Anda di halaman 1dari 100

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM FISIKA DASAR LANJUTAN

KELOMPOK 3

Laporan tetap ini adalah sebagai bukti kelompok 3 telah menyelesaikan Praktikum
Fisika Dasar Lanjutan di Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

Pada tanggal : (9 Maret 2022)s.d.(31 Maret 2022)

Mengesahkan,

Danang Dwiki Kottama Putro


(G1B018013) (Asisten Acara I ) (...............................)

Rizal Aeta
(G1B018054) (Asisten Acara II ) (...............................)

Ainin Amini, S.Si. (Asisten Acara III ) (...............................)

Hendra Irawan
(G1B017018) (Asisten Acara IV) (...............................)

Desti Olga Safitri, S.Si. (Asisten Acara V) (...............................)

Mei Purwati, S.Si. (Asisten Acara VI ) (...............................)

Sasabila
(G1B018056) (Asisten Acara VII ) (...............................)

Reza Alfian, S.Si. (Asisten Acara VIII ) (...............................)

ii
ACARA I
OSILOSKOP

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pada acara ini yaitu:
a. Memperoleh pengetahuan praktis tentang bagaimana menggunakan osiloskop.
b. Mengukur tegangan DC (yang tidak berubah terhadap waktu) dan tegangan AC
(yang berubah terhadap waktu, gelombang sinus, gergaji, dan kotak).
2. Waktu Praktikum
Rabu, 30 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
a. Function Generator (1 buah)
b. Multimeter Analog (1 buah)
c. Osiloskop (1 buah)
d. Power Supply (1 buah)
2. Bahan-Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
a. Baterai 1,5 volt (2 buah)
b. Baterai Holder (2 buah)
c. BNC-Alligator (1 buah)
d. Kabel Banana-Aligator merah (30 cm) (1 buah)
e. Kabel Banana-Aligator kuning (30 cm) (1 buah)
f. Kabel Banana-Banana merah (30 cm) (2 buah)
g. Kabel Multimeter (1 buah)
h. Passive Probe 100 MHz (1 buah)
C. LANDASAN TEORI
Osiloskop adalah sebuah alat serba guna. Indikatornya berupa sebuah layar
berpendar bila ditumbuk dengan kertas elektron. Komponen utama osiloskop adalah
tabung sinar katoda (CRT atau chatode ray oscilloscope). Prinsip kerja tabung sinar
katoda adalah sebagai berikut: elektron dipancarkan dari katoda akan menumbuk bidang
gambar yang dilapisi oleh zat yang bersifat flourecent. Arah gerak elektron ini dapat di
pengaruhi oleh medan listrik dan medan magnetik. Umumnya osiloskop sinar katoda
mengandung medan gaya listrik untuk mempengaruhi gerak elektron. Medan listrik
dihasilkan oleh lempeng kapasitor yang dipasang secara vertikal, maka akan terbentuk
garis lurus vertikal dinding gambar. Selanjutnya jika pada lempeng harizontal dipasang
tegangan periodik, maka elektron yang pada mulanya bergerak secara vertikal, kini juga
bergerak secara harizontal dengan laju tetap, sehingga pada gambar terbentuk grafik
sinusoidal (Rapi, 2017: 74).
1 (1.1)
𝑓𝑓 =
𝑇𝑇

Osiloskop tersedia dalam dua jenis yaitu analog dan digital. Untuk pemakaian pada
umumnya, salah satu dari keduanya dapat digunakan. Masing-masing jenis itu
mempunyai ciri khusus yang diperlukan untuk penggunaan tertentu. Osiloskop digital
dapat digolongkan menjadi tiga yaaitu osiloskop penyimpan digital, osiloskop fosfor
digital dan osiloskop cuplik. Osiloskop analog terdiri atas tabung sinar katode itu beserta
perangkat-perangkat tambahan lain yang diperlukan (Mismail, 2006: 898).

Gambar 1.1 Osiloskop Digital (Mismail, 2006: 898)


Osiloskop analog adalah salah satu alat ukur analog yang dapat digunakan untuk
menganalisis sinyal listrik secara visual dengan satu kekurangan yaitu harganya yang
cukup mahal. Masalah ini dapat diatasi dengan manggunakan pengolah sinyal berbasis
PC sangat pesat yang berdampak besar pada hampir seluruh disiplin ilmu.
Penggunaannya yang banyak dan diproduksi secara masal menyebabkan harga pengolah
data berbasis PC menjadi murah dibanding alat ukur sistem analog. Untuk merealisasikan
osiloskop berbasis PC, digunakan laptop dan modul soundcard scope (Subarna, 2017: 1).
Dengan terbatasnya rentang tegangan uji dari osiloskop hasil pengukuran untuk
praktikum elektronika daya menjadi kurang baik. Untuk memperbaikinya, salah satu
upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pembuatan alat konverter universal osiloskop.
Potensi alat konverter universal ini bisa diketahui dengan menggunakannya pada
pengujian listrik AC tidak terkontrol, pengujian listrik AC terkontrol, pengujian listrik DC
tidak terkontrol, dan pengujian listrik DC terkontrol. Hasil pengujian menunjukkan
dengan penggunaan konverter universal osiloskop mampu memperbaiki hasil pengukuran
untuk praktikum elektronika daya, terbukti mampu digunakan pada tegangan listrik AC
dan DC baik tidak terkontrol maupun terkontrol dengan tampilan bentuk gelombang yang
normal (Lastera dan Arsikaputra, 2020: 173).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Kalibrasi Penguat X dan Y Osiloskop
Langkah-langkah untuk mengecek kalibrasi penguat X dan Y osiloskop adalah
a. Power cord dihubungkan osiloskop ke stop kontak jala-jala listrik 220V.
b. Osiloskop dihidupkan dengan menekan tombol power.
c. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
d. 2 Vp-p (peak to peak) sinyal gelombang kotak (pin 1) dihubungkan ke CH1 (X)
input (8) menggunakan passive probe.
e. Variabel volts/div CAL (9) diputar secara penuh searah jarum jam.
f. Sweep variabel (30) diputar secara penuh searah jarum jam.
g. Variabel volts/div (7) diatur ke posisi 2 V/div. Defleksi sinar menjadi 1 cm (1 div).
h. Variabel volts/div (7) diatur ke posisi 1 V/div. Defleksi sinar menjadi 2 cm (2 div).
i. Berkas sinar yang anda lihat di layar digambar.
j. Langkah (1 s.d. 6) diulangi dengan menghubungkan sinyal gelombang kotak (pin
1) ke CH2 (Y) input (20).
2. Mengukur Tegangan Arus Searah (DC)
Dalam percobaan ini kita akan mengukur tegangan dari perangkat batere. Batere yang
diukur terdiri atas batere tunggal, dua batere berhubungan seri dan dua batere
berhubungan paralel.
Langkah percobaan:
a. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
b. Tombol AC-GND-DC diatur ke posisi DC.
c. Tombol Volts/div diatur pada posisi 0,5 V/div.
d. Vertikal position diatur agar berkas sinar pada layar tepat di tengah-tengah skala
horizontal.
e. Batere yang sudah disiapkan diukur dengan menempatkan ujung positif passive
probe di kutub positif dan ground passive probe di kutub negatif batere.
f. Nilai dicatat dan digambarkan/difoto bentuk gelombang yang teramati pada layar
osiloskop.
g. Pengukuran dengan multimeter juga dilakukan.
h. Langkah 5 – 7 diulang dengan membalik kutub-kutub batere, yaitu ujung positif
passive probe di kutub negatif batere dan ground di kutub positif batere.
i. Langkah 5 – 8 diulang untuk hubungan seri dan paralel dari batere.
Catatan: Jika berkas sinar hilang dari layar maka ubahlah tombol Volts/div ke posisi
1 V/div.
3. Mengukur Tegangan Arus Bolak Balik (AC)
Dalam percobaan ini, akan dilakukan pengukuran tegangan AC yang bersumber dari
generator fungsi.
Langkah percobaan:
a. Power cord generator fungsi dihubungkan ke stop kontak jala-jala listrik 220V.
b. Generator fungsi dihidupkan dengan menekan tombol power.
c. Bentuk gelombang sinus dipilih Atur tombol AMPL pada posisi minimum. Dan
Atur frekuensi sebesar 1 KHz.
d. Probe generator fungsi dipasang pada port output 50Ω.
e. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
f. Tombol AC-GND-DC diatur ke posisi AC.
g. Tombol Volts/div diatur pada posisi 0,5 V/div.
h. Tombol Time/div diatur pada posisi 1 ms/div.
i. Vertikal position diatur agar berkas sinar pada layar tepat di tengah-tengah skala
horizontal.
j. Passive probe dihungkan dengan probe generator fungsi.
k. Nilai skala vertikal dicatat dan digambarkan/foto bentuk gelombang yang teramati
pada layar osiloskop.
m. Pengukuran dengan multimeter juga dilakukan.
n. Langkah di atas diulangi untuk nilai amplitude yang berbeda.
Catatan: Jika Berkas sinar pada layar melebihi skala vertikal, ubahlah posisi
Volts/div ke skala yang lebih besar, Misalnya 1 V/div.
4. Mengukur Frekuensi
Dalam percobaan ini, akan dilakukan pengukuran frekuensi yang bersumber dari
generator fungsi.
Langkah percobaan:
a. Power cord generator fungsi dihubungkan ke stop kontak jala-jala listrik 220V.
b. Generator fungsi dihidupkan dengan menekan tombol power.
c. Bentuk gelombang sinus dipilih Atur tombol AMPL pada posisi minimum. Dan
Atur frekuensi sebesar 1 KHz.
d. Probe generator fungsi dipasang pada port output 50Ω.
e. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
f. Tombol AC-GND-DC diatur ke posisi AC.
g. Tombol Volts/div diatur pada posisi 0,5 V/div.
h. Tombol Time/div diatur pada posisi 1 ms/div.
i. Vertikal position diatur agar berkas sinar pada layar tepat di tengah-tengah skala
horizontal.
j. Passive probe dihubungkan dengan probe generator fungsi.
k. Nilai skala horizontal dicatat dan digambarkan/foto bentuk gelombang yang
teramati pada layar osiloskop.
l. Langkah di atas diulangi untuk nilai frekuensi yang lebih tinggi.
Catatan: Jika Berkas sinar pada layar terlalu rapat, ubahlah posisi Time/div ke posisi
yang lebih kecil.
5. Menentukan Frekuensi Suatu Sumber dengan metode Lissajous
a. Sebuah pembangkit sinyal dan sebuah sebuah power supply AC digunakan sebagai
input pagi kedua channel pada osiloskop.
b. Sinyal diatur sehingga diperoleh sinyal sinusoidal dengan frekuensi 50 Hz dan
amplitudo 1V.
c. Knop time/div diatur pada posisi XY
d. Tegangan keluaran power supply AC diatur sebesar 1 volt
e. Signal generator digunakan sebagai input channel 1 (fx) dan power supply AC
sebagai input channel 2 (fy).
f. Frekuensi diatur pada function generator sehingga diperoleh perbandingan fx dan fy
: (1:1), (1:2), (1:3), (1:4).
g. Lukisan lissajous yang dihasilkan difoto.
h. Frekuensi sumber power supply AC ditentukan.

E. HASIL PENGAMATAN
1. Kalibrasi Penguat X dan Y Osiloskop

Gambar 1.2 Kalibrasi Penguat CH1(X)

Gambar 1.3 Kalibrasi Penguat CH1(X) dan CH2(Y)


2. Mengukur Tegangan Arus Searah (DC)
Tabel 1,1 Hasil Pengamatan Sumber Tegangan Arus Searah (DC)
No. Sumber Vp (Osiloskop) Veff(Multimeter)
Skala Volt/div (volt)
1 Baterai (1,5 volt) 3 0,5 1,5
2 Seri +- (3 volt) 3,5 0,5 3
3 Seri -+ (3 volt) -2,9 -1 0
4 Paralel +- (1,5 volt) 1,5 1 1,5
5 Paralel -+ (1,5 volt) -1,5 1 0
Gambar 1.4 Skala Baterai 1,5 volt pada Osiloskop
3. Sumber Tegangan Arus Bolak-Balik (AC)
Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Sumber Tegangan Arus Bolak-Balik (AC)
No. Sumber Tegangan Vpp(Osiloskop) Veff(Multimeter)
Skala Volt/div (volt)
1 1 3 1 1
2 1,2 3,4 1 1,2
3 1,4 4 1 1,4
4 1,6 4,6 1 1,6
5 1,8 5 1 1,8

Gambar 1.5 Skala Tegangan Sumber 1


4. Menghitung Frekuensi
Tabel 1.3 Hasil Pengamatan Frekuensi
No. Sumber Tegangan Vpp(Osiloskop) Periode Frekuensi
Skala Time/div (T) 1
(f= )
𝑇𝑇

1 1 1,5 1 0,001 ms 1000 Hz


2 1,2 1,3 1 0,0008 ms 1200 Hz
3 1,4 1,2 1 0,0007 ms 1400 Hz
4 1,6 1,1 1 0,0006 ms 1600 Hz
5 1,8 1,2 1 0,0005 ms 1800 Hz

Gambar 1.6 Skala dengan Frekuensi 1000Hz


F. ANALISIS DATA
1. Mengukur Tegangan Arus Searah (DC)
a. Baterai.
Diketahui : Y = 3 div
Volt/div = 0,5 volt/div
Ditanya : Vpp = ?
Jawab : Vpp = Y × volt/div
Vpp = 3 div × 0,5 volt/div
Vpp = 1,5 volt.
b. Seri.
Diketahui : Y = 3,5 div
Volt/div = 0,5 volt/div
Ditanya : Vpp = ?

Jawab : Vpp = Y × volt/div


Vpp = 3,5 div × 0,5 volt/div
Vpp = 1,75 volt
c. Paralel.
Diketahui : Y = 1,5 div
Volt/div = 1 volt/div
Ditanya : Vpp = ?
Jawab : Vpp = Y × volt/div
Vpp = 1,5 div × 1 volt/div
Vpp = 1,5 volt.

Tabel 1.4 Tegangan Arus Searah

No. Sumber Vpp Osiloskop (volt) Multimeter (volt)

1 Baterai 1,5 1,5

2 Seri 1,75 2,95

3 Paralel 1,5 1,47

2. Mengukur Tegangan Arus Bolak-Balik (AC)


Diketahui : Y = 3 div
Volt/div = 1 volt/div
Ditanya : Vpp = ?
Veff = ?
Jawab : Vpp = Y × volt/div
Vpp = 3 div × 1 volt/div
Vpp = 3 volt
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉
Vp =
2
3 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
Vp =
2

Vp = 1,5 volt
𝑉𝑉𝑉𝑉
Veff =
√2
1,5 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
Veff =
√2

Veff = 1,06 volt


Perhitungan dengan sumber berbeda dapat dilihat pada tabel 1.5
Tabel 1.5 Tegangan Arus Bolak-Balik (AC)
No. Sumber Vpp Veff
(volt) (volt)

1 1 3 1,06

2 1,2 3,4 1,20

3 1,4 4 1,41

4 1,6 4,6 1,62

5 1,8 5 1,76

3. Mengukur Frekuensi
Diketahui : X = 1,5 div
Time/div = 1
Ditanya :T=?
1
Jawab :T=
f
1
T=
1000 Hz

T = 0,001 ms
1
f=
T
1
f=
1×10−3 s

f = 1000 Hz
Hasil perhitungan periode dan frekuensi lainnya dapat dilihat pada tabel 1.3
4. Menentukan Frekuensi dengan Metode Lissajouse
a. Perbandingan 1:1
Diketahui : Fx = 50 Hz
Ditanya : Fy = ?
𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹
Jawab : =
𝑦𝑦 𝐹𝐹𝐹𝐹
1 50 𝐻𝐻𝐻𝐻
=
1 𝐹𝐹𝐹𝐹
50
Fy = ×1
1
Fy = 50 Hz

Gambar 1.7 Lukisan Lissajouse dengan Perbandingan 1:1


b. Perbandingan 2:1
Diketahui : Fx = 100 Hz
Ditanya : Fy = ?
𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹
Jawab : =
𝑦𝑦 𝐹𝐹𝐹𝐹
2 100 𝐻𝐻𝐻𝐻
=
1 𝐹𝐹𝐹𝐹
100
Fy = ×1
2

Fy = 50 Hz

Gambar 1.8 Lukisan Lissajouse dengan Perbandingan 2:1


c. Perbandingan 3:1
Diketahui : Fx = 75 Hz
Ditanya : Fy = ?
𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹
Jawab : =
𝑦𝑦 𝐹𝐹𝐹𝐹
3 75 𝐻𝐻𝐻𝐻
=
1 𝐹𝐹𝐹𝐹
75
Fy = ×1
3

Fy = 25 Hz

Gambar 1.9 Lukisa Lissajouse dengan Perbandingan 3:1


d. Perbandingan 4:1
Diketahui : Fx = 200 Hz
Ditanya : Fy = ?
𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹
Jawab : =
𝑦𝑦 𝐹𝐹𝐹𝐹
4 200 𝐻𝐻𝐻𝐻
=
1 𝐹𝐹𝐹𝐹
200 𝐻𝐻𝐻𝐻
Fy = ×1
4

Fy = 50 Hz

Gambar 1.10 Lukisan Lissajouse dengan Perbandingan 4:1


G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai osiloskop yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan praktis tentang bagaimana menggunakan osiloskop dan mengukur tegangan
DC (yang tidak berubah terhadap waktu) dan tegangan AC (yang berubah terhadap waktu,
gelombang sinus, gergaji dan kotak). Dalam percobaan ini digunakan sebuah osiloskop
dan generator yang disambungkan kesumber listrik. Selanjutnya, digunakan pula kabel
probe yang memiliki besaran 1× disambungkan ke osiloskop maupun generator, yang
digunakan dalam mencari kalibrasinya, nilai frekuensi, Sumber tegangan maupun bentuk
akibat pola lissajouse. Dalam rangkaian elektronika secara visual pada layar osiloskop,
sinar katoda dapat digunakan untuk mengukur berbagai macam besaran fisika. Besaran
listrik yang dapat diukur yaitu tegangan AC, DC, waktu dan frekuensi, selain
menggunakan osiloskop, juga menggunakan multimeter yang dimana multimeter
digunakan untuk mengatur dan mengetahui ukuran bayangan listrik.
Sebelum osiloskop digunakan untuk mengukur atau memproyeksikan sinyal listrik
dilakukan pengkalibrasian osiloskop yang memiliki tujuan agar tidak terjadi kesalahan
dalam pengukuran. Tanda osiloskop telah dikalibrasikan dapat dilihat pada gambar 1.1
dan 1.2. Selanjutnya pengukuran sumber tegangan arus searah (DC) dengan sumber 1
buah baterai dengan Y = 3 div dan menggunakan 0,5 volt/div menghasilkan Vpp 1,5 volt.
Pada rangkaian paralel 2 buah baterai munggunakan 1 volt/div dan untuk perulangan 2
sampai 5 termuat pada lampiran, untuk perbandingan tegangan arus searah (DC)
osiloskop dengan multimeter dapat dilihat pada tabel 1.4, selanjutnya pengukuran sumber
tegangan arus bolak balik (AC) dengan sumber 1 volt, Y = 3 div dengan menggunakan 1
volt/div menghasilkan Vpp 3 volt. Untuk mencari Vp dengan cara Vpp dibagi 2
mendapatkan Vp sebesar 1,5 volt, lalu untuk mendapatkan Veff digunakan hasil dari Vp
dibagi dengan √2 sehingga mendapatkan Veff sebesar 1,06 volt. Untuk hasil
perbandingan 2 sampai 5 dapat dilihat pada tabel 1.5.
Perhitungan periode (T) dengan menggunakan frekuensi (f) 1000 Hz
menghasilkan periode 0,001 ms. Untuk perulangan 2 sampai 5 nilai periode dan frekuensi
dapat dilihat pada tabel 1.3, yang dapat disimpulkan semakin besar frekuensi maka nilai
periode akan semakin kecil. Pengukuran frekuensi suatu sumber dengan metode
lissajouse dengan menggunakan perbandingan 1:1 didapatkan Fy = 50 Hz, untuk
perhitungan kurva, lissajouse 2:1, 3:1, dan 4:1 didapatkan nilai Fy secara beturut-turut 50
Hz, 25 Hz, dan 50 Hz.
.
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa:
a. Sebelum menggunakan osiloskop sebaiknya di kalibrasi terlebih dahulu agar tidak
terjadi kesalahan dalam melakukan pengukuran dan pengulangan pada osiloskop
seperti time/div, volt/div, posisi vertikal dan horizontal pengukuran AC dan DC.
b. Tegangan DC yang didapatkan yaitu berupa garis lurus tidak memiliki gelombang
serta tidak berubah terhadap waktu, gelombang sinus, begitu pula untuk metode
lissajouse. Tegangan AC, DC, tidak sesuai dengan multimeter karena masih
terjadinya kesalahan dengan percobaan.
2. Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan dengan metode yang benar agar tidak terjadi
kesalahan saat pengambilan data.
ACARA II
RANGKAIAN LISTRIK SEARAH (DC)

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pada acara ini yaitu:
a. Memahami penggunaan voltmeter dan amperemeter.
b. Mengukur tegangan dan arus pada rangkaian resistor seri.
c. Mengukur tegangan dan arus pada rangkaian resistor paralel.
2. Waktu Praktikum
Kamis, 31 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
a. Amperemeter (1 buah)
b. Power supply (1 buah)
c. voltmeter (1 buah)
2. Bahan-Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
a. Jumper set (1 set )
b. Kabel banana-banana 50 cm (hitam) (3 buah)
c. Kabel banana-banana 50 cm (merah) (3 buah)
d. Papan rangkaian (1 buah)
e. Resistor 100Ω, 470Ω, 1kΩ (1 buah)

C. LANDASAN TEORI
Muatan listrik dapat mengalir dari satu tempat ke tempat yang lain karena adanya
beda potensial. Tempat yang memiliki potensial tinggi melepaskan muatan ke tempat
yang memiliki potensial rendah. Besarnya arus yang mengalir berbanding lurus dengan
beda potensial, V, antara dua tempat. Kesebandingan diatas selanjutnya dapat ditulis
dengan R didefinisikan sebagai hambatan listrik antara dua titik. Satuan hambatan listrik
adalah ohm (Abdullah, 2017:209).
1
𝐼𝐼 = 𝑉𝑉 (2.1)
𝑅𝑅

Terdapat lebih dari satu resistor dalam rangkaian listrik. Resistor dapat tersusun
secara seri, paralel, atau gabungan. Rangkaian seri adalah resistor yang disusun secara
berurutan, yang satu di belakang yang lain

Gambar 2.1 resistor tersusun seri (Siswanto, dkk. 2018:15).


Pada gambar 2.1 R1,R2,R3 tersusun secara seri. Didapat pengganti ketiga
hambatan tersebut menjadi sebuah hambatan saja, misalnya disebut saja Rs, dengan
demikian
𝑅𝑅𝑆𝑆 = 𝑅𝑅1 + 𝑅𝑅2 + 𝑅𝑅3 (2.2)
Resistor tersusun paralel adalah resistor-resistor yang disusun secara berdampingan atau
sejajar

Gambar 2.2 Resistor tersusun paralel (Siswanto, dkk. 2018:16)


Ketiga hambatan tersebut dapat diganti menjadi satu resistor saja sehingga
1 1 1 1
= + + (2.3)
𝑅𝑅𝑃𝑃 𝑅𝑅1 𝑅𝑅2 𝑅𝑅3

Rp adalah resistor pengganti dari resistor-resistor yang tersusun secara paralel (Siswanto,
dkk. 2018: 15-16).
Direct Current atau yang biasa disingkat DC merupakan tipe arus listrik
searah. Alternating Current atau yang biasa disingkat AC merupakan tipe arus listrik
bolak-balik. Penelitian dilakukan dengan tiga metode yang berbeda untuk
memperlihatkan karakteristik arus listrik DC maupun AC. Metode pertama yaitu
membuat sebuah rangkaian listrik dimana pada rangkaian listrik tersebut sama-sama
menggunakan kapasitor, bola lampu dan beberapa buah kabel. Metode kedua yaitu
membuat sebuah rangkaian listrik dimana pada rangkaian listrik tersebut sama-sama
menggunakan sel elektrolis dan beberapa buah kabel. Metode ketiga yaitu dengan
menggunakan osiloskop untuk melihat bentuk gelombang arus DC maupun AC (Gideon,
2019).
Suatu arus dan tegangan memiliki karakteristik, sehingga pada suatu rangkaian
memiliki ciri dan sifat yang khas tergantung pada jenis rangkaiannya. Pada rangkaian
seri terjadi pembagian tegangan, sedangkan pada rangkaian paralel sebaliknya terjadi
pembagian arus. Resistor dengan berbagai nilai input akan menampakkan karakteristik
pengukuran arus seri dan paralel (Rosman, dkk. 2019).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Rangkaian seri resistor
a. Menyususn rangkaian seperti berikut.

Gambar 2.3 Rangkaian resistor seri.


b. Nilai resistor R1, R2, dan R3 dicatat.
c. Tegangan sumber diatur menjadi 6 volt.
d. Arus yang terbaca pada amperemeter dicatat.
e. Tegangan pada ujung-ujung resistor diukur.
f. Arus pada setiap resistor diukur.
g. Langkah (c-e) diulang untuk tegangan 9 volt dan 12 volt.
2. Rangkaian paralel resistor
a. Menyusun rangkaian paralel seperti berikut.
Gambar 2.4 rangkaian resistor paralel.
b. Nilai resistor R1, R2, dan R3 dicatat.
c. Tegangan sumber diatur menjadi 6 volt.
d. Arus yang terbaca pada amperemeter dicatat.
e. Tegangan pada ujung-ujung resistor diukur.
f. Arus pada setiap resistor diukur.
g. Langkah (c-e) diulang untuk tegangan 9 volt dan 12 volt.
3. Rangkaian resistor seri dan paralel.
a. Menyusun rangkaian seperti berikut.

Gambar 2.5 rangkaian resistor seri dan paralel.


b. Nilai resistor R1, R2, dan R3 dicatat.
c. Tegangan sumber diatur menjadi 6 volt.
d. Arus yang terbaca pada amperemeter dicatat.
e. Tegangan dititik (ab), (bc), dan (ac) diukur.
f. Arus pada setiap resistor diukur.
g. Langkah (c-e) diulang untuk tegangan 9 volt dan 12 volt.
E. HASIL PENGAMATAN
1. Hasil pengamatan untuk rangkaian seri resistor
Tabel 2.1 hasil pengamatan rangkaian seri resistor ( 𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 = 470 Ω, dan
𝑅𝑅3 = 1000 Ω )
No. Vs I total 𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝐼𝐼𝐼𝐼3 𝑉𝑉𝑉𝑉1 𝑉𝑉𝑉𝑉2 𝑉𝑉𝑉𝑉3
(volt) (mA) (mA) (mA) (mA) (volt) (volt) (volt)

1 6 3,8 3,8 3,8 3,8 0,3 1,75 3,8


2 9 5,6 5,6 5,6 5,6 0,5 2,6 5,6
3 12 7,8 7,8 7,8 7,8 0,78 3,6 7,6

2. Hasil pengamatan untuk rangkaian paralel resistor


Tabel 2.2 hasil pengamatan rangkaian paralel resistor ( 𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 = 470 Ω,
dan 𝑅𝑅3 = 1000 Ω )
No. Vs I total 𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝐼𝐼𝐼𝐼3 𝑉𝑉𝑉𝑉1 𝑉𝑉𝑉𝑉2 𝑉𝑉𝑉𝑉3
(volt) (mA) (mA) (mA) (mA) (volt) (volt) (volt)
1 6 78 60 12 6 6 6 6
2 9 100 82 20 9 9 9 9
3 12 160 120 26 12 11,4 11,4 11,4

3. Hasil pengamatan untuk rangkaian seri dan paralel


Tabel 2.3 hasil pengamatan rangkaian seri dan paralel ( 𝑅𝑅1 = 470 Ω, 𝑅𝑅2 = 100 Ω,
dan 𝑅𝑅3 = 1000 Ω )
No. Vs I total 𝐼𝐼𝐼𝐼1 𝐼𝐼𝐼𝐼2 𝐼𝐼𝐼𝐼3 𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉
(volt) (mA) (mA) (mA) (mA) (volt) (volt) (volt)
1 6 5,6 0.8 4,6 5,6 0,46 5,6 6,1
2 9 8,4 1,4 6,8 8,4 0,65 8,4 9
3 12 10 2 0,2 10 0,9 11 12

F. ANALISIS DATA
1. Rangkaian resistor seri
Diketahui: 𝑅𝑅1 = 100 Ω
𝑅𝑅2 = 470Ω
𝑅𝑅3 = 1000 Ω
R total = 𝑅𝑅1 + 𝑅𝑅2 + 𝑅𝑅3
=100 Ω + 470 Ω + 1000 Ω
= 1570Ω

a. Analisis arus dan tegangan pada Vs = 6 volt berdasarkan teori


Diketahui: Vs = 6 volt

R total = 1570 Ω

Ditanyakan: I total, 𝑉𝑉1, 𝑉𝑉2 , dan 𝑉𝑉3

Penyelesaian:

𝑉𝑉𝑉𝑉
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡

6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
1570 Ω

𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0038 𝐴𝐴

𝐼𝐼1 = 𝐼𝐼2 = 𝐼𝐼3 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 0,0038 𝐴𝐴

a.1 𝑉𝑉1 = 𝐼𝐼1 × 𝑅𝑅1


𝑉𝑉1 = 0,0038 𝐴𝐴 × 100Ω
𝑉𝑉1 = 0,38 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣

a.2 𝑉𝑉2 = 𝐼𝐼2 × 𝑅𝑅2


𝑉𝑉2 = 0,0038 𝐴𝐴 × 470Ω
𝑉𝑉2 = 1,78 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣

a.3 𝑉𝑉3 = 𝐼𝐼3 × 𝑅𝑅3


𝑉𝑉3 = 0,0038 𝐴𝐴 × 1000Ω
𝑉𝑉3 = 3,8 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣

a.4 𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 𝑉𝑉1 + 𝑉𝑉2 + 𝑉𝑉3


𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 0,38 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 + 1,78 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 + 3,8 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 5,96 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
b. Analisis arus dan tegangan pada 𝑉𝑉𝑉𝑉 = 6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼1 = 𝐼𝐼2 = 𝐼𝐼3 = 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 0,0038 𝐴𝐴
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 𝑉𝑉1 + 𝑉𝑉2 + 𝑉𝑉3
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 0,38 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 + 1,78 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 + 3,8 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 = 5,96 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣

Tabel 2.4 hasil perhitungan pada rangkaian resistor seri (𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 = 470 Ω, dan
𝑅𝑅3 = 1000 Ω)
No V Hasil secara teori Hasil
sumber praktikum
I total (mA) V1 (volt) V2 (volt) V3 (volt) V total(volt)
(volt) V total(volt)

1 6 3,8 0,58 1,78 3,8 5,96 5,8

2 9 5,7 0,57 2,68 5,7 8,95 8,7

3 12 7,6 0,76 3,57 7,6 11,93 11,98

2. Rangkaian resistor paralel


Diketahui: 𝑅𝑅1 = 100 Ω

𝑅𝑅2 = 470Ω

𝑅𝑅3 = 1000 Ω

1 1 1 1
= + +
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑅𝑅1 𝑅𝑅2 𝑅𝑅3

1 1 1 1
= + +
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 100Ω 470Ω 1000Ω

1 470 + 100 + 47
=
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 47000 Ω

1 617
=
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 47000Ω
47000
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
617

𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 76,18 Ω

a. Analisis arus dan tegangan pada rangkaian paralel dengan 𝑉𝑉𝑉𝑉 = 6 𝑉𝑉 berdasarkan
teori 𝑉𝑉1 = 𝑉𝑉2 = 𝑉𝑉3 = 𝑉𝑉𝑆𝑆 = 6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
a.1 𝑉𝑉1
𝐼𝐼1 =
𝑅𝑅1
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼1 =
100Ω
𝐼𝐼1 = 0,06 𝐴𝐴

a.2 𝑉𝑉2
𝐼𝐼2 =
𝑅𝑅2
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼2 =
470Ω
𝐼𝐼2 = 0,0128 𝐴𝐴

a.3 𝑉𝑉3
𝐼𝐼3 =
𝑅𝑅3
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼3 =
1000Ω
𝐼𝐼3 = 0,006 𝐴𝐴

a.4 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝐼𝐼1 + 𝐼𝐼2 + 𝐼𝐼3


𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,06 + 0,0128 + 0,006
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0788 𝐴𝐴

b. Analisis arus dan tegangan pada 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑣𝑣 berdasarkan praktikum 𝑉𝑉1 = 𝑉𝑉2 = 𝑉𝑉3 =
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑣𝑣
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝐼𝐼1 + 𝐼𝐼2 + 𝐼𝐼3
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 60 × 10−3 𝐴𝐴 + 12 × 10−3 𝐴𝐴 + 6 × 10−3 𝐴𝐴
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 78 × 10−3 A
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0780 𝐴𝐴
Tabel 2.5 hasil perhitungan pada rangkaian resistor paralel ( 𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 =
470 Ω, dan 𝑅𝑅3 = 1000 Ω)
No. V sumber Berdasarkan teori Berdasarkan
praktikum
(volt)
V( volt) I1 (mA) I2 (mA) I3 (mA) I total (A) I total (A)

1 6 6 60 12,8 6 0,0788 0,0780

2 9 9 90 19,1 9 0,1181 0,111

3 12 12 120 25,5 12 0,1575 0,158

3. Rangkaian kombinasi resistor


Diketahui: 𝑅𝑅1 = 470 Ω

𝑅𝑅2 = 100 Ω

𝑅𝑅3 = 1000 Ω

1 1 1
= +
𝑅𝑅𝑃𝑃 𝑅𝑅1 𝑅𝑅2

1 1 1
= +
𝑅𝑅𝑃𝑃 470 Ω 100 Ω

1 10 + 47
=
𝑅𝑅𝑃𝑃 4700 Ω

1 57
=
𝑅𝑅𝑃𝑃 4700 Ω

4700Ω
𝑅𝑅𝑃𝑃 =
57

𝑅𝑅𝑃𝑃 = 82,456 Ω

𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝑅𝑅𝑃𝑃 + 𝑅𝑅3

𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 82,456 Ω + 1000Ω

𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 1082,456 Ω
a. Analisis arus dan tegangan pada rangkaian kombinasi resistor dengan kombinasi
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉
1. Analisis arus
Diketahui: 𝑅𝑅𝑝𝑝 = 82,456 Ω

𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 1082,456 Ω

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉

Ditanya: I……..?

a. Arus rangkaian (I total)

𝑉𝑉𝑆𝑆
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡

6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
1082,456 Ω

𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,00554 𝐴𝐴

2. Analisis tegangan (V)


Diketahui: 𝑅𝑅𝑃𝑃 = 82,456 Ω

𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 1082,456 Ω

𝑅𝑅3 = 1000 Ω

𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,00554 𝐴𝐴

Ditanya: Tegangan (V)…..?

a. Tegangan pada titik ab (𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 )

𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 × 𝑅𝑅𝑝𝑝

𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,00554 𝐴𝐴 × 82,456 Ω

𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,457 𝑉𝑉
b. Tegangan pada titik bc (𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 )

𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 = 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 × 𝑅𝑅3

𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 = 0,00554 𝐴𝐴 × 1000 Ω

𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 = 5,54 𝑉𝑉

c. Tegangan pada titik ac (𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 )

𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 × 𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡

𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,00554 𝐴𝐴 × 1082,450 Ω

𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 6,00 𝑉𝑉

Tabel 2.6 Hasil perhitungan pada rangkaian resistor seri dan paralel ( 𝑅𝑅1 = 470 Ω, 𝑅𝑅2 =
100 Ω, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅3 = 1000 Ω)

No. 𝑉𝑉𝑠𝑠 Berdasarkan teori Berdasarkan


praktikum
(volt)
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 (𝐴𝐴) 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑉𝑉) 𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 (𝑉𝑉) 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 (𝑉𝑉) 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 (𝐴𝐴)

1 6 0,00554 0,457 5,54 6,00 0,0056

2 9 0,00831 0,685 8,310 9,00 0,0084

3 12 0,01108 0,914 11,08 12,00 0,0010

G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas tentang rangkaian listrik (DC) yang bertujuan untuk
memahami penggunaan voltmeter dan amperemeter, mengukur tegangan dan arus pada
rangkaian seri dan mengukur tegangan dan arus pada rangkaian paralel. Arus listrik
searah (DC) adalah aliran elektron dari suatu titik yang memiliki energi potensial tinggi
ke titik yang memiliki potensial lebih rendah. Amperemeter digunakan untuk mengukur
arus listrik yang dipasangkan secara serii terhadap resistor. Sedangkan voltmeter
digunakan untuk mengukur tegangan pada rangkaian listrik yang dipasang secara paralel.
Percobaan pertama yaitu mengukur arus dengan tegangan pada rangkaian seri.
Nilai resistor yang digunakan yaitu 𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 = 470 Ω, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅3 = 1000 Ω. Variasi
tegangan yang digunakan yakni 6 V, 9 V, dan 12 V. Hasil percobaan pertama dapat
dilihat pada tabel 2.1. Dari tabel tersebut diketahui bahwa arus (I) akan berbanding lurus
dengan tegangan (V) namun berbanding terbalik dengan hambatan (R), hal tersebut sesuai
dengan teori. Secara teori pada perhitungan 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉 didapatkan nilai 𝑉𝑉 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 5,96 𝑉𝑉
sedangkan pada praktikum didapatkan nilai 𝑉𝑉 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑙𝑙 = 5,8 𝑉𝑉. Jumlah tegangan total yang
didapatkan secara teori dan praktikum ternyata tidak jauh berbeda dengan selisih 0,1 V.
Pada rangkaian ini, nilai arus yang didapatkan adalah sama (𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝐼𝐼1 + 𝐼𝐼2 + 𝐼𝐼3 ). Hal
ini tersebut dikarenakan rangkaian seri tidak memiliki percabangan, sehingga nilai arus
yang mengalir sama.
Percobaan kedua yaitu mengukur arus dan tegangan pada rangkaian paralel. Nilai
resistor atau hambatan dan tegangan pada sumber (𝑉𝑉𝑠𝑠 ) memiliki variasi yang sama dengan
percobaan sebelumnya. Hasil praktikum dapat dilihat pada tabel 2.2. Berdasarkan
perhitungan secara teori dengan 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉 didapatkan 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0788 𝐴𝐴, sedangkan
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 secara praktikum tidak jauh berbeda yaitu 0,0780 𝐴𝐴. Untuk nilai tegangan pada
rangkaian paralel adalah sama. Variasi nilai pengukuran lainnya dapat dilihat pada tabel
2.5.
Percobaan ketiga yaitu mengukur arus dan tegangan pada rangkaian seri dan
paralel. Data hasil praktikum dapat dilihat pada tabel 2.3. Resistor yang digunakan pada
percobaan ini yaitu 𝑅𝑅1 = 470 Ω, 𝑅𝑅2 = 100 Ω, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅3 = 1000 Ω. Dengan tegangan 𝑉𝑉𝑠𝑠 =
6 𝑉𝑉, hasil secara teori didapatkan arus total 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0054 𝐴𝐴. Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 berdasarkan praktikum, yaitu 0,0056 𝐴𝐴. 𝐼𝐼1 dan 𝐼𝐼2 dirangkai
secara paralel, dan dengan 𝐼𝐼3 dirangkai secara seri. Untuk nilai tegangan pada masing-
masing rangkaian secara berurutan yakni 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,457 𝑉𝑉, 𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 = 5,54 𝑉𝑉, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 =
6,00 𝑉𝑉. Untuk variasi perhitungan lainnya dapat dilihat pada tabel 2.6.

H. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa:
a. Pemasangan amperemeter pada rangkaian arus secara seri, sedangkan voltmeter
harus dipasang secara paralel. Apabila pemasangannya tertukar maka alat akan
rusak. Cara menggunakan kedua alat tersebut adalah dengan merangkai alat,
memilih skala yang akan digunakan, kemudian membaca hasil yang ditunjuk.
b. Tegangan total yang didapatkan secara teori Vtotal = 5,96 V, sedangkan pada
praktikum nilai Vtotal yang didapatkan adalah tidak jauh berbeda, Vtotal = 5,8V
dan nilai arusnya sama pada rangkaian seri.
c. Pada rangkaian paralel dengan Vs = 6V, nilai arus total yang didapatkan secara
teori adalah Itotal = 0,0788A, sedangkan secara praktikum adalah Itotal =
0,0780A. untuk nilai tegangan pada rangkaian paralel adalah sama.
2. Saran
Sebaiknya asisten praktikum menjelaskan analisis data agar praktikan tidak
kebingungan.
ACARA III
KAPASITAS KAPASITOR

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum kapasitas kapasitor memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Mengukur kapasitansi kapasitor dengan metode perbandingan dengan
bantuan pembagian tegangan kapasitif.
b. Mengukur kapasitansi kapasitor plat sejajar.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 9 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-Alat Praktikum
Alat-alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini, yaitu:
a. Penguat Elektrometer ( 1 buah )
b. Power Supply ( 1 buah )
c. Voltmeter ( 1 buah )
2. Bahan-Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini, yaitu :
a. Batang Penghubung ( 1 buah )
b. Kabel Biru ( 5 buah )
c. Kabel Merah ( 5 buah )
d. Kapasitor 1 nF ( 1 buah )
e. Kapasitor 10 nF ( 1 buah )
f. Kapasitor 0,1 µF ( 1 buah )
g. Plat Besi ( 2 buah )
C. LANDASAN TEORI
Kapasitor adalah piranti elektronik yang dapat menyimpan muatan
listrik atau memiliki kapasitansi untuk menyimpan energi dalam bentuk
muatan listrik yang menghasilkan beda potensial melawati plat. Kapasitor
memilikibeda tegangan (voltase) yang bersumber dari baterai yang
dihubungkan dengan kapasitor seperti pada gambar 3.1. Muatan yang terdapat
pada baterai mengalir ke masing–masing plat. Masing-masing ujung baterai
dan plat kapasitor yang terhubung memiliki beda potensial yang sama. Untuk
kapasitor tertentu, ditemukan bahwa jumlah muatan Q yang diperoleh pada
setiap plat sebanding dengan beda potensial V antara plat.

𝑄𝑄 = ∁ × 𝑉𝑉 (3.1)

Keterangan : Q = Muatan (C)


V = Potensial (V)
C = Kapasitas kapasito (F)

Konstanta pembanding (C) disebut kapasitansi kapasitor dengan satuan


coulomb per volt atau disebut dengan farad (F). Kapasitor umumnya memiliki
kapasitansi dalam kisaran 1 pF (picofarad = 10−12). Simbol V menunjukkan
besarnya voltase dengan satuan couloumb (Giancoli, 2014 : 48). Kapasitansi
Kapasitor (C) atau kemampuan kapasitor menyimpan muatan listrik tidak
bergantung pada muatan (Q) ataupun voltase (V), tetapi bergantung pada
ukuran, bentuk, posisi, relatif dari kedua konduktor, dan jarak antar kedua
konduktor (Abdullah, 2017 : 162-163).

Gambar 3.1 Kapasitor plat sejajar terhubung dengan sebuah baterai


(Giancoli, 2014 : 483)
Luas masing-masing plat adalah A dan jarak antar plat adalah d.
Kecepatan muatan listrik yang diberikan pada masing-masing plat adalah
+Q = +σA dan −Q = −σA. Kapasitor menyimpan muatan Q jika salah satu
plat memiliki muatan −Q dan plat lainnya memiliki muatan +Q (Abdullah,
2017 : 164). Kapasitor plat sejajar yang memiliki luas A dan dipisahkan oleh
jarak d yang berisi udara sehingga memiliki kapasitansi, didefinisikan sebagai
berikut (Giancoli, 2014 : 483).

d
∁= ε0 (3.2)
A

Keterangan : C = Kapasitas kapasitor (F)


A = Luas penampang keping (m2)
d = Jarak antar keping (m)
𝜀𝜀0 = Permitivitas udara (F/m)

ε0 menunjukkan permitivitas hampa udara yang mempunyai nilai


8,85 × 10−12 ∁2 /Nm2 . Pada persamaan (3.2) dapat dilihat bahwa C tidak
bergantung pada besarnya muatan (Q) dan besarnya voltase (V). Tetapi
kapasitansi (C) hanya bergantung pada vektor geometri, luas plat (A), dan jarak
antar plat (d) (Giancoli, 2014 : 483). Pada kapasitor terdapat medan listrik.
Kuatnya medan listrik ini dapat dipengaruhi oleh konstanta dielektrik. Semakin
besar konstanta dielektrik, semakin besar pula kuat medan listrik pada
kapasitor plat sejajar (Kurniasari dkk, 2017 : 5).
Kapasitor memiliki banyak mamfaat, salah satunya yaitu untuk
meningkatkan kualitas daya. Kualitas daya dalam sistem tegangan listrik
merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga stabilitas sistem tenaga
listrik pada jaringan. Selain itu kapasitor juga digunakan untuk memberikan
cahaya kilat pada kamera. Kapasitor juga masih banyak sekali yang bisa
digunkan baik dalam kehidupan sehari-hari (Hasibuan dkk, 2020 : 1).
D. PROSEDUR PRAKTIKUM
a. Kapasitas Kapasitor
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengukur nilai kapasistansi
sebuah kapasitor adalah sebagai berikut:
1. Rangkaian disusun seperti pada Gambar 3.2 (Tegangan 3V dan 12V
dapat diambilkan dari power supply 450V).

Gambar 3.2 Rangkaian percobaan kapasitas kapasitor

2. Kapasitas 1 nF (𝐶𝐶1 ) dipasang sesuai Gambar 3.2.


3. Tegangan diukur dengan cara sebagai berikut: Masukkan plug c ke
dalam soket a. Tegangan pada voltmeter (𝑉𝑉0 ) dicatat.
4. Kapasitor 𝐶𝐶2 dipasang.
5. Plug c dimasukkan ke dalam soket b. Tegangan pada Voltmeter (V1)
dicatat.
6. Langkah percobaan di atas diulangi, tetapi dengan nilai kapasitor yang
berbeda (𝐶𝐶1 = 10 𝑛𝑛𝑛𝑛 dan 𝐶𝐶2 = 1 𝑛𝑛𝑛𝑛), dan tegangan 𝑉𝑉1 dicatat. 𝐶𝐶1 dan
𝐶𝐶2 dicatat dengan kapasitor yang lain (𝐶𝐶 = 100 𝑛𝑛𝑛𝑛) dengan
kombinasi ditentukan asisten.
b. Kapasitas kapasitor lempeng
1. Sekat-sekat 1 mm ditempatkan pada pojok-pojok lempeng, pasangan
lempeng ditempatkan pada tepi meja dan kemudian kabel
dihubungkan pada lempeng atas, panjang 10 cm dan dihubungkan
melalui adapter 4 mm.

Gambar 3.3 Rangkaian percobaan kapasitas kapasitor lempeng

2. Tegangan V0 diukur seperti pada percobaan 1, kemudian dikosongkan


kapasitor lempeng dan kapasitor 1 nF dengan dihubung-singkatkan
menggunakan batang penghubung, kemudian kapasitor 1 nF dimasukkan
pada posisi yang sudah ditandai. Tegangan V1 dicatat.

E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel 3.1 Hasil PengamatanUntuk Percobaan Kapasitas Kapasitor
No. ∁1 (F ) ∁2 (F) V0 (V) V1 (V)
1 1 × 10−9 10× 10−9 3,0 2,4
2 10× 10−9 1× 10−9 3,0 2,3
3 100× 10−9 10× 10−9 3,0 6,5
4 1× 10−9 100× 10−9 3,0 7,0
5 100× 10−9 1× 10−9 3,0 2,9
2. Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Untuk Percobaan Kapasitas Kapasitor
Lempeng
No. d1 (m ) V0 (V) V1 (V)
1 1× 10−3 3,0 0,7
2 2× 10−3 3,0 0,5
3 3× 10−3 3,0 0,9
4 4× 10−3 3,0 1,2
5 6× 10−3 3,0 0,6

Keterangan : ∁ = 1 × 10−9 F
A = 8,41× 102 m2

F. ANALISIS DATA
1. Kapasitas Kapasitor

Keterangan: a. Power supply e. Kabel biru


b. Voltmeter 3 V f. Kapasitor 0,1 nF
c. Batang penghubung g. Kapasitor 1 nF
d. Kabel merah h. Penguat elektrometer

Gambar 3.4 Rangkaian Percobaan Kapasitas Kapasitor

Diketahui: 𝐶𝐶2 = 10 × 10−9 F


V0 = 3,0 V
V1 = 2,4 V
Ditanyakan: ∁1 =……?
Jawaban:
V1 − V0
C1 = × C2
V0
(3,0 − 2,41)𝑉𝑉
∁1 = × (10 × 10−9 F)
2,4 𝑉𝑉

∁1 = 2,5 × 10−9 F

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Kapasitas Kapasitor


No. ∁1 Sebenarnya (F) ∁1 Perhitungan (F)
1 1× 10−9 2,5× 10−9
2 10× 10−9 0,3× 10−9
3 100× 10−9 5× 10−9
4 1× 10−9 57× 10−9
5 100× 10−9 0,003× 10−9

2. Kapasitas Kapasitor Plat Sejajar

Keterangan: a. Power supply f. Kapasitor 1 nF


b. Voltmeter 3V g. Mistar
c. Batang penghubung h. Plat Besi
d. Kabel biru i. Sekat-sekat
e. Kabel merah j. Penguat electrometer

Gambar 3.5 Rangkaian Percobaan Kapasitas Kapasitor Plat Sejajar


Diketahui ∶ ε0 = 8,85 × 10−12 F�m
A = 8,4 × 10−2 m2
d = 1 × 10−3 m
Ditanyakan : ∁ = …..?
Jawaban ∶
A
C = ε0 ×
d
−12 F�
8,41 × 10−2 m2
C = 8,85 × 10 m × 1 × 10−3 m

C = 7,4 × 10−11 F

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Kapasitas Kapasitor Plat Sejajar


No. d (m) ∁ (F)
1 1× 10−3 7,4× 10−11
2 2× 10−3 3,7× 10−11
3 3× 10−3 2,4× 10−11
4 4× 10−3 1,9× 10−11
5 6× 10−3 1,2× 10−11

G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai kapasitas kapasitor yang bertujuan untuk
mengukur kapasitansi dengan metode perbandingan dengan bantuan tegangan
kapasitif dan mengukur kapasitansi plat sejajar. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan melakukan dua kali percobaan, yaitu percobaan pertama mengukur
kapasitansi kapasitor dengan metode perbandingan dan percobaan kedua
mengukur kapasitansi kapasitor plat sejajar. Kapasitansi kapasitor adalah suatu
kemampuan atau kapasitif dari suatu bahan untuk menyimpan muatan listrik.
Semakin besar kapasitas dari kapasitor maka muatannya juga semakin besar
yang dapat disimpan.

Percobaan pertama dilakukan untuk mengukur kapasitansi kapasitor


dengan metode perbandingan dengan bantuan pembagian tegangan kapasitif.
Percobaan ini dilakukan sebanyak lima kali perlakuan dengan kombinasi
∁1 dan ∁2 yang berbeda beda seperti yang tertera pada tabel 3.1. Bedasarkan
hasil pengamatan yang diperoleh nilai tegangan yang diperoleh seperti pada
tabel 3.1 nilai tegangannya juga berbeda-beda tersebut dipengaruhi oleh ∁1 dan
∁2 dari percobaaan yang dilakukan. Data pada tabel 3.1 kemudian untuk
mencari perhitungan dari ∁1. Kemudian untuk data dengan nilai V1 yaitu 2,4 V
dan didaptkan nilai hasil perhitungan sebesar ∁1 =2,5× 10−9 F sedangkan nilai
∁1 teorinya yaitu sebesar 1× 10−9 F. Hal yang menyebabkan terjadinya
perbedaaan ∁1 perhitungan dengan ∁1 teori karena voltmeter tidak stabil pada
saat melakukan praktikum.

Percobaan kedua dilakukan untuk mengukur kapasitansi kapasitor plat


sejajar. Pada percobaan ini perhitungan dilakuakan menggunakan tegangan
awal yaitu sebesar 3V dengan jarak awal pada plat yaitu divariasikan. Untuk
jarak plat 1× 10−3 m didapatkan hasil perhitungan ∁ sebesar 7,4× 10−11 F.
Bedasarkan hasil pengukuran dapat diketahui bahwa semakin dekat jarak
kedua plat, maka kapasitansinya juga semakin besar. Hal tersebut terjadi
karena medan listrik akan terdistribusi secara merata pada jarak yang dekat

H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Nilai kapasitansi kapasitor yang diukur dengan metode perbandingan
dan bantuan pembagian tegangan kapasitif besarnya ∁1dihitung yang
dipengaruhi oleh ∁2 , 𝑉𝑉0 dan 𝑉𝑉1 yaitu nilainya berturut turut sebesar
(2,5× 10−9 , 0,3× 10−9 , 5× 10−9, 57× 10−9 , dan 0,003× 10−9 ) F.
b. Pada kapasitansi kapasitor plat sejajar, semakin dekat jarak kedua plat,
maka nilai kapasitansi nya juga akan semakin besar. Nilai ∁
dipengaruhi oleh A dan d. Nilai Kapasitas dan kapsitor pada plat
sejajar yaitu (7,4× 10−11 , 3,7× 10−11 , 2,4 × 10−11 , 1,9 × 10−11 , dan
1,2× 10−11 ) F.
2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan agar alat yang digunakan
praktikkan tidak error sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar
dan data yang dihasilkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. (2017). Fisika Dasar II. Bandung: ITB.


Giancoli, Douglas C. (2014). Physics Principles with Applications. U.S: Pearson
Prentice Hall.
Hasibuan, Arnawa, Ezwarsyah, dan Nasulition, I.K. (2020). Penetuan Kapasitas
Kapasitor Shunt Dalam Perbaikan Cos ∅ Pada Gedung Workshop Teknik
Mesin Unimed Dengan Beban Yang Bervariasi. Jurnal of Electrical and
System Control Enginering. 3(2):94.
Kurniasari., Untung, Budijanto, dan Herniwarso. (2017). Pengembangan Alat
Praktikum Kapasitor Plat Sejajar Untuk Menentukan Konstanta Dielektrik
Suatu Bahan. Jurnal Pendidikan Fisika. 1(2):23.
ACARA IV
LENSA

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum kapasitas kapasitor memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Memahami prinsip kerja lensa.
b. Menentukan panjang titik api lensa positif dan lensa negatif
2. Waktu Praktikum
Rabu, 10 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat – Alat Praktikum
Alat-alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini, yaitu:
a. Bangku Optis ( 1 buah )
b. Layar ( 1 buah )
c. Meteran ( 1 buah )
d. Power Supply ( 1 buah )
2. Bahan – Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini, yaitu :
a. Lensa Negatif ( 2 buah )
b. Lensa Positif ( 2 buah )
c. Sumber Cahaya ( 2 buah )

C. LANDASAN TEORI
Alat optik sederhana yang paling penting tentu sajaadalahlensa
tipis.Perkembangan alat –alat optik dengan menggunakanlensa berawal
dari abad ke -16 dan 17.Walaupun catatan menegenai kacamata yang
paling tua berasal dari akhir abad ketiga belas,saat ini menumukan lensa
pada kacamata,kamera,kaca pembesar,teleskop,teropong,mikroskop dan
peralatan kedokteran.Lensa tipis biasanya berbentuk lingkaran dan kedua
permukaannya melengkung.Kedua permukaanbiasanya berbentuk
cekung,cembungatau datar.Beberapa jenis dapat diperlihatkan ada gambar
4.1 dalam penampang lintangnya(Giancoli,2014:255).

Gambar 4.1 Lensa konvergen dan divergen


(Giancoli,2014:255)

Sifat Pemantulan cahaya yang memenuhi sudut dating sama dengan


sudut pantul memunculkan fenomena pemantulan yang berbeda jika
berkas cahaya sejajar jatuh pada bidang pembatas yang rata maka berkas
cahaya yang dipantulkan juga sejajar dan jika berkas sejajar jatuh pada
bidang pembatas yang tidak sejajar(tidak teratur) maka berkas cahaya
pantul memiliki arah yang tidak teratur pula(Abdullah,2017:694).

Sekarang kita akan tinjau khusus,yaitu pemantulan cahaya


melengkung.Cermin yang terbuat dari cembung bola digunakan untuk
menampilkan pandangan yang luas sehingga para sopir dapat melihat jalan
yang akan dilewati pada area pandangan yang sangat luas.Permukaan
cembung sebuah bola berjari-jari R.Kita dapat melihat persoalan dua
dimensi,yaitu pada bidang xy sehingga persamaan pada bidang pantul
adalah:
𝑅𝑅 = 𝑥𝑥 2 × 𝑦𝑦 2 (4.1)
Selanjutnya kita dapat mengkaji pemantulan oleh permukaan cekung
permukaan bola.Sinar dating sejajar sumbu datar dan dipantulkan melalui
titik F,atau jarak titik F dari pusat koordinat adalah 𝑅𝑅 −
𝐹𝐹(Abdullah,2017:694).

Gambar 4.2 Pemantulan cahaya oleh permukaan bola


berjari R (Abdullah,2017:698)

Dengan adanya penyulingan air laut menjadi air tawar dengan


sistem lensa cembung ini. Hal ini yang paling diprioritaskan adalahhasil
dari penyulingan tersebut.Untuk mencapai hal tersebut maka yang paling
menentukan disini adalah suhu lingkungan ,jumlahh lensa cembung yang
digunakan ,tata letak lensa cembung yang dimaksud adalah jarak antara
lensa yang tepat untuk menghasilkan air tawar secara maksimum.Dimana
semakin kecil jarak antara lensa yang tepat untuk titik fokus lensa akan
bertumbuk pada satu titik yang mana akan mempercepat pemanasan di
dalam wadah tertutup(Halling,2020).
Penciptaan fenomena optik atau obyek ‘menghilang’
menggunakan devais cloaking masih menjadi perhatian banyak peneliti di
dunia. Devais optic yang dimaksud bekerja pada spectrum cahaya tampak,
dimensi yang luas, dan dapat direplika ulang. Tambahan sifat seperti
jangkauan penuh medan cahaya, tidak membutuhkan material
baru,infrastruktur sedehana dan dapat dengan mudah diatur
penyekalaannya dapat dikatakan sebagai devinisi devais cloaking yang
ideal. Bedasarkan cloaking sistem empat lensa karya Choi memunculkan
gagasan solusi permasalahan area-buta kendaraan besar. Susunan sistem
optik yng dimaksud tersusun hanya terdiri dari empat lensa cembung biasa
tanpa aberasi optic yang pada umumnya diguanakan pada keperluan
praktikum (Maryana dkk.,2019:55)

D. PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Menentukan panjang titik api lensa positif
a. Alat dissusun seperti pada gambar 4.2.

b. Bayangan yang jelas dan tajam dibuat dengan sebuah lensa positif
dengan layar.
c. Jarak bayangan ( ) dicatat, panjang titik apinya (F) dihitung,
perbesaran bayangan m juga dihitung.
d. Langkah b dan c diulangi beberapa kali dengan nilai jarak benda
(s) yang berlainan.
2. menentukan panjang titik api lensa negatif dengan lensa gembung
a. Bayangan yang jelas tajam dibuat dengan sebuah lensa positif
dengn layar, nilai dan diukur.
b. Sebuah lensa negatif diletakkan diantara lensa positif dan layar.
Layar digeser mendekati lensa negatif hingga diperoleh lagi
bayangan yang jelas dan tajam. Jarak antara kedua lensa (x) serta
jarak bayangan dengan lensa negatif (Si`) diukur.
c. Dengan data yang didapatkan maka dapat dihitung panjang titik
api dari kedua lensa tersebut. Untuk lensa negatif ( lensa kedua )
ditentukan juga perbesaran bayangan m.
d. Percobaan diulang beberapa kali dengan nilai jarak

E. HASIL PENGAMATAN

Table 4.1 Menentukan panjang titik api lensa positif (cembung).


No. 5 S′ Sifat bayangan
(cm)
1 5 12 Nyata, terbalik, dan diperbesar
2 10 6 Nyata, terbalik, dan diperkecil
3 15 5 Maya terbalik, dan diperkecil
4 20 10 Maya, terbalik, dan diperkecil
5 25 5 Maya, terbalik, dan diperkecil

Tabel 4.2 Menentukan panjang titik api lensa gabungan


No. S1(cm) s1′ (cm) x (cm) s2 (cm) s2′ (cm)
1 5 15 5 20 5
2 10 7 5 12 3
3 12 7 4 11 4
4 14 6 4 10 4
5 20 6 4 10 3

F. ANALISIS DATA
1. Pengukuran focus lensa cembung
Diketahui :
S = 5 cm
S′ = 12 m
Ditanyakan : f = …. cm?
Penyelesaian:
1 1 1
= +
f s s′
1 s′ + s
=
f s × s′
s × s′
f=
s′ + s
5cm × 12cm
f=
12cm + 5cm
60cm2
f=
17cm
f = 2,52cm

∑ fi
f̅ =
n
f1 + f2 + f3 + f4 + f5
f̅ =
n
3,52 cm + 3,75 cm + 3,75 cm + 6,67 cm + 4,16 cm
f̅ =
5
21,85 cm
f̅ =
5cm
f̅ = 4,37 cm

∑(𝑓𝑓𝑓𝑓 − 𝑓𝑓 )̅
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
𝑛𝑛 − 1

(fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
n−1

(3,52 − 4,37)2 + (3,75 − 4,37)2 + (3,75 − 4,37)2


� (6,67 − 4,37)2 + (4,16 − 4,37)2
𝑆𝑆𝑆𝑆 =
5−1

(−0,85)2 + (−0,62)2 + (−0,62)2 + (2,3)2 + (−0,21)2


𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
4

(0,7225) + (0,3844) + (0,3844) + (5,29) + (0.0441)


𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
4

6,8254
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
4
𝑆𝑆𝑆𝑆 = �1,70635
𝑆𝑆𝑆𝑆 = 1,306 cm
𝑆𝑆𝑆𝑆
𝐾𝐾𝐾𝐾 = × 100%

1,3 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐾𝐾𝐾𝐾 = × 100%
4,37 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐾𝐾𝐾𝐾 = 0,2974× 100%
𝐾𝐾𝐾𝐾 = 29,74%

2. Pengukuran fokus lensa gabungan


a. Diketahui :
𝑠𝑠2 = x − s1′ = −20 cm
𝑠𝑠2′ = 5 cm
Ditanyakan : f……cm?
Penyelesaian :
1 1 1
= + ′
f s2 s2
1 s2′ + s2
=
f s2 × s2′
s2 × s2′
f = ′
s2 + s2
20cm × 5 cm
f =
5 cm + 20 cm
100 cm
f =
25cm
f = 4 cm

∑ fi
f̅ =
n
f1 + f2 + f3 + f4 + f5
f̅ =
n
4 cm + 2,4 cm + 2,93 cm + 2,85 cm + 2,30 cm
f̅ =
5 cm
14,48 cm
f̅ =
5 cm
f̅ = 2,89cm

∑(𝑓𝑓𝑓𝑓 − 𝑓𝑓 )̅
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
𝑛𝑛 − 1

𝑆𝑆𝑆𝑆 (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2
=�
n−1
(4 − 2,89)2 + (2,4 − 2,89)2 + (2,93 − 2,89)2
𝑆𝑆𝑆𝑆 � (2,85 − 2,89)2 + (2,30 − 2,89)2
=
5−1
(1,11)2 + (−0,49)2 + (−0,04)2 + (−0,04)2 +
𝑆𝑆𝑆𝑆 � (−0,59)2
=
4

(1,2321) + (0,2401) + (0,0016) + (0,0016) +


𝑆𝑆𝑆𝑆 � (0,3481)
=
4

6,8254
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
4
𝑆𝑆𝑆𝑆 = �0,455875
𝑆𝑆𝑆𝑆 = 0,675

𝑆𝑆𝑆𝑆
KV = × 100%

0,675
KV = × 100%
2,89
KV = 0,2335 × 100%
KV = 23,35%

Tabel 4.3 Hasil perhitungan fokus lensa


No. f1 (cm) f2 (cm)
1 3,52 4
2 3,75 2,4
3 3,75 2,93
4 6,67 2,85
5 4,16 2,30
KV 29,74% 23,35%

G. PEMBAHASAN

Lensa tipis merupakan alat optik sederhana yang biasanya


berbentuk lingkaran dan kedua permukaannya mencebung. Lensa banyak
digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Terdapat dua jenis lensa yaitu
lensa konvergen dan lensa divergen. Lensa konvergen merupakan lensa
negatif dan lensa divergen merupakan lensa positif. Pada praktikum kali
ini, selain terdapat lensa negatif juga terdapat layar, bangku optis, meteran
dan penggaris, power supply dan sumber cahaya.

Praktikum pertama yaitu menentukan jarak focus lensa positif


dilakukan pengambilan sebanyakk 5 kali untuk jarak benda ke layar yaitu
50 cm, untuk mendapat jarak focus terhadap lensa. Benda dan layar harus
tetap diam sedangkan lensa positif divariasikan jaraknya, hingga bayangan
terbentuk dengan jelas dan cahaya yang dipantulkan juga jells dan focus.
Jarak benda untuk setiap data berubah-ubah, sehingga jarak bayangan juga
berbeda pada jarak sumber cahaya yang ke lensa berturt-turut 5 cm, 10 cm,
15 cm, 20 cm, dan 25 cm mendapat jarak bayangan berturut-turut 12 cm, 6
cm, 5 cm, 10 cm, dan 5 cm. sehingga diperoleh nilai rata-rata jarak sumber
cahaya ke-15 dengan rata-rata jarak bayangan lensa dengan sifat bayangan
nyata, terbalik, diperbesar dengan presentase error 29,1%.

Pada percobaan kedua yaitu menentukan jarak focus lensa


gabungan dengan lensa positif. Lensa negatif berada di belakang benda
diantara lensa yang digunakan ada lima percobaan sehingga data yang
didapatkan ada lima data. Untuk mendapatkan fokus harus dilakukan
dengan cara layar digeser, sehingga data yang didapatkan bayangan
dengan jelas dan kedua lensa tetap diam saat power supply dipancarkan,
layar harus tetap digerakkan hingga menemukan fokus yang tepat. Pada
bayangan dengan presentase error 29%.

H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan tujuan praktikum lensa cembung atau (positif) bersifat
mengumpulkan cahaya dan lensa cekung (negatif) bersifat
menyebarkan cahaya. Lensa memiliki prinsip kerja bedasarkan
hukum pembiasan cahaya.
b. Persamaan sifat kedua lensa gabungan yaitu menggabungkan lensa
positif dan lensa negatif dengan nilai KV f1 yaitu 29,74% dan f2
yaitu 23,5%.
2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih teliti agar dapat
menghasilkan data yang lebih akurat. Serta data-data pengukuran
dicatat dengan rapi agar tidak kebingungan saat melakukan anlisis
data.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2017). Fisika Dasar II. Bandung: ITB.


Giancoli, D. C. (2014). Fisika Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.
Harling, V. N. V. (2020). Analisis volume air tawar yang dihasilkan dari variasi
jarak antara lensa pada alat penyulingan air laut. jurnal soscied). 3(1).
Maryana, O. F. T., Ginting. L. Y., Pahlawan. M. Y. dan Darmawan. M. Y.
(2019).eksperimen uji gangguan getaran pada aplikasi cloaking system
empat lensa untuk solusi area-buta pengemudi kendaraan besar. Jurnal of
science and application technology. 3 (2). 55.
ACARA V

DIFRAKSI CAHAYA

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum difraksi cahaya memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Memahami prinsip dasar difraksi cahaya oleh kisi.
b. Menentukan Panjang gelombang cahaya laser menggunakan
difraksi cahaya pada kisi.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 16 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat – Alat Praktikum
Alat-alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini, yaitu:
a. Kisi ( 1 buah )
b. Layer ( 1 buah )
c. Penggaris ( 1 buah )
2. Bahan – Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini yaitu satu buah
sumber laser.

C. LANDASAN TEORI
Difraksi merupakan suatu peristiwa pembelokan atau penyebaran
arah gelombang ketika melewati penghalang berupa celah sempit. Ketika
gelombang melewati celah yang ukurannya sempit, difraksi akan
menyebabkan celah tersebut seolah-olah merupakan sumber gelombang
melingkar yang disebabkan oleh adanya penghalang berupa celah (
Giancoli, 2014: 314). Difraksi akan semakin tampak jelas apabila lebar
celah semakin sempit. Semakin kecil celah, maka penyebaran gelomabng
akan semakin semakin besar. Sama halnya dengan gelombang, cahaya yang
melewati celah sempit juga akan mengalami difraksi (Nurdiansah, dkk,
2020; 9). Difraksi dapat disebabkan oleh sebuah celah lingkaran, polanya
dapat dijelaskan oleh prinsip Huygens, yakni bila muka gelombang datang
pada sebuah celah maka tiap titik pada muka gelombang tersebut dapat
bertindak sebagai sumber gelomabag baru. Karena itu gelombang-
gelombang tersebut meninggalkan celah dengan fasa yang sama (koheren).
Difraksi cahaya dapat terjadi juga pada celah sempit yang terpisah sejajar
satu sama lain pada jarak yang sama (Nurdianto, dkk, 2020: 217).
Beberapa peristiwa difraksi pada gelombang cahaya adalah difraksi
cahaya pada celah tunggal dan difraksi cahaya pada kisi difraksi. Difraksi
cahaya pada celah tunggal dimana celah tunggal yang dimaksud adalah
suatu cela yang tidak terlalu sempit. Berdasarkan prinsip Huygens, setiap
titik pada celah dapat dipandang sebagai sumber gelombang baru. Jadi,
suatu celah yang tidak terlau sempit tersebut dapat dipandang sebagai
banyak sekali sumber gelombang titik, sehingga superposisinya
menghasilkan fenomena difraksi (Abdullah, 2017: 367).

Gambar 5.1 Peristiwa difraksi celah tunggal (sumber: Abdullah, 2017:


638).

Pada gambar 5.1 menunjukkan bahwa jika cahaya selain difraksi


dijatuhkan pada celah sempit itu polikromatik, maka selain difraksi juga
akan terjadi interfereansi. Interferensi akan menghasilkan pola warna
pelangi. Berkas cahaya yang jatuh akan terlihat pola terang dan gelap. Syarat
terjadinya difraksi pada celah tunggal yakni:
pola difraksi minimum (pola gelap)

d . sin 𝜃𝜃 = 𝑛𝑛 . 𝜆𝜆 (5.1)

pola difraksi maksimum (pola terang)

1
d. sin 𝜃𝜃 = �𝑛𝑛 − � . 𝜆𝜆 (5.2)
2

dengan n = 1, 2, 3, …, n

Gambar 5.2 Peristiwa difraksi pada kisi difraksi (Abdullah, 2017: 638).

Difraksi cahaya pada kisi difraksi dapat dilihat pada gambar 5.2.
Kisi adalah goresan pada permukaan datar. Jumlah goresannya sangat
banyak, ada kisi yang goresannya merupakan celah sangat sempit sehingga
cahaya menembus kisi dan ada kisi yang goresannya merupakan pemantul
yang sangat sempit sehingga cahaya dipantulkan oleh kisi. Dengan
menggunakan banyak celah, garis-garis yang terang dan gelap dihasilkan
pada layar menjadi lebih tajam. Bila banyak garis atau celah persatuan
panjang adalah N, maka jarak antar celah kisi (d) adalah:

1
d= (5.3)
𝑁𝑁
Ketika cahaya jatuh pada kisi, maka satu goresan sangat sempit
tersebut dapat dipandang sebagai sumber gelombang baru. Dengan
demikian, terjadi superposisi gelombang dari sumber yang jatuh sangat
banyak dan dihasilkan oleh fenomena difraksi (Abdullah, 2017: 637).

D. PROSEDUR PRAKTIKUM
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan panajng gelombang
sinar laser, yaitu;
1. Sumber laser diletakkan pada meja, sinar diarahkan mendatar dan tegak
lurus pada layar atau tembok.
2. Kisi difraksi 300 garis/mm diletakkan (dengan jarak antar celah yang
telah diketahui) di depan lubang tempat sinar laser keluar, sehingga pada
difraksi terletak tepat horizontal pada layar.
3. Jarak antar kisi difraksi dengan layar diatur, L, sebesar 20 cm. Seperti
pada gambar 5.3.
4. Tiap pola difraksi (maksimum 3 pola) yang terjadi (terang ke m) ke pola
difraksi pusat diukur jaraknya.
5. Jarak antara kisi difraksi dengan layar L diubah sebesar 30 cm dan 40
cm, Langkah (4) diulangi.
6. Langkah 3-5 diulangi dengan kisi 100 garis/mm dan kisi 600 garis/mm.

Gambar 5.3 ilustrasi percobaan difraksi kisi.


E. HASIL PENGAMATAN
Table 5.1 Hasil Pengukuran Jarak Garis Gelap/ Terang Ke Pusat
Konstanta
Kisi d (m) L (m) y1(m) y2(m) y3(m)
(garis/ mm)
0,2 1,8x10-2 2,5x10-2 3,7x10-2
-5
100 1 x10 0,3 2x10-2 3,8x10-2 5,8x10-2
0,4 2,5x10-2 5,0x10-2 7,8x10-2
0,2 3,9x10-2 8,3x10-2 13,8x10-2
300 3,3x10-6 0,3 5,9x10-2 12,4x10-2 20,8x10-2
0,4 7,8x10-2 16,1x10-2 26,8x10-2
0,2 8,2x10-2 22,5x10-2 -
600 1,6x10-6 0,3 12,4x10-2 34,0x10-2 -
0,4 7,9x10-2 16,7x10-2 18,0x10-2

F. ANALISIS DATA
1. Menentukan panjang gelombang cahaya laser untuk L=20 cm dengan
konstanta kisi 100 garis/mm.
Diketahui :
d = 1 × 10-5 m
L = 0,2 m
Y1 = 1,8 × 10-2 m
Y2 = 2,5 × 10-2 m
Y3 = 3,7 × 10-2 m
Ditanyakan : λ = …. m
m . λ = d sinθ
1.1 Orde 1 (m = 1)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ1 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1 × 10−5 𝑚𝑚 1,8 × 10−2 𝑚𝑚
λ1 =
1 0,2
1,8 × 10−7 𝑚𝑚
λ1 =
0,2
λ1 = 9 × 10−7 𝑚𝑚
1.2 Orde 2 (m = 2)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ2 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1 × 10−5 𝑚𝑚 2,5 × 10−2 𝑚𝑚
λ2 =
2 0,2
2,5 × 10−7 𝑚𝑚
λ2 =
0,4
λ2 = 6,5 × 10−7 𝑚𝑚
1.3 Orde 3 (m = 3)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ3 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1 × 10−5 𝑚𝑚 3,7 × 10−2 𝑚𝑚
λ3 =
3 0,2
3,7 × 10−7 𝑚𝑚
λ3 =
0,6
λ3 = 6,17 × 10−7 𝑚𝑚
1.4 Ralat
1
ΔL = ΔY = 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁
2
= 0,5 × 0,1 𝑐𝑐𝑐𝑐
= 0,5 × 10−3 𝑚𝑚

2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ1 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚2 + 1,8 × 10−2 𝑚𝑚

⃓�− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 1 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 1 × 0,2 𝑚𝑚


⃓ 2
⃓ 1,8 × 10−7 𝑚𝑚2 −3

⃓�− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,04 𝑚𝑚2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� × 0,5 × 10−3 𝑚𝑚�
⎷ 0,2 𝑚𝑚
2 2
0,9 × 10−10 𝑚𝑚3 0,5 × 10−8 𝑚𝑚2
Δλ1 = ��− � + � �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚
Δλ1 = �0,063 × 10−16 𝑚𝑚2 + 6,25 × 10−16 𝑚𝑚2

Δλ1 = �6, 3006 × 10−16 𝑚𝑚2


Δλ1 = 2,51 × 10−8 𝑚𝑚

2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ2 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚2 + 2,5 × 10−2 𝑚𝑚 −3

⃓�− + 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⃓ 2 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 2 × 0,2 𝑚𝑚


⃓ 2
⃓ 2,5 × 10−7 𝑚𝑚2

⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 0,08 𝑚𝑚2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,4 𝑚𝑚
2 2
1,25 × 10−10 𝑚𝑚3 0,5 × 10−8 𝑚𝑚2
Δλ2 = ��− � + � �
0,08 𝑚𝑚2 0,4 𝑚𝑚

Δλ2 = �0,0244 × 10−16 𝑚𝑚2 + 1,563 × 10−16 𝑚𝑚2

Δλ2 = �1,5874 × 10−16 𝑚𝑚2


Δλ2 = 1,260 × 10−8 𝑚𝑚

2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ3 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚2 + 3,7 × 10−2 𝑚𝑚

⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 3 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 3 × 0,2 𝑚𝑚

⃓ 2
⃓ 3,7 × 10−7 𝑚𝑚2

⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 0,12 𝑚𝑚2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,6 𝑚𝑚
2 2
1,85 × 10−10 𝑚𝑚3 0,5 × 10−8 𝑚𝑚2
Δλ3 = ��− � +� �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚

Δλ3 = �0,0238 × 10−16 𝑚𝑚2 + 0,6944 × 10−16 𝑚𝑚2

Δλ3 = �0,71817 × 10−16 𝑚𝑚2


Δλ3 = 0,848 × 10−8 𝑚𝑚
2. Menentukan panjang gelombang cahaya laser untuk L=20 cm dengan
konstanta kisi 300 garis/mm.
Diketahui :
d = 3,3 × 10-6 m
L = 0,2 m
Y1 = 3,9 ×10-2 m
Y2 = 8,3 × 10-2 m
Y3 = 13,8 ×10-2 m
Ditanyakan : λ = …. m
m . λ = d sinθ
2.1 Orde 1 (m = 1)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ1 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
3,3 × 10−6 𝑚𝑚 3,9 × 10−2 𝑚𝑚
λ1 =
1 0,2
12,87 × 10−8 𝑚𝑚
λ1 =
0,2
λ1 = 6,44 × 10−7 𝑚𝑚
2.2 Orde 2 (m = 2)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ2 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
3,3 × 10−6 𝑚𝑚 8,3 × 10−2 𝑚𝑚
λ2 =
2 0,2
27,39 × 10−8 𝑚𝑚
λ2 =
0,4
λ2 = 6,85 × 10−7 𝑚𝑚
2.3 Orde 3 (m = 3)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ3 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
3,3 × 10−6 𝑚𝑚 13,8 × 10−2 𝑚𝑚
λ3 =
3 0,2
345,54 × 10−8 𝑚𝑚
λ3 =
0,6
λ3 = 7,59 × 10−7 𝑚𝑚
2.4 Ralat
1
ΔL =ΔY= 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁
2

= 0,5 × 0,1 𝑐𝑐𝑐𝑐


= 0,5 × 10−3 𝑚𝑚

2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ1 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚2 + 3,9 × 10−2 𝑚𝑚 −3

⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 1 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 1 × 0,2 𝑚𝑚


⃓ 2
⃓ 12,87 × 10−7 𝑚𝑚2 −3

⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,04 𝑚𝑚2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,2 𝑚𝑚
2 2
6,435 × 10−11 𝑚𝑚3 1,65 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ1 = ��− � + � �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚

Δλ1 = �0,02588 × 10−16 𝑚𝑚2 + 6,25 × 10−16 𝑚𝑚2

Δλ1 = �0,70588 × 10−16 𝑚𝑚2


Δλ1 = 0,840 × 10−8 𝑚𝑚

2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ2 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚2 + 8,3 × 10−2 𝑚𝑚

⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 2 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 2 × 0,2 𝑚𝑚

⃓ 2
⃓ 27,39 × 10−8 𝑚𝑚2 −3

⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,08 𝑚𝑚2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� × 0,5 × 10−3 𝑚𝑚�
⎷ 0,4 𝑚𝑚
2 2
13,695 × 10−11 𝑚𝑚3 1,65 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ2 = ��− � + � �
0,08 𝑚𝑚2 0,4 𝑚𝑚

Δλ2 = �2,931 × 10−18 𝑚𝑚2 + 17,02 × 10−18 𝑚𝑚2

Δλ2 = �19,951 × 10−18 𝑚𝑚2


Δλ2 = 0,447 × 10−8 𝑚𝑚

2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ3 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚2 + 13,8 × 10−2 𝑚𝑚 −3

⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 3 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 3 × 0,2 𝑚𝑚


⃓ 2
⃓ 45,54 × 10−8 𝑚𝑚2 −3

⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,12 𝑚𝑚2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,6 𝑚𝑚

2 2
22,77 × 10−11 𝑚𝑚3 1,65 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ3 = ��− � + � �
0,12 𝑚𝑚2 0,6 𝑚𝑚

Δλ3 = �3,601 × 10−18 𝑚𝑚2 + 7,563 × 10−18 𝑚𝑚2

Δλ3 = �11,164 × 10−18 𝑚𝑚2


Δλ3 = 0,447 × 10−8 𝑚𝑚
3. Menentukan panjang gelombang cahaya laser untuk L=20 cm dengan
konstanta kisi 600 garis/mm.
Diketahui :
d = 1,6 × 10-6 m
L = 0,2 m
Y1 = 8,2 × 10-2 m
Y2 = 22,5× 10-2 m
Ditanyakan : λ = …. m
m . λ = d sinθ
3.1 Orde 1 (m = 1)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ1 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1,6 × 10−6 𝑚𝑚 8,2 × 10−2 𝑚𝑚
λ1 =
1 0,2
λ1 = 65,6 × 10−8 𝑚𝑚
3.2 Orde 2 (m = 2)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ2 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1,6 × 10−6 𝑚𝑚 22,5 × 10−2 𝑚𝑚
λ2 =
2 0,2
36 × 10−8 𝑚𝑚
λ2 =
0,4
λ2 = 90 × 10−8 𝑚𝑚
3.3 Ralat
1
ΔL = ΔL = 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁
2
= 0,5 × 0,1 𝑐𝑐𝑐𝑐
= 0,5 × 10−3 𝑚𝑚

2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ1 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚2 + 8,2 × 10−2 𝑚𝑚 −3

⃓�− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 1 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 1 × 0,2 𝑚𝑚

⃓ 2
⃓ 13,12 × 10−8 𝑚𝑚2

⃓�− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 0,04 𝑚𝑚2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,2 𝑚𝑚
2 2
6,56 × 10−11 𝑚𝑚3 0,8 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ1 = ��− � +� �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚

Δλ1 = �2,6896 × 10−18 𝑚𝑚2 + 16 × 10−18 𝑚𝑚2

Δλ1 = �18,6896 × 10−18 𝑚𝑚2


Δλ1 = 0,4323 × 10−8 𝑚𝑚
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ2 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿

⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚2 + 22,5 × 10−2 𝑚𝑚

⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 2 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 2 × 0,2 𝑚𝑚


⃓ 2
⃓ 36 × 10−8 𝑚𝑚2 −3

⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,08 𝑚𝑚2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚
⃓+� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,4 𝑚𝑚
2 2
18 × 10−11 𝑚𝑚3 0,8 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ2 = ��− � + � �
0,08 𝑚𝑚2 0,4 𝑚𝑚

Δλ2 = �5,063 × 10−18 𝑚𝑚2 + 4,000 × 10−18 𝑚𝑚2

Δλ2 = �9,063 × 10−18 𝑚𝑚2


Δλ2 = 0,301 × 10−8 𝑚𝑚

Table 5.2 Hasil Analisis Panjang Gelombang Cahaya


Kinstanta
L
kisi d (m) λ1 (m) λ2 (m) λ3 (m) Δλ1 (m) Δλ2 (m) Δλ3 (m)
(m)
(garis/mm)
1,0x10-5 0,2 9,00x10-7 6,25x10-7 6,17x10-7 2,51x10-8 1,26x10-8 0,85x10-8
100
1,0x10-5 0,3 6,67x10-7 6,33x10-7 6,44x10-7 1,67x10-8 0,84x10-8 0,56x10-8
1,0x10-5 0,4 6,25x10-7 6,25x10-7 6,50x10-7 1,25x10-8 0,63x10-8 0,42x10-8
3,3x10-6 0,2 6,44x10-7 6,85x10-7 9,00x10-7 0,84x10-8 0,45x10-8 0,33x10-8
300 3,3x10-6 0,3 6,49x10-7 6,82x10-7 9,00x10-7 0,56x10-8 0,30x10-8 0,22x10-8
3,3x10-6 0,4 6,44x10-7 6,54x10-7 9,00x10-7 0,42x10-8 0,22x10-8 0,16x10-8
1,6x10-6 0,2 6,65x10-7 9,00x10-7 - 0,43x10-8 0,30x10-8 -
600 1,6x10-6 0,3 6,61x10-7 9,07x10-7 - 0,28x10-8 0,20x10-8 -
1,6x10-6 0,4 3,16x10-7 3,34x10-7 2,40x10-7 0,20x10-8 0,11x10-8 0,07x10-8

G. PEMBAHSAN

Difraksi cahaya merupakan pelenturan cahaya saaat cahaya melalui


celah sehingga cahaya akan terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
dan memiliki sifat cahaya yang baru. Jika sebuah cahaya monokromatis yang
dilewatkan pada lempeng kisi atau celah banyak. Maka akan terbentuk pola
gelap dan terang pada layar. Kisi merupakan susunan celah yang sejajar dan
memiliki ukuran yang sama, dan dapat dibuat dengan cara membuat goresan-
goresan pada lempeng kaca atau logam menggunakan ujung intan.

Ada beberapa tujuan pada praktikum ini yakni untuk memahami prinsip
dasar difraksi oleh kisi dan mementukan panjang gelombang gelombang cahaya
laser menggunakan difraksi cahaya pada kisi. Dalam penentuan panjang
gelombang caya digunakan laser dengan cahaya bewarna merah dan
menggunakan tiga macam kisi. Dimana konstanta kisis yang digunakan
100 grs⁄mm, 300 grs⁄mm dan 600 grs⁄mm. Kemudian untuk layar
ditempatkan dibelakang kisi dengan jarak 0,2 m; 0,3 m dan 0,4 m.

Sumber cahaya monokromatik sinar laser warna merah dilewatkan pada


kisi diperoleh hasil pola interferensi maksimum atau terang yang terlihat pada
layar berupa cahaya monokromatik warna merah. Pola interfrensi yang
terbentuk pada layar terlihat jelas perbedaan jarak pola inteferensi maksimum
terang ke terang berdekatan untuk konstanta kisi yang berbeda, semakin besar
konstanta kisinya maka semakin lebar jarak pola interferensi antara terang yang
berdekatan pada layar. Hal ini menggambarkan besar sudut difraksi cahaya laser
berwarna merah semakin besar sudutnya. Jika sinar laser digeser mendekati atau
menjauhi dari kisi pola interferensi yang terbentuk pada layar tetap, maka
kedudukan sinar laser terhapat kisi tidak berpengaruh pad layar. Hal yang
berpengaruh adalah kedudukan jarak kisi ke layar, dimana semakin jauh letak
kisi ke layar maka semakin lebar pola interferensi yang terjadi pada layar.

Hasil paktikum yang telah dilakukan didpatkan hasil, pada jarak kisi ke
layar (L) 0,2 m dengan orde terang (m) 1 dan nilai lebar celah kisi (d) masing-
masing kisi 1,0 x 10−5 m, 3,3 x 10−6 m dan, 1,6 x 10−6 m pada masing-
masing kisi 100 garis/mm, 300 garis/mm, 600 garis/mm panjang
gelombang cahaya laser secara berurutan adalah 9,00 x10−7 m, 6,44 x 10−7 m,
dan 6,65 x 10−7 m dengan nilai ralat msing-masing panjang gelombang cahaya
tersebut secara berurutan adalah 2,51 x 10-8 m, 0,84 x 10-8 m, dan 0,43 x 10-8 m.
untuk variasi perhitungan lainnya dapat dilihat pada tabel 5.2. Dari hasil
perhitungan dapat dilihat bahwa semakin besar nilai orde maka panjang
gelombang yang terbentuk akan semakin pendek. Panjangan gelombang yang
dihasilkan seharusnya memiliki panjang gelombang sama atau sesuai dengan
panjang gelombang sinar tampak warna merah.

Hasil analisis data tersebut jika dibandingan dengan panjang gelombang


cahaya tampak warna merah berkisar 630 nm sampai dengan 700 nm. Dimana
nilai tersebut jika dibandingkan dengan hasil praktikum yang telah dilakukan
cukup berbeda. Perubahan jarak kisi terhadap layar akan berpengaruh ke jarak
terang pertama ke ke terang kedua, namun panjangn gelombang yang dihasilkan
berkisar panjang gelombang sinar tampak warnah merah yakni berkisar
630 nm sampai dengan 700 nm. Perbedaan ini disebabkan beberapa faktor
mulai dari alat yang digunakan sampai dengan cara pengambilan data yang telah
dilakukan maupun faktor dari lingkungan itu sendiri.

H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Perinsip difraksi pada kisi yakni bila difraksi terjadi pada suatu kisi,
maka cahaya yang melalui kisi akan mengalami difraksi, yaitu
penyebaran atau perenggangan cahaya. Ada cahaya yang diteruskan
dan ada cahaya yang diberikan dengan sudut tertentu yang
mengakibatkan terjadinya pola interferensi.
b. Panjang gelombang cahaya laser pada orde terang (m) 1 dan nilai
lebar celah kisi (d) masing- masing kisi 1,0 x 10−5 m,
3,3 x 10−6 m dan, 1,6 x 10−6 m pada masing-masing kisi
100 garis/mm, 300 garis/mm, 600 garis/mmpanjang gelombang
cahaya laser secara berurutan
adalah 9 9,00 x10−7 m, 6,44 x 10−7 m, dan 6,65 x 10−7 m. Dari
hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semakin besar nilai orde maka
panjang gelombang yang terbentuk akan semakin pendek,
seharusnya panjangan gelombang yang dihasilkan memiliki panjang
gelombang sama atau sesuai dengan panjang gelombang sinar
tampak warna merah.
2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih memperhatikakn
lagi ukuran kisi yang digunakan. Serta data-data pengukuran panjang
gelombang dicatat dengan rapi agar tidak kebingungan saat melakukan
anlisis data.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. (2017). Fisika Dasar II. Bandung: ITB.


Giancoli, Douglas. C. (2014). Physics Prinsiples with Applications. U.S: Pearson
Prentice Hall.
Nurdiansyah, I., Fahmi H. I. dan Nana. (2020). Penerapan Model POE2WE
terhadap Pemahaman Konsep Fisika Materi Gelombang Berjalan dan
Gelombang Stasioner. Jurnal Pendidikan Fisika. 5(1).19.
Nurdianto., La, O. S. dan Rosliana, E. (2020). Simulasi Persamaan Difraksi
Fraunhofer pada Celah Lingkangan dengan Menggunakan Visual Basic Of
Application (VBA) Spreadsheets Excel. Jurnal Penilitian Pendidikan Fisika.
5(3). 217.
ACARA VI

TRANSFORMATOR (TRAFO)

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini mempunyai tujuan, yaitu:
a. Mempelajari prinsip kerja trafo.
b. Menemukan hubungan antara tegangan masukan/ primer dan tegangan
keluaran/ sekunder.
c. Mempelajari efisiensi trafo.
d. Mempelajari hubungan antara arus masukan/ primer dan arus keluaran/
sekunder.
2. Waktu Praktikum
Kamis, 17 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
a. Kabel penghubung (8 Buah)
b. Multimeter (4 Buah)
c. power supply (1 Buah)
d. Teras besi (1 Buah)
2. Bahan-bahan Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebuah
demountable transformator (2 kumparan identik 12 V AC).

C. LANDASAN TEORI
Transformator adalah alat listrik yang dapat dapat digunakan untuk
mengubah tegangan listrik yang bukan DC menjadi lebih besar atau lebih kecil
dari tegangan semula. Tegangan yang dapat diubah oleh trafo hanya
teganganyang berubah-ubah terhadap waktu. Misalnya teganan bolak-balik
(Abdullah, 2017: 453). Transformator ideal terdiri dari dua kumparan, dengan
jumlah lilitan yang berbeda-beda (Halliday, dkk, 2010: 318).

Gambar 6.1 Tranformator ideal (dua kumparan yang dililitkan pada inti besi)
pada rangkaian transformator dasar.
Transformator ideal dalam gambar 6.1 terdiri dari dua kumparan
dengan jumlah lilitan yang berbeda, melilit disekitar inti besi. Kumparan primer
berada dibagian input, tempat tegangan. Sebanyak Np lilitan dihubungkan ke
generator arus bolak-balik dengan ggl ξ pada tiap waktu t. kumparan sekunder
berada dibagia output trafo, tempat tegangan listrik hasil pengubahan keluar
dari trafo. Sebanyak Ns lilitan, dihubungkan ke resistor beban R, tetapi
rangkaian adlah rangkaian terbuka Ketika scalar S terbuka. Dengan demikian
tidak ada arus yang melewati kumparan sekunder (Abdullah, 2017: 453).

𝑉𝑝 𝑉𝑠 (6.1)
ξ𝑡𝑢𝑟𝑢𝑛 = =
𝑁𝑝 𝑁𝑝
untuk tegangan pada kumparan primer yang terkait dengan laju fluksnya adalah
𝑁𝑠 (6.2)
𝑉𝑠 = 𝑉𝑝.
𝑁𝑝
Pada primer tegangan Vp adalah hasil kali dari ξturun dan banayaknya
lilitan Np, dengan kata lain Vp sama dengan ξturun dikalikan Np. Jika Ns > Np,
transformator disebut transformator step-up karena menaikkan tegangan primer
ke tegangan yang lebih tinggi Vs. demikian pula, jika Ns < Np disebut
tranformato step-down (Halliday, dkk, 2010:318).
Transformator termasuk unsur utama dan merupakan peralatan
terpenting dalam menyalurkan jaringan distribusi (Valentina, 2019: 240).
Transformator kapasitas tinggi berdesain baik dapat memiliki rugi sebesar 1%.
Kegagalan isolasi atau trafo akan menimbulkan keruian yang besar, karena
kegagalan ini mengakibatkan adanya penjualan energi yang tergaggu (Siburian,
2019: 21). Beberapa contoh transformator yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari adalah transformator pada jaringan listrik PLN,
transformator yang banyak dijuan di toko komponen elektronik dan sering
digunakan untuk membuat adaptor, dan transformator yang terpasang apda
rangkaian (Abdullah, 2017: 453).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Alat-alat dan bahan disusun seperti pada gambar 6.1.

Gambar 6.1 Ilustrasi dari transformator.

2. Tegangan masukan dipasang sebesar 6volt DC pada kumparan I (primer)


dengan 240 lilitan. Multimeter dipasang pada masukan kumparan I (primer)
dan pada kumparan II (sekunder).
3. Nilai tegangan diukur dari keluaran pada multimeter sesuai dengan lilitan
primer dan sekunser yang terdapat pada table pengamatan. Hasil
pengukuran dicatat pada table pengamatan.
4. Tegangan masukan diganti menjadi 6 volt AC, kemudian langkah 3
diulangi.
E. HASIL PENGAMATAN
Table 6.1 Hasil pengukuran tegangan dan jumlah lilitan pada transformator
pada tegangan DC.
NO N1 N2 V1 V2
(Lilitan) (Lilitan) (Volt) (Volt)
1 240 240 6,4 0
2 240 160 6,4 0
3 240 120 6,4 0
4 240 80 6,4 0
5 240 40 6,4 0
6 120 240 6,4 0
7 120 160 6,4 0
8 120 120 6,4 0
9 120 80 6,4 0
10 120 40 6,4 0
11 80 240 6,4 0
12 80 160 6,4 0
13 80 120 6,4 0
14 80 80 6,4 0
15 80 40 6,4 0

Tabel 6.2 Hasil pengukuran tegangan dan jumlah lilitan pada transformator
pada tegangan AC.
NO N1 N2 V1 V2
(Lilitan) (Lilitan) (Volt) (Volt)
1 240 240 6,2 6
2 240 160 6,2 4
3 240 120 6,2 3
4 240 80 6,2 1,8
5 240 40 6,2 0,8
6 120 240 6,2 10
7 120 160 6,2 7,8
8 120 120 6,2 6
9 120 80 6,2 3,8
10 120 40 6,2 1,8
11 80 240 6,2 10
12 80 160 6,2 10
13 80 120 6,2 8,8
14 80 80 6,2 5,8
15 80 40 6,2 2,8

F. ANALISIS DATA
1. Menhitung nilai efisiensi transformator pada tegangan DC
Diketahui: N1 = 240 Lilitan
N2 = 240 Lilitan
V1 = 6,4 Volt
V2 = 0 Volt

Ditanyakan: Ƞ = ………% ?

Penyelesaian:
𝑉2⁄
Ƞ = 𝑁2 𝑉1 × 100%
⁄ 𝑁1
0⁄
6,4
Ƞ = 240 × 100%
⁄240

Ƞ = 0 × 100%
Ƞ = 0%

2. Menghitung nilai efisiensi transformator pada tegangan AC


Diketahui: N1 = 240 Lilitan
N2 = 240 Lilitan
V1 = 6 Volt
V2 = 5,6 Volt
Ditanyakan: Ƞ = ……….% ?
Penyelesaian:
𝑉2⁄
Ƞ = 𝑁2 𝑉1 × 100%
⁄ 𝑁1
6⁄
6,2
Ƞ = 240 × 100%
⁄240

Ƞ = 0,9677 × 100%
Ƞ = 96,77%
Table 6.3 Hasil perhitungan efisiensi transformator
NO N1 N2 V1 V2 𝑁2 𝑉2 Ƞ
(Lilitan) (Lilitan) (Volt) (Volt) 𝑁1 𝑉1 (%)
1 240 240 6,2 6 1,000 0,9677 96.77
2 240 160 6,2 4 0,667 0,6452 96,73
3 240 120 6,2 3 0,500 0,4838 96,76
4 240 80 6,2 1,8 0,333 0,2903 87,18
5 240 40 6,2 0,8 0,167 0,1290 72,24
6 120 240 6,2 10 2,000 1,612 80,60
7 120 160 6,2 7,8 1,333 1,2583 94,37
8 120 120 6,2 6 1,000 0,9677 96,77
9 120 80 6,2 3,8 0,667 0,6129 91,89
10 120 40 6,2 1,8 0,333 0,2903 87,18
11 80 240 6,2 10 3,000 1,612 53,73
12 80 160 6,2 10 2,000 1,612 80,60
13 80 120 6,2 8,8 1,500 1,419 94,60
14 80 80 6,2 5,8 1,000 0,9354 93,54
15 80 40 6,2 2,8 0,500 0,4516 90,32

G. PEMBAHASAN

Transformator (trafo) meruapakan alat listrik yang digunakan untuk


mengubah tegangan AC bukan tegangan DC menjadi lebih besar atau lebih
kecil dari tegangan semula. Pada transformator (trafo) mempunyai input yang
disebut gulungan primer dan output disebut gulungan sekunder. Trafo memiliki
inti besi untuk frekuensi rendah. Uuntuk inti ferit memiliki frekuensi tinggi
atau ada juga tidak mempunya inti (intinya udara).

Ada beberapa tujuan pada praktikum ini yakni mempelajari prinsip


kerja transformator (trafo), menemukan hubungan antara tegangan masukan
(primer) dan tegangan keluaran (sekunder), mempelajari efisiensi
transformator (trafo) dan mempelajari hubungan antara arus masukan (primer)
dan arus masukan (sekunder). Pada praktikum ini menggunakan dua sumber
tegangan yakni arus bola-balik (AC) dan arus searah (DC). Lilitan yang
diguankan mulai dari 40 lilitan sampai dengan 240 lilitan.

Pada percobaan pertama menggunakan sumber tengan arus searah


(DC), didapatkan hasil bahwa tegangan keluaran dari transformator (trafo) 0
volt. Hal ini dikarenakan bahwa tidak akan ada fluks magnetik sehingga gaya
gerak listrik (ggl) akan sama dengan nol. Dimana prinsip kerja yang digunkan
oleh transformator adalah induksi elektromagnetik yang dikenal dengan hukum
Faraday. Kumparan primer pada transformator (trafo) dihubungkan dengan
tegangan AC yang disebut dengan tegangan primer (Vp). Tegangan primer
memunculkan fluks magnetik yang ditanyatakan dengan garis-garis magnetik.
Garis-garis gaya magnetik ini memotong lilitan kumparan sekunder, sehingga
menghasilkan ggl induksi atau tegangan sekunder (Vs). Pada sebuah induktor
murni, gaya gerak listrikyang melawan beda potensial yang diterapkan
dibangkitkan oleh induksi fluks magnetik, dimana fluks magnetik ini
dibangkitkan oleh perubahan arus AC. Sehingga meskipun diberikan tegangan
berapapun ke transformator (trafo) maka tegangan keluaran pada trafo adalah
0 volt.

Percobaan kedua menggunakan sumber tegangan arus bolak balik


(AC), didapatkan hasil 6 volt tegangan keluaran (sekunder) dengan tengangan
input (primer) 6,2 volt untuk lliitan primer 240 dan skunder 240. Uuntuk lilitan
primer 160 dan sekunder 240 didapatkan hasil 4 volt tegangan keluaran
(sekunder) dengan tegangan input (primer) 6,2 volt, untuk lebih jelas bisa
dilihat pada tabel 6.2 hasil pengukuran tegangan dan jumblah lilitan pada
transformator (trafo) AC. Dari tabel 6.2 dapat dilihat bahwa tegangan keluaran
pada transformator (trafo) bergantung pada lilitan yang digunakan. Jika lilitan
sekunder lebih banyak dari lilitan primer maka tegangan keluaran pada lilitan
(primer) pada transformator (trafo) lebih kecil dari pada tegangan input pada
lilitan (sekunder) dan sebaliknya. Jika lilitan primer lebih banyak dari litan
sekunder maka tegangan keluaran pada lilitan (primer) pada transformator
(trafo) lebih besar dari pada tegangan input pada lilitan (sekunder).

Efiensi pada transformator (trafo) yang ideal adalah memiliki efesiensi


100% atau mendekati nilai 100%. Artinya pada transformator (trafo) tidak
kehilangan daya pada saat proses menaikkan atau menurunkan tegangan.
Dimana pada praktikum ini didapatkan nilai efisiensi berbeda-berbeda. Nilai
efisiensi didapatkan setelah dilakukan analisis data secara matematis adalah
berikisar 53,73% sampai dengan 96,77%. Dimana daya yang hilang
disebabkan oleh beberapa faktor yakni kelasahan penggunaan alat ukur
tegangan yang digunakan atau tingkat akurasi alat yang diguakan, maupun nilai
efisiensi dari transformator (trafo) yang digunakan. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada tabel 6.3 nilai efisiensi transformator AC.

Dari peraktikum yang telah dilakukan bahwa prinsip kerja


transformator (trafo) sesuai dengan dasar teori yang ada pada transformator
didasarkan pada arus bolak balik dalam suatu rangaian akan menginduksi ggl
bolak balik pada rangkaian didekatnya karena adanya induktansi bersama
antara dua rangkaian yang dihubungkan oleh fluks magnet. Dalam bentuk
sederhana, transformator (trafo) terdiri dari dua buah kumparan yang secara
listrik terpisah tetapi secara magnet dihubungkan oleh suatu alur induksi.
Kedua kumparan mempunyai mutual induksi yang tinggi. Jika salah satu
kumparan dihubungkan dengan sumber tegangan bolak balik, fluks bolak balik
timbul sidalam inti besi yang dihubungkan dengan kumparan yang lain
menyebabkan ggl induksi dari huku faraday. Dari analisis data yang telah
dilakukan bahwa transformator berfungsi sebagai penaik tegangan (step up
transformator (trafo)) dan transformator (trafo) penurun tegangan (step down
transformator (trafo)).
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Prinsip kerja yang digunakan oleh transformator (trafo) adalah induksi
elektromagnetik yang dikenal dengan hukum Faraday. Kumparan
primer pada transformator trafo dihubungkan dengan tegangan AC yang
disebut dengan tegangan primer (Vp). Tegangan primer memunculkan
fluks magnetik yang ditanyatakan dengan garis-garis magnetik. Garis-
garis gaya magnetik ini memotong lilitan kumparan sekunder, sehingga
menghasilkan ggl induksi atau tegangan sekunder (Vs).
b. Hubungan antara tegangan masukan (primer) dan tegangan keluaran
(sekunder) ditentukan oleh perbandingan jumlah lilitan primer dan
jumlah lilitan sekunder. Untuk menaikkan tegangan maka lilitan primer
harus lebih sedikit dari llilitan sekunder, dan sebaliknya. Jika tegangan
primer lebih besar daripada tegangan sekunder maka dinamakan trafo
step-down, dan apabila tegangan primer lebih kecil dari tegangan
sekunder maka trafo dinamakan trafo step-up.
c. Efisiensi transformator (trafo) adalah daya keluaran dan daya
masukannya. Dengan kata lain, efisiensi transformator (trafo) adalah
hasil bagi antara energi sekunder dengan energi primer yan dinyatakan
dalam persen. Nilai efisiensi didapatkan setelah dilakukan analisis data
secara matematis adalah berikisar 53,73% sampai dengan 96,77%.
d. Hubungan antara arus yang masuk dan keluar pada transformator (trafo)
yang masuk berbanding terbalik denga besar arus yang keluar dari
transformator.
2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya, alat-alat yang rusak atau kurang teliti
sebaiknya diganti.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin. (2017). Fisikak Dasar II. Bandung: ITB.
Halliday. D., Resnick. R. dan Walker. J. (2010). Fisika Dasar Jilid
2 (edisi ketujuh). Jakarta: Erlangga.
Siburian, Jhonsen. (2019). Karakteristik Transformator. Jurnal Teknologi
Energi UDA. 9(1):21.
Valentina. H.F. (2019) System Informasi Peralatan Taransformator PT.PLN
(Persero) Area Pontianak. Jurnal edukasi dan penelitian
informatika. 5(2).240.
ACARA VII

MEDAN MAGNET

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini mempunyai tujuan, yaitu:
a. Menyelidiki adanya magnet disekitar kumparan.
b. Mempelajari besarnya medan magnet didalam dan diluar solenoida.
c. Menentukan hubungan antara medan magnetik dan arus listrik.
d. Menentukan tetapan permeabilitas 𝜇𝜇 0.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 23 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
a. Kabel Banana-Banana (2 Buah)
b. Mistar (1 Buah)
c. Perangkat Hall Effect dan Probe (1 Buah)
2. Bahan-bahan Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
d. Lilitan transformator 240 lilitan (1 Buah)
e. Solenoida (inti udara) 770 liitan, 5A max (1 Buah)

C. LANDASAN TEORI
Medan magnetik ialah daerah dari suatu ruang yang berinteraksi
dengan bahan magnetik suatu magnet, dimana dilokasikan terutama pada
kutub-kutub berlawanan. Arah medan magnetik dari bagian luar magnet
bergerak dari kutub utara ke kutub selatan. Garis-garis medan magnetik
membentu loop (benguk putaran) tertutup yang berasal dari kutub utara masuk
ke ktub selatan. Kutub utara sebuah magnet yang didekatkan pada kutub
selatan magnet lain, akan terjadi saling tolak menolak. Begitu pula dengan
kutub selatan akan menolak kutu selatan lainnya. Tetapi, jika kutub utara
didekatkan pada kutub selatan magnet lain, maka kedua kutub tersebut akan
terjadi tarik menarik (Salam, 2007: 27).
Untuk memahami materi mengenai medan magnet, dapat dilakukan
percobaan dengan menggunakan sebuah rangkaian dengan paku yang dililiti
kawat dan diberi tegangan yang bertujuan untuk menentukan seberapa kuat
medan magnet yang dihasilkan dari kawat yang dililitkan pada paku dengan
dialiri arus listrik. Dari hasil percobaan menyatakan bahwa semakin banyak
lilitan kawat pada paku, semakin kuat meda magnetnya. Sehinngga
menghasilkan tarikan yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan semakin banyak
jumlah steples yang dapat menempel pada paku (solenoida) (Ardiansyah, Dkk.
2019).
Solenoida adalah kumparan yang terbuat dari kabel panjang yang
dililitkan secara rapat. Berdasarkan hukum faraday yang berbunyi apabila
terjadi perubahan fluks maka akan ada gaya gerak listrik yang sebanding
dengan laju perubahan fluks (Kurniawan,2019:9). Solenoida yang
dilengkungkan sehingga berbentuk lingkaran seperti pada gambar 7.1 disebut
troida.

Gambar 7.1 (a). Solenoida, (b). Troida (Maryani, Dkk. 2021:100)


Induksi magnetik ditengah solenoida dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

μ0 IN (7.1)
B=
L

Adapun induksi magnetik diujung solenoida dapat dihitung dengan menggunakan


rumus:

μ0 IN (7.2)
B=
L

Sedangkan induksi magnetik pada sumbu troida dapat dihitung dengan


menggunakan rumus:

𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (7.3)
𝐵𝐵 = µ
2𝜋𝜋𝜋𝜋

Dimana B adalah kuat medan magnet, µ adalah permeabilitas bahan solenoida, I


adalah kuat arus listrik, N adalah jumlah lilitan, L=2πR adalah panjang keliliang
lingkaran(Maryani, Dkk. 2021: 100).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Rangkaian disusun seperti pada gambar 7.2. Posisi saklar off dan saklar
catu daya off diatur.

Gambar 7.2 Rangkaian percobaan medan magnet.


2. Hall probe dari peralatan hasil ditempatkan di tengah-tegah solenoida.
Peralatan dan catu daya dinyalakan, saklar diatur pada posisi arus dan atur
pada posisi minimum.
3. Zero adjust diatur untuk menolkan peralatan.
4. Knop pengatur arus (current) diputar hingga menunjukan skala militeslan
naik satu garis. Kedudukan arus dan skala militeslan dicatat.
5. Posisi hall probe dipindahkan ke ujung lilitan, kemudian pembacaan arus
dan skla militeslan dicatat.
6. Langkah 4 dan 5 diulang hingga mencapai arus 2 Ampere.
7. Solenoida diganti dengan lilitan transformator.
8. Langkah 2 sampai dengan 6 diulangi.

E. HASIL PENGAMATAN
Tabel 7.1 Hasil pengukuran medan magnet pada solenoida 770 lilitan.
Medan magnet
NO I (mT)
(Ampere)
Tengah Ujung

1 0,1 2,0 1,5

2 0,2 2,5 2,0

3 0,3 3,0 2,0

4 0,4 3,5 2,1

5 0,5 4,0 2,3

6 0,6 5,0 2,5

7 0,7 5,5 2,5

8 0,8 6,0 3,0

9 0,9 6,5 3,0

10 1,0 7,0 3,5


Tabel 7.2 Hasil pengukuran medan magnet pada transformator 240 lilitan.
Medan Magnet
NO I (mT)
(Ampere)
Tengah Ujung

1 0,1 1,8 1,7

2 0,2 2,0 1,9

3 0,3 2,5 2,0

4 0,4 2,5 2,0

5 0,5 3,0 2,5

6 0,6 3,2 2,5

7 0,7 3,4 2,6

8 0,8 3,8 2,9

9 0,9 4,0 3,0

10 1,0 4,5 3,0

F. ANALISIS DATA
1. Medan magnet dan arus listrik pada solenida 770 lilitan
a. Medan magnet tengah dengan kuat arus listrik

Grafik Hubungan Antara Medan Magnet Tengah (B)


dengan Kuat Arus (I)
8 y = 0,5758x + 1,3333
6 R² = 0,9945
Bt(mT)

4
2
0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)

Gambar 7.3 Grafik hubungan medan magnet tengah dengan kuat arus
listrik
Dari nilai gradien dapat ditentukan pemeabiltas sebagai berikut.

𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 =
𝑁𝑁
0,000575
=
770
= 7,468 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 7̅
= 12,56 × 10 7̅ 𝑤𝑤𝑤𝑤�𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅− 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = � � × 100%
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅

−5,092
= � � × 100%
12,56
5,092
= × 100%
12,56
= 40,541%
b. Medan magnet ujung dengan arus listrik

Grafik Hubungan Antara Medan Magnet ujung (B)


dengan Kuat Arus (I)
4 y = 0,1903x + 1,3933
R² = 0,9443
3
Bt(mT)

0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)

Gambar 7.4 Grafik hubungan antara medan magnet ujung dan arus listrik

Dari nilai gradien dapat ditentukan pemeabiltas sebagai berikut.

𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 =
𝑁𝑁
0,000190
=
770
= 2,468 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 ̅7

= 12,56 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊�𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅−𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = � � × 100%
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅

12,56−2,468
=� � × 100%
12,56
10,092
=� � × 100%
12,56
10,092
= × 100%
12′56
= 80,350%
2. Medan magnet dan arus listrik pada transformator 240 lilitan
a. Medan magnet tengah dengan kuat arus

Grafik Hubungan Antara Medan Magnet Tengah (B)


dengan Kuat Arus (I)
5 y = 0,2891x + 1,48
R² = 0,9877
4
Bt(mT)

3
2
1
0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)

Gambar 7.5 Grafik hubungan antara medan magnet tengah dengan arus

........................

Dari nilai gradien dapat ditentukan pemeabiltas sebagai berikut.10 7̅

𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝑁𝑁
0,000289
=
240
= 12,042 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊�𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 ̅7
= 12,56 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊�𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅− 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 =� � × 100%
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅

12,56−12,042
=� � × 100%
12,56
0,518
=� � × 100%
12,56
0,518
= × 100%
12,56
= 4,1249%
b. Medan magnet ujung dan kuat arus

Grafik Hubungan Antara Medan Magnet ujung (B) dengan


Kuat Arus (I)
3,5 y = 0,1558x + 1,5533
3 R² = 0,9581
2,5
Bt(mT)

2
1,5
1
0,5
0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)

Gambar 7.6 Grafik hubungan medan magnet ujung dengan kuat arus

Dari nilai gradien dapat ditentukan pemeabiltas sebagai berikut.

𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 =
𝑁𝑁
0,000155
= 240
= 6,458 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 ̅7
= 12,56 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅−𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = �
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
� × 100%

12,56−6,458
=� � × 100%
12,56
6,102
=� � × 100%
12,56
6,102
= × 100%
12,56
= 48,583%
.................
G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai medan maget dengan tujuan yaitu untuk
menyelidiki adanya medan magnet disekitar kumparan, mempelajari medan
magnet di dalam dan di luar solenoida, menentukan hubungan antara medan
magnetik dengan arus listrik dan menentukan tetapan permeabilitas 𝜇𝜇0 . Medan
magnet adalah suatu daerah atau medan yang dibentuk dengan menggerakkan
muatan listrik (arus listrik) yang menyebabkan munculnya gaya dimuatan
listrik bergerak lainnya, atau dapat dikatakan sebagai daerah disekitar magnet
yang masih dipengaruhi oleh gaya magnet. Ada dua jumlah variasi jumlah
lilitan yang digunakan yaitu 770 lilitan dan 240 lilitan dengan menggunakan
medan magnet tengah dan medan magnet ujung. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada tabel 7.1 untuk 770 lilitan dan tabel 7.2 untuk 240 lilitan. Dari
kedua tabel tersebut dapat diketahui bahwa ketika arus (I) dinaikkan maka
medan magnet (B) akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori medan
magnet (B) yang dihasilkan oleh suatu lilitan akan diperkuat oleh lilitan yang
lain, maka semakin besar medan magnet yang dihasilkan.
Disekitar kumparan medan magnet dinyatakan oleh sebuah medan
magnet yang kuat ditengah-tengah kumparan dan diujungnya. Ujung-ujung
kumparan tersebut bersifat seperti kutub magnet. Pada kumparan, besar atau
kuatnya medan magnet dipengaruhi oleh kuat arus listrik dan jarak titik
tinjauan terhadap lilitan atau kawat. Semakin kuat arus listrik maka akan
semakin kuat medan magnet disekitar kawat kumparan penghantar berarus
listrik. Kumparan berarus listrik digunakan untuk menghasilkan medan
magnet yang cukup kuat.
Besarnya medan magnet didalam dan diluar solenoida ditentukan oleh
kuat arus listrik dan banyaknya kumparan. Ketika solenoida dialiri arus listrik,
maka akan dihasilkan medan magnet. Medan magnet diluar dan didalam
solenoida dipengaruhi oleh beberapa besaran yaitu jumlah lilitan kawat
kumparan solenoida yang hubungannya berbanding lurus dengan medan
magnet, panjang kumparan solenoida hubungannya berbanding terbalik
dengan besarnya medan magnet dan jenis bahan yang didalam solenoida.
Sebuah solenoida akan bekerja seperti sebuah magnet ketika dialiri arus
listrik. Semakin besar kuat arus maka akan semakin kuat medan magnetnya.
Medan magnet solenoida merupakan roktor dari medan magnet yang
ditimbulkan oleh semua lilitan yang membentuk solenoida tersebut.
Hubungan antara medan magnet dan arus listrik yaitu memiliki arah
medan magnet yang bergantung pada arah arus. Besar medan magnet juga
bergantung pada besarnya arus listrik. Semakin besar arus listrik maka akan
semakin kuat medan magnetnya. Pergerakan muatan listrik dan arus yang
mengalir pada kawat pengantar yang dililitkan akan menimbulkan medan
magnet. Medan magnet yang dihasilkan berbanding lurus dengan arus listrik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara medan magnet dengan
kuat arus listrik adalah kecepatan gerak medan magnet, banyaknya lilitan dan
kekuatan magnet pada saat kumparansolenoida yang dialiri arus listrik akan
timbul medan magnet. Peristiwa tersebut dinamakan induksi.
Permeabilitas adalah ukuran kumparan sebuah material untuk
menunjang terbentuknya medan magnet dalam material tersebut.
Permeabilitas memiliki tetapan sebesar 𝜇𝜇o= 4𝜋𝜋 × 10 7̅ Wb/Am. Permeabilitas
medan magnet tengah dan tepi (ujung) untuk 770 lilitan secara berurutan
adalah 7,468 × 10-7 Wb/Am dan 2,468 × 10-7 Wb/Am. Untuk 240 lilitan yakni
12,56× 10-7 Wb/Am dan 6,458 × 10-7 Wb/Am. Bahan organic dan sifat bahan
magnetik yang mendukung pembentukan magnetik mempengaruhi
permeabilitas.
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. Medan magnet akan terdapat disekitar kumparan, ketika kumparan
atau solenoida dialiri arus listrik. Medan magnet di tengah-tengah
kumparan lebih kuat dibandingkan dengan medan magnet di tepi
(ujung) kumparan atau solenoida.
b. Besarnya medan magnet dipengaruhi oleh banyaknya lilitan kumparan
dan kuat arus. Semakin besar arus maka medan magnetnya akan
semakin besar
c. Hubungan antara medan magnet dan kuat arus yaitu berbanding lurus.
Semakin besar arus listrik maka medan magnet akan semakin kuat.
Jika arus berubah maka medan magnet juga berubah.
d. Permeabilitas adalah ukuran kumparan sebuah material untuk
menunjang terbentuknya medan magnet dalam material tersebut. Nilai
eksaknya yakni 𝜇𝜇o= 4𝜋𝜋 × 10 7̅ N/A2 . Untuk medan magnet di tengah
dan di tepi (ujung) pada lilitan 770 memiliki tetapan 7,468 × 10-7 N/A2
dan 2,468 × 10-7 N/A2. Serta untuk medan magnet di tengah dan di tepi
(ujung) pada lilitan 240 memiliki tetapan 12,56× 10-7 N/A2 dan 6,458
× 10-7 N/A2 .
2. Saran
Alat yang akan digunakan diperiksa terlebih dahulu apakah masih
bisa digunakan atau tidak.
DARTAR PUSTAKA
Ardiansyah, A. A., Ardianti, R., Nana. (2019). Medan Magnet. Jurnal Medan
Magnet.
Kurniawan, Y dan Zulkifli. (2019). Rancang Bangun Pembangkit Listrik
Menggunakan Solenoida dengan Pemanfaatan Fluks Magnet. Juurnal
Teknik Elektro. 2 (1). 9.
Maryani, I., Zulhan, K. P dan Insih, W. (2021). Modul Perkuliahan IPA Lanjut
(Fisika Dasar untuk PGSD). Yogyakarta: K-Media.
Salam, Agus. (2007). Ensiklopedia Fisika Listrik dan Magnetik. Bekasi: Ganesa
Exact.
ACARA VIII
RANGKAIAN RLC

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan praktikum
Tujuan praktikum pada acara ini yaitu:
a. Memahami rangkaian AC dengan resistor, inductor dan kapasitor.
b. Mengukur hambatan (R), impedansi induktif (XL) dan reaktansi
kapasitif (XC).
c. Mengukur impedansi total (Z) untuk rangkaian RLC seri.
2. Waktu praktikum
Kamis, 24 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.

B. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat praktikum yaitu:
a. Function Generator (1 buah)
b. Multimeter Analog (1 buah)
2. Bahan – bahan praktikum
Bahan – bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
a. Air cored inductor (1 buah)
b. Kapasitor set (1 buah)
c. Resistor set (1 buah)

C. LANDASAN TEORI
Rangkaian RLC adalah rangkaian listrik yang tersusun atas resistor
(R), induktor (L) dan kapasitor (C), yang disusun secara seri maupun paralel.
Hambatan yang dihasilkan resistor disebut sebagai resistansi, hambatan yang
dihasilkan oleh induktor biasa disebut reaktansi induktif yang dihasilkan
dengan XL, sedangkan hambatan yang dihasilkan oleh kapasitor disebut
reaktansi kafasitif yang disimbolkan dengan XC (sari, 2021 :31).
Pada rangkaian RLC seri dengan sumber baterai E colt dapat
digambarkan pada 8.1 dimana model persamaan eangkaian diperoleh dengan
hukum tegangan kircholf yaitu:
𝑉 R + VL + VC = E (8.1)

Gambar 8.1 Rangkaian RLC seri (Hamid, 2020:97)

dengan VR adalah tegangan pada resistor, VC adalah tegangan pada induktor,


dan VC adalah tegangan pada kapasitor(Hamid,2020:97).
Pada rangkaian RLC juga terdapat impedansi, dimana impedansi
rangkaian tergantung pada frekuensi. Ketika frekuensi dinaikkan, XL
bertambah tetapi XC berkurang sebagaimana pada persamaan 8.2 dan nilainya
akan berubah.

𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑍 𝑅 𝑋 𝑋 (8.2)

Frekuensi dapat diatur sedemikin sehingga XL=XC. Frekuensi yang terjadi


ketika resonansi dinamakan frekuensi resonansi. Frekuensi resonansi fo,dapat
dicari dengan persamaan:
1 (8.3)
2𝜋𝑓𝑜𝐿
2𝜋𝑓𝑜𝐶

1 (8.4)
𝑓𝑜²
2𝜋 ²𝐿

(8.5)
1 1 1
𝑓𝑜
2𝜋 ²𝐿 2𝜋 𝐿
Rumus diatas menujukkan bahwa,frekuensi resonansi semakin kecil
ketika induktansi induktor atau kapasitor diperbesar. Untuk harga L dan C
tentu hanya ada satu nilai frekuensi yang memberikan keadaan resonansi, dan
ada banyak sekali (tak hingga) kombinasi L dan C yang dapat menghasilkan
frekuensi resonansi tertentu (Surya, 2009: 292).𝐿
Salah satu penelitan yang erkaitan dengan rangkaian RLC yaitu
Pengukuran Suseptibilitas dan Permeabilitas Bahan Menggunakan Prinsip
Resonansi pada Rangkaian RLC dengan Solenoida sebagai Induktor. Pada
penelitian ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi kuat induksi magnetik
solenoida meliputi kuat arus listrik, panjang solenoida, jumlah lilitan dan
bahan yang disisipkan kedalam solenoida (Maryati, 2018: 21).

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menentukan Z, XL, XC, dan R.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan Z, XL, XC, dan R
yaitu:
a. Rangkaian disusun seperti gambar 8.2.

Gambar 8.2 Rangkaian RLC terhubung seri


b. Amplitudo gelombang diukur pada nilai tertentu yang tetap, kemudian
frekuensinya diatur pada generator fungsi sehingga diperoleh arus
yang paling besar (Imaks). Petunjuk arusnya dicatat pada ampere
meter.
c. Tegangan diatur untuk total V, Tegangan R= (VR), C= (VC), dan
L=(VL).
d. Langkah 2 dan 3 diulangi untuk 10 nilai frekuensi.

E. HASIL PENGAMATAN
Imaks=10 mA
R = 220 𝛺
L = 20 mH
C = 470 µF
V = 2,94 V

Tabel 8.1 Hasil Pengamatan


N0 Frekuensi (Hz) V (volt) VR (volt) VL (volt) VC (mV)
1 100 2,94 2,75 0,052 47,1
2 200 2,94 2,82 0,082 22,7
3 300 2,94 2,73 0,112 15,6
4 400 2,94 2,75 0,148 11,2
5 500 2,94 2,77 0,184 9,3
6 600 2,94 2,75 0,221 7,6
7 700 2,94 2,63 0,246 6,7
8 800 2,94 2,77 0,288 5,7
9 900 2,94 2,72 0,316 5,3
10 1000 2,94 2,77 0,360 4,9
11 1200 2,94 2,72 0,436 4,0
12 1400 2,94 2,64 0,494 3,4
13 1600 2,94 2,65 0,576 3,0
14 1800 2,94 2,77 0,643 2,6
15 2000 2,94 2,70 0,706 2,3
16 2200 2,94 2,75 0,778 2,2
17 2400 2,94 2,61 0,826 1,9
18 2600 2,94 2,69 0,890 1,8
19 2800 2,94 2,64 0,922 1,7
20 3000 2,94 2,74 1,026 1,7
21 3200 2,94 2,70 1,110 1,6
22 3400 2,94 2,70 1,112 1,5
23 3600 2,94 2,52 1,160 1,5
24 3800 2,94 2,60 1,252 1,4
25 4000 2,94 2,58 1,269 1,4
26 4200 2,94 2,56 1,341 1,3
27 4400 2,94 2,48 1,350 1,0
28 4600 2,94 2,52 1,434 1,0
29 4800 2,94 2,57 1,436 0,8
30 5000 2,94 2,56 1,542 0,7
31 5500 2,94 2,54 1,550 0,7
32 6000 2,94 2,53 1,550 0,7
33 6500 2,94 0,40 1,684 0,6
34 7000 2,94 2,32 1,690 0,5
35 7500 2,94 2,16 1,840 0,4
36 8000 2,94 2,25 1,854 0,2
37 8500 2,94 2,17 1,884 0,2
38 9000 2,94 2,10 1,994 0,1
39 9500 2,94 2,09 2,011 0,0

F. ANALISIS DATA
1. Menentukan nilai Tegangan total
Deketahui:
VR= 2,75 V
VL= 0,052 V
VC= 47,1 V
Ditanyakan:
Vtotal= … volt?
Jawab:
Untuk menentukan nilai tegangan total digunakan persamaan:

Vtotal 𝑉² 𝑉 𝑉

Vtotal 2,75² 0,052 47,1 ²

Vtotal 7,5625 2213,5143

𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2221,0765

𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 47,128 𝑣𝑜𝑙𝑡

2. Menentukan nilai Resistansi Induktif


Diketahu:
L=20 mH
= 0,02 H
f=100 Hz
Ditanyakan:
XL= …Ω?
Jawab:
Untuk menentukan nilai reaktansi induktif digunakan persamaan:
𝑋 𝜔𝐿
𝑋 2𝜋𝑓𝐿
𝑋 2 3,14 100 0,02
𝑋 12,56 𝛺

3. Menentukan nilai Reaktansi Kapasitif


Diketahui:
C= 470 µF
f= 100 Hz
Ditanyakan:
XC= …Ω?
Jawab:
Untuk menentukan nilai Reaktansi Kapasitif digunakan persamaan:
1
𝑋
𝜔 𝐶
1
𝑋𝑐
2𝜋𝑓𝐶

1
𝑋
2 3,14 100 470

1
𝑋
295.160

𝑋 3,388 10̅6 Ω

4. Menentukan nilai Impedansi rangkaian


Diketahui:
R = 220 Ω
XL= 12,56 Ω
XC= 3,388×10-6
Ditanyakan:
Z= …Ω?
Jawab:
Untuk menentukan nilai Imedansi rangkaian digunakan persamaan:

Z 𝑅² 𝑋 𝑋 ²

𝑍 220² 12,56 3,388 ²

𝑍 48.400 157,7535

𝑍 48.557,7535
𝑍 220,358 Ω

Untuk hasil perhitungan lain dari Vtotal, XL, XC, dan Z dapat dilihat pada tabel
8.2.

Tabel 8.2 Hasil Perhitungan


N0 Frekuensi V total XL Xc Z
(Hz) (volt) (Ω) (Ω) (Ω)
1 100 2,94 12,56 3,388E+00 220,191
2 200 2,94 25,12 1,694E+00 221,244
3 300 2,94 37,68 1,129E+00 223,016
4 400 2,94 50,24 8,470E-01 225,477
5 500 2,94 62,80 6,776E-01 228,603
6 600 2,94 75,36 5,647E-01 232,367
7 700 2,94 87,92 4,840E-01 236,738
8 800 2,94 100,48 4,235E-01 241,684
9 900 2,94 113,04 3,764E-01 247,170
10 1000 2,94 125,60 3,388E-01 253,161
11 1200 2,94 150,72 2,823E-01 266,517
12 1400 2,94 175,84 2,420E-01 281,487
13 1600 2,94 200,96 2,117E-01 297,825
14 1800 2,94 226,08 1,882E-01 315,321
15 2000 2,94 251,20 1,694E-01 333,791
16 2200 2,94 276,32 1,540E-01 353,083
17 2400 2,94 301,44 1,412E-01 373,070
18 2600 2,94 326,56 1,303E-01 393,645
19 2800 2,94 351,68 1,210E-01 414,721
20 3000 2,94 376,80 1,129E-01 436,226
21 3200 2,94 401,92 1,059E-01 458,099
22 3400 2,94 427,04 9,965E-02 480,290
23 3600 2,94 452,16 9,411E-02 502,756
24 3800 2,94 477,28 8,916E-02 525,463
25 4000 2,94 502,40 8,470E-02 548,380
26 4200 2,94 527,52 8,067E-02 571,483
27 4400 2,94 552,64 7,700E-02 594,749
28 4600 2,94 577,76 7,365E-02 618,160
29 4800 2,94 602,88 7,058E-02 641,700
30 5000 2,94 628,00 6,776E-02 665,356
31 5500 2,94 690,80 6,160E-02 724,927
32 6000 2,94 753,60 5,647E-02 785,002
33 6500 2,94 816,40 5,212E-02 845,473
34 7000 2,94 879,20 4,840E-02 906,260
35 7500 2,94 942,00 4,517E-02 967,305
36 8000 2,94 1004,80 4,235E-02 1028,561
37 8500 2,94 1067,60 3,986E-02 1089,993
38 9000 2,94 1130,40 3,764E-02 1151,572
39 9500 2,94 1193,20 3,566E-02 1213,277

Berdasarkan data pada tabel 8.2 dapat dibuat grafik hubungan antara f dan
XL, f dan XC, serta f dan Z sebagai berikut.

a. Hubungan f (Hz) dan XL(Ω)

1400
Grafik Hubungan f (Hz) dan XL (Ω)
1200

1000
XL (Ω)

800

600

400

200

0
0 2000 4000 6000 8000 10000
f (Hz)

Gambar 8.3 Grafik hubungan f dan XL


b. Hubungan f dan XC

f (Hz) dan Xc (ohm)


4,000E‐06
3,500E‐06
3,000E‐06
2,500E‐06
Xc (ohm)

2,000E‐06
1,500E‐06
1,000E‐06
5,000E‐07
0,000E+00
0 2000 4000 6000 8000 10000
f (Hz)

Gambar 8.4 Grafik hubungan f (Hz) dan XC (Ω)

c. Hubungan f (Hz) dan XC(Ω)

f (Hz) dan Z (Ω)


1400,000

1200,000

1000,000

800,000
Z (Ω)

600,000

400,000

200,000

0,000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 1000
f (Hz)
Gambar 8.5 Grafik hubungan f (Hz) dan Z (Ω)

G. PEMBAHASAN
Rangkaian RLC adalah rangkaian yang terdiri dari resistor, inductor,
dan kapasitor. Ketiganya dihubungkan secara seri dengan sebuah arus bolak-
balik. Tegangan listrik bolak-balik adalah arus dan tegangan arus listrik yang
berubah terhadap waktu atau merupakan fungsi waktu. Komponen Resistor
berfungsi sebagai penghambat arus. Kapasitor berfungsi sebagai penyimpan
muatan, dan Induktor berfungsi sebagai penyimpan muatan dalam bentuk
medan magnet. Ketika resistor, induktor, dan kapasitor dirangkai secara seri
maka rangkaian tersebut dinamakan rangkaian RLC.
Prantikum rangkaian RLC ini memiliki tiga tujuan. Tujuan-tujuan
tersebut diantaranya yaitu memahami rangkain AC dengan Resistor, Induktor,
dan Kapasotor; mengukur hambatan (R), impedansi induktif (XL), dan
reaktansi kapasitif (XC); serta mengukur impedansi total (Z) untuk rangkaian
RLC seri. Arus AC yang mengalir akan mendapatkan hambatan dari R, L, dan
C. Hambatan tersebut dinamakan impedansi (Z) atau hambatan total.
Hambatan yang dihasilkan oleh resistor dinamakan resistansi (R), hambatan
yang dihasilkan oleh induktor disebut reaktansi induktif (XL), dan hanbatan
yang dihasilkan oleh kapasitor disebut reaktansi kapasitif (XC). Nilai dari
hambatan-hambatan tersebut dengan berbagai frekuensi dapat dilihat pada
table 8.2 hasil perhitungan. Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 8.1
ketika diberi frekuensi 100 Hz, tegangan total yang dihasilkan adalah 47,128
V, XL= 12,56 𝛺, XC= 3,388 𝛺, dan Z= 220,558 𝛺. Hasil perhitungan lainnya
dapat dilihat pada tabel 8.2.
Dari data perhitungan pada tabel 8.2 dapat dibuat grafik hubungan
antara frekuensi dengan XL, XC, dan Z. Variasi nilai frekuensi yang digunakan
mempengaruhi nilai tegangan dari masing-masing hambatan. Berdasarkan
gambar 8.3 yaitu grafik f(Hz) dan (XL), dapat diketahui bahwa besarnya
reaktansi induktif (XL) berbanding lurus dengan perubahan frekuensi arus
bolak balik, maka akan semakin besar semakin besar reaktansi induktif (XL)
pada induktor, begitu pula sebaliknya. Sedangkan, berdasarkan berdasarkan
grafik 8.4 grafik hubungan frekuensi (Hz) dengan reaktansi kapasitif (Ω),
dapat diketahui bahwa besarnya reaktansi kapasitif dengan frekuensi adalah
berbanding terbalik. Semakin besar nilai frekuensi arus bolak balik yang
diberikan maka reaktansi kapasitif (XC) yang dihasilkan semakin kecil, dan
sebaliknya untuk hubungan antara frekuensi (Xz) dengan nilai impedansi atau
Z (Ω) dapat dilihat pada gambar 8.5, semakin tinggi nilai frekuensi arus bolak
balik yang diberikan, maka nilai Z yang dihasilkan akan semakin tinggi, dan
grafik yang dihasilkan akan semakin linier.

H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Rangkaian RLC adalah rangkaian yang terdiri dari resistor, inductor,
dan kapasitor. Ketiganya dihubungkan secara seri dengan sebuah arus
bolak-balik. Tegangan listrik bolak-balik adalah arus dan tegangan arus
listrik yang berubah terhadap waktu atau merupakan fungsi waktu.
Komponen Resistor berfungsi sebagai penghambat arus. Kapasitor
berfungsi sebagai penyimpan muatan, dan Induktor berfungsi sebagai
penyimpan muatan dalam bentuk medan magnet.
b. Hambatan yang dihasilkan oleh resistor dinamakan resistansi (R),
hambatan yang dihasilkan oleh induktor disebut reaktansi induktif (XL),
dan hanbatan yang dihasilkan oleh kapasitor disebut reaktansi kapasitif
(XC). Ketika diberikan frekuensi arus bolak balik 100 Hz, hambatan
yang dihasilkan adalah XL= 12,56 Ω dan XC= 3,388 10̅ Ω.
Hubungan antara frekuensi dengan frekuensi dengan impedansi induktif
(XL) adalah berbanding lurus. sedangkan hubungan antara frekuensi
dengan impedansi kapasitif (XC) adalah berbanding terbalik.
c. Impedansi (Z) adalah total hambatan dari resistor, induktor,dan
kapasitor pada rangkaian RLC yang dihubungkan secara seri. Nilai
impedansi (Z) Ketika diberikan frekuensi 100 Hz adalah 220,358 Ω.
Perhitungan lainnya dapat dilihat pada tabel 8.2.

2. Saran
Alat dan bahan praktikum yang sudah tua atau hampir rusak sebaiknya
diganti dengan yang lebih baik agar pengambilan data lebih mudah dan
dapat mengefisienkan waktu pengambilan data.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Abdul. (2020). Matematika Untuk Fisika 2. Aceh: Syiah Kuala University
Press.
Maryati, Y., Herlan, R., Annisa, A., dan Togar, S. (2018). Pengembangan dan
Modifikasi Sistem Pengukuran Suseptibilitas dan Permeabilitas Bahan
Magnet. Jurnal Material dan Energi Indonesia. 8 (2). 21.
Sari, A dan Fitri, J. (2021). Perancangan Sistem Kontrol PID dengan Aplikasi
SCILAB. 31.
Surya, Yohanes. (2009). Listrik dan Magnet. Tangerang: PT Kandel.

Anda mungkin juga menyukai