Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Akuntansi

2.1.1.1. Pengertian Akuntansi

Akuntansi memiliki peranan penting dalam suatu perusahaan untuk

memperoleh sumber informasi keuangan yang akan digunakan sebagai

tolok ukur dalam pengambilan suatu keputusan di suatu periode tertentu.

Menurut (Sugiarto, 2014), “akuntansi adalah suatu ilmu yang didalamnya

berisi tentang bagaimana proses pencatatan, pengukuran dan

penyampaian informasi ekonomi agar dapat dipakai sebagai dasar

pengambilan keputusan atau kebijaksanaan”.

Menurut (Suwardjono, 2016), “akuntansi dapat diartikan sebagai

proses pengidentifikasian, pengukuran, pengakuan, pengklasifikasian,

penggabungan, peringkasan, dan penyajian data keuangan dasar yang

terjadi dalam kejadian-kejadian, transaksi-transaksi, atau kegiatan operasi

suatu unit organisasi dengan cara tertentu untuk menghasilkan informasi

yang relevan bagi pihak yang berkepentingan”.

Sedangkan menurut (Sumarsan, 2017), “akuntansi adalah suatu

seni untuk mengumpulkan, mengidentifikasi, mengklasifikasikan, mencatat

transaksi, serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga

dapat menghasilka informasi keuangan atau suatu laporan keuangan

yang dapat digunakan oleh pihak-pihak berkepentingan”.


Berdasarkan pengertian akuntansi menurut para ahli diatas, penulis

menyimpulkan bahwa akuntansi adalah suatu proses pengidentifikasian,

pengukuran, dan pengklasifikasian transaksi keuangan dan menyajikan

informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan oleh

pihak-pihak yang berkepentingan untuk pengambilan keputusan dalam

satu priode tertentu.

2.1.1.2. Tujuan Akuntansi

Proses akuntansi akan menghasilkan sebuah laporan keuangan

yang nantinya akan digunakan sebagai alat bantu dalam pengambilan

keputusan ekonomi dan keuangan yang didasari oleh semua pihak yang

berkepentigan. Namun, secara umum menurut (S.Warren, Reeve and

Feess, 2014) menyebutkan “tujuan akuntansi adalah menyediakan

informasi yang relevan tepat waktu untuk memenuhi kebutuhan manajer

dan karyawan dalam hal pengambilan keputusan, serta kebutuhan

pengambilan keputusan bagi pemangku kepentingan yang tidak terlibat di

dalam bisnis”.

Menurut (Alfia, Triyuwono and Mulawarman, 2018) “Tujuan

Akuntansi adalah konsep teori yang didasarkan metodologi ilmiah

positifistik yang bertujuan menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to

predict) praktik akuntansi”. Menurut (Soemarso, 2020) tujuan utama

akuntansi adalah Menyajikan informasi ekonomi (economic information)

dari satu kesatuan ekonomi (economic entity) kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan tujuan

akuntansi yaitu menyediakan informasi yang terkait dengan keuangan

yang dilaporakan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan akan

digunakan dalam pengambilan keputuan ekonomi.

2.1.1.3. Para Pengguna Informasi Akuntansi

Informasi akuntansi digunakan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam suatu perusahaan. Informasi akuntansi akan

menjadi dasar dalam pengambilan suatu keputusan. Oleh karena itu,

informasi yang dihasilkan harus mempertimbangkan setiap keperluan oleh

pihak yang berkepentingan.

Menurut (Prastowo, 2015), pihak-pihak yang membutuhkan

informasi keuangan adalah:

1. Investor

Para investor berkepentingan terhadap resiko yang melekat dan

hasil pengembangan dari investasi yang dilakukannya. Investor ini

membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah

harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Selain

itu, mereka juga tertarik pada informasi yang memungkinkan

melakukan penilaian terhadap kemampuan perusahaan dalam

membayar dividen.
2. Kreditor (pemberi pinjaman)

Para kreditor tertarik dengan informasi keuangan yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta

bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

3. Pemasok dan Kreditor Usaha Lainnya

Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang

terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.

4. Stakeholders (Para Pemegang Saham)

Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi

mengenai kelangsungan hidup perusahaan, pembagian

keuntungan yang akan diperoleh, dan penambahan modal untuk

business plan selanjutnya.

5. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai

kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat

dalam perjanjian jangka panjang atau bergantung dengan

perusahaan.

6. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah

kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan

oleh karenanya berkepentingan dengan aktivitas perusahaan.

Selain itu, pihak pemerintah juga membutuhkan informasi untuk


mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan

sebagai dasar untuk menyusun statistic pendapatan nasional.

7. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakilinya tertarik pada

informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka

juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka

melakukan penilaian atas kemampuan perusahaan dalam

memberikan balas jasa, manfaat pension dan kesempatan kerja.

8. Masyarakat

Perusahaan memengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai

cara, seperti pemberian kontribusi pada perekonomian nasional,

termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan pelindungan kepada

para penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat

membantu masyarakat dengan menyediakan informasi

kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran

perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

Sedangkan menurut pendapat (Purwaji, Wibowo and H. Murtanto,

2016), pihak-pihak yang emerlukan informasi akuntansi yaitu:

1. Pihak Internal

Pihak internal adalah pihak-pihak yang ada di dalam perusahaan

yaitu pihak manajemen dari berbagai level (Top, Midle, dan Lower

Management) yang menjalankan fungsi-fungsi manajemen antara

lain perencanaa (planning), pengorganisasian (organizing),


pengarahan (actuating), dan pengendalian (controlling), dari suatu

perusahaan.

2. Pihak Eksternal

Pihal eksternal adalah pihakpihak perorangan atau badan yang

ada di luar yang mempunyai kepentingan terhadap kinerja

perusahaan antara lain:

1) Investor (Pemegang saham)

Investor mempunyai kepentingan terhadap kinerja keuangan

perusahaan, sejauh mana laba (profitablitas) yang diperoleh

perusahaan mempunyai dampak yang besar, sehingga dengan

laba tersebut diharapkan mampu membayar dividen. Investor juga

berkepentingan terhadap pergerakan harga saha (earning per

share) dan perkembangan perusahaan di masa yang akan datang,

yang diajadikan sebagai dasar dalam memutuskan apakah

investasi yang dilakukan akan berlanjut atau dihentikan.

2) Kreditur

Bagi kreditur seperti bank dan lembaga keuangan lainnya sangat

berkepentingan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Laporan

keuangan merupakan informasi yang penting sebagai dasar di

dalam pemberian kredit.

3) Instansi Pemerintah

Salah satu fungsi laporan keuangan perusahaan bagi instansi

pemerintah adalah untuk mengetahui seberapa besar pajak


penghasilan yang telah dibayarkan oleh perusahaan sesuai dengan

undang-undang perpajakan.

4) Pekerja (serikat pekerja)

Para pekerja maupun serikat pekerja membutuhkan informasi

mengenai laporan keuangan perusahaan, terutama laporan laba

rugi dan laporan lainnya. Berdasarkan profitabilitas dan stabilitas

perusahaan, para pekerja mengharapkan adanya kenaikan

upah/gaji.

5) Pemasok dan Pelanggan

Para pemasok (supplier) mempunyai hubungan yang erat dengan

perusahaan sebagai pihak yang memasok (menyediakan) barang-

barang yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pemasaok sangat peduli

terhadap laporan keuangan terutama likuiditas perusahaan.

Demikian juga para pelanggan (customers), bagi pelanggan

laporan keuangan merupakan salah satu tolak ukur kesehatab

perusahaan. Pelanggan merupakan pihak yang membeli barang-

barang yang dijual (dihasilkan) oleh perusahaan.

6) Masyarakat

Masyarakat dilingkungan perusahaan pada khususnya dan

masyarakat luas pada umumnya sangat peduli terhadap laporan

keuangan, terutama terkait dengan kepedulian perusahaan

terhdapa lingkungannya (CSR-Corporate Social Responsibility).


Sedangkan menurut pendapat (Ikhsan et al., 2018), pihak-pihak

yang membutuhkan informasi akuntansi ialah:

1. Investor

Investor sangat memerlukan informasi akuntansi untuk membantu

dalam memutuskan apakah harus membeli, menahan atau menjual

investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik terhadap

informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan

perusahaan untuk dapat membayar dividen.

2. Kreditor

Para kreditor tertarik dengan informasi keuangan yang

memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta

bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

3. Pemasok dan Kreditur Usaha Lainnya

Pemasok dan Kreditur usaha lainnya memerlukan informasi yang

dapat memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah

terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha

berkepentingan pada perusahaan dalam jangka waktu yang lebih

pendek dibandingkan dengan pemberi pinjaman kecuali jika

sebagian pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan

hidup perusahaan.
4. Shareholders (Para Pemegang Saham)

Para pemegang saham berkepentingan dengan informasi

mengenai kemajuan perusahaan, pembagian keuntungan yang

diperoleh dan penambahan modal untuk business plan selanjutnya.

5. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan denagn informasi akuntansi

mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama jika mereka

terlibat dalam perjanjian jangka panjang atau tergantung pada

perusahaan.

6. Pemerintah

Pemerintah dan lembaga lainnya yang berada dibawahnya

berkepentingan dengan alokasi sumber daya. Maka dari itu,

pemerintah berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka

juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan,

menetapkan kebijakan pajak dan juga sebagai dasar untuk

menyusun statistik pendapatan nasional dan pendapatan lainnya.

7. Karyawan

Karyawan tertarik dengan informasi keuangan guna untuk

mengetahui stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga

tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk

melakukan penilaian atas kemampua perusahaan dalam

memberikan batas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.

8. Masyarakat
Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dengan

bermacam cara. Seperti, perusahaan dapat memberikan kontribusi

pada perekonomian nasional termasuk jumlah jumlah orang yang

dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa para pengguna informasi akuntansi terdiri dari

beberapa pihak internal seperti manajemen perusahaan, dan pihak

eksternal seperti investor, kreditur, pemerintah, karyawan, pemasok,

pelanggan dan masyarakat.

2.1.2. Analisis Laporan Keungan

2.1.2.1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan, maka

analisis laporan keuangan merupakan hal yang sangat penting untuk

dilakukan. Kondisi keuangan suatu perusahaan dapat diketahui dengan

adanya laporan keuangan perusahaan, yaitu laporan posisi keuangan,

laporan perhitungan laba-rugi, dan laporan keuangan lainnya. Analisis

laporan keuangan merupakan suatu proses untuk melakukan penelitian

terhadap laporan keuangan beserta dengan unsur-unsurnya. Hal ini

bertujuan untuk mengevaluasi hasil-hasil yang telah dicapai oleh

perusahaan pada masa lalu dan masa sekarang, dan juga melakukan

pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi keuangan.

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No. 1 2019)

adalah suatu pengajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja


keuangan suatu entitas. Tujuannya memberikan informasi mengenai

posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat

bagai sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan

keputusan investasi.

Sedangkan menurut (Prastowo, 2015), “analisis laporan keuangan

mencakup pengaplikasian bermacam alat dan teknik analisis pada laporan

dan data keuangan untuk memperoleh ukuran dan hubungan yang

berguna dalam proses pengambilan keputusan”.

Sedangkan menurut (Ikhsan et al., 2018), “analisa laporan

keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam

rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi

perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama

untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai

kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang”.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa

analisis laporan keuangan adalah suatu informasi yang bertujuan untuk

pengambilan keputusan, mengevaluasi bagaimana kondisi keungan

perusahaan pada masa lalu dan masa sekarang serta untuk memprediksi

kondisi kinerja suatu perusahaan pada masa yang akan datang.

2.1.2.2. Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang dihasilkan oleh setiap perusahaan

memiliki tujuan tertentu. Menurut Peryataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK No.2019) adalah memberikan informasi mengenai posisi


keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi

sebagaian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan

keputusan ekonomik.

Menurut (Harahap, 2016), tujuan dari analisis laporan keuangan

adalah sebagai berikut:

1. Screening

Analisis ini dapat digunakan sebagai alat screening untuk memilih

alternatif investasi atau merger.

2. Forecasting

Analisis ini digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan

perusahaan di masa yang akan datang.

3. Diagnosis

Analisis ini digunakan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-

masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan,

atau masalah lainnya.

4. Evaluation

Analisis ini digunakan sebagai alat evaluasi terhadap manajemen.

Sedangkan menurut (Prastowo, 2015), “pada hakikatnya tujuan

analisis laporan keuangan adalah untuk memberikan dasar pertimbangan

yang lebih layak dan sistematis dalam rangka memprediksi apa yang lebih

layak dan sistematis dalam rangka memprediksi apa yang mungkin terjadi

di masa mendatang, mengingat data yang disajikan oleh laporan

keuangan menggambarkan apa yang terjadi”


Berdasarkan pendapat para ahli diatas, penulis menyimpulkan

bahwa tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk bahan

mengevaluasi dari kinerja keuangan dan manajemen di suatu

perusahaan, dan menjadi patokan untuk memprediksi kondisi keuangan

dimasa yang akan datang, sehingga dapat untuk mengambil keputusan

demi kemajuan suatu perusahaan.

2.1.2.3. Teknik Analisa Laporan Keuangan

Dalam menganalisis laporan keuangan diperlukan suatu teknik

analisis yang tepat. Hal ini dibertujuan supaya data keuangan dapat lebih

akurat untuk pengambilan keputusan baik yang akan digunakan oleh

manajemen maupun pihak eksternal yang mempunyai kepentingan

terhadap perusahaan.

Menurut (Prastowo, 2015), teknik analisis laporan keuangan yang

digunakan adalah:

1. Analisis Perbandingan (Komparatif)

Analisis ini digunakan untuk membandingkan laporan keuangan

untuk dua tahun, tiga tahun, atau lebih.

2. Analisis Trend

Analisis ini akan menggambarkan kecenderungan perubahan suatu

pos laporan keuangan selama periode (dari tahun ke tahun) apakah

rasio-rasio tersebut cenderung naik, turun atau relatif konstan

3. Analisis Sumber dan Penggunaan Dana


Dengan menggunakan teknik ini pengelola perusahaan akan

memperoleh informasi mengenai sebab-sebab terjadinya surplus

(defisit) kas selama periode tertentu, sehingga dapat digunakan

sebagai dasar pengambilan keputusan tentang kas.

4. Analisis Persentase Per Komponen (Common Size)

Laporan keuangan dalam persentase per-komponen (common-size

statement) menyatakan masing-masing posnya dalam satuan

persen atas dasar total kelompoknya.

5. Analisis Rasio

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari pos-pos

tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau

kombinasi dari kedua laporan tersebut.

Sedangkan menurut (Harahap, 2016), beberapa teknik analisis

laporan keuangan sebagai berikut:

1. Analisis Komparatif

Metode ini digunakan untuk membandingkan laporan keuangan

dari tahun tertentu dengan laporan keuangan lainnya.

2. Trend Analysis

Rasio ini adalah gambaran situasi perusahaan pada saat tertentu

dan dari gambaran ini sebenarnya dapat dibayangkan situasi

perusahaan mendatang melalui gerakan pada masa lalu dan masa

kini.

3. Common Size Financial Statement


Metode ini menggunakan metode analisis yang menyajikan laporan

keuangan dalam bentuk prestasi. Prestasi itu dapat dikaitkan

dengan suatu jumlah yang dinilai penting, misalnya aset untuk

neraca dan penjualan untuk laba rugi.

4. Metode Index Time Series

Metode ini mengitung index dan digunakan untuk mengkonversikan

angka-angka laporan keuangan. Biasanya ditetapkan tahun dasar

index 100. Beranjak dari tahun dasar ini, dibuat index tahun-tahun

lainnya sehingga dapat dibaca dengan mudah perkembangan

angka-angka laporan keuangan perusahaan tersebut pada periode

lain.

5. Rasio Laporan Keuangan

Rasio laporan keuangan adalah perbandingan antar pos satu

dengan pos lain yang memiliki hubungan signifikan. Rasio ini hanya

menyederhanakan hubungan antar pos dan dapat

membandingkannya dengan rasio sehingga dapat diberikan

penilaian.

Sedangkan menurut (Suriani, 2022), teknik analisis laporan

keuangan terdiri dari :

1. Analisis perbandingan laporan keuangan, adalah suatu metode dan

teknik analisis dengan membandingkan laporan keuangan untuk

dua periode atau lebih, dengan menunjukkan : data absolut atau

jumlah dalam rupiah, kenaikan atau penurunan nilai rupiah,


bertambah atau berkurang persentasenya, perbandingan yang

dinyatakan dalam rasio, persentase secara keseluruhan.

2. Trend atau kecenderungan atau posisi dan kemajuan keuangan

suatu perusahaan yang dinyatakan dalam persentase (trend

percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisis

untuk menentukan trend daripada keadaan keuangannya, apakah

menunjukkan trend yang tetap, naik atau bahkan turun.

3. Laporan dengan persentase per komponen (common size

statement), adalah metode analisis untuk menentukan persentase

investasi pada setiap aset terhadap total asetnya, serta untuk

menentukan struktur modal dan komposisi biaya yang terjadi pada

kaitannya dengan jumlah penjualan.

4. Analisis sumber dan penggunaan modal kerja, adalah analisis

untuk mengetahui sumber dan penggunaan modal kerja atau untuk

mengetahui alasan perubahan modal kerja pada periode tertentu.

5. Analisis sumber dan penggunaan kas (cash flow statement

analysis), adalah analisis untuk mengetahui alasan perubahan

jumlah kas atau untuk mengetahui sumber dan penggunaan kas

selama periode tertentu.

6. Analisis rasio, adalah suatu metode analisis untuk mengetahui

hubungan akun-akun tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi

secara individual atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.


7. Analisis perubahan laba kotor (gross profit analysis), adalah

analisis untuk mengetahui penyebab perubahan laba kotor suatu

perusahaan dari satu periode ke periode lainnya atau perubahan

laba kotor dari suatu periode dengan laba yang dianggarkan untuk

periode tersebut.

8. Analisis break even, adalah analisis untuk mengetahui tingkat

penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar

perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum

memperoleh laba. Dengan analisis ini juga akan diketahui berbagai

tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa teknik analisis laporan keuangan yaitu analisis perbandingan

laporan keuangan, analisis trend atau indeks, metode index time series,

analisis persentase perkomponen (common size statement), analisis

sumber dan penggunaan modal kerja, analisis sumber dan penggunaan

kas (cash flow statement analysis), analisis rasio keuangan, analisis

perubahan laba kotor (gross profit analysis), analisis titik impas (break

event), dan analisis kredit.

2.1.3. Financial Distress

2.1.3.1. Pengertian Financial Distress

Financial distress sering terjadi pada perusahaan yang sudah

tidak sanggup lagi atau gagal untuk memenuhi kewajibannya yang

disebabkan oleh kekurangan dana untuk melanjutkan aktivitas operasional


perusahaanya kembali sehingga perusahaan akan berdampak pada

potensi kebangkrutan. Menurut (Rudianto, 2013), “financial distress

merupakan ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban

keuangannya pada saat jatuh tempo yang akan menyebabkan suatu

tanda awal dari kebangkrutan”.

Menurut (Sudana, 2015), “financial distress (kesulitan keuangan)

adalah suatu keadaan ketika arus kas operasi perusahaan tidak mampu

mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancar dan perusahaan diwajibkan

mengambil suatu tindakan perbaikan”. Sedangkan menurut (Hanafi,

2016), “financial distress merupakan kondisi kontinum mulai dari kesulitan

keuangan seperti masalah likuiditas, sampai pada kesulitan keuangan

yang mulai serius, seperti solvable (utang lebih besar dibandingkan

dengan aset)”.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan

bahwa financial distress adalah kondisi dimana suatu perusahaan

mengalami masalah yang serius dikarenakan suatu perusahaan sudah

tidak mampu memenuhi sebuah kewajiban keuangannya pada saat jatuh

tempo sehingga memungkinkan terjadinya kebangkrutan.

2.1.3.2. Faktor Penyebab Kegagalan Perusahaan

Setiap perusahaan sudah pasti menginginkan kelancaran dalam

setiap usahanya dan terhindar dari suatu keadaan yang membuat suatu

perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau awal kebangkrutan.

Berbagai jenis kegagalan yang mungkin terjadi dalam suatu perusahaan,


seperti kondisi suatu pasar yang sering berubah-ubah yang akan

membuat suatu perusahaan sulit untuk penyesuaian sehingga akan

mengalami krisis yang berkepanjangan dan menuju awal dari

kebangkrutan.

Menurut (Utari, Purwanti and Prawironegoro, 2016), “kegagalan

perusahaan merupakan ketidakmampuan untuk mencapai sasaran dan

tujuan yang telah ditargetkan dari suatu organisasi bisnis”. Ada beberapa

faktor yang membuat suatu orgaisasi dapat mengalami kegagalan,

seperti:

1. Kemampuan manajerial yang buruk, manajerial tidak mampu

memimpin dan memotivasi karyawan bekerja sesuai dengan

program kerja yang ditargetkan, harga saham rendah dan utang

tinggi, rasio harga saham terhadap nilai utang rendah (market value

to book value of debt).

2. Ketidakmampuan mengelola pasar, sehingga pangsa pasarnya

sempit, perputaran hartanya lambat (assets turn over).

3. Ketidakmampuan mengelola proses produksi, produk banyak gagal

(rusak,cacat), biaya produksinya tinggi, beban pemasaran tinggi,

dan beban administrasi tinggi, sehingga laba operasi terhadap total

harta rendah.

4. Ketidakmampuan mengelola keuangan, sehingga kekurangan

modal kerja, rasio modal kerja terhadap total harta kecil.


5. Ketidakmampuan menyediakan laba ditahan, rasio laba ditahan

terhadap total harta kecil, perusahaan tidak mampu memenuhi

kebutuhan modal kerja dan tidak mampu mengadakan perluasan

usaha.

Menurut (Rudianto, 2013), penyebab kegagalan suatu perusahaan

dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Faktor Internal

Kurang kompetennya manajemen perusahaan akan berpengaruh

terhadap kebijakan dan keputusan yang di ambil. Kesalahan dalam

mengambil keputusan akibat kurang kompetennya manajemen

dapat menjadi penyebab kegagalan perusahaan, meliputi faktor

keuangan maupun non keuangan. Kesalahan pengelolaan dibidang

keuangan yang dapat menyebabkan kegagalan perusahaan,

meliputi:

1) Adanya utang yang terlalu besar sehingga memberikan beban

tetap yang berat bagi perusahaan.

2) Adanya “current liabilities” yang terlalu besar di atas “current

assets”.

3) Lambatnya penagihan piutang atau banyaknya “bad debts”

(piutang tak tertagih).

4) Kesalahan dalam “dividend policy”.

5) Tidak cukupnya dana-dana penyusutan.


Kesalahan pengelolaan di bidang non keuangan yang dapat

menyebabkan kegagagalan perusahaan, meliputi:

1) Kesalahan dalam pemilihan tempat kedudukan perusahaan.

2) Kesalahan dalam penentuan produk yang dihasilkan.

3) Kesalahan dalam penentuan besarnya perusahaan.

4) Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan.

5) Kesalahan dalam pemilihan pimpinan perusahaan.

6) Kesalahan dalam kebijakan pembelian.

7) Kesalahan dalam kebijakan produksi.

8) Kesalahan dalam kebijakan pemasaran.

9) Adanya ekspansi yang berlebih-lebihan.

2. Faktor Eksternal

Berbagai faktor eksternal dapat menjadi penyebab kegagalan

sebuah perusahaan. Penyebab eksternal adalah berbagai hal yang

timbul dari luar perusahaan dan yang berada di luar kekuasaan

atau kendali pimpinan perusahaan atau badan usaha, yaitu:

1) Kondisi perekonomian secara makro, baik domestik maupun

internasional.

2) Adanya persaingan yang ketat.

3) Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan.

4) Turunnya harga-harga dan sebagainya.

Sedangkan menurut (Hanafi, 2016), penyebab kesulitan keuangan

atau kebangkrutan dibagi menjadi dua yaitu:


1. Penyebab Kegagalan Usaha

1) Kurangnya pengalaman operasional.

2) Kurangnya pengalaman manajerial.

3) Pengalaman tidak seimbang antara keuangan, produksi, dan

fungsi lainnya.

4) Manajemen yang tidak kompeten.

5) Penyelewengan.

6) Bencana.

7) Kealpaan.

8) Alasan yang tidak diketahui.

2. Penyebab Kegagalan Usaha Pada Sektor Usaha Kecil

1) Struktur permodalan yang kurang

(1) Kurangnya modal untuk membeli barang modal dan

peralatan.

(2) Kurangnya modal untuk memanfaatkan barang persediaan

yang dijual dengan potongan kuantitas atau jenis potongan

lainnya.

2) Menggunakan Peralatan dan Metode Bisnis yang Ketinggalan

Zaman

(1) Gagal menerapkan pengendalian persediaan.

(2) Tidak dapat melakukan pengendalian kredit.

(3) Kurang memadainya catatan akuntansi.

3) Ketiadaan Perencanaan Bisnis


(1) Ketidakmampuan mendeteksi dan memahami perubahan

pasar.

(2) Ketidakmampuan memahami perubahan kondisi ekonomi.

(3) Tidak menyiapkan rencana untuk situasi darurat atau di luar

dugaan.

(4) Ketidakmampuan mengantisipasi dan merencanakan

kebutuhan keuangan.

4) Kualifikasi Pribadi

(1) Kurangnya pengetahuan bisnis.

(2) Tidak mau bekerja terlalu keras.

(3) Tidak mau mendelegasikan tugas dan wewenang.

(4) Ketidakmampuan memelihara hubungan baik dengan

konsumen.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan

bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya financial ditress atau kesulitan

keuangan di dalam suatu perusahaan adalah ketidakmampuan mengelola

pasar dan proses produksi, adanya persaingan yang ketat, kurangnya

permintaan mengenai produk yang dihasilkan, dan manajemen

perusahaan yang kurang kompeten dalam pengambilan suatu keputusan.

2.1.4. Metode Pengukuran Financial Distress

Suatu perusahaan didirikan dengan harapan mampu untuk

bertahan dan mampu untuk bersaing dalam jangka waktu yang panjang.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa akan ada saja suatu perusahaan yang
akan mengalami suatu kegagalan. Salah satu faktor penyebab kegagalan

perusahaan dalam menjalankan usaha adalah kesulitan keuangan

(financial distress), maka suatu perusahaan memerlukan pengukuran

tingkat kesulitan keuangan (financial distress). Hal tersebut dapat

dimanfaatkan untuk memprediksi potensi kebangkrutan pada perusahaan

di masa yang akan datang.

Menurut (Rudianto, 2013), “terdapat beberapa alat yang digunakan

untuk mendeteksi kebangkrutan. Bebrapa alat pendeteksi tersebut

dihasikan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli

yang memiliki perhatian terhadap kebangkrutan pada berbagai

perusahaan di dunia. Beberapa alat pendeteksi kebangrutan tersebut,

antara lain adalah Altman Z-Score, Springate model, dan Zmijewski

model.”

2.1.4.1. Altman Z-Score

Bebagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji manfaat yang

bisa dipetik dari analisis rasio keuangan. Edward I Altman di New York

University, adalah salah satu peneliti awal yang mengkaji pemanfaatan

analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan

perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan Altman menhasilkan rumus

yang disebut Z-Score. Rumus ini adalah model rasio yang menggunakan

multiple discriminate analysis (MDA). Dalam metode MDA diperlukan lebih

dari satu rasio keuangan yan berakaitan dengan kebangkrutan

perusahaan untuk membentuk suatu model komprehensif. Dengan


menggunakan analisis diskriminan. Fungsi diskriminan ahkir digunakan

untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan berdasarkan rasio-rasio

keuangan yang dipakai sebagai variabelnya.

Analisis Z-Score adalah metode untuk memprediksi

keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan

beberapa rasio keuangan yang umum dan pemberi bobot yang berbeda

satu dengan lainnya. Itu berarti, dengan metode Z-Score dapat diprediksi

kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.

Analisis Z-Score pertama kali dikemukakan oleh Edward I Altman

pada tahun 1968 sebagai hasil dari penelitiannya. Setelah menyeleksi 22

rasio keuangan, ditemukan 5 rasio yang dapat dikombinasikan untuk

melihat perusahaan yang bangkrut dan tidakk bangkrut. Altman

melakukan beberapa penelitian dengan objek perusahaan yang berbeda

kondisinya. Karena itu, Altman menghasilkan beberapa rumus yang

berbeda untuk digunakan pada beberap perusahaan dengan kondisi yang

berbeda. Model ini menekankan pada profitabilitas sebagai

komponenyang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan.

Rumus Z-Score pertama dihasilkan Altman pada tahun 1968.

Rumus ini dihasilkan dari penelitian atas berbagai perusahaan manufaktur

di Amerika Serikat yang menjual sahamnya di bursa efek. Karena itu,

rumus tersebut lebih cocok digunakan untuk memprediksi

keberlangsungan usaha perusahaan-perusahaan manufaktur yang go

public. Rumus pertama tersebut adalah sebagai berikut:


Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5

Karena skor yang diperoleh merupakan gabungan dari 5 unsur

yang berbeda, dimana setiap unsur merupakan rasio keuangan yang

berbeda, maka sangat penting untuk memahami makna dari setiap unsur

tersebut. Definisi dari diskriminasi Z (zeta) adalah:

1) Rasio X1 (Modal Kerja : Total Aset)

Mengukur likuiditas dengan membandingkan aset likuid bersih

dengan total aset. Aset likuid bersih atau modal kerja

didefinisikan sebagai aset lancar dikurangi total kewajiban

lancar (aset lancar- utang lancar). Umumnya bila perusahaan

mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih

cepat ketimbang total aset sehingga menyebabkan rasio ini

turun.

Modal Kerja
X1=
Total Aset

2) Rasio X2 (Laba Ditahan : Total Aset)

Rasio ini merupakan rasio profitabilitas yang mendeteksi

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.

Rasio ini mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan

dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan

perusahaan bersangkutan dalam memperoleh laba

dibandingkan kecepatan perputaran operating asset sebagai

ukuran efisiensi usaha dengan kata lain, rasio ini mengukur


akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur

perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena

semakin lama perusahaan beroperasi semakin mungkin

memperbesar akumulasi laba ditahan. Hal ini menyebabkan

perusahaan yang relatif masih mudah umumnya akan

menunjukkan hasil rasio yang lebih rendah, kecuali yang

labanya sangat besar pada awal berdirinya.

Laba Ditahan
X2=
Total Aset

3) Rasio X3 (EBIT : Total Aset)

Rasio ini mengukur profitabilitas, yaitu tingkat pengembalian

atas aset, yang dihitung dengan membagi laba sebelum bunga

dan pajak (Earning Before Interest and Tax) tahunan

perusahaan dengan total aset pada neraca akhir tahun. Rasio

ini menunjukkan pentingnya pencapaian laba perusahaan

terutama dalam jangka memenuhi kewajiban bunga para

investor. Kemampuan untuk bertahan sangat bergantung pada

earning power asetnya. Karena itu, rasio ini sangat sesuai

digunakan dalam menganalisis risiko kebangkrutan.

EBIT
X3=
Total Aset
4) Rasio X4 (Nilai Saham : Total Utang)

Rasio ini merupakan kebalikan dari utang per modal sendiri

(DER= Debt to Equity Ratio) yang lebih terkenal. Nilai modal

sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu

jumlah saham perusahaan dikalikan dengan pasar saham per

lembar sahamnya (jumlah lembar saham x harga pasar saham

per lembar). Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal

akan mengakumulasikan lebih banyak utang dibandingkan

modal sendiri.

Nilai Saham
X 4=
Total Utang

5) Rasio X5 (Penjualan : Total Aset)

Rasio ini mengukur kemampuan manajemen dalam

menggunakan aset untuk menghasilkan penjualan yang

merupakan operasi inti dari perusahaan untuk dapat menjaga

keberlangsungan hidupnya.

Penjualan
X5=
Total Aset

Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dalam model tersebut

maka dapat ditentukan besarnya kemungkinan perusahaan mengalami

kebangkrutan. Berikut interpretasi hasil perhitungan nilai Z-Score yaitu:

Z > 2,99 = Zona Aman

1,81 < Z > 2,99 = Zona Abu-Abu

Z < 1,81 = Zona Berbahaya


Model kebangkrutan Altman memiliki sejumlah keterbatasan yang

menjadi hambatan untuk diaplikasikan pada perusahaan di berbagai

belahan dunia dengan kondisi yang berbeda. Beberapa kelemahan

tersebut antara lain:

1) Dalam bentuk model ini hanya memasukkan perusahaan

manufaktur yang go public saja. Sedangkan perusahaan jenis

lain memiliki hubungan yang berbeda antara total modal kerja

dan variabel lain yang digunakan dalam analisis rasio.

2) Penelitian yang dilakukan Altman pada tahun 1946 sampai 1965

tentu saja berbeda dengan kondisi sekarang. Sehingga proporsi

untuk setiap variabel sudah kurang tepat lagi untuk digunakan.

Pada tahun 1984, Altman melakukan penelitian kembali di berbagai

Negara lainnya. Penelitian ini menggunakan berbagai perusahaan

manufaktur yang tidak go public. Karena itu, rumus dari hasil penelitian

tersebut lebih tepat digunakan untuk perusahaan manufaktur yang tidak

menjual sahamnya di bursa efek.

Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Z-Score yang kedua

untuk perusahaan-perusahaan manufaktur yang tidak go public, sebagai

berikut:

Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5

Dimana:

Modal Kerja
X1=
Total Aset
Laba Ditahan EBIT Nilai Buku Ekuitas Penjualan
X2= X3= X 4= X5=
Total Aset Total Aset Nilai Buku Utang Total Aset

Untuk perhitungan dengan menggunakan rumus Z-Score tersebut

akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan dengan

perusahaan lainnya. Berikut interpretasi perhitungan nilai Z-Score yaitu:

Z > 2,9 = Zona Aman

1,23 < Z< 2,9 = Zona Abu-Abu

Z < 1,23 = Zona Berbahaya

Setelah melakukan penelitian dengan objek berbagai perusahaan

manufaktur dan menghasilkan 2 rumus pendeteksi kebangkrutan, Altman

tidak berhenti. Altman melakukan penelitian lagi mengenai potensi

kebangkrutan perusahaan-perusahaan selain perusahaan manufaktur,

baik yang go public maupun yang tidak. Rumus Z-Score terakhir

merupakan rumus yang sangat fleksibel karena bisa digunakan untuk

berbagai bidang jenis usaha perusahaan, baik yang go public maupun

yang tidak, dan cocok digunakan di negara berkembang seperti Indonesia.

Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Z-Score ketiga untuk

berbagai jenis perusahaan, sebagai berikut:

Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Dimana:

Modal Kerja
X1=
Total Aset

Laba Ditahan
X2=
Total Aset
EBIT
X3=
Total Aset

Nilai Buku Ekuitas


X 4=
Nilai Buku Utang

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Z-Score tersebut

akan mengasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan dengan

perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar

penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup perusahaan

sebagai berikut:

Z > 2, 6 = Zona Aman

1,1 < Z < 2,6 = Zona Abu-Abu

Z < 1,1 = Zona Berbahaya

Tiga penelitian yang dilakukan Altman dengan 3 objek penelitian

yang berbeda menghasilkan tiga rumus pendeteksi kebangkrutan yang

berbeda. Tolak ukur dari ketiga rumus Z-Score yang digunakan untuk

menilai keberlangsungan hidup berbagai jenis perusahaan, dapat

diringkas seperti Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1.
Tolak Ukur Ketiga Rumus Z-Score
Perusahaan Perusahaan Berbagai
Manufaktur Manufaktur Jenis Interpretasi
Go Public Non Go Perusaha
Public an
Zona Aman:
Z > 2,99 Z > 2,90 Z > 2,60 perusahaan dalam
kondisi sehat sehingga
kemungkinan
kebangkrutan sangat
kecil terjadi

Zona Abu-Abu:
perusahaan dalam
1,81< Z< 1,23<Z< 1,1<Z< kondisi rawan (grey
2,99 2,90 2,60 area). Pada kondisi ini,
perusahaan
mengalami masalah
keuangan yang harus
ditangani dengan cara
yang lebih tepat.

Zona Berbahaya:
Z < 1,81 Z < 1,23 Z < 1,1 perusahaan dalam
kondisi bangkrut
(mengalami kesulitan
keuangan dan risiko
tinggi).

Sumber: (Rudianto, 2013)

Dengan mengetahui nilai Z-Score suatu perusahaan, dapat

diketahui kondisi pada usaha tersebut apakah mengalami masalah

serius atau menghadapi bahaya atau masih dalam kondisi aman.

Dengan analisis Z-Score ini juga manajemen dapat meramalkan prospek

perusahaan di masa yang akan datang dalam menjaga kelangsungan

hidupnya. Semakin besar nilai “Z”, maka semakin besar pula jaminan

kelangsungan hidup perusahaan sehingga semakin berkurang tingkat

risiko kegagalan.

2.1.4.2. Metode Springate

Springate Score adalah metode untuk memprediksi

keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan


beberapa rasio keuangan yang umum dengan diberikan bobot yang

berbeda satu dengan lainnya. Jadi dengan metode Springate Score

dapat diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.

Springate Score dihasilkan oleh Gordon L.V. Springate pada

tahun 1978 sebagai pengembangan dari Altman Z-Score. Model

Springate adalah model rasio yang menggunakan Multiple Discriminate

Analysys (MDA). Dalam metode MDA diperlukan lebih dari satu rasio

keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan perusahaan untuk

membentuk suatu model yang baik.

Untuk menentukan rasio-rasio mana saja yang dapat mendeteksi

kebangkrutan, Springate menggunakan MDA untuk memilih rasio dari 19

rasio keuangan yang populer dalam literatur-literatur, yang mampu

membedakan dengan baik antar sinyal usaha yang valid dan tidak valid.

Model ini menekankan pada profitabilitas sebagai komponen yang paling

berpengaruh terhadap kebangkrutan.

Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Springate Score

untuk berbagai jenis perusahaan, sebagai berikut:

Z = 1,03X1 + 3,07X2 + 0,66X3 + 0,4X4

Dimana:

Modal Kerja
X1=
Total Aset

EBIT
X2=
Total Aset
EBT
X3=
Utang Lancar

Penjualan
X 4=
Total Aset

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Springate Score

tersebut akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan

dengan perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan

standar penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup

perusahaan tersebut:

Z > 0,862 = Perusahaan sehat

Z < 0,862 = Perusahaan potensial bangkrut

Jika nilai Z di atas 0,862 maka perusahaan diklasifikasikan masih

dalam kategori sehat. Jika nilai Z di bawah 0,862 maka perusahaan

dinilai sedang dalam bahaya kebangkrutan.

2.1.4.3. Zmijewski Score

Mark Zmijewski juga melakukan penelitian untuk memprediksi

keberlangsungan hidup sebuah badan usaha. Dari hasil penelitiannya

Zmijewski menghasilkan rumus yang dapat digunakan untuk

memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan yang disebut sebagai

Zmijewski Score. Model ini dihasilkan oleh Zmijewski pada tahun 1984

sebagai pengembangan dari berbagai model yang telah ada

sebelumnya. Zmijewski Score adalah model rasio yang menggunakan

multiple discriminate analysis (MDA). Dalam metode MDA ini diperlukan

lebih dari suatu rasio keuangan yang berkaitan dengan kebangkrutan


perusahaan untuk membentuk model yang baik.

Zmijewski Score adalah metode untuk memprediksi

keberlangsungan hidup suatu perusahaan dengan mengkombinasikan

beberapa rasio keuangan umum yang memberikan bobot yang berbeda

satu dengan lainnya. Itu berarti, dengan metode Zmijewski Score, dapat

diprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.

Zmijewski menggunakan analisis rasio untuk mengukur kinerja,

leverage, dan likuiditas perusahaan untuk model prediksi kebangkrutan

yang dibangunnya. Model ini menekankan pada jumlah utang sebagai

komponen yang paling berpengaruh terhadap kebangkrutan.

Hasil penelitian tersebut menghasilkan rumus Zmijewski Score

untuk berbagai jenis perusahaan, sebagai berikut:

Z = -4,3 – 4,5X1 + 5,7X2 – 0,004X3

Dimana:

Laba Bersih
X1=
Total Aset

Total Utang
X2=
Total Aset

Aset Lancar
X3=
Utang Lancar

Standar penilaian yang digunakan dalam metode ini adalah

semakin besar hasil yang didapat dengan rumus tersebut berarti semakin

besar pula potensi kebangkrutan perusahaan bersangkutan. Dengan kata


lain, jika perhitungan dengan menggunakan metode Zmijewski Score

menghasilkan nilai positif, maka perusahaan berpotensi bangkrut.

Semakin besar nilai positifnya, maka semakin besar pula potensi

kebangkrutannya. Sebaliknya, jika perhitungan dengan menggunakan

metode Zmijewski Score menghasilkan nilai negatif, maka perusahaan

tidak berpotensi bangkrut.

Menurut (Syahyunan, 2015), “model analisis kebangkrutan ini

ditemukan oleh Zmijewski pada tahun 1983 yang merupakan hasil riset

selama 20 thn”. Zmijewski menggunakan 75 perusahaan yang bangkrut

dan 3.573 perusahaan yang sehat selama tahun 1970 hingga 1978. Rasio

keuangan yang digunakan pada model ini dipilih dari rasio keuangan yang

telah digunakan pada penelitian terdahulu. Model Zmijewski yang berhasil

dikembangkan, yaitu:

Z = -4,3 - 4,5 X1 + 3,7 X2 – 0,004 X3

Dimana:

X1 = Return On Asset

X2 = Debt Ratio

X3 = Current Ratio

Nilai cut-off yang digunakan dalam model ini adalah 0, dimana jika Z

bernilai positif (Z > 0) berati perusahan berpotensi mengalami

kebangkrutan. Sedangkan semakin negatif nilai Z (Z ≤ 0), maka semakin

jauh perusahaan dari potensi mengalami kebangkrutan.

2.1.4..4. Grover
Grover merupakan salah satu metode untuk mengukur tingkat

kesulitan keuangan (fiancial distress) dalam suatu perusahaan. Model

Grover merupakan metode yang diciptakan dengan melakukan

pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score

(Syahyunan, 2015). Grover menggunakan sampel sesuai dengan model

Altman pada tahun 1968, dengan menambahkan 13 rasio keuangan baru

(Prihanthini and Sari, 2013). Kemudian menggunakan 3 rasi keuangan

yang dianggap paling mempengaruhi kebangkrutan perusahaan. Sampel

yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35 perusahaan yang

bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982

hingga 1996. Grover menghasilkan rumus sebagai berikut:

Score = 1,650 X1 + 3,404 X2 + 0,016 ROA + 0,057

Keterangan :

Working Capital
X1 =
Total Assets

Earning Before Interest and Taxes


X2=
Total Assets

Net Income
ROA =
Total Assets

Metode Grover memiliki kelebihan yaitu menggunakan rasio

Working Capital terhadap total assets dimana rasio ini akan menunjukkan

likuiditas dari total aset dan modal kerja. Namun metode ini juga memiliki

kelemahan yaitu tidak menggunakan rasio sales terhadap total aset


sehingga tidak mengetahui seberapa besar total penjualan perusahaan

atas investasi asetnya. Kelemahan metode grover ini dapat diatas oleh

metode Springate Score yang menggunakan rasio sales terhadap total

aset.

Menurut (Syahyunan, 2015), Grover mengklasifikasikan nilai

kebangkrutan perusahaan sebagai berikut:

1) Jika Score ≤ -0,02 maka perusahaan dalam keadaan bangkrut.

2) Jika Score ≥ 0,01 maka perusahaan dalam keadaan sehat (tidak

bangkrut).

2.1.4.5. Zavgren

Berdasarkan uraian pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan

bahwa untuk mengukur tingkat financial distress suatu perusahaan dapat

menggunakan beberapa metode

2.1.5. Analisis Financial Distress dengan Menggunakan Metode

Altman Z-Score, Zmijewski, Grover dan Zavgreen


2.1.6. Kerangka Teori

Kerangka teori diperlukan dalam setiap penelitian untuk

memberikan landasan teoritis bagi peneliti dalam menyelesaikan masalah

dalam proses penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut:


2.2. Peneliti Terdahulu

Peneliti terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan

penelitian masalah. Bebrerapa penelitian terdahulu yang digunakan

sebagai bahan acuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel
2.3. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan bagian penting untuk memberikan

gambaran tentang isi dari penelitian, sehingga penelitian tersebut lebih

terarah dan sesuai dengan tujuan yang diaharapkan. Bedasarkan latar

belakang masalah, landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah

diuraikan sebelumnya, maka teori dan penelitian terdahulu yang telah

diuraikan sebelumnya, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini

dapat diliaht pada gambar


2.4. Anggapan Dasar

Anda mungkin juga menyukai