Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

Filsafat Manusia
KEMATIAN

Fakultas
Psikologi

Program Studi
Psikologi

Tatap Muka

Kode MK

Disusun Oleh
Ahmad Sabir, M.Phil.

13

Abstract
Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia mampu menyadarinya dan berusaha memahami dan menangkapnya walaupun sama sekali belum dialami.

Kompetensi
Mahasiswa dapat memahami dasar, pengertian dan hakikat serta dapat memaknai dan merefleksikan kematian manusia

KEMATIAN
Dalam pembahasan-pembahasan sebelumnya tentang manusia, baik dari sisi kesatuan badan-jiwa, Aku dalam kemewaktuannya, juga dengan berbagai dimensi yang dimiliki oleh Aku! manusia dalam segala potensialitas dan kemungkinannya, juga dalam pembahasan pengetahuan, kehendak dan kebebasannya, kiranya yang kita lihat hanyalah perubahan belaka dalam suatu proses yang terus menerus. Aku! manusia itu melulu berkembang memun"ak, dan tidak kembali, namun tidak pula dapat disangkal bahwa aku! manusia itu yang terus melakukan perubahan dan perkembangannya bakal berhenti pada satu batas, fakta kematiannya sendiri. #agaimana perkembangan dan kematian ini harus dibayangkan$ Apakah memang seluruh kenyataan manusia akhirnya dihapus dan binasa$ Ataukah kematian merupakan peralihan kepada keadaan tetap dan defenitif %antara totalitasnya atau menuju keabadian&$

'akta Kematian
Menurut tangkapan sekilas fakta kematian bisa saja dipahami sebagai han"urnya badan, selesainya raga, namun menyisakan keabadian pada jiwa, dengan demikian hanya satu aspek saja atau satu bagian saja dari keseluruhan manusia yang mengalami kematian, sedang jiwa lolos dari kehan"uran, kematian dan jiwa biasa dipahami terlepas dari badan atau dengan istilah halus, meninggal dunia, ya aku! manusia meninggalkan dunia material %badani&. Akan tetapi dalam pembahasan filsafat manusia sebelumnya terutama tentang kesatuan jiwa-badan telah kita dapatkan fakta induk bahwa aku! manusia adalah jiwa-yangmembadan sekaligus badan-yang-menjiwa, dimana jiwa dan badan sejajar dan tidak dapat dipisahkan. (e"ara otomatis artinya jika jiwa manusia meninggal, seluruh manusia jiwabadan juga meninggal, dan jika manusia itu tetap, maka seluruh manusia, jiwa-badan-nya juga tetap. #agaimana pertentangan ini dapat diatasi$ Kematian merupakan kenyataan yang pasti dan merupakan bagian integral dari kehidupan aku! manusia. )amun, kenyataan yang tak terhindarkan ini tidak mengakibatkan bahwa kematian merupakan topik yang menarik untuk dibi"arakan, diulas dan direnungkan. Kematian justeru biasanya merupakan hal yang ingin dihindari dan disingkirkan dari kesadaran kehidupan kita. Kita tidak mau dan tidak punya kesempatan untuk berpikir tentang kematian se"ara serius. #ahkan menurut *an +eursen dalam buku strategi kebudayaan bahwa perhatian manusia terhadap kematian mengalami perkembangan

2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia sendiri. Artinya kesadaran manusia tentang mati sesuai dengan kesadarannya tentang hidup, namun karena hidup berkembang dan mati membatasinya, ini kontradiksi bagi aku! manusia. Ada ke"enderungan untuk memandang kematian manusia dengan bertitik tolak dari pengalaman mengenai segala ma"am makhluk pada umumnya. (esuatu yang sudah terpahami dengan sendirinya bahwa segala-galanya yang hidup pasti juga akan mati. tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Maka kematian selalu dinilai sebagai sudah menjadi nasib natural bagi segala sesuatu yang hidup. aku! manusia ikut serta dalam hakikat alam semesta. lahir, berkembang, menyumbangkan diri kepada dunia dan akhirnya mati. Kematian selalu menjadi batas bagi yang hidup. Artinya, hakikat kematian dapat dirumuskan sebagai berakhirnya kehidupan! %cessatio vitae&, atau berhentinya makhluk! %cessatio entis viventis&. /leh karenanya, kematian menurut hakikatnya diartikan serba negatif. Akan tetapi aku! manusia sebagai makhluk semesta jauh berbeda dengan makhluk lainnya seumpanya tumbuhan dan hewan, diluar itu semua, manusia memiliki kesadaran tentang kematian. Misalnya ayam yang dikumpulkan dirumah potong untuk disembelih, tidak memiliki kesadaran tentang keberhentiannya %kematiannya& sebagai makhluk alam semesta walaupun penyembelihan dilakukan persis didepan matanya. 0auh berbeda dengan aku! manusia yang menyadari keterhentiannya %kematiannya& sebagai makhluk dari kesadarannya tentang mati yang hinggap pada aku-aku yang lain dan siap menunggu giliran. /leh sebab itu kematian bagi manusia tidak hanya dapat dipandang sebagai berakhirnya kehidupan se"ara negatif tadi justeru karena 1a belum mengalaminya, maka bisa jadi pandangannya bisa saja berubah seratus persen tentang kematian yang menjadi bertendensi positif.

Kesadaran 2entang Kematian


Kiranya tak perlu diperdebatkan bahwa manusia pada umumnya menghadapi kematiannya sendiri dengan keterlibatan yang penuh dengan menerima datangnya atau segera meraihnya, baik se"ara emosional maupun psikis, daripada sewaktu mereka menghadapi kematian orang lain. #ahkan beberapa orang benar-benar tidak dapat membayangkan atau memahami kematian orang lain. 2ambahan lagi arti kematian! itu sendiri tidak sama kalau dialami sendiri sebagai kemungkinan yang tak terhindarkan baginya, dan kematian yang disaksikannya menimpa orang lain. 2idak terlalu banyak filsuf yang berbi"ara se"ara panjang lebar mengenai kematian. *oltaire mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya spe"ies yang tahu bahwa ia akan

2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

mati, dan mengetahuinya dari pengalaman!. (ementara, menurut Ma3 ("heler dan juga 4eidegger, kesadaran akan kematian merupakan struktur a priori %kesadaran abstrak simbolik yang tidak dialami& dan imanen bagi kesadaran manusia. Meskipun kematian bersifat imanen dan natural bagi manusia, tidak berarti bahwa kematian merupakan gejala yang bisa dipahami dan diterangkan dengan gamblang. 'reud menulis kematian kita sama sekali tidak bisa dibayangkan!. Artinya, sudah menjadi dalil bahwa kesadaran budi manusia tidak bisa memahami ketidakberdayaannya sendiri. 2idak mungkin bagi seseorang untuk membayangkan kematiannya sendiri, yaitu membayangkan bahwa dirinya tidak ada lagi setelah kematiannya. 5oethe juga menulis sama sekali tidak mungkin bagi makhluk yang bisa berpikir untuk memikirkan ketidakadaannya sendiri, berhentinya aktifitas berpikir dan hidupnya!. ketika aku mati,! kata #ertrand 6ussell, aku akan membusuk dan tidak ada sesuatupun dariku yang bisa bertahan hidup!, hal inilah yang ingin dihindari dan ditakuti oleh kebanyakan orang, suatu ke"emasan yang tak berdasar. 7ang sangat menonjol di dalam menghadapi kematian adalah ke"emasan tak berdasar, suatu rasa takut yang mendalam, ketakutan tanpa objek. Manusia tidak akan tenang dan mudah menghadapi kematiannya. Kematian yang begitu riil dan nyata di dalam kehidupan setiap orang tetap saja membawa kegon"angan yang "ukup mendalam bahkan bisa mengubah kehidupan seseorang. #ahwa aku! manusia tetap saja dalam kerangka pemahaman ketakutan akan kematian!. (ejauh kematian dalam kesadaran manusia seperti diatas, setidaknya ada dua kelompok utama yang berbeda di dalam pandangan mereka mengenai ketakutan akan kematian. Kelompok pertama berpendapat bahwa hanya harapan akan kebakaan personallah yang mampu mendamaikan manusia dengan kenyataan kematian, baik itu reinkarnasi maupun keabadian jiwa dialam baka, kelompok ini selalu menunjukkan adanya keper"ayaan terhadap kekuatan dasyat diluar kosmos %penyelenggaraan ilahi&. Kelompok kedua berpendapat bahwa ketakutan akan kematian dapat diatasi, bahkan seandainya kematian diterima sebagai kebinasaan total bagi masing-masing aku! manusia tanpa harus memper"ayai adanya kehidupan baka. Kelompok kedua ini mempunyai banyak 8arian yang dapat dibedakan menurut "ara mereka mengatasi ketakutan. #eberapa 8arian dari kelompok kedua ini, antara lain pertama diwakili oleh 9pi"urus dan pengikut-pengikutnya. Menurut 9pi"urus, dasar dari ketakutan akan kematian adalah keyakinan bahwa kematian merupakan pun"ak penderitaan atau rasa sakit, dan bahwa jiwa tetap hidup untuk merasakan sakit atau siksaan yang hebat itu setelah kematian. 9pi"urus menolak keyakinan yang mendasari ketakutan terhadap kematian tersebut. (ebab
2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

menurutnya meskipun kematian mungkin disebabkan oleh penyakit yang menyiksa, namun kematian sendiri merupakan hilanganya kesadaran. Dengan hilangnya kesadaran hilang pula rasa sakit yang dialami sebelum kematian. Kematian bagi 9pi"urus tidak berbeda dengan tidur, maka tidak perlu ditakutkan. Karena jiwa hanyalah merupakan suatu organisasi khusus dari atom-atom materil, maka jiwa tidak dapat hidup terus setelah kehan"uran badan yang dijiwainya. Kemudian kematian yang dapat diatasi dalam 8arian kedua ini juga disampaikan oleh para filsuf (toi"s. (ene"a salah satu filsuf (toi"s mengatakan bahwa untuk mengatasi ketakutan akan kematian kita harus memikirkannya terus menerus. #aginya yang paling penting ialah bahwa di dalam memikirkan kematian tersebut, kita harus menggunakan "ara yang tepat, yaitu dengan selalu mengingatkan diri bahwa kita hanyalah bagian dari alam dan harus menerima diri sesuai dengan peranan yang diberikan kepada kita. +endapat ini "ukup diragukan kebenarannya, terutama bagi mereka yang per"aya akan penyelenggaraan 1lahi dalam semesta alam ini. (elanjutnya, kita juga dapat melihat pandangan (pino:a, seorang filsuf yang mengatakan seorang yang merdeka tidak memikirkan sesuatu yang kurang dari kematian, dan kebijaksanaannya tidaklah terletak di dalam permenungannya atas kematian tetapi di dalam permenungannya atas kehidupan!. Meskipun (pino:a sendiri tidak memberikan rin"ian atas maksud ungkapannya ini, namum umunya dimengerti bahwa manusia dapat dan harus mengusir ketakutan akan kematian dengan mengalihkan perhatian mereka dari kematian, serta memusatkan perhatian kepada kehidupan. Akan tetapi, persoalnnya adalah bahwa ketakutan akan kematian merupakan perasaan spontan yang tidak dapat diatasi hanya dengan keputusan sadar atau dengan tindakan yang didasarkan pada kehendak. Kiranya tidak "ukup hanya mengatakan janganlah memikirkan kematian!. +erlu dijelaskan bagaimana mungkin kita menghindari bayangan kematian itu.

Arti Kematian
Ada tiga kemungkinan pandangan filsafat mengenai kematian, terutama dalam jaman modern dan sesudahnya ketika humanisme dimulai dan pemikiran eksistensial mengemuka di alam filsafati, yang pantas kita perhatikan. +ertanyaan-pertanyaan mengenai arti kematian biasanya mempunyai hubungan langsung dengan arti kehidupan. #aiklah kita tuliskan berikut ini ketiga tokoh pemikir eksistensial dalam pemikirannya tentang kematian yang memberikan makna dan arti tentang kematian. a. Martin 4eidegger bahwa manusia ada! menuju kematian.

2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

Menurut 4eidegger, manusia pada hakikatnya mempunyai ketentuan yang menunjukkan keterbatasannya dalam hal waktu, yaitu kenyataan bahwa aku! manusia yang disebutnya sebagai Da-sein %ada-disana& dilemparkan, tanpa pilihannya sendiri, ke dalam kematian, dan kenyataan bahwa ia selalu dibayangi oleh kemungkinan akan ketidakadaan!nya. Katanya, segera setelah kelahirannya, manusia sudah "ukup tua untuk mati!. #agi 4eidegger hidup manusia tidak pernah menjadi lengkap. Dia selalu berada dalam keadaan belum!. (elama hidupnya manusia selalu belum utuh, karena akhir hidupnya mulai persis pada permulaan hidupnya. Dan akhir hidup ini tidak dapat dengan sendirinya dinyatakan sebagai pemenuhan!, karena seringkali hidup hanya menjadi layu tanpa penyelesaian. Menurut 4eidegger, tutup usia sebaiknya tidak sekedar diartikan sebagai berhentinya kehidupan, atau dalam proses menuju akhir. Dengan kata lain, proses kematian adalah "ara berada yang diterima manusia segera setelah kelahirannya. Kematian bukan hanya urusan di masa mendatang, tapi selalu hadir pada setiap saat sekarang. Artinya, saat sekarang harus dipahami sebagai satu titik dalam proses kematian. 4anya dalam terang kematian yang menghantar manusia ke ketiadaanlah hidup manusia mendapat kepenuhannya. #ahwa kematian adalah totalitas kehidupan aku! manusia. /leh sebab itu, maka yang penting bagi 4eidegger ialah bahwa kita harus menghadapi kematian sebagai suatu kemungkinan yang nyata. ;alu bagaimana manusia harus memahami kematian, bagi 4eidegger, kita harus se"ara sadar, ikhlas dan care %sorge dlm bahasa 0erman& dalam keputusan pribadi mempersiapkan diri sebaik-baiknya bagi kematian. Dengan demikian, manusia akan menemukan dirinya yang utuh dan nyata. 4eidegger menunjukkan sikap yang begitu tenang dan rasional di dalam mengartikan kematian. Kelihatan "ukup jelas bahwa filsafatnya mengesampingkan kenyataan bahwa kematian sendiri di dalam kehidupan manusia dirasakan sebagai sesuatu yang mengan"am, sehingga manusia pada umumnya tidak terlalu mudah untuk melihatnya dengan begitu tenang sebagaimana disarankan oleh 4eidegger.

b. 0ean +aul (artre. kematian bersifat absurd (eperti gurunya 4eidegger, (artre memandang kematian sebagai bagian integral dari kehidupan manusia. 2etapi berbeda dari 4eidegger, (artre melihat kehidupan tidak bertolak dari kematian, tetapi justeru dia memandang kematian bertolak dari kehidupan. Dia dengan keras menolak pandangan 4eidegger yang mengatakan bahwa hidup merupakan

2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

persiapan menuju kematian. #aginya kematian tidak dapat begitu saja dianggap sebagai penyempurnaan kehidupan manusia. #agi (artre, kematian adalah melulu kenyataan, suatu kenyataan yang menimpa manusia dengan tiba-tiba dan buta, sehingga kita tidak akan mampu memahami dan mengontrolnya. Kematian merupakan peristiwa yang mendadak dan tidak diharapkan, tidak bisa diperhitungkan dan selalu mengejutkan bahkan bagi seseorang yang telah menantikannya seperti suatu hal yang sudah pasti. Kematian merupakan peristiwa yang datang tanpa waktu yang pasti dan dengan kejam menerobos menusuk kehidupan manusia selagi manusia sendiri sedang meren"anakan hidup selanjutnya dan berusaha mewujudkan kemungkinan-kemungkinannya. 0elas sekali bahwa kematian tidak membantu, tetapi justeru menggagalkan usaha manusia untuk men"apai keutuhannya. Meskipun peristiwa ini merupakan kematianku, di dalam kematian aku terkutuk untuk menjadi sesuatu yang tidak lebih daripada mangsa dari orang-orang lain, yaitu mereke yang masih hidup. Dengan kata lain, kematian merampas semua makna dari kehidupan. 4idup manusia selalu dibayangi oleh kemungkinan penghan"uran segala

kemungkinan yang ada padanya di dalam peristiwa kematian. Kematian, yang merupakan akhir hidup manusia, hanyalah menunjukkan akhir yang sia-sia dan tanpa makna. (ebab pada akhir kehidupan, semua kemungkinan yang telah kita realisasikan di dalam kehidupan telah disapu bersih. disapu bersih oleh suatu peristiwa mendadak, sehingga hidup kita akhirnya hanyalah kepingan-kepingan tanpa makna. #agi (artre, hidup merupakan sia-sia belaka di dalam kematian. Kematian selalu absurd, tidak dapat dimengerti, karena kematian membuat seluruh kehidupan kita absurd. Kematian merupakan keruntuhan mendadak yang datang dari luar dan tidak bermakna. 1rama kehidupan yang telah dimainkan dengan hatihati dan indah selama hidup hanya diakhiri dengan suara sumbang yang memekakkan dan merusak seluruh keindahan irama kehidupan yang telah dimainkan.

". Karl 0aspers. kematian sebagai pemenuhan lompatan kepada iman Menurut 0aspers, manusia terus-menerus terlibat di dalam pelbagai krisis yang membawanya kepada situasi perbatasan! di dalam pengalaman yang menakutkan < dari kenyataan perjuangan, penderitaan yang tak dapat dihindari. Manusia selalu dian"am oleh pengalaman akan nasib yang tak dapat diubah, terutama di dalam kematian dari orang ter"inta atau di dalam kesadaran akan kematiannya sendiri. Dimana-mana manusia dian"am oleh kema"etan, habisnya harapan, keputusan yang men"ekam dll. Menurut 0aspers, satu-satunya jalan keluar yang terbuka untuk soal ini hanyalah bila manusia

2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

menerima keadaan ini dan mengakui dengan sepenuh hati < bahkan menyetujui kematian yang terjadi padanya. Di sini dibutuhkan suatu lompatan dari keadaan putus asa ke dalam kebebasan dan ketidaktergantungan. ;ompatan ini hanya mungkin terjadi bila aku! manusia menyadari dirinya sebagai penerima. Manusia perlu menyadari bahwa dia selama ini mengalami kenyataan yang tidak di"iptakannya sendiri. #ahkan dia berhutang atas eksistensinya terhadap orang lain. 0usteru di dalam situasi ekstrim dimana terjadi penghan"uran, manusia dimampukan untuk menghadapi pengalaman dasar akan yang transenden yang tidak sama dengan dunia. 2anpa yang transenden manusia tidak bisa benar-benar berada. Manusia dapat bertahan dalam situasi-situasi perbatasan, bila dia dapat memegang teguh, bahkan di dalam kematian, bahwa ketahanannya ini bukanlah berkat kemampuannya sendiri, tetapi dengan pertolongan dari yang lain. +ertolongan ini berbeda dari pertolongan yang berasal dari dunia ini. Menurut 0aspers, hanya berkat iman filosofislah bahwa manusia dapat mengalami pertolongan itu. +erlu disadari bahwa iman bagi 0aspers ini bukanlah iman yang diterima berkat suatu pewahyuan. #agi iman ini, satu-satunya yang pasti bahwa ada yang transenden, meskipun tidak dapat disebut apa itu, yang melingkupi dan mengadakan pemberian-pemberian kepada manusia yang hanya dapat tampil sebagai penerima, terutama terhadap kelahiran dan juga kematian. Dengan demikian, bagi 0aspers, kesukaran eksistensial tidak dapat dihindari, akan tetapi kehadiran yang transenden dapat dilihat di dalamnya. kenyataan. Akibatnya, Demikian 0aspers menentang setiap pendapat yang mengabsolutkan pula pengabsolutan hidup dan mati menjadi tidak dapat

dipertahankan.

6efleksi Kematian
Ketiga arti kematian yang diwakili para filusuf diatas kiranya "ukup mengapresiasi budi kesadaran kita tentang kematian terutama karena kematian sendiri belum kita alami. #agi kita manusia, kematian tetaplah merupakan pengalaman yang nyata meskipun tidak langsung dialami se"ara personal. )amun kematian dihadapan kita begitu misterius dan sarat dengan muatan, sehingga menimbulakn ma"am-ma"am sikap dan interpretasi tentangnya. 2idak dapat disangkal bahwa kematian tidak pernah bisa dianggap sepi oleh siapapun. Memang benar bahwa kita belum pernah mati, tetapi begitu banyak peristiwa kematian yang semakin lama rasanya semakin mendekat pusat lingkaran kehidupan kita. Kematian menjadi begitu nyata dan tidak dapat disangkal kebenarannya.

2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

+engalaman kematian yang semakin lama semakin terasa akrab, tetapi sekaligus bukan merupakan pengalaman langsung pribadi ini, membuat peristiwa ini terasa penuh teka-teki dan misterius. 2ambahan lagi, peristiwa kematian hanya satu kali terjadi pada manusia yang mengalaminya, sehingga kita bisa men"ari pengalaman agar kita bisa mempersiapkan diri sebaik-baiknya berdasarkan pengalaman tersebut. Dalam hal demikian kiranya (artre "ukup mewakili gejolak batin kita. Kematian merupakan tragedi manusia. Kita tidak bisa berkutik dihdapannya dan juga melakukan tawar-menawar dengannya. 2idak ada yang tahu kapan saatnya tiba, dan juga tidak bisa memperhitungkan dalam suasana bagaimana kematian akan menjemput. Misteri kematian semakin terasa membingungkan jika kita menyaksikan peristiwa kematian yang tidak wajar, mendadak dan sama sekali tidak diharapkan, seperti saat datangnya ben"ana, ke"elakaan dll. 6asanya kematian selalu mengintai disetiap sudut kehidupan, siap menerkam disaat lengah dan tidak terduga. Kematian, baik dalam situasi normal maupun tidak normal, tidak pernah gagal untuk menunjukkan taringnya yang bengis dan siap merobek jaringan kehidupan kita dengan sewenang-wenang. Kematian benar-benar merampas segala skala nilai kehidupan yang telah ditata dengan rapi, serta memporak-porandakan semua ren"ana hidup yang kita susun menjadi suatu bangunan yang megah dan indah. Kematian selalu datang terlalu "epat. ;ukisan kehidupan tidak pernah merasakan sentuhan terakhir dari kuas ditangan kita sebagai penyelesaian yang membuat kita dengan puas bisa mengatakan sudah selesai!. Kepingan-kepingan kehidupan kita masih berantakan, belum tertata dan terbangun menjadi suatu kesatuan yang padu. ;alu orama hidup berakhir dengan nada sumbang... dan semuanya berakhir menjadi menyakitkan dan absurd. (elanjutnya apa, benarkah kematian begitu hitam, sehingga kita tidak dapat berbuat apapun ke"uali menerimanya dengan hati han"ur dan semangat patah karena saking absurdnya$ Apakah tragedi yang dibawa oleh kematian benar-benar merupakan satusatunya makna yang bisa kita petik dari pengalaman yang radikal ini$ Dalam hal ini, kiranya 4eidegger membantu kita untuk men"ari makna yang positif mengenai kematian. Dia menganjurkan kita agar dengan hati yang terbuka dan ringan menghadapi peristiwa yang tidak dapat dihindari ini. #egitulah fakta diri kita, bahwa kita ada menuju kematian kita sendiri, totalitas hidup bagaimanapun rupa dari kematian yang datang menjemput. Kalau kita hanya mengikuti (artre, yang menganggap kematian merupakan kenyataan tragis yang menyebabkan kita terpuruk di dalam sikap tidak berdaya, hidup kita

2013

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

memang terasa absurd dan tidak bermakna. 2etapi, hal ini terjadi bila manusia hanya hidup dari hari ke hari tanpa peren"anaan global untuk seluruh kehidupannya, dimana kematian merupakan batas yang tidak dapat ditiadakan. /leh sebab itu 4eidegger "ukup realistis kalau memandang kehidupan sebagai persiapan dari saat ke saat menuju kematian yang datangnya mendadak, dalam memandang manusia dari sisi kemewaktuannya yang menunjukkan adanya peren"anaan, anatar kematian dan kehidupan, sehingga berarti orang yang tidak berpikir tentang kematiannya berarti ia juga tidak berpikir tentang hidupnya, inilah yang dimaksuk bahwa kematian merupakan totalitas aku! manusia dalam kemewaktuannya yang telah terlempar jatuh di dunia. Kematian artinya menjadi kun"i kehidupan, tempat dasar dari segala potensi dan kemungkinan juga dimensi-dimensi lainnya dari manusia disusun dan diren"anakan. )amun begitupun, kesadaran model 4eidegger ini tentang kematian tetap menyisakan sela misterinya sendiri. Dalam kematian sebagain totalitas aku! manusia yang menjadi dasar peren"anaan hidupnya, tentunya juga sulit untuk dipahami, dan juga tidak realistis untuk kemudian beranggapan bahwa kita selalu bisa mempersiapkan diri se"ara matang dan penuh perhitungan. Kematian tetaplah merupakan peristiwa tragis yang menggerogoti setiap jaringan hidup serta menerobos pori-pori kehidupan sampai ke sungsum jati diri kita sehingga terasa nyeri dan menyesakkan. Kita tak bisa berpura-pura untuk tidak keder/jiper menghadapi kematian, sekalipun dengan aksi bunuh diri., karena hanya berdasarkan rasio dan pengalaman kita tidak tahu persis apa yang kemudian terjadi dengan diri kita setelah kematian. Kita juga tidak mempunyai kejelasan dalam halpersiapan se"ara persis unutuk menyongsong kematian langkah demi langkah. Maka, pandangan 0aspers yang melukiskan kematian sebagai situasi perbatasan! "ukup menampilkan pengalaman batin kita. Kita telah melihat bahwa situasi perbatasan ini pun tak seluruhnya asing bagi pengalaman kita sehari-hari. Kita juga mengalami saat-saat dimana kehidupan tidak bisa kita genggam seutuhnya. Kita terlibat dalam ma"am-m"am tragedi dan krisis kehidupan dari saat-kesaat. Dalam skala tertentu kita juga berulangkali terbentur pada peristiwa yang tidak bisa kita beri makna, kenapa begini dan begitu. 2entu saja kualitas dan jangkauan tragedi dan krisis yang kita alami masihlah sangat ke"il dibandingkan dengan peristiwa kematian sendiri. +engalaman tragedi seperti itu tentulah sangat berbeda dengan tragedi yang terjadi dalam kematian. 2rgedi di dalam kematian tidak dapat diisolasi pada bidang tertentu dan tidak dapat luntur bersama dengan perkembangan waktu, sebagaimana tragedi= diluar kematian yang selalu kita rasakan dari saat kesaat tadi itu. Kematian bersifat menyeluruh dan sekali mati tetap mati. 2idak ada masa depan lagi, tidak ada kesempatan untuk

2013

10

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

memperbaiki diri, mengisolasi dan kemudian mempersiapkan situasi yang sama agar kita bisa menghindarinya ataupun menetralisir tragedi kegetiran kematian. Disinilah saran 0aspers dibutuhkan, maka beruntunglah mereka yang mempunyai harapan akan yangtransenden! dimana mereka bisa menggantungkan nasib mereka. Karena kematian merupakan takdir yang tak dapat ditolak, maka jawaban paling penting untuk memahaminya adalah dengan melompat ke dalam iman filosofis, dimana kekuatan yang-transenden! sedang bekerja untuk menetapkan takdir tragis bagi si penerima yang juga merupakan misteri, aku! manusia. #eginilah refleksi kematian se"ara filosofis yang kalau kita lihat se"ara deskriptif mendorong agar kita memiliki iman %hehehe& di dalam kehidupan juga dalam membangun pemahaman tentang kematian. Kemudian, karena kematian merupakan wilayah pri8at paling ultim dalam diri aku! manusia, maka untuk refleksi lanjutan tentang kematian, memahami dan men"andra kematian saya serahkan kepada masing-masing mahasiswa sesuai pengalamannya %maksudnya pengalaman batinnya.. ,8&.

2013

11

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

Daftar Pustaka
#aker, Anton, =>>>, Antropologi Metafisik, 7ogyakarta, Kanisius 4adi, 4ardono, ?@@A, Jatidiri Manusia, 7ogyakarta, +ustaka 'ilsafat. ;eahy, ;ouis, ?@B@, Manusia, Sebuah Misteri, 0akarta, +enerbit 5ramedia. (abir, Ahmad, =>>A, Skripsi untuk kelulusan strata1, Metafisika Martin Heidegger dala konteks !"eing and #i e$. 7ogyakarta, 'akultas 'ilsafat Cni8ersitas 5adjah Mada

2013

12

Filsafat Manusia Ahmad (abir

Pusat Bahan Ajar dan eLearning http,--www.mer"ubuana.a".id

Anda mungkin juga menyukai