Resume Modul 1, 2, Dan 3docx
Resume Modul 1, 2, Dan 3docx
Keluarbiasaan merupakan kata benda yang berasal dari kata sifat luar biasa, yang
dapat disejajarkan dengan kata exceptional dalam bahasa Inggris. Dengan demikian, secara
harfiah keluarbiasaan berarti menggambarkan sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang luar
biasa dapat berupa sesuatu yang sangat positif atau sebaliknya sesuatu yang negatif.
Sejalan dengan pemikiran inilah istilah keluarbiasaan digunakan dalam pendidikan luar biasa
(PLB). Dengan demikian, anak luar biasa (ALB) adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar
biasa yang secara signifikan membedakannya dengan anak-anak seusia pada umumnya.
Keluarbiasaan yang dimiliki anak tersebut dapat merupakan sesuatu yang positif, dapat pula
yang negatif. Dengan demikian, keluarbiasaan itu dapat berada di atas rata-rata anak normal,
dapat pula berada di bawah rata-rata anak normal. Oleh karena itu, jika kita berbicara tentang
anak luar biasa maka yang kita maksud bukan hanya anak-anak yang mempunyai kekurangan,
tetapi juga anak-anak yang mempunyai kelebihan.
Kebutuhan khusus dapat dimaknai sebagai kebutuhan khas setiap anak terkait dengan
kondisi fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau kecerdasan atau bakat istimewa yang
dimilikinya. Tanpa dipenuhinya kebutuhan khusus tersebut, potensi yang dimiliki tidak akan
berkembang optimal. Misalnya, anak tuna rungu akan terbantu dalam pembelajaran jika
kebutuhan khususnya, yaitu lebih banyak berinteraksi melalui penglihatan daripada
pendengaran dipenuhi. Sementara itu, anak dengan kecerdasan atau bakat istimewa akan
terbantu dalam proses pembelajaran jika materi yang harus dia pelajari diperkaya. Mengapa
istilah-istilah ini terus berubah? Alasan yang utama adalah menekankan sisi positif dari anak-
anak ini. Setiap anak mempunyai potensi, namun karena kondisi yang dialaminya, ia
memerlukan bantuan khusus agar kesulitan dapat diatasi dan potensi yang dimiliki dapat
berkembang optimal. Bantuan khusus inilah yang disebut sebagai kebutuhan khusus.
Dari uraian di atas, dapat disimak bahwa istilah anak berkebutuhan khusus (ABK)
memang mewakili semua anak yang mempunyai kelainan atau penyimpangan dari anak
normal, baik penyimpangan tersebut bersifat fisik, tingkah laku maupun kemampuan. Istilah
yang lebih halus digunakan untuk menggambarkan kondisi setiap jenis penyimpangan,
terutama yang penyimpangannya berada di bawah normal, seperti tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras. Istilah-istilah ini meskipun menggambarkan
kekurangan, tetapi mengandung rasa bahasa yang dapat diterima.
Kategori anak/ peserta didik dengan kelainan atau kebutuhan khusus berdasarkan jenis
penyimpangan, menurut Mulyono Abdulrachman (2000) dibuat untuk keperluan
pembelajaran. Kategori tersebut adalah sebagai berikut
1. Kelompok yang mengalami penyimpangan atau kelainan dalam bidang intelektual,
terdiri dari anak yang luar biasa cerdas (intellectually superior) dan anak yang
tingkat kecerdasannya rendah atau yang disebut tunagrahita.
2. Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan yang terjadi karena
hambatan sensoris atau indra, terdiri dari anak tunanetra dan tunarungu.
3. Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan komunikasi.
4. Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari anak
tunalaras dan penyandang gangguan emosi, termasuk autis.
5. Kelompok anak yang mempunyai keluarbiasaan/penyimpangan ganda atau berat
dan sering disebut sebagai tunaganda.
Di Indonesia, ternyata keluarbiasaan atau kelainan seperti ini, merupakan satu
kebanggaan sehingga anak-anak yang dianggap luar biasa tersebut dikumpulkan dalam satu
sekolah, yang disebut sebagai sekolah unggul atau kelas unggul. Beberapa SLTP dan SMU
mencoba menjaring anak-anak yang dianggap mempunyai kemampuan di atas normal,
kemudian mengumpulkan anak-anak tersebut dalam satu kelas. Tujuan utamanya tentu agar
mampu memberi layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut sehingga potensinya
dapat berkembang secara optimal. Bersaing dengan teman-teman yang mempunyai
kemampuan hampir sama tentu merupakan tantangan tersendiri bagi anak-anak ini. Namun,
tidak jarang terjadi, anak yang berkemampuan luar biasa menjadi frustrasi yang akhirnya
berujung pada timbulnya masalah sehingga harus mendapat penanganan khusus. Oleh karena
itu, masalah yang dihadapi anak berkebutuhan khusus yang berada di atas normal ini, tidak
jauh berbeda dengan masalah yang dihadapi anak berkebutuhan khusus yang berada di bawah
normal.
Jika kelainan di atas normal hanya dikenal dengan satu istilah maka kelainan di
bawah normal dikenal dengan berbagai istilah karena memang kondisi kelainan di bawah
normal sangat beragam. Jenis-jenis kelainan di bawah normal adalah (1) tunanetra, (2)
tunarungu, (3) gangguan komunikasi, (4) tunagrahita, (5) tunadaksa, (6) tunalaras, (7)
berkesulitan belajar, dan (8) tunaganda, yang masing-masing mempunyai kebutuhan khusus
sendiri-sendiri.
1. Tunanetra
Tunanetra berarti kurang penglihatan. Sejalan dengan makna tersebut, istilah ini
dipakai untuk mereka yang mengalami gangguan penglihatan yang mengakibatkan fungsi
penglihatan tidak dapat dilakukan. Oleh karena gangguan tersebut, penyandang tunanetra
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan mereka yang penglihatannya berfungsi secara
normal. Sehubungan dengan itu, anak tunanetra mempunyai kebutuhan khusus yang menuntut
adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang dimiliki oleh para tunanetra dapat
berkembang secara optimal
2. Tunarungu
Istilah tunarungu dikenakan bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran, mulai
dari yang ringan sampai dengan yang berat. Gangguan ini dapat terjadi sejak lahir
(merupakan bawaan), dapat juga terjadi setelah kelahiran. Istilah lain yang sering digunakan
untuk menggambarkan anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah anak tuli. Namun,
sebenarnya istilah anak tuli ini hanya merupakan salah satu klasifikasi dari gangguan
pendengaran. Dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai hearing impaired atau hearing
disorder. Oleh karena kondisi khusus ini, anak tunarungu memerlukan bantuan khusus, baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pendidikan. Dalam derajat tertentu, tidak mustahil
anak-anak ini berada di kelas Anda.
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut communication disorder,
merupakan gangguan yang cukup signifikan karena kemampuan berkomunikasi
memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Jika kemampuan ini
terganggu maka proses interaksi pun akan terganggu pula. Secara garis besar, gangguan
komunikasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu gangguan bicara (karena
kerusakan organ bicara) dan gangguan bahasa (speech disorder dan language disorder).
Gangguan bicara yang sering disebut sebagai tunawicara dapat disebabkan oleh
gangguan pendengaran yang terjadi sejak lahir atau kerusakan organ bicara, misalnya
lidah yang terlampau pendek sehingga anak tidak dapat memproduksi bunyi secara
sempurna. Gangguan pendengaran yang terjadi sejak lahir cenderung menjurus kepada
gangguan bicara karena yang bersangkutan tidak pernah mendengar suara sehingga
tidak mengenal suara. Sebagai akibatnya, anak tidak pernah punya persepsi tentang
suara. Oleh karena itulah, dikenal atau digunakan istilah tunarungu-wicara. Namun,
dengan adanya berbagai usaha untuk membantu anak tunarungu maka tunarungu tidak
selalu diasosiasikan dengan tunawicara.
4. Tunagrahita
Tunagrahita atau sering dikenal dengan cacat mental adalah kemampuan mental
yang berada di bawah normal. Tolok ukur yang sering dikenakan untuk ini adalah
tingkat kecerdasan atau IQ. Anak yang secara signifikan mempunyai IQ di bawah
normal dikelompokkan sebagai anak tunagrahita. Sebagaimana halnya anak
tunarungu, tunagrahita juga dapat dikelompokkan menjadi tunagrahita ringan,
sedang, dan berat. Meskipun yang menonjol dalam hal ini adalah kemampuan
mental yang di bawah normal, namun kondisi ini berpengaruh pada kemampuan
lainnya, seperti kemampuan untuk bersosialisasi dan menolong diri sendiri.
5. Tunadaksa
Tunadaksa secara harfiah berarti cacat fisik. Oleh karena kecacatan ini, anak tersebut
tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara normal. Anak yang kakinya tidak normal karena
kena polio atau yang anggota tubuhnya diamputasi karena satu penyakit dapat dikelompokkan
pada anak tunadaksa. Istilah ini juga mencakup gangguan fisik dan kesehatan yang dialami
oleh anak sehingga fungsi yang harus dijalani sebagai anak normal, seperti koordinasi,
mobilitas, komunikasi, belajar, dan penyesuaian pribadi, secara signifikan terganggu. Oleh
karena itu, ke dalam kelompok ini juga dapat dimasukkan anak-anak yang menderita penyakit
epilepsy (ayan), cerebral palsy, kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot, serta
yang mengalami amputasi.
6. Tunalaras
Istilah tunalaras digunakan sebagai padanan dari istilah behavior disorder dalam bahasa
Inggris. Kelompok tunalaras sering juga dikelompokkan dengan anak yang mengalami
gangguan emosi (emotionally disturbance). Gangguan yang muncul pada anak-anak ini berupa
gangguan perilaku, seperti suka menyakiti diri sendiri (misalnya mencabik-cabik pakaian atau
memukul-mukul kepala), suka menyerang teman (agresif) atau bentuk penyimpangan
perilaku yang lain. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah anak-anak penderita autistik,
yaitu anak-anak yang menunjukkan perilaku menyimpang yang membahayakan, baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Misalnya, memukul-mukul secara berkelanjutan,
melempar/membanting benda-benda di sekitarnya, dan jari tangan yang diputar-putar. Di
samping autistik atau autism, dalam kelompok ini juga termasuk attention deficit disorder
(ADD) dan attention deficit hyperactive disorder (ADHD).
7. Anak Berkesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar merupakan anak-anak yang mendapat kesulitan belajar bukan
karena kelainan yang dideritanya. Anak-anak ini pada umumnya mempunyai tingkat
kecerdasan yang normal, namun tidak mampu mencapai prestasi yang seharusnya karena
mendapat kesulitan belajar.
8. Tunaganda
Sesuai dengan makna istilah tunaganda, kelompok penyandang kelainan jenis ini adalah
mereka yang menyandang lebih dari satu jenis kelainan. Misalnya, penyandang tunanetra dan
tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa,
tunarungu, dan tunagrahita sekaligus. Tentu dapat dibayangkan betapa besarnya kelainan yang
disandang, yang tentu saja berdampak pada kompleksnya layanan pendidikan yang seyogianya
disiapkan.
Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab kelainan dapat dibagi menjadi tiga kategori seperti
berikut.
1. Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang beraksi sebelum kelahiran. Artinya, pada
waktu janin masih berada dalam kandungan, mungkin sang ibu terserang virus,
misalnya virus rubela, mengalami trauma atau salah minum obat, yang semuanya ini
berakibat bagi munculnya kelainan pada bayi. Berdasarkan penyebab ini, Anda tentu
dapat memahami kehati-hatian yang ditunjukkan oleh seorang calon ibu selama masa
kehamilan. Kehati-hatian ini merupakan satu usaha untuk mencegah beraksinya
berbagai penyebab yang memungkinkan terjadinya kelainan.
2. Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atau waktu proses
kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses
kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum), pemberian oksigen yang terlampau lama
bagi anak yang lahir premature. Dari uraian ini Anda dapat menduga betapa pentingnya
proses kelahiran tersebut. Keteledoran yang kecil dapat berakibat fatal bagi bayi.
Misalnya, keterlambatan memberi oksigen, kecerobohan menggunakan alat-alat atau
kelebihan memberi oksigen akan mengundang munculnya kelainan yang tentu saja
akan mengagetkan orang tua bayi.
3. Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya
kecelakaan, jatuh, atau kena penyakit tertentu. Penyebab ini tentu dapat dihindari
dengan cara berhati-hati, selalu menjaga kesehatan, serta menyiapkan lingkungan yang
kondusif bagi keluarga.
3. Kebutuhan Pendidikan
Kebutuhan pendidikan penyandang keluarbiasaan, meliputi berbagai aspek
yang terkait dengan keluarbiasaan yang disandangnya. Misalnya, secara khusus,
penyandang tunarungu memerlukan bina persepsi bunyi yang diberikan oleh seorang
speech therapist, tunanetra memerlukan bimbingan khusus dalam mobilitas dan huruf
Braille, dan tunagrahita memerlukan keterampilan hidup sehari-hari. Namun secara
umum, semua penyandang kelainan memerlukan latihan keterampilan/vokasional dan
bimbingan karier yang memungkinkan mereka mendapat pekerjaan dan hidup mandiri
tanpa banyak tergantung dari bantuan orang lain. Para profesional yang terlibat dalam
memenuhi kebutuhan pendidikan penyandang keluarbiasaan antara lain guru
pendidikan khusus, psikolog yang akan membantu banyak dalam mengidentifikasi
kebutuhan pendidikan ABK, audiolog, speech therapist, dan ahli bimbingan. Guru
pendidikan khusus dapat merupakan guru tetap di sekolah luar biasa, dapat pula
sebagai guru pembimbing khusus di sekolah-sekolah terpadu. Di samping itu, akhir-
akhir ini muncul kebutuhan akan guru Pendidikan Jasmani yang khusus menangani
ABK. Diharapkan guru Pendidikan Jasmani ini akan mampu menyediakan
program/latihan yang sesuai dengan kondisi fisik/kebutuhan ABK yang diajarnya.
B. Hak Penyandang Kelainan
1. setiap anak punya hak yang fundamental untuk mendapat pendidikan, dan
harus diberi kesempatan untuk mencapai dan memelihara tahap belajar
yang dapat diterimanya;
2. setiap anak punya karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan
belajar yang unik;
3. sistem pendidikan harus dirancang dan program pendidikan diimplementasikan
dengan mempertimbangkan perbedaan yang besar dalam karakteristik dan
kebutuhan anak;
4. mereka yang mempunyai kebutuhan belajar khusus (ABK) harus mempunyai akses
ke sekolah biasa yang seyogianya menerima mereka dalam suasana pendidikan
yang berfokus pada anak sehingga mampu memenuhi kebutuhan mereka;
5. sekolah biasa dengan orientasi inklusif (terpadu) ini merupakan sarana paling efektif
untuk melawan sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang mau
menerima kedatangan ABK, membangun masyarakat yang utuh terpadu dan
mencapai pendidikan untuk semua; dan lebih-lebih lagi sekolah biasa dapat
menyediakan pendidikan yang efektif bagi mayoritas anak-anak serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas biaya bagi seluruh sistem pendidikan.
Dari Pasal 6 tersebut dapat disimak bahwa mengikuti pendidikan dasar merupakan
kewajiban bagi semua warga negara termasuk ABK. Hak dan kewajiban selalu
berdampingan. Penyandang kelainan bukanlah orang yang istimewa yang hanya
menuntut hak, tetapi mereka adalah orang biasa yang wajib menghormati hak orang lain,
mentaati berbagai aturan yang berlaku, berperan serta dalam berbagai kegiatan bela
negara sesuai dengan kemampuan mereka, berperilaku sopan dan santun, serta
kewajiban lain yang berlaku bagi setiap warga negara.
Resume Modul 2