HD12 Des 2022
HD12 Des 2022
@slaveberdasi
1
Disclaimer:
e-Book ini ditulis hanya sebagai tambahan referensi bagi para investor
dan atau calon investor yang akan berinvestasi di pasar modal. Kami tidak
merekomendasikan untuk membeli atau menjual saham atau jenis investasi
apapun. Segala keputusan membeli atau menjual ada di tangan setiap investor.
2
3
Daftar
Isi
Daftar Isi 4
9 Kata Pengantar
Ulasan Makro 12
Kenapa Siklus Ekonomi 13
Ulasan 2021 14
Optimisme Bersyarat 17
Helicopter Money 21
Outlook 2022 26
28 RDPT
30 Memahami Cara Kerja RDPT
34 Historical Return RDPT
35 Prospek RDPT
Portfolio Management 38
Saham Kapitalisasi Besar 40
Sektor Saham JASICA 42
Sektor IDX-IC 45
Mekanisme Baru Metode Penghitungan Bobot IHSG 47
4
48 Strategi Portfolio Management HD-12
49 Statistik Sektor IHSG
50 Bobot Saham Pilihan HD-12
55 12 Saham Haloduit
56 Saham New Economy
57 Saham Growth
57 Saham Under Value
58 Saham Blue Chip
ICBP 61
Perburuan Saham Warisan 63
Pasca Akuisisi Pinehill 66
Katalis ICBP 68
Risk & Rewards ICBP 69
73 PTBA
75 Ditetapkannya Tanggal Kematian Batubara
79 Mengenal Lebih Dekat PTBA
80 Saham Under Value
81 Katalis PTBA
83 Risk & Rewards PTBA
5
MAPA 86
Net Loss Q3 Akibat Gelombang Pandemi II 88
Jangkauan Jaringan MAPA Yang Semakin Luas 89
Katalis MAPA 92
Risk & Rewards MAPA 93
96 BRIS
97 Konsep Perbankan Moderen
99 Posisi BSI Di Antara Bank Syariah Dunia
101 Katalis BRIS
102 Risk & Rewards BRIS
BMRI 106
2022 Tahun Perbankan 107
Update Kuartal III BMRI 110
Katalis BMRI 111
Risk & Rewards BMRI 112
116 HEAL
118 Industri Kesehatan Sebagai Pilihan Investasi Jangka Panjang
120 Tentang Saham HEAL
124 Katalis HEAL
125 Risk & Rewards HEAL
PTPP 128
Rintangan Demi Rintangan 131
Perolehan Kontrak Baru 132
Katalis PTPP 133
Risk & Rewards PTPP 134
6
137 BUKA
138 Valuasi Bukalapak
141 Antara GMV & Sales
143 Update Kuartal III 2021
145 Katalis BUKA
146 Risk & Rewards BUKA
BBRI 149
Katalis BBRI 154
Risk & Rewards BBRI 156
158 TLKM
162 Katalis TLKM
163 Risk & Rewards TLKM
WTON 166
Unlock Value 170
Lebih Dalam Tentang WTON 172
Katalis WTON 173
Risk & Rewards WTON 174
177 PWON
180 Tentang Pakuwon
181 Sejarah PWON
183 Katalis PWON
184 Risk & Rewards PWON
7
Desember 2021
8
Kata
Pengantar
Terima kasih untuk teman–teman yang telah membeli e-Book HD12 edisi
Desember 2021. E-Book ini adalah kelanjutan dari e-Book RSU yang telah
rilis sebanyak 6 volume. Terima kasih juga atas bantuan teman – teman
Haloduit dalam membantu kelancaran pembuatan e-Book ini.
9
cara kerja investasi obligasi akan selalu berguna bagi kita investor yang
berbasiskan fundamental, yang mengedepankan common sense untuk
lebih memahami bagaimana cara market bekerja.
Membahas saham pilihan dan RDPT tidak lengkap tentunya apabila tidak
membahas apa yang terjadi di dunia saat ini, khususnya yang berhubungan
langsung dengan perekonomian dan investasi.
Kondisi saat ini di mana inflasi dunia diluar dugaan meningkat drastis,
terjadinya komoditi boom, rencana tapering AS yang dipercepat, krisis
property di China, dianulirnya keabsahan UU Ciptaker oleh MK, hingga
pandemi yang berkepanjangan dan ditemukannya varian baru Omicron
merupakan latar belakang yang mengiringi kita untuk menyambut tahun
2022.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih, Selamat Natal dan Tahun Baru,
Heppi Holiday..
10
Pada tabel di bawah kami menunjukkan bobot investasi kami pada setiap sektor di IHSG
dibandingkan bobot sektor aslinya. Kolom paling kanan overweight/underweight (OW/
UW) menunjukkan perbedaan bobot pada porto HD12 dibandingkan bobot sektor IHSG.
Plus artinya overweight memiliki bobot lebih besar daripada sektor di IHSG, menunjukkan
keyakinan kami pada sektor tersebut. Sementara sebaliknya negatif artinya underweight
di mana menunjukkan strategi kami yang mengurangi eksposur pada sektor tersebut.
Karena secara default bobot sektor keuangan sangatlah besar di IHSG hampir mencapai
40% dari IHSG, membuat kami harus memberikan bobot yang sangat tinggi pada 3 saham
bank pilihan kami, menciptakan deviasi yang besar dibandingkan saham lainnya secara
satuan. Namun apabila dilihat secara bobot sektornya kami hanya melakukan strategi
overweight sebesar 5%.
Sementara pada sektor lainnya strategi pembobotan kami hanya melakukan plus minus
tipis dibandingkan bobot aslinya di IHSG. Perbedaan tipis ini terjadi secara tidak disengaja
karena ketika membangun portfolio ini kami lebih berfokus pada strategi bottom up
mencari saham dengan potensi pertumbuhan yang menarik.
Mari kita lihat perkembangan dari portofolio HD-12 ini dalam 6 bulan ke depan untuk
dapat kita diskusikan lebih lanjut.
11
Ulasan
Makro
Tidak terasa sudah satu tahun berlalu dari ketika kami menulis e-Book saham ini edisi
ke-5 di penghujung 2020. Saat menulis e-Book untuk outlook pasar 2021 kondisi saat itu
secara emotional investor berada dalam titik euforia, termasuk juga kami.
Bagaimana tidak?
Vaksin telah ditemukan dengan tingkat efikasi tinggi, UU Ciptaker atau yang kerap disebut
UU sapu jagat berhasil disahkan di mana dipercaya merupakan solusi untuk mengundang
investasi masuk ke Indonesia, dunia pun dipercaya akan lebih damai dengan lengsernya
mantan Presiden Trump yang kerap berkonflik dengan negara lain.
Dari kinerja, investasi IHSG mengalami rally yang luar biasa pada kuartal IV 2020, di
mana mengalami kenaikan 21% hanya dalam 3 bulan saja. Melihat perkembangan saat
itu optimisme pada 2021 begitu membumbung tinggi, akan menjadi tahun bangkitnya
ekonomi Indonesia untuk dapat berlari lagi.
Optimisme kami tidak hanya didasari sentimen saja. Kami selalu mendasari kerangka
berpikir investasi kami dengan melihat big picturenya melalui siklus ekonomi yang terjadi.
Di mana setiap kali ekonomi mengalami kontraksi, akan selanjutnya disusul dengan
recovery dimana aset kelas saham akan menjadi Best Perfoming-nya.
12
Sumber: Invesco
Kenapa kami mendasari cara berpikir kami dengan siklus bisnis atau siklus ekonomi?
Karena cara ekonomi bekerja di dunia saat ini termasuk Indonesia adalah dengan
mengandalkan pasar bebas sebagai motor penggerak ekonomi. Di mana supply & demand
akan bergerak dinamis mengikuti mekanisme pasar.
13
Dengan dinamika pasar yang tidak berjalan sempurna, dimana akan selalu ada risiko
yang mengintai. Pemerintah hadir dengan kebijakan–kebijakannya supaya ekonomi
tetap bergerak dalam koridornya, memastikan roda ekonomi tetap berjalan dengan baik
dan sustain.
Kebijakan–kebijakan ini contohnya sudah kita lihat di 2020 di mana Bank Sentral di seluruh
dunia memangkas suku bunganya habis–habisan untuk meringankan bebas dunia usaha.
Sementara Pemerintah hadir dengan kebijakan fiskalnya, seperti insentif PPN properti
dan PPnBM mobil yang diberikan di 2021 ini.
Dinamika ekonomi yang terus mengalir dan kehadiran Pemerintah untuk menjaga
perekonomian tetap baik menciptakan siklus ekonomi yang terus berulang dan berulang.
Sulit pastinya untuk mengatakan kapan terjadi resesi lagi.
Tapi setidaknya kita tahu dalam 2 tahun ini ekonomi berada dalam kondisi kontraksi,
untuk kemudian disusul recovery. Dari arah siklus ekonomi ini kita bisa lebih mendapatkan
gambaran potensi imbal hasil pada kelas aset dan sektor bisnis yang diuntungkan pada
setiap fasenya.
Ulasan 2021
Ketika akhir 2020 kami mencoba menganalisa potensi imbal hasil investasi yang dapat
terjadi di 2021, dengan melihat semua faktor yang diperlukan untuk pemulihan sudah
terpenuhi, kami meyakini 2021 akan menjadi tahunnya IHSG. Namun dalam periode
perjalanannya di 2021 banyak terjadi hal–hal yang di luar antisipasi kami.
Misal saja ketika berbicara tentang vaksin, ternyata negara berkembang termasuk
Indonesia mengalami kendala akan supply vaksin, di mana negara–negara maju sudah
terlebih dahulu mengamankan pasokannya.
14
Akibatnya ekonomi negara berkembang pulih lebih lambat dibandingkan negara – negara
maju. Kondisi ini diperburuk dengan adanya virus Covid-19 varian baru yaitu varian Delta.
Varian baru ini menyebar jauh lebih cepat dan lebih mematikan sehingga mengakibatkan
India dan Indonesia mengalami pandemi gelombang kedua yang jauh lebih parah.
Baru setelah pandemi gelombang kedua ini mulai teratasi IHSG pelan–pelan kembali
naik, di mana hingga 15 Desember sudah mengalami kenaikan 11% ytd.
Sebenarnya dari apa yang kami proyeksikan untuk 2021 di mana IHSG akan menjadi
kelas aset dengan kinerja terbaik benar adanya. Namun banyak faktor yang tidak terjadi
sebagaimana skenario awal sehingga membuat kami merasa ini hanyalah kebenaran
semu.
Salah satu yang menjadi pertimbangan kami di 2021 adalah meyakini saham growth akan
mendapatkan panggungnya menggantikan saham value yang bounce back luar biasa di
kuartal IV 2020.
Memang betul saham growth menjadi saham yang mengalami kenaikan lebih tinggi.
Namun terjadi gap yang luar biasa pada saham–saham ini. Bahkan kenaikannya lebih
didasari ekspektasi dan sentimen daripada kinerja yang telah berjalan sesungguhnya.
15
Ketika kami menulis e-Book di pertengahan tahun kami khawatir pada euforia new
economy yang sudah berlebihan. Kami paham dengan potensi pertumbuhan yang lebih
baik sudah sewajarnya saham dihargai lebih mahal. Namun yang banyak terjadi saham
dengan tagline digital ini mengalami kenaikan luar biasa tanpa didasari fundamental
yang jelas. Bila dibiarkan terlalu lama dapat membahayakan IHSG itu sendiri karena
malah menciptakan bubble yang tidak perlu.
Akhirnya euforia yang berlebihan ini melandai memasuki kuartal III 2021 bersamaan
dengan terkoreksinya emiten unicorn pertama di Indonesia.
Beberapa saham teknologi tetaplah dihargai premium dan harus diakui tren teknologi
masihlah akan sangat panjang ke depannya. Namun setidaknya market sudah mulai
kembali rasional di penghujung 2021 ini.
Pertimbangan lainnya yang menjadi perhatian kami adalah belum terwujudnya langkah
nyata dari disahkannya UUD Ciptaker pada perekonomian Indonesia, termasuk juga
lembaga SWF yang digadang–gadang menjadi solusi pendanaan infrastruktur di
Indonesia.
Malah di akhir tahun ini pemerintah dikejutkan dengan berita buruk, Mahkamah Konstitusi
memutuskan UU ini inkonstitutional dan perlu diperbaiki. Kebijakan MK ini menyebabkan
ketidakpastian pada SWF yang telah didirikan dan menjadi sentimen negatif pada emiten
infrastruktur yang sudah megap-megap membutuhkan fresh fund karena seretnya
pemasukan.
Untungnya di balik berita buruk yang bertubi–tubi terjadi kejutan commodity boom,
harga meningkat pesat. Salah satu faktor penyebabnya adalah kelangkaan supply karena
ekonomi dunia pulih lebih cepat dari ekspektasi dan pengurangan komoditas yang
berbasis karbon.
16
Indonesia sebagai negara eksportir komoditas diuntungkan dengan kondisi ini. Neraca
perdagangan Indonesia yang biasanya defisit sekarang berhasil surplus USD 34 miliar
hingga akhir November 2021. Cadangan devisa Indonesia juga mengalami peningkatan
mencetak rekor baru menjadi USD 146 miliar. Surplus dagang dan kuatnya cadangan
devisa meningkatkan keyakinan investor pada kestabilan rupiah.
Sumber: Bloomberg
Optimisme Bersyarat
Jika ketika kami menyambut tahun 2021 di akhir tahun lalu diiringi dengan optimisme
yang begitu besar, maka sekarang kami menyambut tahun 2022 dengan optimisme yang
disertai kehati–hatian.
17
Tidak lagi pada optimisme yang berlebihan karena sepanjang tahun ini kami dihadapkan
pada realitas–realitas yang tidak berjalan sebagaimana diharapkan awalnya.
Misalnya saja pandemi yang berkepanjangan ini bahkan kembali mengalami peningkatan
di berbagai negara Eropa memasuki libur nataru. kemudian euforia pasar modal terhadap
disahkannya UU Ciptaker ternyata belum menunjukkan bukti nyata. Terbaru malah
UU ini dianggap inkonstitutional bersyarat oleh MK yang mengakibatkan terjadinya
ketidakpastian usaha, terutama untuk investor yang hendak berinvestasi ke Indonesia.
Sementara pemulihan ekonomi yang terjadi lebih cepat pada negara maju seperti AS
menciptakan dilema pada investasi di negara berkembang. Indikasi pengetatan moneter
(tapering) yang akan dilakukan gubernur bank sentral AS untuk dilanjutkan kenaikan suku
bunga acuan dapat menyebabkan dana investor global keluar dari negara berkembang
kembali ke AS.
Pulihnya ekonomi AS dan Eropa juga menciptakan masalah baru. Angka inflasi di negara–
negara maju mencatat rekor tertinggi dalam beberapa puluh tahun terakhir.
Inflasi yang terlalu rendah memang kurang baik karena menunjukkan tidak adanya
pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya bila inflasi terlalu tinggi malah lebih buruk
lagi, tidak ada baiknya sama sekali untuk ekonomi. Bila inflasi dan suku bunga rendah,
setidaknya dunia usaha bisa meminjam bunga murah untuk ekspansi yang artinya
positif untuk saham.
Tingginya inflasi ini diperburuk dengan harga komoditas yang meroket sehingga
mengakibatkan harga naik jauh lebih tinggi lagi.
Pelaku pasar berargumen tingginya inflasi ini diakibatkan karena dibandingkan tahun
lalu ketika aktivitas ekonomi sedang rendah–rendahnya akibat pandemi. Inflasi ini akan
kembali normal ketika data pembandingnya normal. Contoh saja seperti yang terjadi
18
pada gambar (di bawah) di 2009. Inflasi saat itu sempat meningkat pesat. Peningkatan
tersebut hanyalah peningkatan bias karena data pembandingnya yang terlalu rendah,
sehingga setahun setelahnya di 2010 disusul pada inflasi yang sangat rendah, baru
setelahnya terjadi normalisasi.
Namun apakah yang terjadi pada 2010 akan kembali berulang pada 2022 nanti?
Di sinilah sisi menariknya dalam melihat risiko inflasi 2022. Dengan membandingkan data
inflasi tahun lalu yang sedang rendah–rendahnya maka akan dapat menciptakan kesan
inflasi yang tinggi saat ini. Namun bukan berarti dapat dipastikan inflasi tahun depan
akan melandai seperti yang terjadi di 2010.
Dengan tingkat inflasi saat ini yang tinggi membuat pemangku kebijakan mau tidak mau
harus segera kembali melakukan pengetatan moneter, mengembalikan suku bunga
acuan ke level normal.
19
Dari yang sebelumnya melakukan aksi helicopter money memberikan pinjaman dengan
bunga cuma–cuma. Tindakan yang umum dilakukan dalam kondisi krisis untuk memberi
insentif pada dunia usaha supaya roda ekonomi tetap berputar. Analoginya dalam musim
kekeringan ekstrem tanaman disiram air supaya jangan sampai mati. Kalau nanti cuaca
sudah normal lagi maka tidak diperlukan lagi bantuan dapat bertahan dengan sendirinya.
Yang menjadi kekhawatiran saat ini apabila bank sentral melakukan tapering namun
malah mengakibatkan dunia usaha dan konsumen meminjam lebih sedikit, dan berbelanja
lebih sedikit. Sementara karena kelangkaan barang dan harga komoditas yang tinggi
membuat inflasi tetap tinggi.
20
Helicopter Money
Para pelaku pasar kerap mengkambinghitamkan pemulihan ekonomi yang lebih cepat dan
kenaikan harga komoditas yang mengakibatkan inflasi tinggi. Padahal dalam sejarahnya
terdapat satu risiko besar yang terjadi dari waktu ke waktu, dan kembali dilakukan pada
masa sekarang.
Risiko itu adalah penambahan utang dengan melakukan printing money besar–besaran.
Pernahkah sebagian dari kalian bertanya –tanya, apabila utang negara–negara meningkat
pesat diseluruh dunia, siapa yang beli surat utangnya?
Bunga utangnya pemerintah ini dapat mengikuti mekanisme pasar, atau dibuat diskon
atau bahkan dibuat sampai 0% karena dalam kondisi darurat seperti yang dilakukan
sekarang ini. Jadinya ya pemerintah utang cuma–cuma, helicopter money.
Menambah utang dengan melakukan printing money membuat peredaran uang dipasar
menjadi semakin banyak. Peredaran yang terlalu banyak inilah yang menyebabkan
terjadinya inflasi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hyperinflation di Venezuela,
Zimbabwe, dan juga pernah terjadi di Indonesia di tahun 60an.
21
Sejatinya printing money yang dilakukan pemerintah Indonesia tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan yang dilakukan negara maju. Dapat kita lihat di tabel bawah
bagaimana Pemerintah negara–negara maju khususnya melakukan printing money besar-
besaran, di mana secara rasio dibandingkan GDP mereka mencapai puluhan persen.
22
Sementara Pemerintah Indonesia meningkatkan rasio utangnya dari biasanya sekitar
2,5% setahun menjadi 6% dibandingkan GDP nya atau sekitar Rp1000 triliun.
Angka yang terlihat luar biasa besar bagi kita, tapi dalam skala negara hanyalah angka
yang kecil.
Sayangnya cerita tentang helicopter money ini merupakan cerita yang sensitif untuk
dibicarakan.
Sulit untuk menemukan penjelasan tentang kebijakan ini secara jelas. Walaupun
digunakan untuk tujuan yang mulia tapi bila dibahas secara gamblang risikonya, ya akan
menyudutkan pemerintah ujung–ujungnya.
Media tentunya sangat berhati–hati dalam membahas hal seperti ini. Dan bila menanyakan
hal seperti ini pada pihak otoritas, sudah pasti jawabannya aman terkendali. Jangan
berharap mereka akan menjawabnya dengan jujur dan terang benderang.
Dalam kasus printing money ini Pemerintah Indonesia jauh lebih berhati–hati kalau kami
lihat dibandingkan apa yang dilakukan negara lain.
Sebelumnya kami juga mencoba mengamati India yang konsisten memiliki inflasi tinggi
selama bertahun–tahun. Kami mencurigai bahwa penyebab utamanya adalah printing
money atau yang sekarang bahasa trending-nya disebut debt monetization. Namun karena
helicopter money ini merupakan hal yang sensitif, kami kesulitan dalam menemukan
bukti empirisnya.
Ok, setelah bicara panjang lebar tentang printing money, mari kita kembali ke topik
utama. Jadi akankah terjadi stagflasi?
Bila ternyata faktor yang menyebabkan inflasi tinggi ini adalah karena printing money
23
besar-besaran yang dilakukan pemerintah di seluruh dunia di mana dampak inflasinya
baru terasa sekarang. Maka belajar dari pengalaman kasus hyperinflation yang sudah–
sudah, inflasi akibat kebijakan ini dapat bertahan tinggi untuk periode waktu yang lebih
lama.
Memang printing money yang dilakukan saat ini adalah kasus extraordinary demi
menanggulangi pandemi, bukan tindakan yang tidak bertanggungjawab seperti yang
dilakukan pemerintah Zimbabwe. Dampaknya tidaklah sampai menjadi hyperinflation,
tapi menyebabkan inflasi yang lebih tinggi dari rata–rata biasanya.
Sementara stag dalam stagflasi yaitu pertumbuhan ekonomi mandek, menurut kami
tidak akan terjadi. Karena bila kami melihat dari data–data ekonomi yang terjadi saat ini
adalah high growth dengan high inflation.
Semoga saja dengan pandemi di Indonesia dapat terkendali, selanjutnya di 2022 giliran
kita yang turut merasakan high growth yang sudah lebih dulu dirasakan negara AS dan
Uni Eropa.
Sedikit tambahan cerita tentang hiperinflasi. Ternyata kita tidak perlu jauh–jauh mencari
sampel ke negara lain. Indonesia sendiri pernah mengalaminya di tahun 60an.
Mengutip dari artikel berita Tirto, ketika itu penerimaan pemerintah menurun, sementara
memiliki angan–angan belanja yang besar. Misalnya pembangunan venue–venue olahraga
untuk persiapan Asian Games.
Karena membiayai APBN dengan printing money, akibatnya inflasi di Indonesia perlahan–
lahan terus meningkat. Dari awalnya 16% di tahun 61 hingga menjadi 600% di tahun 66.
Belajar dari masalah yang pernah terjadi di negara kita ini. Kebijakan printing money
merupakan kebijakan yang sangat sensitif. Karena dampak dari melubernya uang hasil
24
cetak uang tersebut merugikan masyarakat secara langsung.
Dan celakanya bila dibiarkan hingga menjadi terlalu tinggi, dapat menggerogoti
pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
25
Outlook 2022
Walaupun tahun 2021 tidak sebaik yang diekspektasikan di awalnya, hal tersebut
tidak menghentikan optimisme kami bahwa 2022 akan menjadi tahun yang lebih baik,
khususnya dalam berbicara investasi saham.
Selama ini tanpa UU itu pun Indonesia dapat bertumbuh setiap tahunnya rata–rata
5%. Ditundanya pengesahan pada UU tersebut dapat berdampak pada melambatnya
peningkatan Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia. Namun bukan berarti tanpa
UU tersebut membuat FDI hilang sama sekali. Tooh..nyatanya dalam setahun ini SWF
kendaraan investasinya pemerintah Indonesia belum berhasil membuat langkah konkret.
Ditambah juga dengan diberkahi boom komoditi Indonesia dapat bernafas lega karena
dapat meningkatkan cadangan devisa dan neraca perdagangannya. Sehingga tanpa
UU Ciptaker yang awalnya diharapkan membantu kestabilan rupiah, Indonesia sudah
mendapatkan kestabilan tersebut dari anugerah komoditi boom di 2021.
Apakah inflasi dapat terjadi berkepanjangan atau hanyalah faktor bias karena
dibandingkan data low based dan kenaikan harga komoditas masihlah tetap menjadi
pertanyaan besar.
Namun walaupun kami tidak mendapatkan indikasi bagaimana inflasi akan mengarah di
2022, tingginya inflasi memberikan gambaran atas apa yang telah terjadi, yaitu pemulihan
26
ekonomi di negara–negara maju.
Dengan inflasi Indonesia masih landai, baru meningkat sedikit. Menunjukkan Indonesia
belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Roda ekonomi belum kembali hingga ke
titik optimalnya lagi.
Melalui data Inflasi Indonesia yang tertinggal, yang merupakan indikator aktivitas
ekonomi, adanya pertumbuhan. Kita akan melihat Indonesia kembali pada pertumbuhan
optimalnya di 2022, memasuki periode early cycle hingga mid cycle, periode terbaiknya
berinvestasi di saham!!
27
RDPT
Pada sekitar akhir bulan Februari 2021 kemarin kami ngobrol – ngobrol dengan teman kami
fund manager salah satu Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) terbesar di Indonesia.
Ketika itu yield obligasi pemerintah meningkat yang mengakibatkan RDPT terkoreksi
sekitar -3% ytd. Baiknya data pertumbuhan ekonomi dan tingginya inflasi AS membuat
pelaku pasar khawatir kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral AS The Fed akan
terjadi lebih cepat dari ekspektasi.
“Tenaang bro, nanti semester kedua inflasinya AS bakal turun, high based soalnya
bandingin inflasi AS Q4 2020 yang uda tinggi juga..”
Sebagai informasi data ekonomi biasanya dibandingkan dengan data tahun lalu (YoY)
atau satu kuartal sebelumnya (QoQ). Apabila data pembandingnya tahun lalu sangat
rendah, maka dapat membuat data saat ini secara YoY terlihat sangat tinggi. Data yang
sebenarnya bias karena dibandingkan data tahun lalu yang rendah.
28
Setelah ngobrol–ngobrol dengan teman kami itu, isu tentang inflasi tidak lagi terlalu
mengemuka. Tertutup dengan berita pandemi gelombang dua yang disebabkan varian
delta di pertengahan tahun.
Barulah setelah pandemi mereda pasar mulai memfokuskan lagi pada faktor–faktor yang
dapat mempengaruhi yield obligasi.
Turun inflasinya?
Bila tadinya kami berpikir inflasi ini hanya karena efek data yang bias, sekarang terlihat
menjadi lebih permanen dengan melihat angkanya yang abnormal tinggi. Rekor inflasi ini
tidak hanya terjadi di AS, tapi juga terjadi di hampir semua negara maju. Sesuatu yang
tidak disangka–sangka sebelumnya.
Salah satu faktor meningkatnya inflasi ini karena pemulihan ekonomi yang jauh lebih
cepat sementara terdapat kelangkaan supply komoditas yang mengakibatkan harga
meroket dan membuat harga naik lebih tinggi lagi.
Namun menarik untuk ditelusuri. Komoditi boom ini baru mulai terjadi di pertengahan
tahun. Tapi cikal bakal inflasi akan tinggi sudah terlihat dari awal tahun 2021 ini. Benarkah
tingginya inflasi diakibatkan pemulihan ekonomi yang lebih cepat dan kenaikan harga
komoditi semata?
29
Memahami Cara Kerja RDPT
Dalam memahami imbal hasil RDPT kita perlu memahami terlebih dahulu cara
menghitung investasi obligasi yang merupakan isi dari reksadana tersebut.
Namun sumber keuntungan dalam investasi obligasi tidak hanya terbatas pada
bunganya. Keuntungan dari obligasi juga bisa didapat dari pergerakan harga
obligasi. Harga obligasi ini ketika rilis perdana memiliki harga 100. Harga ini dapat
bergerak naik turun untuk kemudian kembali menjadi harga 100 ketika jatuh tempo.
30
Eiit..justru perubahan harga ini yang bisa memberikan impact lebih besar pada
total imbal hasil obligasi. Ingat tenor obligasi itu panjang looh.. Mulai dari yang 3
tahun seperti ORI hingga yang sampai 50 tahun juga ada.
Dan yang perlu diperhatikan bila kalian sering mendengar investasi RDPT atau
obligasi bisa rugi, ya ini disebabkan oleh perubahan harganya. Dapat bunganya
sih fix, misal dapat bunga 5% setahun, tapi kalau harga obligasinya terkoreksi
-8% yang ada malah menyebabkan total investasi di obligasi tersebut mengalami
kerugian -3%.
Perubahan
Bunga
Imbal Hasil
Harga Obligasi
Sebenarnya bila kita memegang obligasi tersebut dari harga perdana hingga jatuh
tempo maka dapat dipastikan kita akan mendapatkan keuntungan yang hanya
bersumber dari bunganya saja. Karena harga obligasi tersebut terbit di harga
100, dan kemudian kembali ke harga 100 ketika jatuh tempo, sehingga tidak ada
perubahan harga.
Perubahan harga dari 100 hanya dapat terjadi selama belum jatuh tempo karena
obligasi ini diperdagangkan. Samalaah seperti prinsip dagang kalau kita ingin
barang yang kita jual laku, maka kita harus mengikuti harga pasar yang bersaing.
Apabila kondisi pasar sedang turun maka kita harus menjual barang dagangan
kita lebih murah supaya laku. Konsep yang sama juga berlaku ketika berbicara
perdagangan surat berharga ini.
31
Misal saja ketika pertama membeli obligasi perdana seharga Rp 1 miliar ditetapkan
bunga yang dibayar setiap tahun adalah 100 juta hingga jatuh tempo. Artinya bunga
atau yield 10%. Selanjutnya beberapa bulan kemudian kita ingin menjual obligasi
ini. Namun saat itu kondisi pasar sedang tidak bagus, sehingga kita harus menjual
rugi di harga Rp900 juta barulah dapat terjual.
Untuk pembeli obligasi di harga Rp900 juta akan tetap mendapatkan bunga 100
juta setiap tahunnya dengan modal yang lebih kecil. Artinya yield atau bunga yang
didapat pembeli baru ini lebih besar yaitu 11,1% didapat dari bunga 100 juta dibagi
harga obligasi Rp900 juta. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah.
Faktor utama yang menyebabkan harga obligasi ini dapat berfluktuasi adalah suku
bunga acuan. Apabila suku bunga acuan diturunkan membuat harga obligasi naik
sehingga mendapat keuntungan. Sementara sebaliknya apabila suku bunga acuan
dinaikkan dapat menyebabkan harga obligasi terkoreksi.
32
Logikanya begini, misalkan biasanya selisih bunga acuan 4% dengan bunga
obligasi. Kalau bunga acuan saat ini 6% maka yield obligasi 10%. Kemudian apabila
bunga acuan ini naik menjadi 7% maka untuk membuat yield obligasi tetap menarik
tetap laku dipasar maka yield-nya ikut naik menjadi 11%.
Untuk obligasi yang beredar di pasar sekunder kenaikan yield ini didapat dari
penurunan harga obligasinya. Seperti contoh kami di atas harga obligasinya turun
menjadi 900 juta.
FYI, basis Bank Sentral dalam menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan
adalah inflasi dan kondisi ekonomi. Apabila kondisi ekonomi kurang baik dan inflasi
rendah maka Bank Sentral akan membantu dengan kebijakan memangkas suku
bunganya. Sebalikanya bila sudah melihat ekonomi membaik dan inflasi tinggi,
Bank Sentral akan menaikkan suku bunga kembali untuk mencegah terjadinya
overheating pada ekonomi.
Suku bunga acuan ini merupakan standar bunga deposito perbankan. Investasi
pada obligasi merupakan substitute dari investasi deposito. Oleh karenanya bunga
kedua produk ini harus bersaing supaya laku di pasar.
Hal penting yang perlu kita perhatikan ketika berbicara investasi RDPT atau
obligasi adalah perubahan harga pada obligasi semakin besar dengan semakin
panjang tenor atau waktu jatuh temponya.
Umumnya obligasi negara memiliki tenor yang panjang, di mana pada produk
RDPT yang isinya Surat Berharga Negara (SBN) biasanya memiliki rata–rata tenor
10 tahun. Sementara pada obligasi korporasi memiliki tenor yang lebih pendek
berkisar antara 3 – 5 tahun. Akibatnya produk RDPT yang berisikan SBN jauh lebih
fluktuatif imbal hasilnya dibandingkan RDPT yang berisikan campuran antara SBN
& obligasi korporasi.
33
Sebagai informasi obligasi korporasi memberikan bunga yang lebih besar dari
SBN untuk tenor yang sama. Hal ini terjadi karena obligasi korporasi dipandang
memiliki risiko gagal bayar yang jauh lebih tinggi. Lihat saja sepanjang sejarahnya
di Indonesia tidak pernah ada ceritanya pemerintah gagal membayar kewajiban
obligasinya. Sementara pada obligasi korporasi beberapa tahun terakhir telah
terjadi kasus gagal bayar seperti obligasi AISA, MDLN,TAXI,SRIL,TDPM.
Untuk memudahkan melihat potensi imbal hasil dan risikonya maka RDPT kami
bagi menjadi 3 tipe seperti tabel di bawah :
Pada akhir 2021 suku bunga acuan saat ini 3,5% yield SBN tenor pendek berkisar
4,75%, yield SBN tenor panjang 6,25%, dan yield obligasi korporasi berkisar 5 –
8% tergantung dari profil risiko setiap emiten yang menerbitkan surat hutang
tersebut.
Bila melihat tolak ukur investasi pada saham biasa kita membandingkannya dengan
kinerja IHSG, maka pada obligasi biasa dibandingkan dengan indeks obligasi yang
berisikan SBN dengan rata–rata tenor 10 tahun.
Yield SBN 10 tahun merupakan acuan yang umumnya digunakan oleh investor
obligasi diseluruh dunia. Jadi ketika orang mengatakan yield SBN negara A atau
yield SBN negara B, dapat dipastikan adalah yield SBN dengan tenor 10 tahun.
34
Berdasarkan kinerja indeks obligasi sejak 2010 hingga 2021 tanggal 15 Desember,
kami dapatkan rata–rata imbal hasil tahunan obligasi adalah 9,5%.
Dapat dilihat pada kinerja tahunan tersebut bahwa investasi pada RDPT juga dapat
berfluktuasi bahkan merugi walau tidak sampai sefluktuatif saham yang bisa
merugi hingga -50%.
Kebijakan Bank sentral AS The Fed untuk mengakhiri program bond buying (tapering)
atau simpelnya program helicopter money di semester I 2022 untuk kemudian disusul
kenaikan suku bunga acuan jelas merupakan sentimen negatif untuk pasar obligasi.
Dapat kita lihat pada kinerja tahunan, di 2013 obligasi sempat mengalami koreksi
-13% hanya dalam satu tahun. Pada tahun tersebut untuk pertama kalinya The Fed
mengumumkan rencana pengurangan stimulus seperti yang dilakukan sekarang.
Namun apabila tahun depan risikonya hanya karena tapering, maka risiko pada obligasi
di Indonesia tidaklah akan sebesar seperti yang terjadi di 2013.
35
Yang menyebabkan di 2013 obligasi terkoreksi sedemikian dalam (-13% setahun untuk
obligasi itu sangat besar) karena di tahun sebelumnya Indonesia baru mendapatkan
status investment grade yang mengakibatkan obligasi rally kencang. Bahkan yield sbn 10
tahun lebih rendah daripada suku bunga acuan yaitu 5,2% berbanding 6,0%. Normalnya
semakin pendek tenor semakin kecil bunganya.
Karena kondisinya saat itu obligasi sangat mahal dari sudut pandang valuasi, akibatnya
ketika terjadi koreksi dari faktor eksternal yaitu tapering AS dampaknya begitu dalam
terkoreksi hingga -13%.
Sementara walau Indonesia menghadapi risiko tapering yang sama saat ini, secara
valuasi obligasi Indonesia tergolong murah. Yield obligasi saat ini 6,3% sementara suku
bunga acuan hanyalah 3,5%.
Sehingga bila terjadi koreksi tidaklah akan dalam seperti yang terjadi di 2013. Ya buruk–
buruknya minus tipislaah.
Namun berbeda ceritanya bila inflasi tetap bertahan di level yang tinggi. Risiko ini yang
paling harus diantisipasi oleh investor RDPT yang notebenenya investor obligasi di 2022.
Seperti kami bahas di atas beberapa kemungkinan penyebab tingginya inflasi. Apabila
tingginya inflasi ini lebih disebabkan karena program printing money maka terdapat risiko
inflasi tinggi yang terjadi dapat berlangsung lebih lama dari perkiraan awal.
Bila ini yang terjadi dimana merupakan worst case scenario dari kami, maka risiko
investasi pada obligasi khususnya SBN yang memiliki tenor panjang menjadi lebih tinggi.
Apalagi sebagaimana telah kami bahas dalam siklus ekonomi. Fase pemulihan ekonomi
hingga ekspansi merupakan fase yang kurang baik untuk berinvestasi di obligasi, karena
perlahan–lahan Bank Sentral akan menaikkan suku bunga ke level normalnya lagi.
36
Walaupun begitu, bukan berarti kami tidak melihat peluang untuk berinvestasi di RDPT.
Hal pertama yang kami berusaha antisipasi adalah memiliki RDPT yang berisikan SBN
tenor panjang. Walaupun secara valuasi masih menarik namun outlook global dengan
tapering dan inflasinya yang tinggi, kami memilih antisipasi dengan menurunkan eksposur
pada jenis RDPT ini.
Sebaliknya kita masih dapat mencari keuntungan pada RDPT yang berisikan campuran
SBN dan obligasi korporasi dengan tenor pendek. Dengan bertenor pendek membuat
kontribusi imbal hasil lebih banyak dari bunga daripada pergerakan harganya. Contohnya
saja yang kami ketahui produk–produknya seperti Manulife Obligasi Unggulan (MOU),
Mandiri Dana Investasi Utama (MIDU), dan Sucorinvest Stable Fund.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan, selain dari risiko fluktuasi harga terdapat risiko gagal
bayar. Apabila RDPT yang berisikan obligasi korporasi memiliki bunga tinggi, artinya
obligasi tersebut juga memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi.
Pada akhirnya pilihan kembali ke kita, apakah menginginkan imbal hasil setinggi tingginya
atau menginginkan keseimbangan dengan memitigasi risiko walaupun sebenarnya kecil
kemungkinan terjadi.
Untuk investor RDPU & RDPT, langkah yang bijak dapat dilakukan saat ini adalah
menurunkan risiko ketidakpastian dengan berinvestasi pada RDPT yang memiliki
fluktuasi lebih rendah ataupun pada RDPU.
Dengan outlook suku bunga akan mulai naik di 2022, nantinya bunga RDPU perlahan akan
kembali meningkat lagi. Setelah lebih adanya kepastian tentang inflasi dan dampak dari
kenaikan suku bunga, barulah saat yang tepat untuk meningkatkan eksposur kembali
pada RDPT yang memiliki fluktuasi tinggi.
37
Portfolio
Management
Sebelum kami jauh membahas mengenai portfolio management, kami akan memulainya
dari satu pertanyaan terlebih dahulu, apa itu risiko??
Normalnya ketika kita mendengar risiko, maka persepsi yang muncul di benak kita adalah
bahaya yang menanti di depan kita. Misal saja kita tidak mau berinvestasi di saham karena
berbahaya berisiko tinggi, bisa membuat kita mengalami kerugian.
Naahh..ketika kita berbicara portfolio management, maka konsep risiko yang dimiliki
sedikit berbeda. Hal ini yang perlu kita pahami terlebih dahulu, supaya dapat memahami
cara bekerjanya.
Dalam melakukan segala sesuatu sudah sewajarnya kita memiliki perbandingan yang
dijadikan sebagai tolak ukur kesuksesan kan. Nah, ketika kita berbicara investasi saham.
Maka biasanya yang menjadi perbandingan adalah indeks saham tersebut. Contoh saja di
Indonesia kita biasa menggunakan IHSG sebagai tolak ukurnya investasi saham.
Risikonya adalah apabila hasil investasi kita menunjukkan hasil yang berbeda dari
38
tolak ukur tersebut. Dengan melihat kinerjanya secara harian dan menunjukkan hasil
yang semakin berbeda, korelasi yang jauh, maka dipandang semakin berisiko. Karena
perbedaan tersebut merefleksikan ketidakpastian.
Tentu saja itu merupakan hasil yang baik. Namun konsep risiko disini adalah
ketidakpastian. Hasil investasi yang lebih baik saat ini belum tentu lebih baik nanti kan??
Bisa saja keuntungan itu hasil aktif trading melakukan jual beli times the market, atau
bisa saja hasil investasi yang terkosentrasi, hanya membeli satu saham saja. Dalam
konsep portfolio management, cara tersebut berisiko, memiliki ketidakpastian yang
tinggi. Untung namun dengan cara yang berisiko.
Selama ini cara penghitungannya adalah dengan menghitung nilai kapitalisasi pasar
saham yang ada di IHSG. Semakin besar nilai kapitalisasi emiten tersebut, maka semakin
besar pengaruhnya pada IHSG.
Contoh saja saat ini kapitalisasi pasar IHSG adalah 7000 triliun Rupiah, hasil penjumlahan
kapitalisasi semua saham yang ada di IHSG. Saham terbesar di IHSG saat ini adalah BBCA
39
dengan kapitalisasi pasar 700 triliun. Artinya bobot BBCA terhadap IHSG adalah 10%.
Apabila pada hari tersebut semua saham lainnya di IHSG tidak bergerak, hanya BBCA yang
naik 5%. Maka IHSG akan mengalami kenaikan 0,5% hari itu. Dihitung dari 5% dikalikan
bobotnya 10%.
Bila kita ingin membentuk portofolio yang memiliki tingkat kemiripan pada IHSG sebesar
10%. Maka kita beli saja saham BBCA pada portfolio saham kita sebesar 10%. Misal saja
dana kita 100 juta, maka kita belikan BBCA sebesar 10 juta.
Untuk diketahui, cara menghitung kapitalisasi pasar adalah dengan mengalikan jumlah
lembar saham dengan harga saham perseroan. Harga saham yang lebih tinggi bukan
berarti kapitalisasinya lebih besar, bergantung dari jumlah lembar saham yang dimiliki.
Dengan ada 700 saham di IHSG, apakah kita harus membeli semuanya supaya kinerjanya
menyerupai IHSG?
Tentu saja tidak. Di IHSG telah dibuat beberapa indeks saham yang ditujukan untuk
menyerupai IHSG. Contoh saja indeks LQ45 yang terdiri dari 45 saham kapitalisasi besar
dan likuid. Pemilihan saham pada LQ45 ini dievaluasi 2x dalam setahun.
Indeks LQ45 ini memiliki tingkat kemiripan kinerja (korelasi) dengan IHSG diatas 95%.
Oleh karena itu dengan melakukan mimicking terhadap LQ45, maka telah dibuat portofolio
yang menyerupai IHSG.
Pada umumnya reksa dana saham dapat memiliki saham dari sekitar 40an hingga 80an
saham dalam satu produk reksadana saham. Namun bukan berarti harus memiliki 45
40
saham yang ada pada LQ45 untuk membangun portfolio yang menyerupai IHSG.
Sebenarnya dilihat pada tabel saham LQ45 di bawah, 12 saham kapitalisasi terbesar di
IHSG sudah mewakili 40% total kapitalisasi IHSG yang terdiri dari sekitar 700 saham.
Maka dengan memiliki belasan saham kapitalisasi terbesar, telah dibentuk portofolio
yang memiliki korelasi terhadap IHSG, setidaknya setengahnya.
Dengan mimicking sebagian saham terbesar ini maka upaya meminimalisir risiko
sudah dilakukan. Namun peer belum selesai, tugas utamanya baru dimulai, bagaimana
membentuk portofolio ini lebih baik kinerjanya dari IHSG??
Naah ini juga cara berpikir yang berbeda yang perlu kita ketahui. Umumnya dalam
portfolio management tidak ada istilah take profit jual habis. Khususnya pada saham
berkapitalisasi besar yang menjadi kunci membangun portfolio yang menyerupai IHSG.
41
Dari naik turunnya IHSG, saham–saham kapitalisasi terbesar itu harus selalu ada dalam
portofolio. Strateginya lebih melakukan overweight atau underweight, alokasi yang lebih
besar atau lebih kecil, bergantung dari prospek yang dilihat dari investornya.
Misal saja TLKM bobot di IHSG hanya 4,4%, namun karena kita melihat prospeknya yang
bagus, kita memberikan bobot 7,5% pada portofolio kita. Atau misalkan saham CPIN
telah naik tinggi, maka bobotnya kita kurangi dari yang seharusnya 1,4% menjadi 1% saja.
Tujuan ini selain untuk mengurangi risiko, juga untuk mengurangi kecenderungan times
the market, terlalu banyak menebak ke mana arah IHSG dan saham–saham di dalamnya,
yang kerap membuat kita kehilangan momentum.
Pasar itu kan selalu dinamis, penuh kejutan yang membuat banyak orang sulit meraih
keuntungan dalam jangka panjang. Dengan tetap memiliki saham kapitalisasi besar
tersebut, kita dapat menurunkan risiko dari perubahan tak terduga tersebut, tooh dalam
jangka panjang IHSG akan selalu menguntungkan.
Selanjutnya untuk melakukan strategi overweight atau undeweight bobot saham, kita
dapat melihatnya berdasarkan pandangan kita terhadap sektornya. Untuk lebih ada
gambaran, mari kita lihat lebih mendalam.
Sebelum sektor IHSG berubah seperti sekarang di awal 2021 menjadi IDX-IC, awalnya
dari 700 saham di IHSG, dapat dikelompokkan menjadi 9 sektor saham (JASICA) dilihat
dari industrinya. Kami akan membahasnya dengan menggunakan sektor lama terlebih
dahulu untuk melihat historikal return-nya.
Dari 9 sektor tersebut sektor yang terbesar adalah keuangan dengan bobot 37% terhadap
42
IHSG, sementara sektor terkecil ada sektor perkebunan dengan bobot hanya 1,7%.
Dulu sekitar 6 – 7 tahun lalu sektor konsumsi memiliki bobot lebih dari 20% di IHSG. Namun
perlahan–lahan bobot tergerus hingga sekarang tinggal 13,2%. Bila kita perhatikan lebih
spesifik, ini karena penurunan signifikan saham yang ada di dalamnya seperti UNVR,
HMSP, dan GGRM.
Apabila kita menggunakan rata–rata imbal hasil historikal sebagai acuan dalam
membangun portofolio saham, melihat prospek ke depan. Maka strategi pembobotan
dapat dilakukan dengan berkaca pada kinerja sektoral dalam 10 tahun terakhir tersebut.
Misal saja karena kinerja sektor perkebunan dan pertambangan yang kurang baik, maka
kita tidak perlu memasukkan saham pada sektor tersebut dalam portofolio, atau kita
kecilkan bobotnya.
43
Sebagai catatan, ketika melihat 9 sektor ini terdapat beberapa poin yang perlu
diperhatikan :
• Pada saham bank sendiri sebenarnya hanya dengan 4 emiten yaitu BBCA, BBRI,
BMRI, BBNI sudah mewakili 60% dari bobot sektor keuangan.
• Sektor yang perlu diketahui selanjutnya adalah sektor industri dasar. Sektor ini
terdiri dari 2 industri, yaitu industri semen dan peternakan. Dan bila dilihat dari
beberapa tahun terakhir saham yang masih bertumbuh pada sektor ini adalah
peternakan seperti CPIN dan JPFA. Sementara kinerja industri semen mengalami
stagnansi semenjak harga jualnya diturunkan oleh Pemerintah di 2015.
• Sektor lainnya yang terdiri dari dua industri berbeda adalah sektor retail dan
properti. Sektor properti terdiri dari industri properti dan industri konstruksi, di
mana memiliki karakteristik bisnis yang berbeda.
• Sektor trade & services terdiri dari industri perdagangan dan media. Kedua industri
ini juga memiliki karakteristik yang berbeda.
Karena terdapat beberapa sektor berisikan saham yang memiliki karakteristik bertolak
belakang ini, menurut kami merupakan hal yang tepat dilakukan perubahan, membuat
sektor baru yang lebih relevan, untuk memudahkan pengelompokkan.
44
Sektor IDX-IC
Atas dasar perkembangan industri yang terjadi dan kebutuhan untuk melakukan
pengklasifikasian yang lebih tepat untuk kebutuhan investor, pada awal 2021 BEI
mengubah sektor IHSG yang selama ini kita ketahui terdiri dari 9 sektor, berubah menjadi
11 sektor dengan beberapa memiliki pengelompokkan yang berbeda.
Sektor terbesar tetap sama yaitu sektor keuangan dengan bobot sekitar 37%. Selanjutnya
sektor konsumsi dibagi menjadi 2 yaitu sektor konsumsi yang bersifat primer, dan satu
lagi sektor konsumsi non primer.
Sektor baru yang cukup menarik adalah munculnya sektor kesehatan. Dengan tingkat
kesadaran masyarakat terhadap kesehatan yang semakin tinggi, maka dibuatkannya
sektor yang khusus bergerak dalam bidang ini merupakan keputusan yang jitu.
Sebelumnya saham–saham yang bergerak dibidang farmasi dan kesehatan masuk dalam
sektor konsumsi.
45
Keputusan pengklasifikasian sektor yang tepat juga dilakukan dengan memindahkan
emiten konstruksi dari yang awalnya menjadi bagian dari sektor properti ke sektor
infrastruktur. Keputusan ini tepat, karena emiten konstruksi khususnya BUMN memiliki
eksposure yang sangat tinggi terhadap projek infrastruktur, sehingga lebih tepat masuk
dalam sektor Infrastruktur.
Sektor terakhir, dan yang paling menarik adalah sektor teknologi. Isu yang paling
sering dibahas ketika berinvestasi di IHSG adalah tidak adanya saham teknologi di
Indonesia. Padahal bila melihat perkembangan di negara maju, saham-saham yang
paling memberikan kontribusi kenaikan paling besar adalah saham teknologi. Sektor
yang paling mengakomodir transformasi pada “new economy” ini merupakan sektor yang
paling diminati baik oleh investor domestik maupun investor asing. Dengan dibuatnya
pengklasifikasian sektor teknologi akan membantu memudahkan investor dalam
melakukan pemilihan.
Bila saat ini bobot sektor teknologi baru 5%, dan lebih banyak dihuni perusahaan–
perusahaan yang kita kenal. Maka mari bersiap–siap akan kedatangan penghuni baru
IHSG saham–saham Teknologi berukuran jumbo seperti GoTo, Bukalapak, dan akan
menyusul unicorn lainnya. Bobot sektor teknologi akan langsung melompat menjadi
belasan persen dengan kehadiran 2 pendatang baru tersebut di 2021 ini.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah tidak semua saham yang memiliki eksposur
teknologi masuk dalam sektor teknologi. Contoh saja saham ARTO berada pada sektor
keuangan dan ASSA pada sektor transportasi.
Hal ini tidak terjadi di Indonesia saja. Di AS beberapa saham yang memiliki eksposur besar
pada teknologi juga tidak masuk pada sektor teknologi, karena nature dari bisnisnya juga
sangat relevan pada sektor lain, contoh saja Amazon yang masuk pada sektor retail.
46
Mekanisme Baru Penghitungan Bobot IHSG
Perubahan terbaru saat ini adalah penghitungan bobot IHSG dari yang awalnya
berdasarkan kapitalisasi pasarnya atau artinya nilai perusahaaan seluruhnya, di mana
perusahaan yang paling mahal, maka paling besar di IHSG.
Sekarang berubah menjadi berdasarkan free float-nya dibursa. Definisi free float
dalam pembobotan indeks adalah total saham scripless yang dimiliki oleh investor
dengan kepemilikan kurang dari 5 persen dan tidak termasuk saham yang dimiliki oleh
manajemen dan saham treasury. Sebelumnya, bursa telah lebih dulu mengubah metode
pembobotan konstituen indeks LQ45 dan IDX30 menjadi berdasarkan perhitungan free
float pada 2019.
Simpelnya saham yang beredar di bursa dan dimiliki banyak investor bakal menjadi lebih
besar bobotnya. Selain itu dibuat batas untuk satu saham dengan bobot maksimal 9,0%.
Dengan kebijakan ini akan membantu membuat kontributor saham atas pergerakan
IHSG menjadi lebih terdiversifikasi dan mendorong perusahaan lebih banyak melepas
sahamnya ke pasar.
47
Strategi
Portfolio Management
HD-12
Bisa saja kita berinvestasi pada sektor yang secara general tidak baik kinerjanya, namun
saham pilihan kita outliers naik sendirian. Atau bisa juga sebaliknya, walaupun kita
memilih saham yang biasa saja di sektornya. Namun investasi kita pada sektor tersebut
sangat besar dan memiliki performance paling baik di antara sektor lainnya.
Dengan melakukan evaluasi ini secara rutin membantu kita mendapatkan gambaran
dalam mengukur kemampuan kita. Apakah investasi kita didasarkan keahlian top down
analisis memilih sektor terbaik. Atau karena kemampuan kita melakukan bottom up
memilih saham–saham outliers dengan kinerja jauh mengungguli peersnya.
Perlu diingat lagi, ketika melakukan portfolio management maka diasumsikan kita
melakukan buy & hold pada saham tersebut. Jadi kita mengukur kinerja berdasarkan
periode waktu yang ditentukan. Misalnya dari tutup tahun 2021 hingga akhir Juni 2022,
kinerja selama semester I 2022.
Dalam prakteknya apabila kita melakukan trading pada saham–saham ini ya boleh-boleh
48
saja. Tapi setidaknya dengan melakukan portfolio management ini kita menjadi lebih
dapat mengukur dan mengevaluasi pilihan investasi kita.
Cara ini mereka cara yang umum dilakukan oleh Manajer Investasi dalam mengevaluasi
reksa dana kelolaan mereka.
Karena sektor IHSG baru mengalami perubahan di awal tahun ini, maka sulit mengukur
kinerja sektor baru tersebut, karena hanya memiliki data sedikit.
Sebagai gantinya kami menunjukkan kinerja sektor lama dalam 10 tahun terakhir.
Sebagian besar dari sektor lama tetap menjadi bagian dari sektor baru sehingga masih
sangat valid untuk digunakan sebagai acuan. Pada tabel di bawah ini kami menunjukkan
rata–rata imbal hasil dan besaran deviasi setiap sektor.
Secara kinerja sektor keuangan merupakan yang terbaik, secara fluktuasi sektor
pertambangan merupakan yang paling volatile, sementara sektor dengan kinerja paling
jelek ada pada sektor perkebunan.
Dari statistik data historikal ini membantu kita mendapatkan gambaran data statistik
sektor saham berdasarkan data historikalnya. Untuk kemudian kita lengkapi dengan
pemahaman kita tentang industrinya, valuasinya dan prospeknya ke depan.
49
Bobot Saham Pilihan HD-12
Dalam membuat pembobotan pada 12 saham pilihan, kami memprioritaskan pada saham
blue chip terlebih dahulu yang merupakan backbone dari IHSG. Dengan besarnya bobot
saham blue chip sekitar 60 -70% portofolio HD12, kami berekspektasi pergerakan dari
portofolio HD12 ini tidak akan terlalu jauh berbeda dari pergerakan IHSG.
Ditambah dari hasil penilaian kami sendiri yang melihat saham – saham blue chip tertinggal
kinerjanya di 2021, maka momentum saham–saham ini mengejar ketertinggalan di 2022
sangatlah besar, apalagi sebagian dari emiten ini memang telah ditunjang kinerja yang
sangat baik, bahkan ada yang sudah berhasil melampui kinerja sebelum pandemi.
Bobot terbesar khususnya kami berikan pada saham perbankan yang secara statistik
memiliki rata–rata kinerja lebih baik dari IHSG. Dimana saat ini masih diperdagangkan
pada valuasi yang menarik dan memiliki outlook pertumbuhan yang lebih baik di 2022
dengan besarnya ruang untuk menyalurkan kredit sejalan dengan ekonomi yang semakin
pulih.
Bila 12 saham ini dilihat dari bobotnya di IHSG, maka hanyalah mewakili 20% dari bobot
IHSG. Namun apabila dilihat dari sektornya, saham pilihan HD12 telah mewakili 9 dari 11
sektor saham di IHSG.
50
Cara Kami
Berinvestasi Saham
Cara berinvestasi setiap orang berbeda-beda, begitu juga dengan kami. Supaya kita
menjadi satu pemahaman dalam berinvestasi, pertama-tama kita bahas terlebih dulu
cara pandang kami dalam berinvestasi saham. Bagaimana style kami melihat risiko dan
peluang.
Sebagai tambahan, ekspektasi imbal hasil ini relevan dalam kondisi normal. Sementara
pada kondisi oversold seperti saat ini, risiko dan potensi imbal hasil dapat menjadi jauh
lebih besar.
Value Investor
Dalam berinvestasi, yang pertama-tama kami lihat adalah valuasinya, menarik atau tidak.
Kecenderungan kami adalah mencari saham yang mispriced. Baru setelahnya kami akan
mencari tahu kenapa saham ini mispriced.
Akankah saham ini kembali naik ke harga wajarnya atau bahkan naik lebih tinggi nantinya.
Apa katalis yang berpotensi menggerakan harga sahamnya.
Karena cara berinvestasi kami yang melawan arah (kami membeli ketika yang lain
menjual), maka bersiap-siaplah untuk mengencangkan ikat pinggang. Tahan napas
panjang, cause it’s gonna be a long game.
51
Buy & Hold
Gaya investasi kami selanjutnya adalah beli dan tahan untuk jangka waktu yang panjang.
Apabila saham tersebut turun, kami akan membeli lebih banyak karena kami percaya
pada waktunya saham ini akan naik. Selama periode ini umumnya kami akan menahannya,
jarang untuk diperjualbelikan. Karena setelah belasan tahun di pasar modal, kami
memahami rasio kesuksesan dalam trading itu rendah.
Gaya berinvestasi kami membosankan. Saran kami, kalau mau yang seru ya ke Marina
Bay Sands saja.
High Conviction
Haram bagi kami berinvestasi pada banyak saham. Kami lebih memilih berinvestasi hanya
pada 3 saham, dan maksimal berinvestasi memiliki 10 saham. Begini pertimbangan kami:
Apabila diasumsikan kita membeli hingga 25 saham, masing-masing 4% dari total dana
kita. Pertama, jelas pusing untuk memperhatikan sebanyak itu portofolio saham.
Kedua, bila salah satu saham naik 50%, itu cuma memberikan 2% imbal hasil dari total
dana investasi kita, tidak akan terasa dan tidak akan memberikan pengaruh signifikan.
Bandingkan dengan saham yang naik 30% dan kita memilikinya 30% dari total portofolio,
itu artinya memberikan imbal hasil 9% terhadap total dana investasi kita.
52
Cara pandang ini relevan pada saham-saham pilihan kami yang masuk kategori mid-small
cap undervalue. Para pembaca dapat membaca lebih jelas dari pembahasan kami pada
setiap sahamnya.
Mengukur Risiko
Ketika kami mempertimbangkan berinvestasi pada saham yang bukan blue chip dan
untuk tujuan jangka panjang, maka kami membutuhkan buffer (bantalan). Kalau investor
properti buffer-nya adalah yield dari harga sewa, untuk saham buffer tersebut adalah
dividen yield yang memadai. Baru setelahnya Price to Earning ratio (P/E) dan Good
Corporate Governance.
---
Kami berharap, setelah membaca cara berinvestasi ini tidak ada lagi yang bertanya IHSG
atau saham X besok mau ke harga berapa. Karena tidak ada yang tahu!
Kami memulai dengan target yang realistis. Apabila dimisalkan deposito bisa
mendapatkan keuntungan bersih 6% setahun setelah dipotong pajak, pendapatan tetap
paling bagus di angka 10% setahun, sementara investasi sebagai pemberi pinjaman di
platform peer to peer lending yang baru dengan imbal hasil belasan persen sudah mulai
terjadi gagal bayar belakangan ini, maka menargetkan 30% itupun sebenarnya sudah 3x
lipatnya investasi di instrumen lain.
Lagipula, kapan IHSG pernah naik sampai 30%? Cuma 10 tahun sekali rasanya. :D
Namun, kalau ternyata saham pilihan RSU bisa naik lebih dari itu bahkan 100% dalam
kurang dari setahun, ya kita syukuri saja.
Kami cukup sering menjual saham yang sudah untung 30% lebih dan kemudian masih
53
naik lagi 50%. Karena kami adalah value investor, sulit untuk mencari pembenaran untuk
tetap memiliki saham yang bagi kami valuasinya sudah mahal.
Tenang saja, walaupun kami tidak bisa ilmu sihir yang bisa memberitahu IHSG besok
mau ke level berapa, e-Book ini akan membahas potensi imbal hasil dan risikonya dalam
summary di bab selanjutnya. Untuk lebih spesifik, ada pada bahasan setiap saham.
Setidaknya, setelah membaca cara berinvestasi ini harapan kami para pembaca dapat
memahami rule of the game cara kami berinvestasi. So that we can board the same boat.
54
12 Saham
Haloduit
55
Daftar 12 saham di atas adalah pilihan HD-12 edisi Desember 2021. Kami menambahkan
empat saham baru, yaitu HEAL, BRIS, BUKA, PWON. Sementara lima saham kami
keluarkan dari daftar yaitu GGRM, EMTK, MFMI, ARCI, JRPT.
Untuk lebih memudahkan melihat persepsi kami dalam memandang risiko saham dan
potensi imbal hasil yang dapat diberikan, kami memecahnya menjadi beberapa kategori.
Untuk kategori risk (risiko), karena kondisi ekonomi yang masih dalam status resesi, kami
lebih menitikberatkan pada risiko gagal bayar atau risiko bangkrut.
Sementara, untuk kategori rewards atau return, pada kategori sedang kami
mengasumsikan akan bertumbuh lebih tinggi dari IHSG, sementara untuk kategori tinggi
kami asumsikan dapat bertumbuh 30% dalam satu tahun atau double dalam 3 tahun.
Pembahasan ketiga belas saham ini kami pecah menjadi beberapa segmen, yaitu segmen
saham new economy, growth, undervalue, dan blue chip.
New economy sendiri tidak berarti harus saham teknologi, tapi lebih penekanan pada
emiten yang diuntungkan dari transformasi ini.
Saat ini ketiga saham yaitu TLKM, BUKA, dan BRIS merupakan proxy kami sebagai
saham yang menjadi bagian dari The New Economy. TLKM sebagai representasi saham
blue chip, sementara BUKA adalah e-commerce yang merupakan unicorn pertama yang
56
melantai di bursa. Kami juga memasukkan Bank BSI Syariah (BRIS) dalam ekonomi atas
pertimbangan segmen pasarnya pengembangan industri halal yang merupakan sunrise
industry.
Saham Growth
Untuk kategori saham growth kami memasukkan dua yaitu saham MAPA dan HEAL.
Biasanya saham yang masuk kategori ini memiliki valuasi P/E yang lebih mahal karena
dipercaya akan bertumbuh berkali-kali lipat dari pencapaiannya saat ini.
Karena valuasinya yang premium, maka sulit untuk mengharapkan dividen besar dari
saham ini. Di samping karena harga pembaginya yang terlalu besar (premium), kebutuhan
untuk belanja modal sedang tinggi-tingginya memanfaatkan momentum pertumbuhan
Pada saham MAPA, sepatu olahraga bermerek saat ini merupakan bagian dari gaya hidup
dan akan semakin meningkat dengan kesadaran untuk hidup sehat.
Filosofi investasi kami utamanya ada pada saham kategori ini. Saham yang sudah under
value alias murah. Sementara terdapat buffer dividend yield yang besar, sehingga apabila
saham belum ditarik naik, kita masih mendapatkan keuntungan dari besarnya dividen
yang dibagikan.
57
Saham–saham yang menurut kami masih under value, yang apabila pemiliknya
memutuskan menjual perusahaan hari ini dan saat ini juga, maka harga jual akan di atas
harga pasarnya adalah PTBA, PTPP, dan WTON.
Berbeda dengan saham lainnya, saham blue chip adalah saham yang dimiliki banyak
institusi besar, terutama para investor asing. Akibat besarnya eksposur pada investor
institusi, saham–saham ini memiliki korelasi tinggi pada IHSG. Bila IHSG sedang berada
pada fase koreksi, maka saham ini akan ikut terseret, begitu juga sebaliknya.
Untuk saham blue chip ini kami memilih lima perusahaan, yaitu Bank Mandiri (BMRI),
Pakuwon (PWON), Indofood CBP (ICBP), Bank BRI (BBRI), dan Telekomunikasi Indonesia
(TLKM).
Dengan ekspektasi foreign inflow akan kembali di akhir 2021, maka dana tersebut akan
terkosentrasi pada saham–saham blue chip seperti 5 nama di atas.
58
59
60
ICBP
Dahulu masa pertama kali kami mengenal dunia investasi saham di tahun 2008
momentumnya bertepatan dengan terjadinya krisis subprime mortgages yang
menyebabkan indeks–indeks saham dunia rontok. Pada periode itu saham yang berhasil
bertahan dari penurunan tajam adalah saham yang bersifat defensif dimana umumnya
merupakan sektor konsumsi.
Kekebalan terhadap krisis membuat saham yang bergerak di sektor konsumsi ini menjadi
primadona dan dipandang sebagai pilihan paling aman untuk berinvestasi jangka panjang.
Ketika itu kami sering “didongengkan” oleh para ahli saham atau mendengar cerita di
media tentang seorang ayah yang memberikan warisan kepada anaknya dalam bentuk
saham.
Saham yang hendak diwariskan tersebut merupakan saham yang dikumpulkan sang
ayah sedikit demi sedikit sejak usia muda. Kemudian ketika saham tersebut diwariskan
sudahlah bernilai sangat besar mengalami kenaikan hingga ribuan persen. Dari saham
61
tersebut sang anak cukup mengambil dividen saja dari saham tersebut untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Saham tersebut adalah Unilever.
Selama beberapa tahun pasca krisis subprime mortgage 2008 dapat dikatakan saham
Unilever adalah primadonanya bursa, jauh mengungguli kinerja IHSG. Terhitung awal
2009 hingga pertengahan 2011 Unilever naik 195% sementara IHSG hanya naik 91%,
selisihnya sampai 100%!!!
Cerita saham warisan itu cocok dipakai hingga puncaknya pada 2011. Pada tahun 2015
pun sebenarnya saham Unilever juga kembali kebal terhadap koreksi IHSG, namun dilihat
secara fundamental perlahan–lahan pertumbuhan kinerjanya mulai melambat.
Setelahnya, sejak awal 2016 saham Unilever mulai menjadi pesakitan, dimana harga saham
hingga akhir 2021 malah mengalami penurunan -42% dibandingkan IHSG yang sebaliknya
naik 47% selama periode yang sama. Penurunan ini dijustifikasi atas penurunan kinerja
62
perusahaan ini. Penjualan relatif flat selama 5 tahun terakhir, sementara laba bersih
malah terkoreksi -80%!!
Pasca terkoreksinya saham UNVR, turut berakhir juga dongeng indah tentang saham
warisan yang kebal krisis.
Yang menjadi pertanyaan kami saat ini, apakah sudah tidak ada lagi kandidat saham
warisan selanjutnya yang dapat menjadi the next Unilever?
Menentukan emiten dengan profil Unilever tentunya tidaklah mudah. Ini adalah
perusahaan yang berhasil bertahan puluhan tahun lamanya. Bahkan berhasil berkembang
sedemikian rupa sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dalam mencari kandidat saham warisan ini artinya kita harus mencari perusahaan
dengan brand yang kuat, yang kita percaya tetap menjadi salah satu yang terdepan
dalam beberapa dekade selanjutnya nanti. Waktu puluhan tahun merupakan waktu yang
63
panjang, banyak hal yang dapat terjadi dalam perjalanannya. Contoh saja seperti merek
jamu legendaris nyonya Meneer yang begitu terkenal, sekarang dapat berakhir dalam
kebangkrutan.
Namun bila harus memilih satu emiten di IHSG yang dikatakan layak menyandang status
the next Unilever, maka saham tersebut adalah ICBP, produsen Indomie yang merupakan
market leader mi instan di Indonesia.
Mungkin pemilihan saham ICBP sebagai the next UNVR menimbulkan pertanyaan bagi
kalian. Perusahaan mi instan yang sudah sebesar ini, penguasanya Indonesia, mau
tumbuh berapa banyak lagi?
Memang kalau kita mengharapkan emiten ini dapat naik 100x lipat seperti cerita saham
warisan UNVR dulu maka kami sanggah dulu, jelas mustahil! Tapi kalau kita berbicara
prospek, perusahaan mi instan ini memiliki banyak cerita untuk terus bertumbuh hingga
jauh ke depan.
Sebelum kita berbicara ke depan, kita lihat dulu apa yang telah terjadi ke belakang. Dilihat
dari kinerja historikal selama 5 tahun terakhir sampai sebelum terjadi krisis ditahun 2019,
ICBP mampu bertumbuh 112% jauh diatas UNVR yang hanya bertumbuh 29%.
Dan mungkin beberapa dari kalian tidaklah sadar, sejak 2019 penjualan dari ICBP sudah
berhasil menyamai Unilever sebesar Rp42 triliun dalam setahun. Itu pas tahun 2019
looh, apalagi sekarang dengan telah dimasukkannya Pinehill dalam ICBP yang membuat
penjualan tahunan sudah mencapai 55 triliun!!
64
Sumber: Stockbit
Besarnya belanja modal saat ini artinya ICBP memiliki ruang untuk meningkatkan dividen
payout ratio di masa depan, ketika pertumbuhan sudah melandai. Seperti halnya bila kita
menengok pada apa yang terjadi di UNVR pada tahun 2000 dimana masih memberikan
payout ratio sekitar 60%, namun sejak tahun 2002 dapat memberikan payout hingga
90% yang membuat dividen per lembar saham meningkat pesat.
Seperti telah kami bahas tadi, penjualan ICBP sejak 2019 telah berhasil menyalip UNVR.
Memang dari segi margin laba bersih ICBP dalam kondisi normal sebelum pandemi belum
65
sebaik UNVR, namun secara nominal ICBP sudah berhasil melampaui UNVR di mana
hingga Q3 2021 telah membukukan laba Rp7,7 triliun dibandingkan UNVR yang hanya
membukukan keuntungan Rp4,3 triliun.
Menurut kami ini tidak menjustifikasi nilai kapitalisasi pasar ICBP hanya dihargai Rp100
triliun, selisih jauh dengan UNVR yang sebesar Rp160 triliun. Padahal kita berbicara
perusahaan yang jauh lebih besar dan memiliki pertumbuhan lebih baik.
Menurut dugaan kami hal ini terjadi karena saat ini ICBP menjadi perusahaan yang sedikit
underowned, terpinggirkan karena bukan bisnis yang appealing ditambah isu pembelian
Pinehill yang terlalu mahal. Namun hanya soal waktu perusahaan ini akan dihargai pada
level yang lebih tinggi, kembali pada habitatnya.
Tanpa itu pun, bila kita membeli sahamnya saat ini dengan mengandalkan pertumbuhan
laba dan dividen, kita akan mendapatkan rata–rata imbal hasil double digit.
Berbicara ICBP maka kami masih harus tetap membahas kembali dampak dari mega
akuisisi Pinehill yang terjadi di 2020. Karena akuisisi ini memberikan dampak besar pada
keuangan ICBP, baik dari penjualan maupun peningkatan utang.
Pada 2020 kemarin ICBP melakukan mega akuisisi, dengan mencaplok perusahaan yang
terafiliasi yaitu Pinehill Company Limited (PCL).
Pinehill sendiri dapat dikatakan perusahaan milik Indomie juga, namun khususnya untuk
pangsa pasar luar negeri. Dengan pasar terbesarnya adalah Arab Saudi dan Nigeria.
Semenjak kami awal–awal masuk ke pasar modal, kami sering mendengar grup
konglomerasi ini suka melakukan akuisisi pada bisnis terafiliasinya sendiri pada harga
premium. Dan benar saja hal ini kembali terjadi saat mereka mengakuisisi Pinehill, yang
merupakan grup mereka sendiri juga.
66
Pada keterbukaan informasi perjanjian akuisisi Pinehill, disebutkan ICBP melakukan
akuisisi Pinehill senilai 3 miliar US Dollar atau sekitar 43 triliun Rupiah untuk kepemilikan
saham 100%.
Kemudian pada perjanjian terdapat klausul khusus apabila laba bersih Pinehill pada
2020 dan 2021 di bawah 128,5 juta US Dollar (1,8 triliun Rupiah) maka harga akuisisi akan
disesuaikan nantinya. Berdasarkan laba bersih terakhir Pinehill di 2019 sebesar 77 juta
US Dollar di 2019, selisih cukup jauh dari klausul untuk minimal laba bersih tersebut,
sayangnya kami tidak berhasil mendapatkan informasi lebih lengkap mengenai laporan
keuangan Pinehill dan tren historikalnya dari tahun ke tahun.
Angka ekspektasi rata-rata pertumbuhan Pinehill 20% dalam 5 tahun ke depan itu bisa
saja hanya narasi jual mimpi, namanya juga lagi jualan kan supaya disetujui? Akuisisi ini
disambut negatif oleh pasar yang menyebabkan harga saham ini sempat mengalami
terkoreksi dalam ketika berita akuisisi muncul di publik.
Dari Akuisisi Pinehill senilai 43 triliun Rupiah, sekitar 39 triliun Rupiahnya menggunakan
utang bank. Untuk kemudian dikonversi menjadi obligasi global.
Tapi kami menjadi bertanya–tanya, apakah benar akuisisi ini merugikan investor ICBP?
Kami mencoba menghitung kembali dari beban bunga yang harus dibayar ICBP pasca
akuisisi Pinehill. Diketahui dari hasi penerbitan USD global bond yang bernilai total sekitar
Rp40 triliun, dengan blended bunga 3,92% per tahunnya maka bunga yang harus dibayar
setiap tahun adalah Rp1,56 triliun. Dengan perjanjian pendapatan yang setidaknya Rp1,8
triliun hingga akhir tahun 2021, artinya ICBP memiliki kemampuan membayar hutang ini
dari pendapatan Pinehill, tanpa harus men-drag down pendapatan ICBP yang utama dari
pasar domestik. Kami percaya perjanjian ini juga hasil permintaan dari sindikasi bank
67
yang memberikan pinjaman. Karena selisih angka pendapatan dan beban bunga terlihat
cocok.
Hal yang perlu kita ingat, ICBP ini memiliki size 5x lebih besar dari Pinehill, dan grup Salim
ini merupakan pemilik mayoritas sebesar 80% sahamnya ICBP, ya masa iya mereka mau
bikin perusahaannya yang lebih gede jadi rugi?
Catatan lainnya yang menurut kami kurang diapresiasi adalah momentum akuisisi yang
dilakukan ICBP terjadi pada fase resesi dengan menggunakan pinjaman, di mana pada
periode ini bunga pinjaman bisa didapatkan serendah-rendahnya.
Contoh saja Inalum yang memiliki credit rating yang sama seperti ICBP, pada tahun
2020 menerbitkan surat utang dengan bunga lebih tinggi 1%. Itu 2020 saja udah turun
loohh bunganya, apalagi kalau dibandingkan tahun sebelumnya. Kita gunakan sajalah 1%
dari utang 39 triliunnya ICBP, itu nilainya 400 miliar Rupiah loohh setahun, gilee beneer
selisihnya.
Katalis ICBP
Berdasarkan data rilis laporan keuangan ICBP kuartal ketiga 2021, penjualan ICBP
mengalami peningkatan 25% YoY. Sementara laba bersih mengalami peningkatan 40%
dari Rp5,02 triliun menjadi Rp7,69 triliun.
Dengan laba per saham disetahunkan sebesar 651 maka di harga 8700 saham ICBP
diperdagangkan pada p/e 13x, valuasi yang sangat murah untuk perusahaan consumer
good.
Dengan besarnya skala aksi korporasi yang dilakukan ICBP pasca akuisisi Pinehill maka
yang dibutuhkan saham ICBP saat ini adalah kepastian pada kinerjanya.
Misalnya saja bagaimana dengan kontribusi pendapatan dari Pinehill pasca perjanjian
kontribusi laba sebesar Rp1,8 triliun berakhir di 2021, karena beban bunga obligasi yang
ditanggung ICBP setiap tahun setidaknya Rp1,5 triliun.
68
Lebih baiknya komunikasi dan transparansi ICBP dalam menunjukkan kinerja Pinehill
dan meyakinkan investor bahwa dengan kontribusi laba dari Pinehill lebih dari cukup
untuk untuk membayar beban hutang yang dimiliki saat ini akan menjadi katalis kuat
yang dapat membuat ICBP meningkat pesat pada valuasi perusahaan consumer good
yang sewajarnya.
Katalis selanjutnya bisa didapatkan dengan ditingkatkannya dividen payout ratio (DPR).
Dengan DPR ditingkatkan dari level saat ini sebesar 38% membuat saham ICBP menjadi
lebih menarik untuk dikoleksi secara jangka panjang.
Apabila kita melihatnya sampai yang terjadi sekarang, maka dapat dikatakan dampak
negatif lebih besar daripada positif. Harga saham terkoreksi dari level tertinggi di 12.500,
kemudian menjadi memiliki utang baru yang sangat besar Rp40 triliun dan bunga hutang
sebesar Rp1,6 triliun setiap tahunnya.
Namun apabila kita melihat untuk prospek perusahaan secara jangka panjang, akuisisi ini
sangat baik untuk meningkatkan kembali prospek pertumbuhan dalam jangka panjang.
Skala pertumbuhan yang dimiliki ICBP tidak lagi hanya untuk pasar domestik, namun
untuk pasar global yang sangat besar.
Bukankah kita investor lokal sangat haus memiliki investasi dengan bisnis yang memiliki
pasar global? Dengan masuknya Pinehill ini kita menjadi memiliki pilihan tersebut.
Berita positifnya kalau tidak ada akuisisi ini, kecil kesempatan untuk kita dapat membeli
saham perusahaan ini pada harga di bawah 10.000, dimana hanya diperdagangkan pada
level belasan kali p/e. Harga yang sangat murah untuk perusahaan dengan super brand
dan memiliki tren pertumbuhan penjualan masih sangat baik.
69
Untuk perbandingan mari kita lihat valuasi pada Unilever dan perusahaan consumer
good skala global seperti Nestle, Coca Cola, P&G. Rata–rata perusahaan consumer good
dengan brand global ini diperdagangkan pada valuasi 25 – 27x p/e.
Dengan melihat tingginya pertumbuhan penjualan pada ICBP dan kekuatan brand yang
dimiliki, harga saham ICBP saat ini diperdagangkan pada valuasi diskon secara signifikan
bila dibandingkan saham consumer good global.
Satu–satunya perbedaan mencolok terlihat pada dividen payout ratio ICBP yang lebih
kecil. Namun hal ini wajar karena ICBP masih memiliki rasio belanja modal besar untuk
mengoptimalkan momentum pertumbuhan penjualan yang tinggi.
Tidak perlu untuk meningkatkan asumsi pertumbuhan dari ICBP, saham ini memiliki
upside yang besar dengan potensi kenaikan dari harga saham ini untuk kembali ke valuasi
yang normal seperti saham consumer good lainnya, setidaknya pada level 20x p/e.
70
Berbeda dengan perusahaan cyclical yang penuh pasang surut, perusahaan consumer
memiliki margin laba yang lebih besar, sustainability dan konsistensi dalam jangka
panjang sehingga sudah sewajarnya dihargai dengan valuasi yang lebih mahal.
Terakhir jangan lupa perusahaan profitable ini diraih dengan jualan mi instan seharga
Rp2500, sepertiga harganya mi instan asal Korea Selatan Shin Ramyun.
71
72
PTBA
Dalam beberapa waktu terakhir kita disuguhi berita penanganan iklim dari kesepakatan
negara–negara besar dunia dalam membuat blue print zero carbon pada meeting KTT
COP26 di Glasgow. Sejatinya menetapkan tanggal zero carbon sama saja dengan
menetapkan tanggal kematian industri batubara.
Ditetapkannya tanggal kematian ini direspon dengan aksi jual saham batubara oleh
broker asing di bursa. Berita–berita yang rilis pun tidak kalah heboh dalam menceritakan
kiamat batubara yang sudah dekat.
Sebelum kita membahas tentang kiamat batubara mari kita ketahui terlebih dahulu apa
yang terjadi selama beberapa bulan ini.
73
Apa yang terjadi di lapangan beberapa waktu ini menunjukkan hal yang kontradiktif dari
apa yang direncanakan. Usaha para pemimpin dunia dalam mengurangi emisi karbon
dengan menurunkan suplai sumber energi yang menggunakan fosil malah menjadi
bumerang.
Pemulihan ekonomi yang jauh lebih cepat dari ekspektasi membuat kebutuhan energi
sangat tinggi. Sayangnya sumber Energi Terbarukan (EBT) saat ini belum mampu
mensubstitusi suplai dari sumber energi fosil seperti minyak dan batubara. Akibatnya
harga komoditi berbasis fosil ini malah meroket!!
Harga batubara yang sebenarnya sudah di level menguntungkan pada harga jual 75 – 80
USD/ton, naik hingga menyentuh rekor 269 USD/ton di awal Oktober!!
Dampaknya proyeksi pasar untuk laba bersih PTBA di tahun 2021 sebesar Rp3 triliun
dapat diraih hanya dalam 3 bulan saja di kuartal III 2021 ini. Memang saat ini di pertengahan
November harga batubara perlahan-lahan telah turun menjadi 150 USD/ton. Namun
harga jual saat ini pun masih luar biasa tinggi. Level harga yang dulunya membuat semua
orang latah ingin menjadi pengusaha batubara!!
74
Namun walaupun begitu, kami percaya harga yang terlalu tinggi saat ini tidaklah sustain
dalam jangka panjang. Alasan dasar pembangkit listrik menggunakan batubara adalah
karena harganya yang murah. Maka bila harga batubara tinggi seperti sekarang, tidak
ada lagi justifikasi untuk tetap menggunakan batubara. Idealnya harga batubara
diperdagangkan pada level di bawah 100 usd/ton. Kami percaya perlahan–lahan harga ini
akan turun seiring pulihnya suplai.
Masifnya berita tentang kiamat batubara dan target pengurangan emisi secara bertahap
menyebabkan mispersepsi terhadap gambaran lengkap prospek batubara yang
sesungguhnya.
Memang betul Pemerintah berencana menargetkan nol emisi karbon di 2060, dan mulai
akan mengurangi penggunaan PLTU sebesar 1 Gigawatt di 2030. Itu adalah headline yang
kerap kita dengar.
Namun hal yang kita tidak dengar adalah bahwa dari saat ini hingga 10 tahun ke depan
berdasarkan kajian PLN justru konsumsi batubara Indonesia masih akan meningkat,
bahkan pertumbuhannya mencapai 50%!! Peningkatan ini dikontribusikan oleh
peningkatan utilisasi PLTU dan selesai dibangunnya PLTU yang saat ini sedang dalam
tahap pembangunan.
Fakta selanjutnya yang belum kita dengar adalah setelah bertumbuh hingga mencapai
50% dalam 10 tahun ke depan, untuk kembali ke level produksi 2021 saat ini, itu baru
terjadi mendekati tahun 2040 atau 20 tahun dari sekarang.
Seperti dapat kita lihat dalam chart. Apabila kita asumsikan penggunaan PLTU di 2021
adalah 100%. Maka setelah meningkat dalam 10 tahun ke depan, baru akan kembali ke
level 100% mendekati tahun 2040, hampir 20 tahun dari sekarang.
75
Ket: Data diambil dari berbagai sumber
Sementara bila Indonesia menjanjikan sudah bebas emisi di 2060, maka China, konsumen
batubara terbesar di dunia mengatakan masih akan tetap menggunakannya namun
maksimal 20% dari seluruh pembangkit listrik yang dimiliki. Kemudian India konsumen
terbesar kedua menjanjikan bebas emisi di 2070, 10 tahun lebih lama dari Indonesia.
Dilihat dari komitmen kedua konsumen terbesar batubara dunia yang bahkan lebih lama
dari Indonesia memberikan gambaran kurva penggunaan batubara yang akan seperti
Indonesia, akan meningkat dulu setidaknya hingga satu dekade dari sekarang, baru
setelahnya berkurang perlahan-lahan secara gradual. Artinya selain pasar domestik,
pasar ekspor pun masih akan tetap besar dalam belasan tahun dari sekarang.
Hal menarik yang kurang diekspos adalah, secara historikal puncak penggunaan batubara
pada suatu negara adalah ketika pendapatan per kapitanya di level USD 20.000 per tahun.
Baru setelahnya perlahan-lahan penggunaannya menurun, mulai beralih menggunakan
Energi Baru Terbarukan (EBT) yang lebih mahal namun ramah lingkungan.
76
Dapat kita artikan setelah negara sudah kaya, barulah lebih leluasa untuk menggunakan
EBT yang lebih mahal karena memiliki budget yang sudah mencukupi.
Dengan besarnya gap GDP per kapita antara negara–negara maju di Eropa dengan negara
berkembang, tentu perencanaan bebas emisi tidak dapat diperlakukan sama. Hal inilah
yang membuat Perdana Menteri India dan Menteri Keuangan Indonesia memprotes.
Apabila memaksa untuk mempercepat bebas emisi maka harus sejalan dengan support
pendanaan. Karena untuk mempercepat penutupan PLTU untuk kemudian digantikan
EBT membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Kiamat batubara di Indonesia mungkin memang masih jauh 40 tahun lagi. Namun kiamat
investor asing pada kepemilikan saham batubara sepertinya dapat terjadi lebih cepat.
77
Dukungan kebijakan industri finansial yang menstop suport pada perusahaan penghasil
emisi ini semakin meluas termasuk salah satunya dengan mengeluarkan daftar saham–
saham tidak ramah lingkungan pada indeks basket belanja saham.
Implikasi dari kebijakan ini membuat saham batubara semakin ditinggalkan oleh investor
asing dan menyebabkan tekanan jual yang tinggi.
Kondisi inilah yang menyebabkan harga saham batubara mengalami tekanan jual hebat
walaupun sudah diperdagangkan valuasi yang sangat murah, sekitar 5x p/e jauh lebih
rendah dari rata–rata saham di IHSG yang setidaknya diperdagangkan pada p/e belasan.
Namun walaupun begitu sebagai seorang value investor yang memberikan penekanan
pada fundamental kita justru dapat melihat peluang dari noise yang terjadi akibat aksi
jual yang berlebihan.
Turunnya harga batubara dari harga jual di 250 USD/Ton menjadi sekitar 150 USD/Ton
hingga di awal Desember ini bukanlah berita buruk. Penurunan harga tersebut sudah
sewajarnya karena berada dalam level abnormal, bahkan di harga jual saat ini masih luar
biasa tinggi dan sangat menguntungkan bagi produsen batubara.
Faktor lain yang menyebabkan saham PTBA khususnya tertinggal dibandingkan saham
batubara lain disebabkan karena emiten baru saja melepas saham treasury pada
harga 2.280 senilai Rp598 miliar kepada investor institusi. Dengan harga riil dipasar
diperdagangkan jauh diatas harga saham treasury, wajar saja bila sang pembeli langsung
merealisasikan keuntungan yang memberikan imbal hasil hingga puluhan persen.
Negatifnya karena ada aksi ambil untung dengan size sebesar setengah triliun lebih
menyebabkan terjadi tekanan jual tambahan pada saham PTBA.
Hal–hal di atas adalah noise yang mempengaruhi harga saham, bukan pada
fundamentalnya. Kinerja emiten batubara yang sangat bagus termasuk PTBA,
diperdagangkan pada p/e 5x merupakan fundamental perusahaan. Dengan potensi
78
dividen besar yang akan diberikan nantinya adalah wujud nyata dari fundamental
yang sangat bagus, diperdagangkan pada level extremely low akibat noise pasar.
Ditambah lagi PTBA memiliki prospek pertumbuhan volume dalam beberapa tahun ke
depan, berbeda dengan perusahaan batubara lainnya.
2. Harga jual batu bara di pasar domestik lebih stabil. Seperti sudah diutarakan
sebelumnya, sudah menjadi rahasia umum, ketika harga spot batu bara naik maka
harga jual ekspor naik lebih pesat daripada domestik. Namun sebaliknya, ketika
harga jatuh harga batu bara untuk ekspor juga jatuh lebih dalam. Dengan mayoritas
pasar domestik, PTBA menikmati keuntungan harga jual yang lebih stabil, namun
juga dapat fleksibel memanfaatkan momentum ketika harga jual sedang bagus.
Contoh saja diakhir 2021 ini ketika harga batubara rally, alokasi penjualan PTBA
kepasar ekspor meningkat pesat dari 31% menjadi 47%.
79
adalah yang terbesar di Indonesia. Fakta ini menunjukkan prospek pertumbuhan
volume produksi yang masih sangat menarik untuk PTBA dengan memanfaatkan
peningkatan kapasitas PLTU hingga 2030.
4. Mega proyek PLTU Bangko Tengah 2 x 620 MW. Pembangunan PLTU mulut tambang
ini diproyeksikan selesai dibangun pada kuartal II tahun 2022. Dari kepemilikannya
di PLTU ini berpotensi menambah pemasukan PTBA 6%-7%. Apalagi ditambah
dengan kebutuhan batu bara baru sebanyak 5,4 juta ton pertahunnya akan
meningkatkan volume penjualan hingga 20%.
Persepsi ini membuat PTBA menjadi terlihat kurang menarik di mata investor, dipandang
akan mendapatkan dampak perubahan yang lebih rendah dari kenaikan harga jual
batubara. Apalagi dengan statusnya sebagai BUMN dikhawatirkan PTBA dipaksa untuk
tetap menjual batubaranya ke PLN.
80
Namun rilis kinerja kuartal tiga menunjukkan kinerja PTBA mengalami kenaikan yang luar
biasa. Mencapai 1,3x lipat dibanding kuartal sebelumnya, dan 6x kali lipat dibandingkan
satu tahun lalu. PTBA juga mampu meningkatkan produksi hingga kuartal ketiga ini 18%
lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Saat ini di harga 2700 PTBA diperdagangkan pada P/E hanya 4,5x, valuasi yang sangat
rendah dibandingkan historikalnya. Dan walaupun harga batubara perlahan akan turun
ke level normal, PTBA memiliki outlook peningkatan volume dalam beberapa tahun ke
depan.
Katalis PTBA
Sebagaimana telah kami bahas pada edisi sebelumnya. Saham batubara merupakan
saham–saham yang memberikan dividen sangat besar. Dalam hal ini tidak terkecuali
PTBA, emiten batubara yang dimiliki Pemerintah melalui induk holding tambang Inalum.
Kecuali 2020 terdampak krisis dan kinerja yang turun, selama 3 tahun sebelumnya PTBA
membagikan rata–rata 84% dari total laba bersihnya sebagai dividen (dividen payout
ratio). Dengan saat ini kinerja PTBA meroket ditopang harga batubara dan pulihnya
produksi, PTBA berpotensi memberikan dividen yang sama besarnya seperti sebelum
terjadi resesi.
Dengan Inalum Holding tambang yang menaungi PTBA memiliki tanggung jawab
membayar bunga obligasi yang sangat besar yaitu Rp3 triliun setiap tahunnya, dan
obligasi yang akan jatuh tempo sebesar 1 miliar USD di 2023, maka holding PTBA ini
sangat membutuhkan pendanaan dari dividen yang diberikan PTBA, dimana di 2021
dapat membagikan dividen hingga 6 triliun bila dilihat dari rata–rata rasio DPR.
Menteri BUMN sendiri sudah menyuarakan supaya BUMN memberikan dividen sebesar–
besarnya membantu pendanaan Pemerintah yang memiliki tantangan besar pada kondisi
resesi sekarang ini.
81
Untuk mengetahui seberapa menariknya dividen dari saham PTBA kami membuat
proyeksi hingga 5 tahun ke depan di tahun 2026. Manajamen PTBA memproyeksikan
volume produksi PTBA akan meningkat antara 48 sampai 60 juta ton pertahunnya di
2026.
Dengan menggunakan asumsi harga jual batubara average 2017 – 2020, kami dapatkan
pada level harga 2700 investor dalam 6 tahun ke depan akan mendapatkan dividen
sebesar 107%, dan bila kita panjangkan hingga 10 tahun ke depan akan mencapai 195%
atau 2x lipat!!
Angka perolehan dividen ini jelas angka yang luar biasa. Bila kami asumsikan harga
saham tidak ke mana-mana saja keuntungan dari dividen yang didapat akan sangat luar
biasa. Namun berdasarkan pengalaman kami, bila dividen yield yang diberikan di atas
bunga risk free rate, umumnya harga saham akan ditarik naik. Menarik untuk kita tunggu,
apakah this time it’s different?
Katalis selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah selesai dibangunnya PLTU Bangko
Tengah dengan kapasitas 2 x 620 MW. Untuk yang tidak terlalu familiar, bisa kami katakan
ini adalah PLTU yang sangat besar. Bandingkan saja dengan PLTU terbesar yang dimiliki
PTBA saat ini Banjarsari hanya memiliki kapasitas 2 x 135 MW.
82
Risk & Rewards PTBA
Dalam melakukan value investing salah satu buffer utama kami sebagai margin of safety
adalah dari dividen yield saham yang diberikan. Dengan saat ini PTBA diperdagangkan
pada 4,5x p/e 2021 membuat emiten ini dapat memberikan dividen yield hingga 17%.
Dari pengalaman kami melihat saham yang memberikan dividen yield 10% ketika bunga
deposito 7% saja mendapatkan respon luar biasa positif, apalagi dengan potensi dividen
yang diberikan 2022 nanti.
Jangan lupakan juga Inalum menambah saham PTBA di harga 3500, sekitar 30% lebih
tinggi dari saat ini. Dengan besarnya uang yang sudah dikeluarkan oleh Inalum, tentu
pemerintah memiliki kewajiban untuk menjustifikasi penambahan saham ini dengan
memaksimalkan kinerja dari PTBA dan mengharapkan besaran dividen untuk membayar
kewajiban dari obligasi yang diterbitkan.
Karena tren new economy dan masifnya berita kiamat batubara membuat saham batubara
terpinggirkan, diperdagangkan pada valuasi yang sangat rendah. Bila kita melihat kinerja
seperti saat ini 3 tahun lalu, rasanya tidak sulit harga saham ini sudah menembus harga
5000, menciptakan rekor harga tertinggi baru sejalan dengan kinerjanya.
Namun walaupun untuk mencetak rekor harga tertinggi baru sangatlah jauh, dengan
potensi dividen yield hingga 17% dan pertumbuhan volume produksi 11% setiap tahunnya,
sudah sewajarnya harga saham PTBA diperdagangkan di atas dari harga beli Inalum.
83
84
85
MAPA
Dalam ekonomi yang berjalan sekarang ini, resesi ekonomi merupakan bagian yang tidak
bisa ditinggalkan. Ekonomi yang dijalankan atas persaingan bebas yang membiarkan
pasar bekerja atas dasar supply & demand menyebabkan ekonomi berjalan bagaikan
sebuah siklus besar. Dari fase terbaiknya ketika memasuki fase ekspansi hingga fase
terburuknya ketika terpuruk dalam resesi untuk mengembalikan supply & demand pada
titik ekuilibrium.
Sebagai fase paling rendah dalam siklus ekonomi, resesi merupakan periode paling
menyakitkan bagi masyarakat. Namun walaupun begitu dapat dikatakan resesi merupakan
bagian yang paling banyak membuat masyarakat belajar, melakukan perubahan dan
beradaptasi.
Contoh dampak dari krisis yang terjadi sekarang yang berakar pada masalah kesehatan.
Dulu untuk melakukan meeting yang hanya membutuhkan waktu beberapa jam, orang
harus berpergian menghadirinya keluar kota menghabiskan banyak waktu dan biaya di
perjalanan.
86
Sekarang kita telah terbiasa menggunakan Zoom atau Webex untuk meeting, tidak harus
lagi kita melakukan pertemuan secara langsung. Adaptasi ini membuat cara kerja yang
jauh lebih efisien. Tanpa adanya krisis saat ini, masyarakat akan tetap enggan untuk
melakukan meeting secara online.
Krisis memaksa kita beradaptasi untuk melakukan segala aktivitas secara online.
Walaupun perlahan–lahan ekonomi akan pulih kembali normal, masyarakat yang
merasakan manfaat dari aktivitas secara online ini akan tetap melanjutkannya kebiasaan
tersebut.Setiap krisis menciptakan perubahan–perubahan besar yang fundamental.
Perusahaan yang mampu bertahan dan berkembang adalah perusahaan yang sesuai
dengan kebutuhan perubahan tersebut dan juga mampu beradaptasi. Misalnya saja saat
ini masyarakat Indonesia didominasi oleh masyarakat berusia muda.
Pandemi ini menyebabkan masyarakat semakin sadar akan kebutuhan olahraga. Dengan
posisi Indonesia yang sudah menjadi negara kelas menengah membuat masyarakat
sudah memiliki daya beli atas produk–produk olahraga berkualitas premium dengan
harga yang sesuai kualitasnya.
Namun tidak terbatas hanya positioning masyarakat muda yang menyadari pentingnya
olahraga. Pandemi memaksa masyarakat untuk bekerja secara online dan berbelanja
pun juga secara online. Oleh karenanya diperlukan channel online distribution yang baik,
termasuk aplikasi online sendiri yang memberikan user experience yang baik sehingga
membuat masyarakat merasa nyaman berbelanja secara online.
Dengan tingkat saving rate masyarakat Indonesia lebih tinggi dari periode sebelum
pandemi menunjukkan bahwa sebenarnya masyarakat memiliki daya beli yang besar,
namun masih menahan belanja akibat pandemi yang berkepanjangan. Maka ketika
pandemi benar–benar dapat diatasi dan ekonomi dapat berjalan pulih kembali sektor
ritel yang merupakan favoritnya masyarakatnya Indonesia akan menjadi salah satu yang
paling diuntungkan. Tentu saja salah satu emiten tersebut adalah MAPA.
87
Net Loss Q3 Akibat Gelombang Pandemi II
Belajar dari pengalaman akhir tahun lalu ketika tingkat keyakinan memuncak akan
pemulihan ekonomi dan kesehatan, di mana hanya untuk dibuyarkan kembali oleh
pandemi gelombang kedua di Indonesia yang lebih besar di pertengahan tahun 2021.
Maka kami lebih berhati–hati untuk menetapkan ekspektasi, apalagi dengan melihat
perkembangan di negara Eropa saat ini tingkat kasus harian kembali meningkat, walaupun
kasus kematian sudah lebih rendah karena rata–rata masyarakatnya sudah divaksin.
Walapun begitu kami tetap optimis dengan sudah separuh masyarakat Indonesia
mendapatkan vaksin tahap pertama setidaknya, dampak risiko kematian dari pandemi
menjadi lebih teratasi. Dilihat dari kasus pandemi besar 100 tahun lalu flu spanyol, data
menunjukkan pandemi tersebut berhasil teratasi setelah memakan waktu 2 tahun, sama
seperti sekarang pandemi telah berjalan hampir 2 tahun lamanya sejak pertama kali
ditemukan di China.
88
Sebagaimana awal ketertarikan kami pada emiten MAPA karena merupakan produk
kalangan kelas menengah dan atas. Maka alasan kami tetap memilih MAPA sebagai
salah satu saham yang menarik di 2022 karena segmen produknya untuk kalangan kelas
menengah usia muda.
Hingga semester pertama 2021 sebenarnya MAPA sudah menunjukkan progress yang
sangat baik. Penjualan sudah meningkat menjadi Rp2,86 triliun dan membukukan laba
bersih Rp92 miliar. Namun sayangnya karena terjadinya pandemi gelombang kedua di
mana mal di Jakarta ditutup selama 1,5 bulan membuat penjualan pada kuartal ketiga
kembali turun drastis, bahkan menyebabkan rugi bersih Rp -107 miliar.
89
Ini sejalan dengan tiga bisnis utama perusahaan: sports, leisure dan kids. Dari tiga lini
bisnis ini, MAPA pun membagi value proposition-nya ke dalam 4 kuadran yang semuanya
dilayani oleh brand-brand miliknya sebagai berikut:
Dengan lebih dari 40 brands yang ada di dalam kendali MAPA sebagai berikut (sumber:
laporan tahunan 2020):
90
Dengan begitu banyaknya brand di bawah kendalinya, MAPA memiliki tujuan untuk menjadi
penguasa di kawasan ASEAN. Dan hal ini diwujudkan dengan langkah yang mereka ambil
semester kedua tahun 2020 lalu.
Sebagai langkah untuk dapat me-manage dan memasarkan brand-brand besar ini di
kawasan ASEAN, perusahaan pun bergerak ke negara-negara yang memiliki demografi
penduduk tinggi dengan fundamental GDP yang kuat. Dan sebagai salah satu langkahnya,
di tahun 2020, MAPA mengakuisisi MAP Active Ltd di Thailand dari MAPI, induk usahanya.
Akuisisi ini untuk men-streamline-kan bisnis branded retail di bawah bendera MAPA.
Selain itu, di periode yang sama, MAPA melakukan akuisisi New Golden Heritage Pte.
Ltd. Philippines yang merupakan pemegang saham dan pengendali Planet Sports Inc.
Philippines. Dengan demikian, MAPA semakin mengukuhkan kehadirannya sebagai
pemain ritel besar dengan berbagai brands dalam genggamannya.
Dengan demikian, di tahun 2020, MAPA mencatatkan sudah mengoperasikan 1.115 toko
di 78 kota di Indonesia. Termasuk di dalamnya 7 toko dan 8 SIS di Vietnam, 3 toko dan 186
SIS di Thailand dan yang terakhir 60 toko dan 141 SIS si Philippines. Ini belum termasuk
jaringan distribusi dalam jaringan yang juga sudah diaktifkan oleh perusahaan. Hasilnya,
91
di semester pertama 2021, penjualan jalur online mencatatkan penjualan tertinggi di
mana mencapai 12% dari total penjualan. Ini dicapai dengan 4 toko multibrand dan 8 toko
monobrand yang dioperasikannya.
Katalis MAPA
Bila kita perhatikan pergerakan saham MAPA selama satu tahun terakhir, maka harga
saham merefleksikan apa yang terjadi pada bisnis perusahaan ini dan ekspetasinya.
Satu tahun lalu ketika pasar meyakini ekonomi akan segera pulih dan bisnis akan
kembali berjalan normal, harga saham turut mengalami kenaikan signifikan dari harga
terendahnya di 1575 naik hingga mendekati 3000 di akhir Desember. Dan benar saja,
kinerja MAPA benar–benar mengalami pemulihan selama semester pertama 2021, di
mana perusahaan sudah berhasil kembali membukukan laba.
Namun setelahnya pandemi gelombang kedua yang menciptakan rekor tingkat kasus
harian dan kematian benar–benar memberikan dampak negatif pada MAPA. Harga saham
kembali terkoreksi hingga kembali ke level terendahnya seperti pada 2020 di range harga
1500. Dampak pandemi gelombang kedua yang memaksa pemerintah melakukan semi
lockdown benar–benar memukul kinerja MAPA di mana laba kuartal ketiga terjun bebas
hingga menyebabkan perusahaan kembali mengalami kerugian.
92
Dengan saat ini tingkat kasus telah turun signifikan dan mal kembali dibuka, harga saham
MAPA pulih hingga sempat menyentuh 3200 seperti harga pada akhir tahun lalu, namun
setelahnya perlahan-lahan turun ke 2500.
Dengan profile bisnisnya memegang hampir semua produk bermerek untuk peralatan
olahraganya kita, MAPA tidak memerlukan ekspansi agresif menambah toko untuk
mengembangkan bisnisnya. Pertumbuhan melalui organic growth menjanjikan prospek
pertumbuhan yang berkualitas.
Semakin baik ekonomi kita semakin mapan masyarakatnya, maka kami meyakini MAPA
akan ikut menjadi bagiannya riding the wave.
Untuk mengukur mahal murahnya valuasi MAPA mari kita lihat kinerja sebelum krisis
rata–rata pertumbuhan penjualan hampir 20% setiap tahunnya, angka yang luar biasa.
Sementara pada 2019 berhasil membukukan eps 243. Bila kami menggunakan laba
historikal tersebut sebagai level pendapatan normal MAPA, maka pada harga saham saat
ini di 2500 diperdagangkan pada level hanya 10x p/e.
Jelas p/e yang sangat murah untuk emiten yang topline-nya saja mampu membukukan
rata-rata pertumbuhan penjualan 20% setiap tahunnya. Ingat tingkat pendapatan
masyarakat Indonesia dilihat dari GDP per kapita Indonesia baru sekitar USD 4.000.
Masih rendah jauh di bawah Thailand, Malaysia. Apalagi bila dibandingkan Korea Selatan,
Jepang, negara Eropa dan AS.
93
Artinya prospek emiten ini sebagai produk favoritnya masyarakat kelas menengah muda
dalam jangka panjang sangatlah baik seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana setiap krisis memaksa setiap perusahaan untuk mencari bentuk terbaik
yang paling efisien. Ekonomi setelah kembali normal nanti menjanjikan MAPA yang lebih
efisien, adaptif, dan memiliki continuity potensi pertumbuhan sangat panjang.
94
95
BRIS
• Hasil peleburan BRI, BMRI, dan BNI Syariah dengan 9 juta nasabah dan aset Rp250 triliun
• Berambisi menjadi 10 Besar bank Syariah terbesar didunia
• Management menargetkan nasabah dan aset tumbuh double di 2025
Beberapa bulan lalu ketika dalam perjalanan menuju kantor kami melihat papan nama
bank yang tidak kami kenali. Tulisan di papan nama tersebut berwarna hijau. Kami
berpikir ini bank apa yaaa, kok tidak pernah lihat logo ini sebelumnya. Selanjutnya kami
semakin sering menemukan logo bank tersebut di berbagai tempat.
Kami pun berpikir dalam hati “Agresif banget ya ini Bank, orang lagi krisis, dia malah
nambah cabang dimana mana..”
Akhirnya setelah beberapa waktu kami baru menyadari bank ini adalah BRIS. Bank Syariah
anak usaha BRI yang sudah beberapa tahun melantai di bursa dan baru saja melakukan
merger dengan unit Syariah bank BUMN besar lainnya Mandiri dan BNI dilebur menjadi
satu entitas baru.
Nama Bank ini pun diubah menjadi Bank Syariah Indonesia atau disebut BSI. Pasca
merger kepemilikan saham pada BRIS ini berubah menjadi 50,95% pada Bank Mandiri,
24,91% Bank BNI, dan 17,29% Bank BRI. Sementara sisanya adalah kepemilikan minoritas
dan masyarakat.
96
Dengan melakukan peleburan unit bank syariah dari 3 bank bumn terbesar di Indonesia,
tidak heran BSI langsung menjelma menjadi bank besar dengan cabang di mana-mana.
Asetnya saja saat ini sudah mencapai Rp250 triliun dengan total nasabah hampir 9 juta
orang.
Saham–saham berlabel New Economy berhasil naik dari ratusan hingga ribuan persen.
Dilihat dari kinerja dan value yang dimiliki saham growth ini secara fundamental, sulit
untuk menjustifikasi kenaikan yang luar biasa tinggi ini.
Salah satu yang menjadi primadona di 2021 ini adalah sektor keuangan dengan tagline
bank digital. Pandemi yang mengharuskan masyarakat melakukan social distancing
menyebabkan kebutuhan masyarakat akan aplikasi atau yang kereennya disebut “super
app” semakin besar. Aplikasi yang memungkinkan masyarakat melakukan semua
kebutuhan finansialnya secara digital. Karena kebutuhan finansial saat ini sudah dapat
dilakukan secara digital, Bank modern saat ini tidak lagi memerlukan banyak kantor fisik
untuk melayani nasabahnya diberbagai tempat.
Dengan menyandang status sebagai bank digital yang memiliki “super app” sehingga
dapat melayani semua kebutuhan perbankan secara digital, saham–saham bank digital
ini mengalami kenaikan luar biasa. Diperdagangkan pada belasan kali hingga puluhan kali
nilai bukunya. Valuasi yang luar biasa mahal bila dibandingkan bank konvensional yang
biasanya diperdagangkan hanya pada rentang 2x nilai bukunya.
97
Padahal secara fundamental, aset bank digital ini masih kecil. Pada saatnya nanti
diperlukan suntikan modal kembali melalui skema right issue (penambahan saham baru)
dalam jumlah besar untuk memenuhi syarat rasio kecukupan modal yang ditetapkan
otoritas jasa keuangan. Aksi korporasi ini dapat memberikan risiko ketidakpastian bagi
investor karena akan mendilusi kepemilikan saham.
Ditambah secara operasional masih banyak bank digital yang menyandang status rugi.
Diperlukan proses pembuktian yang panjang untuk membuktikan tingginya ekspektasi
kinerja dari kenaikan harga yang luar biasa tinggi saat ini.
Dari sinilah kami melihat sisi menarik BSI. Pasca peleburan modal inti BSI telah meningkat
menjadi Rp23 triliun. Sudah memiliki modal jumbo yang membuat emiten ini leluasa
dalam melakukan ekspansi. Ditambah dengan peleburan sebagai entitas baru saja
memberikan kesempatan BSI membangun konsep perbankan modern yang diinginkan.
Dengan melihat tren masyarakat yang mengarah pada digital, BSI fokus membangun
sistem perbankan modern yang berbasiskan digital.
98
Berdasarkan data app store aplikasi BSI telah diunduh lebih dari 1 juta kali. Sudah
mendapatkan 68 ribu ulasan menjadikannya salah satu aplikasi bank yang paling banyak
direview dan mendapatkan nilai yang sangat baik yaitu 4,1. Salah satu yang tertinggi
dibandingkan aplikasi perbankan lainnya.
Dilihat dari data material pada website BSI jumlah pengguna aplikasi telah mencapai 3
juta orang per September YoY dan telah meningkat 119,6% YoY. Yang lebih menariknya
lagi adalah angka transaksi meningkat jauh lebih tinggi, dimana telah mencapai 239%
YoY. Artinya nasabah BSI semakin terbiasa dalam menjalankan transaksi secara digital.
Dengan melihat perkembangan diatas membuat kami tidak saja melihatnya sebagai
Bank Syariah namun juga sebagai Bank digital yang menjadi penguasa di segmennya!!
Bila dikatakan BRIS memiliki prospek pertumbuhan yang besar dari potensinya sebagai
penyedia permodalan industri halal yang sedang ramai digaungkan saat ini dan juga
potensi dari pasar digital, then yes we buy it!!
Daripada berinvestasi pada bank syariah atau bank digital yang diperdagangkan pada
valuasi lebih mahal, kami melihat saham BSI merupakan solusi sebagai saham pilihan
yang mewakili kedua–duanya, segmen Syariah dan digital minded.
Dari pengalaman kami memperhatikan industri perbankan, apalagi dengan melihat BRIS
sebagai anak usaha dari BRI, kami melihat sulit untuk bank ini dapat bersaing.
Bagi kami konsep the winner takes all berlaku bagi perbankan. Dengan nama besar
perbankan buku IV merupakan prioritas masyarakat ataupun institusi dalam melakukan
simpanan. Akibatnya para bank besar ini memiliki cost of fund yang rendah daripada
99
bank kecil. Di samping itu dengannya skala bisnisnya yang besar dan brand yang kuat,
perbankan besar dapat lebih selektif dalam menyalurkan kredit.
Kondisi ini membuat bank besar berhasil mendapatkan yang terbaik dari dua sisi, yaitu
penabung ataupun peminjam.
Ini baru berbicara dari sisi bank besar vs bank kecil. Ditambah lagi dengan status BRIS
sebagai unit usaha. Di dalam internalnya pasti akan ada perebutan “kue” yang menjadi
kepentingan divisinya masing–masing. Dengan statusnya sebagai anak usaha, tentu
BRIS memiliki daya tawar yang lebih lemah. Malah kami dulu mengkhawatirkan kehadiran
BRIS lebih sebagai one stop solution untuk nasabah BRI saja. Kesannya yaa nice to have
saja.
Naah barulah ketika telah dilebur menjadi BSI, kami memandangnya sebagai bank yang
berbeda. BSI sudah berdiri menjadi bank besar yang dalam waktu dekat berpotensi
melompat menjadi bank buku 4, sejajar dengan bank besar lainnya.
Bukan lagi sebagai bank nice to have. Dengan skala nya yang besar BSI dapat bersaing
dengan perbankan besar lainnya, dan memiliki segmen yang memang sedang rising,
pengembangan industri halal.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar dunia, aneh rasanya Indonesia tidak
memiliki bank syariah yang masuk 10 besar bank syariah terbesar global.
Memang Indonesia bukanlah negara petro dollar yang kaya minyak. Namun dengan posisi
Indonesia memiliki 270 juta penduduk, ekonomi terbesar ke 16 didunia, dan peringkat 1
untuk negara dengan mayoritas penduduk muslim, sudah sewajarnya Indonesia memiliki
bank syariah terbesar.
Terlihat dalam beberapa tahun terakhir Indonesia berusaha belajar dari Malaysia yang
memang harus diakui sukses dalam mengembangkan industri halalnya.
100
Katalis BRIS
Dengan BSI baru beroperasional dan terdapat bank syariah yang berasal dari tiga bank
terdahulu dalam posisi berdekatan, saat ini BSI sedang malakukan efisiensi dengan
penutupan bank yang berjarak berdekatan.
Kami percaya walaupun top sales mengalami peningkatan, namun pada bottom line atau
laba bersih masih akan terjadi fluktuasi karena dalam proses efisiensi hingga mencapai
bentuk optimalisasi nantinya.
Namun ketika berbicara prospek jangka panjang BSI. Kami mempercayai target yang
diinginkan management yaitu untuk memiliki 30 juta nasabah dan Rp500 triliun aset
dalam 4 tahun ke depan atau di 2025. Bertumbuh double dalam 4 tahun atau average
18% setiap tahunnya merupakan angka yang feasible dalam hemat kami.
Besarnya prospek dari BSI membuat kami meyakini masih banyak ruang untuk kenaikan
pada harga saham ini ke depannya.
101
Risk & Rewards BRIS
Ketika mendengar rencana merger 3 bank syariah BUMN Indonesia yang membuat harga
saham BRIS terbang tinggi jujur saja kami tidak ada gambaran tentang potensi harga
saham ini.
Kami pun juga enggan untuk ikut–ikutan trading membeli saham ini, karena melihat
harga sahamnya yang sudah naik ratusan persen hingga sempat menyentuh level 3.980,
dari yang sebelum isu akuisisi berhembus hanya diperdagangkan pada harga 500an.
Namun dengan saat ini saham BRIS telah turun pada harga 1865, turun lebih dari
setengahnya dari harga tertinggi, dan sudah ada kejelasan tentang portofolio yang
dimiliki Bank ini dengan memiliki lebih dari 8 juta nasabah, dan aset senilai Rp250 triliun,
sementara secara valuasi diperdagangkan pada 3,2x nilai buku, kami menjadi sudah
lebih memiliki gambaran yang jelas tentang prospek, dan juga valuasinya yang menurut
kami dapat diterima sebagai “saham growth”.
Kami tidak dapat mengatakan apakah harga saham saat ini sudah bottoming, namun
setidaknya dengan potensi pertumbuhan saham BRIS maka diperdagangkan pada
valuasi di bawah 4x buku masih dalam range yang dapat kami terima.
Bila dibandingkan bank besar seperti BBCA yang juga diperdagangkan pada valuasi
premium di 4,5x nilai buku karena pertimbangan kualitasnya. atau saham bank digital
yang diperdagangkan pada valuasi yang luar biasa mahal, belasan hingga puluhan kali
nilai bukunya karena harapan pada prospek pertumbuhannya.
Maka BRIS memiliki keduanya. Memiliki kualitas dengan basis nasabah yang besar juga
pengalaman memberikan layanan sebagai bagian Bank BUMN terbesar di Indonesia, dan
memiliki prospek pertumbuhan dengan memiliki segmen pasar pengembangan industri
halal.
102
103
104
105
BMRI
Seperti yang telah kami bahas sejak e-Book edisi pertama, kami sangat menyukai sektor
perbankan. Memang sektor saham ini tidaklah memiliki pergerakan yang terlalu menarik
untuk para pecinta adrenalin.
Namun bila dilihat kinerja nya secara jangka panjang, sektor perbankan merupakan
sektor yang memberikan imbal hasil paling tinggi di antara seluruh sektor di IHSG. Tidak
hanya memberikan imbal hasil paling tinggi. Namun sektor ini juga memiliki pergerakan
yang cenderung stabil, tidak terlalu fluktuatif naik turun bila kita bandingkan dengan
sektor komoditi.
Sejatinya apa yang terlihat pada harga saham sektor perbankan, merefleksikan pada
bisnis riil perbankan yang merupakan pemenangnya dibandingkan sektor lain.
Bila kami membuat perumpamaan ekonomi adalah manusia maka bank ini dapat
dianalogikan sebagai jantung yang memompakan darah. Dalam perekonomian Bank
bertugas yang mengalirkan perputaran uang supaya perekonomian tetap berjalan.
Pada setiap manusia bagian paling penting pada tubuhnya yang paling diandalkan dapat
berbeda beda. Misalnya saja seorang atlet tinju mengandalkan kekuatan tangannya
106
sementara atlet sepakbola mengandalkan kakinya. Namun apakah mengandalkan kaki
atau tangan, keberadaan jantung akan menjadi tetap sama pentingnya.
Karena statusnya sebagai jantung, maka ketika terjadi krisis pemerintah akan selalu
melakukan prioritas melindungi perbankan besar jangan sampai bermasalah. Karena
bila bank mengalami masalah maka dapat membahayakan perekonomian. Kasar kata
manusia bisa hidup tanpa tangan, tapi tidak tanpa jantung.
Dengan ekonomi yang masuk ke fase pemulihan harapannya belanja modal perusahaan –
perusahaan kembali normal sehingga kebutuhan kredit dari perbankan akan meningkat,
dimana pertumbuhan penyaluran kredit ini adalah salesnya perbankan, merupakan
mesin pertumbuhan laba dari bisnis perbankan.
Bukannya bertumbuh secara YoY, kredit malah terkontraksi hingga bulan mei 2021.
Bahkan setelahnya pun terjadi pertumbuhan lebih diakibatkan faktor low based,
pembandingnya saluran kredit pertengahan 2020 yang sangat rendah akibat pandemi.
Hingga per Oktober saluran kredit mulai bertumbuh menjadi 3,2%. Namun angka ini
jauhlah lebih rendah dari apa yang kami ekspektasikan sebelumnya.
107
Selanjutnya dengan terjadinya gelombang kedua pandemi di pertengahan tahun 2021
memberikan dampak yang besar pada perekonomian. Bahkan walaupun saat ini tingkat
kasus harian sudah rendah dan setidaknya separuh masyarakat sudah menjalanin
vaksinasi pertama, masalah virus covid-19 tidak serta merta selesai.
Di negara–negara lain yang mencoba kembali hidup normal malah mengalami peningkatan
kasus harian sehingga membuat Pemerintah nervous membuat keputusan yang maju
mundur. Sangat berhati-hati dalam bertransformasi untuk kembali dalam aktivitas
normal.
Akibatnya apa yang kami harapkan 2021 menjadi tahunnya ekonomi berjalan lagi, ternyata
yang terjadi adalah ekonomi merangkak.
Namun dari pemulihan ekonomi di 2021 yang secara merangkak ini kami menemukan
beberapa indikasi signifikan yang dapat kita jadikan leading indicator untuk prospek ke
depannya.
Hal pertama yang kami sadari adalah bank–bank besar kelebihan likuiditas saat ini. Dengan
kondisi ekonomi yang masih dalam situasi krisis, masyarakat memilih menempatkan
dana secara aman. Akibatnya dana menumpuk di bank–bank buku besar. Kita lihat saja
108
misalnya BCA dan Mandiri mengalami pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) 18% dan
11%.
Melimpahnya dana simpanan di bank besar membuat para bank buku 4 ini memiliki
bargaining power yang sangat tinggi untuk menurunkan rate bunga tabungan atau
deposito.
Sebagai informasi berdasarkan pengalaman kami bekerja mengelola dana institusi, pada
situasi normal bunga deposito yang kami dapatkan di bank besar bisa 1% lebih tinggi dari
suku bunga acuan BI, bahkan lebih.
Pertanyaan selanjutnya bank meminjam dengan bunga sangat murah, tapi dana
pinjamannya disalurkan ke mana? Kan ekonomi sedang merangkak??
Di sini jugalah keunggulan bank besar. Walaupun pertumbuhan kredit YoY hingga Oktober
2021 baru 3,4%, namun bank besar mampu membukukan saluran pinjaman diatas rata–
rata nasional. Pertumbuhan pinjaman tertinggi berhasil dibukukan Bank Mandiri sebesar
8,5% YoY.
109
Melimpahnya DPK membuat perbankan memiliki ruang yang sangat besar dalam
menyalurkan pinjaman dengan ekonomi saat ini perlahan–lahan kembali pulih.
Yang lebih menariknya adalah bila kenaikan suku bunga merupakan hal yang menakutkan
untuk perusahaan, hal yang sebaliknya terjadi, rejeki buat perbankan!!
Sudah menjadi rahasia umum bila suku bunga acuan naik maka perbankan akan menaikkan
bunga pinjaman terlebih dahulu, dan menahan–nahan kenaikan bunga simpanan.
Dampaknya margin laba perbankan menjadi semakin besar dari selisih tersebut.
Dengan prospek pertumbuhan saluran pinjaman saja sudah membuat 2022 menjadi
tahun yang menarik untuk perbankan. Apalagi ditambah potensi meningkatnya margin
dengan peningkatan suku bunga.
Maka sudah pasti kami sangat menjagokan sektor perbankan khususnya bank besar
sebagai benefisial terbesar normalisasi ekonomi dan prospek kenaikan suku bunga di
2022!!
Baiknya kinerja BMRI sejalan dengan ekspektasi kami ketika akhir 2020. Saat itu kami
meyakini bank besar akan menjadi yang terdepan dalam melakukan pemulihan, karena
dengan statusnya sebagai jantungnya perekonomian memiliki bargaining yang kuat
dalam melakukan pricing ataupun keunggulan dalam menyalurkan kredit karena memiliki
size yang besar dan jaringan yang kuat dengan statusnya sebagai bank BUMN.
Namun baiknya kinerja ini belum selaras dengan pergerakan saham BMRI. Dengan tren
digital mendominasi membuat perusahaan–perusahaan konvensional menjadi kurang
110
dilirik. Apalagi terjadi pandemi gelombang kedua yang memberikan dampak besar pada
perekonomian.
Pada bulan October ini BMRI juga melakukan gebrakan dengan melakukan launching
super app Livin 2.0. Dengan banyak pengembangan dan perbaikan pada aplikasi ini
memungkinkan nasabah dapat melihat saldo e-Wallet lain dalam livin, scan QR untuk
pembayaran, dan perbaikan pada beberapa fitur utama yang menjadi barang wajib pada
super app.
Bernada menyindir sih, namun sebagai orang yang berinvestasi dengan melakukan
pendekatan value, kami cukup menyetujui pandangan tersebut. Kami lebih memercayai
dari apa yang sudah dijalankan daripada apa yang dikatakan.
Katalis BMRI
Dengan pertumbuhan saluran kredit sebagai mesin pertumbuhan pendapatan perbankan,
maka indikator yang datanya rilis setiap bulan ini digunakan sebagai leading indicator
bagaimana kinerja BMRI di 2022.
Saat ini masyarakat dunia sedang dihantui rasa khawatir setelah ditemukannya virus
covid-19 jenis baru, Omicron yang dipercaya lebih menular dan lebih mematikan. Namun
beberapa media meyakini ini akan menjadi awal dari akhir penutupan periode masa
pandemi yang berkepanjangan ini.
Apabila vaksin mampu membuktikan dapat menanggulangi risiko virus turunan covid-19
ini, maka untuk selanjutnya pemerintah dan masyarakat akan menjadi lebih yakin waktu
untuk kembali ke aktivitas normal telah tiba. Pariwisata kembali dibuka, ekonomi berjalan
seperti dulu lagi.
111
Pembuktian ini akan menjadi katalis pada saham–saham blue chip yang menjadi bagian
penting dalam perekonomian termasuk salah satunya BMRI.
Katalis selanjutnya adalah dari rilis kinerja kuartal I 2022 BMRI. Apabila rilis data
pertumbuhan kredit menunjukkan angka yang baik, dan selanjutnya disertai baiknya
kinerja BMRI pada kuartal pertama, maka akan memberikan pendorong lanjutan untuk
meningkatkan saham ini pada level yang lebih tinggi.
Dengan pendapatan BMRI yang meningkat 46% jauh lebih tinggi dibandingkan 2020,
maka dividen yang dapat diberikan akan menjadi jauh lebih besar. Pada harga 7100 dapat
memberikan dividen yield hingga mendekati 5%. Besarnya yield ini dapat menjadi katalis
pada pergerakan harga saham BMRI.
Melihat BCA sebagai perusahaan jelas sangatlah bagus. Namun perusahaan bagus
belum tentu merupakan saham yang bagus. Ketika berbicara saham yang bagus maka
kita berbicara saham yang memiiki prospek pertumbuhan yang baik dan juga berada
pada valuasi yang menarik, atau wajar setidaknya.
Concern kami pada saham BBCA adalah karena valuasinya yang mahal. Dengan status
nya sebagai bank buku 4, bank swasta terbesar di Indonesia tentu tidak banyak ruang
bagi bank BCA meningkatkan economic scale-nya lagi, pertumbuhan lebih terbatas.
Namun dilihat dari valuasi bank BCA sudahlah sangatlah mahal 4,6x pbv, bandingkan saja
dengan BMRI yang hanya 1,7x pbv.
Boleh saja orang berargumen yang mahal akan semakin mahal untuk mempertahankan
argumen perusahaan dengan valuasi premium. Namun kami belajar dari kasus UNVR di
mana terjadi rally di 2015, membuat pembenaran yang mahal semakin mahal. Tapi pada
112
akhirnya terjatuh lebih dalam karena gagal menjustifikasinya dengan kinerja.
Ya bisa saja saham mahal semakin mahal, market kerap bergerak irrational. Namun
kami memegang teguh pandangan bahwa pada akhirnya harga akan merefleksikan
fundamentalnya. Dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Bisa bulanan, bahkan
tahunan.
Risiko lainnya dari Bank Mandiri adalah walaupun mencatatkan pertumbuhan laba yang
besar, hal ini diakibatkan pencadangan provisi BMRI yang lebih kecil. Pencadangan yang
lebih rendah ini bisa menjadi risiko tersendiri bagi BMRI mengingat perbankan lainnya
masih berhati hati dalam menjaga buffer-nya.
Sebagai informasi lagi pencadangan provisi ini digunakan untuk mengantisipasi risiko
kredit macet yang semakin besar. Semakin tinggi risiko kredit macet ke depan maka
provisi harus ditingkatkan sebagai buffer. Peningkatan cadangan provisi menggerus
laba perbankan, yang seharusnya diakui sebagai laba bersihnya, jadinya digunakan untuk
peningkatan cadangan tersebut.
Terlepas dari risiko-risiko yang dimiliki. Kami sangatlah meyakini perbankan termasuk
BMRI akan menjadi blue chip yang paling perform di 2022 nanti.
Tidak hanya ditunjang oleh prospeknya, BMRI masihlah diperdagangkan pada valuasi
yang murah dengan hanya 1,7x pbv di harga saham 7100 dan memberikan dividen yield
3%, lebih tinggi dari bunga depositonya.
113
114
115
HEAL
Sekitar 8 tahun lalu kami menghadiri pemaparan publik tentang rencana IPO sebuah
emiten dari grup konglomerasi. Saat mendengarkan pemaparan valuasi emiten tersebut
berdasarkan kinerja 12 bulan terakhir dan ekspektasinya dalam 12 bulan ke depan kami
terkejut dengan valuasi yang ditawarkan.
Proyeksi p/e dari perusahaan tersebut dalam satu tahun kedepan ada pada 100x p/e!!!
Bukan hanya kami saja yang shock. Saat itu luar biasa mahalnya valuasi emiten tersebut
untuk penawaran perdana menjadi bahan perdebatan di bursa. Sebagian mengolok–olok
atas valuasinya yang tidak masuk akal.
Pada saat itu di IHSG belumlah lazim melihat saham dengan valuasi super mahal. Saham
blue chip dengan valuasi termahal saat itu adalah Unilever diperdagangkan pada valuasi
30 – 40x p/e. Sisanya ditransaksikan pada 20an, belasan, dan yang murah–murah pada
single p/e.
Oleh karenanya ketika mendengar forward p/e 100x itu terdengar sangat konyol.
Simpelnya 100x p/e sama dengan investasi yang membutuhkan waktu 100 tahun untuk
balik modal.
116
Perusahaan hendak listing yang dimaksud adalah perusahaan yang bergerak dalam
bisnis rumah sakit. Saat itu baru pertama kalinya terdapat perusahaan rumah sakit yang
hendak melantai di Indonesia. Sehingga tidak ada pembanding yang sesuai di IHSG.
Namun secara general dilihat dari sudut pandang investor bisnis rumah sakit merupakan
jenis usaha yang sustainable, sehingga menarik untuk dijadikan sebagai tujuan investasi
untuk jangka panjang.
Akhirnya setelah beberapa waktu menjadi topik hangat tibalah waktu emiten tersebut
benar–benar melantai di bursa dengan valuasinya yang super mahal.
Yees!! Yang terjadi kemudian adalah sebagaimana yang dikhawatirkan oleh para
investor sedari awal. Karena valuasinya yang terlalu mahal saham tersebut terkoreksi
terus menerus. Bahkan saat ini 8 tahun setelah IPO, harga saham emiten ini masih
diperdagangkan lebih rendah dari harga IPO-nya!!
Akibat pengalaman melihat apa yang terjadi pada harga saham emiten tersebut, kami
menjadi enggan bertransaksi pada saham dengan valuasi yang terlalu mahal. Tidak
hanya itu, kami menjadi sedikit memiliki keengganan untuk melirik industri rumah sakit.
Karena memang saham rumah sakit normalnya diperdagangkan pada valuasi yang
premium dibandingkan industri lainnya, sama seperti saham sektor konsumsi. Namun
117
dengan semakin banyaknya pilihan saat ini kami mencoba menganalisa kembali peluang
investasi pada sektor ini. Karena bila kita kesampingkan dulu tentang valuasi, industri ini
memiliki prospek yang bagus.
Dengan memiliki usia bisnis yang lebih panjang maka sudah sewajarnya dihargai pada
valuasi yang lebih mahal daripada perusahaan lainnya yang cyclical seperti tambang.
Misalnya saja kalau usia tambang hanya sekitar 10 tahun kemudian habis dan harus
ditutup maka bisnis rumah sakit ini akan terus berkesinambungan hingga puluhan tahun,
bahkan dengan tarif pelayanan rumah sakit yang lebih mahal.
Dari sudut pandang ini maka kita dapat melihat bisnis rumah sakit sewajarnya
diperdagangkan pada valuasi premium karena memiliki usia yang lebih panjang dan
stabil. Namun walaupun sudah sewajarnya dihargai lebih mahal ,tapi ya tidak sampai
100x p/e juga, kurang lebih mirip–mirip lah dengan sektor konsumsi.
Tentunya standar valuasi dapat kita lihat dari brand emiten tersebut, di mana kekuatan
brand idealnya terefleksi pada margin dan pertumbuhan perusahaan.
Kalau kita lihat dari sisi supply, rasio ranjang rumah sakit per 1000 orang di Indonesia
masihlah rendah pada skala Asia, apalagi dalam skala global dibandingkan negara–
negara maju.
Sementara dari sisi demand tingkat pengeluaran masyarakat Indonesia untuk kesehatan
juga masih rendah. Dibandingkan negara anggota G20 Indonesia bersama India masih
118
berada di urutan paling buncit. Hal ini tidak lepas dengan pendapatan per kapita yang
memang lebih rendah daripada negara lainnya.
Dengan melihat prospek pertumbuhan yang masih sangat besar dari sisi pengeluaran,
sementara rasio supply ranjang RS masih rendah maka prospek pertumbuhan dari
emiten rumah sakit sangatlah besar.
Seperti halnya sektor konsumsi, tentunya dalam persaingan usaha akan ada pemenang
dan ada yang kalah. Oleh karenanya kita perlu melihat RS dengan brand bagus yang kita
percaya akan memiliki pertumbuhan yang berkesinambungan dalam jangka panjang.
Sebenarnya sambil menulis dan melakukan riset industri rumah sakit ini kami ngeri–ngeri
sedap juga diingatkan akan data bahwa biaya rumah sakit yang mahal saat ini hanya akan
menjadi jauh lebih mahal nantinya!!
Namun setidaknya dengan telah adanya beberapa saham rumah sakit di IHSG, kita sudah
memiliki opsi dalam berinvestasi pada salah satu perusahaan rumah sakit yang kita
percaya bakal semakin kaya ini dari biaya berobatnya kita.
119
Jadi walaupun biaya berobat perlahan-lahan terus meningkat, kita tidak perlu bersedih
karena turut menikmati keuntungannya sebagai pemegang saham. Keluar kantong kiri
masuk kantong kanan namanya, smart move!!
Dari hasil melakukan analisa pada beberapa emiten rumah sakit dan pengalaman pribadi,
kami menjatuhkan pilihan pada saham rumah sakit Medikaloka Hermina atau dikenal
dengan kode HEAL.
Namun bila kami menarik data jauh lebih ke belakang. Kembali pada harga IPO di Mei 2018
atau sekitar 3,5 tahun lalu. Maka harga saham baru mengalami kenaikan sekitar 58% atau
rata–rata 16% setiap tahunnya.
Melihat rata–rata pertumbuhan penjualan HEAL di atas 20% setiap tahunnya, sementara
laba bersih jauh lebih tinggi sudah meningkat beberapa kali lipat maka sudah sewajarnya
saham ini diperdagangkan pada harga yang lebih tinggi daripada 3,5 tahun lalu.
Merunut sejarahnya RS Hermina didirikan sejak tahun 1985 dengan spesialisasi sebagai
rumah sakit bersalin. Dengan berjalannya waktu rumah sakit ini menjadi RS multi
spesialisasi untuk perawatan berbagai penyakit lainnya.
120
Sumber: pubex HEAL 2021
Dilihat dari sejarahnya perusahaan ini, kami dapat melihat perusahaan ini berhasil untuk
terus bertumbuh dari waktu ke waktu dengan menambahkan kapasitas rumah sakit baik
dengan cara pembangunan baru ataupun melalui akuisisi pada rumah sakit lainnya.
Dan seperti kami telah bahas di atas, rasio ranjang rumah sakit per 1000 orang di Indonesia
masihlah rendah. Oleh karenanya tidak perlu khawatir emiten ini akan kehabisan lokasi
untuk pembangunan RS baru.
121
Kami melihat sisi menarik dari perusahaan rumah sakit ini ketika pertama kali melihat
dari struktur direksinya. Emiten ini memiliki dua keunikan yang mencolok dibandingkan
emiten rumah sakit lainnya.
1. Keunikan pertama yang kami lihat, direksi di RS Hermina ini adalah para dokter,
bukanlah profesional yang ditunjuk dari grup konglomerasi, di mana biasanya
memiliki background keuangan. Dengan background-nya sebagai dokter, menurut
kami mereka memiliki pemahaman lebih baik pada apa yang dibutuhkan pasiennya
secara personal, bukan apa yang sekedar tertera secara angka. Sementara dilihat
dari baiknya kinerja perusahaan yang terbukti selama puluhan tahun menunjukkan
kualitas para direksi bukan hanya sebagai dokter tapi juga sebagai pelaku bisnis.
2. Keunikan kedua yang kami lihat adalah dari struktur kepemilikan sahamnya. Para
pemegang saham individu terbesar di HEAL ini adalah para direksi yang notebenenya
adalah para dokter rumah sakit. Dengan fakta mereka memiliki banyak saham di
emiten ini, maka interest terbesar mereka adalah interest dari saham HEAL ini.
Tentu itu adalah berita baik untuk para pemegang saham minoritas seperti kita
mengetahui prioritas para pemimpin di emiten ini adalah pertumbuhan saham
sama seperti kita.
Berdasarkan prospektus yang kami baca, kebijakan alokasi dividen dari HEAL berkisar
25% - 50% dari laba bergantung dari kinerja perseroan. Namun karena umumnya emiten
rumah sakit diperdagangkan pada valuasi premium, maka yield dividen yang akan diterima
tidaklah terlalu besar.
122
Berbeda dengan persepsi awal kalau JKN dapat menyebabkan bisnis rumah sakit dan
asuransi dapat terpuruk karena Pemerintah memiliki bargaining power besar untuk
menekan harga, saat ini mayoritas rumah sakit sudah menyediakan akses untuk pasien
pengguna JKN. Bahkan HEAL berhasil bertumbuh baik dengan separuh pasiennya
merupakan pengguna fasilitas JKN.
123
Katalis HEAL
Berbicara katalis saham HEAL maka momentum terbaiknya sebenarnya sudah terjadi
dalam 2 tahun terakhir ini pada periode pandemi, di mana masyarakat menjadi sangat
peduli tentang kesehatan.
Harga saham HEAL dalam 2 tahun terakhir telah mengalami kenaikan hingga 41% di mana
pada saat yang sama IHSG hanya mengalami kenaikan 5%.
Ditambah lagi bila kita melihat lebih spesifik, RS Hermina sebagai rumah sakit yang
memiliki kontribusi pendapatan dari JKN paling besar, banyak mendapatkan kontribusi
pendapatan dari pasien Covid-19.
Namun kami percaya ini hanya akan menjadi periode transisi sementara yang bersifat
jangka pendek. Karena dalam jangka panjang prospek pertumbuhan dari saham HEAL
ini sangatlah menarik.
124
Eksekusi buyback ini dapat menjadi katalis pada perseroan di kala prospek kinerja yang
sedang di fase normaliasi pasca pandemi.
Katalis lainnya berpotensi datang dari dividen. Dengan besarnya pendapatan di 2021.
Dengan besarnya pendapatan di 2021, apabila management memutuskan membagi
dividen pada batas maksimal di 50% dari pendapatan, maka pada harga saham 1000
dapat memberikan yield dividen sebesar 3,5%.
Sementara bila dilihat dari valuasi ev/ebitda HEAL diperdagangkan pada valuasi 8x.
valuasi yang sangat menarik. Biasanya perusahaan yang hendak IPO menargetkan
dilepas pada valuasi sekitar ini. Sementara saham HEAL yang merupakan usaha rumah
sakit yang telah berdiri lama dan memiliki brand kuat idealnya dihargai pada harga yang
lebih premium. Sebagai pembanding saja ev/ebitda dari rumah sakit besar Malaysia dan
Thailand diperdagangkan pada ev/ebitda di atas 15x, hampir 2x lebih mahal saham HEAL.
Hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan adalah kapitalisasi pasar. Saat ini saham
HEAL hanya memiliki kapitalisasi pasar Rp15 triliun. Sementara kapitalisasi pasar pada
rumah sakit di Malaysia dan Thailand berukuran 2 – 3x lebih besar. Apalagi pada saham
rumah sakit terbesarnya Malaysia dan Thailand yaitu IHH Healthcare dan Bangkok Dusit
Medical, memiliki size 10x lipat lebih besar.
Padahal bila dilihat dari jumlah penduduk Thailand dan Malaysia bila digabung tidak ada
sampai separuhnya jumlah masyarakat Indonesia. Sementara dilihat dari GDP Indonesia
sebagai tolak ukur besaran ekonomi, Indonesia memiliki ukuran berkali kali lipat lebih
besar dari kedua negara ini.
125
Dari sudut pandang ini menurut kami maka sudah sewajarnya Indonesia memiliki rumah
sakit dengan kapitalisasi yang besar. Dan dengan brand-nya yang kuat, tentu prospek
saham HEAL menuju ke sana sangatlah besar.
Dengan valuasi saat ini yang menarik dan lebih murah dibandingkan peers-nya, bila
kita lihat dari rumah sakit di Asia tenggara ataupun Indonesia. Sementara prospek
pertumbuhan dari rumah sakit yang besar, maka saham HEAL sangatlah layak untuk
dikoleksi secara jangka panjang.
126
127
PTPP
Apa yang terjadi bila kita mengharapkan sesuatu namun hal tersebut tidak kunjung
terjadi? kita mengharapkan tahun depan akan menjadi tahunnya setelah melalui masa
yang kurang baik selama satu tahun ke belakang.
Namun ternyata harapan tersebut salah, untuk Kita kemudian kembali berharap di tahun
depannya. Namun tetap harapan tersebut tak kunjung terjadi, meleset lagi.
Kira–kira seperti itulah yang terjadi ketika kita berbicara saham infrastruktur. Kita paham
betul bahwa industri ini masih jauh dari kata saturated, jenuh, peak, you name it laah.
128
Sumber: Detik, global competitive report 2019
Posisinya sebagai industri padat modal membuat emiten kontraktor menanggung beban
keuangan yang sangat besar dan berisiko. Biasa kontraktor kan bangun dulu, baru dibayar
bertahap sesuai progress.
Ditambah lagi mereka turut ambil bagian kepemilikan pada proyek infrastruktur yang
normalnya memiliki tingkat pengembalian modal yang lama.
Dengan kondisinya yang sudah ngos–ngosan, keadaan semakin buruk dengan pandemi
yang membuat budget Pemerintah untuk pembangunan Infrastruktur dipangkas dan
mengalami banyak penundaan sehingga mengakibatkan turunnya perolehan kontrak
baru para kontraktor BUMN.
129
berpegang pada realitas yang dimiliki, labanya saat ini.
Eeetapii..biarpun kecewaa tapi jangaan putus asaa dulu. Ini bukan pertama kalinya kami
melihat hal seperti ini terjadi pada saham..
Dulu kondisi yang serupa pernah kami temukan pada saham ERAA dan ANTM. Saham
ERAA sempat terjerembab hingga diharga 100, konsolidasi selama hampir 5 tahun
lamanya, untuk kemudian meroket naik hampir 500% hanya dalam waktu beberapa bulan.
Kondisi serupa juga terjadi pada saham ANTM yang pernah kami bahas pada e-Book edisi
pertengahan 2020.
Semakin investor desperate, apatis, negatif pada saham tersebut, maka seketikanya
terdapat momentum fundamental positif, harga berbalik arah secara dramatis naik
berkali–kali lipat, multibagger!!
Belajar dari pengalaman tersebut kami mencoba memastikan dengan pesimisme yang
terjadi pada sektor konstruksi saat ini. Apakah pesimisme ini valid karena rendahnya
harapan terhadap industri ini bertumbuh kembali atau karena terjadi penundaan –
penundaan yang mengakibatkan apatisme?
Karena dibalik pesimisme yang berlebihan, tersimpan potensi kenaikan yang luar biasa
juga.
Dan kami melihat apa yang terjadi pada saham kontraktor bumn saat ini lebih seperti apa
yang telah terjadi pada saham ERAA dan ANTM, pada waktunya akan naik lagi.
130
Rintangan Demi Rintangan
Ketika undang–undang cipta kerja yang dikenal UU sapu jagat ini berhasil disahkan,
harga–harga saham konstruksi meroket tinggi. Investor percaya undang–undang ini
akan membuat investor asing berbondong–bondong berinvestasi di Indonesia, dan
memberikan solusi pendanaan dalam pembangunan infrastruktur, khususnya pada
emiten kontraktor BUMN yang menanggung beban hutang tinggi.
Yang lebih wah-nya lagi melalui UU ini Pemerintah telah memiliki landasan yang kuat
untuk membuat Sovereign Wealth Fund (SWF) yang kini disebut Indonesia Investment
Authority (INA). SWF ini ditujukan sebagai investment manager yang menjembatani
Sovereign investor luar negeri yang hendak berinvestasi di Indonesia. Dipercaya melalui
SWF ini Pemerintah dapat membantu kontraktor BUMN menjual aset infrastruktur yang
membebani keuangan mereka.
Harapan saat itu membumbung tinggi sehingga membuat saham–saham ini mengalami
rally. Namun sayangnya realitasnya setelah satu tahun berjalan SWF ini belum berhasil
menjalankan fungsinya dengan baik.
Dana yang masuk barulah dana dari Pemerintah sebesar Rp15 triliun sebagai initial
investment dan saat ini masih mengendap di tabungan dan deposito. Sementara investor
luar negeri yang digadang–gadang akan masuk hingga mencapai Rp300 triliun saat ini
baru terbatas dalam ketertarikan, belum ada langkah konkret.
Dengan selama 1 tahun ini saja SWF belum berhasil mengundang investor luar masuk secara
konkret. Apalagi dengan putusan MK ini yang mengakibatkan terdapat ketidakpastian
hukum pada SWF INA. Akibatnya sektor infrastruktur kembali menghadapi rintangan
baru, harga sahamnya pun kembali terpukul pasca keluarnya berita ini.
131
Perolehan Kontrak Baru
Hingga akhir September atau 9 bulan 2021, perolehan kontrak PTPP sebesar Rp13,5 triliun,
naik 14% dibandingkan satu tahun sebelumnya. Perolehan kontrak ini baru mencapai
45% dari target 2021.
Dengan melihat pencapaian tahun lalu pada 9 bulan pertama perolehan kontrak PTPP
sekitar 55% dari perolehan kontrak satu tahun. Maka bila kita setahunkan pencapaian
pada 9 bulan pertama ini didapat perkiraan kontrak penuh setahun 2021 sebesar Rp24
triliun atau 80% dari target tahun ini.
Sebagaimana yang telah kami bahas di e-Book edisi sebelumnya. Gelombang kedua
pandemi menyebabkan pemerintah harus memangkas rencana belanja infrastrukturnya,
dan mengalihkan dana tersebut untuk kesehatan dan stabilitas.
Sementara dari RAPBN 2022 pun kami juga dapat melihat fokus pemerintah pada
stabilitas. Dengan banyak perusahaan yang terpukul hebat akibat pandemi termasuk
BUMN yang bahkan beberapa di antaranya dalam posisi kritis, maka prioritas pemerintah
sudah sewajarnya adalah kesehatan perusahaan–perusahaan ini di tahun depan, dengan
harapan dunia berhasil menuntaskan masalah virus covid-19 seutuhnya, termasuk
Indonesia.
132
Katalis PTPP
Dengan masih kecilnya pendapatan pada PTPP dan memiliki kewajiban yang besar
membayar bunga hutang maka kecil harapan kami akan dividen yield yang didapatkan dari
PTPP. Dan memang secara historikal kontraktor BUMN hanyalah memberikan dividen
yang kecil, sehingga bukanlah pilihan sebagai saham dividen.
Yaitu pengesahannya oleh MK pasca perbaikan. Hal ini kami percaya akan berusaha
dikejar pemerintah untuk diselesaikan di semester pertama 2022. Karena tanpa adanya
kepastian hukum, akan sulit bagi INA, SWF-nya Indonesia menjalankan fungsinya.
Katalis lain sudah pasti berasal dari dilanjutkannya rencana pembangunan ibukota baru.
Pada RAPBN 2022 pun telah disertakan anggaran walaupun kecil untuk pembangunan
ibukota baru. Roadmap perpindahan ASN ke ibukota baru juga telah dibahas baik dari
PNS hingga TNI.
Rencana pembangunan ibukota baru yang nilainya mencapai Rp466 triliun tentu
133
dapat menjadi tambahan angin segar bagi PTPP. Bila kami asumsikan PTPP dapat
memenangkan 7,5% kontrak dan akan dikerjakan dalam waktu 4 tahun. Maka nilai kontrak
akan meningkatkan perolehan kontrak PTPP sebesar 35%.
Setidaknya walaupun belum pulih normal, kondisi terburuk telah lewat. Perlahan–lahan
aktivitas ekonomi mulai meningkat. PTPP menunjukkan kemampuannya bertahan
menghadapi krisis tanpa memerlukan uluran tangan pemerintah seperti yang dialami
oleh WSKT.
Dengan harga saham PTPP diperdagangkan pada harga 1055, saham ini berada pada
level price to book (PBV) 0,58 jauh lebih rendah dari rata–ratanya dalam 5 tahun di 1,2x.
Tidak perlu jauh–jauh melihat average, setidaknya untuk kembali ke level 1x nilai buku
saja sudah memberikan upside 65%. Dibandingkan risikonya untuk turun, jelas lebih
besar potensi saham untuk naik.
134
135
136
BUKA
Sekitar 4 tahun lalu di akhir 2017 teman kami bercerita, dia bersama teman-temannya
membeli saham Bukalapak. Saat itu kami baru mengetahui walaupun belum IPO startup
Unicorn ini ternyata memungkinkan investor individu berinvestasi di perusahaan ini
walaupun dengan minimal nominal yang tidak kecil, dan mungkin menggunakan nominee
kami tidak mengetahui detilnya.
Saat itu menurut penuturan teman kami nilai Gross merchandise Value (GMV) perusahaan
yang sekarang memiliki kode BUKA ini masihlah murah, di bawah rata–rata pasar.
Ga perlu analisa jauh–jauh tentang valuasinya. Kalau sudah dengar Unicorn yang belum
IPO maka tinggal mereeem, belii! Nanti exitnya pas IPO!! Kira–kira begitulah pemikirannya
para spekulan pasar modal.
Setelah beberapa waktu, 2 tahun kemudian teman kami berpikir untuk menjual sahamnya
di bukalapak, namun sayangnya dia kesulitan untuk mencari pembeli. Waktu itu kami juga
137
turut membantu mencarikan pembeli dengan menawarkannya ke salah satu boss MI,
namun dia pun juga tidak tertarik. Pada saat itu rumor yang beredar unicorn ini sedang
mengalami kesulitan keuangan, bahkan hingga membuat pendirinya hengkang karena
carut-marutnya kondisi internal. Pada saat itu isu yang kami dengar buruknya kinerja
emiten ini mendrag down kinerja EMTK sebagai stakeholder.
Dapat dikatakan nasib unicorn e-commerce Bukalapak saat itu sedang berada dalam
titik nadir, kalah bersaing dengan raksasa e-commerce lainnya. Setidaknya begitulah
persepsi yang kami tangkap saat itu.
“Jadi mau ganti nama jadi TutupLapak..?” Kami bercanda dengan teman kami yang
sedang pusing ingin menjual sahamnya tapi tidak laku–laku.
Ternyata yang tadinya dikhawatirkan menjadi tutuplapak, keadaan berubah 180 derajat.
Pada 2020 terjadilah pandemi yang meluluhlantakan ekonomi namun menjadi bless in
disguise bagi pelaku industri digital. Keharusan melakukan social distancing memaksa
masyarakat berinvestasi secara online dan membuat transaksi e-commerce meroket.
Bahkan di AS yang dikatakan industri teknologinya sudah mature, pertumbuhan para
raksasa teknologi kembali meningkat pesat.
Akhirnya momentum luar biasa inilah yang dimanfaatkan betul oleh Bukalapak untuk
melakukan IPO. Tepat pada saat masyarakat sedang berada dalam euforia saham new
economy. Kalau perusahaan yang baru dinamain digital saja bisa dihargai ratusan triliun,
apalagi Bukalapak yang notebenenya salah satu unicorn-nya Indonesia. Di mana dalam
industri e-commerce menempati peringkat ketiga di bawah Shopee dan Tokopedia.
Valuasi Bukalapak
Pada saat masa penawaran perdana saham Bukalapak, management mempromosikan
kinerja perusahaan yang sudah hampir membukukan profit. Berbeda dengan raksasa
e-commerce lainnya yang masih sibuk membakar uangnya untuk membesarkan basis
nasabah sehingga berakibat bottom line atau laba bersih yang terus merugi .
138
BUKA memposisikan mereka berbeda dengan kompetitornya, tidak ingin terlibat
dalam perlombaan burning money yang tidak ada habisnya dan memilih untuk fokus
meningkatkan kinerja operasional dan bertumbuh melalui organic growth.
Management saat itu menuturkan harga IPO bukalapak di angka 850 masihlah murah,
pertimbangannya harga 850 diperdagangkan pada multiple 1,5x dari Gross Merchandise
Value-nya (GMV). Normalnya perusahaan e-commerce dihargai pada level 2x GMV.
Management Bukalapak sendiri lebih suka menggunakan Total Processing Value (TPV)
sebagai basis valuasinya, di mana perbedaannya dengan GMV hanya menghitung
transaksi yang berhasil dijalankan. Namun mari kita kesampingkan perbedaan istilah ini.
Untuk menyamakannya kami menggunakan GMV, Price to Sales (P/S), dan EV to sales
139
(P/S) sebagai standar yang lebih baku untuk digunakan, supaya apple to apple untuk
dibuat perbandingan dengan e-commerce lainnya.
Yang menjadi pertanyaan kami sekarang, dan pertanyaan jutaan investor di Indonesia.
Bagaimana caranya dikatakan saham BUKA dilepas pada harga yang murah? Bahkan
riset sekuritas saat itu berlomba-lomba memasang target beli 1200 ke atas??
Rasanya saat itu tidak ada yang berani dengan lantang mengatakan harga saham BUKA
itu mahal, mayoritas menggunakan justifikasi GMV multiple yang masih di bawah 2x dan
prospek pertumbuhan baru dari mitra Bukalapak, warung yang bekerja sama dengan
BUKA untuk menjual produk–produknya dengan harga grosir dan terbantukan oleh
aplikasi yang dimiliki BUKA.
Pada tahun 2017 startup ini menyandang status unicorn yang artinya memiliki valuasi
setidaknya 1 miliar US Dollar atau sekitar Rp15 triliun. Namun tidak berapa lama setelahnya
beredar rumor perusahaan ini kesulitan keuangan.
Setelah didera isu tersebut dan keluarnya 2 pendirinya dari unicorn tersebut, hanya dalam
4 tahun kemudian perusahaan ini berhasil di IPO-kan dengan valuasi Rp80 triliun! Naik
5x lipat dari saat teman saya membeli, dan ketika IPO banyak yang mengatakan saham
BUKA masih murah!!
Hayoo makin bingung, jadi harga BUKA di 850 murah atau mahal ?
Kalau kita melihat dari pergerakan harga sahamnya pada hari perdana maka terlihat jelas
euforia saham BUKA sebagai unicorn pertama yang listing di IHSG menyalip GOTO yang
sudah ramai dibahas sebelumnya.
Dalam 3 hari pertama setelah IPO harga saham ini sempat naik dari 850 menjadi 1325.
Namun setelahnya terkoreksi terus menerus. Bahkan harga saham saat ini turun hingga
ke 444, hanya setengahnya harga IPO!!!
140
Antara GMV dan Sales
Dari pengalaman kami ketika bekerja di manajer investasi bertemu management berbagai
emiten mengajarkan jangan pernah telan bulat–bulat apa yang dikatakan management.
Sebagai orang yang bekerja mewakili perusahaan, sudah pasti management akan
berjualan mempromosikan perusahaannya.
Sudah menjadi tugas kita investor individu untuk tetap kritis memilah–milah mana yang
masuk akal mana yang mimpi di siang bolong.
Dalam hal klaim saham BUKA dikatakan murah karena diperdagangkan pada GMV
multiple 1,5x. Maka mari kita telusuri lagi angka yang menjadi pembentuk GMV tersebut.
Memang betul kalau kita melihat average e-commerce global diperdagangkan pada GMV
2x. Bahkan Amazon diperdagangkan pada GMV 2,7x (semakin tinggi semakin mahal).
Namun yang menjadi luput dari perhatian adalah berapa besar dari total transaksi GMV
yang diakui menjadi sales?
Apabila perusahaan mendapatkan komisi yang lebih besar dan menjual produk–produknya
sendiri, maka angka GMV yang diakui sebagai sales semakin besar.
141
Dalam hal ini Amazon pada EV/GMV 2,7x, memiliki multiple EV/Sales 7,8x. Sementara
BUKA pada EV/GMV 1,5x memiliki multiple EV/Sales 49x!!! Artinya hanya sedikit sekali
dari total nilai transaksi yang menjadi pemasukan BUKA.
Kalau begini mengatakan murah karena GMV yang hanya 1,5x jelas sangatlah bias, akal-
akalan yang lagi jualan biar keliatan murah.
Oleh karenanya balik lagi, kita tidak bisa lari dari cara memvaluasi old school seperti Price
to sales (P/S) sebagai tolak ukur untuk mengukur valuasi dan pertumbuhannya.
Ok jadi BUKA dilepas pada harga terlalu mahal, makanya harga sahamnya tersungkur
turun hingga setengahnya. Rugi kah BUKA?
142
Yang rugi ya investor yang dikadalin membeli diharga tinggi, apalagi yang belinya diatas
harga 1000 =P. Sementara Bukalapak sudah sukses menjual 25% sahamnya setinggi
langit hingga mendapatkan total kucuran dana Rp 20 triliun. Kalo barang harga 5 juta
dijual 20 juta siapa yang untung? Jelas yang jual!!
Sebagai komparasi saja. Sebelum IPO Bukalapak telah mendapatkan banyak sekali
pendanaan. Berapakah total pendanaan yang didapat Bukalapak ?
Hanya Rp13 triliun!! Itu setelah berdiri selama belasan tahun looh. Sementara sekarang
dengan melepas 25% saham langsung mendapatkan dana sebesar Rp20 triliun.
Bandingkan dengan Tokopedia yang memiliki size hampir 4x lipat dari BUKA, total
pendanaan yang berhasil dikumpulkan baru Rp40 triliun.
Pada rilis laporan keuangan kuartal ketiga 2021 penjualan dari bukalapak mengalami
peningkatan 57% YoY. Angka yang sekilas terlihat sangatlah besar. Namun bila kita lihat
secara spesifik kenaikan ini pada marketplace secara revenue hanya 6,8% YoY. Bahkan
angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan kuartal sebelumnya -8,5%.
Sementara kontribusi dari Mitra ini sebesar Rp207 miliar naik 290% YoY, hampir sama
dengan marketplace yang sudah sebesar Rp251 miliar pada kuartal III 2021. Dengan
masih relative barunya mitra Bukalapak kenaikan ini menurut dugaan kami banyak
dikontribusikan oleh diskon pada mitra yang dengan kata lain strategi bakar duit.
Sementara pada core bisnisnya marketplace justru terjadi stagnansi.
143
Hal inilah yang menyebabkan harga saham BUKA terpukul hebat. Marketplace sebagai
bisnis utamanya e-commerce justru hanya meningkat single digit, angka pertumbuhan
yang terlalu rendah untuk perusahaan digital.
Ingat seperti bahasan kami pada e-Book sebelumnya. Amazon marketplace terbesar di
dunia berhasil membukukan rata–rata pertumbuhan sales 27% dari tahun 2007 hingga
2020, jadi ya wajar juga sahamnya terbang ke langit.
Namun walaupun BUKA mengalami stagnansi penjualan pada marketplace menurut kami
memang sudah sewajarnya terjadi karena momentum belanja online sedikit berkurang
dengan meredanya pandemi, terutama dibandingkan tahun lalu. Masyarakat mulai
Kembali melakukan belanja ke toko fisik.
Nantinya akan terbentuk kebiasaan baru pada belanja online yang lebih tinggi namun
tidak akan seekstrim pada tahun 2020 yang lebih diakibatkan keterpaksaan.
Dengan harga saham Bukalapak yang terpukul hebat, padahal momentum saham
teknologi Indonesia masih akan sangat besar ke depan, dan dengan BUKA mempunyai
dana Rp20 triliun di tangan untuk pengembangan bisnis, tidak ada waktu yang lebih tepat
untuk berinvestasi di saham ini daripada sekarang!!
144
Katalis BUKA
Berbicara saham teknologi maka katalis tidak ada habisnya. Masih banyak inovasi dan
prospek pengembangan dalam jangka Panjang. Misal saja awal–awal Ketika kita bicara
Gojek, awalnya kita hanya mengenalnya sebagai moda transportasi online.
Namun selanjutnya berkembang sebagai jasa kurir untuk pengantaran makanan ataupun
barang. Semakin besar lagi Gojek memiliki Gopay yang digunakan sebagai pembayaran.
Dan akhirnya berkembang tidak hanya saja untuk pembayaran dalam ekosistem Gojek.
Ketika kita belanja di toko dan berbagai tempat, gGopay dapat digunakan sebagai mode
pembayaran.
Dengan status Bukalapak sebagai salah satu raksasa e-commerce-nya Indonesia yang
memiliki ekosistemnya yang besar, maka masih banyak peluang yang dapat digali dari
bisnis online ini. Apalagi melihat perkembangan induknya yaitu EMTK yang melakukan
kolaborasi dengan Grab.
Kesuksesan BUKA dalam mencari timing melakukan IPO membuat emiten ini diberkahi
limpahan cash yang luar biasa. Bayangkan saja sebelumnya selama belasan tahun
berdiri hanya berhasil mengumpulkan dana Rp13 triliun dan sudah sedemikian terdilusi.
Sementara saat ini dengan hanya melepas 25% saham baru ke pasar BUKA berhasil
meraih dana segar Rp20 triliun.
Ingat dulu Ketika Facebook pertama IPO tahun 2012, harga sahamnya juga sempat jatuh
dari harga perdana USD 38 ke USD 18, turun 50% lebih seperti BUKA sekarang. Saat itu
saham Facebook juga ditertawakan karena memiliki valuasi yang terlalu mahal sehinga
terjustifikasi harga sahamnya terkoreksi.
Namun sekarang harga saham Facebook sudah mencapai USD 322, naik hampir 10x
lipatnya hanya dalam waktu kurang dari 10 tahun. Jadi siapa yang tertawa terakhir?
Sebagai saham teknologi yang kaya inovasi masih akan ada banyak pengembangan–
pengembangan bisnis yang dapat memberikan katalis baru.
145
Dalam hal sentimen setidaknya dengan kehadiran unicorn–unicorn lainnya di bursa akan
turut mengerek kembali sentimen positif pada saham teknologi dalam waktu dekat.
Ketika kami sedang menulis saham BUKA ini, sangatlah sulit menulis harga dari saham
ini. Karena kondisi saat ini saham BUKA sedang mengalami aksi buang–buangan secara
masif. Maklum saja ada sangat banyak investor dan sentimen berbalik negatif karena
melihat perkembangan mitra Bukalapak yang belum sebaik dari paparan management.
Harga saham bergerak sangatlah fluktuatif hingga 3 – 5% sehari. Pada saat kami menulis
saat ini harga saham kembali membal naik ke level 480an setelah sebelumnya berkali–
kali mengalami auto reject bawah hingga sempat menyentuh harga 426.
Secara valuasi walaupun dilihat secara P/S sangatlah mahal di level 27x, namun dilihat
dari aset atau book value-nya, terima kasih atas fresh fund hasil IPO Rp20 triliun di mana
membuat nilai buku BUKA menjadi 232 sehingga hanya diperdagangkan pada level 2x
pbv. Rasio yang sangat menarik untuk sang Unicorn.
Yang menjadi tugas selanjutnya dana sebesar ini mau diapakan? Karena dana Rp20
triliun ini sangatlah besar. Sebagaimana efektif mereka menggunakan dana ini untuk
mendongkrak bisnis Bukalapak??
Apakah mereka akan kembali bakar duit untuk mencaplok market share yang dimiliki
Toped dan Shopee? Atau untuk penetrasi pengembangan mitra bukalapak? Atau bahkan
kembali melakukan inovasi untuk pengembangan bisnis baru?
Efektivitas dalam investasi Bukalapak ke depan menggunakan dana fresh fund yang
super besar tersebut tentunya akan menjadi kunci pada pergerakan harga saham BUKA.
Secara sentimen sebagai saham teknologi mudah saja aksi jual yang terjadi saat ini
berbalik menjadi beli. Namun untuk menjadi sustain maka perlu disertai pembuktian
return on investment yang baik.
146
Satu hal yang perlu diantisipasi pada saham BUKA adalah akan segera dibukanya lock
period para investor Pre-IPO di mana menurut informasi yang kami dengar 9 bulan sejak
IPO. Apabila para investor ini melakukan aksi jual maka dapat memberikan tekanan
pada harga saham ini. Karena walaupun harga saham saat ini turun setengahnya,
namun untuk investor pre IPO investasi mereka di emiten ini sudah naik berkali-kali
lipat.
147
148
BBRI
Rakyat selalu menjadi kekuatan besar di negeri ini. Begitu pula dengan bank yang
menyandang nama rakyat di dalamnya, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) memiliki proposisi
untuk selalu menjadi institusi keuangan yang selalu dekat dengan rakyat.
Pada bulan September pembentukan holding ultra mikro (UMi) secara resmi sudah
didirikan dengan BBRI mengakuisisi Pegadaian dan PNM. Dalam rangka pembetukan
holding UMi, BBRI telah melakukan right issue senilai Rp95,9 triliun yang terdiri dari
Rp54,7 triliun dalam bentuk partisipasi non tunai pemerintah dan Rp41,2 triliun dalam
bentuk cash proceed dari pemegang saham publik.
Dengan terbentuknya ekosistem UMi, BBRI akan sangat berperan dalam peningkatan
kapabilitas debitur golongan ultra-mikro untuk naik kelas menjadi golongan mikro
dan kecil menengah. Dengan prospek yang besar dan menguntungkan pada segmen
ini, di mana NIM segmen ini lebih besar dibandingkan dengan segmen lain, BBRI
memiliki potensi untuk meningkatkan profitabilitas di masa depan ditambah dengan
kemungkinan menurunnya biaya provisi menyusul sudah dimulainya pemulihan ekonomi
serta memperkuat posisi BBRI di segmen mikro.
149
Dalam memulai langkah awalnya dalam konsolidasi dengan Pegadaian dan PNM, BBRI
telah menyusun rencananya sebagai berikut:
1. Mulai melakukan intregrasi data untuk total 21 juta nasabah dari ketiga entitas
tersebut dengan menggunakan lebih dari 70 parameter yang diolah menggunakan
mesin analitik milik BBRI.
2. Peningkatan manajemen risiko di Pegadaian dan PNM yang pada akhirnya dapat
membantu mempermudah untuk segmentasi pelanggan dan menetapkan risk
pricing. BBRI juga akan melakukan penyelarasan produk, karena adanya produk
segmen mikro yang tumpang tindih di antara ketiga entitas yaitu Kupedes (BBRI),
ULamm (PNM) dan pinjaman non gadai (Pegadaian). Nantinya Pegadaian akan
kembali fokus pada bisnis gadai dan PNM akan fokus pada produk Mekaar yang
merupakan pembiayaan kelompok dan merupakan portfolio terbesar PNM.
Penggunaan cabang setiap entitas secara bersama (co-location). Dalam hal ini BBRI
akan meluncurkan “Senyum” singkatan dari Sentra Layanan Ultra Mikro yang akan
mengintegrasikan 100 cabang antara BBRI dan Pegadaian, serta 75 cabang integrasi
antara BBRI dan PNM. Selain itu BBRI akan meluncurkan program UMi Corner untuk
menjalankan cross-selling antara ketiga entitas tersebut.
150
Sedikit gambaran mengenai kinerja BBRI pada kuartal III-2021 di mana BBRI berhasil
mencatatkan laba bersih senilai Rp19 triliun, tumbuh 34% YoY. Laba bersih BBRI tertekan
karena rugi bersih dari anak usahanya BRI Agroniaga (AGRO), yang baru-baru ini berganti
nama menjadi Bank Raya Indonesia, sebesar Rp1,8 triliun pada periode sembilan bulan
pertama tahun ini. Rugi bersih AGRO disebabkan oleh pelepasan bisnis warisannya untuk
bertransformasi menjadi bank digital. Namun BBRI juga sudah mengkonsolidasikan
laporan keuangan Pegadaian dan PNM secara proporsional pada kuartal III-2021 dengan
kontribusi sebesar Rp641 miliar.
Dari sisi modal, BBRI memiliki modal yang jauh lebih kuat setelah berhasil melakukan right
issue senilai Rp96 triliun dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 24,37%. Modal
tersebut cukup besar untuk mencapai target perusahaan untuk mencapai pertumbuhan
kredit sebesar 14% per tahun selama 5 tahun ke depan. Sementara NPL BBRI pada kuartal
III-2021 masih cukup tinggi sebesar 3,29% dengan segmen mikro, kecil, menengah serta
konsumer tercatat adanya kenaikan. Namun restrukturisasi kredit karena pandemi
151
terlihat mengalami penurunan menjadi Rp166,2 triliun atau sebanyak 17,8% dari total
kredit, dari puncaknya di kuartal sebelumnya sebanyak Rp190,6 triliun, sebanyak 17,8%
dari total kredit.
Berbicara mengenai digitalisasi, BBRI menjadi salah satu bank besar yang sedang
bertransformasi ke arah digital. Namun strategi yang digunakan BBRI tidak akan
menjadikan BBRI menjadi fully digital bank, melainkan akan menjadi hybrid bank.
1. Bank Hybrid. Bank yang menggunakan platform offline dan online dengan memiliki
ekosistem sendiri. Bank yang sudah mulai terlihat akan menjadi bank hybrid
diantaranya adalah BBRI, BBCA dan BMRI. Bank-bank tersebut dengan platform
digitalnya tidak hanya memiliki rasio biaya yang paling rendah di antara bank-bank
di Indonesia, tetapi juga memiliki fee based income yang lebih baik.
152
bank Syariah BUMN (Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah) menjadi
Bank Syariah terbesar di Indonesia, BRIS.
3. Bank Digital. Bank digital akan bergerak tidak hanya menyediakan operasional
secara digital, tetapi juga akan ada peningkatan permintaan dari user atau nasabah
untuk menyediakan semua aspek keuangan. Saat ini beberapa bank digital yang
sudah beroperasi diantaranya ARTO, dan BBYB. Sementara BBCA memiliki BLU
yang dioperasionalkan BCA Digital dan BBRI memiliki AGRO yang bertransformasi
menjadi bank digital. AGRO akan diposisikan untuk menjadi “digital attacker” bagi
BBRI.
Untuk mewujudkan visi tersebut BBRI menerapkan sistem open banking melalui open
API (Application Programming Interface) yang merupakan pintu untuk kemitraan digital.
API ini akan menghubungkan proses bisnis, layanan, konten dan data baik ke channel
mitra, internal maupun developer aplikasi dengan cara yang mudah dan aman. Hingga
akhir tahun 2020 saja, BRIAPI telah digunakan 120 mitra, volume penjualan hingga Rp43
triliun dengan volume transaksi hingga 88 juta.
Selain itu BBRI juga sudah membangun platform digital untuk digitalisasi pasar tradisional
melalui pasar.id. Platform ini merupakan marketplace untuk mempertemukan penjual
dan pembeli di pasar tradisional secara digital. Platform ini menyediakan informasi pasar
dan pedagang yang berada di dekat konsumen sesuai dengan produk yang diinginkan
konsumen. Platform ini diharapkan akan menghubungkan penjual dan pembeli yang sejak
pandemi Covid-19 berlangsung perilaku konsumsinya berubah menjadi online. Saat ini
sudah ada sekitar 4500 pasar dengan sekitar 108 ribu pedagang yang terdaftar dengan
transaksi volume hingga Rp52 miliar.
153
Digitalisasi perbankan akan mempercepat pertumbuhan digital ekonomi. BBRI juga
memainkan peran penting terhadap perkembangan digital ekonomi di Indonesia.
Bagaimana tidak, mengingat BBRI juga aktif berinvestasi di beberapa perusahaan
startup teknologi melalui anak usahanya BRI Ventures. Beberapa nama yang ada di
portfolio BRI Venture saat ini adalah Bukalapak, TaniHub, LinkAja, Modalku, Investree,
Xendit dan masih banyak lainnya.
Bisa dibayangkan dengan banyaknya inisiatif BBRI saat ini betapa besar potensi
pertumbuhan BBRI ke depannya. Setelah pembentukan ekosistem UMi dengan dukungan
teknologi BBRI berpotensi menjadi perusahaan yang tidak hanya secara produktivitas
akan meningkat tetapi akan membangkitkan potensi pertumbuhannya yang saat ini
masih terpendam.
Katalis BBRI
Bank Indonesia mengatakan masih akan menerapkan kebijakan moneter yang akomodatif
untuk mendukung pemulihan ekonomi. Dengan kondisi likuiditas yang masih besar serta
kebijakan moneter yang longgar diharapkan permintaan pembiayaan pada tahun 2022
akan lebih baik dibanding pada tahun ini. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan
kredit perbankan bisa tumbuh pada kisaran 6% hingga 8%, di atas proyeksi pertumbuhan
tahun ini sekitar 4% hingga 6%. Manajemen BBRI juga menargetkan pertumbuhan kredit
BBRI di tahun 2022 akan tumbuh 8%.
154
Dengan sudah mulai menurunnya tren jumlah restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid
dan telah mencapai puncaknya NPL pada kuartal I-2021 diharapkan biaya provisi juga
akan berkurang pada kuartal-kuartal ke depan. Bersamaan dengan biaya provisi yang
lebih rendah, profitabilitas BBRI pada tahun depan diperkirakan akan meningkat pasca
pembentukan ekosistem UMi. Net Interest Margin (NIM) BBRI yang saat ini sebesar 6,7%
akan meningkat mengingat lebih tingginya NIM Pegadaian dan PNM yang masing-masing
sebesar 19% dan 17%. Konsolidasi penuh kedua entitas tersebut pada tahun 2022 adalah
katalis kuat lain untuk BBRI di tahun depan.
155
Risk & Rewards BBRI
Setelah right issue, nilai buku BBRI tercatat bertambah menjadi Rp277,28 triliun di
kuartal III-2021. Dengan harga per akhir kuartal III-2021 BBRI di 3850 berarti saham BBRI
dihargai 2,11x nilai bukunya. Apakah level tersebut saham BBRI masih relatif murah?
Jika dibandingkan rata-rata PBV BBRI dalam 5 tahun terahir sebesar 2,41x berarti level
tersebut masih relatif murah. Hingga akhir November 2021 harga saham BBRI sudah
beranjak naik dengan penutupan akhir November 4090, senilai 2,24x nilai buku per
saham.
Jika menggunakan nilai buku per saham (BVPS) yang masih sama seperti di kuartal III-
2021 senilai 1826 saja, untuk bisa diperdagangkan mencapai 2,41x berarti masih ada
potensi kenaikan sekitar 7,5% ke level 4400. Padahal BBRI dalam 5 tahun terakhir, dalam
catatan akhir tahun BBRI pernah diperdagangan dengan valuasi senilai 2,62x yang bisa
dikatakan bahwa BBRI masih memiliki potensi kenaikan sebesar 16,8% ke level 4780.
Padahal pertumbuhan BVPS BBRI selama 5 tahun terakhir sebesar CAGR 12%, dengan
demikian potensi harga BBRI untuk naik lebih tinggi masih sangat terbuka lebar.
156
157
TLKM
Saham big cap susah untuk naik double digit? Ternyata dari lima saham dengan kapitalisasi
terbesar saat ini ada dua nama yang sepanjang tahun ini, hingga akhir November 2021,
mencatatkan kenaikan double digit, salah satunya adalah TLKM yang naik 20,5%. BMRI
yang mencatatakan posisi kedua kenaikan harganya terpaut cukup besar yaitu sebesar
10,6%.
TLKM mengalami kenaikan yang signifikan sejak awal Juli, di mana sempat mencapai
titik harga terendahnya tahun ini di level 3.010. Rally tersebut terjadi hampir dua minggu
setelah rilis laporan keuangan kuartal pertama tahun ini dimana laba bersih TLKM
tercatat sebesar Rp6 triliun, hanya berhasil tumbuh 2,6% YoY.
Kenaikan laba bersih tersebut lebih banyak dikontribusikan dari penurunan biaya dari
biaya bunga dan pajak karena pendapatan TLKM pada kuartal I-2021 turun -0,7% YoY.
Meskipun pertumbuhan pada kuartal pertama masih cenderung rendah tetapi EPS yang
dihasilkan TLKM sebesar Rp 60,71 berada di atas ekspektasi konsensus sebesar Rp56,42.
Ternyata rally masih terus berlanjut hingga rilis laporan keuangan kuartal II-2021 di mana
158
TLKM berhasil mencatat kinerja yang lebih baik, dengan catatan laba bersih sebesar
Rp6,4 triliun, naik 25,6% YoY. Dalam laporan keuangan terbaru untuk periode kuartal III-
2021, TLKM berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp6,4 triliun, cenderung flat jika
dibandingkan dengan kuartal sebelumnya tetapi tumbuh 12,8% jika dibandingkan dengan
tahun lalu.
Tidak seperti kuartal kedua, EPS TLKM pada kuartal III cenderung inline dengan proyeksi
analis sebesar Rp 64,82 per lembar saham, sementara pada kuartal II mencatatkan EPS
yang jauh lebih tinggi dari ekspektasi analis sebesar Rp65 vs. Rp58,7 per lembar saham.
Pertumbuhan pendapatan TLKM sepanjang tahun ini masih didominasi oleh IndiHome
yang tumbuh 18,3% YoY yang didorong oleh kenaikan ARPU dan penambahan subscriber.
Dengan kondisi pandemi Covid yang masih berlangsung, potensi penambahan jumlah
subscriber baru masih terbuka lebar. IndiHome juga menjadi semakin penting terhadap
kinerja TLKM karena saat ini IndiHome memberikan kontribusi sebesar 19% terhadap
pendapatan TLKM, dibandingkan dengan 16% pada tahun lalu. Sementara kontribusi
terbesar masih berasal dari data, internet dan information technology services sekitar
55% dari pendapatan, yang mayoritas dihasilkan dari Telkomsel.
Telkomsel sebagai operator telekomunikasi dengan market share data traffic terbesar
telah re-branding serta mengkonsolidasikan tiga merk prabayar mereka yaitu Kartu
AS, Simpati, dan Loop menjadi satu merk yakni Telkomsel Prabayar agar menjadi lebih
159
sederhana. Telkomsel saat ini menggunakan data analitik untuk memberikan penawaran
yang jauh lebih relevan dan personal kepada pelanggan berdasarkan kebiasaan pembelian
sebelumnya.
Kenaikan harga TLKM pada semester II tahun ini juga didorong oleh investor asing.
Tercatat investor asing melakukan net-buy sebesar Rp 9,5 triliun (23% dari total dana
asing yang masuk) dimana sekitar Rp6 triliun-nya diakumulasi dalam waktu enam bulan
terakhir ini. Dana asing yang masuk ke TLKM merupakan yang kedua terbesar sepanjang
tahun ini, hanya kalah dari BBRI yang mendapatkan inflow asing sebesar Rp13,1 triliun
dalan tahun berjalan ini. Apa yang membuat investor asing berinvestasi cukup besar
pada perusahan telekomunikasi terbesar di Indonesia ini? Menurut kami salah satunya
adalah story growth yang solid dan valuasi yang masih cukup atraktif.
Katalis TLKM
Seiring dengan arah perusahaan untuk bertransformasi digital, permintaan akan data
center terus meningkat. Hal itu yang membuat TLKM pada saat ini sedang membangun
Telkom Hyperscale Data Center (HDC) di Jawa Barat, dimana Telkom HDC ini berpotensi
menjadi penggerak baru untuk pertumbuhan TLKM ke depan. Telkom HDC akan dibangun
di atas lahan seluas 65 ribu meter persegi, dengan total kapasitas hingga 10 ribu rak dan
daya 75 MW. Rencananya pengembangan Telkom HDC tahap pertama, dengan kapasitas
25 MW, akan selesai pada akhir 2021.
Pasar data center di Indonesia dinilai sebesar USD 1785 juta pada tahun 2020 dan
diperkirakan akan tumbuh sebesar 11,4% CAGR sepanjang 2021-2026 dan bahkan
dapat mencapai USD 3.354 juta pada tahun 2026. Saat ini sudah ada beberapa pemain
lokal seperti TLKM melalui beberapa anak usahanya, DCI Indonesia (DCII) dan pemain
internasional seperti Alibaba dan Google yang telah membangun data center mereka di
160
Indonesia. Namun TLKM dinilai mempunyai kelebihan untuk dapat menjaring konsumen
BUMN dan UKM.
Tidak hanya itu, TLKM juga melakukan inisiatif digital yang sangat agresif dengan
melakukan kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan teknologi dan digital serta
berinvestasi pada perusahaan startup. Salah satunya adalah melakukan investasi di
Gojek sejak akhir tahun 2020.
Setelah sempat gagal membangun perusahaan digital, keputusan TLKM melalui anak
usahanya Telkomsel untuk berinvestasi di Gojek sebagai salah satu perusahaan digital
terbesar adalah langkah strategi yang tepat. Telkomsel sudah mulai berinvestasi di
Gojek pada November 2020 dengan nilai USD 150 juta dan pada Mei 2021 sebesar USD
300 juta. Dalam laporan keuangan kuartal III-2021, tercatat investasi Telkomsel di Gojek
telah memberikan keuntungan dengan kenaikan nilai wajar sebesar Rp350 miliar.
Hasil atas investasi Telkomsel di Gojek berpotensi akan terus mengalami peningkatan
ketika GoTo melakukan IPO. Semakin besar valuasi GoTo pada saat IPO maka keuntungan
investasi Telkomsel juga semakin besar. Baru-baru ini GoTo telah melakukan penggalangan
dana melalui pra-IPO sebesar USD 1,3 miliar dan diperkirakan valuasi GoTo pada saat IPO
bisa mencapai USD 35 miliar hingga USD 40 miliar.
Selain investasi di Gojek, TLKM melalui perusahaan modal ventura miliknya, Mitra Digital
Innovation (MDI) saat ini mengelola portofolio sekitar USD 900 juta. MDI berinvestasi
lebih dari 50 startup di 12 negara di beberapa sektor seperti sektor healthcare, fintech,
logistik, agribisnis dan konsumsi. Beberapa nama startup dalam portofolionya bahkan
telah tercatat sebagai unicorn, NIUM dan Kredivo. TLKM menyakini bahwa akan dua
startup lainnya yang akan menjadi the next unicorn dalam beberapa waktu ke depan.
161
Keberhasilan IPO Mitratel (MTEL) bisa memberikan tambahan valuasi terhadap TLKM.
Anak usaha TLKM yang bergerak di bisnis menara berhasil mendapatkan dana segar dari
IPO sebesar Rp18,34 triliun. Rencananya MTEL akan kembali membeli 6.000 menara dari
Telkomsel setelah sebelumnya mengambil alih 10.050 menara. Penambahan menara ini
meningkatkan jumlah menara MTEL menjadi 28.000 menara dan menjadikannya salah
satu perusahaan menara telekomunikasi terbesar di Indonesia. Dengan market share
yang besar di industri menara di Indonesia kinerja MTEL akan menjadi nilai tambah bagi
kinerja TLKM. Perusahaan Menara akan mendapatkan manfaat dari konsumsi data yang
lebih tinggi dan dimulainya era 5G di Indonesia.
TLKM juga berencana untuk menggabungkan beberapa anak usaha dengan bisnis sejenis
yaitu bisnis data center seperti Telin, Telkom Sigma dan data center Telkom menjadi
sebuah entitas baru yang akan dilanjutkan dengan opsi pencatatan di bursa melalui IPO
dalam 2 - 3 tahun mendatang. Dengan rencana ini dipercaya akan membuka potensi
valuasi tambahan bagi TLKM seperti apa yang telah terjadi pada MTEL.
Secara industri, pada saat ini industri telekomunikasi Indonesia sedang dalam tahap
konsolidasi dengan telah diumumkannya merger antara ISAT dengan Hutchinson (three)
pada September lalu. Aksi korporasi tersebut membuka potensi yang semakin besar
162
adanya merger antara EXCL dan FREN sehingga nantinya akan hanya ada tiga perusahaan
besar yang menguasai industri ini.
Konsolidasi ini akan memberikan manfaat terhadap industri secara umum karena dapat
mengurangi perang harga dan dapat meningkatkan ARPU. Dengan hadirnya teknologi 5G
di Indonesia akan mendorong operator telekomunikasi untuk jauh lebih fokus terhadap
profitabilitas untuk berinvestasi pada teknologi 5G yang membutuhkan capex yang besar,
tidak hanya sekedar perang harga untuk merebut market share dengan mengorbankan
profitabilitas.
Dalam jangka pendek, TLKM dapat diuntungkan dengan adanya merger tersebut.
Mengingat transaksi penggabungan operator telekomunikasi sebelumnya, pada
tahun pertama biasanya perusahaan akan fokus terhadap konsolidasi operasional dan
perampingan jaringan yang dapat mengakibatkan penurunan market share yang dapat
dimanfaatkan oleh TLKM.
Kenaikan harga TLKM sejak Juli 2021 telah membuat valuasi TLKM saat ini tergolong
berada pada valuasi yang tidak cukup murah dan tidak pula terlalu mahal. Jika dinilai
relatif dengan book value, ketika harga TLKM saat ini berada di level 4070, harga tersebut
setara dengan 3,85x book value dan berada pada rata-rata PBV selama 5 tahun terakhir
di sekitar 4,0x PBV.
Jika dinilai relatif dengan laba bersih per saham, harga saat ini setara dengan 17,5x P/E,
masih sedikit lebih rendah dari rata-rata PER 5 tahun terakhir dikisaran 18,7x. Namun jika
kita lihat historikal dalam 5 tahun terakhir, harga TLKM sempat dihargai pasar 20x P/E
bahkan lebih dan PBV yang mencapai 4,7x.
Dari sisi dividend yield, TLKM memberikan dividen mencapai 4,1%. Meskipun terlihat
kecil tetapi ini merupakan salah satu dividend yield terbesar jika dibandingkan dengan 5
163
perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di IHSG. Bagi investor yang memiliki preferensi
untuk mendapatkan cash flow dari hasil investasinya, dividend yield yang ditawarkan ini
juga lebih besar dari deposito yang saat ini rata-rata berada dikisaran 3,5% dan masih
harus dipotong pajak 20% sementara hingga saat ini cash flow dari dividen masih
mendapatkan insentif bebas pajak.
Apakah pasar akan memberikan apresiasi atas prospek kinerja TLKM kedepan seperti
yang pernah terjadi dalah beberapa tahun terakhir? Kemungkinan itu tetap ada mengingat
TLKM mempunyai source of growth yang baru terutama bisnis yang berkaitan dengan
aspek transformasi digital yang dapat mempertahankan perusahaan sebesar TLKM
masih dapat berpotensi tumbuh ke depannya.
164
165
WTON
• Harga saham saat ini jauh dibawah harga IPO dan nilai pabriknya
• Perolehan kontrak akhir Oktober Rp4,2 triliun meningkat 44% YoY
• Wacana ibukota baru di 2022 merupakan katalis pada saham WTON
Ketika pertama kali bekerja di dunia investasi saat itu kami bekerja di perusahaan futures
yang juga memiliki izin sekuritas. Pada perusahaan tersebut memiliki head of research
(HoR) yang seorang bapak–bapak yang sudah cukup berumur.
Pada saat itu akhir–akhir tahun 2008, di mana bursa saham sedang terkoreksi luar biasa
dalam. Saat itu bapak HoR ini sedang sangat terinspirasi dengan cara berpikirnya Warren
Buffet dalam melihat value dari suatu perusahaan.
Berlawanan dengan cara kerja perusahaan futures tersebut yang sangat meng-
encourage para sales melakukan trading sebanyak–banyaknya untuk menghasilkan
revenue maksimal. Si HoR malah merekomendasikan membeli saham yang under value
dan mengeram saham tersebut untuk waktu yang panjang.
Begitu kira-kira bapak HoR ini merekomendasikan setiap kali melakukan market update
setiap pagi di kantor.
Saat itu kami melihat tingkah laku HoR ini sangat menarik. Dia seperti orang yang baru
166
mendapatkan pencerahan setelah berada dalam kondisi kusut untuk waktu yang lama.
Pencerahan itu adalah cara berpikir tentang value investing.
Seakan Value Investing adalah pencerahan yang beliau dapatkan setelah melalui
pencarian yang panjang untuk dapat meraih keuntungan dalam investasi, khususnya
saham. Sebagai informasi beliau sebelumnya juga berprofesi sebagai sales futures &
sekuritas untuk waktu yang lama, sehingga lebih terbiasa trading sehari–harinya.
Pada masa itu kami baru mengenal dunia investasi, dan setiap kali didongengkan HoR
tersebut tentang “saham undervalue” bagi kami seperti menemukan harta karun yang
siap digali. Yang dapat membuat para investornya kaya raya. Secara market saat itu
ambruk akibat krisis subprime mortgage, setiap hari merah, semua saham diobral murah
meriah.
Mempelajari cara menemukan “Saham undervalue” menjadi obsesi kami, seakan apabila
sudah memahami cara menganalisa dan menemukannya maka kami akan kaya raya!
Setelahnya kami pindah ke beberapa sekuritas lain dan untuk sejenak melupakan cerita
value investing tersebut. Yaa kalee broker pake value investing, mesti trading kaka cari
omset =P. Kami pun turut melalui fase pasang surut seperti yang dialami bapak HoR tadi,
melakukan trading sana sini, dengan cara scalping, cara teknikal, atau micro structure
aka bandarmologi.
167
Namun pada akhirnya setelah bekerja cukup lama di pasar modal dan mendapatkan
kesempatan untuk belajar dari mentor yang tepat, kami mendapatkan bahwa value
investing sebagai basis yang paling benar untuk memahami cara market bekerja dan
juga menjadi cara bagi kami untuk berinvestasi.
Dengan memahami value investing kami jadi memiliki pemahaman kenapa suatu saham
dapat undervalue, kenapa bisa overvalue, memahami faktor–faktor penyebabnya. Tapi
walaupun kami juga mendapatkan pencerahan setelah menggunakan value investing
seperti halnya bapak HoR tadi, ternyata ada satu hal penting yang kami tidak ketahui
sebelumnya.
Memahami value investing betul membantu kami untuk lebih dapat membedakan mana
yang harta karun mana yang bukan. Namun dengan dapat menemukannya bukan berarti
harta karun tersebut bisa langsung diangkat dan dijadikan uang!!
Harta karun tersebut bisa jadi akan terus tertimbun dalam lautan untuk waktu yang
lama. Sebagaimana yang dikatakan Warren Buffet, dalam jangka pendek harga saham
seperti voting mengikuti konsensusnya, sementara dalam jangka panjang harga saham
baru akan merefleksikan value yang sesungguhnya. Oleh karenanya investasi saham
menurutnya merupakan perpindahan uang dari investor yang kurang sabar kepada
investor yang lebih sabar.
Dalam melakukan pembelian yang didasari value investing, membeli saham yang
sedang murah, kadang memang kami terapresiasi dalam waktu yang singkat, hanya
dalam beberapa bulan saja saham tersebut dapat naik puluhan persen. Namun dalam
kondisi terburuknya kami dapat memiliki saham tersebut untuk waktu yang sangat lama
bertahun–tahun dan tidak mendapatkan keuntungan. Sementara di saat yang bersamaan
di sekeliling kami para trader memberitakan keuntungannya yang luar biasa di saham A
dan B. Ga semudah itukan sabar itu?
Stagnansi saham murah dapat didasari karena kinerjanya yang buruk, sentimen pada
industrinya, ataupun faktor lainnya.
168
Apabila yang menjadi alasannya karena kinerjanya yang buruk walaupun memiliki
valuasi yang under value, maka emiten tersebut perlu menunjukkan perbaikan secara
fundamental baru kemudian harga sahamnya benar–benar diapresiasi lagi oleh market.
Di mana apresiasi harga saham dapat menjadi jauh lebih tinggi.
Namun perbaikan kinerja tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Contoh saja
dalam kasus saham infrastruktur, kami mengetahui saham–saham ini memiliki valuasi
yang sudah murah dan industrinya tetap memiliki prospek yang cerah.
Tapi setelah bertahun–tahunnya nyatanya keadaan belum memihak emiten ini untuk
segera pulih lagi. Salah satu dari emiten tersebut contohnya adalah Wika Beton (WTON).
Ketika pertama kali kami mulai mengamati harga saham WTON saat itu sedang
mengalami tren penurunan. Saat itu yang terjadi justru sebaliknya, saham WTON over
value akibat euforia akselerasi pembangunan infrastruktur. Harga saham pun akhirnya
turun dari level tertingginya di 1400 pada tahun 2015, terus terkoreksi setiap tahunnya
hingga menyentuh level 300 diakhir 2018.
Penurunan harga saham WTON sejalan dengan turunnya harga saham kontruksi bumn
yang mulai mengalami masalah likuiditas. Pertimbangan kami saat itu jelas saham WTON
sudah undervalue. Harga saham sudah di bawah level IPO-nya, padahal produksinya
sudah 2x lipat lebih besar dari masa IPO dahulu. Apalagi saat itu wacana ibukota baru
mulai mengemuka yang jelas membutuhkan banyak sekali precast!
Dan benar saja setelah menyentuh level 300, harga saham emiten ini perlahan-lahan
kembali naik hingga menyentuh 650. Namun sayangnya setelah itu harga saham kembali
terpukul hebat akibat pandemi.
169
Dengan memahami value investing memberikan clue kepada kita investor kenapa saham
ini bergerak turun ataupun naik. Namun pemahaman itu baru sedikit dari perjalanan
sebagai value investor. Karena ujian sesungguhnya adalah seberapa lama kita dapat
bersabar hingga saham tersebut bergerak naik.
Unlock Value
Saat kami melakukan penelusuran pada saham–saham precast luar negeri, hasilnya
kami ketahui umumnya perusahaan yang mempunyai lini bisnis produksi precast juga
memproduksi semen. Oleh karena itulah ketika dulu WTON pertama kali IPO, perusahaan
ini diposisikan seperti emiten semen.
Namun di Indonesia yang membedakan antara emiten precast dengan emiten semen
adalah pada eksposur industrinya. Bila pada perusahaan semen sekitar 75% permintaannya
untuk industri properti kemudian sisanya infrastruktur. Maka hal yang sebaliknya terjadi
pada emiten precast dimana sekitar 75% permintaan untuk infrastruktur dan sisanya
pada properti.
170
Seperti telah kami bahas di atas, kami percaya dari kacamata value investor saham
WTON merupakan saham yang sangat undervalue. Bila pada saat harga saham 500 saja
menurut kami menarik, apalagi pada saat sekarang diperdagangkan pada harga 282?
Dari fundamentalnya dapat dilihat pada harga saham saat ini hanya diperdagangkan pada
nilai 0,74x pbv. Hanya memiliki kapitalisasi pasar Rp2,5 triliun padahal kalau kita lihat
dari kapasitas produksi pabriknya yang mencapai 4,2 juta ton pertahun, harga bangun
pabriknya saja setidaknya Rp7 triliun atau 3x lipat dari level sekarang.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang emiten precast, kami mencoba mencari sampel
pada perusahaan sejenis diluar negeri. Di sini kami menemukan emiten sejenis yang
memproduksi pipa dan precast AS, Fortera yang baru saja diakuisisi pada awal 2021.
Selama sekitar satu tahun hingga diakuisisi harga saham dari Fortera ini mengalami
kenaikan 238%. Perusahaan ini diakuisisi pada pbv 5x dan EV/EBITDA 9x. Valuasi yang
sangat tinggi bila kami bandingkan dengan WTON yang hanya pada pbv 0,74x dan EV/
EBITDA 6x laba 2019.
Akuisisi ini sebagai gambaran saja bila kami melihat transaksi penjualan emiten ini
sebagai nilai wajar maka kita dapat mengambil kesimpulan nilai wajar WTON seharusnya
jauh lebih tinggi dari saat ini, berkali kali lipat yang dapat membuat saham ini menjadi
multibagger.
Dengan statusnya sebagai perusahaan BUMN sulit mengharapkan perusahaan ini dijual
yang dapat membuat unlock value dihargai jauh lebih tinggi.
Kemungkinan selanjutnya yang dapat membuat saham ini pulih kembali jelas pada kinerja
perseroan. Namun dengan saat ini utilisasi pabrik hanya 37% dan besaran APBN 2022
untuk infrastruktur relatif flat, sulit mengharapkan WTON dapat langsung pulih seperti
sebelum pandemi.
Disinilah ujian sesungguhnya para value investor, sejauh mana kita bisa bersabar..
171
Lebih Dalam Tentang WTON
Seperti diketahui, dari namanya WTON merupakan anak usaha dari Wijaya Karya (WIKA)
yang mengkhususkan diri dalam pembuatan precast beton. Emiten ini membangun usaha
tersebut secara terintegrasi mulai dari raw material, proses pembuatan, pemasangan
sampai dengan proses instalasi.
Kenapa kami lebih memilih WTON dibandingkan perusahaan sejenis seperti WSBP
misalnya? Terdapat beberapa faktor yang kami pertimbangkan:
Berbeda dengan WSBP yang sangat bergantung pada proyek dari induk usahanya,
WTON sebagai pemain beton yang lebih lama memiliki profil pelanggan yang lebih
terdiversifikasi. Hanya 11% pendapatan perusahaan berasal dari induk usahanya, sisanya
berasal dari pembeli perusahaan sendiri yang terdiri dari PLN, Bosowa, Hutama Karya,
Samsung dan beberapa perusahaan lainnya
172
Sumber: pubex WTON 2021
Hingga Oktober 2021 WTON telah berhasil meraih kontrak baru sebesar Rp4,2 triliun.
Perolehan kontrak ini sudah mencapai 87% dari target kontrak tahun ini yang sebesar
Rp4,8 triliun. Bila dibandingkan tahun lalu pada bulan yang sama perolehan kontrak
WTON telah meningkat 44%, namun lebih rendah -20% bila dibandingkan pencapaian
2019. Dengan tahun 2021 yang masih belum bisa lepas dari turbulensi, setidaknya emiten
ini telah menunjukkan indikasi peningkatan yang sangat baik.
Katalis WTON
Sama halnya dengan PTPP, katalis utama pada saham WTON adalah dengan melihat
kemampuan Pemerintah melakukan shifting dari stability pada ekonomi dampak pandemi
untuk beralih kembali pada akselerasi pembangunan infrastruktur.
Pastinya Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Karena akar masalah dari krisis ini
adalah kesehatan, maka asumsi–asumsi ini baru dapat berjalan apabila di 2022 pandemi
dan varian–varian baru dapat ditanggulangi bersama.
173
Melihat inisiatif Pemerintah yang mengajak partai–partai koalisinya mengunjungi calon
ibukota baru dan menyiapkan road map perpindahan ibukota menunjukkan keseriusan
Pemerintah terhadap program ini dan memastikan keberlangsungannya walaupun
nantinya telah berganti pemerintahan baru.
Selain dari peningkatan kontrak baru di 2022, berita akan semakin jelasnya road map
pembangunan ibukota baru merupakan sentimen positif yang dapat menggerakan
saham ini.
Seperti apa yang dikatakan Warren Buffet dalam jangka pendek pergerakan harga saham
seperti voting, bergerak ke mana sentimen tersebut mengarah.
Harga dapat menjadi luar biasa mahal seperti yang terjadi pada saham teknologi
terutama di pertengahan 2021 ini, dan bisa menjadi sedemikian murah. Namun dalam
perjalanannya saham–saham ini akan kembali bergerak mendekati nilai wajarnya, setelah
sentimen yang berlebihan tersebut mereda.
Lalu kalau sentimen market masih jelek, apakah harga saham WTON masih bisa turun?
Ya bisa saja bila sentimen masih tetap negatif, misalnya saja terjadi pandemi gelombang
3 (nok..nok..nok..).
Tapi dengan harga saham saat ini tidak sampai setengah harga pabriknya, tidak sampai
setengah harga IPO-nya, apa yang harus kita takuti??
Bila tujuan kita berinvestasi jangka panjang dengan strategi value investing, jenis – jenis
perusahaan yang ditinggalkan seperti ini yang nantinya ketika terjadi pembalikkan arah
sejalan dengan pemulihan ekonomi dapat memberikan keuntungan berlipat–lipat.
Toh, emiten ini rasio utangnya kecil, berbeda dengan emiten konstruksi BUMN yang
memiliki risiko lebih tinggi akibat kewajibannya yang besar.
174
Balik lagi seperti cerita awal tentang saham undervalue. Ujian terbesarnya bukan hanya
tentang menemukannya, tapi juga tentang bersabar untuk melihatnya naik lagi.
175
176
PWON
Salah satu pertimbangan utama kami ketika menulis e-Book saham pada akhir tahun
lalu adalah premis ekonomi pulih di 2021 dan Indonesia mulai memasuki fase early cycle
dalam siklus ekonomi. Yang dimaksudkan early cycle sendiri adalah fase ketika ekonomi
mulai kembali bertumbuh secara bertahap pasca mengalami kontraksi.
Dalam fase early cycle kebijakan yang umumnya dilakukan Pemerintah adalah melakukan
pelonggaran–pelonggaran kebijakan dan memberikan insentif untuk mendorong
korporasi tumbuh, contohnya membiarkan suku bunga dibiarkan rendah dan stimulus
pajak.
Atas dasar pertimbangan tersebut kami sangat meyakini sektor properti akan menjadi
salah satu sektor yang paling diuntungkan atas kebijakan tersebut. Dan benar saja di
awal 2021 Pemerintah mengumumkan insentif pajak menggratiskan PPN properti yang
normalnya 10% untuk pembelian properti baru senilai di bawah Rp2 miliar.
177
Marketing Sales dalam Miliar rupiah
9M 2021 YoY
PWON 1.006 39%
SMRA 3.444 71%
CTRA 5.024 33%
BSDE 6.072 29%
Namun walaupun begitu kenaikan penjualan ini belumlah kembali seperti penjualan pada
era sebelum pandemi. Ditambah gelombang kedua pandemi di pertengahan tahun yang
membuat perekonomian kembali lumpuh hampir 2 bulan lamanya. Membuat kami belum
melihat pemulihan ekonomi sepenuhnya yang tadinya kami harapkan terjadi di 2021.
Hal di luar dugaan lainnya yang terjadi adalah hingga pertengahan bulan Desember
2021 ini harga saham properti masih diperdagangkan pada level yang lebih rendah
dibandingkan pada saat sebelum pandemi, dan relatif flat dibandingkan harga pada akhir
tahun kemarin.
Positifnya dengan harga saham yang masih terkoreksi sementara penjualan properti
sudah mulai merangkak naik, memberikan kita kesempatan untuk dapat berinvestasi
pada sektor ini pada harga yang menarik.
178
Sumber: Indopremier
Dengan separuh masyarakat Indonesia sudah divaksinasi kami percaya di 2022 kita akan
melihat tahun early cycle yang sepenuhnya, yang telah terjadi lebih dahulu di negara maju
pada 2021 ini karena laju vaksinasi yang lebih cepat.
Untuk memanfaatkan momentum early cycle sepenuhnya di 2022 kami memilih sektor
cyclical yang akan merasakan dampak dari rebound-nya perekonomian, yang memiliki
target pasar kalangan kelas menengah dan atas yang lebih resilient.
Oleh karena itu kami tetap memasukkan saham properti dalam salah satu saham pilihan
kami. Namun sekarang ini bukan lagi JRPT saham properti yang memiliki eksposur pada
infrastruktur. Namun saham properti yang memiliki eksposur tinggi pada ritel.
Ya kami memilih saham PWON atau yang biasa kita kenal PT. Pakuwon Jati. Developer
properti berbasis di Surabaya yang ahlinya dalam membangun superblock dengan target
pasar kelas menengah, dengan contoh suksesnya mal Kota Kasablanca yang sering
dinobatkan mal paling ramai di Jakarta.
179
Tentang Pakuwon
Sebagaimana kami telah bahas pada edisi-edisi sebelumnya, dalam menilai mahal atau
murahnya saham properti dapat dilihat dari aset yang dimiliki. Biasanya digunakan
discount to nav sebagai tolak ukurnya. Misalnya dari total aset lahan atau land bank yang
dimiliki senilai Rp100 triliun. Apabila kapitalisasi pasar saham tersebut berkisar Rp30
triliun, artinya saham tersebut discount to nav sebesar 70%. Semakin besar diskonnya,
berarti semakin murah sahamnya.
Bila berbicara pada valuasi yang lebih murah, maka saham Jaya Real Properti (JRPT)
dapat dikatakan salah satu saham paling murah dengan discount to nav mencapai 70%.
Sementara PWON hanya berada pada discount to nav 40%.
Namun karena kita berbicara investasi saham maka yang menjadi prioritas utama adalah
pertumbuhan kinerja. Beda dengan investor obligasi yang tentu senang perusahaan
kaya aset sehingga mempunyai jaminan mencukupi. Pada investor saham yang menjadi
darahnya adalah pertumbuhan kinerjanya, karena pertumbuhan kinerjalah yang menjadi
basis kenapa nilai perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi.
Dan ketika kita berbicara kinerja di sinilah sisi menarik saham PWON yang membedakannya
dengan emiten properti lain.
180
(recurrent income) seperti sewa blok di mal, perkantoran, dan hotel. Sementara emiten–
emiten properti lain hanya memiliki kontribusi pendapatan berulang yang jauh lebih kecil.
Idealnya dengan memiliki kontribusi pendapatan berulang yang besar, laba dari PWON
cenderung lebih stabil. Dan dengan memiliki cashflow yang lebih stabil maka harapannya
perusahaan dihargai pada valuasi yang lebih tinggi. Kira–kira seperti itulah semangatnya
dulu. Dan PWON menjadi yang pertama benar–benar mampu merealisasikan bisnis
model tersebut.
Namun kemudian terjadilah pandemi yang tidak disangka-sangka yang dapat membuat
mal super rame berubah menjadi kuburan.
Sejarah PWON
PT. Pakuwon Jati adalah emiten properti berbasis di Surabaya yang telah berdiri sejak
1982 dengan pembangunan Tunjungan Plaza, tempat perbelanjaan modern pertama di
pusat Surabaya.
Setelahnya mulai tahun 2007 PWON melakukan ekspansi usahanya ke Jakarta dengan
membangun superblock Gandaria city, untuk kemudian disusul Kota Kasablanca 4 tahun
kemudian.
Menurut kami konsep superblock yang menjadi spesialisasi PWON merupakan bisnis
model yang bagus. Karena tidak hanya mengandalkan pendapatan dari menjual properti,
jual putus kemudian mencari lagi customer baru dengan membangun projek baru yang
memiliki risiko ketidakpastian dapat mengulangi kesuksesan yang sama.
181
Pada perkembangannya selama pandemi emiten ini telah melakukan refinance terhadap
obligasi yang mereka miliki dengan menerbitkan obligasi USD baru jatuh tempo di 2028
sebesar USD 400 juta dengan bunga 4,85%. Dana dari penerbitan ini untuk melunasi
obligasi yang telah dimiliki sebelumnya sebesar USD 250 juta dengan bunga 5,0%.
Selama pandemi PWON juga memperbesar portfolio mereka dengan melakukan akuisisi
pada hotel Marriot Yogya, Hartono Mall Yogya, dan Hartono Mall Solo.
Sejarah PWON
PT. Pakuwon Jati adalah emiten properti berbasis di Surabaya yang telah berdiri sejak
1982 dengan pembangunan Tunjungan Plaza, tempat perbelanjaan modern pertama di
pusat Surabaya.
Setelahnya mulai tahun 2007 PWON melakukan ekspansi usahanya ke Jakarta dengan
membangun superblock Gandaria city, untuk kemudian disusul Kota Kasablanca 4 tahun
kemudian.
Menurut kami konsep superblock yang menjadi spesialisasi PWON merupakan bisnis
182
model yang bagus. Karena tidak hanya mengandalkan pendapatan dari menjual properti,
jual putus kemudian mencari lagi customer baru dengan membangun projek baru yang
memiliki risiko ketidakpastian dapat mengulangi kesuksesan yang sama.
Katalis PWON
Bahkan dengan tingkat saving rate Indonesia yang lebih tinggi dari fase sebelum
pandemi menunjukkan masyarakat memiliki kemampuan spending yang besar, di mana
kita mendengar potensi terjadinya “revenge shopping” karena telah terkungkung selama
periode pandemi.
Dengan harapan ekonomi yang kembali dibuka, masyarakat semakin bebas berpergian
dengan semakin terkendalinya tingkat kasus harian membuat tingkat keterisian mal
183
dan hotel akan semakin tinggi. Sehingga membuat pendapatan dari PWON akan dapat
menjadi optimal.
Pada harga saham 492 PWON diperdagangkan pada p/e 24x. Terkoreksinya pendapatan
emiten membuat valuasi saham menjadi lebih mahal sehingga bila kita menggunakan
rasio ini sebagai acuan menyebabkan bias yang membuat saham terlihat sangat mahal.
Namun bila kita melihat berdasarkan nilai bukunya, PWON saat ini hanya diperdagangkan
pada pbv 1,5x. Sementara bila kita menggunakan eps 2019 sebesar 56 sebagai dasarnya,
pada harga saham saat ini diperdagangkan pada 8,8x p/e, valuasi yang sangat menarik.
Apabila PWON kembali pada harga tertingginya di 750, dengan menggunakan eps
2019 sebesar 56 maka diperdagangkan pada p/e 13x, valuasi yang tetap murah bila kita
bandingkan dengan valuasi IHSG yang normalnya berada di range 15x – 18x.
Dan tidak hanya karena valuasinya yang murah, emiten ini konsisten membukukan
pertumbuhan laba. Dengan konsep superblock yang mendapatkan kontribusi besar dari
recurrent income. PWON dapat melakukan penyesuaian harga setiap beberapa tahun
yang dapat menjadi kontributor peningkatan pendapatan.
Sebagai negara berkembang dengan kontribusi terbesar dari masyarakat kelas menengah,
sektor ritel yang berada di segmen ini merupakan salah satu yang paling diuntungkan,
oleh karenanya supaya kita tidak ketinggalan akan potensi besarnya, kita dapat ikut
membonceng pertumbuhannya dengan memiliki saham ini, dengan membelinya pada
harga diskon.
184
185
Kamus
Investasi
186
Laba kotor = Laba perusahaan setelah dipotong Price Earning Ratio (P/E) = P/E atau PER
harga pokok penjualan atau Price to Earning Ratio adalah rasio laba
Pertumbuhan laba bersih = Pertumbuhan disebut Yield adalah rasio deviden yang didapat
sebelumnya
Misal kita membeli harga saham senilai Rp. 1.000
Margin laba kotor = Rasio laba kotor hasil per lembar saham. Saham tersebut kemudian
penghitungan laba kotor dibagi penjualan membagikan deviden Rp. 30 per lembar saham.
penghitungan laba bersih dibagi penjualan Deviasi P/E (Garis kuning) = terdapat 3 garis
187
Course Online
Saham 101
https://haloduit.com/courses/saham-101
188
189