Penjabaran Kasus 20 - 06 - 2023

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 46

PENJABARAN KASUS (20/06/2023)

1A/ Ny. Kholifatul/ 25 th/ G1P0A0, hamil 39 mgg 4 hr, J1HIU, preskep puka, inpartu kala I
faselaten, infertil primer 2,5 th

Presentasi Kepala
1) Presentasi belakang kepala (vertex/ occiput) dengan penunjuk ubun-ubun kecil (UUK)/
posterior fontanelle (panjang diameter suboccipitobregmatic: 9,5 cm)
2) Presentasi puncak kepala: kepala dalam defleksi ringan dengan penunjuk ubun-ubun besar
(UUB)/ sinciput/ anterior fontanelle (diameter suboccipital 10,5-11 cm)
3) Presentasi dahi: kepala dalam defleksi sedang dengan penunjuk dahi (diameter
mentovertical:13 cm)
4) Presentasi muka: kepala defleksi maksimal dengan penunjuk dagu (diameter
submentobregmatic 9,5 cm)
Inpartu
• Kala I:
− Kala I Fase Laten (dilatasi 0 - 3 cm)
− Fase Aktif (dilatasi 4 - 10 cm)
− Fase akselerasi
− Fase dilatasi maksimal - Fase deselerasi
Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara + 1.2 cm dan pada multipara + 1.5
cm. Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam. Persalinan dimulai
dengan kala I sejak onset persalinan sampai serviks mencapai pembukaaan lengkap, Friedman
(1978) dalam teorinya tentang persalinan, menyatakan: Gambaran klinis kontraksi uterus, yaitu
frekuensi, Intensitas dan lamanya tidak dapat diandalkan sebagai ukuran untuk menilai kemajuan
persalinan juga bukan petunjuk untuk kenormalannya, kecuali dilatasi serviks dan penurunan janin,
tidak ada gambaran klinis pasien bersalin yang dapat menjadi ukuran kemajuan persalinan". Rata-
rata lamanya kala satu 8 -12 jam untuk nullipara dan 6-8 jam untuk multipara. Pada fase aktif kala I
dilatasi servik 1,2 cm / jam pada primipara dan 1,5 cm / jam pada multipara. kemajuan dilatasi
servik 1 cm/jam pada fase aktif persalinan sering dipakai sebagai batas untuk menentukan suatu
persalinan normal atau abnormal. Namun validitasnya hanya didasarkan pengalaman. Karena
beberapa persalinan normal didapat kemajuan yang lebih lambat. Diagnosa distosia
dipertimbangkan bila kemajuan pembukaan servik kurang dari 0,5 cm/ jam dalam periode 4 jam.
Friedman (1972) menyatakan kemajuan dilatasi servik yang lambat didefinisikan bila pada
primipara dilatasi servik kurang dari 1.2 cm/ jam atau penurunan kurang dari 1 cm, sedang pada
multipara kurang dari 1,5 cm/ jam dan penurunan kurang dari 2 cm/ jam. Didefinisikan sebagai
distosia bila pada dalam 2 jam pemantauan tidak didapat perubahan pada dilatasi servik atau pada 1
jam pemantauan tidak didapat penurunan bagian janin.
Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG (K))

2A/ Sofiatun/ 65 th/P5A0, mioma uteri, kista ovarii, DM (+), HT (+)


Mioma Uteri

Patologi Anatomi:
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks dan dari korpus uteri. Menurut
letaknya, mioma dapat didapati sebagai:
● Mioma uteri submukosa; berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus.
● Mioma intramural; mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium.
● Mioma subserosum; apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus, diliputi serosa.

Mioma dapat tumbuh mencapai berat 5 kg. Ditemukan paling banyak pada usia 35-45
tahun. Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat
mencapai ukuran sebesar tinju dewasa. Namun beberapa kasus dapat tumbuh lebih cepat.
Setelah menopause banyak mioma menjadi kecil. Dan sekitar 10% dapat tumbuh
membesar. Mioma lebih sering didapatkan pada wanita nulipara, faktor keturunan juga
ikut berperan.

Perubahan Sekunder:
1. Atrofi: sesudah menopause atau setelah kehamilan mioma akan mengecil.
2. Degenerasi kistik: sebagian mioma menjadi cair atau terjadi pembengkakan yang
luas.
3. Degenerasi membatu: mioma menjadi keras karena ada endapan garam kapur
pada sarang mioma.
4. Degenerasi merah: biasa terjadi pada kehamilan dan nifas, bila mioma dibelah
tampak sarang mioma seperti daging mentah warna merah.
5. Degenerasi hialin: sering terjadi pada usia lanjut.
6. Degenerasi lemak: merupakan lanjutan dari degenerasi hialin.
Komplikasi:
1. Degenerasi ganas : Mioma uteri dicurigai menjadi kanker apabila cepat membesar
dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause
2. Torsi (putaran tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi,
timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Terjadilah abdomen
akutum.

Gejala dan Tanda:


Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologi karena tumor ini tidak mengganggu.
Gejala-gejala :
● Perdarahan abnormal (hipermenorea, menorrhagia, metroragia). Beberapa faktor
penyebabnya adalah pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium
sampai adenokarsinoma endometrium, permukaan endometrium yang luas, atrofi
endometrium, dan miometrium tidak berkontraksi optimal.
● Rasa nyeri: dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma,
yang disertai nekrosis setempat dan peradangan.
● Gejala dan tanda penekanan:
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada
kandung kencing akan menyebabkan sering kencing, pada uretra akan terjadi
retensio urine, pada ureter terjadi hidroureter atau hidronefrosis, pada rektum
menyebabkan obstipasi, pada pembuluh darah dan limfe menyebabkan edema
tungkai dan nyeri panggul.
● Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum memudahkan terjadinya
abortus oleh karena distorsi uterus.
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan:
● Abortus,
● Infertilitas,
● Kelainan letak janin,
● Menghalangi kemajuan persalinan
● Inersia maupun atonia uteri
● Mengganggu proses involusi pada masa nifas
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri:
● Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh estrogen
yang meningkat.
● Terjadi degenerasi merah.
● Mioma uteri bertangkai dapat mengalami torsi (putaran).

Diagnosis:
● Penderita mengeluh rasa berat dan adanya benjolan di perut bagian bawah.
● Pada pemeriksaan bimanual : teraba massa uterus yang membesar.
● Pemeriksaan USG: tampak gambaran uterus yang membesar dengan
sarang-sarang mioma di dalamnya
Pengobatan:
Tidak semua mioma uteri memerlukan pembedahan, 55% dari semua mioma uteri tidak
membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama mioma yang kecil dan
tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Mioma memerlukan pengamatan setiap 3-6
bulan. Pada menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi kecil.

Pengobatan Operatif:
● Miomektomi: pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Dapat
dikerjakan pada mioma subserosum.
● Ekstirpasi lewat vagina pada mioma geburt
● Enukleasi: pengambilan mioma pada mioma intramural
● Histerektomi: pengangkatan uterus

Sumber: Pramana, Cipta. Praktis Klinis Ginekologi. Media Sains Indonesia.


Kista Ovarium
Definisi:
Pertumbuhan jaringan abnormal yang berbentuk kantung dan berisi air pada sekitar
ovarium. Kista ovarium memiliki beragam etiologi mulai dari fisiologis (follicular/luteal
cyst) hingga keganasan ovarium dan lebih banyak terjadi pada wanita dalam usia
reproduktif.

Faktor risiko:
● Pasien terapi dengan gonadotropin
● Pasien terapi obat-obat stimulan —> dapat menyebabkan sindroma hiperstimulasi
● Penggunaan tamoxifen
● Hipertiroid
● Merokok
● Ligase tuba

Klasifikasi:
Klasifikasi tersebut adalah neoplasma ovarium dan kista ovarium fungsional. Kista
ovarium fungsional terdiri dari kista folikuler dan luteal yang terjadi akibat adanya
distrupsi dari siklus normal ovulasi.
1. Kista ovarium fungsional
● Kista folikuler : berawal dari folikel yang gagal pecah saat terjadinya ovulasi
terutama pada fase folikuler. Jika terjadi kelebihan FSH atau kekurangan LH pada
fase puncak LH, ovum dapat tidak dilepas saat proses ovulasi.
● Kista lutein : kista korpus luteum, terjadi kegagalan degradasi pada korpus
luteum. Kista lutein memiliki 2 jenis, kista granulosa dan kista teka. Kista
granulosa merupakan perbesaran non-neoplastik dari ovarium disebabkan oleh
luteinisasi dinding sel granulosa pasca ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, akan
terbentuk korpus hemoragikum akibat terbentuknya vaskularisasi baru dan
terkumpulnya darah di tengah. Adanya resorpsi darah di ruangan ini
menyebabkan terbentuknya kista korpus luteum. Sebaliknya, hingga saat ini
belum ditemukan mekanisme terbentuknya kista teka secara pasti. Umumnya
kista teka ditemukan bersamaan dengan PCOS, mola hidatidosa, dan korio
karsinoma.
2. Kista neoplasma : akibat adanya pertumbuhan yang abnormal pada daerah
ovarium. Pertumbuhan ini dapat bersifat ganas ataupun jinak. Beberapa jenis kista
jinak diantaranya adalah kistadenoma serosum, kista dermoid, dan kista
musinosum.

Gejala
● Ukuran kecil : Bersifat asimptomatis terutama saat ukurannya kecil
● Ukuran besar : dapat menyebabkan gejala seperti terjadi perasaan begah, mudah
kenyang, keinginan untuk berkemih, dan rasa nyeri pada perut
● Ukuran ganas : gejalanya dapat lebih beragam akibat kemungkinan terjadinya
metastasis, baik di daerah sekitar abdomen bahkan dapat mencapai payudara.
● Malaise
● Penurunan berat badan
● Nyeri pada daerah yang terdampak (nyeri abdomen atau nyeri dada)
● Kesulitan untuk bernapas.

Diagnosis:
Kista ovarium yang jinak umumnya bersifat asimtomatis, maka diperlukan pendekatan
klinis yang baik mengenai keluhan yang dimiliki pasien. Pemahaman mengenai onset,
durasi, pemicu, dan karakteristik perlu didalami dengan baik untuk dapat menentukan
derajat keparahan dari kista ovarium.
Anamnesis:
● Pemahaman mengenai onset, durasi, pemicu, dan karakteristik perlu didalami
dengan baik untuk dapat menentukan derajat keparahan dari kista ovarium.
● Riwayat keluarga dengan keluhan serupa atau riwayat ditemukannya kista
ovarium perlu ditelusuri.
● Riwayat menstruasi, ada atau tidaknya rasa nyeri saat haid, peningkatan volume
darah haid, serta pemendekan siklus haid juga perlu ditanyakan pada kasus suspek
kista ovarium.
● Riwayat menstruasi, ada atau tidaknya rasa nyeri saat haid, peningkatan volume
darah haid, serta pemendekan siklus haid juga perlu ditanyakan pada kasus suspek
kista ovarium.
● Riwayat operasi serta penggunaan kontrasepsi juga perlu untuk
ditanyakanPemeriksaan fisik:
● TTV
● Pemeriksaan abdomen, dan pemeriksaan dalam.
● Jika kista sudah membesar, dapat dirasakan adanya masa atau benjolan pada
pemeriksaan abdomen.
● Deskripsi masa yang perlu diberikan adalah lokasi, ukuran, batas, kepadatan,
mobilitas, dan ada atau tidaknya nyeri.
● Pada pemeriksaan dalam dilakukan pemeriksaan inspeksi, inspekulo, VT atau RT
untuk menentukan massa pada adneksa
Pemeriksaan penunjang:
● USG
USG transvaginal menjadi modalitas pilihan awal pada pemeriksaan ginekologi
massa adnexa. Akan tetapi pada kasus dimana USG transvaginal tidak dapat
dilakukan, USG transabdominal dapat dijadikan alternatif. Ukuran USG ovarium
normal adalah 20 cm3 pada wanita usia subur dan 10 cm3 pada wanita
menopause. Selain ukuran, USG dapat melihat komposisi massa, bentuk papiler,
ada tidak cairan di pelvis, dan lateralisasi.
● Pemeriksaan CT scan
Untuk melihat apakah adanya metastasis, asites, ataupun tumor primer pada organ
lainnya sedangkan pemeriksaan MRI dapat memberikan gambaran yang lebih
tajam untuk penentuan diagnosis.

Tatalaksana:
Penentuan terapi didasarkan pada ukuran kista, tingkat keganasan, dan gejala yang
ditimbulkan.
● Observasi
● Pembedahan
Pembedahan dapat dilakukan apabila kista berukuran cukup besar sehingga
menimbulkan gejala ataupun pada kecurigaan keganasan. Terapi pembedahan
dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode minimal invasif seperti
laparoskopi serta pembedahan terbuka seperti laparotomi. Pada kista yang
berukuran kecil dan jinak dapat dilakukan cystectomy dan oophorectomy secara
laparoskopik. Namun jika kista sudah berukuran besar, pengangkatan laparoskopi
tidak dianjurkan karena akan mengganggu mobilitas instrument dan tidak muat
pada saat pengangkatan.
- Cystectomy (pengangkatan kista tanpa mengangkat seluruh ovarium)
umumnya dilakukan untuk lesi yang berukuran kecil dan pasien masih
dalam usia reproduktif dan masih ingin untuk hamil
- Oophorectomy : mengangkat seluruh ovarium karena pada kista yang
berukuran lebih besar lebih rendah untuk terjadi ruptur pada saat
dilakukan enukleasi. Pada wanita postmenopause, oophorectomy lebih
dianjurkan karena risiko keganasan kelompok tersebut lebih tinggi dan
juga keuntungannya lebih besar dibandingkan dengan risikonya minimal
invasif seperti laparoskopi serta pembedahan terbuka seperti laparotomi.
● Terapi menggunakan pil KB oral kombinasi (belum ada studi yang cukup untuk
mendukung efektivitas terapi dengan pil KB oral kombinasi kista yang ditemukan
pada perempuan pra pubertas dan wanita yang berada dalam masa reproduksi
ataupun pada kista yang asimptomatik dan pada kelompok tersebut kebanyakan
kista ovarium yang diderita merupakan kista fungsional yang akan ter regresi
spontan dalam waktu 6 bulan.

Sumber: Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. 4th ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono.
2B/Ny.Mifta Yuswanda Dewi/23 tahun/P1A1,post partus spontan H+1

Partus Spontan
Partus: Serangkaian proses dimana hasil konsepsi genap bulan atau hampir genap bulan
dikeluarkan dari tubuh ibu.
1) Partus normal:
- Berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
- Bayi 1, genap bulan, letak belakang kepala, BB 2500-4000 gr
- Tidak ada kmplikasi untuk ibu dan anak
- Berlangsungnya kurang dari 18 jam (WHO)
2) Partusfisiologi:Samadenganpartusnormaldimanaibuberusia20-30tahundengan paritas
kurang dari 5.
3) Partus Spontan: Partus yang berlangsung hanya dengan kekuatan ibu sendiri.
Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG(K)

3A/ Ny. Wahyu Nur Hidayah, 43 Tahun, P3A0, AUB, Fluor Albus

Abnormal uterine bleeding


Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah istilah luas yang menggambarkan
ketidakteraturan dalam siklus menstruasi yang melibatkan frekuensi, keteraturan,
durasi, dan volume aliran di luar kehamilan. Hingga sepertiga wanita akan
mengalami perdarahan uterus abnormal dalam hidup mereka, dengan
ketidakteraturan yang paling sering terjadi saat menarche dan perimenopause. Siklus
menstruasi normal memiliki frekuensi 24 hingga 38 hari dan berlangsung selama 2
hingga 7 hari, dengan kehilangan darah 5 hingga 80 mililiter. Variasi dalam salah
satu dari 4 parameter ini merupakan perdarahan uterus abnormal. Istilah lama
seperti oligomenore, menorrhagia, dan perdarahan uterus disfungsional harus
dibuang demi penggunaan istilah sederhana untuk menggambarkan sifat perdarahan
uterus abnormal. Revisi terminologi pertama kali diterbitkan pada tahun
2007, diikuti oleh pembaruan dari International Federation of Obstetrics and
Gynaecology (FIGO) pada tahun 2011 dan 2018. Sistem FIGO pertama-tama
mendefinisikan perdarahan uterus abnormal, kemudian memberikan akronim untuk
etiologi umum. Deskripsi ini berlaku untuk AUB nongestasional kronis.
• Klasifikasi AUB
1) AUB Akut:Perdarahan haid yang banyak → perlu penanganan segera
untuk mencegah kehilangan darah
2) AUB Kronik: AUB yang terjadi >3 bulan→ biasanya tidak
memerlukanpenanganan segera seperti AUB akut.
3) Perdarahan tengah (intramenstrual bleeding) : Perdarahan haid diantara 2
siklus haid yang teratur. Istilah ini menggantikan metroragia.
• Etiologic AUB
PALM-COEIN adalah akronim berguna yang disediakan oleh Federasi
Obstetri dan Ginekologi Internasional (FIGO) untuk mengklasifikasikan
etiologi yang mendasari perdarahan uterus abnormal. Bagian pertama, PALM,
menjelaskan masalah struktural. Bagian kedua, COEI, menjelaskan masalah
non-struktural. N adalah singkatan dari "tidak diklasifikasikan sebaliknya.
1) Polip : pertumbuhan endometrium berlenbih -> terdiri dari kelenjar, stroma,
dan pembuluh darah
2) Adenomiosis: invasi endometrium ke lapisan miometrium -> menyebabkan
uterus membesar, difus dan mikroskopis (endometrium ektopik, keleniar
endometrium dan stroma g dikelilingi miometrium yg hipertrofi dan
hiperplasi)
3) Leomioma uteri: tumor jinak fibrovaskular pada permukaan miometrium
[dibagi submukosa, intramural, subserum]
4) Malignancy dan hiperplasia: pertumbuhan berlebihan kelenjar endometrium
5) Coagulopathy: kelainan hemostasis sistemik
6) Ovulatory Dysfungtion: kegagalan terjadinya ovulasi g menyebabkan
ketidakseimbangan hormonal
7) Endometrial: gangguan hemostasis lokal endometrium
8) latrogenik: berhubungan dengan penggunaan obat-obatan hormonal (E, P)
ataupun non hormonal (obat antikoagulan) atau AKDR
9) Not yet classified : penyebab lain g jarang atau sukit dimasukkan klasifikasi
(ex endometritis kronik atau malformasi arteri vena)
• Patofisiologi AUB
Arteri uterina dan ovarika mensuplai darah ke uterus. Arteri ini menjadi arteri
arkuata; kemudian, arteri arkuata mengirimkan cabang radial yang memasok darah ke
dua lapisan endometrium, lapisan fungsional dan basalis. Kadar progesteron turun pada
akhir siklus menstruasi, menyebabkan kerusakan enzimatik pada lapisan fungsional
endometrium. Kerusakan ini menyebabkan kehilangan darah dan pengelupasan, yang
membentuk menstruasi. Trombosit, trombin, dan vasokonstriksi arteri ke endometrium
yang berfungsi mengontrol kehilangan darah. Setiap kekacauan dalam struktur rahim
(seperti leiomioma, polip, adenomiosis, keganasan, atau hiperplasia), kekacauan pada
jalur pembekuan (koagulopati atau iatrogenik).
• Diagnosis
1) Anamnesis
Keluhan dan gejala Masalah
eri pelvik ortus, kehamilan ektopik
ual, peningkatan frekuensi berkemih mil
ningkatan HR fatigue, gangguan toleransi oparatiroid
terhadap dingin
nurunan BB, banyak berkeringat, palpitasi erparatiroid
wayat konsumsi obat antikoagulan, gangguanagulopati
pembekuan dafrah
wayat hepatitis, ikterik yakit hati
rsutisme, akne, akantosis, nigricans, obesitas droma ovarium
polikistik(PCO)
rdarahan pasca coitus splasia servik, polip
endoservik
laktorea, sakit kepala, gangguan lapang pandang mor hipofisis

2) Pemeriksaan fisik
a) Menilai
− BMI (BMI > 27 termasuk obesitas)
− Tanda hiperandrogen
− Pembesaran kelenjar tiroid dan manifestasi hipo/hipertiroid
− Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia)
− Gg lapang pandang (karena adenoma hipofisis)
− Faktor resiko keganasan endometrium (obesitas, nuligravida, HT, DM,
R/Keluarga, PCO)
b) Menyingkirkan
− Kehamilan, KET, abortus
− Servicitis, endometriosis
− Polip dan myoma uteri
− Keganasan servic dan uterus
− Hiperplasia endometrium
− Gangguan pembekuan darah
3) Langkah diagnosis
• Pemeriksaan penunjang
d
b , tes kehamilan ,Hemostasis (BT,CT) ol aktin, tiroid,
testosterone,FH
G ansabdominal, ansabdominal,
transvaginal transvaginal SIS
Doppler
dometrium krokuret D dan K steroskopi endometrial
sampling
viks A p smear p smear, kolposkopi

• Langkah diagnosis
1) Pertama, singkirkan kemungkinan kehamilan. Perdarahan akibat kehamilan ->
Abortus, KET, Mola hidatidosa
2) Penyebab iatrogenik (obat golongan antikoagulan, sitostatika, hormon, antipsikotik,
suplemen)
3) Evaluasi kelainan sistemik (tiroid, fungsi hemostasis, fungsi hepar), jika galaktore –
> periksa prolaktin
4) Singkirkan kelainan anatomis : Kelainan reproduksi (servicitis, endometriosis,
polip, mioma uteri, keganasan servik dan uterus serta hiperplasia endometrium
5) Tidak ada kelainan sistemik dan anatomis →perdarahan uterus disfungsional
• Tatalaksana
1) Penatalaksanaan Non-Bedah
Setelah keganasan dan patologi panggul yang signifikan telah
dikesampingkan, pengobatan medis harus dipertimbangkan sebagai pilihan terapi
lini pertama untuk perdarahan uterus abnormal. Target pengobatan untuk kondisi
medis yang mendasari yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi, seperti
hipotiroidisme, harus dimulai sebelum penambahan obat lainnya. Wanita yang
ditemukan anemia karena perdarahan uterus abnormal harus segera diberikan
suplementasi besi.
Perdarahan menstruasi yang berat dan teratur dapat diatasi dengan pilihan
pengobatan hormonal dan non-hormonal. Perawatan non-hormonal seperti obat
antiinflamasi non-steroid dan antifibrinolitik dikonsumsi selama menstruasi untuk
mengurangi kehilangan darah, dan pengobatan ini efektif terutama saat perdarahan
menstruasi yang berat ketika waktu perdarahan dapat diprediksi.
Perdarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan paling efektif diobati
dengan pilihan terapi hormonal yang mengatur siklus menstruasi, karena
mengurangi kemungkinan perdarahan menstruasi dan episode perdarahan berat.
Progestin siklik, kontrasepsi hormonal kombinasi, dan levonorgesterel-releasing
intrauterine system adalah contoh pilihan yang efektif dalam kelompok ini. Terapi
medis juga berguna pada beberapa kasus untuk mengurangi kerugian menstruasi
yang berhubungan dengan fibroid atau adenomiosis.
Table. Pilihan tatalaksana medis yang efektif untuk oerdarahan uterus
abnormal
2) Penatalaksanaan Bedah
Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal
membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasari serta faktor pasien.
Indikasi pembedahan pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal adalah
a. Gagal merespon tatalaksana non-bedah
b. Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping,
kontraindikasi)
c. Anemia yang signifikan
d. Dampak pada kualitas hidup
e. Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia endometrium)

Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung pada


beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan bedahnya
adalah :
a. Dilatasi dan kuretase uterus
b. Hysteroscopic Polypectomy
c. Ablasi endometrium
d. Miomektomi
e. Histerektomi

Fluor Albus
Fluor albus (leukorea) cukup mengganggu penderita baik fisik maupun mental. Sifat dan
banyaknya keputihan dapat memberikan petunjuk ke arah etiologinya. Perlu ditanyakan
sudah berapa lama keluhan itu, terjadinya secara terus-menerus atau hanya pada waktu-
waktu tertentu saja, seberapabanyaknya. apawarnanya,baunya, disertai rasa gatal/nyeri atalu
tidak. Secara fisiologis keluarnya getah yang berlebihan dari vulva (biasanya lendir) dapat
dijumpai:
1. waktu ovulasi
2. waktu menjelang dan setelah haid
3. rangsangan seksual; dan
4. dalam kehamilan.
Akan tetapi, apabila perempuan tersebut merasa terganggu dirinya, berganti celana
beberapa kali sehari, apalagi bila keputihannya disertai rasa nyeri atav gatul, maka dapat
dipastikan itu merupakan keadaan patologis, yang memerlukan pemeriksaan dan penanganan
yang saksama. Fluor albus karena trikomoniasis dan kandidiasis hampir selalu disertai rasa
gatal.
• Amsel kriteria
− Vaginal discharge yang tipis, homogen melekat pada dinding vagina
− Secret vagina berbau amis jika diteteskan koh 10% (tes whiff positif)
− Ph secret lebih dari 4.5 (4.7-5.7 atau 4.0-6.0)
− Mikrokopis: jumlah clue cells (epitel yang banyak BV nya) meningkat lebih dari
20% dari jumlah sel epitel, leukosit normal <30/lp.
• Komplikasi
Abortus, bayi premature, korioamnionitis.
• Tatalaksana
− Metronidazole 2x500mg po (7 hari/ 2 gram po dosis tunggal)
− Alternatif: metronidazole gel 0.75%-1 aplikator (5 gr) intravaginal 2x1 selama 5
hari
− Klindamisin krim 2%-1 aplikator (5 gr) intravaginal sebelum tidur selama 7 hari
− Klindamisin 2x300 mg per oral selama 7 hari

Sumber:
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Munro MG, Critchley HOD, Fraser IS., Komite Gangguan Menstruasi FIGO. Dua sistem
FIGO untuk gejala perdarahan uterus normal dan abnormal dan klasifikasi penyebab
perdarahan uterus abnormal pada tahun-tahun reproduksi: revisi 2018. Kebidanan Int J
Gynaecol. Des 2018; 143 (3):393-408. [ PubMed ]

3B/ Ny. Ika Yulia Ningsih/ 25 th/ G2P1A0, hamil 11 mgg 4 hr, AB imminens
Abortus Imminens
Diagnosis abortus imminens (threatenes abortion) ; bila terjadi perdarahan pervaginam
pada trimester pertama kehamilan, biasanya disertai nyeri perut atau punggung bawah.
Gejala awal adalah perdarahan berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari kemudian
terjadi nyeri kram perut, pada pemeriksaan dalam vagina: didapatkan fluksus, ostious uteri
eksternum masih menutup. Pada pemeriksaan USG kondisi janin masih baik, ada gerakan
janin maupun gerakan jantung janin.

Penanganan
• Tidak perlu terapi khusus, cukup tirah baring total
• Jangan melakukan aktifitas disik berlebihan atau berhubungan seksual
• Jika perdarahan berlanjut konfirmasi dengan pemeriksaan USG, apakah kehamilannya bias
lanjut atau ada kehamilan mola.
• Dapat diberikan obat-obatan progesterone.

Sumber: Pramana, Cipta. Praktis Klinis Ginekologi. Media Sains Indonesia.

VK3A/Ny. Nadya Aprillia/25th/ P1A0 /Post partus spontan

Partus Spontan
Partus: Serangkaian proses dimana hasil konsepsi genap bulan atau hampir genap bulan
dikeluarkan dari tubuh ibu.
1) Partus normal:
- Berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
- Bayi 1, genap bulan, letak belakang kepala, BB 2500-4000 gr
- Tidak ada kmplikasi untuk ibu dan anak
- Berlangsungnya kurang dari 18 jam (WHO)
2) Partusfisiologi:Samadenganpartusnormaldimanaibuberusia20-30tahundengan paritas
kurang dari 5.
3) Partus Spontan: Partus yang berlangsung hanya dengan kekuatan ibu sendiri.
Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG(K)

4A/Ny. Christina Natalina/ 22 th/ P1A0, Post Partus Spontan,PPI


Partus Spontan

Partus: Serangkaian proses dimana hasil konsepsi genap bulan atau hampir genap bulan
dikeluarkan dari tubuh ibu.
1) Partus normal:
- Berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri
- Bayi 1, genap bulan, letak belakang kepala, BB 2500-4000 gr
- Tidak ada kmplikasi untuk ibu dan anak
- Berlangsungnya kurang dari 18 jam (WHO)
2) Partusfisiologi:Samadenganpartusnormaldimanaibuberusia20-30tahundengan paritas
kurang dari 5.
3) Partus Spontan: Partus yang berlangsung hanya dengan kekuatan ibu sendiri.
Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG(K)

Partus Prematurus Imminens (PPI)


Definisi:
PPI adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda tanda
persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan
berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram. Komplikasi yang dapat terjadi akibat
Partus Prematurus Imminens pada ibu yaitu dapat menyebabkan infeksi
endometrium sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan pada bayi memiliki resiko yang lebih tinggi seperti
gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan
neurologik, hiperbilirubinemia,sepsis dan kesulitan makan.
Etiologi:
● KPD, korioamnionitis, perdarahan antepartum
● IUGR, cacat bawaan janin, kehamilan ganda, polihidramnion
● DM, preeklampsia, infeksi saluran genital
● Inkompetensi serviks, kelainan bentuk uterus dan serviks
Diagnosis:
● Kontraksi berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali dalam
waktu 10 menit
● Nyeri punggung bawah
● Perasaan menekan daerah serviks
● Pemeriksaan serviks: Pembukaan >2 cm, penipisan 50-80%, presentasi janin
rendah hingga mencapai spina ischiadika, selaput ketuban pecah, UK 22-37
minggu
Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG (K))

4B/Ny.Amalia Zuhrofa/23 tahun/G2P1A0 hamil 40 minggu 3 hari,J1HIU, preskep puka,


belum inpartu, oligohidramnion
Presentasi Kepala
5) Presentasi belakang kepala (vertex/ occiput) dengan penunjuk ubun-ubun kecil (UUK)/
posterior fontanelle (panjang diameter suboccipitobregmatic: 9,5 cm)
6) Presentasi puncak kepala: kepala dalam defleksi ringan dengan penunjuk ubun-ubun besar
(UUB)/ sinciput/ anterior fontanelle (diameter suboccipital 10,5-11 cm)
7) Presentasi dahi: kepala dalam defleksi sedang dengan penunjuk dahi (diameter
mentovertical:13 cm)
8) Presentasi muka: kepala defleksi maksimal dengan penunjuk dagu (diameter
submentobregmatic 9,5 cm)

Oligohidramnion
Definisi
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc. Oligohidramnion kurang baik untuk
pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan
amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding Rahim. Oligohidramnion di definisikan
sebagai volume cairan ketuban <200/<500 ml atau indeks cairan ketuban <5cm.Jika
produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal diantaranya: insufisiensi plasenta,
kehamilan post term, gangguan organ perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum sehingga
dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri “oligohidramnion”
dengan kriteria :
1. Jumlah kurang dari 500 cc
2. Kental
3. Bercampur meconium
Oligohidramnion jarang dijumpai, yang paling penting diperhatikan adalah pada kehamilan
serotinus. Pada keadaan ini, sejak usia kehamilan 39 minggu telah terjadi pengeluaran
meconium sebanyak 14%. Semakin tua kehamilan semakin tinggi pengeluaran meconium di
dalam air ketubannya. Usia kehamilan 42 minggu menjadi 30% dan diikuti dengan jumlah air
ketuban yang semakin berkurang. Air ketuban kurang dari 500 cc atau indeks cairan amnion
kurang dari 5 cm, terjadi pada 12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau
lebih.
Oligohidramnion memengaruhi umbilicus sehingga menimbulkan gangguan aliran darah
menuju janin serta menimbulkan asfiksia intrauterine. Air ketuban yang kental akan diaspirasi
dan menambah kejadian asfiksia neonatorum. Oligohidramnion akan menimbulkan tekanan
fisik pada janin sehingga terjadi deformitas tepat di tempat yang terkena tekanan langsung
dengan dinding uterus.
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan
berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi saluran
traktus urinarius janin atau renal agenesis. Sebab oligohidramnion secara primer karena
pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini.
Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari
wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal
dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.
Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan
darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang
dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-
converting enxyme inhibitor (misalnya captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan
oligohydramnion parah dan kematian janin.
1. Jika dilihat dari segi Fetal, penyebabnya bisa karena :
a. Kromosom
b. Kongenital
c. Hambatan pertumbuhan janin dalam Rahim
d. Kehamilan post-term
e. Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
2. Jika dilihat dari sisi Maternal, penyebabnya :
a. Dehidrasi
b. Insufisiensi uteroplasental
c. Preeklampsia
d. Diabetes
e. Hypoxia kronis
Menurut Sinclair (2009) oligohidramnion dapat disebabkan oleh:
a. Insufisiensi plasenta pada pertumbuhan janin terhambat. Berdasarkan teori Benson, 2008
waktu
paling aman untuk persalinan ialah 39-41 minggu. Setelah minggu ke 41, terdapat peningkatan
mortalitas secara tetap (misalnya insufisiensi plasenta).
b. Obstruksi ginjal janin atau agenesis yang menyebabkan produksi urin berkurang dan
mencegah
masuknya urin kedalam rongga amnion sehingga menurunnya cairan ketuban.
c. Kebocoran cairan yang kronis yang menyebabkan berkurangnya cairan ketuban.
Gambaran Klinis
1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
3. Sering berakhir dengan partus prematurus.
4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
5. Persalinan berlangsung cukup lama karena kurangnya cairan ketuban yang mengakibatkan
persalinan menjadi cukup lama.
6. Sewaktu his akan sakit sekali.
7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan janin.
b. Sewaktu his terasa sakit sekali.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
b. Palpasi :
a) Molding : Uterus mengelilingi janin
b) Janin dapat diraba dengan mudah
c) Tidak ada efek pantul pada janin
3. Auskultasi : Bunyi jantung sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Manuaba (2010) untuk mendiagnosis oligohidramnion, dapat mempergunakan
ultrasonografi yang dapat menentukan :
a. Jika air ketuban kurang dari 500 cc
b. Amniotic fluid index (AFI) kurang dari 5 cm
c. AFI kurang dari 3 cm disebut moderate oligohidramnion d. AFI kurang dari 1 – 2 cm disebut
severe oligohidramnion
Indeks cairan amnion (AFI) dihitung dengan membagi uterus menjadi empat kuadran dan
meletakan tranduser di perut ibu sepanjang sumbu longitudinal. Dilakukan pengukuran garis
tengah vertical kantong cairan amnion yang paling besar di masing-masing kuadran dengan
tranduser diletakan tegak lurus terhadap lantai. Hasil pengukuran dijumlah dan dicatat sebagai
AFI. Nilai normal AFI untuk kehamilan normal dari 16 hingga 42 minggu tercantum di
apendiks B, “table acuan ultrasound”. Indeks cairan amnion cukup andal untuk menentukan
normal atau meningkatnya cairan amnion, tetapi kurang akurat untuk menentukan
oligohidramnion. Bebrapa faktor mungkin mempengaruhi indeks cairan amnion, termasuk
ketinggian, dan pembatasan cairan ibu atau dehidrasi.
Prosedur pelaksanaan indeks cairan amnion (AFI)
1. Atur pada posisi telentang dan sedikit miring ke kiri
2. Indentifikasi keempat kuadran pada abdomen ibu
3. Lakukan pemidaian dengan tranduser diletakkan tegak lurus longitudinal terhadap tulang
belakang ibu
4. Ukur kedalaman vertical kantung jernih cairan amnion yang terbesar pada masing – masing
kuadran.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Konservtif
a. Tirah baring
b. Hidrasi dengan kecukupan cairan
c. Perbaikan nutrisi
d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakkan janin)
e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
f. Amnioinfusion yaitu suatu prosedur melakukan infus larutan NaCl fisiologis atau ringer
laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion
2. Penatalaksanaan Aktif
Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan aktif dengan cara
induksi persalinan. Induksi persalinan adalah dimulainya kontraksi persalinan awitan spontan
dengan tujuan mempercepat persalinan. Induksi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan
medis dan kebidanan. Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan
aktif dengan cara induksi persalinan atau penanganan ekspektatif dengan cara hidrasi dan
pemantauan janin, dan atau USG reguler untuk menilai volume cairan amnion. Ketika kedua
pilihan tersedia, penanganan aktif adalah pendekatan yang umum dilakukan pada wanita hamil
aterm dengan atau tanpa faktor resiko pada ibu atau fetus.

5A/ Nn. Nadia Yuliana/ 18 tahun/ G1P0A0 hamil 32-33 minggu, J1HIU, preskep puki,
oligohidramnion berat

Presentasi Kepala
1) Presentasi belakang kepala (vertex/ occiput) dengan penunjuk ubun-ubun kecil (UUK)/
posterior fontanelle (panjang diameter suboccipitobregmatic: 9,5 cm)
2) Presentasi puncak kepala: kepala dalam defleksi ringan dengan penunjuk ubun-ubun besar
(UUB)/ sinciput/ anterior fontanelle (diameter suboccipital 10,5-11 cm)
3) Presentasi dahi: kepala dalam defleksi sedang dengan penunjuk dahi (diameter
mentovertical:13 cm)
4) Presentasi muka: kepala defleksi maksimal dengan penunjuk dagu (diameter
submentobregmatic 9,5 cm)
Inpartu
• Kala I:
Fase Laten (dilatasi 0 - 3 cm)
Fase Aktif (dilatasi 4 - 10 cm)
Fase akselerasi
Fase dilatasi maksimal - Fase deselerasi
Pada fase aktif, kecepatan dilatasi servik pada nulipara + 1.2 cm dan pada multipara + 1.5 cm.
Lama kala I persalinan pada nulipara 8 jam dan pada multipara 5 jam. Persalinan dimulai
dengan kala I sejak onset persalinan sampai serviks mencapai pembukaaan lengkap, Friedman
(1978) dalam teorinya tentang persalinan, menyatakan: Gambaran klinis kontraksi uterus, yaitu
frekuensi, Intensitas dan lamanya tidak dapat diandalkan sebagai ukuran untuk menilai
kemajuan persalinan juga bukan petunjuk untuk kenormalannya, kecuali dilatasi serviks dan
penurunan janin, tidak ada gambaran klinis pasien bersalin yang dapat menjadi ukuran
kemajuan persalinan". Rata- rata lamanya kala satu 8 -12 jam untuk nullipara dan 6-8 jam
untuk multipara. Pada fase aktif kala I dilatasi servik 1,2 cm / jam pada primipara dan 1,5 cm /
jam pada multipara. kemajuan dilatasi servik 1 cm/jam pada fase aktif persalinan sering dipakai
sebagai batas untuk menentukan suatu persalinan normal atau abnormal. Namun validitasnya
hanya didasarkan pengalaman. Karena beberapa persalinan normal didapat kemajuan yang
lebih lambat. Diagnosa distosia dipertimbangkan bila kemajuan pembukaan servik kurang dari
0,5 cm/ jam dalam periode 4 jam. Friedman (1972) menyatakan kemajuan dilatasi servik yang
lambat didefinisikan bila pada primipara dilatasi servik kurang dari 1.2 cm/ jam atau penurunan
kurang dari 1 cm, sedang pada multipara kurang dari 1,5 cm/ jam dan penurunan kurang dari 2
cm/ jam. Didefinisikan sebagai distosia bila pada dalam 2 jam pemantauan tidak didapat
perubahan pada dilatasi servik atau pada 1 jam pemantauan tidak didapat penurunan bagian
janin.
Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG (K))

Oligohidramnion
Definisi
Oligohidramnion adalah air ketuban kurang dari 500 cc. Oligohidramnion kurang baik untuk
pertumbuhan janin karena pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan
amnion atau karena janin mengalami tekanan dinding Rahim. Oligohidramnion di definisikan
sebagai volume cairan ketuban <200/<500 ml atau indeks cairan ketuban <5cm.
Jika produksinya semakin berkurang, disebabkan beberapa hal diantaranya: insufisiensi
plasenta, kehamilan post term, gangguan organ perkemihan-ginjal, janin terlalau banyak minum
sehingga dapat menimbulkan makin berkurangnya jumlah air ketuban intrauteri
“oligohidramnion” dengan kriteria :
1. Jumlah kurang dari 500 cc 2. Kental
3. Bercampur meconium
Oligohidramnion jarang dijumpai, yang paling penting diperhatikan adalah pada kehamilan
serotinus. Pada keadaan ini, sejak usia kehamilan 39 minggu telah terjadi pengeluaran
meconium sebanyak 14%. Semakin tua kehamilan semakin tinggi pengeluaran meconium di
dalam air ketubannya. Usia kehamilan 42 minggu menjadi 30% dan diikuti dengan jumlah air
ketuban yang semakin berkurang. Air ketuban kurang dari 500 cc atau indeks cairan amnion
kurang dari 5 cm, terjadi pada 12% dari 511 kehamilan dengan usia kehamilan 41 minggu atau
lebih.
Oligohidramnion memengaruhi umbilicus sehingga menimbulkan gangguan aliran darah
menuju janin serta menimbulkan asfiksia intrauterine. Air ketuban yang kental akan diaspirasi
dan menambah kejadian asfiksia neonatorum. Oligohidramnion akan menimbulkan tekanan
fisik pada janin sehingga terjadi deformitas tepat di tempat yang terkena tekanan langsung
dengan dinding uterus.
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui. Beberapa keadaan
berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obsrtuksi saluran
traktus urinarius janin atau renal agenesis. Sebab oligohidramnion secara primer karena
pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan secara sekunder yaitu ketuban pecah dini.
Penyebab oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi dari
wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal
dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.
Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan
darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang
dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-
converting enxyme inhibitor (misalnya captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan
oligohydramnion parah dan kematian janin.
1. Jika dilihat dari segi Fetal, penyebabnya bisa karena :
a. Kromosom
b. Kongenital
c. Hambatan pertumbuhan janin dalam Rahim
d. Kehamilan post-term
e. Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
2. Jika dilihat dari sisi Maternal, penyebabnya :
a. Dehidrasi
b. Insufisiensi uteroplasental
c. Preeklampsia
d. Diabetes
e. Hypoxia kronis
Menurut Sinclair (2009) oligohidramnion dapat disebabkan oleh:
a. Insufisiensi plasenta pada pertumbuhan janin terhambat. Berdasarkan teori Benson, 2008
waktu
paling aman untuk persalinan ialah 39-41 minggu. Setelah minggu ke 41, terdapat peningkatan
mortalitas secara tetap (misalnya insufisiensi plasenta).
b. Obstruksi ginjal janin atau agenesis yang menyebabkan produksi urin berkurang dan
mencegah
masuknya urin kedalam rongga amnion sehingga menurunnya cairan ketuban.
c. Kebocoran cairan yang kronis yang menyebabkan berkurangnya cairan ketuban.
Gambaran Klinis
1. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
3. Sering berakhir dengan partus prematurus.
4. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
5. Persalinan berlangsung cukup lama karena kurangnya cairan ketuban yang mengakibatkan
persalinan menjadi cukup lama.
6. Sewaktu his akan sakit sekali.
7. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan janin.
b. Sewaktu his terasa sakit sekali.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
b. Palpasi :
a) Molding : Uterus mengelilingi janin
b) Janin dapat diraba dengan mudah
c) Tidak ada efek pantul pada janin
3. Auskultasi : Bunyi jantung sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Manuaba (2010) untuk mendiagnosis oligohidramnion, dapat mempergunakan
ultrasonografi yang dapat menentukan :
a. Jika air ketuban kurang dari 500 cc
b. Amniotic fluid index (AFI) kurang dari 5 cm
c. AFI kurang dari 3 cm disebut moderate oligohidramnion d. AFI kurang dari 1 – 2 cm disebut
severe oligohidramnion
Indeks cairan amnion (AFI) dihitung dengan membagi uterus menjadi empat kuadran dan
meletakan tranduser di perut ibu sepanjang sumbu longitudinal. Dilakukan pengukuran garis
tengah vertical kantong cairan amnion yang paling besar di masing-masing kuadran dengan
tranduser diletakan tegak lurus terhadap lantai. Hasil pengukuran dijumlah dan dicatat sebagai
AFI. Nilai normal AFI untuk kehamilan normal dari 16 hingga 42 minggu tercantum di
apendiks B, “table acuan ultrasound”. Indeks cairan amnion cukup andal untuk menentukan
normal atau meningkatnya cairan amnion, tetapi kurang akurat untuk menentukan
oligohidramnion. Bebrapa faktor mungkin mempengaruhi indeks cairan amnion, termasuk
ketinggian, dan pembatasan cairan ibu atau dehidrasi.
Prosedur pelaksanaan indeks cairan amnion (AFI)
1. Atur pada posisi telentang dan sedikit miring ke kiri
2. Indentifikasi keempat kuadran pada abdomen ibu
3. Lakukan pemidaian dengan tranduser diletakkan tegak lurus longitudinal terhadap tulang
belakang ibu
4. Ukur kedalaman vertical kantung jernih cairan amnion yang terbesar pada masing – masing
kuadran.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Konservtif
a. Tirah baring
b. Hidrasi dengan kecukupan cairan
c. Perbaikan nutrisi
d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakkan janin)
e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion
f. Amnioinfusion yaitu suatu prosedur melakukan infus larutan NaCl fisiologis atau ringer
laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume cairan amnion
2. Penatalaksanaan Aktif
Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan aktif dengan cara
induksi persalinan. Induksi persalinan adalah dimulainya kontraksi persalinan awitan spontan
dengan tujuan mempercepat persalinan. Induksi dapat diindikasikan untuk berbagai alasan
medis dan kebidanan. Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan
aktif dengan cara induksi persalinan atau penanganan ekspektatif dengan cara hidrasi dan
pemantauan janin, dan atau USG reguler untuk menilai volume cairan amnion. Ketika kedua
pilihan tersedia, penanganan aktif adalah pendekatan yang umum dilakukan pada wanita hamil
aterm dengan atau tanpa faktor resiko pada ibu atau fetus.
Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter mungkin akan
melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher rahim kedalam rahim. Cara
ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan dan kelahira

5B/ Siti nurfaidah/ 31th/ G3P4A0 31th, hamil 34 mgg, J2HIU, J1 preskep puka, J2
presbopuki, PEB, Gemelly
Presentasi Kepala
1) Presentasi belakang kepala (vertex/ occiput) dengan penunjuk ubun-ubun kecil
(UUK)/ posterior fontanelle (panjang diameter suboccipitobregmatic: 9,5 cm)
2) Presentasi puncak kepala: kepala dalam defleksi ringan dengan penunjuk ubun-
ubun besar (UUB)/ sinciput/ anterior fontanelle (diameter suboccipital 10,5-11cm)
3) Presentasi dahi: kepala dalam defleksi sedang dengan penunjuk dahi (diameter
mentovertical:13 cm)
4) Presentasi muka: kepala defleksi maksimal dengan penunjuk dagu (diameter
submentobregmatic 9,5 cm)

Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG (K))

Preeklampsia
Definisi:
Preeklampsia merupakan hipertensi (tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik) spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.

Salah satu gejala dan gangguan lain pada sistem organ dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:
1. Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstik > positif 1
2. Trombositopenia: trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Anamnesis:
● Umur > 40 tahun
● Nulipara
● Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
● Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
● Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
● Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
● Kehamilan multiple
● IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
● Hipertensi kronik
● Penyakit Ginjal
● Sindrom antifosfolipid (APS)
● Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
● Obesitas sebelum hamil

Pemeriksaan fisik:
● Indeks masa tubuh > 35
● Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
● Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)

Tatalaksana:
● Magnesium sulfat sebagai antikonvulsan. Pemberian magnesium sulfat
bermakna dalam mencegah kejang dan kejang berulang.
Dosis awal: 4g MgSO4 (10 ml konsentrasi 40% atau 20 ml konsentrasi 20%) IV
selama 5-8 menit (kecepatan 0,5-1 gr/menit). Untuk 10 ml Konsentrasi 40%
dilarutkan menjadi 20 ml dengan aquadest.
Dosis lanjutan: Lanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) atau 6 gr dalam larutan
ringer asetat/ ringer laktat selama 6 jam (1 gr/jam). Jika terjadi kejang ulangan,
berikan MgSO4 2 gr IV selama 5 menit Infus MgSO4 1gr/jam diberikan hingga
24 jam pasca persalinan/setelah bayi lahir
● Antihipertensi: Pada preeklampsia nifedipine adalah obat yang digunakan
sebagai lini pertama sedangkan methyldopa adalah obat yang digunakan sebagai
lini kedua. Nifedipine adalah penghambat saluran kalsium yang digambarkan
sebagai obat yang aman, efektif, dan obat non teratogenik. Alpha-methyldopa
adalah agonis reseptor a-adrenergik yang juga obat yang efektif dan aman untuk
Ibu hamil
Hipertensi pada kehamilan apabila tekanan darahnya ≥140/90 mmHg.
Dibagi menjadi ringan-sedang (140 – 159 / 90 – 109 mmHg) dan berat (≥160/110
mmHg). Klasifikasi:
● Pre-eklampsia: Preeklampsia merupakan hipertensi (tekanan darah sekurang
kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik) spesifik yang disebabkan
kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan
diatas 20 minggu.
● Hipertensi kronis pada kehamilan: Hipertensi kronis pada kehamilan adalah
hipertensi (≥ 140/90 mmHg) yang telah ada sebelum kehamilan. Dapat juga
didiagnosis sebelum minggu ke- 20 kehamilan. Ataupun yang terdiagnosis untuk
pertama kalinya selama kehamilan dan berlanjut ke periode post-partum.
● Hipertensi kronis disertai preeklampsia: Hipertensi yang disertai pre-eklampsia
biasanya muncul antara minggu 24-26 kehamilan berakibat kelahiran preterm dan
bayi lebih kecil dari normal (IUGR).
● Hipertensi gestational: Hipertensi gestasional berat adalah kondisi peningkatan
tekanan darah >160/110 mmHg. Tekanan darah baru menjadi normal pada post
partum, biasanya dalam sepuluh hari. Pasien mungkin mengalami sakit kepala,
penglihatan kabur, dan sakit perut dan tes laboratorium abnormal, termasuk
jumlah trombosit rendah dan tes fungsi hati abnormal.

Sumber: Malha et al., 2018. Hypertension in Pregnancy in Hypertension: A


Companion toBraunwald's Heart Disease (ThirdEdition) Ch 39. Elsevier.

6A/ Yuliani/ 31 th/ G3P2A0 hamil 11 minggu, HEG


Hiperemesis Gravidarum
Definisi:
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi.
Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I.
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam
hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan
berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Epidemiologi:
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90% dari
kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Dari
seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami hiperemesis
gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan. Mual dan muntah yang berkaitan
dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia
kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14
minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.
Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan
studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada
kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiperemesis pada kehamilan
berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya
mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis
pada kehamilan ketiga.
Etiologi:
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Kanada
diketahuibeberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum
diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal,
dan diabetes pregestacional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik,
juga tidak ditemukan kelainan biokimia.Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah
ditemukan adalah sebagai berikut:
● Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan kehamilan
ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon korionik gonadotropin dibentuk
berlebihan.
● Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta
resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
● Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
● Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak, kehilangan
pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu,
tidak siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam
menimbulkan hiperemesis gravidarum. Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997),
hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon
korionik gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa
kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan
serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat
dibuktikan oleh beberapa peneliti.
Patofisiologi:
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila terjadi
iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks
terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah, mekanisme
integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna
dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah juga
menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada cerebral, dari chemoreceptor
trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via serebelum. Beberapa
signal perifer mem-bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus
solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerahformasio retikularis dari medula
oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor.
Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran
cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diaphragma, otot iga dan otot abdomen. 1-4
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih kontroversial. Hiperemesis
gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk
keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan
tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan
cairan yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyebabkan dehidrasi,
sehingga cairan ekstravaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan klorida darah turun,
demikian juga dengan klorida urine Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi,
sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai
akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah
yang lebih banyak, merusak hati, sehingga memperburuk keadaan penderita.
Manifestasi klinis:
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum belum
ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai mempengaruhi
keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat dianggap sebagai
hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi
dalam tiga tingkatan, yaitu:
1) Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah,
nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi
meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah
mengering dan mata cekung.
2) Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan
nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat
badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam baupernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat
pula ditemukan dalam kencing.
3) Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai
koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada
susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus,
diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk
vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.
Diagnosis:
● Anamnesis: Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah.
Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh
jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis
juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya
hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat
penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
● Pemeriksaan fisik: Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital,
tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan
abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
● Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalysis, gula
darah, elektrolit, USG (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan
ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan
pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum
dengan hipertiroid 50- 60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan
laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin,
ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit.Pemeriksaan USG penting
dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.
Tatalaksana:
● Medikamentosa: Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus
diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan
diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonist, dan
kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin
B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah.
Antihistamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan diphendyramine. Pemberian antihistamin
bertujuan untuk menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan secara tidak
langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah. Selama
terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam menghambat motilitas
lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis. Dopamin antagonis yang
dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan metoclopramide. Prochlorperazine
dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek antiemetik. Sementara itu
metoclopramide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan
cara meningkatkan kekuatan sfingter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada
saluran cerna. Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual
dan muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin
antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Ondansetron biasanya diberikan pada pasien
hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain.
Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada
kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.
● Nutrisi: Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan penderita terhadap rencana pemberian
makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkansaluran cerna harus digunakan. Bila peroral
menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric tube (NGT). Saluran cerna
mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorbsi banyak nutrien, adanya
mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari
makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi. Bila
penderita sudah dapat makan peroral, modifikasi diet yang diberikan adalah makanan dalam
porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak, hindari
suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau sehingga
menimbulkan rangsangan muntah. Pemberian diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal
kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal per harinya.
● Isolasi: Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara
yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk
kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan makan ataupun
minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang
tanpa pengobatan.
● Terapi psikologis: Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang
normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
● Cairan parenteral: Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme
kompensasi yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan
hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang. Pada kasus
hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena
kehilangan cairan (pure dehydration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu
mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi
cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus
memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yangdiperlukan, defisit
natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis. Berikan cairan parenteral yang cukup
elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak
2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B
kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino secara intravena apabila terjadi
kekurangan protein. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu
diperiksa setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi
diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada
permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan
keadaan umum membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan
dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya
gejala-gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik.
● Terapi alternatif:
1) Vitamin B6: Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih
kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 5-25 mg per hari tiap 8 jam. Selain
itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi kejadian
mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B6 merupakan koenzim berbagai jalur
metabolisme protein dimana peningkatan kebutuhan protein pada trimester I diikuti
peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6 diperlukan untuk sintesis serotonin dari tryptophan.
Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera
akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil
terjadi peningkatan kynurenic dan xanthurenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila
jalur perubahan tryptophan menjadi niasin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena
defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat
kerja enzim kinureninase yang merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadiniacin,
yang mana kekurangan niacin juga dapat mencetuskan mual dan muntah.
● Jahe (Zingiber officinale): Pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari lebih baik
hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di
Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif dibandingkan plasebo dalam
menurunkan gejala hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang menunjukan hubungan
kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe. Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe
diperkirakan mengandung tromboksan sintase inhibitor dan dapat mempengaruhi peningkatan
reseptor testosteron fetus.
Prognosis:
Semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan merasakan awal terjadinya sebelum
usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30% pada kehamilan 10 minggu, turun lagi
30% pada kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen
mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia
kehamilan 20 minggu.17 Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum
sangat memuaskan. Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirinya pada usia
kehamilan 20-22 minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat
membahayakan jiwa ibu dan janin.
Sumber:
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.

7A/ Ny. Sabila Pangestu/ 23 th/ P1A0, post SC + histerektomi luar H+3 a/i KPD, atonia
uteri, susp trauma ureter, anemia, gagal ginjal akut
Atonia Uteri

Definisi

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.
Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak
berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan
sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot.
Faktor risiko

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan
oleh atonia uteri adalah;
a) uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan.

b) Kala I atau II yang memanjang.


c) Persalinan cepat (partus presipitatus).

d) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).

e) Infeksi intrapartum.

f) Multiparitas tinggi.

g) Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklampsia/eklampsia

Tanda dan gejala atonia uteri

1. Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada
kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak
mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan
penyebab perdarahan yang lainnya.
3. fundus uteri naik

4. Terdapat tanda-tanda syok yaitu :

a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)

b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg

c. pucat

d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap e. pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit
atau lebih
e. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran

f. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

tatalaksana

1. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan tekanan


langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk
berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, maka diperlukan
tindakan lain.
2. Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular (kontraindikasi hipertensi) atau
misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus akan
berkontraksi.
3. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc Ringer Laktat +
20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin, sehingga dapat membantu
memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan dan merangsang kontraksi
uterus

Sumber: S. Ida Bagus Gde. 2018. Pendarahan Masif Pada Sectio Cesarea Dengan Atonia Uteri.
Dept Anestesiologi dan terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Anemia

Definisi:

Anemia adalah suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah

eritrosit dibawah nilai normal. WHO mendefinisikan anemia dalam kehamilan apabila
konsentrasi Hemoglobin <11 gr/dL
Epidemiologi:

WHO tahun 2005 melaporkan prevalensi anemia pada kehamilan di dunia sebesar 55%,
sekitar 24,8 o/o dan total populasi dunia dan umumnya terjadi pada kehamilan trimester
ketiga. Di lndonesia prevalensi anemia merupakan urutan ke-4 penyakit terbanyak yaitu
sekitar 20%. Sekitar 40,1% adalah anemia pada ibu hamil dengan jenis anemia yang
dominan adalah anemia defisiensi besi.
Klasifikasi Anemia berdasarkan beratnya:

 Anemia Ringan: 10-11 gr/dL

 Anemia Sedang: 7-10 gr/dL

 Anemia Berat: <7 gr/dL


Penyebab Anemia dalam kehamilan:

➢ Didapat:

● Anemia defisiensi besi

● Anemia akibat kehilangan darah akut

● Anemia pada peradangan atau keganasan


● Anemia megaloblastik

● Anemia hemolitik didapat

● Anemia aplastik atau hipoplastik

➢ Herediter

● Talasemia

● Hemoglobinopati sel sabit

● Hemoglobinopati lain

● Anemia hemolitik herediter

Sumber: Mulyawati I, Azam M, Ningrum DN. Faktor Tindakan Persalinan Operasi Sectio
Caesarea. J Kesehat Masy Unnes. 2011;9(1):37–43.

Gagal ginjal akut


Definisi
Gangguan ginjal akut/ GnGA (Acute kidney injury/AKI) merupakan istilah pengganti dari gagal
ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju filtrasi

glomerulus/ LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum
dan hasil metabolisme nitrogen serum lainnya, serta adanya ketidakmampuan ginjal untuk
mengatur homeostasis cairan dan elektrolit.1 Istilah gangguan ginjal akut merupakan akibat
adanya perubahan paradigma yang dikaitkan dengan klasifikasi dan ketidakmampuan dalam
mengenal gejala dini serta prognosi

Sumber: R. Dedi. Gangguan Ginjal Akut (GnGA). Dept Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran
7B/Ny.Alya Fariha Indana/21 tahun/G1P0A0 hamil 35 minggu 2 hari, J1HIU, preskep
puki,PPI
Presentasi Kepala
9) Presentasi belakang kepala (vertex/ occiput) dengan penunjuk ubun-ubun kecil (UUK)/
posterior fontanelle (panjang diameter suboccipitobregmatic: 9,5 cm)
10) Presentasi puncak kepala: kepala dalam defleksi ringan dengan penunjuk ubun-ubun besar
(UUB)/ sinciput/ anterior fontanelle (diameter suboccipital 10,5-11 cm)
11) Presentasi dahi: kepala dalam defleksi sedang dengan penunjuk dahi (diameter
mentovertical:13 cm)
12) Presentasi muka: kepala defleksi maksimal dengan penunjuk dagu (diameter
submentobregmatic 9,5 cm)
Partus Prematurus Imminens (PPI)
Definisi:
PPI adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda tanda
persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan
berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram. Komplikasi yang dapat terjadi akibat
Partus Prematurus Imminens pada ibu yaitu dapat menyebabkan infeksi
endometrium sehingga menyebabkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan pada bayi memiliki resiko yang lebih tinggi seperti
gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan
neurologik, hiperbilirubinemia,sepsis dan kesulitan makan.
Etiologi:
● KPD, korioamnionitis, perdarahan antepartum
● IUGR, cacat bawaan janin, kehamilan ganda, polihidramnion
● DM, preeklampsia, infeksi saluran genital
● Inkompetensi serviks, kelainan bentuk uterus dan serviks
Diagnosis:
● Kontraksi berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali dalam
waktu 10 menit
● Nyeri punggung bawah
● Perasaan menekan daerah serviks
● Pemeriksaan serviks: Pembukaan >2 cm, penipisan 50-80%, presentasi janin
rendah hingga mencapai spina ischiadika, selaput ketuban pecah, UK 22-37
minggu
Sumber: Ilmu Phantom obstetri dalam praktik klinik (dr. Cipta,Sp OG (K))
9B/ Ny. Listiyani/ 30 th/ G2P1A0, hamil 40 mgg, POPP (posisi oksiput posterior persisten) letak
rendah, riw obstetri kurang baik (SC 1x th 2021)

POPP
a. DEFINISI

Posisi oksiput posterior atau frontoanterior merupakan presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil
(UUK) berada dibelakang sacroiliac atau secara langsung berada diatas sacrum. Posisi oksiput posterior
merupakan suatu ketidaknormalan posisi janin (malposisi). Posisi Oksiput Posterior Persisten (POPP)
merupakan abnormalitas posisi atau malposisi janin saat terjadi kegagalan atau tidak terjadi rotasi UUK ke
arah anterior simfisis (pada normoposisi) saat kepala janin sudah melebihi hodge 3 atau dengan kata lain
posisi oksiput kepala janin tetap berada di posisi posterior sacroiliac.

b. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Dua hingga sepuluh persen (2-10%) kehamilan tunggal terjadi dengan posisi oksiput posterior. Insidensi
persalinan spontan pervaginam pada POPP sekitar 46% dan hanya 9% dilanjutkan dengan persalinan
perabdominal. Predisposisi malposisi oksiput posterior disebabkan oleh beberapa hal seperti analgesia
epidural, nullipara, berat badan janin besar, riwayat persalinan dengan posisi oksiput posterior sebelumnya,
dan bentuk panggul ibu terutama jenis antropoid

c. ETIOPATOGENESIS

Penyebab terbanyak terjadinya malposisi oksiput posterior belum banyak diketahui. Beberapa
kemungkinan penyebabnya seperti kelainan bentuk panggul ibu, faktor janin atau faktor uterus, yang
diuraikan seperti berikut :

⚫ Bentuk panggul ibu : sekitar 50% terjadi pada panggul tipe anthropoid atau android

⚫ Factor janin : kondisi defleksi kepala janin ke arah posterior yang diakibatkan oleh inklinasi pada
panggul atas, implantasi plasenta pada dinding anterior uterus, atau brachycephalic primer.

Diameter kepala janin yang terpenting meliputi diameter suboksipitobregmatika, anteroposterior dan
mentooksipital. Diameter kepala janin memasuki panggul melalui diameter transversalnya yaitu biparietal
(9,5cm) dan diameter anteroposteriornya yaitu suboccipitofrontal (10 cm) atau occipitofrontal (11,5 cm).
Keadaan tertentu, oksiput dapat gagal berputar. Penyebabnya adalah defleksi kepala berlebihan, kontraksi
rahim yang lemah, bentuk panggul dengan sacrum yang datar, spina ischiadica yang menonjol atau dinding
samping panggul konvergen, dan otot dasar panggul yang lemah. Posisi ini disebut sebagai posisi
occipitosacral, atau Posisi Occipitoposterior Persisten (POP) dari presentasi belakang kepala (vertex).
Occipitoposterior persisten merupakan mekanisme abnormal dari posisi occipitoposterior di mana ada
malrotasi oksiput ke posterior terhadap ruang sacrum (posisi occipitosacral)
Diameter anteroposterior pada posisi FA lebih besar daripada subokcipitobregmatic pada posisi OA (Gambar
6b). Kagaglan rotasi ini menyebabkan posisi frontoanterior (FA)

The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) tidak membedakan antara posisi
frontoanterior (FA) dan occipitoposterior (OP), pada kenyataannya, terdapat perbedaan diantara kedua hal
ini. Hal pertama adalah kelainan rotasi dimana sinciput berputar secara anterior, sementara kepala janin
dalam posisi sedikit defleksi. Hal kedua adalah kepala janin dalam fleksi maksimal dengan oksiput berputar
ke posterior
d. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis posisi oksiput posterior persisten dapat melalui pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang.

⚫ Pemeriksaan fisik dapat ditemukan abdomen tampak lebih datar di daerah bawah umbilicus, ektremitas

janin akan lebih mudah dipalpasi dibagian tengah atau anterior, punggung janin akan teraba menjauhi bagian
posterior atau sulit diraba, detak jantung janin (DJJ) akan lebih terdengar pada area pinggul (samping) dan sulit
dilokalisasi

⚫ Pemeriksaan genitalia akan didapatkan sutura sagitalis berada pada diameter oblik panggul ibu.
Fontanella kecil terdapat pada sisi posterior, baik di kanan (ROP) atau kiri (LOP). Fontanel anterior dan
bregma berada di kuadran yang berlawanan dengan panggul ibu. Karena kegagalan fleksi interna terjadi
bersamaan dengan posisi oksipitoposterior persisten, fontanela biasanya berada pada ketinggian yang
sama di panggul. Pada posisi oksipitoposterior, pembentukan molding verteks menyebabkan
pemendekan diameter oksipito- frontal dan pemanjangan diameter mentobregmatika seiring dengan
pemanjangan verteks. Diagnosis posisi pada pemeriksaan vaginal toucher dapat dipersulit dengan
adanya pembentukan molding dan kaput yang menutupi permukaan tulang kepala janin.
⚫ Beberapa cara dapat dilakukan untuk menghindari persalianan dengan POPP, yaitu pertama dengan
pemeriksaan pencitraan atau ultrasonograafi untuk mengidentifikasi posisi kepala janin dan digunakan
untuk meningkatkan akurasi dalam identifikasi posisi janin.

e. TATALAKSANA

⚫ Rotasi spontan dapat terjadi pada 90% kasus. J

⚫ ika terdapat tanda persalinan macet, deyut jantung janin > 180 atau <100 pada fase apapun, lakukan
seksio sesarea.

⚫ Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.

⚫ Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, lakukan augmentasi persalinan
dengan oksitosin.

⚫ Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan fase pengeluaran,periksa kemungkinan
obstruksi:

➢ Jika tidak ada obstruksi, akhiri persalinan dengan ekstraksi vakum/forsep bila syarat-syarat terpenuhi

➢ Bila ada tanda obstruksi atau syarat-syarat pengakhiran persalinan tidak dipenuhi, lakukan seksio sesarea

sumber :
Astuti ratu dan Pisceski Nicko. Tatalaksana Penggunaan Forceps pada Posisi Oksiput Posterior Persisten.
JIK. 2021; 15(2). 53-62

Anda mungkin juga menyukai