Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENYAKIT MENULAR MORBUS HANSEN/PENYAKIT KUSTA

OLEH KELOMPOK 1 :
1. ANDAN PRASETYO H. PATI
2. SHERLY A. JAKARIA
3. MERRY KOTA
4. ENJELINA SUAT
5. MARSELINA KOLO
6. JULDES NINO
7. MARETHA MATAMTASA
KELAS / SEMESTER : E / III
PRODI : S1 KEERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


KUPANG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan
Karunia-Nyalah kami selaku penulis makalah yang berjudul “ Penyakit Menular Morbus
Hansen/Penyakit Kusta “ yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas yang dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun sehingga dapat dipergunakan untuk membantu perbaikan mendatang
dan atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Kupang , 09 oktober 2023

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................2

BAB II T2INJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi kusta.........................................................................................................3

2.2 Etiologi .................................................................................................................3

2.3 Klasifikasi dan Kriteria Kusta……..........................................................................4

2.4 Manifestasi Klinik...................................................................................................5

2.5 Cara Penularan Kusta...........................................................................................6

2.6 Pemeriksaan Klinis Kusta.....................................................................................7

2.7 Penatalaksanaan Kusta………………………………………………………………..9

2.8 Masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta ……………………..12

2.9 Program-program kesehatan untuk penderita kusta………………………………12

2.10 Konsep pencegahan penyakit kusta……………………………………………….17

2.11. Kelompok Berisiko…………………………………………………………………..19

2.11 Peran perawat komunitas dalam menangani kusta………………………………20

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21

iii
3.2 Saran...................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kusta merupakan penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Leprae, penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi dan dapat pula menyerang
jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang
menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi
medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan
nasional. (Depkes RI, 2007). Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat,
keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan oleh
kusta.
Jumlah penderita lepra (kusta) di Indonesia masih tinggi. Selama kurun waktu 10
terakhir data jumlah penderita lepra di Indonesia tidak mengalami penurunan. Sekitar 17 ribu
penderita lepra baru ditemukan di seluruh Indonesia. Jumlah penderita lepra di Indonesia
nomor tiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah penderita lepra yang masih tinggi
diantaranya Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus Jawa Timur
merupakan wilayah dengan jumlah penyandang kusta terbanyak di Indonesia, Jawa Timur
menjadi daerah endemis penyakit kusta. Penyebaran penderita dan penyakit ini berada di 12
wilayah yakni Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Sampang, Sumenep,
Bojonegoro, Bangkalan, Pamekasan, Tuban dan Lamongan.
Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi
lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat
menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan
bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan
dalam pembangunan bangsa dan negara. Disamping cacat yang timbul, pendapat yang keliru
dari masyarakat terhadap kusta, rasa takut yang berlebihan atau leprophobia akan
memperkuat persoalan sosial ekonomi penderita kusta.
Mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka di perlukan program
penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis,
rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita kusta. Dengan
kemajuan teknologi di bidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan
di bidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat.

1
.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dan penanggulangan dari penyakit tropis kusta?
1.3. Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit kusta.
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi kusta.
2. Menjelaskan penyebab kusta.
3. Menjelaskan klasifikasi kusta.
4. Menjelaskan tanda gejala penyakit kusta.
5. Menjelaskan cara penularan kusta.
6. Menjelaskan pemeriksaan klinis kusta.
7. Menjelaskan penatalaksanaan kusta.
8. Menjelaskan masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta.
9. Menjelaskan program-program kesehatan untuk penderita kusta.
10. Menjelaskan konsep pencegahan penyakit kusta
11. Menjelaskan peran perawat komunitas dalam menangani kusta.
1.4. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi, etiologi, masalah kesehatan,
serta program dan kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan penyakit kusta.
2. Bagi Masyarakat
Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan turut serta dalam pemberantasan
penyakit kusta.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kusta


Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai Penyakit
Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae
dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai macam
manifestasi klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit
yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. (The American

Heritage-Dictionary of the English language).


Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-
gejala kulit secara umum.. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi
dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati
dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada
kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat,
kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebegitu mudah seperti pada penyakit
tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.(Pusdatin,2015)

2.2. Penyebab Kusta


Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta ( mycobacterium leprae), yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam
(BTA).

Gambar .Mycobacterium Leprae


Masa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama
dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu
penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 2–5 tahun. Pertumbuhan optimal dari
kuman kusta adalah pada suhu 27°-30°C.

3
2.3. Klasifikasi dan Kriteria Kusta
Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu
menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di
Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu :
a. Tipe PB (Pausi basiler).
b. Tipe MB (Multi basiler).
Dalam menentukan klasifikasi tipe PB dan MB didasarkan pada criteria seperti
tabel dibawah ini. Penentuan tipe tidak boleh berpegang pada hanya salah satu dari
kriteria, akan tetapi harus dipertimbangkan dari seluruh criteria.

Tabel 1.1 Kriteria untuk tipe PB dan MB (Depkes RI-Buku pedoman pemberantasan
kusta, 2007)
Kelainan kulit dan hasil
PB MB
pemeriksaan bakteriologis
1. Bercak (makula)
1-5 Banyak
a. Jumlah
b. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil
c. Distribusi Unilateral atau bilateral
Bilateral, simetris
asimetris
d. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat
e. Batas Tegas Kurang tegas
f. Kehilangan rasa Biasanya tidak jelas, jika ada,
pada bercak Selalu ada dan jelas terjadi pada yang sudah usia
lanjut.
g. Kehilangan
Bercak tidak
kemampuan Bercak masih berkeringat, bulu
berkeringat, ada bulu
berkeringat, bulu tidak rontok.
rontok pada bercak.
rontok pada bercak
2. Infiltrat :
Tidak ada Ada, kadang-kadang tidak ada
a. Kulit
b. Membran mukosa Tidak pernah ada Ada, kadang-kadang tidak ada.
(hidung tersumbat
perdarahan di

4
hidung)
3. Ciri-ciri khusus 1. Punched out lession **
“central healing” 2. Madarosis
penyembuhan di 3. Ginekomastia
tengah 4. Hidung pelana
5. Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan syaraf Terjadi pada yang
Lebih sering terjadi
lanjut, biasanya lebih
dini, asimetris
dari satu dan simetris.
6. Deformitas (cacat) Biasanya asimetris Terjadi pada stadium
terjadi dini lanjut
7. Apusan BTA negatif BTA positif

2.4. Tanda dan Gejala


Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok
atau “cardinal signs” pada badan yaitu :
1. Kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati
rasa yang jelas.
2. Kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot
tangan, kaki, atau muka.
3. Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).

Gambar . Lesi kulit pada paha


Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-
tanda pokok diatas. Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus dicurigai
(suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose dapat ditegakkan kusta
atau penyakit lain.
2.5. Cara Penularan

5
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum
diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpandapat bahwa penyakit kusta dapat
ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit (Depkes RI, 2007). Timbulnya
penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari
beberapa faktor antara lain :
1. Faktor Sumber Penularan.
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan
menularkan kusta, apabila berobat teratur.
2. Faktor Kuman Kusta.
Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu
atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat
menimbulkan penularan.
3. Faktor Daya Tahan Tubuh.
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Dari hasil penelitian
menunjukkan gambaran sebagai berikut :
Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit, 2 orang sembuh sendiri
tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh
pengobatan.
2.6 Pemeriksaan Klinis
A. Pemeriksaan kulit
1. Persiapan
a. Tempat.
Tempat pemeriksaan harus cukup terang, sebaiknya diluar rumah tidak boleh
langsung dibawah sinar matahari.
b. Waktu pemeriksaan.
Pemeriksaan diadakan pada siang hari (menggunakan penerangan sinar
matahari).
c. Yang diperiksa :
Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya tentang cara
pemeriksaan. Anak-anak cukup memakai celana pendek, sedangkan orang
dewasa (laki-laki dan wanita) memakai kain sarung tanpa baju.
2. Pelaksanaan pemeriksaan :
Pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari :

6
a. Pemeriksaan pandang,
b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit, dan
c. Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya.
a. Pemeriksaan Pandang.
Tahap pemeriksaan.
1) Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa behadapan dengan petugas
dan dimulai kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi-kiri, cuping telinga kakan,
pipi kanan, hidung, mulut, dagu, leher bagian depan). Penderita diminta untuk
memejamkan mata, mengetahui fungsi syaraf dibuka. Semua kelainan kulit
diperhatikan.
2) Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan (penderita
diminta meluruskan tangan kedepan dengan telapak tangan menghadap
kebawah, kemudian tangan diputar dengan telapak tangan menghadap keatas),
telapak tangan, lengan bagian dalam, ketiak, dada dan perut ke pundak kiri,
lengan kiri dan seterusnya (putarlah penderita pelan-pelan dari sisi yang satu
ke sisi yang lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu memeriksa dada
dan perut).
3) Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari bawah ke
atas, tungkai kiri dengan cara yang dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri
dengan cara yang sama.
4) Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan pemeriksaan
dimulai lagi dari :
5) Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,punggung, pantat tungkai
bagian belakang dan telapak kaki. Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-
bintil (nodulus) jaringan parut, kulit yang keriput, dan setiap penebalan kulit.
Bilamana meragukan, putarlah penderita pelan pelan dan periksa pada jarak
kira-kira ½ meter.
b. Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit.
Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba.
Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada
kelainan kulit yang dicurigai. Yang diperiksa sebaiknya duduk pada waktu
pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa
tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang
disentuh dengan jari telunjuknya atau dengan menghitung sentuhan untuk

7
bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal
ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup
dengan sepotong kain/karton. Kelainan-kelainan di kulit diperiksa secara
bergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada
tidaknya anaesthesi.
c. Pemerksaan rasa raba syaraf tepi.
Pemeriksaan syaraf : Raba dengan teliti urut syaraf tepi berikut n.auricularis
magnus, n.ularis, n.radialis, n.medianus,n.peroneus, dan n.tibialis posterior.
Petugas harus mencatat apakah syaraf tersebut nyeri tekan atau tidak dan
menebal atau tidak. Ia harus memperhatikan raut muka penderita apakah ia
kesakitan atau tidak pada waktu syaraf diraba.
d. Bila hasil pemeriksaan memenuhi kriteria penyakit kusta maka catatlah
kelainan-kelainan yang ditemukan pada kartu penderita, sesuai tandatanda,
jumlahnya, besarnya, dan letaknya.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien
kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari
pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan
insidens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien,
menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam
jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO ( 1995)
sebagai berikut:

1. Tipe PB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. dan setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT (Release From Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun

8
secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT
tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam
pengawasan.

Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB

Obat & Dosis MDT Dewasa Anak


– Kusta PB BB < 35 kg BB > 10-14 thn
35 kg
Rifampisin(diawasi 450 mg/bln 600 450
petugas) mg/bln mg/bln(12-15
mg/kgBB/bln)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 100 50 mg/hr(1-2
mg/kgBB/hr) mg/hr mg/kgBB/hr)

2. Tipe MB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan dengan
klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah.
c. DDS 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah
selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif
dan pemeriksaan bakteri positif Menurut WHO ( 1998) pengobatan MB diberikan
untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan
RFT.
Dosis untuk anak :
Klofazimin: Umur di bawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/2
kali/minggu
Umur 11-14 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/3 kali/minggu
DDS : 1 - 2 mg/kg berat badan
Rifampisin : 10-15 mg/kg berat badan

Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB

Obat & Dosis MDT Dewasa Anak


– Kusta MB BB < 35 kg BB > 10-14 thn
35 kg
Rifampisin(diawasi 450 mg/bln 600 450

9
petugas) mg/bln mg/bln(12-15
mg/kgBB/bln)
Klofazimin 300 mg/bln (diawasi 200 mg/bln
petugas)dan dilanjutkan (diawasi)dan
esok dilanjutkan
esok
50 mg/hr (swakelola)
50 mg/hr
(swakelola)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 100 50 mg/hr(1-2
mg/kgBB/hr) mg/hr mg/kgBB/hr)

3. Pengobatan MDT terbaru


Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO ( 1998), pasien
kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satu) cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600
mg, olloksasin 400 mg, dan minosiklin I 00 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT,
sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe
MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis
dalam 24 bulan.
3.8 Putus Obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang
seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO
bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
3.9 Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta
Depkes ( 1999) adalah sebagai berikut:
a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6 sampai
9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36
bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register
pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta.
3.10 Masa Pengamatan.
Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif :
a) Tipe PB selama 2 tahun.
b) Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.

10
7. Hilang/Out of Control (OOC)
Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak
mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien.
a. Relaps (kambuh)
Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT.
8. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
3.11 Masalah Kesehatan
Stigma masyarakat
Karena pengertian masyarakat yang keliru tentang penyakit kusta, berkembang
pendapat yang keliru tanpa pembuktian. Untuk itu kekeliruan tersebut harus
diluruskan. Tidak benar bahwa kusta adalah penyakit keturunan atau karena guna-
guna. Tidak benar juga disebutkan kusta terjadi karena berhubungan seks saat
menstruasi atau salah makan. Harus ditegaskan pada masyarakat bahwa kusta tidak
menular dan dapat disembuhkan.
Kesulitan dalam pemberantasan kusta, baik dalam pengobatan, pencegahan dan
penanganan kecacatan disebabkan masih besarnya stigma masyarakat terhadap
penderita kusta sehingga mereka menyembunyikan diri atau dikucilkan. Sebagian
besar penderita adalah dari golongan ekonomi lemah. Dengan adanya kecacatan itu,
akan memperburuk kondisi ekonominya, kehilangan lapangan pekerjaan, kehilangan
kesempatan kerja, kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
3.12 Program Kesehatan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan strategi global untuk
terus berupaya menurunkan beban penyakit kusta dalam: ”Enhanced global strategy
for futher reducing the disease burden due to leprosy 2011 – 2015”; dimana target
yang ditentukan adalah penurunan sebesar 35% angka cacat kusta pada akhir tahun
2015 berdasarkan data tahun 2010. Dengan demikian, tahun 2010 merupakan tonggak
penentuan pencapaian target tersebut. Menkes menekankan bahwa penyakit kusta
masih merupakan masalah kesehatan sehingga pelu penanganan dari berbagai lintas
program dan lintas sektor terkait. Sektor tersebut antara lain Kementerian Sosial,
Kementerian Dalam Negeri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),
Rumah Zakat, Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Perdoski), Netherland

11
Leprosy Relief (NLR), tim penggerak PKK Pusat, Perhimpunan Mandiri Kusta
(Permata).
Program pemerintah :
a. Tujuan :
1. Tujuan Jangka Panjang : Eradikasi Kusta di Indonesia
2. Tujuan Jangka Menengah : Menurunkan angka kesakitan kusta.
3. Tujuan Jangka Pendek :
a. Penemuan Penderita (Case Finding)
Penemuan penderita sedini mungkin sehingga propinsi cacat tingkat dua
diantara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin.
b. Implementasi MDT.
Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar di daerah
pengembangan sehingga mancakup 100% penderita terdaftar dan penderita
baru.
c. Pembinaan pengobatan (“Case Holding”).
Agar semua penderita PB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam
batas waktu 9 bulan, dan semua penderita MB yang di MDT akan selesai
pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan.
d. Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftaf sehingga tidak akan
terjadi cacat baru.
e. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.
Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar
masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia.
f. Pengawasan sesudah RFT.
Memberikan motifasi kepada semua penderita agar dating memeriksakan
dirinya setiap 3 bulan setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk
tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB.
h. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program.
b. Kebijaksanaan
1. Penderita kusta tidak boleh diisolasi.
2. Obat kusta diberikan secara cuma-cuma.
3. Regimen MDT mengikuti rekomendasi WHO.
4. Program P2 Kusta diintegrasikan kedalam sistem pelayanan

12
kesehatan dan rujukan.
c. Strategi
1. MDT dilaksanakan secara intensif dan extensif.
2. Meningkatkan peran serta organisasi swasta.
3. Meningkatkan peran serta lintas sektor dan kerjasama program.
4.Meningkatkan kemampuan serta ketrampilan petugas yang bertanggung jawab.
d. Kegiatan Pemberantasan Kusta
1. Penemuan penderita.
a. Penemuan penderita secara pasif (sukarela)
Penemuan penderita yang dilakukan terhadap orang yang belum pernah
berobat kusta yang datang sendiri atau atas saran orang lain ke Puskesmas/
sarana kesehatan lainnya. Penderita ini biasanya sudah dalam stadium lanjut.
Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat ke
Puskesmas/sarana kesehatan lainnya :
1. Tidak mengerti tanda dini kusta.
2. Malu datang ke Puskesmas.
3. Adanya Puskesmas yang belum siap.
4. Tidak tahu bahwa ada obat tersedian cuma-cuma di Puskesmas.
5. Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh.
b. Penemuan penderita secara aktif
Penemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa
kegiatan:
1. Pemeriksaan kontak serumah (survai kontak).
a. Tujuan :
1). Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan belum
berobat (index case).
2). Mencari penderita baru yang mungkin ada.
b. Sasaran :
Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal
serumah dengan penderita.
c. Frekwensi pemeriksaan :
Pemeriksaan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali dimulai pada saat
anggota keluarga dinyatakan sakit Kusta pertama kali dan perhatian
khusus ditujukan pada kontak tipe MB.

13
d. Pelaksanaan :
1). Membawa kartu kuning (kartu penderita), dari penderita yang sudah
dicatat dan membawa kartu penderita kosong,alat-alat untuk
pemeriksaan serta obat MDT.
2). Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota
keluarga penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu
kuning.
3). Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu maka dibutlah
kartu baru dan dicatat sebagai penderita baru, kemudian diberikan obat
MDT dosis pertama.
4). Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua anggota
keluarga.
5). Hasil pemeriksaan kontak dicatat pada “ Pencatatan Hasil
Penemuan Penderita ”

2. Pemeriksaan anak sekolah SD/Taman Kanak-kanak atau sederajat disebut


survei sekolah.
a. Tujuan :
1). Mendapatkan kasus baru secara dini.
2). Memberikan penyuluhan kepada murid dan guru.
b. Sasaran :
1). Semua anak SD dan sederajat.
2). Taman Kanak-kanak.
c. Frekuensi pemeriksaan
Pemeriksaan anak sekolah dilaksanakan 2 tahun 1 kali.
d. Pelaksanaan Pemeriksaan
Untuk melakukan survei sekolah ini perlu dibina kerjasama dengan
UKS dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan penyuluhan kesehatan
terlebih dahulu kepada murid-murid bertempat di lapangan upacara
atau didalam suatu ruangan yang cukup besar bila mungkin.Sesudah
pemeriksaan murid-murud kelas demi kelas, mulai dari kelas 1 dan
akhirnya kelas 6, maka diadakan penyuluhan kesehatan kepada guru-
guru bertempat di Kantor guru atau ruangan lainnya. Pada pemeriksaan
murid tersebut, bila ada yang dicurigai kusta, dirujuk ke Puskesmas

14
untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jumlah anak yang diperiksa dan
penderita baru diketemukan dicatat pada buku “Pencatatan Harian
Penemuan Penderita”
3. “Chase Survey”
Maksud dari survei ini adalah mencari penderta baru dalam suatu lingkup
kecil misalnya Desa atau kelurahan sambil membina partisipasi
masyarakat.
a. Tujuan :
1). Mencari penderita baru dalam lingkup kecil.
2). Membina partisipasi masyarakat.
b. Sasaran : Desa/Kelurahan, atau unit yang lebih kecil seperti dusun.
c. Frekwensi : 1 x setahun.
d. Pelaksanaan :
1). Persiapan.
Pimpinan Puskesmas “chusus survey” dengan Kepala Desa atau
memberitahukan dengan mengirim surat melalui Camat untuk
menentukan tanggal pelaksanaannya, sebaiknya diadakan bersama
dengan pertemuan bulanan desa, atau kegiatan lain.
2). Pelaksanaan.
Pertemuan (Penyuluhan Kesehatan) diadakan sesuai dengan tanggal
yang telah ditetapkan dan dipimpin oleh Kepala Desa.
Sesudah beberapa hari kemudian, sesuai dengan waktu yang
ditetapkan maka diadakan pemeriksaan terhadap suspek. Bila
ditemukan penderita baru dibuatkan kartu dan diberi pengobatan
serta penyuluhan kesehatan yang lebih dalam terhadap penyakitnya.
Kartu penderita diisi dengan lengkap. Bilamana dari suspek yang
tercatat belum dapat diperiksa, maka nama suspek tersebut dicatat
oleh petugas kesehatan dan direncanakan akan diperiksa Puskesmas.

4. Survai Khusus.
a. Survai Fokus :
Dilakukan pada suatu lingkup kecil misalnya suatu RT, dimana proporsi
penderita baru MB minimal 60% dan dijumpai penderita usia muda
cukup tinggi.

15
Caranya :
Terlebih dahulu didaftarkan nama penduduk RT menurut keluarga
mulai dari kepala keluarga dan kemudian diperiksa rumah demi rumah
yang alpa dicari untuk diperiksa. Survai Fokus ini dilakukan satu kali
saja kalau perlu diulang di tahun-tahun kemudian.
b. Random Sample Survay (Survay Prevalensi).
Survai ini dilakukan sesuai perancanaan danpetunjuk dari Pusat sesudah
diadakan “set-up” secara statistik oleh ahli statistik WHO atau yang
ditunjuk Depkes. Survei ini dilaksanakan dengan timyang tetap dan
dipimpin oleh seorang yang telah berpengalaman di bidang kusta.
2.10 Konsep Pencegahan Penyakit Kusta
 Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum
terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar
atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga
penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta.
Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta
adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan
masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran
penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita
dan masyarakat (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit
kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil
penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi
BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%,
sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap
kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi
kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara
memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI,
2006).

16
 Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a) Pengobatan pada penderita kusta
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah
bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug
therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut
merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
 Pencegahan tertier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya
pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :
 Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum
cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah
terjadinya kerusakan fungsi saraf.
 Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk
mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami
gangguan fungsi saraf.
b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri
secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik,
mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan
kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara
umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan
integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang
lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
 Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah
terjadinya kontraktur.
 Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak
mendapat tekanan yang berlebihan.
 Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
 Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal
terbatas pada tangan.
 Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.

17
2.11 Kelompok berisiko

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah
endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai,
air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit
lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat
terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.

2.12 Peran Perawat


1. Care Giver
Peran perawat sebagai care giver dilakukan dengan memberikan pelayanan
kepada penderita kusta dan keluarga dalam bentuk promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Salah satu bentuk kegiatannya adalah dengan mencegah
terjadinya kecacatan akibat penyakit kusta dan mengadakan penyuluhan-
penyuluhan untuk menekan endemis penyakit kusta.
2. Advokat
Peran perawat sebagai advokat adalah dengan memberikan perlindungan
kepada penderita kusta dan keluarga. Contoh pelaksanaan peran advokat
adalah memastikan bahwa penderita kusta mendapatkan obat sesuai dengan
jadwal dan jenis pengobatannya.
3. Edukator
Perawat memainkan peran sebagai pemberi health education dalam bentuk
penyuluhan yang berisi tentang pemahaman instruksi pengobatan pada
penderita kusta. Karena selama ini fenomena yang ditemukan di masyarakat
adalah banyaknya penderita kusta yang putus pengobatan atau drop out
dengan alasan bahwa obat-obatan yang dikonsumsi terlalu banyak dan
lamanya pengobatan. Para penderita kusta harus mengkonsumsi 6 dosis obat
untuk penderita tipe Pausi Basiller (PB) dan12 dosis multi basiller (MB),
dalam kurun waktu untuk PB 6-9 bulan dan untuk MB 12-18 bulan (Dit Jen
PPM & PL, 2002). Kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah, selain itu
kualitas interaksi dengan perawat juga belum terjalin dengan baik, mereka
cenderung takut untuk bertanya. Dari kurangnya pengetahuan, kualitas
interaksi yang belum terjalin dengan baik maka motivasi penderita kusta untuk
melakukan pengobatan kurang bahkan memilih untuk drop out dari

18
pengobatan. Sehingga diharapkan peran perawat lebih dimaksimalkan, salah
satunya adalah dengan memotivasi penderita untuk terus melakukan
pengobatan sampai tuntas serta mengarahkan keluarga pasien untuk selalu
memantau dalam hal peraturan mengkonsumsi obat.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tumbuh
lainnya.Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta, yang berbentuk batang dengan
ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar
satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Penyakit kusta diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu tipe pausi basiler (PB), dan multi basiler (MB).

19
Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah tergantung dari beberapa faktor
antara lain faktor sumber penularan, faktor kuman kusta, dan faktor daya tahan tubuh.
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat kelainan kulit/lesi
yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang jelas, kerusakan dari
syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot tangan, kaki, atau muka, dan
adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).
Pemerintah Indonesia telah membuat program dan kebijakan untuk mengatasi
penyebaran kusta dimasyarakat. Program-program tersebut terdiri dari berbagai kegiatan,
kegiatan tersebut diantaranya adalah penemuan penderita, pemberian obat, pembinaan
pengobatan, penyuluhan kesehatan serta pencatatan dan pelaporan
4.2 Saran
1. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka meningkatkan
program pemerintah dalam usaha pemberantasan penderita kusta sehingga penyakit
kusta dapat dibasmi secara tuntas.
2. Makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengetahui apa saja faktor-
faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit kusta.
3. Perawat semakin memaksimalkan perannya untuk membantu upaya pemberantasan
penyakit kusta.

Daftar Pustaka
Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari
https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta-di indonesia/.
Diakses pada 17 Januari 20167 jam 13.40 wita.
Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman Pemberantasan
Penyakit Kusta, Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta.

20
Yayan, M. 2011. Askep Klien dengan Penyakit Kusta. Disitasi dari
http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit-kusta.html.
Diakses pada 17 Januari 2016 jam 14.05 wita.

_____, http://www.kabarmadura.com/jumlah-penderita-kusta-di-jatim-tertinggi.html. diakses


tanggal 17 Januari 2016 pukul 19.42 wita.

_____, http://us.surabaya.detik.com/read/2011/02/02/102259/1558723/466/30-persen-
penderita-kusta-didominasi-warga-jatim?881104465. diakses tanggal 17 januari 2016 pukul
19.25 wita

_____,http://hanyaberita.com/penderita-lepra-di-indonesia-terbesar-ke-3-di-dunia/1936/.
diakses tanggal 17 oktober 2016 pukul 20.02 wita.

_____,http://koran.republika.co.id/berita/35129/
Jumlah_Penderita_Kusta_di_Indonesia_Cenderung_Naik. Diakses tanggal 17 Januari 2016
pukul 19.00 wita.
_____,http://us.health.detik.com/read/2011/04/07/171659/1611158/763/penderita-lepra-di-
indonesia-nomer-tiga-di-dunia?ld991103763. Diakses tanggal 17 Januari 2016 pukul 19.00
wita.

21

Anda mungkin juga menyukai