Anda di halaman 1dari 1

Topeng Waktu

Hampir dari setiap manusia mengalami kegoncangan jiwa dari setiap apa yang dilalui.
Pengakuan-pengakuan ini menggentayangkan sebuah pertanyaan tanpa jawaban, sekalipun terjawab, ia
akan kembali merefresh ulang dan menawarkan pertanyaan-pertanyaan lanjut. Betapa rumit merumuskan
kehidupan ini, jika hanya mengambil satu kesimpulan dari ribuan perjalanan hidup. Pun betapa simpelnya
hidup dengan seadaanya seperti siratan dari garis di telapak tangan.
Apa yang dilalui manusia merupakan kenangan. Sedangkan, apa yang digambarkan manusia
untuk masa depan adalah sebuah bayangan. Dua garis hulu-hilir ini terkenal dengan topeng waktu.
Sebuah keniscayaan yang perlu kita rombak total untuk menjadi suatu kebermanfaat di masa yang sedang
berlangsung. Dan, di bagian inilah jiwa manusia di uji dari setiap arah waktu, agar dapat menghadapi
proyeksi otak yang selalu memotret kehidupan hanya dengan kaca mata angan semata.
Kaca mata angan akan melahirkan bias-bias yang dikenal sebagai ekspektasi. Pantulan yang
muncul dari angan=angan hanya akan menghinggap di dinding cakrawala antah berantah. Sederhanannya,
akal kita akan tercerabut dari jalurnya untuk mengenal kembali sebab-akibat dalam setiap sesuatu.
Penawaran dua konsep nalar ‘syukur’ dan ‘sabar’ menjadi suatu cara pandang yang cukup
sederhana dan cukup berdampak dalam menyikapi topeng waktu tersebut. Kesabaran dan rasa syukur
bukan hanya terbalut dalam ruang-ruang dogma. Tetapi menjadi paradigma dasar untuk menyelami arus
hidup yang penuh dengan drama-d

Anda mungkin juga menyukai