Anda di halaman 1dari 120

PANDANGAN ULAMAWILAYAH KALIBEBER MENGENAI HIBAH

DAN WARIS BAGI ANAK ANGKAT


(Studi kasus Di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten
Wonosobo)

SKRIPSI
Diajukan kepada program studi Hukum Keluarga
Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:
IBNU FAISAL LADI
NIM / NIRM : 2018060035 / 18/X/15.1.1/1356
HUKUM KELUARGA ISLAM (AHWAL SYAKHSHIYAH)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWAH TENGAH DI WONOSOBO
TAHUN 2022
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Program Studi
Hukum Keluarga (S1), Hukum Ekonomi Syariah (S1), Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir (S1), Ilmu Hukum (S1)
Alamat Kampus : Jalan KH. Hasyim Asy’ari KM. 03 Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah 56351
Telp. (0286) 321873, Fax. (0286), Website: http://www.unsiq.ac.id, Email: fshunsiq@gmail.com

PENYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Penulis : IBNU FAISAL LADI


NIM : 2018060035
NIRM : 18/X/15.1.1/1356
Jenjang : Sarjana(S1)
ProgramStudi : Hukum KeluargaIslam
Judu :PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER MENGENAI
HIBAH DAN WARIS BAGI ANAK
ANGKAT(Studi kasus Di Kelurahan Kalibeber,
Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo)

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil karya dan
penelitian saya sendiri, kecuali beberapa bagian yang telah dirujuk
sumber- sumbernya.

Wonosobo, Oktober 2022


YangMenyatakan,

Ibnu Faisal Ladi


NIM 2018060035

2
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH DI
WONOSOBO FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Program Studi
Hukum Keluarga (S1), Hukum Ekonomi Syariah (S1), Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir (S1), Ilmu Hukum (S1)
Alamat Kampus : Jalan KH. Hasyim Asy’ari KM. 03 Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah 56351
Telp. (0286) 321873, Fax. (0286), Website: http://www.unsiq.ac.id, Email: fshunsiq@gmail.com

NOTA DINAS PEMBIMBING

Wonosobo, 2022
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah
dan Hukum UNSIQ Jawa Tengah
di Wonosobo

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Setelah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi terhadap penulisan skripsi:

Judul : PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER


MENGENAI HIBAH DAN WARIS BAGI ANAK
ANGKAT(Studi kasus Di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo)
Penulis : IBNU FAISAL LADI
NIM : 2018060035
NIRM : 18/X/15.1.1/1356
Jenjang : Sarjana(S1)
ProgramStudi : Hukum KeluargaIslam

Saya berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Program
Sarjana Fakultas Syari‟ah dan Hukum UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo untuk
dapat diujikan dihadapan Dewan Penguji dalam rangka memperoleh gelar Sarjana
Hukum(S.H).
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Nama Tanggal Tanda Tangan

Dr. Mutho’am, S.H.I.,M.S.I


Pembimbing1

Nila Amania, S.H,. M.H


Pembimbing2

3
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH DI
WONOSOBO FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Program Studi
Hukum Keluarga (S1), Hukum Ekonomi Syariah (S1), Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir (S1), Ilmu Hukum (S1)
Alamat Kampus : Jalan KH. Hasyim Asy’ari KM. 03 Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah 56351
Telp. (0286) 321873, Fax. (0286), Website: http://www.unsiq.ac.id, Email: fshunsiq@gmail.com

PENGESAHAN MAJELIS PENGUJI MUNAQASAH

Penulis : IBNU FAISAL LADI


NIM : 2018060035
NIRM : 18/X/15.1.1/1356
Judul : PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER
MENGENAI HIBAH DAN WARIS BAGI ANAK ANGKAT(Studi kasus Di
Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo)

Telah dimunaqasahkan oleh Majelis Penguji Skripsi Fakultas Syari‟ah dan


Hukum Universitas Sains Al-Qur‟an (UNSIQ) Jawa Tengah di Wonosobo pada
tanggal

Dinyatakan LULUS/TIDAK LULUS Selanjutnya dapat diterima sebagai


kelengkapan ujian akhir dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) Fakultas
Syari‟ah dan Hukum Universitas Sains Al-Qur‟an (UNSIQ) Jawa Tengah di
Wonosobo guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

Majelis Penguji

Nama Tanggal Tanda Tangan

Reni Nur Aniroh, S.Sy.,


M.S.I
Ketua Sidang
Rohatun Nihayah, Alhf,
M.S.I
Sekretaris
Dr. Herman Sujarwo, S.H.,
M.H
Penguji I
Lutfan Muntaqo, M.S.I
Penguji II

4
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH DI
WONOSOBO FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Program Studi
Hukum Keluarga (S1), Hukum Ekonomi Syariah (S1), Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir (S1), Ilmu Hukum (S1)
Alamat Kampus : Jalan KH. Hasyim Asy’ari KM. 03 Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah 56351
Telp. (0286) 321873, Fax. (0286), Website: http://www.unsiq.ac.id, Email: fshunsiq@gmail.com

PENGESAHAN DEKAN
Nomor: /HKI-FSH-UNSIQ/VII/2022

Judul : PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER


MENGENAI HIBAH DAN WARIS BAGI ANAK
ANGKAT(Studi kasus Di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo)

Penulis : IBNU FAISAL LADI


NIM : 2018060035
NIRM : 18/X/15.1.1/1356
Jenjang : Sarjana(S1)

Telah dapat diterima sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H).

Wonosobo, 2022
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
UNSIQ,

DR. HERMAN SUJARWO, S.H., M.H.


NIDN. 0611078104

5
MOTO

‫ۚ اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا ِإاَّل ُو ْس َعهَا‬

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.


(QS. Al-Baqarah:286)

6
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH DI
WONOSOBO FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Program Studi
Hukum Keluarga (S1), Hukum Ekonomi Syariah (S1), Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir (S1), Ilmu Hukum (S1)
Alamat Kampus : Jalan KH. Hasyim Asy’ari KM. 03 Kalibeber Wonosobo Jawa Tengah 56351
Telp. (0286) 321873, Fax. (0286), Website: http://www.unsiq.ac.id, Email: fshunsiq@gmail.com

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia- Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Terimakasih kepada Allah yang telah memudahkan dan
memperlancarkan segala urusan penulis. Dan telah meridhoi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini, tanpa ridho-Nya, penulis bukan apa
apa.
2. Dr. H. Zaenal Sukawi, M.A., selaku Rektor Universitas Sains AL-
Qur‟anJawa Tengah di Wonosobo yang selalu menjadi sosok suri
teladan bagi penulis.
3. Dr. Mutho’am, S.H.I., M.S.I., selaku dosen pembimbing I (materi)
dan Nila Amania, S.H,. M.H selaku dosen pembimbing II
(metodologi) yang sudah memberikan bimbingan serta arahannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsiini.
4. Kedua orang tua tercinta Bapak Aspari dan Ibu Munawaroh yang
senantiasa menjadi teladan dan tiada henti-hentinya mendoakan,
mendidik, serta mengorbankan semuanya dengan sabar baik moril
maupunmateril.
5. Abuya Khoirullah Al Mujtaba beserta Umi maryam selaku pengasuh
Pondok Pesantren Al-Asyari'ah 3 yang selama ini menjadi tempat
penulis untuk mengaji dan menimba ilmu, semoga barokah dan
manfaat ilmu daribeliau.
6. Seluruh Dosen Progran Studi Hukum Keluarga Islam Universitas
Sains Al- Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo yang telah
menyampaikan pengetahuan dan wawasan kepada peneliti selama
menempuhpendidikan.
7. Teman-teman kelas Hukum Keluarga Islam B 18 Fakultas Syari’ah
dan Hukum UNSIQ yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
namanya, trimakasih atas bantuan dukungan serta motivasinya
selama dibangku perkuliahan.
8. Semua santri Pondok Pesantren Al-Asyari’ah 3, terimakasih atas
dukungan semangat danpertolongannya.

7
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata arab yang dipakai dalam menyusun


skripsi ini berpedoman pada surat keputusan bersama antara Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomer: 158/1987
dan Nomer0543b/U/1987.
A. KonsonanTunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama


‫ا‬ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan
‫ب‬ Ba’ B -
‫ت‬ Ta’ T -
‫ث‬ Sa’ S s ( dengan titik diatas)
‫ج‬ Jim J -
‫ح‬ Ha H H (dengan titi di bawah)
‫خ‬ Kha Kh -
‫د‬ Dal D -
‫ذ‬ Zal Ż z (dengan titik di atas)
‫ر‬ Ra R -
‫ز‬ Zai Z -
‫س‬ Sin S -
‫ش‬ Syin Sy -
‫ص‬ Sad S s (dengan titi di bawah)
‫ض‬ Dad D d (dengan titi di bawah)
‫ط‬ Ta’ T t (dengan titi di bawah)
‫ظ‬ Za’ Z z (dengan titi di bawah)
‫ع‬ ‘ain .... ‘ .... Koma terbalik di atas
‫غ‬ Gain G -
‫ف‬ Fa’ F -
‫ق‬ Qaf Q -
‫ك‬ Kaf K -
‫ل‬ Lam L -
‫م‬ Mim M -
‫ن‬ Nun N -
‫و‬ Waw W -
‫ه‬ Ha’ H -
‫ء‬ Hamzah ‘ Apostrof
‫ي‬ Ya Y -

8
B. KonsonanRangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda Syiddah, ditulis rangkap,
contoh: ‫ بينكم‬ditulis Bainakum

C. Ta’ Marbutoh di AkhirKata


1. Bila dimatikan, ditulis h kecuali untuk kata-kata Arab yang
sudah terserap menjadi Bahasa Indonesia, seperti salat, Zakat
dansebagainya:
Ditulisa:Jizyah ‫جزية‬

2. Bila dihidupkan karena berangkat dengan kata lain, ditulist:


Ditulis Zakaatul fitri ‫زكاة الفطر‬

3. Bila ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata


sedang al,serta bacaan kedua kata itu terpisah maka
ditranslitkan dengan h (h):

Karomah al Auliya ‫كرامةاالوليا‬

D. VokalPendek
Vokal tunggal bahasa Arab lambangnya berupa tanda atau harakat
yang transiterasinya dapat diuraikan sebagai berikut:
Fathah ditulis a, Kasroh ditulis I, dan dammah ditulis u.

E. VokalPanjang
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat
dan huruf, transiterasinya sebagai berikut:
a panjang ditulia a, I panjang ditulis I dan u panjang di tulis U, masing-
masing dengan tanda hubung (-) diatasnya.

F. VokalRangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
anatra harakat dan huruf, transiterasinya sebagai berikut:
Nama Huruf latin Nama Contoh Ditulis
Fathah dan ya Ai A dan i ‫بينكم‬ Bainakum
Fathah dan wawu Au A dan u ‫قو ل‬ Qaul

G. Vokal Pendek yang berurutan Dalam Satu Kata dipisahkan dengan


Apostrof (‘)
‫ اا تن م‬ditulisa’antum

9
‫مؤنت‬ditulismu’nat
H. Kata Sandang Alif +Lam
1. Bila diikuti Huruf
Qomariyyah ‫انالقر‬
ditulisAl-Qur’an

‫القياس‬ditulisAl-Qiyas
2. Bila diikuti Huruf Syamsiyah ditulis Sesuai Dengan Huruf
Syamsiyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf I (el)-
nya.
‫ السماء‬ditulis As-Sama’
‫ السمش‬ditulis Asy-Syams

I. Hurufbesar
Penulisan Huruf Besar disesuaikan dengan EYD

J. Kata Dalam Rangkaian Frasa danKalimat


1. Ditulis Kata perakata
‫ الفروضذوي‬ditulis zawi al-furud
2. Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam
rangkaiantersebut, ‫ السنةاهل‬ditulisahlas-sunnah
‫سالماالشيخ‬ditulis Syaikh al-Islam atau Syaikhul Islam

10
11
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr,Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini yang berjudul: “ PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER
MENGENAI HIBAH DAN WARIS BAGI ANAK ANGKAT(Studi kasus Di
Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) . Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi
Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Sains Al-
Qur’an Jawa Tengah di wonosobo.
Kemudian tidak luput pula sholawat teriring salam kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah memberi kita petunjuk dari alam kebodohan
menuju alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan pada saat sekarang
ini, terang bukan karna lampu yang menyinari dan bukan pula karna bulan dan
matahari akan tetapi terangnya karna ilmu pengetahuan serta iman danIslam.
Dalam proses penyusunan skripsi ini disadari tentu tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. semua itu demi terselesaikannya skripsi
ini. Maka dari itu, perkenalkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih
Kepada:
1. Dr. H. Zaenal Sukawi, M.A., selaku Rektor Universitas Sains Al-
Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah diWonosobo
2. Dr. Herman Sujarwo, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum(FSH).
3. Reni Nur Aniroh, S.Sy., M.S.I., selaku Kaprodi Hukum Keluarga Islam
Fakultas Syari’ah dan Hukum(FSH).
4. Dr. Mutho’am, S.H.I., M.S.I., selaku Dosen pembimbing I(Materi)
5. Nila Amania, S.H,. M.H selaku Dosen pembimbing II(metodologi)

xii
6. Hartono, S. Sos selaku Lurah Desa kalibeber Kec. Mojotengah, Kab
Wonosobo
7. Endang Wigati, S. Sos selaku sekretaris Desa Kalibeber Kec.
Mojotengah, Kab. Wonosobo
8. Perangkatdan Staff Desa Kalibeber Kec. Mojotengah, Kab. Wonosobo
9. Ulama Desa Kalibeber Kec. Mojotengah, Kab. Wonosobo
10. Kedua Orang tua yang selalu memberikan doa dandukungan.
11. Santri Putra al – Asyari’ah 3 yang telah membersamai dan
memberikansemangat.
12. Teman-teman Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum
(FSH) Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa Tengah
diWonosobo.
Tiada yang dapat penulis berikan sebagai bukti ucapan terimakasih
selain doa, semoga amal dari semua pihak tercatat sebagai amal kebaikan
dan diridhoi Allah SWT. Penulis sangat menyadari dalam penulisan
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan.
Oleh sebab itu penulis mengharapkan. kritik dan saran terhadap segala
kekurangan dalam skripsi ini agar menjadi koreksi lebih lanjut. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Wonosobo, 2022

Ibnu Faisal Ladi


NIM. 2018060035

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN........................................................................ ii

NOTA DINAS PEMBIMBING..................................................................... iii

PENGESAHAN MAJLIS MUNAQOSAH.................................................. iv

PENGESAHAN DEKAN............................................................................... v

MOTTO........................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN........................................................................................... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................... viii

KATA PENGANTAR.................................................................................... xi

DAFTAR ISI................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL........................................................................................... xvi

ABSTRAK....................................................................................................... xvii

ABSTRACK.................................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah............................................................. 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................. 10
D. Kajian Pustaka........................................................................... 11
E. Kerangka Teori.......................................................................... 13
F. Metode Penelitian...................................................................... 21
G. Teknik Pengumpulan................................................................ 24
H. Analisis Data............................................................................. 25

xiv
I. SistematikaPenulisan................................................................. 26

BABIITINJAUAN UMUM TENTANG HIBAH DAN WARIS BAGI ANAK


ANGKAT

A. Hibah dan Waris Menurut Hukum Islam ................................. 29


1. Pengertian Hibah.................................................................. 29
2. Dasar Hukum Hibah ............................................................ 32
3. Rukun Hibah ........................................................................ 35
4. Pengertian Kewarisan........................................................... 31
5. Rukun dan syarat waris ....................................................... 41
6. Asas-asas Hukum Kewarisan dalam islam .......................... 43
B. Hibah dan Waris dalam KHI..................................................... 46
1. Pengertian Hibah ................................................................. 46
2. Waris menurut KHI.............................................................. 47
3. Besaran bagian ahli waris menurut KHI (Kompilasi
Hukum Islam)....................................................................... 49
C. Waris dalam KUH Perdata ....................................................... 52
1. Pengertian waris dalam KUH Perdata.................................. 52

BABIIIPELAKSANAAN DAN PANDANGAN ULAMA TERKAIT HIBAH


DAN WARIS BAGI ANAK ANGKAT DI DESA KALIBEBER

A. Gambaran Umum Lokasi Desa Kalibeber ............................... 65


1. Sejarah dan Lokasi Geografis............................................... 65
B. Pandangan Ulama Wilayah Kalibeber Mengenai Hibah Dan Waris
Bagi Anak Angkat..................................................................... 69
C. Pelaksanaan Kewarisan anak angkat di Desa kalibeber............69
1. Status anak Angkat dalam Kewarisan ................................. 79
2. Bagian waris Anak Angkat Di Desa kalibeber.....................80

xv
BAB IVANALISI PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER
TENTANG WARIS DAN HIBAH BAGI ANAK ANGKAT

A. Analisis Praktik pembagian Waris Dan Hibah Bagi


Anak Angkat Di Desa Kalibeber............................................... 92
B. Analisis Pandangan Ulama Wilayah Kalibeber Tentang Waris
Dan Hibah Terhadap Anak Angkat Di Desa Kalibeber ........... 96

BABV PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................... 106
B. Saran..........................................................................................107

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1Batas Wilayah Desa Kalibeber.......................................................... 66


Tabel 3.2 Data Luas wilayah Desa Kalibeber.................................................. 67
Tabel 3.3 Struktur Pemerintah Desa Kalibeber............................................... 67
Tabel 3. 4 Data Penduduk Berdasarkan Pekerjaan.......................................... 68
Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.............................. 69

xvii
ABSTRAK

PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER MENGENAI HIBAH


DAN WARIS BAGI ANAK ANGKAT
(Studi kasus Di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten
Wonosobo)
IBNU FAISAL LADI

Pemberian hibah merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan oleh orang tua
angkat di dalam memberikan hartanya kepada anak angkatnya tanpa mengharap ganti
sebagai wujud kasih sayang yang terjalin di antara keduanya. Di karenakan di dalam
islam di tegaskan bahwa hubungan diantara orang tua angkat dengan anak angkat tidak
dapat merubah hubungan nasab, hubungan darah, hubungan waris-mewaris diantara
keduanya anak angkat tetap bernasab kepada orang tua asalnya. Mengingat didalam
sebuah masalah kewarisan sangatlah rentan terhadap konflik atau masalah, apalagi
terhadap pemberian harta yang diberikan kepada anak yang bukan dari keturunannya
sendiri, tentu ahli waris sangat berperan penting didalam penerimaan harta yang diberikan
orang tua angkat kepada anak angkatnya.

Metode yang digunakan peneliti adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian
lapangan (fild research) teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa wawancara sedangkan teknik analisis data menggunakan reduksi data (Data
reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan. Menurut pendapat
ulama Desa kalibeber, Kec. Mojotengah, Kab. Wonosobo pemberian harta orang tua
angkat ke anak angkatnya disebut hibah bukan waris meskipun itu pemberiannya setelah
orang tua angkat itu meninggal, karena anak angkat bukan bagian dari ahli waris maka
anak angkat tidak berhak menerima warisan melainkan hanya bisa menerima harta hibah
dari orang tua angkatnya, jika orang tua angkatnya berwasiat pemberian bisa melalui
wasiat wajibah. Pemberian harta orang tua angkat ke anak angkatnya di batasi 1/3
sepertiga bagian harta dari orang tua angkatnya. Pemberian semua harta orang tua ke
anak angkatnya tanpa memberikan hak ke ahli waris yang berhak, tidak diperbolehkan di
dalam Agama. Pemberian lebih dari sepertiga hibah haruslah mendapatkan sepertujuan
atau izin dari ahli waris atau keluarga penghibah terlebih dahulu.

Bahwasannya Di Desa Kalibeber dalam pelaksanaan waris bagi Anak angkat


menggunakan system sama rata yang mana pembagiannya di sama ratakan dengan
kesepakatan pihak keluarga Bersama tanpa ada keganjalan satu sama lain, dan status anak
angkat di Desa kalibeber adalah sama, yaitu tidak membeda bedakan anak angkat dengan
anak kandung artinya semuanya sama dalam hal apapun. Akan tetapi sebagai anak angkat
tetap tidaklah lepas dari hubungan orang tua kandungnya. Sehingga tidak dapat diakui
untuk bisa dijadikan dasar dan sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan
Islam adalah hubungan darah / nasab / keturunan. Dalam pembagian harta warisan anak
angkat, di Desa Kalibeber mengikuti dalam hukum kewarisan Islam sebanyak-
banyaknya adalah 1/3 dari harta peninggalan
Kata Kunci :Pandangan Ulama, Waris Bagi Anak Angkat

xviii
ABSTRACT

PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER MENGENAI HIBAH


DAN WARIS BAGI ANAK ANGKAT
(Studi kasus Di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten
Wonosobo)

IBNU FAISAL LADI

Giving grants is one way that adoptive parents can do in giving their assets to
their adopted children without expecting compensation as a form of affection that exists
between the two. This is because in Islam it is emphasized that the relationship between
adoptive parents and adopted children cannot change the kinship relationship, blood
relationship, inheritance relationship between the two adopted children remain in line
with their original parents. Considering that in an inheritance problem, it is very
vulnerable to conflict or problems, especially when it comes to giving assets given to
children who are not from their own descendants, of course the heirs play an important
role in receiving the assets given by adoptive parents to their adopted children.

The method used by the researcher is a qualitative approach and the type of field
research (field research). The data collection technique used in this study is in the form
of interviews, while the data analysis technique uses data reduction (data reduction),
data presentation (data display), and drawing conclusions. According to the opinion of
the ulema of Kalibeber Village, Kec. Mojotengah, Kab. Wonosobo giving the assets of
adoptive parents to their adopted children is called a non-inheritance grant even though
it is given after the adoptive parent dies, because the adopted child is not part of the
heir, the adopted child is not entitled to receive an inheritance but can only receive a
grant from his adoptive parents, if adoptive parents will give a will through a mandatory
will. The gift of adoptive parents' assets to their adopted children is limited to 1/3 of a
third of the assets of the adoptive parents. Giving all the assets of parents to their
adopted children without giving rights to the rightful heirs is not allowed in Religion.
Giving more than a third of the grant must obtain prior approval or permission from the
heirs or family of the grantor.

Whereas in Kalibeber Village in the implementation of inheritance for adopted


children using an equal system where the distribution is evenly distributed by the
agreement of the Joint family without any obstacles to each other, and the status of
adopted children in Kalibeber Village is the same, that is, it does not differentiate
between adopted children and children. biological means all the same in any case.
However, as an adopted child, it cannot be separated from the relationship of his
biological parents. So that it cannot be recognized to be used as the basis and cause of
inheritance, because the main principle in Islamic inheritance is blood / lineage /
descent. In the distribution of the inheritance of adopted children, in the village of
Kalibeber, according to Islamic inheritance law, the maximum amount is 1/3 of the
inheritance
Keywords: Ulama's View, Inheritance for Adopted Children

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangMasalah

Ulama Adalah

Waris menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang

kepada orang lain. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.1 Ilmu yang

mempelajari warisan disebut ilmu mawaris atau lebih dikenal dengan istilah

fara’idl. Kata fara’idl merupakan bentuk jamak dari faridah, yang diartikan

oleh para ulama’ farrid iyun semakna dengan kata mafrudah, yaitu bagian

yang telah ditentukan kadarnya.2Warisan berarti perpindahan hak kebendaan

dari orang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup.3

Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan

sebagai hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang

ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari

peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak menerimanya.4 Harta

warisan yang dalam istilah fara’idl dinamakan tirkah (peninggalan) adalah

sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa uang atau

materi lainya yang dibenarkan oleh syariat Islam untuk diwariskan kepada

ahli warisnya.5
1
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1996), hlm. 33.
2
Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hlm. 11
3
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. II, 1995), hlm.
13
4
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet.
IV, 2000), hlm. 355.
5
Maman Abd Djalal, Hukum Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006 ), hlm. 39

1
2

Di dalam masalah kewaris pemindahan hak kepemilikan harta

(tirkah) bisa diberikan manunggu kematian dari si pewaris sehingga dari

kematiannya tersebut meninggalkan begitu bayak probematika terhadap ahli

warisnya, tidak jarang sering terjadi perpecahan atau perselisihan di sesama

saudara yang dianggap kurang adilnya pembagian harta dari si pewaris yang

ditinggalkan. Maka dari itu Agama Islam melalui Al-Qur’an dan Hadis telah

mengatur secara hati-hati mengenai pembagian harta peninggalan tersebut

karena rasa kurang yang timbul dari seseorang terkadang munculMemang di

dalam Al-Qur’an dan Hadis sudah membahas mengenai warisan, namun ada

beberapa masalah yang baru muncul sehingga di dalam Al-Qur’an dan Hadis

belum ada pembahasan yaitu mengenai Kalalah. Kalalah ialah sering

diartikan dengan orang yang punah maksudnya disini orang yang telah

meninggal dan dia tidak memiliki keturunan sama sekali sehingga

peninggalan hartanya tak bertuan.6

Hibah ialah pemberian sesuatu benda secara sukarela tanpa imbalan

balik untuk dimiliki.7Istilah hibah digunakan sebagai pemberian sukarela

kepada orang lain, baik itu dengan harta maupun yang lainnya. Kata hibah

sendiri berasal dari bahasa Arab yang sudah diadopsi menjadi bahasa

Indonesia. Kata ini merupakan mashdar dari kata ‫ وهب‬yang berarti pemberian.

Apabila seseorang memberikan harta miliknya kepada orang lain, maka

berarti pemberi itu menghibahkan barang miliknya. Hibah dalam arti


6
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 4
7
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,
2015) pasal 171 huruf G hlm 5
3

pemberian juga bermakna bahwa pihak pemberi hibah bersedia melepaskan

haknya atas benda yang dihibahkan. Dikaitkan dengan suatu perbuatan

hukum, hibah termasuk salah satu bentuk pemindahan hak milik.8

Pemberian hibah di masyarakat bukan lagi suatu hal yang jarang

dilakukan oleh sebagian keluarga. Pemberian hibah biasa dilakukan saat

orang tua merasa mampu dan memiliki niat untuk memberikan sebagian

hartanya kepada anaknya saat orang tua masih hidup. Berbeda ketika orang

tua sudah meninggal dunia, pemberian ini dinamakan sebagai waris.

Sedangkan hibah merupakan akad yang pada pokok intinya tindakan

seseorang untuk mengalihkan kepemilikan harta kepada orang lain pada saat

kedua belah pihak masih hidup tanpa imbalan.9 Dalam buku Kompilasi

Hukum Islam (KHI) Pasal 171 huruf g hibah diartikan sebagai pemberian

suatu benda yang dilakukan secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang

kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki sepenuhnya.10 Dengan

demikian disinilah letak kerelaan pemberi dan penerima hibah dalam

melakukan perbuatan hukum tanpa ada paksaan dari pihak lain merupakan

unsur yang harus ada dalam hibah atau dengan kata lain asas dari pelaksanaan

hibah adalah sukarela.11

Seiring berkembangnya zaman banyak masyarakat di lingkungan

sekitar kita yang tidak mengetahui aturan dan ketentuan pemberian hibah
8
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 73-
74
9
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 5 terj. Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta :
Cakrawala Publishing, 2009), hlm. 547
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : Citra Umbara, 2019), hlm. 375.
11
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta :
Kencana, 2006), cet.1, hlm. 133.
4

yang sesuai dengan syariat Islam. Mereka lebih cenderung memberikan

hartanya atas kemauannya sendiri sehingga tidak memperhatikan faktor

keadilan. Seperti halnya pemberian yang dilakukan orang tua kepadaanaknya.

Tidak semua hibah yang diberikan orang tua kepada anaknya melalui

prosedur yang diatur dalam aturan hukum yang sudah ditetapkan karena

kebanyakan dari anak yang merasa dirinya kurang dan ingin memiliki juga

atas harta yang dimiliki orang tuanya tanpa mengetahui lebih lanjut bahwa

adanya aturan pada pelaksanaan dan ketentuan terhadap pemberian harta

hibah. Sehingga orang tua merasa ringan hati untuk memberikan harta yang

dimilikinya kepada anaknya.Di sini para ulama berbeda pendapat dalam

mengartikan istilah dari pemerataan (al-taswiyah) dalam pemberian hibah.

Abu Yusuf dari kalangan Mazhab Hanafi, serta Mazhab Maliki dan Mazhab

Syafi’i ini berpendapat bahwa orang tua dianjurkan menyamaratakan dan

tidak membeda-bedakan dalam pemberian kepada anak-anaknya, baik laki-

laki maupun perempuan. Terkait hal ini anak perempuan akan memperoleh

pemberian yang sepadan dengan yang diperoleh anak laki-laki, seperti

petunjuk yang diberikan Nabi SAW, “Bersikaplah sama dalam pemberian

kepada anak-anakmu. Jika kamu akan mendahulukan, dahulukanlah anak-

anak perempuan atas lakilaki” Di dalam riwayat lain Nabi SAW menegaskan,

“Takutlah engkau kepada Allah dan bersikaplah adil terhadap anak-anak

kalian”.12

Di Indonesia telah dikenal dengan adanya pengangkatan anak atau

12
Ali Muhtarom, “Hibah terhadap Anak-Anak dalam Keluarga (Antara Pemerataan dan
Keadilan)”, Mafhum, 5:1, (2020), hlm. 7.
5

adopsi yang sering dilakukan oleh pasangan suami istri yang belum

dikaruniai anak, sedangkan tujuan dari pengangkatan anak tersebut adalah

untuk meneruskan keturunan bila mana dalam suatu perkawinan tidak

mempunyai keturunan, ada pula yang bertujuan sebagai pancingan seperti di

Jawa khususnya.13

Adopsi yaitu mengangkat seorang anak yang bukan dari

keturunannya yang lahir dari keturunan orang lain untuk dijadikan seperti

anaknya sendiri atau dalam bahasa arab disebut At-Tabanni. anak yang dalam

pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, bianya pendidikan dan sebagainya

beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya

berdasarkan keputusan pengadilan.14 Ada dua cara pengangkatan anak yaitu

yang pertama mengambil anak orang lain untuk diasuh dan didik dengan

penuh perhatian dan kasih sayang tanpa diberi hak-hak sebagai anak

kandung,diperlakukan layaknya anaknya sendiri kedua mengambil anak

orang lain sebagai anaknya sendiri serta diberi hak-hak sebagai anak

kandung, sehingga ia memakai nama keturunan orang tua angkatnya saling

mewarisi harta peninggalan seperti halnya anak kandungnya sendiri.15

Pengangkatan anak bukanlah permasalahan yang baru. Sejak zaman

Jahiliyah, pengangkatan anak telah dilakukan dengan cara dan motivasi yang

berbeda-beda sejalan dengan sistem dan peraturan hukum yang berlaku pada

masyarakat yang bersangkutan. Pengangkatan anak tersebut dapat


13
Suhrawardi K. Lubis, dan Komis Simanjuntak, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta:
Sinar Grafika, 2008), hlm. 252.
14
Amir Syarifuddin , Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana 2004), hlm 183
15
Hifni Wifaqi dengan judul Hak Waris Anak Angkat dalam Penerimaan Hibah(studi
putusannomor. 5581/pdt.g/2013/PA.jr). http:repository.unej.ac.id/handle/123456789/76723 di
akses 13 juni 2022
6

dikategorikan sebagai perbuatan hukum karena dengan mengangkat anak,

berarti seseorang telah mengambil anak orang lain untuk dijadikan bagian

dari keluarganya sendiri dan pada akhirnya, akan timbul suatu hubungan

hukum antara orang yang mengangkat dan anak yang diangkat. Anak angkat

memiliki peranan serta kedekatan terhadap anggota keluarga orang tua

angkatnya, sehingga ia kadang diperlakukan sama seperti anak kandung

sendiri.

Anak angkat mendapatkan kedudukan yang istimewa di Indonesia,

kedudukannya ialah dipersamakan dengan anak kandung dalam suatu

kelauarga, sehingga apabila orangtua angkatnya meninggal dunia dia dapat

menjadi ahli waris satu-satunya, atau paling tidak dapat me-mahjub-kan

saudara-saudara kandung pewaris. Mendudukkan anak angkat menjadi ahli

waris pengganti seperti demikian, dalam Islam dilarang berdasarkan teguran

langsung Allah SWT. Atas pengangkatan anak oleh Rosulullah SAW

terhadap Zaid bin Haritsah. Dalam islam anak angkat bukanlah ahli waris.

Namun tidak banyak diperoleh informasi tentang bagaimana KHI memberi

kedudukan istimewa dengan pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat

sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.16

Dalam hukum adat anak angkat diartikan sebagai suatu ikatan sosial

yang sama dengan ikatan kebangsaan biologis. Anak angkat dalam hukum

adat mendapat kedudukan yang hampir sama dengan anak sendiri, yaitu

dalam hal kewarisan dan perkawinan, bahkan didalam harta kewarisanya

16
Habibburohman, Rekonstruksi hukum kewarisan islam di Indonesia (Jakarta :
Kencana, 2011), hlm. 75.
7

anak angkat mendapatkan hak kewarisan yang sama seperti anak kandung

sendiri.17

Dalam hukum Islam tidak demikian, hukum Islam secara tegas

melarang adanya pengangkatan anak yang mengakibatkan hubungan nasab

antara anak angkat dengan orang tua angkat dan tidak pula menyebabkan hak

waris.18 Menurut hukum Islam yang berhak mendapatkan harta warisan

adalah karena hubungan nasab, adanya hubungan perkawinan, sebab Al-Wala

dan hubungan sesama Islam, sedangkan menurut Islam anak angkat tidak

dapat diakui untuk dijadikan sebagai ahli waris,19 hal ini berdasarkan dalam

Q.S. An-Nisaa ayat 8 yang berbunyi:

‫ض َر ْالقِ ْس َمةَ اُولُوا ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِكيْنُ فَارْ ُزقُوْ هُ ْم ِّم ْنهُ َوقُوْ لُوْ ا لَهُ ْم قَوْ اًل َّم ْعرُوْ فًا‬
َ ‫َواِ َذا َح‬

Artinya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat (kerabat yang
tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka), anak yatim
dan orang miskin maka berilah mereka dari harta itu (pemberian
sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan atau
sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.20

Seseorang yang mengadopsi anak dari orang lain dalam melimpahan

hartanya yaitu melalui hibah, hibah ialah pemberian sesuatu benda secara

sukarela tanpa imbalan balik untuk dimiliki. sebelum orang tua angkat itu

meninggal yang disaksikan anggota keluarga atau ahli warisnya. Pemberian

ini merupakan salah satu wujud kasih sayang yang terjalin layaknya anak dan

orang tuanya. Pemberian harta peninggalan kepada anak angkat di batasi 1/3
17
Hilman Hadi Kusumo, Hukum Waris Adat (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 1980),
hlm. 58
18
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam (Jakarta: Amzah, 2013),
hlm. 59.
19
Fathurrahman, Ilmu Waris (Bandung: Al-ma’arif, 1975), hlm. 116.
20
Depaartemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Asy-Syifa, 1998),
hlm. 78.
8

sepertiga bagian sebagai mana yang juga di atur di dalam Kompilasi Hukum

Islam di batasi 1/3 bagian pasal 210 KHI dan pasal 209 mengenai wasiat

wajibah.21

Peneliti memilih lokasi untuk memperoleh sumber informasi di

wilayah Kalibeber Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.

Dikarenakan di Wilayah Kalibeber begitu bayak keilmuan dan ahli yang

mengerti akan hukum-hukum islam. Dengan bayak adanya lembaga

pendidikan yang tak lepas dari pengajaran hukum islam dari usia dini hingga

perkuliahan, khususnya pondok pesantren yang berdiri di sekitar Wilayah

Desa Kalibeber sendiri merupakan desa dengan penduduk terpadat dan dinilai

sebagai desa yang paling maju di Kecamatan Mojotengah.Kalibeber menjadi

salah satu kawasan pusat pendidikan di Kabupaten Wonosobo. Terdapat satu-

satunya universitas di Kabupaten Wonosobo, yakni Universitas Sains Al-

Qur'an terletak di Kalibeber. Selain itu, desa ini memiliki banyak pondok

pesantren dan pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

Salah satu pesantren terbesar di Kalibeber adalah Pondok Pesantren Tahfidul

Qur'an Al-Asy'ariyyah dan masih ada sekitar 33 Pondok pesantren lainnya

yang diantaranya: Pondok Pesantren Tahfidul Qur'an Al-Asy'ariyyah Pusat

Kalibeber, Pondok Pesantren Tahfidul Qur'an Al-Asy'ariyyah 2 Ndero

Duwur, Pondok Pesantren Tahfidul Qur'an Al-Asy'ariyyah 3 Kalibeber,

Pondok Pesantren Tahfidul Qur'an Al-Asy'ariyyah Munggang, PONPESMA

Putri UNSIQ Kalibeber, PONPESMA Putra Krasak, PP An-Nadhira

21
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,
2015) pasal 171 huruf G hlm 50
9

Kalibeber, PP Tahfidzul Qur’an Hidayatul Qu’an Munggang, dan masih

banyak lainnya. Tentulah kita tidak asing dengan sebutan pondok pesantren

yaitu lembaga pendidikan yang tradisional islam yang memahami,

menghayati dan mengamalkan ajaran islam dengan mengutamakan

keagamaan sebagai pedomannya untuk kehidupan sehari-hari.22

Dari pondok pesantren ini bayak ulama yang menguasai keilmuan

keislaman baik didapat dari ijtihad ulama, kitab-kitab fiqih, kitab Hadist, dan

Al-Qur’an sebagai panutan atau pedoman dalam mencetuskan hukum, dan

pengalaman yang diperoleh dari pondok pesantren luar Kalibeber maupun

didalam Kalibeber itu sendiri. Tentulah pendapat dari Ulama’ pesantren yang

bisa diambil tentunya bisa sebagai keilmuan untuk orang-orang yang belum

paham akan hibah waris kepada anak angkat. Terdapat 148 Pondok Pesantren

yang ada di Kabupaten Wonosobo.23 Maka dari itu tentulah keilmuan yang

akan diperoleh melalui ulama pesantren ini merupakan sumber yang penting.

Maka peneliti ingin mengetahui pendapat dari para Ulama Pesantren

di Wilayah Kalibeber ini mengenai pemberian penghibahan dan pemberian

harta waris kepada anak angkat sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang

sudah ada menurut pandangan Ulama Pesantren di Kalibeber. Oleh karena itu

peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut untuk diangkat dalam sebuah

skripsi yang berjudul ”PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER

MENGENAI HIBAH DAN WARIS BAGI ANAK ANGKAT (Studi kasus

Di Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kab. Wonosobo)”.

22
Wawancara,dengan bapak rohmat selaku perangkat Desa Kalibeber
23
http://wiki.laduni.id/.Pesantren-di-kota-wonosobo.
10

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka

penulis mengambil permasalahan yakni:

1. Bagaimana Pandangan Ulama Pesantren di wilayah Kalibeber

Mengenai Hibah dan Waris bagi Anak Angkat ?

2. Bagaimana Pelaksanaan hibah dan waris bagi anak angkat di Desa

Kalibeber?

C. Tujuan dan ManfaatPenelitian

1. TujuanPenelitian

Adapun alasan penulis memilih judul proposal skripsi ini

sebagai bahan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Untuk Mengetahui Bagaimana Pandangan Ulama Pesantren di

wilayah Kalibeber Mengenai Hibah dan Waris bagi Anak Angkat.

b. Untuk Mengetahui bagaimana Pelaksanaan hibah dan waris bagi

anak angkat di Desa Kalibeber.

2. ManfaatPenulisan

Adapun manfaat dari penyusunan penelitian skripsi ini adalah

sebagai berikut:

a. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

HukumpadaProgram Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) Jawa


11

Tengah di Wonosobo.

b. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam mengembangkan dan memperkaya khazanah

ilmu pengetahuan tentang hukum Islam, khususnya dalam cara

pengelolaan yang sesuai dengan hukumsyara’.

c. Diharapkan penelitian ini sebagai bahan acuan dalam bidang

hukum untuk menyelesaikan permasalahan hukum dan sosial

yang ada di masyarakatIndonesia.

d. Sebagai suatu karya ilmiah yang selanjutnya dapat menjadi

informasi dan sumber rujukan bagi para peneliti di kemudianhari.

e. Dari penilitian ini penulis mengharapkan semoga dapat

bermanfaat bagi semua orang sebagai upaya pengembangan

kajian ilmu dibidang hukum perdata

islamyangmampumengikutimodernisasiilmudanteknologimediaso

sialsertadapat menjadi bahan referensi untuk penelitian lainnya

dalam menggali penelitian lebih dalam.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka penelitian ini pada dasarnya untuk mendapatkan

gambaran yang pernah diteliti dari penelitian sebelumnya. berdasarkan

penelusuran pustaka yang penyusun lakukan ada beberapa kajian

tentanghibah dan waris bagi anak angkat.

Skripsi Solikul Mutohar,Fakultas Hukum, dengan judul “Tinjauan


12

Sitem Hibah Harta Kepada Anak Angkat Menurut Hukum Islam”, Universitas

sebelas maret, 2018ini termasuk penelitian hukum normatif, yang juga bisa

disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Disebut

penelitian hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan

hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang

lain. Sedangkan disebut sebagai penelitian kepustakaan disebabkan penelitian

dalam penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat

sekunder yang ada di perpustakaan.24perbedaan skripsi penulis dan peneliti di

atas yaitu bahwa skripsi penulis lebih memfokuskan membahas mengenai

bagaimana status anak angkat di dalam pandagan ulama pesantren kalibeber

dan hukum perdatanya.

Skripsi Suyanti, Fakultas Syari’ah, dengan Judul “Tinjauan hukum

Islam tentang warisan bagi Anak Angkat dalam Perspektif Hukum Adat Jawa

(Studi Pada Desa Simpang Tiga Kec. Rebang Tangkas Kab.Way Kanan)”

Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Pada Skripsi ini menitik

beratkan pada pandangan masyarakat dan pandangan hukum Islam tentang

warisan bagi anak angkat dalam perspektif hukum adat jawa.25

Skripsi Mukhtar Asrori, IAIN Ponorogo 2017, yang berjudul

”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pembagian Waris Anak Angkat

Dengan Wasiat Wajibah (Studi Kasus di Desa Jimbe Kecamatan Jenangan

Kabupaten Ponorogo)” Pada skripsi ini lebih menekankan pembagian waris

24
Solikul Mutohar, Fakultas Hukum, dengan judul “Tinjauan Sitem Hibah Harta
Kepada Anak Angkat Menurut Hukum Islam”, Universitas sebelas maret, 2018.
25
Suyanti, ”Tinjauan hukum Islam tentang warisan bagi Anak Angkat dalam Perspektif
Hukum Adat Jawa (Studi Pada Desa Simpang Tiga Kec. Rebang Tangkas Kab.Way Kanan)”
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
13

anak angkat dalam hukum Islam saja dan lebih memperjelas dalam

pembahasannya yaitu mengenai wasiat wajibah. Sedangkan perbedaanya

adalah saya juga mendiskripsikan tentang pembagian kewarisan anak angkat

menggunakan Hukum Islam dengan tata cara pembagianya mengenai

kewarisan anak angkat. Serta tempat untuk penelitian juga berbeda.26

Skripsi Ngazis masturi ,yang berjudul “Metode Hibah terhadap anak

angkat ditinjau dari hukum islam” Universitas Muhamadiyyah Surakarta

2017. Pada skripsi ini lebih memperjelas atau mentitik beratkan tentang

metode hibah terhadap anak angkat dalam hukum islam saja.27

E. Kerangka Teori

Penelitian ini memfokuskan pada pembahasan tentang Praktik

Pelaksanaan Hibah dan Waris bagi Anak Angkat Bagaimana Pandangan

Ulama Pesantren di wilayah Kalibeber Mengenai Hibah dan Waris bagi Anak

Angkatsertasebagaipenunjangbaikdalam

segikepustakanataupundalamsegianalisisyuridis,landasanteoriinimenjadicuku

ppenting.

Kerangkateoriyangakandijadikanlandasandalamsuatupenelitiantersebutadalah

teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum dalam

berbagai kajian.

Kerangka teori merupakan uraian yang ringkas tentang teori yang

26
Mukhtar Asrori, ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pembagian Waris Anak
Angkat Dengan Wasiat Wajibah (Studi Kasus di Desa Jimbe Kecamatan Jenangan Kabupaten
Ponorogo),” Skripsi (Ponorogo, 2017).
27
Ngazis masturi ,”Metode hibah terhadap anak angkat Ditinjau dari Hukum Islam ”.
Skripsi (Universitas Muhammadiyyah ,Surakarta 2019)
14

digunakan dan cara menggunakan teori ini dalam menjawab pertanyaan

penelitian.28 Agar penelitian ini lebih terarah dan tepat sasaran maka penulis

menganggap perlu menggunakan kerangka teori sebagai landasan berfikir

gunamendapatkan konsep yang benar dan tepat dalam penyusunan skripsi ini

sebagai berikut:

1. Teori Living Law

Teori ini dipelopori oleh Eugene Ehrlich seorang Profesor

Austria yang bermazhab Sosiological Juresprudence. Beliau

berpendapat bahwa, hukum positif akan memiliki daya berlaku yang

efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup di

dalam Masyarakat yang merupakan cerminan nilai-nilai yang hidup di

dalamnya.29 Teor ini dalam perkembangan Hukum tidak terletak pada

Undang-Undang, Putusan Hakim, atau ilmu Hukum, tetapi pada

Masyarakat itu sendiri.

2. Teori Kesadaran Hukum

Berbagai definisi tentang Hukum oleh beberapa ahli adalah

sebagai berikut: Prof. Mr.E.M Meyers dalam bukunya “ De Algemene

bergrippen van het burglijik Recht “ : “Hukum yaitu seluruh peraturan

yang berisi alasan kesusilaan, ditujukan bagi tingkah laku manusia

dalam masyarakat, dan yang membuat contoh bagi penguasa Negara

dalam melaksanakan tugasnya”.30


28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R &D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hlm. 283.
29
Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Bandung:
CV. Alfabeta, 2017), hlm. 220-221
30
Naimatus Sholikah, “Kesadaran Hukum Pedagang Kaki Lima di Ngunut terhadap
Peraturan Daerah No 7 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum”, Skripsi
15

Leon Duhuit: “Hukum adalah aturan tingkah laku masyarakat

yang upaya penggunaanya pada saat tertentu diindahkan dalam

masyarakat sebagai bentukpertanggung jawaban dan yang jika

dilanggar mengakibatkan reaksi bersama terhadap orang yang melakuka

pelanggaran itu”.31

Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak di dalam diri

manusia tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang

dikehendaki. Jadi kesadaran hukum dalam hal ini berarti kesadaran

untuk bertindak sesuai dengan ketentuan hukum.Kesadaran hukum

dalam masyarakat merupakan semacam jembatan yang

menghubungkan antara peraturan – peraturan dengan tingkah laku

hukum anggota masyarakat.

Menurut Prof.Soerjono Soekanto mengemukakan empat

indikator kesadaran hukum yang secara beruntun (tahap demi tahap)

yaitu:

a. Pengetahuan tentang hukum merupakan pengetahuan seseorang

berkenan dengan perilaku tertentu yang diatur oleh hukum tertulis

yakni tentang apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan.

b. Pemahaman tentang hukum adalah sejumlah informasi yang

dimiliki oleh seseorang mengenai isi dari aturan (tertulis), yakni

mengenai isi, tujuan, dan manfaat dari peraturan tersebut.

c. Sikap terhadap hukum adalah suatu kecenderungan untuk

Institut Agama Islam Tulungagung, (2019), hlm. 8.


31
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum,
(Jakarta : Kencana, 2012), hlm. 141.
16

menerima atau menolak hukum karena adanya penghargaan atau

keinsyafan bahwa hukum tersebut bermanfaat bagi kehidupan

manusia dalam hal ini sudah ada elemen apresiasi terhadap aturan

hukum.

d. Perilaku hukum adalah tentang berlaku atau tidaknya suatu aturan

hukum dalam masyarakat, jika berlaku suatu aturan hukum, sejauh

mana berlakunya itu dan sejauh mana masyarakat mematuhinya.

3. Teori Persepsi

Kata persepsi kerap disebut juga dengan pemikiran, gambaran,

atau pandangan, karna dalam persepsi terdapat pandangan seseorang

mengenai satu hal atau objek. Menurut kamus besar psikologi, persepsi

diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap

lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia

menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada di lingkunganya. Persepsi

merupakan salah satu bagian psikologi yang penting bagi manusia

dalam menanggapi kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya.

Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, yang menyangkut

intern dan ekstern. Berbagai ahli telah mengemukakan definisi yang

beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung

makna yang sama. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,

persepsi yaitu reaksi (penerimaan) langsung dari sesuatu. cara

seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indranya.32

32
Idra Tanra, Nursalam Dan Syaripuddin, “Persepsi Masyarakat Tentang Perempuan
Bercadar”, Jurnal Equilibrium, Vol. III. No. 1, (Mei, 2015), hlm. 118
17

Hibah adalah pemberian hak milik secara langsung dan mutlak

terhadap satu benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun dari

orang yang lebih tinggi dengan kata lain (pemberian hak milik secara

suka rela ketika masih hidup yang diberikan ke tangan orang yang

diberi).33Kewarisan adalah pemindahan hak kepemilikan harta

peninggalan (tirkah) pewaris, kepada ahli waris dan yang telah

ditentuksn bagiannya masing-masing.34 Anak angkat adalah anak yang

dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, bianya pendidikan dan

sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang

tua angkatnya berdasarkan keputusan pengadilan.35 Ulama adalah

pemuka agama atau pemimpin yang bertugas untuk mengayomi,

membina dan membimbing umat islam baik dalam masalah-masalah

agama maupun masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi

keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.36

Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para

siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan guru yang

lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempuyai asrama untuk tempat

menginap santri.37 Jadi ulama pesantren ialah pemuka agama atau

pemimpin atau biasa disebut kiai yang mengayomi membina dan

membimbing para santrinya (siswanya) yang tinggal dan belajar untuk


33
Abdul aziz muhammad azzam, Fiqih muamalat sistem transaksi dalam fiqh islam,
( jakarta: Amzah, 2010) hlm 435-436
34
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Iukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,
2015) pasal 171 hlm 50
35
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam ... pasal 171 huruf H. hlm. 50
36
http://www.risalahislam.com/2014/02/pengertian-ulama-yang-sesungguhnya.html?
m=1. 13 Juli 2022, 14:00
37
http://id.m.wikipedia.org/wiki/pesantren. 13 Juli 2022, 13:00
18

menuntut ilmu agama islam maupun sosial kemasyarakatan.

Berdasarkan penegasan konseptual diatas maka secara operasional yang

dimaksud dengan “pandangan ulama pesantren Kalibeber mengenai

Hibah Waris kepada anak Angkat” adalah bagimana pandangan ulama

pesantren Kalibeber mengenai pemberian hibah waris dari pewaris

kepada anak angkat dimana anak angkat ini bukanlah ahli waris, dan

bagaimana praktenya di masyarakat mengenai hibah waris.

Hibah, pemberian, hadiah, dan sedekah maknanya sangat

berdekatan, semua berupa hak milik sewaktu masih hidup tanpa adanya

ganti. Nabi Muhammad SAW tidak memakan sedekah dan memakan

hadiah beliau bersabda ketika diberikan daging yangdisedekahkan

kepada Bariroh bahwa daging itu bagi Barirah adalah sedekah (zakat)

sedangkan bagi Rosulullah ialah hadiah, sehingga yang terlihat jika ada

orang yang memberi sesuatu dengan maksud bertaqorrub kepada Allah

SWT untuk orang yang membutuhkan dia adalah sedekah dan jika dia

bermaksud mendekatkan diri kepada Allah SWT dinamakan hadiah dan

itu dianjurkan sesuai dengan sabda NabiSAW

‫تَهَا َد وْ َوت َحابّوا‬

Artinya: Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling


mencintai.
Sebagian dari kalangan membedakan antara sedekah dengan

hadiah pemberian sesuatu sebagai hak milik kepada orang yang

memerlukan demi pahala akhirat dinamakan sedekah, dan jika

dipindahkannya ketempat orang yang menerima hibah sebagai tanda


19

hormat kepadanya adalah hadiah, dan setiap hadiah dan sedekah

perbedaan ini akan terlihat antara sedekah dengan hadiah dalam hal

sumpahnya. Siapa yang bersumpah untuk tidak bersedekah tidak

dianggap melanggar sumpah jika dia memberi hibah atau hadiah, dia

tidak memberi hibah maka dia melanggar sumpahnya. Keduanya juga

bisa bersatu sepertihalnya pemindahan dan keperluan dan maksud dari

pemindahan ini ialah semua yang mencakup pengutusan bersama wakil

umpamanya dan ucapanya “jika dia memindahkannya sebagaitanda

hormat bisa memisahkannya dengan sogokan dan memberi penyair

karena takut dari celaanya.

Didalam ketentuan hukum islam bila diperhatikan mengenai

pelaksanaan hibah, dilaksanakan dengn cara sebagai berikut:

a. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian pula

penyerahan barang yang dihibahkan.

b. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan

dilakukan kalau si penerima hibah dalam keadaan tidak cakap

bertindak dalam hukum (belum dewasa, kurang sehat akalnya)

maka penerima bisa diwakilkan oleh walinya.

c. Dalam pelaksanaan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama

sekali oleh pemberi hibah.

d. Penghibahan hendaknya dilaksanakan dihadapan beberapa orang

saksi, hal ini dimaksutkan untuk menghindari silang sengketa


20

hari.38

Adapun yang disunnahkan agar orang tua tidak membeda-

bedakan sebagian anak dengan dengan sebagian yang lain dalam

hibah sebagaimana yang diriwayatkan An-Nu’man bin basyir dia

berkata: ayah saya memberitahuku hibah lalu dia mendatangi

Rosulullah dan berkata” Ya Rosulullah saya memberi anak saya

satu pemberian dan ibunya berkata dia tidak Ridho sebelum saya

bertemu dengan Rosulullah, lalu Nabi berkata kepadanya “ apakah

kamu memberi semua anakmu seperti itu, dia menjawab “tidak Ya

Rosulullah, Rosul bersabda”takutlah kamu kepada Allah SWT dan

berbuat adil diantara anak-anakmu bukankah kamu gembira jika

sama-sama mendapat kebajikan? Dia menjawab”tentu Ya

Rosulullah, Rosul SAW menjawab” mengapa tidak kamu

lakukan”.39

Jika dia membedakan dalam hal hibah maka akadnya tetap

sah sesuai dengan hadist diatas. Ada juga yang berpegang pada

hadist Nu’man orang yang mewajibkan penyamaan diantara semua

anak-anaknya ditegaskan oleh Al-Bukhari dan ini ucapan thawus,

An-Nawawi, Ahmad, Ishak, dan sebagian ulama kalangan ulama

mazhab Maliki, dikatakan dalam Al-Fath “yang mashur dari

mereka (ulama) bahwa akad ini batal dari imam Ahmad boleh

38
Suhrawardi K Lubis, dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013)
39
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam
(Jakarta: Amzah 2010) hlm 439
21

membedakan pemberian diantara anak-anak jika ada sebab seperti

anak yang membutuhkan untuk pada zamannya atau agamanyadan

tidak untuk orang lain”. Menjawab hadis Nu’man dengan beberapa

jawaban diantaranya bahwa yang dihibahkan kepada Nu’man

adalah semua harta ayahnya seperti yang dikatakan Ibnu Abdulbarr

namun hadis ini bayak dikritik, ada yang menyatakan setengahnya

seperti hadist Jabir yang lainnya bahwa yang diberikan adalah anak

kecil, dalam riwayat Muslim dari Nu’man “ayahku memberiku

sedekah dengan sebagian hartanya”.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan suatu alat untuk mencapai sebuah

penelitian dan suatu alat dalam mengumpulkan data atau Informasi. Maka

dalam penelitian ini menggunakan :

1. Jenis penelitian dan Sifat penelitian

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu penelitian

lapangan(field research), atau bisa disebut dengan penelitian

kualitatif, penelitian lapangan merupakan penelian yang dilakukan

dengan mengumpulkan data dan informasi yang diperoleh langsung

dari sumbernya.40dalam hal ini data maupun informasi bersumber

dariinterview dengan para pihak yang bersangkutan yang ada di

40
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Roska Karya,
2000), hlm. 40.
22

Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.

b. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan pelaku yang dapat diamati.

2. LokasiPenelitian

Agar penelitian ini dapat tercapai sebagaimana mestinya, maka

penulis memilih lokasi yaitu Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah,

Kabupaten Wonosobo.

3. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan data skunder, yaitu sebagai berikut:

a. Data primer,

Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

masyarakat.41Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu

melalui interview dangan para pihak yang bersangkutanyang

melakukan pengangkatan anak dan pembagian harta

kewarisannya. Adapun para pihak yang akan di wawancarai

dalam penelitian ini adalah Para Ulama Pesantren dan salah 1

kepala keluarga yang melakukan adopsi dan pengangkatan anak di

Desa kalibeber.

41
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas Indonesia,
2008), hlm. 42.
23

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang menjelaskan bahan hukum

primer, seperti buku-buku ilmiah, hasil penelitian dan

karanganilmiah.42 yang diambil atau dikumpulkan dengan cara

kepustakaan/studi pustaka dengan jalan mengumpulkan data

seperti peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai

hukum posistif dan jurnal ilmiah dan internet yang berkaitan

dengan permasalahan yang diteliti. Data ini diperoleh dengan

menggunakan studi literatur yang dilakukan terhadap banyak

buku dan diperoleh berdasarkan catatan-catatan yang

berhubungan dengan peneliti.43

1) Bahan Hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan penelitian dan juga berupa putusan

yang dijadikan penetapan oleh penulis.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer

berupa literatur-literatur mengenai peletian ini, meliputi

buku-buku ilmu hukum, hasil karya dari kalangan hukum dan

lainnya berupa jurnal surat kabar dan makalah.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelaan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder yang berasal dari artikel pada majalah, surat kabar

42
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta:UIpress, 1986), hlm. 51
43
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung; CV, Alfabeta, 2009), hlm. 62.
24

dan penelusuran internet.

c. Data Tersier

Data Tersier adalah data yang didapat dari bahan pustaka

yang diperoleh dalam bentuk selain dari buku yaitu seperti skripsi,

internet, artikel, ataupun informasi – informasi lainnya yang

berhubungan dengan masalah yang akan penulis teliti.

G. TeknikPengumpulan

Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dan informasi

akan menggunakan metode sebagai berikut :

1. Metode Interview (wawancara), yaitu metode pengumpulan data dengan

melakukan tanya jawab dalam penelitian yang sedang berlangsung secara

lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara

langsung mengenai informasi-informasi atau keterangan-keterangan.

Adapun pihak yang akan diwawancarai adalah para pihak

yangbersangkutan, dan para pihak tersebut antara lain KH Muchotob

Hamzah dan KH Khoirul AlMujtaba, dan Ulama Pondok Pesantren yang

lainya yang akan dimintai keterangan mengenai anak angkat Hibah dan

pembagian kewarisanya44

2. Metode Dokumentasi, yaitu cara memperoleh data tentang suatu masalah

dengan menelusuri dan mempelajari dokumen-dokumen, berupa berkas-

berkas yang berhubungan dengan kedudukan anak angkat terhadap harta

44
Cholid Naruko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2007), hlm. 63.
25

warisan. Selain itu juga melakukan studi kepustakaan dengan

mempelajari berbagai literatur yang ada relevansinya dengan persoalan

tersebut.

3. Metode Observasi, yaitu merupakan teknik pengumpulan data, di mana

peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian

untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan, atau dapat diartikan

sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala

yang tampak pada objek penelitian.45

H. Analisisdata

Setelah penulis memperoleh data atau informasi dari hasil penelitian,

maka penulis akan melakukan cara-cara analisis.Proses analisis data dimulai

dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu

wawancara, pengamatan yang sudah dicatat di lapangan, dokumen pribadi,

gambar, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca dan dipahami, maka langkah

selanjutnya yang penulis lakukan adalah:

1. Reduksi data yaitu proses pemilihan, penyederhanaan dan memilah-

milahdata yang dirasa sesuai dengan fokus penelitian yang penulisteliti.

2. Triangulasi data yaitu data yang telah didapatkan dari responden dicek

dan diperiksa lagi dan ditanya lagi pada responden yang lain untuk

menyesuaikan data-data yang telah dikumpulkan agar keabsahan

45
Sugiyono, Metode Penilitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm. 145.
26

datadidapatkan.

3. Penyajian data yaitu penyajian sekumpulan informasi yang tersusun

yang nantinya akan memberikan penarikan kesimpulan dan

pengambilantindakan.

4. Menarik kesimpulan yaitu data-data yang dikumpulkan mulai dicari arti

dan polanya, penjelasan dan sebab akibatnya. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan yang awalnya belum jelas menjadi lebih terperinci dan

mengakar dengan kokoh.46

I. SistematikaPembahasan

Dalam penulisan ini penulis akan membagi isi pembahasan ke dalam

beberapa bab, agar pembaca lebih mudah memahami isi dari tulisan ini:

BABI :PendahuluanDalamBabIniDiuraikanTentangLatar

BelakangPermasalahan, Rumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, kajian pustaka, kerangka

teori, metode Penelitian, Serta Sistematika Pembahasan

Yang Akan Ditulis Dalam Penelitian Tersebut.

BABII :LandasanTeori,padababinipenulisakanmemaparkan

konsepumumtentang harta hibah(pengertian hibah, hukum

hibah, rukun hibah, hubungan hukum hibah ke orang lain),

warisan (sumber, dan asas-asas hukum kewarisan siapa

yang berhak menerima yang terhalang hak warisnya dan

46
Lexi J. Moleong, Metologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja RosdaKarya,
2000), hlm. 103
27

status anak angkat dalam meneriman warisan.

BAB III : Hasil Penelitian,pada bab ini penulisakan memaparkan

Mengenai gambaran umum lokasi Penelitian yang

mencakup sejarah dan letak geografi, struktur

pemerintahan, keadaan penduduk, Pandangan ulama dan

pandangan Masyarakat tentang waris terhadap anak angkat

di Desa Kalibeber.

BAB IV : Analisi dan pembahasan, dalam bab ini penulis akan

memaparkan mengenai kesesluruhan data yang diperoleh

atas penelitian yang telah dilakukan secara langsung di

lapangan. Antara lain mengenai praktik pemberian hibah

dan waris terhadap anak angkat menurut pandangan ulama

pesantren di Kalibeber. Data yang didapat selama

berlangsungnya penelitian dipaparkan yang terjadi di

lokasi penelitian. Temuan ini kemudian akan di analisis

guna mendapatkan kesimpulan sementara atas penelitian

yang telah dilakukan terkait hibah dan waris terhadap anak

angkat menurut pandangan ulama pesantren di Wilayah

Kalibeber.

Bab V : Penutup Didalam bab terkhir ini peneliti menyajikan

ringkasan dari keseluruhan pembahasan peneliti yang

dilengkapi dengan kesimpulan dan saran, daftar pustaka,

dan lampiran-lampiran yang di anggap Perlu.


28
BAB II

TINJAUANUMUM MENGENAI HIBAH DAN WARIS BAGI

ANAKANGKAT

A. Hibah dan Waris Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hibah

Hibah secara bahasa berasal dari kata “wahaba” yang berarti

lewat dari satu tangan ke tangan yang lain atau dengan arti lain kesadaran

untuk melakukan kebaikan atau diambil dari kata hubub ar-rih (angin

berhembus) dikatakan dalam kitab al-fath yang berarti makna yang lebih

umum yaitu ibra’ (membebaskan utang orang) ialah menghibahkan suatu

yang wajib demi mencari pahala akhirat, jak’alah yaitu sesuatu yang

wajib diberikan kepada orang lain sebagai upah, yang dikhususkan

dengan orang yang masih hidup agar bisa mengeluarkan wasiat.47

Hibah menurut terminologi adalah pemberian hak milik secara

langsung dan mutlak terhadaap satu benda ketika masih hidup tanpa

mengharap ganti walaupun dari orang yang lebih tinggi “pemberian hak

milik secara suka rela ketika masih hidup dan yang ini lebih utama dan

singkat”.

Hibah merupakan salah satu bentuk tolong menolong dalam

rangka kebajikan antar sesama manusia sangat bernilai positif. Ulama'

fiqih sepakat bahwa hukum hibah adalah sunnah, berdasarkan firman

47
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh
Islam...hlm 453

29
30

Allah SWT. dalam QS. An-Nisaa’:4

‫صد ُٰقتِ ِه َّن نِحْ لَةً ۗ فَا ِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِّم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوْ هُ هَنِ ۤ ْيـًٔا َّم ِر ۤ ْيـًٔا‬
َ ‫َو ٰاتُوا النِّ َس ۤا َء‬

Artinya “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu


nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian
jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik
akibatnya.48

Hibah merupakan suatu pemberian yang tidak ada kaitannya

dengan kehidupan keagamaan. Tetapi yang menjadi pokok pengertian

dari hibah ini selain unsur keikhlasan dan kesukarelaan seseorang dalam

memberikan sesuatu kepada orang lain adalah pemindahan hak dan hak

miliknya. Hibah merupakan salah satu contoh akad tabarru, yaitu akad

yang dibuat tidak ditunjukan untuk mencari keuntungan (nonprofit),

melainkan ditujukan kepada orang lain secara cumacuma.49

Kemudian perkataan hibah yang berarti memberi dapat dilihat

dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 38 yang berbunyi:

‫هنا لك دعا زكرياء ربع قال ربي هب لى من لدنك ذرية طيبة إنك سميع ٱلدعاء‬

Artinya: “Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya


berkata:"Ya Tuhanku, berilah Aku dari sisi Engkau seorang
anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".
(QS. Ali Imran: 38).

Ayat tersebut menjelaskan tentang bentuk hibah yang berarti

memberi dengan obyek seorang anak.50

48
Soenarjo,Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Putra Sejati Raya, 2003, hlm. 115.
49
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, Yogyakarta:
Pustaka Baru Press, 2017, hlm. 225.
50
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid III, (Bandung: Alma’arif, 1996), 353.
31

Jumhur ulama mendefinisikan hibah sebagai akad yang

mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan

seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara suka rela.

Ulama mazhab Hambali mendefinisikan hibah sebagai pemilik harta dari

seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang diberi

hibah boleh melakukan sesuatu tindakan hukum terhadap harta tersebut,

baik harta itu tertentu maupun tidak, bedanya ada dan dapat diserahkan,

penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup tanpa

mengharapkan imbalan. Kedua definisi itu sama-sama mengandung

makna pemberian harta kepada seseorang secara langsung tanpa

mengharapkan imbalan apapun, kecuali untuk mendekat diri kepada

Allah SWT.51

Hibah baru dianggap telah terjadi apabila barang yang dihibahkan

itu telah diterima. Hibah yang dilakukan orang tua kepada anaknya kelak

dapat diperhitungkan sebagai harta warisan apabila orang tuanya

meninggal dunia. Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang

tua kepada anaknya. Hibah yang diberikan pada saat orang yang

memberikan hibah dalam keadaan sakit yang membawa kematiannya,

maka hibah yang demikian itu haruslah mendapat persetujuan dari ahli

warisnya, sebab yang merugikan para ahli waris dapat diajukan

pembatalannya ke Pengadilan Agama agar hibah yang diberikan itu

supaya dibatalkan.52
51
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1996,
hlm. 540
52
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana,
32

Sebagian dari kalangan membedakan antara sedekah dengan

hadiah pemberian sesuatu sebagai hak milik kepada orang yang

memerlukan demi pahala akhirat dinamakan sedekah, dan jika

dipindahkannya ketempat orang yang menerima hibah sebagai tanda

hormat kepadanya adalah hadiah, dan setiap hadiah dan sedekah

perbedaan ini akan terlihat antara sedekah dengan hadiah dalam hal

sumpahnya. Siapa yang bersumpah untuk tidak bersedekah tidak

dianggap melanggar sumpah jika dia memberi hibah atau hadiah, dia

tidak memberi hibah maka dia melanggar sumpahnya. Keduanya juga

bisa bersatu sepertihalnya pemindahan dan keperluan dan maksud dari

pemindahan ini ialah semua yang mencakup pengutusan bersama wakil

umpamanya dan ucapanya “jika dia memindahkannya sebagai tanda

hormat bisa memisahkannya dengan sogokan dan memberi penyair

karena takut dari celaanya.53Penerima hibah tidak wajib memberi balas

jasa atau imbalan apapun atas hadiah yang diterima. Artinya, tidak ada

aturan atau ketetapan terkait memberikan balasan setelah menerima

hibah.

Barang yang sudah dihibahkan tidak bisa ditarik kembali, sesuai

hadits nabi sebagai berikut,

ِ ‫العاِئ ُد في ِهبَتِ ِه َك ْال َك ْل‬


:‫ب يَعُوْ ُد فِي قَ ْيِئ ِه‬

Artinya: "Orang yang menarik kembali hibahnya seperti anjing yang


menjilat kembali muntahnya." (HR Al-Bukhari).

Di dalam ketentuan hukum islam bila diperhatikan mengenai

2006, hlm. 144


53
Ibid
33

pelaksanaan hibah, dilaksanakan dengn cara sebagai berikut:

a. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian pula penyerahan

barang yang dihibahkan.

b. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan

dilakukan kalau si penerima hibah dalam keadaan tidak cakap

bertindak dalam hukum (belum dewasa, kurang sehat akalnya) maka

penerima bisa diwakilkan oleh walinya.

c. Dalam pelaksanaan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama

sekali oleh pemberi hibah.

d. Penghibahan hendaknya dilaksanakan dihadapan beberapa orang

saksi, hal ini dimaksutkan untuk menghindari silang sengketa hari.54

2. Dasar Hukum Hibah

Memberikan hibah hukumnya mandub (dianjurkan) sesuai dengan


hadis yang diriwayatkan Aisyah ra. Bawasanya Nabi SAW bersabda:
Artinya: Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling
mencintai Adapun yang disunnahkan agar orang tua tidak membeda-
bedakan sebagian anak dengan dengan sebagian yang lain dalam hibah
sebagaimana yang diriwayatkan An-Nu’man bin basyir dia berkata: ayah
saya memberitahuku hibah lalu dia mendatangi Rosulullah dan berkata
”Ya Rosulullah saya memberi anak saya satu pemberian dan ibunya
berkata dia tidak Ridho sebelum saya bertemu dengan Rosulullah, lalu
Nabi berkata kepadanya“ apakah kamu memberi semua anakmu seperti
itu, dia menjawab “tidak Ya Rosulullah, Rosul bersabda”takutlah kamu
kepada Allah SWT dan berbuat adil diantara anak-anakmu bukankah
kamu gembira jika sama-sama mendapat kebajikan? Dia
menjawab”tentu Ya Rosulullah, Rosul SAW menjawab” mengapa tidak
kamu lakukan”55
Jika dia membedakan dalam hal hibah maka akadnya tetap sah

sesuai dengan hadist diatas. Ada juga yang berpegang pada hadist

54
Suhrawardi K Lubis, dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013)
55
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam
(Jakarta: Amzah 2010). hlm. 439
34

Nu’man orang yang mewajibkan penyamaan diantara semua anak-

anaknya ditegaskan oleh Al-Bukhari dan ini ucapan thawus, An-Nawawi,

Ahmad, Ishak, dan sebagian ulama kalangan ulama mazhab Maliki,

dikatakan dalam Al-Fath “yang mashur dari mereka (ulama) bahwa

akad ini batal dari imam Ahmad boleh membedakan pemberian diantara

anak-anak jika ada sebab seperti anak yang membutuhkan untuk pada

zamannya atau agamanya dan tidak untuk orang lain”. Menjawab hadis

Nu’man dengan beberapa jawaban diantaranya bahwa yang dihibahkan

kepada Nu’man adalah semua harta ayahnya seperti yang dikatakan Ibnu

Abdulbarr namun hadis ini bayak dikritik, ada yang menyatakan

setengahnya seperti hadist Jabir yang lainnya bahwa yang diberikan

adalah anak kecil, dalam riwayat Muslim dari Nu’man “ayahku

memberiku sedekah dengan sebagian hartanya”

Praktek pelaksanaan hibah pada zaman Rosulullah SAW yang

diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abu Waqqash terjadi saat penaklukan

Mekkah. Terdapat sebuah peristiwa pemberi hibah dalam keadaan sakit

dan merasa akan datang kematian, lalu Rosulullah SAW menjenguknya

diungkapkanlah sebuah keluhan lalu si pemberi hibah itu berkata pada

Rosulullah, “wahai Rosulullah, sesungguhnya akau memiliki harta yang

banyak , sedangkan tidak ada yang mewarisiku kecuali hanya anak

perempuanku. Apakah aku harus memberikan hartaku seluruhnya”?

beliau menjawab “tidak” aku berkata “atau dua pertiga darinya”?

Rosulullah menjawab “tidak” aku berkata lagi “ atau setengahnya”?


35

Rosulullah menjawab “tidak” aku berkata lagi “atau sepertiga darinya”?

akhirnya Rosulullah berkata “sepertiga, namu sepertiga adalah jumlah

yang bayak. Seperti dalah hadist riwayat Bukhori dan Muslim yang

artinya :

‫إنك أن تذر ورثتك أغنياء خبز من أن تذر ر هم عالية يتكففون الناس‬

Artinya : Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam


keadaan kaya itu lebih baik dari pada kamu meninggalkan
mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta
kapada manusia.’’ (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu aku bertanya”? Wahai Rosulullah, apakah aku telah di

tinggalkan dari hijrahku”? Rosulullah menjawab “ Sesungguhnya kamu

tidak akan ditinggalkan setelahku, sehingga kamu mengerjakan amalan

yang dengan mengharap ridho Allah SWT, yang membuat derajatmu

disisinya semakin tinggi. Dan semoga sepeninggalmu setelahku nanti,

orang-orang dapat mengambil manfaat darimu. Akan tetapi Al-Ba’is

Sa’ad bin Kaulah, telah mewarisinya, agar ia dapat meninggal di

Mekkah.56

Dari peristiwa tersebut seseorang tidak boleh memberikan

hartanya lebih dari sepertiga bagian, meskipun itu hibah yang di berikan

terhadap anaknya sendiri. Sebagian ulama berpendapat bahwa suatu yang

Mustahab jika pemberian kurang dari sepertiga, yang didasarkan pada:

pendapat Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan Ibnu Abbas. Dari Sa’ad bin

Abi Waqash yang diperoleh hadis riwayat dan dikutip dari buku Wahbah

56
Nor Mohammad Abdoeh, Hibah Harta Pada Anak Angkat: Telaah Sosiologis
Terhadap Bagian Maksimal Sepertiga, (Cakrawala: Jurnal Studi Islam 13(1), 2018)
36

Az-Zuhaili yang berjudul Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, halaman

156 dan 157 yang berbunyi:

‫الثلث و الثلث كثير‬

Artinya: sepertiga, dan sepertiga itu banyak.57

Dasar hukum hibah juga disebutkan dalam hadist Nabi berikut ini, hibah

hukumnya sunnah bahkan dianjurkan. Dalam suatu riwayat dari Abu

Hurairah dikatakan bahwa: 58

)‫(تَهَادُوا ت ََحابَّوْ ا‬:‫صلَى اهللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ ‫يَقُوْ ُل اهللا‬،ُ‫ض َي اهللاُ َع ْنه‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:


Saling memberi hadiahlah kamu sekalian, niscaya kamu akan
saling mencintai.”

Matan hadits tersebut, dapat dipahami bahwa setiap pemberian atau

hadiah merupakan suatu perbuatan baik yang dianjurkan karena pemberian

dapat menumbuhkan rasa saling mencintai dan juga dapat menghilangkan

kebencian antara sesama manusia khususnya antara pemberi dan penerima.

Karena hibah merupakan pemberian yang mempunyai akibat hukum

perpindahan hak milik, maka pihak pemberi hibah tidak boleh meminta

kembali harta yang sudah dihibahkanya, sebab hal itu bertentangan dengan

prinsip-prinsip hibah. Dengan membuat perumpamaan, Rasullah SAW

mengatakan bahwa kalau pihak pemberi hibah men untut kembali sesuatu

yang telah dihibahkanya maka perbuatanya itu sama seperti anjing yang

57
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, (Depok: Gema Isnani, 2011),
hlm. 156-157
58
Muhammad bin Ismail al-Amir al-S{an’aniy, Subullus Sala>m, diterjemahkan oleh
Muhammad Isnan dkk,hlm. 555.
37

menelan kembali sesuatu yang sudah ia muntahkan,59 riwayat yang berasal

dari Ibnu Abbas tersebut berbunyi:60

َ ‫ع َْن اِبْ َعبَّاسْ َأ َّن النَّبِ ِّي‬


َ ‫( َمثَ ُل الَّ ِذيْ يَرْ ِج ُع فِ ْي‬:‫صلَى اهللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬
‫ص َدقَتِ ِه َك َمثَ ِل‬

ِ ‫)ال َك ْل‬
‫ب يَقِ ْي ُع ثُ َّم يَعُوْ ُد فِ ْي قَ ْيِئ ِه‬ ْ

Artinya:“ perempumaan orang yang menarik kembali hibahnya,


bagaikan anjing yang menelan kembali sesuatu yang dia
muntahkan.”

Rasulullah SAW juga telah menganjurkan untuk menerima

hadiah,sekalipun hadiah itu sesuatu yang kurang berharga. Oleh sebab itu

maka para ulama berpendapat makruh hukumnya menolak hadiah apabila

tidak ada halangan yang bersifat syara’ Dalam suatu riwayat dari Abu

Hurairah dikatakan bahwa61:

ُ ‫((لَوْ ُد ِعي‬:‫صلَى اهللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قال‬


ٍ ‫ْت اِلَى ِذ َر‬
‫اع‬ ِ ‫ع َْن َأبِ ْي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ ‫عن النبي اهللا‬،ُ‫ض َي اهللاُ َع ْنه‬

ُ ‫ع لَقَبِ ْل‬
‫ت‬ ٌ ‫ع اَوْ ُك َرا‬ َ ‫ْت َولَوْ ُأ ْه ِد‬
َّ َ‫ي اِل‬
ٌ ‫ي ِذ َرا‬ ُ ‫اع َأَل َجب‬
ٍ ‫))اَوْ ُك َر‬

Artinya:“kalau aku d\iundang untuk menyantap kaki kambing depan


danbelakang niscaya aku penuhi dan kalau dihibahkan
kepadaku kaki kambing depan dan kaki kambing belakang,
niscaya aku menerimanya.”

59
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997 ), hlm.75.
60
Abul Husain Muslim Bin al-H{ajaj al-Qusyairi al-Nasaiburi, Sa{h{ih Muslim, Juz XI,
(Beirut: D
Abu al-Abbas Syihabuddin Ahmad Bin Abdu al-Latif, Muh’tafsir Sahih al-Bukhari
61

(Beirut: Dar Al-Fikr, 2005), hlm. 225.


38

Ayat-ayat Al-qur’an dan hadist hadist Nabi diatas, merupakan sebagai

landasan atau dasar hukum tentang adanya hibah sekaligus merupakan

anjuran untuk menghibahkan sebagaian hartanya kepada orang yang lebih

membutuhkan semisal para fakir miskin.

3. Rukun Hibah

Rukun hibah ada tiga diantaranya sebagai berikut:

a. Kedua belah pihak yang berakad(Aqidain)

Ada beberapa syarat dalam memberi hibah yakni harus

memiliki hak atas barang yang dihibahkan dan mempunyai

kebebasan mutlak untuk berbuat terhadap hartanya.

b. Shighat (ucapan)

Yaitu ijab & qobul berupa ucapan dari orang yang bisa

berbicara dan termasuk ijab yang jelas, yang tujuannya diucapkan

secara langsung. Dan termasuk Qobul yang jelas ucapannya, yang

ditujukan untuk menerima secara langsung.

c. Barang yang dihibahkan

Setiap benda yang boleh diperjual belikan boleh dihibahkan

karena dia adalah akad yang bertujuan mendapatkan hak milik

terhadap satu barang maka dia bisa memiliki sesuatu yang di

milikinya dengan cara jual beli, sehingga setiap yang boleh di jual

boleh dihibahkan sebagiannya walaupun barang tersebut dalam

jumlah bayak.62

62
Ibid
39

Dengan demikian maka hibah itu adalah suatu akad yang

dengannya terdapat suatu janji antara pihak yang satu dengan pihak

yang lain yang harus dipenuhi dengan tidak melakukan sesuatu yang

bertentangan dengan nilai agama. Hal ini sesuai dengan firman Allah

SWT surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi63:

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَوْ فُوْ ا بِ ْال ُعقُوْ ۗ ِد‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-


aqad itu” (QS. Al- Maidah:1)

4. Pengertian Kewarisan

Waris berarti orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan)

orang yang telah meninggal'. Warisan berarti 'harta pusaka peninggalan.

Waris dalam pengertian hukum waris Islam ialah aturan yg dirancang

buat mengatur dalam hal pengalihan atau perpindahan harta seseorang yg

sudah tewas global kepada orang atau keluarga juga menjadi ahli waris.

Sedangkan pada Kompilasi hukum Islam di pasal 171 yang

mengungkapkan tentang waris, memiliki pengertian “hukum waris islam

sepenuhnya ialah aturan yang dirancang untuk mengatur terkait

pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan pewaris, serta memilih

siapa saja yang berhak menerima serta menjadi ahli warisnya, dan jua

jumlah bagian tiap ahli waris”. oleh sebab itulah, di dalam hukum waris

Islam juga tertera hukum pada memilih siapa yang akan sebagai ahli

waris, jumlah bagian berasal masing-masing para ahli waris, hingga jenis

harta waris atau peninggalan apa yang diberikan sang pewaris kepada

63
Departemen Agama, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya, hlm. 156.
40

pakar warisnya.64

Hukum kewarisan dalam islam atau dalam kitab-kitab fiqih biasa

disebut faraid adalah hukum kewarisan yang diikuti oleh umat islam

didalam usaha menyelesaikan pembagian harta peninggalan keluarga

yang meninggaal dunia. Dibeberapa negara yang mayoritas beragama

islam faroid dijadikan sebagai hukum positif, hanya berlaku bagi negara

beragama islam bukan secara nasional. Sedangkan didalam literatur

hukum islam faroid bagian dari keseluruhan hukum islam yang mengatur

peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang

masih hidup. Lafad faraid merupakan jama’ dari lafad faridhah yang

mengandung arti mafrudhah sama artinya muqoddarah Masa sebelum

faroid dilaksanakan biasanya mereka telah memakai dan melaksanakan

aturan-aturan tertentu berkenaan dengan pembagian warisan berdasarkan

adat-istiadat yang menjadi hukum tak tertulis diantara mereka. Di

Indonesia sendiri yang terdapat berbagai suku dan agama mereka juga

membagi kewarisannya menurut adat atau kebiasaan yang dilakukan

turun temurun. Hukum waris di dalam Kompilasi Hukum Islam di atur

pada buku II pasal 171, yang memiliki pengertian adalah hukum yang

mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan

(tirkah) pewaris, menenukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris

dan berapa bagiannya masing-masing.

Diantara ketentuan kewarisan Islam yang berdasarkan hadis Nabi

Saw di riwayatkan Ibn Abbas


64
https://hukum.uma.ac.id/2021/12/03/hukum-waris-dalam-islam/
41

‫أحلقوا الفرائض بأهلها فما بقى فهو ألوىل رجل دكر‬

artinya:”Berikanlah harta warisan itu kepada yang berhak


menerimanya.Sisanya untuk orang laki-laki yang
utama”.

Menurut IbnBathal yang dimaksud dengan “aula rajulin” adalah

laki-laki itu berstatus sebagai ‘ashabah setelah ahl alfurudh, karena

mereka itu lebih dekat kepada mayat dan lebih berhak. ‘Ashabahyang

paling dekat adalah anak laki-laki kemudian anak laki-laki dari mereka

(cucu lelaki) sampai berikutnya, bapak, kakek dan seterusnya.

Seandainya tidak ada ‘ashabah dari pihak laki-laki, maka sisa harta dapat

diberikan kepada orang yang tidak mendapatkan bagian waris dari pihak

wanita.65

Mengenai hukum faraid ayat-ayat Al-Qur’an secara langsung

mengaturnya yaitu sebagai berikut:

1) Qs, al-Nisa (4):7

﴿‫ك ۡٱل ٰ َولِدَا ِن َوٱَأۡل ۡق َربُونَ ِم َّما‬ ِ ‫َان َوٱَأۡل ۡق َربُونَ َولِلنِّ َس ۤا ِء ن‬
َ ‫َصی ࣱب ِّم َّما تَ َر‬ ِ ‫ك ۡٱل ٰ َولِد‬ ِ ‫لِّل ِّر َجا ِل ن‬
َ ‫َصی ࣱب ِّم َّما تَ َر‬

‫صی ࣰبا َّم ۡفرُو ࣰضا‬


ِ َ‫﴾قَ َّل ِم ۡنهُ َأ ۡو َكثُ ۚ َر ن‬

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta


peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu
atau bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.(Qs, al-Nisa
(4):7 )

2) Qs, al-Nisa (4):8


۟ ُ‫وا ْٱلقُرْ بَ ٰى َو ْٱليَتَ ٰـم ٰى َو ْٱلم َس ٰـ ِكينُ فَٱرْ ُزقُوهُم ِّم ْنهُ َوقُول‬
‫وا لَهُ ْم قَوْ اًۭل َّم ْعرُو ۭفًا‬ ۟ ُ‫ض َر ْٱلقِ ْسمةَ ُأ ۟ول‬
َ ‫َوِإ َذا َح‬
َ َ َ

65
Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subulu al-Salam, (Bandung: Dahlan, tt.), Juz. III,
hlm. 98
42

Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak


yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu
(sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang baik.”

3) Qs, al-Nisa (4):9


۟ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ْليَقُول‬
‫وا قَوْ اًۭل َس ِديدًا‬ ۟ ُ‫وا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّق‬
۟ ُ‫ض َع ٰـفًا خَ اف‬ ۟ ‫ش ٱلَّ ِذينَ لَوْ ت ََر ُك‬
ِ ً‫وا ِم ْن خ َْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّ ۭة‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang


seandainya meninggalkan dibelakang mereka anakanak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.”

4) Qs, al-Nisa (4):10

ۡ َ‫﴾ ِإ َّن ٱلَّ ِذینَ یَ ۡأ ُكلُونَ َأمۡ ٰ َو َل ۡٱلیَ ٰتَ َم ٰى ظُ ۡل ًما ِإنَّ َما یَ ۡأ ُكلُونَ فِی بُطُونِ ِهمۡ نَا ࣰر ۖا َو َسی‬
﴿‫صلَ ۡونَ َس ِعی ࣰرا‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak


yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api
sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api
yang menyala-nyala (neraka).”

5) Qs, al-Nisa (4):11

Artinya: “Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka


untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki
sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo
harta. Dan untuk dua orang ibu bapa, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika
yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia 26 diwarisi oleh
ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika
yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian - pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau
(dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu
dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini
43

adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha


Mengetahui lagi Maha Bijaksana.66

5. Rukun dan syarat waris

Di Indonesia yang dijadikan acuan adalah Kompilasi Hukum

Islam pasal 171 huruf B, C, D, pembagian warisan ini hendaklah

menepati rukun-rukun sebagai berikut:

a. Pewaris adalah orang yang pada saat meningalnya atau yang

dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama

islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

b. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai

hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris

beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi

ahli waris.

c. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik

yang berupa benda yang menjaadi miliknya maupun hak-haknya.67

Sebagaimana rukun pewarisan diatas, syarat pewarisan pun

ada 4 (empat). Ahli waris tersebut dapat menerima warisan apabila

telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana telah disebutkan berikut

ini:68

66
Lajnah, Pentashihan Muasshaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an Istiqlal, Tafsir
Ringkasan Jilis 2, Jakarta: Lajnah Pentashihan Muasshaf Al-Qur’an
67
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam... Buku II BAB I pasal 171 hlm
50
68
Hifni Wifaqi dengan judul Hak Waris Anak Angkat dalam Penerimaan Hibah (studi
putusannomor.5581/pdt.g/2013/PA.jr).http:repository.unej.ac.id/handle/123456789/76723 di akses
25 juli 2019
44

1) Orang yang mewariskan itu betul-betul sudah meninggal dunia

dan dapat dipastikan secara hukum, seperti keputusan hakim

atas kematian orang yang hilang;

2) Orang-orang yang akan mendapatkan warisan itu betul-betul

masih hidup atau ditetapkan masih hidup menurut hukum

sesudah orang yang mewariskan itu meninggal, seperti anak

kandung;

3) Diketahui dengan benar, bahwa antara warits dan muwarits

memiliki hubungan sebagai ahli waris yang berhak dan orang

yang mewariskan;

4) Diketahui dengan benar kedudukan yang menentukan bagian

bagian warisan secara terperinci.

Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan

putusan hakim yang telah mempuyai kekuatan hukum tetap dihukum

karena:

1) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau

menganianya berat pewaris

2) Dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam

dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih

berat.69

Sedangkan sebab-sebab mendapatkan warisan yaitu

kelompok-kelompok ahli waris karena


69
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam...pasal 173 hal 51
45

a) Menurut golongan darah

(1) Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki,

saudara laki-laki, paman dan kakek

(2) Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan,

saudara perempuan dari nenek.

b) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari:70

(1) Duda

(2) Janda

Sedangkan anak yang lahir bukan dari sebuah

perkawinan, melainkan diluar perkawinan hanya

memiliki hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan

keluarga dari pihak perempuan (ibunya).71

6. Asas-asas Hukum Kewarisan dalam islam

Ada lima asas yang berkaitan yang berkaitan dengan sifat

peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang

menerima, kadar jumlah harta yang diterima dan waktu terjadinya

peralihan harta itu, asas tersebut adalah:72

a. Asas Al-Ijbari

Peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada yang

masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan

meninggal atau kehendak yang akan menerima.


70
Ibid...pasal 174(1)
71
Ibid...pasal 186 hal 54
72
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam...hal 16-33
46

b. Asas bilateral

Asas bilateral didalam kewarisan mengandung arti bahwa

harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Setiap orang

menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat yaitu

pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan kerabat keturunan

perempuan. Kewarisan itu beralih kebawah (anak-anak), keatas

(ayah dan ibu), kesamping(saudara-saudara), dan keduabelah pihak

garis keluarga yaitu laki-laki perempuan dan dari dua garis keluarga

yaitu garis laki-laki dan perempuan.

c. Asas individual

Harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara

perorangan. Ahli waris menerima bagiannya sendiri-sendiri tanpa

terikat dengan ahli waris yang lainnya. Didalam Ushul fiqh biasa

disebut Ahliyat Al-Wujub dalam pengertian ini setiap ahli waris

berhak menuntut secara sendiri harta warisan itu dan berhak pula

untuk tidak berbuat demikian.

d. Asas Keadilan yang berimbang Keadilan didalam pembagian harta

warisan disini tidak membeda – bedakan. perbedaan gender tidak

menentukan hak kewarisan dalam islam. Kedudukan laki-laki dan

wanita disini memperoleh sama kuat untuk mendapatkan warisan.

Mengenai jumlah bagian yang didapat terdapat dua bentuk yaitu:

1) Laki-laki mendapat jumlah yang sama banyak dengan

perempuan, seperti ibu dan ayah sama-sama mendapat


47

seperenam dalam keadaan pewaris meninggalkan anak kandung,

sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat 11 surah An-Nisa

begitu pula saudara laki-laki dan saudara perempuan sama-sama

mendapat seperenam. Disini pewaris tidak memiliki ahli waris

langsung.

2) Laki-laki memperoleh bagian lebih banyak atau dua kali lipat

dari yang didapat oleh perempuan dalam kasus yang sama yaitu

anak laki-laki dengan anak perempuan dalam ayat 11 saudara

laki-laki dan saudara permpuan dalam ayat 176. Dalam kasus

yang berbeda duda mendapat dua kali lipat bagian yang

diperoleh oleh janda yaitu setengah banding seperempat bila

pewaris tidak ada meninggalkan anak, dan seperempat banding

seperdelapan bila pewaris ada meninggalkan anak sebagaimana

tersebut dalam ayat surah An-Nisa. Secara umum bagian yang

diperoleh pria lebih besar karena pria memikul kewajiban ganda,

bila dihubungkan jumlah yang diterima dengan kewajiban dan

tanggung jawab ganda, maka terlihat bahwa kadar manfaat yang

pria rasakan dengan apa yang dirasakan wanita.

e. Asas semata akibat kematian

Harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan

nama waris selama yang mempuyai harta masih keadaan hidup.

Segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik


48

secara langsung, maupun terlaksana setelah mati tidak termasuk

kedalam istilah kewarisan.

B. Hibah dan Waris dalam KHI

1. Pengertian Hibah

Didalam Kompilasi Hukum Islam hibah adalah pemberian hak

milik tanpa mengharapkan imbalan.73 Dengan demikian pemberian yang

dilakukan dengan sukarela dan tanpa adanya paksaan dari pihak yang

lain, merupakan unsur yang harus ada didalam hibah.

Subjek hukum pemberi hibah di dalam KHI sekurang-kurangnya

berumur 21 tahun berakal sehat dan tidak adanya paksaan dari pihak

yang lain dan penghibahan di batasi sebayak- bayaknya 1/3 (sepertiga)

harta bendannya dan dilakukan di hadapan dua orang saksi.

Ketentuan hibah menurut Kompilasi Hukum Islam, di antaranya:

Pasal 210

a. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal

sehat, tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-

banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di

hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.

b. Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.

Pasal 211 Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan

sebagai warisan Pasal 212 Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali

hibah orang tua kepada anaknya. Pasal 213

73
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh
Islam...hlm 453
49

Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam

keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat

persetujuan dari Pasal 214 Warga negara Indonesia yang berada di

negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan Konsulat atau

Kedutaan Republik Indonesia setempat isinya tidak betentangan

dengan ketentuan pasal-pasal ahli warisnya.74

2. Waris menurut KHI

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia adalah suatu dokumentasi

yustisia yang merupakan himpunan materi hukum Islam, terdiri atas tiga

buku. Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II Hukum Kewarisan,

dan Buku III Hukum Perwakafan. KHI adalah hukum materiil yang

dijadikan pedoman bagi hakim di lingkungan Badan Peradilan Agama,

sebagai hukum terapan dalam menyelesaikan perkara-perkara yang

diajukan kepadanya. KHI diberlakukan dengan Instruksi Presiden Nomor

1 Tahun 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991.75

Hukum waris adalah ketentuan yang mengatur tentang peralihan

harta kekayaan (hak dan kewajiban) dari seseorang yang meninggal

dunia kepada seorang atau lebih.76

Hukum kewarisan sebagaimana diatur oleh Kompilasi Hukum

Islam di Indonesia, pada dasarnya merupakan hukum kewarisan yang

74
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam...hlm 61
75
Yusuf Somawinata, Kewarisan Dzawil Arham di Indonesia Studi Penerapan Pasal
185 KompilasiHukum Islam Indonesia di Kecamatan Cimanuk Pandeglang, (Serang: FTK Banten
Press bekerjasama dengan LP2M IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2014), Cetakan ke-
1,hlm. 8-9
76
Djaja S. Meliala, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
(Bandung: PenerbitNuansaAulia, 2018), Cetakan ke-1, hlm. 4-5.
50

diangkat dari pendapat jumhur Fuqaha (termasuk Syafi‟ iyah di

dalamnya). Namun, dalam beberapa hal terdapat pengecualian. Beberapa

ketentuan hukum kewarisan yang merupakan pengecualian tersebut,

antara lain adalah:

Ahli Waris Pasal 174 KHI.

a. Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

1) Menurut hubungan darah:

a) Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara

laki-laki, paman dan kakek;

b) Golongan perempuan terdiri dari: Ibu, anak perempuan,

saudara perempuan dan nenek;

2) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat

warisam hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Pada Pasal 175 KHI.

a) Kewajiban Ahli waris terhadap pewaris adalah:

(1) Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman

jenazah selesai;

(2) Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan,

perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun

menagih piutang;

(3) Menyelesaikan waris pewaris;


51

(4) Membagi harta warisan di antara ahli waris yang

berhak.77

b) Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban

pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta

peninggalannya.

3. Besaran bagian ahli waris menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam)

Adapun besaran yang telah ditentukan dari ahli waris Dzawil

furud ialah ahli waris yang disebutkan dalam KHI (Kompilasi Hukum

Islam) bagian-bagiannya setiap ahli waris meliputi sepertiga, seperempat,

seperenam, seperdelapan, dan dua pertiga. Ketentuan tersebut harusnya

dilaksanakan, kecuali didalam beberapa kasus tertentu seperti terjadinya

kekurangan harta waris (aul) atau kelebihan harta (radd).

Adapun bagian dari masing-masing yang diterima ahli waris

sebagi berikut;

1. Anak perempuan berhak mendapat bagian

1) Setengah apabila hanya ada seorang dan tidak disertai anak laki-

laki

2) Dua pertiga bila dua orang atau lebih dan tidak disetai anak laki-

laki

3) Apabila anak perempuan bersama dengan anak laki-laki maka

bagiannya dua banding satu laki-laki dua dibaanding perempuan

satu

Suparman Usman, Hukum Islam Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
77

Tata Hukum Indonesia... hlm. 256-257.


52

2. Ayah berhak mendapat bagian

1) Ayah mendapatkan sepertiga bagian bila pewaris tidak

meningglkan anak

2) Seperenam bagian bila pewaris meninggalkan anak

3. Ibu berhak mendapat bagian

1) Sepeerenam bagian bila terdapat anak atau dua saudara atau

lebih

2) Sepertiga bila tidak ada anak atau dua saudara atau lebih

3) Sepertiga bagian dari sisa yang sudah diambil oleh duda atau

janda bila bersama-sama dengan ayah

4. Duda berhak mendapat bagian

1) Setengah bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak

2) Sepermpat bagian bila pewaris meninggalkan anak

5. Janda berhak mendapat bagian

1) Seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak

2) Seperdelapan bagian bila pewaris meninggalkan anak

Adapun ahli waris yang tidak ditentukan (ashobah) untuk

bagiannya ialah ahli waris yang bagiannya tidak ditentukan

secara pasti, sehingga dapat kemungkinan mendapatkan harta

ahli waris keseluruhan bila tidak ada ahli waris yang ditentukan

bagiannya atau mendapatkan sisa dari pembagian harta ahli

waris yang telah dibagikan atau tidak mendapatkan sama sekali


53

karena habis terlebih dahulu diambil oleh ahli waris yang

mempuyai bagian pasti.

Apabila pewaris sama sekali tidak meninggalkan ahli

waris atau diketahui ada dan tidaknya, maka harta warisan

mendapat putusan melalui Pengadilan Agama diserahkan

penguasaanya kepada Baitul Mal untuk kepentingan agama

Islam dan kesejahteraan umum.78

C. Waris dalam KUHPerdata

1. Pengertian waris dalam KUHPerdata

Pengertian waris dalam KUHPerdata Hukum waris adalah hukum

yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan

seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisMenurut

Hukum Waris Perdata

Bahwa Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah:

a. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain)

apabila terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);

b. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali

untuk suami atau isteri dari pewaris.

Hukum waris itu mengandung tiga unsur yaitu adanya harta

peninggalan atau harta warisan, adanya pewaris yang meninggalkan harta

kekayaan dan adanya ahli waris atau waris yang akan meneruskan

pengurusannya atau yang akan menerima bagiannya.Hukum waris adalah

78
Idris Djakfar dan Taufik yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, (Jakarata: PT
Dunia Pustaka Jaya, 1995) hlm 51- 68
54

hukum yang mengatur tentang perpindahan harta kekayaan dan Hukum

Waris Islam. Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur'an

surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176. hukum Waris Islam atau ilmu

faraidh adalah ilmu yang diketahui. siapa yang berhak mendapat waris

dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli

waris.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer)

menegaskan pembagian harta warisan baru bisa dilakukan apabila terjadi

kematian. Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, yaitu

melalui pewarisan absentantio dan pewarisan testamentair. Pewarisan

absentantio merupakan warisan yang didapatkan berdasarkan undang-

undang. Dalam hal ini sanak keluarga pewaris (almarhum yang

meninggalkan warisan) adalah pihak yang berhak menerima warisan.

Mereka yang berhak menerima dibagi menjadi empat golongan, yaitu

anak, istri atau suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek.

Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan

penunjukkan ahli waris berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini,

terdapat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah

ia meninggal dunia suatu saat nanti yang oleh si pembuatnya dapat

diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan

KUHPer Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau

dilakukan dengan Notaris. Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi

mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah meski
55

belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan

surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat

wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

Di dalam KUHPer telah diatur mengenai penerima waris dalam

Pasal 832 menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris,

yaitu:

1) Golongan I

Keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami

atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami

atau istri yang hidup lebih lama.

2) Golongan II

Keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang

tua dan saudara beserta keturunannya.

3) Golongan III

Terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.

4) Golongan IV

Anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan

keluarga lainnya hingga derajat keenam.

a) Orang yang dengan putusan hakim telah telah dinyatakan

bersalah dan dihukum karena membunuh atau telah mencoba

membunuh pewaris. (Pasal 838 ayat 1 KUHPer).

b) Orang yang menggelapkan,memusnahkan, dan memalsukan

surat wasiat atau dengan memakai kekerasan telah menghalang-


56

halangi pewaris untuk membuat surat wasiat menurut

kehendaknya sendiri. (Pasal 838 ayat 3 KUHPer).

c) Orang yang karena putusan hakim telah terbukti memfitnah

orang yang meninggal dunia dan berbuat kejahatan sehingga

diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih. (Pasal 838 ayat

2 KUHPer).

d) Orang yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan

surat wasiat dari pewaris. Dengan dianggap tidak patut oleh

undang-undang bila warisan sudah diterimanya maka ahli waris

terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang

telah dinikmatinya sejak ia menerima warisan. (Pasal 838 ayat 4

KUHPer).

Sistem waris KUH Perdata tidak mengenal istilah “harta asal

maupun harta gono-gini” atau harta yang diperoleh bersama dalam

perkawinan, sebab harta warisan dalam KUHPer dari siapa pun juga,

merupakan “kesatuan” yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan

akan beralih dari tangan peninggal warisan/pewaris ke ahli warisnya79.

Al-Tabanni atau pengangkatan anak atau biasa disebut adopsi

dalam tradisi Jahiliyah merupakan perbuatan lazim yang telah mengakar

dalam masyarakat. Kehadiran mereka (anak angkat) dimasukkan sebagai

keluarga besar bapak angkatnya yang status hukumnya sama dengan

79
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiZv_Kww776AhU
FF7cAHf72DrkQFnoECCcQAQ&url=https%3A%2F%2Fpdb-lawfirm.id%2Fpembagian-waris-
berdasarkan-kuh-perdata%2F&usg=AOvVaw0Nydm6TPjPYbKbpYvRIigt.
57

anak kandung. Hubungan kekeluargaan dengan ayah kandungnya

terputus, apabila salah satu dari keduanya meninggal dunia maka yang

lain tidak dapat mewarisi harta peninggalannya. Tradisi pengangkatan

anak atau adopsi ini tetap berlangsung hingga masa awal-awal islam di

turunkan.Kemudian Allah menurunkan ayar Al-Ahzab ayat 5 yang

dimana ketetapan anak angkat harus dipanggil dengan nama ayah

kandung mereka.80

Mengangkat anak pada umumnya hukum Islam memperbolehkan

namun dalam batas - batas tertentu yaitu selama tidak membawa akibat

hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan

waris mewaris dari orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari

orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah

kandungnya. Filosofis yang terkandung dalam konsep hukum Islam yang

pada sisinya tertentu memperbolehkan pengangkatan anak namun dalam

sisi lain memberikan syarat yang ketat dan batasan pengertian

pengangkatan anak adalah:

(1) Memelihara garis turun nasab (genetik) seorang anak angkat sehingga

jelaslah kepada siapa anak angkat tersebut dihubungkan nasabnya

yang berdampak pada hubungan, sebab dan akibat hukum.

(2) Memelihara garis turun nasab bagi anak kandung sendiri sehingga

tetap jelas hubungan hukum dan akibat hukum terhadapnya.

80
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013), hlm. 289
58

Para ahli mengemukakan beberapa rumusan tentang definisi

pengangkatan anak (adopsi).81

Islam melihat praktek tersebut mengoreksi dan diluruskan karena

anak kandunglah yang lebih tepat untuk dapat mewarisi. Adopsi sebagai

perbuatan sosial untuk membantu kebutuhan hidup anak misalnya anak

yatim hal ini sangat dianjurkan dalam islam seperti firman Allah:

Artinya: “tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang


yang menghardik anak yatim, dan tidak menghanjurkan memberi
makan orang miskin. (QS. Al-Ma’un (107):1-3)

Penghapusan pengangkatan anak seperti yang dilakukan masyarakat arab

dan Nabi Muhammad SAW ditegaskan dalam firman Allah:

Artinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah


hati dalam rongganya, dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang
kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-
anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian
itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan
yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah,
dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka
(panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang
disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS.Al-Ahzab.:4-5.82

ۗ ‫﴾ َّما َكانَ ُم َح َّم ٌد َأبَ ۤا َأ َح ࣲد ِّمن رِّ َجالِ ُكمۡ َو ٰلَ ِكن َّرسُو َل ٱهَّلل ِ َو َخاتَ َم ٱلنَّبِ ِّی‬
﴿‫ۦنَ َو َكانَ ٱهَّلل ُ بِ ُكلِّ َش ۡی ٍء َعلِی ࣰما‬

Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang


lelaki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan

81
http://abdisamudra.blogspot.com/2014/04/pengertian-anak-angkat.html?m=1 10.08
17 oktober 2018.
82
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemah, (Jakarta: Cahaya Qur’an, 2011) hlm.
56
59

penutup nabinabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui


segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40).83

Ayat diatas tegas-tegas menyatakan bahwa pengangkatan anak

yang motivasi dan tujuannya untuk menyamakan anak angkat sebagai

anak kandung, tidak dibenarkan. Apabila pengangkatan anak angkat

dengan tujuan membantu dan memenuhi kebutuhannya maka tindakan

tersebut sangat dianjurkan oleh islam. Anak angkat adalah anak yang

dalam hal pemeliharan untuk hidupnya sehari-hari bianya pendidikan dan

sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang

tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.84

Kedudukan anak angkat menurut pandangan para imam mazhab

ialah seorang anak yang ditemukan di jalan atau di tempat lainnya tidak

diketahui asal usulnya baik nasab ataupun keluarganya. Anak kecil yang

hilang atau dibuang untuk menghindari atau menutupi suatu perbuatan

dari zina sehingga tidak diketahui orang tuanya atau disebut fikih Al-

laqit. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan memungut anak

yang tidak diketahui orang tuanya. Ditinjau dari sisi istilah syar’i artinya

adalah sebagai berikut yaitu:85

(1) Menurut mazhab Malikiyah adalah seorang anak yang tidak

diketahui ayahnya dan juga tuannya.

83
Lajnah Pentashihan Muasshaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an dan Musium
Istiqlal, Tafsir Ringkas Jilid 2, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2006)
84
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam ...pasal 171 huruf H hlm 50
85
Anonimus, Mausu’ah Al-Fiqhiyah Jil. XXXV, Kuwait: Wizarah Al-Auqaf wa Syu’un
Al-Islamiyah, 1995, hlm. 310
60

(2) Menurut mazhab Hanafi adalah sebutan untuk seorang anak kecil

yang dibuang oleh keluarganya karena takut miskin atau untuk

menghindari tuduhan telah berbuat aib

(3) Menurut mazhab Syafi’i adalah setiap anak kecil yang telantar dan

tidak ada yang menafkahinya

(4) Menurut mazhab Hambali adalah anak kecil yang belum mencapai

usia mumayyiz (dewasa) yang tidak diketahui nasabnya dan telantar

atau tersesat di jalan.

Dari definisi yang diberikan oleh para Imam Madzhab ini dapat

disimpulkan bahwa anak angkat adalah anak yang diambil dari jalan atau

di tempat lainnya yang tidak diketahui asal-usulnya baik nasab ataupun

keluarganya kemudian di pungut dan di angkat sebagai anaknya,

memungut dan mengangkat anak seperti ini hukumnya fardhu kifayah.

Kecuali jika dikhawatirkan si anak akan meninggal maka hukumnya

berubah nenjadi fardhu ‘ain.

“…Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang


menusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya . (QS. A1-Maaidah :32)86

Maka dapat disimpulkan anak angkat adalah anak yang diambil

dari jalan di tempat lainnya tidak diketahui asal usulnya baik nasab

ataupun keluarganya kemudian dipungut dan diangkat sebagai anaknya.

Menungut dan mengangkat anak seperti ini hukumnya Fardu Kifayah.

86
Soenarjo, Op. Cit, hlm. 164
61

Kecuali jika dikawatirkan bila si anak akan meninggal maka hukumnya

berubahmenjadi Fardhu’ain.87

87
Ngazis Masturi, Metode Hibah Terhadap Anak Angkat Ditinjau dari Segi Hukum
Islam, (Universitas Muhammadiyah Surakarta 2017) eprints.ums.ac.id di akses 25 juli 2019
BAB III

PELAKSANAAN DAN PANDANGAN ULAMA TERKAIT HIBAH DAN

WARIS BAGI ANAK ANGKATDI DESA KALIBEBER

A. Gambaran Umum Lokasi Desa Kalibeber

1. Sejarah dan Lokasi Geografis

Kalibeber adalah sebuah kelurahan yang terletak di

kecamatan Mojotengah,kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia.

Kelurahan ini merupakan ibu kota kecamatan Mojotengah yang

berjarak sekira 5 Km dari ibu kota Kabupaten Wonosobo ke arah utara.

Sebelah barat Kelurahan Kalibeber dilintasi oleh Sungai Serayu.

Kalibeber menjadi salah satu kawasan pusat pendidikan di Kabupaten

Wonosobo. Terdapat satu-satunya universitas di Kabupaten Wonosobo,

yakni Universitas Sains Al-Qur'an terletak di Kalibeber. Selain itu, desa

ini memiliki banyak pondok pesantren dan pendidikan dari taman

kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Salah satu pesantren terbesar di

Kalibeber adalah Pondok Pesantren Tahfidul Qur'an Al-Asy'ariyyah.

Kelurahan kalibeber memiliki 13 RW dan dengan penduduk

mayoritas muslim. Terdapat kurang lebih 24 pondok pesantren.

kelurahan kalibeber dibagi menjadi 6 wilayah yaitu dusun jambean,

dusun kalibeber, Munggang atas, dusun ngebrak, dusun mekarsari.

Kelurahan Kalibeber secara geografis terletak di sebelah Utara Ibukota

Kecamatan dan Ibu kota Kabupaten Wonosobo dilewati jalan Desa

64
65

Dero Duwur – Jawar dengan jarak ± 5 km dari Kota Wonosobo, dengan

luas wilayah 140.844 Ha/m2.88

Memiliki 3 Dusun yaitu Kalibeber, Jambean dan Munggang;

terdiri dari 13 RW dan 46 RT dengan batas- batas wilayah administratif

Kelurahan Kalibeber adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukorejo

b. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Blenderan

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bumirejo dan Kelurahan

Andongsili

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kejiwan

Batas Wilayah Kelurahan kalibeber adalah kelurahan yang

terletak di kecamatan mojotengah kabupaten wonosobo.

Tabel 3.1
Batas Wilayah Desa Kalibeber
Batas Wilayah Desa Kecamatan
Batas Utara Blederan Mojotengah
Batas Selatan Kejiwan Mojotengah
Batas Timur Bumirejo dan Andongsili Mojotengah
Batas Barat Sukorejo Mojotengah

Sumber. Batas Wilayah Desa Kalibeber, Kecamatan

Mojotengah, Kabupaten Wonosobo

Luas Wilayah Menurut Penggunaan Berikut adalah data luas

wilayah kelurahan kalibeber kecamatan mojotengah wonosobo.89

88
Wawancara dengan Bpk Agus , tentang Sejarah singkat Desa Kalibeber, pada Sabtu
10 September 2022
89
Arsip Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah,Kabupaten Wonosobo 2020
66

Tabel 3.2
Data Luas wilayah Desa Kalibeber
Luas Pemukiman 24.790 ha/m2
Luas Persawahan 114.420 ha/m2
Luas Perkebunan/tegalan 0
Luas Kuburan Umum 74 ha/m2
Luas Taman 0
Luas Prasarana Umum 1.560.000 ha/m2
Total Jumlah 140.844.000
Sumber. Data Luas wilayah Desa Kalibeber, Kecamatan

Mojotengah, Kabupaten Wonosobo

Data diatas adalah data profil potensi kelurahan kalibeber.

kelurahan kalibeber sendiri adalah ibukota dari kecamatan

mojotengah wonosobo.

1) Struktur Pemerintah

Berdasarkan data yang terdapat pada indeks Desa

Membangun tahun 2020 sebagai Berikut:

Tabel 3.3
Struktur Pemerintah Desa Kalibeber
No Nama Jabatan Alamat
1. Hartono, S.Sos Lurah Sidojoyo
2. Endang Wigati, S. Sos Sekretaris Manggisan
3. Barokah, A. Md KasiPamer & Trantibum Ketinggring
4. Ngamah Pengadministrasian Keuangan Munggang Bawah
5. Hasan Pengadministrasian Keuangan Wonokromo
6. Pujianto Pelaksana Jambean
7. Lusi Nurwati Pelaksana Munggang Atas
8. Ya’ni inumaulana Pelaksana Munggang Bawah
Sumber : Data Struktur Pemerintahan Desa Kalibeber

2) Keadaan Penduduk

Jumlah terakhir penduduk desa ini berdasarkan

monografi tahun 2020 berjumlah 7.280 jiwa, dengan kepala


67

keluarga (KK) sebanyak 2.121 KK, dengan penduduk laki-laki

3.744 jiwa, dan dengan jumlah kepala keluarga perempuan

3.536 jiwa.

Tabel 3. 4
Data Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah
1. Bidan 5
2 Perawat 1
3 TNI 1
4 PNS /ASN 6
5 Pensiun 6
6 Dosen 2
7 Guru Swasta 10
8 Ustad Mubaligh 4
9 Buruh Harian Lepas 20
10 Buruh Pertanin 1
11 Karyawan Swasta 7
12 Ibu Rumah tangga 36
13 Pedagang 24
Sumber: Data Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten

Wonosobo

Berdasarkan tabel di atas, tampaknya Pedagang

menempati frekuensi terbesar yaitu yang menggantungkan

penghasilannya dengan Berdagang.

3) Keadaan Pendidikan

Pendidikan adalah merupakan salah satu faktor untuk

meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam menuju

pembangunan manusia seutuhnya, karena pendidikan adalah

merupakan hal yang sangat penting


68

Tabel 3.5
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tamat SD 1.111
2 Tamat SMP / SLTP 739
3 Tamat SMA/SLTA 1.090
4. Perguruan Tinggi 678
Jumlah 3.618
Sumber : Data Penduduk Menurut tingkat pendidikan Desa Kalibeber

Jumlah penduduk yang ada di Desa Kalibeber,

Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo. pada

umumnya relatif rendah. ini terlihat dari besarnya penduduk

yang hanya sempat mengenyam pendidikan formal tingkat SD

akan tetapi lambat laun menurut pengamatan hingga saat ini

kesadaran itu semangkin meningkat.90

B. Pandangan Ulama Wilayah Kalibeber Mengenai Hibah Dan Waris Bagi

Anak Angkat

Dalam gramatika bahasa Arab, kata ulama ‫ علماء‬merupakan kata

jamak/ plural dari kata tunggal / mufrod alim ‫ عالم‬. Alim berarti orang yang

mengetahui, berasal dari kata dasar ‫ علم‬yang berarti tahu. Bila di artikan

dalam bahasa Indonesia, ulama berarti orang yang banyak

pengetahuannya.91Menurut kamus besar bahasa Indonesia ulama adalah

pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi,

membina, dan membimbing umat islam. Baik dalam masalah-masalah

agama maupun masalah sehari-hari yang di perlukan, baik dari sisi


90
Wawancara Ibu Endang sebagai sekretaris Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah,
Kabupaten Wonosobo
91
Maksum, Amtsilatu At-Tasrifiyah, (Surabaya, Al-Hidayah), hlm. 54
69

keagamaan ataupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam

bahasa Arab adalah ilmuwan, peneliti. Kemudian kata ulama berubah

ketika di serap ke dalam bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai

orang yang ahli dalam ilmu agama.

Kata ulama dalam al-quran hanya di sebutkan sebanyak dua kali. Yakni

pada surat Fathir ayat 28. Yg artinya :

“Dan demikian pula di antara manusia, binatang melata, dan binatang

ternak ada yang bermacam warnanya, sesungguhnya yang takut [pas Allah

di Antara hamba-hambaNya hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah maha

perkasa lagi maha penyayang.” (QS. Al-Fathir: 28).

Yang dimaksud ulama dalam ayat tersebut adalah orang yang mengerti

tentang kebesaran dan kekuasaan Allah.92

Pada tanggal 30 Agustus 2022 peneliti menemui pengasuh

Pondok Pesantren untuk diantarkan menemui narasumber, peneliti

diantarkan menemui Pengsuh Dr. KH. Mukhotob Hamzah. M.M di

Pondok Pesantren An - Nadiroh. Setelah melakukan wawancara secara

langsung peneliti dapat memaparkan hasil penelitian yang didapatkan

sebagai berikut: yaitu pandangan Dr. KH. Mukhotob Hamzah. M.M

mengenai Hbah dan Waris terhadap Anak Angkat. Dr. KH. Mukhotob

Hamzah. M.M beliau ngendiko: Pemberian yang dilakukan oleh orang

tua angkat ke anak angkatnya itu bisasanya diberikan dengan Hibah,

92
Majma’ percetekan alquran raja Fahd, Alquran dan terjemahnya, (Madinah, 1418,
majma’ almalk Fahd)700
70

sebagai mana rasa sayangnya orang tua ke anak angkatnya dan

pemberiannya harus mendapatkan sepertujuan dari ahli warisnya si

orang tua angkat yang meninggal itu lebih baiknya dirundingkan

bersama-sama.

Pelimpahan harta orang tua waris ke anak angkatnya baik

sebelum atau sesudah meninggal bisa dilimpahkan memalui hibah

bukan waris karena anak angkat itu bukan termasuk ahli waris dari si

pewaris. Pemberian hibah agar tidak menjadi suatu sengketa (masalah)

maka pemberiannya sebaiknya dilakukan dihadapan keluarga yang

bersangkutan dan mendapat sepertujuan dari pihak-pihak yang

berkepentingan salah satunya ahli warisnya. Minimal dihadapan dua

orang saksi ataupun di hadapan notaris. Pemberian hibah orang tua

angkat ke anak angkatnya itu murni atas kemauannya sendiri tanpa

adanya omongan atau paksaan dari orang lain, pemberian orang tua

angkat ke anak angkatnya timbul sebagai rasa kasih sayang seperti

orang tua ke anaknya yang rela bekorban demi apapun. Pelimpahan

harta orang tua angkat ke anak angkatnya bisa melalui hibah atau hibah

wasiat Dr. KH. Mukhotob Hamzah. M.M mengatakan: Pemberian harta

yang di berikan orang tua angkat ke anak angkatnya itu jika semisal

orang tua angkatnya masih hidup bisa di berikan langsung, dan kalau

sebelum meninggal orang tua angkatnya itu berwasiat maka

diberikannya dengan wasiat wajibah. Pemberian yang di lakukan orang

tua angkat sebagai bentuk hibah di berikan tidak lebih dari 1/3 sepertiga
71

bagian, didalam Agama sudah dianjurkan pemberian Hibah sebesar 1/3

sepertiga.

Pemberian yang melebihi 1/3 sepertiga bagian tidak dibolehkan

kecuali adanya sepertujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan akan

hal tersebut sepertihalnya ahli warisnya. Anak angkat juga bisa

mendapatkan harta warisan dari orang tuanya jika orang tuanya masih

hidup ataupu masih diketahui keberadaanya. Untuk menghindari

perselisihan atas pemberian semua harta orang tua angkat ke anak

angkat dalam peyerahanya atau dalam perjanjiannya dilakukan di

hadapan pihak-pihak yang bersangkutan yang nanti agar tidak timbul

perselisihan. Pemberian orang tua angkat ke anak angk`at seharusnya

tidak boleh sewena-wena.

Harta yang telah dihibahkan tidak boleh diambil kembali karena

sudah berpindahnya kepemilikan kecuali sebelumnya ada perjanjian

terlebih dahulu antara si penghibah dan orang yang menerima hibah.

Untuk penghibahan untuk anak angkat yang masih kecil atau

belum mumayyiz diserahkan kepada orang yang dipercaya untuk

mengurusnya, untuk mengurusi harta hibah itu jika orang tua angkatnya

meninggal terlebih dahulu.93

Pandangan Ulama Pondok Pesantren Syauqul Qur'an Kelurahan

Kalibeber Pada tanggal 27 Agustus Peneliti mewawancarai narasumber

yang bernam Dr. KH Abdurrahman Al-Asy’ari, S.H.I., M.Pd.I.,Alh atau


93
Wawancara Dengan Dr. KH. Mukhotob Hamzah. M.M 30 Agustus 2022,
09:30
72

biasa dipanggil Dr. KH Abdurrahman Al-Asy’ari, S.H.I., M.Pd.I.,Alh

selaku pengasuh pondok. Setelah melakukan wawancara secara

langsung peneliti dapat memaparkan hasil penelitian yang didapatkan

sebagai berikut: yaitu pandangan Dr. KH Abdurrahman Al-Asy’ari,

S.H.I., M.Pd.I.,Alh mengenai Hibah dan Waris terhadap Anak Angkat.

Beliau mengatakan:

“Dalam pelimpahan harta orang tua angkat ke anak angkat itu

Hibah bukanlah Waris jikalau orang tua memberikan sebagian hartanya

ke anak angkatnya itu tetap disebut Hibah atau pemberian bukanlah

Waris. Terkadang bagi orang belum mengerti pelimpahan harta orang

tua ke anak angkatnya biasanya orang menyebutnya waris padahal itu

istilahnya hibah bukanlah waris, maka perlunya penjelasan mengenai

itu”.

Karena anak angkat bukanlah tergolong didalam Ahli waris dan

Anak angkat bisa mendapatkan waris hanya melalui orang tua

kandungnya itu sendiri. Tidak adanya keterkaitan hubungan nasab,

hubungan darah sehingga tidak ada hubungan saling mewarisi diantara

keduanya. Di dalam pemberian hibah tersebut Dr. KH Abdurrahman

Al-Asy’ari, S.H.I., M.Pd.I.,Alh mengatakan: Di dalam pemberian atau

pelimpahan harta orang tua angkat, orang tua angkatnya dapat

memberikan harta peninggalannya tidak lebih dari 1/3 (sepertiga

bagian).
73

Sedangkan ahli waris itu sendiri bisa mendapatkan Hibah dari

orang tuanya tetapi tidak lebih dari 1/3 (sepertiga) bagian, sehingga

anak angkat yang tidak dapat mewarisi dari orang tua angkatnya dapat

menerima hibah sebanyak 1/3 sepertiga dari keseluruhan harta orang

tua angkatnya. Untuk hibah anak yang belum mumayyis Dr. KH

Abdurrahman Al-Asy’ari, S.H.I., M.Pd.I.,Alh mengetakan:

“Sedangkan pemberian hibah untuk anak angkat yang masih

kecil atau belum mumayyis yang ditinggal meninnggal orang tua

angkatnya pemberian hibah diberikan kepada orang yang bisa dipercaya

untuk bisa mengurusi harta hibah itu”.

Seperti halnya anak yatim harta yang diberikan dipergunakan

seperlunya saja sehingga jika sudah umur yang sudah baliq harta

tersebut bisa diberikan. Didalam pemberian hibah haruslah di

musyawarahkan seperti yang dikatakan Dr. KH Abdurrahman Al-

Asy’ari, S.H.I., M.Pd.I.,Alh : “Didalam pemberian hibah kepada anak

angkat terlebih dahulu haruslah dimusyawarahkan kepada keluarga atau

ahli warisnya, dan mendapat sepertujuan dari mereka”.94

Wawancara dengan KH. Abuya Khoirulloh Al Mujtaba, S.H.I

beliau mengatakan bahwasannya Dalam hukum kewarisan anak angkat

tidak termasuk ahli waris, karena secara biologis tidak ada hubungan

kekeluargaan antara anak angkat dengan orangtua angkatnya kecuali

anak angkat itu diambil dari keluarga orangtua angkatnya. Anak angkat
94
Wawancara Dengan Dr. KH Abdurrahman Al-Asy’ari, S.H.I.,
M.Pd.I.,Alh, pada tgl 27 Agustus 2022, 09:30
74

tidak bisa menjadi ahli waris orang tua angkatnya. Demikian juga

sebaliknya, orang tua angkat tidak bisa menjadi ahli waris anak

angkatnya. Dalam hukum kewarisan, sesuai dengan ketentuan pasal 209

KHI kalau orang tua angkat meninggal dunia, maka anak angkat akan

mendapat wasiat wajibat Jika hukum Islam menyaratkan pembagian

waris laki-laki dan wanita adalah 2:1, maka Mukhtar menemukan

pembagian sama rata dan ternyata tidak masalah. Dan Karena bukan

ahli waris, maka anak angkat tidak mendapatkan bagian sebagai ahli

waris dari warisan orangtua angkatnya. Walaupun tidak mendapat

warisan dari orangtua angkatnya akan tetapi anak angkat mendapat

wasiat wajibat untuk mendapatkan harta warisan orangtua angkatnya.

Hibah memiliki batasan nominal jumlah jika diberikan pada orang lain

(selain ahli waris) yaitu maksimal sepertiga dari total harta kekayaan

pemberi hibah, namun hibah tidak memiliki batasan nominal jumlah

jika diberikan kepada ahli waris.95

Dapat disimpulkan bahwasanya pendapat ulama wilayah

kalibeber mengenai waris bagi anak angkat, dan karena Sebagian

masyarakat kalibeber menggunakan system pembagian waris dengan

pembagian sama rata, maka ulama wilayah kalibeber berpendapat

bahwasannya Ketika pembagian waris menggunakan pembagian sama

rata maka diperbolehkan yang mana antara keluarga ahli waris sudah

rela atau sudah tidak ada masalah atau kendala Ketika pewaris

95
Wawancara dengan KH. Abuya Khoirulloh Al Mujtaba, S.H.I Pada tgl 9
Oktober 2022
75

membagikan warisannya secara merata atau bagiannya sama antara ahli

waris satu dengan yang lainya dan cara itu harus menggunakan

kesepakatan Bersama antara keluarga, akan tetapi sudah berusaha

membagi warisan menggunakan system yang sudah di tentukan dalam

Islam.

Kalau menurut aturan agama anak angkat tidak dapat mewarisi,

karena antara aturan hukum agama dan hukum pemerintah kadang

bertolak belakang. Padahal masyarakat desa Kalibeber menggunakan

hukum agama dan hukum pemerintah sebagai dasar dari mewarisi. Jadi

anak angkat bisa mewarisi asal sudah memenuhi persyaratan

berdasarkan putusan pengadilan, tapi diakuinya hanya menurut

pemerintah. Namun dalam hukum agama yang berlaku di desa

Kalibeber pembagian waris terhadap anak angkat tergantung ahli waris

yang ada atau atas persetujuan ahli waris yang lain. Ketika ada orang

yang membagi waris maka dari desa mengarahkan dan menjelaskan

dari segi hukumnya. Dan keputusan untuk menggunakan hukum yang

mana ditentukan dari ahli waris itu sendiri”. Dari pernyataan di atas

dapat disimpulkan bahwa di desa Kalibeber Anak angkat bisa mendapat

warisan dari orang tua angkatnya asal memenuhi persyaratan, dengan

cara dilegalkan dengan hukum pemerintah atau Putusan Pengadilan.

Karena menurut putusan pengadilan status anak angkat menjadi anak

sah orang tua angkatnya dengan segala hak dan kewajibannya,

kedudukan anak angkat dalam mewarisi sama dengan anak kandung,


76

hubungan kekerabatan anak angkat beralih menjadi kekerabatan orang

tua angkatnya. Namun cara pembagiannya diserahkan sepenuhnya

kepada ahli waris dan pihak keluarga sendiri dengan cara musyawarah,

dan dari desa hanya menjelaskan dan mengarahkan dari segi

hukumnya.96

Pendapat di atas memiliki persamaan, dalam hukum Islam anak

angkat tidak ada hak mewarisi, namun ketika anak angkat sudah

bersikap baik dan patuh kepada orang tua angkatnya layaknya anak

kandung, maka sebagai wujud kasih sayang kepada anak angkat orang

tua angkat memberikan harta peninggalan kepada anak angkatnya

dengan jalan hibah. Terdapat sebuah fenomena yang menarik untuk

dikaji yang terjadi di desa Kalibeber. Yaitu prosedur pembagian harta

waris terhadap anak angkat melebihi target sehingga menyebabkan

kecemburuan sosial bagi ahli waris lain. Pembagian warisan yang

mereka laksanakan dinilai tidak adil, Sebab status anak angkat tidak

akan sama dengan status anak kandung. Kejadian yang terjadi di desa

Kalibeber memberi bagian banyak kepada anak angkatnya dikarenakan

sudah dianggap sebagai anak kandung dan sebagai anak kandung yang

patuh mempunyai tanggung jawab mengurus orang tuanya kelak jika

mereka telah lanjut usia. Pengangkatan anak di desa Kalibeber sama

hal nya dengan pengangkatan anak pada masyarakat pada umumnya,

yaitu bisa diambil dari kalangan keluarga sendiri maupun dari luar

96
Wawancara dengan bpk Subhan Selaku warga Kelurahan Kalibeber, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo pada tgl 28 Agustus 2022 11:30
77

keluarga. Pewarisan yang dilakukan di desa Kalibeber pada umumnya

yaitu pemberian harta warisan secara langsung dari pewaris kepada ahli

warisnya saat pewaris masih hidup, dengan kata lain pemberian warisan

dengan cara hibah. Menurut hukum Islam anak angkat tidak diakui

untuk dijadikan sebagai dasar dan sebab mewaris karena prinsip pokok

dalam pewarisan adalah hubungan darah (arham). Fenomena yang

terjadi di desa Petekeyan menjadi hal yang menarik diteliti. Bagaimana

prosedur pembagian harta waris untuk anak angkat ini menjadi

pertikaian bagi ahli waris lain.

C. Pelaksanaan Kewarisan anak angkat di Desa kalibeber

Menurut Bapak Hartono, selaku petinggi Kelurahan Kalibeber.

Praktek pembagian harta waris di desa Kalibeber adalah tergantung dari

keluarga dan ahli waris yang bersangkutan: “Jika anak angkat dipungut sejak

bayi dan dilegalkan dengan hukum pemerintah atau Putusan Pengadilan,

maka anak angkat bisa mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya

asalkan memenuhi persyaratan.

Hukum Islam adalah salah satu sistem hukum utama di dunia saat ini,

namun ini mungkin adalah sistem hukum yang paling disalah pahami,

terutama di Barat. Secara umum memiliki empat sumber umum, yaitu: (i)

Alquran (Kitab Suci Islam), (ii) Sunnah (Tradisi Nabi Muhammad), (iii)

Ijma’, (Konsensus) dan ( iv) Qiyas (Analogi).97

97
Mashood Bader, Understanding Islamic Law in Theory and Practice, Legal
Information Management, The British and Irish Association of Law Librarians, 2009, hlm. 186
78

Anak angkat sebagaimana anak yang didalam pemeliharaannya untuk

kehidupan sehari-hari, bianya pendidikan kebutuhan hidup, bianya makan dan

yang lainnya, berlih dari orang tua asalnya (orang tua kandung) menjadi

tanggung jawab orang tua angkatnya berdasarkan atas putusan Pengadilan.

Anak angkat itu sendiri tidak dapat diakui sebagaimana untuk bisa dijadikan

dasar dan sebab untuk mewarisi, dikarenakan didalam kewarisan islam adalah

menyangkut hubungan nasab dan keturunan Maka dari pada itu pelimpahan

harta orang tua angkat ke anak angkat memberi jalan melalui Hibah atau

wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) bagian dari harta orang

tua angkatnya.

Di Desa Kalibeber itu sendiri terdapat begitu bayak keilmuan atau ahli

yang paham atau mengerti mengenai Hukum-Hukum islam yang dipahami

melalui ijtihad Ulama, melalui kitab-kitab Fiqih, melaui pendidikan yang

didapat, melaui kitab Hadist dan Al-Qur’an itu sendiri, khususnya Ulama-

Ulama Pesantren-Pesantren yang sudah paham betul dengan Hukum-hukum

Islam dimana dipelajari, dihayati dan mengamalkan setiap harinya, khususnya

mengenai masalah Hibah atau Waris terhadap Anak Angkat.98

Dalam pelaksanaan pewarisan anak angkat di Desa Kalibeber

menggunakan sistem pembagian sama rata yang mana pembagiannya disama

ratakan dengan kesepakatan pihak keluarga bersama tanpa ada keganjalan

satu sama lain. Dengan cara pembagian ketika pewaris mempunyai 10 hektar

98
Wawancara Dengan Bpk Hartono Lurah di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, pada tgl 28 Agustus 2022 09:20
79

sawah dan akan di bagikan kepada 5 orang yang akan mendapat warisan dan

disitu lah akan mendapatkan sama rata yaitu 2 hektar semua.

Pengangkatan anak di desa Kalibeber ini dilakukan oleh pasangan

suami istri bapak Sarju dan ibu Sukinah, bapak Sarju dan ibu Sukinah adalah

warga desa Kalibeber. Mereka mengangakat anak dari kerabatnya, anak

angkat tersebut bernama Nuryamah. Nuriyamah adalah anak ke tiga dari

pasangan suami istri bapak Jasman dan ibu Mariyatun, bapak Jasman dan ibu

Mariyatun.

Berdasarkan hasil penelitian pengangkatan anak di desa Kalibeber

tidak memutuskan hubungan kekerabatan antara anak angkat dengan orang

tua kandungnya dan anak angkat juga termasuk dalam kekerabatan orang tua

angkatnya. Anak angkat di desa Kalibeber tetap mewarisi dari orang tua

angkatnya dan juga orang tua kandungnya. Hak mewaris anak angkat

terhadap harta warisan orang tua angkatnya yaitu jika pewaris tidak

mempunyai anak kandung maka akan ditentuikan oleh keluarga dekat atau

ahli waris lain dengan melihat hal-hal yang telah dilaksanakan oleh anak

angkat terhadap kewajiban-kewajibannya terhadap orang tua angkatnya.

Namun jika pewaris memiliki anak kandung maka akan ditentukan dengan

musyawarah antara anak angkat dan anak kandung.99

1. Status Anak Angkat Dalam Kewarisan Di Desa Kalibeber

Tentang status anak angkat di Desa Kalibeber Kecamatan

Mojotengah bahwasanya anak angkat yang mempunyi saudara dari

99
Wawancara Dengan salah satu pasangan suami istri di Kelurahan Kalibeber pada tgl
25 Agustus 2022
80

anak orang tua angkatnya mereka tidak dibeda-bedakan, terutama

dalam hal kewarisan sekalipun. Bagian anak angkat dan anak kandung

ada beberapa keluarga yang disamakan jumlahnya, menganggap

bahwasanya bahwa jaman sekarang antar anak kandung maupun angkat

mempunyai kebutuhan dan hak yang sama. Dalam hal ini juga

pewarisyang meninggalkan harta bendanya kepada ahli waris merasa

lebihtenang dan dirasa adil apabila dibagi sama bagiannya anak kadung

dengan anak angkat kata lainperasaan pilih kasih atau yang lainnya

tidak akan muncul dikemudianhari sehingga tidak menimbulkan

persengketaan.

2. Bagian waris Anak Angkat Di Desa Kalibeber

Dalam pembagian harta warisan anak angkat, dalam hukum

kewarisan Islam sebanyak- banyaknya adalah 1/3 dari harta

peninggalan. Hukum Islam mendefinisikan anak angkat sebagai anak

yang dalam pemeliharaan untuk kehidupan sehari-hari, biaya

pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua

asal kepada orang tua angkatnya. Anak angkat tidak dapat diakui untuk

bisa dijadikan dasar dan sebab mewarisi karena prinsip pokok dalam

kewarisan Islam adalah hubungan nasab atau keturunan. Pasal ini

memberikan jalan atau sebab hak waris bagi anak angkat melalui wasiat

/hibah sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) harta warisan orang tua

angkatnya.
81

Lain halnya yang terjadi di Desa kalibeber dimana seorang anak

angkat mendapatkan seluruh peninggalan harta warisan orang tua

angkatnya walaupun orang tua angkatnya masih memiliki ahli waris

yang lainya. Seperti yang di ungkapakan oleh bapak Meseno selaku

penerima harta warisan sepenuhnya dari orang tua angkat.

“saya adalah anak angkat satu-satunya dikeluarga orang tua

angkat saya, dari kecil saya sudah di rawat oleh orang tua angkat saya

sampai orang tua angkat saya sudah meninggal dunia, dimana dalam

menerima wasiat, ketika orang tua saya sudah tidak ada sebelunya

warisan masih belum tau itu milik siapa dikarenakan orang tua angkat

saya juga mempnyai banyak saudara, dalam islam bahwa saudara juga

masih mendapatkan beberapa bagian dari saudaranya, dan ketika itu

adik dari orang tua angkat saya sudah di beri pesan bahwasanya semua

harta akan diberikan kepada saya tanpa terkecuali dengan alasan saya

lah anak satu-satunya walaupun Cuma anak angkat, dengan begitu

warisan sudah saya terima dan saya mendapatkan semua harta warisan

dari orang tua angkat saya dan tidak dibagi dengan saudara-saudara

orang tua angkat saya.100

Kesimpulan dari pernyataan di atas bahwasanya yang dialami

bapak meseno kurang benar dikarenakan dalam proses mewasiatkan

sudah diatur Berdasarkan konstruksi hukum wasiat wajibah terwujud

suatu sistem hubungan hukum timbal balik antara anak angkat

sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 209 KHI:


100
Ibid
82

a. “Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal

176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap

orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak

angkatnya.”

b. “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat

wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua

angkatnya.” Dilanjutkan dengan pernyataan Bapak Agus Selaku

tokoh masyarakat di Desa Kalibeber bahwa :

“Masyarakat Desa Kalibeber berpandangan bahwa anak

angkat berhak menerima seluruh harta peninggalan karena anak

angkatlah yang merawat orang tua angkatnya hingga meninggal

dunia. Meskipun sebenarnya ada ahli waris yang lebih berhak atas

harta peninggalan tersebut. Karena sudah menjadi kebiasaan di

Desa Kalibeber maka ahli waris dari orang tua angkat tersebut

pun merelakan bagian yang diperolehnya dari harta peninggalan

tersebut. Sehingga dalam hal pembagian waris anak angkat

sebagian besar anak angkat mendapatkan hak yang sama seperti

anak kandung ada juga yang mendapatkan hak semuanya dari

orang tua angkat walaupun orang tua angkat masih mempunyai

saudara yang bisa untuk menjadi ahli waris.”101

Pernyataan diatas memberikan gambaran bahwa

masyarakat Desa kalibeber mendudukkan anak angkat seperti


101
Hasil Wawancara Bpk Agus Masyarakat Desa Kalibeber, Pada tgl 25 Juni 2022
83

anak kandung. Sehingga mereka dapat seluruh dari harta warisan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan para pelaku Warisan di Desa

kalibeber seperti Bapak Slamet beliau menyatakan bahwa:

“Dalam penerimaan harta warisan saya mendapatkan semuanya

harta dari peninggalan orang tua angkat saya, semuanya telah di

berikan kepada saya dengan bagian sawah kurang lebih ¼ ha,

rumah beserta tanah, padahal orang tua angkat saya juga masih

mempunyai saudara-saudara akan tetapi semua harta di berikan

kepada saya, dimana dengan alasan karena saya sejak dari kecil

sudah tinggal bersamanya dan orang tua angkat saya sudah tua

juga sayalah yang merawatnya.”102

Pernyataan dari Bapak Slamet juga sama seperti

pernyataan sebelumnya, dimana seorang pewaris masih

mempunyai banyak saudara yang dapat menerima harta warisan,

akan tetapi harta warisan pewaris diberikan semuanya kepada ahli

waris, dengan alasan ahli warislah yang sudah merawat dan sudah

diakui seperti anak sendiri.

Adapun hukum Islam juga tidak ada aturan mengenai

bagian waris untuk anak angkat. Kemudian di lanjutkan dengan

ahli waris selanjutnya yakni: Ibu Yuli juga menyatakan bahwa,

“Karena ibu angkat saya tidak punya anak meskipun

saudara kandungnya masih hidup, seluruh harta peninggalan

tersebut dilimpahkan kepada saya sebagai hak waris. Proses


102
Hasil Wawancara Bpk Slamet Masyarakat Desa kalibeber, Pada tgl 30 juni 2022
84

peralihan harta peninggalan tersebut dengan merubah nama

kepemilikan yang semula milik ibu angkat saya mejadi milik

saya.”103

Dapat disimpulkan bahwasanya pernyataan ibu Yuli

tersebut dalam pembagian harta warisan dikeluarganya yaitu

diberikan semuanya kepada ibu Yuli, dengan alasan orangtua

angkatnya telah dirawat hingga sudah meninggal. Dengan ikhlas

kelaurga yang berhak atas warisan memberikan kepada ibu Yuli.

Akan tetapi bu Yuli sebagai anak angkat sebenarnya harta yang di

terima adalah tidak dapat dinamakan waris sebab dalam hukum

Islam tidak ada hal-hal yang menjelaskan mengenai waris untuk

anak angkat. Akan tetapi harta peninggalan orangtua angkat

dinamakan dengan wasiat.

Berikut Peneliti paparkan hasil dari wawancara dengan

narasumber:

1) Bapak Suharyanto Sebagai Kepala Desa Kalibeber Kecamatan

Mojotengah yang dimana menyatakan pengetahuannya tentang

prosesi waris mewarisi dengan hal yaitu waris anak angkat,

mengatakan :

“sedikit penjelasan mengenai warisan anak angkat yang

ada di Desa Kalibeber Kecamatan Mojotengah ini, bahwasanya

ada beberapa tata cara dalam pembagianya yakni pertama,

dengan cara perdamaian, yang artinya anak angkat yang


103
Hasil Wawancara ibu Yuli Masyarakat Desa Kalibeber, Pada tgl 02 Juli 2022
85

mempunyai saudara angkat / mempunyai saudara dari orang

tua angkat ketika pembagian harta warisan mereka dengan cara

perdamaian / akad yang disepakati antara beberapa pihak yang

menerima harta warisan jadi tanpa adanya perselisihan. Yang

ke dua, yaitu dengan cara yang biasa dan sangat banyak yang

mengguakan kebiasaan ini dalam pembagan warisan anak

angkat yakni dengan cara adat, jadi dalam pnembagian waris

ahli waris membagi dengan cara melihat kebiasaan orang

disekitarnya bisa diartikan bahwasanya cara yang ke dua ini

adalah dengan cara adat yang ada di wilayah tersebut adapun

selanjutnya pembagian warisan menggunakan cara di

wasiatkan oleh ahli waris. Kemudian untuk status anak angkat

di Desa kalibeber bahwasanya anak angkat di anggap seperti

anak kandng sendiri, tidak di beda-bedakan. Sehingga dalam

hal seorang anak yang di angkat maka anak angkat mendapat

hak sebagai anak dalam hal mewarisi. Sehingga dalam

keluarga angkatnya pun anak angkat juga mendapatkan harta

warisan. Dalam beberapa hal pembagian harta warisan anak

angkat di Desa kalibeber ini untuk mendapatkan nya juga

bermacam-macam, sebagai anak angkat sebenarnya dalam

Islam hanya menerima tidak lebih dari 1/3 bagian harta

warisan, akan tetapi di Desa kalibeber ini ada beberapa yang

tidak menyamai dengan aturan hukum Islam, contohnya saja


86

anak angkat di Desa kalibeber ada yang mendapatkan semua

warisan dari si pewaris, ada juga yang pembagianya di

samakan dengan saudara angkat/ saudara kandung (anak dari

orang tua angkat), selanjutnya menerima harta warisan lebih

banyak dari saudara angkat di karenakan ketika sudah besar

dia lah (ahli waris) yang merawat orang tua pewaris sampai

tua.104

Berdasarkan keterangan diatas masyarakat Desa

kalibeber Kecamatan Mojotengah menggunakan cara yang

berbeda-beda dalam pembagian harta warisan anak angkat,

serta dalam jumlah yang diterima waris anak angkat juga

berbeda. Disini peniliti akan fokus dengan ststus anak angkat

yang ada di Desa kalibeber serta jumlah harta warisan yang

diterima anak angkat.

2) Ibu Sarmi sebagai anak angkat yang dimana dalam

keluarganya dianggap seperti anak kandung sendiri dan tidak

dibeda-bedakan dalam statusnya sebagai anak angkat :

“sebenarnya saya diangkat menjadi anak angkat oleh

orang tua angkat saya tetapi orang tua angkat saya mempunyai

3 anak kandung. Dan selama orang tua angkat saya masih

hidup saya juga tidak di beda-bedakan dengan anak

kandungnya selalu di anggap sama, contoh saja dalam hal

104
Hasil Wawancara dengan Bpk Suharyanto, Kepala Desa kalibeber, Hasil Wawancara,
18 juni 2022
87

waris mewarisi. Setelah orang tua angkat saya meninggal

dunia kami ber 4 yang saya adalah anak angkat dan ke 3 nya

anak kandung akan tetapi saya juga mendapatkan bagian

warisan. Bagian warisan itu di bagi ketika ibuk angkat saya

sudah meninggal, saat pembagian kami semua di kumpulkan

terlebih dahulu dan di bagi sama setiap orang tidak sama sekali

ada yang di bedakan. Maka dalam hal ini tidak ada perbedaan

antara anak angkat dan anak kandung, semua bagian

warisannya sama.105

Dari pejelasan di atas pelaksanaan pengangkatan anak

serta status anak angkat yang dialami ibu Parmi, bahwasanya

sama seperti yang lainyabahwasanya tidak ada perbedaan sama

sekali dalam hal apapun, apabila sudah diambil diakui sebagai

anak angkat maka orang tua angkat juga sudah berhak atas

tanggung jawabnya sebagai orang tua pengganti.

3) Kemudian dengan Bapak Slamet beliau juga selaku anak

angkat yang mendapatkan warisandan tidak di beda-bedakan

dalam statusnya sebagai anak angkat: Beliau menjelaska

bahwasanya

“saya sebagai anak angkat yang di angkat oleh orang

tua angkat saya sejak saya masih kecil dan orang tua angkat

saya tidak memepunyai anak kecuali saya sebagai anak

angkatnya. Pada saat pemmbagian harta warisan, orang tua


105
Hasil Wawancara sarmini, Masyarakat Desa kalibeber Pada tgl, 19 Juni 2022
88

saya yang sudah meninggal harta peninggalan menjadi milik

saya, dengan alasan saya adalah anak satu-satunya walaupun

cuman anak angkat dan yang tinggal dengan orang tua angkat

saya juga saya sendiri hingga orang tua angkat saya sudah

tidak ada, harta warisan tersebut dapat di artikan sebagai upah

dimana saya sudah mau merawat orang tua angkat saya sampai

tua. Jadi dimana banyaknya harta warisan saya sebagai anak

angkat saya menerima semuanya bukan hanya 1/3 yang sudah

di jelaskan dalam hukum Islam.”106

Dari penjelasan diatas bahwasanya masih sama seperti

keluarga yang lainya, bahwa Bapak Slamet selaku anak angkat

yang oleh orang tua angkatnya juga dianggap seperti anak

kandung sendiri. Walaupun demikian bahwa bapak Slamet

juga tidak memutuskan hubungan darah antara anak angkat

dengan orang tua kandungnya, bahwa dengan orang tuanya

kandung juga masih berhubungan baik.

4) Dilanjutkan dengan Bapak Meseno juga sebagai anak angkat

beliau menyatakan.

“bahwasanya saya sebagai anak angkat yang diminta

orang tua angkat saya dari orang tua kandung saya semenjak

kecil, di karenakan orang tua angkat saya tidak mempunyai

anak. Sehingga dengan beralihnya saya sebagai anak angkat,

106
Hasil Wawancara slamet, Masyarakat Desa kalibeber Pada tgl, 21 Juni 2022
89

maka semua kebutuhan kehidpan saya, sekolah dan sebagainya

yaitu sudah di tanggung oleh orang tua angkat saya.”107

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

status anak angkat di Desa kalibeber adalah sama, yaitu tidak

membeda bedakan anak angkat dengan anak kandung artinya

semuanya sama dalam hal apapun. Akan tetapi sebagai anak

angkat tetap tidaklah lepas dari hubungan orang tua kandungnya.

Sehingga tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar dan sebab

mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah

hubungan darah / nasab / keturunan.

107
Hasil Wawancara Mesno, Masyarakat Desa Kalibeber Pada tgl, 23 Juni 2022
BAB IV

ANALISIS PANDANGAN ULAMA WILAYAH KALIBEBER TENTANG

WARIS DAN HIBAH BAGI ANAK ANGKAT

A. Analisis Praktik pembagian Waris Dan Hibah Bagi Anak Angkat Di

Desa Kalibeber

Dengan melihat penjelasan diatas maka peneliti mencoba untuk

menganalisis tentang bagaimana status dan Pelaksanaan kewarisan anak

angkat yang ada di Desa Kalibeber Seperti yang sudah dipaparkan diatas

bahwasanya masyarakat Desa Kalibeber Kecamatan Mojotengah bahwasanya

anak angkat yang mempunyi saudara dari orang tua angkatnya mereka tidak

dibeda-bedakan, terutama dalam hal kewarisan sekalipun. Bagian anak angkat

dan anak kandung ada beberapa keluarga yang disamakan jumlahnya,

menganggap bahwasanya jaman sekarang antar anak kandung maupun angkat

mempunyai kebutuhan dan hak yang sama. Dalam hal ini juga pewaris yang

meninggalkan harta bendanya kepada ahli waris merasa lebih tenang dan

dirasa adil apabila dibagi sama bagiannya anak kadung dengan anak angkat

atau pilih kasih atau yang lainnya tidak akan muncul dikemudian hari

sehingga tidak menimbulkan persengketaan. contohnya saja dalam hal

pembagian warisan, dimana orang tua angkat yang juga mempunyai anak

kandung dalam pembagian harta warisan juga tidak dibedakan artinya sama

rata untuk jumlah yang di berikan. Untuk pelaksanaan pembagian harta waris

di desa Kalibeber adalah tergantung dari keluarga dan ahli waris yang

bersangkutan Jika anak angkat dipungut sejak bayi dan dilegalkan dengan

99
100

hukum pemerintah atau Putusan Pengadilan, maka anak angkat bisa

mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya asalkan memenuhi

persyaratan. Kalau menurut aturan agama anak angkat tidak dapat mewarisi,

karena antara aturan hukum agama dan hukum pemerintah kadang bertolak

belakang. Padahal masyarakat desa Kalibeber menggunakan hukum agama

dan hukum pemerintah sebagai dasar dari mewarisi. Jadi anak angkat bisa

mewarisi asal sudah memenuhi persyaratan berdasarkan putusan pengadilan,

tapi diakuinya hanya menurut pemerintah. Pengangkatan anak di desa

Kalibeber tidak memutuskan hubungan kekerabatan antara anak angkat

dengan orang tua kandungnya dan anak angkat juga termasuk dalam

kekerabatan orang tua angkatnya. Anak angkat di desa Kalibeber tetap

mewarisi dari orang tua angkatnya dan juga orang tua kandungnya. Hak

mewaris anak angkat terhadap harta warisan orang tua angkatnya yaitu jika

pewaris tidak mempunyai anak kandung maka akan ditentuikan oleh keluarga

dekat atau ahli waris lain dengan melihat hal-hal yang telah dilaksanakan oleh

anak angkat terhadap kewajiban-kewajibannya terhadap orang tua angkatnya.

Namun jika pewaris memiliki anak kandung maka akan ditentukan dengan

musyawarah antara anak angkat dan anak kandung dan bahwasannya status

anak angkat di Desa kalibeber adalah sama, yaitu tidak membeda bedakan

anak angkat dengan anak kandung artinya semuanya sama dalam hal apapun.

Akan tetapi sebagai anak angkat tetap tidaklah lepas dari hubungan orang tua

kandungnya. Sehingga tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar dan
101

sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah

hubungan darah / nasab / keturunan.108

Bahwasannya Masyarakat Desa Kalibeber anak angkat berhak

menerima seluruh harta peninggalan karena anak angkatlah yang merawat

orang tua angkatnya hingga meninggal dunia. Meskipun sebenarnya ada ahli

waris yang lebih berhak atas harta peninggalan tersebut. Karena sudah

menjadi kebiasaan di Desa Kalibeber maka ahli waris dari orang tua angkat

tersebut pun merelakan bagian yang diperolehnya dari harta peninggalan

tersebut. Sehingga dalam hal pembagian waris anak angkat sebagian besar

anak angkat mendapatkan hak yang sama seperti anak kandung ada juga yang

mendapatkan hak semuanya dari orang tua angkat walaupun orang tua angkat

masih mempunyai saudara yang bisa untuk menjadi ahli waris. Dalam

pembagian harta warisan anak angkat di Desa Kalibeber yaitu mengikuti

aturan dalam hukum kewarisan Islam sebanyak- banyaknya adalah 1/3 dari

harta peninggalan. Hukum Islam mendefinisikan anak angkat sebagai anak

yang dalam pemeliharaan untuk kehidupan sehari-hari, biaya pendidikan, dan

sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua

angkatnya. Anak angkat tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar dan

sebab mewarisi karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah

hubungan nasab atau keturunan. Pasal ini memberikan jalan atau sebab hak

waris bagi anak angkat melalui wasiat /hibah sebanyak-banyaknya 1/3

(sepertiga) harta warisan orang tua angkatnya. sedikit penjelasan mengenai

warisan anak angkat yang ada di Desa Kalibeber Kecamatan Mojotengah ini,
108
Hasil Wawancara slamet, Masyarakat Desa kalibeber Pada tgl, 21 Juni 2022
102

bahwasanya ada beberapa tata cara dalam pembagianya yakni pertama,

dengan cara perdamaian, yang artinya anak angkat yang mempunyai saudara

angkat / mempunyai saudara dari orang tua angkat ketika pembagian harta

warisan mereka dengan cara perdamaian / akad yang disepakati antara

beberapa pihak yang menerima harta warisan jadi tanpa adanya perselisihan.

Yang ke dua, yaitu dengan cara yang biasa dan sangat banyak yang

mengguakan kebiasaan ini dalam pembagan warisan anak angkat yakni

dengan cara adat, jadi dalam pnembagian waris ahli waris membagi dengan

cara melihat kebiasaan orang disekitarnya bisa diartikan bahwasanya cara

yang ke dua ini adalah dengan cara adat yang ada di wilayah tersebut adapun

selanjutnya pembagian warisan menggunakan cara diwasiatkan oleh ahli

waris.109

Pengangkatan anak atau dikenal dengan adopsi merupakan hal yang

umum dimasyarakat Indonesia contohnya saja di Desa Kalibeber Hal tersebut

menjadi salah satu pilihan bagi pasangan suami istri yang telah lama menikah

namun belum dikaruniai seorang anak. Dalam prakteknya terkait hukum

keluarga, terdapat 3 sistem hukum yang dapat menjadi pilihan yaitu hukum

perdata formil sebagaimana termuat dalam peraturan perundang-undangan

dan hukum Islam. Masing-masing warga negara diberikan kebebasan untuk

memilih sistem hukum mana yang akan dipergunakan terkait hukum keluarga

tersebut. Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat

hukum terhadap hal-hal berkaitan hubungan darah dan perwalian. Menurut

hukum Islam, hubungan hukum si anak angkat tetap dengan orang tua
109
Hasil Wawancara Mesno, Masyarakat Desa Kalibeber Pada tgl, 23 Juni 2
103

kandungnya khususnya dalam hal perwalian ketika menikah dan kewarisan.

Sehingga anak angkat tersebut tetap menggunakan nama dari ayah

kandungnya dan hanya dapat memperoleh waris dari orang tua kandungnya.

B. Analisis Pandangan Ulama Wilayah Kalibeber Tentang Waris Dan

Hibah Terhadap Anak Angkat Di Desa Kalibeber

Hukum Islam adalah salah satu sistem hukum utama di dunia saat ini,

namun ini mungkin adalah sistem hukum yang paling disalah pahami,

terutama di Barat. Secara umum memiliki empat sumber umum, yaitu: (i)

Alquran (Kitab Suci Islam), (ii) Sunnah (Tradisi Nabi Muhammad), (iii)

Ijma’, (Konsensus) dan ( iv) Qiyas (Analogi). 110 Dari hasil penelitian penulis

bahwasannya menurut pandangan ulama Desa Kalibeber yang telah di

sampaikan bahwa seorang anak angkat itu tidak bisa menerima harta warisan

tetapi hanya bisa diberikan harta Hibah bukan dari waris. Karena anak angkat

itu bukan nasab dari orang tua angkatnya. Orang tua tidak bisa memberikan

harta semuanya ke anak angkat, karena anak angkat tidak bisa disamakan

dengan anak kandung seperti halnya yang diterangkan di dalam surah

AlAhzab ayat 4 yaitu tidak bisa menyamakan anak angkat sebagai anak

kandung bagaimanapun caranya. Pemberian harta orang tua angkat hanya

dibatasi 1/3 sepertiga bagian melalui hibah tersebut, karena mungkin ada

yang lebih berhak yaitu ahli warisnya, seperti halnya di dalam KHI yang

terdapat di dalam pasal 210 tentang hibah, pemberian hibah paling banyak 1/3

bagian.
110
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 4
104

Pemberian yang dilakukan oleh orang tua angkat ke anak angkatnya

itu biasanya diberikan dengan Hibah, sebagai mana rasa sayangnya orang tua

ke anak angkatnya dan pemberiannya harus mendapatkan sepertujuan dari

ahli warisnya si orang tua angkat yang meninggal itu lebih baiknya

dirundingkan bersama-sama. Pelimpahan harta orang tua waris ke anak

angkatnya baik sebelum atau sesudah meninggal bisa dilimpahkan memalui

hibah bukan waris karena anak angkat itu bukan termasuk ahli waris dari si

pewaris. Pemberian hibah agar tidak menjadi suatu sengketa (masalah) maka

pemberiannya sebaiknya dilakukan dihadapan keluarga yang bersangkutan

dan mendapat sepertujuan dari pihak-pihak yang berkepentingan salah

satunya ahli warisnya. Minimal dihadapan dua orang saksi ataupun di

hadapan notaris. Pemberian hibah orang tua angkat ke anak angkatnya itu

murni atas kemauannya sendiri tanpa adanya omongan atau paksaan dari

orang lain, pemberian orang tua angkat ke anak angkatnya timbul sebagai

rasa kasih sayang seperti orang tua ke anaknya yang rela bekorban demi

apapun.111 Pelimpahan harta orang tua angkat ke anak angkatnya bisa melalui

hibah atau hibah wasiat Gus Faturrofiq mengatakan: Pemberian harta yang di

berikan orang tua angkat ke anak angkatnya itu jika semisal orang tua

angkatnya masih hidup bisa di berikan langsung, dan kalau sebelum

meninggal orang tua angkatnya itu berwasiat maka diberikannya dengan

wasiat wajibah.

Hasil Wawancara dengan Ibu Endang sebagai sekretaris Desa Kalibeber, Kecamatan
111

Mojotengah, Kabupaten Wonosobo


105

Begitupun DR. KH. Muchotob Hamzah.M.M yang berpendapat

seorang anak angkat tidak bisa menerima harta warisan dari orang tua

angkatnya. Merujuk pada surah Al-Azzab ayat 4-5 yang dimana Allah

melarang menyamakan anak angkat sebagai anak kandungnyadengan alasan

apapun. Tetapi jika orang tua angkatnya ingin memberikan hartanya melalui

hibah yang dibatasi pemberiannya 1/3 sepertiga bagian yang

diperbolehkan.Karena anak angkat bukan termasuk ahli warisnya maka

pelimpahan hartanya melalui hibah. Pelimpahan tersebut juga harus

mendapatkan atau dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan ahli warisnya

yang berhak. Jika tetap adanya perlisihan maka putusan Hakim dapat diambil

dalam menyelesaikannya. Didalam Agama tidak di perbolehkan

menghibahkan semua harta untuk anak angkat karena sudah adanya ketentuan

batsan pemberian hibah yaitu 1/3 bagian.112

Dapat disimpulkan bahwasanya pendapat ulama wilayah kalibeber

mengenai waris bagi anak angkat, dan karena Sebagian masyarakat kalibeber

menggunakan system pembagian waris dengan pembagian sama rata, maka

ulama wilayah kalibeber berpendapat bahwasannya Ketika pembagian waris

menggunakan pembagian sama rata maka diperbolehkan yang mana antara

keluarga ahli waris sudah rela atau sudah tidak ada masalah atau kendala

Ketika pewaris membagikan warisannya secara merata atau bagiannya sama

antara ahli waris satu dengan yang lainya dan cara itu harus menggunakan

kesepakatan Bersama antara keluarga, akan tetapi sudah berusaha membagi

warisan menggunakan system yang sudah ditentukan dalam Islam.


112
Wawancara dengan Gus Faturrofiq pada tanggal 29 Agustus 2022
106

Pemberian hibah tidak langsung diberikan secara langsung, melainkan

permberian hibah haruslah memiliki izin terlebih dahulu dan dilakukan atas

sepengetahuan keluarga yang bersangkutan dan dilakukan dihadapan ahli

waris yang berhak agar kelak tidak menimbulkan sengketa. Jika pemberian

hibah pada saat orang tua angkatnya dalam keadaan sakit dan dekat kematian

maka pemberian harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya terdapat pasal

213 KHI. Harta yang sudah dihibahkan tidak bisa ditarik kembali kecuali

adanya sepeertujuan dari penerima hibah tersebut.113

BAB V

PENUTUP

113
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam. hlm 61
107

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana

telah diuraikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan, yakni bahwa;

1. Pandangan ulama Desa Kalibeber yang telah disampaikan bahwa seorang

anak angkat itu tidak bisa menerima harta warisan tetapi hanya bisa

diberikan harta Hibah bukan dari waris. Dan ulama desa Kalibeber

menyepakati dan diperbolehkan dengan adanya pembagian waris dengan

sistem sama rata. Karena anak angkat itu bukan nasab dari orang tua

angkatnya Pemberian harta orang tua angkat hanya dibatasi 1/3 sepertiga

bagian melalui hibah tersebut, karena mungkin ada yang lebih berhak

yaitu ahli warisnya, seperti halnya di dalam KHI yang terdapat didalam

pasal 210 tentang hibah, pemberian hibah paling banyak 1/3 bagian.

2. Bahwasannya Di Desa Kalibeber dalam pelaksanaan waris bagi Anak

angkat menggunakan system sama rata yang mana pembagiannya di

sama ratakan dengan kesepakatan pihak keluarga Bersama tanpa ada

keganjalan satu sama lain, dan status anak angkat di Desa kalibeber

adalah sama, yaitu tidak membeda bedakan anak angkat dengan anak

kandung artinya semuanya sama dalam hal apapun. Akan tetapi sebagai

anak angkat tetap tidaklah lepas dari hubungan orang tua kandungnya.

Sehingga tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar dan sebab

mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam adalah hubungan

darah / nasab / keturunan. Dalam pembagian harta warisan anak angkat,


108

di Desa Kalibeber mengikuti dalam hukum kewarisan Islam sebanyak-

banyaknya adalah 1/3 dari harta peninggalan

B. Saran

1. Hendaknya bagi orang yang akan mengangkat anak dilakukan secara

resmi sampai pada tingkat Pengadilan Agama agar kedudukan anak

menjadi jelas dan pengangkatan anak jangan semata karena alasan tidak

punya keturunan, tetapi didasari dengan rasa kasih sayang serta

membantu terwujudnya kesejahteraan anak

2. Kepada pihak yang terkait, warga yang sudah paham tentang bagimana

benarnya dalam Islam mengenai pembgian harta warisan anak angkat

sebaiknya warga awam diberikan penyuluhan atau pengetahuan sedikit

demi sedikit agar masyarakat awan dapat mengerti sebagaimana

mestinya hukum warisan anak angkat dalam hal besaran bagianya.

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), hlm. 33.
Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hlm. 11
109

Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. II, 1995), hlm.
13
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. IV,
2000), hlm. 355.
Maman Abd Djalal, Hukum Mawaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006 ), hlm. 39
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 4
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,
2015) pasal 171 huruf G hlm 5
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 73-74
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 5 terj. Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta :
Cakrawala Publishing, 2009), hlm. 547
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : Citra Umbara, 2019), hlm. 375.
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana,
2006), cet.1, hlm. 133.
Ali Muhtarom, “Hibah terhadap Anak-Anak dalam Keluarga (Antara Pemerataan dan
Keadilan)”, Mafhum, 5:1, (2020), hlm. 7.
Suhrawardi K. Lubis, dan Komis Simanjuntak, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), hlm. 252.
Amir Syarifuddin , Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana 2004), hlm 183
Hifni Wifaqi dengan judul Hak Waris Anak Angkat dalam Penerimaan Hibah(studi
putusannomor. 5581/pdt.g/2013/PA.jr). http:repository.unej.ac.id/handle/123456789/76723 di
akses 13 juni 2022
Habibburohman, Rekonstruksi hukum kewarisan islam di Indonesia (Jakarta : Kencana,
2011), hlm. 75.
Hilman Hadi Kusumo, Hukum Waris Adat (Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 1980), hlm.
58
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam (Jakarta: Amzah, 2013), hlm.
59.
Fathurrahman, Ilmu Waris (Bandung: Al-ma’arif, 1975), hlm. 116.
Depaartemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Asy-Syifa, 1998),
hlm. 78.
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,
2015) pasal 171 huruf G hlm 50
Wawancara,dengan bapak rohmat selaku perangkat Desa Kalibeber
http://wiki.laduni.id/.Pesantren-di-kota-wonosobo.
Solikul Mutohar, Fakultas Hukum, dengan judul “Tinjauan Sitem Hibah Harta Kepada
Anak Angkat Menurut Hukum Islam”, Universitas sebelas maret, 2018.
Suyanti, ”Tinjauan hukum Islam tentang warisan bagi Anak Angkat dalam Perspektif
Hukum Adat Jawa (Studi Pada Desa Simpang Tiga Kec. Rebang Tangkas Kab.Way Kanan)”
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Mukhtar Asrori, ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pembagian Waris Anak
Angkat Dengan Wasiat Wajibah (Studi Kasus di Desa Jimbe Kecamatan Jenangan Kabupaten
Ponorogo),” Skripsi (Ponorogo, 2017).
Ngazis masturi ,”Metode hibah terhadap anak angkat Ditinjau dari Hukum Islam ”.
Skripsi (Universitas Muhammadiyyah ,Surakarta 2019)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R &D, (Bandung: Alfabeta,
2009), hlm. 283.
Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi, (Bandung:
CV. Alfabeta, 2017), hlm. 220-221
Naimatus Sholikah, “Kesadaran Hukum Pedagang Kaki Lima di Ngunut terhadap
Peraturan Daerah No 7 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum”, Skripsi
Institut Agama Islam Tulungagung, (2019), hlm. 8.
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum,
(Jakarta : Kencana, 2012), hlm. 141.
110

Idra Tanra, Nursalam Dan Syaripuddin, “Persepsi Masyarakat Tentang Perempuan


Bercadar”, Jurnal Equilibrium, Vol. III. No. 1, (Mei, 2015), hlm. 118
Abdul aziz muhammad azzam, Fiqih muamalat sistem transaksi dalam fiqh islam,
( jakarta: Amzah, 2010) hlm 435-436
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Iukum Islam, (Bandung: CV. Nuansa Aulia,
2015) pasal 171 hlm 50
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam ... pasal 171 huruf H. hlm. 50
http://www.risalahislam.com/2014/02/pengertian-ulama-yang-sesungguhnya.html?m=1.
13 Juli 2022, 14:00
http://id.m.wikipedia.org/wiki/pesantren. 13 Juli 2022, 13:00
Suhrawardi K Lubis, dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013)
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam
(Jakarta: Amzah 2010) hlm 439
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Roska Karya,
2000), hlm. 40.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas Indonesia,
2008), hlm. 42.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta:UIpress, 1986), hlm. 51
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung; CV, Alfabeta, 2009), hlm. 62.
Cholid Naruko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2007), hlm. 63.
Sugiyono, Metode Penilitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm. 145.
Lexi J. Moleong, Metologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja RosdaKarya,
2000), hlm. 103
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh
Islam...hlm 453
Soenarjo,Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: CV Putra Sejati Raya, 2003, hlm. 115.
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, Yogyakarta:
Pustaka Baru Press, 2017, hlm. 225.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid III, (Bandung: Alma’arif, 1996), 353.
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar van Hoeve, 1996,
hlm. 540
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2006, hlm. 144
Ibid
Suhrawardi K Lubis, dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013)
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam
(Jakarta: Amzah 2010). hlm. 439
Nor Mohammad Abdoeh, Hibah Harta Pada Anak Angkat: Telaah Sosiologis Terhadap
Bagian Maksimal Sepertiga, (Cakrawala: Jurnal Studi Islam 13(1), 2018)
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 10, (Depok: Gema Isnani, 2011),
hlm. 156-157
Muhammad bin Ismail al-Amir al-S{an’aniy, Subullus Sala>m, diterjemahkan oleh
Muhammad Isnan dkk,hlm. 555.
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997 ), hlm.75.
Abul Husain Muslim Bin al-H{ajaj al-Qusyairi al-Nasaiburi, Sa{h{ih Muslim, Juz XI,
(Beirut: D
Abu al-Abbas Syihabuddin Ahmad Bin Abdu al-Latif, Muh’tafsir Sahih al-Bukhari
(Beirut: Dar Al-Fikr, 2005), hlm. 225.
Ibid
Departemen Agama, al-Qur’an al-Karim dan Terjemahnya, hlm. 156.
https://hukum.uma.ac.id/2021/12/03/hukum-waris-dalam-islam/
111

Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subulu al-Salam, (Bandung: Dahlan, tt.), Juz. III,
hlm. 98
Lajnah, Pentashihan Muasshaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an Istiqlal, Tafsir
Ringkasan Jilis 2, Jakarta: Lajnah Pentashihan Muasshaf Al-Qur’an
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam... Buku II BAB I pasal 171 hlm 50
Hifni Wifaqi dengan judul Hak Waris Anak Angkat dalam Penerimaan Hibah (studi
putusannomor.5581/pdt.g/2013/PA.jr).http:repository.unej.ac.id/handle/123456789/76723 di akses
25 juli 2019
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam...pasal 173 hal 51
Ibid...pasal 174(1)
Ibid...pasal 186 hal 54
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam...hal 16-33
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh
Islam...hlm 453
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam...hlm 61
Yusuf Somawinata, Kewarisan Dzawil Arham di Indonesia Studi Penerapan Pasal 185
KompilasiHukum Islam Indonesia di Kecamatan Cimanuk Pandeglang, (Serang: FTK Banten
Press bekerjasama dengan LP2M IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2014), Cetakan ke-
1,hlm. 8-9
Djaja S. Meliala, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
(Bandung: PenerbitNuansaAulia, 2018), Cetakan ke-1, hlm. 4-5.
Suparman Usman, Hukum Islam Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia... hlm. 256-257.
Idris Djakfar dan Taufik yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, (Jakarata: PT
Dunia Pustaka Jaya, 1995) hlm 51- 68
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiZv_Kww776AhU
FF7cAHf72DrkQFnoECCcQAQ&url=https%3A%2F%2Fpdb-lawfirm.id%2Fpembagian-waris-
berdasarkan-kuh-perdata%2F&usg=AOvVaw0Nydm6TPjPYbKbpYvRIigt.
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2013), hlm. 289
http://abdisamudra.blogspot.com/2014/04/pengertian-anak-angkat.html?m=1 10.08 17
oktober 2018.
Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemah, (Jakarta: Cahaya Qur’an, 2011) hlm.
56
Lajnah Pentashihan Muasshaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an dan Musium Istiqlal,
Tafsir Ringkas Jilid 2, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2006)
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam ...pasal 171 huruf H hlm 50
Anonimus, Mausu’ah Al-Fiqhiyah Jil. XXXV, Kuwait: Wizarah Al-Auqaf wa Syu’un
Al-Islamiyah, 1995, hlm. 310
Soenarjo, Op. Cit, hlm. 164
Ngazis Masturi, Metode Hibah Terhadap Anak Angkat Ditinjau dari Segi Hukum
Islam, (Universitas Muhammadiyah Surakarta 2017) eprints.ums.ac.id di akses 25 juli 2019
Wawancara dengan Bpk Agus , tentang Sejarah singkat Desa Kalibeber, pada Sabtu
10 September 2022
Arsip Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah,Kabupaten Wonosobo 2020
Wawancara Ibu Endang sebagai sekretaris Desa Kalibeber, Kecamatan Mojotengah,
Kabupaten Wonosobo
Wawancara Dengan Dr. KH. Mukhotob Hamzah. M.M 30 Agustus 2022, 09:30

Wawancara Dengan Dr. KH Abdurrahman Al-Asy’ari, S.H.I., M.Pd.I.,Alh,


pada tgl 27 Agustus 2022, 09:30

Wawancara dengan KH. Abuya Khoirulloh Al Mujtaba, S.H.I Pada tgl 9


Oktober 2022
112

Wawancara dengan bpk Subhan Selaku warga Kelurahan Kalibeber, Kecamatan


Mojotengah, Kabupaten Wonosobo pada tgl 28 Agustus 2022 11:30
Mashood Bader, Understanding Islamic Law in Theory and Practice, Legal Information
Management, The British and Irish Association of Law Librarians, 2009, hlm. 186
Wawancara Dengan Bpk Hartono Lurah di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, pada tgl 28 Agustus 2022 09:20
Wawancara Dengan salah satu pasangan suami istri di Kelurahan Kalibeber pada tgl 25
Agustus 2022
Ibid
Hasil Wawancara Bpk Agus Masyarakat Desa Kalibeber, Pada tgl 25 Juni 2022
Hasil Wawancara Bpk Slamet Masyarakat Desa kalibeber, Pada tgl 30 juni 2022
Hasil Wawancara ibu Yuli Masyarakat Desa Kalibeber, Pada tgl 02 Juli 2022
Hasil Wawancara dengan Bpk Suharyanto, Kepala Desa kalibeber, Hasil Wawancara,
18 juni 2022
Hasil Wawancara sarmini, Masyarakat Desa kalibeber Pada tgl, 19 Juni 2022
Hasil Wawancara slamet, Masyarakat Desa kalibeber Pada tgl, 21 Juni 2022

Hasil Wawancara Mesno, Masyarakat Desa Kalibeber Pada tgl, 23 Juni 2022
Hasil Wawancara slamet, Masyarakat Desa kalibeber Pada tgl, 21 Juni 2022
Hasil Wawancara Mesno, Masyarakat Desa Kalibeber Pada tgl, 23 Juni 2
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 4
Hasil Wawancara dengan Ibu Endang sebagai sekretaris Desa Kalibeber, Kecamatan
Mojotengah, Kabupaten Wonosobo
Wawancara dengan Gus Faturrofiq pada tanggal 29 Agustus 2022
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam. hlm 61

Anda mungkin juga menyukai