Laporan Tetap Kelompok 3
Laporan Tetap Kelompok 3
KELOMPOK 3
Laporan tetap ini adalah sebagai bukti kelompok 3 telah menyelesaikan Praktikum
Fisika Dasar Lanjutan di Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
Mengesahkan,
Rizal Aeta
(G1B018054) (Asisten Acara II ) (...............................)
Hendra Irawan
(G1B017018) (Asisten Acara IV) (...............................)
Sasabila
(G1B018056) (Asisten Acara VII ) (...............................)
ii
ACARA I
OSILOSKOP
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pada acara ini yaitu:
a. Memperoleh pengetahuan praktis tentang bagaimana menggunakan osiloskop.
b. Mengukur tegangan DC (yang tidak berubah terhadap waktu) dan tegangan AC
(yang berubah terhadap waktu, gelombang sinus, gergaji, dan kotak).
2. Waktu Praktikum
Rabu, 30 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.
Osiloskop tersedia dalam dua jenis yaitu analog dan digital. Untuk pemakaian pada
umumnya, salah satu dari keduanya dapat digunakan. Masing-masing jenis itu
mempunyai ciri khusus yang diperlukan untuk penggunaan tertentu. Osiloskop digital
dapat digolongkan menjadi tiga yaaitu osiloskop penyimpan digital, osiloskop fosfor
digital dan osiloskop cuplik. Osiloskop analog terdiri atas tabung sinar katode itu beserta
perangkat-perangkat tambahan lain yang diperlukan (Mismail, 2006: 898).
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Kalibrasi Penguat X dan Y Osiloskop
Langkah-langkah untuk mengecek kalibrasi penguat X dan Y osiloskop adalah
a. Power cord dihubungkan osiloskop ke stop kontak jala-jala listrik 220V.
b. Osiloskop dihidupkan dengan menekan tombol power.
c. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
d. 2 Vp-p (peak to peak) sinyal gelombang kotak (pin 1) dihubungkan ke CH1 (X)
input (8) menggunakan passive probe.
e. Variabel volts/div CAL (9) diputar secara penuh searah jarum jam.
f. Sweep variabel (30) diputar secara penuh searah jarum jam.
g. Variabel volts/div (7) diatur ke posisi 2 V/div. Defleksi sinar menjadi 1 cm (1 div).
h. Variabel volts/div (7) diatur ke posisi 1 V/div. Defleksi sinar menjadi 2 cm (2 div).
i. Berkas sinar yang anda lihat di layar digambar.
j. Langkah (1 s.d. 6) diulangi dengan menghubungkan sinyal gelombang kotak (pin
1) ke CH2 (Y) input (20).
2. Mengukur Tegangan Arus Searah (DC)
Dalam percobaan ini kita akan mengukur tegangan dari perangkat batere. Batere yang
diukur terdiri atas batere tunggal, dua batere berhubungan seri dan dua batere
berhubungan paralel.
Langkah percobaan:
a. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
b. Tombol AC-GND-DC diatur ke posisi DC.
c. Tombol Volts/div diatur pada posisi 0,5 V/div.
d. Vertikal position diatur agar berkas sinar pada layar tepat di tengah-tengah skala
horizontal.
e. Batere yang sudah disiapkan diukur dengan menempatkan ujung positif passive
probe di kutub positif dan ground passive probe di kutub negatif batere.
f. Nilai dicatat dan digambarkan/difoto bentuk gelombang yang teramati pada layar
osiloskop.
g. Pengukuran dengan multimeter juga dilakukan.
h. Langkah 5 – 7 diulang dengan membalik kutub-kutub batere, yaitu ujung positif
passive probe di kutub negatif batere dan ground di kutub positif batere.
i. Langkah 5 – 8 diulang untuk hubungan seri dan paralel dari batere.
Catatan: Jika berkas sinar hilang dari layar maka ubahlah tombol Volts/div ke posisi
1 V/div.
3. Mengukur Tegangan Arus Bolak Balik (AC)
Dalam percobaan ini, akan dilakukan pengukuran tegangan AC yang bersumber dari
generator fungsi.
Langkah percobaan:
a. Power cord generator fungsi dihubungkan ke stop kontak jala-jala listrik 220V.
b. Generator fungsi dihidupkan dengan menekan tombol power.
c. Bentuk gelombang sinus dipilih Atur tombol AMPL pada posisi minimum. Dan
Atur frekuensi sebesar 1 KHz.
d. Probe generator fungsi dipasang pada port output 50Ω.
e. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
f. Tombol AC-GND-DC diatur ke posisi AC.
g. Tombol Volts/div diatur pada posisi 0,5 V/div.
h. Tombol Time/div diatur pada posisi 1 ms/div.
i. Vertikal position diatur agar berkas sinar pada layar tepat di tengah-tengah skala
horizontal.
j. Passive probe dihungkan dengan probe generator fungsi.
k. Nilai skala vertikal dicatat dan digambarkan/foto bentuk gelombang yang teramati
pada layar osiloskop.
m. Pengukuran dengan multimeter juga dilakukan.
n. Langkah di atas diulangi untuk nilai amplitude yang berbeda.
Catatan: Jika Berkas sinar pada layar melebihi skala vertikal, ubahlah posisi
Volts/div ke skala yang lebih besar, Misalnya 1 V/div.
4. Mengukur Frekuensi
Dalam percobaan ini, akan dilakukan pengukuran frekuensi yang bersumber dari
generator fungsi.
Langkah percobaan:
a. Power cord generator fungsi dihubungkan ke stop kontak jala-jala listrik 220V.
b. Generator fungsi dihidupkan dengan menekan tombol power.
c. Bentuk gelombang sinus dipilih Atur tombol AMPL pada posisi minimum. Dan
Atur frekuensi sebesar 1 KHz.
d. Probe generator fungsi dipasang pada port output 50Ω.
e. Passive probe dipasang pada CH1 (X) input.
f. Tombol AC-GND-DC diatur ke posisi AC.
g. Tombol Volts/div diatur pada posisi 0,5 V/div.
h. Tombol Time/div diatur pada posisi 1 ms/div.
i. Vertikal position diatur agar berkas sinar pada layar tepat di tengah-tengah skala
horizontal.
j. Passive probe dihubungkan dengan probe generator fungsi.
k. Nilai skala horizontal dicatat dan digambarkan/foto bentuk gelombang yang
teramati pada layar osiloskop.
l. Langkah di atas diulangi untuk nilai frekuensi yang lebih tinggi.
Catatan: Jika Berkas sinar pada layar terlalu rapat, ubahlah posisi Time/div ke posisi
yang lebih kecil.
5. Menentukan Frekuensi Suatu Sumber dengan metode Lissajous
a. Sebuah pembangkit sinyal dan sebuah sebuah power supply AC digunakan sebagai
input pagi kedua channel pada osiloskop.
b. Sinyal diatur sehingga diperoleh sinyal sinusoidal dengan frekuensi 50 Hz dan
amplitudo 1V.
c. Knop time/div diatur pada posisi XY
d. Tegangan keluaran power supply AC diatur sebesar 1 volt
e. Signal generator digunakan sebagai input channel 1 (fx) dan power supply AC
sebagai input channel 2 (fy).
f. Frekuensi diatur pada function generator sehingga diperoleh perbandingan fx dan fy
: (1:1), (1:2), (1:3), (1:4).
g. Lukisan lissajous yang dihasilkan difoto.
h. Frekuensi sumber power supply AC ditentukan.
E. HASIL PENGAMATAN
1. Kalibrasi Penguat X dan Y Osiloskop
Vp = 1,5 volt
𝑉𝑉𝑉𝑉
Veff =
√2
1,5 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
Veff =
√2
1 1 3 1,06
3 1,4 4 1,41
5 1,8 5 1,76
3. Mengukur Frekuensi
Diketahui : X = 1,5 div
Time/div = 1
Ditanya :T=?
1
Jawab :T=
f
1
T=
1000 Hz
T = 0,001 ms
1
f=
T
1
f=
1×10−3 s
f = 1000 Hz
Hasil perhitungan periode dan frekuensi lainnya dapat dilihat pada tabel 1.3
4. Menentukan Frekuensi dengan Metode Lissajouse
a. Perbandingan 1:1
Diketahui : Fx = 50 Hz
Ditanya : Fy = ?
𝑥𝑥 𝐹𝐹𝐹𝐹
Jawab : =
𝑦𝑦 𝐹𝐹𝐹𝐹
1 50 𝐻𝐻𝐻𝐻
=
1 𝐹𝐹𝐹𝐹
50
Fy = ×1
1
Fy = 50 Hz
Fy = 50 Hz
Fy = 25 Hz
Fy = 50 Hz
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pada acara ini yaitu:
a. Memahami penggunaan voltmeter dan amperemeter.
b. Mengukur tegangan dan arus pada rangkaian resistor seri.
c. Mengukur tegangan dan arus pada rangkaian resistor paralel.
2. Waktu Praktikum
Kamis, 31 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.
C. LANDASAN TEORI
Muatan listrik dapat mengalir dari satu tempat ke tempat yang lain karena adanya
beda potensial. Tempat yang memiliki potensial tinggi melepaskan muatan ke tempat
yang memiliki potensial rendah. Besarnya arus yang mengalir berbanding lurus dengan
beda potensial, V, antara dua tempat. Kesebandingan diatas selanjutnya dapat ditulis
dengan R didefinisikan sebagai hambatan listrik antara dua titik. Satuan hambatan listrik
adalah ohm (Abdullah, 2017:209).
1
𝐼𝐼 = 𝑉𝑉 (2.1)
𝑅𝑅
Terdapat lebih dari satu resistor dalam rangkaian listrik. Resistor dapat tersusun
secara seri, paralel, atau gabungan. Rangkaian seri adalah resistor yang disusun secara
berurutan, yang satu di belakang yang lain
Rp adalah resistor pengganti dari resistor-resistor yang tersusun secara paralel (Siswanto,
dkk. 2018: 15-16).
Direct Current atau yang biasa disingkat DC merupakan tipe arus listrik
searah. Alternating Current atau yang biasa disingkat AC merupakan tipe arus listrik
bolak-balik. Penelitian dilakukan dengan tiga metode yang berbeda untuk
memperlihatkan karakteristik arus listrik DC maupun AC. Metode pertama yaitu
membuat sebuah rangkaian listrik dimana pada rangkaian listrik tersebut sama-sama
menggunakan kapasitor, bola lampu dan beberapa buah kabel. Metode kedua yaitu
membuat sebuah rangkaian listrik dimana pada rangkaian listrik tersebut sama-sama
menggunakan sel elektrolis dan beberapa buah kabel. Metode ketiga yaitu dengan
menggunakan osiloskop untuk melihat bentuk gelombang arus DC maupun AC (Gideon,
2019).
Suatu arus dan tegangan memiliki karakteristik, sehingga pada suatu rangkaian
memiliki ciri dan sifat yang khas tergantung pada jenis rangkaiannya. Pada rangkaian
seri terjadi pembagian tegangan, sedangkan pada rangkaian paralel sebaliknya terjadi
pembagian arus. Resistor dengan berbagai nilai input akan menampakkan karakteristik
pengukuran arus seri dan paralel (Rosman, dkk. 2019).
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Rangkaian seri resistor
a. Menyususn rangkaian seperti berikut.
F. ANALISIS DATA
1. Rangkaian resistor seri
Diketahui: 𝑅𝑅1 = 100 Ω
𝑅𝑅2 = 470Ω
𝑅𝑅3 = 1000 Ω
R total = 𝑅𝑅1 + 𝑅𝑅2 + 𝑅𝑅3
=100 Ω + 470 Ω + 1000 Ω
= 1570Ω
R total = 1570 Ω
Penyelesaian:
𝑉𝑉𝑉𝑉
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
1570 Ω
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0038 𝐴𝐴
Tabel 2.4 hasil perhitungan pada rangkaian resistor seri (𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 = 470 Ω, dan
𝑅𝑅3 = 1000 Ω)
No V Hasil secara teori Hasil
sumber praktikum
I total (mA) V1 (volt) V2 (volt) V3 (volt) V total(volt)
(volt) V total(volt)
𝑅𝑅2 = 470Ω
𝑅𝑅3 = 1000 Ω
1 1 1 1
= + +
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑅𝑅1 𝑅𝑅2 𝑅𝑅3
1 1 1 1
= + +
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 100Ω 470Ω 1000Ω
1 470 + 100 + 47
=
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 47000 Ω
1 617
=
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 47000Ω
47000
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
617
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 76,18 Ω
a. Analisis arus dan tegangan pada rangkaian paralel dengan 𝑉𝑉𝑉𝑉 = 6 𝑉𝑉 berdasarkan
teori 𝑉𝑉1 = 𝑉𝑉2 = 𝑉𝑉3 = 𝑉𝑉𝑆𝑆 = 6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
a.1 𝑉𝑉1
𝐼𝐼1 =
𝑅𝑅1
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼1 =
100Ω
𝐼𝐼1 = 0,06 𝐴𝐴
a.2 𝑉𝑉2
𝐼𝐼2 =
𝑅𝑅2
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼2 =
470Ω
𝐼𝐼2 = 0,0128 𝐴𝐴
a.3 𝑉𝑉3
𝐼𝐼3 =
𝑅𝑅3
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼3 =
1000Ω
𝐼𝐼3 = 0,006 𝐴𝐴
b. Analisis arus dan tegangan pada 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑣𝑣 berdasarkan praktikum 𝑉𝑉1 = 𝑉𝑉2 = 𝑉𝑉3 =
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑣𝑣
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝐼𝐼1 + 𝐼𝐼2 + 𝐼𝐼3
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 60 × 10−3 𝐴𝐴 + 12 × 10−3 𝐴𝐴 + 6 × 10−3 𝐴𝐴
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 78 × 10−3 A
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0780 𝐴𝐴
Tabel 2.5 hasil perhitungan pada rangkaian resistor paralel ( 𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 =
470 Ω, dan 𝑅𝑅3 = 1000 Ω)
No. V sumber Berdasarkan teori Berdasarkan
praktikum
(volt)
V( volt) I1 (mA) I2 (mA) I3 (mA) I total (A) I total (A)
𝑅𝑅2 = 100 Ω
𝑅𝑅3 = 1000 Ω
1 1 1
= +
𝑅𝑅𝑃𝑃 𝑅𝑅1 𝑅𝑅2
1 1 1
= +
𝑅𝑅𝑃𝑃 470 Ω 100 Ω
1 10 + 47
=
𝑅𝑅𝑃𝑃 4700 Ω
1 57
=
𝑅𝑅𝑃𝑃 4700 Ω
4700Ω
𝑅𝑅𝑃𝑃 =
57
𝑅𝑅𝑃𝑃 = 82,456 Ω
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 1082,456 Ω
a. Analisis arus dan tegangan pada rangkaian kombinasi resistor dengan kombinasi
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉
1. Analisis arus
Diketahui: 𝑅𝑅𝑝𝑝 = 82,456 Ω
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 1082,456 Ω
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉
Ditanya: I……..?
𝑉𝑉𝑆𝑆
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
6 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
1082,456 Ω
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,00554 𝐴𝐴
𝑅𝑅 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 1082,456 Ω
𝑅𝑅3 = 1000 Ω
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,00554 𝐴𝐴
𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,457 𝑉𝑉
b. Tegangan pada titik bc (𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 )
𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 = 5,54 𝑉𝑉
𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 6,00 𝑉𝑉
Tabel 2.6 Hasil perhitungan pada rangkaian resistor seri dan paralel ( 𝑅𝑅1 = 470 Ω, 𝑅𝑅2 =
100 Ω, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅3 = 1000 Ω)
G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas tentang rangkaian listrik (DC) yang bertujuan untuk
memahami penggunaan voltmeter dan amperemeter, mengukur tegangan dan arus pada
rangkaian seri dan mengukur tegangan dan arus pada rangkaian paralel. Arus listrik
searah (DC) adalah aliran elektron dari suatu titik yang memiliki energi potensial tinggi
ke titik yang memiliki potensial lebih rendah. Amperemeter digunakan untuk mengukur
arus listrik yang dipasangkan secara serii terhadap resistor. Sedangkan voltmeter
digunakan untuk mengukur tegangan pada rangkaian listrik yang dipasang secara paralel.
Percobaan pertama yaitu mengukur arus dengan tegangan pada rangkaian seri.
Nilai resistor yang digunakan yaitu 𝑅𝑅1 = 100 Ω, 𝑅𝑅2 = 470 Ω, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅3 = 1000 Ω. Variasi
tegangan yang digunakan yakni 6 V, 9 V, dan 12 V. Hasil percobaan pertama dapat
dilihat pada tabel 2.1. Dari tabel tersebut diketahui bahwa arus (I) akan berbanding lurus
dengan tegangan (V) namun berbanding terbalik dengan hambatan (R), hal tersebut sesuai
dengan teori. Secara teori pada perhitungan 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉 didapatkan nilai 𝑉𝑉 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 5,96 𝑉𝑉
sedangkan pada praktikum didapatkan nilai 𝑉𝑉 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑙𝑙 = 5,8 𝑉𝑉. Jumlah tegangan total yang
didapatkan secara teori dan praktikum ternyata tidak jauh berbeda dengan selisih 0,1 V.
Pada rangkaian ini, nilai arus yang didapatkan adalah sama (𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝐼𝐼1 + 𝐼𝐼2 + 𝐼𝐼3 ). Hal
ini tersebut dikarenakan rangkaian seri tidak memiliki percabangan, sehingga nilai arus
yang mengalir sama.
Percobaan kedua yaitu mengukur arus dan tegangan pada rangkaian paralel. Nilai
resistor atau hambatan dan tegangan pada sumber (𝑉𝑉𝑠𝑠 ) memiliki variasi yang sama dengan
percobaan sebelumnya. Hasil praktikum dapat dilihat pada tabel 2.2. Berdasarkan
perhitungan secara teori dengan 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 6 𝑉𝑉 didapatkan 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0788 𝐴𝐴, sedangkan
𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 secara praktikum tidak jauh berbeda yaitu 0,0780 𝐴𝐴. Untuk nilai tegangan pada
rangkaian paralel adalah sama. Variasi nilai pengukuran lainnya dapat dilihat pada tabel
2.5.
Percobaan ketiga yaitu mengukur arus dan tegangan pada rangkaian seri dan
paralel. Data hasil praktikum dapat dilihat pada tabel 2.3. Resistor yang digunakan pada
percobaan ini yaitu 𝑅𝑅1 = 470 Ω, 𝑅𝑅2 = 100 Ω, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑅𝑅3 = 1000 Ω. Dengan tegangan 𝑉𝑉𝑠𝑠 =
6 𝑉𝑉, hasil secara teori didapatkan arus total 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 0,0054 𝐴𝐴. Nilai tersebut tidak jauh
berbeda dengan 𝐼𝐼 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 berdasarkan praktikum, yaitu 0,0056 𝐴𝐴. 𝐼𝐼1 dan 𝐼𝐼2 dirangkai
secara paralel, dan dengan 𝐼𝐼3 dirangkai secara seri. Untuk nilai tegangan pada masing-
masing rangkaian secara berurutan yakni 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,457 𝑉𝑉, 𝑉𝑉𝑏𝑏𝑏𝑏 = 5,54 𝑉𝑉, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 =
6,00 𝑉𝑉. Untuk variasi perhitungan lainnya dapat dilihat pada tabel 2.6.
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa:
a. Pemasangan amperemeter pada rangkaian arus secara seri, sedangkan voltmeter
harus dipasang secara paralel. Apabila pemasangannya tertukar maka alat akan
rusak. Cara menggunakan kedua alat tersebut adalah dengan merangkai alat,
memilih skala yang akan digunakan, kemudian membaca hasil yang ditunjuk.
b. Tegangan total yang didapatkan secara teori Vtotal = 5,96 V, sedangkan pada
praktikum nilai Vtotal yang didapatkan adalah tidak jauh berbeda, Vtotal = 5,8V
dan nilai arusnya sama pada rangkaian seri.
c. Pada rangkaian paralel dengan Vs = 6V, nilai arus total yang didapatkan secara
teori adalah Itotal = 0,0788A, sedangkan secara praktikum adalah Itotal =
0,0780A. untuk nilai tegangan pada rangkaian paralel adalah sama.
2. Saran
Sebaiknya asisten praktikum menjelaskan analisis data agar praktikan tidak
kebingungan.
ACARA III
KAPASITAS KAPASITOR
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum kapasitas kapasitor memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Mengukur kapasitansi kapasitor dengan metode perbandingan dengan
bantuan pembagian tegangan kapasitif.
b. Mengukur kapasitansi kapasitor plat sejajar.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 9 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
𝑄𝑄 = ∁ × 𝑉𝑉 (3.1)
d
∁= ε0 (3.2)
A
E. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel 3.1 Hasil PengamatanUntuk Percobaan Kapasitas Kapasitor
No. ∁1 (F ) ∁2 (F) V0 (V) V1 (V)
1 1 × 10−9 10× 10−9 3,0 2,4
2 10× 10−9 1× 10−9 3,0 2,3
3 100× 10−9 10× 10−9 3,0 6,5
4 1× 10−9 100× 10−9 3,0 7,0
5 100× 10−9 1× 10−9 3,0 2,9
2. Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Untuk Percobaan Kapasitas Kapasitor
Lempeng
No. d1 (m ) V0 (V) V1 (V)
1 1× 10−3 3,0 0,7
2 2× 10−3 3,0 0,5
3 3× 10−3 3,0 0,9
4 4× 10−3 3,0 1,2
5 6× 10−3 3,0 0,6
Keterangan : ∁ = 1 × 10−9 F
A = 8,41× 102 m2
F. ANALISIS DATA
1. Kapasitas Kapasitor
∁1 = 2,5 × 10−9 F
C = 7,4 × 10−11 F
G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai kapasitas kapasitor yang bertujuan untuk
mengukur kapasitansi dengan metode perbandingan dengan bantuan tegangan
kapasitif dan mengukur kapasitansi plat sejajar. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan melakukan dua kali percobaan, yaitu percobaan pertama mengukur
kapasitansi kapasitor dengan metode perbandingan dan percobaan kedua
mengukur kapasitansi kapasitor plat sejajar. Kapasitansi kapasitor adalah suatu
kemampuan atau kapasitif dari suatu bahan untuk menyimpan muatan listrik.
Semakin besar kapasitas dari kapasitor maka muatannya juga semakin besar
yang dapat disimpan.
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Nilai kapasitansi kapasitor yang diukur dengan metode perbandingan
dan bantuan pembagian tegangan kapasitif besarnya ∁1dihitung yang
dipengaruhi oleh ∁2 , 𝑉𝑉0 dan 𝑉𝑉1 yaitu nilainya berturut turut sebesar
(2,5× 10−9 , 0,3× 10−9 , 5× 10−9, 57× 10−9 , dan 0,003× 10−9 ) F.
b. Pada kapasitansi kapasitor plat sejajar, semakin dekat jarak kedua plat,
maka nilai kapasitansi nya juga akan semakin besar. Nilai ∁
dipengaruhi oleh A dan d. Nilai Kapasitas dan kapsitor pada plat
sejajar yaitu (7,4× 10−11 , 3,7× 10−11 , 2,4 × 10−11 , 1,9 × 10−11 , dan
1,2× 10−11 ) F.
2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan agar alat yang digunakan
praktikkan tidak error sehingga praktikum dapat berjalan dengan lancar
dan data yang dihasilkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum kapasitas kapasitor memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Memahami prinsip kerja lensa.
b. Menentukan panjang titik api lensa positif dan lensa negatif
2. Waktu Praktikum
Rabu, 10 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
C. LANDASAN TEORI
Alat optik sederhana yang paling penting tentu sajaadalahlensa
tipis.Perkembangan alat –alat optik dengan menggunakanlensa berawal
dari abad ke -16 dan 17.Walaupun catatan menegenai kacamata yang
paling tua berasal dari akhir abad ketiga belas,saat ini menumukan lensa
pada kacamata,kamera,kaca pembesar,teleskop,teropong,mikroskop dan
peralatan kedokteran.Lensa tipis biasanya berbentuk lingkaran dan kedua
permukaannya melengkung.Kedua permukaanbiasanya berbentuk
cekung,cembungatau datar.Beberapa jenis dapat diperlihatkan ada gambar
4.1 dalam penampang lintangnya(Giancoli,2014:255).
D. PROSEDUR PRAKTIKUM
1. Menentukan panjang titik api lensa positif
a. Alat dissusun seperti pada gambar 4.2.
b. Bayangan yang jelas dan tajam dibuat dengan sebuah lensa positif
dengan layar.
c. Jarak bayangan ( ) dicatat, panjang titik apinya (F) dihitung,
perbesaran bayangan m juga dihitung.
d. Langkah b dan c diulangi beberapa kali dengan nilai jarak benda
(s) yang berlainan.
2. menentukan panjang titik api lensa negatif dengan lensa gembung
a. Bayangan yang jelas tajam dibuat dengan sebuah lensa positif
dengn layar, nilai dan diukur.
b. Sebuah lensa negatif diletakkan diantara lensa positif dan layar.
Layar digeser mendekati lensa negatif hingga diperoleh lagi
bayangan yang jelas dan tajam. Jarak antara kedua lensa (x) serta
jarak bayangan dengan lensa negatif (Si`) diukur.
c. Dengan data yang didapatkan maka dapat dihitung panjang titik
api dari kedua lensa tersebut. Untuk lensa negatif ( lensa kedua )
ditentukan juga perbesaran bayangan m.
d. Percobaan diulang beberapa kali dengan nilai jarak
E. HASIL PENGAMATAN
F. ANALISIS DATA
1. Pengukuran focus lensa cembung
Diketahui :
S = 5 cm
S′ = 12 m
Ditanyakan : f = …. cm?
Penyelesaian:
1 1 1
= +
f s s′
1 s′ + s
=
f s × s′
s × s′
f=
s′ + s
5cm × 12cm
f=
12cm + 5cm
60cm2
f=
17cm
f = 2,52cm
∑ fi
f̅ =
n
f1 + f2 + f3 + f4 + f5
f̅ =
n
3,52 cm + 3,75 cm + 3,75 cm + 6,67 cm + 4,16 cm
f̅ =
5
21,85 cm
f̅ =
5cm
f̅ = 4,37 cm
∑(𝑓𝑓𝑓𝑓 − 𝑓𝑓 )̅
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
𝑛𝑛 − 1
(fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
n−1
6,8254
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
4
𝑆𝑆𝑆𝑆 = �1,70635
𝑆𝑆𝑆𝑆 = 1,306 cm
𝑆𝑆𝑆𝑆
𝐾𝐾𝐾𝐾 = × 100%
f̅
1,3 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐾𝐾𝐾𝐾 = × 100%
4,37 𝑐𝑐𝑐𝑐
𝐾𝐾𝐾𝐾 = 0,2974× 100%
𝐾𝐾𝐾𝐾 = 29,74%
∑ fi
f̅ =
n
f1 + f2 + f3 + f4 + f5
f̅ =
n
4 cm + 2,4 cm + 2,93 cm + 2,85 cm + 2,30 cm
f̅ =
5 cm
14,48 cm
f̅ =
5 cm
f̅ = 2,89cm
∑(𝑓𝑓𝑓𝑓 − 𝑓𝑓 )̅
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
𝑛𝑛 − 1
𝑆𝑆𝑆𝑆 (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2 + (fi − f)̅ 2
=�
n−1
(4 − 2,89)2 + (2,4 − 2,89)2 + (2,93 − 2,89)2
𝑆𝑆𝑆𝑆 � (2,85 − 2,89)2 + (2,30 − 2,89)2
=
5−1
(1,11)2 + (−0,49)2 + (−0,04)2 + (−0,04)2 +
𝑆𝑆𝑆𝑆 � (−0,59)2
=
4
6,8254
𝑆𝑆𝑆𝑆 =�
4
𝑆𝑆𝑆𝑆 = �0,455875
𝑆𝑆𝑆𝑆 = 0,675
𝑆𝑆𝑆𝑆
KV = × 100%
f̅
0,675
KV = × 100%
2,89
KV = 0,2335 × 100%
KV = 23,35%
G. PEMBAHASAN
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan tujuan praktikum lensa cembung atau (positif) bersifat
mengumpulkan cahaya dan lensa cekung (negatif) bersifat
menyebarkan cahaya. Lensa memiliki prinsip kerja bedasarkan
hukum pembiasan cahaya.
b. Persamaan sifat kedua lensa gabungan yaitu menggabungkan lensa
positif dan lensa negatif dengan nilai KV f1 yaitu 29,74% dan f2
yaitu 23,5%.
2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih teliti agar dapat
menghasilkan data yang lebih akurat. Serta data-data pengukuran
dicatat dengan rapi agar tidak kebingungan saat melakukan anlisis
data.
DAFTAR PUSTAKA
DIFRAKSI CAHAYA
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum difraksi cahaya memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Memahami prinsip dasar difraksi cahaya oleh kisi.
b. Menentukan Panjang gelombang cahaya laser menggunakan
difraksi cahaya pada kisi.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 16 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
C. LANDASAN TEORI
Difraksi merupakan suatu peristiwa pembelokan atau penyebaran
arah gelombang ketika melewati penghalang berupa celah sempit. Ketika
gelombang melewati celah yang ukurannya sempit, difraksi akan
menyebabkan celah tersebut seolah-olah merupakan sumber gelombang
melingkar yang disebabkan oleh adanya penghalang berupa celah (
Giancoli, 2014: 314). Difraksi akan semakin tampak jelas apabila lebar
celah semakin sempit. Semakin kecil celah, maka penyebaran gelomabng
akan semakin semakin besar. Sama halnya dengan gelombang, cahaya yang
melewati celah sempit juga akan mengalami difraksi (Nurdiansah, dkk,
2020; 9). Difraksi dapat disebabkan oleh sebuah celah lingkaran, polanya
dapat dijelaskan oleh prinsip Huygens, yakni bila muka gelombang datang
pada sebuah celah maka tiap titik pada muka gelombang tersebut dapat
bertindak sebagai sumber gelomabag baru. Karena itu gelombang-
gelombang tersebut meninggalkan celah dengan fasa yang sama (koheren).
Difraksi cahaya dapat terjadi juga pada celah sempit yang terpisah sejajar
satu sama lain pada jarak yang sama (Nurdianto, dkk, 2020: 217).
Beberapa peristiwa difraksi pada gelombang cahaya adalah difraksi
cahaya pada celah tunggal dan difraksi cahaya pada kisi difraksi. Difraksi
cahaya pada celah tunggal dimana celah tunggal yang dimaksud adalah
suatu cela yang tidak terlalu sempit. Berdasarkan prinsip Huygens, setiap
titik pada celah dapat dipandang sebagai sumber gelombang baru. Jadi,
suatu celah yang tidak terlau sempit tersebut dapat dipandang sebagai
banyak sekali sumber gelombang titik, sehingga superposisinya
menghasilkan fenomena difraksi (Abdullah, 2017: 367).
d . sin 𝜃𝜃 = 𝑛𝑛 . 𝜆𝜆 (5.1)
1
d. sin 𝜃𝜃 = �𝑛𝑛 − � . 𝜆𝜆 (5.2)
2
dengan n = 1, 2, 3, …, n
Gambar 5.2 Peristiwa difraksi pada kisi difraksi (Abdullah, 2017: 638).
Difraksi cahaya pada kisi difraksi dapat dilihat pada gambar 5.2.
Kisi adalah goresan pada permukaan datar. Jumlah goresannya sangat
banyak, ada kisi yang goresannya merupakan celah sangat sempit sehingga
cahaya menembus kisi dan ada kisi yang goresannya merupakan pemantul
yang sangat sempit sehingga cahaya dipantulkan oleh kisi. Dengan
menggunakan banyak celah, garis-garis yang terang dan gelap dihasilkan
pada layar menjadi lebih tajam. Bila banyak garis atau celah persatuan
panjang adalah N, maka jarak antar celah kisi (d) adalah:
1
d= (5.3)
𝑁𝑁
Ketika cahaya jatuh pada kisi, maka satu goresan sangat sempit
tersebut dapat dipandang sebagai sumber gelombang baru. Dengan
demikian, terjadi superposisi gelombang dari sumber yang jatuh sangat
banyak dan dihasilkan oleh fenomena difraksi (Abdullah, 2017: 637).
D. PROSEDUR PRAKTIKUM
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan panajng gelombang
sinar laser, yaitu;
1. Sumber laser diletakkan pada meja, sinar diarahkan mendatar dan tegak
lurus pada layar atau tembok.
2. Kisi difraksi 300 garis/mm diletakkan (dengan jarak antar celah yang
telah diketahui) di depan lubang tempat sinar laser keluar, sehingga pada
difraksi terletak tepat horizontal pada layar.
3. Jarak antar kisi difraksi dengan layar diatur, L, sebesar 20 cm. Seperti
pada gambar 5.3.
4. Tiap pola difraksi (maksimum 3 pola) yang terjadi (terang ke m) ke pola
difraksi pusat diukur jaraknya.
5. Jarak antara kisi difraksi dengan layar L diubah sebesar 30 cm dan 40
cm, Langkah (4) diulangi.
6. Langkah 3-5 diulangi dengan kisi 100 garis/mm dan kisi 600 garis/mm.
F. ANALISIS DATA
1. Menentukan panjang gelombang cahaya laser untuk L=20 cm dengan
konstanta kisi 100 garis/mm.
Diketahui :
d = 1 × 10-5 m
L = 0,2 m
Y1 = 1,8 × 10-2 m
Y2 = 2,5 × 10-2 m
Y3 = 3,7 × 10-2 m
Ditanyakan : λ = …. m
m . λ = d sinθ
1.1 Orde 1 (m = 1)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ1 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1 × 10−5 𝑚𝑚 1,8 × 10−2 𝑚𝑚
λ1 =
1 0,2
1,8 × 10−7 𝑚𝑚
λ1 =
0,2
λ1 = 9 × 10−7 𝑚𝑚
1.2 Orde 2 (m = 2)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ2 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1 × 10−5 𝑚𝑚 2,5 × 10−2 𝑚𝑚
λ2 =
2 0,2
2,5 × 10−7 𝑚𝑚
λ2 =
0,4
λ2 = 6,5 × 10−7 𝑚𝑚
1.3 Orde 3 (m = 3)
𝑑𝑑 𝑦𝑦1
λ3 =
𝑚𝑚 𝐿𝐿
1 × 10−5 𝑚𝑚 3,7 × 10−2 𝑚𝑚
λ3 =
3 0,2
3,7 × 10−7 𝑚𝑚
λ3 =
0,6
λ3 = 6,17 × 10−7 𝑚𝑚
1.4 Ralat
1
ΔL = ΔY = 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁
2
= 0,5 × 0,1 𝑐𝑐𝑐𝑐
= 0,5 × 10−3 𝑚𝑚
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ1 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿
�
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚2 + 1,8 × 10−2 𝑚𝑚
⃓
⃓�− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 1 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 1 × 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 1,8 × 10−7 𝑚𝑚2 −3
⃓
⃓�− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,04 𝑚𝑚2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� × 0,5 × 10−3 𝑚𝑚�
⎷ 0,2 𝑚𝑚
2 2
0,9 × 10−10 𝑚𝑚3 0,5 × 10−8 𝑚𝑚2
Δλ1 = ��− � + � �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚
Δλ1 = �0,063 × 10−16 𝑚𝑚2 + 6,25 × 10−16 𝑚𝑚2
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ2 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿
�
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚2 + 2,5 × 10−2 𝑚𝑚 −3
⃓
⃓�− + 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⃓ 2 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 2 × 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 2,5 × 10−7 𝑚𝑚2
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 0,08 𝑚𝑚2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,4 𝑚𝑚
2 2
1,25 × 10−10 𝑚𝑚3 0,5 × 10−8 𝑚𝑚2
Δλ2 = ��− � + � �
0,08 𝑚𝑚2 0,4 𝑚𝑚
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ3 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿
�
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚2 + 3,7 × 10−2 𝑚𝑚
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 3 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 3 × 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 3,7 × 10−7 𝑚𝑚2
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 0,12 𝑚𝑚2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1 × 10−5 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,6 𝑚𝑚
2 2
1,85 × 10−10 𝑚𝑚3 0,5 × 10−8 𝑚𝑚2
Δλ3 = ��− � +� �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ1 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿
�
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚2 + 3,9 × 10−2 𝑚𝑚 −3
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 1 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 1 × 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 12,87 × 10−7 𝑚𝑚2 −3
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,04 𝑚𝑚2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,2 𝑚𝑚
2 2
6,435 × 10−11 𝑚𝑚3 1,65 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ1 = ��− � + � �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ2 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿
�
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚2 + 8,3 × 10−2 𝑚𝑚
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 2 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 2 × 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 27,39 × 10−8 𝑚𝑚2 −3
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,08 𝑚𝑚2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� × 0,5 × 10−3 𝑚𝑚�
⎷ 0,4 𝑚𝑚
2 2
13,695 × 10−11 𝑚𝑚3 1,65 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ2 = ��− � + � �
0,08 𝑚𝑚2 0,4 𝑚𝑚
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ3 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿
�
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚2 + 13,8 × 10−2 𝑚𝑚 −3
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 3 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 3 × 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 45,54 × 10−8 𝑚𝑚2 −3
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,12 𝑚𝑚2
Δλ3 = ⃓
⃓ 2
⃓ 3,3 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,6 𝑚𝑚
2 2
22,77 × 10−11 𝑚𝑚3 1,65 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ3 = ��− � + � �
0,12 𝑚𝑚2 0,6 𝑚𝑚
2 2
𝑑𝑑. 𝑦𝑦1 𝑑𝑑
Δλ1 = ��− + ΔL � + � ΔL�
𝑚𝑚. 𝐿𝐿2 𝑚𝑚. 𝐿𝐿
�
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚2 + 8,2 × 10−2 𝑚𝑚 −3
⃓
⃓�− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 1 × (0,2 𝑚𝑚)2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 1 × 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 13,12 × 10−8 𝑚𝑚2
⃓
⃓�− + 0,5 × 10−3 𝑚𝑚 �
⃓ 0,04 𝑚𝑚2
Δλ1 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚
⃓ +� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,2 𝑚𝑚
2 2
6,56 × 10−11 𝑚𝑚3 0,8 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ1 = ��− � +� �
0,04 𝑚𝑚2 0,2 𝑚𝑚
�
⃓ 2
⃓ 36 × 10−8 𝑚𝑚2 −3
⃓
⃓ �− + 0,5 × 10 𝑚𝑚 �
⃓ 0,08 𝑚𝑚2
Δλ2 = ⃓
⃓ 2
⃓ 1,6 × 10−6 𝑚𝑚
⃓+� −3
× 0,5 × 10 𝑚𝑚�
⎷ 0,4 𝑚𝑚
2 2
18 × 10−11 𝑚𝑚3 0,8 × 10−9 𝑚𝑚2
Δλ2 = ��− � + � �
0,08 𝑚𝑚2 0,4 𝑚𝑚
G. PEMBAHSAN
Ada beberapa tujuan pada praktikum ini yakni untuk memahami prinsip
dasar difraksi oleh kisi dan mementukan panjang gelombang gelombang cahaya
laser menggunakan difraksi cahaya pada kisi. Dalam penentuan panjang
gelombang caya digunakan laser dengan cahaya bewarna merah dan
menggunakan tiga macam kisi. Dimana konstanta kisis yang digunakan
100 grs⁄mm, 300 grs⁄mm dan 600 grs⁄mm. Kemudian untuk layar
ditempatkan dibelakang kisi dengan jarak 0,2 m; 0,3 m dan 0,4 m.
Hasil paktikum yang telah dilakukan didpatkan hasil, pada jarak kisi ke
layar (L) 0,2 m dengan orde terang (m) 1 dan nilai lebar celah kisi (d) masing-
masing kisi 1,0 x 10−5 m, 3,3 x 10−6 m dan, 1,6 x 10−6 m pada masing-
masing kisi 100 garis/mm, 300 garis/mm, 600 garis/mm panjang
gelombang cahaya laser secara berurutan adalah 9,00 x10−7 m, 6,44 x 10−7 m,
dan 6,65 x 10−7 m dengan nilai ralat msing-masing panjang gelombang cahaya
tersebut secara berurutan adalah 2,51 x 10-8 m, 0,84 x 10-8 m, dan 0,43 x 10-8 m.
untuk variasi perhitungan lainnya dapat dilihat pada tabel 5.2. Dari hasil
perhitungan dapat dilihat bahwa semakin besar nilai orde maka panjang
gelombang yang terbentuk akan semakin pendek. Panjangan gelombang yang
dihasilkan seharusnya memiliki panjang gelombang sama atau sesuai dengan
panjang gelombang sinar tampak warna merah.
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Perinsip difraksi pada kisi yakni bila difraksi terjadi pada suatu kisi,
maka cahaya yang melalui kisi akan mengalami difraksi, yaitu
penyebaran atau perenggangan cahaya. Ada cahaya yang diteruskan
dan ada cahaya yang diberikan dengan sudut tertentu yang
mengakibatkan terjadinya pola interferensi.
b. Panjang gelombang cahaya laser pada orde terang (m) 1 dan nilai
lebar celah kisi (d) masing- masing kisi 1,0 x 10−5 m,
3,3 x 10−6 m dan, 1,6 x 10−6 m pada masing-masing kisi
100 garis/mm, 300 garis/mm, 600 garis/mmpanjang gelombang
cahaya laser secara berurutan
adalah 9 9,00 x10−7 m, 6,44 x 10−7 m, dan 6,65 x 10−7 m. Dari
hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semakin besar nilai orde maka
panjang gelombang yang terbentuk akan semakin pendek,
seharusnya panjangan gelombang yang dihasilkan memiliki panjang
gelombang sama atau sesuai dengan panjang gelombang sinar
tampak warna merah.
2. Saran
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan lebih memperhatikakn
lagi ukuran kisi yang digunakan. Serta data-data pengukuran panjang
gelombang dicatat dengan rapi agar tidak kebingungan saat melakukan
anlisis data.
DAFTAR PUSTAKA
TRANSFORMATOR (TRAFO)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini mempunyai tujuan, yaitu:
a. Mempelajari prinsip kerja trafo.
b. Menemukan hubungan antara tegangan masukan/ primer dan tegangan
keluaran/ sekunder.
c. Mempelajari efisiensi trafo.
d. Mempelajari hubungan antara arus masukan/ primer dan arus keluaran/
sekunder.
2. Waktu Praktikum
Kamis, 17 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
C. LANDASAN TEORI
Transformator adalah alat listrik yang dapat dapat digunakan untuk
mengubah tegangan listrik yang bukan DC menjadi lebih besar atau lebih kecil
dari tegangan semula. Tegangan yang dapat diubah oleh trafo hanya
teganganyang berubah-ubah terhadap waktu. Misalnya teganan bolak-balik
(Abdullah, 2017: 453). Transformator ideal terdiri dari dua kumparan, dengan
jumlah lilitan yang berbeda-beda (Halliday, dkk, 2010: 318).
Gambar 6.1 Tranformator ideal (dua kumparan yang dililitkan pada inti besi)
pada rangkaian transformator dasar.
Transformator ideal dalam gambar 6.1 terdiri dari dua kumparan
dengan jumlah lilitan yang berbeda, melilit disekitar inti besi. Kumparan primer
berada dibagian input, tempat tegangan. Sebanyak Np lilitan dihubungkan ke
generator arus bolak-balik dengan ggl ξ pada tiap waktu t. kumparan sekunder
berada dibagia output trafo, tempat tegangan listrik hasil pengubahan keluar
dari trafo. Sebanyak Ns lilitan, dihubungkan ke resistor beban R, tetapi
rangkaian adlah rangkaian terbuka Ketika scalar S terbuka. Dengan demikian
tidak ada arus yang melewati kumparan sekunder (Abdullah, 2017: 453).
𝑉𝑝 𝑉𝑠 (6.1)
ξ𝑡𝑢𝑟𝑢𝑛 = =
𝑁𝑝 𝑁𝑝
untuk tegangan pada kumparan primer yang terkait dengan laju fluksnya adalah
𝑁𝑠 (6.2)
𝑉𝑠 = 𝑉𝑝.
𝑁𝑝
Pada primer tegangan Vp adalah hasil kali dari ξturun dan banayaknya
lilitan Np, dengan kata lain Vp sama dengan ξturun dikalikan Np. Jika Ns > Np,
transformator disebut transformator step-up karena menaikkan tegangan primer
ke tegangan yang lebih tinggi Vs. demikian pula, jika Ns < Np disebut
tranformato step-down (Halliday, dkk, 2010:318).
Transformator termasuk unsur utama dan merupakan peralatan
terpenting dalam menyalurkan jaringan distribusi (Valentina, 2019: 240).
Transformator kapasitas tinggi berdesain baik dapat memiliki rugi sebesar 1%.
Kegagalan isolasi atau trafo akan menimbulkan keruian yang besar, karena
kegagalan ini mengakibatkan adanya penjualan energi yang tergaggu (Siburian,
2019: 21). Beberapa contoh transformator yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari adalah transformator pada jaringan listrik PLN,
transformator yang banyak dijuan di toko komponen elektronik dan sering
digunakan untuk membuat adaptor, dan transformator yang terpasang apda
rangkaian (Abdullah, 2017: 453).
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Alat-alat dan bahan disusun seperti pada gambar 6.1.
Tabel 6.2 Hasil pengukuran tegangan dan jumlah lilitan pada transformator
pada tegangan AC.
NO N1 N2 V1 V2
(Lilitan) (Lilitan) (Volt) (Volt)
1 240 240 6,2 6
2 240 160 6,2 4
3 240 120 6,2 3
4 240 80 6,2 1,8
5 240 40 6,2 0,8
6 120 240 6,2 10
7 120 160 6,2 7,8
8 120 120 6,2 6
9 120 80 6,2 3,8
10 120 40 6,2 1,8
11 80 240 6,2 10
12 80 160 6,2 10
13 80 120 6,2 8,8
14 80 80 6,2 5,8
15 80 40 6,2 2,8
F. ANALISIS DATA
1. Menhitung nilai efisiensi transformator pada tegangan DC
Diketahui: N1 = 240 Lilitan
N2 = 240 Lilitan
V1 = 6,4 Volt
V2 = 0 Volt
Ditanyakan: Ƞ = ………% ?
Penyelesaian:
𝑉2⁄
Ƞ = 𝑁2 𝑉1 × 100%
⁄ 𝑁1
0⁄
6,4
Ƞ = 240 × 100%
⁄240
Ƞ = 0 × 100%
Ƞ = 0%
Ƞ = 0,9677 × 100%
Ƞ = 96,77%
Table 6.3 Hasil perhitungan efisiensi transformator
NO N1 N2 V1 V2 𝑁2 𝑉2 Ƞ
(Lilitan) (Lilitan) (Volt) (Volt) 𝑁1 𝑉1 (%)
1 240 240 6,2 6 1,000 0,9677 96.77
2 240 160 6,2 4 0,667 0,6452 96,73
3 240 120 6,2 3 0,500 0,4838 96,76
4 240 80 6,2 1,8 0,333 0,2903 87,18
5 240 40 6,2 0,8 0,167 0,1290 72,24
6 120 240 6,2 10 2,000 1,612 80,60
7 120 160 6,2 7,8 1,333 1,2583 94,37
8 120 120 6,2 6 1,000 0,9677 96,77
9 120 80 6,2 3,8 0,667 0,6129 91,89
10 120 40 6,2 1,8 0,333 0,2903 87,18
11 80 240 6,2 10 3,000 1,612 53,73
12 80 160 6,2 10 2,000 1,612 80,60
13 80 120 6,2 8,8 1,500 1,419 94,60
14 80 80 6,2 5,8 1,000 0,9354 93,54
15 80 40 6,2 2,8 0,500 0,4516 90,32
G. PEMBAHASAN
MEDAN MAGNET
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Praktikum ini mempunyai tujuan, yaitu:
a. Menyelidiki adanya magnet disekitar kumparan.
b. Mempelajari besarnya medan magnet didalam dan diluar solenoida.
c. Menentukan hubungan antara medan magnetik dan arus listrik.
d. Menentukan tetapan permeabilitas 𝜇𝜇 0.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 23 Maret 2022
3. Tempat Praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
C. LANDASAN TEORI
Medan magnetik ialah daerah dari suatu ruang yang berinteraksi
dengan bahan magnetik suatu magnet, dimana dilokasikan terutama pada
kutub-kutub berlawanan. Arah medan magnetik dari bagian luar magnet
bergerak dari kutub utara ke kutub selatan. Garis-garis medan magnetik
membentu loop (benguk putaran) tertutup yang berasal dari kutub utara masuk
ke ktub selatan. Kutub utara sebuah magnet yang didekatkan pada kutub
selatan magnet lain, akan terjadi saling tolak menolak. Begitu pula dengan
kutub selatan akan menolak kutu selatan lainnya. Tetapi, jika kutub utara
didekatkan pada kutub selatan magnet lain, maka kedua kutub tersebut akan
terjadi tarik menarik (Salam, 2007: 27).
Untuk memahami materi mengenai medan magnet, dapat dilakukan
percobaan dengan menggunakan sebuah rangkaian dengan paku yang dililiti
kawat dan diberi tegangan yang bertujuan untuk menentukan seberapa kuat
medan magnet yang dihasilkan dari kawat yang dililitkan pada paku dengan
dialiri arus listrik. Dari hasil percobaan menyatakan bahwa semakin banyak
lilitan kawat pada paku, semakin kuat meda magnetnya. Sehinngga
menghasilkan tarikan yang lebih kuat. Hal ini menyebabkan semakin banyak
jumlah steples yang dapat menempel pada paku (solenoida) (Ardiansyah, Dkk.
2019).
Solenoida adalah kumparan yang terbuat dari kabel panjang yang
dililitkan secara rapat. Berdasarkan hukum faraday yang berbunyi apabila
terjadi perubahan fluks maka akan ada gaya gerak listrik yang sebanding
dengan laju perubahan fluks (Kurniawan,2019:9). Solenoida yang
dilengkungkan sehingga berbentuk lingkaran seperti pada gambar 7.1 disebut
troida.
μ0 IN (7.1)
B=
L
μ0 IN (7.2)
B=
L
𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 (7.3)
𝐵𝐵 = µ
2𝜋𝜋𝜋𝜋
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Rangkaian disusun seperti pada gambar 7.2. Posisi saklar off dan saklar
catu daya off diatur.
E. HASIL PENGAMATAN
Tabel 7.1 Hasil pengukuran medan magnet pada solenoida 770 lilitan.
Medan magnet
NO I (mT)
(Ampere)
Tengah Ujung
F. ANALISIS DATA
1. Medan magnet dan arus listrik pada solenida 770 lilitan
a. Medan magnet tengah dengan kuat arus listrik
4
2
0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)
Gambar 7.3 Grafik hubungan medan magnet tengah dengan kuat arus
listrik
Dari nilai gradien dapat ditentukan pemeabiltas sebagai berikut.
𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 =
𝑁𝑁
0,000575
=
770
= 7,468 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 7̅
= 12,56 × 10 7̅ 𝑤𝑤𝑤𝑤�𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅− 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = � � × 100%
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
−5,092
= � � × 100%
12,56
5,092
= × 100%
12,56
= 40,541%
b. Medan magnet ujung dengan arus listrik
0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)
Gambar 7.4 Grafik hubungan antara medan magnet ujung dan arus listrik
𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 =
𝑁𝑁
0,000190
=
770
= 2,468 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 ̅7
= 12,56 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊�𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅−𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = � � × 100%
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
12,56−2,468
=� � × 100%
12,56
10,092
=� � × 100%
12,56
10,092
= × 100%
12′56
= 80,350%
2. Medan magnet dan arus listrik pada transformator 240 lilitan
a. Medan magnet tengah dengan kuat arus
3
2
1
0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)
Gambar 7.5 Grafik hubungan antara medan magnet tengah dengan arus
........................
𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝑁𝑁
0,000289
=
240
= 12,042 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊�𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 ̅7
= 12,56 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊�𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅− 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 =� � × 100%
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
12,56−12,042
=� � × 100%
12,56
0,518
=� � × 100%
12,56
0,518
= × 100%
12,56
= 4,1249%
b. Medan magnet ujung dan kuat arus
2
1,5
1
0,5
0
0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1
I(A)
Gambar 7.6 Grafik hubungan medan magnet ujung dengan kuat arus
𝑀𝑀
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 =
𝑁𝑁
0,000155
= 240
= 6,458 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
• 𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = 4𝜋𝜋 × 10 ̅7
= 4 × 3,14 × 10 ̅7
= 12,56 × 10 7̅ 𝑊𝑊𝑊𝑊/𝐴𝐴𝐴𝐴
Maka galat dari penembalian data diatas dapat dihitung:
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅−𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
• 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 = �
𝜇𝜇𝜇𝜇 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
� × 100%
12,56−6,458
=� � × 100%
12,56
6,102
=� � × 100%
12,56
6,102
= × 100%
12,56
= 48,583%
.................
G. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengenai medan maget dengan tujuan yaitu untuk
menyelidiki adanya medan magnet disekitar kumparan, mempelajari medan
magnet di dalam dan di luar solenoida, menentukan hubungan antara medan
magnetik dengan arus listrik dan menentukan tetapan permeabilitas 𝜇𝜇0 . Medan
magnet adalah suatu daerah atau medan yang dibentuk dengan menggerakkan
muatan listrik (arus listrik) yang menyebabkan munculnya gaya dimuatan
listrik bergerak lainnya, atau dapat dikatakan sebagai daerah disekitar magnet
yang masih dipengaruhi oleh gaya magnet. Ada dua jumlah variasi jumlah
lilitan yang digunakan yaitu 770 lilitan dan 240 lilitan dengan menggunakan
medan magnet tengah dan medan magnet ujung. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada tabel 7.1 untuk 770 lilitan dan tabel 7.2 untuk 240 lilitan. Dari
kedua tabel tersebut dapat diketahui bahwa ketika arus (I) dinaikkan maka
medan magnet (B) akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori medan
magnet (B) yang dihasilkan oleh suatu lilitan akan diperkuat oleh lilitan yang
lain, maka semakin besar medan magnet yang dihasilkan.
Disekitar kumparan medan magnet dinyatakan oleh sebuah medan
magnet yang kuat ditengah-tengah kumparan dan diujungnya. Ujung-ujung
kumparan tersebut bersifat seperti kutub magnet. Pada kumparan, besar atau
kuatnya medan magnet dipengaruhi oleh kuat arus listrik dan jarak titik
tinjauan terhadap lilitan atau kawat. Semakin kuat arus listrik maka akan
semakin kuat medan magnet disekitar kawat kumparan penghantar berarus
listrik. Kumparan berarus listrik digunakan untuk menghasilkan medan
magnet yang cukup kuat.
Besarnya medan magnet didalam dan diluar solenoida ditentukan oleh
kuat arus listrik dan banyaknya kumparan. Ketika solenoida dialiri arus listrik,
maka akan dihasilkan medan magnet. Medan magnet diluar dan didalam
solenoida dipengaruhi oleh beberapa besaran yaitu jumlah lilitan kawat
kumparan solenoida yang hubungannya berbanding lurus dengan medan
magnet, panjang kumparan solenoida hubungannya berbanding terbalik
dengan besarnya medan magnet dan jenis bahan yang didalam solenoida.
Sebuah solenoida akan bekerja seperti sebuah magnet ketika dialiri arus
listrik. Semakin besar kuat arus maka akan semakin kuat medan magnetnya.
Medan magnet solenoida merupakan roktor dari medan magnet yang
ditimbulkan oleh semua lilitan yang membentuk solenoida tersebut.
Hubungan antara medan magnet dan arus listrik yaitu memiliki arah
medan magnet yang bergantung pada arah arus. Besar medan magnet juga
bergantung pada besarnya arus listrik. Semakin besar arus listrik maka akan
semakin kuat medan magnetnya. Pergerakan muatan listrik dan arus yang
mengalir pada kawat pengantar yang dililitkan akan menimbulkan medan
magnet. Medan magnet yang dihasilkan berbanding lurus dengan arus listrik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara medan magnet dengan
kuat arus listrik adalah kecepatan gerak medan magnet, banyaknya lilitan dan
kekuatan magnet pada saat kumparansolenoida yang dialiri arus listrik akan
timbul medan magnet. Peristiwa tersebut dinamakan induksi.
Permeabilitas adalah ukuran kumparan sebuah material untuk
menunjang terbentuknya medan magnet dalam material tersebut.
Permeabilitas memiliki tetapan sebesar 𝜇𝜇o= 4𝜋𝜋 × 10 7̅ Wb/Am. Permeabilitas
medan magnet tengah dan tepi (ujung) untuk 770 lilitan secara berurutan
adalah 7,468 × 10-7 Wb/Am dan 2,468 × 10-7 Wb/Am. Untuk 240 lilitan yakni
12,56× 10-7 Wb/Am dan 6,458 × 10-7 Wb/Am. Bahan organic dan sifat bahan
magnetik yang mendukung pembentukan magnetik mempengaruhi
permeabilitas.
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a. Medan magnet akan terdapat disekitar kumparan, ketika kumparan
atau solenoida dialiri arus listrik. Medan magnet di tengah-tengah
kumparan lebih kuat dibandingkan dengan medan magnet di tepi
(ujung) kumparan atau solenoida.
b. Besarnya medan magnet dipengaruhi oleh banyaknya lilitan kumparan
dan kuat arus. Semakin besar arus maka medan magnetnya akan
semakin besar
c. Hubungan antara medan magnet dan kuat arus yaitu berbanding lurus.
Semakin besar arus listrik maka medan magnet akan semakin kuat.
Jika arus berubah maka medan magnet juga berubah.
d. Permeabilitas adalah ukuran kumparan sebuah material untuk
menunjang terbentuknya medan magnet dalam material tersebut. Nilai
eksaknya yakni 𝜇𝜇o= 4𝜋𝜋 × 10 7̅ N/A2 . Untuk medan magnet di tengah
dan di tepi (ujung) pada lilitan 770 memiliki tetapan 7,468 × 10-7 N/A2
dan 2,468 × 10-7 N/A2. Serta untuk medan magnet di tengah dan di tepi
(ujung) pada lilitan 240 memiliki tetapan 12,56× 10-7 N/A2 dan 6,458
× 10-7 N/A2 .
2. Saran
Alat yang akan digunakan diperiksa terlebih dahulu apakah masih
bisa digunakan atau tidak.
DARTAR PUSTAKA
Ardiansyah, A. A., Ardianti, R., Nana. (2019). Medan Magnet. Jurnal Medan
Magnet.
Kurniawan, Y dan Zulkifli. (2019). Rancang Bangun Pembangkit Listrik
Menggunakan Solenoida dengan Pemanfaatan Fluks Magnet. Juurnal
Teknik Elektro. 2 (1). 9.
Maryani, I., Zulhan, K. P dan Insih, W. (2021). Modul Perkuliahan IPA Lanjut
(Fisika Dasar untuk PGSD). Yogyakarta: K-Media.
Salam, Agus. (2007). Ensiklopedia Fisika Listrik dan Magnetik. Bekasi: Ganesa
Exact.
ACARA VIII
RANGKAIAN RLC
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan praktikum
Tujuan praktikum pada acara ini yaitu:
a. Memahami rangkaian AC dengan resistor, inductor dan kapasitor.
b. Mengukur hambatan (R), impedansi induktif (XL) dan reaktansi
kapasitif (XC).
c. Mengukur impedansi total (Z) untuk rangkaian RLC seri.
2. Waktu praktikum
Kamis, 24 Maret 2022
3. Tempat praktikum
Lantai II, Laboratorium Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
C. LANDASAN TEORI
Rangkaian RLC adalah rangkaian listrik yang tersusun atas resistor
(R), induktor (L) dan kapasitor (C), yang disusun secara seri maupun paralel.
Hambatan yang dihasilkan resistor disebut sebagai resistansi, hambatan yang
dihasilkan oleh induktor biasa disebut reaktansi induktif yang dihasilkan
dengan XL, sedangkan hambatan yang dihasilkan oleh kapasitor disebut
reaktansi kafasitif yang disimbolkan dengan XC (sari, 2021 :31).
Pada rangkaian RLC seri dengan sumber baterai E colt dapat
digambarkan pada 8.1 dimana model persamaan eangkaian diperoleh dengan
hukum tegangan kircholf yaitu:
𝑉 R + VL + VC = E (8.1)
𝐼𝑚𝑝𝑒𝑑𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑍 𝑅 𝑋 𝑋 (8.2)
1 (8.4)
𝑓𝑜²
2𝜋 ²𝐿
(8.5)
1 1 1
𝑓𝑜
2𝜋 ²𝐿 2𝜋 𝐿
Rumus diatas menujukkan bahwa,frekuensi resonansi semakin kecil
ketika induktansi induktor atau kapasitor diperbesar. Untuk harga L dan C
tentu hanya ada satu nilai frekuensi yang memberikan keadaan resonansi, dan
ada banyak sekali (tak hingga) kombinasi L dan C yang dapat menghasilkan
frekuensi resonansi tertentu (Surya, 2009: 292).𝐿
Salah satu penelitan yang erkaitan dengan rangkaian RLC yaitu
Pengukuran Suseptibilitas dan Permeabilitas Bahan Menggunakan Prinsip
Resonansi pada Rangkaian RLC dengan Solenoida sebagai Induktor. Pada
penelitian ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi kuat induksi magnetik
solenoida meliputi kuat arus listrik, panjang solenoida, jumlah lilitan dan
bahan yang disisipkan kedalam solenoida (Maryati, 2018: 21).
D. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menentukan Z, XL, XC, dan R.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan Z, XL, XC, dan R
yaitu:
a. Rangkaian disusun seperti gambar 8.2.
E. HASIL PENGAMATAN
Imaks=10 mA
R = 220 𝛺
L = 20 mH
C = 470 µF
V = 2,94 V
F. ANALISIS DATA
1. Menentukan nilai Tegangan total
Deketahui:
VR= 2,75 V
VL= 0,052 V
VC= 47,1 V
Ditanyakan:
Vtotal= … volt?
Jawab:
Untuk menentukan nilai tegangan total digunakan persamaan:
Vtotal 𝑉² 𝑉 𝑉
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 2221,0765
1
𝑋
2 3,14 100 470
1
𝑋
295.160
𝑋 3,388 10̅6 Ω
Z 𝑅² 𝑋 𝑋 ²
𝑍 48.400 157,7535
𝑍 48.557,7535
𝑍 220,358 Ω
Untuk hasil perhitungan lain dari Vtotal, XL, XC, dan Z dapat dilihat pada tabel
8.2.
Berdasarkan data pada tabel 8.2 dapat dibuat grafik hubungan antara f dan
XL, f dan XC, serta f dan Z sebagai berikut.
1400
Grafik Hubungan f (Hz) dan XL (Ω)
1200
1000
XL (Ω)
800
600
400
200
0
0 2000 4000 6000 8000 10000
f (Hz)
2,000E‐06
1,500E‐06
1,000E‐06
5,000E‐07
0,000E+00
0 2000 4000 6000 8000 10000
f (Hz)
1200,000
1000,000
800,000
Z (Ω)
600,000
400,000
200,000
0,000
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 1000
f (Hz)
Gambar 8.5 Grafik hubungan f (Hz) dan Z (Ω)
G. PEMBAHASAN
Rangkaian RLC adalah rangkaian yang terdiri dari resistor, inductor,
dan kapasitor. Ketiganya dihubungkan secara seri dengan sebuah arus bolak-
balik. Tegangan listrik bolak-balik adalah arus dan tegangan arus listrik yang
berubah terhadap waktu atau merupakan fungsi waktu. Komponen Resistor
berfungsi sebagai penghambat arus. Kapasitor berfungsi sebagai penyimpan
muatan, dan Induktor berfungsi sebagai penyimpan muatan dalam bentuk
medan magnet. Ketika resistor, induktor, dan kapasitor dirangkai secara seri
maka rangkaian tersebut dinamakan rangkaian RLC.
Prantikum rangkaian RLC ini memiliki tiga tujuan. Tujuan-tujuan
tersebut diantaranya yaitu memahami rangkain AC dengan Resistor, Induktor,
dan Kapasotor; mengukur hambatan (R), impedansi induktif (XL), dan
reaktansi kapasitif (XC); serta mengukur impedansi total (Z) untuk rangkaian
RLC seri. Arus AC yang mengalir akan mendapatkan hambatan dari R, L, dan
C. Hambatan tersebut dinamakan impedansi (Z) atau hambatan total.
Hambatan yang dihasilkan oleh resistor dinamakan resistansi (R), hambatan
yang dihasilkan oleh induktor disebut reaktansi induktif (XL), dan hanbatan
yang dihasilkan oleh kapasitor disebut reaktansi kapasitif (XC). Nilai dari
hambatan-hambatan tersebut dengan berbagai frekuensi dapat dilihat pada
table 8.2 hasil perhitungan. Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 8.1
ketika diberi frekuensi 100 Hz, tegangan total yang dihasilkan adalah 47,128
V, XL= 12,56 𝛺, XC= 3,388 𝛺, dan Z= 220,558 𝛺. Hasil perhitungan lainnya
dapat dilihat pada tabel 8.2.
Dari data perhitungan pada tabel 8.2 dapat dibuat grafik hubungan
antara frekuensi dengan XL, XC, dan Z. Variasi nilai frekuensi yang digunakan
mempengaruhi nilai tegangan dari masing-masing hambatan. Berdasarkan
gambar 8.3 yaitu grafik f(Hz) dan (XL), dapat diketahui bahwa besarnya
reaktansi induktif (XL) berbanding lurus dengan perubahan frekuensi arus
bolak balik, maka akan semakin besar semakin besar reaktansi induktif (XL)
pada induktor, begitu pula sebaliknya. Sedangkan, berdasarkan berdasarkan
grafik 8.4 grafik hubungan frekuensi (Hz) dengan reaktansi kapasitif (Ω),
dapat diketahui bahwa besarnya reaktansi kapasitif dengan frekuensi adalah
berbanding terbalik. Semakin besar nilai frekuensi arus bolak balik yang
diberikan maka reaktansi kapasitif (XC) yang dihasilkan semakin kecil, dan
sebaliknya untuk hubungan antara frekuensi (Xz) dengan nilai impedansi atau
Z (Ω) dapat dilihat pada gambar 8.5, semakin tinggi nilai frekuensi arus bolak
balik yang diberikan, maka nilai Z yang dihasilkan akan semakin tinggi, dan
grafik yang dihasilkan akan semakin linier.
H. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Rangkaian RLC adalah rangkaian yang terdiri dari resistor, inductor,
dan kapasitor. Ketiganya dihubungkan secara seri dengan sebuah arus
bolak-balik. Tegangan listrik bolak-balik adalah arus dan tegangan arus
listrik yang berubah terhadap waktu atau merupakan fungsi waktu.
Komponen Resistor berfungsi sebagai penghambat arus. Kapasitor
berfungsi sebagai penyimpan muatan, dan Induktor berfungsi sebagai
penyimpan muatan dalam bentuk medan magnet.
b. Hambatan yang dihasilkan oleh resistor dinamakan resistansi (R),
hambatan yang dihasilkan oleh induktor disebut reaktansi induktif (XL),
dan hanbatan yang dihasilkan oleh kapasitor disebut reaktansi kapasitif
(XC). Ketika diberikan frekuensi arus bolak balik 100 Hz, hambatan
yang dihasilkan adalah XL= 12,56 Ω dan XC= 3,388 10̅ Ω.
Hubungan antara frekuensi dengan frekuensi dengan impedansi induktif
(XL) adalah berbanding lurus. sedangkan hubungan antara frekuensi
dengan impedansi kapasitif (XC) adalah berbanding terbalik.
c. Impedansi (Z) adalah total hambatan dari resistor, induktor,dan
kapasitor pada rangkaian RLC yang dihubungkan secara seri. Nilai
impedansi (Z) Ketika diberikan frekuensi 100 Hz adalah 220,358 Ω.
Perhitungan lainnya dapat dilihat pada tabel 8.2.
2. Saran
Alat dan bahan praktikum yang sudah tua atau hampir rusak sebaiknya
diganti dengan yang lebih baik agar pengambilan data lebih mudah dan
dapat mengefisienkan waktu pengambilan data.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Abdul. (2020). Matematika Untuk Fisika 2. Aceh: Syiah Kuala University
Press.
Maryati, Y., Herlan, R., Annisa, A., dan Togar, S. (2018). Pengembangan dan
Modifikasi Sistem Pengukuran Suseptibilitas dan Permeabilitas Bahan
Magnet. Jurnal Material dan Energi Indonesia. 8 (2). 21.
Sari, A dan Fitri, J. (2021). Perancangan Sistem Kontrol PID dengan Aplikasi
SCILAB. 31.
Surya, Yohanes. (2009). Listrik dan Magnet. Tangerang: PT Kandel.