Joe, JIK VOL 15 NO 2 - 4
Joe, JIK VOL 15 NO 2 - 4
Abstract: This study describes the connection between communication strategies of state-owned
enterprises (BUMN) and private companies in Indonesia with its local culture. Contructivism was
applied to explore qualitative data, involving the practitioners from BUMN and private
companies. The research finds two propositions, i.e. the more local wisdoms are understood, the
easier to create communication strategy of public relations that builds good relations with the
public; communication strategy based on local wisdoms is used by both BUMN and private
companies. The research contributes to enrich public relations study within Indonesian local
perspectives.
Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan singgungan antara strategi komunikasi BUMN dan
perusahaan swasta di Indonesia dengan budaya lokal. Pendekatan konstruktivis dengan metode
wawancara digunakan untuk menggali data kualitatif dan melibatkan praktisi dari BUMN dan
perusahaan swasta sebagai informan. Penelitian ini menemukan dua proposisi, yakni makin
memahami kearifan lokal, maka strategi komunikasi public relations makin mudah dalam
membangun hubungan publik; dan penggunaan strategi komunikasi berdasarkan kearifan lokal
tidak membedakan BUMN dan perusahaan swasta. Penelitian ini berkontribusi memperkaya
kajian public relations dalam perspektif lokal.
Kajian budaya merupakan hal penting dari generasi ke generasi” (Mulyana &
dalam komunikasi. Dissanayake (2003, Rakhmat, 2006, h. 25). Budaya terwujud
h. 17) menyebutkan bahwa budaya tanpa dalam bentuk artefak, pola perilaku, sistem
komunikasi tidak dapat bernapas. Semua gagasan, dan ideologi (Koentjaraningrat,
jenis proses komunikasi pun terjadi 2011). Jika budaya tersebut memiliki
dalam konteks-konteks budaya (Ayish, kemampuan menghadapi pengaruh
2003; Kriyantono, 2017b, h. 13). Bahkan kebudayaan asing pada waktu kedua
Hall (dalam Gudykunst & Lee, 2002)
kebudayaan itu berhubungan, maka hal
mengatakan bahwa “communication is
itu disebut sebagai kearifan lokal (local
culture, culture is communication”.
genius/wisdom) (Rosidi, 2011, h. 29).
Budaya adalah “suatu cara hidup Menurut Radmila (2011), kemampuan
yang berkembang, dimiliki bersama budaya ini dapat muncul karena
oleh sekelompok orang, dan diwariskan masyarakat setempat memiliki pemikiran-
1
pemikiran
2
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
4
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
17
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
menjadi dasar kearifan lokal, seperti strategi komunikasi dalam aktivitas public
tampak pada peribahasa agama ageming relations
aji yang artinya agama adalah busana
berharga. Agama dipahami dalam tataran
rasio atau kognitif, serta diyakini dan
diamalkan dalam setiap perbuatan. Agama
pun disimbolkan sebagai ageman (busana
atau pakaian) yang selalu digunakan
individu untuk melindungi diri dari rasa
malu dan suhu dingin dan panas yang
dapat diartikan melindungi manusia dari
perilaku yang tidak baik (Kriyantono,
2017b, h. 370).
Agama merupakan salah satu unsur
terbentuknya budaya (Jensen, 2013;
Koenjtaraningrat, 2011). Pernyataan
tersebut dapat dibuktikan dengan penelitian
Servaes (2016, h. 6) yang menemukan
bahwa Guanxi, pola berbisnis masyarakat
Cina, berasal dari nilai-nilai Konfusius
dalam agama Kong Hu Cu yang berarti
menjaga harmoni dengan sesama. Agama
mayoritas di wilayah tertentu, seperti
Indonesia, sangat mungkin memberikan
pengaruh besar terhadap budaya
masyarakat setempat (Amirullah, 2015;
Kriyantono, 2017b).
Pemaparan di atas menunjukkan
bahwa bahwa di satu sisi komunikasi
organisasi tidak dapat dilepaskan dari
konteks budaya dan di sisi lain strategi
komunikasi yang tidak memperhatikan
nilai budaya dapat membuat strategi
tersebut tidak efektif. Namun, beberapa
penelitian di atas belum secara spesifik
mengurai jenis organisasinya.
Hal ini mendorong adanya
pembahasan yang menguraikan adopsi
nilai-nilai kearifan lokal dalam mengelola
17
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-
yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Kajian tentang strategi komunikasi
Negara (BUMN) dan perusahaan swasta dengan konteks budaya merupakan hasil
di Indonesia. Asumsinya, strategi perkembangan dari kajian teori
komunikasi dalam aktivitas public komunikasi
relations yang dilakukan oleh BUMN
dan perusahaan swasta menyesuaikan
budaya lokal di sekitarnya. Asumsi ini
menjadi alasan peneliti untuk melakukan
verifikasi data di lapangan.
Peneliti mencoba menjawab per-
masalahan dan asumsi penelitian ini
melalui pengumpulan data pada dua
BUMN, yakni PT. Semen Indonesia
Gresik dan PT. Pelabuhan Indonesia III
Surabaya, keduanya berlokasi di Jawa
Timur, Indonesia, serta dua perusahaan
swasta, yakni PT. Erindo Mandiri dan PT.
Tirta Investama, keduanya berlokasi di
Pasuruan, Jawa Timur, Indonesia.
Pemilihan dua jenis badan usaha
(perusahaan) ini didasarkan pada
beberapa alasan. Pertama, perusahaan-
perusahaan tersebut merupakan lembaga
bisnis yang dituntut menghasilkan profit.
Menurut Freeman (dalam Kriyantono,
2017b, h. 57), profit dapat diraih hanya
dengan melaksanakan tanggung jawab
sosial terhadap publiknya yang disebut
dengan istilah superior performance.
Hubungan baik dengan publik
berpengaruh terhadap kesuksesan
aktivitas yang dilakukan oleh
organisasi (Brunner, 2009; Coombs,
2010; Kriyantono, 2015a). Kedua,
budaya organisasi perusahaan swasta
berbeda dengan perusahaan milik negara
dan hal tersebut menentukan model
aktivitas public relations-nya
(Kriyantono, 2017b, h. 99).
17
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
yang sebelumnya masih didominasi oleh Vercic, Grunig, dan Grunig (dalam Holst,
pemikiran Barat dan dibangun berdasarkan 2012), Huang-Horowitz (2012), Lee
budaya Barat (Dissayanake, 2003; (2004), dan McQuail (2000), yaitu
Durant & Shepherd, 2009; Kuo & Chew, sebagian prinsip Barat masih
2014; Kriyantono, 2017b; Lawson, memungkinkan untuk diadopsi, tetapi
2016, h. 11). Penelitian Dissanayake tidak secara keseluruhan. Hal ini terjadi
(1988) menunjukkan bahwa buku-buku karena setiap negara memiliki budaya
komunikasi berperspektif Amerika yang yang berbeda- beda, sehingga sangat
digunakan sebagai referensi di Asia mungkin muncul perbedaan penggunaan
Selatan mencapai 78% dan 71% strategi komunikasi terhadap publiknya
digunakan di negara-negara yang yang berpengaruh pada pemaknaan dan
tergabung dalam Association of Southeast penerimaan publik terhadap strategi
Asian Nations (ASEAN). tersebut (Taylor, 2000).
Hal ini memunculkan kajian tentang Sementara itu, Lee (2004, h. 613)
fenomena komunikasi dari perspektif melakukan eksperimen terhadap 385
budaya lain, selain dari Barat (Ayish, warga Hong Kong dan menemukan bahwa
2003; Carey, 2009; Dissanayake, 2003; strategi komunikasi “no comment” sebagai
Fiske, 2002; Kriyantono, 2017b). Kajian strategi yang dapat diterima oleh
komunikasi Barat belum tentu sepenuhnya masyarakat Hong Kong, meskipun
dapat diterapkan di tempat lain. Wu (2005, bertentangan dengan teori Barat. Strategi
h. 574) meneliti penerapan asumsi public ini efektif karena pengaruh Kong Hu Cu
relations di Amerika terhadap budaya Asia yang menjadi acuan nilai budaya
dan membuktikan bahwa asumsi-asumsi masyarakat Hong Kong, yaitu “berpikir
teoritis Amerika tidak dapat diterapkan tiga kali sebelum bertindak”.
dalam budaya Asia karena adanya
Penelitian ini juga berkontribusi
perbedaan sistem politik, nilai budaya, dan
memperkaya kajian public relations dalam
lingkungan media. Kriyantono (2015b,
perspektif lokal di Indonesia. Menurut
h. 123) meneliti kehumasan di perguruan
Shriramesh & Vercic (2009, h. 1), kajian
tinggi di Indonesia dan menghasilkan
ilmu pengetahuan mengenai public
lima proposisi. Dua proposisi bersifat
relations internasional masih sangat muda.
meneguhkan prinsip-prinsip teori
Hal ini memperkuat signifikansi pembuatan
Excellence in Public Relations dan tiga
deskripsi mengenai praktik public
proposisi lainnya merupakan kondisi khas
relations di setiap negara untuk
yang terjadi dalam budaya praktik humas
mengetahui cara terbaik praktik public
di lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.
relations di setiap negara yang berbeda.
Hasil penelitian Wu (2005) dan Kurangnya deskripsi praktik public
Kriyantono (2015b) di atas semakin relations di setiap negara ini diperkuat
menguatkan pendapat Valentini (2007), oleh Wu (2005, h. 570) yang menyatakan
bahwa dalam 10 tahun terakhir para
17
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-
17
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
17
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-
18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
HASIL
18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
eksternal. (FO, karyawan PT. Semen mencapai tujuan. Menurut MW, opini publik
Indonesia
Gresik, wawancara, 27 Juni 2017)
Humas merupakan fungsi yang vital bagi
manajemen komunikasi perusahaan, baik
internal maupun eksternal, yang berguna
menciptakan citra positif di mata publik dan
shareholder. (EP, karyawan PT. Pelabuhan
Indonesia III Surabaya, wawancara, 23 Juli
2017)
itu dijadikan dasar bagi perusahaan relations adalah publik sebagai calon
dalam membuat perencanaan program- konsumen produk perusahaan. Aktivitas
program perusahaan untuk masyarakat. perusahaan pasti memengaruhi aktivitas
Selain social mapping, pendapat publik
dapat memunculkan program-program
tertentu yang mampu memenuhi keinginan
publik. Misalnya, terkait isu
ketenagakerjaan, banyak warga sekitar
yang menuntut agar dapat bekerja di Aqua
karena mereka berada di lingkungan
perusahaan. Dari isu tersebut, perusahaan
mengeluarkan program kewirausahaan dan
koperasi sebagai bentuk perhatian
perusahaan. Dengan adanya dua program
tersebut, isu terkait ketenagakerjaan dapat
tertangani, karena dua program itu
mendukung warga untuk produktif dengan
cara berwirausaha dan menjalankan
koperasi. (MW, karyawan PT. Tirta
Investama, wawancara, 14 Juni 2018)
18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
publik. Publik sebagai lingkungan sosial memberitakan suatu hal. Konfirmasi ini
mencegah munculnya jawaban
pun akan memengaruhi aktivitas
perusahaan. Harrison (2008, h. 549)
menyebut situasi ini sebagai effect licensed
by society. Namun, Freeman (1984)
mengungkapkan bahwa perusahaan harus
membuat skala prioritas publik utama
yang menjadi sasaran karena keterbatasan
anggaran dan luasnya ranah publik
tersebut.
Data penelitian ini menunjukkan
bahwa media massa menjadi publik
sasaran yang paling banyak disebutkan
oleh informan. FO mengurutkan publik
sasarannya sebagai berikut, “pemegang
saham, masyarakat sekitar perusahaan,
media massa, dan karyawan”.
Jenis kegiatan dalam relasi dengan
publik pun bermacam-macam. FO
menyatakan bahwa agenda futsal bersama
dengan para pekerja media massa menjadi
salah satu cara membangun hubungan
dengan media massa.
Kalau saya nggak lagi banyak kerjaan saya
selalu sempatkan bertemu wartawan di luar
perusahaan. Entah di mall, di café, atau
dimana yang kita bisa santai makan bareng
atau saya traktir ngopi-ngopi. Saya juga
pernah futsal bareng dengan mereka”. (FO,
karyawan PT. Semen Indonesia Gresik,
wawancara, 27 Juni 2017)
dari pihak-pihak yang tidak bertanggung terima. Rujukan tersebut bisa mencakup
jawab. (FO, karyawan PT. Semen Indonesia
Gresik, wawancara, 27 Juni 2017) media massa dan pemuka pendapat
(Scramm,
Berdasarkan temuan di atas, praktisi
public relations telah menerapkan nilai-
nilai kearifan lokal cangkrukan, seperti
cangkrukan yang dilakukan dengan para
pekerja media massa. Inilah ciri
masyarakat Indonesia yang turun-temurun
antargenerasi. Cangkrukan ini merupakan
bentuk komunikasi kebersamaan.
Cangkrukan dapat membuat praktisi
public relations menciptakan kesamaan
dan meniadakan jurang pemisah dengan
publiknya.
Sementara itu, EP mengungkapkan
bahwa urutan publik sasarannya adalah
pemegang saham, pengguna jasa
pelayaran, pemerintah, media massa,
masyarakat sekitar, dan karyawan.
Sedangkan MY menyebutkan bahwa
publik sasarannya adalah publik internal
yang dimulai dari Kepala Seksi (Kasi)
atau supervisor di divisi karyawannya dan
kepala, serta publik eksternal, yaitu
kepala dusun dan kepala desa. Sementara
itu, MW menyebutkan bahwa MW fokus
juga pada kepala desa yang kemudian
disampaikan ke perusahaan.
Data di atas menjelaskan bahwa
publik eksternal menjadi publik sasaran
yang banyak diperhatikan program public
relations. Informan menyebut media
massa dan pemuka pendapat tradisional
dari desa- desa, seperti kepala desa atau
kepala dusun.
Teorikomunikasiduatahapmenggambarka
n bahwa publik memiliki rujukan untuk
lebih memahami pesan yang mereka
18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
18
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-
18
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
dasar yang harus diketahui dan dipahami internal maupun eksternal, terutama bagi
oleh perusahaan, terutama perusahaan
seperti PT. Erindo Mandiri yang lokasi
dan aktivitasnya bukan di area industri.
MY menyebutkan bahwa budaya
menjadi acuan perusahaan dalam
menentukan cara yang efektif untuk
menjalin hubungan baik dengan
publiknya.
Kita juga menjalin hubungan dengan
lingkungan karena kita menyadari bahwa
perusahaan ini berdiri di lingkungan
pemukiman, bukan di area industri. Maka
kultur dari lingkungan, dari masyarakat
sekitar, harus kita pahami ya, harus kita ikuti.
Terutama di sini rata-rata kan agamis semua,
maka kita juga berusaha untuk menyatu di
sana. (MY, karyawan PT. Erindo Mandiri,
wawancara, 7 Juni 2017)
perusahaan yang sebagian besar dari musyawarah juga dilakukan oleh public
karyawannya berasal dari komunitas relations PT. Semen Indonesia.
sekitar seperti perusahaan tempat MW
bekerja.
MW juga menuturkan bahwa salah
satu contoh kearifan lokal yang menjadi
perhatian perusahaan adalah keyakinan
untuk melakukan ruwatan sumber air oleh
masyarakat Jatianom yang merupakan
daerah operasi PT. Tirta Investama.
Perusahaan menghormati kebiasaan
tersebut dengan turut melakukan ruwatan
sumber air satu tahun sekali sebagai
upaya menjaga dan membina hubungan
baik dengan masyarakat sekitar.
Perusahaan menyiapkan segala keperluan
ruwatan tersebut dengan mengundang
salah satu tokoh masyarakat dan beberapa
perwakilan warga.
Kearifan lokal juga ditemui dalam
pola pengambilan keputusan. Para
informan mengaku dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan terkait
arah kebijakan dan program perusahaan.
Proses pengambilan keputusan tersebut
meliputi keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan citra dan eksistensi
perusahaan.
Saya dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan citra
perusahaan secara langsung, misalnya
kalau ada demo atau isu “miring” mengenai
aktivitas pabrik yang mencemari lingkungan.
(FO, karyawan PT. Semen Indonesia Gresik,
wawancara, 27 Juni 2017)
Seluruh keputusan mulai dari yang teknis,
seperti konten publikasi, hingga yang
berhubungan dengan manajemen, seperti
demo masyarakat dan penentuan program
kerja. (EP, karyawan PT. Pelabuhan
Indonesia III Surabaya, 23 Juli 2017)
19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
Proposisi
Peneliti dapat merumuskan dua
proposisi penelitian ini berdasarkan
deskripsi temuan data di atas. Kedua
proposisi ini dibangun dari kecenderungan
data yang didapatkan di lapangan.
Pertama, apabila perusahaan semakin
memahami kearifan lokal, maka strategi
komunikasi public relations se- makin
mudah membangun hubungan dengan
publik. Kedua, penggunaan strategi
komunikasi yang berdasar pada kearifan
lokal tidak membedakan antara BUMN
dan perusahaan swasta. Kedua jenis
institusi tersebut menerapkan kearifan
lokal.
PEMBAHASAN
19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
melalui musyawarah dengan kepala dingin, dengan etika penting bagi sebuah organisasi,
hati tenang, dan pikiran jernih (Kriyantono yaitu dengan
& McKenna, 2017, h. 7). Pengambilan
keputusan secara musyawarah juga
mengadopsi nilai-nilai agama Islam yang
mengajarkan musyawarah dalam
penyelesaian masalah, seperti disebut di
Qur’an 3: 159.
Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa informan menerapkan kearifan
lokal berupa komunikasi blusukan, yakni
berbaur dengan aktivitas publik.
Komunikasi blusukan adalah komunikasi
tatap muka dengan mendatangi publiknya.
Aktivitas ini menumbuhkan kedekatan
personal yang dapat meminimalkan jarak
psikologi dan memunculkan komunikasi
sambung roso yang menimbulkan empati
kuat. Menurut perspektif Barat,
komunikasi blusukan ini disebut managing
by around (Kriyantono, 2017b, h. 252).
Budaya cangkrukan yang menjadi
andalan informan dalam menjalin
hubungan dengan publik juga merupakan
wujud penerapan nilai-nilai lokal. Menurut
Gunaratne (2009), budaya kebersamaan
ini menekankan pada kondisi harmonis
dengan lingkungan. Dunia dianggap
sebagai unit tunggal yang saling
terkoneksi dan tergantung sebagai
keseluruhan, serta cenderung fokus pada
keseluruhan dan kesatuan. Kearifan lokal
kita berprinsip pada perlunya hubungan
antara makro- kosmos (jagad gedhe) dan
mikro-kosmos (jagad cilik) (Purwadi,
2011, h. 241).
Teori Organization-Public
Relationship (OPR) menjelaskan bahwa
menjalin hu- bungan dengan publik sesuai
19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-
SIMPULAN
19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-
Grunig, J. E., & Hunt, T. (1984), Managing public Slovenia: BledCom Academic.
relations. New York, USA: Rinehart and
Winston, Inc.
Grunig, L. A., Grunig, J. E., & Dozier, D. M.
(2002). Excellent public relations and
effective organizations: A study of
communication management in three
countries. New Jersey, USA: Lawrence
Erlbaum Associates Publishers.
Gudykunst, W. B., & Lee, C. M. (2002). Cross-
cultural communication theories. Dalam
W. B. Gudykunst & B. Mody (Eds),
Handbook of international and intercultural
communication (2nd edition). California,
USA: Sage Publications.
Gunaratne, S. A. (2009). Asian communication
theory. In S. W. Littlejohn & K. Foss (Eds.),
Encyclopedia of communication theory.
California, USA: Sage Publications.
Hasbiyallah. (2006). Fikih. Bandung, Indonesia:
Grafindo Media Pratama.
Hilal, A. V. G. (2006). Brazilian national culture,
organizational culture and cultural
agreement: Findings from a multinational
company. Cross Culture Management, 6(2),
139-167.
Holst, A. (2012). Determining cultural influence
on crisis communication. Pittsburgh, USA:
Carnegie Mellon University, Tepper School
of Bussiness.
Huang-Horowitz, N. C. (2012). Conceptualizing a
theoretical model for the practice of public
relations in the small business environment.
Public Relations Journal of Public Relations
Society of America, 6, 1-35.
Huang, Y. (2001). OPRA: A cross cultural,
multiple- item scale for measuring
organization-public relationship. Journal of
Public Relations Research, 13(1), 61-90.
Ingenhoff, D. & Christopher, R. (2012). International
comparative PR and communication
management research: The advancement of
the state of the art. Dalam Proceedings of the
19th International Public Relations Research
Symposium Bledcom (h. 43-50). Lake Bled,
19
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
19
Jurnal
ILMU VOLUME 15, NOMOR 2, Desember 2018: 171-
20
Rachmat Kriyantono & Halimatus Sa’diyah. Kearifan Lokal dan
Sha, B. (2006). Cultural identity in the Valentini, C. (2007). Global versus cultural
segmentation of publics: An emerging theory approaches in public relationship
of intercultural public relations. Journal of management: The case of the European
Public Relations Research, 18(1), 45-65. Union. Journal of Communication
Shin, J., Heath, R. L., & Lee, J. (2011). A Management, 11(2), 117-133.
contingency explanation of public relations West, R. & Turner, L. H. (2008). Pengantar teori
practitioner leadership styles: Situation and komunikasi: Analisis dan aplikasi (edisi
culture. Journal of Public Relations 3). (M. N. D. Maer, Terjemahan). Jakarta,
Research, 23(2), 167-190. Indonesia: Salemba Humanika.
Soemirat, S. & Ardianto, E. (2012). Dasar-dasar Wigley, S., & Zhang, W. (2011). A study of PR
public relations. Bandung, Indonesia: Remaja practitioner use of social media in crisis
Rosdakarya. planning. Public Relations Journal, 5(3), 1-
Sriramesh, K., & Vercic, D. (2009). A theoretical 16.
framework for global public relations Wimmer, R. G., & Dominick, J. R. (2011). Mass
research and practice. In K. Sriramesh & D. media research: An introduction (edisi 9).
Vercic (Eds), The global public relations Boston, USA: Wadsworth, Cengage
handbook: Theory, research, and practice (h. Learning.
3-24). New York, USA: Taylor and Francis
Wood, J. T. (2009). Communication in our lives
Group.
(5th edition). Boston, USA: Wadsworth.
Taylor, M. (2000). Cultural variance as a challenge
Wu, M. Y. (2005). Evaluating the applicability
to global public relations: A case study of the
of American Public Relations assumptions
Coca-Cola scare in Europe. Public Relations
and theories in Asian cultures. Dalam 8th
Review, 26(3), 277-293.
International Public Relations Research
Conference Proceedings (h. 570-576).
Florida, USA: Drexel University.
20