Anda di halaman 1dari 34

Kearifan Lokal dan Strategi Komunikasi Public Relations

di BUMN dan Perusahaan Swasta

Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah


Universitas Brawijaya Malang
Jalan Veteran Malang 65145
Email: rachmat_kr@ub.ac.id

Abstract: This study describes the connection between communication strategies of state-owned
enterprises (BUMN) and private companies in Indonesia with its local culture. Contructivism was
applied to explore qualitative data, involving the practitioners from BUMN and private
companies. The research finds two propositions, i.e. the more local wisdoms are understood, the
easier to create communication strategy of public relations that builds good relations with the
public; communication strategy based on local wisdoms is used by both BUMN and private
companies. The research contributes to enrich public relations study within Indonesian local
perspectives.

Keywords: communication, culture, local perspectives, public relations.

Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan singgungan antara strategi komunikasi BUMN dan
perusahaan swasta di Indonesia dengan budaya lokal. Pendekatan konstruktivis dengan metode
wawancara digunakan untuk menggali data kualitatif dan melibatkan praktisi dari BUMN dan
perusahaan swasta sebagai informan. Penelitian ini menemukan dua proposisi, yakni makin
memahami kearifan lokal, maka strategi komunikasi public relations makin mudah dalam
membangun hubungan publik; dan penggunaan strategi komunikasi berdasarkan kearifan lokal
tidak membedakan BUMN dan perusahaan swasta. Penelitian ini berkontribusi memperkaya
kajian public relations dalam perspektif lokal.

Kata Kunci: budaya, perspektif lokal, public relations, strategi komunikasi.

Kajian budaya merupakan hal penting dari generasi ke generasi” (Mulyana &
dalam komunikasi. Dissanayake (2003, Rakhmat, 2006, h. 25). Budaya terwujud
h. 17) menyebutkan bahwa budaya tanpa dalam bentuk artefak, pola perilaku, sistem
komunikasi tidak dapat bernapas. Semua gagasan, dan ideologi (Koentjaraningrat,
jenis proses komunikasi pun terjadi 2011). Jika budaya tersebut memiliki
dalam konteks-konteks budaya (Ayish, kemampuan menghadapi pengaruh
2003; Kriyantono, 2017b, h. 13). Bahkan kebudayaan asing pada waktu kedua
Hall (dalam Gudykunst & Lee, 2002)
kebudayaan itu berhubungan, maka hal
mengatakan bahwa “communication is
itu disebut sebagai kearifan lokal (local
culture, culture is communication”.
genius/wisdom) (Rosidi, 2011, h. 29).
Budaya adalah “suatu cara hidup Menurut Radmila (2011), kemampuan
yang berkembang, dimiliki bersama budaya ini dapat muncul karena
oleh sekelompok orang, dan diwariskan masyarakat setempat memiliki pemikiran-
1
pemikiran

2
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

atau ide-ide yang mengandung nilai-nilai disebut homofili. Kesamaan akan


kebijaksanaan, kearifan, dan kebaikan
yang terinternalisasi secara turun-temurun
dan mentradisi.
Kriyantono (2017b, h. 348) me-
nyebutkan bahwa internalisasi yang men-
tradisi terjadi karena kearifan lokal
tersebut berwujud pesan dan sekaligus
strategi penyampaian pesan. Kearifan
lokal yang berisi pesan-pesan sosialisasi,
penyebaran nilai-nilai budaya, pendidikan,
dan kontrol sosial disampaikan melalui
berbagai media komunikasi, seperti
dongeng, gethok tular, cangkrukan, seni
(ludruk, ketoprak, wayang), tembang-
tembang, peribahasa atau sinoman
(perkumpulan adat di Jawa). Misalnya,
menurut Kriyantono (2017b, h. 346),
“nilai-nilai menghormati orang lain
disampaikan dengan menggunakan bahasa
Jawa ngoko atau krama”.
Budaya yang terwujud dalam kearifan
lokal ini, bersama dengan latar belakang
personal dan karakter sosiodemografis,
membuat komunikasi bersifat sistemik.
Wood (2009, h. 4) menegaskan bahwa
“to interpret communication, we have
to consider the system in which it takes
place”. Komunikasi dapat efektif jika
sang komunikator mengenal khalayaknya
(komunikan/publik), yakni individu atau
kumpulan individu yang memiliki
berbagai karakteristik, termasuk
karakteristik budaya (Sendjaja, 1998;
Kriyantono, 2016). Proses memahami
komunikan ini merupakan upaya
menciptakan kesamaan latar belakang
antara komunikator dan komunikan.
Menurut Daryanto (2011), hal ini
3
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

terjadi jika kerangka acuan dan bidang Keterkaitan strategi komunikasi


pengalaman (focus of interest) praktisi public relations dengan
komunikator dan komunikan
bertumpang tindih yang membuat proses
komunikasi berjalan sama makna
(Schramm, 1954).
Pemahaman terhadap karakter
budaya ini juga perlu dilakukan oleh
praktisi public relations sebagai
komunikator yang mewakili organisasi
sebagai manajer komunikasi (Grunig &
Hunt, 1984; Lattimore, Baskin, Heiman,
& Toth, 2010; Kriyantono, 2017a;
Kriyantono, Destrity, & Amrullah,
2017). Public relations adalah proses
manajemen komunikasi antara lembaga
dan publiknya (Grunig & Hunt, 1984;
Grunig, Grunig, & Dozier, 2002;
Ledingham, 2008, h. 226; Kriyantono,
2017a & 2017b).
Oleh karena itu, seorang praktisi
public relations haruslah orang yang
serba tahu, yakni orang yang memiliki
kemampuan berkomunikasi, pintar, dan
berpenampilan menarik (Cutlip, Center,
& Broom, 2011; Kriyantono, 2016).
Ledingham (2008) menyatakan bahwa,
dalam konteks budaya, praktisi public
relations harus pula memenuhi peran
sebagai antropolog sosial yang mampu
memahami budaya di sekitar
organisasinya. Strategi komunikasi
perusahaan untuk mewujudkan
hubungan baik dengan publik harus
dibangun berdasarkan budaya sekitar
perusahaan (Sha, 2006; Durant &
Shepherd, 2009; Shin, Heath, & Lee,
2011; Batts, Breslin & Winter, 2012;
Ingenoff & Christoper, 2012).

4
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

budaya komunitasnya telah dibuktikan dan sosial-ekonomi, serta


beberapa penelitian. Kuo dan Chew
(2009) menemukan bahwa budaya
berpengaruh terhadap pemaknaan dan
tingkat penerimaan seseorang, sehingga
kesesuaian strategi komunikasi dengan
budaya mendukung tercapainya tujuan
perusahaan. Penelitian lain membuktikan
bahwa budaya power-distance di Cina
sangat memengaruhi strategi komunikasi.
Hal ini membedakannya dengan budaya
egaliter di Amerika (Sriramesh & Vercic,
2009, h. 12).
Di sisi lain, permasalahan antara
perusahaan dengan lingkungannya dapat
terjadi karena strategi perusahaan yang
tidak sesuai dengan budaya sekitar
(Oliveira, 2013). Pendapat ini selaras
dengan penelitian Taylor (2000, h. 279)
yang menyebutkan bahwa kegagalan
komunikasi perusahaan Coca-Cola dalam
mengatasi krisis disebabkan oleh
kurangnya pemahaman perusahaan
terhadap budaya publiknya. Coca-Cola
cenderung menerapkan strategi yang sama
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi
di beberapa negara berbeda. Kasus Coca-
Cola tersebut merupakan bukti
permasalahan antara perusahaan dan
lingkungannya karena ketidakmampuan
mengelola budaya.
Kasus Coca-Cola tersebut juga
menggambarkan bahwa strategi
komunikasi dengan mempertimbangkan
kearifan lokal sangat diperlukan baik pada
situasi normal maupun krisis, yakni situasi
saat perusahaan mengalami kejadian tidak
terduga, tiba- tiba, berpotensi
menimbulkan kerusakan fisik, psikologis,
17
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

berpotensi mengancam reputasi budaya lokal. Proses akulturasi


perusahaan (Devlin, 2007; Coombs, menjadikan agama
2010; Kriyantono, 2015a; Kriyantono,
Riani, & Savitri, 2017, h. 46).
Krisis membesar atau tidak sangat
dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan
dalam mengatur dan mengelola aliran
komunikasi dari publik internal maupun
eksternal (Duhe, 2005; Fearn-Banks,
2007;
Kriyantono, 2012; Wigley & Zhang, 2011,
h. 2). Hal ini disebabkan karena
komunikasi adalah esensi dari menajemen
krisis (Coombs, 2010, h. 25). Komunikasi
dapat membangun persepsi positif atau
negatif perusahaan dan dapat menjadi
realitas (Penrose, 2000, h. 167). Kegiatan
mengelola komunikasi dalam situasi
krisis inilah yang disebut komunikasi
krisis (Coombs, 2010; Kriyantono,
2015a). Strategi komunikasi dalam situasi
normal dan krisis harus memperhatikan
kepentingan publik agar publik tidak
menjadi pihak yang paling menderita
akibat krisis (Regester & Larkin, 2008;
Coombs, 2010; Kriyantono, 2015a;
Kriyantono dkk, 2017).
Kasus-kasus di atas menunjukkan
bahwa budaya memengaruhi strategi
komunikasi dan memiliki bentuk yang
bermacam-macam. Di Indonesia, budaya
masyarakatnya dipengaruhi oleh agama
Islam (Hasbiyallah, 2006, Kriyantono,
2017b). Jumlah Muslim di Indonesia
memberikan sumbangsih hingga 12,9%
dari populasi Muslim dunia (Pew
Research Center, 2009). Pengaruh Islam
sangat kuat dalam kehidupan masyarakat
Indonesia melalui akulturasi dengan

17
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

menjadi dasar kearifan lokal, seperti strategi komunikasi dalam aktivitas public
tampak pada peribahasa agama ageming relations
aji yang artinya agama adalah busana
berharga. Agama dipahami dalam tataran
rasio atau kognitif, serta diyakini dan
diamalkan dalam setiap perbuatan. Agama
pun disimbolkan sebagai ageman (busana
atau pakaian) yang selalu digunakan
individu untuk melindungi diri dari rasa
malu dan suhu dingin dan panas yang
dapat diartikan melindungi manusia dari
perilaku yang tidak baik (Kriyantono,
2017b, h. 370).
Agama merupakan salah satu unsur
terbentuknya budaya (Jensen, 2013;
Koenjtaraningrat, 2011). Pernyataan
tersebut dapat dibuktikan dengan penelitian
Servaes (2016, h. 6) yang menemukan
bahwa Guanxi, pola berbisnis masyarakat
Cina, berasal dari nilai-nilai Konfusius
dalam agama Kong Hu Cu yang berarti
menjaga harmoni dengan sesama. Agama
mayoritas di wilayah tertentu, seperti
Indonesia, sangat mungkin memberikan
pengaruh besar terhadap budaya
masyarakat setempat (Amirullah, 2015;
Kriyantono, 2017b).
Pemaparan di atas menunjukkan
bahwa bahwa di satu sisi komunikasi
organisasi tidak dapat dilepaskan dari
konteks budaya dan di sisi lain strategi
komunikasi yang tidak memperhatikan
nilai budaya dapat membuat strategi
tersebut tidak efektif. Namun, beberapa
penelitian di atas belum secara spesifik
mengurai jenis organisasinya.
Hal ini mendorong adanya
pembahasan yang menguraikan adopsi
nilai-nilai kearifan lokal dalam mengelola
17
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Kajian tentang strategi komunikasi
Negara (BUMN) dan perusahaan swasta dengan konteks budaya merupakan hasil
di Indonesia. Asumsinya, strategi perkembangan dari kajian teori
komunikasi dalam aktivitas public komunikasi
relations yang dilakukan oleh BUMN
dan perusahaan swasta menyesuaikan
budaya lokal di sekitarnya. Asumsi ini
menjadi alasan peneliti untuk melakukan
verifikasi data di lapangan.
Peneliti mencoba menjawab per-
masalahan dan asumsi penelitian ini
melalui pengumpulan data pada dua
BUMN, yakni PT. Semen Indonesia
Gresik dan PT. Pelabuhan Indonesia III
Surabaya, keduanya berlokasi di Jawa
Timur, Indonesia, serta dua perusahaan
swasta, yakni PT. Erindo Mandiri dan PT.
Tirta Investama, keduanya berlokasi di
Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia.
Pemilihan dua jenis badan usaha
(perusahaan) ini didasarkan pada
beberapa alasan. Pertama, perusahaan-
perusahaan tersebut merupakan lembaga
bisnis yang dituntut menghasilkan profit.
Menurut Freeman (dalam Kriyantono,
2017b, h. 57), profit dapat diraih hanya
dengan melaksanakan tanggung jawab
sosial terhadap publiknya yang disebut
dengan istilah superior performance.
Hubungan baik dengan publik
berpengaruh terhadap kesuksesan
aktivitas yang dilakukan oleh
organisasi (Brunner, 2009; Coombs,
2010; Kriyantono, 2015a). Kedua,
budaya organisasi perusahaan swasta
berbeda dengan perusahaan milik negara
dan hal tersebut menentukan model
aktivitas public relations-nya
(Kriyantono, 2017b, h. 99).

17
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

yang sebelumnya masih didominasi oleh Vercic, Grunig, dan Grunig (dalam Holst,
pemikiran Barat dan dibangun berdasarkan 2012), Huang-Horowitz (2012), Lee
budaya Barat (Dissayanake, 2003; (2004), dan McQuail (2000), yaitu
Durant & Shepherd, 2009; Kuo & Chew, sebagian prinsip Barat masih
2014; Kriyantono, 2017b; Lawson, memungkinkan untuk diadopsi, tetapi
2016, h. 11). Penelitian Dissanayake tidak secara keseluruhan. Hal ini terjadi
(1988) menunjukkan bahwa buku-buku karena setiap negara memiliki budaya
komunikasi berperspektif Amerika yang yang berbeda- beda, sehingga sangat
digunakan sebagai referensi di Asia mungkin muncul perbedaan penggunaan
Selatan mencapai 78% dan 71% strategi komunikasi terhadap publiknya
digunakan di negara-negara yang yang berpengaruh pada pemaknaan dan
tergabung dalam Association of Southeast penerimaan publik terhadap strategi
Asian Nations (ASEAN). tersebut (Taylor, 2000).
Hal ini memunculkan kajian tentang Sementara itu, Lee (2004, h. 613)
fenomena komunikasi dari perspektif melakukan eksperimen terhadap 385
budaya lain, selain dari Barat (Ayish, warga Hong Kong dan menemukan bahwa
2003; Carey, 2009; Dissanayake, 2003; strategi komunikasi “no comment” sebagai
Fiske, 2002; Kriyantono, 2017b). Kajian strategi yang dapat diterima oleh
komunikasi Barat belum tentu sepenuhnya masyarakat Hong Kong, meskipun
dapat diterapkan di tempat lain. Wu (2005, bertentangan dengan teori Barat. Strategi
h. 574) meneliti penerapan asumsi public ini efektif karena pengaruh Kong Hu Cu
relations di Amerika terhadap budaya Asia yang menjadi acuan nilai budaya
dan membuktikan bahwa asumsi-asumsi masyarakat Hong Kong, yaitu “berpikir
teoritis Amerika tidak dapat diterapkan tiga kali sebelum bertindak”.
dalam budaya Asia karena adanya
Penelitian ini juga berkontribusi
perbedaan sistem politik, nilai budaya, dan
memperkaya kajian public relations dalam
lingkungan media. Kriyantono (2015b,
perspektif lokal di Indonesia. Menurut
h. 123) meneliti kehumasan di perguruan
Shriramesh & Vercic (2009, h. 1), kajian
tinggi di Indonesia dan menghasilkan
ilmu pengetahuan mengenai public
lima proposisi. Dua proposisi bersifat
relations internasional masih sangat muda.
meneguhkan prinsip-prinsip teori
Hal ini memperkuat signifikansi pembuatan
Excellence in Public Relations dan tiga
deskripsi mengenai praktik public
proposisi lainnya merupakan kondisi khas
relations di setiap negara untuk
yang terjadi dalam budaya praktik humas
mengetahui cara terbaik praktik public
di lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.
relations di setiap negara yang berbeda.
Hasil penelitian Wu (2005) dan Kurangnya deskripsi praktik public
Kriyantono (2015b) di atas semakin relations di setiap negara ini diperkuat
menguatkan pendapat Valentini (2007), oleh Wu (2005, h. 570) yang menyatakan
bahwa dalam 10 tahun terakhir para
17
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

ilmuwan mulai menaruh perhatian pada


praktik public relations terhadap
budaya

17
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

Asia. Kriyantono & McKenna (2017) Penentuan Informan


pun menganggap kajian public relations Informan penelitian ini dipilih
dengan perspektif Indonesia masih kurang berdasarkan kriteria (purposive), yaitu
karena perspektif Barat terlalu dominan, informan yang melaksanakan fungsi
sehingga teori-teori public relations yang public relations dan memiliki pengetahuan
khas Indonesia perlu dibangun. tentang strategi komunikasi public
relations dalam menjalin hubungan
METODE
dengan publik. Aksesibilitas juga menjadi
Pendekatan dan Metode Penelitian
pertimbangan penelitian ini, sehingga
Peneliti menggunakan pendekatan proses pengumpulan data menjadi lebih
konstruktivis. Pendekatan ini memandang mudah.
realitas sebagai hasil konstruksi individu Informan penelitian ini adalah empat
yang dipengaruhi oleh pengalaman, latar karyawan pada divisi public relations dari
belakang, serta konteks ruang dan waktu BUMN dan perusahaan swasta. Pertama,
(Creswell, 2007; Daymon & Holloway, Muhammad Yunus (selanjutnya disebut
2011; Kriyantono, 2014; Neuman, 2015). MY), karyawan PT. Erindo Mandiri.
Pada penelitian ini, konstruksi realitas Kedua, Mulyono Wibisono (selanjutnya
mengenai strategi komunikasi public disebut MW), karyawan PT. Tirta
relations didasarkan pada pengalaman Investama. Ketiga, Ferdiansyah Oktarizky
masing-masing informan. Peneliti juga (selanjutnya disebut FO), karyawan PT.
melakukan identifikasi terhadap adopsi Semen Indonesia Gresik. Keempat, Edy
nilai-nilai kearifan lokal dalam proses Priyono (selanjutnya disebut EP),
penyusunan strategi komunikasi public karyawan PT. Pelabuhan Indonesia III
relations tersebut. Penelitian konstruktivis Surabaya.
tidak mensyaratkan generalisasi data, PT. Erindo Mandiri dan PT. Tirta
sehingga kualitas data menjadi hal utama Investama adalah perusahaan Air Minum
(Wimmer & Dominick, 2011; Kriyantono, Dalam Kemasan (AMDK). Air merupakan
2014; Neuman, 2015). kebutuhan banyak orang dan berpotensi
Metode pengumpulan data yang menjadi sumber krisis bencana alam,
digunakan dalam penelitian ini adalah human-error, atau juga sabotase, sehingga
wawancara mendalam, sehingga peneliti pengelolaannya memerlukan strategi
dapat memperoleh data kualitatif. komunikasi public relations dalam
Wawancara adalah percakapan antara menjalin hubungan dengan lingkungannya
periset, yaitu seseorang yang berharap (Coombs, 2010; Kriyantono, 2015a).
mendapatkan informasi, dan informan, PT. Tirta Investama memiliki produk
yaitu seseorang yang diasumsikan Aqua sejak 1973. Menurut riset Goldman
mempunyai informasi penting tentang Sachs (dalam Marketeers, 2015), Aqua
suatu objek (Kriyantono, 2014). menguasai 46.7% pangsa pasar AMDK di
Indonesia. Aqua juga telah menyandang

17
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

penghargaan Proper Hijau pada 2014-


2016

18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

(Dahwilani, 2016). Sementara itu, PT. proposisi-proposisi.


Erindo Mandiri memiliki produk Aquase.
Sedangkan PT. Semen Indonesia Gresik
dan PT. Pelindo III Surabaya dipilih
oleh peneliti karena merupakan BUMN
yang mengelola sumber daya alam yang
berkaitan dengan hajat hidup banyak
orang.
Teknik Analisis Data
Analisis dan interpretasi data
dilakukan berdasarkan model interaktif
yang diungkapkan oleh Miles, Huberman,
dan Saldana (2014). Model ini
menjelaskan análisis melalui tiga arus
kegiatan secara bersamaan, yaitu
kondensasi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/verifikasi.
Pengumpulan data dilakukan
dengan mengelompokkan beberapa topik
ke dalam kategori yang sesuai. Proses
kondensasi data juga dilakukan secara
bersamaan, yakni melakukan pemilihan,
fokus, penyederhanaan, peringkasan, dan
pengubahan data yang ada menjadi
kumpulan tulisan yang utuh, serta tidak
membuang data begitu saja karena jumlah
data yang cukup banyak. Data yang
dianggap berada di luar fokus penelitian
akan diringkas, sehingga data-data tersebut
membentuk sebuah riwayat tersendiri dalam
analisis. Pada tahap terakhir, peneliti
menyimpulkan dan memverifikasi sajian
data yang telah dibuat sebelumnya.

HASIL

Temuan penelitian ini berupa hasil


konstruksi para informan yang dipaparkan
dalam beberapa kategori data. Selanjutnya,
data-data tersebut disintesiskan menjadi
18
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

Opini Publik dalam Aktivitas Public Humas adalalah fungsi manajemen


Relations komunikasi yang bertujuan menciptakan
kesepahaman dan hubungan yang harmonis
Keempat informan memiliki antara perusahaan dengan publiknya, baik
konstruksi yang sama tentang opini internal maupun

publik. Opini publik dipandang oleh para


informan sebagai hal yang signifikan bagi
perusahaan. Perbedaan pemaparan para
informan terindikasi pada alasan di balik
pemahaman informan mengenai
pentingnya opini publik tersebut bagi
perusahaan.
MY mengonstruksi bahwa
perusahaan memiliki keterkaitan dan saling
membutuhkan dengan publiknya, baik
internal maupun eksternal. Oleh karena
itu, perusahaan harus mengetahui opini
publik mengenai perusahaan, tidak
terkecuali opini negatif. Tugas MY adalah
memberikan umpan balik yang sesuai
dengan kebutuhan publik itu.
Jadi, kita menyadari animo masyarakat.
Ya, banyaklah. Kalau itu negatif, sedikit
saja, itu sudah berhembus. Makanya kita
tetap menjaga, kalau toh ada hal-hal yang
kurang pas, kita bisa terjun langsung, kita
komunikasikan. Mereka pun juga akan
menginformasikan hal-hal yang kurang pas,
memastikan bagaimana sih. Nah nantinya
kita akan kasih jawaban yang sebenarnya,
yang faktual. (MY, karyawan PT. Erindo
Mandiri, wawancara, 7 Juni 2017)

Ada kesamaan pendapat antara MY


dan dua informan lain dari BUMN, yakni
FO dan EP. FO dan EP menganggap
opini publik perlu didengarkan dan
diperhatikan sebagai wujud hubungan
harmonis perusahaan dengan publiknya.
Hal ini merupakan tanggung jawab
Public Relations atau bagian Hubungan
Masyarakat (Humas) untuk
menumbuhkan citra yang baik bagi
perusahaan.

18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

eksternal. (FO, karyawan PT. Semen mencapai tujuan. Menurut MW, opini publik
Indonesia
Gresik, wawancara, 27 Juni 2017)
Humas merupakan fungsi yang vital bagi
manajemen komunikasi perusahaan, baik
internal maupun eksternal, yang berguna
menciptakan citra positif di mata publik dan
shareholder. (EP, karyawan PT. Pelabuhan
Indonesia III Surabaya, wawancara, 23 Juli
2017)

Para informan memaknai pentingnya


pemahaman terhadap opini publik tersebut
sebagai aktivitas yang dapat
meminimalkan terjadinya permasalahan
antara perusahaan dengan publik. Deteksi
terhadap opini publik yang negatif sejak
dini dapat menjadi dasar dalam
mengonfirmasi kesalahpahaman sebelum
permasalahan membesar. Hal ini
merupakan manajemen isu sebagai bagian
dari early warning system (Coombs, 2010;
Kriyantono, 2015a; Regester & Larkin,
2008). Hal ini menunjukkan perhatian
perusahaan terhadap opini publik yang
negatif dan dampak yang dapat menimpa
perusahaan jika opini tersebut dibiarkan.
Menurut Galloway dan Kwansah-
Aidoo (2005), pemahaman ketiga
informan tersebut merupakan wujud upaya
perusahaan mengidentifikasi publik yang
menjadi target utama setiap program
public relations-nya. Hal tersebut
dilakukan dengan mengetahui respons
publik terhadap pesan dari perusahaan,
seperti hal-hal yang diketahui publik, hal-
hal yang dipercaya publik, dan hal-hal
yang dipersepsi publik tentang apa yang
diketahuinya.
Sementara itu, MW mengutarakan
bahwa kesesuaian program perusahaan
dengan opini publik dapat berpengaruh
terhadap kesuksesan perusahaan dalam
18
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

itu dijadikan dasar bagi perusahaan relations adalah publik sebagai calon
dalam membuat perencanaan program- konsumen produk perusahaan. Aktivitas
program perusahaan untuk masyarakat. perusahaan pasti memengaruhi aktivitas
Selain social mapping, pendapat publik
dapat memunculkan program-program
tertentu yang mampu memenuhi keinginan
publik. Misalnya, terkait isu
ketenagakerjaan, banyak warga sekitar
yang menuntut agar dapat bekerja di Aqua
karena mereka berada di lingkungan
perusahaan. Dari isu tersebut, perusahaan
mengeluarkan program kewirausahaan dan
koperasi sebagai bentuk perhatian
perusahaan. Dengan adanya dua program
tersebut, isu terkait ketenagakerjaan dapat
tertangani, karena dua program itu
mendukung warga untuk produktif dengan
cara berwirausaha dan menjalankan
koperasi. (MW, karyawan PT. Tirta
Investama, wawancara, 14 Juni 2018)

PT. Tirta Investama memosisikan


opini publik sebagai landasan bagi
perusahaan untuk menentukan tindakan
selanjutnya apabila hal tersebut
memberikan keuntungan bagi keduanya.
Tindakan tersebut dapat berupa program
perusahaan maupun perbaikan atau
evaluasi terhadap kegiatan atau program
yang telah dilakukan. Inilah yang
disebut Regester & Larkin (2008)
sebagai “outside-in thinking” dan Seitel
(2014, h. 205) sebagai “plan from the
outside in”. Organisasi berupaya
mempertimbangkan opini, standar etis,
lingkungan internasional, sikap-sikap
terhadap organisasi, kebijakan publik
yang dibuat pemerintah, nilai-nilai dan
gaya hidup publik, serta pemuka
pendapat (opinion leader) saat
merancang program strategis dan tidak
hanya fokus pada tujuan internal
organisasi (Kriyantono, 2015a).
Sasaran Aktivitas Public Relations
Sasaran utama kegiaatan public

18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

publik. Publik sebagai lingkungan sosial memberitakan suatu hal. Konfirmasi ini
mencegah munculnya jawaban
pun akan memengaruhi aktivitas
perusahaan. Harrison (2008, h. 549)
menyebut situasi ini sebagai effect licensed
by society. Namun, Freeman (1984)
mengungkapkan bahwa perusahaan harus
membuat skala prioritas publik utama
yang menjadi sasaran karena keterbatasan
anggaran dan luasnya ranah publik
tersebut.
Data penelitian ini menunjukkan
bahwa media massa menjadi publik
sasaran yang paling banyak disebutkan
oleh informan. FO mengurutkan publik
sasarannya sebagai berikut, “pemegang
saham, masyarakat sekitar perusahaan,
media massa, dan karyawan”.
Jenis kegiatan dalam relasi dengan
publik pun bermacam-macam. FO
menyatakan bahwa agenda futsal bersama
dengan para pekerja media massa menjadi
salah satu cara membangun hubungan
dengan media massa.
Kalau saya nggak lagi banyak kerjaan saya
selalu sempatkan bertemu wartawan di luar
perusahaan. Entah di mall, di café, atau
dimana yang kita bisa santai makan bareng
atau saya traktir ngopi-ngopi. Saya juga
pernah futsal bareng dengan mereka”. (FO,
karyawan PT. Semen Indonesia Gresik,
wawancara, 27 Juni 2017)

Hubungan baik dengan media massa


dilakukan informan agar tidak muncul
pernyataan dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab saat terjadi isu negatif
mengenai perusahaan.
Fungsinya ketika ada isu kurang enak,
misalnya tentang aktivitas pabrik yang
sempat membuat beberapa pihak merasa
terganggu. Berita negatif memang tidak
mungkin tidak ada, tapi kalau hubungan
dengan media massa sudah baik, mereka itu
cenderung melakukan konfirmasi sebelum
18
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

dari pihak-pihak yang tidak bertanggung terima. Rujukan tersebut bisa mencakup
jawab. (FO, karyawan PT. Semen Indonesia
Gresik, wawancara, 27 Juni 2017) media massa dan pemuka pendapat
(Scramm,
Berdasarkan temuan di atas, praktisi
public relations telah menerapkan nilai-
nilai kearifan lokal cangkrukan, seperti
cangkrukan yang dilakukan dengan para
pekerja media massa. Inilah ciri
masyarakat Indonesia yang turun-temurun
antargenerasi. Cangkrukan ini merupakan
bentuk komunikasi kebersamaan.
Cangkrukan dapat membuat praktisi
public relations menciptakan kesamaan
dan meniadakan jurang pemisah dengan
publiknya.
Sementara itu, EP mengungkapkan
bahwa urutan publik sasarannya adalah
pemegang saham, pengguna jasa
pelayaran, pemerintah, media massa,
masyarakat sekitar, dan karyawan.
Sedangkan MY menyebutkan bahwa
publik sasarannya adalah publik internal
yang dimulai dari Kepala Seksi (Kasi)
atau supervisor di divisi karyawannya dan
kepala, serta publik eksternal, yaitu
kepala dusun dan kepala desa. Sementara
itu, MW menyebutkan bahwa MW fokus
juga pada kepala desa yang kemudian
disampaikan ke perusahaan.
Data di atas menjelaskan bahwa
publik eksternal menjadi publik sasaran
yang banyak diperhatikan program public
relations. Informan menyebut media
massa dan pemuka pendapat tradisional
dari desa- desa, seperti kepala desa atau
kepala dusun.
Teorikomunikasiduatahapmenggambarka
n bahwa publik memiliki rujukan untuk
lebih memahami pesan yang mereka

18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

1954). Peneliti beranggapan bahwa media dan menciptakan kedekatan dengan


massa adalah sumber rujukan modern, perusahaan.
sedangkan kepala desa atau kepala dusun
adalah sumber rujukan nilai-nilai kearifan
lokal masyarakat, yakni getok tular.
Informasi yang diterima publik tidak
begitu saja dipercaya, tetapi disampaikan
melalui getok tular oleh kepala desa atau
kepala dusun sebagai pemuka
pendapatnya.
Upaya menjadikan media sebagai
publik sasaran menjadi bukti bahwa
praktisi public relations memiliki posisi
krusial dalam membentuk agenda media,
terutama melalui pengaruh terhadap berita
tentang perusahaannya yang dapat
memengaruhi opini publik, prestasi
finansial, dan reputasi organisasi (Kiousis,
Popescu, & Mitrook, 2007). Media juga
mempunyai peran besar membangun opini
saat sebuah peristiwa menjadi perhatian
publik melalui pemilihan atribut tertentu
guna mendeskripsikan peristiwa tersebut
(Kriyantono, 2017b).
Kearifan Lokal Sebagai Penentu Hubungan
Publik
MY mengutarakan bahwa urutan
pertama penentu hubungan perusahaan
dengan publik adalah komunikasi.
Pernyataan ini memperkuat literatur yang
menyatakan bahwa komunikasi merupakan
hal utama dalam upaya menjalin hubungan
antara perusahaan dengan publiknya.
MY juga mengatakan bahwa komunikasi
menjadi kunci kelancaran perusahaan
karena komunikasi membuat perusahaan
dapat memahami keinginan atau harapan
publik terhadap perusahaan. Publik pun
dapat memahami kepentingan perusahaan

18
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

Komunikasi untuk menjalin hubungan sekitar maupun sekadar bersilaturahmi.


dengan publik dilakukan PT. Erindo MY juga menganggap bahwa penentu
Mandiri melalui beberapa kegiatan, hubungan perusahaan dan publiknya
seperti pertemuan rutin sebulan sekali. adalah budaya publik di sekitar
Pertemuan ini digunakan untuk membahas perusahaan. Budaya dianggap sebagai
kinerja perusahaan dan sekaligus menjadi pengetahuan
ajang membangun keakraban dengan staf
perusahaan. Public relations juga ikut
bergabung dengan perkumpulan
karyawan.
Kalau di luar itu, pasti pas saya keliling itu
saya tanya “Gimana, lancar, sehat?” Nah
itu saja sudah memberikan nuansa beda.
Jadi bukan saya tidak menjaga privasi saya
dan sebagainya, sehingga sopir pun sering
kalau ada masalah langsung disampaikan
di luar kerja itu ke rumah. Makanya, dulu
itu sering, kok sampai seperti itu. Jadi
biasanya kan, sungkan, ada jarak, ya
bagaimana bahasa- bahasa sopir, ya itu
sudahlah. Waktu di forum mereka saya
masuk, “Gimana, hati-hati pak” wes
banyak hal.” (MY, karyawan PT. Erindo
Mandiri, wawancara, 7 Juni 2017)

Berdasarkan pernyataan di atas,


tampak bahwa informan menerapkan
kearifan lokal berupa komunikasi
blusukan, yakni berbaur dengan aktivitas
publik.
Komunikasi blusukan juga
dilakukan MY untuk publik eksternalnya
melalui partisipasi dalam kegiatan
komunitas di sekitar perusahaan, seperti
pengajian, kegiatan 17 Agustus, dan
sedekah desa. Hal ini merupakan
cerminan bentuk komunikasi nonverbal
dalam membangun hubungan baik
dengan publik eksternal melalui
kedekatan interpersonal. Perusahaan
juga melakukan silaturahmi kepada
kepala desa, kepala dusun, serta tokoh
masyarakat, baik bersamaan dengan
belangsungnya kegiatan masyarakat

18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

dasar yang harus diketahui dan dipahami internal maupun eksternal, terutama bagi
oleh perusahaan, terutama perusahaan
seperti PT. Erindo Mandiri yang lokasi
dan aktivitasnya bukan di area industri.
MY menyebutkan bahwa budaya
menjadi acuan perusahaan dalam
menentukan cara yang efektif untuk
menjalin hubungan baik dengan
publiknya.
Kita juga menjalin hubungan dengan
lingkungan karena kita menyadari bahwa
perusahaan ini berdiri di lingkungan
pemukiman, bukan di area industri. Maka
kultur dari lingkungan, dari masyarakat
sekitar, harus kita pahami ya, harus kita ikuti.
Terutama di sini rata-rata kan agamis semua,
maka kita juga berusaha untuk menyatu di
sana. (MY, karyawan PT. Erindo Mandiri,
wawancara, 7 Juni 2017)

MY juga mengungkapkan contoh


kegiatan yang menggunakan aspek
budaya, seperti istighasah bersama dengan
karyawan setiap bulan sekali pada Jumat.
Kegiatan ini diadakan untuk mendoakan
perusahaan agar berjalan dengan lancar.
Sementara itu, MW menuturkan bahwa
kearifan lokal komunitas sekitar menjadi
faktor penting yang perlu diperhatikan
perusahaan dalam menjalin hubungan
dengan publiknya. Kearifan lokal
komunitas sekitar dapat membantu
perusahaan untuk mengetahui dan
memahami karakter publiknya, sehingga
perusahaan dapat merencanakan strategi
yang sesuai dengan karakter tersebut.
Perusahaan wajib menelusuri sejarah atau
asal mula daerah tersebut, kebiasaan atau
upacara adat yang biasa mereka lakukan,
karakter komunitas, dan tokoh-tokoh yang
berpengaruh di komunitas tersebut. Hal
ini dapat berpengaruh terhadap aktivitas
perusahaan yang berkaitan dengan publik
18
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

perusahaan yang sebagian besar dari musyawarah juga dilakukan oleh public
karyawannya berasal dari komunitas relations PT. Semen Indonesia.
sekitar seperti perusahaan tempat MW
bekerja.
MW juga menuturkan bahwa salah
satu contoh kearifan lokal yang menjadi
perhatian perusahaan adalah keyakinan
untuk melakukan ruwatan sumber air oleh
masyarakat Jatianom yang merupakan
daerah operasi PT. Tirta Investama.
Perusahaan menghormati kebiasaan
tersebut dengan turut melakukan ruwatan
sumber air satu tahun sekali sebagai
upaya menjaga dan membina hubungan
baik dengan masyarakat sekitar.
Perusahaan menyiapkan segala keperluan
ruwatan tersebut dengan mengundang
salah satu tokoh masyarakat dan beberapa
perwakilan warga.
Kearifan lokal juga ditemui dalam
pola pengambilan keputusan. Para
informan mengaku dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan terkait
arah kebijakan dan program perusahaan.
Proses pengambilan keputusan tersebut
meliputi keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan citra dan eksistensi
perusahaan.
Saya dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan citra
perusahaan secara langsung, misalnya
kalau ada demo atau isu “miring” mengenai
aktivitas pabrik yang mencemari lingkungan.
(FO, karyawan PT. Semen Indonesia Gresik,
wawancara, 27 Juni 2017)
Seluruh keputusan mulai dari yang teknis,
seperti konten publikasi, hingga yang
berhubungan dengan manajemen, seperti
demo masyarakat dan penentuan program
kerja. (EP, karyawan PT. Pelabuhan
Indonesia III Surabaya, 23 Juli 2017)

Pengambilan keputusan melalui

19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

Keputusan-keputusan yang pada saat bagi aktivitas perusahaan dalam menjalin


pengambilannya harus melalui musyawarah
atau rapat itu adalah keputusan yang
berjangka panjang, seperti program kerja
atau yang berpengaruh terhadap penanganan
demonstrasi karena sebuah isu misalnya. Tapi
kalau misalnya tentang desain majalah atau
buletin saja ya tidak perlu sampai
musyawarah dengan manajemen. (FO,
karyawan PT. Semen Indonesia Gresik,
wawancara, 23 Juli 2017)

Public relations PT. Pelindo III


menambahkan bahwa rembugan menjadi
pilihan dalam upaya pengambilan
keputusan yang strategis.
Karena keputusannya itu keputusan strategis
yang menyangkut kepentingan banyak orang,
misalnya ada demo, penanganannya perlu
rembugan dulu. Ndak bisa hal-hal seperti
itu diputuskan dengan mengambil suara
terbanyak, misalnya saat menentukan venue
untuk event. (EP, karyawan PT. Pelabuhan
Indonesia III Surabaya, wawancara).

Proposisi
Peneliti dapat merumuskan dua
proposisi penelitian ini berdasarkan
deskripsi temuan data di atas. Kedua
proposisi ini dibangun dari kecenderungan
data yang didapatkan di lapangan.
Pertama, apabila perusahaan semakin
memahami kearifan lokal, maka strategi
komunikasi public relations se- makin
mudah membangun hubungan dengan
publik. Kedua, penggunaan strategi
komunikasi yang berdasar pada kearifan
lokal tidak membedakan antara BUMN
dan perusahaan swasta. Kedua jenis
institusi tersebut menerapkan kearifan
lokal.

PEMBAHASAN

Bagian ini menjelaskan secara


teoritis kedua proposisi di atas. Para
informan menyadari pentingnya budaya
19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

hubungan dengan publiknya. Perusahaan memahami


yang diteliti tampak memahami
signifikansi dan pengaruh opini publik
bagi aktivitas perusahaan. Para informan
memahami bahwa pengaruh budaya
lokal terhadap cara berpikir, sikap, dan
perilaku seseorang dalam kehidupan
sehari-hari akan berpengaruh pula
terhadap aktivitas perusahaan. Kuo &
Chew (2009) menyatakan bahwa
penentu keberhasilan sebuah perusahaan
dalam melakukan strategi komunikasi
dengan publiknya adalah penyesuaian
strategi yang dilakukan perusahaan
berdasarkan budaya publik di sekitar
perusahaan. Budaya lokal masyarakat
sekitar menentukan cara mereka dalam
memaknai dan menerima strategi atau
aktivitas perusahaan (Huang, 2001).
Menurut Dozier (1984), kesuksesan
membangun hubungan dengan
lingkungan akan memengaruhi tujuan
dan arah perusahaan dalam melakukan
aktivitas. Sementara itu, poin penting
yang menjadi penentu keberhasilan
sebuah perusahaan dalam melakukan
strategi komunikasi terhadap publiknya
adalah pertimbangan mengenai budaya
lokal di sekitarnya (Ingenoff &
Christoper, 2012). Upaya perusahaan
untuk memahami budaya lokal di
sekitarnya dapat menyukseskan strategi
perusahaan menjalin hubungan baik
dengan publiknya sekaligus menjadi
dasar dalam menentukan strategi
komunikasi terhadap publiknya.
Tone, Skitmore, dan Wong (2009)
menyatakan bahwa setiap perusahaan
harus memiliki perspektif global yang
mengarahkan organisasi untuk
19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

perbedaan dan menyesuaikan tindakan keduanya yang


mereka dengan konteks budaya di
sekitarnya. Selain itu, keberhasilan
perusahaan dalam melakukan strategi
komunikasi terhadap publiknya ditentukan
oleh kesesuaian tindakan perusahaan
dengan budaya yang ada (Ingenoff &
Christoper, 2012, h. 46).
Interaksi telah terjadi antara budaya
lokal dengan budaya organisasi
perusahaan, seperti pengalaman PT. Tirta
Investama sebagai perusahaan
multinasional dan merupakan anak
perusahaan Danone Group asal Perancis.
Menurut Hofstede (dalam Hilal, 2006, h.
141), terbentuknya budaya organisasi tidak
terlepas dari peran pendiri atau pemimpin
organisasi yang akan menerapkan nilai-
nilai budaya negaranya kepada anggota
organisasi. Hal tersebut tidak berlaku
untuk PT. Tirta Investama. Data penelitian
ini menunjukkan bahwa perusahaan
melakukan penyesuaian dengan karakter
karyawannya dalam penerapan budaya
organisasi yang berasal dari induk
perusahaan.
Penggunaan strategi komunikasi yang
berdasar pada kearifan lokal terjadi baik
di BUMN maupun perusahaan swasta.
Sarana komunikasi yang disediakan oleh
perusahaan untuk menjalin hubungan
dengan publiknya menunjukkan upaya
perusahaan untuk menciptakan
komunikasi dua arah dan mengetahui
penilaian publik terhadap perusahaan.
Menurut Soemirat dan Ardianto (2012),
komunikasi timbal balik antara perusahaan
dengan publiknya dapat menciptakan rasa
saling pengertian dan dukungan antara
19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

akan berdampak pada pencapaian tujuan rembug dirembug, nanging olehe


perusahaan. Sementara itu, pemberian ngrembug kanthi ati sing sareh yang
fasilitas kepada publik untuk berarti menyelesaikan permasalahan
berkomunikasi dengan perusahaan
merupakan bagian dari upaya menjalin
hubungan (Huang dalam Brunner, 2009,
h. 155).
Pengaruh budaya lokal terhadap
budaya suatu organisasi juga dapat
dijelaskan melalui pendapat Pacanowsky
& Trujillo (dalam West & Turner, 2008)
yang mengatakan bahwa karyawan
memiliki kontribusi dalam pembentukan
budaya sebuah organisasi. Setiap
karyawan menciptakan, menggunakan,
dan menginterpretasikan simbol-simbol
dalam interaksi yang mereka lakukan
hingga pada akhirnya mempertahankan
realitas organisasi dan membentuk sebuah
budaya (West & Turner, 2008).
Perusahaan yang karyawannya berasal
dari lingkungan sekitar berpotensi
menjalin interaksi sehari- hari antara
perusahaan dengan karyawannya yang
berdampak pada terbentuknya budaya
yang tidak jauh berbeda dengan budaya
lokal.
Hal tersebut dapat dilihat pada
proses pengambilan keputusan melalui
musyawarah yang merupakan wujud
kearifan lokal masyarakat. Cara
pengambilan keputusan ini memerlukan
kesediaan berbagai pihak untuk
mengorbankan kepentingannya demi
kepentingan yang lebih besar. Hal ini
disebut dalam istilah Jawa sebagai wani
ngalah, luhur wekasane. Cara
bermusyawarah tampak sudah diterapkan
dengan baik oleh informan, yakni yen ono

19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

melalui musyawarah dengan kepala dingin, dengan etika penting bagi sebuah organisasi,
hati tenang, dan pikiran jernih (Kriyantono yaitu dengan
& McKenna, 2017, h. 7). Pengambilan
keputusan secara musyawarah juga
mengadopsi nilai-nilai agama Islam yang
mengajarkan musyawarah dalam
penyelesaian masalah, seperti disebut di
Qur’an 3: 159.
Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa informan menerapkan kearifan
lokal berupa komunikasi blusukan, yakni
berbaur dengan aktivitas publik.
Komunikasi blusukan adalah komunikasi
tatap muka dengan mendatangi publiknya.
Aktivitas ini menumbuhkan kedekatan
personal yang dapat meminimalkan jarak
psikologi dan memunculkan komunikasi
sambung roso yang menimbulkan empati
kuat. Menurut perspektif Barat,
komunikasi blusukan ini disebut managing
by around (Kriyantono, 2017b, h. 252).
Budaya cangkrukan yang menjadi
andalan informan dalam menjalin
hubungan dengan publik juga merupakan
wujud penerapan nilai-nilai lokal. Menurut
Gunaratne (2009), budaya kebersamaan
ini menekankan pada kondisi harmonis
dengan lingkungan. Dunia dianggap
sebagai unit tunggal yang saling
terkoneksi dan tergantung sebagai
keseluruhan, serta cenderung fokus pada
keseluruhan dan kesatuan. Kearifan lokal
kita berprinsip pada perlunya hubungan
antara makro- kosmos (jagad gedhe) dan
mikro-kosmos (jagad cilik) (Purwadi,
2011, h. 241).
Teori Organization-Public
Relationship (OPR) menjelaskan bahwa
menjalin hu- bungan dengan publik sesuai

19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

memberikan kesempatan kepada publik kedekatan yang terjalin untuk dapat


untuk berinteraksi dengan perusahaan menyelesaikan masalah dengan kepala
(Kriyantono, 2017b, h. 24). Fasilitas dingin.
yang disediakan kedua perusahaan di
atas menunjukkan sikap perusahaan
yang sesuai dengan etika, yaitu fasilitas
berupa kesempatan yang diberikan
perusahan kepada publiknya untuk
menyampaikan pendapat. Pendapat yang
disampaikan oleh publik merupakan
wujud umpan balik publik terhadap
aktivitas perusahaan, terutama umpan
balik terhadap kegiatan public relations
yang dilakukan perusahaan (Soemirat &
Ardianto, 2012).

SIMPULAN

Hasil penelitian secara umum telah


membuktikan asumsi penelitian ini,
yakni focus BUMN dan perusahaan
swasta di Indonesia dalam mengelola
strategi komunikasi dalam aktivitas
public relations-nya adalah upaya untuk
menjalin hubungan dengan publiknya
dan melakukan penyesuaian dengan
budaya lokal di sekitar perusahaan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa
kesesuaian antara pendekatan
perusahaan yang menggunakan
kearifan lokal, seperti komunikasi
blusukan, dengan konsep Islam, seperti
silaturahmi dan musyawarah,
memberikan bantuan, melakukan
kunjungan (blusukan), dan
menebarkan salam. Penyelesaian
masalah oleh perusahaan, baik internal
maupun eksternal, lebih mengutamakan
rasa persaudaraan dengan melakukan
musyawarah dan memanfaatkan

19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

Saran Dahwilani, D. M. (2016). 10 pabrik AQUA group


Penelitian ini memiliki limitasi, yakni raih anugerah PROPER Hijau 2016.
temuan data tidak dimaksudkan untuk <https://
ekbis.sindonews.com/read/1161310/34/10-
tujuan generalisasi dalam konteks yang
pabrik-aqua-group-raih-anugerah-proper-
lebih luas. Oleh karena itu, rekomendasi hijau-2016-1481127440>
untuk penelitian selanjutnya yakni survei
Daryanto. (2011). Ilmu komunikasi. Bandung,
tentang aktivitas public relations dapat Indonesia: SAS.
dilakukan dalam konteks budaya yang Daymon, C., & Holloway, I. (2011). Qualitative
lebih luas, untuk mendapatkan bukti research methods in public relations and
penerapan kearifan lokal dalam banyak martketing communications. New York, USA:
praktik public relations. Routledge.
Devlin, E. S. (2007). The crisis management
DAFTAR RUJUKAN planning and execution. New York, USA:
Auerbach Publication.
Amirullah. (2015). Islam di Madura. Islamuna, 2,
Duhe, S. F. (2005). The source behind the first days
56-69.
of the anthrax attacts: What can practitioners
Ayish, M. I. (2003). Beyond western-oriented
learn? Public Relations Quartely, 50(1), 7-12.
communication theories: A normative Arab-
Islamic perspective. The Public, 10(2), 79-92. Dissanayake, W. (1988). The need for Asian
approaches to communication. Dalam Wimal
Batts, S., Breslin, J., & Winter, S. (2012).
Dissanayake (Ed), Communication theory:
Communication, culture and context: Best
The Asian perspective, h. 1-19. Singapura:
practice for working internationally. Legal
Asian Mass Communication Research and
Information Management, 12, 278-283.
Information Center.
Brunner, B. R. (2009). Defining public relations
Dissanayake, W. (2003). Asian approaches to
relationships and diversity’s part in the
process: Practitioners’ perspectives. Journal human communication: Retrospect and
of Promotion Management, 14(3), 153-167. prospect. Intercultural Communication
Studies, XII-4, 17-37.
Carey, J. W. (2009). Communication as culture:
Essay on media and society (revised edition). Dozier, D. M. (1984). Programme evaluation and
New York, USA: Routledge. roles of practitioners. Public Relations
Review, 10(2), 13-21.
Coombs, W. T. (2010). Parameter for crisis
communication. Dalam W. Timothy Coombs Durant, A. & Shepherd, I. (2009). ‘Culture’
& Sherry J. Holladay (Eds), The handbook and ‘communication’ in intercultural
of crisis communication. West Sussex, UK: communication. European Journal of English
Wiley-Blackwell. Studies, 13(2), 147-162.

Creswell, J. W. (2007). Qualitative inquiry Fearn-Banks, K. (2002). Crisis communication: A


& research design: Choosing among casebook approach (2nd edition). New
five approaches. California, USA: Sage Jersey, USA: Prentice-Hall.
Publications. Fiske, J. (2002). Introduction to communication
Cutlip, S. M., Center, A. H., & Broom, G. M. studies. New York, USA: Routledge-Taylor &
(2011). Effective public relations. Englewood Francis e-Library.
Cliffs, USA: Prentice-Hall. Freeman, R. E. (1984). Strategic management: A
stakeholder approach. Boston, USA: Pitman.

19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

Grunig, J. E., & Hunt, T. (1984), Managing public Slovenia: BledCom Academic.
relations. New York, USA: Rinehart and
Winston, Inc.
Grunig, L. A., Grunig, J. E., & Dozier, D. M.
(2002). Excellent public relations and
effective organizations: A study of
communication management in three
countries. New Jersey, USA: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Gudykunst, W. B., & Lee, C. M. (2002). Cross-
cultural communication theories. Dalam
W. B. Gudykunst & B. Mody (Eds),
Handbook of international and intercultural
communication (2nd edition). California,
USA: Sage Publications.
Gunaratne, S. A. (2009). Asian communication
theory. In S. W. Littlejohn & K. Foss (Eds.),
Encyclopedia of communication theory.
California, USA: Sage Publications.
Hasbiyallah. (2006). Fikih. Bandung, Indonesia:
Grafindo Media Pratama.
Hilal, A. V. G. (2006). Brazilian national culture,
organizational culture and cultural
agreement: Findings from a multinational
company. Cross Culture Management, 6(2),
139-167.
Holst, A. (2012). Determining cultural influence
on crisis communication. Pittsburgh, USA:
Carnegie Mellon University, Tepper School
of Bussiness.
Huang-Horowitz, N. C. (2012). Conceptualizing a
theoretical model for the practice of public
relations in the small business environment.
Public Relations Journal of Public Relations
Society of America, 6, 1-35.
Huang, Y. (2001). OPRA: A cross cultural,
multiple- item scale for measuring
organization-public relationship. Journal of
Public Relations Research, 13(1), 61-90.
Ingenhoff, D. & Christopher, R. (2012). International
comparative PR and communication
management research: The advancement of
the state of the art. Dalam Proceedings of the
19th International Public Relations Research
Symposium Bledcom (h. 43-50). Lake Bled,

19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

Jensen, J. S. (2013). Normative cognitive in relations in Indonesia. Global Journal of


culture and religion. Journal for the Business & Social Sciences Review, 5(3),
Cognitive Science of Religion, 1 (1), 47-70. 194- 199.
Kiousis, S., Popescu, C., & Mitrook, M. (2007).
Understanding influence on corporate
reputatio: An examination of public
relations efforts, media coverage, public
opinion and financial performance from an
agenda building and agenda setting
perspective. Journal of Public Relations
Research, 19(2), 147-165.
Koentjaraningrat. (2011). Pengantar antropologi 1.
Jakarta, Indonesia: Rineka Cipta.
Kriyantono, R. (2012). Measuring a company
reputation in a crisis situation: An
ethnography approach on the situational
crisis communication theory. International
Journal of Business and Social Science,
3(9), 214-223.
Kriyantono, R. (2014). Teknik praktis riset
komunikasi. Jakarta, Indonesia: Kencana.
Kriyantono, R. (2015a). Public relations,
issue & crisis management: Pendekatan
critical public relations, etnografi kritis &
kualitatif. Jakarta, Indonesia: Kencana.
Kriyantono, R. (2015b). Konstruksi humas
dalam tata kelola komunikasi lembaga
pendidikan tinggi dalam era keterbukaan
informasi publik. Jurnal Pekommas, 18(2),
117-126.
Kriyantono, R. (2016). Public relations writing:
Teknik produksi media public relations dan
publisitas korporat. Jakarta, Indonesia:
Kencana Prenada.
Kriyantono, R. (2017a). Do the different terms
affect the roles? A case study of excellent
public relations practices in Indonesia.
International Journal of Applied Business
& Economic Research, 15(6), 193-209.
Kriyantono, R. (2017b). Teori public relations
perspektif barat dan lokal: Aplikasi
penelitian dan praktik. Jakarta, Indonesia:
Kencana.
Kriyantono, R., Amrullah, A., & Destrity, N. A.
(2017). The models of government public

19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

Kriyantono, R., & McKenna, B. (2017). dengan orang-orang berbeda budaya.


Developing culturally relevant to Indonesian Bandung, Indonesia: Remaja Rosdakarya.
public relations theory. Malaysia Journal of
Communication, 33(1), 1-16.
Kriyantono, R., Yuyun A. R., & Savitri, R. I.
(2017). Public’s attribution vs punitive
behavior in Indonesian public relations
practice. Jurnal Ilmu Komunikasi, 14(1), 43-
60.
Kuo, E. C. Y., & Chew, H. E. (2009). Beyond
ethnocentrism in communication theory:
Towards a culture-centric approach. Asian
Journal of Communication, 19(4), 422-437.
Lattimore, D., Baskin, O., Heiman, S., & Toth, E.
L. (2010). Public relations: The profession
and the practice. New York, USA: McGraw-
Hill.
Lawson, A.D. (2016). A state of emergency in
crisis communication an intercultural crisis
communication research agenda. Journal
of Intercultural Communication Research,
46(1), 1-54.
Ledingham, J. A. (2008). Cross-cultural public
relations: A review of existing models with
suggestions for a post-industrial public
relations pyramid. Journal of Promotion
Management, 14(3), 225-241.
Lee, B. K. (2004). Audience-oriented approach to
crisis communication: Study of Hong Kong
Consumers’ evaluation of an organizational
crisis. Communication Research, 31(5), 600-
618.
Marketeers. (2015). Industri air minum di
Indonesia tidak pernah paceklik.
<http://marketeers. com/industri-air-minum-
di-indonesia-tak- pernah-paceklik/>
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J.
(2014). Qualitative data analysis: A methods
sourcebook (3rd edition). Thousand Oaks,
USA: Sage Publications.
McQuail, D. (2000). Some reflections on the
bias of media theory. Asian Journal of
Communication, 10(2), 1-13.
Mulyana, D., & Rakhmat, J. (2006). Komunikasi
antarbudaya: Panduan berkomunikasi

20
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan

Neuman, W. L. (2015). Metodologi penelitian communications and public relations. Public


sosial: Pendekatan kualitatif dan kuantitatif Relations Review, 42(3), 459-464.
(7th edition). (E. T. Sofia, Terjemahan).
Jakarta, Indonesia: PT.Indeks.
Oliveira, M. F. (2013). Multicultural
environments and their challenges to crisis
communication. Journal of Business
Communication, 50(3), 253-277.
Penrose, J. M. (2000). The role of perception in
crisis planning. Public Relations Review,
26(2), 155-171.
Pew Research Center. (2009). Mapping the global
moslem population. <http://www.pewforum.
org/2009/10/07/mapping-the-global-muslim-
population/>
Purwadi. (2011). Etika komunikasi dalam budaya
Jawa. Jurnal Ilmu Komunikasi, 9(3), 139-
249.
Ramayulis. (2010). Traktat marapalam “adat
basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”
(diktum karamat konsensus pemuka adat
dengan pemuka agama dalam memadukan
adat dan Islam di Minangkabau–Sumatera
Barat). Paper dipresentasikan di Annual
Conference on Islamic Studies Ke-10.
Banjarmasin, Indonesia: Kementerian
Agama.
Radmila, S. (2011). Kearifan lokal: Benteng
kerukunan. Jakarta, Indonesia: Gading Inti
Prima.
Regester, M., & Larkin, J. (2008). Risk issues
and crisis management in public relations:
A casebook of best practice. London, UK:
Kogan Page.
Rosidi, A. (2011). Kearifan lokal dalam perspektif
budaya Sunda. Bandung, Indonesia: Kiblat.
Schramm, W. (1954). How communication works.
In W. Schramm (Ed), The process and
effects of mass communication. Urbana,
USA: University of Illinois Press.
Sendjaja, S. D. (1998). Pengantar
komunikasi.
Jakarta, Indonesia: Universitas
Terbuka.
Servaes, J. (2016). Guanxi in intercultural
20
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-

Sha, B. (2006). Cultural identity in the Valentini, C. (2007). Global versus cultural
segmentation of publics: An emerging theory approaches in public relationship
of intercultural public relations. Journal of management: The case of the European
Public Relations Research, 18(1), 45-65. Union. Journal of Communication
Shin, J., Heath, R. L., & Lee, J. (2011). A Management, 11(2), 117-133.
contingency explanation of public relations West, R. & Turner, L. H. (2008). Pengantar teori
practitioner leadership styles: Situation and komunikasi: Analisis dan aplikasi (edisi
culture. Journal of Public Relations 3). (M. N. D. Maer, Terjemahan). Jakarta,
Research, 23(2), 167-190. Indonesia: Salemba Humanika.
Soemirat, S. & Ardianto, E. (2012). Dasar-dasar Wigley, S., & Zhang, W. (2011). A study of PR
public relations. Bandung, Indonesia: Remaja practitioner use of social media in crisis
Rosdakarya. planning. Public Relations Journal, 5(3), 1-
Sriramesh, K., & Vercic, D. (2009). A theoretical 16.
framework for global public relations Wimmer, R. G., & Dominick, J. R. (2011). Mass
research and practice. In K. Sriramesh & D. media research: An introduction (edisi 9).
Vercic (Eds), The global public relations Boston, USA: Wadsworth, Cengage
handbook: Theory, research, and practice (h. Learning.
3-24). New York, USA: Taylor and Francis
Wood, J. T. (2009). Communication in our lives
Group.
(5th edition). Boston, USA: Wadsworth.
Taylor, M. (2000). Cultural variance as a challenge
Wu, M. Y. (2005). Evaluating the applicability
to global public relations: A case study of the
of American Public Relations assumptions
Coca-Cola scare in Europe. Public Relations
and theories in Asian cultures. Dalam 8th
Review, 26(3), 277-293.
International Public Relations Research
Conference Proceedings (h. 570-576).
Florida, USA: Drexel University.

20

Anda mungkin juga menyukai