Anda di halaman 1dari 3

PERJUANGAN ISLAM PADA MASA ALI BIN ABI THALIB

A Biografi Ali Bin Abi Thalib


Ali Bin Abi thalib bin abdul muthalib bin Hasyim bin abdi manaf Al Quraisy Al Hasyim
Dilahirkan di Makkah, daerah hijaz, jazirah arab, pada tanggal 13 Rajab, sekitar tahun 599
masehi atau 600 m.
Kelahiran Ali Bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Rosululloh Saw karena
beliau tidak mempunyai anak laki laki. Ujur dan fakirnya keluarga Abu thalib memberi
kesempatan bagi Rosululloh Saw bersama istri beliau khodijah untuk mengasuh Ali dan
menjadikan nya putra angkat, hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada abu thalib yang
telah mengasuh nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sejak kecil ali sudah
bersama dengan Muhammad SAW. Ketika Rosululloh SAW menerima wahyu Riwayat-
riwayat lama Ibnu Ishaq menjelaskan bahwa Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai
wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khodijah istri Nabi sendiri. Pada saat
itu Ali berusia 10 tahun.
Setelah dewasa setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Rosulilloh SAW.
Sebagai anak asuh, kesempatan selalu dekat dengan Rosululloh dan menikahkannya dengan
putri beliau Fatimah.

B. Pembaiatan Ali Bin Abi Thalib sebagai Khalifah dan kemajuan yang
dicapai
Setelah terbunuhnya Utsman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaitan
sebagai Khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut
menduduki kursi Kholifah setelah Utsman. Mendengar permintaan rakyat banyak itu, Ali
berkata, ‘Urusan ini bukan urusan kalian.ini adalah perkara yang teramat penting,urusan
tokoh tokoh ahli asyura bersama para pejuang perang badar’.
Dengan terbaiat nya Ali Bin Abi Thalib sebagai Kholifah menggantikan Utsman Bin
Afan. Diantara sahabat yang belum setuju mngakui Ali sebagai Khalifah, seperti:
1. Hasan bin tsabit
2. Ka’ab bin malik
3. Abu said al khudri
4. Muhammad ibnu maslamah
Kepemerintahan Ali melakukan gebrakan dan kebijakan politik seperti :
1) 1.Menegakan hukum finansial yang dinilai nepotisme yang hampir menguasai
seluruh sector bisnis.
2) 2.Memecat gubernur yang diangkat utsman bin afan dan menggantinya dengan
gubernur yang baru
3) mengambil Kembali tanah tanah negara yang dibagi bagikan utsman bin affan
kepada keluarganya.
Meskipun dalam pemerintahan ali perluasan islam yang dilakukan sedikit mengalami
kendala yaitu hanya memperkuat wilayah islam di daerah pesisir arab dan masih tetap
peranan penting negara islam di daerah yang telah di taklukan abu bakar di daerah yaman,
oman, Bahrain, iran bagian selatan. Umar bin khattab di Persia, syiria, pantai timur laut
tengah dan mesir. Serta pada masa utsman disijistan, khurasa, azae baijan, Armenia, hingga
Georgia.
Masa pemerintahan ali yang kurang lebih selama 5 tahun (35-40 H) atau (656-661 M),
selama itu tidak pernah sunyi dari pergolakan politik, tidak ada waktu sedikitpun dalam
pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Akhirnya dalam pemerintahannya ali lebih
banyak mengurus masalah pemberontakan diberbagai wilayah kekuasaannya. Ia lebih banyak
duduk di atas kuda perang dan di depan pasukan yang masih setia dan mempercayainya dari
pada memikirkan administrasi negara yang teratur dan mengadakan ekspansi perluasan
wilayah (futuhat.) namun demikian ali berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih,
berwibawa dan egaliter . Ia ingin mengembalikan citra pemerintahan islam sebagaimana pada
masa abu bakar dan umar.
Sebenarnya pembaitan ali sebagai kholifah adalah hal yang sangat wajar dan
pertentangan itu adalah hal yang wajar pula sebagai akibat pertentangan dan peristiwa
peristiwa sebelumnya karena untuk memperebutkan kekuasaan yang diselingi kasus
penuntutan atas terbunuhnya utsman dan juga pemecetan pemecatan pejabat serta
pengembalian harta milik yang tidak jelas.

C. Pemberontakan terhadap ali bin abi thalib dan permulaan konflik


Ali bin abi thalib menghadapi pemberontakan tolhah, jubair, dan aisyah. Alasan mereka, ali
tidak mau menghukum para pembunuh utsman dan mereka menuntut bela terhadap darah
utsman yang telah di tumpahkan secara dzolim ali sebenarnya ingin sekali menghindari
perang. Dia mengirim surat kepada thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk
menyelesaikan secara damai. Namun, ajakan tersebut di tolak. Akhirnya, pertempuran yang
dahsyat pun berkobar.
Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan ali juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubernur Damaskus, Mu’wiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat
tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.

D. Perang Jamal
Dikatakan perang jamal karena Aisyah ikut dalam peperangan dan mengendarai unta.
Perang ini berlangsung tahun 36H/657M. ikut terjunnya Aisyah memerangi Ali sebagai
khalifah dipandang sebagai hal yang luar biasa, sehingga orang menghubungkan perang ini
dengan Aisyah dan untanya.
Keterlibatan Aisyah pada perang ini pada mulanya menuntut atas kematian Utsman bin affan
kepada ali bin abi thalib, sama seperti thalhah dan jubair ketika mengangkat bait kepada
ali.setelah itu aisyah pergi ke Makkah kemudian di susul oleh thalhah dan jubair. Ketiga
tokoh ini nampaknya mempunyai harapan tipis bahwa hukum akan di tegakkan karena
menurut ketiganya, ali sudah menetapkan kebijakan sendiri karena ia di dukung oleh kaum
perusuh. Kemudian mereka dengan dukungan dari keluarga umayyah menuntut balas atas
kematian Utsman akhirnya mereka pergi ke basrah untuk menghimpun kekuatan dan disana
mereka mendapat dukungan masyarakat setempat.
Pertempuran dalam perang jamal ini terjadi amat sengitnya sehingga jubair melarikan diri dan
dikejar oleh beberapa orang yang benci kepadanya dan menewaskan nya. Begitunya juga
dengan thalhah telah terbunuh pada permulaan perang ini, sehingga perlawanan ini hanya di
pimpin aisyah hingga akhirnya ontanya dapat dibunuh maka berhentilah peperangan ini.Ali
tidak mengusik ngusik aisyah bahkan dia menghormatinya dan mengembalikannya ke
Makkah dengan penuh kehormatan dan kemuliaan.
E. Perang siffin dan tahkim
Setelah selesai perang jamal, disebut perang siffin karena perang yang menghadapkan
pasukan pendukung ali dengan pasukan pendukung muawiyah berlangsung di siffin dekat
dengan tepian sungai efrat wilayah syam, perang ini berlangsung pada bulan shaffar tahun 37
H / 658 M. ali mempersiapkan pasukannya lagi untuk menghadapi tantangan muawiyah dan
abu suffyan, dengan dukungan pasukan dari irak, iran, dan khurasan dibantu juga oleh
pasukan dari azerbeijan dan dari mesir pimpinan Muhammad bin abu bakar. Usaha usaha
untuk menghindari perang terus di usahakan oleh ali, dengan tuntunan pembaitan nya, atau
meletakkan jabatan. Namun nampaknya muawiyah tetap pada pendirian nya untuk menolak
tawaran ali bahkan muawiyah menuntut sebaliknya, agar ali dan pengikutnya membaiat
dirinya. Peristiwa tersebut kemudian di abadikan menjadi perang siffin.
Perang ini di akhiri dengan tahkim (Arditrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan
masalah, bahkan, menyebabkan golongan ketiga, alkhoarij, orang orang yang keluar dari
barisan ali. Akibatnya, diujung masa pemerintahan ali bin abi thalib, ummat islam terpecah
menjadi tiga kekuatan politik yaitu muawiyah, syiah(pengikut ali), dan alkhowarij(orang
orang yang keluar dari barisan ali). Keadaan ini tidak menguntungkan ali. Munculnya
kelompok alkhowarij meyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi muawiyah
semakin kuat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga ali bin abi thalib dan muawiyah terdorong
untuk melakukan tahkim yakni
1. Ini merupakan Langkah akhir dari upaya damai antara ali bin abi thalib dan muawiyah
2. Banyaknya umat muslim yang gugur di medan perang sehingga darah bercucuran,
akibatnya dikhawatirkan umat islam akan hilang
3. Masyarakat sudah bosan dengan perang yang terus menerus tanpa adanya kesudahan.
4. Respon dari seruan wahyu yang mengharuskan untuk berdamai dalam Q.s An-Nisa
ayat 59.

Anda mungkin juga menyukai