Document 10

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

BRONKIOLITIS

Definisi
Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratori akut bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada bronkiolus. Secara klinis, ditandai dengan adanya wheezing pada bayi yang didahului ole
gejala IRA. Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi. Paling sering
pada usia 2-24 bulan, puncaknya pada usia 2-8 bulan.

Etiologi
Sekitar 95% disebabkan oleh infeksi RSV. Beberapa penyebab lain seperti Adenovirus, virus
influenza, virus parainfluenza, Rhinovirus, dan Mycoplasma. Tetapi belum ada bukti kuat bahwa
bronkiolitis disebabkan oleh bakteri.

Diagnosis
Anamnesis:
1. Demam atau riwayat demam
2. Rinorea, nasal discharge sering timbul sebelum gejala lain seperti batuk, takipnea, sesak napas,
dan kesulitan makan.
3. Batuk disertai gejala nasal adalah gejala yang pertama muncul. Batuk kering dan wheezing,
khas untuk bronkiolitis.
4. Poorfeeding (kesulitan makan).
5. Bayi dengan bronkiolitis jarang tampak toksik. Bayi dengan tampilan toksik seperti mengantuk,
letargi, gelisah, pucat, mottling, dan takikardi membutuhkan penanganan segera.

Pemeriksaan fisik:
1. Demam
2. Napas cepat
3. Ekspirasi memanjang hingga wheezing.
4. Ronkhi (fine inspiratory crackles) pada seluruh lapangan paru
5. Pernapasan cuping hidung
6. Retraksi dinding dada (subcostal, intercostal, dan supraklavikula) sering terjadi pada penderita
bronkiolitis. Bentuk dada tampak hiperinflasi dan inilah yang membedakan bronkiolitis dengan
pneumonia.
7. Apnea dapatterjadi, terutama pada bayi usia sangat muda, prematur, BBLR.

Pemeriksaan penunjang:
1. Pulse oxymetri: bayi dengan SpO, < 92 membutuhkan perawatan ICU
2. Laboratorium : darah rutin, elektrolit. AGD
3. Rontgen thoraks : gambaran hiperinflasi dan infiltrat (patchy infiltrates) tetapi gambaran ini
tidak spesifik & dapat ditemukan pula pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi.
Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan
diameter antero-posterior.
Diagnosis Banding
Asma, bronkitis, gagal jantung kongestif, edema paru

Tata Laksana
Sebagian besar tata laksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen,
minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan
agar konsumsi oksigen minimal, bantuan pernapasan bila perlu, dan nutrisi.
Tata Laksana Farmakologik:
1. Bronkodilator : alfa adrenergik (epinefrin) dan B adrenergik (albuterol)
2. Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison, prednisolon, metilprednison, hidrokortison,
dan dexamatason. Untuk penyamaan dilakukan konversi rata-rata dosis per hari serta rata-rata
total paparan obat tersebut dalam equivalen mg/kgBB prednison. Rata-rata dosis per hari berkisar
antara 0,6 - 6,3 mg/kgBB, dan rata-rata total paparan antara 3,0 - 18,9 mg/kgBB. Cara pemberian
adalah secara oral, intramuskular, dan intravena.
3. Antivirus (Ribavirin)
Bronkodilator, kortikosteroid, dan ribavirin tidak rutin digunakan pada penatalaksanaan
bronkiolitis.
4. Antibiotik: hanya digunakan khusus pada anak dengan bronkiolitis yang disertai dengan infeksi
sekunder.

Tata Laksana Lainnya:


• Fisioterapi dada
• Nebulisasi salin hipertonik. Nebulisasi dapat bermanfaat meningkatkan kerja mukosilia saluran
napas untuk membersikan lendir dan debris-debris seller yang terdapat pada saluran pernapasan.
IndileaSiperawatan di raang intensif
- Gagal mempertahankan saturasi oksigen > 92% dengan terapi oksigen
- Perburukan status pernapasan, ditandai dengan peningkatan distres napas dan/atau kelelahan
- Apnea berulang
Faktor resiko bronkiolitisberat
- Usia: bayi muda dengan bronkiolitis mempunyai risiko lebih tinggi untuk mendapat perawatan di
RS.
- Prematuritas: bai prematur kemungkinan menderita RSV associated hospitalization lebih tinggi
daripada bayi cukup bulan.
- Kelainan jantung bawaan
- Chronic lung disease of prematurity
- Orang tua perokok
- Jumlah saudara / berada di tempat penitipan
- Sosioekonomi rendah.

Pencegahan
- Imunoglobulin (Palivizumab)
- Pavilizumab merupakan salah satu terapi profilaksis. Dosis palivizumab 15 mg/kgBB/dosis
diberikan 1 dosis setiap bulan, dapat diberikan 5 bulan berturut-turut.
KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Definisi
Diagnosis ketoasidosis diabetik (KAD) ditegakkan jika terdapat:
1. Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah > 200 mg/dL (> 11 mmol/L)
2. Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3 <15 mEq/, dan
3. Ketonemia dan ketonuria.

Klasifikasi
Untuk kepentingan tata laksana, KAD diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya asidosis dan
dibagi menjadi:
1. KAD ringan: pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L
2. KAD sedang: pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L
3. KAD berat: pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L

Manifestasi Klinis
• Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi. Dapat ditemukan takikardi, hipotensi, turgor kulit
menurun dan svok.
• Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung sampai koma.
• Mual, muntah, nyeri perut.
• Pola napas Kussmaul.
• Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.

Tata Laksana
Prinsip Tata Laksana
• Penderita harus dirawat minimal di perawatan tingkat "High Care" dengan monitoring ketat.
• Penderita harus segera ditangani tapa ditunda.
• Tersedia sarana pemeriksaan laboratorium: GDS, keton darah/ urin, AGD, elektrolit, bila mampu
periksa HbA1c dan C Peptide.
• Terdapattenaga medis dan paramedis yang terlatih untuk menangani KAD.
• Tersedia sarana obat-obatan untuk mengatasi gangguan metabolik akut akibat hiperglikemia.

Prosedur Penanganan KAD


1. Konfirmasikan keadaan Ketoasidosis Diabetik
Anamnesis: adanya riwayat trias P (poliuri, polidipsi, polifagi) disertai berat badan yang menurun.
Pemeriksaan fisik: kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (Kusmaull). tanda-tanda syok
(perfusi jaringan menurun), penderita dehidrasi/syok namun tetap poliuri.
Laboratorium: gula darah > 250 mg/dL, keton darah /urin (++), analisa gas darah (pH < 7,35), urin
lengkap, BUN, kreatinin.

2. Rehidrasi
• Berikan cairan isotonik (Ringer Laktat atau NaCI 0,9%)
• Bila ada syok, atasi sesuai standar (10-20 ml/kgBB/secepatnya).
• Berikan cairan sesai tingkat dehidrasi, dan rehidrasi dilakukan dengan jumlah cairan untuk 36 -
48 jam (termasuk jumlah cairan untuk atasi syok).
• Cairan diganti dengan cairan yang mengandung Dekstosa 5% - bila gula darah mencapai 250
mg/dL.
• Atasi hipokalemia dengan pemberian KCI bila produksi urin cukup
Kecepatan pemberian per drip KCI maksimal 0,5 mEq/kgBB/jam. Sesuaikan nilai Na terukur
dengan kadar Na sesungguhnya.

3. Pemberian Insulin
• Berikan insulin per drip secara kontinu (tanpa bolus) dengan dosis 0,1IU/kgBB/jam dalam cairan
isotonik.
• Monitor kadar gula darah tiap jam selama 4 jam pertama, kemudian dapat menjadi 4 jam sekali.
Penurunan kadar gula darah tidak boleh melebihi 100 mg/dL per jam,
• Pemberian insulin per drip secara kontinu parenteral, diubah menjadi injeksi subkutan 4 x /hari
pada 30 menit sebelum makan tetap dengan insulin kerja pendek (reguler), bila:
1. Penderita sadar penuh.
2. Gula darah optimal 120 mg/dL - 180 mg/dL
3. pH darah > 7,35 dan HCO3 > 15 mEg/L
• Insulin per drip dihentikan 1 jam setelah injeksi subkutan dilakukan.
• Alternatif lainnya untuk penderita DM lama adalah dosis insulin dapat menggunakan dosis yang
lazim digunakan.

4. Diet / Nutrisi
• Tidak diperbolehkan memberikan makanan/minuman per oral sampai penderita sadar betul,
tidak nyer perut, dan dapat makan/minum per oral.
• Diberikan dengan kalori yang sesuai untuk usia dan beratnya.
• Nutrisi dibagi 20%-25%-25% untuk makan utama dan 3 x snack masing-masing 10%

5. Penyuluhan
• Diberikan kepada keluarga (ayah, ibu, kakak yang bertanggung jawab) penyuluhan tentang KAD
dan DM tipe-1 secara ringkas dengan bahasa awam.
• Bagaimana komplikasi yang mungkin terjadi baik pada KAD maupun DM tipe-1.
Penyuluhan tentang insulin, cara penyuntikan, monitoring gula darah, menghitung penyesuaian
karbohidrat dan insulin.
• Motivasi untuk disiplin baik dalam nutrisi, pemberian insulin, dan olahraga bagi penyandang
DM tipe-1.

Anda mungkin juga menyukai