Anda di halaman 1dari 10

Makalah takhrij hadits

Diajukan untuk memenuhi tugas ulumul hadits pada


semester II (dua) Proram Studi Hukun Ekonomi Syariah
Tahun akademik 2021/2022
Dosen pengampu : Dr. H. Usman Armaludin M. Ag
Disusun oleh :
 Siti Latifah
 Siti Julaeha
 Ela Nurlaela
 Sri Nurhayati
 Hammad Ashari Hermawan
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANDINA
JL. SELAKOPI DESA LEMBUR SAWAH KEC. CICANTAYAN
KAB. SUKABUMI

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah swt atas rahmat dan hidayah nya
penulis dapat menyelesaikan masalah yang berjudul “takhrij hadits”
dengan tepat waktu.
Makalah ini disususn untuk memenuhi tugas mata kuliah ulumul
hadits. Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
tentang takhrij hadits bagi pembaca dan juga penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H. Usman
Armaludin M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah ulumul hadits.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis sampaikan bahwa besar hharapan penulis agar Makalah ini
dapat menjadi bahan pendamping bagi mahasiswa yang mengambil mata
kuliah ulumul hadits. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun
diharapkan demi perbaikan pada makalah berikutnya.
Sukabumi, 25 juli 2022

penulis

Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I pendahuluan
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Maksud dan tujuan
Bab II pembahasan
A. Sejarah singkat takhrij
B. Urgensi takhrij
C. Pengertian takhrij
D. Kitab terkait
E. Mukharij
Bab III penutup dan kesimpulan
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis sebagai elemen utama dalam bangunan syariat Islam selalu saja
menjadi daya tarik bagi siapapun yang ingin mengkaji dan mendiskusikan Islam.
Semua wacana terkait hadis, pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua:
Diskursus seputar otoritas hadis sebagai hujjah dalam syariat Islam, dan kajian
atas keotentikan hadis itu sendiri (shahih atau tidaknya sebuah hadis) (Rahman,
2011, hal. 184–197).
Sejarah hanya mencatat sedikit sekali polemik yang mengarah pada
penolakan terhadap otoritas hadis dalam hukum dan syariat Islam. Penolakan
beberapa orang terhadap otoritas hadis secara keseluruhan, sama sekali tidak
berpengaruh terhadap eksistensi hadis dan khazanah keilmuan Islam (Yaqub,
2006, hal. 196). Hal ini dikarenakan lemahnya argumentasi yang digunakan, jika
kita tidak mau menyebutnya sebagai sebuah kekonyolan.
Dengan mengurut kronologis sejarah, kita akan dapati adanya klaim
penolakan hadis sebagai hujjah dari beberapa madzhab atau sekte pada abad ke I
hingga III H, dan masa kontemporer sekarang ini. Namun klaim itu beserta
argumentasinya terbantahkan.
Umat Islam sepakat untuk menerima hadis dan menjadikannya sebagai
sumber hukum Islam yang wajib dipatuhi. Hanya saja di antara mereka ada yang
menerimanya dengan beberapa syarat. Golongan Khawarij, Mu’tazilah, dan
Syi’ah dipersangkakan menolak hadis, yang sebenarnya tetap menerima
kehujjahannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh mereka
sendiri.Pensyaratan terhadap penerimaan hadis juga ada dalam madzhab Maliki
yang menerima hadis selama tidak ada pertentangan dengan ‘amal ahl al-
Madînah (tradisi/living sunnah penduduk kota Madinah). Demikian juga
madzhab Abu Hanifah yang mensyaratkan tiga hal: Tidak bertentangan dengan
qiyâs, tidak ditentang sendiri oleh perawinya, dan tidak masuk dalam kategori
ta’umm bihi al-balwa(menyangkut hal ihwal masyarakat).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud takhrij?
2. Apa saja kitab yang terkait?
3. Apa itu mukharij?
C. Maksud dan Tujuan
1. Menjelaskan apa itu takhrij
2. Mengetahui kitab-kitab yang terkait
3. Memahami apa itu mukharij
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Takhrij Hadits

Meringkas buku Takhrij Hadist : Jalan Manual & Digital oleh Dr. Shabri Shaleh
Anwar dkk, pada mulanya pencarian hadits tidak didukung oleh metode tertentu
karena memang tidak dibutuhkan. Para ahli hadits mempunyai kemampuan
menghafal (dhabit) dan itu yang menjadi alat sekaligus metode dalam pencarian
hadits bagi mereka.
Takhrij hadits telah mengalami perkembangan seiring dengan perhatian ulama
terhadap pemeliharaan hadits. Pekerjaan ini pada awalnya berupa pencarian dengan
mengeluarkan hadits dari ulama syarat sebagai periwayat hadits.
Takhrij hadits yang dilakukan pada tahap pertama tersebut menggunakan cara sensus,
yaitu menelusuri satu persatu ulama pemiliki hadits dari berbagai tempat. Metode ini
ditempuh oleh Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, dan Imam al-Sittah.
Sedangkan takhrij hadits yang sedang dikembangkan di masa sekarang identik
dengan penelitian kepustakaan, yaitu mencari hadits dari berbagai kitab hadits.
Setelah itu, dilanjutkan dengan meneliti kualitas keasliannya berdasarkan isi hadits di
dalam kitab tersebut.
Kegiatan takhrij hadits seperti itu semakin diminati oleh para pengkaji hadist, dengan
beberapa alasan sebagai berikut:

1. Kesungguhan untuk memperoleh hadist yang utuh sehingga mereka dapat


mengambil kesimpulan tentang kualitas suatu hadits.
2. Tersedianya alat untuk tugas tersebut. Selain menggunakan kamus dalam
bentuk kitab, disediakan juga program takhrij hadist yang dapat diakses
melalui komputer. Hal ini merupakan perkembangan baru dalam penelitian
hadits yang menjadikan prosesnya lebih mudah dilakukan.

B. Urgensi Takhrij

Sebagai sumber ajaran Agama setelah al-Quran, hadis memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam Islam. Namun tidak seperti al-Qurân yang mendapat penjagaan
langsung dari Tuhan (QS. Al-Hijr ayat 9), hadis memang menghadapi dilema seputar
keotentikannya. Pasalnya, fakta sejarah membuktikan bahwa semenjak era pertama
Islam, sudah banyak didapati hadis-hadispalsu.
Sadar akan pentingnya hadis dalam Islam, para ulama klasik bahkan sejak zaman
sebelum pengkodifikasian hadis secara massal, telah melakukan penyeleksian hadis
dengan intensif. Mereka berupaya merumuskan konsep yang dapat dijadikan
pedoman dalam menyeleksi hadis. Dengan rumusan itu yang kemudian kita kenal
sebagai ’UlumulHadis (ilmu-ilmu hadis) para pengaji hadisdapat menentukan
hadisyang benar-benar otentik dari Rasulullah dan hadisyang validasi asosiasinya
lemah (dha’if) atau yang tidak valid sama sekali (mawdhu’).
11 Kajian Sanad dan Matan Hadis
Saat seseorang mengatakan ”hadis”, maka yang terlintas dalam benak adalah
gabungan antara sanad dan matan. Dalam beberapa literatur hadis kita dapati
ungkapan hadis yang hanya berupa matan tanpa sanadnya. Hal ini lumrah dilakukan
guna menyingkat dan mempermudah penyampaian hadis, bukan karena adanya
anggapan bahwa hadis adalah matan saja tanpa sanad.
Sanad adalah mata rantai atau silsilah keguruan yang menghubungkan seseorang
dengan gurunya hingga sampai kepada Rasulullah (atau dalam kasus hadis
mawqufsisilah itu berhenti pada sahabat, dan pada hadismaqthu’ silsilah itu terhenti
pada tabi’in) yang menjadi pengantar bagi matan hadis. Sementara matan adalah isi
atau kandungan hadis (al-Thahhân, 1979, hal. 157–158).
Sanad sering dianggap sebagai anugerah agung yang hanya dimiliki oleh umat
Rasulullah dan tidak dimiliki umat agama lain. Dengan sanad, otentitas kitab suci al-
Quran dan hadis dapat dijaga. Di waktu yang sama kitab suci agama lain ternodai
oleh oknum-oknum pimpinan agamanya yang menyisipkan banyak tambahan, dan
mengurangi banyak keterangan dalam kitab suci mereka. Ketiadaan sanad membuat
mustahil penelusuran untuk mengetahui mana ”matan” yang otentik dan mana
”matan” yang palsu dalam kitab suci mereka.

C. Pengertian takhrij
Penelitian tentang sebuah hadits disebut dengan takhrij hadits. Takhrij berasal dari
kata kharajja yang artinya mengeluarkan hadits dari persembunyiannya, baik dari
ilmu seorang ulama maupun dari tulisan yang berserakan dalam berabagai bentuk
kitab hadits.
Diterangkan dalam buku Memahami Ilmu Hadits oleh Asep Herdi, takhrij hadits ini
bertujuan untuk menyelesaikan persoalan hadits yang belum diketahui letak
persembunyian, kuantitas periwayat, jalur sanad, dan kitab yang memuatnya.
Oleh sebab itu, jika dilihat dari tujuannya, takhrij hadits dipandang sebagai suatu
pekerjaan yang sangat penting. Tanpa adanya takhrij, akan sulit diketahui asal-usul
dan riwayat dari sebuah hadits.

D. Pembagian Metode Takhrij Hadits

Masih dari buku Memahami Ilmu Hadits, takhrij hadits terbagi menjadi beberapa
metode. Petama, takhrij berdasarkan awal kata dari isi hadist. Cara melakukannya
harus dengan mengetahui seluruh atau minimal awal dari matan (isi) hadist tersebut.
Beberapa ulama yang menuliskan kitab takhrij dengan model ini, yaitu Jam'u al-
Jawami' karya Imam Suyuti dan Kanz al-Haqaid fi Hadis Khair al-Khalaiq karya
Abdur Rauf bin Tajuddin Ali.
Metode kedua menggunakan perawi paling atas, yaitu menelusuri hadist dengan
mengetahui perawi paling atas dari hadist tersebut. Kitab-kitab yang menggunakan
metode ini adalah Musnad Imam Ahmad karya Imam Ahmad, Atraf as-Sahihain
karya Abu Mas'ud Ibrahim bin Muhammad, Atrar Kutub as-Sittah karya Syamsuddin
Abu al-Fadl.
Metode ketiga, yaitu berdasarkan tema. Penelusuran dilakukan berdasar tema bahasan
hadist apakah hukum, fikih, tafsir, atau yang lain. Contoh kitab yang memakai
metode ini adalah Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af'al karya al-Burhanpuri
dan al Mughni Haml al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ihya min al-Akhbar karya al-Iraqi.
Metode keempat dengan berdasarkan sifat lahir hadist. Cara penelusuran ini
dilakukan pada hadist mutawatir, qudsi, mursal, dan maudu. Kitab yang memuat
hadist mutawatir yaitu al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah karya
Imam Suyuti. Sedangkan kitab yang memuat hadis qudsi yaitu al-Ittihafat as-Sunniah
fi al-Ahadis al-Qudsiah karya al-Madani.

E. Mukharij

Mukharrij adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan menyandarkan pada para
perawi yang mukhrij. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa mukharrij memiliki
pengertian sama dengan makna mukhrij.
Mukhrij

Pengertian mukhrij adalah :

"Mukhrij adalah seseorang yang tersibukkan mengumpulkan hadits"

Dari definisi tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa mukrij adalah orang yang
menyusun hadits dalam sebuah kitab yang disertai dengan sanad dan redaksinya,
seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i, dan lain-lain.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Daftar Pustaka
al-Sijista>ni, A. D. S. (n.d.). Sunan Abi> Da>wu>d. Bairu>t: Maktabah al-‘As} riyyah. al-
Thahhân, M. (1979). Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânid. Beirut: Dâr al-Qurân al-Karîm.
al-Tirmiz\i>, A. ‘Isa. (1975). Sunan al-Tirmiz\i>,. Kairo: Mus}t}afa> al-Ba>bi> alH{alabi>.

Al-Hâkim. (1990). Al-Mustadrak ‘Alâ al-Shahîhayn. Beirut: Dâr al-Kutub al‘Ilmiah.


Alî, M. M. (n.d.). Al-Amtsilah al-Tashrîfiyah. Surabaya: Maktabah Sâlim bin Sa’d Nabhân.

https://kumparan.com/berita-hari-ini/takhrij-hadits-pengertian-tujuan-pembagian-
metode-dan-sejarah-singkatnya-1wiyxtcUHwa
https://www.pelangiblog.com/2019/02/pengertian-sanad-isnad-musnad-matan.html

Anda mungkin juga menyukai