Buku Psikolog Perkembangan
Buku Psikolog Perkembangan
Perkembangan
Kaiian TeoriPiaget. Selman.
Kohlberg dan
erapannua dalam Riset
widya PADIAOJAilAN
Penulis
: Prof. Dr. Kusdwiratri Setiono, Psi.
Editor
: Tim Widya Padjadjaran
Penata Letak : Nanang Purwoko
Design Cover : Damang C. Sarumpaet
C:
Kusdwiratri Setiono
Halaman
PENGANTAR ••t11••····•..t•••t••·········..•••••..••••••...........t••···..··••·••·......................................,.............. V
DAFTAR ISi ■•■••ii i,,iii, i,1 II.,,,_••• ■•■■•••■■ ■■■■ ■ ■ ■..ti• ti■■•■.•■■ ■
it+ II • 1 ,t, I I ■••■ ■■..■■It ■■ ■■•■■
I I I I II ltl ••• ■ ■ ■•
41 ! ■!t ... 11-1 ■ ■ ■■•
l' I •• I•
ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ,u ... ,,.... X
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA •
LAMPIRAN - LAMP,IRAN
Gambar Halaman
I.. Kognisi sosial .............................................................................................
3-
2. Tahap Penalaran mora.l sebagal fungsl dari umur 56.............·
...........................
i...
Lampiran Halaman
.•;.•
I. llustras_i perspektif sosial tiap tingkatan pena1aran moral.................39
2. llustrasi perspektif social tiap tahap penalaran sosial....................145
3. llustrasi gejala regre i penalaran sosial ¥tl7•-·t1•l4ff\:b··r,:·--·-· ·149
---
Dipindai dengon CamScamei
J
Teori Perke_mtJangan
Kognitif
T
iga pokok yang dibahas dalam urai'.'" t o. i perkemban
kognitifadalah pertama pengertian kognisi dan ruang fingkupnya,
kedua asumsi-asumsi dan ketiga ciri khasnya. Pertama, teori
perkembangan kognitif berakar
dari teori kognisi.. Dengan demikian ruang llngkup teori ini dapat diterangkan
melalui pengertian kognis_i. Kedua, kalau kita teliti ·nti ulasan-u1asan m ngenai
perkembangan psikologis, tpada hakekatnya adalah m nge-n perubahan
•i
- -
tingkah _laku seseorang sepanjang masa
.
hidupnya (Linger, 1986; Wohwill,
.
. -.
1973). Dalam hasanah pustaka mengenai konsep dasar perkembangan
psikologis, perubahan yang terjadi sepanjang hidup manusia dinyatakan
dalam berbagai konsep yang berbeda. Selain itu tentang manusia itu sendiri,
di mana perubahan tersebut diatribusikan, dinyatakan·dalam·berbagaf
konsep yang berbeda pula. Perbedaan pandangan mengenai konsep
perubahan dan konsep manusia tersebut merupakan perbedaan asumsi yang
menjadi titik tolak teori mengenai perkembangan psikologis. Ketiga, atas·
dasar pengertian kognisi dan asumsi-asumsi mengenai perkembangan
psikologis akan diungkapkan ciri khas t,eori perkembangan kognitif, ialah
adanya penahapan perkembangan
psikologis.
i.
Oipindai dengon CamScannef
1.1 Pengertian Kognisi dan Ruang lingkupnya
Secara umum kognisi diartikan seba,gai apa yang diketahui serta
dipikirkan oleh seseorang. Flavell ( 1977) menyatakan bahwa definisi kognisi
sulit diura;lkan. Sesungguhnya semua proses psikologis dalam diri manusia
saHng ber.interaksi. Sebagai saJah satu contoh diutarakan, apa yang
diketahui dan dip',kf rkan• seseorang (kognisi) jelas berinteraksi dengan
bagaimana orang tersebut merasakannya (emosi).
Kalau kita telaah gambaran klasik mengenai kognisi maka kognisi meliputi
uhigher-mental p.roce.sses" seperti pengetahuan, kesadaran, intelligensi,
plkiran, imajinasi, daya c pta, perencanaan,. penafaran, pengumpulan,
pemecahan masalah, pembuatan :konsep, pembuatan kfasifikasi dan kai
kaitan, pembuatan simbot-simbdl dan mungkin juga fantasi serta mimpi.
Gambaran masa kini mengenai kognisi mencakup batasan-batasan yang
lebih luas. Ada yang menambahkan koordinas1i motorik (terutama pada
bayi), persep " bayangan (imagery), ingatan, perhatian dan belajar. Ada .pula
yang menambahkan kompone·n yang lebih bersifat sosial..psikologis. Dalam
hal ini kita sampai pada kognisi sosial, yang didefinisikan FlaveH ( 1977, hal. 49)
sebagai berikut:
Secara skematis apa yang termasuk dalam kognisi sosial dapat dilihat pada
gambar I.
........
,_ , e
..,
·
persons)
.. - - - - -► = aktifitas dan hasil kognisi sosial (social cognition), berupa
kesimpulan seseorang, kepercayaan atau konsep
mengenai proses psikologis datam diri seseorang -
mengenai dirinya sendiri ataupun ,mengenai diri orang lain.
Maka panah •ini digambarkan ke dalam "dirin yang dituju.
,... = • aktifitas ,sosial (social act), yang lebih • overt.. daripada aktifitas
m ntal yang "covert". Maka panah ini digambarkan tidak
dapat ke dalam "dirt yang dituju.
:, · lain. 4
ft
'•,
Oipindai dengan CamScamei
I.2Asumsi - asumsi Teori Perkembangan Kognitif
Orientasi kognitif merupakan ciri utama dari aliran "cognitive
paychology", Aliran ini memiHki asumsi bahwa manusia dalam keanekragaman
budaya memiliki tentang hakekat lingkungan hidupnya. Tugas utama "Cognitive
•
·.::s
which permit such universally - shared assumtion " ·2
ti,()
C:
:0
_Cg
Asumsi pertama dari teori perkembangan kognitif adalah universal_itas daJam E
j!I..
perkembangan psiko1ogis.
·c
0
Pada awal abad ke-20 orientasi kognjtif mempengaruhi psikologi
perkembangan melalui melalui sumbangan pikiran tokoh-tokoh seperti
J.M. Baldwin, Lewin, Piaget dan Werner. Dalam kurun waktu 1930 - 1960
sumbangan pikiran kognitif dalam psikologi perkembangan_ kurang
mendapat tanggapan, sebab pada saat ltu pengaruh aliran psikologi
eksperimental sangat besar Orientasi kognitif kalah pengaruhnya oleh
teori-teorj behaviorisme teruta.ma dalam bahasan mengenai belajar.
Namun . ekitar 1960 or entasi behaviorisme menjadi kurang populer
sebab kontradiski-kontradiksi internal serta kekurang-mampuan teori ini
menerangkan gejala-gejala psikologis, khususnya dalam bidang
perkembangan bahasa. Di lain pihak sumbangan prkiran dan penelitian
yang ber,orientasi kognitif mulai membanjir dengan djketengahkannya
buah pikiran Piaget secara lebih mudah daripada tulisan tulisannya sendiri
yang asli.
Upaya pemahaman tentang pengaruh orientasi kognitif terhadap
perkembangan psikologis harus didasari oleh pemahaman konsep-
konsep dasar mengenal perkembangan psikologis. Hakekat perkembangan
psikologis ialah perubahan, dinyatakan dalam konsep y.ang berJainan. Konsep
perubahan ini adalah:
1l
mengasuhnya (lingkungan), misalnya ibu cenderung melindungi dan . a
E.,
-L"."
meno·long anak. Sikap ibu tersebut merupakan rangsang bagi anak untuk
.i:
tidak perlu berusaha sendiri. Hal ini berarti perkembangan tidak 0
HaJ ini berarti bahwa respons seseorang terhadap suatu tugas pada tahap rf
·;:
0
perkembangan tertentu bukanlah rnerupakan respon spesifik yang ditentukan fl!
oleh kenal-tidaknya s.eseorang pada tugas-tugas itu, tetapi lebih
merupakan respons yang mencerminkan cara.seseorang mengorganisasikan
pikiran pada umumnya, yang dis_ebut struktur penalarannya. Bila kita tahu
seorang anak pada tahap perkembangannya kognitif tertentu, kita bisa
meramalkari cara pemecahan berbagai niasalah yang dihadapinya.
Tahap perkembangan psik logis juga mernpunyai karakteristik integrasi
yang hierarkis (hierarchical integration). Maka tinggi tahap perkembangan
makin· terlihat diferensi:asi dan integrasi. Deferensiasi terjadi. bika makin
bertambahnya bagian-bagian yang fungsinya unik. Dikatakan makin terjadi
integrasi, bila makin dimungkinkannya berbagai bagian fungsi bersama-
sama melalui suatu pengaturan tertentu atau kombinasi yang baru. lntegrasi
yang hierarkis dalam tahap-tahap perkembangan berarti tahap yang baru,
dibentuk atas dasar tahap sebelumnya, tetapi diintegrasikan dalam struktur
tahap yang
baru.
Selain mempunyai topik bahasan utama tahap-tahap perkembangan,
kekhasan teori perkembangan kognitif adalah lebih menekankan pembahasan
pada kognisi atau berpikir, daripada emosi atau asosiasi-asosiasi yang
diperoleh
Dipindaidengan CamScanner
P 1'\ ,,,toc, n h09nit'1 r'l'\ ounJ
norm,,!.
2
Perk mflangan Kognisi
(T)enurut Piag;et.
·
okok-pokok pikiran Piaget mengenai perkembangan kognisi akan
mudah dipahami dengan menelaah latar belakang jalan pikirannya.
Dengan demikian ulasan ini akan didahului dengan asal:mula
timbut:nya pokok-pokok pikiran Piaget mengenai perkembangan kognisi,
setelah itu baru diketengahkan ide-ide dasarnya, kemudian disusul oleh
uraian yang lebih operasional mengenai ciri masing-masing tahap.
Diketengahkan juga konsep
-Piaget mengenai peningkatan tahap perkembangan clan belajar, kemudian
dia hiri dengan implikasi pokok pikiran Piaget dalam bidang pendidikan.
:I: apan bahwa ngatan kita terdiri dari simpanan pengetahuan yang akan
bertambah dengan bertambahnya pengalaman dan kematangan seseorang.
C 1a ;uga setujll
_g bahwa kita dapat memanggil kembali (recall) ingatan itu bila diperlukan.
E
QI
. .ti.G.I.
.: , ,t . Tetapi Piaget tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa
' Dipindai dengan CamScanner
i
n
g
a
t
a
n
k
i
t
a
merupakan suatu usaha yang terus menerus pada anak untuk memperluas dan j
memperhalus pengetahuan atau rentetan tindakan mentalnya. ' I E:
l;;O
...
Q)
diarahkan pada bahan bahasan epistemologi.
a: • Selain itu apa yang dipelajari Piaget juga berorientasi biologis. Menurut
.
::,
.
L.
::,
C:
Piaget,
Q)
E
II) (I) penjabaran psikologis dapat menggunakan konsep-konsep biologis
·2:
b,(J
Ill
l:
2.2 Ide Dasar
Lingkup studi Piaget dapat dikatakan terpusat pada karakteristik inteligensi :
c:;
00
perkembangan struktur
biologis manusia terhadap lingkungannya. Definisi inteligensi menurut Piaget a..
•
2) Refleks juga termasuk struktur fisik yang diturunkan. Contoh refleks
ialah menghisap dan memegang. Biasanya refleks-refleks tersebut
berguna untuk penyesuaian individu terhadap lingkungannya. Tetapi -••••••
:;o
sesungguhnya refleks-refleks tersebut kecil peranannya dalam 'E
2
inteUgensi manusia. Hanya pada bayi, terutama bayi baru lahir yang 5
I:
tingkah lakunya sangat tergantung pada refleks-refleks. Kemudian "'
-
refleks-refleks tersebut segera diubah oleh pengalaman bayi dan
C'
bf m mb .. mbll m-Uhat
2) K c nd rung, o d r l< du 1.-1.h ad pt: -1. Scmua 1makhluk
f idup dU. hlrl< n cJ ng-n k nd rung n untuk :1duptast tcrhadap
Un. kun. . rtn)r.l C -. _• d p I t r but, b rboda ntar s_pcsic• antar
Jndfv du, m upun n . r c h-p p rk. mb ng n pada satu lndivldu.
Ad;pc-.- 11Inf I rdirl d rl du:i pro c yang komplomenter·serta erjadi
:_.- .,_ ,11t1ultJn, y. l1ttA' fmll I dan akomod "'· Proses akomodas·1
. d kh I< c nd· rung.an Ind vldu untuk mcf'\gubah responnya sesuai
d n ,••n tun :Ut_. n llngkung" n. sc.dang aslm,lf I adalah proses dlmana
.ndfvfdu rt I, kukain tindakan t rhada:p llngkungan sesual dengan
stnJk,tur p'lklr.1nny.1 p:id.a saat ltu.,Proses aslmilasi dan akcmodasi
ini n nunfukkan dcng..n jolas konscp Piaget mengenal interaksi
antara
, ,dividu dan Ungkungannya ..Ag,ar tercapai adaptasi yang optimaJ,.perJu
,3d:mya kesel'mibangan_antara asiml1asi dan akomodasi.
Apabila r·efleks yang telah diuralkan terdahulu merupakan struktur
fisik yang diwariskna. organlsasi da·n adapwo lni belum merupakan
stnJktur fisik, melainkan baru merupakan suatu kec.enderunganiyang
ditunmkan. Hal fn.:1berarti·bahwa proses organisasi dan :adaptasi ;uga
tergantung pada lingkungan dan pengalaman-pengaJamannya.
(3,) Stru'ktur ps·ikologis. Kecenderungan individu untuk mengorganlsasikan
tingkah l'aku dan pikiran serta me-ngadaptasikan te.rhadap.fingkungan.
menghasilkan struktur psiklogis yang berbeda bentuknya pada
tali1:ap perke·mbangan yang berbeda. Pada awaJ masa kehidupan
struktur
psikof:ogjs ini dfsebut skema (scheme) perilaku yang merupakan pola
J:
tingkah 1aku anak dalam hubungan dengan Ungkungannya, sedang
1
pada anak yang lebih besar disebut skema operasionaJ, yang juga
merupakan tindakan anak ke dunia sekitarnya, tetapi yang
1
Tipe struktur psikologis yang lain ialah operasi klasifikasi yang terlihat
pada anakumur 7 - I I tahun. Misalnya, pada anak ditunjukkan . . .......
:0
sepuluh manik-manik plastik, tiga warna merah dan tujuh warna
biru.
Kemudian ditanyakan mana yang lebih banyak, manik-manik biru atau QI
I
Dipiridai dengon CamScomei-
Piaget meriekankan beberapa pokok mengenai perkembangan pada
tahap
sensori motor:
(I) Perkembangan adalah fungsi dari interaksi yang kompleks dari banyak
faktor, anta.ra. lain faktor kecepatan fisik, dan faktor lingkungan
sosial. Maka perkembangan bayi menunjukkan banyak perbedaan
individual. ••·• ......
(2) Walaupun demikian, Piaget yakin bahwa urutan tahap perkembangan ::,0
mendadak, I:
C:
misalnya hari ini seseorang berada pada tahap 3, besok berpindah ke tahap IIO
juga tidak selalu konsisten pada area tingkah laku. Misalnya, bayi yang - :E
7:
¢1
berada pada sub tahap 4 mungkin konsepsi tentang obyek menunjukkan a..
Piaget terdapat gumam si anak sebagai berikut: ''lsi air C lebih banyak.. .tidak,
ini lebih besar, tidak! Tunggu! lsi air Adan C sama. lni terlihat leblh tinggi tetapi
11
,gelas C lebih lebar. Pada tahap concrete operation" bila anak ditanya mengapa
isi air pada C sama dengan A, mungkin akan dijawab:
Dipindaidengan CamScanner
- ''sebab anda tidak membuang atau menambah air" (penalaran atas d a
identitas).
- "sebab air pada ge,las C lebih rendah, tetapi Jebih lebar alasanya;; (penalaran
atas dasar kompensasi).
•
- "sebab anda dapat menuangkan air pada gelas C ke gelas A kembali dan
iumlah air tetap" (penalaran atas dasar inversi). ..........
bO
. .. . : :,
mengandung pikiran dengan konsep logika yang sama, Haha identitas inversi, 1
dan kornpensasi.
t
C
..c
sebaya.
Ge]ala yang ada pada tahap "pre-operational° tersebut, antara lain
egosentrisme dan ilmoFal heteron_omy0, menurut Piaget bersurnber pada
ketidak-mampuan anak un·tuk menangani beberapa aspek dari situasi
yang dihadap; secara simultan. Hal ini1disebabkan oleh ciri pemiki'ran yang
egosentris pada anak dan ketidak-mampuan mengalihkan perhatian darj satu
aspek ke aspek yang lain dalam situasi tertentu. Dengan bertambahnya usi,
anak berhubungan dengan cara pandang yang kadang-kadang berlawanan
daJam berhubungan dengan berbagai institusi sosial. Maka seperti pada bayi,
anak juga mengalami proses ''decentrationJt. Hanya bila bayi berkembang
dari perilaku yang ucenteredu ke arah perilaku yang Hdecentered" sedang pada
anak yang berkembang dari tahap "pre-operational" ke tahap "operationa.l"
terjadi perkembangan dari pemikiran yang "centered" dalam.arti perspektifnya
terbatas . ke arah pemikiran yang udecentered".
Rada tahap Hconcrete operation'' anak dapat berpikir sistematis, tetapi
terbatas pada obyek yang merupakan akt vitas kongkrit. Pada tahap formal 11
suatu situasi. la beranggapan bahwa banyak hali yang mungkin terjadi dan
banyak interpretasi yang mungkin diajukan, serta bahwa apa yang
sesungguhnya terjadi hanyalah
safah satu kemungkinan yang ada Rema1·a berkedm pung· d . 1 ••
• • eg n propos1s1,
• • . •
ternyata tidak semua remaja dan orang dewasa mencapa:i tahap uformal L
operation" ini. !idak tercapainya tahap ''formal operation" dapat dijelaskan :
i:.o
&.
kecepatan atau membatasi perkembangan berpikir.
(2) Hal itu disebabkan oleh keterbatasan prosedur pengukuran,·sebab
kemampuan berpikir "formal operation" inihanya dipakaiuntuk
pemecahan masalah yang sesuai·dengan minat atau bidang profesi
seseorang. Untuk mencapai pengukuran yang tepat perlu memakai
tugas-tugas yangs sesuai dengan minat, profesi, serta latar belakang
sosio budaya. ,,
(hal.11).
Oipindai dengon ComScamei
Adapun pertanyaan yang bel:um terselesaikan tersebut antara lain
. ·yang biasany a
menyangkut c1 keh1. dupan I5
-
20 tahun
•
. .
n rema1 a
.
us1 a
E
{
0..
....
Cl)
0:::
µ
.:.:,
..::,
C
C
:: r
l)
:
'vi
'i::
t>()
C:
l'
.. c
!I
Dipindai dengan CamScarTief
d
nat seseorang. Maka perlu diperta yakan, dapat· k· ah pada tahap
i
t perkembangan tersebut ses·e·oran. g men. demonstrasikan struktur kognisi ya
g sama seperti orang-orang lain, padahal aplikasi dalam
n kehidupannya sehari-hari sangat berbeda? Seandainya pertanyaan tersebut
d - atas dasar penelitian empiris - dapat dijawab, masih timbul pertanyaan
a
berikutnyar apakah struktur kognisi yang sama tersebut dapat diaplikasikan
i
dalam kehidupan sehari-hari - yang untuk setiap orang akan berbeda-beda
s - atau apakah akan muncul struktur khusus yang masih harus ditemukan
p dan dipelajari?
e Pertanyaan ter:sebut rupany.a mendapat tanggapan antara lain dari Arlin
s
(1975). Dalam tulisannya "Cognitive Development in Adulthood: A Fifth Stage?
i
ia mencoba mencari tahap perkembangan kognisi yang baru, setelah
0
a
tercapainya tahap uformal operation•;. Kalau tahap uformal operationu
l
i menurut Piaget merupakan suatu tahap penyelesaian masalah (problem
s solving stage), Arlin r:nengetengahkan tahap baru, ialah tahap penemuan
a masalah (problem finding stage). Ciri tahap penemuan masalah ters-ebut
s adalah berpikir kreatif, menemukan pertanyaan-pertanyaan baru dan
i menemukan pikiran baru yang menyeluruh (new heuristics thought)..Hasil
studi empiris yang dilakukan untuk menguji hipotesis adanya tahap
p
penemuan masalah, menunjukkan bahwa
r
o belum dapat dirarik kesimpulan adanya tahap perkembangan kognisi yang
f baru te·rsebut.
e Area penelitian mengenai tahap perke· mbangan kognis1
1
•
• • memang mas1'h
, •
aga1mana konsep
a peningkatan tahap perkembangan kognisi menurut Piaget.
n
r
n
i
Dipindai dengan CamScarTief
2, Kons P m ng n I p ningkatan tahap perkembangan dan belajar
t m nyu un kons p mckanlsmc translsl antar tahap
1
B '- Im, n. Pl, '
P rkcrnb ngan? I, g tbcrp nd. p tbahwtj.pcrkcmbanganmentalmcngandung
du pro • Y.,ilu pros s pork mb:mgL n dan proses bel'aJar dalam artl sempit.
P rk mb n ·.•n t rj:idl cat·. pontan dan vital, sedang belaJar dalam .arti
scmplt dip n ruhl ol h kojadlan-kcjadlan di luar lndlvidu dan terbatas pada
.•... ...
situ I t rt ntu. .., ,
C :
c u
L
( I) Kcmat.u g:m. Scpcrti telah dlutarakan terdahulu, Piaget berpendapat
bahw.i keturunan yang spesifik memberikan perangkat struktur fisik J C:
... (3) Transmisi sosialj istUah transmisi sosial dipergunakan dalam arti luas,
:,
L..
:::I
C
(lj
yang menunjukkan pengaruh sosio-budaya pada pikiran anak. Hal
I:
tersebut dapat berupa penjelasan orang tua,. hasi°l membaca buku,
ajaran guru, hasil diskusi dengan teman sebaya atau imitasi anak t
rhadap model. Transmisi sosial ini miemungkinkan anak belajar dari
pengalaman orang lain. Piaget menekankan bahwa transmisi sosial saja
belum cukup. Anak
Dipindai dengan CamScanner
baru dapat menangkap transmisi sosial, bila struktur kognisi anak sudah
dapat mengasimilasikannya. Misalnya anak umur dua tahun belum dapat
menerima ajaran tentang matematika. Sekolah sebagai suatu wadah
transmisi sosi,al sep,ert·1 1·uga ·wad• yang a·m, apat mempercepat
ah I
·d
perkembangan kognisi, meskipun. ditemukan juga baHwa
pengaruhnya tidak mutlak {Ginsburg & Opper, 1979);
(4) Ekuilibrasi. Ekuilibrasi merupakan proses pengaturan diri (self-
f l
. ....,.. ,
regulatory process) yang dilakukan anak untuk berkembang. Proses ini '5
memungkinkan tercapainya ekuilibrium pada tahap perkembangan yang j
l bih tinggi. Dengan demikian ekilibrasi merupakan tutang punggung dar1 ;
·2:
perkembangan mental.
:!
C:
mi
C:
besar .·Jara
nya, sema.. kin mobil ekuilibrium atau semakin fleksibel oper.asi
k
mental yang diperlukan untuk menjangkau jarak tersebut. Sebagai contoh,
Dipindai dengan CamScarnei
mobllltas pers,epsldlkatakan terbatas karena larak spasial maupun temporal
antar el •men , rca vlsua.l sangat kecil, sehingga relatif membatasl
jumlah aktifltas mentil. Sedangkan mobllitas klasifikasl dikatakan lebih besar,
k;'lrena dapat mellputl obyek-obyek yang tidak ada pada saat itu. Dengan
dem\klan,, lark temporal dan spaslal antar elemen pada klasifikasi tidak
terbatas, sehl,ngga dlslmpulkan bahwa ekuillbrium dari struktur klasifikasi
lebih mobll daripada struktur persepsl;
(3) adanya stabilitas, dalam arti kapasitas ind"vidu untuk mengadakan
kompensasi dengan tindakan atau operasi mental bila ada perubahan pada
elemen-elemen, tanpa mengganggu 'keseluruhan .struktur sebelumnya.
Pada persepsi, bila ada el·emen. baru dimasukkan dalam area vi,sual,
persepsi akan berubah. Tetapi pada kJasifikasi, hadimya elemen baru
tak akan mengganggu sistem yang ada. Struktur yang ada dengan mudah
:menggabungkan elemen baru tanpa terjadi perubahan,. sebagai contoh,
bila kita mengklasifikasikan binatang _menjadi gajah dan bukan gajah,
dan kemudian ada elemen baru, misalnya, kuda zebra., 1m,aka dengan
mudah kita .m1engklasiflkasikannya pada bukan gajah. D"bandingkan
dengan struktur persepsi, dikatakan bahwa. struktur Jdasifikasi
menunjukkan derajat ekuilibrium yang lebih tinggi.
fi
i > misalnya anak menyadari bahwa jumlaah
rumah sama, tetapi apakah panjang jalan
••••••••
. ..:: : J
'\ □ □
juga sarna? BiJa anak tetap berpegang pada 5
I:
pikirannya bahwa juml;;lh rumah A lebih panja'ng daripada C, ini berarti anak :
bO
tidak menangkap konflik yang ditimbulkan. Keadaan seperti ini disebut tidak memper
ekulibrasi. Apabi!a terjadi ekuilibrasi1 prosesnya meliputi tiga fase: oJeh
Fase pertama. anak melihat bahwa jalan di depan rumah Adan C tidak sama manfaat
panjang, tetapi ia juga melihat bahwagaris dasar rumah yang merupakan dari
ukuran dari jalan di depan rumah tersebut, jumlahnya sama. Di sini anak meny latihan
dari adanya konflik, ialah adanya perbedaan an ra struktur pikiran yang ada yang
dengan r:ealitas yang dihadapi. Fase kedua, anak mencoba mengat;lSi diberika
mengatasi konflik tersebut secara tidak semestinya, misalnya dengan
n, sebab
mematahkan garis dasar
mereka
rumah .menjadi dua, sehingg:a deretan yang tampak lebih panjang, lebih banyak-:,.._,
tak
pula jumlah garis dasar rumah. Fase ini disebut penjelasan kompromistis. Fase
dapat
ketiga, anak mampu mengkoordinasikan dua struktur pikiran, dalam arti anak
mampu mengadakan kompensasi. Misalnya, anak melihat bahwa meskipun
titik akhir barisan A lebih jauh daripada C, tetapi barisan C lebih banyak
kelok-keloknya,. maka kelok-kelok tersebut merupakan kornpensasi dari akhir
barisan yang lebih jauh tersebut.
Dari penelitian ini, lnhelder, Sinclair dan Bovet mengutarakan beberapa
penemuannya. Pertama, kegunaan latihan hanyalah sebatas kesesuaiannya
dengan tahap perkembangan kognisinya. Anak-anak pada tahap satu tak
Dipindai dengan CamScarTief
C
C
..ncl
. ..
j·
if
Dipindaidengan CamScanner
penting implikasinya di bidang pendidikan. Piaget selalu menekankan
perlunya aktivitas tersebut baik fisik maupun mental. Menurut Piaget,
mengetahui suatu obyek adalah dengan merakukan sesuatu pada
obyek tersebut. Karena itu tugas guru adalah mendorong aktifitas anak
didiknya. Guru hendaknya memaparkan materi atau situasi yang
mendorong anak untuk merancang eksperimennya sendiri. Hal ini
mengarahkan anak pada
G
pengetahuan yang lebih mendalam dan tahan lama daripada sekedar ••••••••
l>O
s... :
ingatan terhadap fakta..fakta yang diinformasikan olehguru atau dari ta
=
L
i .c
Dipindaidengan CamScanner
(4) lnteraksi sos'ial. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan adalah
pengalaman sosial, atau interaksi dengan orang lain, memang, mula-
mula pikiran anak egosentrls sifatnya. dalam arti anak hanya
memandang orang lain, obyek atau kejadian sekitarnya dalam kaftan
dengan dirinya sendiri. Hal ini berarti bahwa pandangannya terhadap
realitas tidak obyektif.. Dalam perkembangan kemudian anak- mampu
mengerti sudut pandangn orang lain.:Mulai saat itulah terbentuk
pengertian yang lebih obyektif terhadap real.iltas, sehingga salah satu
cara untuk mengurangi egosentrisme adalah interaksi sos.ial. Bila anak
berbicara dengan orang lain, ia akan sampai pada kesadaran bahwa cara
pandang terhadap sesuatu bukanlah satu..satunya cara pandang. Orang
lain pun mempunyai pandangan tersendiri, yang mungkin berada
dengan pandangan anak. lnteraksi sosial mengarahkan anak pada
penyusunan argumentasi dan diskusi, sehingga cara pandang anak
dipertanyakan kebenarannya dan si anak harus mempertahankana dan
membuktikan kebenaran cara pandangnya. Tindakan ini memaksa anak
memperjelas cara pandangnya sendiri, agar dapat meyakinkan orang lain.
Dengan demikian, interaksi sosial akan menolong anak mengenal
kekurangan dalam pikirannya sendiri dan memaksanya untuk melihat
cara pandang lain, yang mungkin menimbulkankonflik dengan cara
pandangnya sendiri. K nflik semacam itu merupakan salah satu
mekanisme dari perkembang,an. lmplikasi pandangan Piagetiniialah
bahwaperanan interaksi sosial di sekolah perlu dibina. Murid-murid
perlu bertukar pengalaman, mem:berikan alasan dan mempertahankan
pendapatnya, semuanya itu akan merupakan cara yang penting untuk
rnemperoleh pengetahuan.
Sebagai penutup bab ini perlu disitir apa yang dipikirkan Piaget ( 1964,
hal:5) mengenai tujuan pendidikan sebagai berikut:
verify, and not accept everything they are offered. The great
danger today is of slogan, collective opinions; ready-made trends
of thought. We have to be able to resist individually, to criticiz, to
distinguish between what is proven and what is not. So we need
pupils whoa are activet who learn early to find out by themselves,
partly by their own spontaneous activity and partly through
material we set up for them; who learn early to tell what is
verifiable and what is simply the first idea to come to them".
Diplndoi deogan ComScornet
3
Perkemflanoan Penalaran
11loral fllenurut Koflllierg
•
3.1. Penalaran Moral sebagai,Konstruk
'
::E
...........
kil.l, because it is sometimes just. The Germans who tried to kill ... ::,
I..
Hitler were doing right because respect for the equal values of lives ::,
C
Q)
l::
demands that we kill someone murdering others in order to save their e
0
lives. There are exceptions to rules, than, but no exception to l:
C
cf
Treat every man's claim impartially regardless of the man. A moral
principle is not only a rule of action but a reason .for action. As a
reason for action, justice-is called respect for persons".
Dari kutipan tersebut jefas bahwa prinsip moral adalah keadHan; juga
jefas anggapan Kohlberg bahwa prinsip moral bukannya merupakan aturan-
aturan untuk suatu tindakan, tetapi merupakan alasan untuk suatu tindakan.
Oleh karena itu KohIberg memakai istilah "moral reasoning", ''moral thinking"
atau "moral judgment., secara bergantian dalam pengertian yang sama.
lstilah istilah tersebut diterjemahkan ke daram bahas_aIndonesia oleh penulis
dengan istilah penalaran moral. Anggapan Kohlberg bahwa prinsip moral
merupakan alasan untuk suatu tindakan, sesuai dengan teori perkembangan
kognitif yang dianutnya, ialah memandang penalaran moral seb gai struktur,
bukan isi (content). Jadi penalaran moraf bukannya apa yang baik atau buruk,
melainkan bagaimana seseorang sampai pada keputusan bahwa sesuatu
itu baik atau
.° apakah mencuri itu baik atau buruk, akan sama untuk anak dan orang dewasa.
Cl.I
.o ,
.J:. Kedua-keduanya akan menjawab "buruk,.. sedangkan kalau kita menanyakan
....
..:
::,
mengapa mencuri itu baik atau buruk - dengan menganggap penalaran m.oral
C:
I:.
:GJ
,
sebagai struktur- akan kita dapatkan perbedaan antara iawaban anak dan
...
0 jawaban orang dewasa. Dengandemikian, anggapan bahwa penalaranm.oral
l:
s
,:j
C
C:
merupakan struktur. memungkinkan kitauntukmengindentifikasi perkembangan
&.
C:
konsep reciprocity tersebut setelah dia menemukan konsep alih peran (role
taking).
( r 969, hal.
. 0
: : :c
348) mengemukakan bahwa :
by the tendency
to react to the se]f's behavior in the role of the other (Mead, I 934;
Baldwin, 1906, J. Piaget, 1948).
There are two subsidiary meanings of "social", the first that of
affectional attachment, the second that of imitation. Both human love
and human identification, however, presuppose the more general
. sociality of symbolic communication and role taking. Before one
can love the other or can model his attitudes, one must take his
role through communicative processes".
11·.ma !"'- mera1 a.till.I yangd '1.S e Lu aspe, v .-:i ·in• g dapat dipakai sebaga• i
on· umya• k,
un,.·",,'k. me-nyuiun-- ......1. -11. rnbancr.in m·0- Namun dia mengambil
1
d
1.61 lap pe,...e ,·, · 0-. ' d.•l
· t.c ori kcadilan sebagaj kategori primer. talah ''reciprocity .. dan e..quality".
D _n an demik.ian menjadi jela.s,.bahV'a penyu:sunan tahap-tahap perkembangan
11
11
pcnal'aran moral K,ohlberg merupakan ururan bentuk reciprocity dalam
nt raks antara din dan orang lain ·sebagai1cara penyel'esaian konflik moral
yang teriadi
Memandang penallaran mor:al sebag,ai struktur merupakan suatu konstruk
yang tepat da1am kaitan dengan sudut pandangan psikologi perkembangan
dan upaya ke arah konsep yang universal. Selanjutnya konstruk p nalaran
moral ini akan lebih jelas dalam ulasan perkembangan penaJaran moral,
khususnya cfalam tahap-tahap perkembangan dan kaitan antara tahap
perke:mbangan penalaran moral dengan tahap perkemban.gan kognisi dan
koordinasi perspektif sosial.
pena1aran
capa1.
£ moraJ tahap 6, yrutu Gandhi. Martin Luther King dan Galileo.
Untuk rnengertii tahap-tahap perkembana-:in .. _ ,
: - b ..... • pena1aran moral per1 u
1
c
dicelusuri lebih du'lu pengertian penalaran moral Tingk ............
• •
.
pre-convent1ona1
all.QJ,
,.
.
E dan kebanya'.kan pelaku kriminal. baik remai·a •
- maupun dewasa. Tingkatan
Dipindaidengan CamScanner
11
convent,ional ialah tfngkatan kebanyakan remaja dan orang dewasa di
masyarakat Amerika dan masyarakat lain. Tingkatan "post-conventional" ialah
tingkatan yang dicapai oleh sejumlah minoritas orang dew a dan biasanya
dicapai baur setelah usia 20 tahun. lstilah uconventional" berarti ses ai dengan,
atau mematuhi aturan-aturan. harapah-harapan serta konvensi masyarakat
atau penguasa. hctnya karena semua itu merupakan aturan-aturan, harapan •
serta konvensi masyarakat. lndividu pada tingkatan upre-conventional" belum ·;·······
G I
sampai pada pengertian yang sesungguhnya untuk mematuhi konvehsi atau :: e
..c
1
antara prinsip-prinsip moral dengan aturan-aturan masyarakat, individu pada
C
taraf "post onventional" akan membuat keputusan moral dengan lcbih
15
mengutamakan prinsip-prinsip moral daripada konvensi. E
(,)
..¥ •
L.
Salah satu cara untuk rnemahami ketiga tingkatan penalaran moral ialah rf
dengan memikirkannya sebagai tiga tipe hubungan yang berbeda antara diri
(self) dan aturan-aturan serta harapan-harapan masyarakat (society's rules
and expectations). Dari sudut pandangan ini berarti bahwa bagi individu
pada tingkatan I (tingkatan "pre-conventional") aturan-aturan dan harapan
harapan masyarakat adalah sesuatu di luar dirinya; bagi individu pada tingk
tan
II (tingkatan "conventional"), diri diidentifikasikan dengan aturan-aturan
atau harapan-harapan orang lain terutama dari penguasa, atau dikatakan ia
telah menginternalisasikannya; dan bagi individu pada tingkatan 111
(tingkatan "post-conventional"). ia tefah mampu memisahkan diri dari aturan-
aturan dan harapan-harapan orang lain dan mendefinisikan nilai yang baik
atau benar atas
l>O
L..
QJ
g
5
'5,.,
j
Stage 2-lndivialism, Following rules only when it To serve one's own needs or Concrete individualistic
Instrumental Purpose, is to someone's immediate interests in a world where you p.erspective. Aware that
and Exchange interest; acting to meet one's have to recognize that other everybody has his own
own interests and needs and people have their interests, interest·to pursue and these
letting others do the same. too. conflict, so that right is
relative
Right is also what's fair, what's. • (in the concrete individualistic
an equal exchange, a deal,. an sense).
agreement.
Perkembangan Penalaran Moral Menurut Kohlberg
.• •
Perkemba.ngan Pena.laran Moral Menurut Kohlberg
LEVEL II Living up to what is expected The need to be a good person Perspective of the individual
CONVENTIONAL by people dose to you 'or in your own eyes and those of in relationships with other
Stage 3-Mutual what people generally expect others. Your caring for others. jndividuals. Aware of shared
Interpersonal of people in your role as sont Beliefin the Golden Rule.Desire feelings,. agreements,
'Expectations. and brother, friend, etc. • to maintain rul:es and author.ity expectations which take
Relat'ionships "Being good" is .important and which support stereotypical.primacy over individual
, means having good motives, good behavior. interests. Relates points of
and lnterpersonaI shoeing concern about others. view through the
Conformity concrete
It also means keeping mutual Golden Rule, putting yourse'lf
relationshi:ps. such as trust, in the other guy's shoes.
Does
loyalty, respect and gratitude. not yet consider generalized
system perspective.
Stage 4-Social System Fulfilling the actual duties to To keep the institution going Differentiates societal point
and Conscien e which you have agreed. Laws as a whole, to avoid the break of view from interpersonal
1are to be uphefd except in down in the system "if everyone agree.mentor motives. 1
Takes:
extreme cases where they did it", or the imperative of the point o,f view of the
conflict with other fixed Iconscience to meet one's system that defines roles and
social duties. Right is also defined obligations (Easily I rules. Considers individual
contributing to society, the confused with Stage 3 belief in relations in terms of place in
group or institution. rules and authority; see text.) the system.
LEVEL HI-POST Being aware that people hold a A sense of obligation to law Prior-to-society perspective.
CONVENTIONAL. or variety of values and opinions, because of one's social contra.ct Perspective of a rationaJ
PRINCIPLED that most values and rules are to make and abide by laws individuaJ aware of values
Stage 5-Social Contract relative to your group. These for the welfare of all and for and rights prior to sociaJ
or Utility and Individual relatives rules should usually. be the protection of all people's attachm·e_nts and contracts.
Rights upheld, owever in interest of rights. A feeling of contractual Integrates perspectives
impartiality and because they commitment, feely entered by formal mechanisms of
are the social contract. Some upon, to family, friendship, trust,
agreement,contract,objective non relative values nd rights and work obligations. Concern
impartiality, and due process. like life and liberty•, however, that laws and duties be based
Considers_moral and legal must be uphefd in any society on rational calculation of overall
points of view; recognizes that and regardless of majority utility, 'the greatest good for the
they sometimes conflict and opinion. greatest number". finds it
difficult to integrate
them.
lA
Perkembangan Penalara.nMoral Menurut l«>hlbe r g
Perkembangan Penalaran Moral Menurut Kohlberg
,Stage 6-U Following self-chosen ethical The belief as a rational person Perspective of a mora, l
niversal Ethical principles. in the val,idity of universal point ·of view from which
Principles Particular laws or social moral principles, and a sense of social arrangements derive.
agreements are usually valid personal commitment to them. Perspective is that of any
because they rest on such rational individual recognizing
principles. When laws violate the nature of morality or the
thes-e principles, one. acts in fact that persons are ends
accordance with the principle. in themselves and must be
Principles are universal' treated as such.
principlesofjustice:theequality
of human rights and re·spect
for the dignity of human beings
ii as individual persons.
Menurut !Kohlberg: ( 11976) ada suatu konstruk yang lebih umum, yang
mendasari alih peran maupun penalaran moral, ialah perspektif .sosiomoral.
Perspektif sosiomoral menunjukkan cara pandang seseorang, baik dafam
memandang fakta..fakta sosial maupun nilai-nilai moral. Apabila dikaitkan
deng,an ketiga. tingkatan penalaran moraf, KohIberg mengemukakan tiga
perspektif soslomoral sebagai berlkut : -
Cl
tahap-tahap yang tetap (invariant), universalitas dari tahap-tahap, fenomen
regresi, dan tahap·
tahap dalam kaitannya dengan perbedaan individual.
Pertama, ketetapan urutan tahap-tahap perkembangan penalaran morat · •••••
GJ
,;
serta lebih luas jangkauannya dibandingkan dengan struktur pikiran tahap C:
&.
sebelumnya. Tempo perkembangan antar tahap tersebut berlangsung C:
<'ll
selama ..0
-1
•
.Aac ,.
b
, e '°
I- '°
. . .... "'°
I
- r t
\
ca ID
4S
":D• ...
I
0 I
l
C:!E .
"
I
11t C •l
EC JO
C
k-
J.'> .u.
l ,,
ID ..-4
II co r ii
Ni
k C 1
... m Ill tS ..
:;J
:. ,
I. a. a. 10
I
' .l
, ,.., ,aa...,
ll
C
C!,I -,
I: I
1? 1 :&)..ti
ta.,..,
0
.
E 1)•14 1G•U 1.4..,t,C Z.l•)Q
C
cf
Dipindai dengan CamScanner
Kohlberg ( 1969) mengutarakan hasil studi llntas sosio-budaya
mengenai penalaran moral di Amerika Serikat, Taiwan Meksiko, Turki dan
Yukatan. Dari penelitlan tersebut pada semua kelompok ditemukan urutan
tahap perkembangan penalaran moral yang sama, seperti tertera pada
•
Gambar 3 dan 4. Beberapa penelltian lain mendukung hasil yang
ditemukan Kohlberg tersebut, yaitu p nelitian di Honduras (Gorsuch &
Barnes, 1973), New Zealand (Moir; 1974), Kenya (Edwards, 1975),
..........
e._o
Q)
..0
70 J:
...
oJ
60 :I
...1, :E
:I
C:
IV
.. . _ C )
50•
40
1!
0
:E
-n•i
a "C:'
.
111 ;; ,
'"D E
a,
ll..
I::
"
• m• 20
Ii) •
.., +1 c:::
00
. . . ,.. 10
C
I DI CC ...'
a•.• •
a,
,CL.
Q ,
o- J!: ::!JL • • - ===
_!! .A.:::::a:L.-1
U■u·r %0 16 10 13 l.B,, 10 13 16
Taiwan fll•ksiko
.'
1 11 \ \
. .. . \ \
0
t- 50 \
..- \
. . .. ..
,'
. .. 4. n l \
!Q D
40 • 1,0-- -01
'O
I
•c 3U L::,, >
• D ,..,e,
'
II II - / I.
lqhof,l#'
...
•>- 20
•cMM I. -w.,.J
••
0. C. 10 I
0
U■ur 10 13 16 10 13 16
Ttu:ki Yukatan
Gambar4 Kecenderungan umur dalam penalaran
moral anak-anak desa yang terisolir dari dua bangsa
(Kohlberg, 1969, hal. 384)
India (Parikh, 1975). Bahama (White, 1975) dan Turki (Turiel, Edwards &
Kohlberg, 1977; Nisan & Kohlberg, 1978).
Ketetapanu rutantahapperkembangan penalaran moral tersebutdjtemukan
baik untuk subyek bermacam usia yang diukur tahap perkembangannya
pada satu waktu, maupu·n untuk subyek dari usia yang sama yang diukur
eo
CJ tahap perkembangarmya pada waktu yang berbeda (Arbuthnot & Faust,
..0
..t:::.
C:
regrasi (perkembangan mundur) ..Tetapi pada penelitian-penelitian tahun enam
_
g
E
j!
L
_ell
D.. -
Dipindaidengan CamScanner
puluhan (Haan, Smith & Block, 1968) ditemukan gejala regresi pada
mahasiswa mahasi:swa yang diteliti, ialah terdapat perkembangan mundur
tahap 5 menjadi tahap 2. Kohlberg dan Kramer ( 1969) menemukan bahwa
regresi yang erjadj mempunyai pola tertentu, ialah terjadi di antara kurun
waktu siswa sekolah menengah atas tingkat akhir dan mahasiswa tingkat 2
atau 3, khususya pada ketas sosial menengah di Amerika. Dua puluh persen
dari mahasiswa tersebut
.......
menunjukkan gejala regresi. Jadi pada-waktu kelas.akhir sekolah menengah t<'
41
C
mengetahui contoh perbedaan struktur penalaran moral dari individu yang
co
.c
mengalami regresi dan individu yang sesungguhnya pada tahap 2, dapat
...
melihatnya pada petikan penelitian Kohlberg & Kramer, 1969, pada Lampiran
3.
Turjel ( 1974) menerangkan regresi tersebut sebagai suatu gejala
transisi. Untuk mencapai tahap perkembangan yang lebih tinggi, seseorang
menolak penalaran tahap perkembangan sebelumnya, tetapi penalaran tahap
perkembangan berjkutnya belum sepenuhnya terbentuk. Hal ini dikemukakan
Turiel, sebab data penefitiannya menunjukkan struktur penalaran yang lebih
tinggi dari pada struktur penalaran tahap 2. penelitian Kohlberg & Kramer
(1969) mendukung adanya gejala transisi perkembangan penalaran moral
tersebut,.sebab semua mahasiswa yang mengalami regresi tersebut, pada
usia duapuluh lima tahun menunjukkan struktur penalaran moral lebih banyak
tahap 5 dan. sedikit tahap 4. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa sesungguhnya tak ada gejala regresi, melainkan suatu
gejala transisi
·..C l.
1
I 10
U ur dala tahun
Gambar 5. Norma umur dari tahap penalaran
C
Moral. (Arbuthnot & Faust, 198 I , hal 87) C
r::I
.CJ
E
L.
kira sama. Studi yang fain (Haanj Smith & Block, r 968; Holstein, 1973)
menemukan bahwa pada tahap 3 proporsi wanita l,ebih besar secara nyata
daripada pria. Bila dilihat lebih mendalam data pada penelitian Holstein
tersebut, ditemukan bahwa pada usia 13 tahun kebanyakan wanita pada tahap
3, sedang Wanita pada tahap 3 (4),
sedang pria pada tahap 4.
epistemologi.
Kohlberg ( 1978, hal. 132) memang memulai usahanya untuk
menemukan apa yang sebenar-benarnya moral dengan pertanyaan:
(I) Dapatkan stud:i psikologi tentang perkembangan konsep-konsep
menjelaskan kepada kita tentang status epistemologi?
(2) Apakah studi psikologis tentang perkembangan konsep-konsep
membutuhkan asumsi-asumsi epistemologi tentang 11knowing0?
Cl
pendekatan behaviorisme adalah tidak dimungkinkannya para psikolog
anak tersebut berpikir mengenai proses-proses kognitlf yang menyangkut
1
"knowing". Pendekatan behaviorisme adalah pendekatan "learning'' dan ·; .......
CII
perkembangan
moral terebut dengan judul Is (The Facts of Moral Development)·To
"From
. .
Suat u pn·ns1· p adalah universal bi•la keputus• an yang dibuat tidak terkait
pada aturan masyarakat yang kongkrit. Misalnya ungkapan: ..Kita harus
mematuhi
" kan suatu aturan untuk suatu tingkahlaku dalam situasi
Or ang tua t merupa
Oiplndoi dengon ComScarTiet
yang spesifik dan dalam suatu masyarakat yang berorientasi vertikal.
Sebaliknya,
f.O self) atau sebagai' seorang yang mempunyai hati nurani (conscience) dan
a,
.a
:::2 terhadap motivasi atau kebaikan (yang relatif tidak tergantung pada
.;;J penerimaan orang lain). Penganut faham ini ialah Bradley, Royce, dan
.
I..
::I
C
GI
l:
Baldwin. Keempat, "justice or f irness", berarti orientasi pada relasi antar
0 manusia atas dasar kemerdekaan, kesamaan, timbal balik, dan kontrak
l:
C:
(orientation to relation of liberty, equality, reciprocity and contract between
:
lC:
cf
persons). Dalam kenyataannya seseorang dapat menggunakan salah satu
atau .semua orientasi moral tersebut. Sebagai contoh dalam menjawab
pertanyaan: mengapa kamu tidak mencuri dari toko, respon yang
ditunjukkan oleh seseorang pada tahap ladalah, pertama "normative order"
: "mencuri itu selalu salah. Apabila kamu mulai melanggar hukum untuk
Dipindai dengan CamScomei
m g lain. Pemi1ik toko mempunyai keluarga yang sangat memerlukannya •
e
n
c
u
r
i
.
s
e
g
a
J
a
n
y
a
akan
pora
k-
pora
nda"
.
Ked
ua.
"utilit
arian
":
0
Den
gan
men
curi
kam
u
melu
kai
,
t
oran
Dipindai dengan CamScomei
0
Ketiga, ideal self"."Seseorang yang tidak jujur tidak berguna. Mencuri dan
membohong keduanya sama saja, keduanya menunjukkan ketidak jujuran".
Keempat "justice": "Pemilik toko telah bekerja keras untuk memperoleh u_ang
dan kamu tidak. Mengapa kamu yang mendapat keuntungan dan bukan dia?0
Meskipun semua orientasi mungkin dipakai oleh seseorang, tetapi struktur
moralitas yang esensial adalah struktur keadilan. Situasi moral sesungguhnya
merupakan suatu konflik perspektif dan interes, maka prinsip keadilan adalah
Cl
•• •••••••
f.OC l . I
konsep untuk menyelesaikan konflik terebut. Prinsip keadiJan dapat melipud j
keempat orientasi moral terebut di atas..Patuh pada aturan mungkin bisa 2
::,
C
dipandangsebagai keadilan. Memaksimalkan kesejahteraan kelompok mungkin ,;!,
dapat dipandang pula sebagai keadilan. Tetapi pada akhirnya inti keadilan
I:
adaJah pembagian hak clan kewajiban yang diatur O:leh konsep "equality" dan
"reciprocity". Keadilan adalah penyeimbangan dalam situasi konflik moral, -;ls;S;
l
:J
(U
pasti bahwa individu yang memilih tahap perkembangan penalaran moral [ebih 5
E
tinggi akan bertingkah laku moral lebih tinggi pula, bila dibandingkan dengan f
,,s
(d
yang tinggi pura, sebab sese(?rang tak akan dapat melakukan tingkah 1aku .c
moral I..
laku moral tahap 5. hal ini disebabkan b_anyaknya faktor yang mempengaruhi
tingkah laku seseorang pada situasi tertentu. Namun demikian telah terbukti
dalan, berbagai penelitian (Kohlberg, 1969), bahwa tahap perkembangan•
"human welfare is always the core •Of morality but that, at the
principle level,. welfare considerations subsumed under the heading
ujustice" take priority over other uprinciples" for considering welfare
whenever there is a conflict between the two, and that there is no
strong uprinciple" for deciding between the various welfare
alternatives other than justice"
L..
(I.I
aturan-aturan yang dipakai untuk mengevaluasi aturan-aturan lain, dan bukan
.. 0 11
:c: aturan-aturan an sich" yang kongkrit. Pada tahap 5 prinsip keadilan
...
mencapai tingkat universalitas maksimal, sebagai tuntunan bagi semua tingkah
::J
L. .
: ; :,
c;
IIJ
laku manusia. Arbuthnot & Faust ( 1981) menambahkan, dalam empid
1:
kita melihat bahwa individu dengan penalaran moral tahap perkembangan
0 \
I:
·C: yang lebih tinggi mampu mengerti dan melakukan penalaran moral tahap
f
"'
;a
C:
sebelumnya dan mampu memecahkan lebih banyak dilema moral dalam
cf
C: cara yang konsisten.
. Uraian mengenai ciri-ciri tahap perkembangan penalaran moral
tersebut sekaligus menunjukkan upaya-upaya untuk mempertanggung
l jawabkan
8
Dipindoi deogan ComScarnei-
111,irl/e •
f.-0
sampai padakeenam tahap perkembangan penalaran moral yang diutarakan
1
oleh Kohlberg, dan bukan yang lain.. Kriteria empiri y.ang kedua adalah 2
::,
C
munculnya ffstructured wholelt, ialah individu akan selalu konsisten pada satu- l :
tahap perkembangan tertentu, kecual.i mereka yang ada dalam transisi ke tahap
l:
perkembangan berikutnya (mereka yang termasuk dalam tahap campuran atau
,.mixed stages"). Fakta yang mendukung kriteria ini ialah bahwa "'ii
(!I
satu ta.hap yang tunggal. K dua, konsep tahap adalah benar, dalam arti ..o-E
G:I
struktur konseptual dari tahap tersebut tidak berpan_gkal pada teor:i i:
&.
psikologis yang spesifik, melalnkan merupakan anaUsa l'ogis. Adapun yang
dimaksud analisa fogis oleh Kohlberg (1976) adalah:
(I) lde-ide yang dipakai untuk mendefinisikan tahap perkembangan
penararan moral adalah ide-·de subyek, bukan ide..ide kita. Definisi
tahap perkembangan penalaran moral didasarkan pada analisa
hubungan--hubungan logis yang terdapat diantara ide-ide subyek.
AnaI,.s og·,s ·t _erseb u- --t secara teori adalah netraL Artin·ya tidak terkait
aI
pada t eo- r·t i te·rtent•u melainkan merupakan analisa filosofis.
p 5·,kolog,
(2) Fakta bahwa tahap perkembangan moral berikutnya mencakup dan
1
perkembangan tertentu.
Ringkasnya dapat dikatakan bahwa kebenaran tahap-tahap sebagai suatu
deskripsi perkembangan moral merupakan masalah observasi empiri dan
analisa hubungan-hubungan logis .dalam ide seseorang, bukan merupakan
masalah teori ilmu sosial.
Walaupun tahap-tahap itu sendiri bukan suatu teori (bukan sesuatu yang
teoritis saja adanya), tetapi sebagai deskripsi perkembangan moral, konsep
tahap tersebut mempunyai implikasi yang pasti dan radikal untuk teori ilmu
sosial tentang moralitas. Atas dasar ini Kohlberg memberi ulasan m.engenai
teori perkembangan kognitif tentang moralitas yang menerangkan fakta-
fakta dalam urutan perkembangan moral dan membandingkannya dengan
teori sosialisasi tentang moralitas.
.Dikemukakan oleh Kohlberg ( 1976), bahwa kalau kita
membicarakan teori perkembangan kognitif tentang moralitas, ki,ta segera
teringat pada konsep yang diajukan oleh Piaget, 1932. Tetapi konsep Piaget
tersebut hanya merupakan satu contoh dari pendekatan perkembangan
kognitif untuk moralitas, yang telah diutarakan alam berba i cara oleh J.M.
Baldwin, Bull,
a,
. c
:: J. Dewey & J.H. Tufts, Harvey, Hunt & Schroeder. Hobhause, Kohlberg,
c
0
µ
McDougall, dan G.H. Mead. Ciri yang paling utama dari teori perkembangan
::,
L .
:,. : kognitif ialah pengguanaan beberapa tipe konsep tahap, pengutaraan
C:
Q)
!: adanya reorganisasi berurutan dalam perkembangan moral yang bertalian
(ii
0
L..
dengan bertambahnya usia, serta beberapa asumsi umum yang lain. Bila
L
C:
ra
L.. dibandingkan dengan teori sosialisasi atau "social learning'', terlihat perbedaan
"'C
"j;i
0..
QJ yang menyolok dari asumsi-asum·sinya sebagai berikut (Kohlberg, 1976 hal.
C.
4B):
_g
C:
E
Dipindai dengan CamScamei-
41
.,u
.a... .._
C
f
-";;'
(3) Dasar norma moral - lebihmerupakan intemalisasi dari C
&.
pen-'1- strukturan aturan-aturan kul C
S'o
(dala·m diri . tural dari luar C
"'
.; O
seseorang) dan inter E
aksi antara diri dan ...
.
(LI
Cl..
orang lain, darlpada
internalisasi aturan
aturan kultural (dari
luar)
• Pe,pustakaan Pribadi
Khairani MusUm
O•R"t":2V3.59..··070r8
Para penganut teori sosialisasi tersebut antara lain ialah Aron Freed,
Bandura & Walters, Berkowitz, Hoffman, Miller &. Swanson, Sears,, Rau &
Alpert,•Whiting & Child.
Adapun penelitian-penelitian yang didasarkan pada teori Freud yang
klasik, di satu pihak dapat juga digolongkan teori sosialisasi, daJarn arti
mempunyai asumsi yang sama bahwa moralitas adalah proses internalisasi
dari norma norma kultur atau norma orang tua. Di lain pihak teori psikoanalisa
yang klasik tersebut tak dapat disamakan dengan teori sosialisasi, sebab
mempunyai postulat mengenai tahap-tahap perkembangan. Dalam hal
postulasi tahap tahap perkembangan teori Psikoanali:sa dapat disamakan
dengan teori perkembangan kognitif.
Namun kalau ditinjau febih lanjut, terdapat perbedaan da1am konsep
tahap perkembangan, ialah bahwa tahap perkembangan menurut psikoanalisa
eo
CII lebih uUbidinal-instinctual" daripada moral, dan moralitas-sepertiyang
.0
:::E
diekspresikan oleh superego - dianggap terbentuk dan sudah ditetapkan
...::,
I..
:, melalui internalisasi norma-norma orang tua yang terjadi pada tahap
C
CII
I: perkembangan awal. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
e
0
I: penelitian-penelitian atas dasar teori moral dari Freud tidak memusatkan pada
C
[:
.!! aspek "internalisasi° (Kohlberg, 1963). Untuk lebih mendaJ. i konsep tahap
C
C
teori perkehib rtgitfi;llofXi i·{·; t njutnya akan diungkapkan bagaimana teori
B
perkembaiiti ik 6gnlti.fr"ilenera gka11
....
peningkatan tahap perkembangan
Oipindai dengon ComScamei
p
e
n
a
l
a
r
a
n
m
o
r
a
l
.
,
.
'
"formal operation" yang rendah, akan terbatas pada penalaran nioral tingkatan t!!.
"conventional" (tahap 3 dan 4). Meskipun perkembangan kognisi merupakan
kondisi yang penting untuk perkembangan penalaranmoral. tetapi belum
cukup (necessary but nor sufficient condition). Menurut penelitian Colby &
Kohlberg
(dalam persiiapan penerbitan), banyak individu yang tahap perkembangan
kognisinya lebih tinggi daripada tahap perkembangan penalaran moral: yang
seharusnya merupakan parafeJnya, tetapi tak ada seorangpun yang
mempunyai tahap penalaran moral yang lebih tinggi dari pada tahap
perkembangan
kognisinya.
S e- ,• a •m· para e1.,·sme antara tahap· perkembangan penalaran moral dengan
I
tah - , k. _ • - · Kohlbergjugamengutarakanbahwaadahubunga n
ap em banga n ,1<ogni s r ,
per _
kembangan
- penalaran moral
. dengan tahap alih
Yang erat pula antara tahap per
Dipindai dengan CamScanner
Peran (role taking) atau i sosial atau perspektif sosial yang
diutarakan perseps
_
• ga merupakan 11prerequisite condition" dari
0 I e h Selman. Tahap alih peran JU
( 1976) memberi contoh di suatu desa di Turki tahap "formal operation" jarang 2::,
C
E
dapat dipakai dalam ..s.etting;, desa tersebut). Sehubungan dengan hal itu, 0
l:
kita dapat mengharapkan bahwa penafaran moral "conventional" tak dapat rd
'j;j
berkembang dalam konteks budaya semacam itu. C:
C
Faktor lain yang penting sebagai rangsangan peningkatan tahap
.0rd
penalaran
moral adalah faktor pengalaman sosial yang umum. yang disebut oleh 5
..!,!
J..
.:
:c0 perkembangan kognisi, tahap alih peran dan tahap penalaran moral tersebut
"'"I
blh-
k mun kJn n p nln
• r d b.mdlr1 k h
n t p perk mbangan
d ng n mer k yang edlkit
G
••••I•••
man baya. Dafam hubungan t."
.tl;un m y.1r k;i t.lu. , Kohl rg t I h m ngadakan penelttian .c;
:!l
• 1- k n mt d ng.in perk mbangan pen laran moral
I5
kultur. K hlb rg b ;mgg:1pan bahwa anak-anak dengan mtus ,:
s n n, m n I gah I blh mcmpunyai kcscmpatan untuk mengambil e
0
l::
, d 1 n Jik dari t.1raf at._,s maupun bawah. Dengan demiklan dapat C :'
tus o ial konoml menengah l ebih tinggi dari pada status s.osial- .,
1
.D
I innya.. 5
Seara. umum dapat. dislmpulkan bahwa makin banyak seseorang
iberpartisipasi dalam kelompok soslal atau prana.ta sosiaJ, makin
besa•r
- mpar.an baginya untuk mengambil sudut pandangan orang lain. Atas dasar
dangan terebut. dapat dipahami bahwa partisipasi dalam satu kelompok
sos· atau pranata sosial bukan merupakan faktor·penentu yang esensia,I
untuk peningkatan tahap perkembangan penalaran moral, tetapi yang penting,
tetapi yang febih penting adaJah partlslpasl dalam beberapa kelompok atau
pranata sosiaJ. Bukan hanya partlsipasl saja yang pentlng, tetapi kebersamaan
alih peran (mutuality of role taking) juga pentlng. Mlsarnya bila orang
dewasa dalam pergaulannya dcngan anak selalu memakai sudut pandangan
anak, anak tak
akan dapat mengambil alih sudut pandangan orang dewasa yang sebenamya.
Sebagai llustrasi pcrbedaan menyolok antara pemberlan kesempatan alih
p ran antaran dua lingkungan, d;-ipat dilihat llngkungan pantl asuhan di Amerika
I n lingkungan Kibbutz di Israel. Dad s,omua lingkungan yang telah diteliti,
Dipindai dengan CamScamei
nak-anak dari Hngkungan panti asuhan di Amerika mempunyai tahap
penalaran paling rendah, ialah tahap I dan 2,. bahkan sampai remaja (Thrower,
tersebut untuk menyelesai:kan tugas alih peran, padahal tugas yang sama
dapat diselesaikan oleh kebanyakan remaja dengan usia kronologis atau usia
mental sebaya..Sebaliknya, anak-anak di Kibbutz banyak memperoleh
kesempatan alih peran, sebab mereka secara intens bergaul dengan teman
sebaya, mendapat bimbingan dari pemimpin kelompok yang berusaha
dengan sungguh-sungguh
membina anak-anak tersebut menjadi partisipan komunitas Kibbutz yang aktif
dan berdedikasf Kegiatan mereka sehari hari adalah berdiskusi, menalar,
mengkomunikasikan perasaan, dan membuat keputusan kelompok. Jadi jelas
bahwa dalam kegiatan sehari-hari anak di Kibbutz banyak sekali memperoleh
kesempatan alih peran. lnilah yang menjelaskan, mengapa anak anak di
Kibbutz tahap penalaran moralnya paling tinggi.
Dipindai dengan CamScarnei
Selain tersedianya kesempatan alih peran, peningkatan tahap penalaran
moral juga dapat dipengaruhi oleh iklim moral (Kohlberg1 1976). Apabila kita
ingat bahwa inti komponen penalaran moral adalah rasa keadilan, dan.alih
dari suatu lingkungan lebih dari sekedar penjumlahan penalaran moral masing-
masing individu yang menjadi anggotanya. Data empiris Kohlberg (1976) 2
;;;;i
C
f
oleh anggotanya. Persepsi anggota mengena:i pranata sosial di lingkungannya 0
:E
C
tak akan lebih tinggi dari tahapnya- sendiri, malahan mungkin lebih rendah. frd
rd
Sebagai contoh, seorang anak panti asuhan yang dalam tes penalaran moral C:
11)
a..
C
menunjukkan permulaan tahap 3 (yang ciri-cirinya antara fain ialah memberikan
..c
perhatian pada afeksi dan janji), namun karena lingkungan panti asuhan tersebut ]
L
merupakan suatu lingkungan di man afeksi dan janji tak ada artinya sama sekali; . cf
anak asuhan terebut mempersepsi lingkungannya lebih ren-dah dari tahap 3.
Walaupun moralitas pengasuhnya ada pada tingkatan "conventional". tetapi
anak mempersepsikannya atau lebih jelas dapat dikatakan
.menterjemahkannya
menjadi tahap I.
Yang telah diuraikan di atas adalah suatu ilustrasi iklim moral dari
lingkungan sosial yang cenderung untuk dipersepsi lebih rendah dari tahap
penalaran moral anggotanya. Ada pula iklim moral dari lingkungan sosial yang
mempunyai potensi untuk dipersepsi lebih tinggi dari tahap penalaran-moral
anggotanya.
Lingkungan semacam inilah yang merangsang peningkatan tahap
perkembangan mora.l. RangsanganI·1ng.i,·ungan sosial untuk peningkatan
0
I:
C
,f
.,
2
,f
peningkatan C
11
ke tingkatan post-conventional,. pada para mahasiswa adalah penangguhan -1 :
pengalaman untuk bertan ung jawab dan bebas dari otoritas, disertai peragaan
kemungkinan terjadi konflik antar nilai-nilai dan norma, serta relativitas dari C
-;;
.c
memungkinkan tindakan yang sesuai dengan penalaran moral ti11gkatan E
ci:I
...
"conventionar' ke tingkatan "post-conventional" sewaktu menjalani tugas &
.:,(.
I
i'.ah. or inasi. persp ktif sosial merupakan terjemahan penulis dari
st1lah social perspective coordination''. Telah diutarakan dalam bab
erkembangan Penalaran Moral menurut Kohlberg, bahwa Kohlberg
rnenggunakan istilah ''role taking", yang diterjemahkan penulis menjadi alih
peran. Namun Selman sendiri membedakan pengertian "role taking'' dengan
soc'al perspe.ctive coordination", yang akan dijelaskan kemudian. Selman
11
mengenai kons ptualisasi dlri dan orang- lain di.sebut "person perception".
Pertanyaan yang ingin dijawab da i penelitiail lni ialah, bagaimana individu
mendeskripsikan atau mengkategorikan orang lain atau tindakannya, dan
disposisi atau traitment mana yang diatr.ibusikannya pada orang lain.
Teori perkembangan kognitif tentang pengertian seseorang mengenai
dunia interpersonalnya, yang disebut kognisi sosial,_didasari oleh teori Piaget
. .
dan Werner.. Belum ada teori tunggal yang umurn mengenai perkembangan
ko. gnisi sosial, yang ada ialah model-model. Model yang p a. ling ekstensif
menurut Shantz ialah model yang dikemukakan oleh Selman, seorang
psikolog dari Harvard, Amerika Serikat. _
Dalam bah ini akan ditelusuri mode'I Selman tersebut. Pertama-tama akan
diuraikan koordinasi perspektif sosial sebagai konstruk, disusul uraian tentang.
perkembangannya, yang meliputi tahap-tahap perkembangan dan peningkatan
. .
i,s
i:: tahapnya.
E
"a;
...::
V)
,_
, 4.1 Koordinasi Perspektif Sosial sebagai Konstruk
::,
C
QJ
l:
Dalar:n pembahasannya men enai perkembangan penalaran moral,
Kohlberg telah m.engajukan konstruk alih peran (role taking) sebagai-
struktur tahap-tahap perkembangan penalaran moral. Tetapi menurut Selman,
Kohlberg tidak merumuskan secara spesifik, atau tidak mempetajari
perkembangan alih
peran._Setman ( 1980) memang mernbedakan konstruk yang merupakan aspek
. . .
·;;;
kapasitas individu, dlll bukan sckcd. r pongcrtlan mengenal koordinasi
yang kompleks dari i
op rasi kognisi1yang "dccentered 1'. Jadi dalam konstruk koordinasi perspektif X.
t::
sos1al tedcandung komponen sosial yang intrinsik. Bila dikaitkan dengan
"i::'
model pe.mikiran yang "decentered" dalam teori Piaget, isi sosial atau isi: :.a..
0
psikologis
sama pentingnya dengan 5truktur logis, yang mungk'n memang _mendasari isi
i::
1906 dan George Herbert Mead pada tahun 1934. Namun hasil karya Piaget
{misalnya tahun 1932, 1964), baik karya teoritis maupun empiris yang sangat
luas, mendasari garis besar gagasan teoritis dan banyak merangsang
penelitian penelitian dalam area tersebut. Selain pendekatan perkembangan
struktural, model Selman mengenai perkembangan Koordinasi perspektif sosial
juga berpegang pada kriteria ustructured wholeness", "invariant sequence" dan
0
"universality , yang merupakan pengembangan dari teori Piaget. Pendekatan
·selman memang sejalan dengan Piaget, sebab lebih memusatkan perhatian
pada bentuk pikiran dan hubungan-hubungan dari pikiran yang diekspresikan
- yang mendasari- struktur kognitif - dari pada efektifitas, atau perbedaan
individual ·maupun kelompok. Perspektif kognisi sosial menurut jalan pikiran
Piaget telah diutarakan oleh KohIberg pada tahun 1969 (dan diulangi
padatahun 1976). ·oalam tulisannya tersebut, Kohlberg membandingkan
pendekatan perkembangan kognitif, sosialisasi clan psikoanalisa mengenai
mqralitas dan menyatakan bahwa pendekatan perkembangan kognitif
mempunyai beberapa keunggulan, yaitu karena adanya pendekatan potensi
lintas budaya dan dapat menerangkan perkembangan psikologis. Menurut
Selman pernyataan Kohlberg tersebut merupakan pernyataan yang tajam,
jelas, seksama dan sangat berpengaruh.
Hal lainyangmempengaruhi penyusunan model Selman adalah
kepercayaan bahwa seseorang tak dapat memisahkan teori tentang
bagaimana individu berhubungan satu sama lain, dengan teori tentang
karakteristik psikologis dari individu. Maka pengertian tentang "diri° dan
0
pengertian tentang hubungan antar perspektif dari bermacam "diri merupakan
konsep yang berinteraksi, yang memperluas dan melengkapi satu sama lain.
Dalam hal ini Selman dipengaruhi Mead, yang pada tahun 1934 mengajukan
postulat bahwa kapasitas manusia untuk mengkoordinasikan peran-peran
merupakan sumber dari "sense of self"
G
.mungkin ada psychologica'I self". Mead juga berpendapat bahwa
11
tindakan, maka dalam "game stage'' ada dalam taraf mental atau But
koordinasi internal. Menurut Mead, melalui permainan perailan maupun at
the
11
games;', anak yang pada saat tetcapainya "game stage'" mungkin sudah
menjadi remaja - dapat meningkat perkembangannya ke tahap "perspective
of the generalized other,,. Pada tahap ini su:dah tercapai konsep sistem
yang terorganlsir atau konsep komunitas. Tahap generalized other"
11
1
;\t (the game .state), the individual,s self is constituted simply by
an organization of the particular of other individuals toward one
another in specific s,odal acts in which he participates with them.
Dipindai dengan CamScomei
C
" ''
.. c ,
,v,
e:
-t
Apabila individu dalam "game stage" dapat menempatkan diri pada posisi
11
orang lain, ia dapat iuga me bedakan "diri" nya sebagai pelaku dengan dirin
nya sebagai penonton. dan mengadakan percakapan internal. Menurut Mead
inilah esensi inteligensi sosial, atau refleksi diri. ApabUa selanjutnya individu •
dapat mengadakan percakapan internal dengan kelompok atau masyarakat, ia
akan mampu keluar dari penalaran sosial dan refleksi diri menuju ke rasionalitas
sosial.
Pengaruh jalan pikiran Piaget dan Mead tersebut di atas sangat besar
dalam model Selman. Selain pengaruh penqekatan teoritis ter.sebut. dalam.
menyusun modelnya Selman juga dipengaruhi penelitian-penelitian empiris.
Dari penelitian-penelitian empiris yang dipelopori oleh FJavell, Selman
C:
berpendapat bahwa penelitian yang memusatkan pada koordinasi perspektif
(,:I
E
V)
Cl) seperti konsep Mead sangat terbatas jumlahnya. Kebanyakan peneUtian
-&-I
:::J
L
:::J
penelitian yang dilakukan untuk meneliti perubahan perkembangan dari
C:
Cl.I
E
rd
pengetahuan anak mengenai pikiran-pikirant perasaan-perasaan atau motif
·;;;
0 m.otif indivudu, jadi titik beratnya pada pengertian subyektifitas perspektif
i
- GJ orang lain. Penelitian-penelitian semacam itu menurut Selman termasuk
.-
V )
datam konstruk uperson perception° yang dikembangkan oleh beberapa
a
,,. psikolog sosial, misalnya Livesley & Bromley ( 1973), dan bukan mengenai
L.
.
Dipindai dengan CamScamei-
terliha,at danya upaya untuk menjaring struktur •4perspective taking".
Penelitian tersebut menggunakan tugas soslal, dimana anak dirninta untuk
membuat cerita dengan menggunakan kartu-kartu bergambar manusia dalam
"setting"so•sial
1
d1.ban k d ko. n·struk kons• truk• fain. Up, aya tersebut dilandasi oleh
g an .
dm'
engan • -
C
lebih mengerti repres ntasi yang kompleks (misalnya "balonlt dalam "bal?
r:
E n"), dari pada anak yang lebih muda.
a
.
c ;
:i
., , Selman berpendapat bahwa studi tersebut adalah stud; mengenai
.:::,
I..
:::,
C:
kognisi tentang area sosial, meski sesungguhnya bukan termasuk studi
CV
I: yang mencerminkan dasar kognisi sosial. Studi ini mempelajari perubahan
ontogenetis yaitu tentang bagaimana anak berpikir mengenai kualitas
manusia yang unik sebagai manusia. Dikemukakan oleh Selman, bahwa
gambar-gambar orang dalam studi Miller tersebut dapat saja diganti dengan
gambar-gambar lain,.dengan has:il yang sama.
Ringkasnya; Selman beranggapan bahwa model yang mengungkapkan
sebenar-benarnyaperkembangan koordinasi perspektif sosial; haruslah
me1iputi perubahan pengertian tentang relasi antar manusia dan
perubahan dalam
E
-;;;
·;;;
0
4.2. Tahap-tahap Perkembangan Koordinasi Perspektif SosiaJ .·o_
V ')
merely actions. The child puts himself or herself in an-other,s shoes and
rea1izes
the other will do the same. In strictly mechanical-logical terms, the child
now sees the infinite regress possibility of perspective taking ( I know that
she knows that I knows that I know that she knows..... etc.). The child
also recognizes that the outer appearance-inner reality distinction means
selves can deceive others as to their inner states, which places accuracy
limits on taking another's inner perspective. In essence, the two-way
reciprocity of this level has the practical result of detente, wherein both
parties are satisfied, but in relative isolation: two single individuals seeing
self and other, but not the relationship system between them.
its Implications were not. At level 3, the limi:tations and ultimate futility E
w
of attempts to understand interactions on the basis of the infinite
regress model become apparent and the third-person perspective on 4J
perspectives
(and their interactions) of self and other(s). Subjects thinking at this level .,,
see the need to coordinate reciprocal perspectives, and believe social " " C:
0
satisfaction, understanding, o_r resolution must be mutual and coor
inated
to be g•enuine and effective. Relations are viewed more as ongoing systems
EC
]
'o
in which thoughts and experiences are mutually shared. l
are understood to be psychoI og1• ca1·Y1 det er.m but not necessarily
,ne- d•
-
·p
< LI
n.
Q)
0. .
-
,:Ca:!,..,
0
-- - - 1
}
! G)
CL
Dipindei dengan Ca
E,
Relasi Rntara Perkembanoan KognisL Koordinasi
Perspektif Sosial dan Penalaran flloral
Analisa
.......... ••••••••·••• .. OOf•oo ••............................UUUIHHH--••ottHo♦U
Hierarkis
Pertama
Analisa
Hierarkis
Kedua
Analisa
··· · -- ..,,. ,,......,. .... •..".....·--"..······Hierarkis
Ketiga
Perolehan kategori itu berasal dari pertukaran sosial yang tidak terhitung j
banyaknya. Dalam pertukaran sosiaJ tersebut perhatian anak diarahkan pada f
aspek tertentu dan pada interaksi subyek-obyek yang mempunyai arti .f" ' L.
_g
dan persahabatan atau keadilan (kognisi sosial), memiliki kadar konstruksi E
,f
sosial yang sama.
Berdasarkan pendapat Chandler tentang tidak adanya perbedaan antara C!
kognisi fjsik dan kognisi sosial tersebut, maka bolehkah kita menstrukturkan !·::a
bentuk substansi kognisi sosial secara unik untuk dapat dimengerti dunia 111
a!
1
khas sosial mungkin mengandung aspek fisik. Sejalan dengan pendapat
Broughton
: tersebut, Mischel ( 1974) berpendapat bahwa perbedaan sosial dan fisik
adalah
perbedaan artifisial, suatu pembedaan·yang diperoleh setelah lahir. Pada awal
Dipindoi dengan ComScElrrlel
masa hidupnya bayi masih mengacaukan orang dan barang. Sering kita
meUhat anak kedl memperlakukan obyek yang tidak bernyawa sebagai obyek
yang bernyawa.
Berbeda dengan pertama, pendapat kedua adalah yang menekankan
adanya kekhasan dalam kognisi sosiaL Kekhasan tersebut membawa
implikasi terhadap kekhasan struktur kognisi fisik yang berbeda dari kekhasan
struktur kognisi sosial.
Kekhasan dari sesuatu yang Interpersonal adalah, berbeda dengan
komponen-komponen ilain yang ada di dunia, manusia lain (sebagai "obyek")
mempunyai kapasitas untuk bersama-sama membangun re.lasi intersional
dengan subyek.. Relasi intersiona'I tersebut ters.usun oleh serangkaian
interaksi antar manusia, di mana subyek menyertai persepektif orang lain dan
mengkoordinasikan aksi reaksinya dengan •orang lain..Mutualitas tindakan
dan komunikasi itulah yang menyebabkan bahwa aksi sosial atau
interpersonal tidak sama dengan per]stiwa fisik, kar,ena merupakan pe.ristiwa
sosial yang memerrukan kekhasan dalam pemahamannya. ·
Menengahi dua pendapat tersebut. Kohlberg telah mengemukakan adanya
relasi antara tiga aspek kognisi (K), ko_ordinasi perspektif sosial (S) dan
penalaran moral (M), yang dapat difihat pada bab 3. Relasi antar ketiga aspek
tersebut adalah suatu relasi yang mensyaratkan adanya hubungan antara yang
satu atas yang 1lain (bukan relasi linier). Tahap perkembangan K merupakan
persyaratan untuk tahap S yang parallel, sementara tahap S merupakan
persyaratan untuk tahap M yang parafel. Relasi hipotesis yang dikemukakan
Kohlberg tersebut didasarkan atas pendapat Piaget mengenai adanya
rnellputi:
(!) Korel3Sl antar aspek K dan S ( Feffer, 1960; Hollos & Cowan, 1973; Selman-
(3) Korelasi antar aspek K dan M (Keasey & Keasey, 1974; Damon, 1975;
1
s
Gottlieb dkk., I 9·7S·.;walker & Richards 1979). J
(4) Koretasi antar aspek K, S dan M (Walker, I9'80). "'C
"';:J
vi
0
V)
]
Hasil pene\itian empiris tersebut di atas mendukung adanya relasi kondisionaf,
antar dua aspek maupun antar tiga aspek. I
Stage I Stage I
Preoperations (hetermony)
(Subjectivity)
There isan understanding The physical
The synibo1ic un tio
of the subjectivity consequences of an action
a pears but thinkm -'
P rked by centrat1on of persons but no and the didicates of
realization that persons authorities define right and
irreversibility- can cons·der each other wrong..
as subjects.
-
Dipindai denga
Concrete operations Stage 2 (Self-reflectlon) Stage 3 (exchange)
The object'ive There is a sequential Right is defined as serving
characteristics of an understanding that the one's own interests
and object are separated other can view the self desires, and
cooperative from action relating as a subject just as the
interaction Is based on to it and classification, s,elf can view
the other terms of simple exchange serlation,
and as subject.
conservation skills
develop
Beginning formal Stage 3 Stage 3 (expectations)
operations (!mutual perspective)
There is development It is realized that the Emphasis is on good
:
of the coordination self and the other can person stereo-types and a
of reciprocity with view each other as concern for approval
inversion; and perspective - taking
prepositional logic can subjects ( a generalized
be handled perspective)
-
I
Early basic formal Stag,e 4 (social and Stage 4 (social system and
C
0
operations conventional system) conscle ce)
E 1
C
The _ hypothetico- The.re is arealization that Focus isin the
.IS
"C ' maintenance
rt!.
C
deductive approach each self can consider of the social order by
" "'tl'l emerges, involving: the shared point of view obeying the law and doing
«i
·.:; abilites to develop of the generalized other one.'s duty
-
0
V)
J! '
beyond- society point of society
e
a
operatlonl!, dan uconsolidated format oper·at·10- n". P'e_ r·1· nc1• an t, ut - r uat
_erseb
Adapun ciri "beginning formal op ration" adalah adanya koordinasi dari ·:;;'
M,.
s..
•
mengajukan ko Oslcn nabla, yang menunjukkan sejauh mana kombinasl
urutan perkembangan darl dua aspek menyalahl (violation) kombinasi "f!•·•
0
urutan perkembangan yang, d prcdlksikan, bukan merupakan kebetulan l:
relasi antar dua aspek yang, sebenarnya tak ada hubungannya. Koefisien 2"'
cf
nabla berkisar l;
salah.
Rumus untuk menghitung koefisien nabla yang diajukan Froman & Hubert hanya ]
dapat dipakai dalam penelitian relasi antar dua aspek. Oleh karena penelitian g_
e
ini melibatkan 3 aspek, perlu dikonstruksi rumus baru. Heymans ( 1982)
C:
mengadakan modifikasi rumus tersebut sehingga dapat dipakai untuk meneliti 0
danM..
Khalranl Muslim
08526359071:;0
n Im •.m .1
011 l nr.,n' tn litJ· nl ,i p u t i ap yang baik dan buruk,
' t.,k b" . clipi " hkan da.r tcori yang mendasar-
inya, t, . r m nd Onltikan mor Ii ;_ ccara berbeda. Ada
] C
Jf1 y;1ng m mbah, ., mo lit .., yaitu teori tJngkah laku
n .111 ko nltif(Pi _g t, Kohl'b r . dan p ikoanalisJs (Freud),
n.. n ya g b rbeda tent.mg moralitaS (Turiel. 1998). Freud
n pt ntmgkata hati, yang did Onisikan sebagai intemaJisasi
. r-,, oralitas yang didcfinislkan oleh Skinner merupakan tingkah laku
n pcn,guatan (baik positif maupun negatif) dengan judgment
t rk.ait dengan norma ku1tural. DaJam teori Piaget pengetahuan
d , J>enilaian tencang relasl sosial merupakan sesuatu yang sentral dalam
mo 'itas .
.Sctiap teon 1uga. berbeda dalam mendeskripsikan perkembangan
(perubahan yang terkait dengan waktu - change ov,er time). Gambaran yang
paling ;eras rncngcnal perkembangan penal'aran moral diungkapkan dalam teori
Kohlberg (yang didasari oleh teori Piaget) tentang tahap-tahap perkembangan
I Tulis.an penuhi lni dalam bahasa lnggris telah dlmuat dala.m Encyclopedia of the
nd [Behavioral Selene s, ISSN : 0A0B-043076-7,. diterjemahkan kedalam bahasa
ia untul< membcrik n k cmp:ltan kcpada rckan-rckan y.'\ng tldnk dapat 1
memperoleh
ydop dia. tcr but.
6. . I Tahapan .
Tingkatan pertama dari penalaran moral, yaitu tingkatan pra-
konvensional, biasanya ditemui pada anak sekolah dasar. Pada tahap satu,
tingkatan pertama anak memberikan alasan untuk tingkah lakunyakonsisten
dengan norma-norma yang diterima masyarakat, karena ia diberitahu oleh
tokoh yang diturutinya t:entang hal tersebut, misalnya orang tua, atau guru.
Ta.hap dua, berada dalam tingkatan pertama, yaitu pra konvensi anak,
ditandai oleh pandangan, bahwa yang benar adalah yang sesuai dengan
minatpribadi.
Dipindai dengan CamScarnei
Tingkatan kedua penalaran moral biasanya ditemui dalam masyarakat,
oleh karena itu disebut mo:ralitas konvensional -r.ah ·kt· rupakan
• • • 1i ap e 1ga yang
tingkatan kedua yaitu tingkatan Konvens ional ditanda ,· me h • menun-
- . o1e pena1aran
g
ya n
•
1 Jhw.;, .I rln If k adUan cbagai lnta tcori Kohlberg nampaknya kurang
g ·r, 1996 a). Ada prinsip moral non Barat yang berbeda
d n •111 Kohlbr dlantar.wnya adaJah prlnsip Kong Hu Cu tentang glri-nfnjo '8
I
!
k val ban), yan t mpaknya dckat dengan konsep India tentang "kewajiban j
tnik'' MUI r 1994, Schweder et al. 1987). Prlnslp moral Jawa tentang hormat J0.
m n hargai o,rang lain), dan rukun (r,elasl soslaf yang harmonis) (Seciono, cE
1994).,. prinslp tentang '"kebahaglaan kolektif" dari Kibbutz (Snary, 1996), dan S
r:
prinsip 'keterkaitan' dari China (Ma.1988). Sebagal tambahan temuan lintas . C:
budaya tersebut. dalam studi tentang moralitas perempuan , Gilligan ( I'982) .c""
...§1
menemukan bahwa tanggung Jawab dan pemefiharaan adalah prinsip moral. L..
&.
-
(a) Berisi konflik moral yang nyata untuk individu l3
i=.
::l
(b) Semua fakta yang disebut dalam dilema dikenal oleh cu
subyek
i
0..
(c) Tidak ada faktor situasional (sosial dan bahasa) yang berpengaruh
terhadap tahap moral individu.
f
C:
a
• .1ny.1 dijaw
b : ' or: . lok" (K . dwiratri. 1994).
" P-' dldn, k alU n k lompok dcngan satu tuJuan dan atu
~
-- s
n JMI rnju.m t r.. but Rukun juga bcrarti tidak terjadi
P',
p f. K rukunan tld k d ung dcngan send rinya, tetapJ
1 '
f
n r uanuntuk·al ngm ngh.arg Jdans.aJingmenyesuaHcan
• m. n nu I • l<cmaua111cncbut bcrakar dari anggapan bahwa
,;u EPUn yang cmpurna dafam k endiriannya, dan bahwa h1idup
::,
MT a ol •h k butuhan .akan orang lain (Mufder. 1992.). Orang Jawa
• dar akan kcbcradaan orang lain. DaJam hidup bersama orang lain 8
p :in id , I adal h adanya pen alaman hidup yang rulcun. ea
0
:E
Dari kon p rukun terse but terlihat bahv,a identitas orangjawa cenderung IC:
r:: •
lcbih rsifat sosial, bahkan hampir seluruhnya sosiaJ. Lingkungan atau dunia .8
E
objektif t+d k pcnting blla dipandang dari sudut pandang sosio-emosional. -f
&
O ng J!awa biasanya mengalami kesulitan untuk bergerak sendiri, terpi.sah
I
dasi k lompoknya. 1
DaJam sosialisasi. nilai hormat dan rukun telah dctanamkan sejak usia dini.
lbu mefati:h anak agar sensitif dan sangat sadar akan keberadaan orang lain.
lstHah Jawa tentang hal itu adalah "tanggap ing sasmito', berarti menggunakan
potensi intu'tlf untuk memahami pesan terselubung/apa yang ada di balik
tingbh 1:aku yang:ditampilkan. Dalam melatih anaknya, ibu biasanya.berulang..
ulangimcnggunakan kata "isin" (malu), apabHa anak menampilkan tingkah laku
yang dianggap tidak pantas.
sosial. Hal ini berarti bahwa umumnya kita tidak dapat mengharapkan orang
Jawa yang berorientasi moral individualistis, sebab dta-cita orang Jawa
adalah hidup dalam masyarakat yang rukun. Dalam masyarakat yang rukun,
makna individu tidak terlalu penting. Namun orang Jawa berharap bahwa
masyarakat yang rukun·tersebut akan mengayomi masing-masing individu.
Oleh karena
itu setiap individu mempunyai kewajiban moral untuk ·mempertahankan
. -
C' prinsip mereka; Ada kataw kata mutiara yang berkaitan dengan kondisi
C:
n:I
D..
+-'
::i
""Cl
tersebut, yaitu ,,ngeli nanging ora keli", yang berarti mengikuti arus tetapi
tidak ikut terhanyut.
Prinsiptoleransiterhadapyangposisinyaleb·,-ht· • b 'k·· d .b
:i
VJ
·;: mgg1, a1 1tu _ a1am1a
C atan, atau da1am usia, sebenarnya bertujuan untu km_ _hk .
"l encega onfhk terbuka antara
atasan dan anak buah, antara yang tua dany -- d- . . d h
' . . . . . ang mu a. Prms1p tersebut su•a
-
VI
d1aJarkan se1ak dm1, seperti terlihat padat b ...
em ang M11II berikut ini:
0
:I:
(bahasa Indonesia):
jafan kearah kebajikan dan kesaktian.
Adalah kerendahan hati dan kesopanan.
Berani m•engalah karena ]ustru akan luhur pada akhirnya.
Tundukkan kepala jika dimarahi
Jangan tunjukkan sikap yang menentang
Sekalipun dibelakang dapat dikemukakan apa yang kau kehendaki.
(Raharjo Soewandi,, 1979). re,
C :
C:
<'Iii
..c
E
a,
Kata-kata dalam ternbang tersebut mengungkapkan bet-apa •
pentingnya tingkah laku moral bagi orang Jawa. Orang Jawa senaritiasa
dituntut untuk bertingkah laku yang baik, yang memperhatikan .sopan santun,
menunjukkan hormat kepada orang lain. Apakah tingkah laku yang
ditampilkan tersebut didasari oleh keinginan dari dalam diri atau sekedar
basa-basi, tidak menjadi masa'lah bagi1orang Jawa. Memang adanya perbedaan
prinsip dengan orang lain dimungkinkan, namun dianggap bijaksana bila
perbedaan tersebut tidak ditunjukkan, terutama apabila perbedaan prinsip
tersebut menyangkut orang yang lebih tinggi posisinya atau lebih .senior. Hal ini
perlu diperhitungkan da1am penel,itian, antara lain alat ukur penelitian harus
mampu menggali prinsip dalam
L
Q.I
0..
a ap 6 tersebut langka, ya1tu an
dan
3. Apakah hal ini berarti bahwa mahasiswa Indonesia yangmenjadi subyek
penelitian •belum mencapai perkembangan penalaran moral, yang optimal?
Dengan demikian apakah perlu dilakukan program intervensi untuk
meningkatkan tahap penalaran moral mahasiswa? Dari sudut pandang teori
Kohlberg tentang perkembangan penalaran moral harus dilaku'kan program
intervensi, sebab mahasiswa yang telah mencapai peri.ode perkembangan
dewasa muda hendaknya telah mencapai tahap 5. Seseorang mencapai tahap
5 berarti memiliki prinsip moral sendiri yang bisa sama atau berbeda dengan
sistem moral·masyarakat. Manusia yang mencapai tahap 5 penalaran
moralnya tidak akan terbawa arus mengikuti apa yang dianggap baik atau
buruk oleh m kat. Dengan demikian pencapaian tahap 5 tersebut
diperlukan untuk menempati posisi kunci dalam masyarakat.
Ap"abilate.muan dalam penel'itian tersebut d"interpretasi dari sudut
pandang mora.litas Jawa,penalaran moral tahap 3 tersebut sesuai dengan
prinsip moral yang didasari perhatian terhadap orang [ain dalam masyarakat
yang hierarkis. Hal ini berarti bahwa kebanyakan mahasiswa telah mencapai
perkembangan penalaran m-oral yang optimal. Dalam sudut pandang
moralitas Jawa, yang
... menganggap tingkah laku moral sangat penting, perlu dipertanyakan bagaimana
::::,
""Cl
V)
::::J dngkah laku moral mahasiswa, apakah sudah sesuai dengan tihgkah laku yang
·c
"'
0 pantas, antara lain seberapa jauh tingkah laku mahasiswa l;>erorientasi pada
.a nilai kerukunan•.
I!
0
I: Kedua, mengenai m kanisme perubahan. Asih menanti( 1990) menemukan
i:
4I
p- I mo ral-kognltif. Atas dasar sudut
melalui "Moral Judgment Interview" dari Colby et.al., 1979), hasi1nya berbeda
dengan s
. ,. I tein ( 1976) Menurut Salztein dari ketiga tehnik disiptin orang
Dipindai dengan CamScarTiei
"'O
r,I
DO
C
.0 "'
E
L...
cf
anak•
penataran moral . t-
Ad ·a,s-,
kontribusi tehn1k
any tua anak, ya1tu oral)g ua
. ntara orang -
dijelaskan melalui kekhasan relasia ._ kan baik-buruk kepada
- dalam menanam
senantiasa memberikan afasan da anak untuk melihat
berikan peluang pa .
anak. Alasan tersebut akan mem . D ngan kata lain tehmk
-h dap orang lain. e •.
konsekuensi suatu tindakan tera . . ·adinya kesempatan
b 'k n peluang terJ
disiplin uinduction" tersebut akan mem ena - h penalaran moral.
k peningkatan ta ap ·
alih peran,.yang sangat dibutuhkan untu • k· 'k d' 1·f
7.5. Epilog
Upaya untuk mengungkap moralitas menurut sudut pandang budaya
- Jawa tersebut merupakan upaya untuk menunjukkan adanya kekhasan
! budaya yang perlu diperhitungkan dalam konseptua'lisasi fungsi-fungsi psikis
-. manusia.
f
:,
Feffer,.M. J., &.V. Gourevitch. 1960. Cognitive aspects of role taking in children.
Journal of Personality, vol. 28: 383-396.
lnhefder, B., H. Sinclair, & M. Bovet. 1974.. Learning and the development
of cognition. Harvard University Press, Cambridge, Mass.
York.
-
Mulder. N. 1986. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Gaiah Mada
University Press, Yogyakarta.
.
P iaget, . I 958. The growth of logical thinking from childhood to adolescence.
J Trans. A. Persons &,Seagrin. Basic Books, Inc. New York.
•
Dipindai dengan CamScanner
.i. ., 134'
. !.', ··1
1...i..:
41
'l8 I. Universitas Chicago Press.
more universal human rights (such as fr edoms which do not interfere with ••••••••
the like freedom
,oof thers). Thedemands of law and society derive from universaf
moraJrights,
rather than vice versa.
which conflict with civil laws or with the rules of he majority group. To a
Jehovah's Witness, who has gone to ;ail for ' consdence''_, conscience may
1
mean god's law as interpreted by his religious sect or group rather than the
standpoint of any individual oriented to universal moral principles or values.
To count as post conventional, such Ideas or terms must be used in a way that
makes is clear that they have a foundation for a rational or moral individual
who has not yet committed himself to any group or society or ·.ts morality.
"Trust/' for example, is a basic value at both the c:onventional and the post
conventional levels..At the conventional level, trustworthinessis something
you expect of other In your society.Joe exp:resse·s
this as follows at age 17:
Oipindai dengan CamScamei-
Why should a promise be kept, anyway?
·- d • • · on there's little grounds
Frren ship 1s based on trust. If you can't trust a pers '
to deal with him. You should try to be as reliable as possible because people
nd
remember y,ou by this, you're more respected if you can bedepe edupon.
At age 24 Joe reflects the post conventional moral point of view asa
decision-making perspective in response to Heinz's dilemma about stealinga ........
c
:
drug to save his wife: "g-
_j
It is the husband's duty to save his wife. The fact that her fife is in danger
transcends every other standard you might use to judge his action.. Ufe is
more important than property.
We will start With the easiest pair of stages to explain in thi way- Stages
3
• ·• •••• ..
Your father has done so much for you. I'd have a conscience if I didn't tell,
more than to my brother, bec:ause my father couldn't trust me. My brother
would understand; our father has done so much for him, too.
In one way it was right to tell because his father might beat Mm up. In
another way it's wrong because his brother will beat him up if he tells.
The b;other should not tell or he'H get his brother in trouble. If he wants
his brother to keep quiet for him sometime, he'd better not squeal now.
.1
Usually the moral and the legal standpoint coincide. Here they conflict.
The judge should weigh the moral standpoint more...
For Joe. the moral point of view is not yet something prior to the legal
point of view. Both law and morality for Joe derive from individual rights and
values, and both are more or less on an equal plane. At Stage 6, obligation
is defined in terms of universal ethical principles of justice Here is a Stage 6
response to Heinz's dilemma:
It is wrong legally but right morally. Systems of law are valid only insofar
as they reflect the sort of moral law all rational people can accept. On must
consider the persona justice involved, which is the root of the social
contract. The ground of creating a society is 1individual justice, the right of
every person to an equal consideration of his claims in every situation, not
just those which
· can be•codified in law. Personal justice means, "Treat each person as an end,
not a means."