Tafsir Tartibi Akbar
Tafsir Tartibi Akbar
MAKALAH
TAFSIR SISTEMATIS ATAS SURAH AL-FAJR
AYAT 22-30
Oleh:
AKBAR BUDIMAN. A
Makalah ini membahas tentang hari kiamat dan jiwa-jiwa yang al-
Mutmainnah dalam surah al-Fajr ayat 22-30. Dalam hal ini, penulis melakukan
sebuah komparasi tafsir, baik itu dari tafsir klasik, modern dan kontemporer demi
menghidupkan khazanah ilmu tafsir. Perbandingan tafsir merupakan hal yang
sangat penting demi memperkaya makna dan menghidupkan al-Qur’an di era
yang kian mengarah ke hedonisme ini. Titik fokus dalam tafsir ini adalah hari
kiamat merupakan hari laporan pertanggung jawaban manusia serta mendudukkan
siapakah jiwa al-Mut’mainnah itu.
الملّخ ص
يف ه( ((ذه.30-22 يف ه( ((ذه املق( ((ال تبحث عن ي( ((وم القيام( ((ة و النفس املطمئّن ة يف س( ((ورة الفج( ((ر
ليعيش يف تفس((ري، يقدم املؤلف تفسًريا مقاَر ًنا للتفسريات الكالس((يكية واحلديث((ة واملعاص((رة، احلالة
التفسري املقارن مهم جدا إلثراء املعىن وإحياء القرآن يف عصر يؤدي بشكل متزاي((د.اخلزانة العلمية
إن النقط ((ة احملوري ((ة يف ه ((ذا التفس ((ري هي ي ((وم القيام ((ة ه ((و ي ((وم تقري ((ر املس ((ؤولية.إىل ه ((ذا املذهب
i
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan limpahan
rahmat dan rahim-Nya kepada kita semua, dan khususnya pada penulis sehingga
dapat menyusun makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
penghulu Para Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad Saww dan keturunannya yang
suci dan para sahat-sahabatnya yang terpuji. Dengan rasa syukur, penulis akhirnya
bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul “TAFSIR SISTEMATIS ATAS
SURAH AL-FAJR AYAT 22-30” yang merupakan bagian dari pembelajaran di
Hawzah Ilmiah Khatamun Nabiyyin.
Tidak bisa dipungkiri dalam penulisan makalah ini telah banyak pihak
yang telah membantu penulis dalam berbagai macam bentuk masukan. Melalui
bagian kecil ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya
kepada seluruh Asatidz dan Asatidzah. Lebih terkhususnya lagi kepada Ustadz
Hasan Saleh La Ede yang telah meluangkan sekian waktu dan tenaga dalam
membimbing dalam penulisan makalah ini, serta kepada teman-teman satu
marhalah yang telah banyak membantu.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan.
Oleh karenanya, setiap kritikan positif dan membangun penulis sangat harapkan
untuk perbaikan dalam penelitian dan penulisan selanjutnya. Semoga hasil
makalah tafsir tartibi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya di Hawzah Ilmiah Khatamun Nabiyyin.
Penulis
Akbar Budiman. A
NIM: 060042016
ii
Daftar isi
ABSTRAK................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
Daftar isi.................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Permasalahan.........................................................................................3
iii
3.3.2 Tafsir Kontemporer: Tafsir Nurul Qur’an....................................30
BAB IV..................................................................................................................37
3.1 Analisis Lintas Tafsir...........................................................................37
4.1.1 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 22....................................................37
4.1.2 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 23....................................................40
4.1.3 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 24....................................................42
4.1.4 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 25 dan 26........................................44
4.1.5 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 27....................................................46
4.1.6 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 28....................................................48
4.1.7 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 29 dan 30........................................50
PENUTUP..............................................................................................................53
A. KESIMPULAN...........................................................................................53
B. SARAN.......................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
akhir dunia ini, sampai di mana perjalanan mereka dan apa substansi dari
kehidupan ini. Sukses dan tidaknya manusia dalam berlayar di dunia ini
bergantung dengan keimanan dan amalnya selama hidup. Berbicara
dengan masalah kebangkitan, penulis tertarik untuk meneliti salah satu
surah dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah hari kebangkitan
yaitu surah Al-Fajr. Surat ini terdiri atas 30 ayat, termasuk golongan surat-
surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Al-Lail. Nama Al-Fajr diambil
dari kata Al-Fajr yang terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya
fajar, namun penulis disini hanya akan membahas dari ayat 22 sd 30.
Dalam surah ini ayat-ayatnya disepakati turun sebelum Nabi
Muhammad Saww berhijrah ke Madinah. Sebagaimana dengan namanya
Al-Fajr tanpa wauw, ini sedikit berbeda dengan bunyi ayat yang pertama.
adapun penamaan ini disepakati oleh penulis mushaf, kalangan perawi
hadis dan para penggelut pakar tafsir. Adapun pokok inti dalam masalah
ayat ini adalah ancaman terhadap kaum kepada musyrikin Mekkah yang
mana jangan sampai mengalami siksa sebagaimana yang telah dialami
para kaum yang telah menjadi durhaka terhadap Tuhan yang lebih jauh
perkasa dari pada mereka, serta merupakan kabar maupun berita gembira
sekaligus pengukuhuan hati baginda Rasulullah Saww bersama dengan
kaum muslimin yang pada masa diturunkanya ayat-ayat atas surah ini
masih mengalami ketertindasan oleh kaum musyrikin Mekkah.
Pembahasan surah ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Allamah At-Thabathaba’i sebagai lontaran celaan atas mereka yang telah
mabuk ketergantungan terhadap dunia sehingga berujung pada
kesewenangan maupun kekufuran.1 Pada akhir ayat ini, menceritakan
bahwasanya sumber kebahagian dalam kehidupan bukanlah harta semata.
Ayat ini juga, sekaligus memberi pemahaman bahwasanya hidup kita yang
sebenarnya adalah di akhirat kelak, serta penyesalanan yang terdapat
dihari kemudian akan menandakan apa yang menjadi aktifitas maupun
perbuatan yang dilakukanya selama hidup di dunia adalah sia-sia.
1
. Googleweblight.com/i?u=https://onolistrik.wordpress.com/2011/08/04/tafsir-al-
misbah-surah-al-fajr/&hl=id-ID
2
Terdapat beberapa metode dalam penafsiran, diantaranya tafsir
ijmali, tafsir maudu’i, tafsir tartibi dan lain-lain. Adapun penulis dalam
makalah ini mencoba mendekati surah Al-Fajr ayat 22-30 dengan
pendekatan tafsir tartibi dengan mengambil beberapa pandangan dari para
ulama tafsir. Hal ini dikarenakan masing-masing ulama pun dalam
menjelaskan surah Al-Fajr ini, walaupun dengan pendekatan yang sama
yakni tartibi, akan tetapi faktor dinamika kehidupan masing-masing dari
mereka berbeda-beda.
Maka dari itu penulis mencoba untuk mengeksplorasi surat ini
dengan meninjaunya dari para ulama klasik, modern sampai kontemporer.
Sekaligus menjelaskan secara global relevansi surat yang sudah turun
beribu-ribu tahun ini dalam relevansinya tiap-tiap fase maupun dinamika
kehidupan manusia sampai hari ini.
1.2 Permasalahan
3
1.2.3 Perumusan Masalah
Dari beberapa pemaparan di atas sebagai bahan acuan penulis
dalam makalah ini merumuskan beberapa masalah diantaranya:
2
. Fakhruddin Ar-Razi, At-tafsir Al-kabir,(Lebanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah 1433 H), hlm 177.
3
Muhammad Husain Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an,(Qom: Ismiliyan, Dar
Al-Kutub Al-Iskamiyah 1981 H), hlm 311.
4
Nashir Makarim Syirazi, Al-Amtsal fi Tafsir Kitab Allah al-Munzal,(Qom: 1429 H).
4
Keempat, Tafsir Nur Ats-tsaqolaini dikarang oleh Syaikh Abdul Ali bin
Jum’ah ‘Arusi Huwaizi atau lebih dikenal Ibnu Jum’ah. Melakukan
pendekatan tafsir setiap dengan menukilkan riwayat-riwayat yang kaya
akan faedah, keutamaan, manfaat.5
keenam Majma al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an ditulis oleh Abu Ali Fadhl
bin Hasan al-Thabarsi. Dengan pembahasan-pembahasan tentang bacaan
(Qira’ah), tanda baca (i’rab), penjelasan kata-kata yang sulit dan secara
5
Syaikh Abdul Ali bin Jum’ah ‘Arusi Huwaizi, Tafsir Nur Ats-tsaqolaini,(Lebanon:
Muassasah at-Tarekh al-Arabi 1422 H), hlm 198.
6
Abu Ali Fadhl bin Hasan al-Thabarsi, Majma al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an,( Tehran:
Dar Al-Taqrib baina al-Mazhabani, 1153 H). Hlm 492.
5
argumentasi pemikiran yang relevan dengan zaman kontemporer. Langkah-
langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian ini adalah dengan
mengumpulkan buku-buku atau teks-teks yang berkaitan atau yang relevan
dengan tema penelitian. Kitab maupun Buku-buku ini merupakan teks otoritatif
yang membahas tentang tafsir Al-Qur’an khususnya dalam tafsir tartibi yang
membahas dari segi periwayatan, Azbabu an-Nuzul bacaan (Qira’ah), tanda baca
(i’rab) dan berbagai kajian ilmiah. Sehingga menjadi dapat menjadi sebuah
referensi dalam penelitian makalah ini. Selain itu mengumpulkan beberapa
wacana tentang judul yang berhubungan dengan tema yang akan diteliti. Terakhir
adalah memilah dan menganalisis teks-teks yang ada dan relevansinya dengan
makalah ini.
6
2.2 Pentingnya komparasi lintas tafsir
2.3 Selayang Pandang Berkenaan Surah Al-Fajr
BAB III TAFSIR SISTEMATIS ATAS SURAH AL-FAJR AYAT 22-30
3.1 Tafsir Klasik
3.1.1 Tafsir klasik: Tafsir Al-Kabir
3.1.2 Klasik: Tafsir Majma’ Al-Bayan
3.2 Tafsir Modern
3.2.1 Tafsir Modern: Tafsir Al-Mizan
3.3 Tafsir Kontemporer
3.3.1 Tafsir kontemporer: Tafsir Al-Misbah
3.3.2 Tafsir Kontemporer: Tafsir Nurul Qur’an
BAB IV ANALISIS
3.1 Analisis Lintas Tafsir
4.1.1 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 22
4.1.2 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 23
4.1.3 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 24
4.1.4 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 25 dan 26.
4.1.5 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 27
4.1.6 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 28
4.1.7 Analisis Surah Al-Fajr Ayat 29 dan 30
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN 51
DAFTAR PUSTAKA
7
8
BAB II
TAFSIR
Secara etimologi Kata tafsir berasal dari bahasa Arab (– فسّر –يفّس ر
َو اَل َيْأُتوَنَك َمِبَثٍل ِإاَّل ِج ْئَناَك ِباَحْلِّق َو َأْح َسَن َتْف ِس ًريا
7
Muhammad Ridha al-Muzhaffar, Ilmu Mantiq, (Qum: Instisyarat Ismailiyan, 1379), hlm
97.
8
Muhakkik Ja’far Subhani, al-Manahij at-Tafsir Fi Ulum al-Qur’an, (Qum: Muassisah al-
Imam ash-Shadiq, 1432 H), hlm 13
9
فّس رFassara maupun فسرFasara pada dasarnya merujuk pada arti
yang sama. Hanya saja kata فّس رFassara sebenarnya adalah bentuk
mudha’af dalam ilmu sharaf yang bisa kita arikan berlipat-lipat (dalam
Tidak, tidak ada tabir dan hijab pada wajah al-Qur’an, melainkian
kitalah yang harus menghilangkan hijab dari ruh kita dan menyingkap
tabir dari akal kita, sehingga kita dapat , mengetahui ajaran-ajaran al-
Qur’an dan dapat merasakan sentuhan demi sentuhan di dalamnya. 9
Adapun Muhammad Husain Thabathaba’i sendiri mengatakan tafsir itu
adalah:
9
Syekh Nasir Makarin Syirozi, Tafsir Al-Amtsal Tafsir Kontemporer, Aktual dan Populer,
(Jakarta Selatan: Sadra Press2015), hlm 1.
10
1.7.2 Tafsir Tartibi
Pandangan maupun solusi yang diajukan Al-Qur’an tentang sebuah
tema hanya dapat ditangkap secara lengkap dengan cara mempelajari
semua ayat-ayat yang terkait. Dengan mencari pandangan Al-Qur’an dari
satu ayat saja tidak akan memadai karena satu ayat seringkali penjelasan
tambahannya, Batasan-batasannya, pengecualian-pengecualiannya,
pengertian dan definisi justru disampaikan dalam ayat lainnya. Misalnya,
di antara tema yang ingin disampaikan kepada kita adalah tentang “Islam
adalah agama rahmat”. Gagasan Al-Qur’an tentang tema ini tidak bisa
hanya dijelaskan dengan merujuk pada satu ayat atau surat saja.
Gagasan ini harus ditelaah, digali dan dipahami dengan
memahami semua ayat yang terkait dengan persoalan maupun
permasalahan-permasalahan ini mulai dari surat pertama sampai terakhir.
Dengan metode tersebut, gagasan al-Qur’an tentang konsep Islam agama
rahmat dapat dipahami secara utuh, tidak sepenggal-sepenggal. Karena al-
Qur’an adalah kitab petunjuk bagi manusia yang mumpuni memberikan
jawaban terhadap segala problematika kehidupan dengan segala macam
tema permasalahannya, idealnya setiap tema permasalahan harus diajukan
kepada Al-Qur’an. Dengan demikian, al-Qur’an akan memberikan sebuah
jawaban yang utuh sebagai solusi dari setiap masalah per topik dan per
tema permasalahan tersebut.
Menggali petunjuk dan sikap Al-Qur’an untuk setiap topik dan
tema permasalahan dalam metode tafsir dikenal dengan tafsir maudhu’i
(tafsir tematik). Sedangkan tafsir yang mengkhususkan diri pada
interpretasi ayat per ayat secara berurutan disebut dengan tafsir tartibi.
Karena tidak bisa menyuguhkan sebuah pandangan dan sikap yang utuh
Al-Qur’an tentang sebuah tema permasalahan, tafsir tartibi tidak akan
pernah mencukupi. Karena itu tatsir tartibi seharusnya tidak disejajarkan
dengan tafsri maudhu’i. Tafsir tartibi sebenarnya hanyalah sebagai alat
dalam mendukung tafsir maudhu’i. Tafsir tartibi diupayakan dalam rangka
sebuah tujuan lebih tinggi, yaitu mendapatkan sebuah gambaran utuh
tentang gagasaan dan sikap Al-Qur’an tentang sebuah tema permasalahan
melalui tafsir tematik. Pada dasarnya, usaha menafsirkan ini tidak
11
menuntut sebuah usaha di luar kemampuan manusia. Tafsir diupayakan
sejauh kemampuan manusia bisa mengungkap makna Al-Qur’an. Karena
keterbatasan kemampuan yang dimiliki, hasil dari semua upaya tafsir yang
dicapai oleh siapapun, kecuali nabi, tidak bisa diklaim sebagai maksud
Allah swt yang sesungguhnya.10
12
dalam relevansinya tiap-tiap fase maupun dinamika kehidupan manusia sampai
hari ini.
Maka dari itu dapat kita katakan:
Pertama, Mengkaji khazanah tafsir klasik akan memberikan sebuah
inspirasi dalam menghidupkan kembali budaya tafsir al-Qur’an sebagaimana
diteladani para ulama terdahulu, ulama modern hingga kontemporer. seperti Al-
Syuyuthi, Al-Zamakhrsyari, Ar-Razi, Hasan al-Thabarsi, Al-Thabathaba’i, Wahba
Zuhayli, Mutawalli Sya’rawi Makarim Syirazi dll. Diantara mufassir-mufassir
yang ada mereka telah membangun budaya tafsir yang mana sangat patut
diteladini oleh generasi mendatang dalam melahirkan mutiara-mutiara makna
yang dapat menghangatkan kembali tubuh umat islam yang sudah semakin layu
dan lemas. Apalagi dalam pusaran budaya yang serba pragmatis “serba jadi”,
tafsir al-Qur’an sedikit banyak telah dipengaruhi oleh budaya tersebut, yang pada
mulanya ditentang tapi tanpa terasa pelan-pelan diadopsi menjadi bagian dari
keberagaman muthakhir. Budaya tafsir al-Qur’an digantikan dengan keberagaman
yang sejalan dengan logika pasar “serba jadi”, serba singkat dan sederhana.
Menurut kelompok tersebut yang penting adalah simbol, sedangkan
kedalaman isi dan meteri keagaman sebagaimana yang terdapat dalam khazanah
telah mengalami pergeseran paradigma. Karena itu, tradisi tafsir sebagaimana
diwari oleh para ulama terdahulu dengan pembahasanya yang sangat kaya akan
makna, memberikan sebuah inspirasi bahwa betapa pentingnya tafsir dalam
rangka menyelesaikan masalah seluruh umat berdasarkan tunttutan maupun
kondisi zamanya.
Kedua, ini adalah reaktualisasi tafsir untuk zaman kontemporer, agenda
kedua ini merupakan lanjutan dari agenda pertama. Karena apabila hanya berhenti
pada tahap itu saja, maka akan terjebak dalam romantisme masa lalu, glorifikasi. 12
Seolah-olah dengan mengkaji sebuah khazanah tafsir klasik, agenda yang lain
tidak penting. Bila hal ini terjadi, maka tafsir yang akan dihasilkan nantinya
tiddak akan mumpuni dalam menjawab tantangan kontemporer. Bahkan, bila
tidak diantisifasi akan menimbulkan masalah baru, karena tafsir yang tersedia
12
Glorifikasi= Glorifikasi melebih-lebihkan sesuatu hingga hingga terkesan hebat luar
biasa, sangat suci, atau sempurna tanpa cela.peny.
13
akan menjadi hambatan terhadap penyesuaian ihwal problematika kontemporer.
Misalnya, pandangan tafsir ihwal ekologi. Di masa lalu, masalah tersebut bisa kita
katakan bukanya hal yang begitu urgen. Namun, dalam konteks kita sekarang ini
dalam hal penebangan liar yang menyebabkan longsor,banjir, maupun
pencemaran lingkungan, penumpukan sampah di tempat-tempat umum menjadi
salah satu pemandangan yang hampir kita jumpai di setiap sudut-sudut kota.
Parahnya lagi, kondisi ini umumnya kita temukan pada masyarakat yang memeluk
Islam dan mengimani al-Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan. 13 Disinilah
upaya dalam mencari titik temu khazanah tafsir klasik, modern maupun
kontemporer dalam rangka menghidupkan diskursur keilmual tafsir dan
relavansinya dalam kehidupan.
14
Tiga bangsa yang disebut oleh surah ini untuk diperhatikan bagaimana
perlakuan Allah terhadap mereka adalah:
1.Umat Nabi Hud, yaitu kaum ‘Ad, yang sangat mahir dalam bangunan,
sehingga dilukiskan kotanya yang bernama Iram, oleh ayat 7 dan 8 sebagai kota
yang memunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun
sebuah kota seperti itu sebelumnya di negeri lain, atau mereka dilukiskan sebagai
sangat kuat dan Allah belum pernah menciptakan penduduk sekuat mereka di
tempat-tempat lain.
2.Umat kaum Nabi Shaleh, yaitu Tsamud, yang demikian mahir dalam
seni pahat, sehingga mereka mampu memotong batu-batu besar di lembah guna
dijadikannya istana-istana tempat tinggal dan memahatnya sehingga menghasilkan
relief-relief di dinding-dinding istana/ kediaman mereka.
3.Kaum Firaun yang memunyai pasak-pasak, yakni piramid-piramid yang
terdiri dari batu-batu yang tersusun rapi dan kokoh tertancap di bumi, juga
tentara-tentara yang dijadikannya bagaikan pasak guna mengukuhkan
kekuasaannya.
Mereka yang melanggar dan telah melampaui batas itu hancur ditimpa
azab dari Allah Yang Maha Kuasa. Fakta tersebut merupakan pelajaran dan
peringatan bagi para penguasa yang arogan dan setiap manusia agar mereka bisa
berhati-harti dan selalu memperhatikan keadaan mereka sendiri sat ini. Selain itu
dengan kesinambungan dengan makna yang khas, ayat-ayat selanjutnya
mengungkapkan tentang penderitaan manusia, juga peringatan tegas melalui
kecaman-kecaman keras terhadap sikap dan tindakan manusia yang lalai
menunaikan kebaikan. Adapun akhir dari bagian surah diketengahkan tentang hari
akhirat, bagaimana nasib para pendosa dan orang-orang kafir di satu pihak, serta
ganjaran besar akan diterima oleh orang-orang beriman di pihak lain.
Mereka yang mendapat ganjaran besar itu ialah orang-orang yang jiwanya
berada dalam kedamaian.15
15
Allamah Kamar Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, sebuah tafsir sederhana menuju
cahaya Al-Qur’an, (Jakarta: Al-Huda 2006), hlm 21.
15
16
BAB III
َو ج ((اَء َر ُّب َكDalam hal ini Fakhruddin Ar-Razi mengatakan bahwa, ayat
1. Sebenarnya yang datang pada hari kiamat itu adalah amru Allah yakni hari
perhitungan maupun balasan terhadap manusia
2. Kedatangan keagungan tanda-tanda jalaliah tuhan karena terjadi hari
kiamat
3. Pada hari itu ma’rufatullah merupakan sesuatu yang pasti atau mesti,
sehingga pada hari itu seperti zuhurnya atau nampaknya tuhan dan
tajallinya terhadap mahluknya
4. Bisa dikatakan juga disana kedatangan malaikatnya, yang mana malaikat
yang paling agung, yakni murabbi (pengatur) bagi Nabi
16
Fakhruddin Ar-Razi, At-tafsir Al-kabir,(Lebanon: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah 1433 H), hlm
177.
17
Sesuatu yang tidak pernah diawali oleh ketiadaan, dalam artian dia selalu ada, penj.
17
َو اْلَم َل ُك َص ًّفا َص ًّفا, maknanya adalah turunya para malaikat secara
ِت ِح ِل
Syu'ara' Ayat 91
))َو ُبِّر َز ا ْل َج ي ُم ْل َغ ا ِو ي َن yakni pada hari itu
Kemudian ayat َيْو َم ِئ ٍذ َيَت َذ َّك ُر اِإْل ْنس((اُن َو َأىَّن َل ُه ال (ِّذ ْك رى, takdir “perkiraan”
ِت
kata di situ, ِإذا ُدَّك اَأْلْر ُض, artinya jika bumi diguncangakan sedemikian
rupa, maka pada hari itu manusia akan mengingat kelalaian-kelalaianya
selama hidup dan pada akhirnya mereka sadar bahwasanya mereka telah
menjadi orang-orang yang sesat selama hidupnya dan di akhirat . mereka
juga akan bangun, tersadar, bahwa seaindanya aku punya kesempatan
untuk dikembalikan ke bumi, niscaya kami tidak akan mendustakan ayat-
ayat tuhan, kami akan tobat dan berbuat kebajikan. Namun, semua hal
tersebut tidaklah bermanfaat baginya. Kemudian Allah Swt berkata:
()َو َأىَّن َلُه الِّذ ْك رى sungguh telah datang kepada kalian Rasul yang
nyata yang telah memberi peringatan. Ayat disitu menegaskan bahwa tidak
18
Pada ayat ini Fakhruddin Ar-Razi menyatakan dalam ayat tersebut
terkandung andai-andaian manusia mengerjakan amalan yang baik selama
hidupnya dan َحِليايت َقَّد ْمُتbermakna bukan hanya kehidupan di dunia saja,
bahkan seakan-akan kehidupan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah
hanya kehidupan akhirat, karena suramnya kehidupan dalam akhirat
nantinya adalah representasi amal selama hidup di dunia, jadi inti
kehidupan yang dimaksud adalah akhirat.
ِئٍذ ِث
Ayat 25 ( َأَح ٌد (َو ال ُيو ُق َو ثاَقُه َأَح ٌد ) )َفَيْو َم ال ُيَعِّذ ُب َعذاَبُه 26
ِئ ٍذ
( ٌد )َفَيْو َم ال ُيَع ِّذ ُب َعذاَب ُه َأَح disini menerangkan bahwa tidak akan ada
terhadap orang kafir dan ayat ( )َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌد juga menerangkan hal
yang sama. Yakni tidak ada sesuatu yang bisa mengikat seperti ikatanya
di dunia sebagaimana Tuhan mengikat orang kafir. Makna perumpamaan
pazab dan ikatan-Nya pada ayat tersebut merupakan mubalagoh yang
sangat tinggi. Pada intinya, tidak ada yang bisa memegang kendali atas
hari tersebut yakni hari kiamat. Yang mana tidak ada perintah atau amr
selain dari pada perintahnya.
Ayat 27 ِئَّنُة
))يا َأَّيُتَه ا الَّنْف ُس اْلُم ْطَم
Ketika Allah mensifati kondisi terhadap orang-orang yang tenang
(mantap) di dunia, serta orang-orang yang tenang dengan ma’rifah
aspek, diantaranya : makna yang tersirat pada ayat ayat tersebut adalah
Allah meberikan seruan yang hanya di khususkan terhadap orang
mu’minin sebagai sebuah penghormatan ataupun pemuliaan bagi orang
mu’minin sebagaimana juga Allah berkata kepada Musa As كلم اهلل وس((ى.
Yang mana Allah Swt benar-benar menyeru hanya kepada mereka yang
19
memiliki sifat tersebut. Dalam ayat tersebut juga tersirat makna bahwa
hanya jiwa-jiwa yang tenang (mantap) اْلُم ْطَم ِئَّن ُةsebagai syarat untuk
اْلُم ْطَم ِئَّنُةataupun jiwa yang tenang karna itulah syarat untuk diridhai Sang
Tuhan راِض َيًة ِض َّيًة.
َمْر
Ayat )30( )َو اْد ُخ لي َج َّنيت29( َفاْد ُخ لي يف ِعبادي
Yakni maqam orang-orang yang telah bergabung dengan Tuhannya dan
telah termasuk orang orang-orang yang mendekatkan diri sebelumnya,
karna syarat untuk mendekat pada Tuhan adalah dengan ber-taqarrub
hanya kepadanya. Tentunya, kondisi ini adalah kondisi yang sangat mulia,
semua arwah-arwah yang mulia dan suci menjadi layaknya cermin yang di
20
3.1.2 Klasik: Tafsir Majma’ Al-Bayan18
Ayat (22) َو جاَء َر ُّبَك َو اْلَم َلُك َص ًّفا َص ًّفا
kondisi di dunia. Adapun َو اْلَم َلُكyaitu kedatangan para malaikat َص ًّفا َص ًّف ا
bershaf-shaf maupun berbaris-baris. Allah menghendaki barisan-barisan
para malaikat maupun seluruh penghuni langit dalam satu barisan . Jika
telah gempa bumi yang dahsyat yang berujung pada kiamat, maka para
malaikat membentuk sebuah barisan yang meliputi bumi maupun orang-
orang yang di dalamnya. Malaikat yang bersha-shaf tersebut seperti
manusia yang sedang sholat, yang mana ada shaf pertama, kedua, ketiga
dan seterusnya yang mana bercampurnya sesama manusia dengan manusia
yang lain yang mana keserasian maupun kerapian yang lebih utama.
dan hendak bertaubat َأىَّن َل ُه ال (ِّذ ْك رى, yang mana taubat ini mau kemana
lagi? Sudah tidak ada manfaat lagi. Orang kafir tersebut mengingat apa
yang telah diperbuatnya dan apa yang telah melalaikanya sehingga sampai
melampai batas. Karena, pada saat itu dia baru mengetahui dengan yakin
dengan apa-apa yang telah di serukan kepadanya. Namun hal tersebut
tidak lagi bermanfaat dengan diberikanya pembawa peringatan
sebelumnya. Hal tersebut tidak bermanfaat juga karena bukan lagi
18
Abu Ali Fadhl bin Hasan al-Thabarsi, Majma al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an,( Tehran:
Dar Al-Taqrib baina al-Mazhabani, 1153 H). Hlm 492.
21
waktunya. Adapun jika didatangkan kepada mereka, mereka malah
mengabaikanya bahkan menafikanya. Mereka telah memiliki waktu di
dunia selama
Ayat (25) ) َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌد26( َفَيْو َم ِئٍذ ال ُيَعِّذ ُب َعذاَبُه َأَح ٌد
Tuhan berkata kepada mereka َفَيْو َم ِئٍذ ال ُيَعِّذ ُب َعذاَبُه َأَح ٌدyakni, tidak
ada lagi yang mengazab “menyiksa” pada hari itu dari mahluknya selain
dari pada azab Tuhan semata dan َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌد tidak ada pula yang
dapat mengikat terhadap mahluknya selain dari pada ikatanya. Dalam
artian, tidak ada lagi yang mumpuni maupun memiliki kapasitas maupun
ِث
daya untuk mengazab, menindas " "ُيَعِّذ ُبserta mengikat " " ُيو ُقterhadap
mahluk-Nya sebagaimana di dunia melainkan azab maupun ikatan “siksa”
Allah terhadap orang kafir pada hari pembalasan tersebut.
adalah hakikat keimanan اْلُم ْطَم ِئَّن ُة. Dalam artian tidak ada lagi sebuah
22
Ayat (28) ِض َّيًة ِج ِإ ِك ِض
اْر عي ىل َر ِّب را َيًة َمْر
Pada hari tersebut dikatakan kepada الَّنْف ُس اْلُم ْطَم ِئَّن ُةkembalilah
kepada tempat yang mana Allah Swt telah mengkhususkan tempat tersebut
hanya pada hamba-Nya yang memiliki jiwa mutmainnah. Dengan
perintah-Nya pula, jiwa yang mutmainnah bisa memasukinya serta
melarang selain mahluknya untuk memasuki tempat tersebut. Adapun
dengan posisi راِض َيًةadalah pahala dari Allah Swt. Dengan pahala tersebut
dia akan menjadi “ ِض َّيًةorang yang diridhai” seluruh amal perbuatannya
َمْر
dikarenakan kataanya hanya kepada Allah Swt.
dengan َو اْد ُخ لي َج َّن يت ,Tentunya nisbat dari ayat tersebut adalah sebuah
kedudukan yang sangat agung dan sangat mulia sebagaimana Allah Swt
telah janjikan kedapa hamba-hamba-Nya dan nikmat sedemikian rupa
yang telah dipersiapkan di dalam surga bagi mereka yang terpilih.
19
Muhammad Husain Thabathaba’i, Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an,(Qom: Ismiliyan, Dar
Al-Kutub Al-Iskamiyah 1981 H), hlm 311
23
Swt ituش( ( ((يء ليس كمثل( ( ((ه “tidak ada yang serupa dengan-Nya”. 20 juga
terdapat pada ayat-ayat yang membahas tentang hari kiamat yang mana
merupakan hari terangkatnya hijab-hijab dari manusia dan kemunculan-
Nya bahwa Allah Swt adalah al-Haq al-Mubin. Adapun جاَء َر ُّبَكpada ayat
tersebut terdapat mudhof yang terhapus yakni ج((اَء أم((ر َر ُّبَك, yakni urusan
maupun perintah Allah Swt atau nisbat tempat kedatangan Allah Swt scara
majazi aqli.
اِإْل ْنس((اُن, yakni manusia mengingat dengan ingatan yang paling berkesan
dengan apa-apa yang telah diberikan kapanda selama masih hidup di
dunia, dari kebaikan dan keburukan yang mana merupakan sebuah ujian
dari Allah Swt. Namun mereka justru lalai dalam perintah-Nya. Adapun َأَّن
ى َل ُه ال (ِّذ ْك رى, yakni mau kamana lagi peringatan itu? Merupakan sebuah
kinayah tidak bermanfaatnya lagi bagi manusia mengingat-ingat sebagai
mana ayat sebelumnya. Adapun peringatan itu hanya bermanfaat di
tempatnya yakni kehidupan dunia, dimana disanalah tempat memperbaiki
diri dari kesalahan-kesalahan, sebagai tempat untuk bertaubat juga dan
melakukan amal kebajikan. Sementara hari ini adalah hari belasan, maka
tidak ada lagi sebuah kesempatan untuk kembali.
24
Manusia pada hari tersebut mengatakan, inilah kehidupanku yaitu
hari akhirat sebagai kehidupan yang hakiki. Sebagaimana firman Allah
“dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan
sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya
mereka mengetahui”.22 Yang diinginkan َق َّد ْمُت َحِلي((ايت dari sekiranya dulu
Ayat (25) ) َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌد26( َفَيْو َم ِئٍذ ال ُيَعِّذ ُب َعذاَبُه َأَح ٌد
Kedua dhomir َعذاَب ُه dan َو ثاَق ُهtertuju kedapa Allah Swt semata.
Dalam artian bahwa sesungguhnya azab maupun ikatan yang ada pada hari
itu merupakan azab dan ikatan yang lebih di atas dari pada mahluknya.
Sebagaimana manusia yang telah menjadi congkak terhadap dunia, mereka
menindas, mengikat”menyiksa” orang-orang lemah selama hidupnya,
maka sungguh siksa Allah Swt pada hari itu lebih di atas dan pedih dari
pada apa-apa yang telah dilakukan oleh mahluknya terhadap orang-orang
yang lemah.
terbaik. Karena dalam posisi اْلُم ْطَم ِئَّن ُةini, dia adalah jiwa yang tinggal
bersama Tuhanya. Jiwa ini juga اْل ْط ِئَّنُةtergolong sebagai jiwa yang ridha
ُم َم
terhadap Tuhanya dan ridha Tuhan atasnya pula. Maka orang-orang yang
tidak tergolong memiliki jiwa اْلُم ْطَم ِئَّن ُة, yakni orang-orang yang selama
25
Ayat (28) اْر ِج عي ِإىل َر ِّبِك راِض َيًة َمْر ِض َّيًة
Ini seruan kepada seluruh kelompok pada hari itu, yakni hari
kiamat dari sisi tuhan. Ketika dihidupkanya jiwa-jiwa tersebut dan
dimasukkan ke dalam kekalnya alam surgawi. Tapi ayat ini tetap
menegaskan (sebagimana kita sebutkan sebelumnya) ini hanya berlaku
bagi اْلُم ْطَم ِئَّن ُة. Karena dengan kapasitas اْلُم ْطَم ِئَّن ُةmelazimkan jiwa tersebut
ridha dengan apa-apa yang telah di tetapkan kepadanya, baik itu seputar
hukum tasri’i maupun hukum takwini atau penciptaan. Dengan kondisi
ridha tersebut, maka seorang hamba tidak akan mendapatkan hukuman
maupun murka dari Tuhannya. Dengan kata lain, dengan menempuh
perjalanan ubudiyah menjadi jawaban bagi seorang hamba dalam
mendapatkan posisi ridha dari Tuhannya. Sebagaimana firman Allah:
اْر ِج عي ِإىل َر ِّب ِك راِض َيًةmaka akan mendapatkan balasan dengan maqam
َمْر ِض َّيًة.
ا ِج عي ِإىل ِّب ِك dalam ayat tersebut terdapat dalil bahwasanya, yang
َر ْر
memiliki daya maupun kapasitas sebagai النفس املطمئن( ( ( ((ةdia berhak
ubudiyah-Nya. adapun dalam firman berikutnya Allah Swt berkata: اْد ُخ لي
َج َّنيت, ini adalah sebuah penetapan untuk hamba Allah Swt mendiami surga
tersebut sebagai hadiah baginya sekaligus sebagai pemenang. Dalam ayat
26
”ي. Domir ini merupakan domir yang sangat mulia dan sangat khusus.
Karena, dalam firman Allah Swt tidak didapatkan suatu ayat dalam al-
27
Pengulangan kata َص ًّفاshaffan/barisan pada ayat 22,
ِئٍذ
Ayat (24) ال
) َو26( ) َفَيْو َم ال ُيَعِّذ ُب َعذاَبُه َأَح ٌد25( َيُقوُل يا َلْيَتين َقَّد ْمُت َحِليايت
28
meminum segelas air bersih, ia akan merasa segar dan kehilangan dahaga ,
tetapi mengapa jika ia meminum setetes racun, ia akan mati. Adilkah itu?
Bukankah itu hanya setetes? Pertanyaan ini tidak pada tempatnya. Yang
bertanya lupa bahwa itu adalah hasil dari tindakannya.
Sementara ulama memahami الَّنْف ُس اْلُم ْطَم ِئَّن ُةdalam arti jiwa yang
tenang, yakin akan wujud Allah Swt atau janji-Nya desertai dengan
29
keihklasan beramal. Awal dari surah ini dimulai dengan sumpah Allah Swt
untuk membuktikan keniscayaan kebangkita, akhirnya pun berbicara
tentang kebangkitan. Manusia durhaka bangkit menyesali hidupnya dan
yang taat bangkit dalam keadaan ridha dan diridhai serta dipersilahkan
masuk kedalam surga. Demikian bertemu awal surah ini dan akhirnya.
Maha Besar Allah Swt dalam segala firman-Nya.
) َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌد26( َفَيْو َم ِئٍذ ال ُيَعِّذ ُب َعذاَبُه َأَح ٌد
dakk yang َد ًّك اartinya “tanah datar”, lalu digunakan dalam makna
24
Kamal Faqih Amani, Tafsir Nurul Qur’an, sebuah tafsir sederhana menuju cahaya al-
Qur’an,(Jakarta: Penerbit Al-Huda 2016), hlm 48.
30
Secara umum, pandangan ancaman di atas antara lain berbentuk
gempa bumi dan peristiwa-peristiwa menakutkan di dunia ini dan
permulaan kebangkitan. Akan ada suatu revolusi besar pada seluruh
mahkluk dimana semua gunung hancur temuk dan tanah akan diratakan
hingga menjadi halus, sebagaimana disitir dalam surha Thaha:105,”dan
mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad!) tentang (apa yang akan
terjadi) pada gunug-gunung (pada hari kiamat), maka katakanlah,
Tuhanku akan menghancurkan mereka dan menceraiberaikan mereka
laksana debu. Kemudian menjadikanya menjadi dataran; yang halus
permukaanya. Kamu tidak akan melihat padanya tempat yang
berlengkung-lengkung atau tidak rata.” Saat tahap pertama kebangkitan
berakhir, yakni kehancuran dunia maka tahap kedua akan dimulai. Seluruh
manusia akan dihidupkan kembali, dan mereka akan hadir guna
mendapatkan keputusan Tuhan; “Dan datanglah (perintah) Tuhanmu;
sedang malaikat berbaris-baris”.
ketidakmampuan manusia untuk lari dari jerat keadilan. Istilah ج((اَء َر ُّبَك,
datanglah Tuhanmu, berarti bahwa perintah Tuhan datang untuk
mendukung pembalasan (amal perbuatan) manusia. Atau berarti, bahwa
tanda-tanda penampakan keagungan dan kebesaran Allah Swt datang.
Atau, ج ((اَء َر ُّب َكberarti bahwa, penampakan ilmu Allah Swt akan nyata
sedemikian rupa pada hari itu sehingga tak satupun yang dapat
mengingkarinya. Semua mahkluk akan menyaksikan (kekuasan) Allah Swt
dengan mata mereka masing-masing. Dalam hal apapun tentu saja bahwa,
kemunculan-Nya tidaklah berarti kedatangan secara material sehingga
membentuk makna bahwa Dia ber-jism (berjasad) dan karena berjasad
maka Dia membutuhkan ruang untuk bergerak. Sesungguhnya Dia jauh
dari persangkaan memiliki anggota-anggota tubuh atau bagian lainya.
31
Salah satu bukti atas tafsir ini adalah surah an-Nahl: 33 yang
berbunyi, Tidaklah orang-orang kafir menunggu sampai datang para
malaikat kepada (untuk mencabut nyawa mereka) atau datangnya
perintah Tuhan [dengan kedatangan azab dari Allah Swt untuk
25
Al-Qur’an Surah asy-Syu’ara: 90
32
menemui Rasul Saw dan mencium beliau di antara kedua bahunya seraya
berkata:
dan berkata, ” َيُقوُل يا َلْيَتين َقَّد ْمُت َحِليايتAlangkah baiknya kiranya aku dulu
mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”.
33
Penting untuk diperhatikan bahwa, ia tidak mengatakn “untuk kehidupan
masa depanku”, tetapi ia berlata”untuk kehidupanku ini”, seolah-olah
istilah “kehidupan” tidak digunakan kecuali untuk kehidupan pada hari itu,
dan kehidupan sementara duia ini, yang penuh penderitaan dan kepahitan,
tidak lagi dinilai sebagai kehidupan. Sebagaimana juga ditegaskan dalam
Surah al-Ankabut: 64 mengatakan, “Dan tiadalah (di) dunia ini melainkan
senda gurau dan main-main. Dan sekiranya mereka mengetahui,
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan.
Kemudian, dalam dua ayat ringkas berikutnya, dijelaskan tentang
kepedihan azab Ilahi pada hari itu: ”َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌدkarena tak seorang
pun bisa menyiksa seperti siksan-Nya pada hari itu”. Dikatakan, mengapa
tidak? Para penindas tersebu, yang mengerjakan kejahatan-kejahatan
terburuk di dunia ini, akan disiksa pada hari itu dengan jenis siksaan yang
belum pernah disaksikan dan dirasakan sebelumnya.
Demikian pula dengan orang-orang yang saleh yang akan diganjar
sampai pada satu tingkatan yang tak seorang pun bisa membayangkan
sebelumnya. Karena sesungguhnya Allah Maha Pengasih kepada mereka
yang menunjukkan kasih sayang dan begitu pula sebaliknya.
Atau “ َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌدDan tak seorang pun yang bisa mengikat seperti
ikatan-Nya”. Baik “ikatan”-Nya maupun “Siksa”-Nya tidak bisa
dibandingkan dengan sesuatu yang lain. Mengapa Dia harus mengikat dan
mengazab? Karena mereka telah menindas hamba-hamba Allah yang tak
berdaya ketika menjalani hidup di dunia ini sebanyak yang mereka bisa,
dan penindasan itu dilakukan dengan siksaan-siksaan yang terburuk.
Karena itu, balasanya, mereka harus diikat kuat-kuat dan disiksa.
34
Bertolak berlakang dengan ayat-ayat sebelumnya perihal siksa
pedih yang dialami para penindas dan pencinta dunia ini di akhirat. Ayat-
ayat berikut bercerita tentang ketenangan orang-orang saleh pada hari
kiamat. Al-Qur’an memberi tanda kepada mereka dengan mengatakan,
“(Dikatakan kepada mereka) Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke
dalam jamaah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Betapa menarik dan agungnya kata-kata ini! Penuh kemurahan,
kedamaian, ketentraman, dan keyakinan! Ia merupakan undangan
langsung dari Allah Tuhan seluruh mahkluk kepada jiwa-jiwa yang tenang
dengan keyakinan disebkan keimanan mereka. Allah, Yang Maha
Pengasih, mengundang mereka untuk kembali kepada-Nya, pemilik, dan
pemberi kedamaian bagi mereka. Ini adalah undangan yang digabungkan
dengan kepuasan yang dinikmati bersama, yakni kepuasan pecinta dengan
yang dicintai dan kepuasan dari kekasih yang dicintai, satu-satunya Zat
yang diibadahi.
26
Al-Qur’an Surah Ar-Ra’ad: 28
35
peristiwa memilukan di dunia ini, namun ia tetap memiliki keimanan
terhadap kasih sayang Allah.
Apakah undangan kembali kepada Tuhan ini hanya terjadi di akhirat, atau
di saat terpisahnya ruh dari tubuh? Konteks ayat tersebut sudah pasti
merujuk pada akhirat, namun pengertian ayat tersebut, dengan sendirinya
amatlah luas dan berwatak umum.
36
BAB IV
Analisis
37
Adapun mudof yang terhapus adalah أم( ((رjadi وج ((اء أم( ((ر رّب ك,
menjelaskan kedatangan perintah Allah Swt di hari yang dahsyat tersebut
yang mana tidak ada satu pun yang bisa mengingkarinya. Berikutnya
disusul para malaikat yang membentuk shaf-shaf yang berbaris rapih
layaknya dalam shaf-shaf manusia ketika dalam sholat jama’ah.
Sebagaimana juga yang terdapat dalam riwayat bahwa ketika ayat ini turun
paras Rasulullah Saw memucat. Perubahan tersebut merawankan hati para
sahabat sehingga sebagian dari mereka datang kepada Imam Ali bin Abi
Thalib As dan mengatakan kepadanya tentang perisriwa itu. Imam Ali As
menemui Rasul Saw dan mencium beliau di antara kedua bahunya seraya
berkata:
Pada intinya, ayat ini juga berupaya untuk mengingatkan kepada segenap
manusia sekaligus menegaskan dan menetapkan bahwasanya, hari kiamat
atau hari pembelasan itu akan benar-benar terjadi. Hari dimana tidak ada
27
Allamah Kamal Faqih Imanih, Tafsir Nurul Qur-an, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Al-Huda 2006), hlm 51.
38
keraguan tentang dasar terjadinya hari itu dan tidak ada keraguan juga
tentang apa yang akan terjadi pada hari yang sangat agung itu. Maka, tidak
ada kesangsian tentang keberadaannya, apakah ia ada atau tidak. Tidak ada
pada hari itu sedikit pun keraguan. Keraguan tidak akan tersisa pada
seseorang di hari itu, maka segala sesuatu akan nampak jelas.
َيْس َأُلَك الَّناُس َعِن الَّس اَعِةۖ ُقْل ِإَمَّنا ِعْلُم َه ا ِعْنَد الَّلِهۚ َو َم ا ُيْد ِر يَك َلَعَّل الَّس اَعَة َتُك وُن َقِر يًبا
َو َقاُلوا َأِإَذا ُك َّنا ِعَظاًم ا َو ُر َفاًتا َأِإَّنا َلَم ْبُعوُثوَن َخ ْلًق ا َج ِد يًد ا
28
Al-Qur’an Surah Al-Ahzaab: 63
39
﴿َأَّو َل َم َّر ٍةۚ َفَس ُيْنِغُضوَن ِإَلْيَك ُرُءوَسُه ْم َو َيُقوُلوَن َم ٰىَت ُه َو ۖ ُقْل َعَس ٰى َأْن َيُك وَن َقِر يًبا
﴾َيْو َم َيْد ُعوُك ْم َفَتْس َتِج يُبوَن َحِبْم ِدِه َو َتُظُّنوَن ِإْن َلِبْثُتْم ِإاَّل َقِلياًل٥١
40
Semua mafassir dari klasik, modern maupun kontemprer
menegaskan bahwa pada hari yang sangat dahsyat tersebut, neraka
jahananam didatangkan. Neraka akan benar-benar dinampakkan
dihadapan manusia “Dan neraka diperlihatkan dengan jelas kepada setiap
29
Muhammad Husain Thabathaba’i, Tafsir al Mizan, (Qom: Ismiliyan, Dar Al-Kutub Al-
Iskamiyah, 1981 H), jil 20, hal 452.
41
lain, orang yang melakukan kebajikan selama hidupnya mendapatkan pula
hadiah dari sisi Tuhannya, yakni balasan surga yang tidak ada
kesengsaraan maupun siksa kecuali kenikmatan yang kekal nan abadi.
42
Dalam ayat ini, Fakhruddin Ar-Razi mengatakan dalam ayat
tersebut terkandung andai-andaian manusia mengerjakan amalan yang baik
selama hidupnya dan َق َّد ْمُت َحِلي ((ايتbermakna bukan hanya kehidupan di
43
yang berupa akal dan fitrah adalah sebuah bibit yang jika ditanam dan
dirawat dengan baik akan menumbuhkan pohon yang subur dan berbuah.
Namun, jika modal tersebut kita abaikan, dirusak bahkan dibuang maka
akan melahirkan pohon yang tandus, rusak, dan tidak berbuah sama sekali.
Adapun pohon yang subur sang penanam menikmati hasilnya namun,
pohon yang rusak, hancur dan tidak berbuah sama sekali sang pemiliknya
tidak menikmati apapun bahkan hanya mendapatkan kerugian.
bahwasanya Tuhan berkata kepada mereka َفَيْو َم ِئٍذ ال ُيَعِّذ ُب َعذاَبُه َأَح ٌدyakni,
tidak ada lagi yang mengazab “menyiksa” pada hari itu dari mahluknya
selain dari pada azab Tuhan semata dan َو ال ُيوِثُق َو ثاَقُه َأَح ٌد tidak ada pula
yang dapat mengikat terhadap mahluknya selain dari pada ikatanya. Dalam
artian, tidak ada lagi yang mumpuni maupun memiliki kapasitas serta daya
ِث
untuk mengazab, menindas " " ُيَع ِّذ ُبmaupun mengikat " " ُيو ُقterhadap
mahluk-Nya sebagaimana di dunia melainkan azab maupun ikatan “siksa”
Allah terhadap orang kafir pada hari pembalasan tersebut.
44
yang telah menjadi congkak terhadap dunia, mereka menindas, mengikat
”menyiksa” orang-orang lemah selama hidupnya. Maka sungguh siksa
Allah Swt pada hari itu lebih pedih, tidak ada bandinganya dan di atas dari
pada apa-apa yang telah dilakukan oleh mahluknya terhadap orang-orang
yang lemah serta. Sebagaimana juga ayat ini memberi tamparan keras
terhadap kaum-kaum arogan seperti, golongan fir’aun, ad’dan Tsamud
yang mana mereka menentang Nabi Hud as untuk mendatangkan azab (QS
al-A‘raf [7]: 70). Kaum Tsamud pun bersikap demikian. Mereka
menantang Nabi Shalih as. untuk mendatangkan azab (QS al-A‘raf [7]: 77)
seolah-olah dengan kekuatan mereka, mereka mampu menghadapi azab
Allah.
45
Bukankah itu hanya setetes? Pertanyaan ini tidak pada tempatnya.
Yang bertanya lupa bahwa itu adalah hasil dari tindakannya.
30
Ishaq Husaini Kuhsari, al-Qur’an dan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Sadra Press 2011) hlm
14.
46
menakutkan. Serta sekaligus mendapatkan salam hangat secara langsung
dari sang Ilahi Tuhan Pencipta alam semesta. Itulah yang dinanti-nanti
seluruh anak cucu adam. Lantas, kenapa hanya Ketenangan atau al-
Mutmainnah yang mendapatkan seruan pada hari tersebut?. Semua itu
tidak lain adalah mereka yang telah mencapai sebuah kapasitas
penghambahaan yang sanggup untuk menerima cahaya kebenaran ilahi
dalam kehidupanya. Selain itu, al-Mutmainnah juga adalah jiwa-jiwa yang
telah mampu menolak maupun menikmati kemewahan dunia, nafsu-nafsu
yang senantiasa siap melemparkanya keluar dari garis keimanan.
47
Masyarakat tanpa iman terdiri dari orang-orang yang saling curiga
satu sama lain.31 Masing-masing mereka tidak saling percaya dan segala
urusan hanya berpusat pada keuntungan pribadi. Al-Qur’an
mengungkapkan orang-orang yang tidak memiliki sandaran iman dalam
hatinya:
Sungguh agung nan indah seruan ini, sebuah seruan dari sang ilahi
yang membuat para perindu-perindu Tuhan, para pesuluk dan hambah-
hambah akan mencapai puncak ekstase kerinduanya. Setelah mendapatkan
maqam al-Mutmainnah, mereka juga dalam posisi maqam ar-Radhiyah
yang ridha terhadap Tuhannya. Setelah dia menjadi jiwa-jiwa yang ridha
terhadap Tuhannya, maka ia pun mendapatkan maqam al-Mardiyyah
sebagai jiwa-jiwa yang juga diridhai oleh Tuhannya. Dalam hal ini,
sebagaimana Fakhruddin Ar-Razi mengatakan dalam tafsir al-Kabir
31
Ishaq Husaini Kuhsari, al-Qur’an dan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Sadra Press 2011) hlm
124.
32
N.M. Syiraz dalam buku Al-Qur’an dan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Sadra Press 2011), hlm
125.
48
bahwa, ayat tersebut tidak digunakan kepada manusia kecuali sudah dalam
keadaan sempurna dalam kekuatan, potensi dalam tingkat ma’rifatullah.
Karena, apakah layak seorang hamba kembali kepada Tuhanya sementara
dia tidak dalam keadaan memiliki kapasitas sempurna. Sempurna dalam
اْلُم ْطَم ِئَّن ُةataupun jiwa yang tenang karna itulah syarat untuk diridhai Sang
Tuhan راِض َيًة َمْر ِض َّيًة.
menegaskan ini hanya berlaku bagi اْلُم ْطَم ِئَّن ُة. Karena dengan kapasitas
اْلُم ْطَم ِئَّن ُةmelazimkan jiwa tersebut ridha dengan apa-apa yang telah di
tetapkan kepadanya, baik itu seputar hukum tasri’i maupun hukum takwini
atau penciptaan. Dengan kondisi ridha tersebut, maka seorang hamba tidak
akan mendapatkan hukuman maupun murka dari Tuhannya. Dengan kata
lain, dengan menempuh perjalanan ubudiyah “penghambaan” menjadi
jawaban bagi seorang hamba dalam mendapatkan posisi ridha dari
Tuhannya. Sebagaimana firman Allah: اْر ِج عي ِإىل َر ِّب ِك راِض َيًةmaka akan
mendapatkan balasan dengan maqam َمْر ِض َّيًة. Dalam hal ini dapat kita
katakan bahwa semua maqam tersebut merupakan sebuah relasi timbal
balik dalam pusaran hamba dan Sang Penciptanya. Peleburan seorang
hamba dalam tingkatan yang bukan lagi karena posisinya sebagai hamba
dalam menjalankan syariat semata, tapi sebagai sebuah cinta. Dengan
relasi timbal balik antara hamba (al-haabbu) dan Sang Pencipta (al-
mahbubu) lahirlah kecintaan (al-hubbu). Dengan jalan kecintaan inilah
sang hamba akan mampu mencapai maqamnya melalui bantuan yang
49
dicintainya (al-mahbubu). Sebagaimana dalam al-Qur’an surah al-Imran:
31:
“Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.”
50
pertemuan dengan Sang Maha Suci. Apakah kita layak untuk bertemu
dengan Yang Maha Suci sedangkan jiwa ini masih belum memiliki
kapasitas al-mutmainnah, tentunya tidak. Untuk bertemu dengan Sang
Maha Suci tentunya harus memiliki jiwa-jiwa yang suci pula sebagaimana
golongan jiwa al-Mutmainnah. Dalam hal ini, Fakhruddin Ar-Razi dalam
tafsirnya al-Kabir yang sehubungan dengan ayat ini mengatakan bahwa,
kondisi ini adalah kondisi yang sangat mulia, semua arwah-arwah yang
mulia dan suci menjadi layaknya cermin yang di poles sehingga
mengkilap. Inilah Pertemuan dengan Allah adalah disaat menyaksikan
agungnya kekuasaan-Nya serta Melihat balasan pahala ataupun siksa-Nya.
terdapat domir tambahan pada kata َج َّن يتyakni, domir mutakallim “ ”ي.
Domir ini merupakan domir yang sangat mulia dan sangat khusus. Karena,
dalam firman Allah Swt tidak didapatkan suatu ayat dalam al-Qur’an yang
51
dinikmati bersama, yakni kepuasan pecinta dengan yang dicintai dan
kepuasan dari kekasih yang dicintai, satu-satunya Zat yang diibadah.34
34
Allamah Kamal Faqih Imanih, Tafsir Nurul Qur-an, Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya al-Qur’an, (Jakarta: Penerbit Al-Huda 2006), hlm 55.
52
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Eksisten al-Qur’an adalah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia, dia
mampu malampaui sekat-sekat waktu maupun zaman. Tanpa manusia
berpegang teguh dengannya beserta yang membawanya yakni Baginda
Rasulullah Saw, niscaya manusia akan hidup dalam kegelapan tanpa cahaya.
Al-Qur’an sekaligus hadir menjawab segala problematika mendasar yang
dihadapi umat manusia di setiap ruang dan waktu dapat terjawab. Tak hanya
itu saja, sekaligus menyediakan pemahaman yang benar ihwal esensi manusia
dan kehidupan sosialnya. dengan itu para mufassirin memiliki peran yang
sangat urgen dalam menafsirkan al-Qur’an, dengan itu al-Qur’an dapat
menjadi hidup dan mewarnai setiap kehidupan anak cucu adam. Dengan
adanya kajian tafsir lintas mazhab maupun komprasi dapat membuat khazanah
al-Qur’an ini juga lebih hidup.
Berkenaan dengan hal tersebut, masalah kehidupan adalah hal yang tak
bisa kita pisahkan dari al-Qur’an. Khusunya dalam surah al-Fajr memberi kita
berjuta-juta pelajaran mengenai perjalan kehidupan menuju perjalan kematian
sebagai laporan pertanggungjawaban atas tindak tanduk selama hidup.
Sejatinya persiapan dalam kehidupan adalah persiapan menuju kematian,
namun hal itu tidaklah mudah. Berbagai godaan yang siap menghempaskan
kita keluar dari jalur keimanan. Dengan tetap menyandarkan jiwa ini pada al-
Qur’an akan mengantarkan ke maqam al-utmainnah sebagai tujuan utama.
Ekstase dalam pusaran pertemuan antara pecinta dan yang dicinta, antara
hamba dengan yang disembah.
B. SARAN
Adapun saran yang dapat peneliti berikan berkaitan dengan makalah ini,
yaitu;
53
1. Bagi peneliti berikutnya disarankan untuk melakukan elaborasi yang
lebih kaya lagi berkaitan dengan wacana tafsir tartibi berkenaan
dengan surah al-Fajr ini yang mana masih penuh dengan kekurangan.
2. Peneliti berikutnya juga bisa lebih melakukan sebuah penelitian yang
lebih pelik lagi khsusnya yang berkaitan dengan hari kiamat yang
mana menjadi titik fokus dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Huwaizi, Syaikh Abdul Ali bin Jum’ah ‘Arusi . Tafsir Nur Ats-
tsaqolaini. Lebanon: Muassasah at-Tarekh al-Arabi, 1422 H.
Fadhl, Abu Ali. Majma al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an. Tehran: Dar Al-
Taqrib baina al-Mazhabani, 1153 H.
Googleweblight.com/i?u=https://onolistrik.wordpress.com/2011/08/04/
tafsir-al-misbah-surah-al-fajr/&hl=id-ID
54
Syirozi, Syekh Nasir Makarin, Tafsir Al-Amtsal Tafsir Kontemporer,
Aktual dan Populer, Jakarta Selatan: Sadra Press 2015.
https://darasagama.com/definisi-tafsir-2/
Sumber: http://dakwahsyariah.blogspot.com/2014/01/tafsir-
kontemporer-dan-penjelasannya.html#ixzz5AIRHSMhp
55