Anda di halaman 1dari 13

BAB 9

ETIKA PEMERINTAHAN

Etika merupakan dasar dalam kehidupan sosial. Bahkan, etika dijadikan barometer
peradaban bangsa. Suatu bangsa dikatakan berperadaban tinggi jika warganya bertindak
sesuai dengan peraturan yang disepakati bersama. Perilaku dan sikap taat pada peraturan
memungkinkan aktivitas dan relasi antarsesama warga berjalan secara wajar, efisien, dan
tanpa hambatan berarti. Etika yang juga sering disebut unggah-ungguh, tata krama, sopan
santun, dan budi pekerti membuatnya mampu secara baik menempatkan diri dalam
pergaulan sosial. Hal itu akan sangat menentukan keberhasilan dalam hidup bermasyarakat.

Demikian pula, dalam kehidupan sosial, etika akan menjelaskan tingkah laku yang baik, yang
pantas, dan yang secara substansi mengandung kebaikan dan sebaliknya. Bagi bangsa timur
seperti Indonesia, etika telah mendarah daging yang dimiliki dan diterapkan dalam kerangka
penghormatan terhadap nilai kebaikan, kemanusiaan, dan keadilan kolektif. Oleh karena itu,
kita masih yakin dan percaya bahwa etika menjadi bagian dari kultur sosial dan antropologis
bangsa Indonesia.

A. Etika Organisasi Pemerintahan

1. Dimensi Etika dalam Organisasi

Dalam konteks organisasi, etika organisasi dapat berarti pola sikap dan perilaku yang
diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara keseluruhan
akan membentuk budaya organisasi (organizational culture) yang sejalan dengan tujuan
ataupun filosofi organisasi yang bersangkutan.

Organisasi sebagai sebuah struktur hubungan antarmanusia dan antarkelompok memiliki


nilai-nilai tertentu yang menjadi kode etik atau pola perilaku anggota organisasi yang
bersangkutan betapa pun kecilnya organisasi yang bersangkutan. Salah satu nilai etika yang
secara umum berlaku bagi setiap anggota organisasi dirumuskan sebagai "menjaga nama
baik organisasi". Berdasarkan nilai tersebut, setiap anggota organisasi harus dapat bersikap
dan berperilaku yang mendukung terjaganya nama baik organisasi.

Secara konseptual, model organisasi yang ideal sebagaimana dirumuskan oleh Max Weber,
yaitu birokrasi memiliki karakteristik yang sekaligus menjadi nilai-nilai perilaku bagi para
anggota organisasi.

Beberapa karakteristik organisasi yang ideal atau birokrasi yang penting menurut Weber
dalam Indrawijaya, di antaranya:
a. spesialisasi atau pembagian pekerjaan;
b. tingkatan berjenjang (hierarki);
c. berdasarkan aturan dan prosedur kerja;
d. hubungan yang bersifat impersonal;
e. pengangkatan dan promosi anggota/pegawai berdasarkan kompetensi (sistem merit).
Adapun menurut Willms, setiap anggota birokrasi diharapkan memiliki beberapa
karakteristik sebagai berikut:
a. bebas dari segala urusan pribadi (personally free) selain yang berkaitan dengan tugas-
tugas yang telah ditetapkan;
b. memahami tugas dan ruang lingkup jabatan atau kedudukannya dalam hierarki
organisasi;
c. mengerti dan menerapkan kedudukan hukumnya dalam organisasi, dalam arti
memahami aturan yang menetapkan kewajiban dan kewenangannya dalam organisasi;
d. berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja dengan kompensasi tertentu sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab yang dibebankan organisasi kepadanya;
e. diangkat dan dipromosikan berdasarkan merit atau prestasi dan kompetensi;
f. mendapatkan kompensasi berdasarkan tarif standar yang sesuai dengan kedudukannya
ataupun tugas pokok dan fungsinya;
g. wajib mendahulukan tugas pokok dan fungsinya daripada tugastugas lain selain yang
telah dibebankan kepadanya oleh organisasi;
h. ditempatkan dengan struktur karier yang jelas;
i. berdisiplin dalam perilaku kerjanya sehingga dilakukan pengawasan.

Pandangan Max Weber tentang model organisasi ideal tersebut secara ringkas
mendudukkan setiap anggota organisasi dalam hierarki struktural, yaitu setiap pekerjaan
diselesaikan berdasarkan prosedur dan aturan kerja yang berlaku, setiap orang terikat
dengan ketat terhadap aturan-aturan dalam organisasi tersebut, dan hubungan di antara
setiap anggota ataupun kelompok dan hubungan dengan pihak luar terbatas hanya pada
urusan-urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab setiap anggota. Jadi,
dalam model organisasi yang ideal ini sifatnya mekanistis, kaku, dan impersonal (tidak
pribadi).

Pandangan Weber tersebut mendapatkan banyak kritik karena model organisasi yang ideal
tersebut tidak mengakomodasi hubungan yang bersifat personal dan sangat membatasi
perilaku para anggota organisasi dengan berbagai aturan yang ketat. Model birokrasi ideal
seperti itu tidak menjamin terciptanya interaksi yang dinamis dalam hubungan kerja antara
anggota kelompok, antarkelompok, ataupun organisasi dan klien atau masyarakat yang
dilayani. Karakteristik birokrasi atau model organisasi yang ideal menurut Weber sangat
mewakili kondisi-kondisi berbagai organisasi dalam pemerintahan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia dalam organisasi
dengan nilai-nilai etikanya mencakup beberapa dimensi, yaitu:
a. hubungan antara anggota dan organisasi yang tertuang dalam perjanjian atau aturan-
aturan legal;
b. hubungan antara anggota organisasi dan sesama anggota lainnya, antara anggota dan
pejabat dalam struktur hierarki;
c. hubungan antara anggota organisasi yang bersangkutan dan anggota organisasi lainnya;
d. hubungan antara anggota dan masyarakat yang dilayaninya.

2. Etika dalam Pemerintahan


Dalam organisasi administrasi publik atau pemerintah, pola sikap dan perilaku serta
hubungan antarmanusia dalam organisasi dan hubungannya dengan pihak luar organisasi
pada umumnya diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam sistem
hukum negara yang bersangkutan.

Bagi aparatur pemerintah, budaya dan etika kerja merupakan hal pemerintahan pusat
ataupun daerah, pada tingkat departemen atau organisasi ataupun unit-unit kerja di
bawahnya.

Adanya etika diharapkan mampu membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam


melayani kepentingan masyarakat. Menurut Henry, tujuan hakiki dari setiap pemerintah di
setiap negara adalah mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat warga negara yang
bersangkutan. Sekalipun demikian, pola atau cara-cara yang ditempuh dan perilaku
pemerintah berbeda dari satu negara ke negara lainnya, bergantung pada kondisi dan
situasi yang berlaku di negara masing-masing.

Di negara demokratis, mendahulukan kepentingan rakyat menjadi tujuan sekaligus etika


bagi setiap penyelenggara negara dan pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan yang
demokratis berlaku norma "dari, oleh, dan untuk rakyat." Oleh sebab itu, etika kerja
aparatur dalam sistem pemerintahan ini adalah selalu mengikutsertakan rakyat dan
berorientasi pada aspirasi dan kepentingan rakyat dalam setiap langkah kebijakan dan
tindakan pemerintah. Transparansi, keterbukaan, dan akuntabilitas menjadi nilai-nilai yang
dijunjung tinggi dan diwujudkan dalam etika pergaulan antara pemerintah dan rakyatnya.

Adapun di negara yang pemerintahannya bersifat otoriter, kepentingan kekuasaannyalah


yang menjadi prioritas. Oleh sebab itu, etika kerja aparatur sangat diarahkan pada
terwujudnya keamanan dan kelangsungan kekuasaan pemerintahan. Dalam hal ini
kerahasiaan dan represi menjadi pola kebijakan dan perilaku aparatur pemerintah.

Supriyadi mengemukakan beberapa asas umum pemerintahan yang diberlakukan di negara


Belanda, yaitu:
a. asas kepastian hukum (principle of legal security);
b. asas keseimbangan (principle of proportionality);
c. asas kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equality);
d. asas bertindak cermat (principle of carefulness);
e. asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation);
f. asas tidak mencampuradukkan kewenangan (principle of non misuse of competence)
yang bisa juga berarti asas tidak menyalahgunakan kekuasaan;
g. asas permainan yang layak (principle of fairplay);
h. asas keadilan dan kewajaran (principle of reasonable or prohibition of arbitrariness);
i. asas menanggapi penghargaan yang wajar (principle of meeting raised expectation) atau
bisa juga berarti asas pemenuhan aspirasi dan harapan yang diajukan;
j. asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (princip le of undoing the
consequencies of annuled decision);
k. asas perlindungan atas pandangan/cara hidup pribadi (principle of protecting the
personal way of life);
l. asas kebijaksanaan (sapientia);
m. asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).

Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, asas-asas pemerintahan yang menjadi nilai-nilai


etika pemerintahan tampaknya cukup terwakili dengan pernyataan dalam Mukaddimah
UUD 1945 alinea keempat yang menyatakan, "...untuk membentuk pemerintahan negara
yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan turut serta dalam memelihara ketertiban
dunia dan perdamaian yang abadi...."

Adapun nilai-nilai filosofis yang melandasinya adalah ideologi negara, yaitu Pancasila.
Ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 beserta ketentuan dalam amandemennya menjadi
kerangka pedoman kebijakan dan tindakan pemerintah dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara.

Negara harus dapat mempertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai


pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

3. Etika dalam Jabatan

Para penyelenggara negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang


Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah
pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain
yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para penyelenggara negara,
termasuk PNS, sebelum memangku jabatannya diwajibkan untuk mengangkat sumpah/janji
sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku.

Presiden dan wakil presiden, anggota dan pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara
lainnya juga diwajibkan untuk mengangkat sumpah/janji sebelum menjalankan jabatannya
itu. Para menteri, Kepala LPND, gubernur, bupati, walikota beserta para wakil mereka, serta
para pejabat eselon dan pejabat fungsional dan jabatan-jabatan lainnya juga diwajibkan
untuk mengangkat sumpah/janji. Sumpah/ janji inilah yang menjadi kesepakatan dan
komitmen terhadap nilainilai, standar-standar sebagai kode etik jabatan.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 5 ditetapkan mengenai kewajiban
setiap penyelenggara negara sebagai berikut:
a. mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku
jabatannya;
b. bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat;
c. melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat;
d. tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
e. melaksanakan dan golongan; tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras,
f. melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan
tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun
kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
g. bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dalam perkara
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun hak sebagai penyelenggara negara diatur dalam Pasal 4 UU No. 28 tahun 1999, yang
meliputi hak-hak:
a. menerima gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. menggunakan hak jawab terhadap setiap teguran, tindakan dari atasannya, ancaman
hukuman, dan kritik masyarakat;
c. menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggungjawab sesuai dengan
wewenangnya; dan
d. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tersebut ditegaskan ketentuan bahwa: Hubungan
antar Penyelenggara Negara dilaksanakan dengan menaati norma-norma kelembagaan,
kesopanan, kesusilaan, dan etika yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Bagi PNS yang duduk dalam Jabatan Struktural Eselon V sampai dengan Eselon I pada
dasarnya masih berlaku ketentuan disiplin sebagai etika perilaku dalam jabatan,
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980, seperti telah
diuraikan sebelumnya, selain ketentuan dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tersebut di atas.

B. Good Governance sebagai Tren Global Etika Pemerintahan

Etika berkaitan dengan nilai-nilai dan pola perilaku dari setiap individu. Perhatian dan rasa
terhadap nilai-nilai dalam diri setiap aparatur berkaitan dengan latar belakang sejarah,
budaya, dan perkembangan kondisi sosial dan lingkungan kehidupan saat ini. Dalam konteks
negara, perbedaan tersebut jelas ada sesuai dengan perbedaan sejarah, budaya, dan
lingkungannya sehingga dapat dikatakan bahwa setiap individu juga akan memiliki
pandangan yang berbeda tentang nilai-nilai dan setiap negara akan memiliki standar dan
ketentuan etika yang berbeda satu sama lain.

Pada kenyataannya, kecenderungan yang terjadi saat ini cukup mengherankan karena
perbedaan pandangan tentang etika tampaknya sangat tipis, bahkan terdapat
kecenderungan upaya menerapkan sistem etika pemerintahan secara global. Dalam hal ini
kita dapat melihat kenyataan bahwa perubahan paradigma pemerintahan yang terjadi saat
ini sangat bersifat global.

Promosi mengenai nilai-nilai good governance ternyata tidak hanya di negara-negara


berkembang yang pemerintahannya dinilai korup, tetapi juga dikembangkan di negara-
negara maju, baik di daratan Eropa maupun Amerika, bersamaan dengan dirasakannya
kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Mereka juga memahami aspek-aspek historis,
kultural, dan kompleksitas sosial yang mendasari perspektifnya.
Sebagai komitmen terhadap pelaksanaan good governance, di berbagai negara, terutama di
negara-negara maju telah dikembangkan berbagai inisiatif yang diarahkan pada peningkatan
etos kerja birokrasi pemerintahan melalui pengembangan norma-norma etika
pemerintahan.

Beberapa contoh pengembangan etika dalam organisasi pemerintahan dapat dikemukakan,


antara lain sebagai berikut.
1) Pada bulan November 1997 negara-negara OECD telah meratifikasi dan menerapkan
"Konvensi tentang Penanggulangan Kasus Suap Pejabat Negara Asing dalam Transaksi
Bisnis Internasional" (Convention on Combating Bribery of Foreign Public Officials).
Konvensi tersebut pada intinya setiap negara anggota OECD harus menyatakan bahwa
penyuapan pejabat negara asing merupakan tindakan kriminal dan harus ditetapkan
sebagai ketentuan hukum di negara masing-masing. Alasan pentingnya konvensi dan
keharusan tersebut karena Amerika Serikat pada waktu itu adalah satu-satunya negara di
dunia yang memiliki ketentuan hukum melarang penyuapan pejabat negara asing.
2) Pada bulan April 1998 Dewan Negara-negara OECD merekomendasikan "The
Improvement of Ethical Conduct in the Public Service". Rekomendasi itu mengimbau agar
pemerintah negara-negara mengambil tindakan untuk menjamin setiap unsur dan sistem
kelembagaan di negara masing-masing mampu menerapkan fungsi pematuhan kode etik
secara tepat.
Dalam rekomendasi tersebut terdapat 12 butir prinsip etika di lingkungan pemerintahan,
yang salah satunya, "Standar etika Pemerintahan harus dijabarkan secara jelas", dan
"Pegawai Negeri harus mengetahui hak dan kewajiban mereka jika kesalahan tindak
muncul" (Public Servants should know their rights and obligations when wrongdoing
exposed).
3) Sidang Umum PBB pada bulan Desember 1996 telah mengeluarkan resolusi "Action
Against Corruption". Resolusi tersebut menuntut agar setiap negara anggota PBB
melakukan tindakan yang diperlukan dalam mengatasi praktik-praktik korupsi. Resolusi
tersebut juga menghasilkan "Kode Etik Internasional dalam Memerangi Korupsi". Dalam
kode etik yang diusulkan oleh resolusi tersebut terdapat 11 butir prinsip yang salah
satunya adalah "Para Pejabat publik tidak boleh menggunakan kewenangannya untuk
memperbaiki kepentingan keuangan/kekayaan pribadi dan keluarganya" (Public officials
shall not use their official authority for the improper advancement of their own or their
family's personal or financial interest). Indonesia sebagai salah satu anggota PBB, saat ini
telah merespons resolusi tersebut dengan mengusulkan Rancangan Undang-Undang Anti
Korupsi dan telah menetapkan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
4) Negara-negara Uni Eropa telah menerapkan traktat atau kesepakatan untuk memerangi
korupsi di lingkungan aparatur pemerintahan di tiap-tiap negara anggota. Organisasi
perdagangan dunia, WTO, sedang dalam proses mendiskusikan isu suap sebagai
penghambat perdagangan bebas.

Demikianlah berbagai kecenderungan isu mengenai etika pemerintahan telah menjadi isu
global dan cenderung mengarah pada penerapan kode etik global dalam bidang
pemerintahan, khususnya dalam rangka menghapuskan praktik-praktik korupsi dan suap.
C. Etika Kepegawaian

1. Kode Etik Profesi Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Kode etik profesi Pegawai Negeri Sipil merupakan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
serta kebaikan yang ditimbulkannya apabila dapat diwujudkan dalam sikap dan perilaku
seorang Pegawai Negeri Sipil, baik dalam kedinasan maupun dalam kesehariannya di
tengah-tengah masyarakat. Kode etik Pegawai Negeri Sipil mencakup seluruh aspek
kehidupan, baik kedinasan maupun dalam kehidupan kesehariannya, yaitu kode etik
bernegara, kode etika berorganisasi, kode etik bermasyarakat, kode etika sesama Pegawai
Negeri Sipil, dan kode etika terhadap diri sendiri.

Butir-butir kode etik tersebut akan bermakna jika dapat teraplikasikan dalam sikap dan
perilaku serta menjadi internalisasi dalam diri seorang Pegawai Negeri Sipil. Butir kode etik
Pegawai Negeri Sipil tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 sebagai
berikut.

a. Etika Bernegara

1) Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.


Pancasila sebagai Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan
konstitusional yang wajib dijadikan nilai dalam perilaku keseharian bagi seorang Pegawai
Negeri Sipil. Pancasila merupakan nilai yang digali dari budaya bangsa dan merupakan
pembeda dengan Negara lain. Nilai Ketuhanan mengandung makna bangsa Indonesia
adalah bangsa religius dan Undang-Undang Dasar 1945 mengatur cara warga negara
beragama dan menjalankan setiap ajaran agamanya. Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah bangsa Indonesia menjunjung tinggi hak asasi manusia karena manusia
adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki derajat dan martabat yang sama. Oleh
karena itu, manusia harus saling dihormati. Nilai persatuan Indonesia bahwa Pancasila
adalah sebagai pemersatu bangsa maka Pegawai Negeri Sipil harus memiliki peran
sebagai pemersatu dan perekat bangsa dalam kancah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Nilai musyawarah adalah bangsa Indonesia dalam setiap pengambilan
keputusan selalu dilakukan dengan terlebih dahulu musyawarah untuk mufakat. Apabila
jalan musyawarah tidak dapat diambil karena perbedaan pandangan dan pemikiran
barulah diambil jalan voting dengan memperhatikan suara terbanyak. Nilai keadilan
sosial adalah nilai bahwa adil merupakan nilai yang selalu dikedepankan tanpa
membeda-bedakan antara golongan, suku maupun agama terutama ketika seorang PNS
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2) Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara.


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki harkat dan martabat dalam percaturan
dan pergaulan dengan bangsa lain di dunia. Oleh karena itu, nilai bangsa ini harus
terinternalisasi dalam diri seorang PNS, terutama dalam bersikap dan bertindak. Harkat
dan martabat ini akan tetap terjaga di mata dunia jika peran dan sikap kita selalu
menunjukan yang baik dan berguna bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, nilai ini
adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam sikap perilaku Pegawai Negeri Sipil.
3) Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, bangsa, ras, agama dan antargolongan. Dari
kemajemukan ini diperlukan. persatuan dan kesatuan sehingga menjadi potensi besar
yang membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan maju. Oleh karena itu, nilai
perekat dan pemersatu bangsa harus tertanam dalam diri seorang PNS karena ia adalah
penyelenggara pemerintahan dan pembangunan.

4) Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan


tugas.
Negara Indonesia adalah negara hukum maka semua kegiatan dan perilaku diatur oleh
hukum. Oleh karena itu, Pegawai Negeri Sipil wajib menaati semua peraturan
perundangundangan yang berlaku, tidak hanya sebatas pada undangundang dan
peraturan kepegawaian. Nilai inilah yang harus dijunjung tinggi bahwa PNS adalah selalu
taat hukum.

5) Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan


berwibawa.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagai PNS, yaitu menyelenggarakan tugas-tugas
umum pemerintahan dan pembangunan, terutama dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. PNS harus mempertanggungjawabkan, dan menjalankan roda
pemerintahan dengan jujur dan adil sehingga melahirkan pemerintahan yang bersih dan
berwibawa. Adil berarti ketika memberikan pelayanan publik tidak membeda-bedakan
masyarakat berdasarkan suku, bangsa, agama, ras dan antargolongan.

6) Tanggap, terbuka, jujur dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap
kebijakan dan program pemerintah.
Nilai etika ini berarti bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus cekatan, memahami dan mengetahui maksud dan tujuan pekerjaan,
sehingga dapat melaksanakan pekerjaan itu sesuai tujuannya, kemudian dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut selalu berperilaku jujur, akurat, serta tepat waktu.

7) Menggunakan dan memanfaatkan semua sumber daya negara secara efektif dan efisien.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya dan luas. Oleh karena itu, kekayaan alam
harus benar-benar dikelola sesuai dengan kemanfaatannya untuk kepentingan negara
dan bangsa secara efektif dan efisien tidak boleh mengelolanya untuk kepentingan
pribadi maupun golongan apalagi untuk memperkaya diri sendiri.

8) Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.


Seorang Pegawai Negeri Sipil selalu berperilaku jujur dalam segala hal. Ketika
memberikan kesaksian, dia harus bisa berkata benar. Meskipun konsekuensi dirasakan
sangat berat, itulah kejujuran. Karena kejujuran memang harus ditegakkan dengan
pengorbanan.

b. Etika Berorganisasi

Organisasi merupakan wadah berkumpulnya beberapa orang untuk saling kerja sama dalam
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Organisasi dalam etika berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2004 institusi dimana Pegawai Negeri Sipil bekerja dan
mengabdikan diri.

Dalam etika berorganisasi nilai-nilainya adalah sebagai berikut.


1) Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku.
Setiap Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam pangkat dan jabatan maka tidak ada Pegawai
Negeri Sipil yang tidak memiliki jabatan atau wewenang berdasarkan jabatan yang
dijabatnya, baik sebagai administrasi umum, supir, operator, dan lain-lain. Jabatan itu
menunjukkan kewenangan maka setiap Pegawai Negeri Sipil menjalankan tugasnya
sesuai dengan wewenang berdasarkan jabatan yang dijabatnya.

2) Menjaga informasi yang bersifat rahasia.


Nilai etika ini penting karena keberadaan Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai
penyelenggara pemerintahan. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan, ada informasi
yang sifatnya rahasia dan ada informasi yang untuk konsumsi publik. Informasi yang
sifatnya rahasia negara dan pemerintahan wajib dijaga demi menjaga stabilitas
pemerintahan dan keutuhan negara Kesatuan Republik Indonesia.

3) Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.


Kebijakan adalah suatu yang diambil atau tidak diambil tanpa melanggar aturan dalam
melaksanakan tugas-tugas. Setiap kebijakan yang telah diambil pimpinan instansi atau
pejabat yang berwenang wajib dilaksanakan karena ia bagian dari upaya menyelesaikan
tugas-tugas pemerintahan.

4) Membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi.


Etos kerja aparatur adalah kegiatan atau upaya-upaya untuk menggali dan menerapkan
nilai-nilai positif dalam organisasi/instansi pemerintah yang disepakati oleh para anggota
(Pegawai Negeri Sipil) untuk meningkatkan produktivitas kerja. Dengan adanya nilai etika
ini, setiap Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya selalu melakukan inovasi
baru. Oleh karena itu, jika setiap pekerjaan semakin membaik, dengan etos kerja
tersebut akan terlihat. Jika kinerja seorang PNS meningkat, kinerja institusi/organisasi
juga meningkat.

5) Menjamin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka
pencapaian tujuan.
Kerja sama merupakan pola kerja yang harus menjadi budaya kerja aparatur. Nilai etika
ini memberikan makna bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan
tugasnya harus dapat membangun kerja sama dan tidak boleh lagi kerja hanya
dilaksanakan secara individu ataupun sektoral. Suatu pola kerja akan memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan kerja secara individual dalam mencapai tujuan
organisasi.

6) Memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas.


Etika ini menuntut seorang Pegawai Negeri sipil dalam melaksanakan tugas selalu
menggali potensi dirinya guna mencapai kinerja yang lebih baik. Oleh karena itu, seorang
PNS wajib memiliki kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan
sikap perilaku yang dimiliki seorang PNS untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
7) Patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja.
Dalam melaksanakan tugas kedinasan telah ditetapkan standar operasional sebagai
acuan dan standar kinerja yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, standar tersebut harus
dipatuhi sebagai suatu nilai etika mencapai tujuan. Standar operasional dan tata kerja
tersebut menjadi pegangan dalam bekerja sehingga kerja tersebut lebih terarah dan
dapat mempercepat pencapaian tujuan yang dimaksud.

8) Mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kinerja
organisasi.
Suatu pekerjaan akan semakin membaik jika ditopang oleh pemikiran kreatif dan inovatif.
Etika ini menuntut setiap pekerja untuk mengembangkan pemikiran kreatif untuk
mencapai hasil yang lebih baik dari waktu ke waktu. Hasil hari ini akan lebih baik
dibandingkan dengan hari kemarin, dan hasil kerja hari esok akan lebih baik dibandingkan
hasil kerja hari ini. Kunci dari kesemuanya itu adalah pengembangan pemikiran dan
inovatif dalam setiap pekerjaan.

9) Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.


Kerja Pegawai Negeri Sipil tidak sekadarnya, tetapi selalu dilandasi dengan standar
kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu, dalam setiap pekerja tidak hanya dituntut
untuk pekerjaan itu harus selesai, tetapi menyelesaikan pekerjaan itu dengan
mengedepankan kualitas hasil kerja tersebut.

c. Etika Bermasyarakat

1) Mewujudkan pola hidup sederhana.


Keberadaan Pegawai Negeri Sipil adalah menjadi teladan di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu, pola hidup sederhana harus menjadi bagian dari kehidupan seorang
Pegawai Negeri Sipil sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial di tengah
masyarakat.

2) Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa
unsur pemaksaan.
Tugas pokok Pegawai Negeri Sipil adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan jujur, adil dan simpatik tanpa pamrih. Nilai etika harus dikedepankan karena
sebagai bagian dari pekerjaan PNS, dan dalam memberikan pelayanan harus tanpa
pamrih, bukan pekerjaan yang dikerjakan ketika dijanjikan akan diberikan imbalan atau
hadiah. Akan tetapi, pemberian pelayanan itu benar-benar karena rasa tanggung jawab.

3) Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, adil serta tidak diskriminatif.
Pemberian pelayanan kepada masyarakat tidak saja dilakukan secara sopan, santun, dan
tanpa pamrih, tetapi pelayanan itu juga harus cepat, tepat, terbuka serta tidak
diskriminatif. Hal ini karena pelayanan yang tidak tepat waktu akan berakibat pada
lambatnya pelayanan yang berakibat pada kerugian masyarakat. Pelayanan izin usaha
misalnya jika diperlambat sehingga tidak tepat waktu, tentu akan menimbulkan kerugian
bagi masyarakat yang bergerak di bidang usaha.
4) Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat.
Etika bermasyarakat ini merupakan bagian dari kehidupan PNS, karena Pegawai negeri
Sipil berasal dari masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu,
dalam kehidupan keseharian, ia harus tahu apa yang diinginkan oleh masyarakat tentang
kehidupannya. Misalnya, keinginan masyarakat tentang perbaikan infrastruktur, tata
kelola lingkungan yang sehat, serta kerukunan hidup antarumat beragama, yang
kesemuanya harus ditangkap oleh seorang Pegawai Negeri Sipil.

5) Berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas.


Hasil pembangunan yang dikerjakan oleh pemerintah, masyarakat dan pengusaha adalah
berorientasi pada kesejahteraan masyarakat karena ini adalah tujuan nasional Negara
Republik Indonesia sebagaimana yang termaktub pada pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum.

d. Etika terhadap Diri Sendiri

1) Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar.
Jujur adalah nilai etika yang sangat tinggi bagi seorang Pegawai Negeri Sipil. Dengan
kejujuran semua pekerjaan akan berhasil dengan baik dan benar. Jujur tidak hanya etika
bagi seorang PNS, tetapi juga menunjukkan tingginya moralitas. Kejujuran inilah sangat
diutamakan ketika harus memberikan informasi, sebab dengan informasi yang benar
tentu akan lahir konsep kerja yang benar dan hasilnya pun akan memberikan kebaikan.
Oleh karena itu, kejujuran ini adalah etika seorang Pegawai Negeri Sipil, artinya ia harus
melekat pada diri seorang PNS dan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam
jiwa dan raga PNS.

2) Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan.


Kesungguhan dan ketulusan merupakan salah satu kunci keberhasilan sebab dengan
kesungguhan, segala pekerjaan akan dapat diselesaikan. Meskipun terasa sangat berat,
jika dikerjakan dengan kesungguhan dan penuh konsentrasi, serta keikhlasan, pekerjaan
akan terasa mudah dan hasilnya pun akan lebih berkualitas.

3) Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.


Dalam bekerja maupun ketika berinteraksi dengan orangorang di sekeliling lingkungan
kerja, konflik kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan selalu saja muncul
sebagai bagian dari kerja, tetapi dengan etika, seorang PNS seharusnya dapat
menghindari semua itu, sebab kerja seorang PNS tidak berorientasi pada kepentingan
pribadi, kelompok maupun golongan, tetapi kepentingan negara dan bangsa. Dengan
demikian, maka kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan dapat dihindari dalam
bekerja.

4) Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan


sikap.
Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk memenuhi kualitas. Untuk itu, pekerjaannya selalu
dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang menghasilkan kerja
yang berkualitas. Seorang PNS mengakses perkembangan teknologi dan dapat
menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian, kualitas pribadi PNS
selalu dapat bersaing di tengah dunia kerja, dan hasilnya pun akan menunjukkan
produktivitas yang baik.

5) Memiliki daya juang yang tinggi.


PNS dituntut memiliki semangat juang yang tinggi karena pekerjaan PNS adalah
pengabdian kepada bangsa dan negara. Terselenggaranya tugas-tugas pemerintahan ini
sangat ditentukan oleh semangat juang dimiliki oleh seorang PNS. Semangat juang
berarti bekerja tanpa kenal lelah, mengeluh, dan putus asa atas pengabdian yang
dipikulnya.

6) Memelihara kesehatan jasmani dan rohani.


Untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan hasil yang maksimal salah satu
persyaratan pokok adalah terpeliharanya kesehatan jasmani dan rohani bagi PNS. Hal ini
penting mengingat tugas seorang Pegawai Negeri Sipil memerlukan kesehatan tubuh dan
kecerdasan intelektual. Oleh karena itu, etika ini mewajibkan seorang PNS untuk menjaga
dan memelihara kesehatannya baik jasmani maupun rohani.

7) Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga.


Keberhasilan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya juga ditentukan oleh
faktor keluarga karena keluarga dapat membawa dampak tersendiri bagi keberadaan
PNS di kantor, terutama dalam melaksanakan tugas. Jika keharmonisan keluarga tercipta,
suasana kebatinan dalam bekerja akan baik sehingga produktivitas dapat meningkat.
Sebaiknya, jika tidak ada ketidakharmonisan keluarga hal tersebut akan berdampak pada
kondisi kejiwaan seorang PNS, terutama dalam konsentrasi kerja yang pada akhirnya juga
membawa kondisi kerja yang buruk.

8) Berpenampilan sederhana, rapi dan sopan.


Keberadaan PNS akan selalu menjadi sorotan dan teladan di tengah-tengah masyarakat.
Oleh karena itu, penampilan seorang PNS mesti sesederhana mungkin, tetapi tetap
menjaga kerapian dan kesopanan.

e. Etika terhadap Sesama PNS

1) Saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang


berlainan.
Etika ini dimaksudkan agar sesama Pegawai Negeri Sipil menjalin hubungan yang
harmonis dalam rangka pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, saling menghormati sesama
warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan. harus tetap terjaga.
Adanya rasa saling menghormati sesama warga negara maupun sesama PNS dapat
menciptakan kerukunan umat beragama maupun kerukunan sesama umat dalam satu
agama. Kerukunan inilah yang menjadi perhatian pemerintah dalam menjalankan tugas
pembangunan karena pembangunan dapat terwujud jika ketertiban dan ketenteraman
tercipta dalam masyarakat.

2) Memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil.


Rasa persatuan dan kesatuan ini sangat penting, bahkan menjadi syarat mutlak dalam
proses pembangunan. Oleh karena itu, keberadaan Pegawai Negeri Sipil harus dapat
menjadi perekat bangsa.

3) Saling menghormati antarteman sejawat baik secara vertikal maupun horizontal dalam
suatu unit kerja, instansi, maupun antarinstansi.
Rasa saling menghormati antarteman sejawat, baik secara vertikal maupun horizontal
sangat diperlukan untuk menciptakan suasana kerja yang baik dan menyenangkan. Hal ini
penting karena SIKAP saling menghormati dapat menghilangkan kecemasan dalam
bekerja sebagai akibat ketidakharmonisan hubungan antar sesama Pegawai Negeri Sipil.

4) Menghargai perbedaaan pendapat.


Etika menghargai perbedaan pendapat merupakan ciri dari demokrasi birokrasi yang
akhir-akhir ini telah dikembangkan sebagai budaya kerja aparatur. Tujuannya adalah
mencapai suatu pemikiran yang akurat yang tidak hanya dari atas, tetapi juga dari bawah.
Apabila dalam suatu musyawarah untuk mencapai mufakat selalu ada perdebatan,
perbedaan pendapat itu mengarah pada satu pendapat yang disepakati bersama dan
menjadi acuan dalam bertindak.

5) Menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil.


Etika ini menuntut agar Pegawai Negeri Sipil menjunjung tinggi harkat dan martabatnya
dalam artian bahwa Pegawai Negeri Sipil selalu menjaga nama baik korps Pegawai Negeri
Sipil. Hal ini menuntun agar sikap dan perilaku harus selalu sesuai dengan nilai-nilai etika.
Sekali melakukan perbuatan yang tercela akan berakibat pada pencemaran nama baik
Pegawai Negeri Sipil dan dengan sendirinya akan menjatuhkan martabat PNS.

6) Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil.
Kerja sama dalam suatu pekerjaan akan membawa hasil yang maksimal.

7) Terhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin
terwujudnya solidaritas dan solidaritas sesama Pegawai Negeri Sipil dalam
memperjuangkan hak-haknya.
Pegawai Negeri Sipil perlu ditopang oleh suatu wadah organisasi yang dapat menampung
aspirasi dan memperjuangkannya demi mencapai kesejahteraan anggotanya. Adanya
wadah tersebut berarti pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan secara mudah
dan mewujudkan ras solidaritas akan cepat terjalin dengan berhimpunnya seluruh PNS
dalam wadah Korps Pegawai Negeri Sipil.

Selain Kode Etik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 disyaratkan
pula kepada pejabat Pembina kepegawaian untuk membuat kode etik instansi atau kode
etik profesi sesuai dengan jabatan fungsional yang ada di instansi tersebut dengan
memperhatikan karakteristik instansi tersebut.

***

Anda mungkin juga menyukai