Anda di halaman 1dari 22

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN PENGAWASAN

MIKROPRUDENSIAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Financial Technology
Dosen Pengampu:
Meko Nanda Tejakesuma, S.E., M.Ak.

Oleh:
Kelompok 1
Faza naufal 8412121018
Sendi darmawan 8413121016
Muhamad Rizky 8413121008

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DAN MENEJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS INSAN CENDIKIA MANDIRI

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan
yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Meko Nanda Tejakesuma,
S.E., M.Ak. sebagai dosen pengampu mata kuliah Financial Technology yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Dan Mudah-mudahan segala
kebaikan serta jasa yang telah diberikan semua pihak mendapat balasan yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Amiin.

Bandung 13 September 2022

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 6

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................... 7

2.1 Sejarah Berdiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) .............................................. 7

2.1.1 Konglomerasi Bisnis ............................................................................... 7

2.1.2 Integrasi Produk dan Jasa Keuangan ...................................................... 8

2.1.3 Hybrid Products ...................................................................................... 8

2.1.4 Arbitrase Peraturan ................................................................................. 9

2.1.5 Koordinasi Lintas Sektoral ..................................................................... 9

2.1.6 Perlindungan Konsumen ......................................................................... 9

2.2 Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK ............................................... 10

2.3 Pengawasan Sistem Keuangan ..................................................................... 13

2.3.1 Pengawasan Sistem Keuangan diIndonesia .......................................... 13

2.4 Pengawasan Mikroprudensial OJK .............................................................. 14

2.5 Pengawasan Market Conduct OJK ............................................................... 15

2.5.1 Pengawasan Market Conduct oleh OJK ............................................... 16

2.5.2 Pemeriksaan Market Conduct ............................................................... 18

2.6 Pelayanan Konsumen Sektor Jasa Keuangan ............................................... 18

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................ 21

3
3.1 Kesimpulan................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 22

4
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perekonomian nasional telah tumbuh dan berkembang menciptakan kesempatan


bagi masyarakat dalam upaya pemulihan ekonomi kegiatan ekonomi yang memiliki
jangkauan luas dan menyeluruh hingga dapat menyentuh sekor rill dari perekonomian
masyarakat, Program program pemerintah dalam pembangunan ekonomi terus
diperluas salah satu komponen penting dalam sistem ekonomi nasional yang dimaksud
adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi
intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif didalam perekonomian nasional.
terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatanya kemajuan dibidang
teknologi informasi serta invasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang
sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait. Banyaknya permasalahan lintas sektoral
disektor jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin
mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan disektor keuangan yang
terintegrasi.

Sesuai dengan amanah pasal 34 Undang-undang no 23 tahun 1999 sebagaimana


diubah dengan UU No.3 tahun 2004 tentang bank indonesia telah lahir Undang -
Undang No.21 tahun 2008 tentang lembaga otoritas jasa keuangan (OJK) .UU tersebut
diberlakukan mulai 1 januari 2013. Lembaga independen tersebut akan ditugaskan
untuk mengatur dan pengawasan lembaga keuangan bank dan non-bank. Lembaga
keuangan non-bank seperti Asuransi,dana pensiun,bursa effek,modal vantura dan
lainnya.

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Sejarah Berdiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ?

2. Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK ?

3. Pengawasan Sistem Keuangan ?

4. Pengawasan Mikroprudensial OJK ?

5. Pengawasan Market Conduct OJK ?

6. Pelayanan Konsumen Sektor Jasa Keuangan ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang Sejarah Berdiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

2. Untuk memahami tentang Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK.

3. Untuk memahami tentang Pengawasan Sistem Keuangan.

4. Untuk memahami tentang Pengawasan Mikroprudensial OJK.

5. Untuk memahami tentang Pengawasan Market Conduct OJK.

6. Untuk memahami tentang Pelayanan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

6
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sesuai dengan amanat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang


Bank Indonesia, dipersyaratkan pembentukan suatu lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang baru dan independen yang dibentuk dengan Undang-Undang. Sebagai
perwujudan pasal tersebut, dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pengaturan
dan pengawasan industri jasa keuangan non-bank dan pasar modal yang sebelumnya
dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BapepamLK),
semenjak 31 Desember 2012 beralih dan dilaksanakan oleh OJK. Sementara itu,
pengaturan dan pengawasan industri perbankan yang sebelumnya dilakukan oleh Bank
Indonesia, sejak 31 Desember 2013 juga beralih dan dilaksanakan oleh OJK. Kemudian
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
pasal 28, pengaturan dan pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dilakukan oleh OJK
terhitung dua tahun sejak Undang Undang tersebut diundangkan yaitu mulai tahun
2015.OJK yang telah mendapat mandat oleh undang-undang untuk melakukan peran
pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan, didirikan dengan berbagai macam
latar belakang Antara lain:

2.1.1 Konglomerasi Bisnis


Dengan adanya keinginan suatu lembaga jasa keuangan untuk meningkatkan
pertumbuhan bisnis secara anorganik dengan mengakuisisi lembaga jasa keuangan
lainnya, melakukan diversifikasi layanan produk dan jasa keuangan yang lebih
komprehensif sesuai dengan tuntutan masyarakat serta keinginan untuk melakukan
ekspansi bisnis ke sektor jasa keuangan lainnya. maka apabila pengaturan dan
pengawasan dilakukan oleh otoritas atau lembaga yang berbeda dikhawatirkan

7
menimbulkan potensi masalah, mengingat masing-masing otoritas memiliki tujuan dan
kepentingan pengawasan yang berbeda. Dengan lahirnya OJK, maka pengawasan
terhadap lembaga jasa keuangan yang berbeda-beda tersebut menjadi satu dan
terintegrasi. Pengaturan dan pengawasan konglomerasi di sektor jasa keuangan dapat
dilaksanakan secara terintegrasi, efektif, dan efisien melalui satu toritas pengawasan
yang sama yaitu OJK.
2.1.2 Integrasi Produk dan Jasa Keuangan
Dalam perkembangan pemasaran produk dan jasa keuangan untuk saat semakin
banyak hal ini, bank yang dulunya hanya membuat dan memasarkan produk dan jasa
keuangan yang dibuat oleh bank itu sendiri, sekarang juga memasarkan produk dan
jasa keuangan lain bukan bank, seperti raksa dana dan obligasi. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya perpindahan risiko produk dan jasa keuangan dari lembaga
keuangan bukan bank yang membuat produk tersebut ke bank yang menjadi agen
penjual produk dan jasa keuangan bukan bank.maka pengawasan terintegrasi yang
dilakukan oleh OJK dapat mencegah potensi risiko sistemik antar lembaga jasa
keuangan yang berbeda sehingga masyarakat pengguna produk dan jasa keuangan
dapat terlindungi.
2.1.3 Hybrid Products
Dengan munculnya hybrid products atau teknologi keuangan yang lebih
canggih dan berbasis teknologi informasi ini memiliki keterkaitan dengan produk
keuangan dari industri jasa keuangan yang berbeda, menyebabkan perlunya koordinasi
antar lembaga atau otoritas pengawasan apabila sistem pengawasan dilakukan oleh
lembaga atau otoritas pengawasan yang berbeda satu sama lainnya. Munculnya OJK
bukan hanya memudahkan pengawasan terhadap hybrid products yang dikeluarkan
oleh industri jasa keuangan, melainkan juga akan mendorong industri untuk selalu
melakukan inovasi dan pengembangan produk dan jasa keuangan yang dibutuhkan
masyarakat.

8
2.1.4 Arbitrase Peraturan
Pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan oleh
otoritas yang berbeda dapat menimbulkan arah kebijakan yang berbeda juga.
Pengawasan oleh dua otoritas yang berbeda ini dapat memunculkan potensi “arbitrary”
ketentuan, yang bisa saja kebijakan dan pengaturannya berbeda maupun bertolak
belakang. OJK yang melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan baik di sektor pasar
modal maupun perbankan tentunya menjadi solusi atas permasalahan “arbitrary”,
sehingga redundancy dan overlaping ketentuan dapat diminimalisasi. Konsekuensinya
kondisi ini akan menguntungkan bagi lembaga jasa keuangan yang beroperasi di
Indonesia.
2.1.5 Koordinasi Lintas Sektoral
OJK bersama-sama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat melakukan koordinasi lintas sektoral secara
cepat dan tanggap dalam menangani berbagai permasalahan di sektor jasa keuangan.
Selain itu, keberadaan OJK akan mempermudah koordinasi lintas sektoral dalam hal
terjadi krisis keuangan yang berpotensi sistemik. Koordinasi lintas sektoral yang
semakin baik diharapkan akan mendorong harmonisasi kebijakan di bidang fiskal,
moneter, dan sektor jasa keuangan yang semakin terpadu, saling mendukung, dan
menjaga kestabilan sistem jasa keuangan di Indonesia.
2.1.6 Perlindungan Konsumen
Aspek perlindungan konsumen bagi masyarakat maupun pengguna produk dan jasa
keuangan sebelum berdirinya OJK belum diatur secara spesifik, konkret, dan
terintegrasi baik dalam undangundang keuangan dan pengawasan jasa keuangan baik
yang bersifat sektoral maupun kelembagaan. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan khususnya pasal 4, pasal 28, pasal 29, pasal 30, dan
pasal 31 mengamanatkan OJK untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan
masyarakat di sektor jasa keuangan. Pasal-pasal tersebut dengan jelas mengungkap
perlunya aspek edukasi dan perlindungan konsumen sebagai bagian yang tidak

9
terpisahkan dari tugas pengaturan dan pengawasan yang sebelumnya tidak diatur dalam
undang-undang sector jasa keuangan lainnya.

2.2 Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang OJK

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK menyebutkan


bahwa OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta
mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat. OJK diharapkan
dapat mendukung kepentingan sector jasa keuangan secara menyeluruh yang pada
akhirnya dapat meningkatkan daya saing lembaga jasa keuangan itu sendiri dalam
rangka mendukung perekonomian nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga
kepentingan nasional industri jasa keuangan dalam hal pengelolaan sumber daya
manusia, pengoperasian, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan
dengan tetap mempertimbangkan aspek tata kelola yang baik, yang meliputi
independensi, akuntabilitas,pertanggung jawaban, transparansi, dan kewajaran
(fairness).
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sebagaimana
diamanatkan dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan.
Sementara berdasarkan pasal 6 Undang-Undang tersebut, tugas utama OJK
adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal;

10
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:

a. Pasal 7, khusus terkait pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang meliputi:

1) Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

a) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
kuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

b) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi,
dan aktivitas di bidang jasa.

2) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

a) likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,


batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan
pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank.

b) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:


manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti-pencucian
uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; serta
pemeriksaan bank.

b. Pasal 8, terkait pengaturan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) yang
meliputi:

1)Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang OJK.

2)Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

3) Menetapkan peraturan dan keputusan OJK.

11
4) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
5) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.
6) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu.
7) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
lembaga jasa keuangan.
8) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menata usahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9) Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Pasal 9, terkait pengawasan lembaga jasa keuangan (bank dan non-bank) meliputi:
1) Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
2) Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif.
3) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan
tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/ atau penunjang kegiatan
jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
4) Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/ atau pihak tertentu
5) Melakukan penunjukan pengelola statuter
6) Menetapkan penggunaan pengelola statuter
7) Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
8) Memberikan dan/ataumencabut:izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya
pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,
pengesahan,persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

12
2.3 Pengawasan Sistem Keuangan

Sistem keuangan secara keseluruhan di suatu negara terdapat beberapa lembaga


negara ataupun kementerian yang memiliki fungsi dan tugas untuk melakukan
pengawasan system keuangan secara keseluruhan. Secara umum, terdapat tiga pilar
pengawasan sistem keuangan yang ada di suatu negara

FISCAL AUTHORITY FISCAL POLICY

MONETARY AUTHOTITY MONETARY POLICY

FINANCIAL SYSTEM FINANCIAL REGULATION


STABILITY AUTHORITY AND SUPERVISION

1. Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal (pajak), dalam hal ini memiliki
kewenangan untukmembuat kebijakan dan pengaturan di bidang fiskal.
2. Bank sentral sebagai otoritas moneter, dalam hal ini memiliki kewenangan untuk
membuatkebijakan dan pengaturan di bidang moneter khususnya yang terkait dengan
nilai tukar dan inflasi.
3. Otoritas stabilitas sistem keuangan, dalam hal ini memiliki kewenangan untuk
melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial dan mikroprudensial
terhadap lembaga jasa keuangan. Dalam hal ini, pengaturan dan pengawasan yang
terkait dengan stabilitas system keuangan dapat dilakukan oleh bank sentral secara
individu maupun bersama-sama dengan otoritas sistem keuangan lainnya.
2.3.1 Pengawasan Sistem Keuangan diIndonesia
Pengawasan sistem keuangan di Indonesia tidak Dalam hal ini, Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK memiliki peranan yang besar dalam menjaga
stabilitas sitem keuangan di Indonesia. Kementerian Keuangan Republik Indonesia

13
sebagai otoritas fiskal di Indonesia memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan
fiskal yang memiliki dampak langsung terhadap sistem keuangan di Indonesia. Bank
Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia memiliki peran yang sangat penting
untuk menjaga kestabilan sistem moneter yang sangat berpengaruh terhadap kinerja
lembaga jasa keuangan di Indonesia. OJK memiliki peran dan kewenangan untuk
mengatur dan mengawasi semua lembaga jasa keuangan yang beroperasi di Indonesia.

2.4 Pengawasan Mikroprudensial OJK

Kebijakan mikroprudensial adalah kebijakan dalam mengawas dan menjaga


individual institusi keuangan dari risiko sistematik dan mencegah timbulnya risiko
yang lainnya. Dengan kebijakan mikroprudensal tersebut, OJK dengan sangat mudah
mengidentifikasi bank–bank yang bermasalah. Pengawasan mikroprudensial terhadap
seluruh sektor jasa keuangan di Indonesia sangat diperlukan untuk menjamin tingkat
kesehatan masing-masing individu lembaga jasa keuangan sekaligus untuk melindungi
kepentingan konsumen pengguna jasa keuangan,mikroprudensial yang dilakukan oleh
OJK terdiri dari:
1. Pengaturan terhadap seluruh industri jasa keuangan;
2. Pengawasan terhadap seluruh industri jasa keuangan; dan
3. Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
OJK memastikan bahwa dari sisi kelembagaan, proses bisnis, governance,
permodalan, likuiditas, maupun sistem pelaporan telah diatur secara lengkap dan
menyeluruh. Pengaturan mikroprudensial ini diperlukan sebagai pedoman bagi setiap
lembaga jasa keuangan untuk melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Di sisi lain
pengaturan mikroprudensial ini sangat penting untuk menjamin bahwa pengaturan
terhadap lembaga jasa keuangan di Indonesia memiliki standar yang sama dengan
pengaturan terhadap lembaga jasa keuangan yang dilakukan oleh negara-negara lain.

14
Pengawasan mikroprudensial dilakukan secara menyeluruh terhadap kelembagaan,
proses bisnis, governance, permodalan, likuiditas maupun sistem pelaporan untuk
setiap lembaga jasa keuangan. Pengawasan mikroprudensial dapat dilakukan secara
langsung (on-site supervision) dengan mendatangi lembaga jasa keuangan maupun
dilakukan secara off-site. Perlunya pengawasan on-site dan off-site tersebut adalah
untuk melihat dan memonitor secara langsung kinerja setiap lembaga jasa keuangan
apakah sudah sesuai dan patuh terhadap ketentuan yang dikeluarkan oleh OJK.

2.5 Pengawasan Market Conduct OJK

Secara harfiah, “conduct” dapat diterjemahkan sebagai “behavior”, atau perilaku


sehingga market conduct dapat diterjemahkan sebagai perilaku pelaku pasar. Nancy
Campbell dalam pemaparannya yang berjudul Market Conduct from a Company
Perspective menjelaskan bahwa market conduct adalah elemen pengaturan dan
pengawasan yang berfokus pada perilaku sebagai upaya mitigasi praktik
penyalahgunaan wewenang oleh PUJK dan transparansi produk dan layanan yang baik
kepada konsumen (Nancy Campbell, 2011).Pelaku pasar dapat dikategorikan menjadi
dua pelaku yaitu pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha adalah pelaku pasar yang
melakukan aktivitas produksi dari suatu produk, sedangkan konsumen adalah pelaku
pasar yang melakukan aktivitas konsumsi atau pemanfaatan suatu produk. Dengan
demikian, dalam konteks sektor jasa keuangan, market conduct adalah perilaku dari
pelaku pasar di sektor jasa keuangan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor
21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dikatakan bahwa OJK memiliki peran
di bidang:
1. Pengaturan seluruh sektor jasa keuangan;
2. Pengawasan seluruh sektor jasa keuangan; dan
3. Perlindungan konsumen jasa keuangan.

15
Dengan adanya tiga peran besar OJK di sektor jasa keuangan tersebut di atas,
membuat OJK memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan yang bersifat
prudensial Sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, terdapat 5 prinsip perlindungan
konsumen keuangan yang harus diterapkan yaitu :
1) transparansi.
2) perlakuan yang adil.
3) keandalan.
4) kerahasiaan dan keamanan data/ informasi Konsumen.
5) serta penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara
sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
OJK menerapkan pengawasan market conduct secara seimbang Antara
menumbuhkembangkan sektor jasa keuangan dengan pemenuhan hak dan kewajiban
konsumen untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.Untuk mencapai hal tersebut
dalam upaya perlindungan konsumen atau masyarakat, OJK diarahkan untuk mencapai
dua tujuan utama yaitu meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen dalam
setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan (market confidence) dan
memberikan peluang serta kesempatan bagi lembaga jasa keuangan untuk berkembang
secara adil, efisien, dan transparan dan di sisi lain konsumen memiliki pemahaman hak
dan kewajiban dalam berhubungan dengan lembaga jasa keuangan mengenai
karakteristik, layanan, dan produk (level playing field).
2.5.1 Pengawasan Market Conduct oleh OJK
Indonesia menerapkan model pengawasan yang bersifat internal twin peak yang berarti
bahwa pengawasan prudensial dan pengawasan market conduct dilakukan oleh satu
institusi yaitu OJK.

16
Tujuan dari pengawasan market conduct adalah sebagai berikut:

Bagi Pelaku Usaha:

1. Memiliki budaya dan perilaku yang berorientasi pada konsumen (treat customer
fairly);

2. Menjamin keseimbangan dan harmonisasi antara kepentingan pelaku usaha dan


Konsumen.

Bagi Konsumen :

1. Memberdayakan dan melindungi Konsumen dan masyarakat melalui peran pelaku


usaha;

2. Meningkatkan kepercayaan Konsumen dan masyarakat terhadap sektor jasa


keuangan.

Cakupan pengawasan market conduct yang dilakukan oleh OJK adalah sesuai dengan
product life cycle yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

• Desain produk

• Penawaran produk

• Penjualan produk

• Layanan pasca jual

• Penyelesaian pengaduan

Dalam implementasi pengawasan market conduct, OJK menggunakan 2 teknik


pengawasan yaitu:

Pemantauan Perilaku Pelaku Pasar

Proses pemantauan Perilaku Pelaku pasar adalah pengawasan yang dilakukan melalui
data-data terkait perilaku lembaga jasa keuangan yang diambil melalui berbagai

17
sumber dan metode. Proses pemantauan pasar dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Proses pemantauan pasar yang dilakukan oleh OJK,
diantaranya:

1. Analisis terhadap laporan self-assessment pelaku usaha terhadap implementasi 5


prinsip perlindungan konsumen.

2. Pemantauan iklan produk/jasa keuangan pelaku usaha.

3. Pemantauan terhadap informasi yang bersumber dari konsumen yang disampaikan


melalui berbagai media berkaitan dengan produk atau jasa pelaku usaha.
4. Pemantauan secara tematik yang dilakukan menggunakan teknik penyamaran
2.5.2 Pemeriksaan Market Conduct
Pemeriksaan market conduct adalah pemeriksaan yang dilakukan secara
tematik dan langsung kepada PUJK dengan berkoordinasi dengan satuan kerja
pengawasan yang membawahi sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan
non-bank. Pemeriksaan market conduct dilakukan dengan berfokus pada tema tertentu
yang diputuskan oleh Anggota Dewan Komisioner yang membawahi bidang Edukasi
dan Perlindungan Konsumen.
2.6 Pelayanan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Pelayanan konsumen sektor jasa keuangan Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa


Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan,perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap Konsumen
dengan cakupan perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK). Aspek edukasi dan
perlindungan konsumen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan
perlindungan konsumen. Edukasi dan perlindungan konsumen bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat dan konsumen mengenai lembaga jasa
keuangan serta produk dan jasa keuangan yang ditawarkan.
2.6.1 Sistem kontak 157

18
OJK membentuk Layanan Konsumen Keuangan Terintegrasi yaitu Kontak 157,
yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi sektor jasa
keuangan dan melayani pengaduan konsumen sektor jasa keuangan.Layanan ini
merupakan rebranding yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2018 yang mengubah
nomor contact center dari yang sebelumnya tujuh digit yaitu 1500655 menjadi nomor
yang lebih singkat yaitu tiga digit yakni 157. Masyarakat dapat menghubungi Kontak
157 untuk menanyakan informasi seputar industri jasa keuangan,menyampaikan
informasi dugaan pelanggaran ketentuan kepada OJK maupun menyampaikan
pengaduan terhadap sengketa yang dialaminya dengan PUJK.

2.6.2 Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK)


Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) merupakan sistem informasi yang
bertujuan untuk melayani permintaan informasi debitur perbankan dan layanan jasa
keuangan lainnya. Sebelumnya sistem ini dikelola oleh Bank Indonesia dengan nama
Sistem Informasi Debitur (SID) atau yang lebih dikenal dengan BI Checking. Namun
sejak 2 Januari 2018 pengelolaan informasi debitur dialihkan dari Bank Indonesia ke
OJK dan berganti nama menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Manfaat SLIK bagi kreditur:
• Membantu dalam mempercepat proses analisis dan pengambilan keputusan
pemberian kredit.
• Menurunkan risiko kredit bermasalah di kemudian hari.
• Dapat mengurangi atau meminimalkan ketergantungan Pelapor atau pemberi
kredit kepada agunan konvensional.
• Pemberi kredit dapat menilai reputasi kredit calon debitur sebagai pengganti/
pelengkap agunan.
• Efisiensi biaya operasional.
• Mendorong transparansi pengelolaan kredit.
Manfaat SLIK bagi debitur/ masyarakat:

19
• Mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan kredit.
• Bagi nasabah baru, khususnya yang tergolong sebagai Usaha Mikro,Kecil dan
Menengah (UMKM), akan mendapat akses yang lebih luas
• kepada pemberi kredit dengan mengandalkan reputasi keuangannya tanpa harus
tergantung pada kemampuan untuk menyediakan agunan.
• Mendorong penerima kredit untuk menjaga reputasi kreditnya.
• Memberikan informasi status agunan serta rincian informasi kredit.
• Mengetahui data kredit seperti: data pokok debitur, plafon debitur, bakidebet,
kualitas kredit, beban bunga, cicilan pembayaran, dan denda pinjaman.

20
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
OJK sebagai satu satunya lembaga yang mengawasi lembaga keuangan bank dan
non-bank sejak 1 januari 2013,wewenag dan tugas OJK yang kompleks dan
terintergritas yang mampu menciptakan situasi sistem keuangan indonesia lebih baik
tanpa adanya perbedaan pengaturan dan fungsi yang berbeda .perkembanagan sistem
informasi menciptakan barang dan jasa yang lebih canggih dan moderen namaun OJK
terus berkembang dan banyaknya jasa keuangan yang mencakup sektor rill atau
masyarakat kecil maka oleh itu OJK harus lebih ketat dan berani bertintak terhadap
lembaga keuangan yang mungkin tidak memiliki izin maka masyarakat akan
mendapatakan pelindungan yang baik dan mampu menjaga perekonomian masyarakat
itu sendiri.pengawasan OJK terhadap lembaga keuangan non-bank mesti diperkat dan
dipilah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.


Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian..
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi
Undang-Undang.
Peraturan otoritas jasa keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang perlindungan
konsumen sector jasa
Kusumaningtuti S. Soetiono. 2016 Otoritas Jasa Keuangan(OJK) dan Pengawasan
Mikroprudensial. Jakarta,.
Tirta Segara.2019 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pengawasan Mikroprudensial
Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai