Anda di halaman 1dari 15

POSISI DOMINAN DAN PENYALAHGUNAANNYA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha

Dosen Pengampu: AM Hasan Ali, MA

Disusun oleh :

Kelompok 4
Raihana Nursaibah 11200490000005
M. Ali Jalumampang 11200490000008
Lidya Austie Rizadi 11200490000061
Muhammad Noer Fajar 11200490000069
Uluwan Atikah 11200490000085
Akmal Muhammad Firdaus 11200490000097

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa selesaikan makalah mengenai Posisi Dominan dan
Penyalahgunaanya dalam Hukum Persaingan Usaha.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi di dalam
pembuatan makalah ini.
Salah satu tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikah oleh
bapak AM Hasan Ali, MA Pada mata kuliah Hukum Persaingan Usaha.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa makalah kami masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya, Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga kami bisa melakukan perbaikan menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah mengenai Menganalisis Posisi Dominan dan
Penyalahgunaanya dalam Hukum Persaingan Usaha ini bisa memberi manfaat ataupun
pengetahuan kepada pembaca

Tangerang, 15 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................2
A. Latar Belakang .........................................................................................................2
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................4
A. Pengertian Posisi Dominan ......................................................................................4
B. Unsur-Unsur Posisi Dominan ..................................................................................5
C. Kategori Penyalahgunaan Posisi Dominan..............................................................6
D. Dampak Penyalahgunaan Posisi Dominan terhadap Persaingan dan Konsumen ....8
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................10
A. Kesimpulan ..............................................................................................................10
B. Saran ........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 12

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memuat tiga kategori tindakan-tindakan yang
dilarang demi menjaga terjadinya kelangsungan persaingan yang sehat, yaitu perjanjian
yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan. Kategori perjanjian yang
dilarang terdiri atas10 (sepuluh) jenis perjanjian yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku
usaha, yakni Oligopoli, Penetapan Harga, Pembagian Wilayah, Pemboikotan, Kartel, Trust,
Oligopsoni, Integrasi Vertikal, Perjanjian Tertutup, serta Perjanjian dengan Pihak Luar
Negeri. Untuk kegiatan yang dilarang sendiri dapat dibagi menjadi beberapa kegiatan
seperti monopoli, monopsoni, penguasaan pasar (predatory pricing, price war and price
competition, penetapan biaya produksi dengan curang), dan persekongkolan (conspiracy).
Bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi dominan atau hambatan-hambatan persaingan usaha
yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan ditetapkan di
dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ialah
mencegah atau mengahalangi konsumen, membatasi pasar dan perkembangan teknologi,
menghambat persaingan potensial, praktek diskriminasi dan jual rugi. Diantaranya ialah
penyalahgunaan posisi dominan yang dilakuakan oleh pelaku usaha.
Penguasaan posisi dominan dalam hukum persaingan usaha sejatinya tidak dilarang
sepanjang pelaku usaha dalam mencapai posisi dominannya atau 3 menjadi pelaku usaha
yang lebih unggul pada pasar yang bersangkutan atas kemampuannya sendiri dengan cara
yang fair (adil). Jika pelaku usaha menggunakan cara yang benar untuk mencapai posisi
dominan, hal tersebut dapat memicu kepada pelaku usaha lain untuk dapat bersaing di pasar
bersangkutan dengan cara yang benar juga. Sebaliknya, perusahaan yang tidak efisien dan
tidak kompetitif serta tidak responsif terhadap kebutuhan konsumen akan dipaksa keluar
dari persaingan.
Namun, untuk mencapai posisi dominan di suatu pasar bukanlah perkara yang
mudah bagi setiap pelaku usaha, misalkan si pelaku usaha harus meningkatkan kemampuan
keuangannya, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
2
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu terlebih dahulu, barulah
kemudian si pelaku usaha bisa mencapai kedudukan posisi dominan di dalam pasar,
sehingga tidak semua pelaku usaha dapat menempati posisi dominan. Hanya pelaku usaha
yang sudah mengembangkan usaha dengan sangat baik saja yang dapat menempatinya.
Untuk mencapai posisi dominan dalam pasar tidak jarang pelaku usaha
menggunakan cara yang tidak dibenarkan sehingga munculah tindakan dari persaingan
usaha yang dilarang. Salah satu ciri-ciri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
adalah jika pelaku usaha tersebut dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat pada pasar
yang bersangkutan secara mandiri/ individu tanpa memperhitungkan pesaing-pesaingnya.
Kedudukan seperti ini karena kepemilikan pangsa pasarnya, atau karena kepemilikan
pangsa pasar ditambah dengan kemampuan pengetahuan tehnologinya, bahan baku atau
modal, sehingga pelaku usaha tersebut mempunyai kekuasaan untuk menentukan harga atau
mengontrol produksi atau pemasaran terhadap bagian penting dari produk-produk yang
diminta. Dengan demikian akibat tindakan pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
tersebut pasar menjadi terdistorsi. Pelaku usaha tersebut secara independen tanpa
mempertimbangkan keadaan pesaingnya dapat mempengaruhi pasar akibat penyalahgunaan
posisi dominannya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan posisi dominan?
2. Apa saja unsur – unsur posisi dominan?
3. Bagaimana kategori penyalahgunaan posisi dominan?
4. Bagaimana dampak penyalahgunaan posisi dominan terhadap persaingan dan
konsumen?
C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui pengertian posisi dominan
2. Agar mengetahui Unsur – unsur yang ada di posisi dominan
3. Agar mengetahui kategori penyalahgunaan posisi dominan
4. Agar mengetahui dampak penyalahgunaan posisi dominan terhadap persaingan dan
konsumen

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Posisi Dominan


Pengaturan posisi dominan di Indonesia tercantum dalam pasal 1 angka (4) undang
– undang Nomer 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat, yaitu: “posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu”.
Penyalahgunaan posisi dominan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku
usaha yang memiliki posisi dominan dimana pelaku usaha tersebut meyalahgunakannya
dengan melakukan perilaku-perilaku yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persiangan Usaha Tidak Sehat. Posisi
dominan tidaklah dilarang namun perilaku posisi dominan dapat menjadi awal terjadi
perilaku yang dilarang oleh undang-undang, mengingat akibat yang diakibatkan dari
penyalahgunaan posisi dominan yang dapat menjadi awal terjadinya perilaku lain cukup
luas akibatnya, melihat dampak yang sulit terdeteksi dan luas, karena tidak hanya
konsumen namun juga pelaku usaha lainnya yang dirugikan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat memiliki salah satu tujuan yaitu untuk pelaku usaha untuk
dapat mengembangkan kegiatan usahanya semaksimal mungkin atau menjadi yang terbaik
di bidang usahanya dengan perilaku yang tidak merugikan pelaku usaha lain dan
konsumen.Berdasarkan Pasal 25 (satu atau kelompok) pelaku usaha yang memiliki yang
posisi dominan tidak mutlak dilarang, namun yang dilarang adalah penyalahgunaan posisi
dominan yang dimilikinya.1 Pelaku usaha mungkin dapat mencapai posisi dominan dengan
cara yang sah, misalnya dengan efisiensi perusahaan dan inovasi terhadap produk.

1
Anang Triyono, Penyalahgunaan Posisi Dominan Oleh Pelaku Usaha: Studi Kasus Pada Audit PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk., Skripsi tidak diterbitkan, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010, hlm 21.
4
B. Unsur-Unsur Posisi Dominan
Syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1 angka (4) Undang - Undang Nomor 5 Tahun
1999 yang penting adalah bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnnya dalam kaitan dengan kemampuan
keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan dan kemampuan menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Namun ketentuan ini tidak menjelaskan
syarat-syarat tersebut harus dipenuhi oleh suatu pelaku usaha secara kumulatif atau tidak.
Artinya apakah jika salah satu syarat tersebut dimiliki oleh pelaku usaha dapat dinyatakan
bahwa pelaku usaha tersebut sudah mempunyai posisi dominan? Dari pengertan posisi
dominan Pasal 1 angka (4) tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:2
1. Kemampuan Keuangan
Salah satu unsur yang menyatakan bahwa suatu pelaku usaha mempunyai posisi
dominan adalah apabila pelaku usaha mempunyai keuangan yang lebih besar (kuat)
dibandingkan dengan keuangan pelaku usaha pesaingnya. Secara sederhana dapat
dilihat dari keberadaan pelaku usaha yang mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi
(besar) dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya, pelaku usaha yang mempunyai
pangsa pasar yang lebih tinggi akan mempunyai keuangan yang lebih besar
dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya. Karena presentase nilai jual atau beli
yang lebih tinggi atas suatu barang atau jasa tertentu dibandingkan dengan pesaingnya.
2. Kemampuan pada Pasoka atau Penjualan
Kemampuan mengatur pasokan atau penjualan adalah salah satu ciri pelaku usaha
yang mempunyai posisi dominan. Kemampuan ini dapat dilakukan oleh suatu pelaku
usaha jika memiliki pasngsa pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya.
Oleh karena itu penilaian pangsa pasar pada suatu pasar bersangkutan sangatlah
penting. Karena sangat mungkin suatu pelaku yang memiliki pangsa pasar lebih tinggi
dapat menentukan pasokan atau penjualan pada pasar yang bersangkutan.
Jika pangsa pasar pelaku usaha sudah ditetapkan, mempunyai pangsa pasar yang
lebih tinggi daripada pesaingnya, maka dapat ditentukan apakah pelaku usaha yang
menguasai pangsa pasar dalam persentase tertentu dapat melakukan praktik monopoli

2
M. Hawin, dkk, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Yogyakarta; CICODS FH-UGM,
2009), h. 76.
5
dan/atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan yaitu melalui
kemampuan pengaturan jumlah pasokan atau penjualan barang tertentu di pasar yang
bersangkutan. Kemampuan pengaturan pasokan atau penjualan barang atau jasa tertentu
meniadi salah satu bukti bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang dapat dilakukan
oleh pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan yang mengakibatkan pelaku usaha
pesaingnya tidak dapat bersaing pada pasar yang bersangkutan.
3. Kemampuan Menyesuaikan Pasokan atau Permintaan
Kemampuan pelaku usaha untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang
atau jasa tertentu pada pasar yang bersangkutan menjadi salah unsur penting dalam
menentukan posisi dominan dari pelaku usaha. Pada prinsipnya kemampuan
menyesuaikan pasokan atau permintaan atas suatu barang atau jasa tertentu pada pasar
yang bersangkutan mempunyai kesamaan dengan kemampuan mengatur pasokan atau
penjualan barang atau jasa tertentu. Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan pada pasar yang
bersangkutan. Oleh karena itu, penetapan siapa pelaku usaha yang mempunyai posisi
dominan pada pasar yang bersangkutan penting untuk dilakukan.

C. Kategori Penyalahgunaan Posisi Dominan


1. Mencegah atau Menghalangi Konsumen
Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan dapat melakukan suatu tindakan
untuk mencegah atau menghalangi konsumen untuk memperoleh barang dan atau jasa
yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas dengan menetapkan syarat
perdagangan. Syarat utama yang harus dipenuhi oleh ketentuan Pasal 25 ayat (1) huruf a
adalah syarat perdagangan yang dapat mencegah konsumen memperoleh barang yang
bersaing baik dari segi harga maupun dari segi kualitas3
2. Membatasi Pasar atau Pengembangan Teknologi
Pengertian membatasi pasar yang dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai
posisi dominan sebagai penjual atau pembeli dapat diartikan di mana pelaku usaha yang
mempunyai posisi dominan mempunyai kemungkinan besar untuk mendistorsi pasar
yang mengakibatkan pelaku usaha pesaingnya sulit untuk dapat bersaing di pasar yang
bersangkutan.
3
Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2017).h.247.
6
3. Menghambat Pesaing Potensial
Bentuk penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang
mempunyai posisi dominan adalah menghambat pelaku usaha yang lain yang
berpotensi menjadi pesaing di pasar yang bersangkutan. Ketentuan ini ada kesamaan
dengan larangan Pasal 19 huruf a tentang menolak dan atau menghalangi pelaku usaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan. Dalam
Hukum persaingan usaha dikenal apa yang disebut dengan pesaing faktual dan pesaing
potensial.
4. Praktik Diskriminasi
Praktik diskriminasi dapat dilakukan oleh satu pelaku usaha secara mandiri atau dua
atau tiga pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan atau daya tawar yang kuat
yang mempunyai posisi secara kolektif. Praktik diskriminasi merupakan tindakan atau
perlakuan dalam berbagai bentuk yang berbeda yang dilakukan satu pelaku usaha
terhadap pelaku usaha tertentu.
5. Diskriminasi Harga
Pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan secara sepihak dapat melakukan
diskriminasi harga terhadap pembeli yang satu dengan pembeli yang lain untuk suatu
barang yang sama. Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk
melakukan diskriminasi harga terhadap pelaku usaha tertentu untuk membayar dengan
harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pelaku usaha lain untuk barang
dan atau jasa yang sama.
6. Predatory Pricing (Jual Rugi)
Pengertian jual rugi adalah melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara
melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk
menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat. Tujuan pelaku usaha melakukan jual rugi adalah untuk menyingkirkan
pesaingnya dari pasar. Oleh karena itu praktik jual rugi biasanya dilakukan dalam
waktu jangka panjang sampai pesaingnya tersingkir dari pasar. Jual rugi dalam jangka
pendek akan menguntungkan konsumen. Akan tetapi apabila pelaku usaha pesaing
tersingkir dari pasar, maka pelaku usaha dominan akan menaikkan harga secara
signifikan untuk menutupi kerugian sebelumnya.
7
D. Dampak Penyalahgunaan Posisi Dominan (PPD) terhadap Persaingan dan Konsumen
Adanya PPD di pasar, maka hampir dipastikan terjadi peningkatan tingkat kosentrasi di
suatu industri yang menjadi indikasi peningkatan market power pelaku usaha dalam industri
tersebut. Peningkatan market power memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk
menetapkan harga (price maker). Ada tidaknya market power yang dimiliki oleh pelaku
usaha, dapat diindikasikan dengan tingginya harga jual produk, relatif dengan produk
substitusi, relatif dengan biaya produksi dan tingginya margin keuntungan pelaku usaha di
pasar bersangkutan. Ada dua jenis dampak dari PPD in yakni dampak terhadap persaingan
dan dampak terhadap konsumen.
1. Dampak terhadap persaingan
Pada indsutri dimana terdapat pelaku usaha dominan, tingginya market
power perusahaan dominan relatif terhadap para pesaingnya, memudahkan pelaku
usaha tersebut untuk menentukan output dan harga tapa terpengaruh keputusan
pesaing. Terdapat dua bentuk dampak yang diakibatkan oleh penyalahgunaan posisi
dominan.
Dampak yang pertama muncul sebagai akibat dari penerapan perilaku
strategis yang bersifat kooperatif. Keputusan pelaku usaha dominan untuk
menetapkan harga tinggi sebagai bentuk penggunaan market power secara optimum
akan menjadi pelindung dan insentif bagi pesaing-pesaingnya untuk turut menikmati
harga yang tinggi tersebut. Fenomena ini adalah bentuk dari munculnya price
leadership. Price leadership yang menjelaskan bahwa pelaku usaha dominan
mempunyai kekuatan sebagai price setter (penentu harga). Harga yang ditetapkan
ole pelaku usaha dominan kemudian akan diikuti oleh pelaku-pelaku usaha lainnya
sebagai price taker. Kehadiran Price leadership dalam suatu industri menyebabkan
pilihan konsumen untuk menikmati harga yang lebih murah menjadi terhambat.
Indikasi terjadinya Price leadership adalah tingginya harga produk, serta tingginya
margin keuntungan antar pelaku usaha.
Dampak yang kedua adalah hasil dari perilaku strategis yang bersifat non
kooperatif. Berdasarkan uraian sebelumnya terlihat bahwa penerapan strategi ini
akan mampu membatasi atau mempersempit ruang gerak bagi para pemain baru
yang akan masuk ke dalam industri, dan bahkan mampu mengeluarkan atau
membangkrutkan pelaku usaha pesaingnya.
8
2. Dampak terhadap Konsumen
Pada periode Predatory Pricing dimana pelaku usaha dominan menetapkan
harga yang serendah-rendahnya, tentu saja konsumen mendapatkan dampak positif
yakni terjadi peningkatan consumer surplus. Akan tetapi setelah periode Predatory
Pricing tersebut berakhir, dan perusahaan dominan telah berhasil mengusir
pesaingnya keluar dan bersiap untuk melakukan manuver sebagai monopolis, dapat
dipastikan peningkatan harga oleh perusahaan dominan akan terjadi karena pesaing
menjadi lebih sedikit dan nyaris tidak memiliki kekuatan. Sehingga consumer loss
yang muncul sebagai akibat dari tingginya harga jual produk dibandingkan dari
yang seharusnya dapat dijangkau lebih murah atau kuantitas output di pasaran yang
jumlahnya lebih rendah atau sedikit dari yang seharusnya konsumen dapatkan
menjadi naik.
Kerugian konsumen lainnya dengan adanya tindakan PPD ini adalah
hilangnya kesempatan konsumen untuk memperoleh harga yang lebih rendah,
hilagnya kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan yang lebih banyak
pada harga yang sama, kerugian intangible konsumen, serta terbatasnya alternatif
pilihan konsumen.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk menjamin persaingan usaha yang sehat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) menerbitkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut “UU No. 5/1999”).
Pelaksanaan UU No. 5/1999 yang efektif diharapkan dapat memupuk budaya berbisnis
yang sehat sehingga dapat terus menerus mendorong dan meningkatkan daya saing diantara
pelaku usaha. Salah satu tujuan diberlakukannya undang-undang Hukum Persaingan adalah
untuk memastikan bahwa mekanisme pasar bekerja dengan baik dan konsumen menikmati
hasil dari proses persaingan atau surplus konsumen.
Menjadi tujuan dari setiap pelaku usaha yang rasional untuk dapat mengembangkan
usahanya semaksimal mungkin atau menjadi yang terbaik di bidang usahanya. Idealnya
tujuan ini akan mendorong setiap pelaku usaha berupaya meningkatkan kinerja dan daya
saingnya melalui inovasi dan efisiensi sehingga lebih unggul dari pesaingya. Apabila
berhasil, sebagai konsekuensi logisnya adalah pelaku usaha tersebut akan memperoleh
kedudukan yang kuat (posisi dominan), dan atau memiliki kekuatan pasar (market power)
yang signifikan di pasar bersangkutan. Dengan keunggulan relatif ini, pelaku usaha mampu
untuk menguasai pasar bersangkutan atau dapat mempertahankan kedudukannya yang kuat
di pasar bersangkutan.
Kemampuan untuk menguasai atau untuk mempertahankan posisi di pasar
bersangkutan juga bisa dilakukan melalui kegiatan persaingan usaha yang tidak sehat.
Umpamanya, pelaku usaha, baik secara sendiri maupun bersama sama, menciptakan
hambatan persaingan (competition restraint) bagi pesaingnya maupun pesaing potensialnya,
seperti menghambat masuknya pesaing potensial, membatasi produksi pesaing,
menghambat perkembangan pasar serta teknologi dan berbagai perilaku yang unfair
lainnya. Berkurangnya persaingan yang diakibatkan dari tindakan ini bisa merugikan
konsumen pada akhirnya.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
10
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini. Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya
makalah ini dan dan penulisan makalah pada kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penyusun yang khususnya juga untuk para pembaca yang
budiman pada umumnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anang Triyono, Penyalahgunaan Posisi Dominan Oleh Pelaku Usaha: Studi Kasus Pada Audit PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

M. Hawin, dkk, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Yogyakarta;


CICODS FH-UGM, 2009)

Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
2017

12
1

Anda mungkin juga menyukai