Ethnometodology Communication Between Migrant and Local Communities
Ethnometodology Communication Between Migrant and Local Communities
ABSTRAK
The research is This research is motivated by an increase in the number of migrants who
come to Garut Regency from year to year and this increase is almost 15% every years, seen
from data obtained since 2015 recorded 369 people until 2018 to 587 people. The increase is
based on the number of migrants who work, trade and continue their schooling in Garut. The
purpose of this study is to find out the understanding and explaining more deeply about the
patterns of conversation, forms of interaction, as well as communication barriers carried out
by migrants when communicating with local communities who in Garut. The research method
in this research used a descriptive qualitative method with an qualitative approach, and using
the constructivist paradigm. While the data collection techniques in this study used participant
observation, in-depth interviews, literature study, documentation, and joint / triangulation.
The researcher took six informants as a source of information using purposif sampling. The
results showed that the ethnometodology communication between migrant and local
communities in Garut, more dominant using two-way communication pattern because its
influenced by the factors of learning experiences communicating alone or taught by others
and positive impression faced. From of interaction used is interpersonal forms because they
are considered to be more effective, more comfortable, and there is tolerance in it, although
some use a form of group interaction because it is influenced by environmental factors and
the influenced of ambient conditions. While, communication barriers faced namely the
language barrier that is used, physical factors migrants, obstacle in the delivery of the
sentence, and different socio-cultural barriers. Therefore, the migrants were not fully able to
accept the conditions of social life in their overseas areas, but they were already aware of
cultural differences and habits so that migrants had a desire to correct difficulties and
minimize common obstacles encountered;
4
secara sama agar komunikasi dapat dilakukan penghidupan, ilmu, dan sebagainya di negeri
sesuai dengan tujuan. lain; (2) orang asing atau pengembara. Dalam
hal ini perantau dapat dikatakan sebagai kata
Migrasi benda dari rantau, yaitu orang yang merantau.
Migrasi merupakan istilah dari suatu Dapat disimpulkan bahwa perantau adalah
situasi seseorang atau sekelompok orang seseorang yang pergi dari tempat tinggal asal
yang melakukan perpindahan melalui batas– mereka sebelumnya dan bisa dikatakan
batas wilayahnya atau batas internasional sebagai orang asing ditempat perantauannya,
untuk mencari kehidupan yang lebih baik dengan berbagai tujuan baik itu mengembara,
dari wilayah sebelumnya. Migrasi dapat mencari ilmu, dan lain sebagainya. (KBBI,
dilakukan secara permanen ataupun dalam 2019)
jangka waktu tertentu sesuai dengan
Masyarakat Lokal
kebutuhan dan tujuan orang tersebut
Masyarakat Lokal adalah masyarakat yang
melakukan migrasi. Migrasi
bertempat tinggal di suatu daerah sejak dahulu
dilatarbelakangi oleh dua faktor yang saling
dan secara turun–temurun mereks tinggal di
mempengaruhi, yaitu faktor pendorong
tempat yang sama. Maka dari itu
(internal) dan faktor penarik (eksternal).
masyarakatlokal merupakan suatu kelompok
Faktor pendorong biasanya ditentukan oleh
masyarakat yang menjalankan tata kehidupan
kondisi wilayah asal, seperti prospek
sehari–hari berdasarkan kebiasaan yang
kehidupan, ekonomi yang tidak berjalan
sudah diterimanya sebagai nilai–nilai dari
dengan baik, diskriminasi pada etnis dan
perilaku umum, tetapi tidak sepenuhnya
agama, penindasan, dan lain sebagainya.
bergantung pada sumber daya pesisir dan
Sedangkan faktor penarik biasanya
pulau–pulau kecil tertentu. (Undang-undang,
ditentukan oleh kondisi–kondisi wilayah
2007)
tujuan yang biasanya memiliki atau
menjanjikan situasi dan kondisi yang
METODE PENELITIAN
sebaliknya dari situsi dan kondisi yang
dialami saat itu. (Ghazali, Pudjiastuti, & Penelitian ini menggunakan pendekatan
Sunardi, 2015, p. 14) kualitatif, dengan menjelaskan dan
mengintepretasikan etnometodologi
Perantau
komunikasi yang dilakukan oleh perantau
Perantau dapat didefinisikan sebagai
pada saat melakukan interaksi dengan
seseorang yang tinggal di luar daerah asal
masyarakat lokal di Garut. Paradigma yang
dengan jangka waktu yang bervariatif.
Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa digunakan dalam penelitian ini adalah
paradigma konstuktivisme. Paradigma ini
Indonesia, perantau (kata benda) memiliki dua
makna yaitu (1) orang yang mencari merupakan paradigma antitesis dari paham
5
yang meletakkan pengamatan dan objektivitas yang berasal dari sumber tertulis serta
terhadap penentuan suatu realitas atau ilmu terpercaya, dan dalam hal ini peneliti
pengetahuan. menggunakan sumber kepustakaan untuk
Pendekatan yang digunakan dalam menambah literatur pengetahuan dalam studi
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian
pendekatan ini memungkinkan peneliti ini.
menginterpretasikan dan menjelaskan suatu Penelitian dilaksanakan pada bulan April –
fenomena secara holistic dengan Juni 2015. Informasi yang telah diperoleh ini
menggunakan kata – kata, tanpa harus akan dikumpulkan menjadi satu, kemudian
bergantung pada sebuah angka. Pemilihan baru dilakukannya proses analisis data yang
lokasi didasarkan atas tujuan penelitian ingin dimulai dengan menelaah seluruh data yang
memaparkan mengenai pola percakapan, tersedia dari beberapa sumber yang
bentuk interaksi, serta hambatan komunikasi dikumpulkan. Setelah dibaca, dipelajari, dan
perantau yang tinggal di Garut. Dalam ditelaah, maka langkah berikutnya adalah
penelitian ini, peneliti mengambil 6 (enam) mengadakan reduksi data. Reduksi data ini
informan dengan menggunakan teknik sendiri diawali dengan pengamatan maupun
purposive sampling. Teknik purposive wawancara yang terkumpul didalam temuan
sampling adalah pengambilan informan data kemudian digolongkannya, lalu peneliti
dengan menggunakan teknik pengambilan menyajikan data dengan mengarahkan serta
sampel sumber data dengan pertimbangan membuang yang tidak diperlukan, kemudian
tertentu dan dianggap memenuhi kriteria yang berada pada tahap penginterpretasian data
telah ditentukan oleh peneliti. yang diperoleh dan barulah peneliti
Teknik pengumpulan data yang digunakan melakukan penarikan kesimpulan penelitian
adalah observasi partisipan, wawancara tersebut.
mendalam, studi kepustakaan, dokumentasi,
triangulasi narasumber yang dianggap HASIL PENELITIAN DAN
kompeten. Dalam penelitian ini yang lebih PEMBAHASAN
menonjolkan adalah teknik observasi, hal ini
Secara garis besar komunikasi merupakan
bertujuan untuk lebih cermat mengamati
suatu proses sosial berupa lambang, ide, dan
segala macam aktivitas yang mereka lakukan
gagasan yang memiliki arti dan makna dan
selama berada di Garut. Adapun teknik
dibutuhkan setiap makhluk sosial untuk
wawancara yang digunakan hanya sebagai
mencapai tujuan dan menerima feedback atas
pembanding atau sebagai pisau bedah untuk
komunikasi yang dilakukan. Komunikasi
melihat kebenaran yang ada antara apa yang
dikatakan efektif apabila adanya umpan balik
diamati dengan apa yang dikatakan langsung
atas komunikasi tersebut dan memberikan
oleh perantau tersebut. Studi kepustakaan dan
pengaruh terhadap orang-orang yang
dokumentasi merupakan bahan tambahan
6
melakukan komunikasi seperti pengaruh lokal terbentuk oleh 2 macam elemen yaitu
pemikiran dan perilaku. Sedangkan, untuk pola percakapan satu arah, dan pola
etnometodologi komunikasi sendiri percakapan dua arah.
merupakan suatu teori sosial yang digunakan Seperti halnya pada informan pertama
untuk meneliti suatu objek terhadap yaitu Irdo yang mana dirinya menyatakan
lingkungan dari segi komunikasinya. bahwa ia lebih suka melakukan percakapan
Etnometodologi komunikasi berjalan di secara berkelanjutan antara dirinya sebagai
lingkungan perantau yang ada di Garut komunikator dan masyarakat lokal sebagai
dengan masyarakat lokal merupakan suatu komunikan atapun sebaliknya ketika ia
kegiatan yang dijadikan metode penunjang berusaha untuk belajar komunikasi serta
dalam proses pendekatan para perantau membiasakan berbudaya seperti masyarakat
terhadap lingkungan masyarakat lokal Garut. lokal Garut maka pada saat itu ia lakukan
dengan menjadi komunikan yang baik dalam
POLA PERCAKAPAN memperhatikan berbagai aspek yang
Pola percakapan merupakan suatu bagian dibicaran dan dilakukan masyarakat lokal
dari asumsi atas terjadinya suatu komunikasi yang berperan sebagai komunikatornya.
seseorang dengan lingkungannya. Pola dapat Artinya disini bahwa alur pada pola
diartikan sebagai suatu proses yang dirancang percakapan yang dilakukan Irdo merupakan
dan didalamnya saling berhubungan satu pola percakapan dua arah dimana dalam alur
sama lain, guna mempermudah pemikiran tersebut adanya feedback satu sama lain
yang diungkapkan secara logis dan sistematis. anatara perantau dan masyarakat lokal yang
Sedangkan, percakapan sendiri dapat dapat menimbulkan rasa saling memahami
diartikan sebagai suatu unsur yang terdapat diantara perantau dan masyarakat lokal.
dalam komunikasi baik melalui pelantara Begitupun dengan beberapa informan lain
(media penyampai) berupa orang atau alat, sebagai perantau dirinya ketika melakukan
ataupun tidak menggunakan pelantara. komunikasi dengan masyarakat lokal di Garut
Berdasarkan hasil penelitian yang ia cenderung menggunakan komunikasi dua
diperoleh dari hasil wawancara dengan para arah (Two Ways Communications) dengan
informan dalam penelitian ini, dimana para dilatarbelakangi oleh faktor pengalamannya
informan tersebut merupakan perantau yang untuk belajar secara personal baik melalui
tinggal di Garut dan berasal dari berbagai media lain ataupun dengan bantuan orang
wilayah di luar pulau jawa, pada pola terdekat yang dianggap bisa membantunya
percakapan yang dibahas dalam penelitian ini agar percakapan yang dilakukan dapat sesuai
penulis menginterpretasikan bahwa dengan isi dan tujuan percakapan tersebut.
etnometodologi komunikasi mengenai pola Adapun elemen pola percakapan secara
percakapan pada perantau dengan masyarakat satu arah (One Ways Communications) yang
biasa dialami para perantau ketika melakukan
7
komunikasi dengan masyarakat lokal Garut BENTUK INTERAKSI
ini, dimana hal tersebut dilatarbelakangi oleh
Bentuk interaksi merupakan salah satu
faktor ketidakpahaman informan yang
faktor yang terdapat dalam komunikasi,
merupakan perantau atas bahasa yang
bentuk interaksi biasanya dilihat dari situasi
digunakan masyarakat lokal dan dengan
ketika seseorang melakukan interaksi dan
begitu mereka sekedar menjadi pendengar dan
dilihat dari seberapa banyak jumlah orang
pengamat terlebih dahulu ketika ada orang
yang melakukan interaksi tersebut, karena
disekelilingnya yang sedang berkomunikasi.
pada dasarnya dalam diri manusia tentunya
Hal tersebut serupa dengan yang diungkapkan
terdapat beberapa kebutuhan yang berbeda-
Vina dan beberapa informan lain yang
beda, selain itu respon yang biasa dibentuk
menyebutkan bahwa mereka seringkali
dalam suatu interaksipun dapat diungkapkan
menggunakan alur pola percakapan satu arah
secara verbal dan nonverbal sesuai dengan
karena didasari oleh kurang baiknya
keiinginan dan keputusan.
komunikasi pada diri mereka sekalipun
Hal yang paling diperhatikan ketika
bahasa Indonesia yang digunakan.
informan akan melalukan suatu interaksi
Kemudian dalam elemen pola percakapan
dengan masyarakat lokal adalah dilihat dari
yang menggunakan alur multi arah meskipun
aspek bahasa yang biasa mereka gunakan dan
jarang digunakan oleh para perantau
bahsa yang biasa digunakan masyarakat lokal
khususnya informan yang ada dalam
pada umumnya, selain itu situasi dan kondisi
penelitian ini akan tetapi terlihat dari
pada saat mereka melakukan interaksipun
ungkapan yang diutarakan oleh Adrian bahwa
menjadi salah satu yang sering diperhatikan
alur pola percakapan ini digunakan oleh
ketika para informan ketika akan melakukan
beberapa orang ketika melakukan komunikasi
interaksi, karena tidak setiap interaksi pada
dalam suatu forum tertentu, atas bantuan
pengalaman baik bisa sama pada situasi dan
orang-orang yang sedang melakukan
kondisi yang berbeda.
komunikasi tersebut maka alur pola
Pada bentuk interaksi secara garis besar
percakapan multi arah pun bisa digunakan.
dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti
Meskipun pada teorinya pola percakapan
terhadap para perantau sebagai informan
terbagi atas tiga macam, akan tetapi pada
dalam penelitian ini, peneliti memandang
kenyataan yang terjadi dilapangan dalam
bahwa para informan tersebut lebih terarik
penelitian ini para informan yang merupakan
menggunakan bentuk interaksi secara pribadi
perantau yang tinggal di Garut mereka
karena dengan begitu mereka menganggap
menyebutkan bahwa lebih dominan
bahwa bentuk interaksi secara pribadi lebih
berkomunikasi dengan dua pola percakapan
memudahkan mereka untuk bisa membuka
yang digunakan.
diri terhadap orang baru yang ada disekitar
8
mereka terutama dengan menggunakan berbagai masukan dari berbagai orang hal
bentuk interaksi antarpribadi. tersebut pula bisa dijadikan sebagai suatu
Bentuk interaksi antarpribadi merupakan situasi dimana mereka bisa belajar atas
bentuk interaksi secara langsung antara satu kebiasaan baru yang mereka harus terima
orang komunikator dengan satu orang untuk bisa bertahan hidup di wilayah orang
komunikan atau hanya melibatkan dua orang lain dan bisa lebih mengenal banyak orang
saja dimana mereka bisa langsung saling untuk menambah relasi di tempat perantauan,
bertukar pikiran secara efektif serta bisa saling meskipun seringkali mereka menghadapi
memahami satu sama lain atas pesan yang kesulitan ketika berinteraksi secara kelompok
disampaikan sehingga tujuan dari interaksi karena tidak begitu efektif, maka selain
tersebut dapat tersampaikan. Hal tersebut berkomunikasi secara kelompok merekapun
sependapat dengan para informan terkait seringkali dalam satu situasi tersebut
penelitian ini yaitu perantau terutama yang berkomunikasi dengan diri sendiri atau lebih
diungkapkan oleh informan Dito, Vina, dan dikenal dengan bentuk interaksi intrapribadi
Adrian, yang lebih suka menggunakan bentuk ketika mereka ketidakpahaman atas apa yang
interaksi antarpribadi. disampaikan oleh masyarakat lokal.
Tiga dari enam informan menyatakan Pada teori yang sebenarnya mengenai
bahwa keefektifan suatu interaksi dimulai dari bentuk interaksi seharusnya terbagi atas tiga
pemahaman satu sama lain yang saling elemen yaitu bentuk interaksi pribadi yang
berinteraksi dimana hal tersebut didapat dari dibagi atas bentuk interaksi antarpribadi serta
orang yang berada dalam lingkungan terdekat bentuk interaksi intrapribadi, bentuk interaksi
serta dalam situasi yang tidak terlalu banyak kelompok, dan bentuk interaksi massa. Akan
orang. Selain itu dua informan tersebut tetapi pada kenyataan yang terjadi dilapangan
mengungkapkan alasan dari ketertarikannya ketika peneliti melakukan wawancara dan
menggunakan bentuk interaksi antarpribadi observasi lapangan terhadap para informan
karena komunikasi mereka sangat kurang baik dalam penelitian ini, peneliti hanya
terhadap berbagai bahasa terutama untuk menemukan dua elemen dalam bentuk
membuka diri dengan orang baru. interaksi yang biasa digunakan perantau
Kemudian tiga informan lain yaitu Irdo, ketika berkomunikasi dengan masyarakat
Saprija, dan Cepi mengungkapkan bahwa lokal dengan menggunakan bahasa secara
mereka sangat suka berkomunikasi dengan verbal.
siapa saja terutama dengan lingkungan baru Bentuk interaksi secara massa sejauh ini
yang mereka anggap bisa memperkaya belum pernah digunakan para informan dalam
pengetahuan dan budaya, maka mereka lebih penelitian ini ketika berinteraksi dengan
suka berkomunikasi dengan berkelompok masyarakat lokal Garut, hal ini disebabkan
agar mereka bisa dengan mudah berbagi karena berbagai faktor yang
berbagai pengalaman serta bisa memperoleh melatarbelakanginya seperti tidak adanya
9
kepentingan untuk melakukan interaksi secara bahasa daerah masih kuat melekat pada diri
massa karena bukan ranahnya, sekalipun masyarakat lokal.
mereka harus melakukan maka hal tersebut Seperti halnya yang dihadapi para perantau
tidak akan lepas dari bantuan orang lain yang sebagai informan penelian ini mereka
lebih berpengalaman ataupun bahkan menghadapi berbagai hambatan komunikasi
masyarakat lokal yang lebih dekat dengan ketika melakukan interaksi dengan
para informan masyarakat lokal di wilayah perantauannya
yang merupakan lingkungan baru dan tentu
HAMBATAN KOMUNIKASI saja sangat berbeda dengan kebiasaan yang
Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu biasa dilakukan di wilayah asal mereka
hambatan dalam kehidupannya terutama sebelumnya. Dari hasil penelitian mengenai
dalam setiap komunikasi yang dihadapinya. etnometodologi komunikasi antara perantau
Beragam faktor yang mempengaruhi dengan masyarakat lokal di Garut terutama
hambatan terutama dalam melakukan pada hambatan komunikasi yang paling utama
komunikasi bisa dihadapi setiap waktunya, adalah hambatan pada bahasa, dimana
bahkan satu orang yang sedang melakukan masyarakat lokal Garut ini masih kental
komunikasi bisa menghadapi beberapa dengan budaya menggunakan bahasa sunda
hambatan dengan berbagai latar belakang yang tidak bisa terlepas sedangkan di sisi lain
hambatan yang berbeda-beda. para perantau yang merupakan informan
Hambatan komunikasi bisa diartikan penelitian ini mereka baru pertama kali ke
sebagai suatu kesulitan yang dihadapi tanah sunda yang secaraotomatis sangat tidak
seseorang dalam melakukan komunikasi baik bisa menggunakan bahasa sunda.
dalam diri komunikator sebagai penyampai Selain menghadapi hambatan dalam segi
pesan, hambatan dalam penyampaian pesan bahasa, para informan penelitian pun
dari lingkungan, ataupun dalam diri mengungkapkan hambatan-hambatan lain
komunikan sebagai penerima pesan tersebut yang dihadapi ketika berkomunikasi dengan
karena banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat lokal diantaranya hambatan pada
hambatan dalam komunikasi yang dapat fisik yang kurang bisa diterima masyarakat
menjadikan kesalahpahaman dalam lokal yang membuat berkurangnya
komunikasi yang dilakukan sehingga, pesan kepercayaan masyarakat lokal untuk
yang diterima tidak sesuai harapan yang melakukan komunikasi dan menyulutkan rasa
disampaikan. Keberagaman hambatan percaya diri perantau tersebut terhadap
komunikasi yang biasa dihadapi para perantau masyarakat lokal terutama saat berkomunikasi
sebagai informan dalam penelitian, dominan karena mereka lebih fokus terhadap
menghadapi hambatan pada bahasa yang penampilan yang ditunjukkan perantau
mereka terima dari masyarakat lokal dimana daripada apa yang disampaikan. Selain itu, hal
lain yang menjadi hambatan komunikasi yang
10
dihadapi yaitu dari cara bicara dan menambah relasi diantara perantau
penyampaian yang biasa disampaikan denganmasyarakat lokal ataupun sebaliknya.
masyarakat lokal sangan bertolak belakang Selain itu, peneliti menemukan keselarasan
dengan yang biasa mereka lakukan baik dalam antara penelitian yang dilakukan dengan
segi intonasi, segi dialek penyampaian, dan asumsi teori etnometodologi yang
dalam segi durasi kalimat perkalimat yang dikemukakan oleh Philip Jones yaitu
disampaikan membuat mereka menghadapi mengenai kehidupan sosial yang dilakukan
kesulitan ketika berkomunikasi. perantau setelah melakukan penelitian dengan
Hambatan dalam etnometodologi elemen komunikasi yang dilakukan, maka
komunikasi perantau dengan masyarakat lokal dalam hal ini peneliti dapat menemukan
adalah dari bahasa dan kebiasaan yang bahwa kehidupan sosial yang rentan dijalani
dihadapi yang membuat mereka terkadang di daerah perantauan belum sepenuhnya bisa
merasa tidak nyaman atas komunikasi yang diterima perantau dikarenakan masih sulitnya
dilakukan dan menjadikan berbagai miss untuk membuka diri terhadap lingkungan
communications dan ketika hal tersebut sekitar terutama ketika menghadapi bahasa
dihadapi beberapa informan lebih memilih yang tidak mereka pahami.
untuk pergi meninggalkan pembicaraan Mengenai kesadaran secara praktis peneliti
dengan alasan tidak nyaman karena tidak bisa menemukan sebagian besar informan sudah
mengatasi hambatan tersebut, tapi pada sisi menyadari akan perbedaan yang dihadapi baik
lain tidak sedikit dari mereka yang lebih dalam segi budaya ataupun dalam segi
memilih diam dan mendengarkan saja kedudukan yang disadari bahwasannya
meskipun tidak seutuhnya komunikasi mereka hanyalah pendatang yang harus
tersebut bisa diterima dengan baik dan bisa mengikuti nilai-nilai sosial serta kebiasaan
dimengerti karena mereka yang lebih memilih yang tertanam serta yang utama adanya
diam dan mendengarkan menganggap bahwa kesadaran dalam sikap berkomunikasi antara
hal tersebut merupakan suatu tantangan yang lingkungan di daerah asal dengan lingkungan
harus dihadapi dan mau tidak mau mereka sekitar tempat perantauan.
harus menyadari bahwasannya mereka Serta adanya keinginan untuk
sebagai perantau harus bisa menerima memperbaiki komunikasi agar terciptanya
perbedaan dalam hidup untuk bisa bertahan suatu jalinan yang baik diantara perantau dan
hidup di tempat yang dianggap sangat masyarakat lokal guna menambah relasi
bertolak belakang dengan kebiasaan perantau di tempat perantauannya dengan bisa
sebelumnya. Selain itu hal tersebut bisa berkomunikasi terhadap berbagai tingkatan
dijadikan sebagai suatu ajang untuk mereka masyarakat lokal, selain itu adanya keinginan
bisa belajar dan menambah pengetahuan baru untuk meminimalisir setiap kesulitan yang
ketika menghadapi kebiasaan dan orang baru menjadikan hambatan dalam komunikasi
agar bisa terjalin hubungan baik dan yang dihadapi perantau.
11
SIMPULAN mereka cari bisa tersampaikan. Kedua ketika
berada pada lingkungan masyarakat lokal
Pola percakapan pada etnometodologi yang situasinya formal mereka cenderung
komunikasi yang digunakan perantau untuk menggunakan bentuk interaksi kelompok
berinteraksi dengan masyarakat lokal dapat dengan bahasa non-verbal melalui isyarat
disimpulkan dari pengadopsian pengalaman bahasa tubuh dan raut wajah. Hal tersebut
dan kesan pertama mereka ketika datang ke menjadi suatu kebiasaan yang mereka lakukan
Garut pengadopsian tersebut di dapat dari dalam kesehariannya baik dalam lingkungan
respon yang diterima pada perantau yang formal ataupun dalam lingkungan non-formal
didasari atas keterbukaan diri perantau itu di tempat perantauannya.
sendiri. Atas keterbukaan diri tersebut, maka Hambatan etnometodologi dalam ranah
sebagian besar perantau menggunakan komunikasi yang biasa dihadapi para perantau
komunikasi dua arah dengan dilatarbelakangi sebagai informan dalam penelitian ini ketika
oleh adanya dorongan pada diri mereka untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal.
bisa lebih mendekatkan diri kepada Pertama kesulitan dalam bahasa yang
masyarakat lokal dengan cara belajar sendiri digunakan dalam artian ketika berinteraksi
melalui berbagai media ataupun diajarkan dengan perantau, masyarakat lokal sebagian
oleh masyarakat lokal yang dianggap mampu besar masih menggunakan bahasa sunda.
membantu komunikasi perantau tersebut Kedua dari penampilan fisik perantau yang
menjadi lebih baik dimata masyarakat lokal. mengurangi kepercayaan masyarakat lokal
Serta ada pula dari mereka yang terhadap perantau. Dan yang ketiga perbedaan
menggunakan pola percakapan satu arah penyampaian interaksi dan nilai-nilai
karena kurangnya keterbukaan diri atas komunikasi yang sangat bertolak belakang
ketidakpahaman percakapan yang dihadapi dengan perantau mengakibatkan mereka
dan tidak adanya motivasi untuk lebih dekat malas untuk berkomunikasi dengan
dengan masyarakat lokal. masyarakat lokal. Serta faktor penunjang
Bentuk interaksi pada etnometodologi budaya yang berbeda pun dapat menjadi
komunikasi yang digunakan perantau untuk hambatan bagi mereka ketika berkomunikasi
berkomunikasi dengan masyarakat lokal dapat dengan masyarakat lokal
disimpulkan dari terbentuknya rasa nyaman
atas kebiasaan berkomunikasi. Seperti yang
DAFTAR PUSTAKA
pertama bentuk interaksi pribadi lebih
dominan dilakukan perantau, karena dengan Cangara, Hafied. (2011). Pengantar Ilmu
melakukan hal tersebut dianggap bisa Komunikasi. Jakarta: PT. Raja
mengefektifkan interaksi terutama ketika Grafindo Persada.
menggunakan bahasa verbal dalam situasi Coulon, A. (2004). L'Ethnometodologie.
nonformal agar maksud dari tujuan yang Jakarta: KKSK.
12
Effendy, O. U. (2007). Ilmu Komunikasi Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2010). Teori
Teori dan Praktek. Bandung: PT. Sosiologi Modern.
Remaja Rosdakarya.
West, R., & Turner, L. H. (2007). Pengantar
Ghazali, Z., Pudjiastuti, T. N., & Sunardi. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
(2015). Migrasi sebagai Dampak Humanika.
Perubahan Politik dan Ekonomi di
Wilayah Eks Uni Soviet. Jakarta: Wiryanto. (2001). Teori Komunikasi Massa.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta: Grasindo.
13