Anda di halaman 1dari 16

KEGIATAN YANG DILARANG DALAM UU NO.

5 TAHUN 1999

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha

Dosen Pengampu : AM. Hasan Ali, M.A.

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Rizky Wahyuni 11200490000011

Fauzan Prawira A 11200490000022

M. Aushafadlan Aqila 11200490000032

Alvina Damayanti 11200490000048

Risky Nur Awalia 11200490000078

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2022 M /


1443 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, tauhid, serta hidayahnya
dan tak lupa juga shalawat serta salam yang senantiasa kami limpahkan kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW. Sehingga tugas makalah Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha
kelompok 3 yang berjudul “KEGIATAN YANG DILARANG DALAM UU NO. 5 TAHUN
1999” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah yang telah kami susun dengan maksimal ini tak luput atas bantuan dosen
pengampu, Bapak AM. Hasan Ali, M.A., yang telah memberikan arahan dan juga ilmu-ilmu
yang relevan yang tentunya sangat bermanfaat. Serta support baiknya kepada semua pihak yang
telah berkontribusi serta membantu dalam penyusunan makalah ini. Terima kasih juga untuk
para pembaca, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka,
kami selaku tim penyusun makalah sangat mengharapkan masukan, baik saran maupun kritik
yang membangun dari para pembaca agar menjadi bahan evaluasi kami selanjutnya.

Jakarta, 19 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan Masalah .............................................................................................................. 1

BAB II ....................................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2

A. Pengertian Kegiatan Yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha .......................... 2

B. Macam - macam Kegiatan Yang Dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 ....................... 2

1. Monopoli ..................................................................................................................... 2

2. Monopsoni................................................................................................................... 4

3. Penguasaan Pasar ........................................................................................................ 5

4. Persekongkolan ........................................................................................................... 6

BAB III.................................................................................................................................... 11

PENUTUP ............................................................................................................................... 11

A. Simpulan ....................................................................................................................... 11

B. Saran ............................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekuatan pasar yang berlebihan pada suatu perusahaan atau kelompok
perusahaan dapat menyebabkan perusahaan tersebut menjadi monopoli dan menguasai
pasar. Hal ini dapat menyebabkan harga menjadi tinggi dan menghambat persaingan
yang sehat. Oleh karena itu, UU ini dibuat untuk mencegah praktik monopoli dan
mempromosikan persaingan yang sehat.
Persaingan yang sehat dapat memberikan manfaat bagi konsumen, seperti
pilihan produk yang lebih banyak dan harga yang lebih murah. UU ini bertujuan untuk
melindungi konsumen dari praktik-praktik usaha tidak sehat yang dapat merugikan
mereka.
Persaingan yang sehat dapat meningkatkan efisiensi ekonomi, karena
perusahaan harus berusaha untuk memproduksi barang atau jasa yang lebih baik dan
murah. UU ini dapat mempromosikan persaingan yang sehat dan mendorong
perusahaan untuk meningkatkan efisiensi produksi.
Praktik-praktik usaha tidak sehat seperti praktik kartel, penipuan, atau
kecurangan dapat merugikan pesaing dan mengganggu keadilan bisnis. UU ini
bertujuan untuk mencegah praktik-praktik tersebut dan menjaga keadilan dalam
persaingan usaha.
Dengan dibuatnya UU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, diharapkan dapat tercipta persaingan usaha yang sehat dan
memberikan manfaat bagi konsumen dan masyarakat pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kegiatan yang dilarang dalam hukum persaingan usaha ?
2. Apa saja macam-macam kegiatan yag dilarang dalam UU No. 5 tahun 1999 ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian kegiatan yang dilarang dalam hukum persaingan
usaha.
2. Untuk mengetahui macam-macam kegiatan yag dilarang dalam UU No. 5 tahun
1999.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kegiatan Yang Dilarang dalam Hukum Persaingan Usaha


Kegiatan yang Dilarang adalah tindakan atau perbuatan hukum “sepihak” yang
dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya keterkaitan
hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha lainnya.1 Pada dasarnya “kegiatan”
adalah suatu aktivitas, usaha, atau pekerjaan. Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa
activity atau kegiatan adalah “an occupation or pursuit in which person is active”. Dengan
demikian dapat dirumuskan bahwa “kegiatan” adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu
atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya.
2

B. Macam - macam Kegiatan Yang Dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999


Kegiatan-kegiatan tertentu yang dilarang dan berdampak tidak baik untuk persaingan
pasar terdiri dari :
1. Monopoli
Monopoli adalah suatu penguasaan atas produksi atau pemasaran barang atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.3 Jenis pasar
yang bersifat monopoli ini hanya ada satu penjual, sehingga penjual tersebut bisa menentukan
sendiri berapa jumlah barang atau jasa yang akan dijual. Berapa jumlah barang yang akan dijual
tergantung kepada keuntungan yang akan diraihnya, sehingga penjual akan menerapkan harga
yang akan memberikan keuntungan tertinggi.
Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1999 mengatur bahwa:
(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha
barang dan atau jasa yang sama; atau

1
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, loc. cit. dikutip dari Rachmadi Usman, loc. cit.
2
Hermansyah, op. cit., hlm 38
3
Pasal 1 angka 1 UULPM

2
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.4
Monopoli terjadi karena adanya hambatan bagi perusahaan baru untuk memasuki
industri yang sama dengan perusahaan yang sudah ada, yang disebut dengan hambatan masuk
(barriers to entry). Hambatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian sesuai dengan
penyebabnya. Kedua hambatan tersebut yaitu hambatan teknis (technical barriers to entry) dan
hambatan legalitas (legal barriers toentry). 5
Monopoli dilarang karena mengandung beberapa efek negatif antara lain:
a) Terjadi peningkatan harga suatu produk sebagai akibat tidak adanya kompetisi persaingan
yang bebas. Harga yang tinggi ini pada gilirannya akan menyebabkan inflasi yang
merugikan masyarakat yang luas.
b) Adanya keuntungan (profit) di atas kewajaran yang normal. Pelaku usaha akan seenaknya
menetapkan harga untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya karena konsumen
tidak ada pilihan lain terpaksa membeli produk tersebut.
c) Terjadi eksploitasi terhadap konsumen karena tidak adanya hak pilih konsumen atas
produk. Produsen akan seenaknya menetapkan kualitas suatu produk tanpa dikaitkan
dengan biaya yang dikeluarkan. Eksploitasi ini juga akan menimpa karyawan buruh yang
bekerja pada produsen tersebut dengan menetapkan gaji upah yang sewenang-wenang
tanpa memperhatikan ketentuan yang berlaku.
d) Terjadi ketidakekonomisan dan ketidakefisienan yang akan dibebankan kepada konsumen
dalam menghasilkan suatu produk karena perusahaan monopoli cenderung tidak beroperasi
pada average cost yang minimum.
e) Adanya entry barrier dimana perusahaan lain tidak dapat masuk ke dalam bidang usaha
perusahaan monopoli tersebut karena penguasaan pangsa pasarnya yang besar. Perusahaan-
perusahaan kecil tidak diberi kesempatan untuk tumbuh berkembangakan menemui ajalnya
satu persatu.
f) Pendapatan menjadi tidak merata karena sumber modal akan tersedot ke dalam perusahaan
yang monopoli. Masyarakat banyak harus berbagi dengan banyak orang bagian yang sangat
kecil, sementara perusahaan monopoli dengan sedikit orang akan menikmati bagian yang
lebih besar. 6

4
UU No.5 Tahun 1999
5
Susanti, op. cit. h. 75.
6
Ahmad Yani Gunawan Widjaya, 1999, Anti Monopoli, PT. Raja Grafindo, Jakarta, h. 30.

3
Penyebab timbulnya monopoli itu sendiri adalah adanya hambatan untuk bisa
memasuki pasar lain. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan:
1. Sumber kunci, misalnya pelaku adalah merupakan satu-satunya pemilik sumber utama
(resources).
2. Monopoli yang diciptakan oleh pemerintah. Misalnya adanya pemberian hak tertentu kepada
salah satu pelaku usaha yang dekat dengan penguasa untuk mengimpor atau mengekspor
produk barang dan jasa tertentu. Disamping itu bisa juga pemerintah memberikan hak paten
atau copyright kepada salah satu pelaku usaha.
3. Terjadi monopoli alamiah. Monopoli ini terjadi karena penyediaan barang dan jasa akan
lebih murah jika dilaksanakan oleh satu pihak dari pada oleh beberapa pihak, misalnya
PDAM, PLN, Pertamina dsb.
2. Monopsoni
Definisi teoritis tentang monopsoni adalah suatu pembeli dominan atau pembeli tunggal
yang berhadapan dengan beberapa penjual. Pada dasarnya monopsoni adalah pantulan cermin
dari monopoli, apabila monopolis memaksa harga jual dengan melakukan pembatasan produksi
maka monopsonis akan melakukan kebalikannya yaitu memaksa harga jual menjadi
sedemikian rendah dengan membatasi pembelian.7
Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1999 mengatur bahwa:
(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau
satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Secara teoritis monopsoni dapat tumbuh secara alamiah karena kondisi geografis suatu
wilayah produksi yang terpencil terasing atau bisa juga terpencar, tetapi di Indonesia
monopsoni terjadi karena pengaruh kebijakan pemerintah yang dinyatakan.8 Contoh, Badan
Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang pernah bertindak sebagai pembeli tunggal atas
seluruh produk yang dihasilkan seluruh petani di tanah air. Selain itu juga bertindak sebagai

7
Robert J. Thornton, Retrospectives How Joan Robinson and B. L. Hallward Named Monopsony, Journal of
Economic Perspectives Vol. 18, Number 2- Spring 2004, hal. 257-261, University of Illinois at Chicago
8
Insan Budi Maulana, op.cit. h.3

4
penjual tunggal produk itu kepada para pengusaha rokok yang bertindak sebagai pembeli,
tindakan BPPC seperti ini jelas menimbulkan praktek monopsoni.9
Pola yang dilakukan oleh praktek monopoli maupun monopsoni sebenarnya hampir
sama yaitu memberlakukan diskriminasi harga, pada saat monopolis memberlakukan tawaran
ambil atau tidak sama sekali maka monopolis tersebut akan mendapatkan keuntungan
maksimal dari konsumen, demikian juga seorang monopsonis akan mendapatkan keuntungan
maksimal dari supplier-nya, tanpa mengurangi output yang terbentuk.10
Jika dalam hal monopoli, seorang atau satu kelompok usaha menguasai pangsa pasar
yang besar untuk menjual suatu produk, maka istilah monopsoni, dimaksudkan sebagai seorang
atau satu kelompok usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar untuk membeli suatu
produk, atau acap kali monopsoni itu identik dengan pembeli tunggal atas produk barang
maupun jasa tertentu. Dalam teori ekonomi disebutkan pula, bahwa monopsoni merupakan
sebuah pasar di mana hanya terdapat seorang pembeli atau pembeli tunggal.
Dalam pasar monopsoni, biasanya harga barang atau jasa akan lebih rendah dari harga
pada pasar yang kompetitif.11 Biasanya pembeli tunggal ini pun akan menjual dengan cara
monopoli atau dengan harga yang tinggi. Pada kondisi inilah potensi kerugian masyarakat akan
timbul karena pembeli harus membayar dengan harga yang mahal dan juga terdapat potensi
persaingan usaha yang tidak sehat.
3. Penguasaan Pasar
Penguasaan pasar atau dengan kata lain menjadi penguasa di pasar merupakan
keinginan dari hampir semua pelaku usaha, karena penguasaan pasar yang cukup besar
memiliki korelasi positif dengan tingkat keuntungan yang mungkin bisa diperoleh oleh pelaku
usaha. Untuk memperoleh penguasaan pasar ini, pelaku usaha kadangkala melakukan
tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum. Kalau hal ini yang terjadi, maka mungkin
saja akan berhadapan dengan para penegak hukum karena melanggar ketentuan-ketentuan yang
ada dalam hukum persaingan. Walaupun pasal ini tidak merumuskan berapa besar penguasaan
pasar atau berapa pangsa pasar suatu pelaku usaha, namun demikian suatu perusahaan yang
menguasai suatu pasar pasti mempunyai posisi dominan di pasar. 12
Pasal 19 sampai 21 UU No. 5 Tahun 1999 mengatur bahwa:

9
Insan Budi Maulana, op.cit. h.79.
10
OECD, Roundtable on Monopsony and Buyer Power, Note by the United States, DAF/COMP/WD, October
2008, hal. 10.
11
R. Sheyam Khemani, op. cit., hal. 30
12
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan GTZ, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, 2000, hal. 273.

5
o Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha
yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
atau
d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
o Pasal 20
Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan
jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau
mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
o Pasal 21
Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya
lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pihak yang dapat melakukan penguasaan pasar adalah para pelaku usaha yang
mempunyai market power, yaitu pelaku usaha yang dapat menguasai pasar sehingga dapat
menentukan harga barang dan atau jasa yang di pasar yang bersangkutan. Wujud penguasaan
pasar yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk
perilaku penjualan barang dan/ atau jasa di antaranya, jual rugi (predatory pricing) dengan
maksud untuk “mematikan “pesaingnya; dan praktik penetapan biaya produksi secara curang
serta biaya lainnya yang menjadi komponen harga barang.
Berbagai wujud penguasaan pasar seperti ini hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha
yang mempunyai market power. Kriteria penguasaan pasar tersebut tidak harus 100%,
penguasaan sebesar 50% atau 75% saja sudah dapat dikatakan mempunyai market power.
4. Persekongkolan

6
Persekongkolan atau konspirasi adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku
usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi
kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.13
Pasal 22 sampai 24 UU No. 5 Tahun 1999 mengatur bahwa:
o Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
o Pasal 23
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi
kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
o Pasal 24
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan
atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari
jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
Tujuan utama pelaksanaan penawaran tender adalah memberikan kesempatan yang
seimbang bagi semua penawar sehingga menghasilkan harga yang paling murah dengan output
yang maksimal. Oleh karenanya, persekongkolan dalam penawaran tender dianggap
menghalangi terciptanya persaingan yang sehat di kalangan para penawar yang beritikad baik
untuk melakukan usaha di bidang bersangkutan.14
Perkara persaingan usaha yang ditangani oleh KPPU lebih banyak menyangkut
persekongkolan dalam tender, artinya masyarakat, pelaku usaha yang tidak memenangkan
tender sudah menyadari bahwa tempat untuk menyampaikan kecurangan ini adalah ke KPPU.
Contoh kasus tender yang ditangani oleh KPPU adalah kasus Indomobil. Dalam perkara
Indomobil, objek yang ditenderkan adalah saham convertible bonds, dimana hal tersebut bukan
termasuk dalam pengertian tender, karena saham bukan merupakan barang atau jasa. Adapun
dalam perkara VLCC objek yang ditenderkan adalah divestasi/penjualan dua kapal VLCC

13
Pasal 1 angka 8 UULPM.
14
Anggraini, 2009 (2), Implementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 2, h. 79.

7
milik Pertamina. Keseluruhan penjualan /atau pembelian objek di atas, dilakukan dengan cara
tender /atau pelelangan umum.15
Cakupan pengertian tender menurut Penjelasan Pasal 22 hanya terbatas pada tender
untuk memborong pekerjaan, pengadaan barang atau penyediaan jasa, di mana yang menjadi
pemenang adalah peserta yang mengajukan penawaran terendah, bukan penawaran tertinggi
seperti pada perkara Indomobil divestasi VLCC.16
a. Larangan Persekongkolan Dalam Tender
Larangan persekongkolan tender dilakukan karena dapat menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat bertentangan dengan tujuan dilakukannya tender tersebut, yaitu untuk
memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat menawarkan harga
kualitas bersaing. Adanya larangan ini diharapkan pelaksanaan tender akan menjadi efisien,
artinya mendapatkan harga termurah dengan kualitas terbaik.17
Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada 3 jenis yaitu persekongkolan
horizontal, persekongkolan vertikal, gabungan persekongkolan vertikal horizontal, ketiga jenis
persekongkolan tersebut adalah:
1) Persekongkolan Horizontal
2) Persekongkolan Vertikal
3) Persekongkolan Horizontal Pertikal18
b. Indikasi Persekongkolan Dalam Tender
Indikasi persekongkolan saat perencanaan, antara lain meliputi:
a. Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/lelang secara
terbuka
b. Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, /atau waktu penyerahan barang yang
akan ditawarkan atau dijual atau lelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku
usaha tertentu;
c. Tender/lelang di buat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat
mengikuti/melaksanakan;
d. Ada keterkaitan antara sumber penaanasal barang /jasa;
e. Nilai uang jaminan lelang ditetapkan jauh lebih tinggi daripada nilai dasar lelang;

15
A. M. Tri Anggraini, 2009, Implementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 2, h.
106.
16
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M.Tri Anggraini, Op. Cit., hal. 19-20.
17
Laporan KPPU, 2007, h. 4.
18
Media Berkala KPPU, 2007, h.1.

8
f. Penetapan tempat waktu lelang yang sulit dicapai diikuti.19
Indikasi persekongkolan saat Prakualifikasi Perusahaan atau pra lelang meliputi:
a. Persyaratan untuk mengikuti prakualifikasi membatasi /atau mengarah kepada pelaku
usaha tertentu;
b. Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi, merek, atau
dilelangkan;
c. Adanya kesepakatan mengenai cara, tempat, /atau waktu Pengumuman tender/lelang;
d. Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam prakualifikasi walaupun tidak atau kurang
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan;
e. Panitia memberikan perlakuan khusus/istimewa kepada pelaku usaha tertentu;
f. Adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah prakualifikasi tidak
membertitahukan kepada semua peserta;
g. Adanya pemegang saham yang sama diantara atau panitia atau pemberi pekerjaan
maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender/lelang (benturan
kepentingan).20
Indikasi persekongkolan pada pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender/lelang
maupun pada saat penyusunan dokumen tender/lelang, antara lain: Persyaratan tender/lelang
yang diberikan kepada pelaku usaha tertentu terkait dengan sertifikasi barang, kolomutu,
kapasitas, waktu penyerahan yang harus dipenuhi. Indikasi persekongkolan pada saat
pengumuman tender atau lelang, antara lain; jangka waktu pengumuman tender/lelang yang
sangat terbatas; informasi dalam pengumuman tender/lelang dengan sengaja dibuat tidak
lengkap tidak memadai. Sementara informasi lebih lengkap diberikan hanya kepada pelaku
usaha tertentu.
Dalam proses penyelenggaraan tender harus memenuhi unsur-unsur yaitu: 21
a. Penyelenggara tender, yaitu pengguna barang/atau jasa; penjual barang; panitia tender.
b. Peserta tender, yaitu para pelaku usaha penyedia barang /atau jasa, atau pembeli barang,
yang memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta tender.
c. Persyaratan tender, meliputi kualifikasi, klasifikasi, kompetensi peserta tender;
spesifikasi standar barang/atau jasa; jaminan yang harus diberikan peserta tender; serta

19
KPPU, 2005, Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender, h. 12. Pedoman ini telah
diganti dengan PerKom No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 22 UULPM.
20
Ibid.
21
Anggraini (2), op. cit. h. 80.

9
persyaratan-persyaratan lain yang ditetapkan dalam dokumen tender pengadaan barang
/atau jasa, /atau penjualan barang.
d. Penawaran teknisharga terbaik yang diajukan oleh penyedia barang /atau jasa, atau
penawaran harga terbaik yang diajukan oleh pembeli barang.
e. Kualitas barang /atau jasa, untuk pengadaan barang /atau jasa.
f. Waktu tertentu.
g. Tata cara metode tertentu, antara lain meliputi prosedur tender, cara pemberitahuan
perubahan, penambahan, atau pengurangan isi dokumen tender; cara penyampaian
penawaran, mekanisme evaluasi,penentuan pemenang tender; serta mekanisme
pengajuan sanggahan /atau tanggapan.

10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kegiatan yang Dilarang adalah tindakan atau perbuatan hukum “sepihak” yang
dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa adanya keterkaitan
hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha lainnya. Monopoli adalah
suatu penguasaan atas produksi atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa
tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Jenis pasar yang
bersifat monopoli ini hanya ada satu penjual, sehingga penjual tersebut bisa
menentukan sendiri berapa jumlah barang atau jasa yang akan dijual.
Monopoli terjadi karena adanya hambatan bagi perusahaan baru untuk
memasuki industri yang sama dengan perusahaan yang sudah ada, yang disebut dengan
hambatan masuk (barriers to entry). Penyebab timbulnya monopoli itu sendiri adalah
adanya hambatan untuk bisa memasuki pasar lain. Sumber kunci, misalnya pelaku
adalah merupakan satu-satunya pemilik sumber utama (resources). Pola yang dilakukan
oleh praktek monopoli maupun monopsoni sebenarnya hampir sama yaitu
memberlakukan diskriminasi harga, pada saat monopolis memberlakukan tawaran
ambil atau tidak sama sekali maka monopolis tersebut akan mendapatkan keuntungan
maksimal dari konsumen, demikian juga seorang monopsonis akan mendapatkan
keuntungan maksimal dari supplier-nya, tanpa mengurangi output yang terbentuk. Jika
dalam hal monopoli, seorang atau satu kelompok usaha menguasai pangsa pasar yang
besar untuk menjual suatu produk, maka istilah monopsoni, dimaksudkan sebagai
seorang atau satu kelompok usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar untuk
membeli suatu produk, atau acap kali monopsoni itu identik dengan pembeli tunggal
atas produk barang maupun jasa tertentu. Dalam pasar monopsoni, biasanya harga
barang atau jasa akan lebih rendah dari harga pada pasar yang kompetitif. Biasanya
pembeli tunggal ini pun akan menjual dengan cara monopoli atau dengan harga yang
tinggi.

B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini. Penyusun banyak berharap para pembaca yang Budiman dapat

11
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah pada kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penyusun yang khususnya juga juga untuk para pembaca yang
Budiman pada umumnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. M. Tri Anggraini, 2009, Implementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU Nomor
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 2.
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, loc. cit. dikutip dari Rachmadi Usman, loc. cit.
Ahmad Yani Gunawan Widjaya, 1999, Anti Monopoli, PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Anggraini, 2009 (2), Implementasi Perluasan Istilah Tender dalam Pasal 22 UU No. 5
Tahun1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jurnal
Persaingan Usaha, Edisi 2.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan GTZ, Undang-Undang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, 2000.
KPPU, 2005, Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender, Pedoman
ini telah diganti dengan PerKom No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pasal 22 UULPM.
Laporan KPPU, 2007.
Media Berkala KPPU, 2007.
OECD, Roundtable on Monopsony and Buyer Power, Note by the United States,
DAF/COMP/WD, October 2008.
Pasal 1 angka 1 UULPM
Pasal 1 angka 8 UULPM.
Putusan No. 001/KPPU/Pdt.P/2002/PN.Jkt.Bar. Lihat juga A.M.Tri Anggraini.
Robert J. Thornton, Retrospectives How Joan Robinson and B. L. Hallward Named
Monopsony, Journal of Economic Perspectives Vol. 18, Number 2- Spring 2004,
University of Illinois at Chicago.
UU No.5 Tahun 1999

13

Anda mungkin juga menyukai