Anda di halaman 1dari 13

Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol.

09(01): 29-41
ISSN: 2621-1645 2022

DOI: 10.22236/komunika.v9i1.7495

Komunikasi Antar Budaya pada Perantau dengan Masyarakat Lokal di


Garut
Zikri Fachrul Nurhadi1*, Haryadi Mujianto2, Astri Fitria Angeline3
1,2 Universitas
Garut, Jl. Raya Samarang No. 52A, Garut, Indonesia 44151
* Email Korespondensi: zikri_fn@uniga.ac.id

ABSTRAK
Kata kunci: Globalisasi mendorong pertumbuhan migrasi di berbagai wilayah, baik di dalam maupun antar
Komunikasi negara. Di Kabupaten Garut jumlah perantau meningkat hampir 15% setiap tahunnya. Aktifitas
antar budaya
Perantau migrasi tidak luput dari kebutuhan komunikasi antarbudaya pada wilayah yang terkena dampak
Masyarakat migrasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan pemahaman serta
Lokal menjelaskan lebih dalam komunikasi antar budaya yang dilakukan perantau ketika
berkomunikasi dengan masyarakat lokal yang ada di Garut. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan paradigma
konstruktivisme. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi
partisipan, wawancara mendalam, studi kepustakaan, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi.
Peneliti meneliti enam informan sebagai sumber informasi dengan menggunakan pursposive
sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi perantau dengan masyarakat lokal
yang ada di Garut lebih dominan menggunakan pola percakapan dua arah dengan pengalaman
belajar berkomunikasi sendiri ataupun diajarkan orang lain dan kesan positif yang dihadapi.
Bentuk interaksi yang digunakan yaitu bentuk antarpribadi karena dianggap lebih efektif, lebih
nyaman, dan terdapat toleransi di dalamnya, meskipun ada pula yang menggunakan bentuk
interaksi kelompok karena dipengaruhi oleh faktor pengaruh kondisi dan situasi sekitar.
Sedangkan, hambatan komunikasi yang dihadapi yaitu hambatan bahasa yang digunakan, faktor
fisik dari perantau, hambatan penyampaian kalimat saat berkomunikasi, dan hambatan
perbedaan sosial budaya.

ABSTRACT
Keyword: Globalization encourages migration growth in various regions, both within and between
Intercultural countries. In Garut Regency the number of immigrants increases by almost 15% every year.
Communications
Immigrants Migration activities do not escape the need for intercultural communication in areas affected by
Local People migration. The purpose of this research is to find understanding and explain more deeply the
intercultural communication carried out by immigrants when communicating with local
communities in Garut. The research method used in this research is descriptive qualitative
method using constructivism paradigm. While the data collection techniques used were
participant observation, in-depth interviews, literature study, documentation, and
combination/triangulation. Researchers examined six informants as sources of information by
using purposive sampling. The results of the study indicate that the communication of nomads
with local communities in Garut is more dominant using a two-way conversation pattern with
the experience of learning to communicate alone or taught by others and positive impressions
faced. The form of interaction used is the interpersonal form because it is considered more
effective, more comfortable, and there is tolerance in it, although there are also those who use
the form of group interaction because it is influenced by the influence of conditions and the
surrounding situation. Meanwhile, the communication barriers faced were the language barrier
used, physical factors from immigrants, barriers to delivering sentences when communicating,
and barriers to socio-cultural differences.
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

kebutuhan untuk menyatakan tenaganya, (2)


PENDAHULUAN individu berbicara tentang komitmen yang
Bermigrasi untuk mencari kehidupan berkaitan dengan relasi, (3) individu berbicara
yang lebih baik merupakan suatu hak yang relasi sebagai keterlibatan, terlibat bersama secara
dimiliki setiap makhluk sosial. Pada era kuantitatif maupun kualitatif dalam percakapan,
globalisasi ini banyak orang sudah menjadi bagian dialog, membagi pengalaman, (4) individu
dari pertumbuhannya migrasi di berbagai wilayah, berbicara tentang relasi dalam istilah manipulasi,
baik itu dalam suatu negara ataupun di misalnya bagaimana saling mengawasi dan (5)
antarnegara. Hal yang mencolok dari aktivitas individu berbicara tentang relasi dalam istilah
migrasi sendiri menyebabkan pertemuan untuk mempertimbangkan dan memperhatikan
antarkebudayaan yang bisa menghasilkan (Karim, 2015).
kebudayaan massal pada wilayah yang terkena Berdasarkan hasil pengamatan pra
dampak migrasi. penelitian yang dilakukan peneliti, pada
Migrasi adalah gerak penduduk yang kenyataannya hambatan komunikasi yang dialami
melintas batas wilayah asal menuju ke wilayah perantau khususnya di Garut adalah kesulitan
tujuan dengan niatan menetap. Sebaliknya, dalam melakukan interaksi dengan lingkungan di
migrasi penduduk non-permanen adalah gerak sekitarnya terutama dalam bahasa yang digunakan
penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain sehari-hari masyarakat di lingkungan tempat
dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan perantauannya. Hambatan yang seringkali muncul
(Mantra, 2012). Migrasi dilatarbelakangi oleh dua dalam komunikasi yang dilakukan adalah
faktor yang saling mempengaruhi, yaitu faktor hambatan berbahasa serta hambatan sosial yang
pendorong (internal) dan faktor penarik muncul diantara dua budaya yang berbeda
(eksternal). Faktor pendorong biasanya ditentukan sehingga memunculkan spekulasi makna yang
oleh kondisi wilayah asal, seperti prospek berbeda hingga menyebabkan kesalahan dalam
kehidupan, ekonomi yang tidak berjalan dengan komunikasi (miscommunication). Selain itu,
baik, diskriminasi pada etnis dan agama, intonasi dan gaya bicara yang dilakukan pun
penindasan, dan lain sebagainya. Sedangkan menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi.
faktor penarik biasanya ditentukan oleh kondisi- Akan tetapi, di sisi lain hambatan dalam
kondisi wilayah tujuan yang biasanya memiliki berbahasa dan hambatan sosial yang biasa terjadi
atau menjanjikan situasi dan kondisi yang pada komunikasi yang dilakukan perantau tidak
sebaliknya dari situsi dan kondisi yang dialami menjadi suatu penghalang bagi para perantau lain
saat itu (Ghazali et al., 2015). yang datang ke Garut yang mengakibatkan
Komunikasi merupakan prioritas utama peningkatan pertumbuhan perantau di Garut.
dalam kehidupan sosial. Komunikasi merupakan Asumsi tersebut dapat dibuktikan dari data yang
proses interaksi untuk melakukan pertukaran dimiliki dinas daerah di Kabupaten Garut. Badan
informasi dengan tujuan untuk mempengaruhi Statistik Kabupaten Garut mencatat peningkatan
sikap dan tingkah laku orang lainperantau yang ada di Kabupaten Garut dari tahun
(Koesomowidjojo, 2021). Dengan menggunakan ke tahun cukup signifikan. Hal tersebut dapat
komunikasi, berbagai informasi bisa didapatkan dibuktikan dalam tabel berikut:
oleh siapa saja. Komunikasi lintas budaya
merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan Tabel 1. Jumlah Perantau Tahun 2015-
pelaku imigrasi yang dikenal dengan sebutan 2018
perantau untuk bisa melakukan komunikasi, serta Jenis Kelamin Tahun
bisa mendekatkan diri dengan lingkungan di 2015 2016 2017 2018
sekitar tempat tinggal ataupun di lingkungan Laki-laki 223 261 306 352
tempat kerja yang mayoritas pekerjanya adalah
Perempuan 146 168 201 235
masyarat lokal.
Jumlah Perantau 369 429 507 587
Dalam konteks hubungan, setiap
individu membutuhkan komunikasi. Individu Sumber: Badan Statistik Kab. Garut, 2018
berkomunikasi karena membutuhkan individu Berdasarkan Tabel 1, jumlah perantau di
lainnya untuk diajak bicara. Liliweri (dalam Kabupaten Garut dari tahun ke tahun mengalami
Karim, 2015) menyatakan bahwa terdapat 5 alasan peningkatan yang cukup signifikan yaitu 15%
individu untuk berbicara, yaitu (1) individu setiap tahunnya. Hal tersebut karena di
berbicara mengenai relasi mereka dalam latarbelakangi oleh faktor pekerjaan, berdagang,
pekerjaan, bagaimana mereka terlibat, bagaimana dan lain sebagainya. Alasan tersebut dapat terlihat

30
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

dari banyaknya laporan perantau kepada lingkungan masyarakat di kampung Yafdas (Iqbal,
pemerintah setempat baik dari tingkat terkecil 2020).
seperti Rukun Tetangga (RT) sampai dengan Hasil wawancara dari penelitian
tingkat desa yang selanjutnya akan tercatat komunikasi antarbudaya Batak dan Jawa
melalui hasil survei yang dilakukan Badan menghasilkan temuan bahwa sebagai etnis Batak
Statistik Kabupaten Garut ke setiap desa. sebagai perantau di wilayah etnis Jawa masih
Observasi awal dilakukan melalui mempertahankan speech code asalnya, dan saling
wawancara dengan Dito Hasta Krisandi salah satu berinteraksi dan berbaur serta meniru dialek orang
perantau asal kota Semarang yang bekerja di PT lokal dalam bentuk negosiasi dalam beradaptasi
Indonesia Power UPJP Kamojang Garut. Dito untuk menghasilkan persepsi yang memadai dari
mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan lingkungan masyarakat sekitar, tidak egois, tidak
dengan lingkungan barunya sering kali mementingkan kepentingan sendiri, dan tidak
menemukan hambatan meskipun pada saat lain mengecap bahwa etnis Batak lebih baik dari etnis
bisa merasa nyaman dan menerima komunikasi Jawa (Gustina & Handayani, 2020).
yang dilakukan. Disisi lain, peneliti mengamati Hasil penelitian mengenai adaptasi
perantau yang bernama Irdo Nanto Rossi, yang budaya mahasiswa pendatang di Kampus
merupakan Kepala Seksi Pidana Umum Universitas Padjadjaran Bandung menunjukan
Kejaksaan Negeri Kabupaten Garut yang bahwa kompetensi komunikasi lintas budaya
cenderung melakukan komunikasi satu arah narasumber memiliki kesesuaian dengan model
dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya, komunikasi lintas budaya Richard Donald Lewis.
karena di latarbelakangi oleh faktor bahasa dan Hal ini turut mempengaruhi kemampuan adaptasi
hambatan fisik (dari intonasi penyampaian pesan) mereka terhadap lingkungan dan budaya baru.
yang kurang dimengerti oleh masyarakat lokal, Negara asal seseorang mempengaruhi karakter
begitupun sebaliknya meskipun sering kali bahasa dan kemampuan komunikasi lintas budaya yang
Indonesia disisipkan dalam komunikasi yang mereka miliki. Karakter ini dapat menjadi
dilakukan (Hasil observasi awal peneliti, 2018) pendukung atau penghambat seseorang dalam
Penelitian relevan mengenai komunikasi beradaptasi dengan lingkungan barunya sebab
antarbudaya antara masyarakat pendatang dengan dapat mempengaruhi pemahaman mengenai
masyarakat lokal dalam proses adaptasi antar budaya yang berbeda dengan budaya asal mereka.
budaya menunjukkan bahwa dalam melakukan Pemahaman ini tidak hanya mencakup
proses adaptasi dengan masyarakat lokal, pemahaman terhadap diri sendiri, melainkan juga
masyarakat pendatang menggunakan dua bentuk pemahaman terhadap hal umum dan personal
komunikasi untuk menyampaikan pesan yaitu mengenai lingkungan barunya. Oleh karena itu,
komunikasi verbal dan komunikasi non verbal, upaya adaptasi harus dilakukan dengan memilah-
dari dua bentuk komunikasi yang digunakan milah kebiasaan bawaan secara terus menerus agar
komunikasi yang lebih efektif, yaitu komunikasi dapat berbaur dengan kebiasaan dan masyarakat
non verbal (Ping et al., 2018). sekitar (Patawari, 2020).
Penelitian lainnya mengenai adaptasi Penelitian lainnya yang relevan mengenai
speech code komunikasi antar budaya pada warga culture shock dalam komunikasi antar budaya
lokal dan pendatang di kampung Yafdas menunjukkan bahwa pola komunikasi antar
menunjukkan bahwa adaptasi yang dialami warga individu adalah komunikasi dengan keakraban
pendatang terhadap warga lokal di kampung dengan memakai bahasa Indonesia. Untuk bisa
yafdas cenderung menggunakan asimilasi, mengatasi persoalan bahasa di Pondok Pesantren,
integrasi, dan hibriditas budaya. Ketiga metode para santri selalu bertanya dengan bahasa
adaptasi ini sering di lakukan dalam prosesnya Indonesia (Husni, 2021).
saat berinteraksi di kampung yafdas. Namun dari Urgensi penelitian ini adalah adanya
ketiga metode adaptasi speech code yang paling realita sosial yang terjadi saat ini khususnya di
cocok di terapkan adalah hibriditas budaya. Kabupaten Garut terkait penggabungan budaya
Hibriditas budaya ini sangat cocok bagi warga yang berbeda. Permasalahan tersebut
pendatang sebagai perantau karena masih dapat menimbulkan sosioculture yang tergeser oleh
mempeertahankan speech code asalnya, sehingga perantau atas masyarakat lokal di lingkungan
warga pendatang dapat berbaur dan sering kali tempat tinggal perantau, sehingga meningkatnya
memakai atau meniru dialek warga lokal sebagai jumlah perantau di Garut dari tahun ke tahun.
bentuk negosiasi serta adaptasi untuk Selain itu, meskipun komunikasi sudah menjadi
menghasilkan persepsi yang memadai dari hal yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-

31
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

hari manusia, akan tetapi tidak sedikit orang METODE PENELITIAN


melakukan miscommunication terutama dengan
lingkungan yang tidak biasa ditemui. Metode penelitian yang digunakan dalam
Acuan yang dijadikan landasan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
penentuan tujuan penelitian ini adalah dengan menggunakan paradigma
permasalahan yang dialami perantau di Garut konstruktivisme. Paradigma konstuktivisme
ketika ditemui dalam wawancara sebagai merupakan paradigma antitesis dari paham yang
observasi awal penelitian ini. Adapun tujuan meletakkan pengamatan dan objektivitas terhadap
dalam penelitian ini diantaranya bagaimana pola penentuan suatu realitas atau ilmu pengetahuan.
percakapan dalam komunikasi yang dilakukan Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai
perantau dengan masyarakat lokal di Garut, analisis sistematis terhadap socially meaningful
bagaimana bentuk interaksi yang digunakan action melalui pengamatan langsung dan
dalam komunikasi perantau dengan masyarakat terperinci terhadap perilaku sosial yang
lokal di Garut dan hambatan komunikasi apa saja
bersangkutan guna menciptakan, memelihara,
yang biasanya terjadi ketika perantau melakukan
serta mengelola dunia sosial mereka dengan baik.
komunikasi dengan masyarakat lokal di Garut.
Manfaat penelitian ini secara teoritis Maka hasil penelitian akan memberi kontribusi
diharapkan dapat memperkaya kajian dalam yang lebih besar jika peneliti dapat menentukan
perkembangan ilmu komunikasi khususnya di paradigma apa yang sesuai dengan kebutuhan dan
dunia kehumasan dalam melakukan pengamatan sejalan dengan penelitian yang dilakukan
terhadap lingkungan sekitar melalui komunikasi (Nurhadi & Dien, 2012). Maka dari penelitian
antar budaya serta menambah referensi dalam yang sesuai dengan realitas komunikasi perantau
memahami komunikasi antar budaya bagi dengan masyarakat lokal di Garut, peneliti
perantau. Sedangkan manfaat praktis penelitian ini senantiasa terlibat dengan informan mengenai
bagi perantau yaitu diharapkan dapat menjadi komunikasi yang dilakukan perantau di
referensi dalam melakukan pola serta bentuk lingkungan masyarakat lokal berusaha memaknai
komunikasi bagi perantau ketika melakukan berdasarkan perspektif pengalaman serta cerita
komunikasi di daerah perantauannya, melakukan
yang dijalani selama melakukan komunikasi serta
komunikasi serta memperdalam pemahaman
peneliti harus memahami latar belakang informan.
mengenai komunikasi yang lebih baik dan
menjadi cerminan bagi perantau untuk mengatasi Teknik pengumpulan data yang
hambatan-hambatan yang terjadi agar komunikasi digunakan adalah observasi partisipan,
berjalan baik. wawancara mendalam, studi kepustakaan,
Bagi masyarakat, penelitian ini dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Teknik
diharapkan dapat menambah wawasan penentuan informan yang digunakan dalam
pengetahuan bagi masyarakat lokal dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling.
melakukan komunikasi dengan perantau, Alasan penggunaan teknik purposive sampling
menjadikan sumber acuan bagi masyarakat lokal karena peneliti mengganggap hanya informan-
dalam menghindari hambatan komunikasi dengan informan tertentu yang memiliki kriteria yang
perantau dan menjadi referensi dalam melakukan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian.
pola serta bentuk komunikasi bagi masyarakat Oleh karena itu, peneliti memilih teknik purposive
lokal ketika melakukan komunikasi dengan warga
sampling dengan menetapkan kriteria tertentu
perantau. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan pada perkembangan yang harus dipenuhi oleh informan yang dipilih
dan pendalaman studi Ilmu Komunikasi mengenai dalam penelitian ini. Peneliti mengambil informan
komunikasi antar budaya, sehingga dapat berjumlah enam orang yaitu dengan kriteria
dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian sebagai berikut:
selanjutnya, menambah keilmuan dan menjadi
1. Informan tersebut merupakan perantau dari
sumber referensi khususnya bagi peneliti terkait
luar Provinsi Jawa Barat. Alasannya, untuk
hal yang sama dan dapat menjadi sumber acuan
mempermudah penelitian mengenai
khususnya bagi para profesional Public Relations
hambatan yang biasa dihadapi perantau
yang senantiasa selalu berhadapan dengan
ketika berkomunikasi dengan masyarakat
lingkungan baru.
lokal.

32
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

2. Informan tersebut tinggal di Garut kurang narasumber dalam penelitian ini disajikan pada
dari satu tahun. Alasannya, karena gejala Tabel 3.
pola percakapan, bentuk percakapan, serta
Tabel 3. Data Narasumber
hambatan komunikasi akan dirasakan
No Nama Jabatan
perantau ketika kurang dari satu tahun. 1. Arif Kepala Seksi Penempatan
3. Informan tidak memiliki hubungan atau Rahman Tenaga Kerja Dinas
ikatan pernikahan dengan warga Garut. Tenaga Kerja dan
Alasannya, karena penelitian ini ditujukan Transmigrasi Kabupaten
bagi perantau recurrent movement. Garut
4. Informan tersebut melakukan aktivitas dan 2. Muhammad Masyarakat Sekitar
berkomunikasi sehari–hari dengan Ramdan Perantau
lingkungan (di luar rumah). Sumber: Hasil penelitian, 2022.
Adapun data dari informan penelitian ini,
sebagai berikut: Tabel 3 menjelaskan mengenai nama
narasumber yang akan di wawancara pada
Tabel 2. Data Informan penelitian menganggap bahwasanya narasumber
No Nama Jabatan Asal Lam yang dipilih dalam penelitian ini merupakan
a narasumber yang berkompeten dalam
Ting memberikan informasi dan dianggap bisa
gal memumpuni pengetahuannya terhadap perantau,
1. Irdo Nanto Kasi Pidana Lampu 10 serta bisa memberikan informasi sesuai dengan
Rossi Umum ng Bulan topik penelitian dari interpretasi yang
Kejaksaan diungkapkan narasumber menurut sudut
Negeri Garut
pandangnya dalam berbagai persprektif.
2. Adrian Kasi Barang Ujung 3
Paromai Bukti dan Pandan Bulan Analisis data kualitatif dilakukan dengan
Barang g 3 tahap, yaitu tahap reduksi data, tahap penyajian
Rampasan data, tahap interpretasi dan penarikan kesimpulan.
Kejaksaan Tahap Reduksi Data merupakan proses pemilihan,
Negeri Garut pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
3. Dito Hasta Pelaksana Semara 11 mengabstrakkan, dan transformasi data kasar yang
Krisandy Senior Humas ng Bulan muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
dan Protokoler
Setelah peneliti memperoleh data, harus lebih dulu
UPJP Kamojang
dikaji kelayakannya dengan memilih data mana
4. Hervina Mahasiswa Kalima 9
Hidayah Fakultas MIPA ntan Bulan yang benar-benar dibutuhkan dalam penelitian ini.
Rahman Universitas Mereduksi data berarti merangkum,
Garut memfokuskan data pada hal-hal penting. Dengan
Pelayan Rumah Padang 8 demikian data yang telah direduksi akan
5. Saprija Makan Padang Bulan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
Jamba mempermudah peneliti untuk melakukan
Petani Ambon 8 pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila
6. Cepi Bulan diperlukan.
Sumber: Hasil penelitian, 2022. Penyajian data dibatasi sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang disesuaikan
Tabel 2 menjelaskan mengenai nama- dan diklarifikasi untuk mempermudah peneliti dan
nama informan yang akan di wawancara pada menguasai data, dengan begitu data tersebut dapat
penelitian ini. Beberapa kriteria ini dipilih karena terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan,
dianggap memenuhi syarat dan mempunyai sehingga akan lebih mudah dipahami, serta
pengetahuan serta informasi sesuai dengan topik merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa
penelitian mengenai komunikasi antar budaya yang telah dipahami sebelumnya. Kesimpulan
pada perantau dengan masyarakat lokal di Garut. selama penelitian berlangsung makna-makna yang
Dalam penelitian ini jumlah informan pria lebih muncul dari data yang diuji kebenarannya,
banyak dari jumlkah informan wanita karena kekokohannya dan kecocokannya sehingga
berdasarkan data yang diperoleh jumlah perantau diperoleh kesimpulan yang jelas kebenaran dan
dengan jenis kelamin pria lebih banyak kegunaannya. Setelah proses tahapan dalam
dibandingkan dengan wanita. Adapun data analisa data tersebut dan memperoleh data

33
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

tersebut, maka selanjutnya yang akan peneliti meminta lawan bicaranya tersebut untuk
lakukan ialah mengumpulkan hasil analisis dari menggunakan bahasa Indonesia. Hal tersebut
seluruh wawancara yang di lakukan dalam memberikan dampak yang cukup signifikan dalam
penelitian dengan apa yang menjadi pokok pikiran pola percakapan dimana ia berusaha
setiap hasil analisis yang diungkapkan perantau menyeimbangkan diri dengan lingkungan tempat
dan menganalisis sesuai apa yang menjadi tujuan perantauannya.
penelitian dengan menganalisis beberapa hal yang Dari pengalaman dan kesan yang diterima
sesuai dengan apa yang peneliti akan analisis. Irdo ketika berkomunikasi dengan masyarakat
lokal di Garut ini, ia selalu berusaha memberikan
HASIL DAN PEMBAHASAN penjelasan terlebih dahulu kepada lawan
bicaranya dan terkadang ia pun dibantu orang
Berdasarkan hasil wawancara dan proses
terdekatnya yang dianggap bisa membantunya
pengamatan yang dilakukan di lapangan, peneliti
dalam meluruskan alur komunikasi yang
memperoleh data mengenai pola percakapan,
dilakukannya dengan masyarakat lokal, dengan
bentuk interaksi, serta hambatan komunikasi yang
begitu komunikasi berjalan dengan baik meskipun
biasa dihadapi para perantau ketika melakukan
terkadang ia dibantu orang lain ketika ada
komunikasi dengan masyarakat lokal di
beberapa hal yang tidak bisa dihadapinya, dan
lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja. Hasil
untuk menghindari kesalahpahaman dalam
penelitian ini diperoleh dari pengumpulan data
komunikasi maka dengan bantuan orang lain
melalui proses wawancara secara mendalam dan
komunikasi bisa berjalan dengan baik.
pengamatan secara langsung. Selanjutnya, setelah
Lain halnya dengan Adrian Paromai yang
dilakukan pengamatan dan penelitian secara
merupakan perantau asal Sulawesi, lebih memiliki
langsung dilapangan terhadap beberapa informan,
karakter yang inisiatif karena rasa antusiasnya
maka peneliti menentukan tiga aspek dalam
sebelum ditugaskan dan datang ke Garut. Ia
wawancara yang akan diteliti yang erat kaitannya
terlebih dahulu berinisiatif mencari keberagaman
dengan komunikasi perantau dengan masyarakat
yang ada di Garut serta bahasa yang digunakan
lokal.
agar ketika datang ke Garut. Ia juga bisa lebih
menerima berbagai situasi dan kondisi terutama
Pola Percakapan ketika akan berkomunikasi dengan masyarakat
Pola percakapan merupakan suatu bagian lokal. Selain itu kesan pertama yang diterima
dari asumsi atas terjadinya suatu komunikasi Adrian yang memandang sikap sosial masyarakat
seseorang dengan lingkungannya. Pola dapat lokal yang kurang baik karena telah didominasi
diartikan sebagai suatu proses yang dirancang dan oleh budaya luar yang kuat, sehingga beberapa
didalamnya saling berhubungan satu sama lain, sikap sosialnya cenderung memudar. Meskipun
guna mempermudah pemikiran yang diungkapkan begitu, tidak sedikit orang disekitar tempat tinggal
secara logis dan sistematis. Sedangkan, dan tempat kerjanya seringkali menggunakan
percakapan sendiri dapat diartikan sebagai suatu bahasa sunda ketika melakukan percakapan
unsur yang terdapat dalam komunikasi baik dengannya yang membuat komunikasi seringkali
melalui pelantara (media penyampai) berupa berjalan tanpa respon. Dari hasil wawancara yang
orang atau alat, ataupun tidak menggunakan dilakukan bersama Adrian, ia menyatakan bahwa
pelantara. terkadang adanya rasa ketersingungan dalam
Pada wawancara pertama dalam aspek setiap komunikasi ketika orang-orang
pola percakapan dengan para informan, peneliti disekelilingnya menggunakan bahasa sunda, yang
menanyakan mengenai pengalaman informan menjadikan ketidakadaan respon dalam
dalam melakukan percakapan serta kesan pertama percakapan sehingga komunikasi hanya berjalan
seperti apa yang ada dalam benak informan ketika satu arah saja. Menurutnya, untuk memperbaiki
pertamakali melakukan komunikasi dengan komunikasi yang dilakukan ketika orang-orang
masyarakat lokal. Informan pertama Irdo Nanto disekelilingnya menggunakan bahasa sunda, ia
Rossi mengungkapkan pengalaman komunikasi hanya berusaha secara pribadi untuk mencari tahu
ketika pertama datang di Garut, ia langsung arti atau maksud dari pembicaraan tersebut, dan
berkomunikasi dengan masyarakat lokal yang ketika percakapan dengan menggunakan bahasa
menggunakan bahasa sunda. Karena baru pertama Indonesia ia selalu berusaha memperbaiki
kali ke tanah sunda, Irdo yang berasal dari pengucapan sehingga percakapan dapat dilakukan
Sumatera tentu belum bisa menggunakan atau secara efektif dengan baik.
memahami bahasa sunda, yang pada akhirnya Irdo

34
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

Dito yang merupakan informan ketiga kesan yang baik diterimanya dari masyarakat
melakukan percakapan pertama dengan lokal. Pola percakapan yang baik selalu
masyarakat lokal yang terlebih dahulu dilakukannya. Seperti yang telah diungkapkan
menggunakan bahasa sunda. Ia pertama kali Saprija, dalam pola percakapannya sehari-hari
berkomunikasi dengan masyarakat lokal penjual yang dilakukannya dengan masyarakat lokal yang
makan yang menggunakan bahasa sunda, sering ia menggunakan pola percakapan dua arah
sedangkan dirinya sendiri tidak bisa menggunakan meskipun menghadapi perbedaan dalam bahasa
bahasa sunda, sehingga percakapan pun tidak bisa namun ia selalu mencoba untuk memahami setiap
diterima dengan baik meskipun akhirnya bisa kalimat yang diucapkan, dan ketika benar-benar
diatasi dengan memberikan pemahaman kepada tidak memahami percakapan ia mencoba untuk
penjual makan tersebut bahwa mereka tidak bisa menjelaskan kepada masyarakat lokal bahwa ia
menggunakan bahasa sunda. Dari pengalaman dan tidak bisa menggunakan bahasa sunda.
kesan pertama yang dilalui oleh beberapa Adapun wawancara selanjutnya yang
informan dalam melakukan komunikasi dengan dilakukan dengan informan keenam, yaitu Cepi
masyarakat lokal Garut. Informan ketiga sebagai perantau asal Ambon ini yang dapat
menyebutkan bahwa meskipun melewati disimpulkan bahwa ia tidak banyak melakukan
komunikasi yang sulit karena perbedaan bahasa komunikasi dengan masyarakat lokal. Namun,
yang sebelumnya belum pernah digunakan, tetapi ketika ada suatu percakapan yang berhubungan
mereka mencoba untuk belajar dan memperbaiki dengannya atau pesan-pesan yang dibutuhkannya
hal-hal yang dapat memperbaiki komunikasi meski tidak begitu mengerti tapi ia selalu mencoba
dengan masyarakat lokal. Dito mengatakan bahwa berkomunikasi secara dua arah dengan bahasa
yang mendasari baiknya suatu percakapan adalah Indonesia yang dicampurkan dengan bahasa
dengan memahami terlebih dahulu isi percakapan, sunda. Meskipun demikian tapi ia selalu berusaha
lalu menanggapi percakapan dengan baik dan untuk selalu belajar memperbaiki komunikasinya,
sesuai dengan apa yang dibicarakan, jangan karena ia sadar bahwasannya seorang perantau
sampai jawaban yang dinyatakan tidak sesuai harus bisa lebih menerima situasi dan kondisi di
dengan pertanyaan yang diungkapkan sehingga tempat perantauannya untuk memperbaiki hidup
suatu pola percakapan bisa berjalan dengan baik dan komunikasinya. Hasil wawancara yang biasa
ketika seseorang bisa saling memahami karakter dilakukan perantau dengan masyarakat lokal
lawan bicara mereka. dalam pola percakapan, biasanya komunikator dan
Begitupun dengan informan keempat komunikan satu sama lain saling mengungkapkan
yang merupakan seorang mahasiswi asal suatu ide atau gagasan dan mendapat suatu respon
Kalimantan, ia yang mengungkapkan bahwa atas komunikasi yang dilakukan, baik respon
komunikasi pertamanya dengan masyarakal lokal secara langsung diungkapkan (two ways traffic
dimulai dari penerimaan percakapan yang communications) ataupun respon yang hanya bisa
didahului oleh masyarakat lokal tersebut dengan dimengerti oleh komunikan saja tanpa
menggunakan bahasa sunda, akan tetapi yang diungkapkan kembali (one way communications).
membedakan dengan informan sebelumnya Vina
tidak terlalu suka berkomunikasi. Meskipun Vina
tidak begitu baik dalam komunikasi, tetapi Vina
selalu mencoba belajar memperbaiki
komunikasinya dengan orang-orang
disekelilingnya, baik komunikasi dengan
menggunakan bahasa sunda atau dengan
menggunakan bahasa Indonesia sekalipun karena
dengan banyak mendengarkan terlebih dahulu
bisa memperbaiki setiap komunikasi yang
dilakukan.
Adapun wawancara selanjutnya dengan
informan kelima yaitu Saprija yang berprofesi Gambar 1.
sebagai pekerja rumah makan padang, ketika Pola Percakapan Perantau Dengan Masyarakat
pertama kali ia berkomunikasi dengan masyarakat Lokal di Garut
lokal Garut yang merupakan pembeli Sumber: Model Kategorisasi Hasil Wawancara
Informan, 2019
menyebutkan bahwa percakapan dimulai olehnya
dengan menggunakan bahasa Indonesia serta

35
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

Penelitian yang relevan mengenai lingkungan tempat kerjanya baik dalam situasi
komunikasi antarbudaya terkait pola percakapan formal ataupun dalam situasi nonformal, gaya
dalam hal komunikasi antarbudaya untuk bicara dan penampilan yang ditunjukkan Irdo
mencegah konflik yakni pola komunikasi primer ketika berinteraksi sangat disesuaikan dengan
dan sekunder. Komunikasi primer dimana situasi dan kondisi lawan bicaranya, begitupun
individu menggunakan cara berkomunikasi secara pada lingkungan tempat tinggal ketika sedang
verbal dan non-verbal sedangkan komunikasi melakukan interaksi ia berpenampilan sederhana
sekunder individu menggunakan alat media layaknya masyarakat biasa.
seperti aplikasi line, whatsapp, atau telepon. Lalu Dalam sisi lain, ketika lawan
untuk mencegah konflik atau permasalahan yakni disekelilingnya menggunakan bahasa sunda dan ia
individu lokal dan pendatang mereka saling tidak paham atas apa yang dibicarakan, Irdo hanya
menghormati, menjaga tutur kata, saling memberi melakukan interaksi secara nonverbal dengan
informasi yang sebenarnya dan menjaga toleransi hanya melirik dan memberikan senyuman saja,
satu sama lain. Faktor pendukung: Untuk saling yang mengartikan bahwa dia tidak bisa merespon
belajar, saling berinteraksi, membuat relasi. Untuk pembicaraan karena ketidakpahamannya atas
faktor penghambat: Bahasa, miss-komunikasi, interaksi yang dilakukan disekelilingnya terutama
prasangka, stereotip (Nadziya & Nugroho, 2021). dalam bahasa yang digunakan, meskipun ada
beberapa kata yang dipahami tapi ia tidak bisa
Bentuk Interaksi menjawab dengan bahasa yang sama sehingga ia
Bentuk interaksi merupakan salah satu memilih tidak menjawab.
faktor yang terdapat dalam komunikasi, bentuk Sama halnya dengan Irdo, informan
interaksi biasanya dilihat dari situasi ketika keenam yaitu Cepi pun yang merupakan seorang
seseorang melakukan interaksi dan dilihat dari petani ini lebih suka berinteraksi secara kelompok,
seberapa banyak jumlah orang yang melakukan karena menurutnya dengan melakukan interaksi
interaksi tersebut, karena pada dasarnya dalam diri dengan jumlah orang yang lebih dari satu orang ia
manusia tentunya terdapat beberapa kebutuhan bisa banyak belajar dari cara bicara dan kebiasaan
yang berbeda-beda, selain itu respon yang biasa masyarakat lokal meskipun tidak mengerti seluruh
dibentuk dalam suatu interaksipun dapat kalimat yang dibicarakan tapi ia mencoba
diungkapkan secara verbal dan nonverbal sesuai memahaminya. Akan tetapi, ketika para perantau
dengan keiinginan dan keputusan. berada pada lingkungan masyarakat lokal yang
Hal yang paling diperhatikan ketika secara spontan menggabungkan dua bahasa yaitu
informan akan melalukan suatu interaksi dengan bahasa sunda dan bahasa Indonesia, membuat
masyarakat lokal adalah dilihat dari aspek bahasa mereka menggunakan bahasa secara nonverbal
yang biasa mereka gunakan dan bahsa yang biasa yaitu hanya bisa merespon menggunakan gerak
digunakan masyarakat lokal pada umumnya, tubuh karena seringkali adanya rasa takut ketika
selain itu situasi dan kondisi pada saat mereka harus merespon.
melakukan interaksipun menjadi salah satu yang Bentuk interaksi yang biasa dilakukan
sering diperhatikan ketika para informan ketika para perantau dengan masyarakat lokal dari hasil
akan melakukan interaksi, karena tidak setiap wawancara yang dilakukan, sebagian besar
interaksi pada pengalaman baik bisa sama pada banyak menggunakan bentuk interaksi
situasi dan kondisi yang berbeda. antarpribadi karena interaksi secara antarpribadi
Para informan memandang bahwa lebih efektif dalam setiap pesan yang ingin
sebagian besar masyarakat lokal yang ada di Garut disampaikan dan kemudahan dalam saling
ini masih kental dengan budaya dan kebiasaan merespon setiap interaksi yang dilakukan.
sekitar, yang membuat kesulitan ketika melakukan Tiga dari enam informan membenarkan
interaksi dengan lawan bicara yang bukan orang hal tersebut karena kepribadian mereka yang
sunda. Akan tetapi meskipun begitu, para kurang bisa cepat terbuka dan dekat dengan orang
informan menyadari bahwa ketika mereka tinggal baru disekelilingnya, membuat interaksi yang
pada suatu wilayah baru maka mereka mau tidak dilakukian terbatas dan terkadang mereka lebih
mau harus mengikuti bahasa dan kebiasaan banyak melakukan interaksi secara nonverbal
wilayah tersebut, agar mereka tidak kesulitan dibandingkan dengan interaksi yang bersifat
dalam berkomunikasi salah satunya dengan verbal meskipun dengan menggunakan bahasa
banyak berkomunikasi dalam berbagai situasi. Indonesia. Akan tetapi meskipun begitu, mereka
Irdo mengungkapkan bahwa ia biasa melakukan menyadari bahwa seseorang bisa dipandang baik
komunikasi secara kelompok ketika berada pada ketika komunikasi yang dilakukannya baik pula,

36
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

maka dari itu mereka selalu belajar berkomunikasi baik maka menurutnya lebih baik ia tidak
dengan banyak mendengarkan orang mengetahui apa yang dibicarakan, karena tidak
disekelilingnya yang sedang berinteraksi baik dipungkiri meskipun begitu terkadang ada orang
menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa lain yang membantu menjelaskan kepadanya atas
Sunda. interaksi yang tidak dimengerti tersebut meskipun
Sebagian dari informan dalam penelitian ia tidak memintanya untuk menjelaskan kembali
ini memang lebih suka menggunakan interaksi interaksi tersebut.
antarpribadi karena hal tersebut dianggap lebih Dalam hal ini, para informan
efektif digunakan terutama untuk para perantau menyebutkan bahwa meskipun bentuk interaksi
yang belum memahami bahasa tempat dilakukan secara beragam disesuaikan dengan
perantauannya, dan interaksi tersebut dianggap situasi dan kondisi. Akan tetapi, bentuk interaksi
dapat memudahkan setiap pekerjaan, ia juga yang paling dominan selalu dijadikan sarana bagi
menjelaskan bahwa interaksi antarpribadi bisa mereka mempelajari bahasa daerah tempat
memberikan dampak terhadap para perantau perantauannya, karena dengan banyak
untuk bisa lebih terbuka dan mudah mengetahui berinteraksi dengan masyarakat lokal bisa
karakter dari masyarakat lokal. menjadikan mereka mudah diterima oleh
Selain itu, dengan menggunakan interaksi lingkungannya baik di lingkungan tempat tinggal
antarpribadi mereka juga dapat dengan mudah ataupun pada lingkungan tempat kerja mereka.
merespon setiap pembicaraan secara verbal, Selain itu, dalam berpenampilan dan gaya bicara
karena dengan berinteraksi secara verbal pesan pun mereka selalu menyesuaikan dengan bentuk
yang disampaikan satu sama lain lebih bisa mudah interaksi yang dilakukan tidak pernah
diterima dan mudah untuk dibenahi ketika terjadi menampilkan gaya bicara dan penampilan yang
miss communications dalam interaksi yang dapat menimbulkan ketidaksukaan masyarakat
dilakukan. Dalam sisi lain, terkadang mereka lokal.
selalu bertanya-tanya terhadap diri mereka sendiri
mengenai maksud dari interaksi yang sedang
diamati dan berinisiatif untuk mengingat beberapa
kata yang bisa diartikan atau ditanyakan dilain
waktu.
Pendapat Saprija menjelaskan bahwa
dirinya seringkali melakukan interaksi dengan diri
sendiri ketika mereka berada pada situasi ketika
orang-orang disekelilingnya berinteraksi, akan
tetapi mereka tidak memahami maksud dari
interaksi tersebut, terlebih dari bahasa daerah
masyarakat lokal yang digunakan yaitu bahasa
sunda. Setelah mereka bertanya-tanya terhadap
diri sendiri mengenai interaksi yang tidak
dipahami tersebut pada sisi lain ada beberapa dari
mereka yang berinisiatif menanyakan kembali Gambar 2.
maksud dari pembicaraan tersebut baik dalam Bentuk Interaksi Perantau Dengan Masyarakat
situasi langsung ataupun ketika pembicaraan Lokal di Garut
sudah selesai dan dilain waktu. Sumber: Model Kategorisasi Hasil Wawancara
Informan, 2019
Lain halnya dengan informan kedua yang
menurutnya ia tidak suka berinteraksi dengan diri
sendiri ketika menghadapi situasi seperti itu. Penelitian yang relevan dengan interaksi
Adrian menjelaskan bahwa ia selalu berpikiran komunikasi antarbudaya yaitu penelitian
positif ketika berada pada lingkungan masyarakat mengenai interaksi sosial etnis Karo dan etnis
lokal yang sedang berinteraksi menggunakan
Minang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bahasa sunda, dan karena itu ia menyadari bahwa
ketika seorang perantau tinggal pada suatu etnis Karo lebih mendominasi dalam hal interaksi
wilayah baik atau buruknya kepribadian seseorang sehari-hari terhadap orang di sekitarnya, baik
bergantung pada sikap yang ditunjukkanya dalam berumahtangga maupun dengan orang di
terhadap orang yang ada disekelilingnya. Untuk sekitar lingkungannya yang berasal dari etnis
menjauhi dari masalah karena berpikiran tidak Minang. Etnis Minang beradaptasi secara

37
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

autoplastis atau mengikuti kebudayaan yang dalam mempertahankan budaya lokal terhadap
sudah ada di Kecamatan Kabanjahe yaitu bahasa yang sangat dijaga masyarakat lokal dari
Kebudayaan Karo. Kebudayaan yang dibawa oleh berbagai kalangan, yang mana hal tersebut
masing-masing etnis dapat membaur satu sama merupakan suatu tumbak bagi dirinya untuk bisa
lain membentuk satu kebudayaan baru ataupun membiasakan belajar dan menerima ketika
mengikuti kebudayaan penduduk asli, yaitu etnis menghadapi komunikasi dengan bahasa yang
tidak biasa ia gunakan, karena walau
Karo. Selain itu, lembaga sosial tidak mempunyai
bagaimanapun untuk bisa diterima lebih baik oleh
pengaruh yang kuat dalam proses interaksi antar
masyarakat lokal ia harus bisa menerima dan
etnis. Masyarakat lebih memilih ketua adat atau membiasakan berbagai hal yang berhubungan
tokoh agama sebagai pengambil keputusan dengan tempat perantauannya tersebut.
ataupun melakukan musyawarah dalam keluarga Selain hambatan dalam bahasa, para
(Ritonga & Tarigan, 2011). informan mun menemukan berbagai hambatan
lain seperti yang diutarakan oleh informan kedua
Hambatan Komunikasi yaitu Adrian, selain hambatan dalam bahasa yang
Pada dasarnya setiap orang memiliki dihadapi ia juga menemukan hambatan dari cara
suatu hambatan dalam kehidupannya terutama penyampaian pesan yang disampaikan masyarakat
dalam setiap komunikasi yang dihadapinya. lokal beragam, seperti dialek dan durasi
Beragam faktor yang mempengaruhi hambatan penyampaian pesan dari kalimat perkalimat ada
terutama dalam melakukan komunikasi bisa yang cepat dan keras serta ada juga yang lembut
dihadapi setiap waktunya, bahkan satu orang yang dan santun.
sedang melakukan komunikasi bisa menghadapi Dari keberagaman tersebut ketika
beberapa hambatan dengan berbagai latar berkomunikasi karena ketidaktahuannya ia sulit
belakang hambatan yang berbeda-beda. membedakan apakah gaya bicara tersebut
Hambatan komunikasi bisa diartikan memang suatu kebiasaan atau sekedar watak sang
sebagai suatu kesulitan yang dihadapi seseorang komunikator yang seperti itu, hal tersebut yang
dalam melakukan komunikasi baik dalam diri menjadikan hambatan dalam komunikasi ketika ia
komunikator sebagai penyampai pesan, hambatan berkomunikasi dengan masyarakat lokal yang
dalam penyampaian pesan dari lingkungan, menyebabkan ia kesulitan untuk menangkap
ataupun dalam diri komunikan sebagai penerima makna dari pesan yang disampaikan.
pesan tersebut karena banyak faktor yang Dari hasil wawancara yang dilakukan
mempengaruhi hambatan dalam komunikasi yang terlihat bahwa informan ketiga bernama Dito,
dapat menjadikan kesalahpahaman dalam sangat menemukan banyak hambatan dalam
komunikasi yang dilakukan sehingga, pesan yang melakukan komunikasi selain dari hambatan
diterima tidak sesuai harapan yang disampaikan. berbahasa. Pendapat Dito, komunikasi bisa
Keberagaman hambatan komunikasi yang terhambat tidak dari segi bahasa dan cara
biasa dihadapi para perantau sebagai informan penyampampaiannya saja, akan tetapi ia
dalam penelitian, dominan menghadapi hambatan berpendapat bahwa hambatan komunikasi bisa di
pada bahasa yang mereka terima dari masyarakat latarbelakangi oleh faktor penampilan dan
lokal dimana bahasa daerah masih kuat melekat kebiasaan seseorang seperti yang telah ia alami
pada diri masyarakat lokal, hal tersebut ketika berkomunikasi dengan masyarakat lokal
menjadikan para informan kesulitan dalam setiap Garut. Ia memandang bahwa masyarakat lokal
komunikasi seperti yang dipaparkan oleh Garut berpenampilan terlalu berlebihan sehingga
informan pertama, yaitu Irdo. Dalam penjelasan seringkali ketika berkomunikasi dengan seseorang
Irdo, mengungkapkan bahwa ia menyadari yang bukan masyarakat Garut sepertihalnya Dito
kesulitan yang paling utama dihadapi para yang merupakan perantau, harus bisa membagi
perantau adalah dari segi bahasa yang digunakan fokus terhadap apa yang dibicarakan dan apa yang
oleh masyarakat lokal, karena ketika mereka diperhatikan karena di wilayah asalnya orang
mulai berkomunikasi dengan masyarakat lokal cenderung tidak begitu berlebihan dalam
bahasa sunda akan yang melekat pada diri berpenampilan. Bahkan ketika ia memperhatikan
masyarakat lokal baik di lingkungan tempat masyarakat lokal yang sedang berkomunikasi
tinggal ataupun dalam lingkungan tempat kerja dengan masyarakat lokal lainnya, komunikan
sekalipun, meskipun tidak semua masyarakat yang merupakan penerima pesan terlihat lebih
lokal berinteraksi dengannya menggunakan fokus terhadap penampilan dibandingkan dengan
bahasa sunda. Irdo sangat mengapresiasi kekuatan apa yang dibicarakan komunikator. Maka hal

38
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

tersebut bisa menjadikan miss communications


dan terhambatnya suatu komunikasi yang
dilakukan. Selain itu, Dito juga menambahkan
bahwa hambatan komunikasi juga bisa terjadi
karena kebiasaan buruk terutama dalam etos kerja
yang dilakukan seseorang, ia berpendapat bahwa
etos kerja masyarakat lokal Garut yang pernah ia
temui selama tinggal di Garut itu buruk, karena
ketika ada pekerjaan yang seharusnya segera
dikerjakan masyarakat lokal cenderung harus
berkali-kali diingatkan dan dijelaskan serta
pengerjaan yang membutuhkan waktu cukup lama
jika dibandingan dengan yang lain. Maka hal
Gambar 3.
tersebut dianggap sebagai suatu hambatan dalam Hambatan Komunikasi Perantau Dengan
melakukan komunikasi yang dihadapinya kepada Masyarakat Lokal di Garut
masyarakat lokal baik etos kerja dalam lingkungan Sumber: Model Kategorisasi Hasil Wawancara
pekerjaan di perusahaan ataupun etos kerja yang Informan, 2019
biasa dilakukan dalam masyarakat lokal di tempat
tinggalnya. Penelitian relevan mengenai hambatan
Adapun hambatan komunikasi yang komunikasi antarbudaya antara mahasiswa etnis
dihadapi oleh beberapa informan seperti yang Minangkabau dengan mahasiswa etnis Aceh
diungkapkan Saprija, ia menyebutkan bahwa menunjukkan hasil bahwa hubungan mahasiswa
hambatan komunikasi yang dihadapinya dengan dari kedua etnis berjalan dengan baik karena
masyarakat loka Garut selain dari perbedaan adanya proses adaptasi serta sikap saling
bahasa yang belum begitu dipahaminya, ia juga memahami dan pengertian. Hambatan bahasa dan
menemukan kesulitan untuk bisa mengenal etnosentrisme bisa dihilangkan dengan adanya
banyak orang yang ada di Garut, karena selain rasa saling pengertian dan berfikir positif sehingga
tidak adanya kerabat dekat masyarakat asli Garut terciptanya hubungan perdamaian dan
ia juga belum lama tinggal di Garut, sehingga keharmonisan kehidupan melalu interaksi
ketika ia mulai bicara dengan orang baru yang antarbudaya (Anismar & Anita, 2018).
belum dikenal akan membuat terhambatnya pula
komunikasi yang dilakukan, karena tidak Kesimpulan
dipungkiri menurutnya bahwa ketika seseorang
berkomunikasi kedekatan serta kepercayaan akan Berdasarkan hasil penelitian dan
menjadi aspek pertama yang diperhatikan. Hal pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
tersebut diperkuat oleh pernyataan Cepi yang sebagai berikut, pola percakapan yang digunakan
merupakan informan keenam bahwa hambatan perantau untuk berinteraksi dengan masyarakat
komunikasi tidak hanya dilihat dari bagaimana lokal dapat disimpulkan dari pengadopsian
cara seseorang berbicara dengan orang lain atau pengalaman dan kesan pertama mereka ketika
bahasa yang digunakannya seperti apa, akan tetapi datang ke Garut pengadopsian tersebut di dapat
hambatan komunikasi juga bisa terjadi dari luar dari respon yang diterima pada perantau yang
aspek komunikasi itu sendiri, dimana seseorang didasari atas keterbukaan diri perantau itu sendiri.
akan lebih mudah berinteraksi ketika penampilan Atas keterbukaan diri tersebut, maka sebagian
orang yang diajak bicaranya terpercaya terutama besar perantau menggunakan komunikasi dua arah
dari segi fisik yang ditampilkan. Meskipun tidak dengan dilatarbelakangi oleh adanya dorongan
semua orang memiliki pemikiran seperti itu tapi pada diri mereka untuk bisa lebih mendekatkan
jelas bahwa, sebagian besar orang terutama diri kepada masyarakat lokal dengan cara belajar
masyarakat lokal yang ada di tempat tinggalnya sendiri melalui berbagai media ataupun diajarkan
berpemikiran seperti itu, hal tersebut ia utarakan oleh masyarakat lokal yang dianggap mampu
karena ia mengalami keadaan seperti demikian membantu komunikasi perantau tersebut menjadi
ketika dua bulan pertama ia tinggal di Garut. lebih baik di mata masyarakat lokal. Serta ada pula
dari mereka yang menggunakan pola percakapan
satu arah karena kurangnya keterbukaan diri atas
ketidakpahaman percakapan yang dihadapi dan

39
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

tidak adanya motivasi untuk lebih dekat dengan masyarakat lokal dengan memberi pelatihan-
masyarakat lokal. pelatihan yang setara dengan sumber daya
Bentuk interaksi komunikasi yang manusia yang dimiliki perantau, dan bekerjasama
digunakan perantau untuk berkomunikasi dengan dengan lembaga dan perusahaan yang ada di Garut
masyarakat lokal dapat disimpulkan dari dalam mencegah perekrutan perantau yang dapat
terbentuknya rasa nyaman atas kebiasaan diganti dengan masyarakat lokal yang memiliki
berkomunikasi. Seperti yang pertama bentuk keahlian yang sama. Saran bagi peneliti
interaksi pribadi lebih dominan dilakukan selanjutnya yaitu melakukan penelitian
perantau, karena dengan melakukan hal tersebut selanjutnya dengan mengubah objek yang dituju
dianggap bisa mengefektifkan interaksi terutama seperti komunitas-komunitas yang bertolak
ketika menggunakan bahasa verbal dalam situasi belakang dengan masyarakat dan melanjutkan
nonformal agar maksud dari tujuan yang mereka penelitian dengan topik konsep diri perantau yaitu
cari bisa tersampaikan. Kedua ketika berada pada menggunakan pendekatan konsep diri dengan
lingkungan masyarakat lokal yang situasinya teori fenomenologi. Saran bagi masyarakat adalah
formal mereka cenderung menggunakan bentuk memberikan dorongan kepada para perantau
interaksi kelompok dengan bahasa non-verbal dengan melakukan hal positif dan menjalin
melalui isyarat bahasa tubuh dan raut wajah. Hal hubungan dengan baik yang akan membuat
tersebut menjadi suatu kebiasaan yang mereka kepekaan dirinya terhadap perantau untuk bisa
lakukan dalam kesehariannya baik dalam meminimalisir hambatan komunikasi dan
lingkungan formal ataupun dalam lingkungan merubah cara pandang masyarakat terhadap
non-formal di tempat perantauannya. penampilan fisik dan daerah asal perantau karena
Hambatan komunikasi yang biasa hal tersebut tidak boleh selalu dikaitkan dengan
dihadapi para perantau sebagai informan dalam nilai buruk yang belum dipastikan kebenarannya.
penelitian ini ketika berinteraksi dengan
masyarakat lokal. Pertama, kesulitan dalam References
bahasa yang digunakan dalam artian ketika
Anismar, & Anita. (2018). Komunikasi
berinteraksi dengan perantau, masyarakat lokal
Antarbudaya Mahasiswa Etnis
sebagian besar masih menggunakan bahasa
Minangkabau Dengan Mahasiswa Etnis
Sunda. Kedua, penampilan fisik perantau yang
Aceh. Jurnal Jurnalisme, 7(2), 216–234.
mengurangi kepercayaan masyarakat lokal
Ghazali, Z., Pudjiastuti, T. N., & Sunardi. (2015).
terhadap perantau. Ketiga, perbedaan
Migrasi sebagai dampak perubahan politik
penyampaian interaksi dan nilai-nilai komunikasi
dan ekonomi di wilayah eks Uni Soviet.
yang sangat bertolak belakang dengan perantau
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
mengakibatkan mereka malas untuk
Gustina, P., & Handayani, S. (2020). Komunikasi
berkomunikasi dengan masyarakat lokal, serta
Antar Budaya Batak dan Jawa. Smooting:
faktor penunjang budaya yang berbeda pun dapat
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah, 18(2),
menjadi hambatan bagi mereka ketika
127–133.
berkomunikasi dengan masyarakat lokal.
Husni, M. (2021). Komunikasi Antar Budaya di
Saran yang diberikan peneliti bagi
Pondok Pesantren Kyai Syarifuddin.
perantau yaitu membentuk suatu komunitas
Dakwatuna: Jurnal Dakwah dan
perantau dalam hal positif guna bisa berbagi
Komunikasi Islam, 7(2), 253–279.
pengalaman dan menambah relasi di wilayah
Iqbal, M. (2020). Adaptasi Speech Code
perantauannya, ikut bergabung dengan kearif
Komunikasi Antar Budaya Pada Warga
komunitas budaya lokal agar bisa memperbaiki
Lokal. Copi Susu: Jurnal Komunikasi,
komunikasi dengan masyarakat lokal serta bisa
Politik & Sosiologi, 2(2), 12–20.
belajar untuk menjadi pribadi yang lebih terbuka,
Karim, A. (2015). Komunikasi Antar Budaya di
menjalin hubungan sosial dengan cara banyak
Era Modern. At-Tabsyir: Jurnal
bergabung dengan masyarakat lokal dan
Komunikasi Penyiaran Islam, 3(2), 319–
melibatkan diri dalam kegiatan sosial yang akan
338.
mampu mengubah pandangan buruk masyarakat
Koesomowidjojo, S. R. (2021). Dasar-dasar
lokal terhadap perantau baik di lingkungan
Komunikasi. Jakarta: Penerbit Bhuana Ilmu
pekerjaan ataupun di lingkungan tempat tinggal.
Populer Kelompok Gramedia.
Saran bagi pemerintah adalah
Mantra, I. (2012). Demografi Umum.
meminimalisir tingkat imigrasi yang semakin
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
meningkat dari tahun ke tahun, memberdayakan

40
Komunika: Jurnal Ilmu Komunikasi

Nadziya, F. A., & Nugroho, W. (2021). Pola Ping, A., Nanang, M., & Sabiruddin. (2018).
Komunikasi Antarbudaya Dalam Mencegah Bentuk Komunikasi Masyarakat Pendatang
Konflik Pada Mahasiswa Lokal dan dengan Masyarakat Lokal dalam Proses
Pendatang. Jurnal Indonesia Sosial Sains, Adaptasi Antar Budaya. eJournal Ilmu
2(10), 1691–1703. Komunikasi, 6(4), 83–96.
Nurhadi, Z. F., & Dien, M. A. (2012). Ritonga, S., & Tarigan, I. A. (2011). Pola
Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Komunikasi Antar Budaya dalam Interaksi
CV Alfabeta. Sosial Etnis Karo dan Etnis Minang di
Patawari, M. Y. (2020). Adaptasi budaya pada Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.
mahasiswa pendatang di kampus Perspektif: Jurnal Ilmu Sosial Universitas
Universitas. Jurnal Manajemen Medan Area, 4(2), 91–99.
Komunikasi, 4(2), 103–122.

© 2022 Oleh authors. Lisensi KOMUNIKA: Jurnal Ilmu Komunikasi, Uhamka, Jakarta. Artikel ini bersifat open access yang didistribusikan di bawah
syarat dan ketentuan Creative Commons Attribution (CC-BY) license (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/).

41

Anda mungkin juga menyukai