Anda di halaman 1dari 12

MODEL KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA DALAM RESOLUSI

KONFLIK BERBASIS PRANATA ADAT MELAYU


DAN MADURA DI KALIMANTAN BARAT

Yohanes Bahari
FKIP Universitas Tanjungpura
Jl. Ahmad Yani Pontianak Kalimantan Barat, Telp. (0561) 739636

Abstract
The title of this study is The Cross Cultural Communication Model in Conflict Resolution
Based On Customs in Malayan and Madurese, West Kalimantan. The aims of this study are to
investigate: whatever of the Malayan and Madurese customs which can functioning as conflict
resolution media; how are functioning process of that customs; and how the respons of West
Kalimantan communities to the use of that customs.
The research method used are ethnographic multiple side studies. The findings are the
Malayan and Madurese customs which functioning as conflict resolution medium is the
musyawarah custom.The musyawarah custom can resolution the small conflict only, whereas to
resolution of the large conflict, ussualy obligate to the police.The musyawarah customs did by
kepala desa or traditional management of Malayan and Madurese as soon as when the conflict
happened. The musyawarah custom based and spritualited on Islam religi. The musyawarah
custom has preventive function to avoid widely and to stopping conflict (to create peace). West
Kalimantan communities (Malayan-Madurse and non Malayan-Madurese) can approve the use
of musyawarah custom to be media of conflict resolution, but if conflict connecting with Dayak,
the resolution must use Dayak customs.

Keywords: cross cultural communication model, conflict resolution, malayan and madurese
customs

Pendahuluan jarang digunakan sebagai media resolusi konflik


Pada waktu yang lalu, di Kalimantan Barat dan bahkan cenderung diabaikan setelah negara
sering terjadi konflik kekerasan, bahkan konflik melalui aparat penegak hukum mengambil alih
kekerasan tersebut cenderung berulang dan penyelesaian semua konflik. Akibatnya peran
semakin lama semakin meningkat intensitas pranata adat mengalami kemunduran dan
maupun kekerasannya. Konflik yang selalu partisipasi masyarakat lokal menjadi rendah,
berulang mengindikasikan bahwa resolusi yang sementara ketergantungan dengan aparat penegak
dilakukan terhadapnya gagal. Kegagalan tersebut hukum menjadi tinggi. Padahal partisipasi
mungkin disebabkan karena tidak ditemukannya masyarakat lokal sangat diperlukan sebagai salah
akar penyebab konflik ataupun model resolusi yang satu syarat penting bagi terciptanya perdamaian
digunakan tidak tepat. secara mandiri di tingkat lokal.
Di tiap masyarakat sudah ada pola dan Kondisi objektif wilayah Kalimanan Barat
versi sendiri dalam penyelesaian setiap konflik. Pola yang secara geografis sangat luas, masyarakatnya
dan versi masyarakat itu bersumber dari budaya tersebar dan terpencar tidak merata, sulit
dan kepercayaan mereka. Namun dalam dijangkau akibat keterbatasan transportasi, belum
perkembangannya, model resolusi konflik yang semua wilayah memiliki institusi dan aparat
berasal dari budaya masyarakat setempat, menjadi penegak hukum, mengakibatkan tidak semua

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008 1


Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi Yohanes bahari

konflik dapat diselesaikan dengan cepat jika hanya kakan bahwa kebudayaan itu adalah hubungan
tergantung pada institusi dan aparat penegak manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan
hukum. Oleh sebab itu untuk setiap penyelesaian fisik dan lingkungan sosial. Kebudayaan dapat
konflik sosial yang bersifat domestik tidak harus ditafsirkan sebagai cermin tingkah laku manusia
selalu bergantung pada institusi dan aparat dalam menjawab masalah-masalah yang
penegak hukum nasional, tetapi perlu dengan dihadapinya. Kebudayaan dapat dibagi menjadi
sungguh-sungguh membuka ruang dan melibatkan explicit culture dan implicit culture. Explicit
partisipasi masyarakat lokal dalam proses culture adalah pola tingkah laku yang khas
penyelesaian konflik itu. Namun dalam mengenai suatu masyarakat yang secara langsung
implementasinya tidak selalu mudah terutama jika dapat diamati secara verbal dan nonverbal. Im-
dikaji dari komunikasi lintas budaya, karena tiap plicit culture adalah kebudayaan yang tak kentara
pihak yang berlatarbelakang budaya berbeda pasti seperti yang terdapat pada : culture beliefs, cul-
memiliki frame tersendiri dalam merespon dan tural norms, cultural values, cultural premises,
menyelesaikan suatu masalah. Dalam konteks ini yang senada dengan faktor-faktor psikologis,
maka komunikasi lintas budaya dalam seperti kognisi, kebutuhan atau keinginan, inter-
menyelesaikan konflik menjadi sangat penting. personal response traits dan sikap. Faktor-faktor
ini melandasi adanya perilaku yang dapat diamati
Perumusan Masalah (explicit culture).
Masalah utama penelitian ini adalah Model komunikasi yang dapat
bagaimana model komunikasi lintas budaya dalam menggambarkan komunikasi lintasbudaya ini
resolusi konflik di Kalimantan Barat. Agar lebih adalah Model Gudykunst dan Kim (1992:33),
terfokus dalam pembahasannya maka dalam bahwa penyandian pesan dan penyandian balik
penelitian ini sengaja dibatasi pada resolusi konflik pesan merupakan suatu proses interaktif yang
yang berbasis pranata adat masyarakat Melayu dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang
dan Madura di Kalimantan Barat, yang dijabarkan dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya,
dalam sub masalah sebagai berikut: (1) pranata sosiobudaya, psikobudaya dan faktor lingkungan.
adat Melayu dan Madura yang mana saja yang Dengan demikian proses komunikasi lintasbudaya
dapat berfungsi sebagai media resolusi konflik, (2) ini sangat dinamik, berikut dalam gambar 1 .
bagaimana pranata adat-pranata adat tersebut Dalam komunikasi lintasbudaya, apabila
berfungsi menyelesaikan konflik baik intra maupun terjadi perbedaan nilai-nilai budaya, sosiobudaya
interetnik, (3) bagaimana respon masyarakat dan psikobudaya, maka mudah menimbulkan
(Melayu-Madura dan non Melayu-Madura) prasangka terhadap etnik lain. Beberapa kondisi
terhadap penggunaan pranata adat-pranata adat yang tidak menguntungkan yang cenderung
tersebut. memperkuat prasangka menurut Soeleman (1992)
adalah (1) bila situasi kontak menciptakan
Tinjauan Pustaka persaingan di antara berbagai golongan; (2) bila
Terdapat hubungan yang sangat erat antara kontak yang terjadi tidak menyenangkan,
budaya dan komunikasi. Menurut Edward T. Hall dipaksakan, dan tegang; (3) bila situasi kontak
(dalam Mulyana dan Rakhmat, 2000:vi) menghasilkan rasa harga diri atau status dari salah
berpendapat bahwa :“culture is communica- satu golongan direndahkan; 4) bila warga dari suatu
tion” dan “communication is culture”. Artinya, golongan atau golongan sebagai keseluruhan
budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, sedang mengalami frustrasi (misalnya baru saja
dan pada gilirannya komunikasi pun turut mengalami kegagalan atau musibah, depresi
menentukan, memelihara, mengembangkan atau ekonomi, dan sebagainya), kontak dengan
mewariskan budaya. Cara kita berkomunikasi golongan lain bisa membentuk pengambinghitaman
sangat tergantung pada budaya kita : bahasa, etnis; (5) bila kontak terjadi antara berbagai
aturan, dan norma kita masing-masing. golongan etnis yang mempunyai moral atau norma-
David Krech, et al., (1962) mengemu- norma yang bertentangan satu sama lain; (6)

2 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008


Yohanes bahari Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi

Gambar 1. Model Komunikasi Antarbudaya (Gudykunst dan Kim, 1992: 33).

bila dalam kontak antara golongan mayoritas dan yang terdapat di dalam masyarakat, Purwana
golongan minoritas, para warga dari golongan (2003) menyatakan:
minoritas statusnya lebih rendah atau berbagai Budaya damai yang dapat diidentifikasi di
karakteristiknya lebih rendah dari golongan Kalimantan Barat antara lain : (1) kepemimpinan
mayoritas. Adanya beberapa sumber prasangka tradisional; (2) hukum adat; (3) nilai-nilai
tersebut dapat menimbulkan konflik. keagamaan; dan (4) falsafah persahabatan. Budaya
Menurut Dahrendorf untuk menyelesaikan damai yang diangkat dari tradisi, adat istiadat, nilai
konflik perlu ada pemaksaan melalui kesepakatan budaya dan keagamaan yang hidup dalam
(konsensus) terhadap nilai-nilai dan norma-norma berbagai masyarakat di Kalimantan Barat ini
yang berlaku dalam masyarakat. Melalui konsensus menunjukkan bagaimana ia dapat, secara potensial,
nilai-nilai dan norma-norma yang dipaksakan itulah dimanfaatkan melegitimasi dan membawa
masyarakat dapat dipersatukan dan dikendalikan pemecahan damai sehubungan dengan masalah-
sehingga tidak terjadi konflik yang mengarah masalah kekerasan.
kepada kehancuran. Model resolusi konflik Pernyataan Purwana itu menunjukkan
Dahrendorf inilah yang kemudian diadopsi bahwa di dalam masyarakat sendiri ada budaya
sehinggga melahirkan model resolusi litigasi yang berpotensi digunakan sebagai media
(hukum), non litigasi (negosiasi, mediasi, konsiliasi transformasi kekerasan ke perdamaian namun
dan arbitrasi) dan pranata adat. cenderung diabaikan selama ini. Memusatkan
Galtung menawarkan cara menyelesaikan proses transformasi pada budaya damai di dalam
konflik dengan membongkar fondasi dasar masyarakat perlu dilakukan untuk mengurangi
penyebab konflik. Itu berarti faktor budaya yang ketergantungan terhadap pranata modern yang
menjadi fondasi dasar setiap kekerasan harus syarat dengan nilai-nilai ketidakdamaian sejati
ditransformasikan ke budaya perdamaian. Dalam (kedamaian semu).
pandangan Galtung menghentikan konflik Hasil penelitian beberapa ahli di bidang
kekerasan dan konflik struktural sangat tidak resolusi konflik menunjukkan sejumlah kelemahan
realistik jika tidak mengubah fondasi dasarnya, model resolusi konflik yang berbasis pada hukum
karena selama fondasinya masih kokoh (kekerasan nasional. Oleh sebab itu, perlu membuka ruang
kultural) maka kekerasan struktural dan konflik seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat dalam
kekerasan itu tetap akan terjadi. penyelesaian konflik domestik dengan
Dalam kaitan dengan budaya perdamaian menggunakan pranata adat yang hidup dan

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008 3


Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi Yohanes bahari

bersumber pada budaya atau kepercayaannya. menyatakan bahwa istilah Melayu menunjukkan
pada etnik Melayu yang menganggap dirinya
Metode Penelitian sebagai Melayu, diikat oleh tradisi-tradisi
Obyek penelitian ini adalah model keMelayuannya, misalnya: sebagai seorang Mus-
komunikasi lintas budaya dalam bentuk pranata lim, menggunakan bahasa Melayu, menggunakan
adat masyarakat Melayu dan Madura sebagai adat istiadat Melayu dan spirit moral Melayunya
media sosio-kultural resolusi konflik. Pendekatan adalah spirit Islami.
penelitian yang digunakan adalah kualitatif Dalam sistem kekerabatan, orang Melayu
fenomenologik dengan model metode ethno- menggunakan sistem kekerabatan billineal atau
graphic multiple side studies. Data penelitian paternal-maternal relative. Kekerabatan seperti ini
diperoleh dari para informan, dokumen tidak membedakan garis keturunan dari bapak
administrasi kantor pemerintah, hasil penelitian, atau ibu. Setiap orang dalam masyarakat Melayu
jurnal, majalah, dan buku teks. menganggap dirinya mempunyai ikatan
Teknik pengumpulan data secara kekerabatan yang sama erat dan sama penting
trianggulasi dengan menempatkan peneliti sebagai dengan kerabat sebelah bapak dan ibunya (Dollah,
alat pengumpul data utama (peneliti sebagai 1986). Sistem kekerabatan yang demikian itu
instrumen). Pengolahan data dilakukan sepanjang tampaknya tidak terlepas dari pandangan Islam
penelitian berlangsung sejak peneliti berada di bahwa setiap manusia baik laki-laki atau pun
lapangan bersamaan dengan proses pengumpulan perempuan sama kedudukannya di sisi Tuhan.
data, kemudian dilanjutkan secara lebih rinci dan Kedekatan hubungan kekerabatan di
sistematik setelah keseluruhan data terkumpul. kalangan etnik Melayu sangat tergantung
Klarifikasi dan kategorisasi data dilakukan secara sejauhmana hubungan kekerabatan tersebut dibina,
bagian-bagian tetapi tetap dalam konteks dan seperti tergantung pada kedekatan lokasi tempat
dilakukan secara simultan. Kedalaman kategorisasi tinggal, kedekatan komunikasi, kedekatan
data pada tingkat penyajian terkandung juga emosional dan sebagainya. Etnik Melayu mengenal
interpretasi kulaitatif yang dilakukan secara induktif hirarkhi kekerabatan seperti tergambar dalam
berdasarkan pendekatan emik (emic approach) penyebutan garis keturunan atau kedudukannya
dan etik (ethic approach). di dalam keluarga. Misalnya panggilan untuk kakek
(Dato), Nenek, Ayah (Abah), ibu (emak), paman
Pembahasan yang tertua (uwak), paman yang di tengah (pa
Etnik Melayu dan Pranata Adatnya ngah), paman yang bungsu (pa usu). Selain itu
Secara umum etnik Melayu menunjukkan dikenal juga penyebutan yang dikaitkan dengan
pola sistem kebudayaan yang sama, seperti kondisi seseorang apakah postur tubuhnya atau
dikatakan oleh beberapa penulis, bahwa: (1) etnik statusnya seperti untuk mereka yang belum
Melayu Kalimantan Barat identik dengan Islam berkeluarga (pa bujang), yang kulitnya hitam (pa
(Mahatir, 1985; Othman, 1995, La Ode, 1998, itam), yang kulitnya putih (pa uteh), yang kecil
Alqadrie, 1997), (2) umumnya secara turun tubuhnya (pa cik) dan sebagainya.
temurun bermukim di wilayah pesisir (La Ode, Secara religi orang Melayu dikenal sebagai
1998; Hassanudin, 2000); (3) secara psikologis penganut Islam yang taat, yang dianut mereka
merasa dirinya sebagai orang Melayu yang secara turun temurun. Syariat Islam atau ajaran
menggunakan bahasa Melayu. Islam menjadi pedoman tingkah laku mereka
Alqadrie (1996) menuliskan bahwa istilah sehari-hari dalam berperilaku dan beraktivitas di
Melayu lebih merupakan media identifikasi dari manapun. Ajaran Islam yang sangat berpengaruh
pada sebagai kelompok etnik dalam artian ikatan kepada orang Melayu bermula dari ajaran Islam
primordialistik. Menurutnya Melayu dianggap yang bersifat konvensional di bawah tarekat
identik dengan Islam, sehingga siapa saja yang Nagsyabandiah. Ajaran ini mulai dikenal pada awal
memeluk agama Islam sama dengan masuk abad ke-18, yang dibawa oleh mufti-mufti dari
Melayu. Sementara Fatmawati (2004), Arab. Tarekat sebenarnya merupakan satu wadah

4 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008


Yohanes bahari Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi

yang mengajarkan jalan menuju kebenaran yang dicirikan dengan penggunaan bahasa (bahasa
hakiki melalui zikir sebanyak-banyaknya kepada Melayu logat Mempawah atau Pontianak), tradisi
Allah. Dalam istilah lain melalui zikir itu tarekat adat istiadat (Melayu Mempawah atau Pontianak),
menganjurkan umat untuk selalu mengingat Allah beragama Islam dan yang tak kalah penting bahwa
sebanyak-banyaknya. Dengan demikian umat secara sosio-historis mereka merupakan keturunan
selalu hidup suci secara mental spritual. kerajaan Mempawah atau Pontianak. Logat
Buah dari ajaran yang ditanamkan tarekat bahasa, tradisi dan agama yang dianut masyarakat
tersebut tampak dalam kehidupan umat atau merupakan warisan peninggalan Kerajaan Islam
masyarakat pengikutnya dalam bentuk bertindak Mempawah atau Pontianak, karena pada masa
arif dan bijaksana. Biasanya mereka cenderung lalu masyarakat di Kecamatan ini berada di bawah
bertindak hati-hati, penuh pertimbangan, teritori kedua kerajaan itu. Memang dapat
melakukan analisis baik buruk sebelum mengambil dimaklumi, karena secara geografis Kecamatan
tindakan, bersikap toleran dan menerima orang ini hanya berjarak sekitar 20 km dari pusat
asing, mengembangkan solidaritas sosial atau kerajaan Mempawah atau 50 km dari pusat
kebersamaan di kalangan sesama. kerajaan Pontianak.
Pada masa kini, walaupun secara bertahap Walaupun secara sosiologis mereka
telah terjadi pergeseran orientasi nilai keagamaan diidentifikasi sebagai Melayu Mempawah atau
di kalangan orang Melayu, tetapi ajaran-ajaran Melayu Pontianak, pada prinsipnya adat istiadat
yang bersifat tradisional masih mewarnai sikap mereka sama, yaitu berlandaskan pada ajaran Is-
mental perilaku mereka. Dalam hal ini ajaran Is- lam. Berdasarkan hasil wawancara dengan
lam dipahami hanya sebatas nilai-nilai normatif berbagai informan etnik Melayu, tidak ditemukan
terutama jika untuk menentukan baik-buruk dan istilah hukum adat di kalangan mereka, kecuali adat
benar-salah sesuatu. Ajaran Islam dijadikan yang berlandaskan ajaran agama (Islam). Menurut
pijakan dan patokan berperilaku bagi orang-orang tradisi adat yang bersumber pada ajaran Islam,
Melayu, sehingga seluruh sendi kehidupan mereka maka jika terjadi konflik atau pertikaian di antara
mencerminkan nilai-nilai Islami. Karena itu dapat mereka maupun antara mereka dengan kelompok
dikatakan bahwa adat istiadat orang Melayu lain (etnik lain), jalan penyelesaian yang ditempuh
sesungguhnya adalah Islam atau sangat sulit adalah melalui adat musyawarah. Dalam adat
dipisahkan dengan Islam karena bersumber dari musyawarah tersebut dicarikan jalan penyelesaian
ajaran Islam. terbaik menurut kesepakatan bersama. Adat
Kebanyakan orang Melayu bekerja musyawarah itu dipimpin oleh kepala desa,
sebagai pegawai negeri, dalam bidang politik, pemangku adat, para sesepuh, tokoh masyarakat,
petani, nelayan dan hanya sedikit yang menjadi tokoh agama (ustadz atau habib). Karena yang
pedagang atau pelaku ekonomi. Hal ini berkaitan memimpin musyawarah itu adalah orang-orang
dengan nilai yang dianut bahwa menjadi pegawai yang disegani dan dihormati berdasarkan status
negeri (bekerja di pemerintahan) adalah bidang mereka di dalam masyarakat maka masyarakat
pekerjaan yang terhormat. Pandangan ini akan menerima dan mengikuiti keputusannya.
mengakibatkan orang Melayu berlomba-lomba Mekanisme penyelesaian konflik itu
menguasai bidang pemerintahan dan jarang menjadi dilakukan atas inisiatif dari para pemimpin (kepala
pelaku ekonomi (pengusaha), yang langsung desa, pemangku adat, sesepuh, tokoh masyarakat,
menciptakan lapangan pekerjaan. Kalaupun ada dan tokoh agama, biasanya dimotori oleh kepala
jumlahnya sangat sedikit dan kebanyakan bergerak desa dan pemangku adat. Menurut keterangan
di sektor ekonomi mikro (pengusaha kecil). berbagai informan penelitian, adat musyawarah di
Menurut beberapa informan penelitian, kalangan etnik Melayu itu dilakukan hanya untuk
Etnik Melayu di Kecamatan Sungai Pinyuh menyelesaikan konflik-konflik yang berskala kecil
Kabupaten Pontianak diidentifikasi sebagai seperti perkelahian atau pertengkaran yang tidak
pertemuan antara puak etnik Melayu Mempawah mengakibatkan korban jiwa. Untuk konflik-konflik
dengan puak etnik Melayu Pontianak, yang yang menimbulkan korban jiwa penyelesaiannya

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008 5


Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi Yohanes bahari

diserahkan langsung kepada aparat negara (polisi) Jepang dan revolusi kemerdekaan dan ketiga
dengan menggunakan hukum nasional. periode keberhasilan, yaitu setelah tahun 1950.
Menurut pengakuan beberapa informan Walaupun orang Madura di Kalimantan
penelitian etnik Melayu, konflik-konflik dapat Barat sudah banyak yang lahir dan dibesarkan di
dicegah dan diselesaikan secara internal dan tidak Kalimantan Barat, mereka umumnya masih
perlu melibatkan pihak luar (polisi), kecuali untuk menjalankan adat istiadat dan budaya Madura.
kasus-kasus yang berskala besar (pembunuhan). Dalam komunikasi antar sesama etnik, mereka
Pencegahan dan penyelesaian itu dimungkinkan menggunakan bahasa Madura, kecuali komunikasi
karena adanya pranata musyawarah yang dengan etnik lain, mereka menggunakan Bahasa
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan Indonesia tetapi dengan logat atau dialek Madura.
di kalangan umat. Melalui musyawarah itulah Orang-orang Madura di Kalimantan Barat
masalah-masalah sosial keumatan dan kemasya- juga membangun surau atau mesjid di setiap
rakatan dibahas. Jadi fungsi musyawarah itu tidak pemukiman mereka. Fenomena ini menunjukkan
hanya sebatas dalam bidang sosio-religius bahwa mereka memegang nilai-nilai agama Islam
(keagamaan) atau urusan spritualitas umat tetapi yang kuat, sesuatu yang positif terutama dalam
menyangkut juga masalah-masalah sosial-budaya kehidupan religiusnya. Namun banyak pengamat
dan lainnya. menyayangkan sifat yang sudah baik itu tidak
diimbangi ketika mereka berinteraksi dengan
Etnik Madura dan Pranata Adatnya sesama di masyarakat. Ada kecenderungan ajaran
Secara umum orang Madura yang ada di agama yang mereka peluk tidak dilaksanakan
Kalimantan Barat tidak berbeda dengan yang dalam praktek kehidupan nyata sehari-hari.
tinggal di Pulau Madura. Pada dasarnya mereka Perilaku menyimpang orang Madura itu
masih mengembangkan adat istiadat dan budaya digambarkan dalam ungkapan orang Melayu: kite
Madura. Mereka juga mengembangkan nang nanam, die nang ngambenye (kita yang
pemukiman tersendiri dan cenderung menanam, dia yang mengambil hasilnya) atau
mengelompok dengan sesama orang Madura. kaccik ayam kite, bassar ayam die (sewaktu
Bahkan di beberapa tempat mereka dinilai kecil ayam kita, setelah besar menjadi ayam dia).
cenderung ekslusif. Di Kabupaten Sambas Salah satu yang membedakan orang Ma-
(sebelum konflik 1999), misalnya, mereka tidak dura dengan orang Dayak dan Melayu, adalah
mau berbaur dengan orang Melayu ketika dalam bidang pendidikan. Orang-orang Madura
melaksanakan shalat. Mereka shalat di mesjid cenderung menyekolahkan anak-anaknya hanya
sendiri. Dalam hal keagamaan mereka termasuk di sekolah-sekolah agama seperti madrasah atau
pengikut Tarekat Naqsyabandiyah dan penganut pesantren yang mereka dirikan sendiri di sekitar
paham ahlus sunnah waljamaah mazhab Imam pemukiman mereka, sedangkan orang-orang
Syafii dan mengidentifikasi diri sebagai warga Dayak atau Melayu bersekolah di sekolah-sekolah
Nahdlatul Ulama (Purwana, 2003). umum negeri. Jarang sekali mendapatkan anak-
Kapan sebenarnya orang Madura anak etnik Madura bersekolah di sekolah negeri
pertama kali masuk ke Kalimantan Barat memang kecuali di tempat tinggalnya tidak ada sekolah
agak sulit dipastikan waktunya. Van Genep (dalam agama. Namun, temuan penelitian Sudagung
Sudagung, 1984), menunjukkan bahwa migrasi (1983) menunjukkan masih banyak orang-orang
orang Madura ke Kalimantan Barat telah terjadi Madura di Kalimantan Barat yang belum pernah
pada abad ke 13. Namun, puncak migrasi itu bersekolah sama sekali baik di sekolah umum
terjadi pada pertengahan abad ke 19 dan awal negeri maupun di sekolah-sekolah agama
abad ke 20. Menurut Sudagung (2001), sejarah (madrasah dan pesantren).
migrasi orang Madura ke Kalimantan Barat dapat Beberapa informan etnik Madura
dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah mengatakan: Orang tua etnik Madura yang kaya
periode printisan (1902-1942), kedua periode biasanya menyekolahkan anak-anaknya di
surut (1942-1950), dikarenakan kehadiran tentara sekolah-sekolah agama di Jawa bahkan ada juga

6 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008


Yohanes bahari Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi

yang ke Mesir, Arab, Pakistan dan Malaysia. Kepercayaan, nilai dan sikap yang paling
Sebagian ada yang ke universitas-universitas negeri kuat dalam kehidupan orang Madura adalah
di dalam negeri. Tapi sebagian besar anak-anak terhadap adat dan agamanya. Beberapa informan
etnik Madura tidak melanjutkan sekolah ke Madura yang diwawancarai terpisah berkaitan
sekolah yang lebih tinggi karena mereka lebih dengan adat dan agama ini mengatakan (dirangkum
senang bekerja untuk mencari uang. dan diringkas) sebagai berikut:
Mungkin apa yang dikatakan Sudagung Kalau agama disepelekan orang lain kita
(1983) benar bahwa memang masih banyak dari wajib berkelahi. Kalau isteri diganggu juga begitu
kalangan etnik Madura yang tidak menyadari tapi kalau menyangkut harta tidak seberapalah.
betapa pentingnya arti pendidikan bagi seseorang Kalau harta, hari ini kita diakalkan orang besok
dan terdapat kecenderungan pendewaan kita bisa dapat rejeki yang baru. Tapi kalau
pendidikan agama di kalangan mereka. Jika menyangkut isteri diganggu sangat sulit bisa
pandangan ini benar maka tugas ke depan dari diterima. Saya sebagai suaminya mungkin sadar,
pemerintah bersama seluruh komponen tapi keluarga atau kerabat saya tidak bisa
masyarakat yang terkait adalah menumbuhkan menerima. Di sinilah letak budaya Madura, harga
kesadaran itu. Barangkali bukan itu saja, tetapi diri kami hancur kalau isteri diganggu, kami lebih
mendorong dan meningkatkan wawasan baik mati dari pada hidup menanggung malu
kebersamaan untuk mengurangi semangat (todus). Masalah wanita itu sangat rawan, sering
ekslusivisme di kalangan masing-masing etnik juga terjadi carok hanya gara-gara wanita. Bukan hanya
diperlukan. di sini, di Madura udahlah memang sudah
Pada sisi lain orang Madura mengacu tradisinya, di daerah-daerah lain pun demikian,
pada agama sebagai sumber kepercayaan, sikap biasanya carok paling sering dilakukan berkaitan
dan nilai mereka. Ketaatan orang Madura dalam dengan wanita (pacar).
agama tidak dapat disangsikan lagi, bahkan ada Orang Madura memiliki adat istiadatnya
yang mengatakan bahwa mungkin seratus persen yang khas, dalam hal keluarga mereka mengenal
orang Madura beragama Islam (Tim Peneliti sistem keluarga besar (extended family). Dengan
Untan, 2000). Fanatisme keislaman mereka sangat sistem yang demikian, anak-anak perempuan yang
tinggi. Meskipun mereka jumlahnya tidak seberapa sudah kawin harus tinggal serumah dengan orang
banyaknya, tetapi dalam setiap perkampungan tuanya. Itulah sebabnya mengapa orang Madura
mereka selalu terdapat mesjid dan pesantren. sangat tidak menerima kalau anak wanita atau
Mesjid dan pesantren akan berjalan manakala ada isterinya diganggu orang lain, karena memang dari
kiai. Kiai inilah yang memiliki peran besar, sebagai adat istiadatnya mereka cenderung memberikan
figur sentral yang dihormati dan disegani, di samping proteksi yang tinggi terhadap kaum wanita (anak
para habib (kelompok kecil orang Madura yang wanita atau isteri). Mengapa kaum wanita
diyakini masih memiliki garis keturunan langsung diproteksi, agaknya berkaitan dengan adanya
dengan Nabi Muhammad dan keluarganya). pandangan bahwa wanita itu dapat memberikan
Namun demikian, praktek sinkretisme keturunan (sesuatu yang berharga untuk
juga tampak dalam kehidupan beragama orang- meneruskan keturunan), wanita seumpama benda
orang Madura di Kalimantan Barat. Selain sebagai yang disenangi yang dapat memberikan
penganut Islam yang taat mereka juga kesenangan, dan wanita itu kaum yang lemah
melaksanakan tradisi (adat) pemujaan terhadap sehingga perlu dilindungi.
leluhur. Bahkan tidak sedikit dari orang-orang Adat istiadat Madura yang lain berkaitan
Madura yang memiliki ilmu kekebalan. Menurut dengan martabat atau harga diri. Dalam keluarga
pengakuan beberapa informan pelaku konflik Madura suami merupakan sesuatu yang sangat
kekerasan, banyak tokoh Madura yang kebal penting. Dalam hubungan suami isteri, di kalangan
terhadap senjata tajam atau senjata api, sehingga orang Madura dikenal istilah dayus, yang berarti
sangat sulit ditaklukan pada saat terjadi konflik suami sudah tidak memiliki harga diri lagi bilamana
terbuka. sang isteri berselingkuh dengan orang lain. Bila hal

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008 7


Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi Yohanes bahari

itu terjadi, isteri atau laki-laki atau kedua-duanya martabat yang tinggi ini di satu sisi berdampak
lebih baik dibunuh. positif bagi kehidupan mereka, terutama dalam
Kawin muda bagi perempuan Madura di bidang pekerjaan (ekonomi). Karena memiliki rasa
Kalimantan Barat, merupakan adat atau tradisi harga diri atau martabat atau rasa malu yang tinggi
yang masih dipelihara. Bagi keluarga Madura ada mereka cenderung bekerja keras, tekun dan ulet.
semacam kebanggaan jika dapat mengawinkan Kerja keras, tekun dan ulet yang didorong oleh
anaknya pada usia masih muda, karena dianggap rasa malu ini yang membuat mereka berhasil dalam
anak mereka cepat laku dan mengurangi beban ekonomi (pekerjaan). Tetapi rasa malu atau harga
orang tua. Sementara dari pihak laki-laki ia merasa diri atau martabat tersebut juga yang mengantarkan
aman karena wanita idamannya tidak dikawini atau mereka berbenturan dengan etnik lain, terutama
dijadikan isteri oleh pria lain. Walaupun ada adat ketika mereka memaknai rasa malu itu dengan
atau tradisi kawin muda di kalangan wanita Ma- tindakan carok.
dura, tetapi mereka tidak langsung melaksanakan Organisasi sosial yang ada pada
hubungan seksual suami isteri. Sang isteri masyarakat Madura di Kalimantan Barat bersifat
dipelihara terlebih dahulu, dalam arti tinggal informal dan formal. Organisasi sosial informal itu
bersama-sama dengan orang tuanya sendiri, berbentuk keluarga dan lembaga lembaga adat.
sampai ia mengalami haid atau menstruasi. Organisasi yang bersifat formal adalah
Orang Madura di Kalimantan Barat juga pemerintah. Kedua organisasi inilah yang nantinya
mengenal tradisi carok, yakni suatu perkelahian akan sangat berpengaruh terhadap perilaku
baik antar individu, antara individu dengan kehidupan dan persepsi orang-orang Madura
kelompok, maupun antarkelompok, yang selalu tentang dunia dan bagaimana mereka berinteraksi
berakhir dengan adanya korban jiwa dari pihak- dengannya.
pihak yang bertikai. Pelaksanaan carok berkaitan Organisasi keluarga dalam masyarakat
dengan harga diri. Membalas kematian orang tua Madura di Kalimantan Barat berkaitan erat dengan
atau saudara yang dibunuh orang lain merupakan sistem kekerabatan yang mereka anut. Masyarakat
suatu kewajiban. Kewajiban membalas atau Madura juga mengenal sistem kekerabatan yang
melakukan carok itu berkaitan dengan adanya seimbang dari pihak ayah (patrilineal) dan dari
budaya todus atau budaya malu di kalangan etnik pihak ibu (matrilineal). Namun dalam prakteknya
Madura. sistem kekerabatan orang Madura lebih berat
Pandangan dunia orang Madura tentang kepada pihak ayah (patrilineal).
dunia khususnya yang berkaitan dengan kehidupan Masyarakat Madura di Kalimantan Barat,
sosial antara lain terungkap dalam ungkapan Ma- cenderung hidup dalam masyarakat kolektivitas.
dura yang berbunyi: bupa, babu, guruh dan rato, Dalam budaya yang kolektivitas itu, diri (self) tidak
yang berarti setiap orang Madura harus taat dan bersifat otonom, melainkan lebur dalam ikatan
patuh kepada bapak (bupa), ibu (babu), guru keluarga, dan yang lebih penting lagi adalah ikatan
(guruh) dan raja atau pemimpin (rato). Ungkapan kelompok etniknya. Karena itu dalam aktivitas
ini menunjukkan bahwa orang Madura sangat kehidupan sehari-hari keterikatan pada keluarga,
menghormati para pemimpin. Sikap ketaatan dan kelompok dan kelompok etnik menjadi sangat
kepatuhan kepada pemimpin ini adalah suatu kuat.
potensi yang besar yang dapat digunakan di dalam Solidaritas sosial etnik Madura di
upaya membangun landasan moral pada Kalimantan Barat juga terkait dengan sistem
masyarakat Madura. kekerabatan di antara mereka serta adanya budaya
Pandangan yang lain terungkap dari todus. Budaya todus sebagaimana dijelaskan di
ungkapan: angoan potea tolang etembang potea atas membangkitkan semangat pembalasan dari
mata, yang berati lebih baik mati dari pada kerabat ketika harga diri atau martabat atau todus
menanggung malu. Ungkapan ini menunjukkan keluarga dilecehkan orang lain. Ada semacam
adanya pandangan tentang harga diri atau martabat perasaan tidak berguna bagi keluarga atau kerabat
orang Madura yang sangat tinggi. Harga diri atau kalau tidak mampu membalaskan todus yang

8 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008


Yohanes bahari Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi

dialami anggota keluarga atau kerabat tersebut. tersendiri dalam menyelesaikan konflik, baik yang
Berdasarkan hasil wawancara dengan bersifat intra maupun interetnik. Adat atau tatacara
berbagai informan etnik Madura, sama dengan penyelesaian konflik itu disebut dengan
etnik Melayu, di kalangan etnik Madura tidak musyawarah (adat musyawarah). Melalui adat
ditemukan istilah hukum adat, kecuali adat yang musyawarah itulah semua silang sengketa,
berlandaskan ajaran agama (Islam). Jika terjadi perselisihan dan konflik diselesaikan.
konflik atau pertikaian di antara mereka maupun Pada acara Adat Musyawarah tersebut
antara mereka dengan kelompok lain (etnik lain), terjadi proses komunikasi lintasbudaya, khususnya
maka jalan penyelesaian yang ditempuh adalah budaya Melayu dan Madura. Dalam proses
melalui adat musyawarah. Dalam adat komunikasi lintasbudaya tersebut kedua pihak
musyawarah tersebut dicarikan jalan penyelesaian saling bermusyawarah berdasarkan budaya,
terbaik menurut kesepakatan bersama. Adat sosiobudaya, dan psikobudaya yang mereka
musyawarah itu dipimpin oleh kepala desa, pahami. Budaya yang berbeda apabila
pemangku “adat”, para sesepuh (po sepo), tokoh dikomunikasikan melalui musyawarah, hasilnya
masyarakat, tokoh agama (ustadz atau habib) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Dengan
memimpin musyawarah itu adalah orang-orang demikian terjadi persepsi atau pandangan yang
yang disegani dan dihormati berdasarkan status sama mengenai sumber konflik dan akibat-
mereka di dalam masyarakat maka masyarakat akibatnya. Ketika perbedaan persepsi telah
akan menerima dan mengikuiti keputusannya. teratasi, maka segala prasangka dan hambatan-
Menurut keterangan berbagai informan hambatan komunikasi lainnya lebih mudah
penelitian, adat musyawarah di kalangan etnik diselesaikan dengan musyawarah.
Madura itu dilakukan hanya untuk menyelesaikan Pranata adat musyawarah (musyawarah)
konflik-konflik yang berskala kecil seperti di lingkungan etnik Melayu dan Madura dapat
perkelahian atau pertengkaran yang tidak berfungsi sebagai tindakan preventif atau
mengakibatkan korban jiwa. Untuk konflik-konflik pencegahan dan kuratif atau penyelesaian konflik.
yang menimbulkan korban jiwa penyelesaiannya Adat musyawarah warga yang dilakukan secara
diserahkan langsung kepada aparat negara (polisi) teratur dapat mempererat tali silaturahmi dan
dengan menggunakan hukum nasional. persaudaraan, mampu mendeteksi sedini mungkin
Menurut pengakuan beberapa informan persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan dan
etnik Madura, konflik-konflik dapat dicegah dan mampu mengatasinya secepat mungkin sehingga
diselesaikan secara internal dan tidak perlu konflik dapat diminimalisir sekecil mungkin.
melibatkan pihak luar (polisi), kecuali untuk kasus- Di kalangan etnik Melayu dan Madura,
kasus yang berskala besar (pembunuhan). sesuai dengan tradisi ajaran agama Islam yang
Pencegahan dan penyelesaian itu dimungkinkan mereka anut, selalu dilakukan musyawarah
karena adanya pranata musyawarah yang warga atau musyawarah umat. Menurut
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. beberapa informan di kalangan etnik Melayu
Melalui musyawarah itulah masalah-masalah sosial dan Madura yang diwawancarai di tempat
keumatan dan kemasyarakatan dibahas. Jadi fungsi terpisah ternyata tradisi musyawarah ini
musyawarah itu tidak hanya sebatas dalam bidang berkaitan erat dengan ajaran agama Islam dan
sosio-religius (keagamaan) atau urusan spritualitas dijiwai atau disemangati ajaran agama Islam
umat tetapi menyangkut juga masalah-masalah yang mereka anut. Menurut para informan itu,
sosial-budaya dan lainnya. ternyata tradisi musyawarah itu ada kaitannya
dengan kebiasaan shalat berjamaah yang
Proses dan Mekanisme Berfungsinya dilakukan baik dalam shalat di keluarga (rumah
Pranata Adat Melayu dan Madura Dalam tangga), di mesjid dalam shalat jumatan, shalat
Meresolusi Konflik hari raya keagamaan, dan shalat yang dilakukan
Masyarakat Melayu dan Madura di oleh majelis taklim suatu lingkungan
Kalimantan Barat memiliki adat atau tatacara pemukiman. Setiap selesai shalat, biasanya para

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008 9


Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi Yohanes bahari

tokoh agama atau tokoh masyarakat selalu Respon Masyarakat Terhadap Pranata Adat
melakukan musywarah. Melayu dan Madura
Peran tokoh agama (ustadz, kiai, habib), Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh
tokoh adat (pemangku adat), tokoh masyarakat peneliti dengan warga non Melayu dan Madura,
(guru agama/pendidik) dan tokoh pemerintah khususnya Dayak, Jawa, Minang, Cina dan Bugis
(kepala desa) sangat penting dan menentukan tergambar beberapa pandangan terhadap etnik
dalam proses musyawarah itu. Kadang sering Melayu dan Madura, yang di dalamnya juga terlihat
terjadi, peran itu diemban oleh orang yang sama, adanya unsur stereotip dan prasangka. Namun
misalnya seorang ustadz bisa sekaligus berperan demikian pada dasarnya etnik-etnik lain dapat
sebagai tokoh adat, tokoh masyarakat atau menerima tatacara atau adat yang berlaku di
tokoh pemerintah (kepala desa). Mereka inilah kalangan etnik Melayu dan Madura dalam
yang berperan mengatur jalannya musyawarah. menyelesaikan konflik.
Karena mereka adalah orang-orang yang Walaupun ada stereotip negatif terhadap
terpandang dan dihormati di lingkungannya orang-orang Melayu dan Madura, tetapi pada
maka biasanya selalu dituruti dan ditaati. dasarnya dari kalangan etnik non Melayu dan
Menurut para informan di kalangan etnik Madura tidak keberatan bahkan dapat menerima
Melayu dan Madura, apabila terjadi konflik pranata adat Melayu dan Madura digunakan
antar warga maka penyelesaiannya dilakukan sebagai pranata resolusi konflik.
secara musyawarah. Musyawarah itu dipimpin Persepsi dan respon warga Melayu dan
oleh kepala desa dibantu oleh para kiai dan para Madura terhadap adat mereka memang tidak
pemangku adat. Hasilnya biasanya kesepakatan diragukan lagi. Pepatah hidup di kandung adat,
berupa perdamaian dan peringatan agar mati di kandung tanah menjadi dasar yang sangat
kejadian itu tidak terulang kembali. Bagi yang kuat atas penerimaan mereka terhadap adat
bersalah diminta bertanggungjawab berupa musyawarah ini. Penerimaan mereka terhadap adat
membayar atau mengganti biaya kerugian atau musyawarah ini lebih bersifat taken for granted
membayar ongkos pengobatan (apabila ada atau menerimanya sebagai suatu kemestian tanpa
yang harus diobati) dan permintaan maaf kepada mempersoalkannya lagi. Dengan kata lain, adat
korban dan keluarganya. Untuk kasus-kasus musyawarah dipersepsi dan direspon sebagai
yang besar seperti terjadinya kematian pada pranata penyelesaian konflik atau pranata
salah satu pihak maka penyelesaiannya perdamaian.
diserahkan langsung kepada aparat kepolisian
dan penyelesaiannya menggunakan hukum Model Resolusi Konflik Pranata adat
nasional. Melayu dan Madura
Menurut para informan yang Menurut para informan yang diwawancarai
diwawancarai secara terpisah, apabila konflik dalam penelitian ini bahwa praktek pranata adat
itu terjadi dengan etnik lain maka musyawarah di kalangan etnik Melayu dan Ma-
penyelesaiannya tetap mengutamakan prinsip dura dapat berjalan dengan baik karena peran para
musyawarah. Jika prinsip musyawarah tidak tokoh masyarakat (kepala desa, kiai, pemangku
mencapai kesepakatan maka penyelesaiannya adat, dan tokoh pendidik). Jika terjadi konflik
diserahkan kepada aparat kepolisian dengan maka para tokoh masyarakat inilah yang mengambil
menggunakan hukum nasional. Apabila konflik inisiatif dan proaktif menyelesaikannya secara
itu terjadi dengan etnik Dayak dan terjadi di musyawarah. Musyawarah dipimpin oleh kepala
wilayah hukum adat Dayak, maka penye- desa dibantu oleh para kiai dan pemangku adat.
lesaiannya pertama-tama diusahakan dengan Melalui musyawarah inilah dihasilkan perdamaian
menggunakan prinsip musyawarah, tetapi antara mereka yang berkonflik.
apabila musyawarah itu tidak mencapai Kepala desa, kiai dan pemangku adat
kesepakatan maka digunakan hukum adat berperan sebagai mediator bagi mereka yang
Dayak dan atau hukum nasional. berkonflik, oleh sebab itu mereka harus bersifat

10 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008


Yohanes bahari Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi

* Nilai‐nilai  * Nilai‐nilai 
budaya Melayu budaya Madura
Resolusi

* Lingkungan  Prasangk Prasangk * Lingkungan 


Konflik PranataAdat Konflik
masyarakat  a sosial a sosial masyarakat 
musyawarah
Melayu Madura

* Merasa senang  * Merasa senang 
bersama orang  bersama orang 
melayu Komunikasi Madura
lintas budaya
Melayu & 
Madura

Gambar 2.
Model Komunikasi Lintasbudaya dalam Resolusi Konflik antara Etnik Melayu dan Madura di
Kalimantan Barat.

independen (tidak boleh memihak). Musyawarah Daftar Pustaka


disemangati dan dijiwai oleh ajaran agama Islam, Bahari, Yohanes, 2003, Konflik Sosial Antar
yang prinsipnya mengutamakan perdamaian dan Etnik. dalam Jurnal Refleksi. ISSN: 1693-
saling memaafkan satu sama lain. Namun demikian 0770. Vol. 1. No. 1. Bandung.
apabila perdamaian tidak dapat dicapai maka ———, 2006, Model Resolusi Konflik
penyelesaian konflik tersebut dilimpahkan kepada Berbasis Pranata Adat Pada
aparat kepolisian dengan menggunakan hukum Masyarakat Dayak Kanayatn di
nasional. Kalimantan Barat. Laporan Penelitian
Secara singkat, model resolusi konflik Dasar. Pontianak. Lembaga Penelitian
antaretnik Melayu dan Madura di Kalimantan Untan.
Barat seperti gambar 2. Coser, Lewis A., 1977, The Functions of Social
Conflict. New York: The Free Press.
Kesimpulan Dahrendorf, Ralf., 1986, Konflik dan Konflik
Pranata adat Melayu dan Madura yang Dalam Masyarakat Industri. Terjemahan
berfungsi sebagai media resolusi konflik adalah yang Ali Mandan. Jakarta: CV. Rajawali.
berbentuk pranata adat musyawarah sebagai wujud Fraser, Niall M and Keith. W. Hipel, 1984, Con-
komunikasi lintasbudaya Melayu dan Madura. flict Analysis. Models and Resolutions.
Proses adat musyawarah dipimpin oleh kepala desa New York. Amsterdam: Oxford. Elsevier
dibantu oleh para kiai dan para pemangku adat, Science Publishing Co. Inc. North Hol-
dilakukan sesegera mungkin setelah terjadinya konflik. land.
Adat musyawarah digunakan hanya untuk Galtung, Johan, 2002, Kekerasan Kultural. Jurnal
menyelesaikan konflik yang berskala kecil sedangkan Ilmu Sosial Transformatif. Yogyakarta: In-
konflik yang berskala besar penyelesaiannya langsung sist Press.
diserahkan kepada aparat kepolisian. Gudykunst,William B and Young Yun Kim,1992,
Adat Musyawarah dapat berfungsi Communicating With Stragers An Ap-
mencegah meluasnya konflik dan menghentikan proach To intercultural Communication,
konflik (terciptanya perdamaian). Apabila McGraw-Hill, USA
perdamaian tidak dapat dicapai maka konflik itu Horrowitz,. Donald L., 1985, Ethnict Groups in
penyelesaiannya diserahkan kepada aparat kepolisian Conflict. Berkeley: University of Califor-
dengan menggunakan hukum nasional. Masyarakat nia Press.
Kalimantan Barat dapat menerima penggunaan Merthaman, I.P. Eka, 2002, Peranan Pemerin-
pranata adat musyawarah sebagai media resolusi tah Daerah Dalam Penyelesaian
konflik. Konflik Sosial Antara Masyarakat

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008 11


Model Komunikasi Lintas Budaya dalam Resolusi Yohanes bahari

Pendatang Dengan Masyarakat Lokal. Model Resolusi Konflik Masyarakat


Bandung. PPS Unpad. Adat Bengkulu. Studi Kasus
Muhadjir, Noeng, 2000, Metodologi Penelitian penyelesaian Konflik Nelayan di Kota
Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Bengkulu. Tesis. UGM Yogyakarta.
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat, 2000, Simmel, George, 1955, Conflict and The Web
Komunikasi Antarbudaya Panduan of Group-Affliations. transfered by Kurt
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang H. Wolf and Reinhard Bendix. New York:
Berbeda Budaya, Remaja Rosdakarya, Free Press.
Bandung. Soelaeman, M. Munandar, 1992, Ilmu Sosial
Purwana, Bambang Hendarta Suta, 2003, Konflik Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial,
Antarkomunitas Etnis di Sambas 1999. Eresco, Bandung.
Suatu Tinjauan Sosial Budaya. Wijoyo, 1998, Resolusi Litigasi dan Non
Pontianak. Romeo Grafika. Litigasi. dalam I.P. Eka Merthaman.
Rahman. Ansar. et.al., 2000, Syarif Abduahman Peranan Pemerintah Daerah Dalam
Alqadrie, Perspektif Sejarah Berdirinya Penyelesaian Konflik Sosial Antara
Kota Pontianak. Pontianak. Romeo Masyarakat Pendsatang Dengan
Grafika. Masyarakat Lokal. 2002. Bandung. PPS
Salahudin, 2002, Setawar Sedingin. Sebuah Unpad

12 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 2, Mei - Agustus 2008

Anda mungkin juga menyukai