Anda di halaman 1dari 38

Tema: Tafsir Maudhu’ (Tematik)

Toleransi Dalam Perspektif al-Qur’an

Oleh:

AKBAR BUDIMAN. A
NIM: 060042016
HAUZAH ILMIAH KHATAMUN NABIYYIN
JAKARTA
TAHUN AJARAN 2016-2018
ABSTRAK

Nama: Akbar Budiman. A

Judul: Toleransi Dalam Perspektif al-Qur’an

Makalah ini membahas tentang nilai-nilai toleransi dalam al-Qur’an. Dalam


makalah ini, penulis mengkaji al-Qur’an dengan melalui pendekatan tafsir maudhu’i.
Islam hadir sebagai rahmatan lil alamin yang bermakna rahmat seluruh alam, baik itu
kepada tumbuhan, gunung-gunung, manusia dan seluruh isi bumi ini. Titik fokus
dalam makalah ini membahas tentang nilai-nilai toleransi dan kemestian akan adanya
toleransi serta apa yang menjadi pondasi apa yang harus dimiliki dari nilai toleransi
tersebut.

Kata kunci: Toleransi

‫ أ‬.‫ اكرب بودميان‬: ‫اإلسم‬

‫ التسامح من وجهة نظر القرآن‬: ‫العنوان‬

‫ يصف املؤلفان‬، ‫ يف هذه الورقة‬.‫تناقش هذه الورقة قيم التسامح اليت ظهرت هناك منذ بداية اإلسالم‬
‫ واحد‬.‫ ميكن التعامل مع الدين بطرق خمتلفة‬.‫بعض اآليات حول التسامح وبعض التفسري ذي الصلة‬
‫ وسيلة حلل يف دوامة القيم اليت جلبت هلا معىن أكثر‬، ‫منهم من خالل االقرتاب من التفسريات املؤهلة‬
‫ اإلسالم موجود مثل رمحه اهلل‬.‫وليس حماصرين يف روح ال تستند إىل املعرفة الدينية اليت عقدت‬
‫ أفضل رجل‬.‫ سواء كان ذلك للنبات واجلبال والناس واألرض كلها‬، ‫األمني مبعىن نعمة الكون كله‬
‫هو أن يصبح الناس هادئني وهادئني بسبب وجوده ويسر ما أسلمه ربه باستسالم تام‬

‫ التسامح‬:‫كلمةالبحوث‬.

1|Page
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan limpahan
rahmat dan rahim-Nya kepada kita semua, dan khususnya pada penulis sehingga
dapat menyusun makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
penghulu Para Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad Saww dan keturunannya yang suci
dan para sahat-sahabatnya yang terpuji. Dengan rasa syukur, penulis akhirnya bisa
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Toleransi Dalam Perspektif Al-Qur’an”
yang merupakan bagian dari pembelajaran di Hawzah Ilmiah Khatamun Nabiyyin.
Tidak bisa dipungkiri dalam penulisan makalah ini telah banyak pihak yang
telah membantu penulis dalam berbagai macam bentuk masukan. Melalui bagian
kecil ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada seluruh
Asatidz dan Asatidzah. Lebih terkhususnya lagi kepada Ustadz Hasan Saleh La Ede
yang telah meluangkan sekian waktu dan tenaga dalam membimbing dalam penulisan
makalah ini, serta kepada teman-teman satu marhalah yang telah banyak membantu.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan.
Oleh karenanya, setiap kritikan positif dan membangun penulis sangat harapkan
untuk perbaikan dalam penelitian dan penulisan selanjutnya. Semoga hasil makalah
tafsir tartibi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di
Hawzah Ilmiah Khatamun Nabiyyin.

Jakarta, 9 Mei 2018

Penulis

Akbar Budiman. A
NIM: 060042016

2|Page
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................5
PENDAHULUAN.........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................5
1.2 Permasalahan..................................................................................................7
1.2.1 Identifikasi masalah...................................................................................7
1.2.2 Pembatasan Masalah..................................................................................7
1.2.3 Perumusan Masalah...................................................................................7
1.3 Literatur Yang Relevan...................................................................................8
1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian.......................................................................9
1.4.1 Tujuan Penulisan.........................................................................................9
1.4.2 Manfaat Penelitian.....................................................................................9
1.5 Metodelogi penelitian.....................................................................................9
BAB II.........................................................................................................................12
Konsep Toleransi.........................................................................................................12
2.1 Definisi Toleransi......................................................................................12
2.2 Berbagai Pandangan Ihwal Toleransi...........................................................13
2.2.1 Toleransi Dalam Perspektif Agama Kristen Katholik.............................13
2.2.2 Toleransi dalam Perspektif Agama Protestan..........................................14
2.2.3 Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu............................................15
2.2.4 Toleransi dalam Perspektif Agama Budha............................................15
2.2.5 Toleransi dalam Perspektif Agama Khonghucu....................................16
2.3 Pijakan Dalam Toleransi...............................................................................17
BAB III....................................................................................................................21
Toleransi Dalam Perspektif Al-Qur’an....................................................................21
3.1 Ayat dan Tafsir Toleransi.............................................................................21
3.2 Makna Toleransi Dalam al-Qur’an...............................................................28
3.3 Menuju pada kesatuan dalam keragaman.....................................................30

3|Page
PENUTUP...................................................................................................................36
A. KESIMPULAN....................................................................................................36
B. SARAN................................................................................................................37

4|Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya manusia adalah mahkluk sosial, Manusia dikatakan sebagai
mahkluk sosial dikarenakan dalam diri manusia ada dorongan untuk saling
berintekasi antara satu dengan yang lain, adanya kebutuhan untuk hidup dengan
manusia yang lain. Dalam artian manusia membutuhkan orang lain dalam lingkungan
sosialnya sebagai sarana untuk saling bersosialisasi. Dengan sarana tersebut manusia
mampu untuk mengekspresikan diri. Seperti: berbagi, tolong-menolong, saling
mengasihi dan mencintai demi wujudnya sebuah harmonisasi dalam kehidupan.
Dalam kehidupan tersebut, tak lepas dari sebuah perbedaan-perbedaan yang ada.
Khususnya di Indonesia, tercatat ada 35 provinsi dengan total 1.340 suku bangsa
dalam sensus BPS tahun 2018. Dengan jumlah suku yang begitu banyak, tentunya
Indonesia memiliki begitu banyak kebudayaan-kebudayaan maupun adat tersendiri.
Dengan berbagai perbedaan tersebut, dibentuklah sebuah dasar Negara yang
mampu menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada yakni Pancasila. Sebagaimana
semboyan Bhineka Tunggal ika “berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Tentunya hal
tersebut merupakan sebuah aset yang begitu berharga bagi bangsa ini. Selain terdiri
dari ribuan suku, agama menjadi sebuah terminolog pelengkap dalam hirup pikuk
kehidupan di Indonesia. Tak hanya di Indonesia saja, Negara-negara lain juga
menjadikan agama sebagai terminolog terpenting dalam kehidupan. Agama menjadi
instrumen penting dalam kehidupan manusia dikarenakan nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya. Baik dengan nilai tersebut mampu mengantarkan manusia menuju
proses kesempurnaan pribadi maupun sosial. Salah satu nilai yang penting dalam
agama ialah seharusnya mampu menebarkan nilai-nilai rahmat dan kasih sayang, baik
itu untuk manusia maupun alam di sekitarnya.

5|Page
Di dunia ini terdapat beberapa agama-agama besar yang memiliki jumlah pengikut
terbanyak yang menjadi panutan. Selain agama Kristen, Budha, Hindu dan Yahudi,
salah satu agama terbesar di dunia ini yang begitu menekankan untuk menebarkan
rahmat dan kasih sayang adalah agama Islam. Dengan doktrin tersebut sembari
menebarkan rahmat dan kasih sayang al-Qur’an sebagai pedoman hidup,menyeru
untuk hidup damai berdampingan dengan yang lain, berlaku baik, serta adil terhadap
hak-hak orang lain, baik itu antar sesama agama maupun bukan.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil
(QS. Al-Mumtahanah [60]: 8)”.

Itulah agama Islam, namun, disisi lain muncul kelompok-kelompok dalam diri
Islam sendiri yang menebarkan kebencian, kekerasan, intoleransi terhadap yang
bukan seagamanya bahkan jika itu sesasama muslim namun jika tidak sepaham, maka
mereka memerangi dan mengintimidasinya. Itulah fenomena yang begitu marak
ditemui saat itu bahkan jauh sebelumnya. Mereka adalah orang-orang yang
mengeksklusifkan agama Islam, memahami Islam hanya dengan satu kacamata saja
yakni satu sudut pandang. Padahal Islam begitu menjunjung tinggi nilai-nilai
perbedaan dan rahmat. Hal tersebut banyak dijumpai menyaksikan fenomena
disekitar, tingginya krisis toleransi antar umat beragama. Terjadinya sebuah trauma
atas agama Islam pada dasarnya dikarenakan adanya segelintir penganutnya yang
keliru dalam memahami Islam, sehingga timbulnya berbagai pandangan bahwa Islam
bukanlah rahmat, melainkan mudarat.
Padahal jika ditinjau dengan melihat grafik jumlah pemeluk agama terbesar
adalah agama Islam. Dengan jumlah pemeluk yang begitu melimpah ruah, semestinya
alam ini sudah menjadi sebuah kehidupan yang dipenuhi dengan keharmonisan dan
kerukunan. Dengan kitab suci yang begitu agung mengandung nilai-nilai perdamaian
seharusnya menjadi sebuah rujukan yang sangat tepat perihal toleransi. Menjadi hal
mendasar bahwa selain menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan utama, tentunya
mengkaji dan menyelaminya merupakan hal yang begitu substansi. Sehingga tidak

6|Page
terjebak pada simbol-simbol ayat semata, layaknya sebuah kitab yang begitu suci
namun nir makna. Maka dari itu penulis dalam hal ini akan mengangkat makalah
yang berjudul “Toleransi Dalam Perspektif al-Qqur’an” demi mengkaji lebih
dalam ihwal toleransi serta begaimana nilai-nilai tersebut menjadi sebuah landasan
dalam kehidupan yang beragam ini demi terwujudnya pandangan Islam rahmatan lil
alamin serta nilai kesatuan dalam keragaman.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi masalah


Dari hasil pemaparan di atas penulis akan mencoba mendekati al-
Qur’an dengan mengalanisa permasalahan-permasalahan kehidupan ihwal
toleransi dengan melampirkan beberapa ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan
toleransi. Sembari mengambil beberapa ayat ihwal toleransi, penulis akan
mencoba mendekati ayat tersebut dengan pendekatan tafsir. Dalam metode
tafsir sendiri, terdapat beberapa metode melakukan tafsir. Namun, penulis kali
ini akan lebih fokus pada tafsir maudhu’ (tematik).

1.2.2 Pembatasan Masalah


Dalam makalah ini penulis akan membatasi pada permasalahan ihwal
toleransi sebagai pengantar, kemudian menjelaskan berbagai pandangan ihwal
toleransi dalam Islam, memaparkan ayat-ayat ihwal toleransi dan beberapara
tafsir yang berkaitan dengan ayat tersebut. Kemudian menjelaskan bahwa
apakah al-Qur’an memberi ruang toleransi dalam agama maupun sosial, serta
meninjau bahwa apakah toleransi memiliki pijakan teologis.

1.2.3 Perumusan Masalah


Beranjak dari permasalah di atas penulis akan mengambil beberapa
rumusan masalah sebagai acuan, yaitu:

1. Apa itu toleransi ?


2. Bagaimana perspektif sosiolog ihwal toleransi ?
3. Bagaimana sl-Qur’an memandang toleransi ?

7|Page
4. Apakah toleransi sebagai inklusifitas tanpa batas ?

1.3 Literatur Yang Relevan


Adapun buku-buku yang menjadi referensi utama penulis dalam penulisan
makalah ilmiah ini adalah:

Pertama, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an yang ditulis oleh Muhammad Husain


Thabathaba’i yang lebih dikenal dengan nama “Tafsir al-Mizan” merupakan
sebuah terobosan paling lengkap dan komprehensif dalam dunia kitab tafsir
Al-Qur’an. Dengan ketepatan, keuletan serta kejujuran ilmiah dalam kitab ini
membuatnya menjadi bahan sorotan para ulama-ulama lintas mazhab.1
Kedua, Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal karya Nashir Makarim
Syirazi, dengan menyuguhkan gaya baru dalam sebuah penulisan tafsir dan
memuat data-data maupun referensi-referensi yang mengikuti corak
penafsiranya.2
Ketiga, Tafsir Nur Ats-tsaqolaini dikarang oleh Syaikh Abdul Ali bin Jum’ah
‘Arusi Huwaizi atau lebih dikenal Ibnu Jum’ah. Melakukan pendekatan tafsir
setiap dengan menukilkan riwayat-riwayat yang kaya akan faedah,
keutamaan, manfaat.3
Keempat, Majma al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an ditulis oleh Abu Ali Fadhl bin
Hasan al-Thabarsi. Dengan pembahasan-pembahasan tentang bacaan
(Qira’ah), tanda baca (i’rab), penjelasan kata-kata yang sulit dan secara
semantik (ma’aani dan bayaan) maupun Azbabu An-Nuzul.4
Kelima, lisanu al-Arabi karya Ibnu Mansur, sebuah kitab yang memuat semua
kosakata-kosakata bahasa arab yang mana akan membantu penulis untuk
mencari definisi secara etimologi dan erminology ihwal toleransi.5
1
Muhammad Husain Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an,(Qom: Ismiliyan, Dar Al-
Kutub Al-Iskamiyah 1981 H), hlm 243.
2
Nashir Makarim Syirazi, Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal,(Qom: 1429 H), hlm 102.
3
Syaikh Abdul Ali bin Jum’ah ‘Arusi Huwaizi, Tafsir Nur Ats-tsaqolaini,(Lebanon:
Muassasah at-Tarekh al-Arabi 1422 H), hlm 355
4
Abu Ali Fadhl bin Hasan al-Thabarsi, Majma al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an,( Tehran: Dar
Al-Taqrib baina al-Mazhabani, 1153 H). Hlm 273.
5
Ibnu Mansur, Lisanu al-Arabi, (kairo: Darul Hadist 1434 H), hlm 272.

8|Page
1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian

1.4.1 Tujuan Penulisan


Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini
adalah :

1. untuk mengetahui lebih dalam apa itu toleransi dan peranya dalam
kehidupan
2. untuk mengetahui berbagai ayat-ayat yang membahas tentrang tolerani
3. untuk mengetahu pandangan para ulama dalam tafsirnya ihwal
toleransi.

1.4.2 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat menjadi salah satu referensi dalam wacana toleransi khususnya


dalam Islam
2. Menambah khazanah para pembaca yang budiman
3. Penulis berharap melalui makalah ini, walaupun masih sangat terbatas,
dapat menumbuhkan nilai-nilai toleransi dalam jiwa.
4. Melatih penulis untuk menganalisis berbagai jenis-jenis tafsir
khusunya ihwal toleransi

1.5 Metodelogi penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian ini
menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif untuk membangun
argumentasi pemikiran yang relevan dengan zaman kontemporer. Langkah-
langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian ini adalah dengan
mengumpulkan buku-buku atau teks-teks yang berkaitan atau yang relevan
dengan tema penelitian. Buku-buku tersebut merupakan sebuah teks yang
komperehensif dalam membahas tafsir al-Qur’an khsususnya toleransi, serta
mengumpulkan beberapa wacana tentang judul yang berhubungan dengan tema

9|Page
yang akan diteliti. Terakhir adalah memilah dan menganalisis teks-teks yang
ada dan relevansinya dengan makalah ini.

Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
1.2 Permasalahan.
1.2.1 Identifikasi Masalah.
1.2.2 Pembatasan Masalah.
1.2.3 Rumusan Masalah.
1.3 Literatur Terdahulu yang Relevan.
1.3.1 Tujuan dan Manfaat Penulisan.Tujuan Penelitian.
1.3.2 Manfaat Penelitian.
1.4 Metodologi Penelitian.
1.5 Sistematika Penulisan.
BAB II Konsep Toleransi
2.1 Definisi Toleransi
2.2 Berbagai Pandangan Ihwal Toleransi
2.3 Pijakan Dalam Toleransi
BAB III Toleransi Dalam Perspektif Al-Qur’an
3.1 Ayat dan Tafsir Toleransi
3.2 Makna Toleransi Dalam Qur’an
3.3 Menuju Pada Kesatuan Dalam Keragaman
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

10 | P a g e
BAB II

Konsep Toleransi

2.1 Definisi Toleransi


Acap kali dapati banyak perdebatan yang terjadi dalam masalah-masalah
ilmiah. Itu tidak lain dikarenakan globalnya dalam pemahaman-pemahaman lafadz
yang digunakan. Akibatnya, terjadilah kerancuan tali pemahaman karena tidak
adanya sebuah kesepakatan maupun batasan terhadap sebuah kata terlebih dahulu
dalam pembahasan. Maka, definisi sebuah kata sangatlah penting dikarenakan
definisi itu mengeluarkan yang bukan bagian darinya dan memasukkan yang
merupakan bagian darinya.6 Jadi sudah menjadi sebuah keniscayaan sebelum masuk
dalam sebuah pembahasan adalah dengan mendefinisikanya terlebih dahulu sebuah
kata.
Kata toleransi adalah kata yang sering menjadi sebuah simbol persatuan
dalam suatu lingkungan, baik itu dalam lingkup keyakinan, suku, adat, warna kulit,
pendapat, umur, bahkan dalam hubungan antara suatu negara dengan negara yang
lain. Dalam KBBI kata toleransi adalah:
1. sifat atau sikap toleran: dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling
berhubungan dengan penuh
2. batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan;
3. penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja.
Adapun toleransi, Secara etimologis berasal dari bahasa Inggris tolerance
yang berarti toleransi, kelapangan dada, daya tahan, tahan terhadap, dapat menerima.
Makna lesikal kata toleransi adalah "bersabar, menahan diri, membiarkan. Secara
terminologi, toleransi adalah sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan
dan sebagainya) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya. 7 Jadi, yang

6
Muhammad Ridha al-Muzhaffar, Ilmu Mantiq, (Qum: Instisyarat Ismailiyan, 1379), hlm 97.
7
http://www.referensimakalah.com/2012/11/toleransi-menurut-etimologi-dan.html

11 | P a g e
menjadi poin umum ihwal toleransi adalah suatu sikap saling menghargai kelompok-
kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainya. Toleransi
juga merupakan perbuatan yang melarang terjadinya diskriminasi sekalipun dalam
lingkup sosial terdapat banyak kelompok atau golongan yang berbeda-beda. Contoh
sederhana yang dapati sehari-hari ihwal toleransi adalah agama. Agama pada
dasarnya datang untuk menebarkan nilai-nilai kebaikan dan perdamaian. Maka dalam
hal ini berbagai agama berusaha untuk menebarkan nilai-nilai tersebut dengan
menjadikanya sebagai salah satu doktrin dalam kehidupan sosial. Masing-masing
agama tentunya memiliki nilai-nilai toleransi tersendiri, seperti agama Islam yang
memandang bahwasanya nilai-nilai toleransi merupakan sebuah hal sentral dalam
mengajarkan agamanya seperti dalam firman-Nya:
‫ِم‬ ‫ِف‬
‫اَل إْك َر اه ي الِّدين َقْد َتَبَّيَن الُّرْش د ْن اْلَغّي‬
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran
dan kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256)

‫َلُك ْم ِد يُنُك ْم َو َيِل ِد يِن‬

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".(QS. Al-Kafirun: 6)

‫َو َم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َك اَّفًة ِللَّناِس َبِش ًريا َو َنِذ يًر ا َو َٰلِكَّن َأْك َثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن‬
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui” (QS. Saba’: 28)

2.2 Berbagai Pandangan Ihwal Toleransi

2.2.1 Toleransi Dalam Perspektif Agama Kristen Katholik8


Selain agama Islam, dalam ajaran agama Katholik juga ditemui konsep
tentang kerukunan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Konsili
Vatikan II tentang sikap, Gereja terhadap, agama-agama lain didasarkan pada
asal kisah rasul-rasul 17 : 26 sebagai berikut: “Adapun segala bangsa itu
8
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html

12 | P a g e
merupakan satu masyarakat dan asalnya pun satu juga, karena Tuhan
menjadikan seluruh bangsa manusia untuk menghuni seluruh bumi."
Dan dalam bagian lain disebutkan : "Dalam zaman ini, di mana bangsa,
manusia makin hari makin erat bersatu, hubungan antara bangsa menjadi
kokoh, gereja lebih seksama mempertimbangkan bagaimana hubungannya
dengan agama-agama Kristen lain. Karena tugasnya memelihara persatuan dan
perdamaian di antara manusia dan juga di antara para bangsa, maka di dalam
deklarasi ini gereja mempertimbangkan secara istimewa apakah kesamaan
manusia dan apa yang menarik mereka untuk hidup berkawan."
Deklarasi konsili Vatikan II di atas berpegang teguh pada hukum yang
paling utama, yakni "Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan
segenap jiwamu dan dengan segenap, hal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu dan kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri. Isi
deklarasi di atas menggambarkan bagaimana bahwa pada dasamya manusia itu
memiliki hak yang sama, tidak boleh membeda-bedakannya mesti mereka
berlainan agama. Sikap saling hormat-menghormati agar kehidupan menjadi
rukun sangat dianjurkan.

2.2.2 Toleransi dalam Perspektif Agama Protestan9


Sebagaimana halnya agama Kristen Katholik, dalam agama Protestan
juga menganjurkan agar antar sesama umat manusia selalu hidup rukun dan
harmonis. Agama Protestan beranggapan bahwa aspek kerukunan hidup
beragama dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih yang merupakan norma dan
pedoman hidup yang terdapat dalam Al Kitab. Hukum Kasih tersebut ialah
mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Menurut agama Protestan,
Kasih adalah hukum utama dan yang terutama dalam kehidupan. orang Kristen.
Dasar kerukunan menurut agama Kristen Protestan didasarkan pada Injil 22:37.

9
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html

13 | P a g e
2.2.3 Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu10
Dalam agama Hindu diajarkan pula tentang masalah kerukunan.
Pandangan agama Hindu untuk mencapai kerukunan hidup antar umat
beragama, manusia harus mempunyai dasar hidup yang dalam agama Hindu
disebut dengan Catur Purusa Artha, yang mencakup Dharma, Artha, Kama,
dan Moksha. Dharma berarti susila atau berbudi luhur. Dengan Dharma
seseorang dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri,
keluarga, dan masyarakat. Artha, berarti kekayaan dapat memberikan
kenikmatan dan kepuasan hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma.
Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh
berdasarkan Dharma. Moskha berarti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya
atman dari lingkaran samsara.
Moskha merupakan tujuan akhir dari agama Hindu yang setiap saat
selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha juga mesti berdasarkan
Dharma. Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya
kerukunan antarumat beragama. Dasar tersebut dapat memberikan sikap
hormat-menghormati dan harga menghargai keberadaan umat beragama lain.
Tidak saling mencurigai dan saling menyalahkan.

2.2.4 Toleransi dalam Perspektif Agama Budha11


Pandangan agama Budha mengenai kerukunan hidup umat beragama
dapat dicapai dengan melalui 4 jalan kebenaran. Yakni :
1. Hidup adalah suatu penderitaan (dukha).
2. Penderitaan disebabkan karena keinginan yang rendah
(samudaya).
3. Apabila keinginan rendah dapat dihilangkan maka penderitaan
akan berakhir.

10
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html
11
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html

14 | P a g e
4. Jalan untuk menghilangkan keinginan rendah ialah dengan
melaksanakan 8 jalan utama:
1. Kepercayaan yang benar.
2. Niat/pikiran yang benar.
3. Ucapan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Kesadaran yang benar.
6. Mata pencaharian/usaha yang benar.
7. Daya upaya yang benar.
8. Semadhi/ pemusatan pikiran yang benar).

2.2.5 Toleransi dalam Perspektif Agama Khonghucu12


Sebagaimana agama-agama lainnya seperti telah diuraikan di atas,
maka dalam agama Khonghucu memiliki ajaran yang dapat mengantarkan
pemeluknya untuk hidup rukun dengan pemeluk agama lainnya.

Di antara ajaran atau lima sifat yang mulia (Wu Chang) yang dipandang
sebagai konsep ajaran yang dapat mewujudkan kehidupan harmonis antara
sesama adalah :
a. Ren/Jin, cinta kasih, tabu diri, halus budi pekerti, rasa tenggang rasa
serta dapat menyelami perasaan orang lain.
b. I/Gi, yaitu rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa membela
kebenaran.
c. Li atau Lee, yaitu sikap sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
d. Ce atau Ti, yaitu sikap bijaksana, rasa pengertian, dan kearifan.
e. Sin, yaitu kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain
serta dapat memegang janji dan menepatinya.
Memperhatikan ajaran Khonghucu di atas, terutama lima sifat yang
sangat menekankan hubungan yang sangat harmonis antara sesama manusia
dengan manusia lainnya, di samping hubungan harmonis dengan Tuhan dan

12
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html

15 | P a g e
juga antara manusia dengan alam lingkungan. Setiap penganut Khonghucu
hendaknya mampu memahami dan mengamalkan kelima sifat di atas,
sehingga kerukunan atau keharmonisan hubungan antar sesama dapat
terwujud tanpa memandang dan membedakan agama dari keyakinan. Jadi
pada dasarnya semua agama telah memberikan ajaran yang jelas dan tegas
bagaimana semestinya bergaul, berhubungan dengan pemeluk agama lain.13
Dengan memperhatikan beberapa nilai masing-masing agama di atas,
secara substansi semua agama memiliki nilai-nilai tersendiri dalam
menyampaikan ajaranya. Yang mana semuanya menjunjung tinggi hidup
rukun, kasih sayang, cinta serta saling tolong-menolong antara pemeluk
masing-masing agama, semua itu tidak lain adalah demi terciptananya sebuah
kehidupan yang harmonis, baik itu antara mahluk hidup dan alam itu sendiri.

2.3 Pijakan Dalam Toleransi


Dalam kehidupan, interaksi antara satu manusia dengan manusia yang lain
tidak bisa dipisahkan, karena hal itu sudah menjadi sebuah konsekuensi logis sebagai
mahluk sosial. Dalam kehidupan tersebutlah tentunya diapati perbedaan-perbedaan,
baik itu dari segi agama, suku, adat istiadat, daerah sampai dengan warna kulit. Tak
hanya sampai dengan warna kulit, dalam ranah pendidikan pun acap kali terjadi
perbedaan-perbedaan dalam masalah pemikiran dan pendapat. Masalah perbedaan ini
tentunya harus diatasi dengan sebuah landasan pondasi yang kokoh demi
berlangsungnya kehidupan yang harmoni. Tanpa landasan pondasi yang kokoh
tentunya akan terjadi sebuah pertikaian-pertikaian.

Landasan tersebut dapat dikatakan sebagai toleransi, sebagaimana yang telah


dipaparkan sebelumnya dengan landasan pondasi ini dapat menampung seluruh
warna kehidupan dari seluruh aspek kehidupan manusia dari zaman dahulu sampai
saat ini. Namun, Toleransi juga harus memiliki sebuah pijakan agar tetap bisa eksis
dan menjadi patokan dalam aneka perbedaan ini. Maka dari itu toleransi haruslah
memiliki beberapa komponen atau sebuah pijakan agar tetap bisa eksis, diantaranya:

13
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html

16 | P a g e
a. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
b. Mengakui hak orang lain
c. Menghormati keyakinan orang lain
d. Saling mengerti satu sama lain14

Itulah beberapa poin yang menjadi dasar dalam pijakan toleransi,


sebagaimana hal ini juga umumnya ditemui dalam agama-agama yang ada. Agama
yang memiliki nilai toleransi tentunya akan memiliki pengaruh yang kuat dalam
lingkungan sekitarnya, dikarenakan toleransi adalah jantung dalam menyelesaikan
perbedaan yang nyata ada.

Sebagaimana Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi


juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi
yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam
memperoleh perhatian penting dan serius. Salah satu substansi dari agama Islam
adalah “Rahmatan lil alamin”, hal itu merupakan semboyan agama Islam dalam
mengayomi seluruh agama yang ada. Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus
semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk
saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama
dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan. Dalam al-
Qur’an Allah berfirman yang artinya:

“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di


muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah


umatmu semua wahai Rasul, yaitu umat yang tunggal, dan aku adalah Tuhanmu,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Daku. Ayat ini menegaskan bahwa pada
dasarnya umat manusia itu tunggal tapi kemudian mereka berpencar memilih
keyakinannya masing-masing. Ini mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan
14
Nur Kholis, Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Toleransi Antar Umat Beragama dan
Implikasinya Dalam Pendidikan Agama Islam, Tesis Uin Sunan Kalijaga tahun 2014, Hlm 32

17 | P a g e
keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara
yang benar dari yang bathil”. Selanjutnya, di Surah Yunus Allah menandaskan lagi,
yang artinya:

“Katakan olehmu (ya Muhamad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik
pertemuan (kalimatun sawā atau common values) antara kami dan kamu, yaitu
bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak pula memperserikatkan-Nya
kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain
sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah!”

Ayat ini mengajak umat beragama (terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam)
menekankan persamaan dan menghindari perbedaan demi merengkuh rasa saling
menghargai dan menghormati. Ayat ini juga mengajak untuk sama-sama menjunjung
tinggi tauhid, yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Jadi, ayat ini
dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi antar-umat beragama yang
didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu ‘menjauhi konflik’. Fakta historis
toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu
contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhammad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi
beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling
menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan


perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi. Bahkan
sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan. Dalam hal ini, saling
tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman bahwa
umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka
menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi,
menajdi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam. Namun, prinsip yang mengakar
paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah

18 | P a g e
keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia,
dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini

19 | P a g e
BAB III

Toleransi Dalam Perspektif Al-Qur’an

3.1 Ayat dan Tafsir Toleransi


3.1.1 Ayat Toleransi
Salah satu dari tujuan hadirnya agama Islam ialah menjadi petunjuk
bagi seluruh manusia dengan tidak menggunakan metode kekerasan, intimidasi
atau paksaan. Islam datang mengajak manusia dengan cara berdioalog dan
berfikir. Adanya doktrin yang mengharuskan seseorang menganut agama
tertentu, dalam sistem ajaran sebuah agama, bisa jadi mengancam toleransi dan
kerukunan tiap-tiap penganut kepercayaan dalam sebuah masyarakat. Karena,
manakala agama yang menganut doktrin semacam ini dominan dan berkuasa,
ia akan mendesak keras pengikut agama lain agar menanggalkan
kepercayaannya. Jika desakan ini tidak dipenuhi, maka bukan hanya merusak
kerukunan sosial antar penganut dan menimbulkan krisis yang sangat serius,
tetapi juga mengancam nyawa dan harta individu. Sejarah juga mencatat
beragam perlakuan diskriminatif dan derita kaum minoritas demikian ini.15

Islam memang menyeru seluruh umat manusia untuk memeluknya,


sekaligus mengancam akan mengazab siapapun yang menolak seruan ini
dengan motif kebencian dan keras kepala. Namun, Islam membedakan siksa di
dunia dan akhirat. Maksudnya, pada tahap awal, Al-Qur’an menyeru seluruh
umat manusia untuk masuk Islam. Dalam konteks ini, Nabi Saw bahkan
sampai berusaha keras dengan mempertaruhkan nyawanya. Meski begitu, Islam
tidak pernah memaksa orang memeluk Islam. Yang perlu ditambahkan, kendati

15
Seperti dicatat G ustav Le Bon dalam The Civilization of Arabs, Michaud, cendekiawan
Barat, mengatakan, “Sewaktu kaum Muslim (masa kekhalifahan Umar bin Khaththab) menaklukkan
Jerusalem, tak satu pun Nasrani yang dianiaya. Sebaliknya, tatkala Nasrani berhasil merebut kembali
kota ini, tanpa ampun, mereka membunuh seluruh Muslim yang tinggal di sana. Demikian pula saat
kaum Y ahudi merebut kota ini; dengan kejam, mereka membakar penduduk kota.” Lih. Tamaddun-e
Eslom va ‘Arab, jld. 1, hlm. 141-146.

20 | P a g e
sikap menolak Islam tidak berdampak hukuman di dunia, namun di akhirat
kelak, pelakunya akan dimintai tanggung jawab atas segenap pendiriannya.16

Dengan itu al-Qur’an telah datang dengan segenap toleransinya, dengan


menjamin kehidupan, keamanan, jiwa dan seluruh aspek kehidupan manusia
demi terwujudnya rahmatan lil alamin. Toleransi dalam lingkup berkeyakinan
adalah salah satu bentuk dari rahmatan lil alamin yang di tawarkan oleh al-
Qur’an yang mana tetap menghargai perbedaan keyakinan yang ada. Diantara
ayat-ayat tersebut termaktub dalam al-Qur’an diantaranya:

1. Surat Al-Baqarah Ayat 256

‫اَل ِإْك َر اَه يِف الِّدين‬

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)...”

Berkenaan dengan penyebab turunnya ayat ini, kalangan ahli tafsir


mengatakan bahwa beberapa keturunan Nasrani enggan memeluk Islam. Orang
tua mereka yang baru memeluk Islam sudah berputus asa untuk mengIslamkan
anak-anaknya lewat cara damai. Mereka lalu mengeluhkan persoalan ini kepada
Nabi Saw, dengan harapan kiranya beliau akan mengerahkan kekuatannya
(pemerintahan Islam) untuk memaksa mereka memeluk Islam. Lalu ayat di atas
diwahyukan kepada Rasulullah Saw untuk menafikan pemaksaan keyakinan.

Dalam kitab tafsir Majma al-Bayan, ayat ini sebelumnya memiliki


kaitan dengan ayat kursy yang mana ayat kursy ini dalam realitas merupakan
sekumpulan ayat tentang tauhid kepada Allah Swt dan merupakan sifat-sifat
dari jalaliyah dan jamaliah-Nya yang merupakan sebagai pondasi dasarnya
agama. Ayat tersebut juga mampu diterima dengan dalil untuk seluruh
tingkatan akal bahwasanya tidak ada sama sekali kebutuhan maupun aspek
dalam menekan maupun memaksa dalam agama sebagaimana ayat:
16
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 77.

21 | P a g e
‫ِم‬
‫اَل ِإْك َر اَه يِف الِّديِن ۖ َقْد َتَبَنَّي الُّر ْشُد َن اْلَغِّي‬

‫ الُّرْش ُد‬pada ayat ini secara bahasa merupakan hidayah untuk sampai pada

hakikat. Sedangkan ‫ اْلَغِّي‬kebalikan daripada hakikat yakni kesesatan atau sesat yang
berarti menyimpang dari hakikat dan jauh daripada realitas. Dalam hal inilah agama
sangat memerlukan dan mengharuskan ruh manusia dan pemikiran sebagai sebuah
bangunan atas landasan keimanan dan keyakinan. Maka dengan begitu, tidak ada
metode lain selain ajakan dengan berbicara dan berdiskusi. Selain dari pada itu,
dalam riwayat lain, ayat ini dikatakan turun ketika orang-orang jahiliah yang mana
meminta nabi untuk melakukan perubahan terhadap keyakinan manusia dengan cara
memaksa dan kekerasan. Lalu, datanglah ayat ini sebagai sebuah jawaban terhadap
mereka bahwa, sesungguhnya agama bukanlah sebuah perkara yang memerintahkan
dengan cara kekerasan dan memaksa.

Ayat ini juga sekaligus penolakan terhadap orang-orang yang kadang


mengharuskan dalam penyebaran dan kemajuan Islam dengan perantara kekuatan
pedang dan militer. Dari sini juga, telah jelas bahwa ayat ini tidak berkisar pada ahli
kitab saja, sebegaimana yang disangka oleh sebagian para mufassir.17

2. Surat Al-Kahf Ayat 29 dan Surat Al-Insan Ayat 3


‫ِم‬ ‫ِم‬
‫َو ُقِل اَحْلُّق ْن َر ِّبُك ْم ۖ َفَمْن َش اَء َفْلُيْؤ ْن َو َمْن َش اَء َفْلَيْك ُفْر‬
“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”

‫ِإَّنا َه َد ْيَناُه الَّس ِبيَل ِإَّم ا َش اِكًر ا َو ِإَّم ا َك ُفوًر ا‬


“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir.”

17
Nashir Makarim Syirazi, Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal,(Qom: 1429 H), hlm 92.

22 | P a g e
Dalam dua ayat ini, Allah Swt menjelaskan tujuan penciptaan seraya
memberi menunjukkan jalan yang lurus kepada manusia. Kemudian Dia
mengingatkan bahwa dalam konteks ini, tidak ada unsur pemaksaan. Sebab,
beragama adalah pilihan dan kebebasan individual: setiap orang bebas
memilih untuk beriman atau menjadi kafir. Dan juga dalam ayat lain:
Dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah) (QS. Ali Imran [3]: 20). Dan kamu sekali-kali bukanlah
seorang pemaksa terhadap mereka (QS. Qaf [50]: 45). Maka berilah
peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi
peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka (QS. Al-
Ghasyiyah [88]: 21-22).
Ayat-ayat ini mendeskripsikan tugas seorang rasul hanyalah
menyampaikan risalah Ilahi kepada umat manusia, juga menekankan
keimanan individu agar dilandasi kebebasan, kesadaran, dan argumentasi,
bukan lewat kekuatan dan kekerasaan.Doktrin di atas ini bukan khas Islam,
melainkan juga diajarkan agama-agama sebelumnya. Umpama, Nabi Nuh
as mengatakan kepada kaumnya, “Bagaimana mungkin aku memaksakan
agama pada kalian, sementara hati kalian membencinya.”18
Apakah akan kami paksakan kamu menerimanya, padahal kamu tiada
menyukainya? (QS. Hud [11]: 28).

Murtadha Muthahhari mengatakan:

Kita memiliki sejumlah ayat yang menjelaskan bahwa agama harus


disampaikan dengan cara benar, bukan lewat pemaksaan. Ini membuktikan
betapa agama Islam tidak menggunakan kekerasan terhadap seseorang
dengan mengatakan, ‘Islam atau mati.’ Di sisi lain, ayat ini juga
menjelaskan kemestian jihad.19

18
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 79
19
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 79

23 | P a g e
3. Surat Al-Gasyiyah Ayat 21, 22
‫ِإ‬
‫َفَذ ِّك ْر َّنَم ا َأْنَت ُم َذ ِّك ٌر‬.
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah
orang yang memberi peringatan.”

‫َلْس َت َعَلْيِه ْم ُمِبَصْيِط ٍر‬

“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,”

Dalam ayat sebelumnya dari ayat 21 ini, mengajak manusia untuk


merenungkan beberapa ciptaan Allah agar manusia sampai pada kesimpulan
tentang kekuasaan-Nya, antara lain membangkitkan manusia setelah
kematianya. Ayat di atas mengarahkan pembicaraan Nabi Muhammad Saw.
bahwa: jika demikian gamblang bukti-bukti tentang kuasa Allah, maka, wahai
Nabi Agung, berilah peringatan kepada siapa pun dan jangan paksakan
kehendakmu karena sesungguhnya engkau hanyalah seorang pemberi
peringatan. Engkau bukanlah atas mereka penguasa yang boleh memaksakan
pendapat walau itu tuntunan yang bermanfaat buat mereka. Karena itu, engkau
tidak berdosa dan tidak perlu berkecil hati jika mereka enggan beriman.

Siapa yang beriman dan menyambut tuntunanmu, Allah akan


melimpahkan karunia kepadanya, tetapi siapa yang berpaling dari tuntunanmu
dan kafir, yakni enggan mempercayai kesaan Allah dan kebenaran Rasul-Nya,
maka Allah akan menyiksanya dengan siksa yang terbesar dan tiada yang
mengatasinya. Kemudian, siksa itu paling lambat di akhirat nanti. Tidak ada
seorang pun yang dapat luput karena sesungguhnya atas kamilah ketetapan
niscaya hisab mereka, yakni perhitungan amal-amal mereka yang besar

maupun yang kecil. Kata ‫ ُمَص ْيِط ر‬dengan huruf ‫ َص‬terambil dari kata ‫يطر‬ss ‫س‬

24 | P a g e
dengan huruf ‫ س‬yang berarti mengusai sehingga dapat memaksa. Memang,

bahasa Arab sering mengganti pengucapan ‫ س‬dengan ‫ َص‬seperti kata ‫راط‬ss ‫ص‬
yang asalnya adalah ‫سراط‬.

Penyampaian bahwa Nabi Saw bukan seorang pemaksa bertujuan


mengingatkan semua pihak bahwa ajaran agama Islam tidak boleh dipaksakan
secara nyata atau terselubung oleh siapa pun. Oleh karena itu, peperangan yang
melibatkan kaum muslimin sama sekali bukan bertujuan sebagai penguasa
wilayah apalagi penjajahan, tapi semata-mata pembelaan diri dan agama agar
semua orang dapat menikmati hak asasinya antara lain menganut agama dan
kepercayaan yang berkenan dalam benaknya.20

4. Surat An-Nahl Ayat 125 dan Surat Al-'Ankabut Ayat 46

‫اْد ُع ِإٰىَل َس ِبيِل َر ِّبَك ِباِحْلْك َم ِة َو اْلَمْو ِعَظِة اَحْلَس َنِةۖ َو َج اِد ُهْلْم ِباَّليِت ِه َي َأْح َسُن ۚ ِإَّن َر َّبَك ُه َو َأْع َلُم َمِبْن َض َّل‬
‫ِب ِد‬ ‫ِب ِلِه‬
‫َعْن َس ي ۖ َو ُه َو َأْع َلُم اْلُم ْه َت يَن‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.”

‫َو ُقوُلوا آَم َّنا ِباَّلِذ ي ُأْنِز َل ِإَلْيَنا َو ُأْنِز َل ِإَلْيُك ْم َو ِإُهَٰلَنا َو ِإُهَٰلُك ْم َو اِح ٌد َو ْحَنُن َلُه ُمْس ِلُم وَن‬
“katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu
adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".(Surat
Al-'Ankabut Ayat 46).

20
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an,(Jakarta:
Penerbit Lentera Hati 2012), hlm 278

25 | P a g e
Kedua ayat ini mengungkapkan strategi dakwah Islam yang dilandasi
argumentasi, dalil, dan debat terbaik; sekaligus juga peringatan kepada
Rasulullah Saw agar tidak melampaui batas-batas etika debat dengan Ahli
Kitab. Kalangan ahli tafsir menjelaskan bahwa debat terbaik ( jidâl ahsan)
merupakan dialog atau debat dalam semangat persaudaraan, kebijakan,
kelembutan, jauh dari kata-kata kasar dan keji.97 Seperti yang ditegaskan
Muthahhari, ayat di atas merupakan salah satu dalil kebebasan memilih
agama dalam Islam.21
5. Surah al-An’Am ayat 108

‫َو اَل َتُس ُّبوا اَّلِذ يَن َيْد ُعوَن ِم ْن ُدوِن الَّلِه َفَيُس ُّبوا الَّلَه َعْد ًو ا ِبَغِرْي ِعْلٍم ۗ َك َٰذ ِلَك َز َّيَّنا ِلُك ِّل ُأَّم ٍة َعَم َلُه ْم َّمُث ِإٰىَل‬

‫َمْر ِج ُعُه ْم َفُيَنِّبُئُه ْم َمِبا َك اُنوا َيْع َم ُلوَن‬ ‫ِهِّب‬


‫َر ْم‬

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang


mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah
dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami
jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian
kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan
kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.

Ayat sebelumnya dari ayat ini, berbicara tentang mendakwahkan Islam


maupun mengajarkannya dengan cara berdiskusi maupun dengan
berargumentasi dengan baik bukan dengan paksaan. Adapun dalam ayat ini,
melarang kepada kaum muslim untuk tidak mencela dan mencaci maki
sembahan orang lain yakni orang musyrik. Karena hal itu akan membuat
mereka marah dengan berbalik mencela Allah, akibat sikap melampaui batas
dan kedunguan mereka.22

21
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hlm 80.
22
Nashir Makarim Syirazi, Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal,(Qom: 1429 H), hlm 185.

26 | P a g e
3.2 Makna Toleransi Dalam al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan dari lauhi al-Mahfud yang
membawa pesan-pesan kedamaian, kasih sayang, kebahagian dan cinta. Namun untuk
menjadikanya pedoman tidak cukup dengan larut dalam lafadz dan simbolnya
semata. Betapa banyak orang saling bunuh, saling mengkafirkan, saling mencaci
maki dikarenakan larut dalam pusaran lafadz dan simbol-simbol dalam al-Qur’an.
Dengan demikian lahirlah ilmu-ilmu tafsir untuk menyingkap makna-makna yang
tersirat dalam al-Qur’an. Dengan ilmu tafsir dan tafsir yang ada membantu kita dalam
memahami al-Qur’an dan tidak bertaqlid buta. Pada dasarnya, tujuan Islam adalah
membuka ruang dialog antar agama untuk memperlihatkan dan membuktikan
kebenaran Islam itu sendiri, sehingga pengikut agama lain, sesuai intuisi dan
pemahaman, dapat melangkah ke jalan yang lurus.

Maka dari itu, al-Qur’an datang menawarkan konsep toleransi sebagai pondasi
dalam keberagaman ini. Fakta historis toleransi dapat ditunjukkan melalui Piagam
Madinah. Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama
yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah. Di antara butir-
butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara
agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang
terikat dalam Piagam Madinah. Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa
mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik
Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan.

Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Syu’ab al-
Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan:

“Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti
akan membongkar aibnya di hari pembalasan”.

Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari


pemahaman bahwa umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat
kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong sebagai

27 | P a g e
bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam. Dilihat
dari argumen-argumen di atas, menunjukkan bahwa baik al-Qur’an maupun Sunnah
Nabi secara otentik mengajarkan toleransi dalam artinya yang penuh. Perkembangan
Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arabia yang begitu cepat menunjukkan bahwa
Islam dapat diterima sebagai rahmatal lil’alam\in (pengayom semua manusia dan
alam semesta). Ekspansi-ekspansi Islam ke Siria, Mesir, Spanyol, Persia, Asia, dan ke
seluruh dunia dilakukan melalui jalan damai. Islam tidak memaksakan agama kepada
mereka (penduduk taklukan) sampai akhirnya mereka menemukan kebenaran Islam
itu sendiri melalui interaksi intensif dan dialog.

Kondisi ini berjalan merata hingga Islam mencapai wilayah yang sangat luas ke
hampir seluruh dunia dengan amat singkat dan fantastik. Memang perlu diakui bahwa
perluasan wilayah Islam itu sering menimbulkan peperangan. Tapi peperangan itu
dilakukan hanya sebagai pembelaan sehingga Islam tak mengalami kekalahan.
Peperangan itu bukan karena memaksakan keyakinan kepada mereka tapi karena
ekses-ekses politik sebagai konsekuensi logis dari sebuah pendudukan. Pemaksaan
keyakinan agama adalah dilarang dalam Islam. Bahkan sekalipun Islam telah
berkuasa, banyak agama lokal yang tetap dibolehkan hidup. Demikianlah, sikap
toleransi Islam terhadap agama-agama dan keyakinankeyakinan lokal dalam sejarah
kekuasaan Islam menunjukkan garis kontinum antara prinsip Syari’ah dengan
praktiknya di lapangan. Meski praktik toleransi sering mengalami interupsi, namun
secara doktrin tak ada dukungan teks Syari’ah. Ini berarti kekerasan yang terjadi atas
nama Islam bukanlah otentisitas ajaran Islam itu sendiri.23

Namun, perlu dibatasi dalam makna toleransi ini demi terhindar dari kesalahan
dalam memaknainya. Dengan demikian toleransi beragama menurut Islam bukanlah
untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan
di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam
pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh

23
google, toleransi, toleransi%20antar%20umat%20beragama%20dalam.pdf (diakses pada
tanggal 26 juni 2018).

28 | P a g e
dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk
mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya
masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya. Syari’ah telah
menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Karena pemaksaan kehendak
kepada orang lain untuk mengikuti agama kita adalah sikap a historis, yang tidak ada
dasar dan contohnya di dalam sejarah Islam awal.

Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah peradaban Islam
telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah
peradaban dunia hingga hari ini. Dengan tetap berpegang teguh kepada sikap
eksklusivitas dalam inklusifitas yakni kita tetap meyakini bahwa agama Islam adalah
agama yang sepenuhnya benar. Namun, tanpa menafikan keberadaan agama lain.
Dalam artian kita tetap memiliki sikap terbuka dalam kehidupan sehingga lahirlah
sebuah kehidupan yang harmonis dalam perbedaan.

3.3 Menuju pada kesatuan dalam keragaman


Substansi dari masing-masing ajaran maupun agama adalah menebar kasih
sayang, cinta dan rahmat. Masalah perbedaan dan keberagaman adalah hal yang tak
bisa dielakkan dalam ranah kehidupan karena ini adalah sebuah konsekuensi logis.
Dengan berbagai keberagaman yang sangat kompleks ini, merupakan hal yang harus
diselesaikan dan tanggung jawab kita semua. Pada akarnya, potensi munculnya
berbagai konflik dalam keberagaman khususnya agama sering dipicu oleh faktor
sosial, budaya, dan faktor lainya yang tidak berjalan secara wajar. Akibatnya, sendi-
sendi kehidupan harmonis mulai terusik dan melahirkan gap antara suatu kelompok
dan yang lainya. Sikap saling curiga gan naluri cemburu mulai menampakkan dirinya
secara jelas. Kalau agama menjadi sasaran utamanya, satu kelompok dengan
kelompok lain bisa perang. Dan kenyataan ini sering kita saksikan belakangan ini di
negeri yang tercinta.

Keretakan hubungan antaragama dapat mengakibatkan rentannya kerjasama


sosial. Jika dalam sebuah kelompok terjadi sikap klaim kebenaran yang cenderung
apologis, sudah dapat dipastikan ikut melahirkan akar permusuhan antara satu sama

29 | P a g e
lain. Umumnya, sikap permusuhan demikian ini, tidak bisa diselesaikan secara naluri
agama, tetapi memerlukan bantuan basis, atau kerangka pandang yang lebih empiris
yakni dari sudut teologis, sosiologis dan psikologis. dengan demikian kerjasama
dalam kehidupan sosial “tetap dalam porosnya” adalah salah satu metode untuk
bersama dalam keberagaman. Sebenarnya, jika kita tinjau dalam nilai agama masing-
masing menawarkan keselamatan dan semuanya ingin menuju kepada kesempurnaan.

Dalam hal ini, Jurhanuddin dalam bukunya Amirullah Syarbini berpendapat


bahwa tujuan toleransi umat beragama adalah:

Pertama, meningkatkan keimanan dan ketakwaan masing-masiang agama.


Masing-masing agama dengan kenyataan adanya agama lain akan semakin
mendorong untuk menghayati dan sekaligus memperdalam ajaran agamanya,
serta semakin berusaha untuk mengamalkan ajaran-ajaran agamanya.

Kedua, mewujudkan stabilitas nasional yang mantap. Dengan adanya toleransi


umat beragama, secara praktis ketegangan-ketegangan yang ditimbulkan karena
perbedaan paham yang berpangkal pada keyakinan keagamaan dapat dihindari.
Apabila kehidupan beragama suku dan saling menghormati, maka stabilitas
negara akan terjaga.

Ketiga, menjunjung dan menyukseskan pembangunan. Usaha pembangunan


akan sukses apabila didukung dan ditopang oleh segenap lapisan masyarakat.
Sedangkan jika umat beragama selalu bertikai dan saling menodai, tentu tidak
dapat mengarahkan kegiatan untuk mendukung serta membangun
pembangunan, bahkan dapat berakibat sebaliknya.24

Sebagaimana Rasulullah Saw diutus untuk menyampaikan petunjuk kepada


seluruh alam, khususnya umat manusia. Karena manusia adalah khalifah yang
memiliki kewajiban untuk memakmurkan bumi dan seisinya. Diutusnya Muhammad
untuk mengajarkan kebenaran dan kebaikan kepada manusia agar memakmurkan

24
Amirullah Syarbini, Al-Qur’an Dan Kurukunan Hidup Umat beragama,(Bandung: Quanta
2011), hal 129

30 | P a g e
bumi merupakan bukti bahwa Islam ditujukan kepada seluruh manusia. Disamping
itu, Muhammad juga diperintahkan untuk menyempurnakan akhlak manusia,
sehingga Islam menjunjung tinggi manusia.

Dalam hal ini dapat juga kita lihat upaya-upaya yang dilakukan Nabi
Rasulullah Saw dalam mengimplementasikan agama Islam rahmatan lil alamin
dalam bentuk perilaku, diantaranya:

1. Persamaan Sosial
Sesuai ayat-ayat Al-Qur’an, Rasulullah Saw berperilaku baik dan
penuh kasih sayang terhadap orang-orang kafir. Beliau menganggap seluruh
manusia sebagai anak cucu Adam as; semua sama-sama berasal dari tanah.
Merenungkan asal-usul manusia bukan hanya berujung pada kesimpulan
adanya persamaan setiap orang, tetapi bahkan tersingkapnya substansi
hubungan kekeluargaan antar manusia dalam konteks penciptaan yang
berawal dari Sang Pencipta. Inilah ladang persemaian kasih sayang dan
tumbuhnya kecintaan antarsesama yang, tentu saja, lebih luhur dari sikap
toleran dan kerukunan hidup beragama. Rasulullah Saw bersabda:

Wahai manusia sekalian, ketahuilah bahwa Tuhan kalian adalah satu dan
ayah-ayah kalian juga satu, kalian semua berasal dari Adam dan Adam dari tanah.

Beliau juga menegaskan bahwa kriteria kemuliaan dan penghormatan


Allah Swt [kepada manusia] adalah nilai kemanusiaan itu sendiri, jiwa sosial
serta berbakti pada sesama. Seluruh manusia itu keluarga Allah, dan Allah
paling mencintai mereka yang paling banyak memberi manfaat kepada yang
lain. Seluruh manusia adalah makhluk dan keluarga Allah Swt. Karenanya,
tidak ada perbedaan dan keistimewaan yang satu di atas yang lain. Hanya
yang paling dicintai-Nya adalah orang yang paling baik dan berguna bagi
yang lain.

2. Menghormati Jenazah Yahudi

31 | P a g e
Suatu hari, Rasulullah Saw duduk bersama sekumpulan sahabat. Tiba-
tiba beliau berdiri saat melihat jenazah seorang Yahudi diusung ke
pemakaman. Para sahabat berkata, “Bukankah itu jenazah Yahudi?” Beliau
menjawab, “Kapan saja kalian melihat jenazah, berdirilah untuk
menghormatinya”.
3. Piagam Pertama Kebebasan Berakidah
Satu lagi yang jadi kebanggaan Islam adalah penandatangan perjanjian
damai dengan pihak-pihak penentang. Semasa memerintah, Rasulullah Saw
berhasil membuat sejumlah perjanjian damai dengan musuh-musuhnya.
Semua itu menjadikan pemerintahan Islam, selain mendapat pajak khusus dari
Ahli Kitab, wajib menjamin hak-hak mereka, baik di bidang politik, sosial,
budaya, keamanan, maupun kebebasan berakidah. Perjanjian yang pertama
kali diteken beliau adalah perjanjian damai dengan Yahudi Madinah. Pada
hemat Houston, perjanjian ini pada dasarnya merupakan piagam pertama
tentang kebebasan berakidah dalam sejarah umat manusia.
Butir-butir perjanjian itu malah dinilai jauh melampui zamannya.
Berikut akan dikemukakan teks asli perjanjian Rasulullah Saw dengan umat
Nasrani Najran:

Muhammad utusan Tuhan wajib menjaga dan melindungi nyawa,


harta, tanah, akidah, dan tempat ibadah mereka (Nasrani) dari segala bentuk
ancaman. Aman dari gangguan dan pelecahan serta tanah-tanah mereka tidak
akan pernah dijajah. Selama penduduk Najran setia dengan isi perjanjian, tak
akan ada kekuatan yang menyerang mereka.25

Inti dari semua dari agama adalah cinta, semua meyakini bahwa semua ajaran
yang benar itu sama-sama meyaniki satu hal yaitu pencipta. Berbagai bentuk
intrepetasi Sang Pencipta digambambarkan dari seluruh aspeknya maupun sifat-
sifatnya. Menerima suatu ajaran berarti menjadikanya sebagai pedoman hidup.

25
Maboni-e Hukûmat-e Eslomi dalam buku Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 90.

32 | P a g e
Sebagaimana agama Islam, menerimanya berarti menjadikannya way of life. Di
mana di dalamnya seseorang harus memiliki pandangan hidup Islami dan terwujud
dalam dimensi lahir dan batin. Seseorang yang mengakui Allah sebagai Tuhannya
harus mengaplikasikan pengakuannya itu dengan berserah diri dan tunduk terhadap
hukum-Nya dengan konsekuensinya menjadikan Islam sebagai agamanya. Dengan
menjadi rahmat bagi seluruh mahluk adalah cara menghargai ciptaan Sang Pencipta
Allah Swt. Imam Ali bin Abi Thalib dalam suratnya kepada Malik Asytar
mengatakan:

Jadikanlah hati Anda penuh kasih, cinta, dan ramah pada rakyat; janganlah
Anda seperti binatang buas yang siap menerkam mereka, karena mereka itu salah
satu dari dua golongan: saudara Anda dalam agama atau sejenis Anda dalam
ciptaan.26

Dalam al-Qur’an surah al-Insiqaq ayat 6, Allah Swt berfirman:

‫ا َأُّي ا اِإْل ْن اُن ِإَّنَك َك اِد ِإٰىَل ِّبَك َكْد ا َف اَل ِقيِه‬
‫ًح ُم‬ ‫ٌح َر‬ ‫َي َه َس‬
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh
menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.”

Dalam ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah Swt sebagai tujuan utama dan
tertinggi manusia, dan manusia pada ayat ini bermakna manusia secara keseluruhan,
dalam artian bebas dari golongan. Baik itu dari kulit putih, hitam, agama Islam, kafir
dan sebagainya. Dengan demikian, manusia secara keseluruhan melakukan sebuah
usaha dan upaya dengan bersungguh-sungguh menuju hanya kepada Allah Swt,
perjalanan ini pula dilalui dengan penderitaan-penderitaan dan perjuangan keras
karena ini bukanlah sebuah perjalanan biasa. Namun, ini adalah perjalanan yang
sangat tinggi yang mengantarkan manusia menuju kesempurnaanya.( intinya manusia
semua menuju prososes yaitu kesempurnaan).27

26
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 92
27
Muhammad Baqir Shadr, At-tafsir al-Maudhu’i Lil Qur’an al-karim, (), hlm 141.

33 | P a g e
Dengan demikian, perlu digaris bawahi bahwasanya keniscayaan adanya
keberagaman dalam kehidupan khususnya dalam agama itu tidak meniscayakan harus
satunya prinsip yakni syariat. Semua penganut agama sama-sama mengagungkan
para tokoh agamanya dan apa yang dibawanya. Namun, inti dari semua itu adalah
ajaranya yang ditawarkanya, pesan yang dibawanya. Diantara pesan-pesan yang
dibawa para tokoh-tokoh agama adalah kasih sayang, persaudaraan, toleransi,
kepedulian, solidaritas kepada seluruh manusia. karena pada dasarnya, semua
manusia sedang melakukan perjalan yang sangat agung dalam kehidupanya. Namun,
dalam menuju perjalanan tersebut masing-masing memiliki jalan yang berbeda
namun ujung dari tiap-tiap perjalanan yang dilalui oleh seluruh manusia adalah Allah
Swt.

34 | P a g e
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Eksistensi al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia, dia
mampu melampaui sekat-sekat waktu maupun zaman. Tanpa manusia berpegang
teguh dengannya beserta yang membawanya yakni Baginda Rasulullah Saw,
niscaya manusia akan hidup dalam kegelapan tanpa cahaya. Al-Qur’an sekaligus
hadir menjawab segala problematika mendasar yang dihadapi umat manusia di
setiap ruang dan waktu dapat terjawab. Tak hanya itu saja, sekaligus
menyediakan pemahaman yang benar ihwal esensi manusia dan kehidupan
sosialnya. dengan itu para mufassirin memiliki peran yang sangat urgen dalam
menafsirkan al-Qur’an, dengan itu al-Qur’an dapat menjadi hidup dan mewarnai
setiap kehidupan anak cucu adam. Dengan adanya kajian tafsir lintas mazhab
maupun komprasi dapat membuat khazanah al-Qur’an ini juga lebih hidup.

Berkenaan dengan hal tersebut, masalah kehidupan adalah hal yang tak bisa
kita pisahkan dari al-Qur’an khusunya dalam masalah toleransi. Dengan modal
semangat dalam menganut agama tidaklah cukup. Semangat yang tidak diiringi
dengan pengetahuan dan pesan-pesan agama yang dianut tidak dapat menjadi
pegangan dalam hirup pikuk dalam keberagaman ini. dengan mendalami agama,
mengkaji nilai-nilai yang dibawanya, pesan cinta, kasih sayang, persaudaran,
toleransi, santun dan persatuan adalah jalan keluar dari sikap intoleran, fanatisme
dan sikap eksklusivisme. Islam sebagai din tidak cukup hanya sebagai sebuah
kepasrahan dan ketundukan. Kepasrahan yang benar adalah dengan penyerahan
diri kepada ke-Esaan Tuhan. Penyerahan diri pada-Nya berarti menjadi tunduk
secara total dengan firman-Nya dan sang pembawa risalah-Nya. diantara firman-
firman-Nya dalam masalah keberagaman adalah menegakkan nilai-nilai toleransi.

Nilai-nilai mencakup perlindungan terhadap jiwa-jiwa yang minoritas maupun


lemah, menjaga keamanan penganut agama lain, bersikap ramah dan santu tanpa

35 | P a g e
diskriminasi. Perbedaan adalah sesuatu yang Allah ciptakan sebagai suatu
keniscayaan supaya manusia bisa mengembangkan toleransi. Inilah pilihan kita
sebagai manusia, mau memilih perpecahan atau toleransi yang menenteramkan.

B. SARAN
Adapun saran yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan makalah ini,
yaitu;

1. Bagi peneliti berikutnya disarankan untuk melakukan studi yang lebih


intensif lagi, khususnya masalah toleransi. Dikarenakan makalah ini masih
sangat terbatas dan penuh kekurangan.
2. Peneliti berikutnya juga bisa lebih melakukan sebuah kajian lebih dalam
lagi buku-buku tafsir yang ada demi menambah kekayaan kahazanah nya.

36 | P a g e
Daftar Pustaka

Makarim Syirazi, Nashir. Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal. Qom:


1429 H.

Mansur Ibnu. Lisanul al-Arabi, Kairo: Darul Hadist, 1434 H.

Al-Muzhafffar, Muhammad Ridha, Ilmu Mantiq, Qum: Instisyarat Ismailiyan ,


1379 H.

http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-
agama-agama.html

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-


Qur’an, Jakarta: Penerbit Lentera Hati 2012.

http://www.referensimakalah.com/2012/11/toleransi-menurut-etimologi-
dan.html

Hasan Qadr, Muhammad dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama,
Islam, Satu Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, Jakarta: Sadra
Press 2011

google, toleransi, toleransi%20antar%20umat%20beragama%20dalam.pdf

Amirullah Syarbini, Al-Qur’an Dan Kurukunan Hidup


Umatberagama,Bandung: Quanta 2011

37 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai