Anda di halaman 1dari 97

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP

PERUBAHAN KUALITAS TIDUR PADA


LANSIA DENGAN INSOMNIA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat untuk menyelesaikan Program Studi Sarjana


Pendidikan Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi

MIA MAYANTINI
C.0105.19.014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
CIMAHI
2023
PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP
PERUBAHAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA
DENGAN INSOMNIA DI PANTI
WERDHA KARITAS

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat menyelesaikan Program Studi Sarjana


Pendidikan Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi

MIA MAYANTINI
C.0105.19.014

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
CIMAHI
2023

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mia Mayantini

NIM : C.0105.19.014

Program studi : Pendidikan Ners

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tulisan dalam skripsi


dengan judul “Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap
Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Insomnia Di Panti Werdha Karitas”
merupakan hasil pemikiran saya sendiri, bukan pengutipan tulisan dari hasil karya
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau hasil pemikiran saya sendiri. Saya
tidak melakukan plagiarsime atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan etika yang berlaku dakam tradisi keilmuwan.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini adalah hasil kutipan
pemikiran orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas tindakan tersebut.

Cimahi, Juni 2023

Mia Mayantini

ii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Alhamdulilah kupanjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan juga
kesempatan dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi saya dengan segala
kekurangannya. Segala syukur ku ucapkan kepadamu Ya Rabb, karena sudah
menghadirkan orang-orang berarti di sekeliling saya. Yang selalu memberi
semangat dan doa, sehingga skripsi saya ini dapat diselesaikan dengan baik.

Keluarga Tercinta

Terimakasih kepada mamah yang telah mendidik, memberi dukungan,


do’a dan kasih sayang serta bantuan yang sangat baik berupa moril yang tidak bisa
diukur dengan apapun, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada
keluarga saya yang selalu memberi dukungan kasih sayang dan bantuan yang
membuat saya termotivasi untuk mengejar impian saya apapun itu, terimakasih
telah menjadi orang tua dan saudara yang sempurna.

Teman seperjuangan

Untuk teman seperjuangan Pendidikan Ners 2019 terimakasih selama 4


tahun kita berjuang bersama-sama akhirnya kita bisa melewati tugas yang
sungguh luar biasa ini, alhamdulillah kita bisa lulus bareng dan lulus tepat waktu,
terimakasih atas dukungan dan pengalaman yang tak akan pernah terlupakan.
Terimakasih telah memberikan warna-warni kehidupan. Terimaksih telah mengisi
memori di setiap harinya aku, semoga suatu saat nanti bisa menjadikan cerita
indah di masa tua.

iii
LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI
oleh
MIA MAYANTINI
C.0105.19.014

PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP


PERUBAHAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA
DENGAN INSOMNIA DI PANTI WERDHA
KARITAS

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan


Cimahi, Januari 2023

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Bagja Angga Sukma, MAN Evi Vilianti, S.Kep.,Ners


NIP. 198901052011011147 NIP.
198004102006042014

iv
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
dengan judul
PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP
PERUBAHAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA INSOMNI
DI PANTI WERDHA KARITAS

Oleh
MIA MAYANTINI
C.0105.19.014
Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Bagja Angga Sukma. MAN Evi Vilianti, S.Kep., Ners


NIP. 198901052011011147 NIP. 198004102006042014

Anggota Penguji Anggota Penguji

Ns. Hartati, S.Kep., MMRS Sr. Olivia


NIP. 198901052011011147

Mengetahui

STIKes Budi Luhur Cimahi Program Studi Pendidikan Ners


Ketua Ketua

Sri Wahyuni, S,Pd.,M.Kes.,Ph.D Ns. Wulan Novika Ambarsari., MAN

v
NIP. 197102142002011034 NIP. 196802202006011067

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap

Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Insomnia”

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat

terlaksana tanpa bantuan dari pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih

yang tulus kepada:

1. Sri Wahyuni, S.Pd., M.Kes., Ph.D Ketua STIKes Budi Luhur Cimahi

2. Yosi Oktri, AMK., S.Pd., SST., MM selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik STIKes

Budi Luhur Cimahi

3. Ns. Wulan Novika Ambarsari., MAN selaku Ketua Prodi Pendidikan Ners STIKes

Budi Luhur Cimahi yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian;

4. Ns. Bagja Angga Sukma MAN, Selaku Pembimbing I yang telah memberikan

motivasi arahan, saran, koreksi yang sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi

ini.

5. Evi Vilianti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing II yang telah memberikan motivasi dan

bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

6. Ns. Hartati,S.Kep., MMRS selaku penguji I yang telah memberikan saran dan

masukannya kepada peneliti

7. Kepala panti werdha karitas beserta staf yang memberikan tempat untuk

melaksanakan penelitian skripsi ini dan atas kerjasamannya selama peneliti melakukan

penelitian

vi
8. Kepada Ibu saya tercinta yang memberikan dukungan moril dan materilnya. Setiap

tetesan keringat, pengorbanan, cinta, kasih sayang, pelajaran hidup serta do’a yang

tulus;

9. Kepada Ibu Yeyet Rohaeti sebagai tante saya dan bapak Ahmad Sukani sebagai

paman saya yang selalu memberikan semangat kasih sayang doa dan dukungan baik

moril maupun material, walaupun jarak kita sangat jauh terhalang oleh beberapa

negara tetapi dukungan dan kasih sayang kalian terasa dekat tak kalah oleh jarak

10. Kepada Hary Maulana Nesta sebagai patner special saya, terimakasih telah menjadi

sosok pendamping dalam segala hal,yang telah menemani dan bersedia meluangkan

waktunya serta mendukung ataupun menghibur dalam kesedihan dan memberi

semangat untuk terus maju tanpa kenal kata menyerah dalam segala hal untuk

meraih impian saya.

11. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat

peneliti sebutkan satu persatu.

Kehadiran skripsi ini tidak terlepas dari berbagai kelemahan, bahkan mungkin

juga adanya kekeliruan. Oleh sebab itu, saran dan kritik sangat diperlukan, untuk

penyempurnaan selanjutnya. Mudah-mudahan dengan kehadiran skripsi ini dapat

memberikan manfaat yang maksimal. Akhirnya, hanya kepada Allah yang Maha Esa

kita berserah diri, semoga segala aktivitas dan kreatifitas kita dapat diterima menjadi

sebuah kebaikan. Aamiin

Cimahi, Januari 2023


Peneliti

vii
PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP
PERUBAHAN KUALITAS TIDUR PADA LANSIA INSOMNIA
DI PANTI WERDHA KARITAS

1)
Mia Mayantini 1, 2)Ns. Bagja Angga Sukma., MAN 2, 3)Evi Vilianti, S.Kep., Ners
1)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners STIKes Budi Luhur Cimahi
2)
Dosen STIKes Budi Luhur Cimahi

Abstrak

Lanjut usia (lansia) merupakan golongan umur dengan tingkat kejadian


penyakit lebih tinggi dibandingkan dewasa, sebab terjadi perubahan fisik atau
psikologis seperti mengalami insomnia atau penurunan kualitas tidur. Persentase
kejadian lansia yang mengalami penurunan kualitas tidur di dunia sekitar 35%
dan di Indonesia sekitar 50%. Aromaterapi menggunakan essential oil dapat
digunakan sebagai alternatif terapi selain obat untuk mengatasi kesulitan tidur.
Lavender merupakan salah satu aromaterapi yang dapat digunakan. Lavender
dengan kandungan linalool dan linalil asetat memiliki efek meningkatkan
kualitas tidur dan memberikan efek menenangkan. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi lavender dalam meningkatan
kualitas tidur lansia. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-experimental
design dengan metode one group pretest-posttest design. Sample dalam
penelitian ini adalah lansia di panti werdha karitas sebanyak 12 orang. Subjek
dipilih dengan teknik accidental sampling. Analisa data menggunakan uji non
parametrik, yaitu Mc Nemar, Pengumpulan data menggunakan questioner
Pittsburgh sleep quality index (PSQI). Data dianalisis secara univariat daan
bivariat dengan uji Mc Nemar. diperoleh ρ =0,004< ∝ =0,05, maka Ho ditolak,
dengan tingkat signifikasi 5% maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender pada lansia
dengan kualitas tidur buruk.

Kata Kunci: Aromaterapi Lavender,lansia,kuaalitas tidur,Insomnia

viii
THE EFFECT OF GIVING LAVENDER AROMATHERAPHY TO CHANGE
SLEEPING QUALITY OF ELDERLY WITH INSOMNIA IN KARITAS
NURSING HOME
Abstract

Elderly people are age group with a higher incidence of disease or disorders than
adults because of physical or psychological changes such as insomnia or
decreased quality of sleep. Around 35 % of the total population decreased in
sleep quality in the world and in Indonesia around 50%. Aromatherapy that
using essential oils can be used as an alternative therapy besides drugs to treat
sleep difficulties such as lavender Lavender contains linalool and linalyl acetate
which can improve sleep quality and has a calming effect. The purpose of this
study was to see the effect of lavender aromatherapy to improve sleep quality
elderly. This research design used a pre-experimental design with one group
pretest-posttest design The method used is non-probability sampling. While the
sampling method used is the Accidental Sampling Technique, the sample is 12
respondents. Data collection using the Pittsburgh sleep quality index (PSQI)
questionnaire. Data were analyzed by univariate and bivariate with Mc Nemar
test. Mc Nemar results obtained = 0.004 < = 0.05, then Ho is rejected, with a
significance level of 5%, it can be said that there is an effect of giving lavender
aromatheraphy on sleeping quality before and after being given lavender
aromatherapy in the elderly with poor sleeping quality.
Keywords: Elderly,lavender aromatheraphy ,insomnia,sleep quality

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSEMBAHAN................................Error! Bookmark not defined.


LEMBAR PERSETUJUAN...................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
DAFTAR ISI .........................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x
DAFTAR TABEL .................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I ....................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I.....................................................................Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN..................................................Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang.......................................Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah..................................Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan peneliti.......................................Error! Bookmark not defined.
BAB II....................................................................Error! Bookmark not defined.
TINJAUAN PUSTAKA.........................................Error! Bookmark not defined.
A. Kajian Pustaka.......................................Error! Bookmark not defined.
1. Konsep Lanjut Usia...............................Error! Bookmark not defined.
2. Konsep Tidur.........................................Error! Bookmark not defined.
3. Gangguan Tidur Lanjut Usia.................Error! Bookmark not defined.
4. kualitas Tidur Lansia.............................Error! Bookmark not defined.
5. Parameter Kualitas Tidur.....................Error! Bookmark not defined.1
6. Aromaterapi.........................................Error! Bookmark not defined.7
B. Teori keperawatan Virginia Henderson.Error! Bookmark not defined.
C. Hasil penelitian yang mendukung.........Error! Bookmark not defined.
D. KERANGKA PEMIKIRAN..................Error! Bookmark not defined.
E. Hipotesis Penelitian...............................Error! Bookmark not defined.
BAB III...................................................................Error! Bookmark not defined.
METODE PENELITIAN.......................................Error! Bookmark not defined.

x
A. Rancangan penelitian.............................Error! Bookmark not defined.
B. Variabel penelitian.................................Error! Bookmark not defined.
C. Definisi Operasional..............................Error! Bookmark not defined.
D. Populasi dan Sampel..............................Error! Bookmark not defined.
E. Alat Pengumpulan Data.........................Error! Bookmark not defined.
F. Prosedur Pengumpulan Data..................Error! Bookmark not defined.
G. Pengolahan dan Analisis Data...............Error! Bookmark not defined.
H. Lokasi dan Waktu Penelitian.................Error! Bookmark not defined.
I. Etika Penelitian......................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV..................................................................Error! Bookmark not defined.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....Error! Bookmark not defined.
A. HASIL PENELITIAN...........................Error! Bookmark not defined.
B. PEMBAHASAN....................................Error! Bookmark not defined.
C. KETERBATASAN PENELITIAN.......Error! Bookmark not defined.
BAB V....................................................................Error! Bookmark not defined.
KESIMPULAN DAN SARAN..............................Error! Bookmark not defined.
A. KESIMPULAN......................................Error! Bookmark not defined.
B. SARAN..................................................Error! Bookmark not defined.
Daftar Pustaka........................................................Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN...........................................................Error! Bookmark not defined.

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………… 32


Gambar 3.1 Gambar Alur Penelitian …………………………………………… 42

xii
DAFTAR TABEL

Table 3.1 Definisi Oprasional……………………………………………….53

xiii
xiv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menua bukan suatu penyakit, melainkan proses yang perlahan-lahan

mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh,

seperti yang teercantum dalam undang-undang no 13 tahun 1998 yang

berisi menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang

bertujuan mewujudakn masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila

dan undang- undang dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial

masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin

meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin meningkat [1]

Peningkatan Populasi lansia saat ini menjadi isu penting bagi dunia.

Berdasarkan data World population prospect : The 2-15 Revicions, pada

tahun 2015 terdapat 901 juta jumlah lansia yang terdiri dari jumlah

populasi global. Pada tahun 2015-2030 jumlahnya diproyeksikan akan

bertambah sekitar 56% menjadi 1,4 miliar, sedangkan di kawasan Asia

Tenggara populasi lansia 8 % atau sekitar 142 juta jiwa. Sedangkan di

Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari seluruh

penduduk Indonesia.[2]

xv
Sedangkan data dari Riset Kesehatan Dasar, persentase populasi

lansia di Indonesia mencapai 8,5% dari total penduduk di Indonesia.

Peningkatan jumlah lansia menunjukkan bahwa umur harapan hidup di

Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun. Umur harapan hidup di

Indonesia pada tahun 2015 mencapai 70,8 tahun, mengalami peningkatan

dari 70,07 tahun pada tahun 2013. [3]

Di Indonesia terdapat 19 Provinsi, adapun Provinsi di Indonesia

yang paling banyak penduduk lanjut usia nya adalah di Yogyakarta

(12,48%), Jawa Timur (9,36%), Jawa Tengah (9,26%), Bali (8,77%), Jawa

Barat (7,09%). Jawa Barat merupakan Provinsi ke lima terbesar pada

tahun 2020. Sedangkan lansia di Kota Cimahi adalah sebesar 30.279 jiwa

atau (5,40%) dari populasi penduduk.[4]

Proses penuaan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik

sosial ekonomi dan kesehatan. Hal ini disebabkan karena semakin

bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena

faktor alamiah maupun penyakit. Proses penuaan merupakan proses alami

yang dapat menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia

pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi, kemampuan tubuh

dan jiwa. [5] Salah satu masalah kesehatan yang banyak dihadapi

kelompok lanjut usia adalah insomnia. Karena kebutuhan tidur normal usia

diatas 60 tahun keatas yaitu selama 6 jam, dimana sebanyak 20-25% dari

siklus tidur REM dan tahap IV NREM menurun, sehingga individu dapat

mengalami insomnia. [6]

xvi
Insomnia merupakan keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang

disebabkan karena sulit memasuki tidur, sering terbangun tengah malam

kemudian kesulitan untuk Kembali tidur, bangun terlalu pagi dan tidur

tidak terlalu nyenyak. memiliki efek samping bagi kesehatan lansia

diantaranya gangguan- gangguan fungsi mental yang dapat mempengaruhi

konsentrasi memori kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan

sehari-hari, stress dan depresi dimana ketika seseorang kelelahan yang

amat sangat akibat kesulitan tidur akan membuat emosi kejiwaan semakin

tidak stabil, sehingga seseorang penderita akan menjadi stress dan

perubahan pola tidur telah terbukti secara signifikan telah mempengaruhi

suasana hati yang apabila berlanjut akan megalami kegelisahan dan

depresi, sakit kepala yang terjadi akibat malam hari atau dini hari

terbangun, penyakit jantung, kecelakaan, penurunan gairah seksual bagi

laki-laki, badan terasa pegal- pegal atau tidak segar ketika bangun tidur,

dan anemia.[7]

Prevalensi terjadinya insomnia pada lansia tergolong tinggi.

Insomnia disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, faktor

psikologis, penggunaan obat-obatan, kondisi lingkungan, diet nutrisi dan

gaya hidup. Faktor psikologis atau stress memegang peran utama dalam

kecenderungan insomnia. Kondisi ini dapat di akibatkan oleh adanya suatu

penyakit, kematian pasangan, isolasi sosial, dan spiritual.

xvii
Dampak insomnia pada lansia yaitu membuat seseorang menjadi

tidak produktif, rentan terhadap penyakit dan bahkan dapat meningkatnya

risiko kematian. [8]

Angka kejadian insomnia semakin meningkat seiring bertambahnya

usia, dengan kata lain, gejala insomnia sering terjadi pada lanjut usia

(lansia). Bahkan hampir setengah dari jumlah lansia dilaporkan mengalami

kesulitan memulai tidur dan mempertahankan tidurnya sebanyak 50%-

70% dari lansia yang berusia >65 tahun. Perawatan lanjut usia bertujuan

untuk mempertahankan kesehatan dan kemampuan lanjut usia dengan

menjalankan perawatan untuk meningkatkan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif) serta membantu mempertahankan dan

meningkatkan semangat hidup lansia.[9]

Hal tersebut menunjukkan bahwa tidur sangat penting bagi manusia

sebagai istirahat untuk proses pemulihan. Oleh karena itu sangat perlu

untuk mengatasi insomnia pada lansia. Penanganan yang dapat digunakan

adalah terapi farmakologi dan terapi non-farmakologi. Terapi farmakologi

dapat dilakukan dengan pemberian obat tidur, tetapi jika dalam

penggunaan jangka panjang dapat mengganggu tidur dan menyebabkan

masalah yang lebih serius seperti ketergantungan akan obat, penurunan

metabolisme pada lansia, penurunan fungsi ginjal dan menyebabkan

kerusakan fungsi kognitif.

xviii
Sedangkan untuk penanganan insomnia dengan terapi non-

farmakologi memiliki keuntungan sebagai terapi yang tidak menimbulkan

efek samping dan relatif mudah untuk digunakan,salahsatu terapi non-

farmakologi yang dapat digunakan untuk insomnia adalah aroma terapi.

[10]

Salah satu aromaterapi yang sering digunakan adalah aromaterapi

lavender yang memiliki kandungan senyawa utama seperti linalool yang

memiliki manfaat sebagai antidepresan karena efek lavender yang akan

merangsang hormon serotonin sehingga mendorong energi dan

meningkatkan suasana hati. Selain itu lavender juga memiliki zat sedative

terhadap saraf otonom dan keadaan jiwa yang bersifat menenangkan

tubuh, pikiran dan jiwa serta menciptakan energi positif, Bahan kimia

yang terdapat didalam minyak esensial lavender akan memperbaiki

keseimbangan sistem tubuh.

Bau yang memiliki bahan kimia sedatif akan menimbulkan rasa

tenang dan merangsang otak bagian nulcei raphe untuk mengeluarkan

sekresi serotonin yang berfungsi untuk menghantarkan tidur.[11]

Didukung oleh jurnal Yeni Tri Lestari & Rodiyah, 2019 ditemukan

bahwa terdapat penurunank insomnia setelah diberikan aromaterapi

lavender dari 15 responden, sebelum pemberian aromaterapi lavender

hampir seluruh responden mengalami insomnia sedang (100%) dan setelah

pemberian aromaterapi lavender hampir seluruh responden mengalami

penurunan menjadi insomnia ringan sejumlah 14 responden (93,3%).

xix
Didukung oleh jurnal Eka Nur So'emah & Siti Khotimah, ditemukan

bahwa Kualitas tidur pada lansia sebelum diberikan aromaterapi bunga

lavender sebanyak 16 orang (100%) mengalami kualitas tidur buruk. Hal

ini dikarenakan semakin bertambahnya usia maka seseorang tersebut akan

mengalami penurunan fungsi organ tubuh, sehingga seseorang akan

mengalami kesulitan dalam memulai tidur. Kualitas tidur sesudah

diberikan aromaterapi bunga lavender pada lansia mengalami peningkatan.

Lansia yang mempunyai kualitas tidur sangat baik sebanyak 6 orang

(375%), lansia yang mempunyai kualitas tidur baik sebanyak 7 orang

(43,75%) dan lansia yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 3

orang (18,75 %). Hal ini dikarenakan masing-masing individu mempunyai

tingkat kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain dalam

mengatasi gangguan tidur

xx
Didukung oleh jurnal M. Ricky Ramadhan Minyak esensial dari

bunga lavender Berdasarkan penelitiannya, dalam 100 gram bunga

lavender Lavandula angustifolia) tersusun atas beberapa kandungan,

seperti minyak esensial (1-3%), alpha-pinene (0,22%), camphene (0,06%),

beta-myrcene (5,33%), cymene (0,3%), limonene (1,06%), cineol (0,51%),

linalool (26,12%), borneol (1,21%), terpinine-4-ol (4,64%), linalyl acetate

(26,32%), geranyl acetate (2,14%), dan caryophyllene (7,55%). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah

linalyl asetat dan linalool7 (C10H18O). Tetapi, linalyl asetat sebagai

kandungan utama dari bunga lavender tidak memiliki efek sedatif yang

signifikan terhadap penurunan risiko insomnia

xxi
Didukung oleh jurnal Ni Putu Yulian, 2021 ditemukan bahwa

Kualitas tidur pada lansia sebelum diberikan aromaterapi lavender

sebanyak 16 orang (100%) mengalami kualitas tidur buruk. Hal ini

dikarenakan semakin bertambahnya usia maka seseorang tersebut akan

mengalami penurunan fungsi organ tubuh, sehingga seseorang akan

mengalami kesulitan dalam memulai tidur. Kualitas tidur sesudah

diberikan aromaterapi lavender pada lansia mengalami peningkatan.

Lansia yang mempunyai kualitas tidur sangat baik sebanyak 6 orang

(375%), lansia yang mempunyai kualitas tidur baik sebanyak 7 orang

(43,75%) dan lansia yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 3

orang (18,75 %). Hal ini dikarenakan masing-masing individu

mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan

yang lain dalam mengatasi gangguan tidur.[13]

Konsep dan teori Virginia Henderson sangat sesuai dengan

penelitian yang akan dilakukan mengingat kebutuhan tidur dan istirahat

merupakan bagian dari empat belas kebutuhan dasar manusia yang amat

sangat dipengaruhi oleh konsep manusia, lingkungan, keperawatan,

maupun kesehatan. Apabila salahsatu dari ke empat belas kebutuhan dasar

tidak terpenuhi akan mempengaruhi kondisi fisiologis maupun psikologis

manusia, menyebabkan kebutuhan dasar lainnya terganggu dan berakibat

lanjut terhadap penurunan kualitas hidup bahkan membahayakan

kesehatan maupun kehidupan manusia.

xxii
Dengan peran profesional perawat sebagai penolong (helper) dan

mitra (partner) dalam meningkatkan kualitas tidur terutama pada lansia.

Dengan Aromaterapi Lavender diharapkan kebutuhan tidur dan istirahat

lansia dapat terpenuhi dengan baik.[14]

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 16

maret 2023 di Panti Werdha Karitas tercatat pada tahun 2023 terdapat 35

orang lansia. Dari hasil wawancara dengan pengurus panti didapatkan

kasus insomnia 26 orang lansia, gangguan tidur rata rata dikarenakan

lansia merasa cemas, ketakutan, dan ketidaknyamanan dengan rekan .

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul " Pengaruh Pemberian Aromaterapi

Lavender Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Dengan

Insomnia Di Panti Werdha Karitas".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,maka peneliti merumuskan

masalah penelitian adalah “Apakah ada pengaruh pemberian aromaterapi

Lavender terhadap perubahan kualitas tidur pada lansia dengan insomnia

di Panti Werdha Karitas?”

xxiii
C. Tujuan peneliti

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi Lavender terhadap

perubahan kualitas tidur pada lansia dengan insomnia di Panti Werdha

Karitas.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a) Mengetahui kualitas tidur lansia sebelum diberikan aromaterapi

Lavender.

b) Mengetahui kualitas tidur lansia setelah diberikan aromaterapi

Lavender.

c) Mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah pemberian

aromaterapi Lavender terhadap perubahan kualitas tidur pada

lansia

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Manfaat Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan wawasan dan

sebagai bahan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan

khususnya dibidang ilmu keperawatan dalam melakukan asuhan

keperawatan dengan terapi nonfarmakologi terhadap penderita dengan

kualitas tidur yang menurun.

xxiv
2. Manfaat Prakik.

a. Bagi Panti Werdha Karitas

Dapat memberikan sumbang saran atau acuan bagi Panti Werdha

Karitas dalam menangani penderita dengan kualitas tidur yang

menurun menggunakan terapi nonfarmakologi.

b. Bagi Peneliti

Dapat memberikan pengetahuan kepada peneliti dalam melakukan

intervensi pemberian yang tepat pada penderita dengan kualitas tidur

yang menurun menggunakan terapi nonfarmakologi

c. Bagi Responden

Memberikan manfaat pengetahuan dan keterampilan menggunakan

terapi nonfarmakologi untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia

yang kualitas tidurnya buruk.

d. Bagi Institusi

Bagi Institusi Pendidikan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan

pedoman dalam memberikan pengajaran pada mahasiswa tentang

terapi nonfarmakologi terhadap kualitas tidur.

xxv
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka

1. Konsep Lanjut Usia

a. Definisi Lanjut Usia

Menua merupakan suatu proses alamiah yang tidak dapat

dihindari pada setiap manusia. Proses menjadi tua dapat dikatakan

suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas serta

memperbaiki kerusakan yang diderita. [15]

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah

yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak,

dewasa dan tua. Dengan adanya proses tersebut maka dapat dikatakan

lanjut usia merupakan proses menua pada manusia yang tidak dapat

dihindarkan dan ditandai dengan adanya penurunan fungsi tubuh untuk

beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah seseorang yang

telah mencapai usia 60 tahun ke atas [16]

b. Klasifikasi Lanjut Usia

Batasan usia pada lanjut usia menurut World Health Organisation

(WHO) yaitu : [17]

xxvi
1) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia antara 45 -

59 tahun.

2) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 - 74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 – 90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia diatas 90 tahun.

Menurut undang-undang No.13/th.1998 tentang Kesejahteraan

Lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke

atas. Seiring dengan bertambahnya usia pada lanjut usia, akan dapat

muncul masalah-masalah baru pada lansia.[18]

Menurut Depkes RI mengklasifikasian lansia dalam kategori

berikut: [19]

1) Pralansia, seseorang dengan usia antara 45-59 tahun

2) Lansia, seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun

3) Lansia risiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih,

bisa juga seseorang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah

kesehatan

4) Lansia potensial, seseorang yang mampu bekerja ataupun

melakukan kegiatan yang menghasilkan barang

5) Lansia tidak potensial, seseorang yang tidak mampu mencari

nafkah sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.

xxvii
c. Perubahan dan perkembangan lansia

Perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan

akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Lansia

mengalami perubahan-perubahan fisik diantaranya perubahan sel,

sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan system

kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi, system

gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, system

muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahan-perubahan mental

menyangkut perubahan ingatan atau memor.

Menjadi seorang lansia merupakan suatu tahap perkembangan

dalam proses kehidupan manusia. Perubahan tersebut adalah

kembalinya keadaan lansia menjadi seperti bayi yaitu lansia

mengalami kelemahan kekuatan fisik serta kurang akal atau tidak

mengetahui satu apapun,perubahan yang terjadi pada lansia adalah :

[20]

1) Perubahan fisik

a) Sistem indera penglihatan, penciuman, perabaan,

pendengaran dan perasa menjadi menurun. Seringnya pada

lansia akan terjadi gangguan pendengaran

xxviii
b) Sistem muskuloskeletal pada lansia mengalami berbagai

perubahan akibat menua yaitu kolagen, elastin dan kartilago

mengalami penurunan sehingga terjadi beberapa masalah

persendian seperti osteoporosis akibat cairan tulang menurun,

kifosis atau membungkuk, persendian menjadi membesar dan

kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, serta

mengalami sklerosis.

c) Sistem kardiovaskular pada lansia yaitu terjadinya penebalan

dan kekakuan katup jantung, penurunan kemampuan pompa

darah (kontraksi dan volume), penurunan elastisitas

pembuluh darah, dan terjadi peningkatan resistensi pembuluh

darah perifer yang menyebabkan peningkatan tekanan darah

d) Sistem gastrointestinal pada lansia akan terjadi pelebaran

esofagus, penurunan gerakan peristaltik sehingga terjadi

penurunan kemampuan daya absorpsi, asam lambung

menurun dan kejadian lapar berkurang. ukuran lambung pada

saat lansia juga mengecil dan terjadi penurunan yang

menyebabkan terjadinya penurunan produksi hormon serta

enzim pencernaan.

xxix
e) Sistem genitourinaria lansia pada bagian ginjal akan

mengecil, selain itu aliran darah ke ginjal menjadi menurun,

fungsi penyaringan di glomerolus menurun, fungsi tubulus

ginjal juga menurun sehingga kemampuan dalam

mengonsentrasi urin ikut menurun, pada masa ini pola

berkemih pada lansia juga akan menjadi lebih banyak. Sistem

persarafan pada lansia akan mengalami penurunan, seperti

berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson pada

persarafan yang menyebabkan respons motorik dan refleks

lansia berkurang serta membuat lansia mengalami

keterlambatan dalam merespon stres, selain itu pancaindra

juga akan terjadi penurunan fungsi yang sangat jelas terlihat.

Perubahan tersebut berupa adanya keriput, kulit kepala dan

rambut menipis dan memutih rambut hidung dan rambut

telinga menebal, kelenjar keringat mengalami penurunan

fungsi, kuku-kuku menjadi menebal dan rapuh serta adanya

penumbuhan kuku kaki yang berlebihan

2) Perubahan kognitif

Perubahan kognitif pada lansia yaitu berupa menurunnya

daya ingat (memori), presepsi dan kemampuan fantasi (imajinasi).

Secara umum intellegent quotient (IQ) tidak banyak mengalami

perubahan atau penurunan,

xxx
lansia juga masih memilik kemampuan untuk belajar

namun relatif menurun kemudian dalam hal pemahaman biasanya

lansia akan mengalami penurunan kemampuan dalam memahami

sesuatu, hal tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi yang menurun

dan pendengaran yang kurang baik.

3) Perubahan psikososial

Perubahan psikososial pada lansia yaitu terjadinya perubahan

peran didalam keluarga maupun dimasyarakat, mengalami kondisi

kesendirian, muncul pertanyaan tentang kematian ketika berduka

atas kehilangan teman, menjadi pensiunan dan secara ekonomi

biasanya akan menjadi tanggungan anak atau cucu, sulit

mendapatkan kesempatan kerja, memiliki kebutuhan khusus atas

pelayanan publik seperti transportasi dan kesehatan.

4) Perubahan spiritual

seseorang selalu meningkat seiring dengan adanya

penambahan usia. Saat memasuki usia lanjut seseorang akan mulai

mempelajarai keagamaannya dengan lebih baik dan berusaha serta

teratur dalam melakukan ibadah sebagai bentuk dalam

mengahadapi kehilangan dan mempersiapkan kematian.

xxxi
d. Proses Penuaan

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alami yang berarti

seseorang melaui 3 tahap kehidupan yaitu masa kanak-kanak, masa

dewasa, dan masa tua. Memasuki masa tua berarti terjadi kemunduran

secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan

ulit mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penurunan

penglihatan, gerakan lambat, kelainan fungsi organ vital, sensitivitas

emosional meningkat. [20]

2. Konsep Istirahat Dan Tidur

a. Definisi

Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia,

karena dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat

mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan

begitu, tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar

kembali. Proses pemulihan yang terhambat dapat menyebabkan organ

tubuh tidak bisa bekerja dengan maksimal, akibatnya orang yang

kurang tidur akan cepat lelah dan mengalami penurunan konsentrasi.

Saat tidur dalam otak memperbaiki dirinya sendiri dan merangsang

pembentukan sistem kekebalan kita ketahui bahwa tidur adalah sebuah

reflek yang rumit, yang mensyaratkan relaksasi dan sejumlah kondisi

lain fasilitasi untuk proses ini dikenal sebagai tidur higinis (hygien).

[21]

xxxii
b. Fisiologis Tidur

Mekanisme tidur diatur oleh sebuah mekanisme khusus yang

disebut irama sirkadian (circadian rhythm). Irama sirkadian

merupakan sebuah siklus yang berlangsung selama 24 jam yang

berperan sebagai jam biologis manusia. Irama sirkadian terletak pada

Supra Ckhiasmatic Nucleus (SCN). SCN adalah bagian kecil dari otak

yang terletak tepat diatas persilangan mata yang berfungsi sebagai

pengatur irama sirkadian didalam tubuh .

Awal terjadinya tidur adalah saat mata menangkap cahaya dan

mengirimnya ke daerah oksipital di otak yang kemudian disalurkan ke

kelenjar pineal yang akan mengeluarkan melatonin dan mengaktifkan

irama sirkadian. [21]

c. Fungsi Tidur

Tidur berfungsi dalam pemeliharaan fungsi jantung terlihat

pada denyut turun 10-20 kali setiap menit. Selain itu, selama tidur,

tubuh melepaskan hormon pertumbuhan untuk memperbaiki dan

memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel otak. Otak akan

menyaring informasi yang telah terekam selama sehari dan otak

mendapatkan asupan oksigen serta aliran darah serebral dengan

optimal sehingga selama tidur terjadi penyimpanan memori dan

pemulihan kognitif. Fungsi lain yang dirsakan ketika individu tidur

adalah reaksi otot sehingga laju metabolik basal akan menurun.

xxxiii
Hal tersebut dapat membuat tubuh menyimpan lebih banyak energi

saat tidur. Bila individu kehilangan tidur selama waktu tertentu dapat

menyebebkan perubahan fungsi tubuh, baik kemampuan motorik,

memori dan keseimbangan. Jadi, tidur dapat membantu perkembangan

perilaku individu karena individu yang mengalami masalah pada tahap

REM akan merasa bingung dan curiga.[22]

d. Pola Tidur

Normalnya seseorang akan mengalami dua peristiwa pada saat tidur,

yaitu tidur REM (Rapid Eye Movement) dan tidur NREM (Non-Rapid

Eye Movement) . [20]

1) Tidur REM

Tidur REM (Rapid Eye Movement) merupakan keadaan

dimana seseorang tidur dan bermimpi, biasanya hal ini dapat

terlihat dengan melihat pergerakan bola mata yang bergerak bolak-

balik dengan cepat kearah kanan dan kiri. Pada keadaan ini ketika

dilakukan pengukuran dengan EEG (Electroencephalogram) akan

memperlihatkan hasil yang menunjukkan aktivitas otak mirip

dengan orang yang sadar. Umumnya 25% dari seluruh total tidur

merupakan bagian dari tidur REM yang terjadi secara periodic.

Tidur REM muncul selama lima sampai enam kali selama

tidur malam namun tidur REM ini muncul secara bergantian

xxxiv
dengan tidur NREM dan jika dijumlahkan tidur REM hanya terjadi

selama 90-100 menit.

2) Tidur NREM

Tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement) merupakan

keadaan tidur yang sangat lelap. Keadaan tidur NREM akan

mensekresi hormon-hormon tertentu seperti melanosit dan kortisol

yang dapat memberikan efek positif. Pada saat memasuki tidur

NREM fungsi faal tubuh menurun, perasaan menjadi tenang,

denyut jantung, pernapasan, tekanan darah menjadi menurun .

Proses dalam siklus tidur terdiri atas 4 tahapan NREM dan

1 tahap REM yang bergantian sekitar 4 samapai 6 kali dalam

waktu tidur 7 sampai 8 jam. Tahapan pada tidur NREM menurut

Asmadi 2008 adalah sebagai berikut : [21]

a) Tahap 1

Tahap I adalah tahap transisi yaitu saat seseorang beralih

dari keadaan sadar menjadi tidur yang ditandai dengan mata

terasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak

mata menutup mata, pergerakan kedua bola mata ke kanan

pernapasan secara jelas dan ketika dibangunkan akan dapat

bangun dengan mudah.

b) Tahap II

xxxv
Tahap II merupakan tahap tidur ringan, ditandai dengan kedua

bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot

perlahan-lahan berkurang dan penurunan kecepatan jantung

serta pernapasan secara jelas. Tahap ini berlangsung sekitar 10-

15 menit.

c) Tahap III

Tahap III ditandai dengan lenyapnya tonus otot secara

menyeluruh sehingga timbul keadaan lemah dan lunglai pada

fisik seseorang kemudian terjadi penurunan kecepatan jantung,

pernapasan dan proses tubuh akibat adanya dominasi dari sistem

saraf parasimpatis. Seseorang yang tidur pada tahap ini akan

sulit untuk dibangunkan.

d) Tahap IV

Tahap IV merupakan tahap dimana seseorang berada dalam

keadaan rileks, jarang bergerak karena lemahnya keadaan fisik,

denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30%. Pada

tahap ini dapat terjadi mimpi selain itu seseorang yang tidur

pada tahap ini akan sulit untuk dibangunkan

3. Gangguan Istirahat Dan Tidur Pada Lansia

a. Pengertian Istirahat Dan Tidur

Tidur merupakan proses fisiologis yang bersiklus bergantian

dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Tidur merupakan

xxxvi
suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu

terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat dibangunkan

kembali dengan stimulus dan sensori yang cukup. Selain itu tidur juga

dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan

hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, melainkan

merupakan sesuatu urutan siklus yang berulang.

Istirahat adalah relaksasi seluruh tubuh atau mungkin hanya

melibatkan istirahat untuk bagian tubuh tertentu, dimana kegiatan

jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar.

Pada Lansia kebutuhan tidur normal pada usia diatas 60 tahun

keatas yaitu selama 6 jam, dimana sebanyak 20-25% dari siklus tidur

REM dan tahap IV NREM menurun, sehingga individu dapat

mengalami insomnia yaitu sering terjaga sewaktu tidur.

Gangguan pola tidur merupakan gangguan yang terjadi pada

kualitas dan kuantitas waktu tidur seseorang akibat faktor eksternal.

Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau

berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas

pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau

mengganggu gaya hidup yang diinginkannya. [23]

xxxvii
b. Penyebab Gangguan Tidur

1) Kondisi medis yang dapat menyebabkan gangguan tidur

a) Gangguan pada jantung seperti gagal jantung dan iskemia pada

pembuluh coroner

b) Stroke, kondisi degenerative, demensia, gangguan tidur karena

gangguan CNS

c) Hipotiroid, menopause, siklus menstruasi. kehamilan, dan

hypogonadism

d) Gangguan paru obstruktif, asma, Pickwikian sindrom

(Obstructive sleep apnea syndrome)

e) Penyakit muntahan cairan lambung

f) Gangguan pada darah

g) Penggunaan obat seperti dekongestan, koritokosteroid, dan

bronkodilator

h) Kondisi lainnya seperti demam, nyeri dan infeksi

2) Kondisi psikologis yang dapat menyebabkan gangguan tidur

a) Depresi dapat menyebabkan gangguan dalam REM (rapid eye

movement)

b) Sindrom Post Trauma

c) Obat-obatan psikotropika

xxxviii
d) Pikiran yang membebani atau stress

e) Tegang-cemas

3) Kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan tidur

a) Kejadian yang mengancam nyawa atau kejadian yang memiliki

stress tinggi

b) Gangguan siklus tidur akibat waktu kerja yang tidak tetap

(malam dan pagi)

c) Lingkungan yang bising, dingin, ataupun terlalu panas

c. Klasifikasi Gangguan Tidur

1) Gangguan tidur primer

Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan

disebabkan oleh gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau

zat. Gangguan tidur ini dibagi dua yaitu disomnia dan parasomnia.

Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah, kualitas, dan

waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau

peristiwa fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur

tertentu atau perpindahan tidur- bangun.

Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia primer,

narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan,

gangguan ritmik sirkadian tidur dan disomnia yang tidak dapat

diklasifikasikan. Parasomnia terdiri dari gangguan mimpi buruk,

xxxix
gangguan teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia yang

tidak dapat diklasifikasikan

2) Gangguan tidur terkait gangguan mental lain

Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu

terdapatnya keluhan gangguan tidur yang menonjol yang

diakibatkan oleh gangguan mentallain (sering karena gangguan

mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai

gangguan tidur tersendiri.

Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologi yang

mendasari gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya

gangguan tidur-bangun. Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia

terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait aksis I atau II.

3) Gangguan tidur akibat kondisi medik umum

Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan

gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh

fisiologik langsung kondisi medik umum terhadap siklus tidur-

bangun.

4) Gangguan tidur akibat zat

Adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang

menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk

medikasi). Penilaian sistematik terhadap seseorang yang

xl
mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur

yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan

zat atau medikasi yang digunakan, perlu dilakukan. [24]

4. Kualitas Tidur Lansia

a. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang

individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun.

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur,

latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah

kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan

untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas. Kualitas

tidur yang buruk telah dikaitkan dengan kesehatan yang buruk.

Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan seseorang absen

dari pekerjaannya dan peningkatan risiko untuk gangguan kejiwaan

termasuk depresi. Jadi untuk memproleh kualitas tidur terbaik adalah

penting untuk meningkatkan kesehatan yang baik dan pemulihan

individu yang sakit. Kecukupan tidur seseorang sebenarnya bukan

hanya diukur dari lama waktu tidur, tapi juga kualitas tidur itu sendiri.

Tidur seseorang dikatakan berkualitas adalah jika ia bangun dengan

kondisi segar dan bugar. Pola tidur akan berubah seiring dengan

pertambahan usia dan semakin beragamnya pekerjaan atau aktivitas.

Semakin bertambah usia, efisiensi tidur akan semakin berkurang.

xli
Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding

dengan waktu berbaring ditempat tidur. Kebutuhan tidur lansia semakin

menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang .

Tidur tahap IV sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli

tentang tidur mengetahui bahwa tahap IV sangat jelas terlihat menurun

pada lansia. Lansia mengalami penurunan tahap III dan IV waktu

NREM, lebih banyak terbangun selama malam hari dibandingkan tidur,

dan lebih banyak tidur selama siang hari. Kebanyakan lansia yang sehat

tidak melaporkan adanya gejala yang terkait dengan perubahan ini

selain tidak dapat tidur dengan cukup atau tidak bisa tidur.

Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidur disiang hari dapat

mengurangi waktu dan kualitas tidur di malam hari pada beberapa

lansia. Setelah memasuki tahap IV, akan berlanjut ketidur REM. Tidur

REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur dimalam hari tetapi lebih

sering terjadi dipagi hari sekali. kualitas tidur seseorang dikatakan baik

apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak

mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur

dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini

akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami : [27]

b. Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata,

konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang

xlii
berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi

(kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan

kabur, mual dan pusing.

c. Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak

badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul

halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan

memberikan pertimbangan atau keputusan menurun. Kualitas tidur

yang buruk dapat menyebabkan gangguan sel-sel tubuh. Jika proses ini

terganggu tentu regenerasi sel- kesehatan yang serius, kualitas tidur

yang baik seringkali terabaikan dan masih ada anggapan bahwa

gangguan tidur bukan masalah yang serius.

Padahal tidur merupakan kebutuhan yang penting bagi

manusia. Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan,

tergantung pada kebiasaan yang dibawa selama perkembangannya

menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain

sebagainya. Kebutuhan tidur pada dewasa 6-9 jam untuk menjaga

kesehatan, usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia

yang semakin senja mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat

berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan

dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang sesuai

xliii
Waktu tidur yang kurang dari kebutuhan dapat mempengaruhi

sintesis protein yang berperan dalam memperbaiki sel-sel yang rusak

menjadi menurun. Kelelahan, meningkatnya stress kecemasan serta

kurangnya konsentrasi dalam aktivitas. sehari-hari adalah akibat yang

sering terjadi apabila waktu tidur tidak tercukupi. Tidur malam yang

berlangsung dengan rerata 7 jam, terdiri dari 2 macam kondisi yaitu

REM dan NREM yang bergantian selama 4-6 kali. Seseorang yang

kurang cukup menjalani tidur jenis REM maka esok harinya akan

menunjukkan kecenderungan untuk hiperaktif, kurang dapat

mengendalikan diri dan emosinya, nafsu makan bertambah. Tidur

NREM yang kurang cukup, akan mengakibatkan esok harinya keadaan

fisik menjadi kurang gesit.[27]

xliv
5. Parameter kualitas tidur

Ada beberapa parameter untuk melihat kualitas tidur seseorang antar

lain Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur. Total jam tidur. Frekuensi

terbangun, Lama waktu tidur siang hari, Perasaan segar saat bangun pagi,

Kepuasan tidur, 24 Kedalaman tidur, serta perasaan ngantuk disiang hari,

faktor-faktor tersebut dapat digunakan sebagai tolak ukur baik tidaknya

kualitas tidur seseorang.

Waktu yang dibutuhkan untuk dapat tidur adalah waktu yang

dihabiskan oleh seseorang sejak munculnya keinginan untuk tidur sampai

tercapainya tidur tahap REM. Frekuensi terbangun adalah sering atau tidak

nya seseorang terbangun dari tidurnya yang dapat dipengaruhi oleh

lingkungan atau akibat dari keinginan untuk buang air kecil. [28]

Diensi tidur
Respon pada system tubuh : 1. Kesehatan
1. Durasi
1. Implamasi 2. Penyakit
2. Efisiensi
2. Aktivitas simpatis 3. Fungsi kognitif
3. Waktu/ timing
3. Respon hormonal
4. Terjaga/mengantuk

5. Kepuasan/kualitas

Gambar 2. 1 Dimensi dalam tidur

xlv
Berdasarkan berbagai penelitian, maka dimensi dimensi

tersebut dapat dibagi menjadi 5 bagian:

a. Durasi tidur: Total jumlah dari tidur yang diperoleh dalam 24

jam.

b. Efisiensi tidur : Mudah atau sulitnya memulai tidur dan

kembali tidur setelah dibangunkan.

c. Waktu/ (Timing): waktu yang menunjukkan tidur dilakukan

setiap 24 jam.

d. Terjaga mengantuk : Kemampuan untuk mencapai kondisi

terjaga dan penuh perhatian.

e. Kualitas/ kepuasan penilaian yang bersifat subjektif terhadap

baik atau buruknya tidur.

Dimensi ini dijadikan sebagai indikator tidur yang baik

karena setiap dimensi tersebut memiliki hubungan sebab akibat

dengan kesehatan. Pada manusia, durasi tidur yang diperlukan

seseorang untuk tidur berbeda beda, tergantung pada faktor-

faktor tertentu dan usia mereka. Neonatus tidur sekitar 16

hingga 18 jam per hari. Pola dan tahapan tidur pada bayi baru

lahir terdiri dari 3 tahap yaitu NREM, REM, dan indeterminate

sleep. Perbedaan tahapan tidur ini dengan tahapan tidur dewasa

diakibatkan oleh tidak adanya irama sirkadian pada neonatus.

Mulai usia 3 bulan, irama sirkadian mulai terbentuk dan mulai

xlvi
matang menjelang usia I tahun. Saat seseorang mencapai tahap

dewasa, mereka cenderung memerlukan waktu 7-8 jam per

hari untuk tidur. Sedangkan orang dengan usia lanjut

cenderung mengalami penurunan durasi tidur dan mereka

memerlukan waktu 6- 7 jam per hari. Memiliki durasi tidur

yang cukup akan menghasilkan kualitas tidur yang baik yang

kemudian dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,

perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan

kata lain, memiliki kualitas tidur yang baik sangat penting dan

vital untuk hidup sehat semua orang. [29]

a) Pittsburgh sleep quality Index

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan

salah satu alat yang cukup efektif yang digunakan untuk

mengukur kualitas tidur pada orang dewasa. Melalui

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), kualitas tidur

dibagi menjadi baik dan buruk melalui pengukuran

terhadap 7 domain : kualitas tidur secara subjektif, latensi

tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur,

penggunaan obat-obat yang berhubungan dengan tidur,

dan disfungsi yang dialami pada siang hari selama satu

bulan terakhir. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

memiliki koefisien konsistensi dan reliabilitas (Cronbach's

alpha) sebesar 0.83 terhadap setiap domain yang diukur.

xlvii
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) telah

divalidasi pada kedua populasi klinis dan populasi non-

klinis, termasuk perguruan tinggi dan mahasiswa

pascasarjana. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

terdiri dari sembilan belas item pertanyaan yang meliputi

tujuh komponen, yakni kualitas tidur secara subjektif,

latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur,

penggunaan obat tidur, dan disfungsi pada siang hari.

Salah satu item pertanyaan pada PSQI hanya

ditujukan untuk kepentingan klinis pasien sehingga tidak

ditabulasikan dan dicantumkan pada kuesioner PSQI yang

ditujukan untuk menilai kualitas tidur. Jumlah pertanyaan

pada kuesioner PSQI yang hanya ditujukan untuk menilai

kualitas tidur secara subyektif berjumlah delapan belas

pertanyaan Setiap dari nilai komponen tujuh tersebut

diberi bobot yang sama dengan skala 0-3, 0 menunjukkan

tidak ada kesulitan dan 3 menunjukkan kesulitan yang

parah. Jumlah skor untuk nilai tujuh komponen ini akan

menghasilkan satu skor secara keseluruhan, mulai dari 0

hingga 21.

Skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas tidur

buruk, dan bila skor Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) secara keseluruhan > 5 maka seseorang tersebut

xlviii
memiliki kualitas tidur yang buruk. Komponen kualitas

tidur: Kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan

PSQI yang terdiri dari tujuh komponen, yaitu:

1) Kualitas tidur

Data kualitas tidur dapat diukur dengan menggunakan

Pittsburgh sleep quality index (PSQI). Kuesioner PSQI

terdiri dari 9 pertanyaan. , diperoleh dari 7 komponen

penilaian diantaranya kualitas tidur secara subyektif

(subjective sleep quality), waktu yang diperlukan untuk

memulai tidur (sleep latency), lamanya waktu tidur

(sleep duration), efisiensi tidur (habitual sleep

efficiency), gangguan tidur yang sering dialami pada

malam hari (sleep disturbance), penggunaan obat untuk

membantu tidur (using medication), dan gangguan tidur

yang sering dialami pada siang hari (daytime

disfunction). semakin tinggi skor nilai maka akan

semakin buruk kualitas tidurnya. Seseorang dikatakan

memiliki kualitas tidur baik apabila skor nilai < 5

sedangkan seseorang dikatakan memiliki kualitas tidur

buruk apabila skor nilainya >5

2) Latensi tidur

xlix
Latensi tidur adalah durasi mulai dari berangkat tidur

hingga tertidur. Seseorang dengan kualitas tidur baik

menghabiskan waktu kurang dari 15 menit untuk dapat

memasuki tahap tidur selanjutnya secara lengkap.

Sebaliknya, lebih dari 20 menit menandakan level

insomnia yaitu seseorang yang mengalami kesulitan

dalam memasuki tahap tidur selanjutnya.

3) Durasi tidur

Durasi tidur dihitung dari waktu seseorang tidur sampai

terbangun di pagi hari tanpa menyebutkan terbangun

pada tengah malam. Orang dewasa yang dapat tidur

selama lebih dari 7 jam setiap malam dapat dikatakan

memiliki kualitas tidur yang baik

4) Efisiensi kebiasaan tidur

Efisiensi kebiasaan tidur adalah rasio persentase antara

jumlah total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang

dihabiskan di tempat tidur. Seseorang dikatakan

mempunyai kualitas tidur yang baik apabila efisiensi

kebiasaan tidurnya lebih dari 85%

5) Gangguan tidur

Gangguan tidur merupakan kondisi terputusnya tidur

yang mana pola tidur- bangun seseorang berubah dari

l
pola kebiasaannya, hal ini menyebabkan penurunan

baik kuantitas maupun kualitas tidur seseorang.

6) Penggunaan obat

karena itu, setelah mengkonsumsi obat yang

mengandung Penggunaan obat-obatan yang

mengandung sedatif mengindikasikan adanya masalah

tidur. Obat-obatan mempunyai efek terhadap

terganggunya tidur pada tahap REM. Oleh karena

sedatif, seseorang akan dihadapkan pada kesulitan

untuk tidur yang disertaidengan frekuensi terbangun di

tengah malam dan kesulitan untuk kembali

tertidur,semuanya akan berdampak langsung terhadap

kualitas tidurnya

7) Disfungsi di siang hari

Seseorang dengan kualitas tidur yang buruk

menunjukkan keadaan mengantuk ketika beraktivitas di

siang hari, kurang antusias atau perhatian, tidur

sepanjang siang, kelelahan, depresi, mudah mengalami

distres, dan penurunan kemampuan beraktivitas. [30]

6. Aromaterapi

a. Pengertian

li
Aromaterapi merupakan salah satu perawatan tubuh atau

penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial.

Aromaterapi adalah suatu terapi yang meliputi penggunaan minyak

esensial yang berasal dari tanaman, yang dapat digunakan sebagai salah

satu terapi alternatif dengan memantaatkan uap minyak/minyak atsin

(esensial oil) dan melibatkan organ penciuman manusia.. Berbagai cara

bisa diterapkan untuk pemakaian aromaterapi salah satunya yaitu

dengan cara inhalasi. Dosis yang dianjurkan yaitu melarutkan 10-15

tetes minyak esensial murni kedalam I liter air untuk sekali pemakaian.

Konsentrasinya dapat memakai pengenceran 1% sampai 2.5%

Campuran ini dapat digunakan dalam terapi pengobatan yang

dibantu dengan menggunakan peralatan aromaterapi. Penggunaan dosis

aromaterapi lainnya yang dapat dilakukan dengan melarutkan 3-5 tetes

ke dalam 20 cc air.[31]

b. Sifat Teraupetik Aromaterapi

Bau yang segar, harum, merangsang sensor, reseptor dan akhirnya

mempengaruhi organ yang lain. Berbeda dengan obat kimiawi sintetis,

pemakaian minyak esensial tumbuhan sebagai bahan aromaterapi tidak

dianggap benda asing oleh tubuh, sehingga tidak memperberat kerja

organ-organ tubuh minyak esensial masuk ke sirkulasi tubuh dan

menuju organ sasaran untuk memberikan reaksi.

lii
Aromaterapi digunakan untuk relaksasi dan pengobatan. Banyak

alasan mengapa minyak esensial atau aromaterapi perlu dikutsertakan

dalam proses penyembuhan penyakit, karena minyak esensialnya

memiliki banyak sifat yang positif dan memberikan efek seperti yang

diinginkan seperti antiseptik, antibiotik, analgetik, sedatif dan

sebagainya, tetapi hanya sedikit yang memiliki kekurangan seperti yang

bersifat mengiritasi kulit seperti daun kayu manis, daun cengkeh. Hal

penting mengapa minyak esensial disukai adalah karena aromanya yang

menenangkan. Bahan ini banyak sekali dijumpai (contohnya lavender)

oleh karena jauh lebih menyenangkan dan aman bila dibandingkan

dengan pemakaian karbol. Aromanya sendiri akan memberikan efek

dan manfaat kepada orang yang menggunakannya.[32]

c. Aromaterapi Lavender

Aromaterapi merupakan metode penyembuhan penyakit dengan

menggunakan minyak essensial dari tanaman dan pohon aromatik

dengan pendekatan holistic untuk penyembuhan fisik, ketenangan

pikiran dan jiwa serta rohani. Efek yang dihasilkan menyenangkan,

sembuh dari nyeri reumatik, peningkatan kenikmatan seksual, tidur

nyenyak, dan perkembangan keadaan mental yang baik

Efek dari lavender adalah terjadinya proses pelepasan zat-at

neurokima yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan

menurut keperluannya sehingga menimbulkan tidur. Aroma sedatif

liii
seperti bau dari minyak lavender memberi efek stimulasi nuchleus

raphe yang kemudian akan melepaskan zat neurokimia serotonin.

Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur.

Minyak lavender ini berasal dari bunga lavender, wanginya segar

sekaligus menenangkan. Minyak esensial ini sangat aman sehingga

dapat digunakan untuk Meredakan stress, mengurangi kecemasan,

Membantu meningkatkan energi dan mengatasi sindrom kelelahan

kronis, Mengatasi kesulitan tidur.

Minyak lavender dapat digunakan sebagai campuran minyak pijat

diteteskan pada air mandi untuk berendam., inhalasi atau pewangi

ruangan dan memberikan efek relaksasi. Minyak lavender (lavender oil)

mengandung berbagai bahan aktif, seperti benzaldehyde, benzoic acid

dan benzyl benzoate. Bahan tersebut secara alami mampu melawan

bakteri dan virus berbahaya pada tubuh dan kulit, membantu mencegah

penyakit, iritasi, jamur dan infeksi virus.

Menghirup minyak lavender, baik secara langsung atau dengan

mendifuiskan ke dalam rumah, dapat membantu membersihkan lendir

dan bakteri dalam saluran pernapasan. Mengoleskan minyak lavender

pada kulit juga dapat mengurangi peradangan, kemerahan, nyeri dan

mempercepat penyembuhan luka.[11]

d. Penggunaan Aromaterapi lavender untuk Meningkatkan Kualitas

Tidur

liv
Fisiologi tidur dimulai dari irama sirkandian yang merupakan

irama yang dialami individu yang terjadi selama 24 jam. Irama

sirkandian mempengaruhi pola fungsi mayor biologik dan fungsi

perilaku. Perubahan temperatur tubuh, denyut nadi, tekanan darah,

sekresi hormon, ketajaman sensor dan suasana hati juga tergantung

pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian meliputi siklus

rutin bangun tidur yang dapat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur dan

faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan pekerjaan rutin.

lavender oil merupakan minyak esensial yang dapat digunakan

untuk mempengaruhi tidur. Tetesan campuran minyak esensial lavender

akan membantu menghasilkan tidur bagi pasien dengan kandungan

minyak esensialnya yang merupakan zat penenang akan memudahkan

terjadinya tidur. Jika minyak esensial dihirup, molekul-molekul atsiri

dalam minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen kelangit-langit

hidung.

Pada langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus (silia) yang

menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran hidung bila molekul

minyak terkunci pada bulu-bulu maka suatu impuls elektromagnetik

akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius

kedalam sistem limbik (amindala serta hipokampus).

Proses ini akan memicu respon memori dan emosional yang lewat

hipotalamus yang bekerja sebagai pemancar serta regulator

lv
menyebabkan pesan tersebut dikirim kebagian otak yang lain dan

bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah menjadi kerja

sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat eoforik,

relaksan, sedatif atau stimulan menurut keperluannya. Noradrenalin

terkonsentrasi dalam lokus seruleus dan serotonin dalam nucleus raphe.

Selanjutnya aroma sedatif seperti bau lavender oil memberi efek

stimulasi nucleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat

neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang

mengatur permulaan tidur.[33]

lvi
B. Teori Model Keperawatan Virginia Henderson ( Need Theory)

Henderson 1995 mengemukakan teori keperawatan Virginia

Henderson mencakup seluruh kebutuhan dasar seorang manusia.

Henderson mendefinisikan keperawatan sebagai membantu individu

yang sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki

kontribusi terhadap kesehatan dan penyembuhannya, dimana individu

tersebut akan mampu mengerjakanya tanpa bantuan bila ia memiliki

kekuatan, kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan.

Hal ini dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali

kemandiriannya secepat mungkin. Menurut Henderson,kebutuhan dasar

manusia terdiri dari 14 komponen yaitu:

a) Bernafas secara normal.

b) Makan dan minum dengan cukup.

c) Membuang kotoran tubuh.

d) Bergerak dan menjaga posisi yang diinginkan.

e) Tidur dan istirahat.

f) Memilih pakaian yang sesuai.

g) Menjaga suhu tubuh tetap dalam batas normal dengan

menyesuaikan pakaian dan mengubah lingkungan.

h) Menjaga tubuh tetap bersih dan terawat serta melindungi

integumen.

i) Menghindari bahaya lingkungan yang bisa melukai.

lvii
j) Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengungkapkan emosi,

kebutuhan, rasa takut atau pendapat.

k) Beribadah sesuai dengan keyakinan.

l) Bekerja dengan tata cara yang mengandung unsur prestasi.

m) Bermain atau terlibat dalam berbagai kegiatan rekreasi.

n) Belajar mengetahui atau memuaskan rasa penasaran yang

menuntun pada perkembangan normal dan kesehatan serta

menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia.

Henderson (1964, dalam Potter, 2005) menyebutkan

keempat belas kebutuhan dasar manusia diatas dapat

diklasifikasikan menjadi empat komponen, yaitu komponen

biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual. Kebutuhan dasar

pada poin 1-9 termasuk komponen kebutuhan biologis. Pada poin

10 dan 14 termasuk komponen kebutuhan psikologis. Lalu pada

poin 11 termasuk komponen spiritual. Sedangkan poin 12 dan 13

termasuk komponen kebutuhan sosiologis.[34]

C. Hasil Penelitian Yang Mendukung

Didukung oleh jurnal Yeni Tri Lestari & Rodiyah, 2019 ditemukan

bahwa terdapat penurunank insomnia setelah diberikan aromaterapi

lavender dari 15 responden, sebelum pemberian aromaterapi lavender

hampir seluruh responden mengalami insomnia sedang (100%) dan setelah

pemberian aromaterapi lavender hampir seluruh responden mengalami

penurunan menjadi insomnia ringan sejumlah 14 responden (93,3%).

lviii
Didukung oleh jurnal M. Ricky Ramadhan Minyak esensial dari

bunga lavender Berdasarkan penelitiannya, dalam 100 gram bunga

lavender Lavandula angustifolia) tersusun atas beberapa kandungan,

seperti minyak esensial (1-3%), alpha-pinene (0,22%), camphene (0,06%),

beta-myrcene (5,33%), cymene (0,3%), limonene (1,06%), cineol (0,51%),

linalool (26,12%), borneol (1,21%), terpinine-4-ol (4,64%), linalyl acetate

(26,32%), geranyl acetate (2,14%), dan caryophyllene (7,55%). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah

linalyl asetat dan linalool7 (C10H18O). Tetapi, linalyl asetat sebagai

kandungan utama dari bunga lavender tidak memiliki efek sedatif yang

signifikan terhadap penurunan risiko insomnia

lix
Didukung oleh jurnal Ni Putu Yulian, 2021 ditemukan bahwa

Kualitas tidur pada lansia sebelum diberikan aromaterapi lavender

sebanyak 16 orang (100%) mengalami kualitas tidur buruk. Hal ini

dikarenakan semakin bertambahnya usia maka seseorang tersebut akan

mengalami penurunan fungsi organ tubuh, sehingga seseorang akan

mengalami kesulitan dalam memulai tidur. Kualitas tidur sesudah

diberikan aromaterapi lavender pada lansia mengalami peningkatan.

Lansia yang mempunyai kualitas tidur sangat baik sebanyak 6 orang

(375%), lansia yang mempunyai kualitas tidur baik sebanyak 7 orang

(43,75%) dan lansia yang mengalami kualitas tidur buruk sebanyak 3

orang (18,75 %). Hal ini dikarenakan masing-masing individu

mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda antara satu dengan

yang lain dalam mengatasi gangguan tidur.

Didukung oleh jurnal Ida Ayu Manik Partha Sutema,ditemukan

bahwa terdapat penurunank insomnia setelah diberikan aromaterapi dari

15 responden, sebelum pemberian aromaterapi hampir seluruh responden

mengalami insomnia sedang (100%) dan setelah pemberian aromaterapi

hampir seluruh responden mengalami penurunan menjadi insomnia ringan

sejumlah 14 responden (93,3%).

lx
Berdasarkan hasil penelitian (Rama Bahkruddinsyah, 2019) di Panti

Werdha Nirwana Puri Samarinda pemberian aroma terapi lavender

terhadap insomnia pada lansia dapat disimpulkan lansia yang mengalami

kualitas tidur sebelum diberikan aroma terapi lavender adalah 7.42 dan

setelah diberikan aroma terapi lavender adalah 4.00. dari penelitian

tersebut dapat disimpulkan pemberian aroma terapi lavender di Panti

Werdha Nirwana Puri Samarinda tidak efektik karena kurangnya

pengetahuan insomnia pada penyakit insomnia maka didapatkan

penelelitian tersebut kurang mengurangi resiko insomnia pada lansia. [35]

D. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Lansia mengalami
Faktor penyebab gangguan
penurunan : Gangguan
tidur :
1. Fungsi
1. Faktor psikologis
fisiologis
Pemenuhan tidur 2. Masalah psikiatri
2. Fisik berkurang
3. Penyakit fisik
3. Psikis

lxi
Kualitas tidur berkurang

Cara mengatasi gangguan tidur


dengan farmakologi Kualitas tidur buruk
berdampak : Aromaterapi Lavende
1. Pemberian obat tidur
seperti 1. Penurunan fungsi
benzodiazepinc,antihista kognitif
min,dan anti deprsan
2. Kecemasan

3. Meningkatkan
ketegangan

4. Mudah tersingung

5. Kebingungan

Aroma sedatif seperti bau dari minyak lavender memberi efek situlasi nuchleus raphe yang kemudian akan melepaskan zat
neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang mengatur permulaan tidur ( Niken,2007 )

Perubahan kualitas tidur

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Keterangan :

Tidak Diteliti Diteliti

lxii
2. Kerangka pemikiran

Tuliskan tentang konsep penelitian yang akan dilakukan beserta beberapa

teori yang mendukungnya, diakhiri dengan pembuatan kerangka konsep

penelitian dalam bentuk diagram alur.

Factor factor penyebab Terapi farmakologi


insomnia

1) Golongan obat
1) Stress hipnotik
2) Depresi 2) Golongan obat
antidepresan
3) Efek samping
pengobatan 3) Terapi hormone
melatonin dan
4) Kelainan kelainan agonis melatonin
kronis 1. Kualitas tidur baik ≤ 5
4) Golongan obat baik 2. Kualitas tidur
antihistamin buruk > 5 buruk
Terapi non farmakologi

1) Terapi relaksasi(aromaterapi lavender )


2) Terapi tidur yang bersih
3) Terapi pengaturan tidur
4) Terapi psikologi/psikiatri
5) CBT (cognitive Behavioral Sleep
Restriction Therafy)

6) Stimulus control therapy cognitive


therapy

Dilakukan secara rutin

Teori model keperawatan virginia Henderson

Gambar 2. 1 : Kerangka Konsep Penelitian

lxiii
E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian maka hipotesa yang diajukan dalam

penelitia ini adalah :

Ho : tidak terdapat pengaruh pemberian aromaterapi jasmine terhadap

perubahan kualitas tidur pada lansia

Ha : terdapat pengaruh pemberian aromaterapi jasmine terhadap perubahan

kualitas tidur lansia

lxiv
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain dan jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian pra eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan pada satu

kelompok saja tanpa kelompok pembanding . Pendekatan yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah yang dilakukan untuk menilai satu kelompok

saja secara utuh Sebelum perlakuan pada semua responden dilakukan

pengukuran awal (pre test) untuk menentukan kualitas tidur atau nilai awal

responden sebelum perlakuan, dan setelah perlakuan dilakukan

pengukuran akhir.

01 X 02
PRETEST TINDAKAN POSTTEST

KETERANGAN:

01 : Mengukur kualitas tidur lansia sebelum diberikan perlakuan dengan

mengisi kuisioner

X: Memberikan perlakuan berupa aromaterapi lavender

02 : Mengukur kualitas tidur lansia setelah diberikan perlakuan dengan

mengisi kembali kuisioner

lxv
B. Variabel penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah suatu yang

digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki dan didapat oleh

satuan peneliti tentang konsep penelitian tertentu.

1) Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel penelitian atau sering disebut sebagai variabel bebas

merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel

independen dalam penelitian ini adalah “Pemberian Aromaterapi

lavender”.

2) Variabel dependen (Variabel Terikat)

Variabel dependen atau sering disebut sebagai variabel terikat

merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena

adanya variabel bebas. Pada penelitian ini variabel dependen atau

terikat adalah “Kualitas Tidur”

lxvi
C. Definisi Operasional

Tabel 3. 1 : Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Penelitian Operasional
Variabel Minyak - -
independe essensial yang 1) SOP
nt berasal dari
Pemberian tumbuhan yang
Aromatera digunakan untuk
pi pengobatan
lavender kesehatan dan
mempengaruhi
suasana hati
sehingga dapat
mempengaruhi
kualitas tidur
Variabel Suatu keadaan Kuisioner Dengan Ordinal
dependen dimana tidur yang Pittsburgh kriteria
Kualitas dijalani seorang sleep hasil : 1.
tidur individu quality Kualitas
menghasilkan index tidur baik
kesegaran dan (PSQI) ≤ 5 2.
kebugaran Ketika Kualitas
terbangun tidur
buruk > 5

D. Populasi dan Sampel

1) Besaran Sampel

Populasi adalah seluruh objek penelitian atau objek yang akan

diteliti populasi dari penelitian ini adalah lansia yang mengalami

kualitas tidur buruk di panti Werdha karitas sebanyak 26 responden

yang mengalami mengalami kualitas tidur buruk. Sampel terdiri atas

bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling. Sampel adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi bahwa jumlah anggota sampel

lxvii
yang disarankan untuk penelitian eksperimen adalah 10-30. Di dalam

penelitian ini terdapat 26 lansia dengan kualitas tidur buruk, sampel

diambil secara accidental dengan mengambil responden yang

kebetulan ada disuatu tempat yang sesuai dengan tempat penelitian

dengan demikian, peneliti mengunakan sample 11 responden dalam

penelitan ini dan untuk menghindari drop out atau kesalahan peneliti

peneliti melakukan koreksi sampel pada kelompok sebesar 10%

sampel menjadi 12. Adapun rumus drop out adalah sebagai berikut:

n
n’
1=f

keterangan :

𝑛 ′ = Jumalah sampel setelah dikoreksi

𝑛 = Jumlah sampel yang telah dihitung sebelumnya

𝑓 = Prediksi jumlah presentase drop out Maka jika dihitung

menggunakan rumus diatas menjadi :

𝑛 ′ = 11 / ( 1 -0,1) 𝑛′ = 11 /( 0,9 ) 𝑛, = 12,5 dibulatkan menjadi

12

Sehingga jumlah sampel adalah 12 orang untuk penelitian

pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap perubahan

kualitas tidur pada lansia dengan insomnia di Panti Werdha

Karitas

2) Teknik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan Non-Probability Sampling. Metode pengambilan

lxviii
sampling yang digunakan adalah teknik accidental sampling

dimana pengambilan sampel secara accidental dengan

mengambil responden yang kebetulan ada disuatu tempat yang

sesuai dengan tempat penelitian .

3) Kriteria Sampel

a) Kriteria inklusi adalah kriteria yang harus dimiliki oleh

individu dalam populasi untuk dapat dijadikan sampel dalam

penelitian. Adapun kriteria inklusi sebagai berikut:

1) Responden adalah lansia berusia 60-90 tahun.

2) Bersedia menjadi responden dalam penelitian

3) Mampu mengikuti terapi yang diberikan.

4) Responden kooperatif.

5) Lansia yang mengalami gangguan tidur

b) Kriteria eksklusi adalah kriteria yang tidak boleh ada atau

tidak boleh dimiliki sampel yang akan digunakan dalam

penelitian ini Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut :

1) Lansia yang sedang mengalami flu atau batuk.

2) Lansia yang mengalami gangguan penciuman

3) Lansia yang memiliki penyakit pernafasan (asma,

sesak,dll).

4) Lansia yang mengkonsumsi obat tidur

lxix
E. Alat Pengumpulan Data

1) Alat dan bahan penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mangkuk, air hangat, minyak essensial lavender, lembar kuisioner,

dan lembar SOP

2) Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara

yaitu data primer dan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) pada lansia yang memenuhi kriteria inklusi.

3) Uji validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid

jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan

sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Instrumen yang

digunakan oleh peneliti adalah kuesioner Kelompok Pittsburg Sleep

Quality Index (PSQI) dalam buku Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan karangan Nursalam (2018) [38] yang sudah baku

sehingga tidak dilakukan uji validitas kembali

4) Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau

lxx
tetap (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap

gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama. Dalam

penelitian ini instrument yang digunakan untuk pengukuran kualitas

tidur, tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas dikarenakan

istrumennya sudah baku yaitu menggunakan kuisioner Pittsburgh

sleep quality index (PSQI) yang sudah baku sehingga tidak

dilakukan uji validitas kembali.[30]

F. Prosedur Pengumpulan Data

1) Persiapan Penelitian

a. Melakukan studi literatur dan observasi di Panti Sosial Werdha

Karitas untuk mengetahui jumlah lansia serta identitas lansia.

b. Mengurus surat izin penelitian ke kantor Program Studi

Pendidikan Ners STIKes Budi Luhur Cimahi Pemelihan lahan

penelitian

c. Setelah mendapat izin dari pihak PantiWerdha Karitas, peneliti

kemudian melakukan penelitian

d. Melakukan studi kepustakaan pada tahap ini peneliti

melakukan studi kepustakaan dengan mencari referensi buku,

jurnal, ataupun sumber lain nya berkaitan dengan masalah

penelitian. Kegiatan ini dilakukan pada bulan januari – juli

2023

e. Menyusun proposal penelitian peneliti menyusun proposal

penelitian yang berisi pendahuluan, tinjauan pustaka,

lxxi
metodologi penelitian, yang digunakan. Kegiatan ini dilakukan

pada bulan januari – juni 2023

2) Pelaksanaan Penelitian

a. Izin penelitian

b. Melakukan pengumpulan data

c. Melakukan pengolahan data dan analisa data

d. Menyusun laporan penelitian

3) Alur Penelitian

Latar belakang
Kajian literatur
Self assesment

Rumusan Masalah

Tujuan

Pengambilan Data

Primer sekunder

1) Literatur dan
jurnal
1. Pretest (kuesioner)
2) Buku
2. Perlakuan ( relaksasi
aromaterapi lavender ) 3) Dokumentasi
Pengolahan Data

Pengolahan Data

Hasil Penelitian

Kesimpulan

lxxii
Gambar 3. 1 Alur Penelitian

G. Pengolahan dan Analisis Data

1) Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Editing (penyunting data)

Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan untuk mengecek

dan memperbaiki isian formulir atau kuesioner tersebut.

Peneliti melakukan pengecekan ulang hasil pengukuran

insomnia sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.

b. Coding (membuat kode)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian

kode ini sangat penting bila pengolahan data dan analisa data

menggunakan komputer.

c. scoring

Scoring adalah memberikan skor pada setiap responden

dengan melakukan pemberian nilai terhadap jawaban

kuesioner insomnia pada lansia. Scoring kualitas tidur pada

lansia yang mengalami kualitas tidur buruk menurut piitsburgh

sleep quality index adalah skor > 5 dikategorikan kualitas tidur

buruk sedangkan < 5 dikategorikan baik.

d. Tabulating (tabulasi)

lxxiii
Membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau

yang diinginkan peneliti

5) Analisa Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui hasil pengaruh pemberian aromaterapi lavender

terhadap perubahan kualitas tidur lansia.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel

terikat. Pada penelitian ini aromaterapi lavender adalah

variabel bebas dan kualitas tidur adalah variabel terikat. Untuk

melihat hasil pre dan post pada kelompok menggunakan uji

statistic Wilcoxon Signed Rank Test.

H. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Pertiwi

Kota Bandung pada bulan januari – juli 2023.

lxxiv
I. Etika Penelitian

1) Izin etik (Ethical Clearence)

Izin etik akan dilakukan setelah proposal disetujui, dan dilaksanakan

komite etik yang bertempat di STIKes Budi Luhur Cimahi.

2) Penjelasan dan persetujuan (Informed Consent)

Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed

consent ini berupa lembar persetujuan untuk menajdi responden.

Sebelumnya penelitian memberi penjelasan terlebih dahulu tentang

prosedur penelitian, manfaat, dalam penelitian, setelah itu peneliti

meminta izin responden untuk ikut berpastisipasi, jika ada yang

menolak atau tidak bersedia maka untuk mengindari terjadinya

masalah etik peneliti tidak akan memaksa. Pada informed consent

juga dijelaskan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan

untuk pengembangan ilmu.

3) Kerahasiaan (Confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi

dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang

berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang

lain. Oleh sebab itu peneliti tidak boleh menampilkan informasi

mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek.

4) Manfaat (Benefit)

lxxv
Sebuah penelitian ini hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian

pada khusunya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi

dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan

peneliti harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa

sakit, cidera, stress, maupun kematian subjek peneliti.

Mengacu pada prinsip-prinsip dasar penelitian tersebut, maka setiap

peneliti yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti

kesehatan hendaknya:

a) Memenuhi kaidah keilmuwan dan dilakukan berdasarkan hati

nurani, moral, kejujuran, kebebasan, dan tanggung jawab.

b) Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan,

kesejahteraan, martabat, dan peradaban manusia, serta

terhindar dari segala sesuatu yang menimbulkan kerugian atau

membahayakan subjek penelitian atau masyarakat pada

umumnya.

5) Keadilan (Justice)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

peneliti dikindisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni

dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini

menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan

lxxvi
dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis,

dan sebagainya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah peneliti melakukan pengambilan data pada tanggal 25 juni-

5 juli 2023 dengan jumlah responden 12 orang yang merupakan lansia di

Panti Werdha Karitas pada penelitian ini, peneliti melakukan informed

consent terlebih dahulu danmenjelaskan prosedur penelitian. Data hasil

penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrument berupa

questioner Pittsburgh sleep quality index (PSQI), minyak essensial oil

aromaterapi lavender.

Hasil penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk analisis

univariat dan bivariat. Analisa univariat yaitu untuk melihat kualitas tidur

sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender. Sedangkan analisa

bivariat adalah untuk melihat adanya pengaruh aromaterapi lavender

terhadap perubahan kualitas tidur lansia.

lxxvii
1. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk melihat tingkatan pada masing-

masing variabel diantaranya kualitas tidur sebelum dan setelah

dilakukan pemberian aromaterapi lavender terhadap penderita insomnia

pada lansia di Panti Werdha Karitas.

a) Kualitas tidur sebelum diberikan aromaterapi lavender

Tabel 4. 1 Tingkatan kualitas tidur sebelum diberikan aromaterapi


lavender pada Lansia di Panti Werdha Karitas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Buruk 12 100.0 100.0 100.0
Total 12 100.0 100.0 100.0

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 tentang distribusi frekuensi

responden menurut tingkat kualitas tidur, dapat diketahui bahwa seluruh dari

responden sebanyak 12 orang (100%) mengalami kualitas tidur buruk

b) Kualitas tidur sesudah diberikan aromaterapi lavender

Tabel 4. 2 Tingkatan kualitas tidur sesudah diberikan aromaterapi lavender


pada lansia di Panti Werdha Karitas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BAIK 9 75.0 75.0 75.0
BURUK 3 25.0 25.0 100.0
Total 12 100.0 100.0

lxxviii
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2 tentang distribusi frekuensi

responden menurut tingkat kualitas tidur, dapat diketahui bahwa dari 12 responden

terdapat kurang dari setengahnya yaitu 3 responden (25,0%) memiliki kualitas tidur buruk

tetapi sudah ada perubahan yang signifikan setelah diberikan aromaterapi lavender tetapi

saat post test diukur dengan kuesioner pittsburgh sleep quality index didapatkan hasil > 5

dan masuk ke dalam kategori kualitas tidur buruk, dan lebih dari setengahnya yaitu 9

responden (75,0%) memiliki kualitas tidur baik.

lxxix
2. Analisa bivaria

Analisa bivariat adalah jenis analisa untuk mengidentifikasi adanya

pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap perubahan kualitas tidur pada

lansia di Panti Werdh Karitas. Data hasil penelitian dilakukan uji normalitas untuk

menentukan uji yang digunakan. Dan didapatkan hasil dari variabel pertama yaitu

pretest dengan nilai Skewness 0.885 : Std error 0.637 = 1.38 dinyatakan

berdistribusi normal karena berada di rentang -2 s/d 2. Sama halnya dengan

variabel kedua posttes yaitu didapatkan nilai Skewness 0.385 : Std error 0.637 =

0.56 dinyatakan berdistribusi normal. Dengan kesimpulan data diatas dinyatakan

normal dan dilakukan uji Mc Nemar untuk mengetahui pengaruh sebelum dan

sesudah pemberian aromaterapi lavender terhadap perubahan kualitas tidur pada

lansia

Tabel 4.3 Hasil Uji Mc Nemar


Post-test Total p
Baik Buruk
Pre-test baik 0 0 0 0,004
buruk 9 3 12
Tota 9 3 12
l

Berdasarkan table 4.3 di atas diperoleh data hasil bahwa responden

sebelum diberikan aromaterapi lavender buruk dan sesudah diberikan aromaterapi

lavender baik ada 9 orang. responden sebelum diberikan aromaterapi lavender

buruk dan sesudah diberikan aromaterapi lavender masih buruk ada 3 orang. Hasil

uji McNemar diperoleh nilai p = 0,004. Nilai p (0,004) < a (0,05), maka
disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap

perubahan kualitas tidur lansia insomnia di panti werdha karitas.

B. Pembahasan

Setelah dilakukan pengolahan data statistik dan analisis dari setiap

variabel, hasil penelitian akan diuraikan dan didukung dengan landasan

teori yang mendukung untuk memahami mengenai Pengaruh Terapi

Lavender Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Dengan

Insomnia Di Panti Werdha karitas .

1. Tingkatan Kualitas Tidur Sebelum Diberikan Terapi Lavender

Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Dengan Insomnia Di

Panti Werdha Karitas

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.1 tentang distribusi

frekuensi responden menurut tingkatan kualitas tidur , dapat diketahui

bahwa seluruhnya responden sebanyak 12 orang (100 %) mengalami

gangguan tidur buruk. Lansia yang mengalami kualitas tidur buruk

terjadi karena gangguan fisik, mental dan psikososial. Penurunan

kualitas tidur bisa menyebabkan bangun pagi terasa tak segar, siang

hari mengalami kelelahan dan lebih sering tertidur sejenak, waktu

tidur malam tampak lebih kurang sehingga merasa mengantuk

sepanjang hari Temuan peneliti ini mendukung teori yang

dikemukakan oleh ernawati (2017) yang menurutnya kebiasaan atau

pola tidur lansia dapat berubah yang terkadang dapat mengganggu

kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal serumah.


Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang

malam dan sering terbangun pada malam hari, sehingga lansia

melakukan kegiatannya pada malam hari. Pada umumnya usia lanjut

lebih sering mengalami kualitas tidur yang kurang. Nugroho (2012),

menyatakan, usia merupakan faktor penentu lamanya tidur yang di

butuhkan seseorang. Perubahan pola tidur lansia disebabkan karena

perubahan sistem saraf perifer/SSP yang mempengaruhi pengaturan

tidur. Kerusakan sensorik umum dengan penuaan dapat mengurangi

kualitas tidur.[42]

Menurut potter dan perry (2015), hal itu dapat terjadi karena

adanya penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 Dan 4,

beberapa lansia hamper tidak memiliki tahap tidur NREM 4 dan tidur

yang dalam. Menurut teori penuaan biologi, lansia mengalami

perubahan gelombang otak dan siklus sirkadin. Perubahan tersebut

menyebabkan terganggunya pusat pengaturan tidur yang ditandai

dengan menurunnya aktivitas gelombang alfa dan juga waktu tidur

menjadi pendek. Mekanisme tersebut juga akan berpengaruh pada

pengaturan mekanisme SAR ( sistem aktivasi retikular ) yang

berlokasi pada batang otak teratas yang dapat mempertahankan

kewaspadaan dan keterjagaan serta BSR ( Bulbar synchronizing

region ) yang fungsinya berkebalikan dengan SAR, sehingga

mempengaruhi proses tidur. [43]


Peneliti berpendapat bahwa kualitas tidur lansia dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya yaitu keadaan

fisik dan psikologis pada seorang lansia berbeda satu sama lain,

sehingga saat terjadi perubahan psikologis dan fisik seperti adanya

gangguan mood,penyakit artritis,gout artritis,hipertensi dan penyakit

lainnya yang menimbulkan rasa nyeri dan tidak nyaman, dapat

mengganggu dan mempengaruhi kualitas tidur lansia.

2. Tingkatan Kualitas Tidur Sesudah Diberikan Terapi Lavender

Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Dengan Insomnia Di

Panti Werdha karitas

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4.2 tentang distribusi frekuensi

responden menurut tingkat kualitas tidur , dapat diketahui bahwa sebanyak 3

orang (25%) mengalami kualitas tidur buruk, dan untuk sebagian lain

mengalami kualitas tidur baik sebanyak 9 orang (75 %) setelah mendapatkan

terapi lavender selama 3 hari berturut turut. Perasaan rileks setelah

menghirup aromaterapi lavender akan mengirimkan stimulus ke sistem

aktivasi retikular ( SAR ), terletak pada batang otak teratas yang bertugas

untuk mempertahankan kewaspadaan dan terjaga, untuk diambil alih oleh

bagian otak yang lain yang disebut BSR (bulbarsynchronizing region), yang

fungsinya dengan SAR, sehingga bisa mnyebabkan tidur yang diharapkan

akan dapat meningkatkan kualitas tidur. [43]

Didukung oleh jurnal (Hartika 2017) dari hasil penelitian pengaruh

pemberian aroma terapi lavender di Panti Werdha Guna Budi Bhakti Medan,

maka diperoleh kesimpulan mayoritan responden sebelum diberikan aroma


terapi lavender mayoritas penderita insomnia sdang yaitu sebanyak 14 orang

(93,33%) dan mayoritas menderita insomnia berat sebanyak 1 orang

(6,67%), setelah diberikan aroma terapi lavender mayoritas responden

mengalami insomnia ringan yaitu sebanyak 13 orang (66,67%), sedangkan

minoritas responden mengalami insomnia sedang yaitu sebanyak 2 orang

(13,33%).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pemberian aromaterapi

lavender di Panti Werdha Guna Budi Bhakti Medan pemberian aroma terapi

tersebut cukup mengurangi resiko susah tidur pada lansia, menurut saya

penelitian yang dilakukan peneliti tersebut cukup efesien untuk menurunkan

insomnia pada lansia. [44]

Di dukung oleh jurnal (Dian, 2018) di Wisma Cinta Kasih pemberian

aroma terapi lavender terhadap insomnia pada lansia dapat disimpulkan

frekuensi kualitas tidur lansia sebelum diberikan aroma terapi lavender

adalah 30 (100%) kualitas tidur buruk, dan frekuensi kualitas tidur lansia

sesudah diberikan aroma terapi lavender adalah 12 (40%) kualitas tidur baik

dan lansia yang mengalami insomnia berkurang. Dapat disimpulkan bahwa

pemberian aroma terapi lavender pada lansia di Wisma Cinta Kasih

mengalami perubahan yang segnifikan, lansia sebelum diberikan aroma

terapi lavender mengalami susah tidur dan gelisah, dan setelah diberikan

aroma terapi lavender dengan cara minyak aroma terapi lavender diteteskan

pada tisu dan dihirup secara inhalasi dengan frekuensi waktu 5-10 menit,

setelah dilakukan pemberian tersebut lansia yang mengalami insomnia

berkurang dan lansia didapatkan frekuensi tidur baik.


Berdasarkan teori diatas peneliti menggunakan Need Theory Virginia

Henderson dengan memberikan relaksasi aromaterapi lavender ketika akan

melaksanakan tidur. Saat menghirup aromaterapi lavender responden akan

merasakan ketenangan, tidak merasakan keluhan saat intevensi, dan

lingkungan yang mendukung dalam pelaksaan penelitian. mengingat

kebutuhan tidur dan istirahat merupakan bagian dari empat belas kebutuhan

dasar manusia yang amat sangat dipengaruhi oleh konsep manusia,

lingkungan, keperawatan, maupun kesehatan. Apabila empat belas

kebutuhan dasar salahsatunya tidak terpenuhi akan mempengaruhi kondisi

fisiologis maupun psikologis manusia, menyebabkan kebutuhan dasar

lainnya terganggu dan berakibat lanjut terhadap penurunan kualitas hidup

bahkan membahayakan kesehatan maupun kehidupan manusia.

Menurut asumsi peneliti, perbaikan kualitas tidur dialami oleh lansia

setelah diberikan aromaterapi lavender dipengaruhi oleh efek aroma

lavender yang bekerja memberi efek menenangkan dan mengantuk.

Pemberian aromaterapi setiap seminngu 3 hari berturut turut disinyalir

mampu meningkatkan kualitas tidur lansia.

3. Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Perubahan

Kualitas Tidur Lansia Dengan Insomni

Penilaian kualitas tidur pada pasien yang mengalami insomnia di Panti

Werdha karitas dilakukan pre-test dan post-test melalui observasi sebelum

dan sesudah intervensi pemberian aromaterapi lavender dengan

menggunakan minyak essensial oil aromaterapi lavender, dan lembar

obsevasi.
Menurut sharma (2011) Komponen utama lavender adalah linalool,

linalylacetate, 1 dan 8 cineol B ocimene, dan camphor. Linalool dan

linalylasetat tanaman ini dapat merangsang sistem parasimpatis .

Aromaterapi yang diberikan memberi rangsangan pada korteks olfaktorius

yang menstimulasi otak dan impuls mencapai sistem limbik. Fisiologi tidur

dimulai dari irama sirkandian yang merupakan irama yang dialami individu

yang terjadi selama 24 jam. Irama sirkandian mempengaruhi pola fungsi

mayor biologik dan fungsi perilaku. Perubahan temperatur tubuh, denyut

nadi, tekanan darah, sekresi hormon, ketajaman sensor dan suasana hati juga

tergantung pada pemeliharaan siklus sirkandian. Irama sirkandian meliputi

siklus rutin bangun tidur yang dapat dipengaruhi oleh cahaya, temperatur

dan faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan pekerjaan rutin. Lavender

merupakan minyak esensial yang dapat digunakan untuk mempengaruhi

tidur. Tetesan campuran minyak esensial lavender akan membantu

menghasilkan tidur bagi pasien dengan kandungan minyak esensialnya yang

merupakan zat penenang akan memudahkan terjadinya tidur. Jika minyak

esensial dihirup, molekul-molekul atsiri dalam minyak tersebut akan terbawa

oleh arus turbulen kelangit-langit hidung. Pada langitlangit hidung terdapat

bulu-bulu halus (silia) yang menjulur dari sel-sel reseptor kedalam saluran

hidung Bila molekul minyak terkunci pada bulu-bulu maka suatu impuls

elektromagnetik akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus

olfaktorius kedalam sistem limbik (amindala serta hipokampus). Proses ini

akan memicu respon memori dan emosional yang lewat hipotalamus yang

bekerja sebagai pemancar serta regulator menyebabkan pesan tersebut

dikirim kebagian otak yang lain dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang
diterima akan diubah menjadi kerja sehingga terjadi pelepasan zat-zat

neurokimia yang bersifat eoforik, relaksan, sedatif atau stimulan menurut

keperluannya. Noradrenalin terkonsentrasi dalam lokus seruleus dan

serotonin dalam nucleus raphe. Selanjutnya aroma sedatif seperti bau

minyak lavender memberi efek stimulasi nucleus raphe yang kemudian akan

melepaskan zat neurokimia serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter

yang mengatur permulaan tidur. Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji Mc Nemar

Test diketahui bahwa p value sebesar 0,004 atau < 0,05 (p<a) maka hasil

dari uji bivariat variabel kualitas tidur adalah terdapat pengaruh perubahan

kualitas tidur sebelum dan sesudah diberilan aromaterapi lavender pada

lansia di panti werdha karitas.

Dari hasil uji statistik maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

yang signifikan pada pemberian aromaterapi lavender terhadap perubahan

kualitas tidur pada lansia setelah 3 hari berturut turut diberikan aromaterapi

lavender pada lansia dengan insomnia di panti werdha karitas.

Hal ini membuktikan bahwa aromaterapi lavender memiliki khasiat

menenangkan, sedative dan membantu meregula sistem saraf pusat.

Mekanisme aromaterapi ini dimulai dari aromaterapi bunga lavender yang

dihirup memasuki hidung dan berhubungan silia menjadi impuls listrik yang

dipancarkan ke otak melalui system penghirup. Semua impulse mencapai

system limbik di hipotalamus. Selanjutnya akan meningkatkan gelombang-

gelombang alfa di dalam otak dan justru gelombang inilah yang membantu

kita untuk merasa rileks.


Posisi rileks inilah yang menurunkan stimulus ke sistem aktivasi reticular

(SAR), dimana (SAR) yang berlokasi pada batang otak teratas yang dapat

mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. Dengan demikian akan

diambilalih oleh bagian otak yang lain disebut BSR (bulbar synchronizing

region) yang fungsinya berkebalikan dengan SAR, sehingga bisa

menyebabkan tidur yang diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas tidur.

Aromaterapi lavender merupakan aroma yang baik digunakan untuk

mengatasi kualitas tidur buruk karena aromaterapi lavender memiliki

kandungan linalyl ester yang berkhasiat menenangkan dan memberikan efek

rileks system saraf pusat dengan menstimulasi saraf olfakturius

Menggunakan aromaterapi secara inhalasi (dihirup) merupakan metode

tercepat untuk mendapatkan manfaat aromaterapi ke dalam tubuh. Bau

adalah sebuah reaksi kimia, reseptor di otak bisa merespon bahan kimia yang

ada didalam aromaterapi. Saat seseorang menghirup aromaterapi, molekul

bau yang dihasilkan berjalan menuju ke reseptor silia saraf olfaktori yang

berada didalam epitel olfaktoris melalui hidung, kemudian epitel olfaktorius

mengirimkan akson melalui saraf olfaktorius ke olfactory bulb.

Berdasarkan asumsi peneliti terdapat pergaruh pemberian aromaterpi

lavender yang diberikan 3 kali berturut turut terhadap kualitas tidur lansia

yang mengalami insomnia. Need Theory virginia Henderson menekankan

kesempurnaan peraktek keperawatan melalui kenyamanan hidup dan

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Henderson mengembangkan Need

teori salahsatunya kebutuhan tidur dan istirahat merupakan bagian dari

empat belas kebutuhan dasar manusia yang amat sangat dipengaruhi oleh

konsep manusia, lingkungan, keperawatan, maupun kesehatan. Apabila


empat belas kebutuhan dasar tidak terpenuhi akan mempengaruhi kondisi

fisiologis maupun psikologis manusia, menyebabkan kebutuhan dasar

lainnya terganggu dan berakibat lanjut terhadap penurunan kualitas hidup

bahkan membahayakan kesehatan maupun kehidupan manusia. Dengan

peran profesional perawat sebagai penolong (helper) dan mitra (partner)

dalam meningkatkan kualitas tidur terutama pada lansia. Dengan terapi

inhalasi aromaterapi lavender diharapkan kebutuhan tidur dan istirahat lansia

dapat terpenuhi dengan baik.

C. Keterbatasan Peneliti

Beberapa kendala yang dialami peneliti saat penelitian dimana lansia memiliki

tingkat emosi yang lebih tinggi, mood yang berbeda-beda setiap harinya dan

terkadang melakukan kegiatan lain saat peneliti datang untuk memberikan terapi.

Dan juga peneliti tidak bisa melihat pada saat lansia tertidur di malam hari. Akan

tetapi di hari berikutnya semua responden antusias mengikuti pemberian

aromaterapi lavender.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian tentang pengaruh Pemberian

Aromaterapi Lavender Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Dengan

Insomnia di Panti Werdha karitas yang dilakukan pada bulan juli 2022 terhadap 12

responden dengan tujuan umum untuk mengetahui Pengaruh Pemberian

Aromaterapi Lavender Terhadap Perubahan Kualitas Tidur Pada Lansia Dengan

insomnia Di Panti Werdha karitas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat kualitas tidur pada lansia sebelum diberikan Aromaterapi lavender

pada lansia didapatkan hasil dari analisa data dari 12 responden seluruh

responden yaitu 12 orang (100%) kategori kualitas tidur buruk.


2. Tingkat kualitas tidur pada lansia setelah diberikan aromaterapi lavender

didapatkan hasil dari analisa data dari 12 responden. Terdapat 3 orang (25%)

berkategori kualitas tidur buruk, sedangkan sebagian lainnya berjumlah 9

orang (75%) dengan kategori kualitas tidur baik .

3. Dari hasil analisis bivariat didapatkan p = 0,004 < ∝ = 0,05, maka Ho ditolak,

dengan demikian disimpulkan dengan terdpat pengaruh kualitas tidur sebelum

dengan sesudah diberikan aromaterapi lavender pada lansia dengan insomnia.

B. Saran

1. Saran Teoritis

Untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman penelitian

selanjutnya diharapkan lebih baik lagi dari penelitian ini,dengan referensi-

referensi yang terbaru agar dapat menunjang penelitianpenelitian berikutnya

2. Saran Praktik

a. Bagi panti werdha karitas

Diharapkan dapat memberikan sumbang saran atau acuan bagi Bagi panti

werdha karitas dalam menangani penderita dengan kualitas tidur yang

menurun menggunakan terapi nonfarmakologi

b. Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengetahuan kepada peneliti dalam melakukan

intervensi pemberian yang tepat pada penderita dengan kualitas tidur

yang menurun menggunakan terapi nonfarmakologi.

c. Bagi Responden

Diharapkan dapat memberikan manfaat pengetahuan dan keterampilan

menggunakan terapi nonfarmakologi untuk meningkatkan kualitas tidur

pada lansia yang kualitas tidurnya buruk.

d. Bagi Institusi

Bagi Institusi Pendidikan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan

pedoman dalam memberikan pengajaran pada mahasiswa tentang terapi

nonfarmakologi terhadap kualitas tidur.

e. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat untuk

penelitian-penelitian berikutnya dan untuk mengembangkan penelitian

yang telah dilakukan oleh peneliti dan melakukan peneltian tentang

terapi nonfaramkologi lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kualitas tidur. Dan untuk peneliti selanjutnya sebaiknya bisa

menggunakan eksperimen murni terhadap penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

[1] dewi rhosma sofia, buku ajaran keperawatan gerontik. 2014.


[2] T. Bengtsson and K. Scott, The Ageing Population. 2010. doi:
10.1007/978-3-642-12612-3_2.
[3] Kemenkes, “Indonesia Masuki Periode Aging Population.” 2019. [Online].
Available: https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-
masuki-periode-aging-population.html
[4] badan puusat statistik, “Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin (Jiwa).” 2022. [Online]. Available:
https://bandungkota.bps.go.id/indicator/12/103/1/penduduk-menurut-
kelompok-umur-dan-jenis-kelamin.html
[5] (Perry & Potter), Buku Fundamental Keperawatan. 2005.
[6] dinas sosial dan pemberdayaan desa bangkabelitung, “ARTIKEL
KESEHATAN : GANGUAN POLA TIDUR PADA LANSIA DI PANTI
SOSIAL,” 2021.
[7] I. N. Sumirta and A. I. Laraswati, “Faktor yang Menyebabkan Gangguan
Tidur (Insomnia) pada Lansia,” J. Gema Keperawatan, vol. 8, no. 1, pp.
20–30, 2017.
[8] E. Junita, G. Virgo, and A. D. Putri, “Pengaruh Pemberian Aroma Terapi
Lavender Terhadap Insomnia Pada Lansia Di Desa Koto Tuo Wilayah
Kerja Puskesmas 2 Xiii Koto Kampar,” J. Ners, vol. 4, no. 2, pp. 116–121,
2020, [Online]. Available:
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/ners/article/view/
1128/908
[9] M. A. Nurdin, A. A. Arsin, and R. M. Thaha, “Kualitas Hidup Penderita
Insomnia Pada Mahasiswa,” Media Kesehat. Masy. Indones., vol. 14, no. 2,
p. 128, 2018, doi: 10.30597/mkmi.v14i1.3464.
[10] I. G. P. W. Widiana, M. Sudiari, and N. K. Sukraandini, “Pengaruh
Massage Kaki terhadap Penurunan Insomnia pada Lansia di Banjar Temesi
Desa Temesi Kabupaten Gianyar,” J. Akad. Baiturrahim Jambi, vol. 9, no.
1, p. 83, 2020, doi: 10.36565/jab.v9i1.186.
[11] M. F. E. P. Putri, M. Murtaqib, and M. Hakam, “Pengaruh Relaksasi
Aromaterapi Jasmine terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Karang
Werdha,” Pustaka Kesehat., vol. 6, no. 3, p. 461, 2018, doi:
10.19184/pk.v6i3.11745.
[12] S. Wismasari, “Pengaruh pemberian aromaterapi melati terhadap kualitas
tidur lansia tahun 2020,” J. Kesehat. Tujuh Belas, vol. 2, no. 1, pp. 166–
170, 2020.
[13] I. ayu Assari, “Pengaruh Pemberian Aromaterapi Minyak Melati
(Jasminum sambac L.) terhadap Penurunan Derajat Insomnia pada Lansia
di Banjar Gede Kelurahan Sempidi,” J. Ilm. Manuntung, vol. 8, no. 1, pp.
113–119, 2022, [Online]. Available:
http://jurnal.stiksam.ac.id/index.php/jim/article/view/505
[14] K. C. Utami, “Integrasi Teori Model Kenyamanan (Kolcaba) Pada Ruang
Perawatan Resiko Tinggi,” Univ. Udayana, no. September, pp. 1–29, 2016,
[Online]. Available: https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/10901
[15] F. Akbar, D. Darmiati, F. Arfan, and A. A. Z. Putri, “Pelatihan dan
Pendampingan Kader Posyandu Lansia di Kecamatan Wonomulyo,” J.
Abdidas, vol. 2, no. 2, pp. 392–397, 2021, doi: 10.31004/abdidas.v2i2.282.
[16] M. Adi, N. Mawaddah, and N. Nurwidji, “Peningkatan Kemampuan
Adaptasi Lansia Dengan Terapi Kelompok,” J. Kesehat. dr. Soebandi, vol.
8, no. 1, pp. 49–55, 2020, doi: 10.36858/jkds.v8i1.168.
[17] B. Friska, U. Usraleli, I. Idayanti, M. Magdalena, and R. Sakhnan, “The
Relationship Of Family Support With The Quality Of Elderly Living In
Sidomulyo Health Center Work Area In Pekanbaru Road,” JPK J. Prot.
Kesehat., vol. 9, no. 1, pp. 1–8, 2020, doi: 10.36929/jpk.v9i1.194.
[18] M. Firdaus, “No Tit‫ילי‬le,” ペインクリニック学会治療指針2, vol. 43,
no. March, pp. 1–9, 1998.
[19] A. F. MUAFIAH, “No TitleΕΛΕΝΗ,” Αγαη, vol. 8, no. 5, p. 55, 2019.
[20] S. M. Damanik and Hasian, “Modul Bahan Ajar Keperawatan Gerontik,”
Univ. Kristen Indones., pp. 26–127, 2019.
[21] R. R. Reza, K. Berawi, N. Karima, and A. Budiarto, “Fungsi Tidur dalam
Manajemen Kesehatan,” Majority, vol. 8, no. 2, pp. 247–253, 2019.
[22] B. Atmadja W., “Fisiologi Tidur,” J. Kedokt. Maranatha, vol. 1, no. 2, pp.
36–39, 2010, [Online]. Available:
http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/25/
pdf
[23] A. Prayitno, “Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan
penatalaksanaannya,” Kedokt. Trisakti, vol. 21, no. 1, pp. 23–30, 2002,
[Online]. Available: http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents
[24] M. Moshinsky, “No Title‫یلیب‬,” Nucl. Phys., vol. 13, no. 1, pp. 104–116,
1959.
[25] A. Lukmasari, F. Hartanto, T. Bahtera, and M. H. Muryawan, “Hubungan
antara Gangguan Tidur dengan Gangguan Mental Emosional Anak Usia 4-
6 Tahun di Semarang,” Sari Pediatr., vol. 18, no. 5, p. 345, 2017, doi:
10.14238/sp18.5.2017.345-9.
[26] Y. D. Sopyanti, C. Windani, M. Sari, and N. Sumarni, “GAMBARAN
STATUS DEMENSIA DAN DEPRESI PADA LANSIA DI
KELURAHAN SUKAMENTRI GARUT PENDAHULUAN Data dari
World Health Organization Disease International Organization
memaparkan jumlah total orang dengan demensia di seluruh dunia pada
tahun 2015 mencapai didap,” J. keperawatan Komprehensif, vol. 5, no. 1,
pp. 26–38, 2019.
[27] R. K. Hasibuan and J. A. Hasna, “Gambaran Kualitas Tidur pada Lansia
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kecamatan Kayangan ,
Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat,” J. Kedokt. dan Kesehat.,
vol. 17, no. 2, pp. 187–195, 2021.
[28] N. M. H. Sukmawati and I. G. S. W. Putra, “Reabilitas kuesioner pittsburgh
sleep quality index (PSQI) versi bahasa indonesia dalam mengukur kualitas
tidur lansia,” Univ. Wamadewa, vol. 3, no. 2, pp. 30–38, 2019, [Online].
Available: https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/wicaksana
[29] A. Arnis, “Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Tidur Dengan Uji
Kompetensi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta I,” Qual. J.
Kesehat., vol. 12, no. 2, pp. 33–36, 2018, doi: 10.36082/qjk.v12i2.45.
[30] D. J. Buysse, C. F. Reynolds, T. H. Monk, S. R. Berman, and D. J. Kupfer,
“PSQI article.pdf,” Psychiatry Research, vol. 28. pp. 193–213, 1989.
[31] V. Sofiani and R. Pratiwi, “Pemanfaatan Minyak Atsiri Pada Tanaman
Sebagai Aromaterapi Dalam Sediaan-Sediaan Farmasi,” Farmaka, vol. 15,
p. 121, 2013.
[32] A. Dwiutami and D. Indrayani, “Aromaterapi Lavender Untuk Mengurangi
Nyeri Persalinan,” vol. 2, no. 3, pp. 771–778, 2022, [Online]. Available:
https://repo.poltekkesbandung.ac.id/4540/1/aroma terapi lavender.pdf
[33] R. Syafitri, “Pengaruh Inhalasi Aromaterapi Jasmine Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Disminore Pada Remaja,” J. Publ., pp. 1–7, 2019.
[34] R. Ilmiasih, N. Nurhaeni, and F. T. Waluyanti, “Aplikasi teori comfort
kolcaba dalam mengatasi nyeri pada Anak pasca pembedahan laparatomi di
ruang bch rsupn dr. Cipto mangunkusumo Jakarta,” J. Keperawatan, vol. 6,
no. I, pp. 27–33, 2015, [Online]. Available:
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2849
[35] N. Damayanti and T. Hadiati, “Pengaruh Pemberian Aromaterapi Terhadap
Tingkat Insomnia Lansia,” J. Kedokt. Diponegoro, vol. 8, no. 4, pp. 1210–
1216, 2019.

Anda mungkin juga menyukai