Anda di halaman 1dari 17

PENGANTAR HUKUM PIDANA

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Hukum Pidana yang diampuh oleh :
Deden Septiandi Saputra , S.HM.H

Disusun Oleh Kelompok 1:

Putri Nabila S A

Nurjanah

M. Ikmal

Sri Nurhayati

Mozsa Sevti U

SEMESTER V

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANDINA
SUKABUMI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt. Atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengantar Hukum Pidana”
dengan segala keterbatasannya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pidana .
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pengantar
Hukum Pidana bagi pembaca dan juga penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Deden Septiandi


Saputra., S.H, M.H selaku dosen pengampuh Mata Kuliah Hukum pidana. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Perlu penulis sampaikan bahwa besar harapan penulis agar makalah ini
dapat menjadi bahan pendamping bagi mahasiswa yang mengikuti mata kuliah
Hukum Pidana. Penulis juga menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan demi perbaikan pada
makalah berikutnya.

Sukabumi, 01 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan Masalah........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3

A. Pengertian Dan Ruang Lingkup Hukum Pidana......................................3


1. Pengertian Hukum Pidana..................................................................6
2. Ruang Lingkup Hukum Pidana..........................................................
B. Hakekat, Sifat, Tujuan Dan Fungsi Hukum Pidana.................................8
1. Hakekat Hukum Pidana................................................................8
2. Sifat Hukum Pidana......................................................................8
3. Tujuan Hukum Ekonomi..............................................................9
4. Fungsi Hukum Pidana..................................................................9
C. Hubungan Hukum Pidana Dengan Ilmu-Ilmu Lainnya...........................10

BAB III PENUTUP...........................................................................................13

A. Kesimpulan..............................................................................................13
B. Kritik dan Saran.......................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia saling berhubungan dan tergantung
dengan orang lain, baik dalam kehidupan social, budaya, atau hukum.selain itu
manusia juga tidak dapat melepaskan diri dari berbagai macam kaidah, salah
satu di antaranya adalah kaidah hukum. Hukum adalah salah satu kaidah yang
mengatur kehidupan antar pribadi telah menguasai menguasai kehidupan
manusia sejak ia dilahirkan, bahwa sejak manusia berada di kandungan hingga
sampai ke liang kubur, dalam kaidah hokum ada beberapa sikap yang di
wajibkan ,di perbolehkan atau di larang dalam berbagai situasi yang berbeda.
untuk mencapai kehidupan yang damai dan tentram.
Setiap manusia perlu memahami dan mematuhi ketentuan hukum yang
berlaku. Secara garis besar hukum dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu jenis
hukum public dan hukum private (perdata). Ketentuan-ketentuan hukum public
antara lain terdiri atas hukum pidana dan hukum tata negara. Hukum pidana
adalah hukum yang mengatur tingkah laku seseorang baik di sengaja maupun
tidak di sengaja yang dapat membuat orang liat terluka atau meninggal, beserta
ancaman pidananya. Sementara hukum tata negara mengatur lembaga-lembaga
negara dan pejabat administrasi public dalam melakukan perbuatan hukum,
adapun ketentuan-ketentuan hukum private (perdata)terdiri atas hukum perdata
materil dan hal-hal yang menyangkut masalah hukum perekonomian, hukum
pidana materil mengatur bagaimana hukum pribadi, hukum harta kekayaan dan
hukum keluarga yang berlaku, selain itu mengatur juga hukum waris dan
perkawinan. hukum perdata di boding perekonomian mengatur hubungan
hukum di lingkungan perusahaan, perlindungan konsumen dan perbankan.
Pemahaman terhadap ilmu hukum bukan hanya sekedar memahami hukum
public dan hukum private saja, melaikan harus di lengkapi pula dengan
bagaimana cara melakukan proses berbicara di peradilan, kemudian hubungan
antar bangsa baik yang menyangkut masalah perdata (private)maupun public
akan melengkapi wawasan pemahaman system hukum Indonesia, system
hukum Indonesia merupakan pengetahuan dasar yang harus di kuasai oleh
seluruh masyarakat termasuk mahasiswa

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dan Ruang Lingkup Hukum Pidana?
2. Apa Hakekat, Sifat, Tujuan Dan Fungsi Hukum Pidana?
3. Bagaimana Hubungan Hukum Pidana Dengan Ilmu-Ilmu Lainnya?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
2. Untuk Mengetahui Hakekat, Sifat, Tujuan Dan Fungsi Hukum Pidana
3. Untuk Mengetahui Hubungan Hukum Pidana Dengan Ilmu-Ilmu
Lainnya

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana
1. Pengertian Hukum Pidana
Pidana berasal dari kata straf (Belanda) yang sering di definisikan dalam
istilah “Hukuman” atau dengan definisi lain sebagai suatu penderita yang
sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh negara-negara pada seseorang atau
beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya
yang telah melanggar larangan hukum pidana. Larangan dalam hukum
pidana secara khusus disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit).

Muljanto mengatakan bahwa Hukum Pidana adalah bagian dari


keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan-aturan untuk:
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah di ancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.1
Definisi Hukum Pidana Menurut Beberapa Pakar Hukum: Beberapa
pendapat pakar hukum dari barat (Eropa) mengenai Hukum Pidana, antara
lain sebagai berikut sebagai berikut:
a. Pompe, menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan
ketentuan hukum mengenai perbuatanperbuatan yang dapat dihukum
dan aturan pidananya.
b. Apeldoorn, menyatakan bahwa Hukum Pidana dibedakan dan
diberikan arti:
Hukum Pidana materiil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan yang
oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan pidana itu
mempunyai dua bagian, yaitu: Bagian objektif merupakan suatu
perbuatan atau sikap yang bertentangan dengan hukum pidana positif,
sehingga bersifat melawan hukum yang menyebabkan tuntutan hukum
dengan ancaman pidana atas pelanggarannya.
Bagian subjektif merupakan kesalahan yang menunjuk kepada pelaku
untuk dipertanggungjawabkan menurut hukum. Hukum Pidana formal
1
I Made Widnyana, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska,
2010), hlm.11

3
yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil dapat di
tegakkan.
c. Hazewinkel-Suringa, dalam bukunya membagi hukum pidana dalam
arti:
Objektif (ius poenale), yang meliputi: Perintah dan larangan yang
pelanggarannya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan,
apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan Hukum Panitensier.
Subjektif (ius puniendi), yaitu: hak negara menurut hukum untuk
menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan
pidana.
Algra Janssen, mengatakan bahwa hukum pidana adalah alat yang
dipergunakan oleh seorang penguasa (hakim) untuk memperingati mereka
yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari
penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari pelindungan yang
seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta
kekayaannya, yaitu seandainya ia telah tidak melakukan suatu tindak
pidana.

Beberapa pendapat pakar hukum Indonesia mengenai Hukum Pidana,


antara lain sebagai berikut:
Atochid Kartanegara, bahwa hukum pidana dapat dipandang
dari beberapa sudut, yaitu: Hukum Pidana dalam arti objektif, yaitu
sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-
keharusan terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman. Hukum
pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak
negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang di
larang.
Soedarto, mengatakan bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi
yang negatif, ia diterapkan, jika sarana lain sudah tidak memadai, maka
hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi, yang subsider. Pidana
termasuk juga tindakan (maatregelen), bagaimanapun juga merupakan
suatu penderitaan, suatu yang dirasakan tidak enak oleh orang lain yang
dikenai, oleh karena itu hakikat dan tujuan pidana dan pemidanaan, untuk
memberikan alasan pembenaran (justtification) pidana itu.

4
Martiman Prodjohamidjojo Hukum Pidana adalah bagian dari
keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan-aturan untuk: Menentukan perbuatan-perbuatan mana
yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya.
a. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
b. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan
tersebut

Berdasarkan pendapat ahli dan pakar hukum diatas penulis membuat


kesimpulan, dan menyatakan hukum pidana adalah sekumpulan peraturan
hukum yang dibuat oleh negara, yang isinya berupa larangan maupun
keharusan sedang bagi pelanggar terhadap larangan dan keharusan tersebut
dikenakan sanksi yang dapat dipaksakan oleh negara.
Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum publik yang berisi
ketentuan tentang:
a. Aturan hukum pidana dan larangan melakukan perbuatan-perbuatan
tertentu yang disertai dengan ancaman berupa sanksi pidana bagi yang
melanggar larangan itu. Aturan umum hukum pidana dapat dilihat
dalam KUHP maupun yang lainnya.
b. Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi si pelanggar untuk
dapat dijatuhkannya sanksi pidana. Berisi tentang: Kesalahan/schuld.
Pertanggung jawaban pidana pada diri si
pembuat/toerekeningsvadbaarheid.
Dalam hukum pidana dikenal asas geen straf zonder schuld (tiada pidanan
tanpa kesalahan), artinya seorang dapat dipidana apabila perbuatannya
nyata melanggar larangan hukum pidana. Hal ini diatur pada Pasal 44
KUHP tentang tidak mampu bertanggung jawab bagi si pembuat atas
perbuatannya, dan Pasal 48 KUHP tentang tidak di pidananya si pembuat
karena dalam keadaan daya paksa (overmacht), kedua keadaan ini termasuk
dalam “Alasan penghapus pidana”, merupakan sebagian dari Bab II Buku II
KUHP.

5
Tindakan dan upaya yang harus dilakukan negara melalui aparat hukum
terhadap tersangka/terdakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam
rangka menentukan menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap
dirinya serta upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh tersangka/terdakwa
dalam usaha mempertahankan hak-haknya. Dikatakan sebagai hukum
pidana dalam arti bergerak (formal) memuat aturan tentang bagaimana
negara harus berbuat dalam rangka menegakkan hukum pidana dalam arti
diam (materiil) sebagaimana dilihat pada angka 1 dan 2 diatas.2
2. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Ruang lingkup hukum pidana (KUHP), meliputi tempat terjadinya delik
(Locus Delicti) dan waktu terjadinya delik (Tempus Delicti).
Tempat terjadinya perbuatan pidana (Locus delicti), perlu diketahui untuk:
a. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap
perbuatan pidana tersebut atau tidak. Ini berhubungan dengan Pasal 2-8
KUHP.
b. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus
perkaranya. ini berhubungan dengan kompetensi relatif.
c. Mengetahui waktu terjadinya delik (Tempus delicti) adalah penting
berhubungan dengan:
 Pasal 1 KUHP: Apakah perbuatan yang bersangkut-paut pada
waktu itu sudah dilarang dan diancam dengan pidana? .
 Pasal 44 KUHP: Apakah terdakwa ketika itu mampu
bertanggung jawab?.
 Pasal 45 KUHP: Apakah terdakwa ketika melakukan perbuatan
sudah berumur 16 Tahun atau belum. Kalau belum berumur 16
Tahun, maka boleh memilih antara ketiga kemungkinan:
Mengembalikan anak tersebut kepada orang tuannya tanpa diberi
pidana apapun;nMenyerahkan anak tersebut kepada pemerintah
untuk dimasukkan rumah pendidikan: Menjatuhi pidana seperti
orang dewasa. Maksimum dari pada pidana-pidana pokok
dikurangi 1/3 (lihat Pasal 47 KUHP).
 Pasal 79 KUHP (verjaring atau daluwarsa). Dihitung mulai hari
setelah perbuatan pidana terjadi.
 Pasal 57 HIR. Diketahuinya perbuatan dalam keadaan
tertangkap tangan (op heterdaad).

Sejak tahun 1981, ketentuan mengenai “tertangkap tangan” diatur dalam


Pasal 1 angka 19 KUHAP, yaitu: tertangkapnya seorang pada waktu sedang
melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak
pidana itu dilakukan, atau saat kemudian diserukan oleh khalayak ramai
2
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), Hlm.4-10

6
sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya
ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana.
Mengenai Locus delicti, di dalam kepustakaan dikenal 3 (tiga) teori, yaitu:
a. Teori perbuatan materiil (leer van de lichamelijke daad). Menurut teori
ini maka yang menjadi Locus delicti ialah tempat dimana pembuat
melakukan segala perbuatan yang kemudian dapat mengakibatkan delik
yang bersangkutan.
b. Teori alat yang dipergunakan (leer van het instrument). Yang
mengatakan bahwa delik dilakukan ditempat dimana alat yang
dipergunakan itu menyelesaikannya, dengan lain perkataan yang
menjadi Locus delicti ialah tempat dimana ada “uitwerking” alat yang
dipergunakan.
c. Teori akibat (leer van het gevolg). Menurut teori ini yang menjadi Locus
delicti ialah tempat akibat dari perbuatan itu terjadi.
Muljatno, mengatakan bahwa teori tentang Locus delicti ada 2 (dua)
aliran, yaitu:
a. Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat dimana
terdakwa berbuat.
b. Aliran yang menentukan di beberapa tempat, yaitu mungkin tempat
kelakuan, dan mungkin pula tempat akibat.

W,v,S, tidak menentukan secara tegas dalam pasal-pasalnya tentang Locus


delicti (tempat terjadinya tindak pidana/delik). Beberapa dengan RUU
KUHP Tahun 2006, mengenai Locus delicti ini diatur dengan tegas dalam
Pasal 10 yang menentukan bahwa tempat tindak pidana adalah a) Tempat
pembuat melakukan perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-
undangan; atau b) Tempat terjadinya akibat yang di maksud dalam
peraturan perundang-undangan atau tempat yang menurut perkiraan
pembuat akan terjadi akibat tersebut.
Dalam penjelasan dari Pasal 10 RUU KUHP ditegaskan bahwa yang
dimaksud dengan “Tempat tindak pidana” adalah tempat dilakukannya
tindak pidana dan tempat terjadinya akibat yang ditentukan dalam
perumusan Undang-undang atau yang diperkirakan oleh pembuat tindak
pidana. Jadi yang dipakai untuk menentukan tempat ialah teori perbuatan
jasmani (de leer van de lichamelijke daad) dan teori akibat (de leer van het
gevolg). Mengenai tempat terjadinya akibat, dibedakan antara tempat yang
akibat itu sungguh-sungguh terjadi dan tempat yang diperkirakan akibat itu
akan terjadi. Bagi tindak pidana yang dalam pelaksanaannya
mempergunakan alat atau sarana, maka tempat tindak pidana adalah tempat
alat atau sarana tersebut mulai bekerja.

7
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak
pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana itu ada empat,
ialah:
a. Asas Territorialitas (teritorialitets beginsel) Pasal 2 dan 3 KUHP.
Menurut asas ini, hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang
melakukan delik di dalam wilayah Republik Indonesia.
b. Asas Nasionalitas Aktif (actief nationaliteitsbeginsel) Pasal 5 dan 7
KUHP. Menurut asas ini, hukum pidana berlaku bagi WNI yang
melakukan delik-delik tertentu di luar wilayah Indonesia (meliputi
kejahatan-kejahatan: keamanan negara, kedudukan Kepala Negara,
penghasutan, tidak memenuhi wajib militer, perkawinan lebih dari
ketentuan, pembajakan).
c. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel) Asas ini
bertujuan untuk melindungi wibawa dan martabat Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari tindakan destruktif yang mengancam
kepentingan nasional indonesia, tanpa melihat kewarganegaraan
pelaku (Asing dan WNI).
d. Asas Universal. Asas ini, bertujuan untuk melindungi kepentingan
hukum antar negara, tanpa melihat kewarganegaraan pelaku. Di sisi,
yang diperhatikan adalah kepentingan negara lain, sebagai tempat
dilakukannya suatu delik tertentu. Pelanggaran terhadap kepentingan
hukum universal (masyarakat internasional) disebut Tidak Pidana
Internasional (Kejahatan Internasional). Landasannya, adalah
Konvensi Internasional di mana suatu negara menjadi peserta.

B. Hakekat, Sifat, Tujuan Dan Fungsi Hukum Pidana


1. Hakekat Hukum Pidana
Menurut Soesilo Prajogo Hukum Pidana adalah keseluruhan daripada
ketentuan peraturan atau hukum yang mencakup keharusan dan larangan
dan bagi pelanggarnya akan dikenakan sangsi hukuman baginya. Jadi dapat
disimpulkan Hukum Pidana ialah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaraan dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum, perbuatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan.
2. Sifat Hukum Pidana
Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan publik
(masyarakat umum), apabila diperinci sifat hukum publik tersebut dalam
hubungannya dengan hukum pidana maka akan ditemukan ciri-ciri hukum
publik sebagai berikut:
a. Mengatur hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat
dengan orang perorang.
b. Kedudukan penguasa negara adalah lebih tinggi dari orang perorangan

8
c. Penuntutan seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana tidak
bergantung kepada perorangan (yang dirugikan) melainkan pada
umumnya negara/penguasa wajib menuntut berdasarkan
kewenangannya.
d. Kebanyakan sarjana berpandangan Hukum Pidana adalah hukum publik.
Mereka diantaranya Simons, Pompe, Van Hamel, Van Scravendijk,3
Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum pidana dapat dinyatakan
merupakan hukum publik. Hal ini didasarkan pada hubungan hukum yang
diatur dalam hukum pidana. Titik beratnya tidak berada pada kepentingan
individu, melainkan pada kepentingan-kepentingan umum. Sifat ini dapat
dilihat pada hukum pidana, yaitu dalam hal penerapan hukum pidana pada
hakekatnya tidak tergantung kepada kehendak seorang individu,
yang in concreto langsung dirugikan, melainkan diserahkan kepada
pemerintah sebagai wakil dari kepentingan umum.
3. Tujuan Hukum Pidana
Menurut para ahli tujuan hukum pidana adalah :
a. Memenuhi rasa keadilan (WIRJONO PRODJODIKORO)
b. Melindungi masyarakat (social defence) (TIRTA AMIDJAJA)
c. Melindungi kepentingan individu (HAM) dan kepentingan
masyarakat dengan negara ( (KANTER DAN SIANTURI)
d. Menyelesaikan konflik (BARDA .N)
Tujuan Pidana (Menurut literatur Inggris R3D) :
a. Reformation, yaitu memperbaiki atau merehabilitasi penjahat
menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat.
b. Restraint, yaitu mengasingkan pelanggar dari masyarakat sehingga
timbul rasa aman masyarakat
c. Retribution, yaitu pembalasan terhadap pelanggar karena telah
melakukan kejahatan
d. Deterrence, yaitu menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa
sebagai individual maupun orang lain yang potensi menjadi penjahat
akan jera atau takut untuk melakukankejahatan, melihat pidana yang
dijatuhkan kepada terdakwa.

4. Fungsi Hukum Pidana


a. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan
perbuatan pidana (fungsi preventif)
b. Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang
tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik
dan dapat diterima kembali dalam masyarakat (fungsi represif).
3
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Pidana, (Surabaya: Airlangga
University Press, 2014), Hlm.15-22

9
C. Hubugan Hukum Pidana Dengan Ilmu-Ilmu Lainnya
Hukum pidana adalah teori tentang aturan-aturan atau norma-norma hukum
pidana. Dalam ruang lingkup sistem ajaran hukum pidana, yamg dinamakan
disiplin hukum pidana sebenarnya mencakup ilmu hukum pidana, politik
hukum pidana, dan filsafat hukum pidana. Ilmu hukum pidana mencakup
beberapa cabang ilmu, ilmu hukum pidana merupakan mencakup ilmu-ilmu
sosial dan budaya. Ilmu-ilmu hukum pidana tersebut mencakup ilmu tentang
kaedah dan ilmu tentang pengertian yang keduanya disebut sebagai dogmatika
hukum pidana serta ilmu tentang kenyataan.
Politik hukum pidana mencakup tindakkan memilih nilai-nilai dan
menerapkan nilai-nilai tersebut didalam kenyataan. Politik hukum pidana
merupakan pemilihan terhadap nilai-nilai untuk mencegah terjadinya
delikuensi dan kejahatan.
Filsafat hukum pidana pada hakekatnya merenungkan nilai-nilai hukum
pidana, berusaha merumuskan dan menyerasikan nilai-nilai yang berpasangan,
tetapi yang mungkin bertentangan.
Objek dalam dogmatik hukum pidana adalah hukum pidana positif, yang
mencakup kaidah-kaidah dan sistem sanksi. Ilmu tersebut bertujuan untuk
mengadakan analisis dan sistematisasi kaidah-kaidah hukum pidana untuk
kepentingan penerapan yang benar. Ilmu tersebut juga berusaha untuk
menemukan asas-asas hukum pidana yang menjadi dasar dari hukum pidana
positif., yang kemudian menjadi patokan bagi perumusan serta penyusunan
secara sistematis.
Sosiologi hukum pidana memusatkan perhatian pada sebab-sebab timbulnya
peraturan-peraturan pidana tertentu, serta efektifitasnya di dalam masyarakat.
Oleh karena itu ruang lingkup sosiologi hukum pidana sebagai berikut.
a. Proses mempengaruhi antara kaidah-kaidah hukum pidana dan warga
masyarakat;
b. Efek dari proses kriminalisasi serta deskriminalisasi;
c. Identifikasi terhadap mekanisme produk dari hukum pidana;
d. Identifikasi terhadap kedudukkan serta peranan para penegak hukum;
e. Efek dari peraturan-peraturan pidana terhadap kejahatan, terutama pola
prilakunya.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang meneliti delikuensi dan
kejahatan, sebagai suatu gejala sosial. Jadi, ruang lingkupnya adalah proses
terjadinya hukum pidana, penyimpangan terhadap hukum atau pelanggarannya,
dan reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Kriminologi mencakup
tiga bagian pokok yaitu:
a. Sosiologi hukum pidana yang meneliti dan menganalisis kondisi-
kondisi tempat hukum pidana berlaku;
b. Etiologi kriminal yang meneliti serta mengadakan analisis terhadap
sebab-sebab terjadinya kejahatan;

10
c. Penologi yang ruang lingkupnya mencakup pengendalian terhadap
kejahatan.
Kriminologi merupakan teori tentang gejala hukum. Dari pengertian ini
nampak adanya hubungan antara hukum pidana dengan kriminologi bahwa
keduanya sama-sama bertemu dalam kejahatan, yaitu perbuatan/tingkah laku
yang diancam pidana.
Adapun perbedaan hukum pidana dan kriminologi terletak pada objeknya.
Objek hukum pidana menunjuk pada apa yang dipidana menurut norma-norma
hukum pidana yang berlaku. Sedangkan objek kriminologi tertuju pada
manusia yang melanggar hukum pidana dan kepada lingkungan manusia-
manusia tersebut. Dengan demikian, wajarlah bila batasan luas kedua objek
ilmu itu tidak sama. Hal ini melahirkan kejahatan sebagai objek hukum pidana
dan kejahatan sebagai objek kriminologi.
Hukum pidana memperhatikan kejahatan sebagai pristiwa pidana yang dapat
mengancam tata tertib masyarakat, serta kriminologi mempelajari kejahatan
sebagai suatu gejala sosial yang melibatkan individu sebagai manusia.
Dengan demikian, hukum pidana melihat bahwa perbuatan melanggar
ketentuan hukum pidana disebut sebagai kejahatan, sedangkan kriminologi
melihat bahwa perbuatan bertentangan dengan hati nurani manusia disebut
kejahatan.
Titik tolak sudut pandang hukum pidana memiliki dua dimensi yaitu, unsur
kesalahan dan unsur melawan hukum. Demikian pula kriminologi memiliki
dua dimensi, yaitu faktor motif (mental, psikologi, penyakit, herediter) dan
faktor sosial yang memberikan kesempatan bergerak. Hukum pidana
menekankan pada pertanggungjawaban, sedangkan kriminologi menekankan
pada accountabillity apakah perbuatan tersebut selayaknya diperhitungkanpada
pelaku, juga cukup membahayakan masyarakat. Dalam kriminologi, unsur
kesalahan tidak relevan.
Interaksi hukum pidana dan kriminoligi disebabkan hal-hal berikut:
a. Perkembangan hukum pidana akhir-akhir ini menganut sistem yang
memberikan kedudukkan penting bagi kepribadian penjahat dan
menghubungkan dengan sifat dan berat-ringannya (ukuran)
pemidanaannya.
b. Sejak dulu telah ada perlakuan khusus bagi kejahatan-kejahatan yang
dilakukan orang-orang gila dan anak-anak yang menyangkut perspektif-
perspektif dan pengertian-pengertiannya. Kriminologi terwujud
sedemikian rupa dalam hukum pidana sehingga Criminale science
sekarang menghadapi problema-problema dan tugas-tugas yang sama
sekali baru dan berhubungan erat dengan kriminologi. Kriminologi
tidak tergantung pada perspektif-perspektif dan nilai-nilai hukum
pidana. Hubungan yang erat dengan kriminalitas merupakan syarat
utama sehingga berlakunya norma-norma hukum pidana dapat diawasi
oleh kriminologi.

11
Dalam hubungan dengan dogmatik hukum pidana, kriminologi memberikan
kontribusinya dalam menentukkan ruang lingkup kejahatan atau prilaku yang
dapat dihukum.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum pidana adalah sebuah aturan atau hukum yang dapat mengatur
pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum dan kepada pelakunya
dapat diancam hukuman berupa pendiritaan atau siksaan.
Ruang lingkup hukum pidana (KUHP) melipuiti terjadinya delik ( Locus
Delicti) dan waktu terjadinya delik ( Tempus Delicti)
Hukum pidana berhubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti politik, sosiologi,
filsafat dan kriminologi

B. Kritik Dan Saran


Dari beberapa penjelasan di atas pemakalah pasti tidak lepas dari kesalahan
penulisan dan rangkaian kalimat. Dan kami sebagai penyusun makalah ini
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang
diharapkan para pembaca, khususnya pembimbing mata kuliah hadits-hadits
ekonomi. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif (membangun), agar dapat dibuat acuan dalam terselesainya
makalah kami yang berikutnya.

13
DAFTAR PUSAKA
H. Suyanto, S.H., M.H,. MKn. 2018 M. Pengantar Hukum Pidana. Yogyakarta:
Deepublish.

https://id.scribd.com/document/25092195/Hubungan-Hukum-Pidana-Dengan-
Ilmu-Lain
https://masalahukum.wordpress.com/2013/08/29/hakekat-sifat-tujuan-dan-fungsi-
hukum-pidana/

14

Anda mungkin juga menyukai