Anda di halaman 1dari 23

Pada bab I Undang undang No 4 Tahun 2009 memuat ketentuan umum dimana terdapat beberapa

pengertian istilah pada pertambangan.

Sedangkan pada bab 2, terdapat asas dan tujuan pengelolaan pertambangan mineral dan/atau batu
bara. Pasal 3 pada bab 2 menjelaskan tujuan pengelolaan batu bara untuk menjamin efektifitas,
menjamin manfaat, ketersedian, menumbuhkembangkan kemampuan nasional, menigkatkan pendapat
masyarakat setempat serta menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan.

Penguasaan mineral dan batu bara dijelaskan pada bab ke III dimana mineral dan batu bara di kuasai
oleh negara untuk kesejahteraan rakyat yang diselenggarakan oleh pemerintah dana tau pemerintah
daerah. Pengutamaan mineral dan batu bara untuk kepentingan dalam negeri. Pemerintah mempunyai
kewenangan untuk menentukan jumlah produksi tiap komoditas pertahun

Kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara dijelaskan pada bab IV, dimana
pemerintah berwewenang dalam penetapan kebijakan nasional , penetapan standar, pedoman serta
kriteria, Penetapan siste perizinan pertambangan , penetapan WP yang dilakukan pasca koordinasi
dengan pemerintah daerah dan konsultasi bersama DPR

Pasal V terkait wilayah ini mencakup hal-hal seperti penetapan wilayah pertambangan (WP), wilayah
usaha pertambangan (WUP), wilayah pertambangan rakyat (WPR), dan wilayah pencadangan negara
(WPN).Pasal 9 menyebutkan bahwa WP adalah landasan untuk menentukan kegiatan pertambangan
dan harus ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 10 menetapkan bahwa
penetapan WP harus dilakukan secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab, dengan
mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, serta aspirasi
daerah. Pasal 14 dan Pasal 15 membahas tentang penetapan wilayah usaha pertambangan (WUP) dan
kewenangan Pemerintah serta pemerintah provinsi dalam hal ini. Pasal 20 hingga Pasal 26 menjelaskan
mengenai wilayah pertambangan rakyat (WPR), kriteria untuk menetapkan WPR, dan prosedur
pengumuman kepada masyarakat. Pasal 27 hingga Pasal 33 berkaitan dengan wilayah pencadangan
negara (WPN), perubahan status WPN menjadi wilayah usaha pencadangan negara (WUPK), serta
kriteria dan ketentuan untuk menetapkan wilayah usaha pertambangan pencadangan negara (WIUPK)
dalam WUPK.

Pada Bab VI dijelaskan pengelompokan usaha pertambangan berdasarkan pertambahang mineral dan
batu bara. Pertambangan mineral yang dimaksud diantaranya mineral radioaktif, mineral logam, mineral
bukan logam . Usaha pertambangan yang dimaksud dalam pasal 34 yakni IUP, IPR dan IUPK

Pada Bab VII menjelaskan tentang Izin usaha pertambangan:

(Pasal 36-41)
- IUP (Izin Usaha Pertambangan) terdiri dari dua tahap: IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi.
Pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi dapat melaksanakan sebagian atau seluruh kegiatan
pertambangan.

- Pemberian IUP dilakukan oleh bupati/walikota, gubernur, atau Menteri tergantung pada lokasi WIUP.

- IUP dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan.

IUP Eksplorasi (Pasal 42-45)

- Durasi IUP Eksplorasi bervariasi tergantung pada jenis mineral atau batubara yang dieksplorasi.

- Pemegang IUP Eksplorasi yang menemukan mineral atau batubara harus melaporkan kepada pemberi
IUP dan dapat mengajukan izin sementara untuk pengangkutan dan penjualan.

IUP Operasi Produksi (Pasal 46-49)

- Setiap pemegang IUP Eksplorasi memiliki hak untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi sebagai
kelanjutan dari kegiatan eksplorasi.

- Durasi IUP Operasi Produksi berbeda untuk setiap jenis mineral atau batubara.

- Pemegang IUP Operasi Produksi diberikan WIUP dengan luas tertentu.

Pertambangan Mineral (Pasal 50-59)

- Pertambangan mineral dibagi menjadi beberapa kategori, termasuk mineral radioaktif, mineral logam,
mineral bukan logam, dan batuan.

- WIUP untuk mineral logam diberikan melalui lelang, sedangkan WIUP untuk mineral bukan logam dan
batuan diberikan melalui permohonan wilayah kepada pemberi izin.

Pertambangan Batubara (Pasal 60-63)

- Pertambangan batubara memiliki ketentuan khusus, termasuk WIUP yang diberikan melalui lelang dan
berdasarkan luas wilayah tertentu.

BAB VIII: PERSYARATAN PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN

Pasal 64: Pengumuman dan Pemberian IUP

- Pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangan masing-masing, memiliki kewajiban
untuk mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP) sebagaimana diatur dalam Pasal 16.
- Mereka juga bertanggung jawab untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP
Eksplorasi) dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP Operasi Produksi) sebagaimana diatur
dalam Pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka.

Pasal 65: Persyaratan untuk Badan Usaha, Koperasi, dan Perseorangan

- Badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang ingin melakukan usaha pertambangan, sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 51, Pasal 54, Pasal 57, dan Pasal 60, wajib memenuhi berbagai persyaratan.

- Persyaratan tersebut meliputi persyaratan administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan,


dan persyaratan finansial.

- Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut akan diatur dengan peraturan pemerintah
sesuai dengan Pasal 65(2).

BAB IX: IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT

Pasal 66: Klasifikasi Kegiatan Pertambangan Rakyat

- Kegiatan pertambangan rakyat diorganisir dalam beberapa kategori, termasuk mineral logam, mineral
bukan logam, batuan, dan/atau batubara.

Pasal 67: Pemberian IPR (Izin Pertambangan Rakyat)

- Bupati/walikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun
kelompok masyarakat dan/atau koperasi.

- Bupati/walikota dapat memberikan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR kepada camat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

- Pemohon wajib mengajukan surat permohonan kepada bupati/walikota untuk memperoleh IPR.

Pasal 68: Luas Wilayah dan Durasi IPR

- Luas wilayah yang dapat diberikan untuk IPR tergantung pada jenis pemegang IPR: perseorangan,
kelompok masyarakat, atau koperasi.

- IPR diberikan untuk jangka waktu maksimal 5 tahun dan dapat diperpanjang.

Pasal 69: Hak dan Bantuan untuk Pemegang IPR


- Pemegang IPR memiliki hak untuk pembinaan, pengawasan, dan bantuan modal dalam berbagai aspek
pertambangan rakyat, termasuk keselamatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen.

Pasal 70: Kewajiban Pemegang IPR

- Pemegang IPR wajib melakukan kegiatan penambangan dalam waktu tertentu setelah IPR diterbitkan.

- Mereka juga harus mematuhi peraturan keselamatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan,
membayar iuran tetap dan iuran produksi, serta melaporkan pelaksanaan kegiatan secara berkala.

Pasal 71: Persyaratan Teknis Pertambangan

- Pemegang IPR harus mematuhi persyaratan teknis pertambangan yang akan diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah.

Pasal 72: Tata Cara Pemberian IPR

- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IPR akan diatur dalam peraturan daerah
kabupaten/kota.

Pasal 73: Pembinaan dan Pengamanan Teknis

- Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab atas pembinaan dan pengamanan teknis dalam usaha
pertambangan rakyat, termasuk keselamatan kerja, pengelolaan lingkungan, dan pascatambang.

- Mereka juga harus mengangkat pejabat fungsional inspektur tambang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

- Pemerintah kabupaten/kota harus mencatat hasil produksi usaha pertambangan rakyat dalam
wilayahnya dan melaporkannya secara berkala kepada Menteri dan gubernur setempat.

Berikut adalah ringkasan dari paragraf yang Anda berikan:

BAB X: IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS

Pasal 74: Pemberian IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus)

- Menteri memberikan IUPK dengan mempertimbangkan kepentingan daerah.

- IUPK diberikan untuk satu jenis mineral logam atau batubara dalam satu WIUPK.
- Pemegang IUPK yang menemukan mineral lain dalam WIUPK yang mereka kelola diberikan prioritas
untuk mengusahakannya.

- Pemegang IUPK yang ingin mengusahakan mineral lain harus mengajukan permohonan IUPK baru
kepada Menteri.

- Pemegang IUPK dapat menyatakan ketidakminatan dalam mengusahakan mineral lain yang ditemukan,
tetapi mereka harus menjaga mineral tersebut agar tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.

- IUPK untuk mineral lain yang ditemukan dapat diberikan kepada pihak lain oleh Menteri.

Pasal 75: Pertimbangan Pemberian IUPK

- Pemberian IUPK dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28.

- IUPK dapat diberikan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, termasuk badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta.

- Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah memiliki prioritas dalam mendapatkan IUPK.

- Badan usaha swasta dapat mendapatkan IUPK melalui lelang WIUPK.

Pasal 76: Tahap IUPK

- IUPK terdiri dari dua tahap: IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi.

- Pemegang IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan
yang tercakup dalam tahap tersebut.

- Rincian lebih lanjut tentang cara mendapatkan IUPK diatur dalam peraturan pemerintah.

Pasal 77: Kelanjutan dari IUPK Eksplorasi ke IUPK Operasi Produksi

- Pemegang IUPK Eksplorasi dijamin mendapatkan IUPK Operasi Produksi sebagai kelanjutan dari
kegiatan eksplorasinya.

- IUPK Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha berbadan hukum Indonesia yang telah
memiliki data studi kelayakan.

Pasal 78: Persyaratan IUPK Eksplorasi

- IUPK Eksplorasi harus mencakup informasi seperti nama perusahaan, luas wilayah, rencana tata ruang,
jaminan kesungguhan, modal investasi, dan banyak aspek lainnya.

Pasal 79: Persyaratan IUPK Operasi Produksi


- IUPK Operasi Produksi juga harus mencakup informasi seperti nama perusahaan, lokasi penambangan,
pengolahan, modal investasi, lingkungan hidup, perpajakan, dan banyak aspek lainnya.

Pasal 80: Penggunaan IUPK

- IUPK hanya dapat digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan yang diizinkan dalam pemberian IUPK.

Pasal 81: Pelaporan dan Izin Sementara

- Pemegang IUPK Eksplorasi yang menemukan mineral logam atau batubara yang tergali harus
melaporkannya kepada Menteri.

- Mereka juga harus mengajukan izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan mineral
yang ditemukan.

Pasal 82: Iuran Produksi

- Mineral atau batubara yang tergali dikenai iuran produksi.

Pasal 83: Persyaratan Luas Wilayah dan Jangka Waktu

- Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu berlaku sesuai dengan kelompok usaha pertambangan,
termasuk mineral logam dan batubara.

Pasal 84: Ketentuan Lebih Lanjut

- Rincian lebih lanjut tentang cara memperoleh WIUPK dan berbagai ketentuan lainnya diatur dalam
peraturan pemerintah.

Bab XI mengenai persyaratan perizinan usaha pertambangan khusus

Paragraf ini menguraikan persyaratan perizinan untuk usaha pertambangan khusus. Berikut adalah
ringkasan dari isi paragraf tersebut:

**Pasal 85:**

Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di


Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 30. Selain
itu, Pemerintah juga wajib memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi (IUPK Eksplorasi)
dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK Operasi Produksi) kepada masyarakat
secara terbuka.

**Pasal 86:**

(1) Badan usaha yang melakukan kegiatan dalam WIUPK diharuskan untuk memenuhi sejumlah
persyaratan, termasuk persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.

(2) Rincian lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial
sebagaimana disebutkan pada ayat (1) akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Dengan demikian, pasal-pasal ini menggariskan bahwa Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
mengumumkan rencana kegiatan pertambangan dan memberikan izin kepada masyarakat secara
terbuka, sementara badan usaha yang beroperasi di WIUPK harus mematuhi berbagai persyaratan yang
akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

BAB XII Data pertambangan

Paragraf ini membahas isu terkait data pertambangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi pertambangan. Berikut adalah ringkasan dari isi paragraf tersebut:

**Pasal 87:**

Menteri atau gubernur, sesuai dengan kewenangan mereka, dapat menugasi lembaga riset negara
dan/atau daerah untuk melakukan penyelidikan dan penelitian terkait pertambangan. Tindakan ini
bertujuan untuk mendukung penyiapan Wilayah Pertambangan (WP) dan pengembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi dalam industri pertambangan.

**Pasal 88:**

(1) Data yang diperoleh dari kegiatan usaha pertambangan dianggap sebagai milik Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangan mereka.

(2) Data mengenai usaha pertambangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah wajib disampaikan
kepada Pemerintah untuk tujuan pengelolaan data pertambangan tingkat nasional.

(3) Pengelolaan data, seperti yang dijelaskan pada ayat (1), akan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki.

**Pasal 89:**
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan penyelidikan dan penelitian seperti yang diatur
dalam Pasal 87, serta pengelolaan data sebagaimana diatur dalam Pasal 88, akan dijelaskan lebih rinci
dalam peraturan pemerintah.

BAB XII HAK DAN KEWAJIBAN

Paragraf ini menguraikan hak dan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) dalam sektor pertambangan. Berikut adalah ringkasan dari isi paragraf
tersebut:

**Bagian Kesatu - Hak:**

**Pasal 90:**

Pemegang IUP dan IUPK memiliki hak untuk menjalankan seluruh atau sebagian tahapan usaha
pertambangan, termasuk eksplorasi dan operasi produksi.

**Pasal 91:**

Pemegang IUP dan IUPK berhak memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan
pertambangan setelah mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 92:**

Pemegang IUP dan IUPK berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang telah
diproduksi setelah membayar iuran eksplorasi atau iuran produksi, kecuali mineral ikutannya adalah
mineral radioaktif.

**Pasal 93:**

- Pemegang IUP dan IUPK tidak diizinkan untuk memindahkan IUP dan IUPK mereka kepada pihak lain.

- Untuk mengalihkan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia, hanya dapat dilakukan
setelah melakukan kegiatan eksplorasi pada tahapan tertentu.

- Pengalihan kepemilikan dan/atau saham harus diberitahukan kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.

**Pasal 94:**
Pemegang IUP dan IUPK memiliki hak untuk menjalankan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

**Bagian Kedua - Kewajiban:**

**Pasal 95:**

Pemegang IUP dan IUPK memiliki kewajiban, antara lain:

- Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik.

- Mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia.

- Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batubara.

- Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat.

- Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.

**Pasal 96:**

Pemegang IUP dan IUPK wajib menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, termasuk
keselamatan dan kesehatan kerja, keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan dan pemantauan
lingkungan pertambangan, serta upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara.

**Pasal 97:**

Pemegang IUP dan IUPK harus menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai dengan
karakteristik daerah.

**Pasal 98:**

Pemegang IUP dan IUPK wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 99:**

Pemegang IUP dan IUPK harus menyampaikan rencana reklamasi dan rencana pascatambang saat
mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.

**Pasal 100:**
- Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang.

- Pihak ketiga dapat ditugaskan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang jika pemegang IUP atau
IUPK tidak melaksanakan sesuai rencana yang disetujui.

**Pasal 101:**

Ketentuan lebih lanjut mengenai reklamasi, pascatambang, dan dana jaminan akan diatur dalam
peraturan pemerintah.

**Pasal 102:**

Pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan batubara dalam
kegiatan penambangan, pengolahan, pemurnian, dan pemanfaatan.

**Pasal 103:**

- Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi harus melakukan pengolahan dan pemurnian hasil
penambangan di dalam negeri.

- Mereka dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya.

**Pasal 104:**

- Badan usaha pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha, koperasi, atau
individu yang memiliki IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian.

- Pengolahan dan pemurnian dilarang untuk hasil penambangan tanpa izin (IUP, IPR, atau IUPK).

**Pasal 105:**

- Badan usaha yang tidak bergerak di bidang pertambangan harus memiliki IUP Operasi Produksi untuk
penjualan mineral dan/atau batubara yang tergali.

- IUP ini hanya dapat diberikan satu kali oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, dan mineral atau batubara yang dijual dikenai iuran produksi.

**Pasal 106:**

Pemegang IUP dan IUPK harus memberikan prioritas pada pemanfaatan tenaga kerja, barang, dan jasa
dalam negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
**Pasal 107:**

Dalam kegiatan operasi produksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK wajib melibatkan pengusaha
lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 108:**

- Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

- Program ini harus dikonsultasikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

**Pasal 109:**

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan masyarakat akan diatur dalam
peraturan pemerintah.

**Pasal 110:**

Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan
operasi produksi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai

dengan kewenangannya.

**Pasal 111:**

- Pemegang IUP dan IUPK wajib memberikan laporan tertulis secara berkala mengenai rencana kerja dan
pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

- Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, jenis, waktu, dan tata cara penyampaian laporan akan diatur
dalam peraturan pemerintah.

**Pasal 112:**

- Setelah 5 tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing
wajib melakukan divestasi saham pada Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, atau badan usaha swasta nasional.

- Ketentuan lebih lanjut mengenai divestasi saham akan diatur dalam peraturan pemerintah.

BAB XIV PENGEHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN DAN IZIN USAHA
PERTAMBANGAN KHUSUS
Paragraf ini membahas penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan serta kewajiban
pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dalam situasi-
situasi tertentu. Berikut adalah ringkasan dari isi paragraf tersebut:

**Pasal 113: Penghentian Sementara Kegiatan**

- Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP dan
IUPK dalam beberapa situasi, termasuk:

a. Keadaan kahar.

b. Keadaan yang menghalangi kegiatan usaha pertambangan sehingga mengakibatkan penghentian


sebagian atau seluruh kegiatan.

c. Kondisi daya dukung lingkungan di wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi
produksi sumber daya mineral dan/atau batubara.

- Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan tidak akan mempengaruhi masa berlaku IUP
atau IUPK.

- Permohonan penghentian sementara karena keadaan kahar dan keadaan yang menghalangi
disampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

- Penghentian sementara karena kondisi daya dukung lingkungan dapat dilakukan oleh inspektur
tambang atau berdasarkan permohonan masyarakat kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.

- Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mengeluarkan keputusan tertulis paling lama dalam
waktu 30 hari sejak menerima permohonan tersebut.

**Pasal 114: Jangka Waktu Penghentian Sementara**

- Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan karena keadaan kahar dan/atau keadaan yang
menghalangi memiliki jangka waktu paling lama 1 tahun dan dapat diperpanjang sekali untuk 1 tahun.
- Jika pemegang IUP dan IUPK sudah siap untuk melanjutkan kegiatan operasinya sebelum berakhirnya
masa penghentian sementara, mereka wajib melaporkan hal ini kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

- Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mencabut keputusan penghentian sementara setelah
menerima laporan seperti yang disebutkan di atas.

**Pasal 115: Kewajiban Selama Penghentian Sementara**

- Jika penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan disebabkan oleh keadaan kahar, kewajiban
pemegang IUP dan IUPK terhadap Pemerintah dan pemerintah daerah tidak berlaku.

- Jika penghentian sementara disebabkan oleh keadaan yang menghalangi atau kondisi daya dukung
lingkungan, kewajiban pemegang IUP dan IUPK tetap berlaku terhadap Pemerintah dan pemerintah
daerah.

**Pasal 116: Ketentuan Lebih Lanjut**

- Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan, jangka waktu
penghentian, dan kewajiban selama penghentian akan diatur dengan peraturan pemerintah.

BAB XVIII Usaha Jasa pertambangan

Paragraf ini membahas tentang usaha jasa pertambangan, pendapatan negara dan daerah yang harus
dibayar oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Berikut adalah ringkasan dari isi paragraf tersebut:

**Pasal 124: Penggunaan Perusahaan Jasa Pertambangan**

- Pemegang IUP atau IUPK wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan/atau nasional.

- Jika tidak ada perusahaan jasa pertambangan yang memenuhi syarat di wilayah tersebut, pemegang
IUP atau IUPK dapat menggunakan perusahaan jasa pertambangan lain yang berbadan hukum
Indonesia.
- Jenis usaha jasa pertambangan meliputi konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian
peralatan dalam berbagai bidang, termasuk penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi
pertambangan, pengangkutan, lingkungan pertambangan, pascatambang, reklamasi, keselamatan, dan
kesehatan kerja.

**Pasal 125: Tanggung Jawab Tetap Pada Pemegang IUP/IUPK**

- Meskipun menggunakan jasa pertambangan, pemegang IUP atau IUPK tetap bertanggung jawab atas
kegiatan usaha pertambangan.

- Pelaksana usaha jasa pertambangan dapat berupa badan usaha, koperasi, atau perseorangan sesuai
dengan klasifikasi dan kualifikasi yang telah ditetapkan oleh Menteri.

- Pelaku usaha jasa pertambangan wajib mengutamakan kontraktor dan tenaga kerja lokal.

**Pasal 126: Larangan Melibatkan Anak Perusahaan/Afiliasi**

- Pemegang IUP atau IUPK dilarang melibatkan anak perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang
usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang diusahakannya, kecuali dengan izin
Menteri.

- Izin Menteri dapat diberikan jika tidak ada perusahaan jasa pertambangan sejenis di wilayah tersebut
atau tidak ada perusahaan jasa pertambangan yang berminat/mampu.

**Pasal 127: Regulasi Lebih Lanjut**

- Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha jasa pertambangan diatur dengan peraturan
menteri.

**Pasal 128: Pendapatan Negara dan Daerah**


- Pemegang IUP atau IUPK wajib membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah.

- Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, termasuk
pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah dan bea masuk dan cukai.

- Pendapatan negara bukan pajak meliputi iuran tetap, iuran eksplorasi, iuran produksi, dan kompensasi
data informasi.

- Pendapatan daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan lain yang sah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 129: Pembagian Pendapatan Daerah**

- Pemegang IUPK Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dan batubara wajib membayar
sebesar 4% kepada Pemerintah dan 6% kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak
berproduksi.

- Bagian pemerintah daerah dibagi antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota penghasil, dan
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama.

**Pasal 130: Pengecualian Iuran Produksi**

- Pemegang IUP atau IUPK tidak dikenai iuran produksi atas tanah/batuan yang ikut tergali pada saat
penambangan.

- Namun, pemegang IUP atau IUPK dikenai iuran produksi atas pemanfaatan tanah/batuan yang ikut
tergali pada saat penambangan.

**Pasal 131: Besaran Tarif Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak**

- Besaran tarif pajak dan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut dari pemegang IUP, IPR, atau
IUPK ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
**Pasal 132: Besaran Tarif Iuran Produksi**

- Besaran tarif iuran produksi ditetapkan berdasarkan tingkat pengusahaan, produksi, dan harga
komoditas tambang.

- Besaran tarif iuran produksi diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 133: Pembagian Penerimaan Negara Bukan Pajak**

- Penerimaan negara bukan pajak dibagi antara pendapatan negara dan daerah, dan pembagiannya
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Penerimaan negara bukan pajak yang merupakan bagian daerah dibayar langsung ke kas daerah setiap
3 bulan setelah disetor ke kas negara.

BAB XVII Penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan

Paragraf ini berfokus pada penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan. Berikut adalah
ringkasan dari isi paragraf tersebut:

**Pasal 134: Hak Atas Tanah Permukaan Bumi**

- Hak atas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), atau
Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) tidak mencakup hak atas tanah permukaan bumi.

- Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilakukan di tempat yang dilarang untuk melakukan
kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Izin untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan pada tempat tersebut dapat diberikan setelah
mendapat izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 135: Persetujuan dari Pemegang Hak Atas Tanah**


- Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP Eksplorasi) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus
Eksplorasi (IUPK Eksplorasi) hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari
pemegang hak atas tanah.

**Pasal 136: Penyelesaian Hak Atas Tanah**

- Pemegang IUP atau IUPK wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum melaksanakan kegiatan operasi produksi.

- Penyelesaian hak atas tanah dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah
oleh pemegang IUP atau IUPK.

**Pasal 137: Pemberian Hak Atas Tanah**

- Pemegang IUP atau IUPK yang telah menyelesaikan penyelesaian terhadap bidang-bidang tanah dapat
diberikan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 138: Hak Atas IUP, IPR, atau IUPK dan Hak Atas Tanah**

- Hak atas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) bukan merupakan pemilikan hak atas tanah.

Paragraf-paragraf ini mengatur hubungan antara izin pertambangan dan hak atas tanah, menekankan
bahwa izin pertambangan tidak mencakup hak atas tanah dan menentukan kewajiban pemegang izin
untuk berurusan dengan pemegang hak atas tanah dan menjalankan prosedur yang sesuai dalam
penyelesaian hak atas tanah.

BAB XIX Pembinaan, Pengawasan dan Perlindungan Masyarakat

**Pasal 139: Pembinaan Terhadap Pengelolaan Usaha Pertambangan**


- Menteri bertanggung jawab melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha
pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya.

- Pembinaan mencakup pemberian pedoman dan standar pelaksanaan, bimbingan, supervisi, konsultasi,
pendidikan, pelatihan, perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
pengelolaan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara.

- Menteri dapat melimpahkan kewenangan pembinaan kepada gubernur untuk pengelolaan yang
dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

- Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab melakukan
pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

**Pasal 140: Pengawasan Terhadap Pengelolaan Usaha Pertambangan**

- Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang


dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

- Menteri dapat melimpahkan kewenangan pengawasan kepada gubernur untuk pengelolaan yang
dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.

- Pengawasan mencakup berbagai aspek seperti teknis pertambangan, pemasaran, keuangan,


pengolahan data mineral dan batubara, konservasi sumber daya mineral dan batubara, keselamatan dan
kesehatan kerja, keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup, pemanfaatan
barang, jasa, teknologi, pengembangan tenaga kerja, pemberdayaan masyarakat setempat, teknologi
pertambangan, dan aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha pertambangan.

- Inspektur tambang melakukan pengawasan atas aspek teknis pertambangan, konservasi sumber daya
mineral dan batubara, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, keselamatan operasi
pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup, serta penguasaan, pengembangan, dan penerapan
teknologi pertambangan.
**Pasal 141: Pengawasan dan Jenis Pengawasan**

- Pasal ini menjelaskan bahwa pengawasan mencakup berbagai aspek terkait kegiatan usaha
pertambangan yang diatur dalam ayat (1)(a) hingga (1)(o).

- Pengawasan atas aspek teknis pertambangan, konservasi sumber daya mineral dan batubara,
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, keselamatan operasi pertambangan, pengelolaan
lingkungan hidup, serta penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan dilakukan
oleh inspektur tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Dalam situasi di mana pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota belum memiliki inspektur
tambang, Menteri dapat menugaskan inspektur tambang yang sudah diangkat untuk melaksanakan
pembinaan dan pengawasan.

**Pasal 145: Hak Masyarakat dan Perlindungan**

- Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan memiliki hak,
termasuk hak untuk mendapatkan ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengelolaan kegiatan
pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- Masyarakat juga berhak mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat
pengelolaan pertambangan yang melanggar ketentuan.

- Ketentuan mengenai perlindungan masyarakat akan diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB XXII SANKSI ADMINISTRATIF

Bagian ini, BAB XXII, membahas sanksi administratif yang dapat diberikan kepada pemegang Izin Usaha
Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) atas
pelanggaran berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Pertambangan. Berikut adalah ringkasan isi
bagian ini:

**Pasal 151: Pemberian Sanksi Administratif**


- Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berhak memberikan sanksi
administratif kepada pemegang IUP, IPR, atau IUPK atas pelanggaran sejumlah ketentuan yang
dijelaskan dalam pasal ini.

- Sanksi administratif yang dapat diberikan mencakup peringatan tertulis, penghentian sementara
sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, serta pencabutan IUP, IPR, atau IUPK.

**Pasal 152: Tindakan Menteri Dalam Kasus Ketidakpatuhan Pemerintah Daerah**

- Jika pemerintah daerah tidak melaksanakan ketentuan sanksi administratif seperti yang diatur dalam
Pasal 151 dan hasil evaluasi oleh Menteri, Menteri dapat menghentikan sementara dan/atau mencabut
IUP atau IPR sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 153: Keberatan Pemerintah Daerah Terhadap Tindakan Menteri**

- Jika pemerintah daerah berkeberatan terhadap penghentian sementara dan/atau pencabutan IUP dan
IPR oleh Menteri, pemerintah daerah dapat mengajukan keberatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

**Pasal 154: Penyelesaian Sengketa**

- Sengketa yang muncul dalam pelaksanaan IUP, IPR, atau IUPK akan diselesaikan melalui pengadilan
dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 155: Akibat Hukum dari Penghentian Sementara dan/atau Pencabutan IUP, IPR, atau IUPK**

- Akibat hukum yang timbul akibat penghentian sementara dan/atau pencabutan IUP, IPR, atau IUPK,
seperti yang diatur dalam Pasal 151 ayat (2) huruf b dan huruf c, akan diselesaikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 156: Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Administratif**


- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam
Pasal 151 dan Pasal 152 akan diatur dengan peraturan pemerintah.

**Pasal 157: Sanksi Bagi Pemerintah Daerah yang Tidak Memenuhi Ketentuan**

- Pemerintah daerah yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (4) akan
dikenai sanksi administratif berupa penarikan sementara kewenangan atas hak pengelolaan usaha
pertambangan mineral dan batubara.

BAB XXIII KETENTUAN PIDANA

**Pasal 158: Penyidikan**

- Penyidikan atas pelanggaran hukum di bidang pertambangan dilakukan oleh penyidik berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 159: Penuntutan**

- Penuntutan terhadap pelanggaran hukum di bidang pertambangan dilakukan oleh penuntut umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 160: Pidana**

- Pasal ini mengatur mengenai tindak pidana yang dapat dikenakan kepada pelanggar hukum di sektor
pertambangan.

- Tindak pidana tersebut mencakup pelanggaran berbagai ketentuan yang diatur dalam undang-undang
ini, dan dapat berakibat pada hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

**Pasal 161: Pemidanaan Badan Hukum**


- Ketentuan mengenai pemidanaan badan hukum yang terlibat dalam pelanggaran hukum di bidang
pertambangan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 162: Kerugian Pada Hasil Usaha Pertambangan**

- Jika pelanggaran hukum di bidang pertambangan mengakibatkan kerugian pada hasil usaha
pertambangan, pelaku tindak pidana wajib membayar ganti rugi yang sesuai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

**Pasal 163: Tindakan Ganti Rugi**

- Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan ganti rugi atas kerugian hasil usaha pertambangan diatur
dengan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 164: Pencabutan IUP, IPR, atau IUPK**

- Jika pemegang IUP, IPR, atau IUPK terbukti melakukan tindakan pidana, dapat dikenakan sanksi berupa
pencabutan IUP, IPR, atau IUPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 165: Pidana Denda**

- Pelaku tindak pidana di bidang pertambangan dapat dikenakan sanksi pidana denda yang ditentukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 166: Tindak Pidana Lingkungan**

- Pasal ini mengatur mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan lingkungan hidup dalam konteks
kegiatan usaha pertambangan, termasuk pengelolaan lingkungan, reklamasi, dan pascatambang.

**Pasal 167: Ganti Rugi pada Kerugian Lingkungan**


- Jika pelanggaran hukum di bidang pertambangan mengakibatkan kerugian pada lingkungan hidup,
pelaku tindak pidana wajib membayar ganti rugi yang sesuai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

**Pasal 168: Pemulihan Lingkungan**

- Ketentuan mengenai pemulihan lingkungan hidup yang rusak akibat pelanggaran hukum di bidang
pertambangan diatur dengan peraturan perundang-undangan.

**Pasal 169: Pidana Tambahan**

- Pelaku tindak pidana di bidang pertambangan dapat dikenakan sanksi pidana tambahan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian ini menguraikan aspek hukum dan tindakan pidana yang relevan dengan pelanggaran hukum di
sektor pertambangan, serta konsekuensi hukum yang dapat diterapkan pada pelaku tindak pidana dan
badan hukum yang terlibat. Dalam kasus pelanggaran, undang-undang ini memberikan landasan hukum
untuk penyidikan, penuntutan, dan penegakan hukum secara umum.

Anda mungkin juga menyukai