Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa tersebut ketidak mampuan serta invaliditas tidak baik
secara individu maupun kelompok akan menghambat pertumbuhan pada
individu dan lingkungan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien.
Salah satu jenis gangguan jiwa psikososial fungsional yang terbanyak adalah
Skizofrenia dengan tanda dan gejala halusinasi merupakan suatu gangguan
psikotik yang dapat di tandai dengan gangguan utama pikiran, persepsi,
emosi dan perilaku (Davidson, neale & kring 2015).Menurut World Health
Organization (WHO, 2013), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup
tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa,
1% diantaranya merupakan gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah
terserang gangguan jiwa memang sangat tinggi, sekotar 450 juta orang
diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku.
(Veronika laia,2022)
Gangguan jiwa di Indonesia semakin bertambah, terdapat 14,1%
penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa mulai dari yang ringan
hingga berat (Pinedendi et al., 2016). Data yang diperoleh di Amerika Serikat
setiap tahunnya, terdapat 300 ribu klien skizofrenia yang mengalami episode
akut, hampir 20%-50% klien skizofrenia yang melakukan percobaan bunuh
diri, dan 10% diantaranya berhasil meninggal. Dapat disimpulkan angka
kematian klien skizofrenia di Amerika Serikat delapan
kalilebihtinggidariangkakematianpenduduk.Privalensi ganguan jiwa di
Indonesia urutan pertama Provinsi Bali 11,1% dan nomor dua disusul oleh
Provinsi DI Yogyakarta 10,4%, NTB 9,6%, Provinsi Sumatera Barat 9,1%,
Provinsi Sulawesi Selatan 8,8%, Provinsi Aceh 8,7%, Provinsi Jawa Tengah
8,7%, Provinsi Sulawesi Tengah 8,2%, Provinsi Sumatera Selatan 8%,
Provinsi Kalimantan Barat 7,9%. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara berada
pada posisi ke 21 dengan privalensi 6,3% (Kemenkes, 2019).

1
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 gangguan jiwa meningkat dari
tahun 2013 dengan hasil 1.7 menjadi 7 per mil rumah tangga, artinya
perseribu rumah tangga terdapat 7 rumah tangga yang memiliki keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, sehingga diperkirakan jumlahnya sekitar
450.000 ODGJ berat. Dari tahun 2013 sampai 2018, prevalensi penderita
skizofrenia di Indonesia meningkat dari 1,7% menjadi 7%, dan di Sumatra
Utara juga mengalami peningkatan dari 1,2% menjadi 6%.

Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang memengaruhi


berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir, berkomunikasi, mau untuk
menerima, menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi.
Pasien skizofrenia sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih besar
dari masyarakat sekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit
medis lainnya.Penderita skizofrenia biasanya timbul pada usia sekitar 18-45
tahun, dan berusia 11-12 tahun menderita skizofrenia (Damanik, Pardede &
Manalu. 2020). Hasil Riskesdas (2018) didapatkan estimasi prevalensi orang
yang pernah menderita skizofrenia di Indonesia sebesar 1,8 per 1000
penduduk. Hasil survey awal yang dilakukan di poliklinik rawat jalan Rumah
Sakit Jiwa Medan di temukan sebanyak 13.899 pasien yang rawat jalan
dibawa oleh keluarganya untuk berobat (Wulandari Y, 2022).

Defisit perawatan diri merupakan daftar suatu keadaan dimana


seseorang mengalami hambatan ataupun gangguan dalam kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi,
berpakaian, makan, dan eliminasi untuk dirinya sendiri (Tumanduk, Messakh,
& Sukardi, 2018).Defisit perawatan diri menurut Orem merupakan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan perawatan diri secara adekuat
sehingga dibutuhkan beberapa system yang dapat membantu klien memenuhi
kebutuhannya. Dalam hal ini Orem mengidentifikasi lima metode yang dapat
menyelesaikan masalah defisit perawatan diri yaitu bertindak untuk orang
lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi dukungan, meningkatkan
pengembangan lingkungan, dan mengajarkan pada orang lain (Prihadi &

2
Erlando,2019).Berdasarkan praktikyang dilakukan di ruangan Mawar jumlah
pasien sebanyak 20 orang terdiagnosa skizofrenia dan subjek dalam kasus
kelolalan adalah NyW denganmasalahdefisit perawatan diri. Penyebab Ny W
sebagai subjek dikarenakan klien malas merawat diri dikarenakan pengaruh
suara yang sering muncul. Maka tujuan asuhan keperawatan yang di lakukan
ialah untuk mengajarkan standar pelaksanaan (SP 1-4) dengan masalah defisit
perawatan diri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dari Defisit Perawatan Diri ?
2. Jelaskan Jenis- Jenis Defisit PerawatanDiri ?
3. Bagaimana Etiologi Defisit Perawatan Diri ?
4. Bagaimana Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri ?
5. Bagaimana Proses Terjadinya ?
6. Bagaimana Rentang respon kognitif Defisit Perawatan Diri ?
7. Apa saja Mekanisme Koping Defisit Perawatan Diri ?
8. Bagaimana Akibat Dari Defisit Perawatan Diri ?
9. Bagaimana Penatalaksanaan Pada Pasien Defisit Perawatan Diri ?
10. Pohon Masalah ?
11. Bagaimana Askep Pada pasien Defisit Perawatan Diri ?

1.3 Tujuan.
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan jiwa dengan
Defisit Perawatan Diri
2. Tujuan Khusus
a) Agar Mahasiswa mengetahui konsep teori Defisit Perawatan Diri
b) Agar Mahasiswa dapat mengetahui Askep teoritis Defisit Perawatan Diri

1.4 Manfaat
Dengan dibuatnya makalah Askep Defisit Perawatan Diri Agar dapat
menambah pengetahuan terutama mahasiswa Akper Setih Setio Bagaimana
cara melakukan Askep pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Defisit Perawatan Diri

Defisit Perawatan Diri (DPD) adalah ketidakmampuan seseorang untuk


melakukan perawatan diri secara adekuat sehingga dibutuhkan beberapa
sistem yang dapat membantu klien memenuhi kebutuhannya (Erlando, 2019)

Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada
pasien gangguan jiwa dimana seseorang yang mengalami kelainan dalam
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari secara mandiri seperti tidak ada keinginan untuk mandiri secara teratur,
tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau nafas, dan penampilan
tidak rapi (Wulandari et al., 2022).

Deficit perawatan diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang


mengalami hambatan ataupun gangguan dalam kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi, berpakaian,
makan, dan eliminasi untuk dirinya sendiri (Tumanduk, Messakh, & Sukardi,
2018). Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa defisit perawatan diri
adalah keadaan seseorang yang tidak mampu merawat diri dengan benar dan
tidak dapat menyelasaikan aktivitas perawatan diri seperti mandi, berhias,
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/minum serta mencuci tangan
setelah Buang air besar dan buang air kecil (Laia, et Al)

2.2 Jenis- Jenis Defisit PerawatanDiri

Menurut Sutejo (2019) jenis – jenis perawatan diri dibagi menjadi 4 yaitu :

1. Defisit perawatan diri : mandi Tidak ada keinginan untuk mandi secara
teratur, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
2. Defisit perawatan diri : berdandan atau berhias Kurangnya minat dalam
memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut, atau mencukur
kumis.

4
3. Defisit perawatan diri : makan Mengalami kesukaran dalam mengambil,
ketidakmampuan membawa makanan dari piring ke mulut, dan makan
hanya beberapa suap makanan dari piring.
4. Defisit perawatan diri : toileting Ketidak mampuan atau tidak adanya
keinginan untuk emlakukan defeksi atau berkemih tanpa bantuan

2.3 Etiologi
a. Factor predisposisi (Nurhalimah,2016).

1) Biologis , dimana deficit perawatan diri disebabkan oleh adanya


penyakit fisik dan mental yang disebabkan klien tidak mampu
melakukan keperawatan diri dan dikarenakan adanya factor herediter
dimana terdapat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
2) Psikologis, adanya factor perkembangan yang memegang peranan yang
tidak kalah penting, hal ini dikarenakan keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan individu tersebut sehingga perkembangan inisiatif menjadi
terganggu. Klien yang mengalami deficit perawatan diri dikarenakan
kemampuan realitas yang kurang yang menyebabkan klien tidak peduli
terhadap diri dan lingkungannya termasuk perawatan diri.
3) Social, kurangnya dukungan social dan situasi lingkungan yang
mengakibatkan penurunan kemampuan dalam merawatdiri.

b. Factor presipitasi Faktor presipitasi yang menyebabkan deficit perawatan


diri yaitu penurunan motivasi, kerusakan kognitif/persepsi, cemas, lelah,
lemah yang menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri. Menurut Rochmawati (2013), factor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
1) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihandirinya.
2) Praktik Sosial Pada anak-anak yang selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan

5
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi semuanya
yang memerlukan uang untuk menyediakannya
4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
klien penderita DM, ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan Seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti pengguanaan sabun, shampoo dan
lain-lain.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :

1) Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang


karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak Psikososial Masalah social yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai
dan mencintai, kebutuhan harga diri dan gangguan interaksisocial.

2.4 Tanda danGejala

Menurut Jalil (2015), tanda dan gejala defisit perawatan diri terdiri dari :

a. Data subjektif Klien mengatakan:

1. Malas mandi
2. Tidak mau menyisir rambut
3. Tidak mau menggosokgigi
4. Tidak mau memotongkuku
5. Tidak mauberhias/berdandan
6. Tidak bisa/tidak mau menggunakan alat mandi/kebersihandiri

7. Tidak menggunakan alat makan dan minum saat makan dan

6
minum
8. BAB dan BAKsembarangan
9. Tidak membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK
10. Tidak mengetahui cara perawatan diri yangbenar
b. Data objektif

1. Badan bau, kotor, berdaki, rambut kotor, gigi kotor, kuku panjang.
2. Tidak menggunakan alat mandi pada saat mandi dan tidak mandi
dengan benar.

3. Rambut kusut, berantakan, kumis dan jenggot tidak rapi, serta tidak
mampu berdandan.

4. Pakaian tidak rapi, tidak mampu memilih, mengambil,


memakai,mengencangkan dan memindahkan pakaian, tidak memakai
sepatu, tidak mengkancingkan baju atau celana.

5. Memakai barang-barang yang tidak perlu dlaam berpakaian, mis:


memakai pakaian berlapis-lapis, penggunaa pakaian yang tidak
sesuai. Melepas barang-barang yang perlu dalam berpakaian, mis:
telanjang.

6. Makan dan minum sembarangan dan berceceran, tidak


menggunakan alat makan, tidak mampu menyiapkan makanan,
memindahkan makanan ke alat makan, tidak mampu memegang alat
makan, membawa makanan dari piring ke mulut, mengunyah,
menelan makanan secara aman dan menghabiskan makanan.

7. BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri


setelah BAB dan BAK, tidak mampu menjaga kebersihan toilet
dan menyiram toilet setelah BAB danBAK

2.5 ProsesTerjadinya

Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri (Hastuti, 2018) adalah :

7
a. Data Subjektif

1) Klien merasa lemah

2) Malas untuk beraktivitas

3) Merasa tidak berdaya

b. Data Objektif

1) Rambut kotor,acak-acakan

2) Badan dan pakaian kotor dan bau

3) Mulut dan gigi bau

4) Kulit kusan dankotor

5) Kuku panjang dan tidak terawat

2.6 Rentang ResponKognitif

Menurut Ginting (2021), rentang respon perawatan diri pad aklien adalah
sebagai berikut :

Gambar: Rentang Respon Kognitif

Adaptif Maladaptf

Pola perawatan diri Kadang perawatan Tidak melakukan


diri,
Seimbang perawatan saat stress
kadang tidak

Keterangan :

a. Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan


mampu untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang
dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatandiri.

8
b. Kadang perawatan kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor
kadang-kadang klien tidak memperhatikan perawatandirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stressor.

2.7 MekanismeKoping

Menurut (Sutria, 2020), mekanisme koping berdasarkan penggolongan di bagi


menjadi 2 yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar


dan mencapi tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan
perawatan diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping mal adaptive

Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah


pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak ingin merawat diri.

2.8 Akibat
a) Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpelirahannya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan membrane
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku
b) Dampak Psikosial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan keb. rasa nyaman, kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan harga diri
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial ( Damaiyanti, 2012 )

2.9 Penatalaksanaan

a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

b. Membimbing dan menolong klien merawat diri

9
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung

2.10 Pohon Masalah

Effect Resiko Perilaku Kekerasan

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Cause Harga Diri Rendah Kronis

Koping Individu Tidak Efektif

BAB III
ASKEP TEORITIS

10
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa

3.3.1 Pengkajian Keperawatan

Defisit Perawatan Diri pada klien dengan ganngguan jiwa terjadi


akibat ada perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri makan secara mandi,berhias diri secara mandiri dan
eliminasi (buang airbesar/buangairkecil)secaramandiri.(Erlando,2019)
a. Identitas

Terdiri dari : nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama,


pekerjaan, tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekam medic,
keluarga yang dapat dihubungi.
b. Alasan masuk

Merupakan penyebab klien atau keluarga datang, atau dirawat


dirumah sakit. Biasanya masalah yang dialami klien yaitu senang
menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang lain,
terlihat murung, penampilan acak-acakan, tidak peduli dengan diri
sendiri dan mulai mengganggu orang lain.
c. Factor predisposisi

1) Pada umumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa di


masa lalu.
2) Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatandiri.
3) Pengobatan sebelumnya kurangberhasil

4) Harga diri rendah, klien tidak mempunyai motivasi untuk


merawatdiri.
5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, yaitu
perasaan ditolak,dihina, dianiaya dan saksipenganiayaan.
6) Ada anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu
kegagalan yang dapat menimbulkan frustasi

d. PemeriksaanFisik

11
Pemeriksaan TTV, pemeriksaan head to toe yang merupakan
penampilan klien yang kotor dan acak-acakan.
e. Psikososial

1) Genogram

Menurut Hastuti (2018), genogram menggambarkan klien


dan anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa,
dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan
pola asuhan.
2) KonsepDiri

a) CitraTubuh

Persepsi klien mengenai tubuhnya, bagian tubuh yang


disukai, reaksi klien mengenai tubuh yang disukai maupun
tidak disukai (Nurhaini, 2018).
b) IdentitasDiri

Kaji status dan posisi pasien sebelum klien dirawat,


kepuasan paien terhadap status dan posisinya, kepuasan
klien sebagai laki- laki atau perempuan (Bunaini, 2020).
c) PeranDiri

Meliputi tugas atau peran klien didalam


keluarga/pekerjaan/kelompok maupun masyarakat,
kemampuan klien didalam melaksanakan fungsi atupun
perannya, perubahan yang terjadi disaat klien sakit
maupun dirawat, apa yang dirasakan klien akibat
perubahan yang terjadi (Ndaha, 2021).

d) IdealDiri
Berisi harapan paien akan keadaan tubuhnya yang ideal,
posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan/sekolah,
harapan klien akan lingkungan sekitar,dan penyakitnya
(Grasela, 2021).

12
e) HargaDiri

Kaji klien tentang hubungan dengan orang lain sesuai


dengan kondisi, dampak pada klien yang berhubugan
dengan orang lain, fungsi peran yang tidak sesuai dengan
harapan, penilaian klien tentang pandangan atau
penghargaan orang lain (Safitri, 2020).
f) HubunganSosial

Hubungan klien dengan orang lain akan sangat terganggu


karena penampilan klien yang kotor yang mengakibatkan

orang sekitar menjauh dan menghindari klien. Terdapat


hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
(Bunaini,2020).
g) Spiritual

Nilai dan keyakinan serta kegiatan ibadah klien terganggu


dikarenakan klien mengalami gangguan jiwa.
h) Status Mental

1) Penampilan

Penampilan klien sangat tidak rapi, tidak mengetahui


caranya berpakaian dan penggunaan pakaian tidak
sesuai (Putri, 2018).
2) Cara bicara/Pembicaraan

Cara bicara klien yang lambat, gagap, sering


terhenti/bloking, apatis serta tidak mampu memulai
pembicaraan (Malle, 2021).

3) Aktivitas motorik

Biasanya klien tamoak lesu, gelisah, tremor dan


kompulsif (Putri, 2018).
4) Alam perasaan

Klien tampak sedih, putus asa, merasa tidak berdaya,

13
rendah diri dan merasa dihina (Malle, 2021).
5) Afek

Klien tampak datar, tumpul, emosi klien berubah-


ubah, kesepian, apatis, depresi/sedih dan cemas
(Putri, 2018).
6) Interaksi saat wawancara

Respon klien saat wawancara tidak kooperatif, mudah


tersinggung, kontak kurang serta curiga yang
menunjukkan sikap ataupun peran tidak percaya
kepada pewawancara/orang lain.
7) Persepsi

Klien berhalusinasi mengenai ketakutan terhadap hal-


hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran,
penglihatan dan perabaan yang membuat klien tidak
ingin membersihkan diri dan klien mengalami
depersonalisasi.
8) Prosespikir

Bentuk pikir klien yang otistik, dereistik,


sirkumtansial, terkadang tangensial, kehilanagn
asosiasi, pembicaraan meloncat dari topic dann
terkadang pembicaraan berhenti tiba-tiba.

i) Kebutuhan Klien Pulang

1. Makan

Klien kurang makan, cara makan klien yang terganggu


serta psien tidak memiliki kemampuan untuk
menyiapkan dan membersihkan alat makan

14
2. Berpakaian

Klien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa


memakai pakaian yang sesuai dan berdandan.
3. Mandi

Klien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak gosok


gigi, mencuci rambut, menggunting kuku, tubuh klien
tampak kusan dan badan klien mengeluarkan aroma
bau.
4. BAB/BAK

Klien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di


tempat tidur dan klien tidak dapat membersihkan
BAB/BAKnya.
5. Istirahat

Istirahat klien terganggu dan tidak melakukan aktivitas


apapun setelah bangun tidur.
6. Penggunaan obat

Jika klien mendapat obat, biasanya klien minum obat


tidak teratur.
7. Aktivitas diRumah

Klien tidak mampu melakukan semua aktifitas di


dalamrumah karena klien selalu merasa malas.
j) Mekanisme Koping menurut Danyanti (2018)yaitu:

1. Adaptif

Menurut Danyanti (2018), Klien tidak mau berbicara


dengan orang lain, tidak bisa menyelesaikan masalah
yangada, klien tidak mampu berolahraga karena klien
selalu malas.
2. Maladaptive

Menurut Danyanti (2018), Klien bereaksi sangat


lambat terkadang berlebihan, klien tidak mau bekerja

15
sama sekali, selalu menghindari orang lain.

3. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Menurut Danyanti (2018), Klien mengalami masalah


psikososial seperti berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
dukungan dari keluarga, pendidikan yang kurang,
masalah dengan social ekonomi dan pelayanan
kesehatan,
4. Pengetahuan

Menurut Danyanti (2018), Klien deficit perawatandiri


terkadang mengalami gangguankognitif sehingga tidak
mampu mengambilkeputusan.
k) Sumber Koping

Menurut Maryam (2017), sumber koping merupakan


evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.
Individu dapat mengatasi stress da ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang terdapat di
lingkungannya. Sumber koping ini dijadikan modal untuk
menyelesaikan masalah.

3.3.2 DiagnosaKeperawatan

Diagnosa keperawatan Merupakan suatu masalah keperawatan klien


mencakup baik respon adaptif maupun maladaptif serta stressor yang yang
menunjang ( Herman & Kamitsuru, 2015).
Diagnosa yang muncul pada defisit perawatan diri :

1) Defisit perawatan diri

2) Gangguan sensori persepsi :halusinasi

3) Harga diri rendah

4) Isolasisosi sosial

16
17
IntervensiKeperawatan

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

Halusinasi Klien dapat membina Ketika di evaluasi Klien mau a. Membina hubungan saling
Pendengaran hubungan saling membalas salam, berjabat tangan, percaya dengan cara
percaya menyebutkan nama, tersenyum, ada (menjelaskan maksud dan
kontak mata,serta menyediakan waktu tujuan interaksi, jelaskan
untukkunjunganberikutnya tentang kontrak yang akan
dibuat, beri rasa aman
dan sikap empati)
Klien paham dan Klien paham dan mampu Sp 1
mampu memahami halusinasi dan 1. Diskusikan bersama klien
mengendalikan mengendalikan halusinasi dengan tentang halusinasi (isi,
halusinasi dengan cara mempraktikan cara frekuensi, waktu terjadi,
cara mempraktikan menghardik situasi pencetus, perasaan,
caramenghardik dan responhalusinasi)
2. Latih klien caramenghardik
Klien paham dan Klien paham dan mau minum Sp 2
mau minum obat obat secara teratur Latih klien minun obat secara
secarateratur teratur

18
Klien paham dan Klien paham dan mampu Sp 3
mampu mengendalikan halusinasi dengan Latih klien bercakap-cakap
mengendalikan cara bercakap-cakap dengan dengan orang lain
halusinasi dengan orang lain
cara bercakap-cakap
dengan oranglain

Klien paham dan Klien paham dan mampu Sp 4


mampu mengendalikan halusinasi dengan Latih klien melakukan kegiatan
mengendalikan cara melakukan kegiatan terjadwal
halusinasi dengan terjadwal
cara melakukan
kegiatan terjadwal
Defisit Perawatan klien dapat membina Ketika di evaluasi Klien mau 1. Bina hubungan saling
Diri hubungan saling membalas salam, berjabat tangan, percaya dengan cara
percaya menyebutkan nama, tersenyum, ada (menjelaskan maksud dan
kontak mata,serta menyediakan waktu tujuan interaksi, jelaskan
untuk kunjunganberikutnya tentang kontrak yang akan
dibuat, beri rasa aman dan
sikap empati)
Diskusikan bersama kliententang
cara perawatan diri.
Klien dapat Klien mampu menyebutkan dan Sp 1
melakukan cara mendemonstrasikan cara perawatan Latih cara perawatan diri : mandi
perawatan dirimandi diri mandi

19
Klien dapat Klien mampu menyebutkan dan Sp 2 :
melakukan cara mendemonstrasikan cara perawatan Latih cara perawatan diri: berhias
perawatan diriberhias diri berhias
klien dapat Klien mampu menyebutkan dan SP 3
melakukan cara mendemonstrasikan cara perawatan Latih cara perawatan diri:
perawatan diri makan diri makan dan minum makan dan minum
danminum

Klien dapat Klien mampu menyebutkan dan SP 4


melakukan cara mendemonstrasikan cara perawatan Latih cara perawatan
perawatan diri: diri: BAK/BAB diri: BAK/BAB
BAK/BAB
Klien paham Klien paham dan mampu Sp 1
dan mampu mengindentifikasi kemampuan Diskusikan bersama klien
mengindentifikasi positif yangdimiliki tentang kemampuan positif
kemampuan positif yang dimiliki
yangdimiliki
Klien paham dan Klien paham dan mampu menilai Sp 2
mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan 1. Bantu klien menilai
kemampuan yang kemampuan yang dapat
dapatdigunakan digunakan
2. Bantu klien menetapkan
kemampuan yang dapat
digunakan
3. Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih1
Klien paham dan Klien paham dan mampu melatih Sp 3
mampu melatih kegiatan yang dapat digunakan Latih kegiatan

20
kegiatan yang dapat sesuai kemampuan yang
digunakan dipilih2
Klien paham dan Klien paham dan mampu melatih Sp 4
mampu melatih kegiatan yang dapat digunakan Latih kegiatan
kegiatan yang dapat sesuai kemampuan yang
digunakan dipilih3

21
3.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan,
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2010)..

3.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan


yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2011). Evaluasi keperawatan ada
dua macam yaitu:

1. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawaatan yang telah dilaksanakan.Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil
pemeriksaan dan observasi), analisis data (perbandingan data dengan teori),
dan perencanaan.

2. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan.Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan

22
keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir
layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan
keperawatan.

a. Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar


yang telah ditentukan.

b. Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian


tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditetapkan.

c. Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan


dan tidak ada kemajauan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Deficit perawatan diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang
mengalami hambatan ataupun gangguan dalam kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri, seperti mandi,
berpakaian, makan, dan eliminasi untuk dirinya sendiri (Tumanduk,
Messakh, & Sukardi, 2018).
2. Menurut Sutejo (2019) jenis – jenis perawatan diri dibagi menjadi 4 yaitu :

a) Defisit perawatan diri : mandi Tidak ada keinginan untuk mandi secara
teratur, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak
rapi.
b) Defisit perawatan diri : berdandan atau berhias Kurangnya minat dalam
memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut, atau mencukur
kumis.
c) Defisit perawatan diri : makan Mengalami kesukaran dalam
mengambil, ketidakmampuan membawa makanan dari piring ke mulut,
dan makan hanya beberapa suap makanan dari piring.
d) Defisit perawatan diri : toileting Ketidak mampuan atau tidak adanya
keinginan untuk emlakukan defeksi atau berkemih tanpa bantuan

4.2 Saran
1. Bagi Perawat Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam
pelaksanaan strategi pertemuan 1-3 pada klien Defisit Perawatan Diri
sehingga dapat mempercepat proses pemulihan klien.
2. Bagi Institusi Pendidikan Dapat meningkatkan bimbingan praktek
lapangan kepada mahasiswa D3 Keperawtan sehingga mahasiswa semakin
mampu dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien-klien yang
mengalami Defisit perawatan diri.

24
3. Bagi Klien Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Defisit
Perawatan Diri

25
26

Anda mungkin juga menyukai