Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PEMBERDAYAAN ZAKAT SEBAGAI

UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN

Disusun Oleh :

Indah Hermawati 2205015106

Siti Nurhalimah 2205015100

Diony

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PROF.DR.HAMKA

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas


rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Pemberdayaan Zakat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia”
guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia.

Makalah ini membahas mengenai zakat, bagaimanan cara


memberdayakannya, pihak mana saja yang terkait dalam memberdayakan zakat
dan juga membahas seberapa besar manfaat pemberdayaan zakat terhadap
pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Penyusunan makalah ini banyak menemukan kesulitan dan hambatan.


Namun, berkat bimbingan, dorongan dan arahan dari berbagai pihak,
Alhamdulillah penulis dapat mengatasi semua itu. Untuk itu penyusun
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Pak Imron Baehaqi selaku dosen mata kuliah Ibadah Akhlaq yang telah
membimbing proses pembelajaran hingga saat ini.
2. Teman-teman yang telah memberi masukan
Kami hanya dapat berdoa semoga amal kebaikan yang telah diberikan
mendapat imbalan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis
maupun pembaca.

Jakarta,18 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i


Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................... 4
D. Kegunaan ................................................................................ 4
E. Metode Penyusunan................................................................. 4

BAB II Pembahasan
A. Kajian Teoritis......................................................................... 5
B. Pembahasan.............................................................................9
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ............................................................................ 15
B. Saran ...................................................................................... 15
Daftar Pustaka ............................................................................................. 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang cukup banyak.
Negara ini menempati posisi ke-4 sebagai negara dengan jumlah penduduk
terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk
Indonesia tahun 2013 diperkirakan mencapai angka 250 juta jiwa dengan
pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun.
Negara Indonesia memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang
melimpah. Beberapa diantaranya adalah : (1) Indonesia mempunyai pertambangan
emas terbesar dengan kualitas terbaik di dunia yang bernama PT Freeport. (2)
Indonesia mempunyai cadangan gas alam terbesar di dunia tepatnya di Blok
Mahakam dan Blok Natuna. (3) Indonesia memiliki hutan tropis terbesar di dunia.
Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 hektar, dengan keanekaragaman hayati
dan plasmanutfah terlengkap di dunia. (4) Indonesia memiliki garis pantai terluas
di dunia kedua setelah Kanada. (5) Indonesia memiliki jutaan spesies ikan yang
tidak dimiliki negara lain. (6) Indonesia memiliki pemandangan yang sangat
eksotis

Namun ternyata dibalik kekayaan SDA-nya yang melimpah masih ada


penduduknya masih ada dibawah garis kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di
Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2013 yaitu sebanyak
28,07 juta jiwa atau setara dengan 11,37 persen populasi. Jumlah tersebut
menunjukkan kurang lebih 1 dari 10 orang penduduk Indonesia di kategorikan
sebagai penduduk miskin. BPS juga memetakan penduduk miskin di perkotaan
dan perdesaan. Hasilnya, mayoritas penduduk miskin berada di perdesaan. Pada
Maret 2013, tercatat jumlah penduduk miskin di perkotaan 10,33 juta jiwa dan di
pedesaan sebanyak 17,74 juta jiwa.
Kemiskinan apabila terus dibiarkan secara langsung akan berdampak pada
rendahnya daya beli masyarakat. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada
besarnya pendapatan nasional negara Indonesia, karena biasanya Indonesia
menggunakan pendekatan konsumsi (Consumption Approach) untuk menghitung
besarnya pendapatan nasional tersebut.

Angka kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan tingginya angka


kriminalitas, karena sebagian besar kejahatan disebabkan oleh faktor ekonomi.
Salah satu contohnya adalah kasus trafficking (perdagangan manusia) yang terjadi
di Aceh akhir-akhir ini.

Kriminolog dari Universitas Indonesia Iqrak Suhlil pun mengatakan,


tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di kota besar disebabkan karena faktor
ekonomi yaitu adanya ketimpangan ekonomi. Khususnya bagi kasus kekerasan
seperti perampokan dan kejahatan sejenisnya

Kemiskinan juga menyebabkan banyak anak putus sekolah, karena


ketidakmampuan masyarakat miskin tersebut untuk memenuhi biaya pendidikan.
Menurut Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar terdapat 10.268 juta siswa
usia wajib belajar (SD dan SMP) yang tidak menyelesaikan wajib belajar
sembilan tahun. Di sisi lain, masih ada sekitar 3,8 juta siswa yang tidak dapat
melanjutkan ke tingkat SMA (KOMPAS.com edisi 26 Desember 2011).

Islam sebagai salah satu agama yang paling banyak dianut oleh penduduk
indonesia menawarkan zakat sebagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan,
zakat ini diambil dari para muzaki kepada para mustahiq yang notabene adalah
penduduk miskin. Apabila dana zakat yang dapat disalurkan mencukupi, secara
tidak langsung jumlah penduduk miskin akan berkurang.

Setelah dana zakat disalurkan tentunya tidak hanya untuk digunakan untuk
konsumsi namun harus juga diberdayakan, agar dana zakat tersebut menjadi
produktif. Hal ini bertujuan agar masyarakat miskin dapat mencukupi
kebutuhannya sendiri. Seperti kita ketahui bahwa pada umumnya masyarakat kita
di Indonesia apabila mendapatkan zakat, mereka hanya menggunakannya untuk
kegiatan konsumsi. Sehingga tidak heran jika tidak lama kemudian, dana zakat
yang didapatkan habis. Jika zakat produktif ini bisa terlaksana dengan baik,
niscaya kemiskinan akan berangsur-angsur hilang.

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Syekh Yusuf al-
Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Fiqh Zakat”. Beliau menyatakan bahwa
zakat juga diperbolehkan untuk membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-
perusahaan yang sifatnya produktif. Kemudian kepemilikan dan keuntungannya
diperuntukkan bagi kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan
hidup mereka. Konsep ini disebut Surplus Zakat Budget, yaitu ketika penerimaan
total zakat lebih besar dibandingkan jumlah total distribusi. Selisih dana tersebut
dijadikan sebagai sumber pembiayaan proyek-proyek produktif dan hasilnya bisa
disalurkan dalam bentuk produktif lain atau bisa pula dalam bentuk konsumtif,
yaitu untuk penerima zakat yang membutuhkan dana segera (seperti fakir miskin
dan lain-lain).

Berkenaan dengan masalah diatas, penulis merasakan perlu disusunnya


sebuah makalah yang mampu memberikan informasi tentang bagaimana cara
memberdayakan zakat dan manfaat yang akan diperoleh dari pemberdayaan zakat
tersebut. Oleh sebab itu, penulis menyusun sebuah makalah yang berjudul
“Pemberdayaan Zakat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan


masalah sebagai berikut.
1. Zakat jenis apa yang dapat mengentaskan kemiskinan di Indonesia
2. Bagaimana cara memberdayakan zakat ?
3. Pihak mana saja yang terkait untuk memberdayakan zakat ?
4. Seberapa besar manfaat pemberdayaan zakat terhadap pengentasan
kemiskinan di Indonesia?
C. Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk :
1. Mendeskripsikan jenis zakat yang dapat mengentaskan kemiskinan di
Indonesia.
2. Mendeskripsikan bagaimana cara memberdayakan zakat.
3. Mendeskripsikan pihak mana saja yag terkait untuk memberdayakan zakat.
4. Mendeskripsikan seberapa besar manfaat pemberdayaan zakat terhadap
pengentasan kemiskinan di Indonesia.

D. Kegunaan

Makalah ini diharapkan memiliki kegunaan baik secara teoritis maupun


secara praktis. Secara teoritis, makalah ini berguna sebagai pengembanganan ilmu
pengetahuan. Secara praktis, makalah ini diharapkan berguna bagi :
1. Penulis, sebagai wahana untuk melatih penulis agar mampu menyusun
karya ilmiah secara benar dan cermat serta memperluas wawasan keilmuan
penulis.
2. Pembaca, sebagai media informasi mengenai pemberdayaan zakat.

E. Metode Penyusunan
Metode yang di pakai dalam penyusunan makalah ini adalah metode kajian
pustaka, yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan
data dari pustaka yang berhubungan dengan isi makalah, baik berupa buku
maupun informasi di internet.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa),
mensucikan (at-thaharatu) dan berkah (albarakatu). Sedangkan secara
terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan
persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (Mustahik) dengan
persyaratan tertentu pula. (Hafidhuddin, 2002).
Di dalam UU no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terdapat
beberapa pengertian seperti yang tercantum pada Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:
bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seseorang muslim atau badan
yang dimiliki oleh seseorang, sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
Dasar hukum zakat terdapat dalam Alqur’an dan Hadits. Beberapa
diantaranya adalah :
a. QS. Al-Baqaraah ayat 43, yang artinya :
“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan
orang-orang yang ruku”.
b. QS At-Taubah ayat 60, yang artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Hafidhuddin (2002) juga menyatakan bahwa zakat adalah satu-satunya


ibadah yang memiliki petugas khusus untuk mengelolanya, sebagaimana
dinyatakan secara eksplisit dalam ayat diatas.
Ia pun mengatakan bahwa pengelolaan zakat melalui institusi amil
memiliki beberapa keuntungan, yaitu : (i) lebih sesuai dengan tuntunan syariah,
shirah nabawiyyah dan shirah para sahabat serta generasi sesudahnya, (ii)
menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat, (iii) untuk menghindari
perasaan rendah diri dari para mustahik apabila mereka berhubungan langsung
dengan muzakki, (iv) untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan
pendayagunaan zakat, dan (v) sebagai syiar Islam dalam semangat
pemerintahan yang Islami.Ia mengatakan bahwa pengelolaan zakat melalui
institusi amil memiliki beberapa keuntungan, yaitu : (i) lebih sesuai dengan
tuntunan syariah, shirah nabawiyyah dan shirah para sahabat serta generasi
sesudahnya, (ii) menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat, (iii) untuk
menghindari perasaan rendah diri dari para mustahik apabila mereka
berhubungan langsung dengan muzakki, (iv) untuk mencapai efisiensi dan
efektivitas pengelolaan dan pendayagunaan zakat, dan (v) sebagai syiar Islam
dalam semangat pemerintahan yang Islami.

c. Hadits Riwayat Ath-Thabrani dari Ali R.a

“Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari


umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro di
antara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka
lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya di antara
mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan
mengadzab mereka dengan pedih”.

Hadits tersebut secara eksplisit menegaskan posisi zakat sebagai


instrumen pengaman sosial, yang bertugas untuk menjembatani transfer
kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin. Hadits tersebut juga
mengingatkan akan besarnya kontribusi perilaku bakhil dan kikir terhadap
kemiskinan.
2. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang
menjadi kata “berdaya”. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daya artinya
kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat
sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan.
Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata
empowerment yang berasal dari bahasa inggris. Pemberdayaan sebagai
terjemahan dari empowerment menurut Merrian Webster dalam Oxford English
Dictionary mengandung dua pengertian, yaitu :
a. To give ability or enable to, yang diterjemahkan sebagai memberi
kecakapan, kemampuan atau memungkinkan.
b. Togive power of authority to, yang berarti memberi kekuasaan.
Dalam konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah
istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya kesadaran
bahwa faktor manusia memegang peran penting dalam pembangunan.

Konsep pemberdayaan terbagi dalam dua bagian, yaitu :

a. Pemberdayaan sebagian dari kelompok yang berhak akan harta zakat.


Pemberian dimaksud selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, juga
sebagai modal usaha bagi mereka yang terkendala dengan keterbatasan
modal dalam berusaha. Dengan diberikan harta zakat dapat
memberdayakan mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Pemberian zakat berbeda-beda sesuai dengan profesi, serta
kebutuhan masing-masing mustahik.
b. Memberdayakan kaum fakir, yakni dengan memberikan sejumlah harta
untuk memenuhi kebutuhan hidup serta memberdayakan mereka yang
tidak memiliki keahlian apapun.

Selain pemberdayaan bagi fakir miskin, zakat difungsikan untuk


memberdayakan mustahiq lainnya. Oleh karena ketidakmampuan mereka, maka
pemberian zakat merupakan pengahasilan baru (amil dan mualaf). Bagi ibnu sabil
dan budak, zakat difungsikan untuk mencukupi kebutuhan mereka (sifatnya
sekunder).

B. Pembahasan

Sebagai negara yang mayoritas penduduknya islam, Indonesia memiliki


potensi zakat yang sangat besar. Menurut Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
menyebutkan bahwa potensi zakat tahun 2012 adalah sebesar Rp 217 triliun.

Penerimaan zakat di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Ini


terlihat pada tahun 2011 jumlah penerimaan sebesar Rp 1,7 triliun. Nilai ini
meningkat di tahun 2012 menjadi Rp 2,73 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa
antusias masyarakat dalam membayar zakat saat ini cukup tinggi, tinggal
bagaimana zakat yang diberikan oleh masyarakat dapat diberdayakan atau dalam
kata lain dikelola dengan baik.

Pemberdayaan zakat sebenarnya telah dilakukan sejak zaman pemerintahan


Rasulullah SAW. Di masa Rasulullah, para sahabat Muhajirin yang miskin dan
menjadi penerima zakat (mustahiq), dalam waktu setahun mampu meningkatkan
daya hidup mereka dengan menjadi pembayar zakat (muzakki). Hal ini karena
dana zakat, salah satunya, diperuntukkan bagi pengembangan ekonomi
masyarakat. Dalam hadits riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin
Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan kepadanya zakat, lalu
menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Salim pun
mengelolanya sampai ia mampu memberikan sedekah dari usaha tersebut. Sejarah
tersebut menjadi tonggak awal bagaimana mengelola zakat menjadi sesuatu yang
produktif.

Di masa Abu Bakar, zakat lebih terkoordinir dengan peraturan yang ketat.
Para pembangkang yang tidak mau membayar zakat diperangi. Lalu, pada masa
Umar bin Khattab Baitul Maal didirikan sebagai lembaga pemerintah yang
berfungsi sebagai distributor kekayaan negara kepada masyarakat.
Pada masa Umar bin Abdul Aziz pengelolaan zakat mencapai puncak
keemasannya. Keberhasilan Umar bin Abdul Aziz ini dikarenakan beliau
memiliki kemampuan manajemen yang mumpuni disertai integritas kejujuran
yang tinggi. Konsep distribusi zakat yang beliau kembangkan adalah zakat
sebagai bentuk subsidi silang, sehingga langsung dapat dirasakan dampak
ekonominya.

Pada masa itu zakat mampu meningkatkan masyarakat yang memiliki daya
beli rendah. Zakat menjadi stimulan bagi pertumbuhan perekonomian secara
mikro maupun makro. Pada akhirnya, di zaman itu para pembayar zakat
berkeliling kota untuk mencari penerima zakat yang sudah sulit ditemui, karena
mereka pada umumnya sudah memiliki kemapanan di bidang ekonomi.

Kebijakan yang dilakukan Khalifah Umar ini mampu meningkatkan daya


beli masyarakat. Dana yang diterima tersebut digunakan sebagai modal kerja
untuk membeli barang-barang produksi dan terus berkembang karena semakin
banyak orang yang menggunakannya sebagai dana produktif.

Konsep Umar bin Abdul Aziz inilah yang disebut zakat produktif.
Mayoritas ulama telah sepakat bahwa zakat dapat dimanfaatkan untuk hal-hal
yang produktif. Mazhab Maliki, Hanafi, dan Hambali memperbolehkannya.
Hanya Syafi’i yang berbeda, di mana beliau mengharuskan zakat dibagi habis
untuk delapan asnaf dan harus terbagi rata. Namun kemudian ulama-ulama di
kalangan syafi’iyah sendiri berbeda pendapat. Sebagian ada yang
memperbolehkan zakat produktif.

Hal ini senada dengan apa yang di kemukakan Syekh Yusuf al-Qardhawi
dalam bukunya yang berjudul “Fiqh Zakat”. Beliau menyatakan bahwa zakat juga
diperbolehkan untuk membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan yang
sifatnya produktif. Kemudian kepemilikan dan keuntungannya diperuntukkan bagi
kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka.
Konsep ini disebut Surplus Zakat Budget, yaitu ketika penerimaan total zakat
lebih besar dibandingkan jumlah total distribusi. Selisih dana tersebut dijadikan
sebagai sumber pembiayaan proyek-proyek produktif dan hasilnya bisa disalurkan
dalam bentuk produktif lain atau bisa pula dalam bentuk konsumtif, yaitu untuk
penerima zakat yang membutuhkan dana segera (seperti fakir miskin dan lain-
lain).

1. Jenis Zakat yang dapat Mengentaskan Kemiskinan di Indonesia

Zakat terbagi menjadi 2 jenis, pertama zakat fitrah dan yang kedua adalah
zakat mal atau zakat harta. Zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap muslim, zakat
ini dikeluarkan setiap tahun menjelang hari raya idul fitri. Sedangkan zakat mal
atau zakat harta adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah
mencapai nasabnya. Kedua jenis zakat tersebut sama-sama dapat mengurangi
angka kemiskinan di Indonesia atau dalam kata lain dapat mengentaskan
kemiskinan di Indonesia.

2. Cara Memberdayakan Zakat


Untuk mengoptimalisi fungsi zakat sebagai salah satu solusi pengentasan
kemiskinan diperlukan langkah-langkah pemberdayaan diantaranya :
a. Pemberdayaan Organisasi Pengelola Zakat

Sesuai dengan QS At-Taubah ayat 60 bahwa zakat memiliki petugas khusus


untuk mengelolanya. Di Indonesia, zakat di kelola oleh banyak organisasi atau
lembaga. Namun, yang resmi diakui oleh Dierktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak)
adalah berjumlah 20 lembaga. Ke-20 lembaga tersebut meliputi : satu Badan Amil
Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), tiga Lembaga Amil Zakat, Infaq,
dan Shaaqah (LAZIS) dan satu Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.

Organisasi pengelola zakat perlu diberdayakan. Salah satu hal yang dapat
dilakukan adalah melalui pembinaan kepada karyawannya agarmereka dapat
bekerja lebih profesional.

b. Kewajiban Pemerintah dalam Pemenuhan Zakat


Dalam perspektif ekonomi Islam, zakat dipandang sebagai suatu hal yang
sangat penting. bahkan zakat dapat dijadikan instrumen utama kebijakan fiskal
suatu negara. Apalagi kalau zakat dikelola secara baik akan menjadi solusi dari
sasaran akhir perekonomian suatu negara, yaitu terciptanya kesejahteraan bagi
masyarakat. Dengan demikian akan dapat mengentaskan kemiskinan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pemenuhan zakat ini, pemerintah dituntut


untuk terlibat aktif. Apalagi telah mengeluarkan UU tentang Pengelolaan Zakat.
Oleh karena UU tersebut yang substansinya hanya mengatur pengelolaan zakat,
maka pemerintah harus mengambil kebijakan dalam bentuk regulasi untuk
mengimplementasikan kewajiban membayar zakat bagi muzzaki.

Contoh konkret peran pemerintah dalam pemberdayaann zakat sebagai


usaha produktif adalah pemberian modal usaha bergulir, artinya mustahiq
dipinjami sejumlah modal dan diharuskan mempertanggungjawabkan penggunaan
modal kerja itu dengan cara mengembalikan dengan mengangsur.

Disyaratkan bahwa yang berhak memberikat zakat yang bersifat produktif


(Amil zakat) adalah lembaga yang mampu melakukan pembinaan dan
pendampingan kepada para mustahiq agar kegiatan usahanya dapat berjalan
dengan baik. Di samping melakukan pembinaan dan pendampingan kepada para
mustahik dalam kegiatan usahanya, juga harus memberikan pembinaan ruhani dan
intelektual keagamaannya agar semakin meningkat kualitas keimanan dan
keislamanannya.

3. Pihak yang Terkait untuk Memberdayakan Zakat


a. Pemerintah

Pemerintah dapat melakukan pendataan terhadap kaum mustahiq,


selanjutnya dana zakat didistribusikan melalui badan atau lembaga amil zakat
kepada kaum mustahiq tersebut.

b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


DPR selaku wakil rakyat dapat ikut serta dalam memberdayakan zakat
dengan cara membuat atau memperbaiki Undang-undang tentang zakat agar tidak
memberatkan organisasi pengelola zakat.

c. Badan atau Lembaga Amil Zakat

Badan atau lembaga amil zakat seyogyanya ikut mensosialisasikan


mengenai pentingnya berzakat kepada masyarakat. Salah satu cara yang dapat
diIakukan adalah dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat melalui
pendekatan penanaman nilai-nilai yang ada pada zakat tersebut (Nilai Religius
dan Nilai Sosial).

d. Masyarakat

Pemerintah, DPR, maupun Organisasi Pengelola Zakat (Badan atau lembaga


amil zakat) tidak akan berhasil programnya apabila masyarakatnya sendiri tidak
memiliki kesadaran untuk berzakat. Untuk itu, peran masyarakat dalam
pemberdayaan zakat ini sangat besar.

4. Manfaat Pemberdayaan Zakat

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Beik, (2013) menunjukkan bahwa


zakat mampu mengurangi jumlah keluarga miskin dari 84 persen menjadi 74
persen. Kemudian dari aspek kedalaman kemiskinan, zakat juga terbukti mampu
mengurangi kesenjangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, yang
diindikasikan oleh penurunan nilai P1 dari Rp 540.657,01 menjadi Rp 410.337,06
dan nilai I dari 0,43 menjadi 0,33. Sedangkan ditinjau dari tingkat keparahan
kemiskinan, zakat juga mampu mengurangi tingkat keparahan kemiskinan yang
ditandai dengan penurunan nilai Indeks Sen (P2) dari 0,46 menjadi 0,33 dan nilai
indeks FGT dari 0,19 menjadi 0,11. Kajian ini menjadi bukti yang tidak
terbantahkan bahwa instrumen zakat memiliki potensi yang luar biasa
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak, apabila


dibiarkan akan menimbulkan berbagai masalah. Disisi lain, penerimaan zakat dari
dua jenis zakat yang ada (zakat fitrah dan zakat mal) di Indonesia tahun 2012
mengalami peningkatan. Zakat tersebut tentunya harus diberdayakan.

Zakat produktif adalah salah satu cara terbaik dalam memberdayakan zakat.
Jika zakat produktif ini bisa terlaksana dengan baik dan benar oleh pihak-pihak
yang terkait seperti pemerintah, DPR, organisasi pengelola zakat, serta
masyarakat niscaya kemiskinan akan berangsur-angsur hilang, sebab umat Islam
Indonesia memiliki potensi dana zakat yang sangat besar.

B. Saran

Zakat Produktif memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan


dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Selain itu, zakat produktif
juga mempunyai peran penting untuk perekonomian bangsa Indonesia yang
berada dibawah garis kemiskinan ke depannya. Maka dari itu diperlukan peran
semua elemen bangsa untuk mendukung pengembangan zakat produktif tersebut.
Guna pengembangan zakat produktif ini pun pemerintah sebaiknya lebih
berpihak kepada para mustahiq zakat. Untuk mendukung program ini beberapa
hal penulis ajukan sebagai saran atau solusi yang mungkin dapat dipertimbangkan
oleh para pihak terkait untuk menunjang keberhasilan program ini, yaitu:

1. Sosialisasi mengenai Zakat Produktif

Sosialisasi ini penting karena dengan adanya sosialisasi, masyarakat akan


mengetahui apa yang dimaksud dengan Zakat Produktif.
2. Pembinaan dan Pelatihan

Setelah program Zakat Produktif dilaksanakan, pihak-pihak yang terkait


dalam memberdayakan zakat hendaknya mengadakan pembinaan dan
pelatihan kepada mustahiq secara berkala.

3. Pengawasan

Pihak-pihak terkait pun hendaknya mengadakan pengawasan kepada usaha


mustahiq yang dananya berasal dari program Zakat Produktif agar para
mustahiq tersebut lebih bijak dalam penggunaan dananya.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Dewi. (2013, 16 Oktober). “Faktor Ekonomi Pemicu Terjadinya Kasus


Trafficking di Aceh”. Tersedia :http://www.tribunnews.com. [15 Desember
2013].
Al-Hadist.
Al-Qardawi, Yusuf. (1993). Fiqhuz Zakat. Jakarta : Litera AntarNusa.
Al-Qur’anul Karim.
Badan Pusat Statistik. (2013).
Badan Amil Zakat Nasional. (2013).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2013)
Beik, Irfan Syauqi. (2009). “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi
Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika”. Zakat &
Empowering Jurnal Pemikiran dan Gagasan – Vol II 200
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema
Insani Press
Lessy, Zulkipli. (2005). “Pemberdayaan Zakat Melalui Pendekatan Pendidikan
Penanaman Nilai”. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 2, No. 1.
Muhamadi, Sani Insan. (2013). “Zakat Produktif, Solusi Entaskan Kemiskinan”.
Tersedia : http://mizaninstitute.com. [17 December 2013]
Maradona, Stevy. (2011, 19 Desember). “Ini Dia 20 Lembaga Resmi Penerima
Zakat Versi Ditjen Pajak”. Republika. [Online] halaman 1, Tersedia :
http://www.republika.co.id. [30 Desember 2013].
Riza, Risyanti dan Roesmidi. (2006). Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang :
Alqaprint Jatinagor.
Sukandi, Sarip. (2012). “Kekayaan Sumber Daya Alam Indonesia”. [Online].
Tersedia : http://saripedia.wordpress.com. [17 November 2013].
UU no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Wedhaswary, Inggried Dwi dan Indra Akuntono. (2011, 26 Desember). “Angka
Putus Sekolah dan Komersialisasi Pendidikan”. Kompas. [Online], halaman
1. Tersedia : http://edukasi.kompas.com. [15 Desember 2013].

Anda mungkin juga menyukai