Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

BAGAIMANA PANCASILA
MENJADI SISTEM ETIKA

Kelompok 11

Disusun Oleh:

1. Yopie Pujianto (2020210429)


2. Ricky Rizvino Rizaldi (2020210430)
3. Nur Candra Farhaq (2020210453)

STIE PERBANAS SURABAYA

JURUSAN S1 MANAJEMEN

2020 / 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya saya dapat menyeselsaikan Makalah yang berjudul “Bagaimana
Pancasila Menjadi Sistem Etika” dengan tepat waktu.
Saya sangat berterima kasih kepada dosen pengampu Drs. R.M.QUDSI FAUZY,
MM yang telah mengajar mata kuliah Pancasila.
Makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pihak pembaca penulis diperlukan. Semoga Makalah bagaimana
pancasila Menjadi sistem etika ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah
pengetahuan.
.

Surabaya, 14 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………………..1
2. Rumusan Masalah……………………………………………………………1
3. Tujuan………………………………………………………………………...1

BAB II PEMBAHASAN
A. Apakah pengertian etika…………………………………………………...1
B. Pengertian nilai dalam penggunaan secara umum…………………………2
C. Sila sila di dalam Pancasila di sebut sebagai suatu sistem filsafat………...3
D. Alasan diperlukannya pancasila sebagai sistem etika…………………….. 6
E. Apa saja sumber dan pancasila sebagai etika……………………………...9
F. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila………………………………….12

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan……………………………………………………..................16
2. Refleksi……………………………………………………………………16
3. Saran………………………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pancasila dijadikan sebagai dasar Negara sejak 1 Juni 1945, walaupun hal
tersebut baru disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Negara yang berdasarkan
Pancasila itu ingin mencapai masyarakat yang adil dan makmur dan ikut
membangun perdamaian dunia. Pancasila tidak secara statis sebagai dasar Negara
tetapi juga sebagai ideologi bangsa yang selalu diperjuangkan dengan sekuat
tenaga. Pancasila dijadikan sebagai dasar Negara dan sebagai falsafah hidup
bangsa karena Pancasila digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian etika ?


2. Pengertian nilai dalam penggunaan secara umum ?
3. Apa konsep sistem pancasila sebagai sistem etika ?
4. Mengapa alasan diperlukannya pancasila sebagai sistem etika ?
5. Apa saja sumber dan pancassila sebagai etika ?
6. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila ?

3. Tujuan

1. Mengetahui konsep pancasila sebagaisistem etika.


2. Mengetahui alur etika dan karakteristiknya
3. Membangun argumen tentang dinamika dan tetang pancasila sebagai
system etika

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Apakah pengertian etika


1. Etika juga merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
2. Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika
umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987).
3. Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat
sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila pancasila
merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis. Pancasila
memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi
manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4. Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Pentingnya pancasia sebagai
sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi rambu normatif untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti
korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan.B. Pengertian nilai
dalam penggunaan secara umum ?

2
B. Pengertian nilai dalam penggunaan secara umum
Pancasila sebagai sistem nilai Dalam Pendidikan Pancasila (2002) karya
Purwastuti dkk, Pancasila sebagai sistem nilai artinya mengandung serangkaian
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang
merupakan satu kesatuan utuh dan sistematis. Kesatuan sila-sila Pancasila
bersifat organis, susunannya bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal. Menurut
Kaelan dalam Pendidikan Pancasila (2001), Pancasila bersifat organis artinya
sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan dan keutuhan yang majemuk
tunggal. Setiap sila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan.
Menurut Notonagoro dalam Pancasila Secara Ilmiah Populer (1975), Pancasila
memiliki susunan yang bersifat hierarki (urutannya logis) dan berbentuk
piramidal.
Hierarkis berarti tingkat. Sedangkan piramidal digunakan untuk
menggambarkan hubungan bertingkat dari sila-sila Pancasila. Maksudnya
sebagai berikut: Sila 1 ditempatkan di urutan paling atas karena bangsa Indonesia
meyakini segala sesuatu berasal dan akan kembali kepada Tuhan, sehingga
disebut sebagai Causa Prima (sebab pertama). Manusia sebagai subyek
pendukung pokok negara sehingga negara harus berlaku sebagai lembaga
kemanusiaan (sila 2). Negara adalah akibat adanya manusia yang bersatu (sila 3),
sehingga terbentuk persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat
mewakilkan kekuasaannya kepada lembaga perwakilan rakyat yang menjalankan
fungsi secara bijaksana, mengedepankan musyawarah dan mewakili aspirasi
rakyat (sila 4). Negara memiliki tujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia (Sila 5).

C. Sila sila di dalam Pancasila di sebut sebagai suatu sistem filsafat


a) Pengertian Etika
Pernahkah Anda mendengar istilah “etika”? Kalaupun Anda pernah mendengar
istilah tersebut, tahukah Anda apa artinya? Istilah “etika” berasal dari bahasa

3
Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika
berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata
cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan
hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas
ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6).
Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala
sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan
perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap
kali disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).
Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika,
pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Apakah
yang Anda ketahui tentang nilai? Frondizi menerangkan bahwa nilai merupakan
kualitas yang tidak real karena nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, nilai
membutuhkan pengemban untuk berada (2001:7). Misalnya, nilai kejujuran melekat
pada sikap dan kepribadian seseorang. Istilah nilai mengandung penggunaan yang
kompleks dan bervariasi. Lacey menjelaskan bahwa paling tidak ada enam
pengertian nilai dalam penggunaan secara umum, yaitu sebagai berikut:
1. Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.
2. Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna atau
pemenuhan karakter untuk kehidupan seseorang.
Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai
pengevaluasian diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri. Suatu kriteria
fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik di antara berbagai
kemungkinan tindakan. Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh
seseorang ketika bertingkah laku bagi dirinya dan orang lain. Suatu ”objek nilai”,
suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang sekaligus membentuk hidup yang
berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Objek nilai mencakup karya seni,

4
teori ilmiah, teknologi, objek yang disucikan, budaya, tradisi, lembaga, orang lain,
dan alam itu sendiri. (Lacey, 1999: 23).

Dengan demikian, nilai sebagaimana pengertian butir kelima (5), yaitu sebagai
standar fundamental yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam bertindak,
merupakan kriteria yang penting untuk mengukur karakter seseorang. Nilai sebagai
standar fundamental ini pula yang diterapkan seseorang dalam pergaulannya dengan
orang lain sehingga perbuatannya dapat dikategorikan etis atau tidak. Namun,
tahukah Anda bahwa dalam bahasa pergaulan orang acap kali mencampuradukkan
istilah “etika” dan “etiket”? Padahal, keduanya mengandung perbedaan makna yang
hakiki. Etika berarti moral, sedangkan etiket lebih mengacu pada pengertian sopan
santun, adat istiadat. Jika dilihat dari asal usul katanya, etika berasal dari kata
“ethos”, sedangkan etiket berasal dari kata “etiquette”.
Keduanya memang mengatur perilaku manusia secara normatif. tetapi Etika
lebih mengacu ke filsafat moral yang merupakan kajian kritis tentang baik dan
buruk, sedangkan etiket mengacu kepada cara yang tepat, yang diharapkan, serta
ditentukan dalam suatu komunitas tertentu. Contoh, mencuri termasuk pelanggaran
moral, tidak penting apakah dia mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
Etiket, misalnya terkait dengan tata cara berperilaku dalam pergaulan, seperti makan
dengan tangan kanan dianggap lebih sopan atau beretiket (Bertens, 1997: 9). Anda
dipersilakan untuk mencermati gambar berikut dan diminta untuk membedakan
persoalan etika, persoalan etiket, dan kode etik profesi.
b) Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi etika
keutamaan, teleologis, deontologis. Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah
teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan
manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya kepada
keberadaan manusia, lebih menekankan pada What should I be?, atau “saya harus
menjadi orang yang bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai
keutamaan adalah baik hati, ksatriya, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah

5
hati, bernalar, percaya diri, penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani,
santun, jujur, terampil, adil, setia, ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri, bijaksana,
peduli, dan toleran (Mudhofir, 2009: 216--219).
Orang yang memelihara metabolisme tubuh untuk mendapatkan kesehatan
yang prima juga dapat dikatakan sebagai bentuk penguasaan diri dan disiplin,
sebagaimana nasihat Hippocrates berikut ini. Etika teleologis adalah teori yang
menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan nilai tindakan atau
kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang mungkin
berniat sangat baik atau mengikuti asas-asas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil
tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secara moral
sebagai tindakan yang tidak etis. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari
suatu tindakan dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam
mencapai tujuannya. Etika teleologis ini juga menganggap bahwa di dalamnya
kebenaran dan kesalahan suatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang
diinginkan (Mudhofir, 2009: 214).
Aliran-aliran etika teleologis, meliputi eudaemonisme, hedonisme,
utilitarianisme. Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan
kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau
akibat. Kewajiban moral bertalian dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran
moral atau kelayakan, kepatutan. Kewajiban moral mengandung kemestian untuk
melakukan tindakan. Pertimbangan tentang kewajiban moral lebih diutamakan
daripada pertimbangan tentang nilai moral. Konsep-konsep nilai moral (yang baik)
dapat didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau kelayakan rasional yang
tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat dianalisis (Mudhofir, 2009: 141).
D. Alasan diperlukannya pancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk
mengatur sistem penyelenggaraan negara.dapat bayangkan apabila dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi guidance
atau tuntunan bagi para penyelenggara negara, niscaya negara akan hancur.
Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam

6
penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai
berikut:

1. dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi


muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi
muda yang tidak mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan
pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi
sehingga mereka kehilangan arah. Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh
globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, tetapi justru nilai-nilai
dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi moral, antara lain:
penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat
kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para
pelajar. Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam
kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika
diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan
karakter di sekolah-sekolah.
2. korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak
memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para
penyelenggara negara tidak dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak,
pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad). Pancasila sebagai sistem
etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good) dan buruk (bad).
Archie Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk
merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam
kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk
selalu muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang
untuk melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi
pada siapa saja. Oleh karena itu, simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan
kebaikan, minimalkan keburukan” (Bahm, 1998: 58).
3. kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran
pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal

7
peranan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai
APBN. Pancasila sebagai sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak
untuk secara sadar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik. Dengan
kesadaran pajak yang tinggi maka program pembangunan yang tertuang
dalam APBN akan dapat dijalankan dengan sumber penerimaan dari sektor
perpajakan. Berikut ini diperlihatkan gambar tentang iklan layanan
masyarakat tentang pendidikan yang dibiayai dengan pajak.
4. pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di
Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak
pihak lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai
media, seperti penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT),
penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain. Kesemuanya itu
menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila
sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping
diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran
sistem etika ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (Lihat
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
5. kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan
manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan
datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus
tersebut menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai
sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat.
Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung memutuskan tindakan
berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan sesaat, tanpa
memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang paling
jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap.
Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam
peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran
hutan, baik pribadi maupun perusahaan yang terlibat. Selain itu, penggiat

8
lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara juga
perlu mendapat penghargaan.

E. Apa saja sumber dan pancasila sebagai etika


1. Sumber historis Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih
berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya,
nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai
moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa
orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden
Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Ada
banyak butir Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai
hasil temuan dari para peneliti BP-7. Untuk memudahkan pemahaman tentang
butir-butir sila Pancasila dapat dilihat pada tabel berikut (Soeprapto, 1993:
53--55).
a) Ketuhanan Yang Maha Esa
 Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
 Hormat menghormati dan bekerja sama antar para pemeluk agama dan
para penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
 Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
 Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradap
-Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban
asasi antar sesama manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
 Saling mencintai sesama manusia.
 Mengembangkan sikap tenggang rasa.

9
 Tidak semena-mena terhadap orang lain.
 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
 Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
 Berani membela kebenaran dan keadilan.
 Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, dikembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
c) Persatuan Indonesia
 Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, keselamatan
bangsa dan bernegara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
 Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
 Cinta tanah air dan bangsa.
 Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
 Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
berbhineka tunggal ika.
d) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawara-tan/Perwakilan
 Sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dengan mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
 Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
 Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
 Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
 Dengan itikad yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil putusan musyawarah.
 Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.

10
 Putusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
 Mengembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
 Bersikap adil.
 Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
 Menghormati hak-hak orang lain.
 Suka memberi pertolongan kepada orang lain
 Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
 Tidak bersifat boros.
 Tidak bergaya hidup mewah.
 Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
 Suka bekerja keras
 Menghargai hasil karya orang lain.
 Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
2. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan
dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang
Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh
pembuluh, bulat kata oleh mufakat”.
3. Sumber politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-
norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan
perundangan-undangan di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori
hukum itu suatu norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah
memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin

11
tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin
rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011:
487).
Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem
dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara
dan yang mendasari institusi-institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan
dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang menentukan
rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas rasionalitas tindakan
dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku
mempunyai orientasi situasi dan paham permasalahan (Haryatmoko, 2003:
25 – 28).

F. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing
silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila,
dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain. Makna Pancasila terletak
pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami
nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini
kita uraikan :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang
didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang
Maha Esa. Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan
terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi
manusia) bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama
dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-
masing. Hal itu telah dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam

12
negara Indonesia tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari
adanya Tuhan (atheisme).
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan
memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan
manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan
norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakekat dan sifat-sifat khas
manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai
dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun,
berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus
senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan
kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan
perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan
dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri,
sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Hakekat pengertian di atas
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Pertama :”bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya dalam Batang Tubuh
UUD.
3) Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka
ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini
mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh
wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah

13
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia
yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu, paham kebangsaan Indonesia tidak sempit
(chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi
paham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”. Selanjutnya dapat
dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD 1945.
4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan.
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam
dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa
Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi
tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan
selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat
dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong
dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata
cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu
hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat dan
mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara mengusahakan
turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui
lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam
melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini
merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat sekaligus sebagai asas atau
prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea

14
keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi :”...maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”
5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala
bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia
berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis
karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya
hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari
masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
a) Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan
warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam
bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta
kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
b) Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap
negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
negara.
c) Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan
lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan
keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai.
Hakekat sila ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan
perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

15
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Simpulan dari hasil pembelajaran penulis selama penyusunan karya ilmiah ini,
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang
peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap saat
dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti yang tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu “Kemanusian yang adil
dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar. Dengan menjiwai butir-butir
Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika baik yang berlaku dalam masyarakat
maupun bangsa dan negara.
2. REFLEKSI
Melalui penerapan aturan dan hukuman, pengungkapan kasus kenakalan
remaja, mengetahui penyebab remaja melakukan tindakan kenakalan remaja dan
adanya pendidikan pancasila diharapkan dapat meminimalisir dan menangkal
kasus kenakalan remaja. Selain itu pendidikan pancasila diharapkan mampu
menghadirkan karakter generasi muda yang tidak hanya cerdas namun juga
berkarakter, dan peduli terhadap kemajuan Indonesia.
3. SARAN
Indonesia sebagai masyarakat yang warganya menganut ideologi pancasila
sudah seharusnya menjadikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai

16
dasar dan pijakan serta nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diamalkan dalam
setiap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar tercipta persatuan
dan kesatuan antar warga Indonesia.
Etika, norma, nilai dan moral harus senantiasa diterapkan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud perilaku yang sesuai
dengan adat, budaya dan karakter bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai-Nilai Karakter


Bangsa) di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Buku Pancasila Capter 1
Buku Pendidikan Kewarganegaraan
https://www.slideshare.net/RobetSaputra1/pengantar-pendidikan-pancasila-
119514411
https://m-learningmku.com/wp-content/uploads/2020/03/PANCASILA_MODUL
https://kangkunggenjer.blogspot.com/2015/05/makalah-tentang-pentingnya-
pendidikan.html

17

Anda mungkin juga menyukai