangkap jabatan sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Penggugat
sebelumnya menyatakan bahwa rangkap jabatan anggota IDI dan KKI berpotensi
menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, semua kewenangan konsil dan profesi
kedokteran ujungnya tetap bertumpu pada IDI.

Hakim menyatakan bahwa sesuai ketentuan perundang-undangan, KKI bertugas


melakukan registrasi dokter dan melaksanakan pembinaan terhadap penyelenggaran

347 | P a g e
348 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

praktik kedokteran. Tugas itu, menurut hakim, berpotensi berkaitan dengan IDI sebagai
salah satu institusi asal anggota KKI.

“Oleh karena itu untuk mencegah potensi benturan kepentingan maka anggota IDI yang
duduk dalam KKI seharusnya mereka yang bukan pengurus IDI,” ucap hakim.

Dari sejumlah keterangan ahli sebelumnya juga menyatakan bahwa organisasi profesi
kedokteran termasuk organisasi yang cukup vital karena menyangkut kesehatan raga dan
keselamatan nyawa. Jika ada lebih dari satu organisasi profesi kedokteran, justru
dikhawatirkan akan membuat keselamatan masyarakat terpecah belah.

Di sisi lain, sesuai putusan MK tentang tenaga kesehatan telah menyatakan secara jelas
bahwa hanya perlu satu wadah organisasi profesi untuk satu jenis tenaga kesehatan. Di
Indonesia sendiri, organisasi yang dimaksud adalah IDI.

Ketentuan soal kewenangan IDI sebelumnya digugat oleh 32 dokter, di antaranya yakni
Judilherry Justam, Nurhadi Saleh, dan Pradana Soewondo. Mereka menganggap ada
praktik monopoli yang dilakukan IDI dalam mengeluarkan sertifikasi profesi dokter.

Pasal yang diuji yakni Pasal 1 angka 4, angka 12, angka 13, serta Pasal 14 ayat (1) huruf
a, Pasal 29 ayat (3) huruf d, dan Pasal 38 ayat (1) huruf c Undang-Undang Praktik
Kedokteran. Pemohon juga menguji ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 36 ayat (3), dan
Pasal 39 ayat (2) dalam Undang-Undang Pendidikan Dokter.

Sumber : cnnindonesia.com
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

BAB 3
#TULISANPROFIOM

349 | P a g e
350 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

BAB III. #TulisanProfIOM

Diskusi bisik-bisik dengan RI 1 di Samarinda 2018

Diskusi bisik-bisik dengan RI 1 di Samarinda 2018 tentang peningkatan SDM


Tenaga Medis untuk pelayanan kesehatan abad 21 dengan high technology.
Tahun 2017 PB.IDI sebagai pencetus awal revolusi industri 4.0 dalam transformasi
pendidikan kedokteran abad 21 di Indonesia (dengan high technology)

RUU Dikdok Baru telah menyiapkan konsep pendidikan dan pelayanan kedokteran
yang baik dan lengkap untuk abad 21. Pada Mei 2023 Menkes mengajukan Draft
RUU Kes Obl, sebagai "tandingan". Menkes menyiapkan Draft RUU Kes Obl. Di
mana disiapkan 6 Opsi Pilar Kesehatan Kedepan, di mana tidak Jelas Sumber Dana
/ Anggaran untuk Pengembangan dan Aplikasi High Technology di Indonesia.
(Bandingkan Draft RUU Dikdok Baru dan RUU Kes Obl).

Untuk melaksanakan opsi high technology pemerintah memerlukan kolaborasi


dengan OP dan Kolegium yang menguasai konten dan aplikasi high technology,
sedangkan dalam RUU Kes Obl peran OP/Kolegium dihilangkan?

IOM
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Ketemuan tidak disengaja dengan Bapak Jokowi

Sebelum pencalonan masa kepresidenan ke-2 untuk Bapak Jokowi (2022-2025),


dibentuk Tim Pemeriksaan Kesehatan Capres dan Cawapres RI. Saya ditunjuk
sebagai Ketua Tim tersebut, dengan lokasi tempat di RS. Gatot Soebroto-Jakarta.
Pada periode hari pemeriksaan Bapak Jokowi, saya diperintahkan teman-teman
untuk menemani Bapak Jokowi makan siang di ruang tunggu pemeriksaan Bapak
Jokowi. Semula saya agak enggan untuk menemui beliau, karena pada masa
kepengurusan saya di PB.IDI, berulang kali kami meminta kesempatan untuk
audiensi ke beliau selaku Presiden - ditolak terus. Tanpa alasan yang jelas dari
pihak istana. Kabarnya ada info ke RI 1 dari para pembisik (pengamat pendidikan
dan oligarki) bahwa pimpinan-pimpinan IDI tempatnya kumpulan para kadrun
(sampai saya bertanya pada diri saya, apakah saya berpotongan sebagai kadrun,
sebagai pemilik 5 Bintang Satya Lencana dari Pemerintah dan Militer - rasanya
mustahil potongan seorang Kadrun).

351 | P a g e
352 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Saya menjelaskan pada RI 1 bahwa kita akan merencanakan Muktamar IDI pada
bulan September 2018. Saya jelaskan PB.IDI ingin mempersiapkan SDM
Kesehatan/Dokter Indonesia untuk abad 21, yaitu sistem pelayanan
kesehatan/kedokteran modern (masa depan). Beliau mulai tertarik ketika bicara
tentang desain pendidikan kedokteran dengan sistem kesehatan teknologi industri
4.0, dengan lompatan ke depan (dengan mempersiapkan road map pendidikan dan
pelayanan kedokteran untuk tahun 2045 - lihat lampiran slide presentasi). Pada
waktu saya tawarkan undangan beliau untuk membuka dan memberi pengarahan
pada Muktamar IDI di Samarinda, beliau menyatakan kesediaannya untuk hadir di
Samarinda. Dan saya diminta memberikan asupan untuk pengarahan beliau di
Samarinda, walaupun ada upaya dari kelompok seberang menggagalkan rencana
beliau ke Samarinda, dan berhasil kita gagalkan.
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Untuk internal DPR kita coba mengubah pola pikir teman-teman di DPR ke arah
pendidikan modern masa depan (high technology) dengan menyiapkan RUU Dikdok
Baru, dan lolos pada Prolegnas 2022 dan 2023, dan Alhamdulillah turun Surat
Perintah pada tahun 2022 kepada MenRistek DikBud untuk mempersiapkan DIM
RUU Dikdok Baru, untuk masuk dalam tahap pembahasan antara DPR dan
Pemerintah. Sampai saat ini Bapak Nadim dan Menkes belum juga menyerahkan
DIM RUU Dikdok pada DPR, malah membuat kehebohan baru dengan
mempersiapkan Draft RUU Kes OBL yang kontroversial, dan ditolak oleh berbagai
pihak.
Saya memberanikan diri untuk mengajukan diri untuk bertemu RI 1 untuk
mengajukan solusi menghindari stagnasi kebuntuan politik pendidikan kedokteran di
DPR, dan pemaksaan kekerasan politik oleh pemerintah, sampai saat ini belum ada
jawaban dari beliau atas permohonan saya. Semoga beliau berkenan untuk
menerima saya dan PB.IDI.

IOM

353 | P a g e
354 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

BAB V
Penutup
Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

BAB V. Penutup

Semoga buku ini telah memberikan wawasan yang berharga, membuka pikiran,
dan memicu gagasan kreatif yang akan membawa perubahan positif dalam pendidikan dan
praktik kedokteran di Indonesia.

Tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan kedokteran mungkin tidak akan
pernah berhenti. Namun, dengan semangat perubahan dan kemauan untuk terus belajar dan
berkembang, kita mampu menghadapinya dengan penuh keyakinan. Revolusi industri 4.0
membawa peluang luar biasa untuk meningkatkan mutu pendidikan kedokteran, memperkuat
kualitas pelayanan kesehatan, dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.

Terakhir, mari kita menjaga semangat kolaboratif ini tetap berkobar. Mari terus
berbagi pengetahuan, berdiskusi, dan mengimplementasikan ide-ide inovatif untuk mencapai
kesuksesan bersama dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 ini. Bersama-sama, kita
dapat menciptakan fondasi yang kokoh bagi masa depan pendidikan kedokteran di Indonesia
yang lebih baik.

Tetapi kenyataan yang dihadapi berbeda, terlihat dari ranking posisi pendidikan
kedokteran di Indonesia yang masih dalam posisi yang rendah. FKUI perangkat 251-
300,sedangkan FK NUS menduduki peringkat 24.Apalagi dengan akan diterapkannya UU Kes
no 17 /2023 akan semakin menurunkan perangkat Indonesia (FKUI) didunia. Kita akan
menuju kearah kehancuran pendidikan kedokteran di Indonesia.Wawllahu’alam.

Apakah IDI akan diam dan pasif saja.Dalam masa pra Kemerdekaan para dokter
Indonesia berjuang melawan penjajahan kolonial Belanda, dan melahirkan kelompok dokter
pejuang, dan banyak dari mereka yang merelakan darahnya untuk kemerdekaan dari
Penjajah

355 | P a g e
356 Prof. Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

Begitu juga pada Era mempertahankan kesatuan negara Indonesia terhadap


Gerakan Separatis, banyak dari kami yang gugur pada operasi militer Seroja, Papua Merdeka.
Dalam memasuki Era Penjajahan Kelompok Oligargi, kita akan memasuki penjajahan
ekonomi.Apakah kita akan diam saja. Pimpinan IDI harus bersikap aktif dan tidak diam saja.
Lawan dengan suatu Gerakan, kalau perlu kami siap untuk mengorbankan darah kita
Sepanjang pimpinan IDI masih mempunyai sikap juang, kami generasi penerus akan
mendukung anda, atau anda lakukan reschuffle penguus yang baik atau mundur banyak yang
akan gantikan anda.

Sekali lagi, terima kasih atas dedikasi Anda dalam membaca buku ini. Semoga
kita dapat terus bersama dalam mewujudkan masa depan pendidikan kedokteran yang
gemilang dan bermanfaat bagi generasi mendatang.

Regards,

Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, Sp.OG(K)


Prof.Dr.I.O.Marsis,Sp.OG(K)

357 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai