Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH

“Trauma Dada”

Oleh:

KELOMPOK 2:

SAFRIANTI ZULMA
SANTRYATI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KARYA PERSADA MUNA
RAHA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat
pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas terhadap kami.
Kami juga mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Kami jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Raha, 27 Oktober 2023

Tertanda,

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii


DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 4
A. Latar Belakang ............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan ........................................................................................... 5
BAB II. PEMBAHASAN ......................................................................... 6
1. Pengertian ..................................................................................... 6
2. Penyebab ....................................................................................... 7
3. Gejala............................................................................................. 7
4. Diagnosis........................................................................................ 9
BAB III. PENUTUP ............................................................................... 13
A. Kesimpulan ........................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma dada sangat bervariasi dan pada dasarnya bergantung pada

lingkungan kekerasan atau kinematika serta tingkat keparahan trauma (Dwi

Fitrianti, 2017). Benturan yang keras pada trauma dada dapat menyebabkan

terjadinya flail chest. Flail chest merupakan area thoraks yang melayang,

disebabkan adanya fraktur iga multipel berurutan lebih atau sama dengan 3 iga

dan memiliki garis fraktur lebih atau sama dengan 2 tiap iganya (Sjamsuhidajat,

2005).

Menurut Lugo, (2015) flail chest merupakan suatu kondisi medis dimana

kosta-kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral yang terjadi

pada daerah kostokondral dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama

yang paling sering terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupun

tidak langsung. Tanda dan gejala yang dapat terlihat pada flail chest diantaranya

pernafasan paradoksal segmen yang mengambang yaitu pada saat ekspirasi akan

menonjol keluar dan pada saat inspirasi akan menonjol ke dalam, sesak nafas,

takikardi, sianosis, nyeri hebat dibagian dada karena terputusnya integritas

jaringan parenkim paru, dan akral dingin.

Akibat dari flail chest dapat menjadi kasus gawat darurat karena pada

keadaan ini ketika segmen thoraks mengembang bebas maka patahan akan

terdorong bebas kedalam oleh tekanan atmosfir yang mengurangi kemampuan

paru untuk berekspirasi maksimal pada saat inspirasi akibatnya jumlah oksigen

4
yang masuk dalam paru akan mengalami penurunan mengganggu keseimbangan

dalam pernapasan dan menyebabkan terjadinya gagal nafas sehingga harus

dibantu dengan oksigenasi atau ventilasi tambahan (Widjoseno&Gardjito dalam

Sjamsuhidajat, 2004). Penurunan oksigen mengakibatkan terjadinya peningkatan

frekuensi pernafasan yang merupakan salah satu mekanisme tubuh dalam

memenuhi kebutuhan oksigenasi. Apabila kebutuhan akan oksigenasi tidak

terpenuhi maka dapat mengakibatkan terjadinya berbagai macam masalah, salah

satunya adalah ketidakefektifan pola nafas.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana asuhan

keperawatan pada trauma dada?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan

keperawatan pada trauma dada.

5
BAB II
PEMBAHASAN

 Pengertian

Trauma adalah penyebab kematian ketiga pada semua kelompok umur

setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Meskipun cedera terkait trauma dapat

terjadi pada berbagai jaringan tubuh, satu dari empat pasien trauma meninggal

karena trauma dada atau komplikasinya. Trauma dada tetap menjadi masalah

serius seiring dengan meningkatnya kecelakaan kendaraan berkecepatan tinggi.

Trauma dada terjadi pada sekitar 60% pasien dengan politrauma dan memiliki

mortalitas 20%-25%.

Trauma dada dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu trauma tumpul dan

trauma tembus. Trauma tumpul dapat menyebabkan kerusakan pada organ dan

struktur di bawah jaringan tanpa mengganggu integritas jaringan di permukaan.

Beberapa peyebab trauma dada tumpul bisa diakibatkan jatuh dari ketinggian,

kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Cedera tumpul pada dada penting

untuk dipahami karena hampir sekitar 70% dari semua trauma dada merupakan

cedera tumpul. Selain itu, trauma dada akibat benda tumpul menyumbang 15%

dari semua kasus trauma di dunia. Angka kematian sulit untuk dievaluasi karena

penyebab kematian pada trauma dada mungkin karena komplikasi paru dan

komplikasi lainnya.

Terdapat banyak faktor risiko yang mempengaruhi morbiditas dan

mortalitas pada trauma dadad akbiat benda tumpul. Terlepas dari usia pasien,

variabel penting lainnya termasuk adanya patah tulang, ventilasi mekanis,

6
penyakit paru sebelumnya, cedera kepala yang menyertai, hipotensi dan cedera

organ ekstra toraks. Trauma dada terus meningkat dan banyak pasien yang

meninggal sebelum dirawat di rumah sakit. Penyebab mortalitas dan morbiditas

pada trauma dada akibat benda tumpul sebagian besar disebabkan oleh komplikasi

paru. Perlu diperhatikan bahwa angka kematian yang dapat dicegah pada pasien

trauma dada adalah antara 4% -60% jika bisa mendapatkan perawatan yang efektif

dengan segera.

 Penyebab

Sejauh ini penyebab trauma dada akibat benda tumpul yang paling penting

dan signifikan adalah kecelakaan lalu lintas. Dimana kecelakaan akibat kendaraan

bermotor ini menyumbang sekitar 70-80% kejadian. Secara umum, berikut ini

adalah penyebab terjadinya trauma dada, yaitu:

o Cedera akibat ledakan

o Berkelahi

o Kecelakaan lalu lintas, khususnya sepeda motor

o Olah raga

 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pasien dengan trauma dada tumpul sangat

bervariasi, berkisar dari laporan nyeri hingga terjadinya syok. Presentasi klinis

tergantung pada mekanisme cedera dan sistem organ terkena. Berikut tanda dan

gejala trauma dada yang biasanya muncul sesuai keparahan organ yang terkena:

 Ruptur diafragmatik (biasanya di sisi kiri) --> distres respiratorik parah.

7
 Dada cambuk (keadaan saat bagian dinding dada cedera) --> kulit

memar, nyeri ekstrem, gerakan dada paradoksikal, respirasi cepat dan

dangkal, takikardia, hipotensi, asidosis respiratorik, dan sianosis.

 Hemotoraks --> Distres respiratorik akibat darah yang menggenang di

rongga pleural, sehingga menekan paru-paru dan membatasi kapasitas

respiratorik.

 Koyak miokardial besar (bisa berakibat fatal dengan cepat) dan koyak

miokardial kecil (bisa menyebabkan efusi perikardial).

 Pneumotoraks --> Dispnea parah, sianosis, agitasi, nyeri ekstrem dan

emfisema subkutanus.

 Kontusi pulmoner --> Hemoptisis, hipoksia, dispnea, dan kemungkinan

obstruksi.

 Fraktur rusuk --> Rasa perih, edema ringan di tempat fraktur, dan nyeri

yang diperburuk dengan bernapas dan bergerak sehingga menyebabkan

pasien mengalami hipoventilasi.

 Fraktur sternal --> Nyeri dada persisten, bahkan saat pasien beristirahat.

 Tension Pneumotoraks --> Penyimpangan trakeai (menjauhi sisi yang

diserang), sianosis, dispnea parah, bunyi napas tidak ada (di sisi yang

diserang), agitasi, distensi vena jugular, dan syok; peningkatan tekanan

toraks yang membahayakan jiwa, kolaps paru-paru, dan, sebagai

akibatnya, pergeseran mediastinal.

 Tanda lain --> Tamponade Jantung, koyak arteri pulmoner, ruptur

ventrikular, dan koyak atau ruptur bronkial, trakeal, atau esofageal

8
 Uji Diagnosis

 Diagnosis ditunjukkan melalui riwayat trauma yang disertai dispnea, nyeri

dada, dan gejala khas lainnya. Pemeriksaan fisik dan uji diagnostik

menentukan perluasan cedera.

 Perkusi memperlihatkan bunyi pendek dan lemah dalam hemotoraks dan

timpani dalam pneumotoraks tensi.

 Auskultasi bisa memperlihatkan perubahan posisi bunyi jantung yang

terkencang dalam pneumotoraks tensi atau tonus jantung yang samar

dalam tamponade kardiak.

 Sinar-X dada untuk memastikan fraktur rusuk dan sternal, pneumotoraks,

dada cambuk, kontusi pulmoner, aorta yang mengalami laserasi atau

ruptur, pneumotoraks tensi, ruptur diafragma, kompresi paru-paru, atau

atelektasis yang disertai hemotoraks.

 Jika pasien mengalami kerusakan kardiak, elektrokardiografi bisa

menunjukkan rintangan cabang-ikat kanan. Aritmia, keabnormalan

konduksi, dan perubahan gelombang-ST bisa muncul dalam kontusi

miokardial.

 Kadar aspartat aminotransferase, alanin aminotransferase, laktat

dehidrogenase, kreatinin kinase (CK) serum, dan kadar isoenzim CK-MB

naik.

 Angiografi memperlihatkan laserasi atau ruptur aortik.

 Studi kontras dan scan hati dan limpa membantu mendeteksi ruptur

diafragmatik.

9
 Ekokardiografi, computed tomography scan, dan scan kardiak dan paru-

paru menunjukkan perluasan cedera.

 Contoh Kasus Askep (Diana Mayasari, Anisa Ika Pratiwi 2019)

Seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun datang dengan keluhan

mengalami penurunan kesadaran kurang lebih 1 jam SMRS. Pasien datang ke

IGD setelah mengalami kecelakaan motor (tunggal), terjatuh sendiri dan masuk

kedalam lubang irigasi jalan. Pasien ditemukan sudah tidak sadarkan diri kurang

lebih 1 jam SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran Somnolen, GCS

9 (E3V3M3), tanda vital tekanan darah 130/60mmHg, nadi100x/menit, kuat

reguler, respirasi 28x/menit, pernafasan dangkal, suhu 35,8 o C, SPO2 82%.

Pupil isokor (3mm), reflek pupil langsung dan tidak langsung mata kanan

dan kiri (+), pada leher terdapat jejas bagian kiri (+), pada dinding dada didapati

hasil Inspeksi pergerakan dada asimetris (pergerakan dada kiri tertinggal), retraksi

dinding dada bagian bawah kanan dan kiri (+), pada regio anterior toraks sinistra

di atas processus xypoideus terdapat jejas, ukuran ± 1x5 cm, ictus cordis tidak

terlihat dan tidak teraba, perkusi redup pada thoraks sinistra, suara nafas kiri

menjauh, vesikular (-/+), ronki basah (+/-), murmur (-), gallop (-).

Pada ekstremitas bawah terdapat vulnus eksoriasum pada regio cruris 1/3

proksimal kearah medial dengan diameter kurang lebih 5 cm. Status lokalis regio

anterior toraks sinistra terdapat jejas (+) ukuran ± 1x5 cm. Pada pasien disarankan

untuk dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah dan

pemeriksaan radiologi yaitu foto rontgen toraks AP posisi supine. Setelah

dilakukan pemeriksaan hematologi didapatkan hasil leukosit 27,50 ribu/µL (5–

10
10ribu/µL), Eritrosit 4,55 juta/ µL (4,37 – 5,63 juta/ µL), Hemoglobin 11,1 g/dL

(14 – 18 g/dL), Hematokrit 35,4 % (41 – 54 %), MCV 77,7 Fl (80 – 92 FI), MCH

24,4 Pg (27 – 31 Pg), MCHC 31,4 g/dL(32 – 36 g/dl), Trombosit 319 ribu/µL

(150 – 450 ribu/µL) dan pada pemeriksaan rontgen toraks AP posis supine

gambaran foto rontgen thorak AP pada pasien didapatkan gambaran opak pada

sisi paru kiri dan sudut costophrenicus yang tumpul.

Gambaran opaq menggambarkan terdapatnya cairan pada dinding dada

sebelah kiri sehingga menyebabkan tumpulnya sudut costophrenicus dan corakan

bronkovaskular tidak terlihat dikarenakan tertutupi oleh cairan tersebut (darah).

Pasien di diagnosa dengan Hematotoraks ec trauma tumpul. Penatalaksanaan awal

yang diberikan kepada pasien adalahresusitasi yaitu dengan pemberian oksigenasi

O2 sungkup 3-5 liter/menit, rehidrasi cairan IVFD RL 20 tetes per menit, pantau

Hb serial, pasien berbaring dalam posisi semi fowler, serta dapat dilanjutkan

dengan pemberian analgetik suppositoria sebanyak 2 buah, setelah pasien stabil

dilakukan tindakan untuk pengeluaran darah dari rongga pleura dengan

pemasangan chest tube yang dihubungakan dengan tabung berisi air (water shield

drainage) dan didapatkan darah dengan jumlah ± 300 cc saat pertama kali

pemasangan.

Diberikan obat antifibrinolitik sebanyak 3 x 500 mg serta obat suportif

lainnya berupa antibiotik 2x1 gr IV, vit K 3x1 gr IV, antihistamin 2x1 gr IV.

Setelah dilakukan pemasangan WSD dilakukan evaluasi, dimana keadaan pasien

sudah cukup stabil, tekanan darah pasien 130/80 mmHg, nadi 100x/menit,

respirasi 26x/menit, suhu 36 0 C, SPO2 90%, kemudian pasien dapat dipindahkan

11
keruangan untuk dilakukan observasi. Pada perawatan hari kedua pasien sudah

sadar, nafas spontan adekuat. Respirasi 22x/menit, SPO2 98%, tekanan darah

120/80 mmHg, nadi 97x/menit, hasil WSD ± 275 cc, pergerakan thoraks masih

asimetris (pergerakan dada kiri tertinggal), suara nafas kiri menjauh. Vesikuler

(-/+) , ronkhi basah (+/-), wheezing (-/- ).

Pada perawatan hari ketiga kedaan pasien semakin membaik, nafas

spontan adekuat. Respirasi 20 x/menit, SPO2 99%, tekanan darah 120/70 mmHg,

nadi 88x/menit, hasil WSD : ± 175 cc. pergerakan dinding thoraks sudah simetris

(tidak ada yang tertinggal), vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), dengan

keadaan pasien yang semakin membaik dan semakin stabil maka pasien dapat di

persiapkan untuk dipulangkan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

pulan Diagnosis hematotraks ditegakkan berdasarkan pada anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penanganan hematotoraks pada

pasien ini adalah resusistasi dan stabilisasi hemodinamik pasien dengan

menggunnakan pemasangan WSD, medikamentosa, serta monitoring untuk

memperbaiki kedaan umum pasien. Penegakan diagnosis serta penangan pasien

tersebut sudah sesuai dengan Management of Haemothorax yang telah di tuliskan

oleh Parry dkk. Dari hasil penangan selama pasien dirawat, didapatkan perbaikan

kondisi vital pasien dari hari keharidan total perdarahan yang didapatkan dari

hasil WSD sebanyak 750 cc, perdarahan pada rongga thoraks sinistra sudah

berkurang serta perbaikan keadaan umum pasien yang signifikan, sehingga pasien

dapat dipulangkan.

B. Saran

Saran kami, maakalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka krtitik dan
saranya sangat saya butuhkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi
Bahasa Indonesia. Indonesia : Elsivier

Nugroho, Taufan, 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Ana, Bedah, Penyakit


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Puwardianto, A., & Sampurna. B. 2000. Kedaruratan Medik (Edisi Revisi).


Jakarta : Binarupa Aksara

Smeltzer, Sezanne C. & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan medical bedah


(8thed). Jakarta: EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai