Paradigma Kritis Transformatif
Paradigma Kritis Transformatif
A. Paradigma
Paradigma dapat didefinisikan bermacam-macam tergantung pada sudut pandang
yang digunakannya. Paradigma merupakan cara pandang seseorang mengenai suatu
pokok permasalahan yang bersifat fundamental untuk memahami suatu ilmu maupun
keyakinan dasar yang menuntun seorang untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
Capra dalam bukunya Tao of Physics menyatakan bahwa paradigma adalah asumsi
dasar yang membutuhkan bukti pendukung untuk asumsi-asumsi yang ditegakkannya,
dalam menggambarkan dan mewarnai interpretasinya terhadap realita sejarah sains. 1
Paradigma bagaikan kacamata yang berfungsi untuk melihat, memaknai dan
menafsirkan realitas sosial.
Paradigma dapat disebut juga dengan world view, karena ia merupakan suatu
pendekatan investigasi suatu objek atau titik awal mengungkapkan point of view,
formulasi suatu teori, men-design pertanyaan atau refleksi yang sederhana. Akhirnya
paradigma dapat diformulasikan sebagai keseluruhan sistem kepercayaan, nilai dan
teknik yang digunakan bersama oleh kelompok komunitas ilmiah. 2 Paradigma identik
sebagai sebuah bentuk atau model untuk menjelaskan suatu proses ide secara jelas.
Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa paradigma adalah cara
pandang ata keyakinan seseorang dalam melihat sebuah pendapat atau gagasan
terhadap realita sosial yang ada. Dalam melatih kemampuan berpikir, seseorang harus
memiliki paradigma. Karena paradigma adalah bagian dari pola disiplin intelektual.
Paradigma merupakan sebuah model dalam teori ilmu pengetahuan. Kamu mungkin
memahaminya juga sebagai kerangka berpikir.
Paradigma adalah sesuatu yang vital bagi pegerakan organisasi, karena paradigma
merupakan titik pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang
sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan perilaku organisasi. Di
samping itu, dengan paradigm aini, sebuah organisasi akan menentukan dan memilih
nilai-nilai yang universal dan abstrak menjadi khusus dan praksis operasional yang
pada akhirnya menjadi karakteristik sebuah organisasi dan gaya berpikir kritis.
B. Kritis
1
Erlina Diamastuti, ‘Paradigma Ilmu Pengetahuan: Sebuah Telaah Kritis’, Jurnal Akuntansi Universitas
Jember, 2.2 (2012), hal.62.
2
Nurkhalis, ‘Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn’, Jurnal Ilmiah Islam Futura, 11.02 (2012), hal. 83.
Secara bahasa kritis merupakan tajam, tegas dan teliti dalam menanggapi dan
memberikan penilaian secara mendalam. Teori kritis adalah teori yang berusaha
melakukan analisa secara tajam dan teliti terhadap realitas. Menurut Champagne,
berpikir kritis merupakan suatu proses untuk menemukan kombinasi dari aturan yang
lebih dipelajari sebelumnya dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Sementara itu, menurut Wijaya mengungkapkan, berpikir kritis merupakan kegiatan
mengalisis ide atau gagasan ke arah lebih spesifik, membedakannya secara tajam,
memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkan ke arah lebih sempurna.3
Berpikir kritis adalah berpikir yang menanyakan kembali fakta, ide, gagasan, atau
hubungan antar ide apakah benar atau tidak. Berpikir kritis juga diartikan berpikir
membangun suatu ide, konsep atau gagasan dari hasil pertanyaan-pertanyaan yang
menanyakan kebenaran pikiran itu. Kemampuan berpikir kritis setiap orang berbeda-
beda, akan tetapi ada indikator-indikator yang dapat dikenali untuk menentukan apakah
seseorang telah memiliki kemampuan berpikir kritis.4
Berpikir kritis merujuk pada penilaian bertujuan untuk menghasilkan penafsiran,
Analisa, evaluasi dan kesimpulan, serta penjelasan atas bukti, konsep, metodologi dan
kriteria atau pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dari penilaian. Definisi ini
memiliki nilai penting karena ia menggambarkan berpikir kritis sebagai proses kognitif
yang sistematis untuk menghasilkan suatu produk berpikir yang dapat
dipertanggungjawabkan.
C. Paradigma Kritis: Sintesis Perkembangan Paradigma Sosial
3
S Wasahua, ‘Konsep Pengembangan Berpikir Kritis Dan Berpikir Kreatif Peserta Didik Di Sekolah Dasar’,
Horizon Pendidikan, 16.2 (2021), hal. 75.
4
Ely Syafitri, Dian Armanto, and Elfira Rahmadani, ‘Aksiologi Kemampuan Berpikir Kritis’, Journal of
Science and Social Research, 4.3 (2021), hal. 323.
5
Adat Sudrajat, ‘Jurgen Habermas: Teori Kritis Dengan Paradigma Komunikasi’, Jurnal FISE UNY, 1.2 (2014),
hal. 3.
masyarakat. Ini berarti paradigma kritis melihat adanya “realitas” di balik kontrol
komunikasi masyarakat. Paradigma kritis berpandangan bahwa unsur kebenaran
melekat pada keterpautan antara Tindakan penelitian dengan suatu historis yang
melingkupi.6
Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya paradigma kritis adalah sebuah pola
pikir dalam memandang fenomena sosial yang terjadi lalu menanggapinya secara kritis
dan berpikir secara jelas dan rasional melalui pemikiran mendalam untuk sebuah
perubahan. Paradigma kritis memiliki tujuan yakni untuk melakukan kritik terhadap
ketidakadilan yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, agar dapat mengubah
sistem atau struktur menjadi lebih adil.7
William Perdue, menyatakan dalam ilmu sosial dikenal adanya tiga jenis utama
paradigma:
1. Order Paradigm (Paradigma Keteraturan)
Inti dari paradigma keteraturan adalah bahwa masyarakat dipandang sebagai sistem
sosial yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu
dalam keseimbangan sistemik. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur sosial
adalah fungsional terhadap struktur lainnya. Kemiskinan, peperangan, perbudakan
misalnya, merupakan suatu yang wajar, sebab fungsional terhadap masyarakat. Ini
yang kemudian melahirkan teori strukturalisme fungsional.
2. Conflic Paradigm (Paradigma Konflik)
Secara konseptual paradigma konflik mengkritisi paradigma keteraturan yang
mengabaikan kenyataan bahwa setiap unsurunsur sosial dalam dirinya mengandung
kontradiksi-kontradiksi internal yang menjadi prinsip penggerak
perubahanperubahan tidak selalu gradual namun juga revolusioner.
3. Plural Paradigm (Paradigma plural)
Paradigma plural memandang manusia sebagai sosok yang independent, bebas dan
memiliki otoritas serta otonomi untuk melakukan pemaknaan dan menafsirkan
realitas sosial yang ada disekitarnya.
6
Erlina Diamastuti, ‘Paradigma Ilmu Pengetahuan: Sebuah Telaah Kritis’, Jurnal Akuntansi Universitas
Jember, 2.2 (2012), hal. 69.
7
Denzin, Norman K., & Yvonna S Lincoln, ‘Handbook of Qualitative Reaserach’, diterjemahkan oleh:
Dariyatno, Pustaka Belajar, Yogyakarta (2009), hal. 85.
Ketiga paradigma di atas merupakan pijakan-pijakan untuk membangun
paradigma baru. Paradigma kritis terbentuk setelah dilakukan elaborasi antara
paradigma pluralis dan paradigma konflik. Paradigma pluralis memberikan dasar pada
paradigma kritis terkait dengan asumsinya bahwa manusia merupakan sosok yang
independent, bebas dan memiliki otoritas untuk menafsirkan realitas. Sedangkan
paradigma konflik mempertajam paradigma kritis dengan asumsinya tentang adanya
pembongkaran atas dominasi satu kelompok pada kelompok yang lain.
Secara internal:
1. Menghindari asumsi kebetulan. Yaitu dengan cara membongkar sistem hubungan
sosial yang menentukan Tindakan individu. Dalam bahasanya Paulo freire adalah
kesadaran kritis
2. Teori kritis bagaian dari ilmu-ilmu soaial yang dapat digunakan untuk mengeksplor
tentang teori-teori ilmiah sekaligus dalam penyikapan terhadap realitas sosial yang
berkembang
Secara eksternal:
Paradigma kritis baru menjawab pertanyaan: struktur formasi sosial seperti apa
yang sekarang sedang bekerja. Ini baru sampai pada logika dan mekanisme working-
Namun belum mampu memberikan prespektif tentang jawaban terhadap formasi sosial
teori kritis.
melek akan fenomena sosial yang terjadi. Bukan hanya isu-isu yang sedang viral
sehingga tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Maka dari itu, kita sebagai kaum
intelektual terdidik, jangan sampai tercerabut dari akar sejarah kita sendiri. Mahasiswa
dalam melakukan gerakan sosial harus setia dan konsisten mengangkat isu-isu
“Berpikir Kritis & Bertindak Tansformatif” itulah Jargon PMII dalam setiap
membaca tafsir sosial yang sedang terjadi dalam konteks apapun. Dan ada beberapa
alasan yang menyebabkan PMII harus memiliki Paradigma Kritis Transformatif sebagai
dasar untuk bertindak dan mengaplikasikan pemikiran serta menyusun cara pandang
modern, dimana kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu
3. Pemerintahan yang menggunakan sistem yang represif dan otoriter dengan pola yang
hegemonik
manusia, yang mana di tubuh PMII sendiri terdapat Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang
menjadi dasar dari segala pergerakan PMII mulai dari perkataan hingga perbuatan. PKT
ini digunakan sebagai kerangka berfikir dalam memandang sebuah persoalan demi
terjadi dimanapun.
DAFTAR PUSTAKA
Diamastuti, Erlina, ‘Paradigma Ilmu Pengetahuan: Sebuah Telaah Kritis’, Jurnal Akuntansi
Nurkhalis, -, ‘Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn’, Jurnal Ilmiah Islam Futura,
Norman, Denzin & Lincoln, Yvonna S., ‘Handbook of Qualitative Reaserach’, diterjemahkan
Sudrajat, Adat, ‘Jurgen Habermas: Teori Kritis Dengan Paradigma Komunikasi’, Jurnal
Syafitri, Ely, Dian Armanto, and Elfira Rahmadani, ‘Aksiologi Kemampuan Berpikir Kritis’,
<http://jurnal.goretanpena.com/index.php/JSSR>
Wasahua, S, ‘Konsep Pengembangan Berpikir Kritis Dan Berpikir Kreatif Peserta Didik Di
<https://www.jurnal.iainambon.ac.id/index.php/hp/article/view/2741>