Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH PENANGGALAN JAWA

Rizkiya Shofi’atul M , Jeni Ayu Wulandari , Samsul Mubarok


Program Studi Tadris Matematika, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Universitas Islam
Negeri Salatiga

ABSTRAK

Di Indonesia, keberagaman tidak hanya terkait dengan keragaman suku, ras dan agama, tetapi juga

mencakup keragaman dalam penggunaan penanggalan atau kalender yang berbeda-beda di

berbagai periode dan wilayah, terutama di Pulau Jawa. Pulau Jawa memiliki sejumlah variasi

penanggalan yang berbeda, yang digunakan pada periode yang berbeda, mulai dari sebelum

kedatangan Islam hingga setelahnya. Hal ini mencakup penggunaan kalender pra-nasional,

candrasengkala, Saka, Islam, dan Islam Jawa. Penulisan jurnal ini didasarkan pada peninjauan

literatur yang merujuk berbagai sumber, termasuk buku, jurnal dan artikel ilmiah. Hasil penelitian

tersebut mengungkapkan tentang penanggalan Islam dan penanggalan Jawa dalam satu kalender.

Penanggalan jawa berlaku pada rentang waktu tahun 1555 hingga 1626, dengan tahun pertama

Suro alip dimulai hari Jumat Legi.

Kata Kunci : Jawa, penanggalan,


A. PENDAHULUAN “penanggalan”. Secara umum, kalender

Sejarah mencatat bahwa adalah suatu tabel atau deretan halaman

islamisasi di Indonesia telah terjadi yang memperlihatkan penjelasan tentang

berabad-abad yang lalu. Para pendakwah hari, pekan, dan bulan dalam suatu tahun

menggunakan berbagai metode untuk tertentu.

menyebarkan jaaran Islam, termasuk Menurut Susiknan Azhari,

melalui perdagangan, pernikahan, tasawuf, kalender adalah sistem pengorganisasi

pendidikan, seni, dan politik. Hal ini satuan-satuan eaktu yang digunakan untuk

memungkinkan terjadinya pertemuan tujuan penandaan dan perhitungan waktu

antara budaya para pendakwah Islam dalam jangka panjang. Istilah-istilah yang

dengan budaya masyarakat Indonesia pada digunakan dalam literatur klasik maupun

masa itu. Salah satu aspek yang mengalami kontemporer untuk merujuk pada kalender

proses akulturasi adalah penggunaan meliputi “tarikh”, “takhwim”, “almanak”,

penanggalan atau kalender. dan “penanggalan”. Penanggalan Saka

Kalender adalah daftar hari dan adalah salah satu hasil budaya asli dari

bulan dalam satu tahun. Istilan “kalender” masyarakat Jawa. Setelah terjadinya

berasal dari bahasa Inggris modern islamisasi di pulau ini, kalender Jawa

“calender” yang pada gilirannya berasal (Saka), yang awalnya mengikuti sistem

dari bahasa Latin “kalendarium”, yang Solar (Matahari) kemudian mengalami

artinya buku catatan pemberi pinjaman perubahan dengan adopsi sistem Lunar

uang. Dalam bahasa Latin, “kalendarium” (bulan) yang mirip dengan sistem

berasal dari kata “kalendae” atau penanggalan hijriyah.

“calendae”, yang merujuk pada “hari B. Definisi Penanggalan Jawa Islam

permulaan suatu bulan”. Di Indonesia, Kalender, yang juga dikenal

istilah yang digunakan adalah sebagai penanggalan atau tarikh, adalah


suatu daftar yang mencantumkan hari dan yang menggabungkan unsur-unsur dari

bulan dalam satu tahun. Di Indonesia, penanggalan Saka dan penanggalan

istilah yang umum digunakan adalah Hijriyah. Hal ini menciptakan suatu

“penanggalan”, sementara dalam bahasa kalender yang memadukan budaya Islam

Arab disebut “tarikh”. Dalam bahasa Latin, dengan budaya Hindu-Budha Jawa. Sistem

kalender disebut “kalendarium” dan berasal penanggalan Jawa Islam adalah hasil

dari kata “kalendae” atau “calendae”, yang akulturasi antara kalender Hijriyah dan

merujuk pada “hari permulaan suatu kalender Saka, menggabungkan unsur

bulan”. Menurut KBBI edisi V, kalender budaya Islam dan budaya Hindu-Budha

atau penanggalan merujuk pada daftar hari Jawa dengan dasar peredaran bulan sebagai

dan bulan dalam satu tahun, dan istilah lain landasannya.

yang digunakan adalah “almanak” dan C. Sejarah Penanggalan Jawa Pra-Islam

“takwim”. Pada masa sebelum datangnya

Penting untuk dicatat bahwa Islam, Pulau Jawa telah memiliki

penanggalan atau kalender dapat berbeda- setidaknya dia sistem penanggalan yang

beda setiap periode atau diberbagai daerah, berkembang dalam masyarakatnya.

tergantung pada penggunaan dan kebijakan Pertama, ada kalender Pranatamangsa yang

yang diterapkan oleh pemerintah pada masa digunakan untuk menandai musim-musim.

tersebut. Misalnya, di Pulau Jawa, terdapat Kedua, kalender Saka banyak digunakan

berbagai macam penanggalan seperti oleh masyarakat Hindu untuk menandai

penanggalan pranotomongso, berbagai momen ritual keagamaan.

candrasengkala, Saka, Jawa Islam, dan Contohnya pada masa kerajaan

sebagainya. Majapahit, setiap bulan Caitra (Maret)

Salah satu bentuk penanggalan dalam tahun Saka dirayakan dengan

yang unik adalah penanggalan Jawa Islam, upacara keagamaan yang penting. Upacara
ini melibatkan pertemuan di alun-alun Jawa. Kalender ini dapat dianggap sebagai

Majapahit, dimana kepala desa, prajurit, kalender petani, yang menjadi panduan

cendekiawan, pendeta Siwa, pendeta mereka dalam aktivitas bercocok tanam.

Budha, dan Raja Majapahit berkumpul. Lebih dari itu, nenek moyang kita juga

Topik utama yang dibahas dalam memiliki pengetahuan tentang peredaran

pertemuan tersebut adalah tentang bintang yang menjadi dasar pengetahuan

peningkatan moral dan etika masyarakat. mereka tentang perubahan musim.

Hal ini menunjukkan bagaimana Sistem Kalender Pranatamangsa

penanggalan memiliki peran penting dalam adalah sistem kalender asli yang dimiliki

mengatur acara agama dan kehidupan sosial oleh masyarakat Jawa. Sistem ini

masyarakat Jawa pada masa itu, dan dikembangkan melalui pengamatan

berfungsi sebagai dasar untuk perayaan terhadap peristiwa alam yang terjadi di

upacara keagamaan dan diskusi tentang bumi dan langit. Inti dari sistem kalender

nilai-nilai moral. ini adalah pemahaman tentang perubahan

1. Penanggalan Pranatamangsa alam yang terjadi secara teratur dan

a. Sejarah Penanggalan Pranatamangsa periodik di tanah Jawa dan Bali yang

Kalender Pranatamangsa yang dipengaruhi oleh pergerakan semu

diambil dari kata “mongso” yang berarti matahari.

musim, dan “Pranoto” yang berarti aturan, Saat ini, ilmu Pranatamangsa

sebenarnya adalah aturan waktu atau masih digunakan oleh sebagian kecil

musim yang digunakan sebagai pedoman masyarakat Jawa, terutama oleh petani dan

bagi petani dalam bercocok tanam pujangga. Namun, ada perubahan dalam

berdasarkan penanggalan Syamsiyah. pola hidup masyarakat, dimana beberapa

Kalender Pranatamangsa sudah ada telah beralih dari pertanian ke pekerjaan di

sebelum kedatangan agama Hindu di Pulau sektor yang lain yang tidak langsung terkait
dengan pertanian, seperti industri. Selain mangsa kesatu dimulai pada tanggal22 Juni

itu, perubahan musim yang ekstrem juga yang bersinkron dengan kalender Saka.

telah membuat beberapa elemen dari Proses kodifikasi ini dilaksanakan

Pranatamangsa tampak tidak lagi berlaku. selama pemerintahan Sri Paku Buwana VII

Dalam konteks ini, tampaknya diperlukan di Kerajaan Surakarta, pada tahun 1855 M.

koreksi atau penyesuaian terhadap Pada tahun 1856 M sistem penanggalan ini

Pranatamangsa yang telah mapan sejak diresmikan untuk mengatur aktivitas petani

lama, yang selama ini menjadi panduan dan pekerjaan sehari-hari masyarakat.

petani di Jawa, untuk tetap relevan dengan Dengan adanya sistem penanggalan yang

perubahan Zaman. lebih terstruktur, para petani dan

b. Konsep Penanggalan Pranatamangsa masyarakat dapat kebih efisien dalam

Pada awalnya Pranatamangsa menjalankan kegiatan pertanian dan

hanya terdiri dari 10 “mangsa”. Setelah mengatur waktu mereka.

mencapai mangsa kesepuluh pada tanggal No Mangsa Periode Jumlah

18 April, masyarakat menunggu hingga 1. Kasa 22 Juni – 1 41 hari

dimulainya mangsa pertama, yaitu Kasa (Kartika) Agustus

dan Kartika yang jatuh pada tanggal 22 2. Karo (Pusa) 2 Agustus 23 hari
Juni. Waktu menunggu ini cukup panjang, – 24
sehingga akhirnya ditambahkan dua Agustus
mangsa lagi yaitu mangsa kesebelas
3. Katiga 25 24 hari
(Destha dan Padrawana) dan mangsa kedua
(Katelu) Agustus –
belas (Sadha atau Asuji). Dengan
17
penambahan ini, satu tahun dipecah
September
menjadi 12 mangsa, dan hari pertama
4. Kapat 18 25 hari

(Sitra) September
– 12 Pengaruh tiga macam “mangsa”

Oktober yang disebutkan memiliki karakteristik

5. Kalima 13 27 hari yang berbeda, dan berikut adalah beberapa

(Manggala) Oktober – ciri-ciri masing-masing :

8 1. Mangsa Kasa (Kartika) : Ciri

November khasnya adalah “Sotya Morca Ing

6. Kanem 9 43 hari Embanan” atau mutiara yang lepas

(Naya) November dari pengikatnya. Beberapa

– 21 karakteristik pengaruhnya meliputi

Desember dedaunan yang rontok, kayu-kayu

7. Kapitu 22 43 hari yang patah diatas, awal penanaman

(Palguna) Desember palawija, telur belalang, dan bayi

– 22 yang lahir dalam mangsa ini

Februari cenderung memiliki watak belas

kasihan.
8. Kawolu 3 Februari 26/27
2. Mangsa Karo (Pusa) : Ciri
(Wasika) – 28 hari
khasnya adalah “Bantala Rangka”
Februari
atau tanah yang retak. Beberapa
9. Kasanga 1 Maret – 25 hari
karakteristik pengaruhnya termasuk
(Jita) 25 Maret
tanah yang mengalami retakan,
10. Kadasa 26 Maret – 24 hari
tanaman palawija yang memerlukan
(Srawana) 18 April
air, pertumbuhan daun pada pohon
11. Dhesta 19 April – 23 hari
randu, dan bayi yang lahir dalam
(Padrawana) 11 Mei
mangsa ini seringkali memiliki
12. Sadha 12 Mei – 41 hari

(Asuji) 21 Juni
watak ceroboh dan kurang kalender luni-solar yang berarti bahwa ia

kebersihan. menggabungkan peredaran bulan dan

3. Mangsa Sadha (Asuji) : Ciri matahari. Selain digunakan oleh

khasnya adalah “Tirta Sasana” atau masyarakat Hindu di India, kalender Saka

air yang pergi dari tempatnya. juga tetap digunakan oleh masyarakat

Beberapa karakteristik pengaruhnya Hindu di Bali, Indonesia, terutama untuk

termasuk musim dingin, jarang menentukan hari-hari penting dalam agama

orang berkeringat, periode setelah mereka.

panen, dan bayi yang lahir dalam Di Pulau Jawa, terdapat sistem

mangsa ini seringkali memiliki penanggalan yang disebut “soko” yang

watak yang cenderung puas dengan didasarkan pada peredaran matahari

apa yang ada (cukupan). mengelilingi Bumi. Permulaan tahun Saka

Pengaruh dari masing-masing terjadi pada hari Sabtu (14 Maret 78 M),

mangsa ini dapat mencerminkan bagaimana yang terjadi satu tahun setelah penobatan

masyarakat pada masa itu menghubugkan Prabu Syaliwahono (Aji Soko) sebagai Raja

perubahan dalam alam dengan peristiwa India. Oleh karena itu, sistem penanggalan

dan sifat manusia. Hal ini adalah contoh ini dikenal sebagai penanggalan Soko.

bagaimana budaya dan sistem penanggalan Sejak tahun 78 M penanggalan

mampu mempengaruhi pandangan Saka telah menjadi sistem penanggalan

masyarakat tentang dunia dan diri mereka yang sah. Satu tahun dalam penanggalan

sendiri. Saka terdiri dari 12 bulan dengan bulan

2. Penanggalan Saka pertama di sebur Caitramasa atau

a. Sejarah Penanggalan Saka Srawanamasa. Selain menentukan sistem

Kalender Saka adalah kalender penanggalan ulang, perubahan ini juga

yang berasal dari India. Kalender ini adalah mempengaruhi aspek kehidupan beragama,
sosial, dan politik di India. Oleh karena itu, 3. Asujimasa September –

perayaan tahun baru Saka memiliki makna Oktober

yang dalam sebagai hari kebangkitan, 4. Kartikamasa Oktober –

pembaruan, persatuan, perdamaian, November

toleransi, dan persatuan nasional. 5. Margasimarasa November –

b. Konsep Penanggalan Saka Desember

Tahun baru Almanak Saka terjadi 6. Posyamasa Desember –


pada saat Minasamkranti, yang bertepatan Januari
dengan matahari berada pada rasi Pisces, 7. Maghasama Januari –
menandai awal musim semi. Perhitungan Februari
dalam Almanak Saka didasarkan pada
8. Phalgunamasa Februari –
peredaran matahari, yairu peredaran Bumi
Maret
mengelilingi Matahari. Jumlah hari dalam
9. Cetramasa Maret – April
satu bulan dalam tahun Saka bisa menjadi
10. Wesakhamasa April – Mei
30, 31, 32, atau 33 hari tergantung pada
11. Jyesthamasa Mei – Juni
bulan terakhir yaitu bulan Saddha. Karena
12. Asadhamasa Juni – Juli
itu total jumlah hari dalam satu tahun dalam
D. Sejarah Penanggalan Jawa Islam
sistem penanggalan Saka adalah 365 atau
1. Sejarah Singkat Mataram Kuno ke
366 hari yang terbagi ke dalam dua belas
Mataram Islam
bulan yaitu sebagai berikut :
Sejarah kerajaan di Jawa Tengah
No Mangsa Periode
dan Jawa Timur merupakan bagian penting
1. Srawanamasa Juli – Agustus
dalam perkembangan Indonesia kuno.
2. Bhadeawadamasa Agustus –
Kerajaan Mataram Kuno juga dikenal
September
sebagai Kerajaan Mataram Hindu atau

Kerajaan Medang, berawal sebagai


kelanjutan dari Kerajaan Kalingga di Jawa sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau

Tengah pada abad ke – 8M. Salah satu raja Jawa, dengan Raden Patah sebagai raja

terkenal di zaman itu adalah Raja Sanjaya. pertamanya. Keruntuhan Majapahit terjadi

Pada abad ke – 10M erupsi Gunung Merapi sekitar tahun 1478, ditandai dengan

mengakibatkan pusat pemerintahan pindah Candrasengkala “Sirna Ilang Kertaning

ke Jawa Timur, dan akhirnya wilayah Bumi” yang berarti keruntuhan kerajaan

Mataram di Jawa Tengah menjadi hutan Majapahit yang terjadi pada tahun 1400

yang lebat. Kemunduran Kerajaan Mataram Saka. Peristiwa ini masih diabadikan di

Kuno disebabkan oleh bencana alam dan Masjid Agung Demak.

ancaman dari Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1568, Kerajaan Pajang

Pada tahun 1052 M terjadi berdiri dengan Sultah Hadiwijaya (Jaka

pertempuran di Kerajaan Kediri. Tingkir) sebagai rajanya setelah

Kemudian, pada tahun 1222 M, berdiri mengalahkan Arya Penangsang dan

Kerajaan Singasari dengan raja pertamanya memindahkan pusat pemerintahan Demak

adalah Ken Arok. Setelah Kerajaan ke Pajang. Kemudian tahun 1586 berdirilah

Singasari jatuh, pada abad ke – 14 berpusat kerajaan Mataram Islam, yang menjadi

di Jawa Timur didirikan Kerajaan salah satu kerajaan yang berpengaruh di

Majapahit. Pada saat yang sama, Islam Pulau Jawa.

mulai masuk ke Indonesia pada abad ke – 2. Sejarah Singkat Mataram Islam pada

13 M atau abad ke – 7 H dari Gujarat, India. masa Sultan Agung dan Kebijakan

Masuknya Islam di Indonesia Sultan Agung

mempengaruhi perkembangan agama dan Sejarah kerajaan Mataram Islam

politik di wilayah ini. di Jawa Tengah melibatkan berbagai tokoh

Pada tahun 1475 atau sekitar penting, termasuk Ki Ageng Pemanahan,

tahun 1500-an, Kerajaan Demak berdiri Sultan Agung Hanyakrakusuma, dan Sunan
Giri, dalam upaya untuk memperluas dan tahun. Pada masa Sultan Agung ini,

mempertahankan pengaruh Islam di kerajaan Mataram mencapai puncak

wilayah tersebut. Kerajaan Mataram Islam kejayaannya dan menguasai sebagian besar

berkembang pada akhir abad ke-16 setelah Pulau Jawa, kecuali Batavia dan Banten,

peristiwa yang mengarah pada serta beberapa daerah di luar Jawa.

pendiriannya. Sultan Agung memiliki peran

Ki Ageng Pemanahan memiliki penting dalam upaya dakwah Islam melalui

peran penting dalam mengalahkan Arya jalur politik. Masyarakat Jawa pada saat itu

Penangsang, yang pada gilirannya sangat bergantung pada raja mereka, dan

membantu raja Pajang (Jaka Tingkir) agama raja dianggap sebagai agama rakyat.

meraih kemenangan atas Arya Penangsang. Sultan Agung berusaha menggabungkan

Sebagai hadiah, Jaka Tingkir memberikan tradisi-tradisi lokal dengan budaya Islam

Ki Ageng Pemanahan daerah hutan untuk menarik perhatian masyarakat. Di

Mentaok yang kemudian diubah menjadi bidang ekonomi dan kebudayaan, Sultan

Kadipaten Mataram pada tahun 1573. Agung juga berusaha memadukan budaya

Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, Jawa asli dengan Islam.

pemerintahan Kadipaten Mataram Selain itu, Sultan Agung juga

dipegang oleh Sutawijaya, dan pusat menciptakan kalender Jawa Islam untuk

pemerintahan dipindahkan dari Pajang ke menyatukan rakyat Mataram dan berusaha

Mataram. memegang otoritas keagamaan yang

Setelah Sutawijaya wafat, sebelumnya dipegang oleh Sunan Giri. Ini

digantikan oleh anaknya, Mas Jolang. membantu membangun dukungan rakyat di

Selanjutnya, Sultan Agung tengah tantangan politik dan serangan dari

Hanyakrakusuma menjadi raja Mataram berbagai pihak.

Islam pada tahun 1613-1635, pada usia 20


Semua upaya ini membuat Sultan kemudian melebur dengan budaya Jawa

Agung memiliki peran yang sangat penting asli, yang digunakan oleh masyarakat Jawa.

dalam sejarah Indonesia, dan ia dikenal Salah satu unsur budaya yang

sebagai pemimpin yang berpengaruh dalam diperkenalkan adalah sistem penanggalan

memadukan Islam dengan budaya Jawa Hijriyah, yang juga dikenal sebagai

serta memperkuat kedaulatan penanggalan Qamariyah, yang berasal dari

Mataram di wilayahnya. Arab. Penanggalan Hijriyah adalah sistem

3. Sejarah Penanggalan Jawa Islam oleh penanggalan yang mengacu pada peredaran

Sultan Agung bulan di sekitar bumi.

Kebijakan Sultan Agung Di samping penanggalan Islam, di

Hanyakrakusuma, juga dikenal sebagai Sri Pulau Jawa juga berlaku sistem

Sultan Muhammad, memiliki dampak besar penanggalan Hindu, yang dikenal sebagai

pada penyebaran Islam di Jawa. Pada masa penanggalan Saka. Penanggalan Saka ini

pemerintahannya dari tahun 1613 hingga berdasarkan peredaran matahari

1645, dia mengeluarkan berbagai kebijakan mengelilingi bumi. Permulaan tahun dalam

yang bertujuan untuk mempromosikan penanggalan Saka adalah hari Sabtu, dan ini

Islam. Salah satu kebijakan penting yang dihitung dari tahun penobatan Prabu

diterapkan adalah penanggalan atau Syaliwahono (Aji Soko) sebagai raja di

kalender Jawa Islam, yang merupakan hasil India yang terjadi satu tahun sejak 14 Maret

dari perpaduan antara unsur Islam dan 78 M. Kalender Saka ini digunakan di Jawa

budaya Jawa. hingga abad ke-17.

Sejarah penanggalan Jawa Islam Dalam literatur lain, dijelaskan

dimulai sejak Islam pertama kali tiba di bahwa sebelum pengenalan penanggalan

Jawa dan membawa berbagai unsur budaya Jawa Islam, umat Islam di Jawa sebenarnya

Islam. Unsur-unsur budaya Islam ini telah menggunakan kedua sistem


penanggalan tersebut. Penanggalan Hijriyah (penanggalan Islam). Sultan

Hijriyah digunakan untuk menentukan Agung memadukan kedua sistem

jadwal ibadah dan hari besar Islam, penanggalan ini dengan cara mengambil

sementara penanggalan Jawa masih tahun dari kalender Saka (melanjutkan

digunakan oleh sebagian masyarakat tahun 1555 Jawa) sementara sistem

sebagai warisan dari adat nenek moyang penanggalannya mengikuti penanggalan

mereka yang sebagian besar adalah Hijriyah.

penganut Hindu. Penanggalan Jawa ini Sultan Agung adalah seorang

digunakan untuk menentukan hari-hari baik pemeluk Islam yang memiliki keyakinan

dan aktivitas sehari-hari seperti yang disebut Kejawen. Kejawen adalah

perdagangan. Ini tercermin dalam bentuk agama Islam yang telah

penamaan pasar-pasar yang sesuai dengan terakulturasi dengan budaya dan keyakinan

penanggalan Jawa, seperti pasar Wage, masyarakat Jawa yang sebelumnya

pasar Kliwon, dan pasar Legi. menganut agama Hindu dan Buddha.

Pada tahun 1633 M (atau setara Dengan mengenalkan Penanggalan Jawa

dengan tahun 1555 Saka atau 1043 H), Islam, Sultan Agung berusaha

Sultan Agung Hanyakrakusuma, juga memfasilitasi pemahaman yang lebih baik

dikenal sebagai Sri Sultan Muhammad, raja dan penggunaan sistem penanggalan yang

Mataram Islam, menghapus penggunaan sesuai dengan budaya dan agama yang

kalender Saka di Pulau Jawa. Sultan Agung dianut di Mataram pada saat itu.

berusaha melalui dekrit untuk Menurut Prof. Dr. MC Riclefs

menggantikan penanggalan Saka dengan dalam artikelnya tentang "Pengaruh Islam

Penanggalan Jawa Islam. Penanggalan Terhadap Budaya Jawa Terutama Pada

Jawa Islam adalah hasil akulturasi antara Abad XIX," proses penggabungan

penanggalan Saka dan penanggalan Kalender Jawa dengan Kalender Hijriyah


terjadi pada tahun 1633 M. Dalam kisah tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Perubahan

yang dicatat dalam Babat Nitik, pada tahun nama bulan juga terjadi; misalnya,

tersebut, Sultan Agung melakukan sebuah Muharram diganti menjadi Suro. Perubahan

ziarah ke makam Sunan Bayat di Tembayat. ini dilakukan karena pada bulan Muharram

Di makam ini, Sultan Agung diterima oleh ada hari Asyura, yang jatuh pada tanggal 10

Sunan Bayat, dan selama kunjungannya, Muharram, yang merupakan hari penting

Sultan Agung diperintahkan untuk dalam Islam. Sejak saat itu, sistem

menggantikan penggunaan kalender Saka Penanggalan Jawa Islam diterapkan di

dengan kalender Jawa yang memadukan seluruh wilayah kekuasaan Mataram.

unsur-unsur Kalender Hijriyah. Sultan Agung memiliki beberapa

Pada saat itu, kalender Jawa tujuan dalam mengakulturasi penanggalan

diubah agar mengikuti aturan Qamariah Jawa dan penanggalan Hijriyah menjadi

yang berisi bulan-bulan Islam. Akibat penanggalan Jawa Islam:

perintah Sunan Bayat ini, diciptakanlah a. Mengatasi kegoncangan dalam

kalender baru yang disebut Kalender Jawa lapangan sosial budaya: Salah satu

Islam. Dalam sistem Penanggalan Jawa tujuan utamanya adalah mengatasi

Islam ini, kedua sistem penanggalan Jawa ketidakseimbangan atau perbedaan

dan penanggalan Hijriyah digabungkan. dalam penggunaan penanggalan

Tahunnya mengikuti tahun Saka (dengan yang ada di masyarakat pada saat

tahun basis 1555), tetapi sistem itu. Ada masyarakat pesantren yang

penanggalannya mengikuti kalender menggunakan penanggalan

Hijriyah. Hijriyah, sementara masyarakat

Contohnya, 1 Muharram 1043 Kejawen tetap memegang tahun

Hijriyah sama dengan 1 Muharram 1555 Saka. Dengan menggabungkan

Jawa yang jatuh pada hari Jum'at Legi keduanya, Sultan Agung berhasil
menciptakan keseragaman bagian dari upayanya untuk meng-

perhitungan tahun di antara kedua Islamisasi budaya Jawa, dengan

kelompok masyarakat tersebut. memudahkan peringatan hari besar

b. Persatuan dan kesatuan rakyat Islam dan mempromosikan ajaran

Mataram dalam menghadapi Islam dalam masyarakat Jawa.

ancaman Belanda: Sultan Agung Dengan menggabungkan

melihat peluang ini sebagai penanggalan Saka dan Hijriyah, Sultan

momentum politik untuk Agung menciptakan sistem penanggalan

memperkuat persatuan dan yang memadukan elemen-elemen budaya

kesatuan rakyat Mataram dalam Jawa dengan ajaran Islam, menciptakan

menghadapi ancaman dari Belanda satu sistem yang lebih seragam dan bersatu

(VOC), yang saat itu mendekati di seluruh kerajaan Mataram.

wilayah Mataram, terutama di E. Penanggalan Masyarakat Jawa

Batavia. Dengan menyatukan Pasca-Islam

masyarakat Mataram di bawah satu Kedatangan agama Islam di Jawa


sistem penanggalan, Sultan Agung memperkenalkan berbagai unsur budaya
berharap dapat menggalang baru, termasuk sistem penanggalan
kekuatan untuk menghadapi Hijriyah, yang berbasis pada pergerakan
ancaman dari Belanda. bulan terhadap bumi. Masyarakat Jawa
c. Memudahkan peringatan hari besar sebelumnya telah mengenal sistem
Islam: Dengan penanggalan Jawa penanggalan Saka yang berbeda dalam hal
Islam, Sultan Agung memudahkan nama-nama bulan dan penetapan awal
masyarakat Jawa untuk mengingat tahun.
tanggal-tanggal penting dalam Sultan Agung Anyokrokusumo,
kalender Islam. Hal ini merupakan yang berkuasa dari tahun 1613-1645 di
Kerajaan Mataram, memulai upaya untuk Keputusan Sultan Agung ini

menyebarkan agama Islam lebih luas di kemudian diikuti oleh Sultan Abdul

Jawa pada tahun 1625. Salah satu langkah Mufakhir Mahmud Abdul Kadir dari

yang diambilnya adalah mengubah Banten (memerintah 1596-1651). Dengan

penanggalan Saka yang sudah ada di Jawa, ini, penanggalan Saka yang telah

yang digunakan sampai abad ke-17. mendominasi seluruh Jawa digantikan oleh

Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram sistem penanggalan Hijriyah Jawa yang

sebelumnya menggunakan penanggalan lebih mencerminkan ajaran Islam dan tidak

Saka dan Hijriyah secara bersamaan. lagi memiliki unsur agama Hindu atau

Pada tahun 1633, yang dalam budaya India. Hal ini adalah salah satu

penanggalan Hijriyah setara dengan tahun langkah dalam menandai pengaruh besar

1555 Saka atau 1043 Hijriyah, Sultan Islam dalam budaya dan masyarakat Jawa.

Agung memodifikasi penanggalan Saka F. Akulturasi antara Budaya Jawa

menjadi penanggalan Jawa Islam. Dalam dengan Islam dalam Konsep Sistem

sistem penanggalan Jawa Islam, tahunnya Penanggalan Jawa-Islam

mengikuti tahun Saka yang sudah ada Sistem penanggalan Jawa

(tahun 1555 Jawa), tetapi sistem dianggap lebih lengkap dan komprehensif

penanggalannya didasarkan pada kalender jika dibandingkan dengan sistem

Hijriyah. Hal ini menjadikan perubahan penanggalan lainnya. Keunggulan ini

nama bulan dan hari awal yang bertepatan menunjukkan tingkat ketelitian dan

dengan peristiwa penting dalam agama pemahaman masyarakat Jawa terhadap

Islam. Sebagai contoh, bulan Muharram pengaruh seluruh alam semesta terhadap

dalam penanggalan Hijriyah diberi nama planet bumi serta dampaknya pada

Suro dalam penanggalan Jawa Islam. kehidupan manusia.


Sebelum Islam masuk ke Jawa, pengamatan alam yang teliti. Adapun pekan

masyarakat Jawa mengenal konsep pekan dan hari tersebut sebagai berikut :

yang melibatkan beragam lamanya, mulai

dari dua hingga sembilan hari. Pekan-pekan No Saptawan – Padinan Pasca –


ini memiliki nama yang berbeda sesuai Islam
dengan lamanya, seperti dwiwara (2 hari), 1. Minggu (Radite) Ahad
triwara (3 hari), caturwara (4 hari),
2. Senen (Soma) Senin
pancawara (5 hari), sadwara (6 hari),
3. Selasa (Anggara) Selasa
saptawara (7 hari), astawara (8 hari), dan
4. Rebo (Budha) Rabu
sangawara (9 hari). Namun, pada zaman
5. Kamis (Respati) Kamis
sekarang, hanya pekan dengan 5 dan 7 hari
6. Jemuwah (Sukra) Jum’at
yang masih umum digunakan.
7. Setu Sabtu
Pilihan beragam pekan ini
(Tumpak/Saniscara)
mencerminkan pemahaman mendalam
Nama-nama Pasaran :
masyarakat Jawa terhadap pola alam dan
No Pancawara-Pasaran
siklus kehidupan. Sistem penanggalan Jawa

mencakup berbagai aspek yang 1. Kliwon (Kasih)

memengaruhi kehidupan sehari-hari, 2. Legi (Manis)

termasuk pergerakan benda langit, cuaca, 3. Pahing (Jenar)

dan aktivitas manusia. Inilah salah satu 4. Pon (Palguna)

contoh bagaimana budaya dan pengetahuan 5. Wage

tradisional masyarakat Jawa telah (Kresna/Langking)

berkembang selama berabad-abad untuk Nama-nama bulan mengadopsi nama-nama


menciptakan sistem penanggalan yang bulan Islam yang dibahasa Jawakan,
sangat rinci dan berkomitmen pada
ditetapkan dengan urut-urutan sebagai Islam, satu tahun memiliki 354 hari untuk

berikut : tahun biasa (basithoh) dan 355 hari untuk

No Nama Bulan Periode tahun kabisat. Perbedaan ini menciptakan

1. Sura (Muharram) 30 hari sejumlah keunikan dalam perhitungan

waktu.
2. Sapar (Safar) 29 hari
Untuk menangani perbedaan ini, setiap 8
3. Mulud (Rabiul Awal) 30 hari
tahun dalam kalender Jawa-Islam terdapat
4. Bakda Mulud (Rabiul 29 hari
3 tahun panjang (wuntu). Jadi, selama
Tsani)
periode 8 tahun, total hari adalah 354 x 8 +
5. Jumadilawal (Jumadil 30 hari
3 + 2835 hari, dengan tahun panjang
Awal)
tersebut ditempatkan pada tahun ke-2,
6. Jumadilakhir (Jumadil 29 hari
tahun ke-5, dan tahun ke-8. Daur yang
Akhir)
berlangsung selama 8 tahun ini disebut
7. Rejeb (Rajab) 30 hari
"windu", tahun-tahun panjang dikenal
8. Ruwah (Sya’ban) 29 hari
sebagai "wuntu," dan tahun-tahun pendek
9. Poso (Ramadhan) 30 hari
disebut "wastu" dengan umur sebanyak 354
10. Sawal (Syawal) 29 hari hari.

11. Selo (Zulqo’dah) 30 hari Penyusunan sistem penanggalan ini

12. Besar (Zulhijjah) 29/30 memperlihatkan seberapa rumit dan rinci

hari pengetahuan masyarakat Jawa tentang

Sistem penanggalan Jawa-Islam memiliki pergerakan benda langit dan siklus alam.

perhitungan yang unik dalam menentukan Hal ini mencerminkan cara masyarakat

panjang tahun. Sebelumnya, dalam Jawa mengintegrasikan aspek astronomi

kalender Saka, satu tahun dihitung sebagai dan alam dalam keseharian mereka, serta

365 hari. Namun, dalam Kalender Jawa- menunjukkan bagaimana budaya Jawa
telah berkembang dan berkaitan erat sehari-hari yang simpel. Namun,

dengan pengetahuan tradisional yang penyederhanaan ini juga menciptakan

kompleks. masalah, terutama dalam perhitungan

Urutan Tahun Periode waktu bulan sinodis yang lamanya 29 hari

1. Tahun Wawu Umur 354 12 jam 44 menit 2,5 detik.

hari Permasalahan yang muncul adalah adanya

kelebihan waktu sekitar 8 jam 48,5 menit


2. Tahun Jim Umur 355
dalam 354 hari, dibandingkan dengan tahun
akhir hari
Hijriyah yang memiliki 345 hari 11/30.
3. Tahun Alif Umur 354
Untuk mengatasi masalah ini, sistem
hari
penanggalan Jawa Islam kemudian
4. Tahun Elie Umur 355
menyederhanakan siklus 30 tahun dalam
hari
penanggalan Islam menjadi siklus 8 tahun
5. Tahun Jim Umur 354
dalam penanggalan Jawa Islam. Hal ini
awal hari
mengakibatkan perbedaan jumlah hari
6. Tahun Ze Umur 354
dalam kurun waktu 120 tahun, di mana
hari
sistem penanggalan Jawa Islam lebih cepat
7. Tahun Dal Umur 355
satu hari dalam 120 tahun tersebut.
hari
Untuk menyeimbangkan perbedaan ini,
8. Tahun Be Umur 354
sistem penanggalan Jawa Islam harus
hari
disinkronkan kembali dengan tahun
Penyederhanaan dalam sistem penanggalan
Hijriyah setiap 120 tahun, dan ini dilakukan
Jawa Islam yang menghasilkan perbedaan
dengan cara memindahkan satu tahun
jumlah hari dalam setahun, yaitu 354 hari 8
kabisat dalam perhitungan. Hal ini
jam 48,5 menit, dipengaruhi oleh keinginan
menjelaskan mengapa terdapat perbedaan
masyarakat Jawa untuk menjalani urusan
dalam jumlah hari antara kalender Jawa Sisa 7 (lihat jadwal di atas) nama tahunnya

Islam dan Hijriyah yang kemudian perlu adalah Wawu. Sedang harinya adalah pada

dikoreksi setiap 120 tahun untuk menjaga urutan 6 dan pasarannya pada urutan 2. Tahun

keselarasan antara keduanya. 1937 termasuk dalam kelompok Asapon (tahun

Berdasarkan perhitungan tersebut Alip Selasa Pon), sehingga tanggal 1 suro 1937

ditetapkannya kaidah-kaidah, antara lain: J jatuh pada urutan ke 6 dihitung dari hari

1. Tahun 1555-1627 (71 tahun) Selasa, yakni "Ahad", serta pasarannya pada

adalah Jumat Legi (Ajumgi) urutan ke 2 dihitung mulai pon, yaitu "Wage".

2. Tahun 1627-1747 (120 tahun) Dengan demikian, tahun 1937 J adalah tahun

adalah Kamis Kliwon Wawu yang tanggal 1 Suro-nya jatuh pada hari

(Amiswon) Ahad Wage.

3. Tahun 1747-1867 (120 tahun) b. Cara konversi penanggalan Hijriyah ke

adalah Rabu Wage (Aboge) penanggalan Jawa Islam.

4. Tahun1867-1987 (120 tahun) Pada tanggal 1 Muhharam 1441 H berapa

adala Selasa Pon (Asapon). penanggalan Jawanya?

G. Contoh Perhitungan Penanggalan Jawa 1440+512= 1952 Jawa. Sesuai dengan kaidah

Islam penanggalan Jawa Islam yang sudah disebutkan

a. Untuk menentukan tahun tersebut, dengan pada bagian ketentuannnya, maka ditarik

cara tahun yang bersangkutan dikurangi 1554 kesimpulan bahwa 1952 jatuh pada Tahun 1867

kemudian dibagi 8. Sisanya dicocokkan pada s.d 1986 J adalah Asapon (tahun Alip Selasa

jadwal diatas (nama tahun, bulan dan hari). Pon). Jadi tanggal 1 Muhharam 1441 H =

Contohnya: tanggal 1 Suro 1952 Jawa yang jatuh pada

Menghitung tanggal 1 Suro 1937 J. 1937 Asapon (tahun Alip Selasa Pon).

1554 - 383 : 8 = 47 sisa 7 H. PENUTUP

a. Kesimpulan
Pada masa sebelum datangnya penanggalan ini dengan cara mengambil

Islam, Pulau Jawa telah memiliki tahun dari kalender Saka (melanjutkan

setidaknya dia sistem penanggalan yang tahun 1555 Jawa) sementara sistem

berkembang dalam masyarakatnya. penanggalannya mengikuti penanggalan

Pertama, ada kalender Pranatamangsa yang Hijriyah.

digunakan untuk menandai musim-musim. b. Saran

Kedua, kalender Saka banyak digunakan Penulis sangat memahami bahwa jurnal

oleh masyarakat Hindu untuk menandai ini jauh dari kata sempurna, sehingga

berbagai momen ritual keagamaan. penulis sangat terbuka apabila ada kritik

Sejarah penanggalan Jawa Islam dan saran yang membangun sehingga

dimulai sejak Islam pertama kali tiba di kedepannya akan menjadi lebih baik

Jawa dan membawa berbagai unsur budaya lagi.

Islam. Pada tahun 1633 M (atau setara I. DAFTAR PUSTAKA

dengan tahun 1555 Saka atau 1043 H), Kementerian Pendidikan Nasional. Kamus

Sultan Agung Hanyakrakusuma, juga Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai

dikenal sebagai Sri Sultan Muhammad, raja Pustaka. 2008.

Mataram Islam, menghapus penggunaan Ruswa Darsono. Penanggalan Islam.


kalender Saka di Pulau Jawa. Sultan Agung Tinjauan Sistem. Fiqh dan Hisab
berusaha melalui dekrit untuk Penanggalan. Yogyakarta. Labda Press.
menggantikan penanggalan Saka dengan 2010.

Penanggalan Jawa Islam. Penanggalan Susiknan azhari. Kalender Islam ke Arah


Jawa Islam adalah hasil akulturasi antara Integrasi Muhammadiyah-NU.
penanggalan Saka dan penanggalan Yogyakarta. Museum Astronomi Islam.
Hijriyah (penanggalan Islam). Sultan 2012.
Agung memadukan kedua sistem Jurnal Al-Mizan. Vol 13. No 1. 2017
Mulyidin Khazin. Ilmu Falak dalam Teori

dan Praktik. Yogyakarta. Buana Pustaka.

2008.

Muh. Hadi Bashori. Penanggalan Islam.

Jakarta. Gramedia.2013.

Maskufa. Ilmu Falaq. Jakarta. Gaung

Persada. 2010.

Anda mungkin juga menyukai