Tafsif Maudhu'i Akbar 1
Tafsif Maudhu'i Akbar 1
Oleh:
AKBAR BUDIMAN. A
NIM: 060042016
HAUZAH ILMIAH KHATAMUN NABIYYIN
JAKARTA
TAHUN AJARAN 2016-2018
ABSTRAK
يصف املؤلفان، يف هذه الورقة.تناقش هذه الورقة قيم التسامح اليت ظهرت هناك منذ بداية اإلسالم
واحد. ميكن التعامل مع الدين بطرق خمتلفة.بعض اآليات حول التسامح وبعض التفسري ذي الصلة
وسيلة حلل يف دوامة القيم اليت جلبت هلا معىن أكثر، منهم من خالل االقرتاب من التفسريات املؤهلة
اإلسالم موجود مثل رمحه اهلل.وليس حماصرين يف روح ال تستند إىل املعرفة الدينية اليت عقدت
أفضل رجل. سواء كان ذلك للنبات واجلبال والناس واألرض كلها، األمني مبعىن نعمة الكون كله
هو أن يصبح الناس هادئني وهادئني بسبب وجوده ويسر ما أسلمه ربه باستسالم تام
التسامح:كلمةالبحوث.
1|Page
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan limpahan
rahmat dan rahim-Nya kepada kita semua, dan khususnya pada penulis sehingga
dapat menyusun makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
penghulu Para Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad Saww dan keturunannya yang suci
dan para sahat-sahabatnya yang terpuji. Dengan rasa syukur, penulis akhirnya bisa
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Toleransi Dalam Perspektif Al-Qur’an”
yang merupakan bagian dari pembelajaran di Hawzah Ilmiah Khatamun Nabiyyin.
Tidak bisa dipungkiri dalam penulisan makalah ini telah banyak pihak yang
telah membantu penulis dalam berbagai macam bentuk masukan. Melalui bagian
kecil ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada seluruh
Asatidz dan Asatidzah. Lebih terkhususnya lagi kepada Ustadz Hasan Saleh La Ede
yang telah meluangkan sekian waktu dan tenaga dalam membimbing dalam penulisan
makalah ini, serta kepada teman-teman satu marhalah yang telah banyak membantu.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan.
Oleh karenanya, setiap kritikan positif dan membangun penulis sangat harapkan
untuk perbaikan dalam penelitian dan penulisan selanjutnya. Semoga hasil makalah
tafsir tartibi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di
Hawzah Ilmiah Khatamun Nabiyyin.
Penulis
Akbar Budiman. A
NIM: 060042016
2|Page
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................5
PENDAHULUAN.........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang................................................................................................5
1.2 Permasalahan..................................................................................................7
1.2.1 Identifikasi masalah...................................................................................7
1.2.2 Pembatasan Masalah..................................................................................7
1.2.3 Perumusan Masalah...................................................................................7
1.3 Literatur Yang Relevan...................................................................................8
1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian.......................................................................9
1.4.1 Tujuan Penulisan.........................................................................................9
1.4.2 Manfaat Penelitian.....................................................................................9
1.5 Metodelogi penelitian.....................................................................................9
BAB II.........................................................................................................................12
Konsep Toleransi.........................................................................................................12
2.1 Definisi Toleransi......................................................................................12
2.2 Berbagai Pandangan Ihwal Toleransi...........................................................13
2.2.1 Toleransi Dalam Perspektif Agama Kristen Katholik.............................13
2.2.2 Toleransi dalam Perspektif Agama Protestan..........................................14
2.2.3 Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu............................................15
2.2.4 Toleransi dalam Perspektif Agama Budha............................................15
2.2.5 Toleransi dalam Perspektif Agama Khonghucu....................................16
2.3 Pijakan Dalam Toleransi...............................................................................17
BAB III....................................................................................................................21
Toleransi Dalam Perspektif Al-Qur’an....................................................................21
3.1 Ayat dan Tafsir Toleransi.............................................................................21
3.2 Makna Toleransi Dalam al-Qur’an...............................................................28
3.3 Menuju pada kesatuan dalam keragaman.....................................................30
3|Page
PENUTUP...................................................................................................................36
A. KESIMPULAN....................................................................................................36
B. SARAN................................................................................................................37
4|Page
BAB I
PENDAHULUAN
5|Page
Di dunia ini terdapat beberapa agama-agama besar yang memiliki jumlah pengikut
terbanyak yang menjadi panutan. Selain agama Kristen, Budha, Hindu dan Yahudi,
salah satu agama terbesar di dunia ini yang begitu menekankan untuk menebarkan
rahmat dan kasih sayang adalah agama Islam. Dengan doktrin tersebut sembari
menebarkan rahmat dan kasih sayang al-Qur’an sebagai pedoman hidup,menyeru
untuk hidup damai berdampingan dengan yang lain, berlaku baik, serta adil terhadap
hak-hak orang lain, baik itu antar sesama agama maupun bukan.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil
(QS. Al-Mumtahanah [60]: 8)”.
Itulah agama Islam, namun, disisi lain muncul kelompok-kelompok dalam diri
Islam sendiri yang menebarkan kebencian, kekerasan, intoleransi terhadap yang
bukan seagamanya bahkan jika itu sesasama muslim namun jika tidak sepaham, maka
mereka memerangi dan mengintimidasinya. Itulah fenomena yang begitu marak
ditemui saat itu bahkan jauh sebelumnya. Mereka adalah orang-orang yang
mengeksklusifkan agama Islam, memahami Islam hanya dengan satu kacamata saja
yakni satu sudut pandang. Padahal Islam begitu menjunjung tinggi nilai-nilai
perbedaan dan rahmat. Hal tersebut banyak dijumpai menyaksikan fenomena
disekitar, tingginya krisis toleransi antar umat beragama. Terjadinya sebuah trauma
atas agama Islam pada dasarnya dikarenakan adanya segelintir penganutnya yang
keliru dalam memahami Islam, sehingga timbulnya berbagai pandangan bahwa Islam
bukanlah rahmat, melainkan mudarat.
Padahal jika ditinjau dengan melihat grafik jumlah pemeluk agama terbesar
adalah agama Islam. Dengan jumlah pemeluk yang begitu melimpah ruah, semestinya
alam ini sudah menjadi sebuah kehidupan yang dipenuhi dengan keharmonisan dan
kerukunan. Dengan kitab suci yang begitu agung mengandung nilai-nilai perdamaian
seharusnya menjadi sebuah rujukan yang sangat tepat perihal toleransi. Menjadi hal
mendasar bahwa selain menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan utama, tentunya
mengkaji dan menyelaminya merupakan hal yang begitu substansi. Sehingga tidak
6|Page
terjebak pada simbol-simbol ayat semata, layaknya sebuah kitab yang begitu suci
namun nir makna. Maka dari itu penulis dalam hal ini akan mengangkat makalah
yang berjudul “Toleransi Dalam Perspektif al-Qqur’an” demi mengkaji lebih
dalam ihwal toleransi serta begaimana nilai-nilai tersebut menjadi sebuah landasan
dalam kehidupan yang beragam ini demi terwujudnya pandangan Islam rahmatan lil
alamin serta nilai kesatuan dalam keragaman.
1.2 Permasalahan
7|Page
4. Apakah toleransi sebagai inklusifitas tanpa batas ?
8|Page
1.4 Tujuan dan Manfaat penelitian
1. untuk mengetahui lebih dalam apa itu toleransi dan peranya dalam
kehidupan
2. untuk mengetahui berbagai ayat-ayat yang membahas tentrang tolerani
3. untuk mengetahu pandangan para ulama dalam tafsirnya ihwal
toleransi.
9|Page
yang akan diteliti. Terakhir adalah memilah dan menganalisis teks-teks yang
ada dan relevansinya dengan makalah ini.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.
1.2 Permasalahan.
1.2.1 Identifikasi Masalah.
1.2.2 Pembatasan Masalah.
1.2.3 Rumusan Masalah.
1.3 Literatur Terdahulu yang Relevan.
1.3.1 Tujuan dan Manfaat Penulisan.Tujuan Penelitian.
1.3.2 Manfaat Penelitian.
1.4 Metodologi Penelitian.
1.5 Sistematika Penulisan.
BAB II Konsep Toleransi
2.1 Definisi Toleransi
2.2 Berbagai Pandangan Ihwal Toleransi
2.3 Pijakan Dalam Toleransi
BAB III Toleransi Dalam Perspektif Al-Qur’an
3.1 Ayat dan Tafsir Toleransi
3.2 Makna Toleransi Dalam Qur’an
3.3 Menuju Pada Kesatuan Dalam Keragaman
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10 | P a g e
BAB II
Konsep Toleransi
6
Muhammad Ridha al-Muzhaffar, Ilmu Mantiq, (Qum: Instisyarat Ismailiyan, 1379), hlm 97.
7
http://www.referensimakalah.com/2012/11/toleransi-menurut-etimologi-dan.html
11 | P a g e
menjadi poin umum ihwal toleransi adalah suatu sikap saling menghargai kelompok-
kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainya. Toleransi
juga merupakan perbuatan yang melarang terjadinya diskriminasi sekalipun dalam
lingkup sosial terdapat banyak kelompok atau golongan yang berbeda-beda. Contoh
sederhana yang dapati sehari-hari ihwal toleransi adalah agama. Agama pada
dasarnya datang untuk menebarkan nilai-nilai kebaikan dan perdamaian. Maka dalam
hal ini berbagai agama berusaha untuk menebarkan nilai-nilai tersebut dengan
menjadikanya sebagai salah satu doktrin dalam kehidupan sosial. Masing-masing
agama tentunya memiliki nilai-nilai toleransi tersendiri, seperti agama Islam yang
memandang bahwasanya nilai-nilai toleransi merupakan sebuah hal sentral dalam
mengajarkan agamanya seperti dalam firman-Nya:
ِم ِف
اَل إْك َر اه ي الِّدين َقْد َتَبَّيَن الُّرْش د ْن اْلَغّي
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran
dan kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256)
َو َم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َك اَّفًة ِللَّناِس َبِش ًريا َو َنِذ يًر ا َو َٰلِكَّن َأْك َثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan,tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui” (QS. Saba’: 28)
12 | P a g e
merupakan satu masyarakat dan asalnya pun satu juga, karena Tuhan
menjadikan seluruh bangsa manusia untuk menghuni seluruh bumi."
Dan dalam bagian lain disebutkan : "Dalam zaman ini, di mana bangsa,
manusia makin hari makin erat bersatu, hubungan antara bangsa menjadi
kokoh, gereja lebih seksama mempertimbangkan bagaimana hubungannya
dengan agama-agama Kristen lain. Karena tugasnya memelihara persatuan dan
perdamaian di antara manusia dan juga di antara para bangsa, maka di dalam
deklarasi ini gereja mempertimbangkan secara istimewa apakah kesamaan
manusia dan apa yang menarik mereka untuk hidup berkawan."
Deklarasi konsili Vatikan II di atas berpegang teguh pada hukum yang
paling utama, yakni "Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan
segenap jiwamu dan dengan segenap, hal budimu dan dengan segenap
kekuatanmu dan kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri. Isi
deklarasi di atas menggambarkan bagaimana bahwa pada dasamya manusia itu
memiliki hak yang sama, tidak boleh membeda-bedakannya mesti mereka
berlainan agama. Sikap saling hormat-menghormati agar kehidupan menjadi
rukun sangat dianjurkan.
9
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html
13 | P a g e
2.2.3 Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu10
Dalam agama Hindu diajarkan pula tentang masalah kerukunan.
Pandangan agama Hindu untuk mencapai kerukunan hidup antar umat
beragama, manusia harus mempunyai dasar hidup yang dalam agama Hindu
disebut dengan Catur Purusa Artha, yang mencakup Dharma, Artha, Kama,
dan Moksha. Dharma berarti susila atau berbudi luhur. Dengan Dharma
seseorang dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri,
keluarga, dan masyarakat. Artha, berarti kekayaan dapat memberikan
kenikmatan dan kepuasan hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma.
Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh
berdasarkan Dharma. Moskha berarti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya
atman dari lingkaran samsara.
Moskha merupakan tujuan akhir dari agama Hindu yang setiap saat
selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha juga mesti berdasarkan
Dharma. Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya
kerukunan antarumat beragama. Dasar tersebut dapat memberikan sikap
hormat-menghormati dan harga menghargai keberadaan umat beragama lain.
Tidak saling mencurigai dan saling menyalahkan.
10
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html
11
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html
14 | P a g e
4. Jalan untuk menghilangkan keinginan rendah ialah dengan
melaksanakan 8 jalan utama:
1. Kepercayaan yang benar.
2. Niat/pikiran yang benar.
3. Ucapan yang benar.
4. Perbuatan yang benar.
5. Kesadaran yang benar.
6. Mata pencaharian/usaha yang benar.
7. Daya upaya yang benar.
8. Semadhi/ pemusatan pikiran yang benar).
Di antara ajaran atau lima sifat yang mulia (Wu Chang) yang dipandang
sebagai konsep ajaran yang dapat mewujudkan kehidupan harmonis antara
sesama adalah :
a. Ren/Jin, cinta kasih, tabu diri, halus budi pekerti, rasa tenggang rasa
serta dapat menyelami perasaan orang lain.
b. I/Gi, yaitu rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa membela
kebenaran.
c. Li atau Lee, yaitu sikap sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
d. Ce atau Ti, yaitu sikap bijaksana, rasa pengertian, dan kearifan.
e. Sin, yaitu kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain
serta dapat memegang janji dan menepatinya.
Memperhatikan ajaran Khonghucu di atas, terutama lima sifat yang
sangat menekankan hubungan yang sangat harmonis antara sesama manusia
dengan manusia lainnya, di samping hubungan harmonis dengan Tuhan dan
12
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html
15 | P a g e
juga antara manusia dengan alam lingkungan. Setiap penganut Khonghucu
hendaknya mampu memahami dan mengamalkan kelima sifat di atas,
sehingga kerukunan atau keharmonisan hubungan antar sesama dapat
terwujud tanpa memandang dan membedakan agama dari keyakinan. Jadi
pada dasarnya semua agama telah memberikan ajaran yang jelas dan tegas
bagaimana semestinya bergaul, berhubungan dengan pemeluk agama lain.13
Dengan memperhatikan beberapa nilai masing-masing agama di atas,
secara substansi semua agama memiliki nilai-nilai tersendiri dalam
menyampaikan ajaranya. Yang mana semuanya menjunjung tinggi hidup
rukun, kasih sayang, cinta serta saling tolong-menolong antara pemeluk
masing-masing agama, semua itu tidak lain adalah demi terciptananya sebuah
kehidupan yang harmonis, baik itu antara mahluk hidup dan alam itu sendiri.
13
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-agama-agama.html
16 | P a g e
a. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
b. Mengakui hak orang lain
c. Menghormati keyakinan orang lain
d. Saling mengerti satu sama lain14
17 | P a g e
keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara
yang benar dari yang bathil”. Selanjutnya, di Surah Yunus Allah menandaskan lagi,
yang artinya:
“Katakan olehmu (ya Muhamad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik
pertemuan (kalimatun sawā atau common values) antara kami dan kamu, yaitu
bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak pula memperserikatkan-Nya
kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain
sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah!”
Ayat ini mengajak umat beragama (terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam)
menekankan persamaan dan menghindari perbedaan demi merengkuh rasa saling
menghargai dan menghormati. Ayat ini juga mengajak untuk sama-sama menjunjung
tinggi tauhid, yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Jadi, ayat ini
dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi antar-umat beragama yang
didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu ‘menjauhi konflik’. Fakta historis
toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu
contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi
Muhammad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi
beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling
menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.
18 | P a g e
keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia,
dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini
19 | P a g e
BAB III
15
Seperti dicatat G ustav Le Bon dalam The Civilization of Arabs, Michaud, cendekiawan
Barat, mengatakan, “Sewaktu kaum Muslim (masa kekhalifahan Umar bin Khaththab) menaklukkan
Jerusalem, tak satu pun Nasrani yang dianiaya. Sebaliknya, tatkala Nasrani berhasil merebut kembali
kota ini, tanpa ampun, mereka membunuh seluruh Muslim yang tinggal di sana. Demikian pula saat
kaum Y ahudi merebut kota ini; dengan kejam, mereka membakar penduduk kota.” Lih. Tamaddun-e
Eslom va ‘Arab, jld. 1, hlm. 141-146.
20 | P a g e
sikap menolak Islam tidak berdampak hukuman di dunia, namun di akhirat
kelak, pelakunya akan dimintai tanggung jawab atas segenap pendiriannya.16
21 | P a g e
ِم
اَل ِإْك َر اَه يِف الِّديِن ۖ َقْد َتَبَنَّي الُّر ْشُد َن اْلَغِّي
الُّرْش ُدpada ayat ini secara bahasa merupakan hidayah untuk sampai pada
hakikat. Sedangkan اْلَغِّيkebalikan daripada hakikat yakni kesesatan atau sesat yang
berarti menyimpang dari hakikat dan jauh daripada realitas. Dalam hal inilah agama
sangat memerlukan dan mengharuskan ruh manusia dan pemikiran sebagai sebuah
bangunan atas landasan keimanan dan keyakinan. Maka dengan begitu, tidak ada
metode lain selain ajakan dengan berbicara dan berdiskusi. Selain dari pada itu,
dalam riwayat lain, ayat ini dikatakan turun ketika orang-orang jahiliah yang mana
meminta nabi untuk melakukan perubahan terhadap keyakinan manusia dengan cara
memaksa dan kekerasan. Lalu, datanglah ayat ini sebagai sebuah jawaban terhadap
mereka bahwa, sesungguhnya agama bukanlah sebuah perkara yang memerintahkan
dengan cara kekerasan dan memaksa.
17
Nashir Makarim Syirazi, Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal,(Qom: 1429 H), hlm 92.
22 | P a g e
Dalam dua ayat ini, Allah Swt menjelaskan tujuan penciptaan seraya
memberi menunjukkan jalan yang lurus kepada manusia. Kemudian Dia
mengingatkan bahwa dalam konteks ini, tidak ada unsur pemaksaan. Sebab,
beragama adalah pilihan dan kebebasan individual: setiap orang bebas
memilih untuk beriman atau menjadi kafir. Dan juga dalam ayat lain:
Dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah) (QS. Ali Imran [3]: 20). Dan kamu sekali-kali bukanlah
seorang pemaksa terhadap mereka (QS. Qaf [50]: 45). Maka berilah
peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi
peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka (QS. Al-
Ghasyiyah [88]: 21-22).
Ayat-ayat ini mendeskripsikan tugas seorang rasul hanyalah
menyampaikan risalah Ilahi kepada umat manusia, juga menekankan
keimanan individu agar dilandasi kebebasan, kesadaran, dan argumentasi,
bukan lewat kekuatan dan kekerasaan.Doktrin di atas ini bukan khas Islam,
melainkan juga diajarkan agama-agama sebelumnya. Umpama, Nabi Nuh
as mengatakan kepada kaumnya, “Bagaimana mungkin aku memaksakan
agama pada kalian, sementara hati kalian membencinya.”18
Apakah akan kami paksakan kamu menerimanya, padahal kamu tiada
menyukainya? (QS. Hud [11]: 28).
18
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 79
19
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 79
23 | P a g e
3. Surat Al-Gasyiyah Ayat 21, 22
ِإ
َفَذ ِّك ْر َّنَم ا َأْنَت ُم َذ ِّك ٌر.
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah
orang yang memberi peringatan.”
maupun yang kecil. Kata ُمَص ْيِط رdengan huruf َصterambil dari kata يطرss س
24 | P a g e
dengan huruf سyang berarti mengusai sehingga dapat memaksa. Memang,
bahasa Arab sering mengganti pengucapan سdengan َصseperti kata راطss ص
yang asalnya adalah سراط.
اْد ُع ِإٰىَل َس ِبيِل َر ِّبَك ِباِحْلْك َم ِة َو اْلَمْو ِعَظِة اَحْلَس َنِةۖ َو َج اِد ُهْلْم ِباَّليِت ِه َي َأْح َسُن ۚ ِإَّن َر َّبَك ُه َو َأْع َلُم َمِبْن َض َّل
ِب ِد ِب ِلِه
َعْن َس ي ۖ َو ُه َو َأْع َلُم اْلُم ْه َت يَن
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.”
َو ُقوُلوا آَم َّنا ِباَّلِذ ي ُأْنِز َل ِإَلْيَنا َو ُأْنِز َل ِإَلْيُك ْم َو ِإُهَٰلَنا َو ِإُهَٰلُك ْم َو اِح ٌد َو ْحَنُن َلُه ُمْس ِلُم وَن
“katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu
adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".(Surat
Al-'Ankabut Ayat 46).
20
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an,(Jakarta:
Penerbit Lentera Hati 2012), hlm 278
25 | P a g e
Kedua ayat ini mengungkapkan strategi dakwah Islam yang dilandasi
argumentasi, dalil, dan debat terbaik; sekaligus juga peringatan kepada
Rasulullah Saw agar tidak melampaui batas-batas etika debat dengan Ahli
Kitab. Kalangan ahli tafsir menjelaskan bahwa debat terbaik ( jidâl ahsan)
merupakan dialog atau debat dalam semangat persaudaraan, kebijakan,
kelembutan, jauh dari kata-kata kasar dan keji.97 Seperti yang ditegaskan
Muthahhari, ayat di atas merupakan salah satu dalil kebebasan memilih
agama dalam Islam.21
5. Surah al-An’Am ayat 108
َو اَل َتُس ُّبوا اَّلِذ يَن َيْد ُعوَن ِم ْن ُدوِن الَّلِه َفَيُس ُّبوا الَّلَه َعْد ًو ا ِبَغِرْي ِعْلٍم ۗ َك َٰذ ِلَك َز َّيَّنا ِلُك ِّل ُأَّم ٍة َعَم َلُه ْم َّمُث ِإٰىَل
21
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hlm 80.
22
Nashir Makarim Syirazi, Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal,(Qom: 1429 H), hlm 185.
26 | P a g e
3.2 Makna Toleransi Dalam al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan dari lauhi al-Mahfud yang
membawa pesan-pesan kedamaian, kasih sayang, kebahagian dan cinta. Namun untuk
menjadikanya pedoman tidak cukup dengan larut dalam lafadz dan simbolnya
semata. Betapa banyak orang saling bunuh, saling mengkafirkan, saling mencaci
maki dikarenakan larut dalam pusaran lafadz dan simbol-simbol dalam al-Qur’an.
Dengan demikian lahirlah ilmu-ilmu tafsir untuk menyingkap makna-makna yang
tersirat dalam al-Qur’an. Dengan ilmu tafsir dan tafsir yang ada membantu kita dalam
memahami al-Qur’an dan tidak bertaqlid buta. Pada dasarnya, tujuan Islam adalah
membuka ruang dialog antar agama untuk memperlihatkan dan membuktikan
kebenaran Islam itu sendiri, sehingga pengikut agama lain, sesuai intuisi dan
pemahaman, dapat melangkah ke jalan yang lurus.
Maka dari itu, al-Qur’an datang menawarkan konsep toleransi sebagai pondasi
dalam keberagaman ini. Fakta historis toleransi dapat ditunjukkan melalui Piagam
Madinah. Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama
yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW di Madinah. Di antara butir-
butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara
agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang
terikat dalam Piagam Madinah. Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa
mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik
Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan.
Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Syu’ab al-
Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan:
“Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti
akan membongkar aibnya di hari pembalasan”.
27 | P a g e
bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam. Dilihat
dari argumen-argumen di atas, menunjukkan bahwa baik al-Qur’an maupun Sunnah
Nabi secara otentik mengajarkan toleransi dalam artinya yang penuh. Perkembangan
Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arabia yang begitu cepat menunjukkan bahwa
Islam dapat diterima sebagai rahmatal lil’alam\in (pengayom semua manusia dan
alam semesta). Ekspansi-ekspansi Islam ke Siria, Mesir, Spanyol, Persia, Asia, dan ke
seluruh dunia dilakukan melalui jalan damai. Islam tidak memaksakan agama kepada
mereka (penduduk taklukan) sampai akhirnya mereka menemukan kebenaran Islam
itu sendiri melalui interaksi intensif dan dialog.
Kondisi ini berjalan merata hingga Islam mencapai wilayah yang sangat luas ke
hampir seluruh dunia dengan amat singkat dan fantastik. Memang perlu diakui bahwa
perluasan wilayah Islam itu sering menimbulkan peperangan. Tapi peperangan itu
dilakukan hanya sebagai pembelaan sehingga Islam tak mengalami kekalahan.
Peperangan itu bukan karena memaksakan keyakinan kepada mereka tapi karena
ekses-ekses politik sebagai konsekuensi logis dari sebuah pendudukan. Pemaksaan
keyakinan agama adalah dilarang dalam Islam. Bahkan sekalipun Islam telah
berkuasa, banyak agama lokal yang tetap dibolehkan hidup. Demikianlah, sikap
toleransi Islam terhadap agama-agama dan keyakinankeyakinan lokal dalam sejarah
kekuasaan Islam menunjukkan garis kontinum antara prinsip Syari’ah dengan
praktiknya di lapangan. Meski praktik toleransi sering mengalami interupsi, namun
secara doktrin tak ada dukungan teks Syari’ah. Ini berarti kekerasan yang terjadi atas
nama Islam bukanlah otentisitas ajaran Islam itu sendiri.23
Namun, perlu dibatasi dalam makna toleransi ini demi terhindar dari kesalahan
dalam memaknainya. Dengan demikian toleransi beragama menurut Islam bukanlah
untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan
di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam
pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh
23
google, toleransi, toleransi%20antar%20umat%20beragama%20dalam.pdf (diakses pada
tanggal 26 juni 2018).
28 | P a g e
dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk
mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya
masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya. Syari’ah telah
menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Karena pemaksaan kehendak
kepada orang lain untuk mengikuti agama kita adalah sikap a historis, yang tidak ada
dasar dan contohnya di dalam sejarah Islam awal.
Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah peradaban Islam
telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah
peradaban dunia hingga hari ini. Dengan tetap berpegang teguh kepada sikap
eksklusivitas dalam inklusifitas yakni kita tetap meyakini bahwa agama Islam adalah
agama yang sepenuhnya benar. Namun, tanpa menafikan keberadaan agama lain.
Dalam artian kita tetap memiliki sikap terbuka dalam kehidupan sehingga lahirlah
sebuah kehidupan yang harmonis dalam perbedaan.
29 | P a g e
lain. Umumnya, sikap permusuhan demikian ini, tidak bisa diselesaikan secara naluri
agama, tetapi memerlukan bantuan basis, atau kerangka pandang yang lebih empiris
yakni dari sudut teologis, sosiologis dan psikologis. dengan demikian kerjasama
dalam kehidupan sosial “tetap dalam porosnya” adalah salah satu metode untuk
bersama dalam keberagaman. Sebenarnya, jika kita tinjau dalam nilai agama masing-
masing menawarkan keselamatan dan semuanya ingin menuju kepada kesempurnaan.
24
Amirullah Syarbini, Al-Qur’an Dan Kurukunan Hidup Umat beragama,(Bandung: Quanta
2011), hal 129
30 | P a g e
bumi merupakan bukti bahwa Islam ditujukan kepada seluruh manusia. Disamping
itu, Muhammad juga diperintahkan untuk menyempurnakan akhlak manusia,
sehingga Islam menjunjung tinggi manusia.
Dalam hal ini dapat juga kita lihat upaya-upaya yang dilakukan Nabi
Rasulullah Saw dalam mengimplementasikan agama Islam rahmatan lil alamin
dalam bentuk perilaku, diantaranya:
1. Persamaan Sosial
Sesuai ayat-ayat Al-Qur’an, Rasulullah Saw berperilaku baik dan
penuh kasih sayang terhadap orang-orang kafir. Beliau menganggap seluruh
manusia sebagai anak cucu Adam as; semua sama-sama berasal dari tanah.
Merenungkan asal-usul manusia bukan hanya berujung pada kesimpulan
adanya persamaan setiap orang, tetapi bahkan tersingkapnya substansi
hubungan kekeluargaan antar manusia dalam konteks penciptaan yang
berawal dari Sang Pencipta. Inilah ladang persemaian kasih sayang dan
tumbuhnya kecintaan antarsesama yang, tentu saja, lebih luhur dari sikap
toleran dan kerukunan hidup beragama. Rasulullah Saw bersabda:
Wahai manusia sekalian, ketahuilah bahwa Tuhan kalian adalah satu dan
ayah-ayah kalian juga satu, kalian semua berasal dari Adam dan Adam dari tanah.
31 | P a g e
Suatu hari, Rasulullah Saw duduk bersama sekumpulan sahabat. Tiba-
tiba beliau berdiri saat melihat jenazah seorang Yahudi diusung ke
pemakaman. Para sahabat berkata, “Bukankah itu jenazah Yahudi?” Beliau
menjawab, “Kapan saja kalian melihat jenazah, berdirilah untuk
menghormatinya”.
3. Piagam Pertama Kebebasan Berakidah
Satu lagi yang jadi kebanggaan Islam adalah penandatangan perjanjian
damai dengan pihak-pihak penentang. Semasa memerintah, Rasulullah Saw
berhasil membuat sejumlah perjanjian damai dengan musuh-musuhnya.
Semua itu menjadikan pemerintahan Islam, selain mendapat pajak khusus dari
Ahli Kitab, wajib menjamin hak-hak mereka, baik di bidang politik, sosial,
budaya, keamanan, maupun kebebasan berakidah. Perjanjian yang pertama
kali diteken beliau adalah perjanjian damai dengan Yahudi Madinah. Pada
hemat Houston, perjanjian ini pada dasarnya merupakan piagam pertama
tentang kebebasan berakidah dalam sejarah umat manusia.
Butir-butir perjanjian itu malah dinilai jauh melampui zamannya.
Berikut akan dikemukakan teks asli perjanjian Rasulullah Saw dengan umat
Nasrani Najran:
Inti dari semua dari agama adalah cinta, semua meyakini bahwa semua ajaran
yang benar itu sama-sama meyaniki satu hal yaitu pencipta. Berbagai bentuk
intrepetasi Sang Pencipta digambambarkan dari seluruh aspeknya maupun sifat-
sifatnya. Menerima suatu ajaran berarti menjadikanya sebagai pedoman hidup.
25
Maboni-e Hukûmat-e Eslomi dalam buku Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 90.
32 | P a g e
Sebagaimana agama Islam, menerimanya berarti menjadikannya way of life. Di
mana di dalamnya seseorang harus memiliki pandangan hidup Islami dan terwujud
dalam dimensi lahir dan batin. Seseorang yang mengakui Allah sebagai Tuhannya
harus mengaplikasikan pengakuannya itu dengan berserah diri dan tunduk terhadap
hukum-Nya dengan konsekuensinya menjadikan Islam sebagai agamanya. Dengan
menjadi rahmat bagi seluruh mahluk adalah cara menghargai ciptaan Sang Pencipta
Allah Swt. Imam Ali bin Abi Thalib dalam suratnya kepada Malik Asytar
mengatakan:
Jadikanlah hati Anda penuh kasih, cinta, dan ramah pada rakyat; janganlah
Anda seperti binatang buas yang siap menerkam mereka, karena mereka itu salah
satu dari dua golongan: saudara Anda dalam agama atau sejenis Anda dalam
ciptaan.26
ا َأُّي ا اِإْل ْن اُن ِإَّنَك َك اِد ِإٰىَل ِّبَك َكْد ا َف اَل ِقيِه
ًح ُم ٌح َر َي َه َس
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh
menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.”
Dalam ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah Swt sebagai tujuan utama dan
tertinggi manusia, dan manusia pada ayat ini bermakna manusia secara keseluruhan,
dalam artian bebas dari golongan. Baik itu dari kulit putih, hitam, agama Islam, kafir
dan sebagainya. Dengan demikian, manusia secara keseluruhan melakukan sebuah
usaha dan upaya dengan bersungguh-sungguh menuju hanya kepada Allah Swt,
perjalanan ini pula dilalui dengan penderitaan-penderitaan dan perjuangan keras
karena ini bukanlah sebuah perjalanan biasa. Namun, ini adalah perjalanan yang
sangat tinggi yang mengantarkan manusia menuju kesempurnaanya.( intinya manusia
semua menuju prososes yaitu kesempurnaan).27
26
Muhammad Hasan Qadr dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama, Islam, Satu
Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, (Jakarta: Sadra Press 2011), hal 92
27
Muhammad Baqir Shadr, At-tafsir al-Maudhu’i Lil Qur’an al-karim, (), hlm 141.
33 | P a g e
Dengan demikian, perlu digaris bawahi bahwasanya keniscayaan adanya
keberagaman dalam kehidupan khususnya dalam agama itu tidak meniscayakan harus
satunya prinsip yakni syariat. Semua penganut agama sama-sama mengagungkan
para tokoh agamanya dan apa yang dibawanya. Namun, inti dari semua itu adalah
ajaranya yang ditawarkanya, pesan yang dibawanya. Diantara pesan-pesan yang
dibawa para tokoh-tokoh agama adalah kasih sayang, persaudaraan, toleransi,
kepedulian, solidaritas kepada seluruh manusia. karena pada dasarnya, semua
manusia sedang melakukan perjalan yang sangat agung dalam kehidupanya. Namun,
dalam menuju perjalanan tersebut masing-masing memiliki jalan yang berbeda
namun ujung dari tiap-tiap perjalanan yang dilalui oleh seluruh manusia adalah Allah
Swt.
34 | P a g e
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Eksistensi al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia, dia
mampu melampaui sekat-sekat waktu maupun zaman. Tanpa manusia berpegang
teguh dengannya beserta yang membawanya yakni Baginda Rasulullah Saw,
niscaya manusia akan hidup dalam kegelapan tanpa cahaya. Al-Qur’an sekaligus
hadir menjawab segala problematika mendasar yang dihadapi umat manusia di
setiap ruang dan waktu dapat terjawab. Tak hanya itu saja, sekaligus
menyediakan pemahaman yang benar ihwal esensi manusia dan kehidupan
sosialnya. dengan itu para mufassirin memiliki peran yang sangat urgen dalam
menafsirkan al-Qur’an, dengan itu al-Qur’an dapat menjadi hidup dan mewarnai
setiap kehidupan anak cucu adam. Dengan adanya kajian tafsir lintas mazhab
maupun komprasi dapat membuat khazanah al-Qur’an ini juga lebih hidup.
Berkenaan dengan hal tersebut, masalah kehidupan adalah hal yang tak bisa
kita pisahkan dari al-Qur’an khusunya dalam masalah toleransi. Dengan modal
semangat dalam menganut agama tidaklah cukup. Semangat yang tidak diiringi
dengan pengetahuan dan pesan-pesan agama yang dianut tidak dapat menjadi
pegangan dalam hirup pikuk dalam keberagaman ini. dengan mendalami agama,
mengkaji nilai-nilai yang dibawanya, pesan cinta, kasih sayang, persaudaran,
toleransi, santun dan persatuan adalah jalan keluar dari sikap intoleran, fanatisme
dan sikap eksklusivisme. Islam sebagai din tidak cukup hanya sebagai sebuah
kepasrahan dan ketundukan. Kepasrahan yang benar adalah dengan penyerahan
diri kepada ke-Esaan Tuhan. Penyerahan diri pada-Nya berarti menjadi tunduk
secara total dengan firman-Nya dan sang pembawa risalah-Nya. diantara firman-
firman-Nya dalam masalah keberagaman adalah menegakkan nilai-nilai toleransi.
35 | P a g e
diskriminasi. Perbedaan adalah sesuatu yang Allah ciptakan sebagai suatu
keniscayaan supaya manusia bisa mengembangkan toleransi. Inilah pilihan kita
sebagai manusia, mau memilih perpecahan atau toleransi yang menenteramkan.
B. SARAN
Adapun saran yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan makalah ini,
yaitu;
36 | P a g e
Daftar Pustaka
http://aufamaudy0408.blogspot.co.id/2011/12/toleransi-dalam-perspektif-
agama-agama.html
http://www.referensimakalah.com/2012/11/toleransi-menurut-etimologi-
dan.html
Hasan Qadr, Muhammad dan Qara Maliki, Al-Qur’an dan Pluralisme Agama,
Islam, Satu Agama Di Antara Jalan Yang Lurus dan Toleransi Sosial, Jakarta: Sadra
Press 2011
37 | P a g e