Anda di halaman 1dari 5

Hidup. Hampir seluruh orang ketika diberi pertanyaan “Apa itu arti hidup?

”,

mereka memiliki jawaban yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain.

Normalnya, seseorang memandang tentang hidup adalah ketika mereka masih

diberi kesempatan untuk bernafas, Ketika jantung masih berdetak dan darah yang

masih mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah yang ada di tubuh. Namun, tak

lain semua itu hanyalah sebuah definisi dan pandangan ilmiah tentang hidup.

Ada banyak sekali pengilhaman mengenai apa itu hidup. (1) Mayoritas

memandang jikalau hidup hanya perlu dijalani, tanpa perlu dirisaukan apapun yang

terjadi. Meskipun pada nyatanya, yang berkata demikian selalu dipenuhi oleh

keraguan dan kebimbangan dalam pikirannya. Dihantui masa lalu & terancam akan

masa depan yang kelak pasti akan datang. (2) Ada pun yang melihat hidup sebagai

perlombaan. Ia merasa bahwa dalam hidup diperlukan sebuah pencapaian yang

membekas di benak khalayak orang-orang, ataupun hanya sekedar untuk kepuasan

pribadi yang didasari rasa dengki. Orang-orang yang memandang hidup dengan

demikian kebanyakan dihinggapi perasaan takut. Takut akan kegagalan, pandangan

orang, ekspektasi terhadap diri sendiri dan ketertinggalan. (3) Pandangan lain

dalam pengilhaman hidup adalah sebagai perjuangan. Hidup adalah sebuah

tantangan bagi mereka yang memiliki ambisi tinggi. Mereka dengan segala upaya

melakukan berbagai macam cara untuk menghadapi tantangan yang dapat

mendorong terciptanya sebuah perjuangan. Mereka yang melihat hidup sebagai

perjuangan bagaikan kera yang dikurung tembok-tembok kubus dan mereka selalu

berusaha untuk menghancurkan tiap tembok-tembok itu. Namun, ketika mereka


telah berhasil mendobrak satu tembok, di hadapannya segera muncul Kembali

tembok-tembok lain. Seterusnya dan selamanya seperti itu hingga mereka tak lagi

memiliki tenaga dan berakhir dalam keputusasaan atas tembok-tembok yang tak

terbatas jumlahnya. (4) Ada juga yang memaknai bahwa hidup itu tak berarti.

Mereka menilai jika kelahiran & keberadaan di dunia ini adalah sebuah

keterpaksaan, sehingga mereka merasa bahwa kebebasan hanya dapat didapatkan

ketika mereka tak lagi terikat akan paksaan yang dibebankan terhadapnya. Sekilas

mirip seperti menjalani hidup apa adanya, namun disini mereka tak melihat hidup

sebagai hidup pada umumnya. Hidup bagi mereka tak berarti, karena sejak awal

sebelum dilahirkan hanya ada kehampaan dan akan berakhir dalam kehampaan

pula. Mereka adalah orang-orang yang tak memiliki hasrat, gairah, keinginan dan

ambisi. Yang mereka lakukan hanyalah berjalan di luasnya hamparan gurun gersang

tanpa kejelasan dan keindahan. (5) Tak sedikit yang menganggap jika hidup selalu

berisikan kesengsaraan dan ketidakadilan. Penglihatan mereka dikaburkan oleh

kabut yang membuat segalanya tampak gelap dan sesak. Bagaikan manusia yang

berjalan dalam kerumunan, mereka berlalu tanpa melihat apapun di sekitarnya

karena selalu menundukkan kepala. Seolah-oleh di atas leher mereka ditimpakan

planet Jupiter, yang inti planetnya membebani pundak dan gas-gasnya mengelabui

mata. Mereka merasa bahwa kebahagiaan tak pernah ada di pihak mereka. (6)

Namun, banyak juga orang-orang yang menengadahkan kepala ke atas dan

memandang langit penuh bercahaya. Meskipun tubuh berbalut gas beracun, mata

& hidung mereka terjaga. Bahkan ketika pun kaki & tangan tak mampu membawa
tubuhnya, masih ada dagu yang dapat digunakan untuk menyeret tubuhnya.

Karena dalam kegelapan malam, mata mereka melihat ada Cahaya kecil di ujung

perjalanan. Mereka adalah orang-orang yang memaknai hidup dengan penuh

harapan.

Hidup sejatinya adalah mencari arti dari hidup itu sendiri. Bak waktu,

kehidupan terus berjalan dan tak ada yang bisa menghentikan. Sepanjang hidup,

manusia hanya terus berjalan menyusuri apa yang ada di depannya. Dalam

perjalanan manusia disuguhkan berbagai macam pemandangan. Manusia memiliki

akal yang baik untuk menyikapi seluruh pemandangan yang ia lihat sepanjang

perjalanan. Ia akan singgah pada satu titik yang ia temukan di jalan. Dari situ ia

dapat mengambil berbagai macam kesempatan dan pengajaran untuk dijadikan

bekal menghadapi perjalanan berikutnya, atau tidak sama sekali. Di tiap titik yang

ia singgahi, manusia akan mengalami berbagai macam keadaan. Ada titik dimana

ia harus berlomba-lomba atau memperjuangkan sesuatu. Ada pula titik ia merasa

apa yang dilihatnya di titik itu jika seluruhnya tak berarti untuknya sehingga tak

ada yang bisa ia ambil untuk dimanfaatkan. Juga titik dimana ia hanya dihadapkan

pada kegelapan penuh kenegatifan atau cahaya yang berisikan harapan.

Semua tak lain adalah untuk kita bawa sebagai bekal pandangan sepanjang

perjalanan. Dan manusia setelah memaknai bagian-bagian dari perjalanannya,

ketika ia dihadapkan pada titik yang sama lagi maka dapat menyikapinya dengan

lebih bijak. Tak tertutup kemungkinan juga dengan ia bersikap pada satu titik
dengan bekal dari titik sebelumnya, ia akan mendapat pengajaran baru untuk

dilakukan jika saja ia kembali bertemu dengan titik sama yang lain.

Namun betapa menyedihkannya jika seorang manusia tak dapat memaknai

titik yang ia singgahi. Jiwanya akan tinggal menetap di titik itu karena yang ada di

pandangannya hanya berpaku pada titik itu saja. Ia hanya akan berkutat pada

permasalahan-permasalahan di sekitar situ saja sehingga matanya tak akan mampu

untuk melihat keindahan pemandangan-pemandangan di perjalanan berikutnya.

Waktu yang dimilikinya akan habis hanya pada titik itu sehingga ia tak dapat

melihat betapa banyak keindahan yang ada sepanjang perjalanan.

Seseorang baru benar-benar akan menjalani hidup ketika ia mampu dengan

mudah melepas apa yang tak seharusnya ia pegang dan menggenggam erat apa

yang seharusnya ia bawa. Pandangannya membelalak namun juga sayu dalam

melihat sekitarnya, hati mereka dapat merasakan apa yang memang seharusnya

dirasakan. Namun langkah kakinya tak berhenti hanya karena ketika ia melihat

sesuatu dan hatinya memberikan validasi. Seseorang dengan kekuatan hati yang

teguh sadar jika segalanya hanyalah suguhan pemandangan untuk diceritakan di

akhir nanti, dan dengan kesadaran ini seseorang tak mudah goyah oleh apapun

yang diluar kendali.

Seorang insan hanya akan dapat memaknai hidup ketika ia memperdulikan

tak hanya tentang hidupnya sendiri. Ia yang memahami hidup adalah manusia

dengan keterbukaan seluas cakrawala, ratapan sejauh angkasa, mimpi setinggi Burj
Khalifa, pengertian sebesar samudra, dan rasa benci akan kebencian sekuat sang

Surya. Ia yang dimusuhi namun tak memusuhi, ia yang dibenci namun menyayangi,

ia yang tersiksa namun semakin berbahagia, ia yang menangis bukan karena

merana melainkan melihat pohon terbelah dua. Karena ini memang seharusnya

manusia yang diciptakan oleh Sang Kuasa sebagai makhluk paling sempurna.

Seorang manusia tak mampu dan tak akan pernah mampu untuk menguasai

dunia. Namun, hanya dengan seorang dapat membawa kebahagiaan yang dapat

dirasakan bersama-sama. Bukan bahagia euphoria, melainkan rasa yang membawa

kedamaian dalam hati sesamanya. Seorang manusia manusia yang bisa membawa

sesamanya untuk lebih menghargai hidup, karena dengan menghargai hidup lah

manusia akan kembali bersama-sama dengan Sang Pencipta di Surga-Nya.

Sesungguhnya hidup adalah sebuah anugerah terindah yang pernah ada.

Dengan hidup, seorang manusia dapat menjadi apa saja yang ia inginkan. Dengan

hidup, seorang manusia akan menghadapi berbagai macam keadaan. Antara

kesedihan atau kebahagiaan, tak lain semua itu hanyalah cobaan dan ujian yang

diberikan untuk manusia mempertahankan iman. Segala sesuatunya di dunia ini

adalah pemberian, juga titipan, bahkan hanya sekedar pemandangan. Apakah

manusia mampu mengambil segala sesuatunya sebagai pengajaran? Akankah

manusia bisa menjawab ketika ia ditanya terkait segala pertanggungjawaban?

Apakah ia berani dengan penuh ketegasan meyakini bahwa segala yang ia lakukan

adalah sebuah kebenaran di hadapan Tuhan?

Anda mungkin juga menyukai